• Tidak ada hasil yang ditemukan

Estimasi Nilai dan Dampak Ekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir Sebagai Kawasan Budidaya Ikan Bandeng di Desa Ambulu, Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Estimasi Nilai dan Dampak Ekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir Sebagai Kawasan Budidaya Ikan Bandeng di Desa Ambulu, Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon"

Copied!
212
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Berdasarkan Konvensi Hukum Laut PBB, United Nation Convention on

Law of the Sea, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan

luas laut seluas 5,8 juta km2 yang terdiri dari laut teritorial dengan luas 0,8 juta km2, laut nusantara 2,3 juta km2 dan zona ekonomi eksklusif 2,7 juta km2. Disamping itu Indonesia memiliki pulau sebanyak 17.480 pulau dan garis pantai

sepanjang 95.181 km (Dewan Kelautan Indonesia, 2008). Wilayah pesisir yang

luas menjadikan Indonesia memiliki banyak potensi sumberdaya untuk

dikembangkan.

Dilihat dari letak geografisnya, lahan pesisir merupakan wilayah yang

memiliki potensi ekonomi strategis. Potensi ekonomi ini terlihat dari berbagai

bentuk pemanfaatan sumberdaya seperti untuk usaha budidaya dan penangkapan

ikan, pertanian, perindustrian, pemukiman, pelabuhan, pariwisata, dan

pertambangan. Hal ini menggambarkan bahwa peranan sumberdaya tersebut

sangat besar dalam menunjang perekonomian nasional.

Melalui pengelolaan yang efektif dan efisien diharapkan pemanfaatan

sumberdaya pesisir dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia,

dengan memberikan nilai pemanfaatan yang maksimal, mengingat tidak kurang

60% dari penduduk Indonesia tinggal di wilayah pesisir 1. Secara keseluruhan hal ini merupakan tekanan dan beban yang harus dipikul lingkungan pesisir. Dengan

memperhatikan fenomena tersebut maka pemanfaatan dan pengelolaan

1

(2)

2

sumberdaya pesisir secara berkelanjutan adalah merupakan suatu kebutuhan

(Savitri dan Khazali, 1999).

Salah satu wilayah pesisir yang memiliki potensi perikanan adalah Pesisir

Utara Jawa Barat. Pesisir Utara Jawa Barat memiliki karakteristik laut tenang,

arealnya sebagian besar berlumpur serta banyak sungai besar yang bermuara di

daerah ini menjadikan wilayah ini memiliki kekayaan sumberdaya perikanan yang

beragam. Panjang garis pantai utara wilayah Jawa Barat adalah kurang lebih

365.059 km yang membentang dari Kabupaten Bekasi sampai Kabupaten

Cirebon. Panjang pantai pada setiap kabupaten/kota dapat dilihat dari Tabel 1

berikut.

Tabel 1. Panjang Garis Pantai Jawa Barat

Nama Kabupaten/Kota Panjang garis pantai (km)

Indramayu

Sumber : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia 2007

Ikan merupakan salah satu komoditas yang memiliki peranan penting

dalam kehidupan manusia, terutama dari kemampuannya mensuplai kandungan

protein yang cukup tinggi. Di beberapa negara berkembang seperti Indonesia,

Filipina, dan Malaysia, produksi perikanan merupakan sumber penghasilan bagi

negara berupa devisa ekspor. Secara khusus sektor perikanan juga turut

berkontribusi meningkatkan pendapatan daerah serta penyedia lapangan kerja,

karena turunan proses pengolahannya yang membutuhkan sumberdaya manusia

lebih banyak, oleh karena itu perikanan merupakan salah satu aktivitas yang

(3)

Perikanan Jawa Barat saat ini sangat bertumpu pada produksi perikanan di

wilayah pesisir bagian utara. Berdasarkan profil daerah Jawa Barat, tercatat bahwa

produksi perikanan Jawa Barat di wilayah pesisir bagian utara mengalami

peningkatan dari tahun ke tahun. Perikanan laut pesisir Jawa Barat khususnya

Kabupaten Cirebon telah memberi kesempatan pekerjaan untuk 67.257

pembudidaya ikan serta 551 pembudidaya kerang hijau2. Jika mereka dianggap sebagai kepala keluarga, maka hampir 67.808 rumah tangga bergerak di sektor

perikanan budidaya dan menjadi bagian penting dari perekonomian Kabupaten

Cirebon. Oleh karena itu jelas bahwa untuk daerah pedesaan, perikanan budidaya

mempunyai peran yang sangat penting bagi penyediaan kesempatan kerja.

Potensi perikanan Kabupaten Cirebon yang cukup besar tidak dihasilkan

oleh semua kecamatan. Kecamatan Losari merupakan daerah potensial untuk

usaha budidaya tambak. Hal ini dikarenakan Kecamatan Losari memiliki lahan

seluas 2.500 hektar yang dapat dimanfaatkan sebagai lahan budidaya tambak3. Potensi perikanan budidaya tambak Kabupaten Cirebon terlihat baik dari

keanekaragaman komoditas perikanan maupun jumlah produksinya. Hal ini

didukung oleh data produksi ikan tambak yang dirinci menurut jenis ikan, sebagai

berikut :

2 http://www.pelita.or.id/baca.php?id=53042 [diakses 25 Maret 2011]

(4)

4

Tabel 2. Produksi Ikan Tambak Kabupaten Cirebon menurut jenis ikan tahun 2003 - 2007 (dalam Ton)

Jenis Ikan 2003 2004 2005 2006 2007 Sumber : BPS Kabupaten Cirebon (2008)

Produksi ikan tambak yang cukup besar dapat memenuhi supply konsumsi

ikan masyarakat yang terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah

penduduk. Berdasarkan data tabel diatas, produksi ikan bandeng merupakan yang

terbesar diantara komoditas budidaya lainnya. Hal ini disebabkan karena ikan

bandeng relatif tahan terhadap berbagai jenis penyakit yang biasanya menyerang

hewan air, teknologi budidayanya juga relatif mudah untuk dilakukan. Keadaan

tersebut membuat sektor usaha budidaya ikan bandeng menjadi potensial untuk

dikembangkan.

Aktivitas perekonomian sektor perikanan di kawasan Pesisir Losari, di

dominasi oleh kegiatan budidaya ikan bandeng yang juga merupakan komoditas

utama Desa Ambulu. Aktivitas budidaya budidaya ikan bandeng ini telah menjadi

mata pencaharian sebagian besar masyarakat Desa Ambulu. Sebagai sektor yang

dijadikan sebagai mata pencaharian oleh masyarakat, maka peluang penyerapan

tenaga kerja untuk mempermudah proses produksi menjadi sangat besar.

Aktivitas budidaya ikan bandeng dapat menimbulkan transaksi ekonomi,

salah satunya dapat dilihat dari pengeluaran yang dikeluarkan petani tambak

(5)

dampak baik secara langsung, tidak langsung, maupun lanjutan terhadap

masyarakat sekitar yang memiliki usaha di daerah pertambakan tersebut.

Transaksi tersebut juga dapat memberikan dampak pengganda bagi sektor

perekonomian yang lain. Besarnya tingkat aktivitas ekonomi di sektor budidaya

ikan bandeng akan meningkatkan pengaruh aktivitas budidaya tersebut terhadap

perekonomian lokal. Dampak ekonomi kegiatan budidaya ikan bandeng yang

cukup besar ini, didukung oleh kualitas lingkungan pesisir itu sendiri. Oleh karena

itu rencana pengelolaan dan pengembangan kawasan pesisir perlu dilakukan.

1.2 Perumusan Masalah

Wilayah Kabupaten Cirebon sebagian terletak di Pesisir Utara Laut Jawa

Barat, dan sebagian lainnya berada di daerah perbukitan. Pemanfaatan wilayah

pesisir utara ditujukan untuk aktivitas perikanan tangkap dan budidaya.

Kecamatan Losari merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Cirebon yang

sebagian wilayahnya berada di sepanjang garis pantai. Hal ini membuat sebagian

besar masyarakatnya melakukan aktivitas ekonomi di sektor perikanan. Perikanan

disini salah satunya adalah perikanan budidaya ikan bandeng. Pemanfaatan

wilayah pesisir Losari sebagai kawasan perikanan budidaya ikan bandeng hanya

dilakukan oleh beberapa desa saja, salah satu yang mendominasi adalah Desa

Ambulu. Hal ini dikarenakan hampir sebagian besar wilayah desanya berada di

sekitar pantai, dengan struktur tanah yang cocok untuk dijadikan lahan usaha

tambak.

Potensi Desa Ambulu untuk usaha budidaya ikan bandeng ternyata belum

diiringi oleh peningkatan pembangunan prasarana dan sarana serta teknologi

(6)

6

keterkaitan dengan nilai produktivitas budidaya ikan bandeng. Oleh sebab itu

semakin optimal pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk usaha budidaya ikan

bandeng, maka akan semakin besar nilai kontribusinya terhadap usaha tersebut,

serta semakin tinggi dampak ekonomi yang ditimbulkan.

