• Tidak ada hasil yang ditemukan

Adsorpsi asam lemak bebas menggunakan adsorben berbasis limbah padat sagu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Adsorpsi asam lemak bebas menggunakan adsorben berbasis limbah padat sagu"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

SHIDIQ PATRIA KURNIAWAN. Adsorpsi Asam Lemak Bebas Menggunakan

Adsorben Berbasis Limbah Padat Sagu. Dibimbing oleh HENNY

PURWANINGSIH dan KOMAR SUTRIAH.

Adsorpsi asam lemak bebas (ALB) dari minyak goreng bekas telah diteliti,

menggunakan adsorben berbasis limbah padat pertanian dan mineral liat, dalam

hal ini limbah padat sagu dan kaolin. Perlakuan asam dilakukan pada kedua

adsorben untuk meningkatkan kemampuan adsorpsinya. Limbah padat sagu juga

dipelajari sebagai salah satu alternatif sumber karbon untuk menghasilkan karbon

aktif. Karbon aktif komersial dari batubara digunakan sebagai standar

pembanding. Hasil menunjukkan karbon aktif dari limbah padat sagu merupakan

adsorben yang berpotensi mengadsorpsi ALB. Kapasitas dan efisiensi adsorpsinya

masing-masing adalah 135.85 mg/g dan 75.07%, serta kondisi optimum pada 0.5

g adsorben dengan waktu adsorpsi 60 menit. Adsorpsi karbon aktif dari limbah

padat sagu sesuai dengan tipe isoterm Freundlich.

ABSTRACT

SHIDIQ PATRIA KURNIAWAN. Free Fatty Acid (FFA) Adsorption Using

Sago-Solid Waste Based Adsorbent. Supervised by HENNY PURWANINGSIH

and KOMAR SUTRIAH.

(2)

PENDAHULUAN

Asam lemak dan gliserol merupakan penyusun utama minyak nabati atau lemak dan merupakan bahan baku lipid pada makhluk hidup. Asam lemak mudah dijumpai dalam minyak goreng, margarin, atau lemak hewan. Secara alami, asam lemak bisa berbentuk bebas maupun terikat sebagai gliserida (Tambun 2006). Penggunaan minyak nabati berulang kali sangat membahayakan kesehatan. Hal ini disebabkan semakin banyaknya kotoran yang terkandung dalam minyak goreng akibat penggorengan bahan makanan sebelumnya, semakin banyaknya senyawa asam karboksilat bebas di dalam minyak, serta warna minyak goreng yang semakin tidak jernih. Selain itu, pembuangan minyak goreng bekas secara langsung ke lingkungan akan menimbulkan pencemaran (Buchori dan Widayat 2009).

Minyak yang telah mengalami pemanasan, sejalan dengan peningkatan kekentalan, akan naik kandungan asam lemak bebas dan asam lemak jenuhnya, dan turun jumlah asam lemak tak jenuhnya. Kekentalan, kandungan asam lemak bebas (ALB), dan indeks bias adalah dampak yang paling mudah dilihat pada minyak yang telah mengalami pemanasan dan dapat digunakan untuk melihat kerusakan minyak akibat pemanasan (Ketaren 1986a). Kadar ALB merupakan sifat yang paling umum untuk mengendalikan mutu minyak goreng. Syarat mutu minyak goreng (SNI 01-3741-2002) menetapkan bahwa kadar ALB maksimum adalah 0.30%. Dengan demikian diperlukan upaya untuk menghilangkan ALB yang terdapat dalam minyak goreng bekas, salah satunya dengan cara adsorpsi (Romaria 2008).

Beberapa penelitian pengolahan minyak goreng bekas telah dilakukan. Ferry (2002) menggunakan serbuk gergajian kayu, Wulyoadi et al. (2004) menggunakan membran, sementara Widayat et al. (2006) melakukan optimalisasi proses adsorpsi menggunakan adsorben. Melisya (2009) melaporkan bahwa limbah padat tapioka memiliki prospek untuk digunakan sebagai adsorben ALB untuk minyak goreng bekas pakai, sementara Victoria (2009) membuktikan bahwa campuran kaolin dan limbah padat tapioka dapat digunakan sebagai adsorben untuk ALB dan zat warna.

Penggunaan biomaterial sebagai adsorben merupakan alternatif yang sangat potensial dalam proses adsorpsi. Salah satu biomaterial yang dapat digunakan adalah sagu. Sagu

merupakan tanaman asli Indonesia. Tepung sagu lazim digunakan sebagai bahan baku pembuatan makanan seperti roti, mi, kerupuk, kue kering, dan sirup berfruktosa tinggi. Tepung sagu juga dapat menunjang berbagai macam industri, baik industri kecil, menengah, maupun berteknologi tinggi (BPBPI 2007)

.

Selain menghasilkan tepung, pengolahan sagu juga menghasilkan limbah cair dan limbah padat (Gambar 1).

Gambar 1 Limbah padat sagu.

Kaolin termasuk jenis mineral liatdengan rumus kimia Al2O3·2SiO2·2H2O. Kaolin

tersusun dari material lempung atau mineral liat dengan kandungan besi yang rendah dan umumnya berwarna putih atau agak keputihan. Kaolin adalah salah satu golongan mineral aluminasilikat. Kelompok mineral kaolin meliputi kaolinit, nakrit, dikit, dan haloisit. Kaolinit ditemukan dalam jumlah paling banyak, termasuk di Indonesia. Kaolinit merupakan mineral liat tipe 1:1. Pengertian tipe 1:1 adalah untuk setiap satuan mineral terdiri atas satu lapisan oksida-Si (lapisan silikat) dan satu lapisan hidroksioksida-Al (lapisan aluminat). Satuan-satuan ini berikatan kuat dengan sesamanya dengan ikatan hidrogen dan van der Waals (Gambar 2). Hal ini mengakibatkan kation atau anion dan molekul air tidak dapat masuk ke lapisan silikat maupun aluminat sehingga efektivitas adsorpsinya terbatas hanya di permukaan. Sifat penukar kation atau anion hanya berasal dari bagian ujung mineral yang mengalami pemutusan/pematahan (Muhdarina dan Linggawati 2003).

(3)

2 Mineral kaolinit umumnya terbentuk pada

lingkungan tanah masam dengan drainase tanah yang relatif baik. Kaolinit dapat terbentuk oleh Al dan Si yang dilepaskan oleh mineral-mineral (Prasetyo et al. 2001). Selain digunakan dalam pengolahan limbah, kaolin juga dapat digunakan sebagai adsorben pada tahap pemucatan (bleaching) dalam pemurnian minyak goreng.

Saat ini, belum ada informasi pemanfaatan limbah padat ampas sagu sebagai bahan baku alternatif adsorben pada pemurnian minyak goreng bekas. Oleh karena itu, penelitian ini mengkaji prospek limbah padat sagu sebagai adsorben dalam pengolahan minyak goreng bekas, khususnya untuk mengadsorpsi ALB. Penelitian ini menggunakan adsorben gabungan kaolin dan limbah padat sagu dengan nisbah tertentu yang masing-masing telah diaktivasi secara kimia maupun dengan pemanasan, serta adsorben limbah padat sagu yang diolah menjadi arang aktif. Tujuan penelitian ini ialah mendapatkan kombinasi perlakuan terbaik adsorben berbasis limbah padat sagu untuk menjerap ALB.

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan antara lain retort, oven, tanur, pompa vakum, dan peralatan kaca yang lazim di laboratorium. Bahan-bahan yang digunakan antara lain ampas sagu sisa pengolahan tepung sagu di daerah Tanah Baru, Bogor, kaolin, serbuk arang aktif komersial, minyak goreng bekas, akuades, H3PO4 30%, H2SO4 30%, etanol 95%, NaOH

0.05 N, asam oksalat, indikator fenolftalein, standar asam oleat, zat warna biru metilena, dan iodin 0.1 N.

Metode Penelitian

Penelitian terdiri dari beberapa tahap. Tahap pertama ialah preparasi ampas sagu dan kaolin. Tahap kedua adalah aktivasi. Tahap ketiga adalah pembuatan campuran adsorben ampas sagu-kaolin dan pembuatan arang aktif. Tahap keempat adalah optimalisasi perlakuan, bobot adsorben, dan waktu kontak pada adsorpsi ALB. Tahap terakhir adalah penentuan jenis isoterm adsorpsi ALB.

Preparasi Sampel

Ampas sagu dicuci dengan akuades sampai bersih, kemudian dikeringkan pada suhu 40 °C selama 24 jam dalam oven,

sebelum dihancurkan dan diayak. Serbuk kaolin dicuci dengan akuades dan dikeringkan pada suhu 105 oC selama 3 jam dalam oven, kemudian dihancurkan dan diayak.

Aktivasi Ampas Sagu (modifikasi dari Melisya 2009)

Ampas sagu yang telah dicuci ditimbang sebanyak 10 g ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 200 mL H3PO4 30%. Campuran

diaduk selama 6 jam kemudian disaring. Residu padat ampas sagu yang telah diaktivasi tersebut dicuci beberapa kali dengan akuades untuk mengeluarkan asam. Setelah itu, dikeringkan pada suhu 40 oC selama 24 jam (Contoh A).

Aktivasi Kaolin (modifikasi dari Victoria 2009)

Sebanyak 60 g kaolin dimasukkan dalam cawan porselen, lalu dipanaskan dalam tanur pada suhu 750 oC selama 2 jam. Selanjutnya kaolin diaktivasi kembali dengan larutan H2SO4 30% dengan dipanaskan dan terus

diaduk pada suhu 90–100 oC selama 6 jam. Campuran didinginkan, disaring dengan vakum, lalu residu padat kaolin dicuci beberapa kali dengan akuades untuk mengeluarkan asam. Untuk mengetahui adanya ion SO42- digunakan larutan BaCl2.

Kaolin yang telah dicuci tersebut dikeringkan pada suhu 105 oC selama 3 jam (Contoh B).

Pembuatan Adsorben Ampas Sagu-Kaolin (modifikasi dari Chen & Evans 2005)

Ampas sagu yang telah diaktivasi dicampur hingga merata dengan sejumlah kaolin yang telah diaktivasi. Jumlah total limbah sagu dan kaolin sebanyak 20 g dengan nisbah ampas sagu:kaolin sebesar 25:75 (Contoh C), 50:50 (Contoh D), dan 75:25 (Contoh E).

