• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik gelombang ultrasonik untuk mendeteksi mutu mentimun jepang (cucumis sativus L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik gelombang ultrasonik untuk mendeteksi mutu mentimun jepang (cucumis sativus L.)"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK GELOMBANG ULTRASONIK UNTUK

MENDETEKSI MUTU MENTIMUN JEPANG

(cucumis sativus L.)

SKRIPSI

YUSENDA DELIANA SITOMPUL

F14070023

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(2)

Characteristic of Ultrasonic to Detect Quality of Japan Cucumber

Yusenda Deliana Sitompul and I Wayan Budiastra

Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West java, Indonesia.

e-mail: yus_Tomz@yahoo.com

ABSTRACT

Japanese cucumber is one of the potential of agricultural products grown for export purposes. There is a large variation in quality of the fresh Japanese cucumber so we need evaluation method to evaluate without damaging Japanese cucumber. Ultrasonic is one of the method that can be used to determine the quality of Japanese cucumber and other agricultural products. Using ultrasonic method the acoustic properties of Japanese cucumber such as velocity, attenuation and zero moment were determined. In addition to acoustic properties, other parameters measured were physical and chemical properties of Japanese cucumber that is hardness, total dissolved solids and density were also measured. Japanese cucumbers are used in this research of 150 pieces with different harvest age of 25, 30, 35, 40 and 45 days. The result show that there is relationship between ultrasonic and physic chemical properties. It can be concluded that the parameters can be used as the basis for determining the quality of Japanese cucumber. From the research results, ultrasonic velocity can be used as the basis for determining the hardness of Japanese cucumber

(3)

YUSENDA DELIANA SITOMPUL. F14070023. Karakteristik Gelombang Ultrasonik untuk Mendeteksi Mutu Mentimun Jepang. Di bawah bimbingan I Wayan Budiastra. 2011

RINGKASAN

Mentimun jepang merupakan salah satu jenis produk pertanian yang potensial dikembangkan terutama untuk tujuan ekspor. Tanaman mentimun jepang terdapat hampir di seluruh Indonesia dimana jumlah produksi setiap tahunnya cenderung meningkat.

Gelombang ultrasonik merupakan gelombang suara yang frekuensinya lebih besar dari 20 kHz atau di atas jangkauan dengar manusia. Gelombang ultrasonik merupakan gelombang mekanik yang hanya dapat merambat dalam suatu medium sehingga dalam ruang hampa gelombang tersebut tidak dapat merambat. Dalam proses perambatan gelombang terjadi beberapa peristiwa seperti pembiasan, pemantuan serta penyerapan. Hal tersebut menyebabkan adanya pengurangan intensitas gelombang yang menandakan pengurangan energi dari gelombang tersebut.

Gelombang ultrasonik telah banyak dimanfaatkan di berbagai bidang seperti bidang kedokteran dan instrumentasi. Pemanfaatan gelombang ultrasonik yaitu dengan melihat sifat akustik gelombang ultrasonik yang merambat pada medium perantara. Sifat yang diukur berupa kecepatan gelombang, atenuasi serta moment zero yang diperoleh dari pengolahan dengan program matlab. Penggunaan gelombang ultrasonik pada bahan pertanian dilakukan pada intensitas yang rendah sehingga tidak merusak bahan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan sifat gelombang ultrasonik pada mentimun jepang dan sifat fisiko kimia mentimun jepang serta hubungan antara dua hal tersebut sehingga diperoleh landasan sebagai penentuan mutu mentimun jepang.

Pada penelitian ini digunakan sebanyak 150 buah mentimun jepang dengan lima perbedaan umur panen yaitu 25, 30, 35, 40 dan 45 hari. Mentimun diperoleh dari kelompok tani Pacet Segar, Cipanas. Pengukuran dilakukan dengan melewatkan gelombang ultrasonik melalui mentimun jepang dan udara. Hasil yang diperoleh dari pengukuran berupa amplitudo dan waktu.

Data yang diperoleh diolah sehingga diperoleh kecepatan gelombang, atenuasi dan juga moment zero. Sedangkan sifat fisiko kimia mentimun jepang yang diukur adalah kekerasan, TPT dan massa jenis.

(4)

KARAKTERISTIK GELOMBANG ULTRASONIK UNTUK

MENDETEKSI MUTU MENTIMUN JEPANG

(cucumis sativus L.)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem,

Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh

YUSENDA DELIANA SITOMPUL

F14070023

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(5)

Judul skripsi : Karakteristik Gelombang Ultrasonik Untuk Mendeteksi Mutu Mentimun Jepang (cucumis sativus L.)

Nama : Yusenda Deliana Sitompul

NIM : F14070023

Menyetujui,

Pembimbing,

(Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr)

NIP. 19611019 198601 1 002

Mengetahui:

Ketua Departemen,

(Dr. Ir. Desrial, M.Eng)

NIP. 19661210 199103 1 004

(6)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Karakteristik Gelombang Ultrasonik Untuk Mendeteksi Mutu Mentimun Jepang (cucumis sativus L.) adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

      Bogor, Agustus 2011

Yang membuat pernyataan

      Yusenda Deliana Sitompul

(7)

BIODATA PENULIS

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, untuk segala anugerahNya. Terlebih lagi pada saat ini saya telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Karakteristik Gelombang Ultrasonik Untuk Mendeteksi Mutu Mentimun Jepang” .

Pada kesempatan ini juga saya menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah menolong serta mendukung saya baik dalam pelaksanaan penelitian maupun dalam penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih saya ucapkan kepada:

1. Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Jajang Juansyah yang telah memberikan banyak masukan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Bapak, Mama serta adik-adikku (Uli, Aldo dan Echa) yang selalu memberikan dukungan semangat dan doa.

4. Bapak Suryaden yang banyak membantu pada saat pelaksanaan penelitian

5. Semua dosen yang telah membagikan ilmu selama belajar di Teknik Mesin dan Biosistem 6. Seluruh staf Departemen Teknik Mesin dan Biosistem untuk semua bantuan yang telah

diberikan.

7. Lovren untuk segala masukan, doa dan dukungannya

8. Teman-teman kostan Bilo (Panta, Juli, E’enth, Rena, Jenny, Annette, Lisbet) yang selalu memberikan keceriaan.

9. Wissa dan Ika yang telah menemani saat pembelian bahan penelitian dan membantu dalam pengolahan data

10. Teman-teman Antripadu untuk semua hiburan 11. Teman-teman GMKI cabang Bogor

12. Teman-teman komisi Diaspora 13. Teman-teman TEP 44 (ensemble)

Dan semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Semoga kita selalu dalam penyertaan Tuhan.

Penulis sadar bahwa dalam skripsi ini masih banyak terdapat banyak kekurangan, sehingga penulis mengharapkan saran dan kritikan sebagai bahan perbaikan skripsi ini. Besar harapan penulis, skripsi ini bisa bermanfaat baik bagi penulis maupun bagi semua pihak yang memerlukan.

Bogor, Agustus 2011

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DARTAR LAMPIRAN ... xiii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. Mentimun Jepang (cucumis sativus. L) ... 3

B. Gelombang Ultrasonik ... 6

C. Transduser Ultrasonik ... 8

D. Penelitian Ultrasonik Pada Komoditas Pertanian ... 9

III. METODE PENELITIAN ... 11

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 11

B. Alat dan Bahan ... 11

C. Metode Penelitian ... 11

1. Pengukuran sifat gelombang ultrasonik ... 13

2. Pengukuran kekerasan ... 15

3. Pengukuran total padatan terlarut ... 15

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16

A. Parameter Mutu Mentimun Jepang ... 16

B. Sifat Fisiko Kimia Mentimun Jepang ... 16

1. Kekerasan buah ... 16

2. Total Padatan Terlarut…………. ... 17

3. Massa Jenis …… . ... 18

C. Sifat Gelombang Ultrasonik ... 18

1. Kecepatan gelombang ultrasonik ... 18

2. Atenuasi…………. ... 19

3. Moment zero……….…. ... 19

D. Hubungan Antara Sifat Fisiko Kimia Dengan Umur Panen Mentimun Jepang. ... 20

1. Hubungan antara tingkat kekerasan buah dan umur panen ... 20

2. Hubungan antara total padatan terlarut dan umur panen ... 20

3. Hubungan antara massa jenis dan umur panen ... 21

E. Hubungan Antara Sifat-Sifat Gelombang Ultrasonik Dengan Umur Panen Mentimun Jepang……… 22

1. Hubungan kecepatan gelombang ultrasonik dengan umur panen mentimun jepang……… 22

2. Hubungan atenuasi gelombang ultrasonik dengan umur panen mentimun jepang……… 23

3. Hubungan moment zero dengan umur panen mentimun jepang………... 25

F. Hubungan Antara Parameter Akustik Gelombang Ultrasonik Terhadap Sifat Fisiko Mentimun Jepang……… 25

(10)

massa jenis mentimun jepang……….. 27

3. Hubungan antara nilai atenuasi gelombang ultrasonik dengan tingkat kekerasan mentimun jepang……… 27

4. Hubungan antara nilai atenuasi gelombang ultrasonik dengan massa jenis mentimun jepang……….. 28

5. Hubungan antara nilai moment zero gelombang ultrasonik dengan tingkat kekerasan mentimun jepang……… 29

6. Hubungan antara nilai moment zero gelombang ultrasonik dengan massa jenis mentimun jepang……….. 30

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 31

B. Saran ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 32

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Mentimun jepang………. 3

Gambar 2. Diagram alir pelaksanaan penelitian………... 12

Gambar 3. Pengukuran sifat gelombang ultrasonik……….. 13

Gambar 4. Pengukuran kekerasan mentimun ………... 15

Gambar 5. Refraktometer digital……….. 15

Gambar 6. Hubungan antara umur panen dan kekerasan………. 20

Gambar 7. Hubungan antara umur panen dan nilai TPT………... 21

Gambar 8. Hubungan antara umur panen dan massa jenis……….... 22

Gambar 9. Hubungan antara umur panen dan kecepatan gelombang……….. 23

Gambar 10. Hubungan antara umur panen dan atenuasi………... 24

Gambar 11. Hubungan antara umur panen dan Moment Zero………. 25

Gambar 12. Hubungan antara kecepatan dengan kekerasan……… 26

Gambar 13. Hubungan antara kecepatan dan massa jenis……… 27

Gambar 14. Hubungan antara atenuasi dan kekerasan………. 28

Gambar 15. Hubungan antara atenuasi dan massa jenis………... 29

Gambar 16. Hubungan antara Moment Zero dan kekerasan……… 29

Gambar 17. Hubungan antara Moment Zero dan massa jenis……….. 30

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Data produksi mentimun……… 1

Tabel 2. Kandungan gizi dalam 100 gram mentimun……….. 5

Tabel 3. Parameter Mutu Mentimun Jepang……… 16

Tabel 4. Data kekerasan mentimun jepang ……….……… 17

Tabel 5. Data TPT mentimun jepang ………..………... 17

Tabel 6. Data massa jenis mentimun jepang ………... 18

Tabel 7. Data kecepatan gelombang ultrasonik pada mentimun jepang……….. 18

Tabel 8. Data atenuasi gelombang ultrasonik pada mentimun jepang……… 19

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Perhitungan kecepatan gelombang………... 33