Aktivitas budidaya ikan bandeng di Desa Ambulu secara langsung

maupun tidak langsung memberikan dampak terhadap masyarakat sekitar, salah

satunya adalah dampak ekonomi. Dampak ekonomi dapat tercipta dari

pengeluaran petani tambak selama melakukan aktivitas budidaya. Pengeluaran

petani tambak dapat menimbulkan transaksi ekonomi bagi sektor-sektor penyedia

barang dan jasa. Adanya transaksi tersebut menimbulkan dampak pengganda bagi

sektor ekonomi lainnya. Dampak pengganda tersebut berupa terbukanya peluang

usaha untuk sektor-sektor lainnya, seperti dengan adanya aktivitas budidaya ikan

bandeng, dapat membuka peluang untuk membuka usaha penyedia jaring, warung

makan, penyedia bahan-bahan keperluan budidaya seperti benih dan pakan, serta

usaha transportasi pengangkutan hasil panen tambak.

Berdasarkan uraian masalah diatas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah:

1) Bagaimana karakteristik petani tambak ikan bandeng, unit usaha, dan tenaga

kerja lokal di Desa Ambulu?

2) Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi hasil produksi ikan bandeng di

Desa Ambulu?

3) Berapa nilai ekonomi pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk kegiatan

(7)

4) Bagaimana dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh aktivitas budidaya ikan

bandeng Desa Ambulu?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Mengidentifikasi karakteristik petani tambak ikan bandeng, unit usaha, dan

tenaga kerja lokal di Desa Ambulu.

2) Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi hasil produksi ikan bandeng di

Desa Ambulu.

3) Mengestimasi nilai ekonomi pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk kegiatan

budidaya ikan bandeng di Desa Ambulu.

4) Menganalisis dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh kegiatan budidaya ikan

bandeng di Desa Ambulu.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka hasil penelitian ini diharapkan

dapat memberikan manfaat kepada:

1) Pemda Kabupaten Cirebon dan stakeholder terkait lainnya yang berperan

dalam pengelolaan dan pengembangan sektor perikanan khususnya perikanan

budidaya dan dalam melakukan perbaikan prasarana dan sarana penunjang

kegiatan budidaya ikan bandeng.

2) Pelaku usaha budidaya ikan bandeng untuk memperoleh gambaran mengenai

prospek usaha yang mereka jalani, sehingga peningkatan hasil produktivitas

(8)

8

3) Akademisi sebagai bahan tambahan dan rujukan untuk penelitian-penelitian

selanjutnya.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Wilayah penelitian ini adalah Desa Ambulu, Kecamatan Losari,

Kabupaten Cirebon. Responden dalam penelitian ini adalah para petani tambak,

pemilik unit usaha dan tenaga kerja lokal.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi hasil produksi ikan bandeng. Faktor-faktor tersebut dijadikan

sebagai informasi untuk meningkatkan produktivitas budidaya ikan bandeng.

Nilai dan dampak ekonomi dianlisis dari aktivitas pemanfaatan

sumberdaya pesisir untuk kegiatan budidaya ikan bandeng yang dinyatakan dalam

rupiah selama satu tahun. Dampak ekonomi yang diteliti dilihat dari pengeluaran

(9)

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pesisir

LIPI (2007), menyatakan daerah pesisir adalah jalur tanah darat atau

kering yang berdampingan dengan laut, di mana lingkungan dan tata guna lahan

mempengaruhi secara langsung lingkungan ruang bagian laut, dan sebaliknya.

Daerah pesisir adalah jalur yang membatasi daratan dengan laut atau danau

dengan lebar yang bervariasi. Secara fungsi, merupakan peralihan yang luas

antara tanah dan air dimana produksi, konsumsi, dan proses pertukaran terjadi

pada tingkat intensitas yang tinggi. Secara geografis, batas darat wilayah pesisir

sulit dipastikan. Umumnya air wilayah pantai diidentifikasikan sampai dengan

ujung paparan benua (continental shelf) atau kedalaman kira-kira 200 m.

Adapun untuk Indonesia, pada tahun 1990, definisi wilayah pesisir yang

disepakati pada pembakuan teknis wilayah pesisir yaitu jalur saling pengaruh

antara darat dan laut, mempunyai ciri geosfer secara khusus, ke arah darat dibatasi

oleh pengaruh sifat fisik laut, dan sosial ekonomi bahari, sedangkan ke arah laut

dibatasi oleh proses serta akibat kegiatan manusia terhadap lingkungan darat.

Menurut UU No.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan

Pulau-Pulau Kecil diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu proses

perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian Sumberdaya

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil antar sektor, antara pemerintah dan pemerintah

daerah, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan

(10)

10

2. Wilayah Pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang

dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut.

3. Perairan pesisir adalah laut yang berbatasan dengan daratan meliputi perairan

sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai, perairan yang

menghubungkan pantai dan pulau-pulau, estuari, teluk, perairan dangkal,

rawa payau dan laguna.

UU No.27 Tahun 2007 menyatakan, ruang lingkup pengaturan Wilayah

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil meliputi daerah peralihan antara ekosistem darat

dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut, ke arah darat

mencakup wilayah administrasi kecamatan dan ke arah laut sejauh 12 mil diukur

dari garis pantai. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, salah

satunya dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan nilai sosial, ekonomi,

dan budaya masyarakat melalui peran serta masyarakat dalam pemanfaatan

Sumberdaya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Sedangkan berdasarkan ketentuan pasal 3 UU No.6 Tahun 1996 tentang

Perairan Indonesia, wilayah perairan Indonesia mencakup :

1. Laut teritorial Indonesia adalah jalur laut selebar 12 mil laut diukur dari garis

pangkal kepulauan Indonesia.

2. Perairan kepulauan, adalah semua perairan yang terletak pada sisi dalam garis

pangkal lurus kepulauan tanpa memperhatikan kedalaman jarak dari pantai.

3. Perairan pedalaman adalah semua perairan yang terletak pada sisi darat dari

garis air rendah dari pantai-pantai Indonesia, termasuk didalamnya semua

(11)

Dengan batasan di atas, maka luas wilayah pesisir ini, bisa sangat

bervariasi antara satu tempat dengan tempat lainnya, mulai beberapa ratus meter

hingga puluhan kilometer. Pada beberapa daerah pesisir dataran rendah (coastal

low land), air laut bisa masuk ke daratan pada waktu air pasang naik sehingga

baik tata air tanah dan jenis tanahnya akan memperlihatkan ciri-ciri pengaruh air

laut.

2.2 Tambak

Tambak merupakan salah satu jenis habitat yang dipergunakan sebagai

tempat untuk kegiatan budidaya payau yang berlokasi di daerah pesisir. Menurut

Martosudamo dan Ranoemihardjo (1992) tambak merupakan kolam yang

dibangun di daerah pasang surut dan digunakan untuk memelihara bandeng,

udang, dan hewan lainnya yang biasa hidup di air payau. Air yang masuk ke

dalam tambak sebagian besar berasal dari laut saat terjadi pasang, sehingga

pengelolaan air dalam tambak dilakukan dengan memanfaatkan pasang surut air

laut.

Menurut Martosudamo dan Ranoemihardjo dalam Agustina (2006),

berdasarkan letak tambak dan kesempatan mendapatkan air laut, tambak dapat

dibagi menjadi 3 kelompok yaitu :

1) Tambak lanyah adalah tambak yang terletak di tepi pantai, sehingga berisi air

laut yang memiliki salinitas lebih dari 300/00 dibandingkan dengan daerah

tambak yang lain, air pada tambak lanyah cenderung lebih tinggi salinitasnya.

Penguapan yang berlangsung terus menerus di dalam petakan tambak

(12)

12

salinitas air tambak dapat mencapai 600/00, terutama pada saat musim

kemarau dan saat pergantian air sulit dilakukan.

2) Tambak biasa adalah tambak yang airnya merupakan campuran air tawar dari

air sungai dan air asin dari air laut sehingga menjadi air payau, yang biasanya

terdapat pada daerah yang lebih dalam dari tepi laut. Tambak biasa akan sulit

mendapatkan air laut pada saat terjadi pasang rendah.

3) Tambak darat adalah daerah pertambakan yang terletak paling jauh dari

pantai, air pada tambak ini tergantung pada curahan air hujan dan air sungai.

Apabila curah hujan berkurang maka sebagian tambak itu akan kering sama

sekali.