Pembuatan Arang Aktif dari Ampas Sagu

(4)

2 Mineral kaolinit umumnya terbentuk pada

lingkungan tanah masam dengan drainase tanah yang relatif baik. Kaolinit dapat terbentuk oleh Al dan Si yang dilepaskan oleh mineral-mineral (Prasetyo et al. 2001). Selain digunakan dalam pengolahan limbah, kaolin juga dapat digunakan sebagai adsorben pada tahap pemucatan (bleaching) dalam pemurnian minyak goreng.

Saat ini, belum ada informasi pemanfaatan limbah padat ampas sagu sebagai bahan baku alternatif adsorben pada pemurnian minyak goreng bekas. Oleh karena itu, penelitian ini mengkaji prospek limbah padat sagu sebagai adsorben dalam pengolahan minyak goreng bekas, khususnya untuk mengadsorpsi ALB. Penelitian ini menggunakan adsorben gabungan kaolin dan limbah padat sagu dengan nisbah tertentu yang masing-masing telah diaktivasi secara kimia maupun dengan pemanasan, serta adsorben limbah padat sagu yang diolah menjadi arang aktif. Tujuan penelitian ini ialah mendapatkan kombinasi perlakuan terbaik adsorben berbasis limbah padat sagu untuk menjerap ALB.

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan antara lain retort, oven, tanur, pompa vakum, dan peralatan kaca yang lazim di laboratorium. Bahan-bahan yang digunakan antara lain ampas sagu sisa pengolahan tepung sagu di daerah Tanah Baru, Bogor, kaolin, serbuk arang aktif komersial, minyak goreng bekas, akuades, H3PO4 30%, H2SO4 30%, etanol 95%, NaOH

0.05 N, asam oksalat, indikator fenolftalein, standar asam oleat, zat warna biru metilena, dan iodin 0.1 N.

Metode Penelitian

Penelitian terdiri dari beberapa tahap. Tahap pertama ialah preparasi ampas sagu dan kaolin. Tahap kedua adalah aktivasi. Tahap ketiga adalah pembuatan campuran adsorben ampas sagu-kaolin dan pembuatan arang aktif. Tahap keempat adalah optimalisasi perlakuan, bobot adsorben, dan waktu kontak pada adsorpsi ALB. Tahap terakhir adalah penentuan jenis isoterm adsorpsi ALB.

Preparasi Sampel

Ampas sagu dicuci dengan akuades sampai bersih, kemudian dikeringkan pada suhu 40 °C selama 24 jam dalam oven,

sebelum dihancurkan dan diayak. Serbuk kaolin dicuci dengan akuades dan dikeringkan pada suhu 105 oC selama 3 jam dalam oven, kemudian dihancurkan dan diayak.

Aktivasi Ampas Sagu (modifikasi dari Melisya 2009)

Ampas sagu yang telah dicuci ditimbang sebanyak 10 g ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 200 mL H3PO4 30%. Campuran

diaduk selama 6 jam kemudian disaring. Residu padat ampas sagu yang telah diaktivasi tersebut dicuci beberapa kali dengan akuades untuk mengeluarkan asam. Setelah itu, dikeringkan pada suhu 40 oC selama 24 jam (Contoh A).

Aktivasi Kaolin (modifikasi dari Victoria 2009)

Sebanyak 60 g kaolin dimasukkan dalam cawan porselen, lalu dipanaskan dalam tanur pada suhu 750 oC selama 2 jam. Selanjutnya kaolin diaktivasi kembali dengan larutan H2SO4 30% dengan dipanaskan dan terus

diaduk pada suhu 90–100 oC selama 6 jam. Campuran didinginkan, disaring dengan vakum, lalu residu padat kaolin dicuci beberapa kali dengan akuades untuk mengeluarkan asam. Untuk mengetahui adanya ion SO42- digunakan larutan BaCl2.

Kaolin yang telah dicuci tersebut dikeringkan pada suhu 105 oC selama 3 jam (Contoh B).

Pembuatan Adsorben Ampas Sagu-Kaolin (modifikasi dari Chen & Evans 2005)

Ampas sagu yang telah diaktivasi dicampur hingga merata dengan sejumlah kaolin yang telah diaktivasi. Jumlah total limbah sagu dan kaolin sebanyak 20 g dengan nisbah ampas sagu:kaolin sebesar 25:75 (Contoh C), 50:50 (Contoh D), dan 75:25 (Contoh E).

Pembuatan Arang Aktif dari Ampas Sagu

(5)

3

Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas (SNI 01-3555-1998).

Sebanyak 0.5 g contoh minyak ditimbang dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL, lalu ditambahkan 50 mL etanol 95% dan 3–5 tetes indikator fenolftalein. Campuran dititrasi dengan larutan NaOH 0.05 N yang telah distandardisasi sampai warna merah muda tidak berubah selama 15 detik. Penetapan bilangan ALB dilakukan duplo, serta dilakukan penetapan blangko.

Penentuan Kapasitas Adsorpsi pada Setiap Perlakuan (modifikasi dari Melisya 2009)

Sebanyak 5 g adsorben dimasukkan ke dalam Erlenmeyer yang berisi 40 g minyak goreng bekas. Campuran tersebut dikocok selama 45 menit. Setelah itu, disaring, diambil filtratnya, dan diukur kadar ALBnya. Dilakukan pula penentuan dengan adsorben arang aktif komersial sebagai pembanding (Contoh G). Setelah itu, dihitung efisiensi dan kapasitas adsorpsi menggunakan rumus sebagai berikut:

Persentase adsorpsi dapat dihitung dengan mengunakan persamaan

Keterangan :

Q = kapasitas adsorpsi (mg/g)

V = volume larutan (L)

Co = konsentrasi awal (mg/L) C = konsentrasi akhir (mg/L)

m = bobot adsorben (g)

Penentuan Bobot Optimum (modifikasi dari Melisya 2009)

Variasi bobot yang digunakan adalah 0.5, 1, 3, dan 5 g adsorben yang memberikan kapasitas adsorpsi optimum. Adsorben dimasukkan dalam Erlenmeyer yang berisi 40 g minyak goreng bekas. Campuran tersebut masing-masing dikocok selama 45 menit. Setelah itu, disaring, diambil filtratnya, dan diukur kadar ALB minyak tersebut. Kemudian, dihitung efisiensi dan kapasitas adsorpsinya.

Penentuan Waktu Optimum (modifikasi dari Melisya 2009)

Adsorben yang memberikan hasil optimum pada penentuan perlakuan dan bobot optimum ditimbang, lalu dimasukkan ke dalam Erlenmeyer yang berisi 40 g minyak goreng bekas. Campuran dikocok selama 15,

30, 45, 60, 75 dan 90 menit. Setelah itu, disaring, diambil filtratnya, dan diukur kadar ALB minyak tersebut. Kemudian, dihitung efisiensi dan kapasitas adsorpsinya.

Penentuan Isoterm Adsorpsi Asam Lemak Bebas (Ketaren 1986a)

Adsorben yang memberikan kondisi optimum dimasukkan ke dalam larutan standar asam oleat pada beberapa konsentrasi, yaitu 2000, 4000, 6000, 8000, dan 10000 ppm dan diaduk selama waktu optimum. Setelah itu, disaring dan diukur kadar asam lemak bebasnya. Pola isoterm adsorpsi diperoleh dengan membuat persamaan regresi linear menggunakan persamaan Langmuir dan Freundlich untuk menentukan tipe isoterm yang sesuai (Atkins 1999). Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aktivasi Ampas Sagu, Kaolin, dan Arang Aktif dari Ampas Sagu

Aktivasi ampas sagu dengan H3PO4 30%

bertujuan menghilangkan senyawa-senyawa selain polisakarida yang larut dalam asam, agar tidak ikut berperan dalam mekanisme adsorpsi ALB. Aktivasi kaolin dengan pemanasan pada suhu tinggi, yaitu 750 °C, mengakibatkan perubahan fase kristal kaolin menjadi metakaolin. Pada suhu ini, ikatan antara Si dan Al diharapkan lebih mudah dipisahkan sehingga gabungan aktivasi pemanasan suhu tinggi dengan aktivasi kimia akan melarutkan aluminium oksida dan meninggalkan residu SiO2 (Purwaningsih

2002).

Aktivasi kaolin menggunakan H2SO4 30%

bertujuan melarutkan komponen-komponen seperti Fe2O3, Al2O3, CaO, dan MgO yang

mengisi ruang antarlapisan kaolin, sehingga akan menambah luas permukaan adsorben. Selanjutnya ion-ion Ca2+ dan Mg2+ yang berada pada permukaan kristal adsorben secara berangsur-angsur diganti oleh ion H+ dari H2SO4 (Ketaren 1986b; Gambar 3).

Ampas sagu mengandung serat kasar sekitar 10.11%, abu 0.01%, dan air 12.3% sehingga sangat memungkinkan untuk dijadikan sebagai arang aktif (Nurdin 1995). Dengan diketahuinya kandungan serat kasar dalam ampas sagu, diharapkan nilai guna ampas sagu dapat ditingkatkan untuk pembuatan arang aktif. Menurut Jacobs yang diacu oleh Sawarni (1989), arang adalah suatu bentuk karbon berwarna hitam dan berpori

m C) o V(C

Q= −

% o C C) o (C 100 (%) adsorpsi

Efisiensi ⎟×

(6)

3

Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas (SNI 01-3555-1998).

Sebanyak 0.5 g contoh minyak ditimbang dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL, lalu ditambahkan 50 mL etanol 95% dan 3–5 tetes indikator fenolftalein. Campuran dititrasi dengan larutan NaOH 0.05 N yang telah distandardisasi sampai warna merah muda tidak berubah selama 15 detik. Penetapan bilangan ALB dilakukan duplo, serta dilakukan penetapan blangko.