Lampiran 2. Perhitungan koefisien atenuasi………... 34

Lampiran 3. Program matlab untuk mengolah sinyal ultrasonik menjadi spectral density dengan operasi FFT……… 35

Lampiran 4. Tampilan sinyal gelombang ultrasonik pada program matlab……….... 36

Lampiran 5. Data kecepatan gelombang ultrasonik………. 37

Lampiran 6. Data koefisien atenuasi………. 39

Lampiran 7. Nilai Moment zero……… 41

Lampiran 8. Data Total Padatan Terlarut………. 43

Lampiran 9. Data massa jenis mentimun jepang……….. 45

(14)

I.

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Produk hortikultura seperti buah-buahan dan sayuran merupakan salah satu produk yang banyak ditemukan di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan banyaknya kandungan gizi dalam buah dan sayuran yaitu berupa vitamin, mineral, dan juga serat makanan. Indonesia sebagai negara beriklim tropis memiliki banyak jenis buah dan sayuran.

Mentimun jepang merupakan salah satu tanaman yang potensial untuk dikembangkan terutama untuk tujuan ekspor ke negara Jepang atau Eropa. Mentimun jepang atau yang dikenal

dengan zhucinni atau kyuri memiliki perbedaan dengan mentimun lokal baik dari warna maupun

tekstur buahnya. Saat ini banyak pengusaha hortikultura mengembangkan jenis tanaman ini guna memenuhi kebutuhan pasar luar negeri.

Buah mentimun terdapat hampir di seluruh Indonesia. Data produksi mentimun dapat dilihat pada tabel 1. Dari tabel 1 dapat kita lihat bahwa produksi mentimun cukup besar. Selain dikonsumsi dalam keadaan segar, buah mentimun jepang sering diolah menjadi jenis makanan lainnya seperti asinan.

Tabel 1. Data Produksi Mentimun

Tahun Produksi (ton)

1997 489595 1998 506889 1999 431950 2000 423386 2001 431921 2002 406414 2003 514210 2004 477716 2005 552891 2006 598890 2007 581205 2008 540122 2009 583139 Sumber: BPS RI

Dalam proses pemasaran, permasalahan yang sering terjadi adalah masyarakat sulit mengetahui mutu buah mentimun dari penampakan luarnya. Hal ini disebabkan karena terkadang buah yang dari luar terlihat baik dengan warna yang baik pula belum tentu buah bagian dalamnya juga baik begitu juga dengan tekstur buah tidak bisa diketahui hanya dengan melihat bagian luar buah.

Pemanenan atau pemetikan buah mentimun pada tingkat kematangan tertentu akan sangat berpengaruh terhadap mutu buah mentimun seperti terhadap rasa dan tingkat kekerasan atau kerenyahannya.

(15)

dengan metode destruktif. Metode seperti ini juga memiliki kekurangan karena buah yang telah di uji tidak dapat dikemas untuk dikonsumsi. Selain itu dengan metode destruktif tidak dapat diperoleh data mutu secara keseluruhan karena penentuan mutu dilakukan dengan pengambilan contoh dari populasi yang ada.

Metode yang sering dilakukan pada saat ini untuk pendugaan tingkat kerenyahan dan mutu

buah dapat ditentukan dengan metode non destruktif seperti dengan menggunakan near infrared,

jaringan saraf tiruan atau dengan menggunakan gelombang ultrasonik.

Penggunaan gelombang ultrasonik dalam pemutuan buah mentimun sangat diperlukan untuk mengetahui mutu buah dan tingkat kerenyahannya tanpa merusak buah tersebut. Untuk pemasaran buah mentimun jepang, teknologi ini sangat diperlukan agar konsumen tidak kecewa, apalagi untuk kebutuhan ekspor.

Gelombang ultrasonik dapat merambat pada medium fluida dan medium padat. Gelombang ultrasonik dapat menembus bagian dalam mentimun jepang sehingga dapat diketahui sifat akustik dari mentimun jepang. Kecepatan perambatan dari gelombang ultrasonik akan menjadi salah satu parameter untuk mengetahui mutu mentimun jepang. Selain itu terdapat parameter-parameter lain yang dihubungkan dengan sifat fisik-kimia mentimun jepang sehingga diperoleh data untuk menentukan sifat-sifat mentimun jepang.

B.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengkaji karakteristik gelombang ultrasonik untuk penentuan mutu mentimun jepang dengan uraian berikut:

1. Untuk menentukan sifat gelombang ultrasonik mentimun jepang

2. Mengkaji hubungan sifat gelombang ultrasonik mentimun jepang dan sifat fisiko kimia

(16)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A.

Mentimun Jepang (cucumis sativus L)

Mentimun jepang banyak dikenal oleh pedagang sayuran karena nilai ekonomis yang tinggi. Mentimun jepang memiliki beberapa perbedaan dengan mentimun lokal baik dalam hal warna, rasa dan tekstur buahnya. Mentimun jepang memiliki warna buah hijau pekat (seperti pada gambar 1), rasa yang lebih manis dan tekstur buah yang lebih renyah. Hal lain yang membedakan mentimun jepang dengan mentimun lokal adalah umur panen yang lebih cepat.

Gambar 1. Mentimun Jepang

Tanaman mentimun berasal dari India, tepatnya di lereng gunung Himalaya. Di kawasan ini

ditemukan jenis mentimun liar yaitu Cucumis Hardwichii Royle yang jumlah kromosom sepasang

(n=14) padahal jumlah kromosom mentimun pada umumnya adalah 2n =2x = 24. Sumber genetik timun yang lain ditemukan di Afrika Selatan. Dari India dan Afrika selatan tanaman mentimun meluas ke daerah Mediterania.

Mentimun jepang merupakan salah satu tanaman sayuran yang banyak ditemukan di pasaran lokal. Tanaman mentimun adalah tanaman semusim yang menjalar atau memanjat dengan alat pemegang berbentuk pilin ataupun spiral. Daun tanaman mentimun kasar dan berwarna hijau, berjari tiga hingga tujuh. Bunganya merupakan bunga tunggal berbentuk lonceng dan bewarna kuning.

Tanaman mentimun jepang dapat tumbuh di tempat yang ketinggiannya kira-kira 200-800 m dpl. Pertumbuhan optimal pada mentimun jepang ini terjadi pada penanaman di ketinggian 400 m dpl. Selain ketinggian, faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman mentimun jepang adalah tekstur tanah. Untuk tanaman ini tekstur tanah yang sesuai adalah tanah dengan kadar liat rendah dan pH sekitar 6-7. Tanaman mentimun juga harus mendapatkan sinar matahari yang cukup dengan suhu 210C – 26.70C.

Pembudidayaan tanaman mentimun baik dilakukan pada akhir musim hujan atau pada awal musim kemarau. Penanaman dapat dilakukan dengan penanaman biji secara langsung atau dengan pemindahan bibit dari persemaian. Dalam pertumbuhannya tanaman timun sering diserang oleh hama dan penyakit.

Beberapa jenis hama yang sering menyerang tanaman mentimun adalah sebagai berikut.

(17)

Kumbang daun berukuran 1 cm dengan sayap kuning polos. Gejala : merusak dan memakan daging daun sehingga daun bolong; pada serangan berat, daun tinggal tulangnya. Pengendalian: Natural BVR atau PESTONA.

2. Ulat Tanah (Agrotis ipsilon)

Ulat ini berwarna hitam dan menyerang tanaman terutama yang masih muda. Gejala: Batang tanaman dipotong disekitar leher akar.

3. Lalat buah (Dacus cucurbitae Coq.)

Lalat dewasa berukuran 1-2 mm. Lalat menyerang mentimun muda untuk bertelur, Gejala: memakan daging buah sehingga buah abnormal dan membusuk. Pengendalian : Natural METILAT.

4. Kutu daun (Aphis gossypii Clover)

Kutu berukuran 1-2 mm, berwarna kuning atau kuning kemerahan atau hijau gelap sampai hitam. Gejala: menyerang pucuk tanaman sehingga daun keriput, kerititing dan menggulung. Kutu ini juga penyebar virus. Pengendalian : Natural BVR atau PESTONA

Sedangkan jenis penyakit yang sering menyerang tanaman mentimun adalah

1. Busuk daun (Downy mildew)

Penyebab : Pseudoperonospora cubensis Berk et Curt. Menginfeksi kulit daun pada kelembaban udara tinggi, temperatur 16 – 22°C dan berembun atau berkabut. Gejala : daun berbercak kuning dan berjamur, warna daun akan menjadi coklat dan busuk. Pengendalian : Pemberian Natural GLIO sebelum tanam.