2.3 Sistem Budidaya Tambak

Menurut Mujiman dan Suyanto (2004) terdapat 3 sistem budidaya, yaitu :

1) Sistem Budidaya Tradisional atau Ekstensif

Petakan tambak pada sistem budidaya tradisional memiliki bentuk dan

ukuran yang tidak teratur, luas lahannya antara 3 - 10 hektar per petak. Setiap

petakan mempunyai saluran keliling (caren) yang lebarnya 5 - 10 m di sepanjang

keliling petakan sebelah dalam, di bagian tengah juga dibuat caren dari sudut ke

sudut (diagonal) dengan kedalaman 30 - 50 cm. Pada tambak tradisional ini tidak

diberi pupuk sehingga produktifitas semata-mata tergantung dari makanan alami

yang tersebar diseluruh tambak yang kelebatannya tergantung dari kesuburan

alamiah, pemberantasan hama juga tidak dilakukan, akibatnya produktivitas

semakin rendah. Padat penebarannya rata-rata antara 3.000 benih/hektar (berkisar

(13)

2) Sistem Budidaya Semi-intensif

Petakan tambak pada sistem budidaya semi-intensif memiliki bentuk yang

lebih teratur dengan maksud agar lebih mudah pengelolaan airnya. Bentuk

petakan umumnya empat persegi panjang dengan luas 1 - 3 hektar per petakan.

Tiap petakan mempunyai pintu pemasukan (inlet) dan pintu pengeluaran air

(outlet) yang terpusat untuk pergantian air, penyiapan kolam sebelum ditebari

benih, dan pemanenan. Pakan bandeng masih dari pakan alami yang didorong

pertumbuhannya dengan pemupukan. Tetapi selanjutnya perlu diberi pakan

tambahan berupa ikan-ikan dari laut, rebon, siput-siput tambak, dicampur dengan

bekatul (dedak halus). Padat penebaran 20.000-50.000 nener/hektar, dengan

produksi per tahunnya dapat mencapai 600 kg - 1.000 kg/ha/tahun.

Pada tambak semi-intensif pengelolaan air cukup baik, ketika air pasang

naik, sebagian air tambak diganti dengan air baru sehingga kualitas air cukup

terjaga dan kehidupan bandeng sehat. Bahkan menggunakan pompa untuk dapat

mengganti air pasang surut bila diperkirakan perlu. Pemberantasan hama

dilakukan pada waktu mempersiapkan tambak sebelum penebaran nener, serangan

hama juga dicegah dengan memasang sistem saringan pada pintu-pintu air.

3) Sistem Budidaya Intensif

Sistem budidaya intensif dilakukan dengan teknik canggih dan

memerlukan masukan (input) biaya yang besar. Petakan umumnya kecil-kecil 0,2

ha sampai 0,5 ha per petakan, dengan tujuan agar lebih mudah dalam pengelolaan

air dan pengawasannya. Ciri khas dari budidaya intensif adalah pada penebaran

nener sangat tinggi, yaitu 50.000 sampai 600.000 ekor/ha. Makanan sepenuhnya

(14)

14

pertumbuhan. Diberi aerasi (dengan kincir, atau alat lainnya) untuk menambah

kadar oksigen di dalam air. Pergantian air dilakukan sangat sering dan biasanya

menggunakan pompa, agar air tetap bersih dan tidak kotor oleh sisa-sisa makanan

dan kotoran (ekskresi). Produksi per satuan luas petak dapat mencapai 1.000

sampai 20.000 kg/ha/tahun.

2.4 Budidaya Ikan Bandeng

Penyebaran ikan bandeng sangat luas dari daerah Samudra Hindia sampai

ke Pantai Barat Amerika. Di Indonesia penyebarannya meliputi daerah Jawa,

Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Pulau Bali. Bandeng

merupakan jenis ikan yang relatif tidak rentan dengan kondisi alam, artinya

bandeng dapat hidup di air tawar, air asin maupun air payau. Selain itu bandeng

relatif tahan terhadap berbagai penyakit yang biasanya menyerang hewan air.

Sampai saat ini sebagian besar budidaya bandeng masih dikelola dengan teknologi

yang relatif sederhana dengan tingkat produktivitas yang relatif rendah. Menurut

(Saanin, 1968) ikan bandeng memiliki klasifikasi sebagai berikut

Phylum : Chordata

Subphylum : Vertebrata

Kelas : Pisces

Subkelas : Teleostei

Ordo : Malacopterygii

Family : Chanidae

Genus : Chanos

(15)

Gambar 1. Ikan Bandeng

Dari aspek konsumsi, ikan bandeng adalah sumber protein yang sehat

sebab bandeng adalah sumber protein yang tidak mengandung kolesterol. Dewasa

ini bandeng dibudidayakan secara tradisional dengan padat penebaran 3.000 -

5.000 ekor per hektar. Dengan hanya mengandalkan pupuk sebagai input untuk

pertumbuhan kelekap atau alga sebagai pakan alami dengan rata-rata produksi

yang dicapai hanya sekitar 300-1.000 kg per hektar. Banyak faktor yang

mempengaruhi keberhasilan produksi budidaya ikan bandeng, antara lain dari

faktor teknis, biologis, sosial dan ekonomi. Lokasi merupakan salah satu penentu

keberhasilan usaha budidaya bandeng. Secara teknis, lokasi sangat mempengaruhi

konstruksi dan daya tahan serta biaya memelihara tambak. Secara biologis, lokasi

sangat menentukan tingkat produktivitas usaha dan bahkan keberhasilan panen.

Secara sosial dan ekonomi keuntungan maksimal dapat diperoleh bila lokasi yang

dipilih mampu menurunkan biaya panen dan transportasi serta meningkatkan

akses ke pemasaran Ahmad et al dalam Kaunang (2006).

2.5 Produktivitas

Suatu kegiatan yang mengolah atau mengubah bentuk suatu barang

menjadi bentuk yang lainnya, dikatakan sebagai kegiatan produksi. Barang-barang

(16)

16

input produksi sementara barang-barang yang dihasilkan dari proses produksi

disebut output produksi, sehingga dalam kata lain produksi merupakan kegiatan

mengubah input produksi menjadi output produksi. Hubungan antara input dan

output dalam proses produksi menurut Soekartawi (1994) disebut sebagai faktor

relationship yang dapat dituliskan dalam notasi sederhana seperti dibawah ini:

Y = f (X1,X2,X3,....Xn)

Dimana Y dapat dikatakan sebagai output produksi yang nilainya dipengaruhi

oleh X, sementara X merupakan input produksi yang nilainya mempengaruhi nilai

output yang dihasilkan pada proses produksi. Kegiatan produksi bertujuan untuk

meningkatkan atau mengubah nilai barang sebagai pemenuhan kebutuhan

manusia. Produksi dapat digambarkan sebagai upaya untuk memaksimalkan

keuntungan dengan kendala ketersediaan teknologi, sumberdaya yang dimiliki

dan harga input variabel.

2.6 Analisis Produktivitas

Perubahan lingkungan akan mengarah kepada perubahan produktivitas dan

biaya produksi, sehingga menyebabkan perubahan harga dan tingkat output yang

dapat dilihat dan dinilai dari perubahan-perubahan tersebut. Kualitas lingkungan

dilihat sebagai faktor produksi. Nilai surplus yang didapat dari penggunaan

metode ini merupakan nilai manfaat langsung yang diturunkan dari pemanfaatan

output yang didapat dari alam.

Menurut Barton dalam Wijaya (2006) produktivitas tergantung pada

pemanfaatan hasil langsung yang diperoleh dari lingkungan dengan asumsi

ekonomi yang terpengaruh tidak mengkompensasi untuk merubah produktivitas

(17)

harga pasar. Nilai manfaat langsung juga dapat diinterprestasikan sebagai

perkiraan dari fungsi nilai pemanfaatan tidak langsung. Berikut beberapa metode

yang terkait dengan perhitungan nilai yang beragam dalam tingkat estimasi suplai

atau fungsi produksi dari sistem alami output :

1. Model Present Value per Hektar lahan

Perhitungan terhadap nilai manfaat dari produksi biologi didapat dari

perhitungan terhadap habitatnya. Proses ini diawali dengan memisahkan nilai

produksi lahan per hektar dapat mendukung dalam menghitung manfaat biologi

produksi per hektar dari habitatnya. Pendekatan ini mengabaikan biaya dari

buruh dan sumberdaya manusia lainnya sebagai faktor produksi. Perhitungan

produktivitas ekonomi tersebut menjadi dasar dalam menghitung manfaat

ekosistem alami dari input populasinya.

2. Pendekatan Residual Rent

Residual rent didefinisikan sebagai selisih antara biaya faktor produksi yang

digunakan dalam suatu pemanfaatan sumberdaya dengan nilai total dari hasil

panen usaha tersebut. Residual rent dapat juga dipandang sebagai kontribusi

dari ekosistem alami atau faktor pendapatan, guna memperoleh nilai ekonomi

dari suatu pemanfaatan sumberdaya.