Penentuan Kapasitas Adsorpsi pada Setiap Perlakuan (modifikasi dari Melisya 2009)

Sebanyak 5 g adsorben dimasukkan ke dalam Erlenmeyer yang berisi 40 g minyak goreng bekas. Campuran tersebut dikocok selama 45 menit. Setelah itu, disaring, diambil filtratnya, dan diukur kadar ALBnya. Dilakukan pula penentuan dengan adsorben arang aktif komersial sebagai pembanding (Contoh G). Setelah itu, dihitung efisiensi dan kapasitas adsorpsi menggunakan rumus sebagai berikut:

Persentase adsorpsi dapat dihitung dengan mengunakan persamaan

Keterangan :

Q = kapasitas adsorpsi (mg/g)

V = volume larutan (L)

Co = konsentrasi awal (mg/L) C = konsentrasi akhir (mg/L)

m = bobot adsorben (g)

Penentuan Bobot Optimum (modifikasi dari Melisya 2009)

Variasi bobot yang digunakan adalah 0.5, 1, 3, dan 5 g adsorben yang memberikan kapasitas adsorpsi optimum. Adsorben dimasukkan dalam Erlenmeyer yang berisi 40 g minyak goreng bekas. Campuran tersebut masing-masing dikocok selama 45 menit. Setelah itu, disaring, diambil filtratnya, dan diukur kadar ALB minyak tersebut. Kemudian, dihitung efisiensi dan kapasitas adsorpsinya.

Penentuan Waktu Optimum (modifikasi dari Melisya 2009)

Adsorben yang memberikan hasil optimum pada penentuan perlakuan dan bobot optimum ditimbang, lalu dimasukkan ke dalam Erlenmeyer yang berisi 40 g minyak goreng bekas. Campuran dikocok selama 15,

30, 45, 60, 75 dan 90 menit. Setelah itu, disaring, diambil filtratnya, dan diukur kadar ALB minyak tersebut. Kemudian, dihitung efisiensi dan kapasitas adsorpsinya.

Penentuan Isoterm Adsorpsi Asam Lemak Bebas (Ketaren 1986a)

Adsorben yang memberikan kondisi optimum dimasukkan ke dalam larutan standar asam oleat pada beberapa konsentrasi, yaitu 2000, 4000, 6000, 8000, dan 10000 ppm dan diaduk selama waktu optimum. Setelah itu, disaring dan diukur kadar asam lemak bebasnya. Pola isoterm adsorpsi diperoleh dengan membuat persamaan regresi linear menggunakan persamaan Langmuir dan Freundlich untuk menentukan tipe isoterm yang sesuai (Atkins 1999). Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aktivasi Ampas Sagu, Kaolin, dan Arang Aktif dari Ampas Sagu

Aktivasi ampas sagu dengan H3PO4 30%

bertujuan menghilangkan senyawa-senyawa selain polisakarida yang larut dalam asam, agar tidak ikut berperan dalam mekanisme adsorpsi ALB. Aktivasi kaolin dengan pemanasan pada suhu tinggi, yaitu 750 °C, mengakibatkan perubahan fase kristal kaolin menjadi metakaolin. Pada suhu ini, ikatan antara Si dan Al diharapkan lebih mudah dipisahkan sehingga gabungan aktivasi pemanasan suhu tinggi dengan aktivasi kimia akan melarutkan aluminium oksida dan meninggalkan residu SiO2 (Purwaningsih

2002).

Aktivasi kaolin menggunakan H2SO4 30%

bertujuan melarutkan komponen-komponen seperti Fe2O3, Al2O3, CaO, dan MgO yang

mengisi ruang antarlapisan kaolin, sehingga akan menambah luas permukaan adsorben. Selanjutnya ion-ion Ca2+ dan Mg2+ yang berada pada permukaan kristal adsorben secara berangsur-angsur diganti oleh ion H+ dari H2SO4 (Ketaren 1986b; Gambar 3).

Ampas sagu mengandung serat kasar sekitar 10.11%, abu 0.01%, dan air 12.3% sehingga sangat memungkinkan untuk dijadikan sebagai arang aktif (Nurdin 1995). Dengan diketahuinya kandungan serat kasar dalam ampas sagu, diharapkan nilai guna ampas sagu dapat ditingkatkan untuk pembuatan arang aktif. Menurut Jacobs yang diacu oleh Sawarni (1989), arang adalah suatu bentuk karbon berwarna hitam dan berpori

m C) o V(C

Q= −

% o C C) o (C 100 (%) adsorpsi

Efisiensi ⎟×

(7)

4 yang diperoleh dari hasil pembakaran

bahan-bahan karbon dengan menggunakan udara terbatas. Pori-pori karbon yang dihasilkan dari pembakaran ini masih tertutup hidrokarbon dan senyawa organik lainnya. Oleh sebab itu, dilakukan aktivasi dengan panas untuk menghilangkan unsur hidrogen dan oksigen.

Seleksi Adsorben

Adsorben yang digunakan pada tahap seleksi adalah ampas sagu, kaolin, campuran ampas sagu-kaolin, arang aktif dari ampas sagu, dan arang aktif komersial sebagai pembanding. Pengaruh perlakuan adsorben tersebut terhadap warna minyak goreng, kapasitas dan efisiensi adsorpsi ALB dapat dilihat pada Gambar 4 dan 5.

Awal A B C D E F G

Gambar 4 Filtrat hasil adsorpsi ALB.

Gambar 5 Seleksi perlakuan optimum adsorpsi ALB.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa warna minyak goreng bekas diadsorpsi dengan baik oleh adsorben B (kaolin teraktivasi), tetapi kapasitas dan efisiensi

adsorpsi paling besar ditunjukkan oleh adsorben F (arang aktif dari ampas sagu). Pada kondisi optimum tersebut diperoleh kapasitas adsorpsi sebesar 135.85 mg/g dan efisiensi adsorpsi sebesar 75.07%. Gambar 6 menunjukkan sejauh mana berbagai perlakuan tersebut dapat menurunkan konsentrasi ALB pada minyak goreng bekas. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2, 3, dan 4.

Gambar 6 Kadar ALB hasil adsorpsi.

Keterangan :

A = Ampas sagu diaktivasi dengan H3PO4

30% selama 6 jam

B = Kaolin diaktivasi dengan pemanasan 750 oC selama 2 jam dan aktivasi dengan H2SO4 30% dipanaskan pada suhu

+90 oC selama 6 jam

C = Komposit dari A dan B (25:75) D = Komposit dari A dan B (50:50) E = Komposit dari A dan B (75:25)

F = Arang aktif dari ampas sagu dengan pemanasan 700 oC selama 1 jam

G = Arang aktif komersial dari batu bara

Adsorben campuran ampas sagu-kaolin, tidak mengadsorpsi sebaik arang aktif ampas sagu. Ini disebabkan bagian permukaan kristal kaolinit mempunyai muatan negatif yang tetap dan tidak bergantung pada pH (permanent charge). Muatan negatif tersebut berasal dari 0.0

0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6

A B C D E F G

K

apasitas adsorpsi (m

g/g)

Perlakuan

Kapasitas Adsorpsi Efisiensi adsorpsi

E

fisiensi

adsorpsi (%

)

×102 ×102

0 0.5 1 1.5 2 2.5

%

 

ALB

Perlakuan SYARAT MUTU SNI

(8)

5 substitusi atom dalam struktur kristal yang

tidak memengaruhi struktur kristal tersebut. Misalnya, adanya atom Al yang bermuatan +3 menggantikan atom Si yang bermuatan +4 menyebabkan kerangka kaolinit kekurangan muatan positif atau kelebihan muatan negatif (Faruqi et al. 1967), sehingga akan diimbangi oleh kation-kation pusat asam (H+) dari H2SO4. Zat warna pada minyak goreng bekas

yang memiliki muatan akan menggantikan ion H+ tersebut, maka akan timbul gaya tarik- menarik di permukaan adsorben yang memudahkan adsorpsi warna pada minyak goreng bekas. Pada ampas sagu teraktivasi, ukuran pori yang dihasilkan kecil sehingga luas permukaannya juga kecil sebab cara aktivasinya tidak menggunakan panas. Pada arang aktif ampas sagu, tidak ada kelebihan atau kekurangan muatan dan ukuran pori yang besar disebabkan oleh bahan mentahnya dan cara aktivasinya yang menggunakan panas. ALB merupakan molekul kecil tak bermuatan, maka akan lebih mudah teradsorpsi oleh arang aktif ampas sagu daripada kaolin teraktivasi dan ampas sagu teraktivasi.

Pencirian Arang Aktif dari Ampas Sagu

Arang aktif dari ampas sagu setelah diuji daya adsorpsinya pada ALB, selanjutnya dicirikan untuk melihat sejauh mana adsorben tersebut dapat dijadikan bahan alternatif untuk proses adsorpsi ALB. Data hasil pencirian disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Pencirian arang aktif dari ampas sagu (SNI 06-3730-1995)a

No. Uraian Satuan Syarat Hasil

1 Air % Maks.

15

6.47

2 Abu % Maks.

10 4.72 3 Bagian yang tidak terarangkan - Tidak terlihat nyata Tidak terlihat nyata 4 Daya serap

iodin

mg/g Min. 750

1227.18

5 Daya serap biru metilena mg/g Min. 120 161.75 6 Lolos ukuran mesh 325 - Min. 90 95 a

Prosedur dan data selengkapnya di Lampiran 5.

Kadar air menunjukkan kandungan air, kadar abu menunjukkan kandungan mineral dan zat organik pada arang aktif. Daya serap

iodin memiliki korelasi dengan luas permukaan, semakin besar angka iodin semakin besar kemampuan mengadsorpsi adsorbat dan zat terlarut (Subadra. 2005). Daya serap biru metilena memiliki korelasi terhadap ukuran pori arang aktif. Hasil pencirian menunjukkan bahwa arang aktif dari ampas sagu telah memenuhi syarat mutu yang ditetapkan.

Optimasi Adsorpsi Asam Lemak Bebas pada Arang Aktif dari Ampas Sagu

Adsorben arang aktif dari ampas sagu ditentukan kondisi optimum adsorpsinya terhadap ALB pada minyak goreng bekas dengan mengukur 2 parameter, yaitu bobot adsorben dan waktu adsorpsi. Setelah itu, jenis isoterm adsorpsinya ditentukan.

Bobot Adsorben

Bobot adsorben memengaruhi kapasitas dan efisiensi adsorpsi ALB. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Pengaruh bobot adsorben pada adsorpsi ALB.

Efisiensi adsorpsi meningkat dari 43.81% menjadi 75.07% dengan variasi bobot dari 0.5 g sampai 5 g. Sebaliknya kapasitas adsorpsi menurun dari 798.31 mg/g menjadi 135.85 mg/g. Saat bobot 0.5 g hampir seluruh permukaan adsorben telah mengadsorpsi adsorbat, sementara pada bobot 5 g masih banyak tapak aktif adsorben yang belum mengadsorpsi adsorbat. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6.