2. Penyakit tepung (Powdery mildew )

Penyebab : Erysiphe cichoracearum. Berkembang jika tanah kering di musim kemarau dengan kelemaban tinggi. Gejala : permukaan daun dan batang muda ditutupi tepung putih, kemudian berubah menjadi kuning dan mengering. Pengendalian : Pemberian Natural GLIO sebelum tanam.

3. Antraknose

Penyebab : cendawan Colletotrichum lagenarium Pass. Gejala: bercak-bercak coklat pada daun. Bentuk bercak agak bulat atau bersudut-sudut dan menyebabkan daun mati; gejala bercak dapat meluas ke batang, tangkai dan buah. Bila udara lembab, di tengah bercak terbentuk massa spora berwarna merah jambu. Pengendalian : Pemberian Natural GLIO sebelum tanam.

4. Bercak daun bersudut

Penyebab : cendawan Pseudomonas lachrymans. Menyebar pada saat musim hujan. Gejala : daun berbercak kecil kuning dan bersudut; pada serangan berat seluruh daun yang berbercak berubah menjadi coklat muda kelabu, mengering dan berlubang. Pengendalian : Pemberian Natural GLIO sebelum tanam.

5. Virus

Penyebab : Cucumber Mosaic Virus, CMV, Potato virus mosaic, PVM; Tobacco Etch Virus, TEV; otato Bushy Stunt Virus (TBSV); Serangga vektor adalah kutu daun Myzus persicae Sulz dan Aphis gossypii Glov. Gejala : daun menjadi belang hijau tua dan hijau muda, daun berkerut, tepi daun menggulung, tanaman kerdil. Pengendalian: dengan mengendalikan serangga vektor dengan Natural BVR atau PESTONA, mengurangi kerusakan mekanis, mencabut tanaman sakit dan rotasi dengan famili bukan Cucurbitaceae.

6. Kudis (Scab)

(18)

karet; bila menyerang buah tua, terbentuk kudis yang bergabus. Pengendalian : Pemberian Natural GLIO sebelum tanam.

7. Busuk buah

Penyebab : cendawan (1) Phytium aphinadermatum (Edson) Fizt.; (2) Phytopthora sp., Fusarium sp.; (3) Rhizophus sp., (4) Erwinia carotovora pv. Carotovora. Infeksi terjadi di kebun atau di tempat penyimpanan. Gejala : (1) Phytium aphinadermatum: buah busuk basah dan jika ditekan, buah pecah; (2) Phytopthora: bercak agak basah yang akan menjadi lunak dan berwarna coklat dan berkerut; (3) Rhizophus: bercak agak besah, kulit buah lunak ditumbuhi jamur, buah mudah pecah; (4) Erwinia carotovora: buah membusuk, hancur dan berbau busuk. Pengendalian: dengan menghindari luka mekanis, penanganan pasca panen yang hati-hati, penyimpanan dalam wadah bersih dengan suhu antara 5 – 7 derajat C. Dan pemberian Natural GLIO sebelum tanam.

Tanaman mentimun dapat dipanen dalam 1.5 bulan. Pemungutan hasil dapat dilakukan dalam waktu kurang dari sebulan. Buah yang dapat dipungut adalah buah yang sudah besar namun tidak terlalu tua.

Tanaman mentimun jepang dikelompokkan berdasarkan klasifikasi berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Class : Dicotyledonae

Ordo : Cucurbitales

Family : Cucurbitaceae

Genus : Cucumis

Species : Cucumis Sativus L.

Mentimun jepang memiliki banyak kandungan gizi yang bermanfaat bagi tubuh kita. Mentimun jepang banyak mengandung vitamin A, B dan vitamin C, selain itu mentimun juga mengandung sedikit saponin, enzim pencernaan, glutathione, protein, dan karbohidrat. Mentimun dapat digunakan sebagai penyegar badan, penyejuk, menghaluskan dan melemaskan kulit.

Tabel 2. Kandungan gizi dalam 100 gram mentimun

Komponen Jumlah kandungan

Protein 0,6 g

Lemak 0.2 g

Karbohidrat 2.4 g

Serat 0.5 g

Abu 0.4 g

Kalsium 19 mg

Fosfor 12 mg

Kalium 122 mg

Zat besi 0.4 mg

Natrium 5 mg

Vitamin B1 0.02 mg

Vitamin B2 0.02 mg

Niacin 0.1

Vitamin C 10 mg

(19)

Mentimun jepang biasanya dikonsumsi sebagai lalapan, namun banyak juga olahan makanan yang dibuat dengan bahan dasar mentimun seperti asinan mentimun dan minuman sari mentimun. Mentimun yang baik adalah mentimun yang segar, muda, berwarna cemerlang, dan tidak lunak. Mentimun jepang banyak diekspor ke luar negeri terutama ke negara Jepang. Permintaan pasar Jepang terhadap mentimun rata-rata 50.000 ton per tahun. Mutu mentimun jepang yang harus dipenuhi sesuai dengan permintaan konsumen menurut petani mentimun yaitu warna mentimun jepang harus hijau pekat, bentuknya lurus dan pada bagian kulit tidak ada cacat serta tingkat kekerasan yang renyah.

B.

Gelombang Ultrasonik

Gelombang terjadi apabila adanya suatu gangguan pada kesetimbangan dalam suatu sistem dan gelombang tersebut dapat merambat melalui suatu medium dimana setelah gangguan ini lewat keadaan medium akan kembali ke keadaan semula seperti sebelum gangguan itu datang. Gelombang seperti ini dinamakan gelombang mekanik seperti gelombang bunyi. Secara umum gelombang dibagi menjadi dua kategori yaitu gelombang mekanik dan gelombang elektromagnetik. Gelombang mekanik memerlukan suatu medium untuk merambat sedangkan gelombang yang tidak memerlukan medium untuk merambat disebut gelombang elektromagnetik. Contoh gelombang mekanik adalah gelombang pada tali dan gelombang akustik sedangkan contoh gelombang elektromagnetik adalah seperti gelombang radio, radiasi inframerah, sinar-X dan yang lainnya. Gelombang elektromagnetik dapat berjalan melalui ruang hampa.

Ada dua jenis gelombang yaitu gelombang transversal dan gelombang longitudinal. Gelombang transversal terjadi apabila pergeseran medium tegak lurus terhadap arah perjalanan gelombang sedangkan gelombang longitudinal terjadi apabila gerakan partikel pada medium adalah gerakan bolak-balik sepanjang arah yang sama dengan arah perjalanan gelombang.

Gelombang memiliki beberapa sifat seperti dapat berinteraksi dengan dengan benda, jika gelombang datang pada sebuah benda maka gelombang tersebut dapat di absorbs, direfleksikan, ditransmisikan atau direfraksikan.

Gelombang akustik seperti bunyi merupakan salah satu gelombang mekanik yang dapat merambat baik di dalam fluida maupun di dalam padatan. Di dalam fluida gelombangnya merupakan longitudinal sedangkan dalam padatan gelombangnya dapat berupa gelombang longitudinal dan gelombang transversal. Gelombang sinusoidal adalah jenis gelombang bunyi yang memiliki frekuensi, amplitudo dan panjang gelombang tertentu.

Manusia memiliki batas pendengaran pada frekuensi tertentu yaitu sekitar 20-20.000 Hz yang

disebut dengan gelombang audiosonik. Frekuensi tersebut disebut audible range atau jangkauan

yang dapat didengar oleh manusia. Selain itu ada juga yang disebut dengan gelombang ultrasonik yaitu gelombang dengan frekuensi di atas jangkauan dengar manusia (di atas 20 kHz) seperti magnet listrik, getaran Kristal piezo elektrik dan gelombang infrasonik dengan frekuensi gelombang di bawah jangkauan dengar manusia (dibawah 20 Hz) seperti getaran gempa,dan tanah longsor. Gelombang bunyi berjalan ke semua arah dari sumber bunyi dengan amplitudo tergantung pada arah dan jarak dari sumber.

(20)

Gelombang ultrasonik memiliki prinsip yang sama dengan gelombang mekanik lainnya sehingga proses pembiasan, pemantulan, polarisasi atau yang lainnya tetap terjadi. Proses pemantulan dan pembiasan pada gelombang ultarsonik bisa terjadi bila melewati medium yang indeks biasnya berbeda. Pada proses tersebut akan terjadi pengurangan intensitas gelombang yang menandakan adanya pengurangan energi dari gelombang tersebut. Ditinjau dari sudutnya,

pembiasan memiliki sudut bias 00 sampai 900 sementara pemantulan memiliki sudut bias 900

sampai 1800 atau sudut pantul sebesar 00 sampai 900. Pemantulan dan pembiasan yang kompleks akan terjadi pada medium fluida, hal ini terjadi karena pada medium padat gelombang yang terjadi bukan saja gelombang longitudinal tapi ada kemungkinan terdapat juga gelombang transversal.

Selain proses pembiasan dan proses pemantulan, proses lainnya adalah proses penyerapan atau absorpsi. Proses penyerapan pada gelombang sering terjadi pada medium padat yang ditandai dengan adanya penurunan amplitudo gelombang. Besaran yang menyatakan konstanta absorpsi dikenal dengan koefisien absorpsi. Koefisien absorpsi dipengaruhi oleh konsentrasi medium yang dilalui gelombang tersebut. Besarnya penyerapan yang terjadi tergantung pada karakteristik fisik dari medium yang dilaluinya.

Blitz (1971) menyatakan bahwa dalam proses perambatannnya dalam medium, intensitas gelombang ultrasonik berkurang terhadap jarak yang ditempuh. Pengurangan intensitas terjadi karena adanya penyerapan energi oleh medium. Besarnya penyerapan energi dinyatakan dalam koefisien absorpsi atau koefisien atenuasi.