3. Pendekatan Produktivitas Marjinal

Pendekatan ini digunakan untuk menghitung perubahan kecil dalam

produktivitas akibat perubahan yang terjadi pada habitatnya. Teknik ini dapat

menghasilkan determinasi dari fungsi produksi bioekonomi yang didapat dari

determinasi produktivitas marjinal. Data-data yang signifikan dibutuhkan

(18)

18

produktivitas lahan yang lebih sempit lagi pendekatan produktivitas marjinal

tidak menghitung perubahan kesejahteraan.

2.7 Fungsi Produksi

Hubungan fisik antara input dan output sering disebut fungsi produksi.

Bentuk fungsi produksi dipengaruhi oleh hukum ekonomi produksi “Hukum

Kenaikan Hasil Yang Semakin Berkurang” (The law of Diminishing Return).

Hukum ini menyatakan bahwa jika faktor produksi terus menerus ditambahkan

pada faktor produksi tetap maka tambahan jumlah produksi per satuan akan

semakin berkurang. Hukum ini menggambarkan adanya kenaikan hasil kurva

produksi, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.

Y(output)

Produk Marginal (PM) Sumber: Nicholson (1995)

Gambar 2. Hubungan antara produk total, produk rata-rata dan produk marginal

Hubungan antara produk marginal, produk rata-rata dan produk total

memperlihatkan bahwa total produksi memiliki batas optimum, hal yang

mempengaruhi produk marginal dan produk rata-rata sehingga juga berpengaruh

terhadap biaya yang digunakan dan penerimaan petani dengan kombinasi

penggunaan input. Dalam menggambarkan fungsi teknis dapat dilihat pada tiga

(19)

daerah produksi yang ditulis sebagai daerah I, daerah II, dan daerah III

berdasarkan elastisitas produksi faktor-faktor produksi.

1. Daerah produksi I

Pada daerah ini elastisitas produksi lebih dari 1 (Ep > 1) terletak antara

titik asal 0 dan x2 artinya penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan

menyebabkan penambahan output selalu lebih besar dari satu. Pada daerah ini

belum dihasilkan produksi yang optimal yang akan memberikan keuntungan

maksimum karena produksi masih dapat diperbesar dengan pemakaian input

produksi lebih banyak sehingga daerah I disebut daerah irrasional apabila

produksi dihentikan.

2. Daerah produksi II

Pada daerah ini elastisitas produksi bernilai antara 0 dan 1 (0 < Ep < 1)

terletak antara titik x1 dan x3. Artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar

satu persen akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi satu persen

dan paling rendah nol persen. Daerah ini dicirikan oleh penambahan hasil

produksi yang semakin meningkat berkurang (decreasing return). Pada tingkat

tertentu dari penggunaan faktor-faktor produksi di daerah ini akan memberikan

keuntungan maksimum sehingga daerah produksi II disebut daerah rasional.

3. Daerah produksi III

Pada daerah ini nilai elastisitas produksi lebih kecil dari nol (Ep < 0)

artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan

penurunan jumlah produksi yang dihasilkan. Daerah ini mencerminkan pemakaian

faktor-faktor produksi yang sudah tidak efisien sehingga daerah III disebut juga

(20)

20

2.8 Penelitian Terdahulu

Analisis fungsi produksi usahatani dilakukan oleh Lestari (2010),

penelitian tentang “Analisis Faktor-faktor Produksi dan Pendapatan Usahatani

Kangkung Anggota dan Non Anggota Kelompok Tani di Desa Bantarsari,

Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor”. Metode yang dilakukan dalah

kuantitatif dan deskriptif. Data yang diperoleh melalui wawancara langsung

dengan pengisisan kuesioner. Hasil pendugaan model fungsi Cobb-Douglas maka

diperoleh faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi kangkung

anggota kelompok tani adalah Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) dan luas

lahan.

Penelitian untuk memperkirakan nilai ekonomi perikanan telah dilakukan

oleh Wijaya (2006). Dalam penelitian ini, memperkirakan nilai ekonomi

pemanfaatan Waduk Cirata sebagai kawasan perikanan budidaya. Perikanan

budidaya dengan menggunakan media Keramba Jaring Apung. Metode yang

digunakan untuk memperkirakan besar nilai ekonomi adalah dengan

menggunakan Residual Rent. Nilai Residual Rent yang didapatkan dari penelitian

ini adalah sebesar Rp 193.744.882.532,77 dari total unit Keramba Jaring Apung

sebanyak 13.300 unit.

Rifqa (2010) melakukan “Analisis Dampak Ekonomi Keberadaan

Kawasan Wisata Pantai Sawarna terhadap Pendapatan Masyarakat Lokal”. Hasil

analisis menunjukan nilai Keynesian Income Multiplier yang di dapat adalah 0,39.

Nilai Ratio Income multiplier Tipe I yang dihasilkan adalah 1,27 sedangkan Ratio

(21)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Pembangunan yang menekankan pada pertumbuhan ekonomi dan

peningkatan kesejahteraan masyarakat salah satunya dilakukan dengan cara

pemanfaatan sumberdaya pesisir. Pertumbuhan penduduk yang selalu diiringi oleh

peningkatan jumlah tingkat konsumsi masyarakat akan selalu menjadi alasan

utama pemanfaatan sumberdaya pesisir yang jauh lebih optimal.

Penelitian ini dilatar belakangi adanya potensi lahan tambak yang cukup

luas dimiliki Desa Ambulu. Potensi ini menjadikan usaha budidaya ikan bandeng

sebagai mata pencaharian utama hampir seluruh masyarakat desa. Hal ini juga

didukung oleh pernyataan Ketua Komisi II DPRD Kab. Cirebon bahwa Desa

Ambulu dapat menjadi daerah unggulan ikan bandeng yang dapat dijadikan

sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Besarnya potensi ini, ternyata belum

diiringi oleh pengelolaan sumberdaya pesisir serta pembangunan fasilitas yang

mendukung aktivitas usaha budidaya ikan bandeng tersebut. Hal ini cukup penting

dikarenakan keberlanjutan sektor budidaya ini tidak lepas dari peran sumberdaya

dan lingkungan pesisir sebagai sarana penunjang utama usaha perikanan di Desa

Ambulu. Besarnya tingkat ketergantungan usaha budidaya ikan bandeng terhadap

kondisi sumberdaya pesisir adalah cukup tinggi, karena sedikit perubahan dari

kualitas lingkungan wilayah pesisir, akan mampu mempengaruhi tingkat

produktivitas budidaya ikan bandeng.

Nilai pemanfaatan serta kontribusi sumberdaya pesisir untuk aktivitas

perikanan budidaya menjadi penting untuk diketahui nilainya sebagai acuan

pengelolaan sumberdaya pesisir yang optimal. Besarnya nilai pemanfaatan

(22)

22

tersebut. Oleh sebab itu, informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

produksi ikan bandeng penting untuk diketahui.

Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat secara tidak langsung akan

meningkatkan permintaan untuk komoditas ikan konsumsi. Perikanan budidaya

memiliki kecenderungan sifat lebih mudah mengatur jumlah produksi

dibandingkan dengan perikanan tangkap, oleh sebab itu peningkatan jumlah

penduduk yang sulit dihindari secara tidak langsung akan meningkatkan aktivitas

pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk kegiatan budidaya. Peningkatan aktivitas

tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi aktivitas unit usaha untuk memenuhi

kebutuhan petani tambak, sehingga akan memberikan dampak ekonomi terhadap

masyarakat lokal. Selama proses budidaya berlangsung, petani tambak akan

mengeluarkan biaya operasional tambak yang terdiri dari biaya pembelian benih

dan pakan, biaya pengelolaan tambak dan biaya lainnya. Biaya-biaya yang

dikeluarkan oleh petani tambak dapat memberikan dampak secara langsung, tidak

langsung maupun lanjutan (induced) terhadap perekonomian daerah setempat.

Biaya-biaya tersebut kemudian akan dianalisis dengan menggunakan analisis

multiplier.

Aktivitas budidaya ikan bandeng diperkirakan telah menjadi sektor yang

cukup mempengaruhi perekonomian Desa Ambulu terutama dalam hal

penyerapan tenaga kerja dan perkembangan unit usaha terkait tambak. Penelitian

ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai besarnya nilai manfaat

ekonomi pemanfaatan sumberdaya pesisir sebagai kawasan budidaya ikan

bandeng, serta dampak ekonomi yang ditimbulkan dari aktivitas budidaya

(23)

pengelolaan kawasan pesisir Desa Ambulu yang lebih baik di masa yang akan

(24)

24

Gambar 3. Skema Kerangka Pemikiran Penelitian

Dampak Ekonomi

(25)

IV. METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Ambulu, Kecamatan Losari, Kabupaten

Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja

(purposive) dengan mempertimbangkan bahwa belum adanya penelitian mengenai

nilai dan dampak ekonomi dari aktivitas perikanan budidaya ikan bandeng di desa

tersebut, selain itu desa tersebut mempunyai potensi lahan tambak yang cukup

besar untuk dikembangkan. Lokasi penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1.