Kapasitas adsorpsi menunjukkan banyaknya adsorbat yang diadsorpsi per satuan bobot adsorben. Karena itu, nilainya dipengaruhi oleh besarnya bobot adsorben. Jika bobot adsorben dinaikkan, sedangkan waktu adsorpsi dan konsentrasi adsorbat tetap, peningkatan jumlah tapak aktif akan meningkatkan penyebaran adsorbat, sehingga per satuan bobot adsorben tidak secara penuh mengadsorpsi adsorbat. Di sisi lain, efisiensi adsorpsi menyatakan konsentrasi ALB yang

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0 E fisiensi adsorpsi (% ) K

apasitas adsorpsi (m

g/g)

Bobot Adsorben (g)

Kapasitas adsorpsi Efisiensi adsorpsi

×102 ×102

(9)

6 diadsorpsi oleh adsorben. Karena itu, nilainya

hanya ditentukan oleh perubahan konsentrasi ALB setelah diadsorpsi. Semakin banyak adsorben yang digunakan, semakin banyak ALB yang diadsorpsi. Hal ini memperkuat penelitian Victoria (2009) yang menyatakan bahwa penambahan bobot adsorben akan menurunkan kapasitas adsorpsi dan meningkatkan efisiensi adsorpsi.

Waktu Adsorpsi

Pengaruh waktu kontak terhadap kapasitas dan efisiensi adsorpsi ALB dapat dilihat pada Gambar 8. Waktu kontak merupakan salah satu faktor yang memengaruhi laju dan besarnya adsorpsi. Proses adsorpsi ditentukan berdasarkan kapasitas dan persentase efisiensi adsorpsinya selama kisaran waktu tertentu.

Gambar 8 Pengaruh waktu adsorpsi ALB.

Waktu kontak yang lebih lama memungkinkan proses difusi dan penempelan molekul adsorbat berlangsung lebih baik (Wijaya 2008). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kapasitas dan efisiensi adsorpsi naik seiring dengan bertambahnya waktu kontak, selanjutnya cenderung stabil. Waktu optimum adsorpsi yang diperoleh adalah 60 menit dengan kapasitas adsorpsi sebesar 908.91 mg/g. Artinya untuk setiap 1 g adsorben mampu mengadsorpsi 908.91 mg adsorbat. Efisiensi adsorpsinya sebesar 50.51%. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7.

Isoterm Adsorpsi

Isoterm adsorpsi menunjukkan hubungan kesetimbangan antara konsentrasi adsorbat dalam fluida dan pada permukaan adsorben pada suhu tetap. Tipe isoterm Freundlich dan Langmuir pada umumnya dianut oleh adsorpsi fase padat-cair (Atkins 1999). Tipe isoterm adsorpsi dapat digunakan untuk mengetahui mekanisme adsorpsi ALB oleh arang aktif dari ampas sagu. Isoterm adsorpsi Langmuir dilakukan dengan cara membuat kurva hubungan c/(x/m) terhadap c, sedangkan

isoterm adsorpsi Freundlich dilakukan dengan membuat kurva hubungan log x/m terhadap log c. Isoterm adsorpsi ALB dapat dilihat pada Gambar 9. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8-11.

(a)

(b)

Gambar 9 Isoterm Langmuir (a) dan Freundlich (b) adsorpsi ALB.

Model isoterm adsorpsi yang sesuai untuk arang aktif dari ampas sagu dapat diketahui dengan melihat koefisien determinasi (r2) yang terbesar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adsorpsi ALB mengikuti tipe isoterm Freundlich. Freundlich mengasumsikan bahwa adsorpsi yang melibatkan fase padat-cair berlangsung secara fisisorpsi. Dalam fisisorpsi, ikatan adsorbat dengan adsorben bersifat lemah karena hanya melibatkan interaksi van der Waals. Mekanisme adsorpsi ALB terjadi melalui gaya tarik-menarik antarmolekul antara adsorben dan ALB dalam minyak goreng bekas.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Limbah padat sagu terbukti memiliki prospek untuk digunakan sebagai adsorben ALB pada minyak goreng bekas. Kadar ALB menurun walaupun belum memenuhi syarat mutu yang ditetapkan. Perlakuan terbaik adalah dengan mengolahnya menjadi arang aktif yang terbukti telah memenuhi syarat mutu arang aktif yang ditetapkan. Kondisi terbaik adalah dengan bobot 0.5 g pada waktu 60 menit. Mekanisme adsorpsi ALB mengikuti model isoterm Freundlich.

0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 0.55 0.60 6.0 6.5 7.0 7.5 8.0 8.5 9.0 9.5 10.0

15 30 45 60 75 90

E

fisiensi

adsorpsi (%

)

Kapasitas adsorpsi (mg

/g

)

Waktu (menit)

Kapasitas Adsorpsi Efisiensi adsorpsi

×102 ×102

y= -0.0007x+ 36.902

r² = 0.6043 0

10 20 30 40

0 5000 10000 15000 20000

c /( x / m ) (g /L) c(mg/L)

y= 1.190x- 2.224

r² = 0.9773 0

1 2 3

3.4 3.6 3.8 4 4.2 4.4

log

x

/

m

(10)

6 diadsorpsi oleh adsorben. Karena itu, nilainya

hanya ditentukan oleh perubahan konsentrasi ALB setelah diadsorpsi. Semakin banyak adsorben yang digunakan, semakin banyak ALB yang diadsorpsi. Hal ini memperkuat penelitian Victoria (2009) yang menyatakan bahwa penambahan bobot adsorben akan menurunkan kapasitas adsorpsi dan meningkatkan efisiensi adsorpsi.

Waktu Adsorpsi

Pengaruh waktu kontak terhadap kapasitas dan efisiensi adsorpsi ALB dapat dilihat pada Gambar 8. Waktu kontak merupakan salah satu faktor yang memengaruhi laju dan besarnya adsorpsi. Proses adsorpsi ditentukan berdasarkan kapasitas dan persentase efisiensi adsorpsinya selama kisaran waktu tertentu.

Gambar 8 Pengaruh waktu adsorpsi ALB.

Waktu kontak yang lebih lama memungkinkan proses difusi dan penempelan molekul adsorbat berlangsung lebih baik (Wijaya 2008). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kapasitas dan efisiensi adsorpsi naik seiring dengan bertambahnya waktu kontak, selanjutnya cenderung stabil. Waktu optimum adsorpsi yang diperoleh adalah 60 menit dengan kapasitas adsorpsi sebesar 908.91 mg/g. Artinya untuk setiap 1 g adsorben mampu mengadsorpsi 908.91 mg adsorbat. Efisiensi adsorpsinya sebesar 50.51%. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7.

Isoterm Adsorpsi

Isoterm adsorpsi menunjukkan hubungan kesetimbangan antara konsentrasi adsorbat dalam fluida dan pada permukaan adsorben pada suhu tetap. Tipe isoterm Freundlich dan Langmuir pada umumnya dianut oleh adsorpsi fase padat-cair (Atkins 1999). Tipe isoterm adsorpsi dapat digunakan untuk mengetahui mekanisme adsorpsi ALB oleh arang aktif dari ampas sagu. Isoterm adsorpsi Langmuir dilakukan dengan cara membuat kurva hubungan c/(x/m) terhadap c, sedangkan

isoterm adsorpsi Freundlich dilakukan dengan membuat kurva hubungan log x/m terhadap log c. Isoterm adsorpsi ALB dapat dilihat pada Gambar 9. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8-11.

(a)

(b)

Gambar 9 Isoterm Langmuir (a) dan Freundlich (b) adsorpsi ALB.

Model isoterm adsorpsi yang sesuai untuk arang aktif dari ampas sagu dapat diketahui dengan melihat koefisien determinasi (r2) yang terbesar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adsorpsi ALB mengikuti tipe isoterm Freundlich. Freundlich mengasumsikan bahwa adsorpsi yang melibatkan fase padat-cair berlangsung secara fisisorpsi. Dalam fisisorpsi, ikatan adsorbat dengan adsorben bersifat lemah karena hanya melibatkan interaksi van der Waals. Mekanisme adsorpsi ALB terjadi melalui gaya tarik-menarik antarmolekul antara adsorben dan ALB dalam minyak goreng bekas.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Limbah padat sagu terbukti memiliki prospek untuk digunakan sebagai adsorben ALB pada minyak goreng bekas. Kadar ALB menurun walaupun belum memenuhi syarat mutu yang ditetapkan. Perlakuan terbaik adalah dengan mengolahnya menjadi arang aktif yang terbukti telah memenuhi syarat mutu arang aktif yang ditetapkan. Kondisi terbaik adalah dengan bobot 0.5 g pada waktu 60 menit. Mekanisme adsorpsi ALB mengikuti model isoterm Freundlich.

0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 0.55 0.60 6.0 6.5 7.0 7.5 8.0 8.5 9.0 9.5 10.0

15 30 45 60 75 90

E

fisiensi

adsorpsi (%

)

Kapasitas adsorpsi (mg

/g

)

Waktu (menit)

Kapasitas Adsorpsi Efisiensi adsorpsi

×102 ×102

y= -0.0007x+ 36.902

r² = 0.6043 0

10 20 30 40

0 5000 10000 15000 20000

c /( x / m ) (g /L) c(mg/L)

y= 1.190x- 2.224

r² = 0.9773 0

1 2 3

3.4 3.6 3.8 4 4.2 4.4

log

x

/

m

(11)

7

Saran

Penelitian lanjutan yang perlu dilakukan adalah membuat adsorben dari campuran arang aktif dari ampas sagu dengan kaolin. Adsorben ini diharapkan mampu mengadsorpsi ALB lebih baik, sekaligus mengadsorpsi warna dari minyak goreng bekas.

DAFTAR PUSTAKA

Atkins PW. 1999. Kimia Fisik Jilid 1.

Kartohadiprojo I, penerjemah; Rohhadyan T, Hadiyana K, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Physical Chemistry.

[BPBPI] Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia. 2007. Tanaman Sagu Sebagai Sumber Energi Alternatif.

Bogor: Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1995.

Arang Aktif Teknis. Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995. Jakarta: BSN.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1998.

Cara Uji Minyak dan Lemak. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3555-1998. Jakarta: BSN.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2002.

Minyak Goreng. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3741-2002 Jakarta: BSN.

Buchori L, Widayat. 2009. Pembuatan biodiesel dari minyak goreng bekas dengan proses catalytic cracking. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia; Bandung, 19-20 Okt 2009. Semarang: Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.