Pemanfaatan gelombang ultrasonik telah banyak dilakukan dalam berbagai bidang, seperti dalam bidang kedokteran atau dalam bidang instrumentasi untuk mengukur besaran suhu, kecepatan aliran, viskositas cairan, tekanan gas dan yang lainnya. Penerapan gelombang ultrasonik adalah dengan mengamati sifat akustik gelombang ultrasonik yang merambat dalam suatu medium. Sifat yang diukur meliputi kecepatan gelombang dan koefisien atenuasi atau koefisien penyerapan energi. Untuk pengukuran bahan pertanian biasanya digunakan gelombang dengan intensitas yang rendah sekitar 1-10 MHz sehingga tidak merusak bahan pertanian tersebut. Gooberman (1968) menyatakan gelombang ultrasonik akan merambat lebih baik pada medium padat dibandingkan pada medium cair atau gas.

Pengukuran kecepatan gelombang ultrasonik telah banyak diterapkan untuk mendeteksi cacat

buah bagian dalam. Kecepatan gelombang pada medium padat merupakan fungsi dari massa jenis, modulus young dan perbandingan poisson.

Koefisien atenuasi merupakan besaran yang menyatakan kehilangan sejumlah energi karena gelombang melewati suatu medium. Besarnya energi yang hilang tergantung pada jenis mediumnya. Pada gas atenuasinya besar, pada cairan atenuasinya sedang sedangkan padatan atenuasinya kecil. Kehilangan energi disebabkan oleh beberapa hal yaitu kehilangan energi akibat adannya penyerapan oleh medium dan peristiwa gelombang pada bidang batas medium. Kehilangan energi di dalam medium dapat disebabkan oleh tiga penyebab utama yang berbeda mekanismenya, yaitu absorpsi akibat viskositas, konduktivitas panas, dan pertukaran energi molekuler. Koefisien atenuasi dapat diketahui dengan mengkonversi tegangan sinyal yang dikirim dan diterima setelah melalui suatu jarak tertentu. Nilai tegangan dari sinyal ini menggambarkan besarnya energi gelombang ultrasonik. Energi gelombang ultrasonik berbanding lurus dengan amplitudo tegangan sinyal listrik yang dideteksi. Pengukuran atenuasi gelombang ultrasonik dapat menggunakan rumus berikut:

(21)

Cara lain untuk mengetahui koefisien atenuasi ini adalah dengan mengetahui terlebih dahulu nilai Moment Spectral Density (Mo).

]………..……….(2)

a

dim na :

X = jarak

Ao = Amplitudo mula-mula (volt)

Ax = Amplitudo setelah menempuh jarak x (volt) Moo = Moment spectral density mula-mula Mox = Moment spectral density pada jarak x

Garret et al (1972) mengukur kecepatan gelombang dengan menurunkan rumus berikut :

Vb2 = E/ρ……… (3)

sedangkan E = F / (ε.A)

dengan :

Vb = kecepatan gelombang (m/s) E

= massa jenis (kg/m3) = modulus young (Pa)

F = gaya (Newton)

A = luas permukaan (m2)

ε = tensile strain

Dari rumus di atas diketahui modulus young berbanding lurus dengan kecepatan gelombang. Modulus young berbanding lurus dengan gaya, semakin besar besar gaya yang dibutuhkan maka semakin besar tingkat kekerasan, dengan demikian modulus young juga semakin besar sehingga kecepatan gelombang juga semakin besar.

C.

Transduser Ultrasonik

(22)

Transduser ultrasonik terbuat dari material piezoelectric yaitu terbuat dari bahan quartz

(SiO3) dan Barium titanat (BaTiO3) yang akan menghasilkan medan listrik pada saat material

berubah bentuk atau dimensinya sebagai akibat dari gaya mekanik. Hal tersebut sering disebut efek piezoelektrik.

Bahan piezoelektik yang digunakan pada transduser ultrasonik mengubah sinyal listrik menjadi getaran mekanik dan mengubah kembali getaran mekanik menjadi energi istrik. Elemen aktif dari transduser adalah inti transduser yang mengubah energi listrik menjadi energi suara dan sebaliknya mengubah energi suara menjadi energi listrik. Elemen aktif pada transduser biasanya adalah sebuah material terpolarisasi. Material terpolarisasi adalah beberapa bagian molekul bermuatan positif dan sebagian lagi bermuatan negatif dengan elektroda yang menempel pada dua sisi yang berlawanan. Pada saat medan listrik melewati material, molekul yang terpolarisasi akan

menyesuaikan dengan medan listrik sehingga menghasilkan dipole yang terinduksi dengan

molekul. Penyesuaian molekul akan menyebabkan perubahan dimensi pada material.

Komponen utama pada transduser ultrasonik adalah elemen aktif, backing, dan wear plate.

Elemen aktif terbuat dari bahan piezo atau ferroelectric yang mengubah energi listrik yang

dihasilkan oleh pembangkit pulsa menjadi energi ultrasonik. Backing mempunyai penguatan yang

tinggi. Material yang mempunyai kerapatan yang sangat tinggi digunakan untuk mengontrol

getaran dari transduser dengan menyerap radiasi energi dari bagian belakang elemen. Wear plate

berfungsi untuk melindungi bagian elemen aktif serta sebagai medium yang kontak langsung dengan material yang akan diuji.

D.

Penelitian Ultrasonik Pada Komoditas Pertanian

Penelitian mengenai gelombang ultrasonik telah banyak dilakukan sebelumnya. Beberapa penelitian mengkaji gelombang ultrasonik dalam penentuan tingkat kematangan buah, deteksi adanya lalat buah dan banyak penelitian lainnya.

Trisnobudi et al melakukan penelitian mengenai evaluasi kematangan buah apel dengan

menggunakan gelombang ultrasonik. Berdasarkan hasil penelitian dinyatakan bahwa kecepatan menunjukkan kolerasi yang kuat terhadap kekerasan dan rapat massa sedangkan terhadap keasaman dan kadar gula kolerasinya tidak kuat. Sementara itu atenuasi terhadap kekerasan menunjukkan penurunan.

Budiastra et al melakukan pengujian mutu buah-buahan dengan gelombang ultrasonik.

Pengujian dilakukan tanpa merusak buah. Dalam pengujian mutu buah dianalisa hubungan antara sifat fisiko kimia buah dengan sifat akustiknya.

Penelitian lain yang dilakukan Budiastra et el adalah hubungan sifat fisik dan gelombang

ultrasonik durian utuh dengan sifat fisiko kimia daging durian. Berdasarkan penelitian dinyatakan bahwa buah yang matang akan memiliki rongga udara di bagian dalamnya dan menyebabkan atenuasi gelombang ultrasonik membesar dan semakin kecilnya sinyal yang dapat diteruskan.

Penelitian dengan produk yang sama dilakukan oleh Haryanto (2002) yaitu pengembangan model empiris untuk menentukan tingkat ketuaan dan kematangan durian unggul secara non destruktif dengan gelombang ultrasonik. Dari penelitian disimpulkan bahwa sifat akustik dapat digunakan untuk membedakan antara durian muda dan durian tua, dan dari beberapa parameter ternyata sifat akustik berhubungan lebih erat dengan tingkat kekerasan.

(23)

terutama kecepatan dan atenuasi memiliki kontribusi yang sejalan. Meningkatnya kekerasan buah menyebabkan semakin rendahnya kecepatan gelombang ultrasonik, sedangkan peningkatan total padatan terlarut sejalan dengan peningkatan kecepatan gelombang. Buah manggis yang telah matang memiliki kekerasan yang rendah, total padatan terlarut yang tinggi dan atenuasi yang rendah.

Selain penelitian di atas, penelitian yang juga berkaitan dengan gelombang ultrasonik yaitu penelitian yang dilakukan oleh Arie Soeseno (2007) mengenai karakteristik gelombang ultrasonik untuk mendeteksi tingkat kematangan buah pisang raja bulu. Dari hasil penelitian disimpulkan tidak ada kolerasi antara kecepatan gelombang dengan tingkat kekerasan namun kecepatan berkolerasi dengan total padatan terlarut. Atenuasi berpengaruh terhadap kekerasan buah yaitu semakin tinggi atenuasi maka semakin rendah kekerasan buah. Sedangkan momen zero berbanding lurus dengan tingkat kekerasan dan berbanding terbalik dengan nilai TPT. Sifat akustik yang digunakan untuk pendugaan tingkat kematangan buah adalah atenuasi dan momen zero. Buah matang ditunjukkan dengan nilai atenuasi yang tinggi dan nilai momen zero yang kecil.

Nasution (2006) melakukan pengembangan sistem evaluasi buah manggis secara non destruktif dengan gelombang ultrasonik. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kecepatan rambat gelombang memiliki hubungan korelasi dengan sifat fisik berupa tingkat kekerasan dan sifat kimia buah yang meliputi total gula dan total padatan terlarut.

(24)

III.

METODE PENELITIAN

A.

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Waktu Pelaksanaan Penelitian adalah bulan Maret sampai dengan bulan Mei 2011.

B.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Refraktometer digital ATAGO PR-201 untuk mengukur sifat fisik dan sifat kimia mentimun jepang. Rheometer model CR 300 DX-L untuk mengukur kekerasan buah mentimun jepang. Untuk pengukuran sifat gelombang ultrasonik digunakan transduser pemancar dan penerima gelombang ultrasonik dengan frekuensi 50 kHz dengan bahan piezoelektrik dan oscilloscope digital, ultrasonik tester dan personal komputer. Bahan yang digunakan adalah mentimun jepang sebanyak 150 buah dengan lima perbedaan umur panen. Mentimun jepang diperoleh dari Cipanas, Cianjur, Jawa Barat.

C.

Metode Penelitian

Metode penelitian ini dilakukan sebagai berikut:

1. Mentimun jepang dibersihkan terlebih dahulu, lalu diukur massa jenisnya dengan

terlebih dahulu mengukur volume mentimun jepang dengan menggunakan gelas ukur dan mengukur massanya sehingga bisa dihitung besarnya massa jenis mentimun jepang dengan membagikan antara massa dan volume.