Penelitian ini terbagi ke dalam beberapa tahap. Tahapan yang pertama

yaitu pra penelitian. Pra penelitian merupakan proses pengamatan masalah di

lapangan, perumusan masalah, pengembangan kerangka berpikir, hingga

penyusunan proposal. Tahapan ini dilaksanakan selama dua bulan, dimulai pada

bulan akhir Januari hingga Februari 2011. Tahapan pra penelitian akan

dilanjutkan dengan proses pengambilan data. Pengambilan data dilaksanakan

kurang lebih selama dua minggu, yaitu pada minggu kedua bulan April sampai

minggu keempat bulan April 2011. Tahapan selanjutnya adalah proses pengolahan

dan analisis data serta penyusunan skripsi. Tahapan ini dilaksanakan sampai

dengan minggu pertama bulan Agustus 2011.

4.2 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei.

Pengertian survei dibatasi pada pengertian survei sample dimana informasi

dikumpulkan dari sebagian populasi untuk mewakili seluruh populasi. Dalam

penelitian survei, informasi dikumpulkan dari responden dengan menggunakan

(26)

26

4.3 Jenis dan Sumber data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data cross

section, yaitu data aktivitas yang terkait dengan budidaya ikan bandeng yang

terjadi dalam waktu satu tahun berjalan. Menurut sumber mendapatkannya,

data-data tersebut terdiri atas data-data primer dan data-data sekunder. Data primer diperoleh

dengan cara wawancara langsung kepada petani tambak, pemilik unit usaha, serta

tenaga kerja lokal yang beroperasi di kawasan pesisir Desa Ambulu dengan

bantuan kuesioner. Data primer yang diperlukan diantaranya :

1. Karakteristik petani tambak yang meliputi umur, tingkat pendidikan, status

usaha, lama usaha dan teknologi budidaya.

2. Biaya operasional serta investasi petani tambak dalam waktu satu tahun.

3. Struktur biaya pemilik unit usaha dan tenaga kerja lokal.

Sedangkan data sekunder yang diperlukan meliputi keadaan umum lokasi

usaha tambak, kondisi alam daerah penelitian serta data produksi dan konsumsi

produk perikanan. Keseluruhan data sekunder diperoleh melalui studi literatur.

Diantaranya dengan cara pengumpulan data dari pemerintah daerah setempat,

Badan Pusat Statistik, Kementerian Kelautan dan Perikanan, buku, internet, dan

literatur-literatur lain yang mendukung.

4.4 Metode Pengambilan Contoh

Pengambilan contoh pada penelitian ini dilakukan untuk mencari

informasi yang berkaitan dengan tujuan-tujuan penelitian. Pengambilan contoh

untuk petani tambak dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling

(27)

disesuaikan dengan kriteria tertentu. Jumlah responden petani tambak yang

diambil adalah sebanyak 48 petani tambak.

Metode pengambilan contoh untuk unit usaha dan dan tenaga kerja lokal

dilakukan dengan teknik purposive sampling dan judgement sampling, dimana

responden dipilih dan disesuaikan dengan kriteria tertentu, yaitu berdasarkan

keterwakilan dari jenis usaha budidaya ikan bandeng yang banyak di jalani oleh

masyarakat Desa Ambulu. Keuntungan dari teknik ini adalah penelitian dapat

dilaksanakan dengan cepat, mudah dan murah, serta relevan dengan tujuan

penelitian. Responden terpilih untuk unit usaha terkait dengan aktivitas budidaya

ikan bandeng adalah sebanyak 14 unit usaha dan untuk tenaga kerja sebanyak 9

orang. Pemilihan contoh 14 unit usaha didasarkan pada peran unit usaha tersebut

dalam memenuhi kebutuhan petani tambak masyarakat Desa Ambulu. Responden

unit usaha dan tenaga kerja lokal di lokasi penelitian memiliki karakteristik yang

relatif homogen.

4.5 Metode Analisis Data

Data yang telah diperoleh selanjutnya dianalisis secara kualitatif dan

kuantitatif. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan

perangkat lunak (software) Minitab 14 dan Microsoft Office Excel 2007.

4.5.1 Identifikasi Karakteristik Petani tambak, Unit Usaha Terkait, dan Tenaga Kerja lokal

Identifikasi karakteristik responden petani tambak, unit usaha, dan tenaga

kerja lokal di Desa Ambulu dilakukan secara deskriptif. Analisis deskriptif

dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang status sekelompok manusia, suatu

(28)

28

pada masa sekarang. Analisis deskriptif bertujuan untuk membuat deskripsi dan

gambaran secara sitematis, aktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta

hubungan antar fenomena yang diselidiki. Analisis deskriptif dilakukan dengan

bantuan program aplikasi komputer Microsoft Office Excel 2007.

4.5.2 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Ikan Bandeng

Analisis yang biasa dilakukan terkait dengan produksi bertujuan untuk

mengetahui bagaimana sumberdaya yang terbatas seperti tanah, tenaga kerja dan

modal dapat dikelola dengan baik agar produksi maksimum dapat dicapai,

Soekartawi (1994). Hubungan antara antara input yang digunakan dan output

yang dihasilkan dapat dilihat dengan menggunakan pendekatan fungsi produksi,

sehingga dapat dilakukan dengan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi

produksi.

4.5.2.1 Fungsi Produksi Cobb-Douglas

Fungsi produksi adalah hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan dan

variabel-variabel yang menjelaskan. Fungsi produksi Cobb-Douglas digunakan

untuk mengetahui hubungan antara input dan output serta mengetahui skala usaha

budidaya ikan bandeng yang aktual terjadi saat penelitian berlangsung. Pada

model ini koefisien pangkatnya menunjukan besarnya elastisitas produksi

masing-masing input dan besarnya tersebut menunjukan tingkat besaran kondisi skala

usaha (return to scale).

Kondisi Return to Scale (RTS) merupakan respon dari perubahan output

jika terjadi perubahan dari penggunaan input secara proporsional. Menurut

Soekartawi (1994) skala usaha perlu diketahui untuk mengetahui apakah kegiatan

(29)

decreasing return to scale. Jika jumlah elastisitas produksi dari fungsi

Cobb-Douglas dilambangkan dengan ∑bi, maka kondisi usaha budidaya ikan bandeng

dapat dibedakan menjadi :

1. Increasing Return to Scale, bila ∑bi > 1. Artinya bahwa proporsi penambahan

input produksi akan menghasilkan tambahan output produksi yang

proporsional lebih besar.

2. Constant Return to Scale, bila ∑bi = 1. Artinya bahwa proporsi penambahan

input produksi akan proporsional dengan penambahan output produksi yang

diperoleh.

3. Decreasing Return to Scale, bila ∑bi < 1. Artinya proporsi penambahan input

produksi melebihi proporsi penambahan output produksi.

Fungsi dengan menggunakan variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel

yang menjelaskan (X). Menurut Soekartawi (1994), kaidah-kaidah pada regresi

juga berlaku dalam penyelesaian fungsi Cobb-Douglas, persamaan matematik

fungsi Cobb-Douglas dapat dituliskan sebagai berikut :

Y = aX1b1X2b2...Xib3..Xnb5ε

dimana :

Y = Variabel yang dijelaskan

Xi...,Xn = Variabel yang menjelaskan

a = Intercept

b1...,b5 = Koefisien regresi yang akan diduga

ε = Galat atau error

Untuk mempermudah pendugaan terhadap persamaan maka persamaan

(30)

30

persamaan tersebut. Variabel yang digunakan untuk menduga fungsi produksi

ikan bandeng adalah produksi ikan bandeng (Y), luas tambak (X1), benih

penebaran (X2), penggunaan pupuk (X3), penggunaan obat (D1), penggunaan

pakan tambahan (D2). Dengan fungsi Cobb-Douglas ditransformasikan ke dalam

bentuk persamaan linier berganda sebagai berikut :

Ln Y = Ln a + b1 Ln X1 + b2 Ln X2 + b3 Ln X3 + b4 D4 + b5 D5 + ε

dimana :

Y = Hasil produksi ikan bandeng (Kg)

a = Intercept

b1...,b5 = Koefisien regresi yang akan diduga

X1 = Luas tambak (m2)

X2 = Benih penebaran (ekor)

X3 = Penggunaan pupuk (Kg)

D4 = 1, untuk menggunakan obat dan 0 tidak menggunakan obat

D5 = 1,untuk menggunakan pakan tambahan dan 0 tidak menggunakan

ε = Galat atau error

4.5.2.2 Uji Kriteria Ekonometrika

Pengujian dengan menggunakan kriteria ekonometrika dilakukan untuk

mengetahui apabila terjadi pelanggaran asumsi yang digunakan dalam metode

OLS. Hal-hal yang dilihat dalam kriteria ekonometrika antara lain adalah

(31)

a. Uji Multikolinieritas (Multicolinearity)

Model yang melibatkan banyak variabel bebas sering terjadi masalah

multikolinearitas, yaitu terjadinya korelasi yang kuat antar variabel-variabel

bebas. Multikolinearitas terjadi akibat adanya korelasi yang tinggi di antara

peubah bebasnya. Masalah multikolineritas dapat dilihat dari nilai VIF dengan

persamaan :

I VIF =

I – R2

R2 adalah koefisien determinasi dari regresi variabel bebas ke-j dengan variabel bebas lainnya. Nilai VIF yang lebih besar dari 10 menunjukkan adanya

masalah kolinearitas pada peubah tersebut. Multikolinearitas dapat menyebabkan

adanya pelanggaran terhadap asumsi OLS adalah exact multicolinearity

(multikolinearitas sempurna). Jika dalam suatu model terdapat multikolinearitas

yang sempurna maka akan diperoleh nilai R2 yang tinggi tetapi tidak ada koefisien variabel bebas yang signifikan.

b. Normalitas

Salah satu cara mengecek normalitas adalah dengan probabilitas normal.