Chen B, Evans JRG. 2005. Thermoplastic starch-clay nanocomposites and their characteristics. Carbohydr Polym 6:455-463.

Faruqi FA, Okuda S, Williamson WO. 1967. Chemisorption of methylene blue by kaolinite. Clay Minerals 7: 19-31.

Ferry J. 2002. Pembuatan arang aktif dari serbuk gergajian kayu sebagai bioadsorben pada pemurnian minyak goreng bekas [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Ketaren S. 1986a. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Pr.

Ketaren S. 1986b. Minyak dan Lemak. Bogor: IPB Pr.

Melisya N. 2009. Adsorpsi asam lemak bebas minyak goreng bekas menggunakan adsorben limbah padat tapioka [skripsi].

Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan, Institut Pertanian Bogor.

Muhdarina, Linggawati A. 2003. Pilarisasi kaolinit alam untuk meningkatkan kapasitas tukar kation. J Natur Indones

6:20-23.

Nurdin. 1995. Pemanfaatan Ampas Sagu sebagai Substrat Pembuatan Ampas Protein Tunggal. Laporan Penelitian FKIP. Kendari: Universitas Haluoleo.

Prasetyo BH, Adiningsih JS, Subagyono K, Simanungkalit RDM. 2001. Mineralogi, Kimia, Fisika, dan Biologi Tanah Sawah. http://www.tekmira.esdm.go.id [9 Nov 2010]

Purwaningsih H. 2002. Pembuatan alumina dari kaolin dan studi katalisis heterogen untuk sintesis vanili dari eugenol minyak gagang cengkeh [tesis]. Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia.

Romaria. 2008. Karakterisasi fisiko kimia minyak goreng pada proses penggorengan berulang dan umur simpan kacang salut yang dihasilkan [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Sawarni. 1989. Pengaruh jenis bahan baku, suhu dan waktu aktivasi terhadap mutu dan rendemen karbon aktif hasil aktivasi

(12)

ADSORPSI ASAM LEMAK BEBAS MENGGUNAKAN

ADSORBEN BERBASIS LIMBAH PADAT SAGU

SHIDIQ PATRIA KURNIAWAN

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(13)

7

Saran

Penelitian lanjutan yang perlu dilakukan adalah membuat adsorben dari campuran arang aktif dari ampas sagu dengan kaolin. Adsorben ini diharapkan mampu mengadsorpsi ALB lebih baik, sekaligus mengadsorpsi warna dari minyak goreng bekas.

DAFTAR PUSTAKA

Atkins PW. 1999. Kimia Fisik Jilid 1.

Kartohadiprojo I, penerjemah; Rohhadyan T, Hadiyana K, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Physical Chemistry.

[BPBPI] Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia. 2007. Tanaman Sagu Sebagai Sumber Energi Alternatif.

Bogor: Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1995.

Arang Aktif Teknis. Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995. Jakarta: BSN.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1998.

Cara Uji Minyak dan Lemak. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3555-1998. Jakarta: BSN.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2002.

Minyak Goreng. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3741-2002 Jakarta: BSN.

Buchori L, Widayat. 2009. Pembuatan biodiesel dari minyak goreng bekas dengan proses catalytic cracking. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia; Bandung, 19-20 Okt 2009. Semarang: Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.

Chen B, Evans JRG. 2005. Thermoplastic starch-clay nanocomposites and their characteristics. Carbohydr Polym 6:455-463.

Faruqi FA, Okuda S, Williamson WO. 1967. Chemisorption of methylene blue by kaolinite. Clay Minerals 7: 19-31.

Ferry J. 2002. Pembuatan arang aktif dari serbuk gergajian kayu sebagai bioadsorben pada pemurnian minyak goreng bekas [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Ketaren S. 1986a. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Pr.

Ketaren S. 1986b. Minyak dan Lemak. Bogor: IPB Pr.

Melisya N. 2009. Adsorpsi asam lemak bebas minyak goreng bekas menggunakan adsorben limbah padat tapioka [skripsi].

Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan, Institut Pertanian Bogor.

Muhdarina, Linggawati A. 2003. Pilarisasi kaolinit alam untuk meningkatkan kapasitas tukar kation. J Natur Indones

6:20-23.

Nurdin. 1995. Pemanfaatan Ampas Sagu sebagai Substrat Pembuatan Ampas Protein Tunggal. Laporan Penelitian FKIP. Kendari: Universitas Haluoleo.

Prasetyo BH, Adiningsih JS, Subagyono K, Simanungkalit RDM. 2001. Mineralogi, Kimia, Fisika, dan Biologi Tanah Sawah. http://www.tekmira.esdm.go.id [9 Nov 2010]

Purwaningsih H. 2002. Pembuatan alumina dari kaolin dan studi katalisis heterogen untuk sintesis vanili dari eugenol minyak gagang cengkeh [tesis]. Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia.

Romaria. 2008. Karakterisasi fisiko kimia minyak goreng pada proses penggorengan berulang dan umur simpan kacang salut yang dihasilkan [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Sawarni. 1989. Pengaruh jenis bahan baku, suhu dan waktu aktivasi terhadap mutu dan rendemen karbon aktif hasil aktivasi

(14)

8 Subadra. 2005. Pembuatan karbon aktif dari

tempurung kelapa dengan aktivator (NH4)HCO3 sebagai adsorben untuk

pemurnian virgin coconut oil (VCO) [skripsi]. Yogyakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Gadjah Mada.

Tambun R. 2006. Teknologi Oleokimia.

Medan: USU Digital Library.

Victoria. 2009. Adsorpsi asam lemak bebas dan zat warna menggunakan campuran kaolin-limbah padat tapioka [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Widayat, Suherman, Haryani K. 2006. Optimasi proses adsorbsi minyak goreng bekas dengan adsorben. JTeknik Gelagar

17:77-82.

Wijaya H. 2008. Penggunaan tanah laterit sebagai media adsorpsi untuk menurunkan kadar chemical oxygen demand (COD) pada pengolahan limbah cair di Rumah Sakit Baktiningsih Klepu [skripsi]. Yogyakarta: Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia.

Wulyoadi, Sasmito, Kaseno. 2004. Pemurnian minyak goreng bekas menggunakan filter membran. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses;

(15)

ADSORPSI ASAM LEMAK BEBAS MENGGUNAKAN

ADSORBEN BERBASIS LIMBAH PADAT SAGU

SHIDIQ PATRIA KURNIAWAN

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(16)

ABSTRAK

SHIDIQ PATRIA KURNIAWAN. Adsorpsi Asam Lemak Bebas Menggunakan

Adsorben Berbasis Limbah Padat Sagu. Dibimbing oleh HENNY

PURWANINGSIH dan KOMAR SUTRIAH.

Adsorpsi asam lemak bebas (ALB) dari minyak goreng bekas telah diteliti,

menggunakan adsorben berbasis limbah padat pertanian dan mineral liat, dalam

hal ini limbah padat sagu dan kaolin. Perlakuan asam dilakukan pada kedua

adsorben untuk meningkatkan kemampuan adsorpsinya. Limbah padat sagu juga

dipelajari sebagai salah satu alternatif sumber karbon untuk menghasilkan karbon

aktif. Karbon aktif komersial dari batubara digunakan sebagai standar

pembanding. Hasil menunjukkan karbon aktif dari limbah padat sagu merupakan

adsorben yang berpotensi mengadsorpsi ALB. Kapasitas dan efisiensi adsorpsinya

masing-masing adalah 135.85 mg/g dan 75.07%, serta kondisi optimum pada 0.5

g adsorben dengan waktu adsorpsi 60 menit. Adsorpsi karbon aktif dari limbah

padat sagu sesuai dengan tipe isoterm Freundlich.

ABSTRACT

SHIDIQ PATRIA KURNIAWAN. Free Fatty Acid (FFA) Adsorption Using

Sago-Solid Waste Based Adsorbent. Supervised by HENNY PURWANINGSIH

and KOMAR SUTRIAH.

(17)

ADSORPSI ASAM LEMAK BEBAS MENGGUNAKAN

ADSORBEN BERBASIS LIMBAH PADAT SAGU

SHIDIQ PATRIA KURNIAWAN

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(18)

Judul : Adsorpsi Asam Lemak Bebas menggunakan Adsorben Berbasis

Limbah Padat Sagu

Nama

: Shidiq Patria Kurniawan

NIM :

G44086015

Menyetujui

Pembimbing I,

Henny Purwaningsih, S.Si, M.Si.

NIP 19741201 200501 2 001

Pembimbing II,

Drs. Komar Sutriah, M.S.

NIP 19630705 199103 1 004

Mengetahui

Ketua Departemen,

Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, M.S.

NIP 19501227 197603 2 002

(19)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Karya ilmiah

ini disusun berdasarkan penelitian yang dilaksanakan pada bulan Mei sampai

November 2010 di Laboratorium Kimia Fisik, Departemen Kimia FMIPA IPB,

dan Laboratorium Terpadu, IPB. Karya ilmiah yang berjudul Adsorpsi Asam

Lemak Bebas Menggunakan Adsorben Berbasis Limbah Padat Sagu ini

merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sains pada

Departemen Kimia FMIPA IPB.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Henny Purwaningsih, S.Si,

M.Si. selaku pembimbing pertama dan Bapak Drs. Komar Sutriah, M.S. selaku

pembimbing kedua yang telah memberikan arahan, saran, dan dorongan selama

pelaksanaan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih

penulis berikan kepada keluarga tercinta, Bapak, Ibu, dan kakak-kakakku yang

selalu memberikan semangat, doa, dan kasih sayang. Terima kasih juga kepada

Bapak Nano, Ibu Ai, Bapak Ismail atas fasilitas dan bantuan yang diberikan

selama penelitian. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman

Laboratorium Terpadu IPB, teman Kimia angkatan 42 dan 43, serta

teman-teman Ekstensi Kimia angkatan 2007 dan 2008 yang turut membantu,

memberikan semangat dan dukungannya dalam penyusunan karya ilmiah.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.

Januari 2011

(20)

RIWAYAT HIDUP

(21)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

PENDAHULUAN ...

1

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan ...

2

Metode Penelitian ...

2

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aktivasi Ampas Sagu, Kaolin, dan Arang Aktif dari Ampas Sagu ...

3

Seleksi Adsorben ...

4

Pencirian Arang Aktif dari Ampas Sagu ...