2. Mentimun jepang yang sudah bersih dilewatkan gelombang ultrasonik sehingga

diperoleh data kecepatan gelombang, atenuasi, dan nilai zero moment.

3. Mentimun jepang yang telah dilewatkan gelombang ultrasonik diukur kekerasannya

sehingga diperoleh data kekerasan.

4. Mentimun jepang yang telah diukur data kekerasannya dibelah menjadi beberapa bagian

untuk mengukur total padatan terlarutnya (TPT) sehingga diperoleh nilai TPT

5. Setelah data dari beberapa parameter diperoleh maka dilakukan analisa terhadap

keterkaitan data yang diperoleh sehingga dapat disimpulkan parameter yang dapat digunakan untuk mengetahui mutu mentimun jepang.

(25)

Mulai

Gambar 2. Diagram alir pelaksanaan penelitian

Atenuasi, kecepatan gelombang, dan nilai

zero moment

Data kekerasan

Pengukuran total padatan terlarut Pengukuran tingkat kekerasan

Mentimun jepang Mulai

Data total padatan terlarut

Hubungan antar parameter

Parameter yang digunakan untuk mengetahui mutu mentimun jepang Pengukuran massa jenis

Pengukuran parameter gelombang ultrasonik

Atenuasi, kecepatan gelombang, dan nilai

zero moment

Data kekerasan Mentimun

jepang Mulai

Pengukuran massa jenis

Pengukuran parameter gelombang ultrasonik

Atenuasi, kecepatan gelombang, dan nilai

zero moment

Pengukuran total padatan terlarut Pengukuran tingkat kekerasan

Data total padatan terlarut Hubungan antar parameter Data kekerasan Mentimun jepang

Pengukuran massa jenis

Pengukuran parameter gelombang ultrasonik

Atenuasi, kecepatan gelombang, dan nilai

zero moment

selesai

Parameter yang digunakan untuk mengetahui mutu mentimun jepang Pengukuran total padatan terlarut

Pengukuran tingkat kekerasan

Data total padatan terlarut Hubungan antar parameter Mulai Mentimun jepang

Pengukuran massa jenis

Data kekerasan Atenuasi, kecepatan gelombang, dan nilai

zero moment Pengukuran parameter gelombang

(26)

1.

Pengukuran sifat gelombang ultrasonik

Buah mentimun yang akan dilihat sifat gelombang ultrasoniknya dibersihkan terlebih dahulu. Setelah itu dilakukan penembakan gelombang ultrasonik pada bagian pangkal, tengah dan ujung. Proses pengukuran dapat dilihat pada gambar 3 berikut.

Gambar 3. Pengukuran sifat gelombang ultrasonik

komputer osiloskop

Cara pengukuran adalah dengan menyalakan oscilloscope dan ultrasonik tester. Mentimun jepang yang telah dibersihkan diletakkan pada dudukan buah. Gelombang ultrasonik ditembakkan ke buah pada sisi yang berbeda yaitu bagian pangkal, tengah dan ujung buah. Penembakan gelombang ultrasonik dilakukan beberapa kali. Untuk mengetahui dimensi panjang buah maka dibawah dudukan buah diletakkan mistar. Hasil penembakan buah akan ditampilkan pada layar monitor komputer. Data yang diperoleh adalah data amplitudo dan waktu yang disimpan dalam Microsoft excel.

Penghitungan kecepatan gelombang

Penghitungan kecepatan gelombang ultrasonik dilakukan dengan mencari waktu tempuh. Waktu tempuh dapat dihitung dengan mengetahui selisih pulsa listrik dari rangkaian pengirim dan rangkaian penerima. Waktu tempuh diperoleh ketika gelombang ditembakkan oleh transmitter hingga memasuki buah. Setelah waktu tempuh diperoleh, kecepatan gelombang dapat dihitung dengan mengetahui dimensi buah atau jarak transmitter ke receiver ketika dilewati gelombang ultrasonik. Penghitungan kecepatan gelombang ultrasonik dilakukan dengan menggunakan rumus berikut:

V = ………(5)

dimana:

V = kecepatan gelombang (m/s)

S = jarak antara transmitter dengan receiver (m)

Transduser pemancar

Transduser penerima Ultrasonik

(27)

pengukuran nilai kecepatan gelombang ultrasonik di udara dilakukan dengan mengkalibrasi nilai kecepatan gelombang yang sebenarnya sehingga diperoleh nilai konstanta (c). Nilai kecepatan gelombang ultrasonik di udara adalah 340 m/s. Dengan adanya nilai konstanta (c) maka bisa dihitung nilai kecepatan gelombang ultrasonik pada mentimun dengan rumus:

V = v . c………(6)

dimana:

V = kecepatan gelombang ultrasonik yang sebenarnya pada buah (m/s) v = kecepatan gelombang ultrasonik pada buah hasil pengukuran (m/s) c = konstanta

Atenuasi

Data hasil keluaran oscilloscope disimpan dalam excel yang merupakan data amplitudo dan waktu. Data tersebut diubah menjadi grafik gelombang dan dicatat nilai maksimum dan nilai minimum gelombang. Untuk data jarak antara transmitter dan receiver digunakan data diameter buah yang diukur. Pengukuran atenuasi dilakukan dengan melihat penurunan amplitudo dari gelombang ultrasonik setelah melewati buah mentimun jepang. Amplitudo dapat dilihat sebagai fungsi dari jarak yang ditempuh. Penghitungan atenuasi dilakukan dengan menggunakan rumus berikut:

]

Dimana:

= koefisien atenuasi (dB/m) x = jarak (m)

Ao = amplitudo mula-mula

Ax = amplitudo setelah menempuh jarak x

Zero moment

Hasil pengukuran dengan gelombang ultrasonik berupa hubungan dari amplitudo dan waktu

sehingga jenis gelombang yang seperti ini bisa digunakan untuk mencari nilai zero moment (Mo).

Untuk mengetahui nilai spectral density, sinyal atau jenis gelombang ditransformasikan dengan

metode FFT (Fast Fourier Transform).

]

Dimana:

Moo = Momen zero mula-mula

(28)

2.

Pengukuran Kekerasan

Pengukuran kekerasan dilakukan dengan menggunakan Rheometer model CR 300 DX-L dan Recordmeter SR- 6511. Pengukuran kekerasan dilakukan pada bagian pangkal, tengah dan bagian ujung buah.

Gambar 4. Pengukuran kekerasan mentimun dengan Rheometer

3.

Pengukuran total padatan terlarut

Total padatan terlarut (TPT) diukur dengan menggunakan alat Refraktometer digital ATAGO PR-201 (gambar 5). Pengukuran dilakukan pada bagian pangkal, tengah dan ujung buah. Bagian pangkal, tengah dan bagian ujung buah diambil fitratnya, dan diukur kadar TPT dengan menggunakan refraktometer. Nilai yang tertera pada alat menunjukkan nilai total padatan terlarut

dalam buah dengan satuan 0Brix. Refraktometer adalah alat untuk mengukur indeks bias cahaya

pada cairan yang akan diukur sehingga bisa diukur jumlah zat padat yang terlarut pada cairan.

(29)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

Parameter Mutu Mentimun Jepang

Mentimun jepang yang akan dipasarkan harus memenuhi karakteristik yang ditentukan oleh konsumen. Parameter mutu untuk mentimun jepang meliputi bentuk, ukuran, warna kulit dan tekstur dagingnya. Karakteristik mutu mentimun jepang dapat dilihat pada tabel 2 berikut.

Tabel 3. Karakteristik mutu mentimun jepang

Karakteristik Mentimun Jepang

Bentuk Silinder dengan kedua ujung bulat

Ukuran

-Panjang : 13-20 cm

-Diameter : 3.0 – 5.0 cm

-Berat : 260-600 gram

Warna kulit Hijau tua seperti warna daun tanamannya

Warna daging Putih susu

Tekstur daging Renyah

Tebal daging ± 2 cm

Kadar air Sedikit

Sumber : Pacet Segar

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa mentimun jepang yang memiliki mutu baik adalah mentimun yang bentuknya bulat dan lurus, dengan warna kulit yang hijau pekat dan tekstur daging yang renyah namun kadar air yang sedikit.

B.

Sifat Fisiko Kimia Mentimun Jepang

1.

Kekerasan buah

(30)

Tabel 4. Data kekerasan mentimun jepang

Umur panen (hari) Kekerasan (N)

25

21.9

30

19.8

35

21.5

40

20.8

45

21.4

Nilai tingkat kekerasan mentimun jepang berdasarkan hasil pengukuran yaitu berkisar antara 19.8 N – 21.9 N. Mentimun dengan tingkat kekerasan tertinggi adalah mentimun jepang dengan umur panen 25 hari sedangkan mentimun jepang dengan tingkat kekerasan terendah adalah mentimun jepang dengan umur panen 30 hari. Dari data yang diperoleh tingkat kekerasan mentimun tidak berubah mengikuti lamanya umur panen. Mentimun yang dipanen pada umur panen 25 hari memiliki kekerasan sebesar 21.9 N sedangkan pada umur panen 30 hari tingkat kekerasan menurun mencapai 19.8 N, namun pada umur panen 35 hari mengalami peningkatan kekerasan kembali. Mentimun yang dipanen muda kekerasannya tinggi namun jika dipanen pada umur yang terlalu tua juga dapat diperoleh mentimun yang kekerasannya cukup tinggi.

2.

Total Padatan Terlarut

Total padatan terlarut menyatakan tingkat kemanisan buah. Semakin manis buah maka semakin tinggi nilai total padatan terlarut (TPT).

Tabel 5. Data TPT mentimun jepang

Umur panen (hari) TPT (0Brix)

25

2.6

30

3.0

35

3.3

40

2.9

45

2.9

(31)

3.