Melalui probability plot of RESI 1 ini masing-masing nilai pengamatan

dipasangkan dengan nilai harapan distribusi normal. Normalitas terpenuhi apabila

titik-titik data terkumpul disekitar garis lurus, selanjutnya dilakukan analisis

dengan Kolmogorov Smirnov (KS).

c. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas adalah untuk melihat apakah terdapat

ketidaksamaan varians dari residual satu ke pengamatan yang lain.Model regresi

(32)

32

residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap atau disebut

homoskedastisitas. Pengujian dilakukan dengan melihat plot antara residu dengan

prediksinya. Jika bentuk tebaran plot tersebut menyebar secara acak dan tidak

membentuk suatu pola, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

d. Uji Autokorelasi

Autokorelasi merupakan gangguan pada fungsi regresi yang berupa

korelasi diantara faktor gangguan. Ada beberapa prosedur atau cara untuk

mengetahui adanya autokorelasi pada suatu model regresi. Uji Durbin-Watson

(Uji D-W) merupakan salah satu cara mendeteksi apakah tidak ada autokorelasi

yang paling sering digunakan. Uji ini dapat digunakan untuk sembarang sampel,

baik besar ataupun kecil, tetapi D-W hanya berhasil baik apabila autokorelasinya

berbentuk autokorelasi linier orde pertama, artinya faktor pengganggu et

berpengaruh kepada faktor pengganggu et-1. Untuk melihat ada tidaknya

autokorelasi, dapat digunakan ketentuan sebagai berikut (Firdaus, 2004)

Tabel 3. Uji Autokorelasi (Firdaus, 2004)

D-W Kesimpulan

4.5.3 Estimasi Nilai Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir untuk Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng

Pendekatan produktifitas memandang sumberdaya alam sebagai input dari

produk akhir yang kemudian digunakan oleh masyarakat luas. Menurut

(33)

ekologi-ekonomi dalam konteks metode pendekatan produktifitas di awali dengan

melakukan identifikasi input sumberdaya, output (produksi sumberdaya) dan

residual sumberdaya dari sebuah proyek.

Penelitian ini menggunakan pendekatan residual rent untuk menghitung

nilai ekonomi dari kegiatan budidaya ikan bandeng. Residual rent didefinisikan

sebagai selisih antara biaya dari faktor produksi yang digunakan dalam suatu

pemanfaatan sumberdaya dengan nilai total hasil panen usaha tersebut. Residual

rent dapat juga dipandang sebagai kontribusi dari ekosistem alami atau faktor

pendapatan guna memperoleh nilai ekonomi total dari suatu pemanfaatan

sumberdaya.

Perhitungan yang dilakukan pada penelitian ini hanya untuk melihat nilai

residual rent selama satu tahun. Dalam hal ini tidak dilakukan perhitungan

terhadap nilai daya dukung optimal lingkungan terhadap jumlah tambak dan nilai

residual rent.

4.5.4 Analisis Dampak Ekonomi Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng terhadap Masyarakat Lokal

Dampak ekonomi ini diukur dengan menggunakan efek pengganda

(multiplier) dari arus uang yang terjadi. Dampak ekonomi aktivitas budidaya ikan

bandeng terhadap masyarakat lokal dapat diukur dengan dua tipe pengganda,

yaitu:

1. Keynesian Local Income Multiplier, yaitu nilai yang menunjukan berapa

besar pengeluaran petani tambak berdampak pada peningkatan pendapatan

(34)

34

2. Ratio Income Multiplier, yaitu nilai yang menunjukan seberapa besar dampak

langsung yang dirasakan dari pengeluaran petani tambak yang berdampak

terhadap perekonomian lokal. Pengganda ini mengukur dampak tidak

langsung (indirect) dan lanjutan (induced). Ratio Income Multiplier Tipe I

menggambarkan nilai dampak tidak langsung dari pengeluaran petani tambak,

sedangkan Ratio Income Multiplier Tipe II merupakan ukuran dari dampak

lanjutan. Secara matematis dirumuskan :

Keynesian Local Income Multiplier

Ratio Income Multiplier, Tipe I

Ratio Income Multiplier, Tipe II

dimana :

E : tambahan pengeluran petani tambak (Rupiah)

D : pendapatan lokal yang diperoleh secara langsung dari E (Rupiah) N : pendapatan lokal yang diperoleh secara tidak langsung dari E (Rupiah) U : pendapatan lokal yang diperoleh secara induced dari E (Rupiah)

Selanjutnya hasil analisis multiplier ini dapat digunakan sebagai acuan

atau rekomendasi untuk kebijakan pengelolaan dan pengembangan kawasan

pesisir Desa Ambulu. Perhitungan nilai multiplier dilakukan dengan bantuan

program aplikasi komputer Microsoft Excel 2007.

Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah secara kualitatif dan

kuantitatif. Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat

(35)

Tabel 4. Matriks Metode Analisis Data

No Tujuan Penelitian Sumber Data Metode

Analisis Data

2 Mengkaji faktor-faktor yang

mempengaruhi produksi ikan

3 Mengestimasi nilai ekonomi

pemanfaatan sumberdaya

pesisir untuk budidaya ikan bandeng

penebaran sampai masa panen. Satu siklus produksi dalam usaha budidaya

ikan bandeng ini adalah 4-5 bulan.

2) Faktor produksi adalah segala sesuatu yang dapat mempengaruhi output

(produksi ikan bandeng). Faktor produksi yang diduga dapat mempengaruhi

produksi ikan bandeng adalah jumlah tambak (unit), benih penebaran

(ekor/musim), pupuk (kg/musim), penggunaan obat, dan pakan tambahan

(kg/musim).

3) Produksi adalah berat total ikan bandeng yang dihasilkan dalam satu musim

(36)

36

4) Osla adalah benih ikan bandeng yang digunakan oleh petani tambak Desa

Ambulu untuk disebar dalam petakan tambak. Osla merupakan ikan bandeng

yang telah mengalami masa pendederan selama dua minggu dengan ukuran

2-4 cm.

5) Petani Tambak adalah orang yang bekerja sebagai pembudidaya ikan bandeng

di Desa Ambulu.

6) Nilai ekonomi dari pemanfaatan sumberdaya pesisir dinilai dari harga pasar

usaha perikanan budidaya ikan bandeng yang berlaku saat penelitian

berlangsung.

7) Residual Rent adalah selisih antara harga total produksi dengan biaya total

faktor produksi, dinyatakan dalam rupiah.

8) Nilai Residual Rent yang diestimasi didalam penelitian ini adalah nilai

pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk usaha budidaya ikan bandeng di Desa

Ambulu selama satu tahun.

9) Unit usaha dan tenaga kerja lokal yang menjadi responden adalah masyarakat

lokal di Desa Ambulu yang bergerak di sektor budidaya ikan bandeng.

10) Analisis dampak ekonomi dilihat dalam skala kecil, yaitu dampak terhadap

masyarakat lokal Desa Ambulu.

11) Analisis dampak ekonomi dilihat dari sisi arus uang yang terjadi di sekitar

(37)

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN OBYEK PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Secara administratif Desa Ambulu merupakan salah satu desa yang

terletak di Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon dan merupakan salah satu desa

pesisir di Pantai Utara Jawa. Jarak pusat pemerintahan desa dengan beberapa

pusat pemerintahan lainnya yaitu :

Ibukota Kecamatan : 3 Km

Ibukota Kabupaten Cirebon : 46 Km

Ibukota Provinsi jawa Barat : 175 Km

Ibukota Negara RI : 312 Km

Secara administratif Desa Ambulu terdiri dari 5 dusun. Desa juga

berbatasan dengan beberapa wilayah. Berikut adalah batas-batas Desa Ambulu:

Sebelah Utara : Laut Jawa

Sebelah Barat : Desa Malakasari, Kecamatan Gebang

Sebelah Selatan : Desa Kalisari, Kecamatan Losari

Sebelah Timur : Desa Kalisari, Kecamatan Losari

Desa Ambulu termasuk daerah berdataran rendah dengan suhu rata-rata

250C – 270C. Iklim di pesisir Desa Ambulu tidak dapat dilepaskan dari sistem iklim Indonesia. Iklim di Wilayah Indonesia dipengaruhi oleh angin muson yang

mengakibatkan dua musim yaitu musim barat dan musim timur4. Musim barat terjadi pada bulan Desember sampai bulan Februari sedangkan angin musim timur

mencapai puncaknya pada bulan Juni sampai Agustus.

(38)

38

Informasi mengenai waktu angin musim menjadi penting karena

mempengaruhi terjadinya gelombang laut. Tinggi rendahnya gelombang laut akan

menjadi perhatian tersendiri bagi petani tambak karena terkait dengan keadaan

tambak mereka. Petani tambak di Desa Ambulu sering mengalami kerugian

karena lahan tambak mereka terkena banjir rob, yang disebabkan oleh tingginya

gelombang laut yang terjadi5.

5.2 Kondisi Sosial Ekonomi Lokasi Penelitian

Desa Ambulu memiliki luas wilayah sebesar 1.210.527 hektar terdiri dari

lahan persawahan 337,229 hektar, lahan pemukiman 19.705 hektar dan luas area

tambak 826,889 hektar. Desa Ambulu dengan luas wilayah pemukiman 19.705

hektar didiami oleh penduduk sebanyak 7.415 jiwa yang terdiri dari 3.705 orang

laki-laki dan 3.710 orang perempuan. Tabel sebaran mata pencaharian pokok

masyarakat Desa Ambulu secara rinci dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Sebaran Mata Pencaharian Pokok Masyarakat Desa Ambulu

Jenis Pekerjaan Laki-Laki Perempuan

Petani

Sumber : Potensi Desa Ambulu, 2009

(39)

5.3 Gambaran Umum Usaha Budidaya

Produksi usaha budidaya tambak telah menyumbang 53,59% dari total

seluruh produksi usaha budidaya di Kabupaten Cirebon pada tahun 2009 yaitu

sekitar 10.886,6 ton dari total produksi tambak 20.312,4 ton atau meningkat

4,46% dari tahun 2008. Secara rinci kontribusi produksi usaha budidaya tambak

terhadap total produksi usaha budidaya di Kabupaten Cirebon dapat dilihat pada

Tabel 6.

Tabel 6. Produksi Budidaya per Jenis Usaha di Kabupaten Cirebon Tahun 2009

No Usaha Budidaya Produksi (ton)

1

Sumber: Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon, tahun2009

Budidaya air payau di tambak memiliki potensi sebesar 7.500 hektar, pada

tahun 2009 baru dimanfaatkan sebesar 5.163,57 hektar dengan perincian 1635,12

hektar untuk budidaya udang dan 3.528,45 hektar untuk budidaya ikan, dengan

produksi ikan bandeng atau ikan lainnya sebesar 4.532,19 ton dan nilai

produksinya mencapai Rp 108.704.940,00. Potensi dan pemanfaatan tambak per

kecamatan dapat dilihat pada Tabel dibawah ini

Tabel 7. Potensi dan Pemanfaatan Tambak per Kecamatan di Kabupaten Cirebon Tahun 2009

No Kecamatan Potensi (hektar) Pemanfaatan Tambak Jumlah (hektar) (%)

(40)

40

Berdasarkan Tabel 6 diatas dapat dilihat bahwa potensi tambak Kecamatan Losari

merupakan yang terbesar. Desa Ambulu merupakan desa di Kecamatan Losari

yang menyumbangkan produksi tambak cukup besar diantara 3 desa pesisir

lainnya di Kecamatan Losari.

Usaha budidaya tambak yang menjadi unggulan di Desa Ambulu adalah

untuk komoditas udang dan ikan bandeng, namun yang menjadi fokus dalam

penelitian ini adalah budidaya ikan bandeng. Hal ini dikarenakan, terjadinya

musibah nasional atau “stres udang”. Sejak terjadinya musibah pada tahun 1993

udang tidak lagi dapat tumbuh dengan optimal, akhirnya budidaya udang tidak

lagi menguntungkan dan banyak petani tambak udang yang beralih menjadi

pembudidaya ikan bandeng.

Berdasarkan letak tambak dan kesempatan mendapatkan air laut, tambak

ikan bandeng di Desa Ambulu termasuk kedalam tambak biasa. Tambak biasa

adalah kelompok tambak yang airnya merupakan campuran air tawar dari sungai

dan air asin dari laut. Daerah yang tergolong tambak biasa mempunyai keadaan

air payau. Berdasarkan klasifikasi sistem budidaya yang digunakan, tambak ikan

bandeng di Desa Ambulu menggunakan sistem tambak tradisional dengan padat

(41)

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Identifikasi Karakteristik Petani Tambak, Unit Usaha Terkait dan Tenaga Kerja Lokal Di Desa Ambulu

6.1.1 Karakteristik Sosial Ekonomi Petani Tambak

Karakteristik sosial ekonomi menjadi salah satu faktor yang menjadi

pertimbangan dalam menetukan model, dan arah pengembangan tata ruang6. Keterlibatan masyarakat dalam sebuah proses pengembangan wilayah diharapkan

dapat memberikan berbagai masukan yang penting, oleh sebab itu karakteristik

sosial ekonomi responden menjadi penting untuk diketahui. Karakteristik sosial

ekonomi petani tambak di Desa Ambulu diperoleh berdasarkan contoh yang

dilakukan terhadap 48 petani tambak. Karakteristik tersebut dapat dilihat

berdasarkan kriteria tertentu, seperti dijelaskan dibawah ini.

6.1.1.1 Usia

Tingkat usia responden petani tambak dibedakan atas tiga kategori orang

dewasa menurut Havighurst dan Acherman et all dalam Mugnisyah 2008 yaitu

usia dewasa awal (18 – 30 tahun), dewasa pertengahan (31 – 50 tahun), serta

dewasa tua (>50 tahun). Berdasarkan hasil kuesioner dari 48 responden, tingkat

usia responden cukup bervariasi dengan sebaran usia antara 29 tahun sampai 60

tahun. Sebaran usia sebagian besar petani tambak berada pada kelompok dewasa

pertengahan antara 31 – 50 tahun sebesar 73% dan sebesar 21% berusia di atas 50

tahun, serta sisanya sebanyak 6% berusia antara 18-30 tahun. Hal ini dikarenakan,

mayoritas petani tambak menjadikan budidaya ikan bandeng ini sebagai mata

pencaharian utama, sehingga banyak dari mereka yang melakukan kegiatan ini

6

(42)

42

pada usia produktif mereka, dan beberapa petani tambak yang lain masih terus

melakukan kegiatan ini meski sudah cukup berumur. Perbandingan presentase

tingkat usia responden dapat dilihat pada Gambar 4.

Sumber : Data Primer, Diolah 2011

Gambar 4. Karakteristik Petani Tambak Berdasarkan Tingkat Usia 6.1.1.2 Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan responden berdasarkan jenjang formal yang dijalani

oleh petani tambak cukup bervariasi. Dalam penelitian ini, peneliti membagi

tingkat pendidikan formal menjadi 5 kelompok, yaitu kelompok yang tidak

bersekolah, kelompok SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi. Perbandingan

tingkat pendidikan responden disajikan dalam Gambar 5.

Sumber : Data Primer, Diolah 2011

(43)

Berdasarkan Gambar 4 diatas diketahui bahwa 44 % petani telah menjalani

pendidikan formal sampai tingkat SD, selanjutnya 40% petani menjalani

pendidikan formal sampai tingkat SMP dan SMA. Presentase jumlah petani

tambak yang tidak bersekolah sebanyak 10% dan presentase jumlah petani tambak

yang berhasil menjalani pendidikan sampai tingkat perguruan tinggi sebanyak 6%.

Sebagian besar dari petani tambak sudah berumur cukup tua, dengan keterbatasan

yang mereka miliki, sehingga banyak dari mereka yang hanya bisa merasakan

sekolah sampai tingkat Sekolah Dasar, baik itu sampai selesai atau harus putus

sekolah ditengah ajaran.

6.1.1.3Status Pekerjaan Petani Tambak

Status usaha responden adalah semua petani tambak menjadikan kegiatan

budidaya ikan bandeng ini sebagai mata pencaharian utama mereka, artinya petani

tambak menggantungkan kehidupannya pada usaha budidaya ikan bandeng.

Status pekerjaan petani tambak memperlihatkan besarnya waktu atau perhatian

mereka terhadap budidaya ikan bandeng. Jika petani tambak menjadikan budidaya

ikan bandeng sebagai pekerjaan utama maka seluruh waktu dicurahkan untuk

melakukan budidaya, sedangkan yang menjadikan usaha budidaya ini sebagai

pekerjaan sampingan maka waktu yang diberikan pun akan terbagi. Hal ini

berpengaruh terhadap proses budidaya tersebut fokus atau tidak sehingga

berimplikasi terhadap hasil produksi ikan bandeng serta pendapatan yang diterima

oleh petani tambak.

Pemerintah Desa Ambulu menyatakan bahwa, sebagian besar dari

warganya menjalani usaha budidaya ikan bandeng. Budidaya ikan bandeng

(44)

44

sebagian besar dari petani selalu melanjutkan usaha tambak tersebut sebagai mata

pencaharian utama, seperti yang dilakukan orang tua mereka terdahulu.

6.1.1.4 Lama Usaha Petani Tambak

Salah satu faktor penentu keberhasilan usaha budidaya ikan bandeng ini

adalah pengalaman atau lamanya usaha. Pengalaman yang lebih akan membantu

petani tambak melakukan budidaya ikan bandeng ini dengan lebih baik. Dari hasil

analisis kuesioner diperoleh hasil bahwa 69 % petani tambak telah menjalani

usaha budidaya ikan bandeng dengan lama usaha berkisar antara 11 – 25 tahun.

23% atau sekitar 11 petani telah menjalani usaha budidaya ikan bandeng selama

0 – 10 tahun dan 8 % petani telah menjalankan usaha budidaya ini antara 26 – 30

tahun. Usaha budidaya bandeng ini tidak semuanya dilakukan oleh petani yang

berpengalaman, ada 3 petani tambak atau sekitar 6 persen dari mereka baru

memulai usaha tambak bandeng ini.

Sebaran karakteristik berdasarkan lama usaha budidaya yang telah

dijalankan disajikan pada Tabel 8 sebagai berikut.

Tabel 8. Karakteristik Lama Usaha Budidaya Ikan Bandeng

Kelompok Responden Presentase (%)

0 - 10 tahun

Sumber : Data Primer, Diolah 2011

6.1.1.5 Karakteristik Usaha Budidaya a. Jumlah Kepemilikan Tambak

Berdasarkan informasi yang didapat, jumlah petak tambak yang dimiliki

Desa Ambulu saat ini adalah sekitar 826 petak tambak dengan rata-rata luas petak

(45)

besar berasal dari warisan keluarga maupun dibeli dari petani lainnya, namun

jumlah kepemilikannya relatif tetap. Berdasarkan data yang berhasil di dapat dari

responden, kepemilikan petak tambak berkisar antara satu sampai lima petak

tambak. Sebaran jumlah kepemilikan tambak, dapat dilihat pada Gambar 6.

Sumber : Data Primer, Diolah 2011

Gambar 6. Sebaran Jumlah Kepemilikan Tambak Desa Ambulu b. Status Kepemilikan Tambak

Dari sebaran responden penelitian di dapatkan data status kepemilikan

tambak, 48 responden merupakan pemilik sekaligus penggarap tambak. Sistem

budidaya ikan bandeng yang masih tradisional, memungkinkan bagi petani untuk

menggarap lahan tambaknya sendiri, tanpa perlu tenaga kerja khusus untuk proses

perawatan tambak. Kepemilikan lahan ini berpengaruh terhadap biaya yang

dikeluarkan untuk lahan tambak dalam jangka panjang. Petani yang memiliki

lahan sendiri akan lebih baik dalam melakukan kegiatan budidaya dan

memperoleh pendapatan yang lebih besar karena tidak mengeluarkan biaya untuk

(46)

46

c. Teknologi Budidaya

Dari hasil wawancara kepada 48 petani tambak semua responden

mengatakan sistem tambak yang digunakan adalah sistem tambak tradisional.

Namun berdasarkan literatur dengan tetap memperhatikan kondisi daerah

penelitian, sistem budidaya yang digunakan di Desa Ambulu adalah perpaduan

antara sistem budidaya tradisional atau ekstensif dengan sistem budidaya

semi-insentif. Dari sisi padat penebaran tambak di Desa Ambulu memiliki rata-rata

padat penebaran sekitar 4.400 nener/hektar yang dikategorikan budidaya

tradisional, namun disisi lain budidaya ikan bandeng di Desa Ambulu telah

menggunakan pakan tambahan berupa dedak atau pelet, hal ini merupakan ciri-ciri

sistem budidaya semi-intensif.

Dilihat dari dasar pengklasifikasian jenis sistem budidaya yaitu

berdasarkan padat penebaran benih ikan bandeng. Padat penebaran benih yang

akan menjadi acuan selanjutnya dari penggunaan pupuk dan pakan tambahan.

Berdasarkan jumlah benih yang ditebar maka sistem budidaya ikan bandeng yang

digunakan di Desa Ambulu adalah sistem budidaya tambak tradisional.

Penggunaan pupuk dan pakan tambahan pada beberapa tambak adalah salah satu

usaha petani agar mendapatkan hasil panen yang maksimal.

d. Proses Budidaya

Tambak akan berfungsi optimal jika syarat lingkungan biologi telah

terpenuhi. Salah satu cara agar tambak dapat memenuhi syarat lingkungan biologi

adalah dengan melakukan pengelolaan tambak. Pengelolaan tambak meliputi

pengolahan lahan dan pemberian unsur tambahan serta pengaturan pengairan.

(47)

bertujuan untuk menghilangkan lumpur-lumpur, menghilangkan bahan organik

yang merugikan serta menutup lubang-lubang yang bisa menjadi jalan masuk

hewan pengganggu, untuk itu yang dilakukan adalah pengeringan tambak dan

pembalikan lahan.

Perbaikan pH dilakukan dengan dua cara yakni melalui pengeringan dan

pemberian kapur. Pemupukan dilakukan setelah proses pengeringan selesai

dilakukan. Tujuan pemupukan adalah menumbuhkan makanan alami ikan

bandeng yakni klekap serta untuk menjaga kecerahan air tambak. Untuk

menumbuhkan klekap maka yang dibutuhkan adalah pupuk kandang dengan dosis

350 kg/hektar. Selain penggunaan makanan alami ikan bandeng, untuk

mempercepat pertumbuhan, perlu diberikan pakan buatan pabrik dengan standar

nutrisi yang dibutuhkan untuk tumbuh optimal dengan kadar protein minimal

25-28 %, Tim Karya Tani Mandiri (2010). Hewan penggangu atau hama tambak

terdiri dari hewan pemangsa yaitu ikan liar, kadal dan kepiting, hama pesaing

yaitu ikan liar dan siput. Setelah pengolahan tanah selesai, selanjutnya dilakukan

proses pemupukan pada lahan tambak.

Benih ikan bandeng dikenal dengan nama nener. Banyaknya penebaran

benih ikan bandeng sangat disesuaikan dengan modal yang dimiliki oleh petani

tambak yang ingin diinvestasikan dalam kegiatan budidaya ini. Penebaran benih

bandeng dilakukan setelah proses pengolahan tanah selesai dilakukan. Padat benih

penebaran ikan bandeng yang optimal ditentukan oleh luas lahan tambak serta

ukuran benih ikan bandeng yang digunakan. Penggunaan benih ikan bandeng

Gambar

Gambar 2.  Hubungan antara produk total, produk rata-rata dan produk
Gambar 3.  Skema Kerangka Pemikiran Penelitian
Tabel 4. Matriks Metode Analisis Data
Tabel 7. Potensi dan Pemanfaatan Tambak per Kecamatan di Kabupaten
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penggunaan metode titrasi argentometri merupakan metode yang klasik untuk analisis kadar klorida yang dilakukan. dengan mempergunakan AgNO 3 0.5M

Penelitian ini adalah eksperimen semu yang bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan hasil belajar pada materi pencemaran lingkungan peserta didik yang

 Gelar Relawan Forum Pengurangan Risiko Bencana; tujuannya adalah peningkatan kapasitas dan kesiapsiagaan masyarakat yang mampu dan berkompeten dan terampil

Dengan ini saya, Rica Ning Nurhasanah, menyatakan sesungguhnya bahwa Tugas Akhir saya dengan judul “ Penentuan Market Sentiment Menggunakan Markov Regime Switching Model “

Puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul

Bandros sendiri diciptakan menarik wisatawan luar kota agar mengunjugi kota Bandung (City Branding). Walikota Bandung Ridwan Kamil memilih Warna-warna cerah agar membuat

Gambaran ini mengindikasikan bahwa pada siswa yang meiliki motivasi belajar rendah, ditemukan bahwa secara signifikan hasil belajar matematika yang diajar melalui

Karyawan tetap dengan karyawan kontrak masing-masing sudah memiliki tugas pada porsinya sendiri. Apabila ada yang bersedia membantu rekan kerjanya, hal itu tergantung pada