5

Optimasi Adsorpsi Asam Lemak Bebas pada Arang Aktif dari Ampas

Sagu ...

5

Isoterm Adsorpsi ...

6

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan ...

6

Saran ...

7

DAFTAR PUSTAKA ...

7

(22)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Limbah padat sagu ...

1

2 Struktur kaolin

...

1

3 Skema interaksi proton dengan struktur kaolin ...

4

4 Filtrat hasil adsorpsi ALB ...

4

5 Seleksi perlakuan optimum adsorpsi ALB ...

4

6 Kadar ALB hasil adsorpsi

...

4

7 Pengaruh bobot adsorben pada adsorpsi ALB ...

5

8 Pengaruh waktu adsorpsi ALB ...

6

9 Isoterm Langmuir dan Freundlich adsorpsi ALB ...

6

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

(23)

PENDAHULUAN

Asam lemak dan gliserol merupakan penyusun utama minyak nabati atau lemak dan merupakan bahan baku lipid pada makhluk hidup. Asam lemak mudah dijumpai dalam minyak goreng, margarin, atau lemak hewan. Secara alami, asam lemak bisa berbentuk bebas maupun terikat sebagai gliserida (Tambun 2006). Penggunaan minyak nabati berulang kali sangat membahayakan kesehatan. Hal ini disebabkan semakin banyaknya kotoran yang terkandung dalam minyak goreng akibat penggorengan bahan makanan sebelumnya, semakin banyaknya senyawa asam karboksilat bebas di dalam minyak, serta warna minyak goreng yang semakin tidak jernih. Selain itu, pembuangan minyak goreng bekas secara langsung ke lingkungan akan menimbulkan pencemaran (Buchori dan Widayat 2009).

Minyak yang telah mengalami pemanasan, sejalan dengan peningkatan kekentalan, akan naik kandungan asam lemak bebas dan asam lemak jenuhnya, dan turun jumlah asam lemak tak jenuhnya. Kekentalan, kandungan asam lemak bebas (ALB), dan indeks bias adalah dampak yang paling mudah dilihat pada minyak yang telah mengalami pemanasan dan dapat digunakan untuk melihat kerusakan minyak akibat pemanasan (Ketaren 1986a). Kadar ALB merupakan sifat yang paling umum untuk mengendalikan mutu minyak goreng. Syarat mutu minyak goreng (SNI 01-3741-2002) menetapkan bahwa kadar ALB maksimum adalah 0.30%. Dengan demikian diperlukan upaya untuk menghilangkan ALB yang terdapat dalam minyak goreng bekas, salah satunya dengan cara adsorpsi (Romaria 2008).

Beberapa penelitian pengolahan minyak goreng bekas telah dilakukan. Ferry (2002) menggunakan serbuk gergajian kayu, Wulyoadi et al. (2004) menggunakan membran, sementara Widayat et al. (2006) melakukan optimalisasi proses adsorpsi menggunakan adsorben. Melisya (2009) melaporkan bahwa limbah padat tapioka memiliki prospek untuk digunakan sebagai adsorben ALB untuk minyak goreng bekas pakai, sementara Victoria (2009) membuktikan bahwa campuran kaolin dan limbah padat tapioka dapat digunakan sebagai adsorben untuk ALB dan zat warna.

Penggunaan biomaterial sebagai adsorben merupakan alternatif yang sangat potensial dalam proses adsorpsi. Salah satu biomaterial yang dapat digunakan adalah sagu. Sagu

merupakan tanaman asli Indonesia. Tepung sagu lazim digunakan sebagai bahan baku pembuatan makanan seperti roti, mi, kerupuk, kue kering, dan sirup berfruktosa tinggi. Tepung sagu juga dapat menunjang berbagai macam industri, baik industri kecil, menengah, maupun berteknologi tinggi (BPBPI 2007)

.

Selain menghasilkan tepung, pengolahan sagu juga menghasilkan limbah cair dan limbah padat (Gambar 1).

Gambar 1 Limbah padat sagu.

Kaolin termasuk jenis mineral liatdengan rumus kimia Al2O3·2SiO2·2H2O. Kaolin

tersusun dari material lempung atau mineral liat dengan kandungan besi yang rendah dan umumnya berwarna putih atau agak keputihan. Kaolin adalah salah satu golongan mineral aluminasilikat. Kelompok mineral kaolin meliputi kaolinit, nakrit, dikit, dan haloisit. Kaolinit ditemukan dalam jumlah paling banyak, termasuk di Indonesia. Kaolinit merupakan mineral liat tipe 1:1. Pengertian tipe 1:1 adalah untuk setiap satuan mineral terdiri atas satu lapisan oksida-Si (lapisan silikat) dan satu lapisan hidroksioksida-Al (lapisan aluminat). Satuan-satuan ini berikatan kuat dengan sesamanya dengan ikatan hidrogen dan van der Waals (Gambar 2). Hal ini mengakibatkan kation atau anion dan molekul air tidak dapat masuk ke lapisan silikat maupun aluminat sehingga efektivitas adsorpsinya terbatas hanya di permukaan. Sifat penukar kation atau anion hanya berasal dari bagian ujung mineral yang mengalami pemutusan/pematahan (Muhdarina dan Linggawati 2003).

(24)

2 Mineral kaolinit umumnya terbentuk pada

lingkungan tanah masam dengan drainase tanah yang relatif baik. Kaolinit dapat terbentuk oleh Al dan Si yang dilepaskan oleh mineral-mineral (Prasetyo et al. 2001). Selain digunakan dalam pengolahan limbah, kaolin juga dapat digunakan sebagai adsorben pada tahap pemucatan (bleaching) dalam pemurnian minyak goreng.

Saat ini, belum ada informasi pemanfaatan limbah padat ampas sagu sebagai bahan baku alternatif adsorben pada pemurnian minyak goreng bekas. Oleh karena itu, penelitian ini mengkaji prospek limbah padat sagu sebagai adsorben dalam pengolahan minyak goreng bekas, khususnya untuk mengadsorpsi ALB. Penelitian ini menggunakan adsorben gabungan kaolin dan limbah padat sagu dengan nisbah tertentu yang masing-masing telah diaktivasi secara kimia maupun dengan pemanasan, serta adsorben limbah padat sagu yang diolah menjadi arang aktif. Tujuan penelitian ini ialah mendapatkan kombinasi perlakuan terbaik adsorben berbasis limbah padat sagu untuk menjerap ALB.

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan antara lain retort, oven, tanur, pompa vakum, dan peralatan kaca yang lazim di laboratorium. Bahan-bahan yang digunakan antara lain ampas sagu sisa pengolahan tepung sagu di daerah Tanah Baru, Bogor, kaolin, serbuk arang aktif komersial, minyak goreng bekas, akuades, H3PO4 30%, H2SO4 30%, etanol 95%, NaOH

0.05 N, asam oksalat, indikator fenolftalein, standar asam oleat, zat warna biru metilena, dan iodin 0.1 N.

Metode Penelitian

Penelitian terdiri dari beberapa tahap. Tahap pertama ialah preparasi ampas sagu dan kaolin. Tahap kedua adalah aktivasi. Tahap ketiga adalah pembuatan campuran adsorben ampas sagu-kaolin dan pembuatan arang aktif. Tahap keempat adalah optimalisasi perlakuan, bobot adsorben, dan waktu kontak pada adsorpsi ALB. Tahap terakhir adalah penentuan jenis isoterm adsorpsi ALB.

Preparasi Sampel

Ampas sagu dicuci dengan akuades sampai bersih, kemudian dikeringkan pada suhu 40 °C selama 24 jam dalam oven,

sebelum dihancurkan dan diayak. Serbuk kaolin dicuci dengan akuades dan dikeringkan pada suhu 105 oC selama 3 jam dalam oven, kemudian dihancurkan dan diayak.

Aktivasi Ampas Sagu (modifikasi dari Melisya 2009)

Ampas sagu yang telah dicuci ditimbang sebanyak 10 g ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 200 mL H3PO4 30%. Campuran

diaduk selama 6 jam kemudian disaring. Residu padat ampas sagu yang telah diaktivasi tersebut dicuci beberapa kali dengan akuades untuk mengeluarkan asam. Setelah itu, dikeringkan pada suhu 40 oC selama 24 jam (Contoh A).

Aktivasi Kaolin (modifikasi dari Victoria 2009)

Sebanyak 60 g kaolin dimasukkan dalam cawan porselen, lalu dipanaskan dalam tanur pada suhu 750 oC selama 2 jam. Selanjutnya kaolin diaktivasi kembali dengan larutan H2SO4 30% dengan dipanaskan dan terus

diaduk pada suhu 90–100 oC selama 6 jam. Campuran didinginkan, disaring dengan vakum, lalu residu padat kaolin dicuci beberapa kali dengan akuades untuk mengeluarkan asam. Untuk mengetahui adanya ion SO42- digunakan larutan BaCl2.

Kaolin yang telah dicuci tersebut dikeringkan pada suhu 105 oC selama 3 jam (Contoh B).

Pembuatan Adsorben Ampas Sagu-Kaolin (modifikasi dari Chen & Evans 2005)

Ampas sagu yang telah diaktivasi dicampur hingga merata dengan sejumlah kaolin yang telah diaktivasi. Jumlah total limbah sagu dan kaolin sebanyak 20 g dengan nisbah ampas sagu:kaolin sebesar 25:75 (Contoh C), 50:50 (Contoh D), dan 75:25 (Contoh E).

Pembuatan Arang Aktif dari Ampas Sagu

(25)

3

Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas (SNI 01-3555-1998).

Sebanyak 0.5 g contoh minyak ditimbang dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL, lalu ditambahkan 50 mL etanol 95% dan 3–5 tetes indikator fenolftalein. Campuran dititrasi dengan larutan NaOH 0.05 N yang telah distandardisasi sampai warna merah muda tidak berubah selama 15 detik. Penetapan bilangan ALB dilakukan duplo, serta dilakukan penetapan blangko.