Massa jenis

Massa jenis menyatakan perbandingan antara massa dan volume. Nilai massa jenis pada mentimun jepang dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Data massa jenis mentimun jepang

Umur panen (hari) Massa jenis (kg/m3)

25

982.1

30

985.0

35

988.6

40

994.4

45

998.4

Bila dibandingkan dengan mentimun lokal, nilai massa jenis mentimun jepang lebih besar. Besarnya nilai massa jenis mentimun jepang adalah sekitar 982.1 – 998.4 kg/m3. Mentimun jepang yang nilai massa jenisnya paling besar adalah mentimun yang dipanen pada umur 45 hari sedangkan massa jenis terkecil diperoleh dari mentimun yang dipanen pada umur 25 hari. Semakin lama mentimun dipanen maka massa jenis semakin besar dimana massanya juga semakin meningkat. Hal tersebut disebabkan semakin banyak pembentukan dan pertumbuhan sel-sel dalam buah yang terjadi.

C.

Sifat Gelombang Ultrasonik

1.

Kecepatan Gelombang Ultrasonik

Nilai kecepatan gelombang utrasonik pada mentimun jepang dapat dilihat pada tabel 7 berikut. Kecepatan gelombang ultrasonik menunjukkan ukuran jarak yang ditempuh gelombang dalam satuan waktu tertentu.

Tabel 7. Data kecepatan gelombang ultrasonik pada mentimun jepang

Umur panen (hari) Kecepatan gelombang ultrasonik (m/s)

25 258.4

30 235.8

35 255.4

40 234.4

45

259.4

(32)

udara yaitu 340 m/s. kecepatan gelombang dipengaruhi oleh tingkat kekerasan dan massa jenis mentimun jepang.

2.

Atenuasi

Nilai atenuasi menyatakan banyaknya energi yang hilang pada saat perambatan gelombang ultrasonik melewati medium. Besarnya nilai atenuasi dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8. Data atenuasi gelombang ultrasonik pada mentimun jepang

Umur panen (hari) Atenuasi (dB/m)

25

11.4

30

16.3

35

11.6

40

15.7

45

17.9

Pada tabel 8dapat dilihat nilai koefisien atenuasi gelombang ultrasonik berada pada kisaran 11.4 dB/m – 17.9 dB/m. Koefisien atenuasi tertinggi terdapat pada mentimun jepang dengan umur panen 45 hari sedangkan yang terendah pada umur panen 25 hari. Atenuasi dipengaruhi oleh panjangnya jarak yang ditempuh gelombang dalam hal ini diameter buah. Dengan semakin besarnya jarak perambatan gelombang maka nilai koefisien atenuasi semakin menurun. Selain itu kandungan dalam buah juga mempengaruhi besarnya koefisien atenuasi dimana semakin banyak jenis zat yang terkandung maka semakin banyak proses interaksi gelombang yang terjadi sehingga menyebabkan koefisien atenuasi semakin besar.

3.

Moment zero

Moment zero menyatakan banyaknya energi yang ditransmisikan ke medium yang dilewati gelombang ultrasonik. Data moment zero dapat dilihat pada tabel 9 berikut. Momen zero menyatakan hal yang sama dengan atenuasi yaitu perubahan energi yang terjadi saat perambatan gelombang ultrasonik.

Tabel 9. Data moment zero gelombang ultrasonik pada mentimun jepang

Umur panen (hari) Moment zero

25 32.4

30 31.5

35 27.2

40 32.6

(33)

Nilai moment zero dari gelombang ultrasonik sebanding dengan nilai atenuasi gelombang ultrasonik. Dari hasil penghitungan diperoleh nilai moment zero berkisar antara 27.2-33.6. Nilai moment zero terbesar diperoleh dari hasil penghitungan data pada mentimun yang umur panennya 45 hari sedangkan nilai terkecil diperoleh dari mentimun dengan umur panen 35 hari.

D.

Hubungan Antara Sifat Fisiko Kimia dengan Umur Panen Mentimun

Jepang

1.

Hubungan antara tingkat kekerasan buah dan umur panen

[image:33.595.121.478.321.494.2]

Pada beberapa produk pertanian tingkat kematangan buah dapat ditentukan dengan melihat tingkat kekerasannya. Hubungan antara tingkat kematangan buah dan tingkat kekerasan mentimun jepang dapat dilihat pada gambar 6 berikut.

Gambar 6. Hubungan antara umur panen dan kekerasan

Dari grafik di atas dilihat bahwa tingkat kekerasan tidak berkorelasi dengan umur panen buah. Persamaan yang diperoleh dari grafik adalah y = 0.2352x + 12.995 dengan R² = 0.4541. Berbeda dengan pernyataan Soeseno (2007) dimana dengan semakin matang buah pisang, maka tingkat kekerasan akan semakin menurun. Tingkat kekerasan dipengaruhi oleh banyaknya turgor dari sel-sel mentimun jepang yang masih hidup, sedangkan pada mentimun jepang pertumbuhan turgor tidak menentu sehingga tingkat kekerasannya juga tidak dipengaruhi oleh umur panen.

y = 0.235x + 12.99 R² = 0.454

13 15 17 19 21 23 25 27 29

20 25 30 35 40 45 50

kekerasan

 

(N)

umur panen (hari)

2.

Hubungan antara total padatan terlarut dengan umur panen buah

(34)
[image:34.595.132.505.83.292.2]

Gambar 7. Hubungan antara umur panen dan nilai TPT

Dari grafik di atas diperoleh persamaan sebagai berikut y = -0.5314x2 + 37.408x + 372.94 dengan R² = 0.9009 . Persamaan tersebut menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara umur panen dan jumlah total padatan terlarut (TPT) pada mentimun jepang. Semakin lama umur panen mentimun jepang maka akan semakin besar kandungan total padatan terlarutnya. Dalam mentimun yang sudah tua kandungan padatan yang terlarut dalam air semakin banyak. Contoh utama padatan yang larut dalam air adalah gula sehingga dengan semakin matang buah maka rasanya akan semakin manis. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Djamila (2010) yaitu dengan semakin bertambahnya umur panen buah naga maka jumlah kandungan TPT juga semakin meningkat. selain itu pernyataan tersebut juga didukung dengan pernyataan Soeseno (2007) bahwa dengan semakin matang buah pisang maka TPT akan semakin meningkat.  

y = ‐0.531x2+ 37.40x + 372.9

R² = 0.900

600.00 700.00 800.00 900.00 1000.00 1100.00 1200.00 1300.00

20 25 30 35 40 45 50

TPT

 

(

0Brix)

umur panen (hari)

3.

Hubungan antara massa jenis dengan umur panen buah

(35)

y = ‐0.531x2+ 37.40x + 372.9

R² = 0.900

600.00 700.00 800.00 900.00 1000.00 1100.00 1200.00 1300.00

20 25 30 35 40 45 50

massa

 

jenis

 

(kg/m

3)

[image:35.595.119.494.84.309.2]

umur panen (hari)

Gambar 8. Hubungan antara umur panen dan massa jenis

Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa semakin lama umur panen mentimun jepang maka massa jenis juga akan semakin meningkat. Persamaan polinomial yang diperoleh

berdasarkan grafik yaitu y = -0.5314x2 + 37.408x + 372.94 dengan R² = 0.9009. Dari koefisien

korelasi yang diperoleh maka dapat diketahui bahwa antara kedua parameter yaitu umur panen dan massa jenis memiliki korelasi yang kuat. Buah yang dipanen pada umur yang lebih lama akan memiliki massa jenis yang semakin besar. Pembentukan sel-sel mentimun akan lebih sempurna jika dipanen lebih lama sehingga tingkat kerapatan mentimun jepang juga semakin besar.

E.

Hubungan Antara Sifat-Sifat Gelombang Ultrasonik Dengan Umur Panen

Mentimun Jepang.

1.

Hubungan kecepatan gelombang ultrasonik dengan umur panen

mentimun jepang

(36)
[image:36.595.98.501.54.833.2]

Gambar 9. Hubungan antara umur panen dan kecepatan gelombang

Grafik hubungan antara umur panen dengan kecepatan gelombang ultrasonik dapat dilihat pada gambar 9. Dari grafik diperoleh persamaan polynomial y = 3.9327x + 116.02 dengan R² = 0.6512. Berdasarkan grafik dapat dilihat bahwa dengan semakin lamanya mentimun jepang dipanen maka kecepatan gelombang ultrasonik juga semakin tinggi. Gelombang ultrasonik lebih cepat merambat pada medium padat dibandingkan pada medium cair atau gas.  

y = 3.932x + 116.0 R² = 0.651

120.00 170.00 220.00 270.00 320.00 370.00 420.00 470.00

20 25 30 35 40 45 50

kecepatan

 

(m/s)

umur panen (hari)

2.

Hubungan atenuasi gelombang ultrasonik dengan umur panen mentimun

jepang

[image:36.595.116.490.85.305.2]
(37)
[image:37.595.119.491.85.309.2]

Gambar 10. Hubungan antara umur panen dan atenuasi

Buah yang dipanen pada umur panen berbeda akan memiliki kadar air berbeda pula. Dilihat dari gambar 10, persamaan yang menghubungkan dua parameter yaitu umur panen dan koefisien

atenuasi adalah y = 0.0688x2 - 4.596x + 80.523 dengan R² = 0.526 ini menunjukkan bahwa

terdapat hubungan korelasi yang lemah antar kedua parameter. Dengan bertambahnya umur panen maka koefisien atenuasi semakin meningkat. hal ini didukung oleh pernyataan Djamila (2010) bahwa semakin bertambah umur panen buah naga maka koefisien atenusi juga meningkat. Semakin lama umur panen maka pembentukan komponen buah akan semakin kompleks sehingga lebih banyak terjadi peristiwa gelombang seperti pembiasan dan pemantulan pada batas antara medium yang berbeda. Dengan demikian semakin banyak energi yang tidak dapat diteruskan sehingga koefisien atenuasi semakin meningkat.

y = 0.068x2‐4.596x + 80.52

R² = 0.526

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00

20 25 30 35 40 45 50

atenuasi

 

(dB/m)

umur panen (hari)

3.