Penentuan Kapasitas Adsorpsi pada Setiap Perlakuan (modifikasi dari Melisya 2009)

Sebanyak 5 g adsorben dimasukkan ke dalam Erlenmeyer yang berisi 40 g minyak goreng bekas. Campuran tersebut dikocok selama 45 menit. Setelah itu, disaring, diambil filtratnya, dan diukur kadar ALBnya. Dilakukan pula penentuan dengan adsorben arang aktif komersial sebagai pembanding (Contoh G). Setelah itu, dihitung efisiensi dan kapasitas adsorpsi menggunakan rumus sebagai berikut:

Persentase adsorpsi dapat dihitung dengan mengunakan persamaan

Keterangan :

Q = kapasitas adsorpsi (mg/g)

V = volume larutan (L)

Co = konsentrasi awal (mg/L) C = konsentrasi akhir (mg/L)

m = bobot adsorben (g)

Penentuan Bobot Optimum (modifikasi dari Melisya 2009)

Variasi bobot yang digunakan adalah 0.5, 1, 3, dan 5 g adsorben yang memberikan kapasitas adsorpsi optimum. Adsorben dimasukkan dalam Erlenmeyer yang berisi 40 g minyak goreng bekas. Campuran tersebut masing-masing dikocok selama 45 menit. Setelah itu, disaring, diambil filtratnya, dan diukur kadar ALB minyak tersebut. Kemudian, dihitung efisiensi dan kapasitas adsorpsinya.

Penentuan Waktu Optimum (modifikasi dari Melisya 2009)

Adsorben yang memberikan hasil optimum pada penentuan perlakuan dan bobot optimum ditimbang, lalu dimasukkan ke dalam Erlenmeyer yang berisi 40 g minyak goreng bekas. Campuran dikocok selama 15,

30, 45, 60, 75 dan 90 menit. Setelah itu, disaring, diambil filtratnya, dan diukur kadar ALB minyak tersebut. Kemudian, dihitung efisiensi dan kapasitas adsorpsinya.

Penentuan Isoterm Adsorpsi Asam Lemak Bebas (Ketaren 1986a)

Adsorben yang memberikan kondisi optimum dimasukkan ke dalam larutan standar asam oleat pada beberapa konsentrasi, yaitu 2000, 4000, 6000, 8000, dan 10000 ppm dan diaduk selama waktu optimum. Setelah itu, disaring dan diukur kadar asam lemak bebasnya. Pola isoterm adsorpsi diperoleh dengan membuat persamaan regresi linear menggunakan persamaan Langmuir dan Freundlich untuk menentukan tipe isoterm yang sesuai (Atkins 1999). Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aktivasi Ampas Sagu, Kaolin, dan Arang Aktif dari Ampas Sagu

Aktivasi ampas sagu dengan H3PO4 30%

bertujuan menghilangkan senyawa-senyawa selain polisakarida yang larut dalam asam, agar tidak ikut berperan dalam mekanisme adsorpsi ALB. Aktivasi kaolin dengan pemanasan pada suhu tinggi, yaitu 750 °C, mengakibatkan perubahan fase kristal kaolin menjadi metakaolin. Pada suhu ini, ikatan antara Si dan Al diharapkan lebih mudah dipisahkan sehingga gabungan aktivasi pemanasan suhu tinggi dengan aktivasi kimia akan melarutkan aluminium oksida dan meninggalkan residu SiO2 (Purwaningsih

2002).

Aktivasi kaolin menggunakan H2SO4 30%

bertujuan melarutkan komponen-komponen seperti Fe2O3, Al2O3, CaO, dan MgO yang

mengisi ruang antarlapisan kaolin, sehingga akan menambah luas permukaan adsorben. Selanjutnya ion-ion Ca2+ dan Mg2+ yang berada pada permukaan kristal adsorben secara berangsur-angsur diganti oleh ion H+ dari H2SO4 (Ketaren 1986b; Gambar 3).

Ampas sagu mengandung serat kasar sekitar 10.11%, abu 0.01%, dan air 12.3% sehingga sangat memungkinkan untuk dijadikan sebagai arang aktif (Nurdin 1995). Dengan diketahuinya kandungan serat kasar dalam ampas sagu, diharapkan nilai guna ampas sagu dapat ditingkatkan untuk pembuatan arang aktif. Menurut Jacobs yang diacu oleh Sawarni (1989), arang adalah suatu bentuk karbon berwarna hitam dan berpori

m C) o V(C

Q= −

% o C C) o (C 100 (%) adsorpsi

Efisiensi ⎟×

(26)

4 yang diperoleh dari hasil pembakaran

bahan-bahan karbon dengan menggunakan udara terbatas. Pori-pori karbon yang dihasilkan dari pembakaran ini masih tertutup hidrokarbon dan senyawa organik lainnya. Oleh sebab itu, dilakukan aktivasi dengan panas untuk menghilangkan unsur hidrogen dan oksigen.

Seleksi Adsorben

Adsorben yang digunakan pada tahap seleksi adalah ampas sagu, kaolin, campuran ampas sagu-kaolin, arang aktif dari ampas sagu, dan arang aktif komersial sebagai pembanding. Pengaruh perlakuan adsorben tersebut terhadap warna minyak goreng, kapasitas dan efisiensi adsorpsi ALB dapat dilihat pada Gambar 4 dan 5.

Awal A B C D E F G

Gambar 4 Filtrat hasil adsorpsi ALB.

Gambar 5 Seleksi perlakuan optimum adsorpsi ALB.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa warna minyak goreng bekas diadsorpsi dengan baik oleh adsorben B (kaolin teraktivasi), tetapi kapasitas dan efisiensi

adsorpsi paling besar ditunjukkan oleh adsorben F (arang aktif dari ampas sagu). Pada kondisi optimum tersebut diperoleh kapasitas adsorpsi sebesar 135.85 mg/g dan efisiensi adsorpsi sebesar 75.07%. Gambar 6 menunjukkan sejauh mana berbagai perlakuan tersebut dapat menurunkan konsentrasi ALB pada minyak goreng bekas. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2, 3, dan 4.

Gambar 6 Kadar ALB hasil adsorpsi.

Keterangan :

A = Ampas sagu diaktivasi dengan H3PO4

30% selama 6 jam

B = Kaolin diaktivasi dengan pemanasan 750 oC selama 2 jam dan aktivasi dengan H2SO4 30% dipanaskan pada suhu

+90 oC selama 6 jam

C = Komposit dari A dan B (25:75) D = Komposit dari A dan B (50:50) E = Komposit dari A dan B (75:25)

F = Arang aktif dari ampas sagu dengan pemanasan 700 oC selama 1 jam

G = Arang aktif komersial dari batu bara

Adsorben campuran ampas sagu-kaolin, tidak mengadsorpsi sebaik arang aktif ampas sagu. Ini disebabkan bagian permukaan kristal kaolinit mempunyai muatan negatif yang tetap dan tidak bergantung pada pH (permanent charge). Muatan negatif tersebut berasal dari 0.0

0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6

A B C D E F G

K

apasitas adsorpsi (m

g/g)

Perlakuan

Kapasitas Adsorpsi Efisiensi adsorpsi

E

fisiensi

adsorpsi (%

)

×102 ×102

0 0.5 1 1.5 2 2.5

%

 

ALB

Perlakuan SYARAT MUTU SNI

(27)

5 substitusi atom dalam struktur kristal yang

tidak memengaruhi struktur kristal tersebut. Misalnya, adanya atom Al yang bermuatan +3 menggantikan atom Si yang bermuatan +4 menyebabkan kerangka kaolinit kekurangan muatan positif atau kelebihan muatan negatif (Faruqi et al. 1967), sehingga akan diimbangi oleh kation-kation pusat asam (H+) dari H2SO4. Zat warna pada minyak goreng bekas

yang memiliki muatan akan menggantikan ion H+ tersebut, maka akan timbul gaya tarik- menarik di permukaan adsorben yang memudahkan adsorpsi warna pada minyak goreng bekas. Pada ampas sagu teraktivasi, ukuran pori yang dihasilkan kecil sehingga luas permukaannya juga kecil sebab cara aktivasinya tidak menggunakan panas. Pada arang aktif ampas sagu, tidak ada kelebihan atau kekurangan muatan dan ukuran pori yang besar disebabkan oleh bahan mentahnya dan cara aktivasinya yang menggunakan panas. ALB merupakan molekul kecil tak bermuatan, maka akan lebih mudah teradsorpsi oleh arang aktif ampas sagu daripada kaolin teraktivasi dan ampas sagu teraktivasi.

Pencirian Arang Aktif dari Ampas Sagu

Arang aktif dari ampas sagu setelah diuji daya adsorpsinya pada ALB, selanjutnya dicirikan untuk melihat sejauh mana adsorben tersebut dapat dijadikan bahan alternatif untuk proses adsorpsi ALB. Data hasil pencirian disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Pencirian arang aktif dari ampas sagu (SNI 06-3730-1995)a

No. Uraian Satuan Syarat Hasil

1 Air % Maks.

15

6.47

2 Abu % Maks.

10 4.72 3 Bagian yang tidak terarangkan - Tidak terlihat nyata Tidak terlihat nyata 4 Daya serap

iodin

mg/g Min. 750

1227.18

5 Daya serap biru metilena mg/g Min. 120 161.75 6 Lolos ukuran mesh 325 - Min. 90 95 a

Prosedur dan data selengkapnya di Lampiran 5.

Kadar air menunjukkan kandungan air, kadar abu menunjukkan kandungan mineral dan zat organik pada arang aktif. Daya serap

iodin memiliki korelasi dengan luas permukaan, semakin besar angka iodin semakin besar kemampuan mengadsorpsi adsorbat dan zat terlarut (Subadra. 2005). Daya serap biru metilena memiliki korelasi terhadap ukuran pori arang aktif. Hasil pencirian menunjukkan bahwa arang aktif dari ampas sagu telah memenuhi syarat mutu yang ditetapkan.

Optimasi Adsorpsi Asam Lemak Bebas pada Arang Aktif dari Ampas Sagu

Adsorben arang aktif dari ampas sagu ditentukan kondisi optimum adsorpsinya terhadap ALB pada minyak goreng bekas dengan mengukur 2 parameter, yaitu bobot adsorben dan waktu adsorpsi. Setelah itu, jenis isoterm adsorpsinya ditentukan.

Bobot Adsorben

Bobot adsorben memengaruhi kapasitas dan efisiensi adsorpsi ALB. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Pengaruh bobot adsorben pada adsorpsi ALB.

Efisiensi adsorpsi meningkat dari 43.81% menjadi 75.07% dengan variasi bobot dari 0.5 g sampai 5 g. Sebaliknya kapasitas adsorpsi menurun dari 798.31 mg/g menjadi 135.85 mg/g. Saat bobot 0.5 g hampir seluruh permukaan adsorben telah mengadsorpsi adsorbat, sementara pada bobot 5 g masih banyak tapak aktif adsorben yang belum mengadsorpsi adsorbat. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6.