Hubungan moment zero dengan umur panen mentimun jepang

Untuk mengetahui besarnya nilai moment zero maka digunakan program matlab untuk

mentransformasikan data-data amplitudo dan waktu hasil keluaran oscioloscope dengan

(38)
[image:38.595.118.491.85.302.2]

Gambar 11. Hubungan antara umur panen dan Moment Zero

Berdasarkan grafik pada gambar 11 di atas, diperoleh persamaan polynomial dengan y = 0.1373x2 - 9.2109x + 172.7 dengan R² = 0.5967 . Dari koefisien korelasi yang diperoleh diketahui bahwa terdapat korelasi antara umur panen mentimun jepang dengan nilai moment zero. Persebaran titik dalam grafik menunjukkan bahwa semakin meningkatnya umur panen mentimun jepang, maka nilai moment zero semakin menurun. Dengan begitu mentimun jepang yang lebih muda nilai moment zeronya besar, hal ini berarti jumlah energi yang ditransmisikan ke mentimun muda lebih besar. Soeseno (2007) menyatakan hal yang sama yaitu moment zero menurun dengan meningkatnya tingkat kematangan buah pisang.

y = 0.137x2‐9.210x + 172.7

R² = 0.596

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00

20 25 30 35 40 45 50

momen

 

zero

 

umur panen (hari)

F.

Hubungan Antara Parameter Akustik Gelombang Ultrasonik Terhadap

Sifat Fisiko Mentimun Jepang.

1.

Hubungan Antara Kecepatan Gelombang Ultrasonik Dengan Tingkat

Kekerasan Mentimun Jepang

(39)
[image:39.595.128.506.83.300.2]

Gambar 12. Hubungan antara kecepatan dengan kekerasan

Dari grafik diatas diperoleh persamaan y = 0.0556x + 7.271 dengan R² = 0.7502 dilihat dari koefisien korelasi yang cukup besar antara kecepatan gelombang ultrasonik dengan tingkat kekerasan dapat disimpulkan bahwa kedua parameter tersebut memiliki korelasi yang kuat. Dari persebaran titik pada grafik maka semakin tinggi kecepatan gelombang pada buah maka tingkat kekerasan semakin meningkat. hal tersebut sejalan sesuai dengan persamaan (3) dimana kecepatan gelombang berbanding lurus dengan modulus young yang juga sebanding dengan besarnya gaya, sehingga dengan semakin besarnya gaya yang diberikan maka kekerasan juga semakin meningkat. 

Buah yang kekerasannya rendah cenderung memiliki kadar air yang cukup tinggi. Gelombang ultrasonik lebih mudah merambat pada medium padat dibandingkan dengan medium cair atau gas. Dengan kata lain semakin banyak kandungan air pada bahan maka kekerasannya semakin menurun sedangkan kecepatannya semakin meningkat, atau dapat juga dikatakan buah yang lebih keras, maka kecepatan gelombangnya juga semakin besar.

y = 0.055x + 7.271 R² = 0.750

19.5 20 20.5 21 21.5 22

230 235 240 245 250 255 260 265

kekerasan

 

(Newton)

(40)
[image:40.595.122.493.115.420.2]

2.

Hubungan Antara Kecepatan Gelombang Ultrasonik Dengan Massa Jenis

Mentimun Jepang

Gambar 13. Hubungan antara kecepatan dan massa jenis

Dari gambar grafik di atas dapat dilihat bahwa kecepatan gelombang tidak memiliki

korelasi dengan massa jenis. Dari grafik diperoleh persamaan y = 0.098x2 - 48.305x + 6932.4

dengan R² = 0.2344. Pada analisis sebelumnya massa jenis berbanding lurus dengan umur panen yaitu semakin lama umur panen maka massa jenis semakin besar. Selain itu korelasi antara umur panen dan kecepatan gelombang tidak terlihat jelas. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa massa jenis berbanding lurus dengan umur panen namun tidak berkorelasi dengan kecepatan gelombang.

y = 0.098x2‐48.30x + 6932.

R² = 0.234

975 980 985 990 995 1000

230 235 240 245 250 255 260 265

massa jenis

(kg/m

3)

kecepatan (m/s)

3.

Hubungan Antara Nilai Atenuasi Gelombang Ultrasonik Dengan Tingkat

Kekerasan Mentimun Jepang

(41)
[image:41.595.117.503.81.302.2]

Gambar 14. Hubungan antara atenuasi dan kekerasan

Dari grafik hubungan nilai atenuasi dengan tingkat kekerasan bahan diperoleh persamaan

y = 0.126x2‐3.791x + 48.54

R² = 0.760

y = 0.126x2‐3.791x + 48.54

R² = 0.760

19.5 20 20.5 21 21.5 22

10 12 14 16 18 20

kekerasan

 

(Newton)

atenuasi (dB/m)

y = 0.1268x2 - 3.7919x + 48.541 dengan R² = 0.7602. Berdasarkan grafik tersebut dan dilihat dari persebaran titik-titiknya maka diketahui bahwa hubungan antara koefisien atenuasi dan tingkat kekerasan buah berbanding terbalik, dimana dengan semakin tingginya koefisien atenuasi maka tingkat kekerasan buah semakin menurun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Soeseno (2007) bahwa semakin tinggi atenuasi menunjukkan kekerasan semakin menurun.

Seperti pembahasan sebelumnya buah yang kekerasannya rendah cenderung memiliki kadar air yang cukup banyak. Dengan demikian gelombang yang merambat pada bahan dalam hal ini mentimun jepang akan melewati dua medium yaitu padatan dan air sehingga akan terjadi lebih banyak tumbukan. Semakin banyak terjadi tumbukan maka semakin banyak energi gelombang yang hilang. Selain disebabkan oleh tumbukan, medium yang dilewati oleh gelombang seperti air juga banyak menyerap energi yang melewatinya. Oleh karena itu semakin banyak energi yang hilang maka koefisien atenuasi semakin tinggi.

4.

Hubungan Antara Nilai Atenuasi Gelombang Ultrasonik Dengan Massa

Jenis Mentimun Jepang

(42)

y = 0.351x2‐8.536x + 1036. R² = 0.526 980 982 984 986 988 990 992 994 996 998 1000

10 12 14 16 18 20

massa   jenis   (kg/m 3)

[image:42.595.132.506.83.300.2]

atenuasi (dB/m)

Gambar 15. Hubungan antara atenuasi dan massa jenis

Dari gambar 15 dalam grafik di atas, diperoleh persamaan y = 0.3519x2 - 8.5366x + 1036.9 dengan R² = 0.5267. Nilai atenuasi memiliki korelasi dengan besarnya massa jenis bahan, dari persebaran titik dalam grafik diketahui bahwa semakin besar koefisien atenuasi maka semakin besar massa jenisnya. Besarnya massa jenis menunjukkan kerapatan yang semakin tinggi sehingga energi yang ditransmisikan semakin sedikit. Hal ini menyebabkan koefisien atenuasi semakin meningkat. Dengan semakin besarnya massa jenis maka umur panen juga semakin lama. Dengan kata lain, semakin lama umur panen maka semakin besar koefisien atenuasi.

5.

Hubungan Antara Nilai Zero Moment Gelombang Ultrasonik dengan

Tingkat Kekerasan Mentimun Jepang

y = 0.140x2‐8.524x + 149.1

R² = 0.416 19.5 20 20.5 21 21.5 22

25 27 29 31 33 35

kekerasan

 

(Newton)

[image:42.595.110.491.503.742.2]
(43)

Dari gambar 16 di atas dapat kita lihat hubungan antara moment zero dengan tingkat

kekerasan mentimun jepang. Berdasarkan grafik diperoleh persamaan polinomial y = 0.1409x2 -

8.5248x + 149.13 dengan R² = 0.4167. Kedua parameter tersebut memiliki korelasi yang tidak terlalu kuat, namun dari persebaran titik dalam grafik dapat kita lihat dengan semakin tingginya nilai moment zero maka kekerasan buah semakin menurun. Buah yang lunak memiliki kandungan air yang lebih banyak sehingga gelombang ultrasonik lebih sulit merambat sehingga energi yang diteruskan semakin banyak dan menyebabkan moment zero meningkat.

[image:43.595.122.498.263.496.2]

6.

Hubungan Antara Nilai Zero Moment Gelombang Ultrasonik dengan

Massa Jenis Mentimun Jepang

Gambar 17. Hubungan antara Moment Zero dan massa jenis

Pada gambar 17 di atas dapat dilihat hubungan antara moment zero dan massa jenis. Dari

grafik di atas diperoleh persamaan 1.3651x2 - 81.477x + 2195 dengan R² = 0.641. Koefisien

korelasi yang diperoleh menunjukkan hubungan yang jelas antara kedua parameter. Dari persebaran titik diketahui semakin besar nilai moment zero maka massa jenis mentimun jepang semakin meningkat. Moment zero menunjukkan hal yang sama dengan koefisien atenuasi sehingga mentimun jepang yang kerapatannya tinggi akan memiliki struktur yang lebih padat dimana gelombang dapat merambat lebih baik, hal ini menyebabkan energi yang ditransmisikan semakin banyak.

y = 1.365x2‐81.47x + 2195

R² = 0.641

975 980 985 990 995 1000

25 27 29 31 33 35

massa

 

jenis

 

(kg/m

3)

(44)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A.

Kesimpulan

1. Karakteristik mentimun jepang yang menjadi parameter mutu meliputi bentuk yang bulat

dan lurus, warna kulit harus hijau pekat, tekstur daging yang renyah dan kadar air yang sedikit.

2. Kecepatan gelombang ultrasonik mentimun jepang pada umur panen 25-45 hari adalah

234 m/s – 260 m/s, atenuasi gelombang ultrasonik berada pada kisaran 11 dB/m – 18 dB/m dan moment zero berkisar antara 27-34.

3. Kekerasan mentimun jepang pada umur panen 25-45 hari berkisar antara 19 N – 22 N,

TPT antara 2 – 3.3 0Brix, dan massa jenis mentimun jepang adalah sekitar 980 – 1000

kg/m3.

4. Umur panen memiliki korelasi dengan massa jenis, total padatan terlarut, atenuasi dan

moment zero. Dengan semakin lamanya umur panen maka massa jenis, TPT dan atenuasi semakin meningkat sedangkan nilai moment zero semakin menurun.

5. Kecepatan gelombang ultrasonik berkorelasi dengan kekerasan, dengan meningkatnya

kecepatan gelombang maka tingkat kekerasan mentimun juga meningkat. Dengan demikian kecepatan gelombang ultrasonik dapat digunakan untuk menentukan kekerasan mentimun jepang secara non destruktif.

6. Atenuasi berkorelasi dengan tingkat kekerasan dengan persamaan kuadratik (R2 = 0.76)

B.

Saran

1. Dalam pengukuran perlu diperhatikan level pada transmitter sehingga gelombang yang

tampak pada layar tampak jelas.

2. Perlu adanya pengujian dengan menggunakan frekuensi gelombang ultrasonik yang lebih

(45)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Timun jepang. (http://www.iptek.net.id/). 10 Maret 2011.

Anonim. 2011. Transduser Ultrasonik. (http://marikemari.com). 24 Februari 2011.

Cheeke, J. David. N. 2002. Fundamental and Applications of Ultrasonic Waves. CRC Press. New York

Dian, N. 2006. Pendugaan Tingkat Ketuaan Belimbing Manis Dengan Menggunakan Gelombang Ultrasonik. [Skripsi]. Fateta. Institut Pertanian Bogor.

Djamila, S. 2010. Evaluasi Mutu Buah Naga Secara Non- Destruktif Dengan Metode Ultrasonik. [Tesis]. Fateta. Institut Pertanian Bogor.

Hapsoh, Rahmawawati, N. 2011. Terapi Jus Dari Sayuran Buah dan Sayuran Daun. (http://docs.google.com/). 10 Maret 2011.

Haryanto, B. 2002. Pengembangan Model Empiris Untuk Penentuan Tingkat Ketuaan dan Kematangan Durian Unggul Secara Non Destruktif dengan Gelombang Ultrasonik. [Disertasi]. Fateta. Institut Pertanian Bogor.

Haryanto, B, Budiastra, I.W, Purwadaria, H. 1999. Pengujian Mutu Buah-buahan Secara Non

Destruktif Dengan Gelombang Ultrasonik. Agrimedia. Vol.5 No. 1, Februari 1999.

Haryanto, B, Budiastra, I.W, Trisnobudi, A. 2000. Hubungan Antara Sifat Fisik dan Gelombang Ultrasonic Durian Utuh Dengan Sifat Fisiko Kimia Daging Durian. Buletin Teknologi dan Industri Pangan. Vol. XI No.2, 2000.

Hidayat, D, Trisnobudi, A, Tjokronegoro, H.A, Muhacmin, M. 2004. Sistem Pengukuran Tak-Merusak Untuk Evaluasi Kematangan Buah Apel Menggunakan Gelombang Ultrasonik. Vol. 28 No.1, Januari-Juni 2004.

Juansyah, J. 2005. Rancang Bangun Sistem Pengukuran Gelombang Ultrasonik Untuk Penentuan Mutu Buah Manggis (Gracinia mangostana L) [Tesis]. Institut Pertanian Bogor.

Nasution, D. 2006. Pengembangan Sistem Evaluasi Buah Manggis Secara Non Destruktif dengan Gelombang Ultrasonik. [Disertasi]. Fateta. Institut Pertanian Bogor.

Soeseno, A. 2007. Kajian Karakteristik Gelombang Ultrasonik Untuk Deteksi Tingkat

Kematangan Buah Pisang Raja Bulu ( Musa paradisiacal sp) [skripsi]. Fateta. Institut

Pertanian Bogor.

Stephanus, K. 2000. Penggunaan Metode Ultrasonik Untuk Memperkirakan Tingkat Kematangan Buah Tomat dan Buah Pepaya [skripsi]. Universitas Kristen Petra.

Sujana, A. 2007. Kajian Karakteristik Gelombang Ultrasonik Pada Beras (Oriza sativa L.)

[Skripsi]. Fateta. Institut Pertanian Bogor.

Trisnobudi, A., Hoei, T.L., dan Nugraha, E. R. 2001. Pengukuran Rendemen Tebu Menggunakan Gelombang Ultrasonik. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, Vol.XII No.1, 2001.

(46)

Lampiran 1. Perhitungan kecepatan gelombang

Data keluaran dari oscioloscope sebanyak 2048 data yang terdiri dari waktu dan amplitudo. Data yang diperoleh diplot dalam grafik seperti pada gambar berikut.

‐50 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500

to

t1

Dalam grafik to merupakan waktu saat dimana gelombang ultrasonik akan ditembakkan ke dalm bahan, sedangkan t1 adalah waktu gelombang merambat di dalam bahan yang kemudian ditangkap oleh transduser receiver.

Pada oscioloscope semua data terdapat pada 10 divission dimana 1 divission memerlukan waktu 400 µs sehingga semua data memerlukan waktu 4000 µs. Data yang diperoleh sebanyak 2048 data sehingga untuk 1 data diperlukan waktu 1.95 µs (4000/2048).

Untuk menghitung kecepatan gelombang digunakan rumus umum:

V ∆X

V ∆ .9 ^∆X

Sehingga dengan data yang telah diketahui maka rumus untuk menghitung kecepatan gelombang:

dalah

(47)

Lampiran 2. Perhitungan koefisien atenuasi

Koefisien atenuasi dihitung dengan menggunakan rumus :

]

Nilai Ao merupakan amplitudo mula-mula yang diperoleh dari penembakan gelombang ultrasonik di udara. Sedangkan Ax adalah amplitudo saat penembakan gelombang ultrasonik pada bahan.

‐50 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450

0 1000 2000 3000 4000 5000

Amax

Amin

Dimana Ax = Amax - Amin

X = ketebalan atau diameter bahan

(48)

Lampiran 3. Program matlab untuk mengolah sinyal ultrasonik menjadi spectral density dengan operasi FFT

clear all clf

data = xlsread('sp 30.xls'); a=data(:,2);

n=length(a); i=(1:n); c=max(a); d=min(a); delta=c-d; subplot(2,1,1); t=1.95e-6*(i);

title('grafik amplitudo dan waktu') xlabel('waktu(s)')

ylabel('amplitudo(mV)') axis([0 500 0 400]) P=fft(a);

plot(t,a);

P1=P.*conj(P)/n; i=(1:n);

for i=1:n

f(i)=(i-1)/(n*4e-6); end

f1=f(2:n/2); P2=P1(2:n/2); P3=P2/max(P2); subplot(2,1,2) plot(f1,P3)

title ('grafik spektrum gelombang dengan frekuensi') xlabel('frekuensi(Hz)')

ylabel('Power Spektral Density') axis([0 250000 0 1.5])

Mo=sum(P3); Mo=num2str(Mo);

text(120000,0.5,['Mo=',Mo])

(49)
(50)

Lampiran 5. Data kecepatan gelombang ultrasonik

No. sampel kecepatan gelombang ultrasonik (m/s)

25 hari 30 hari 35 hari 40 hari 45 hari

sampel 1 240.83 277.68 271.99 203.16 263.81

sampel 2 283.34 263.79 212.97 224.91 255.00

sampel 3 372.37 236.98 211.37 240.83 147.21

sampel 4 259.06 228.63 270.81 221.91 172.14

sampel 5 200.26 242.87 283.36 243.58 298.22

sampel 6 258.17 182.69 372.11 238.92 226.67

sampel 7 237.54 252.08 265.81 204.92 276.27

sampel 8 206.21 269.34 243.54

Gambar

Tabel  1. Data produksi mentimun………………………………………………………… 1
Gambar 2. Diagram alir pelaksanaan penelitian
Gambar 5. Refraktometer digital
Gambar 7. Hubungan antara umur panen dan nilai TPT
+7

Referensi

Dokumen terkait

Peubah indikator pada kinerja staf akademik UT Pusat dimulai dari urutan faktor muatan terbesar sampai dengan yang terkecil antara lain kemampuan berpartisipasi

Yaitu hubungan antar tulang yang memungkinkan gerakan berporos dua, dengan gerak ke kiri dan ke kanan; gerakan maju dan mundur; gerakan muka/depan dan belakang. Ujung tulang yang

Hal tersebut membuktikan bahwa dengan penerapan metode kooperatif tipe Group Investigation dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa kelas V mata pelajaran matematika

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada model pertama ( full ) peubah bebas atau jumlah puskesmas memiliki F parsial terkecil dan tidak nyata ( < ).. Sehingga

Douek membahas topik yang sering muncul: “Mengapa jumlah CD4 saya tidak naik?” Kalau ART dimulai dengan jumlah CD4 yang rendah, masalah antara lain adalah disfungsi timus,

- FST for first sort key, - ketik 1, tekan enter - ketik 2, tekan enter - ketik v85, tekan enter (artinya sorting indeks pertama kali pada ruas bernomor 85 (Ruas kata

Untuk mengatasi masalah tersebut, para pemimpin perusahaan sangat membutuhkan suatu solusi yang dapat membantu mereka untuk melihat gambaran bisnis mereka secara

Kilap bukan logam (non metallic luster) ialah mineral yang mempunyai warna terang dan dapat membiaskan, dengan indeks bias kurang dari gores. dari mineral ini biasanya tak berwarna