Kapasitas adsorpsi menunjukkan banyaknya adsorbat yang diadsorpsi per satuan bobot adsorben. Karena itu, nilainya dipengaruhi oleh besarnya bobot adsorben. Jika bobot adsorben dinaikkan, sedangkan waktu adsorpsi dan konsentrasi adsorbat tetap, peningkatan jumlah tapak aktif akan meningkatkan penyebaran adsorbat, sehingga per satuan bobot adsorben tidak secara penuh mengadsorpsi adsorbat. Di sisi lain, efisiensi adsorpsi menyatakan konsentrasi ALB yang

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0 E fisiensi adsorpsi (% ) K

apasitas adsorpsi (m

g/g)

Bobot Adsorben (g)

Kapasitas adsorpsi Efisiensi adsorpsi

×102 ×102

(28)

6 diadsorpsi oleh adsorben. Karena itu, nilainya

hanya ditentukan oleh perubahan konsentrasi ALB setelah diadsorpsi. Semakin banyak adsorben yang digunakan, semakin banyak ALB yang diadsorpsi. Hal ini memperkuat penelitian Victoria (2009) yang menyatakan bahwa penambahan bobot adsorben akan menurunkan kapasitas adsorpsi dan meningkatkan efisiensi adsorpsi.

Waktu Adsorpsi

Pengaruh waktu kontak terhadap kapasitas dan efisiensi adsorpsi ALB dapat dilihat pada Gambar 8. Waktu kontak merupakan salah satu faktor yang memengaruhi laju dan besarnya adsorpsi. Proses adsorpsi ditentukan berdasarkan kapasitas dan persentase efisiensi adsorpsinya selama kisaran waktu tertentu.

Gambar 8 Pengaruh waktu adsorpsi ALB.

Waktu kontak yang lebih lama memungkinkan proses difusi dan penempelan molekul adsorbat berlangsung lebih baik (Wijaya 2008). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kapasitas dan efisiensi adsorpsi naik seiring dengan bertambahnya waktu kontak, selanjutnya cenderung stabil. Waktu optimum adsorpsi yang diperoleh adalah 60 menit dengan kapasitas adsorpsi sebesar 908.91 mg/g. Artinya untuk setiap 1 g adsorben mampu mengadsorpsi 908.91 mg adsorbat. Efisiensi adsorpsinya sebesar 50.51%. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7.

Isoterm Adsorpsi

Isoterm adsorpsi menunjukkan hubungan kesetimbangan antara konsentrasi adsorbat dalam fluida dan pada permukaan adsorben pada suhu tetap. Tipe isoterm Freundlich dan Langmuir pada umumnya dianut oleh adsorpsi fase padat-cair (Atkins 1999). Tipe isoterm adsorpsi dapat digunakan untuk mengetahui mekanisme adsorpsi ALB oleh arang aktif dari ampas sagu. Isoterm adsorpsi Langmuir dilakukan dengan cara membuat kurva hubungan c/(x/m) terhadap c, sedangkan

isoterm adsorpsi Freundlich dilakukan dengan membuat kurva hubungan log x/m terhadap log c. Isoterm adsorpsi ALB dapat dilihat pada Gambar 9. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8-11.

(a)

(b)

Gambar 9 Isoterm Langmuir (a) dan Freundlich (b) adsorpsi ALB.

Model isoterm adsorpsi yang sesuai untuk arang aktif dari ampas sagu dapat diketahui dengan melihat koefisien determinasi (r2) yang terbesar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adsorpsi ALB mengikuti tipe isoterm Freundlich. Freundlich mengasumsikan bahwa adsorpsi yang melibatkan fase padat-cair berlangsung secara fisisorpsi. Dalam fisisorpsi, ikatan adsorbat dengan adsorben bersifat lemah karena hanya melibatkan interaksi van der Waals. Mekanisme adsorpsi ALB terjadi melalui gaya tarik-menarik antarmolekul antara adsorben dan ALB dalam minyak goreng bekas.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Limbah padat sagu terbukti memiliki prospek untuk digunakan sebagai adsorben ALB pada minyak goreng bekas. Kadar ALB menurun walaupun belum memenuhi syarat mutu yang ditetapkan. Perlakuan terbaik adalah dengan mengolahnya menjadi arang aktif yang terbukti telah memenuhi syarat mutu arang aktif yang ditetapkan. Kondisi terbaik adalah dengan bobot 0.5 g pada waktu 60 menit. Mekanisme adsorpsi ALB mengikuti model isoterm Freundlich.

0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 0.55 0.60 6.0 6.5 7.0 7.5 8.0 8.5 9.0 9.5 10.0

15 30 45 60 75 90

E

fisiensi

adsorpsi (%

)

Kapasitas adsorpsi (mg

/g

)

Waktu (menit)

Kapasitas Adsorpsi Efisiensi adsorpsi

×102 ×102

y= -0.0007x+ 36.902

r² = 0.6043 0

10 20 30 40

0 5000 10000 15000 20000

c /( x / m ) (g /L) c(mg/L)

y= 1.190x- 2.224

r² = 0.9773 0

1 2 3

3.4 3.6 3.8 4 4.2 4.4

log

x

/

m

(29)

7

Saran

Penelitian lanjutan yang perlu dilakukan adalah membuat adsorben dari campuran arang aktif dari ampas sagu dengan kaolin. Adsorben ini diharapkan mampu mengadsorpsi ALB lebih baik, sekaligus mengadsorpsi warna dari minyak goreng bekas.

DAFTAR PUSTAKA

Atkins PW. 1999. Kimia Fisik Jilid 1.

Kartohadiprojo I, penerjemah; Rohhadyan T, Hadiyana K, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Physical Chemistry.

[BPBPI] Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia. 2007. Tanaman Sagu Sebagai Sumber Energi Alternatif.

Bogor: Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1995.

Arang Aktif Teknis. Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995. Jakarta: BSN.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1998.

Cara Uji Minyak dan Lemak. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3555-1998. Jakarta: BSN.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2002.

Minyak Goreng. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3741-2002 Jakarta: BSN.

Buchori L, Widayat. 2009. Pembuatan biodiesel dari minyak goreng bekas dengan proses catalytic cracking. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia; Bandung, 19-20 Okt 2009. Semarang: Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.

Chen B, Evans JRG. 2005. Thermoplastic starch-clay nanocomposites and their characteristics. Carbohydr Polym 6:455-463.

Faruqi FA, Okuda S, Williamson WO. 1967. Chemisorption of methylene blue by kaolinite. Clay Minerals 7: 19-31.

Ferry J. 2002. Pembuatan arang aktif dari serbuk gergajian kayu sebagai bioadsorben pada pemurnian minyak goreng bekas [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Ketaren S. 1986a. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Pr.

Ketaren S. 1986b. Minyak dan Lemak. Bogor: IPB Pr.

Melisya N. 2009. Adsorpsi asam lemak bebas minyak goreng bekas menggunakan adsorben limbah padat tapioka [skripsi].

Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan, Institut Pertanian Bogor.

Muhdarina, Linggawati A. 2003. Pilarisasi kaolinit alam untuk meningkatkan kapasitas tukar kation. J Natur Indones

6:20-23.

Nurdin. 1995. Pemanfaatan Ampas Sagu sebagai Substrat Pembuatan Ampas Protein Tunggal. Laporan Penelitian FKIP. Kendari: Universitas Haluoleo.

Prasetyo BH, Adiningsih JS, Subagyono K, Simanungkalit RDM. 2001. Mineralogi, Kimia, Fisika, dan Biologi Tanah Sawah. http://www.tekmira.esdm.go.id [9 Nov 2010]

Purwaningsih H. 2002. Pembuatan alumina dari kaolin dan studi katalisis heterogen untuk sintesis vanili dari eugenol minyak gagang cengkeh [tesis]. Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia.

Romaria. 2008. Karakterisasi fisiko kimia minyak goreng pada proses penggorengan berulang dan umur simpan kacang salut yang dihasilkan [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Sawarni. 1989. Pengaruh jenis bahan baku, suhu dan waktu aktivasi terhadap mutu dan rendemen karbon aktif hasil aktivasi

(30)

8 Subadra. 2005. Pembuatan karbon aktif dari

tempurung kelapa dengan aktivator (NH4)HCO3 sebagai adsorben untuk

pemurnian virgin coconut oil (VCO) [skripsi]. Yogyakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Gadjah Mada.

Tambun R. 2006. Teknologi Oleokimia.

Medan: USU Digital Library.

Victoria. 2009. Adsorpsi asam lemak bebas dan zat warna menggunakan campuran kaolin-limbah padat tapioka [skripsi]. Bogor: Fakulta

Gambar

Gambar 2  Struktur kaolin.
Gambar 6  Kadar ALB hasil adsorpsi.
Tabel 1 Pencirian arang aktif dari ampas sagu a
Gambar 9 Isoterm
+6

Referensi

Dokumen terkait

Pada akhir siklus kedua hasil tes menunjukkan bahwa 27 mahasiswa atau sebanyak 90% mahasiswa sudah kompeten, sedangkan tiga mahasiswa lagi atau sebanyak 10%

Editorial Office: STUDIA ISLAMIKA, Gedung Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta, Jl..

TOUCH TRAINING AND DEVELOPING BABY MASSAGE AND SPA Program Pelatihan “Touch Training and Developing Baby Massage dan Spa merupakan Program pelatihan meliputi

Ibu mengatakan hari pertama haid terakhirnya pada tanggal 27 Juli 2018, sekarang ibu hamil anak ke dua, sudah memeriksakan kehamilannya sebanyak 5 kali di Posyandu Ngadu

Secara yuridis lembaga ombudsman tidak , mempunyai wewenang kekuasaan, namun dengan keritikan, teguran dan publisitas, maka diharapkan dapat mempengaruhi pemerintah dalam

Tabel 5. Data tersebut menggambarkan bahwa Hipotesa Null ditolak atau dapat dinyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifkan dari variabel-varibel independen dalam

Kajian yang telah dilakukan ini adalah berdasarkan tinjauan amalan teknik mengingat di kalangan pelajar-pelajar Tingkatan 5, Sekolah Menengah Teknik Batu Pahat, Johor

0,05, kemudian nilai F hitung sebesar 12,607 sedangkan nilai F tabel sebesar 1,66023 (F hitung > F tabel) sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh