i
ANALISIS SIKAP PENGGUNA FLEXI COMBO DENGAN
BERLAKUNYA KM NO. 35/2004 OLEH BRTI
(STUDI KASUS PENGGUNA FLEXI COMBO
DAERAH BOGOR)
Oleh:
KIKI AMALIA
H24103103
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ii
ANALISIS SIKAP PENGGUNA FLEXI COMBO DENGAN
BERLAKUNYA KM NO. 35/2004 OLEH BRTI
(STUDI KASUS PENGGUNA FLEXI COMBO
DAERAH BOGOR)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Oleh:
KIKI AMALIA
H24103103
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
iii
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN MANAJEMEN
ANALISIS SIKAP PENGGUNA FLEXI COMBO DENGAN BERLAKUNYA KM NO. 35/2004 OLEH BRTI
(STUDI KASUS PENGGUNA FLEXI COMBO DAERAH BOGOR)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI
pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Oleh Kiki Amalia
H24103103
Menyetujui, Mei 2007
Farida Ratna Dewi, SE, MM Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Dr. Ir. Jono Mintarto Munandar, M.Sc. Ketua Departemen
iv ABSTRAK
Kiki Amalia. H24103103. Analisis Sikap Pengguna Flexi Combo dengan Berlakunya KM No. 35/2004 Oleh BRTI (Studi Kasus Pengguna Flexi Combo Daerah Bogor). Di bawah bimbingan Farida Ratna Dewi.
Peningkatan pengguna ponsel tiap tahunnya terus bertambah. Hal ini disebabkan aktivitas masyarakat yang sudah semakin mobile dan merasakan bahwa ponsel sudah menjadi sebuah kebutuhan. Menurut Pohan (2004) komposisi pengguna ponsel dan telepon rumah sekitar 22 juta pengguna ponsel dan 8 juta pengguna telepon rumah. Artinya, peluang pertumbuhan pengguna ponsel baru masih cukup besar di masa mendatang. Teknologi Code Division Multiply Access
(CDMA) menawarkan nilai ekonomis bagi pengguna ponsel dengan tidak mengurangi nilai inti ponsel sebagai alat komunikasi. PT. Telkom mengeluarkan layanan Flexi Combo sebagai solusi bagi pengguna Telkom Flexi yang mobile
dengan basis teknologi CDMA. Awalnya pada pertama kali peluncuran Flexi Combo tahun 2004, layanan Flexi Combo diperkenalkan kepada pengguna Flexi dengan mengharuskan pengguna layanan Flexi Combo datang langsung ke Plasa Telkom untuk mendaftar layanan Flexi Combo danmendapatkan dua kartu tambahan sesuai dengan kode area yang diminta. Sejak bulan Juni 2006, nomor Combo sudah dapat digunakan keseluruh pelosok Indonesia hanya dengan satu kartu RUIM (Removable User Identity Module) atau satu headset ESN (Electronical Serial Number). Ketentuan prosedur pemakaian Flexi Combo tidak lepas dari kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah melalui Keputusan Menteri (KM) No. 35/2004 agar provider CDMA tetap menggunakan jalurnya sebagai jaringan tetap lokal tanpa kabel dengan mobilitas terbatas dibawah naungan BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia). ). PT Telkom dalam laporannya menyebutkan bahwa sejak tanggal 24 November 2006 layanan Flexi untuk di wilayah Jakarta (021) dan Bogor (0251) telah ditata ulang wilayahnya sesuai dengan ketentuan. Sehingga saat ini nomor Flexi Jakarta dengan kode area 021 tidak dapat digunakan lagi di wilayah Bogor dengan kode area 0251 begitu juga sebaliknya. Hal tersebut dilakukan untuk menyesuaikan perketatan KM No. 35/2004 oleh BRTI. (BRTI, 2006).
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui sikap pengguna Flexi Combo Jakarta-Bogor akibat adanya perketatan KM No. 35/2004 oleh BRTI, menganalisis faktor-faktor dominan yang mempengaruhi pengguna Flexi Combo Jakarta-Bogor setelah adanya perketatan KM No. 35/2004 oleh BRTI, mengetahui keluhan-keluhan yang timbul setelah adanya KM No. 35/2004 oleh BRTI, dan menganalisis kemungkinan pengguna Flexi berpindah ke provider lain setelah adanya perketatan KM No. 35/2004 oleh BRTI.
v
KM No. 35/2004 oleh BRTI. Model Multiatribut Fishbein digunakan untuk mengetahui sikap penguna Flexi Combo Jakarta-Bogor akibat adanya perketatan KM No. 35/2004 oleh BRTI sedangkan analisis tabulasi deskriptif digunakan untuk menganalisis keluhan yang timbul dan kemungkinan berpindahnya pengguna Flexi Combo Jakarta-Bogor akibat adanya perketatan KM No. 35/2004 Oleh BRTI. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan program Microsoft Excel 2003 dan SPSS versi 14.0 for windows evaluation version.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap pengguna Flexi Combo Jakarta-Bogor adalah tidak positif (133.76) dengan adanya pemberlakuan Flexi Combo yang sesuai dengan KM No. 35/2004 oleh BRTI. Lima variabel yang dianggap dominan yang mempengaruhi sikap pengguna Flexi dalam penggunaan Flexi Combo yaitu: kejernihan suara, kekuatan sinyal, tarif percakapan dan tarif SMS, kemudahan pemakaian, dan kemudahan registrasi. Keluhan yang paling banyak dirasakan oleh pengguna Flexi Combo adalah kesulitan pengguna Flexi Combo Jakarta-Bogor untuk selalu melakukan registrasi Combo jika harus bergerak ke visiting area (Jakarta/Bogor). Analisis terhadap kemungkinan terjadi
switching (pindah provider) dari Flexi ke provider lain diperoleh hasil bahwa 10 persen (10 orang) dari responden memilih untuk tidak menggunakan Flexi lagi dengan provider yang dipilih adalah IM3 (20 persen), Simpati (15%), dan untuk
vi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 24 Mei 1985. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan H. Ali Arifin Aziz dan Hj. Yayan Suryani.
Penulis menyelesaikan pendidikan di TK AL-GHAZALY Bogor lulus pada tahun 1990, kemudian melanjutkan ke SD AL-GHAZALY Bogor. Pada tahun 1996 penulis melanjutkan pendidikan ke SLTPN 7 Bogor dan melanjutkan pendidikan di SMUN 2 Bogor dan masuk dalam program IPA. Pada tahun 2002, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI di Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat ARROHMAN dan ARROHIM-Nya, skripsi yang berjudul Analisis Sikap Pengguna Flexi Combo dengan Berlakunya KM No. 35/2004 Oleh BRTI, dapat selesai pada waktunya.
Dalam penyusunan skripsi ini banyak pihak-pihak yang membantu baik secara moril maupun materil, secara langsung maupun tidak langsung. Oleh sebab itu. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Mamah dan Bapa tercinta, H. Ali Arifin Aziz dan Hj. Yayan Suryani. Berkat doa, kasih sayang, dukungan, dan motivasi yang diberikan kepada penulis.
2. Ibu Farida Ratna Dewi, SE, MM selaku dosen pembimbing terbaik bagi penulis karena atas kesabaran, kelembutan, masukan, kemudahan, motivasi dan pengertian yang memberikan banyak hal positif yang berarti bagi penulis.
3. Ibu Erlin Trisyulianti, S.TP, Msi selaku dosen penguji penulis. Terima kasih atas saran, kritik dan masukan yang sangat berarti bagi penulis. 4. Bapak Eko Rudi Cahyadi, S. Hut, MM selaku dosen penguji penulis.
Terima Kasih atas saran, kritik dan masukan yang sangat berarti bagi penulis.
5. Bapak Sigit, Bapak Wahyu, Ibu Yulia, Ibu Ika, Bapak Hikmat, Bapak Kudrat, Ibu Hesti, Bapak Fiernard, Bapak Pujo dan seluruh karyawan Telkom Bogor khususnya karyawan Customer Care dan Fixed Wireless Phone yang telah memberikan masukan, informasi, dan dukungan kepada penulis.
viii
7. Rd Gema Bayu Prabawa, terima kasih karena kau telah membuat aku menjadi lebih baik. Kau adalah cahaya saat aku menemukan gelap. Keluarga Kol. Purnawirawan R Hartawa Mulyana terima kasih atas doa dan dukungannya.
8. Okty, Made, Iman, Lia, Erick, Uthie, anak-anak Basmir 40, d’ Pecunz, Pongo’s Family, Timika Lips, Gang tengkorak, out bound call Telkom dan all mene 40 yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Kalian semua adalah keluarga bagiku.
9. Seluruh mene 41 dan 42. Semangat FEM untuk kita semua. FEM bersatu tak bisa dikalahkan.
10.Seluruh karyawan manajemen, Pa Acep, Mas Hadi, Mba Dina, Mas Dedi, Mas Iwan, Mas Yadi, Pa Maman, A mumuh. Skripsi ini tidak akan berjalan lancar tanpa kemudahan yang diberikan kepada penulis.
11.Seluruh pihak yang telah membantu yang tidak mungkin disebutkan satu persatu, tidak berkurang rasa terima kasih yang sebesar-besarnya dari penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik akan menjadi masukan yang berarti bagi penulis. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.
Bogor, Mei 2007
ix DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK... iv
RIWAYAT HIDUP... vi
KATA PENGANTAR... vii
DAFTAR ISI... ix
DAFTAR TABEL... xi
DAFTAR GAMBAR... xii
DAFTAR LAMPIRAN... xiii
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1.Latar Belakang ... 1
1.2.Perumusan Masalah ... 3
1.3.Tujuan Penelitian ... 5
1.4.Manfaat Penelitian ... 5
1.5.Ruang Lingkup Penelitian ... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1. Pemasaran ... 7
2.2. Definisi Jasa ... 7
2.3. Perilaku Konsumen ... 8
2.4. Sikap Konsumen ... 13
2.4.1. Karaketistik Sikap ... 13
2.4.2. Model Tiga Komponen ... 14
2.5. Strategi Pemasaran ... 15
2.6. Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia ... 17
2.7. Keputusan Menteri No. 35/2004 ... 18
2.8. Penelitian Terdahulu ... 19
III. METODOLOGI PENELITIAN ... 21
3.1. Kerangka Pemikiran ... 21
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 23
3.3. Pengumpulan Data ... 23
3.4. Pengambilan Sampel ... 24
3.5. Pengolahan dan Analisis Data ... 25
3.5.1. Uji Kuisioner ... 25
3.5.1.1. Uji Validitas ... 25
3.5.1.2. Uji Reliabilitas ... 26
3.5.2. Analisis Tabulasi Deskriptif ... 27
x
3.5.4. Model Multiatribut Fishbein ... 30
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32
4.1. Gambaran Umum Perusahaan ... 32
4.1.1. Sejarah Umum Perusahaan ... 32
4.1.2. Visi dan Misi Perusahaan ... 33
4.1.3. Budaya Perusahaan ... 34
4.2. Gambaran Produk ... 35
4.2.1. Telkom Flexi ... 35
4.2.2. Flexi Classy ... 39
4.2.3. Flexi Trendy ... 40
4.2.4. Flexi Home ... 42
4.2.5. Flexi Combo ... 43
4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuisioner ... 46
4.3.1. Uji Validitas ... 46
4.3.2. Uji Reliabilitas ... 47
4.4. Karakteristik Responden ... 47
4.5 Sikap Pengguna Flexi Combo Jakarta-Bogor ... 51
4.6. Analisis Tingkat Kepentingan dan Tingkat Kepuasan (ImportancePerformance Analyis) ... 58
4.7. Keluhan yang Dirasakan Pengguna Flexi Combo Dengan Berlakunya KM N0. 35/2004 Oleh BRTI ... 68
4.8. Perpindahan Pengguna Flexi Combo Ke Provider Lain Akibat Adanya Perketatan KM No. 35/2004 Oleh BRTI ... 69
KESIMPULAN DAN SARAN ... 72
1. Kesimpulan ... 72
2. Saran ... 73
DAFTAR PUSTAKA ... 74
i
ANALISIS SIKAP PENGGUNA FLEXI COMBO DENGAN
BERLAKUNYA KM NO. 35/2004 OLEH BRTI
(STUDI KASUS PENGGUNA FLEXI COMBO
DAERAH BOGOR)
Oleh:
KIKI AMALIA
H24103103
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ii
ANALISIS SIKAP PENGGUNA FLEXI COMBO DENGAN
BERLAKUNYA KM NO. 35/2004 OLEH BRTI
(STUDI KASUS PENGGUNA FLEXI COMBO
DAERAH BOGOR)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Oleh:
KIKI AMALIA
H24103103
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
iii
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN MANAJEMEN
ANALISIS SIKAP PENGGUNA FLEXI COMBO DENGAN BERLAKUNYA KM NO. 35/2004 OLEH BRTI
(STUDI KASUS PENGGUNA FLEXI COMBO DAERAH BOGOR)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI
pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Oleh Kiki Amalia
H24103103
Menyetujui, Mei 2007
Farida Ratna Dewi, SE, MM Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Dr. Ir. Jono Mintarto Munandar, M.Sc. Ketua Departemen
iv ABSTRAK
Kiki Amalia. H24103103. Analisis Sikap Pengguna Flexi Combo dengan Berlakunya KM No. 35/2004 Oleh BRTI (Studi Kasus Pengguna Flexi Combo Daerah Bogor). Di bawah bimbingan Farida Ratna Dewi.
Peningkatan pengguna ponsel tiap tahunnya terus bertambah. Hal ini disebabkan aktivitas masyarakat yang sudah semakin mobile dan merasakan bahwa ponsel sudah menjadi sebuah kebutuhan. Menurut Pohan (2004) komposisi pengguna ponsel dan telepon rumah sekitar 22 juta pengguna ponsel dan 8 juta pengguna telepon rumah. Artinya, peluang pertumbuhan pengguna ponsel baru masih cukup besar di masa mendatang. Teknologi Code Division Multiply Access
(CDMA) menawarkan nilai ekonomis bagi pengguna ponsel dengan tidak mengurangi nilai inti ponsel sebagai alat komunikasi. PT. Telkom mengeluarkan layanan Flexi Combo sebagai solusi bagi pengguna Telkom Flexi yang mobile
dengan basis teknologi CDMA. Awalnya pada pertama kali peluncuran Flexi Combo tahun 2004, layanan Flexi Combo diperkenalkan kepada pengguna Flexi dengan mengharuskan pengguna layanan Flexi Combo datang langsung ke Plasa Telkom untuk mendaftar layanan Flexi Combo danmendapatkan dua kartu tambahan sesuai dengan kode area yang diminta. Sejak bulan Juni 2006, nomor Combo sudah dapat digunakan keseluruh pelosok Indonesia hanya dengan satu kartu RUIM (Removable User Identity Module) atau satu headset ESN (Electronical Serial Number). Ketentuan prosedur pemakaian Flexi Combo tidak lepas dari kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah melalui Keputusan Menteri (KM) No. 35/2004 agar provider CDMA tetap menggunakan jalurnya sebagai jaringan tetap lokal tanpa kabel dengan mobilitas terbatas dibawah naungan BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia). ). PT Telkom dalam laporannya menyebutkan bahwa sejak tanggal 24 November 2006 layanan Flexi untuk di wilayah Jakarta (021) dan Bogor (0251) telah ditata ulang wilayahnya sesuai dengan ketentuan. Sehingga saat ini nomor Flexi Jakarta dengan kode area 021 tidak dapat digunakan lagi di wilayah Bogor dengan kode area 0251 begitu juga sebaliknya. Hal tersebut dilakukan untuk menyesuaikan perketatan KM No. 35/2004 oleh BRTI. (BRTI, 2006).
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui sikap pengguna Flexi Combo Jakarta-Bogor akibat adanya perketatan KM No. 35/2004 oleh BRTI, menganalisis faktor-faktor dominan yang mempengaruhi pengguna Flexi Combo Jakarta-Bogor setelah adanya perketatan KM No. 35/2004 oleh BRTI, mengetahui keluhan-keluhan yang timbul setelah adanya KM No. 35/2004 oleh BRTI, dan menganalisis kemungkinan pengguna Flexi berpindah ke provider lain setelah adanya perketatan KM No. 35/2004 oleh BRTI.
v
KM No. 35/2004 oleh BRTI. Model Multiatribut Fishbein digunakan untuk mengetahui sikap penguna Flexi Combo Jakarta-Bogor akibat adanya perketatan KM No. 35/2004 oleh BRTI sedangkan analisis tabulasi deskriptif digunakan untuk menganalisis keluhan yang timbul dan kemungkinan berpindahnya pengguna Flexi Combo Jakarta-Bogor akibat adanya perketatan KM No. 35/2004 Oleh BRTI. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan program Microsoft Excel 2003 dan SPSS versi 14.0 for windows evaluation version.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap pengguna Flexi Combo Jakarta-Bogor adalah tidak positif (133.76) dengan adanya pemberlakuan Flexi Combo yang sesuai dengan KM No. 35/2004 oleh BRTI. Lima variabel yang dianggap dominan yang mempengaruhi sikap pengguna Flexi dalam penggunaan Flexi Combo yaitu: kejernihan suara, kekuatan sinyal, tarif percakapan dan tarif SMS, kemudahan pemakaian, dan kemudahan registrasi. Keluhan yang paling banyak dirasakan oleh pengguna Flexi Combo adalah kesulitan pengguna Flexi Combo Jakarta-Bogor untuk selalu melakukan registrasi Combo jika harus bergerak ke visiting area (Jakarta/Bogor). Analisis terhadap kemungkinan terjadi
switching (pindah provider) dari Flexi ke provider lain diperoleh hasil bahwa 10 persen (10 orang) dari responden memilih untuk tidak menggunakan Flexi lagi dengan provider yang dipilih adalah IM3 (20 persen), Simpati (15%), dan untuk
vi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 24 Mei 1985. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan H. Ali Arifin Aziz dan Hj. Yayan Suryani.
Penulis menyelesaikan pendidikan di TK AL-GHAZALY Bogor lulus pada tahun 1990, kemudian melanjutkan ke SD AL-GHAZALY Bogor. Pada tahun 1996 penulis melanjutkan pendidikan ke SLTPN 7 Bogor dan melanjutkan pendidikan di SMUN 2 Bogor dan masuk dalam program IPA. Pada tahun 2002, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI di Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat ARROHMAN dan ARROHIM-Nya, skripsi yang berjudul Analisis Sikap Pengguna Flexi Combo dengan Berlakunya KM No. 35/2004 Oleh BRTI, dapat selesai pada waktunya.
Dalam penyusunan skripsi ini banyak pihak-pihak yang membantu baik secara moril maupun materil, secara langsung maupun tidak langsung. Oleh sebab itu. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Mamah dan Bapa tercinta, H. Ali Arifin Aziz dan Hj. Yayan Suryani. Berkat doa, kasih sayang, dukungan, dan motivasi yang diberikan kepada penulis.
2. Ibu Farida Ratna Dewi, SE, MM selaku dosen pembimbing terbaik bagi penulis karena atas kesabaran, kelembutan, masukan, kemudahan, motivasi dan pengertian yang memberikan banyak hal positif yang berarti bagi penulis.
3. Ibu Erlin Trisyulianti, S.TP, Msi selaku dosen penguji penulis. Terima kasih atas saran, kritik dan masukan yang sangat berarti bagi penulis. 4. Bapak Eko Rudi Cahyadi, S. Hut, MM selaku dosen penguji penulis.
Terima Kasih atas saran, kritik dan masukan yang sangat berarti bagi penulis.
5. Bapak Sigit, Bapak Wahyu, Ibu Yulia, Ibu Ika, Bapak Hikmat, Bapak Kudrat, Ibu Hesti, Bapak Fiernard, Bapak Pujo dan seluruh karyawan Telkom Bogor khususnya karyawan Customer Care dan Fixed Wireless Phone yang telah memberikan masukan, informasi, dan dukungan kepada penulis.
viii
7. Rd Gema Bayu Prabawa, terima kasih karena kau telah membuat aku menjadi lebih baik. Kau adalah cahaya saat aku menemukan gelap. Keluarga Kol. Purnawirawan R Hartawa Mulyana terima kasih atas doa dan dukungannya.
8. Okty, Made, Iman, Lia, Erick, Uthie, anak-anak Basmir 40, d’ Pecunz, Pongo’s Family, Timika Lips, Gang tengkorak, out bound call Telkom dan all mene 40 yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Kalian semua adalah keluarga bagiku.
9. Seluruh mene 41 dan 42. Semangat FEM untuk kita semua. FEM bersatu tak bisa dikalahkan.
10.Seluruh karyawan manajemen, Pa Acep, Mas Hadi, Mba Dina, Mas Dedi, Mas Iwan, Mas Yadi, Pa Maman, A mumuh. Skripsi ini tidak akan berjalan lancar tanpa kemudahan yang diberikan kepada penulis.
11.Seluruh pihak yang telah membantu yang tidak mungkin disebutkan satu persatu, tidak berkurang rasa terima kasih yang sebesar-besarnya dari penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik akan menjadi masukan yang berarti bagi penulis. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.
Bogor, Mei 2007
ix DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK... iv
RIWAYAT HIDUP... vi
KATA PENGANTAR... vii
DAFTAR ISI... ix
DAFTAR TABEL... xi
DAFTAR GAMBAR... xii
DAFTAR LAMPIRAN... xiii
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1.Latar Belakang ... 1
1.2.Perumusan Masalah ... 3
1.3.Tujuan Penelitian ... 5
1.4.Manfaat Penelitian ... 5
1.5.Ruang Lingkup Penelitian ... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1. Pemasaran ... 7
2.2. Definisi Jasa ... 7
2.3. Perilaku Konsumen ... 8
2.4. Sikap Konsumen ... 13
2.4.1. Karaketistik Sikap ... 13
2.4.2. Model Tiga Komponen ... 14
2.5. Strategi Pemasaran ... 15
2.6. Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia ... 17
2.7. Keputusan Menteri No. 35/2004 ... 18
2.8. Penelitian Terdahulu ... 19
III. METODOLOGI PENELITIAN ... 21
3.1. Kerangka Pemikiran ... 21
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 23
3.3. Pengumpulan Data ... 23
3.4. Pengambilan Sampel ... 24
3.5. Pengolahan dan Analisis Data ... 25
3.5.1. Uji Kuisioner ... 25
3.5.1.1. Uji Validitas ... 25
3.5.1.2. Uji Reliabilitas ... 26
3.5.2. Analisis Tabulasi Deskriptif ... 27
x
3.5.4. Model Multiatribut Fishbein ... 30
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32
4.1. Gambaran Umum Perusahaan ... 32
4.1.1. Sejarah Umum Perusahaan ... 32
4.1.2. Visi dan Misi Perusahaan ... 33
4.1.3. Budaya Perusahaan ... 34
4.2. Gambaran Produk ... 35
4.2.1. Telkom Flexi ... 35
4.2.2. Flexi Classy ... 39
4.2.3. Flexi Trendy ... 40
4.2.4. Flexi Home ... 42
4.2.5. Flexi Combo ... 43
4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuisioner ... 46
4.3.1. Uji Validitas ... 46
4.3.2. Uji Reliabilitas ... 47
4.4. Karakteristik Responden ... 47
4.5 Sikap Pengguna Flexi Combo Jakarta-Bogor ... 51
4.6. Analisis Tingkat Kepentingan dan Tingkat Kepuasan (ImportancePerformance Analyis) ... 58
4.7. Keluhan yang Dirasakan Pengguna Flexi Combo Dengan Berlakunya KM N0. 35/2004 Oleh BRTI ... 68
4.8. Perpindahan Pengguna Flexi Combo Ke Provider Lain Akibat Adanya Perketatan KM No. 35/2004 Oleh BRTI ... 69
KESIMPULAN DAN SARAN ... 72
1. Kesimpulan ... 72
2. Saran ... 73
DAFTAR PUSTAKA ... 74
xi
DAFTAR TABEL
No Halaman
1. Kemungkinan jawaban skala likert ………. 28
2. Tarif Flexi Classy ………. 40
3. Masa aktif dan tenggang Flexi Trendy ………... 41
4. Tarif Flexi Trendy ……… 42
5. Klasifikasi pengguna Telkom Flexi ………. 48
6. Jenis kelamin responden Flexi Combo Jakarta-Bogor .…………... 49
7. Usia responden Flexi Combo Jakarta-Bogor ……… 49
8. Pendidikan terakhir responden Flexi Combo Jakarta-Bogor ……… 50
9. Pekerjaan responden Flexi Combo Jakarta-Bogor ………... 50
10.Peringkat skor tingkat kepentingan produk Flexi Combo ……….... 53
11.Peringkat skor tingkat kepuasan pengguna Flexi Combo……….… 54
12.Total skor Sikap penguna Flexi Combo……… 55
13.Kriteria intepretasi sikap pengguna Flexi Combo Jakarta-Bogor ………… 56
xii
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Pengambilan keputusan konsumen...……….. 9 2. Proses pengambilan keputusan konsumen...………..…………... 10 3. Kerangka pemikiran penelitian.………... 22 4. Diagram kartesius... 29 5. Pengeluaran pulsa CDMA per bulan pengguna Flexi Combo
Jakarta-Bogor... 51 6. Persentase sikap pengguna Flexi Combo dengan berlakunya KM
No. 35/2004 oleh BRTI...………... 57 7. Perasaan penguna Flexi Combo dengan berlakunya KM No. 35/2004
oleh BRTI ... 57 8. Importance Performace Analysis pengguna Flexi Combo Jakarta-
Bogor... 60 9. Persentase keluhan pengguna Flexi Combo Jakarta-Bogor... 70 10.Alasan tetap menggunakan Flexi... 70 11.Alternatif provider pilihan pengguna Flexi Combo Jakarta-Bogor yang
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Mobilitas masyarakat Indonesia semakin meningkat, peningkatan
mobilitas masyarakat ditandai dengan kecepatan perkembangan teknologi
dan informasi. Informasi dan komunikasi sudah dirasakan sebagai suatu
kebutuhan dalam kehidupan masyarakat sekarang ini. Perkembangan
teknologi komunikasi mengakibatkan masyarakat memilih suatu alat
komunikasi yang mempunyai teknologi tinggi dalam berkomunikasi.
Telepon seluler (ponsel) dipandang sebagai solusi alat komunikasi untuk
masyarakat mobile agar dapat melakukan pertukaran informasi disela aktivitasnya. Menurut Haryanti (2005) perkembangan ponsel yang pesat
disebabkan adanya peningkatan kebutuhan masyarakat yang beragam
sehingga memerlukan dukungan alat komunikasi yang flexibel yang mempunyai mobilitas tinggi dan didukung oleh teknologi informasi yang
cepat. Oleh karena itu, sampai saat ini ponsel dianggap sebagai suatu alat
komunikasi yang memberikan kemudahan bertukar informasi tanpa harus
menghiraukan jarak dan waktu.
Peningkatan pengguna ponsel tiap tahunnya terus bertambah. Hal ini
disebabkan aktivitas masyarakat yang sudah semakin mobile dan merasakan bahwa ponsel sudah menjadi sebuah kebutuhan. Menurut Pohan (2004) dari
sekitar 220 juta penduduk Indonesia, hanya 30 juta di antaranya yang sudah
memiliki telepon. Dengan komposisi sekitar 22 juta pengguna ponsel dan 8
juta pengguna telepon rumah. Angka pengguna ponsel tidak 100 persen tepat
karena ada pengguna ponsel yang mempunyai nomor ponsel lebih dari satu.
Artinya, peluang pertumbuhan pengguna ponsel baru masih cukup besar di
masa mendatang. Melihat perkembangan bisnis yang ada di dunia
komunikasi, PT. Telkom sebagai perusahaan besar yang memegang peran
dalam telekomunikasi pada akhirnya mengeluarkan produk berbasis CDMA
yaitu Telkom Flexi. Teknologi CDMA menawarkan nilai ekonomis bagi
komunikasi. Telkom Flexi diluncurkan pertama kali oleh PT. Telkom Divisi
Regional II pada tanggal 27 Mei 2003 di Plasa Senayan Jakarta. Pelanggan
Telkom Flexi sampai dengan bulan September, sudah mencapai 256.413
hanya untuk pelanggan di Jakarta .(PT. Telkom, 2004).
Persaingan industri sekarang ini tidak lepas dari campur tangan
pemerintah. Adanya campur tangan pemerintah tentang kebijakan akan
telekomunikasi melalui Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI),
menjadikan perusahaan telekomunikasi harus mengikuti tata cara dan
permainan bisnis dalam bersaing. Pemerintah menetapkan Keputusan
Menteri Perhubungan No 35/2004 tentang penyelenggaraan jaringan tetap
lokal tanpa kabel dengan mobilitas terbatas (FWA) yang diawasi oleh BRTI.
(Departemen Perhubungan, 2004).
1.2.Perumusan Masalah
PT. Telkom mengeluarkan layanan Flexi Combo sebagai solusi bagi
pengguna Telkom Flexi yang mobile. Flexi Combo merupakan layanan produk perkembangan dari Flexi Classy (pasca bayar) dan Flexi Trendy
(prabayar). Awalnya pada pertama kali peluncuran Flexi Combo tahun 2004,
layanan Flexi Combo diperkenalkan kepada pengguna Flexi dengan
mengharuskan pengguna layanan Flexi Combo datang langsung ke Plasa
Telkom untuk mendaftar layanan Flexi Combo. Setelah pendaftaran,
pengguna memperoleh dua nomor kartu dengan kode area yang berbeda.
Pengguna Flexi Combo pada saat itu dapat menggunakan Flexi dengan
mengganti kartu nomor kode area pilihannya saat berada di kota dengan
nomor kode area yang sesuai. Sejak bulan Juni 2006, nomor Combo sudah
dapat digunakan keseluruh pelosok Indonesia hanya dengan satu kartu RUIM
(Removable User Identity Module) atau satu headset ESN (Electronical
Serial Number). (PT. Telkom 2007). Pengguna Telkom Flexi dapat
menggunakan Flexi Combo dengan hanya menggunakan satu kartu untuk
memiliki tiga nomor Flexi tentunya dengan nomor kode area yang berbeda.
Sampai dengan bulan September 2006 pengguna Flexi Jakarta-Bogor
masih dapat menggunakan Flexinya secara komuter, artinya pengguna Flexi
melakukan penyesuaian nomor kode area. Akan tetapi petentuan prosedur
pemakaian Flexi tidak lepas dari kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah
melalui Keputusan Menteri (KM) No. 35/2004 agar provider CDMA tetap menggunakan jalurnya sebagai jaringan tetap lokal tanpa kabel dengan
mobilitas terbatas. Melihat hal seperti itu, BRTI melayangkan surat pada
tanggal 7 November 2006 kepada tiga operator secara bersamaan: PT
Telkom (Flexi), PT Indosat (StarOne) dan PT Bakrie Telecom (Esia) sebagai
tindak lanjut atas teguran pertama BRTI soal pelanggaran yang dilakukan
para operator FWA tersebut terhadap KM. 35/2004. BRTI menyatakan
bahwa operator tersebut telah melakukan pelanggaran atas Keputusan
Menteri Perhubungan No. 35 Tahun 2004 dimana dalam Bab II Pasal 3
disebutkan bahwa wilayah layanan penyelenggaraan jaringan tetap lokal
tanpa kabel dengan mobilitas terbatas dibatasi maksimum pada satu kode
area layanan jaringan tetap lokal. (BRTI, 2006).
Akhirnya, perusahaan operator FWA tersebut memberikan surat
pernyataan yang menerangkan bahwa saat ini PT Indosat telah memberikan
layanan FWA (StarOne) sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku
dengan Keputusan Menteri Perhubungan No. 35 tahun 2004 tentang
penyelenggaraan jaringan tetap lokal tanpa kabel dengan mobilitas terbatas
disampaikan kepada BRTI pada tanggal 11 Desember 2006. Sedangkan Surat
Pernyataan Direktur Utama PT Telkom serta Direksi PT Bakrie Telecom
diterima BRTI pada tanggal 12 Desember 2006 kemarin. (BRTI, 2006). PT
Telkom dalam laporannya menyebutkan bahwa sejak tanggal 24 November
2006 layanan Flexi untuk di wilayah Jakarta (021) dan Bogor (0251) telah
ditata ulang wilayahnya sesuai dengan ketentuan. Sehingga saat ini nomor
Flexi Jakarta dengan kode area 021 tidak dapat digunakan lagi di wilayah
Bogor dengan kode area 0251 begitu juga sebaliknya. (BRTI, 2006).
Kenyataannya, adanya penataan ulang wilayah sesuai dengan KM
35/2004 pada penetapan kode area berbeda untuk Jakarta Bogor akan
berpengaruh pada pengguna jalur FWA atau CDMA. Pengguna Telkom
Telkom Flexi kode area Bogor yang memiliki aktivitas pada jam kerja di
wilayah Jakarta harus melakukan registrasi nomor Combo Jakarta begitu
juga sebaliknya dengan jangka waktu aktivasi nomor Combo selama tiga
hari. Kebijakan BRTI untuk memberlakukan kode area berbeda untuk
wilayah Jakarta Bogor tentunya akan mempengaruhi sikap pengguna dalam
menggunakan TelkomFlexi.
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka
permasalahan yang timbul adalah:
1. Bagaimana sikap pengguna Flexi Combo Jakarta-Bogor akibat adanya
perketatan KM No. 35/ 2004 oleh BRTI?
2. Faktor-faktor dominan apakah yang mempengaruhi sikap pengguna Flexi
Combo setelah perketatan KM No. 35/ 2004 oleh BRTI?
3. Keluhan-keluhan apakah yang timbul dengan adanya pemberlakuan Flexi
Combo Jakarta-Bogor setelah adanya perketatan KM No. 35/2004
terhadap fasilitas Flexi Combo bagi pengguna Telkom Flexi?
4. Apakah dengan adanya perketatan tentang KM No. 35/2004 oleh BRTI,
pengguna akan berpindah?
1.3.Tujuan Penelitian
1. Mengetahui sikap pengguna Flexi Combo Jakarta-Bogor akibat adanya
perketatan KM No. 35/ 2004 oleh BRTI.
2. Menganalisis faktor-faktor dominan yang mempengaruhi sikap pengguna
Flexi Combo Jakarta-Bogor setelah adanya perketatan KM No. 35/ 2004
oleh BRTI.
3. Menganalisis keluhan-keluhan yang timbul dengan adanya pemberlakuan
Flexi Combo Jakarta-Bogor setelah adanya perketatan KM No. 35/2004.
4. Menganalisis kemungkinan pengguna Telkom Flexi akan berpindah ke
provider lain setelah adanya perketatan KM No. 35/2004 oleh BRTI.
1.4.Manfaat Penelitian
1. Perusahaan, sebagai bahan masukan dalam mengetahui sikap pengguna
Flexi Combo sebagai suatu layanan dari Telkom Flexi setelah adanya
pemberlakuan nomor Jakarta Bogor yang berbeda karena adanya
2. Peneliti, membandingkan teori dengan dunia nyata.
3. Kalangan Akademis, sebagai data dasar bagi para peneliti dalam
bidangnya dan untuk pengembangan IPTEK.
4. Masyarakat, sebagai tambahan pengetahuan tentang marketing pada umumnya dan sikap pengguna Flexi Combo karena berlakunya KM No.
35/2004 oleh BRTI pada khususnya.
1.5.Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian difokuskan pada pengguna Flexi baik Flexi
Trendy ataupun Flexi Classy yang sedang menggunakan ataupun yang
pernah menggunakan layanan Flexi Combo. Responden adalah pengguna
Flexi yang sedang berada pada wilayah atau kode area Bogor baik yang
menggunakan Flexi Combo sebagai home area maupun visiting area, sudah berlangganan Flexi selama satu tahun, sudah merasakan layanan Flexi
Jakarta-Bogor komuter Jakarta-Bogor, dan sudah pernah menggunakan
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Pemasaran
Menurut The Charted Institute of Marketing dalam Flecther (2002) pemasaran adalah proses manajemen yang berkaitan dengan
mengidentifikasi, mengantisipasi dan memuaskan permintaan konsumen
secara menguntungkan. Sedangkan menurut Alma (1999) pemasaran adalah
kegiatan menyalurkan barang dan jasa dari produsen ke konsumen yang
memenuhi kebutuhan (needs) dan keinginan (wants) dari konsumen secara
memuaskan.
Menurut Kotler (2002) pemasaran adalah suatu proses sosial dan
manajerial yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok untuk memperoleh
apa yang dibutuhkan dan diinginkan dengan menciptakan, menawarkan dan
secara bebas menukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Kegiatan
pemasaran dibedakan menjadi kegiatan pemasaran barang dan kegiatan
pemasaran jasa. Pada dasarnya, kegiatan pemasaran tersebut sama saja yang
membedakan adalah karakteristik dari barang dan jasa tersebut.
2.2.Definisi Jasa
Menurut Lovelock (2005), jasa adalah tindakan atau kinerja yang
menciptakan manfaat bagi pelanggan dengan mewujudkan perubahan yang
diinginkan dalam diri atau atas nama penerima. Walaupun jasa sering
melibatkan elemen berwujud, seperti kursi di pesawat terbang, SIMCard
untuk perusahaan operator seluler, makanan, atau barang yang diperbaiki,
kinerja jasa sendiri bersifat tidak berwujud atau intangible yaitu sesuatu yang dialami dan tidak dapat disentuh atau disimpan.
Jasa adalah proses, dimana jasa dipandang sebagai jasa tertentu yang
terdiri dari banyaknya kegiatan belakang layar dan kegiatan depan layar yang
berhubungan langsung dengan pelanggan. Tujuan dari interaksi tersebut
adalah untuk memuaskan beberapa kebutuhan dan keinginan dari pelanggan,
dalam rangka untuk memenuhi harapan pelanggan dan memberikan nilai
Menurut Kotler (1997) jasa dapat dibedakan menjadi empat macam,
yaitu:
1. Barang berwujud disertai jasa yang terdiri dari barang berwujud
disertai dengan satu atau lebih jasa untuk mempertinggi daya beli
pelanggan.
2. Jasa campuran yang terdiri dari barang dan jasa dengan proporsi
sama.
3. Jasa utama yang disertai barang dan jasa tambahan dan barang
pelengkap.
4. Jasa murni yang terdiri dari jasa seseorang.
Sementara itu Lovelock (1995) menyatakan seven generic fend to distinguish services marketing from goods marketing, these are:
• Nature of the product
• Greater involvement of customers in the production process
• People as part of the product
• Greater difficulties in maintaining quality control standards
• Relative importance of time factor
• Structure of distribution channels.
Gaspersz (1997) mendefinisikan jasa sebagai suatu hasil yang
diciptakan melalui aktivitas dalam keterkaitan diantara pemasok dan
pelanggan melalui aktivitas internal pemasok dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan pelanggan. Dengan kata lain jasa merupakan sebuah produk yang
dikonsumsi oleh konsumen, hal ini dapat berupa jasa murni ataupun jasa
yang dikonsumsi dengan barang fisik.
2.3.Perilaku Konsumen
Definisi-definisi tentang perilaku konsumen:
a. Schiffman dan Kanuk (1994), perilaku konsumen diartikan sebagai
perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli,
menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa yang
mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka.
menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang
mendahuluinya.
c. Sumarwan (2004) perilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan,
serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat
sebelum membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah
melakukan hal-hal diatas atau kegiatan mengevaluasi.
d. Peter dan Olson (2005) perilaku konsumen adalah dinamis karena
pemikiran, perasaaan, dan tindakan konsumen individu, target konsumen
organisasi dalam masyarakat berubah dengan konstan.
e. The American Marketing Association dalam Peter dan Olson (2005) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai interaksi dinamis dari
pengaruh dan kesadaran, tingkah laku dan lingkungan dimana tingkah
laku manusia (mahluk hidup) merubah aspek kehidupannya.
Menurut Engel et all (1993) perilaku konsumen dalam mengambil sebuah keputusan untuk menggunakan suatu produk mengalami berbagai
macam tahapan terhadap produk. Gambar 1 menjelaskan tentang model
Gambar 1. Pengambilan keputusan konsumen
Lebih jelasnya lagi, Schiffman dan Kanuk (1994) mengemukakan
model keputusan konsumen pada proses pengambilan keputusan konsumen
ini dapat dijelaskan pada Gambar 2.
Pengaruh Lingkungan 1. Budaya 2. Kelas Sosial 3. Pengaruh pribadi
4. Keluarga 5. Situasi
Perbedaaan Individu 1. Sumber Daya
konsumen 2.Motivasi&
keterlibatan 3. Pengaruh sikap
4. Kepribadian, gaya hidup 5. Demografi
Proses Keputusan
Pencarian kebutuhan
Pencarian informasi
Evaluasi Alternatif
Pembelian
Proses Psikologi
1. Pengolahan 2. Informasi 3. Pembelajaran
4. Perubahan 5. Sikap Perilaku
Input
Consumer Dicision Making
Proses
Post decision behavior
Output
[image:33.612.132.534.73.572.2]
Gambar 2. Proses pengambilan keputusan konsumen (Schiffman dan Kanuk, 1994)
Eksternal Influences Firm’s Marketing Efforts
1. Product 2. Promotion 3. Price 4. Channels of
distribution
Sosiocultural Environment: 1. Family
2. Informal courses 3. Other non
commercial sources 4. Social class
5. Subculture dan culture
Need recognition
Prepurchase search
Evaluation of alternatives
Physicological Field
1. Motivation 2. Perception 3. Learning 4. Personality 5. Attitudes
Experience
Purchase 1. Trial 2. Repeat
purchase
Model pengambilan keputusan konsumen pada Gambar 2.
menggambarkan suatu model yang sederhana dari proses keputusan yang
mencerminkan kognitif atau pemecahan masalah konsumen dan memiliki
tiga komponen utama, yaitu:
1. Input, komponen input dari pengambilan keputusan menggambarkan pengaruh luar yang disajikan sebagai sumber atas informasi tentang
produk dan pengaruh konsumen dalam kaitannya dengan nilai, tingkah
laku, dan perilaku. Faktor yang mempengaruhinya adalah aktivitas
bauran pemasaran perusahaan dan pengaruh sosial budaya dan juga
pengaruh pemerintah.
2. Proses, komponen proses menyangkut tentang bagaimana melakukan
sebuah keputusan. Untuk mengerti proses ini, kita harus
mempertimbangkan tentang konsep psikologis. Cakupan psikologis
menggambarkan pengaruh internal (motivasi, persepsi, pembelajaran,
personality dan tingkah laku) yang mengakibatkan proses keputusan
konsumen. Proses keputusan konsumen yang dipengaruhi tentang apa
yang mereka butuhkan dan inginkan
3. Output, bagian output dari model pengambilan keputusan konsumen fokus pada dua jenis aktivitas yang sangat erat yaitu purchase behavior
(perilaku pembelian) dan post purchase evaluation (evaluasi setelah pembelian).
Perilaku konsumen dalam kenyataannya merupakan bentuk nyata dari
pribadi seseorang dalam melakukan proses konsumsi. Oleh karena itu, studi
perilaku konsumen sangat membantu pemasar, perusahaan, dan lembaga
perlindungan dalam melakukan pendekatan dengan konsumen. Perusahaan
menempatkan diri sebagai konsumen bukan sebagai lembaga atau
perusahaan. Dengan kata lain, perilaku konsumen termasuk pemikiran dan
pengalaman perasaan seseorang dengan tindakan dalam suatu proses
konsumsi. Termasuk semua hal dalam lingkungan yang mempengaruhi
pemikiran, perasaan dan tindakan.
Secara sederhana perilaku konsumen menggambarkan tentang apa
(why they buy it?), kapan mereka membelinya? (when they buy it?), di mana
mereka membelinya? (where they buy it?), berapa sering mereka
membelinya? (how often they buy it?), berapa sering mereka
menggunakannya? (how often they use it?). (Schiffman dan Kanuk, 1994).
2.4.Sikap Konsumen
Sikap adalah ungkapan perasaan konsumen tentang suatu objek
apakah disukai atau tidak disukai. Sikap juga bisa menggambarkan
kepercayaan konsumen terhadap berbagai atribut atau faktor dan manfaat
dari objek tersebut. (Sumarwan, 2004). Schiffman dan Kanuk (1994)
mengartikan sikap sebagai berikut ”attitudes are an expression of inner feelings that reflect whether a person is favorably or unfavorably predisposed to some object (e.g., a brand, a service)”, selanjutnya mereka mengemukakan bahwa “an attitude is a learned predisposition to behave in a consistently favorable or unfavorable way with respect to a given object” . Engel et all (1993) mendefinisikan sikap sebagai evaluasi menyeluruh. Sedangkan intensitas, dukungan, dan kepercayaan adalah sifat penting dari
sikap. Peter dan Olson (2005) menuliskan ”we define attitudes as a person’s overall evaluation of a concept”. Maka dapat disimpulkan bahwa sikap merupakan wujud nyata dari perasaan dan kepercayaan dalam diri konsumen
terhadap suatu produk.
2.4.1.Karakteristik Sikap
Sumarwan (2004) menjelaskan karakteristik dari sikap dapat
dibedakan menjadi delapan ciri khas yaitu:
1. Sikap memiliki objek, sikap konsumen harus terkait dengan objek.
Objek tersebut bisa terkait dengan berbagai konsep konsumsi dari
pemasaran seperti produk, merek, iklan, harga, kemasan,
penggunaan, media, atau sebagainya.
2. Konsistensi sikap, sikap adalah gambaran perasaan dari seorang
konsumen. Perasaan tersebut akan direfleksikan oleh perilakunya,
3. Sikap positif, negatif, dan netral. Sikap yang memiliki dimensi
positif, negatif, dan netral disebut sebagai karakteristik valance
dari sikap.
4. Intensitas sikap, ketika konsumen menyatakan derajat kesukaannya
terhadap suatu produk, maka ia akan mengungkapkan intensitas
sikapnya. Intensitas sikap disebut juga sebagai karakteristik
extrimity dari sikap.
5. Resistensi sikap (Resistance), resistensi adalah seberap besar sikap
seseorang konsumen bisa berubah. Sikap seorang konsumen dalam
memeluk agamanya mungkin memiliki resistensi yang tinggi untuk
berubah begitu juga sebaliknya.
6. Persistensi sikap (Persistence), persistensi sikap adalah
karakteristik sikap yang menggambarkan bahwa sikap akan
berubah karena berlalunya waktu.
7. Keyakinan sikap (Confidence), keyakinan adalah kepercayaan
konsumen mengenai sikap yang dimilikinya.
8. Sikap dan situasi, sikap seseorang terhadap suatu obyek seringkali
muncul dalam konteks situasi. Ini artinya situasi akan
mempengaruhi sikap konsumen terhadap suatu objek.
2.4.2.Model Tiga Komponen
Menurut Solomon dalam Sumarwan (2004) model tiga komponen dikenal dengan Model Sikap ABC, A menyatakan sikap
(affect), B menyatakan perilaku (behavior), dan C adalah kepercayaan
(cognitive). Sikap menyatakan perasaan sesorang terhadap suatu objek
sikap. Perilaku adalah kecenderungan seseorang untuk melakukan
sesuatu, sedangkan kognitif adalah kepercayaan seseorang terhadap
objek sikap.
Sedangkan model tiga komponen menurut Schiffman dan
1. Komponen Kognitif
Komponen kognitif dari sikap menggambarkan
pengetahuan dan persepsi terhadap suatu objek sikap. Pengetahuan
dan persepsi tersebut diperoleh melalui pengalaman langsung dari
objek sikap tersebut dan informasi dari berbagai sumber lainnya.
Pada dasarnya, komponen kognitif merupakan pengetahuan
individu yang dipengaruhi oleh pengetahuan akan informasi
produk seperti; iklan, brosur, papan iklan, dll.
2. Komponen Afektif
Afektif menggambarkan perasaan dan emosi seseorang
terhadap suatu produk atau merek. Perasaan dan emosi tersebut
merupakan evaluasi menyeluruh terhadap objek sikap (produk atau
merek). Komponen afektif akan menyebabkan konsumen memiliki
penilaian tehadap produk, apakah produk dinilai baik atau buruk
atau dinilai disukai atau tidak disukai.
3. Komponen Konatif
Konatif menggambarkan kecenderungan dari seseorang
untuk melakukan tindakan tertentu yang berkaitan dengan objek
sikap (produk atau merek tertentu). Konatif juga bisa meliputi
perilaku yang sesungguhnya terjadi.
2.5.Strategi Pemasaran
Menurut Walker et all (1992) The primary purpose of a marketing strategy is to effectively allocate and coordinate marketing resources and activities to accomplish the firms objectives within a specific product market.
Pada dasarnya stategi pemasaran yang digunakan oleh suatu perusahaan
untuk dapat berkompetisi dengan pesaing.
Strategi pemasaran yang digunakan adalah bauran pemasaran pada
perusahaan jasa. Bauran pemasaran melibatkan seluruh komponen yang ada
dalam produk yang akan ditawarkan. Bauran pemasaran yang ditawarkan
perusahaan jasa cenderung memberikan nilai lebih dengan tujuan untuk
mencapai harapan yang diharapkan konsumen atau pelanggan atas produk
Menurut Lovelock (2005), sifat jasa yang melibatkan berbagai aspek
keterlibatan pelanggan dalam produksi dan pentingnya faktor waktu,
membutuhkan unsur strategis lainnya. Model 8P digunakan sebagai variabel
keputusan bagi manajer perusahaan jasa. Kedelapan variabel tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Product (elemen produk), merupakan semua komponen kinerja jasa yang menciptakan nilai bagi pelanggan.
2. Place and Time (tempat dan waktu), sebagi keputusan manajemen tentang kapan, di mana, dan bagaimana menyampaikan jasa kepada
pelanggan.
3. Process (proses), yaitu metode pengoperasian atau serangkaian tindakan tertentu yang umumnya berupa langkah-langkah yang diperlukan dalam
suatu urutan yang telah ditetapkan.
4. Productivity and quality (produktivitas dan kualitas), produktivitas dipandang tentang seberapa efisien pengubahan input jasa menjadi
output yang menambah nilai bagi pelanggan. Sedangkan kualitas
dipandang sebagai sejauh mana jasa memuaskan pelanggan dengan
memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan mereka.
5. People (orang), yaitu karyawan terkadang pelanggan lain yang terlibat dalam proses produksi.
6. Promotion and education (promosi dan edukasi), yaitu semua aktivitas dan alat yang menggugah komunikasi yang dirancang untuk
membangun preferensi pelanggan terhadap jasa dan penyedia jasa
tertentu.
7. Bukti fisik, merupakan petunjuk visual atau berwujud lainnya yang memberi bukti atas kualitas jasa.
8. Price and another service cost (harga dan biaya jasa lainnya), pengeluaran uang, waktu dan usaha oleh pelanggan untuk membeli dan
2.6.Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia
BRTI disahkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000
tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi, Keputusan Menteri Nomor 20
Tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Jaringan, Keputusan Menteri No 21
Tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Jasa, dan Peraturan Pemerintah Nomor
5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha
tidak Sehat, dan pada akhirnya pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri
Perhubungan NO. 31/2003 tentang penetapan Badan Regulasi
Telekomunikasi Indonesia pada tanggal 11 Juli 2003. (BRTI, 2006).
BRTI adalah suatu lembaga yang didirikan pemerintah untuk
mengawasi persaingan dalam bidang telekomunikasi dan sebagai badan
perlindungan dari usaha monopoli pada perusahaan telekomunikasi. Pada
tanggal 11 Juli 2003 akhirnya pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri
Perhubungan No. 31/2003 tentang penetapan Badan Regulasi
Telekomunikasi Indonesia yang dikenal sebagai BRTI. (BRTI, 2006). BRTI
adalah terjemahan IRB versi pemerintah yang diharapkan pada akhirnya
menjadi suatu Badan Regulasi yang ideal. Sementara itu, BRTI memiliki
fungsi dan wewenang yang telah ditetapkan. BRTI memiliki fungsi dan
wewenang yang sesuai dengan KM 31/2004, fungsi dan wewenang tersebut
dijabarkan sebagai berikut (BRTI, 2006):
a. Pengaturan, meliputi penyusunan dan penetapan ketentuan
penyelenggara jaringan telekomunikasi dan penyelenggara jasa
telekomunikasi, yaitu:
1. Perizinan penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan
penyelenggaraan jasa telekomunikasi;
2. Standar kinerja operasi;
3. Standar kualitas layanan;
4. Biaya interkoneksi;
5. Standar alat dan perangkat telekomunikasi.
b. Pengawasan terhadap penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan
1. Kinerja operasi;
2. Persaingan usaha;
3. Penggunaan alat dan perangkat telekomunikasi.
c. Pengendalian terhadap penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan
penyelenggaraan jasa telekomunikasi, yaitu :
1. Penyelesaian perselisihan antar penyelenggara jaringan
telekomunikasi dan penyelenggara jasa telekomunikasi;
2. Penggunaan alat dan perangkat telekomunikasi;
3. Penerapan standar kualitas layanan.
Sementara itu, fungsi BRTI yang sesuai dengan KM 67/2003 adalah
sebagai berikut (BRTI, 2006): • Fungsi Pengaturan
1. Menyusun dan menetapkan ketentuan tentang perizinan jaringan dan
jasa telekomunikasi yang dikompetisikan sesuai Kebijakan Menteri
Perhubungan.
2. Menyusun dan menetapkan ketentuan tentang standar kinerja operasi
penggunaan jaringan dan jasa telekomunikasi.
3. Menyusun dan menetapkan ketentuan tentang biaya interkoneksi.
4. Menyusun dan menetapkan ketentuan tentang standardisasi alat dan
perangkat telekomunikasi. • Fungsi Pengawasan
1. Mengawasi kinerja operasi penyelenggaraan jasa dan jaringan
telekomunikasi yang dikompetisikan.
2. Mengawasi persaingan usaha penyelenggaraan jasa dan jaringan
telekomunikasi yang dikompetisikan.
3. Mengawasi penggunaan alat dan perangkat penyelenggaraan jasa dan
jaringan telekomunikasi yang dikompetisikan. • Fungsi Pengendalian
1. Memfasilitasi penyelesaian perselisihan.
2.7.Keputusan Menteri No. 35/2004
Keputusan Menteri No. 35/2004 menetapkan tentang
penyelenggaraan jaringan tetap lokal tanpa kabel dengan mobilitas terbatas.
Tentunya hal ini berkaitan dengan jaringan yang dipakai oleh seluruh
provider FWA (Fixed Wireless Access) atau yang lebih dikenal sebagai CDMA. Dalam hal ini, keputusan menteri ini mengungkapkan tentang
ketentuan umum, penyelenggaraan, tarif, biaya interkoneksi dan biaya hak
penggunaan frekuensi, ketentuan peralihan, dan ketentuan penutup. Pada
dasarnya KM No. 35/2004 ini mengatur tata cara dan peraturan untuk
penyelenggara jaringan CDMA.
Perketatan Kepmen No. 35/2004 yang dilakukan oleh BRTI sebagai
Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia atas penentuannya untuk
memberlakuan kode area pada daerah Jakarta-Bogor yang berbeda.
Perketatan KM 35/2004 yang dipertegas oleh BRTI berdasarkan Bab II Pasal
3, berisi bahwa wilayah layanan penyelenggaraan jaringan tetap lokal tanpa
kabel dengan mobilitas terbatas dibatasi maksimum pada satu kode area
layanan jaringan tetap lokal. Berikut adalah isi Bab II Pasal 3, KM No.
35/2004 (Pos dan Telekomunikasi Indonesia, 2004):
(1). Wilayah penyelenggara jaringan tetap lokal tanpa kabel dengan
mobilitas terbatas dibatasi maksimum pada satu kode area layanan
jaringan tetap lokal.
(2). Wilayah kode area jaringan tetap lokal tanpa kabel dengan mobilitas
terbatas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sama dengan wilayah
penomoran jaringan tetap lokal yang berlaku berdasarkan rencana
dasar teknis sesuai ketentuan yang telah berlaku.
Dalam penelitian ini tidak akan dibahas tentang peraturan yang ada,
akan tetapi pada penelitian ini akan diteliti tentang dampak keputusan
tersebut terhadap sikap pengguna layanan jaringan tetap lokal dengan
2.8.Penelitian Terdahulu
Penelitian Oktawirawan (2004) dengan judul ”Analisis Sikap
Konsumen SimCard Telepon Genggam di Kota Bogor” meneliti sikap konsumen terhadap atribut-atribut produk simcard Kartu halo, Mentari, Simpati, Pro Xl, dan IM3. Dalam penelitian tersebut dinyatakan bahwa
Simpati merupakan sim card yang mendapatkan jumlah tertinggi pada top of mind dan jumlah pemakaiannya. Simpati juga mendapatkan nilai sikap dari responden yang paling tinggi yaitu sebesar 125,37 dengan menilai luasnya
jaringan sebagai atribut yang nilainya paling tinggi yaitu sebesar 4,37.
Sedangkan sikap Fishbein produk Mentari masuk kedalam kategori
biasa-biasa saja dengan luasnya jaringan dan fasilitas SMS yang menjadi atribut
yang tinggi dinilai baik oleh pengguna Mentari. Sementara itu, Pro Xl juga
merupakan salah satu sim card yang banyak digunakan oleh masyarakat sekarang ini. Berdasarkan penelitian tersebut sikap pengguna Pro Xl dalam
model Fishbein masuk kedalam kategori biasa-biasa saja atau netral. Atribut
yang dinilai paling tinggi adalah kejernihan suara yaitu sebesar 19,531.
sedangkan IM3 yang pada saat itu masih dikenal baru, mendapatkan nilai
sikap model Fishbein yang cukup besar dan masuk dalam kategori netral.
Dengan atribut fasilitas SMS yang memiliki skor paling tinggi dibandingkan
atribut yang lain yaitu sebesar 4,1.
Penelitian Fitriani (2004) dengan judul ”Analisis Perilaku Konsumen
Sebagai Respon Dari Strategi Pemasaran Produk Telkom Flexi PT. Telkom,
Tbk”. meneliti tentang perilaku konsumen dalam menilai Telkom Flexi
berdasarkan strategi pemasaran yang telah dilakukan perusahaan. Dalam
penelitian ini, dinyatakan bahwa responden cenderung memilih sim card
CDMA dengan persentase 87,23%. Dengan alasan utama yang mendasari
pilihan tersebut adalah tarif yang digunakan lebih murah dan kejernihan
suara saat melakukan komunikasi dengan persentase sebanyak 37% dan
32%. Pada penelitian ini, responden yang menyatakan sangat puas sebesar
14,89%, cukup puas sebesar 25,53%, dan tidak puas sebesar 10,64%. Dalam
penelitian ini, alasan responden tidak puas karena banyaknya blank spot
ini, dapat disimpulkan bahwa persepsi konsumen terhadap Telkom Flexi
baik. Hal ini dinyatakan dalam ketertarikan responden akan iklan Telkom
Flexi dibandingkan iklan produk lain yang mencapai 56,52%. Respon
konsumen Telkom Flexi mengenai kejernihan suara saat berkomunikasi
dibanding dengan sim card pesaing sebesar 27,66%. Artinya, sim card
pesaing lebih jernih jika dibandingkan dengan Telkom Flexi.
Penelitian dilakukan untuk mengetahui sikap pengguna Telkom Flexi
yang menggunakan layanan Flexi Combo karena adanya perbedaan kode
area Jakarta-Bogor akan perketatan KM No. 35/ 2004 pada Bab II pasal 3
dibawah pengawasan BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia).
Dalam penelitian ini tidak dianalisis tentang perilaku pengguna Flexi
III.
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.Kerangka Pemikiran
Kebijakan tentang penetapan jaringan tetap lokal tanpa kabel dengan
mobilitas terbatas atau yang dikenal dengan jaringan CDMA, melalui
Keputusan Menteri (KM) No. 35/ 2004 yang diawasi dan diperketat oleh
BRTI kepada seluruh perusahaan provider CDMA termasuk Telkom Flexi dari PT. Telkom, Esia dari Bakrie Telecom, dan StarOne dari PT. Indosat
melalui pelayangan surat kepada perusahaan tersebut untuk tetap mematuhi
peraturan yang ditetapkan.
PT. Telkom termasuk kedalam perusahaan telekomunikasi terbesar di
Indonesia yang juga merupakan perusahaan yang mengeluarkan produk
Telkom Flexi dengan menggunakan jaringan CDMA. Dalam meningkatkan
pelayanannya, produk Telkom Flexi dikembangkan sehingga menghasilkan
suatu layanan fasilitas Flexi Combo. Flexi Combo merupakan fasilitas yang
ditawarkan oleh PT. Telkom untuk para pelanggan Telkom Flexi yang
flexibel dan memiliki mobilitas yang luas dalam beraktivitas keseluruh pelosok Indonesia. Ironisnya, sebuah badan naungan telekomunikasi
Indonesia (BRTI) memperketat KM No. 35/2004 yang menetapkan
perbedaan kode area untuk tiap kota. Perketatan KM No. 35/2004 berimbas
pada penggunaan Flexi di wilayah Jabodetabek dan juga daerah lain yang
memiliki kode area berbeda tetapi memiliki jarak yang berdekatan.
Pemberlakuan terhadap Flexi Combo dinilai sudah sesuai oleh pihak
PT. Telkom akan ketetapan yang diberlakukan pemerintah karena secara
teknis pengguna harus mengikuti prosedur tertentu untuk dapat terus
menggunakan Telkom Flexi keseluruh pelosok Indonesia. Namun, karena
padatnya wilayah dan pembagian kota yang begitu banyak menyulitkan
pengguna Telkom Flexi khususnya oleh pengguna yang berada pada daerah
persimpangan antara dua kota. Keputusan Menteri No. 35/2004 sedikit
banyak mempengaruhi sikap pengguna Telkom Flexi dalam mengambil
kota dan memiliki aktivitas sehari-hari dalam dua kota tersebut merasa
direpotkan dengan adanya perketatan terhadap pemberlakuan kode area Flexi
Combo akhir-akhir ini yang tentunya dilatarbelakangi oleh adanya
pengawasan yang ketat dari BRTI. Seperti contohnya, pengguna Telkom
Flexi yang memiliki nomor Bogor dan memiliki aktivitas bekerja di Jakarta
ataupun sebaliknya. Sebelum adanya pengawasan yang ketat dari BRTI,
pengguna Telkom Flexi di wilayah Jabodetabek tidak harus melakukan
regristrasi nomor tujuan pada wilayah Jabodetabek yang akan dituju. Dengan
adanya pengawasan dan pemberlakuan terhadap jaringan tetap lokal tanpa
kabel yang diperketat sedikit banyak merubah sikap pengguna Telkom Flexi.
Perubahan sikap pengguna Telkom Flexi akan memberikan dampak pada PT.
[image:45.612.194.508.333.670.2]Telkom itu sendiri. Bagan alur pemikiran dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Kerangka pemikiran penelitian
PT. Telkom Divisi Regional II Bogor
Pemberlakuan Flexi Combo
Sikap Pengguna Telkom Flexi
Dampak pengawasan BRTI terhadap sikap pengguna Telkom Flexi Sikap
Penggunaan
sikap terhadap
provider lain Keputusan Menteri
No. 35/2004 yang diperketat oleh BRTI pada bulan Desember
3.2.Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di PT. Telkom Divisi Regional II Bogor yang
berlokasi di Jl. Pajajaran no. 37 Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan
Januari 2007 s/d April 2007.
3.3.Pengumpulan Data
Data penelitian terdiri dari data primer dan data sekunder. Data
primer didapatkan dari penelitian langsung dilapangan dan data sekunder
didapatkan dari studi literatur yang ada. Data tersebut diperoleh dengan
beberapa cara, yaitu:
1.Penelitian Lapangan
Pengambilan data dilakukan melalui penyebaran kuisioner,
wawancara, dan pengamatan langsung kepada pengguna Telkom Flexi
yang menggunakan layanan Flexi Combo diwilayah Bogor. Cara ini
digunakan untuk memperoleh data primer. Pengumpulan data dilakukan
dengan menggunakan instrumen penelitian yaitu kuisioner yang diberikan
kepada responden. Responden yang dipilih sesuai dengan pertimbangan
peneliti. Pemberian kuisioner kepada responden dilakukan secara
langsung. Hal ini diharapkan agar peneliti lebih dekat dan dapat
membimbing responden dalam mengisi kuisioner. Kuisioner yang
diberikan kepada responden disajikan dalam tiga format pertanyaan, yaitu:
a. Closed Open Question, yaitu format pertanyaan yang jawabannya sudah ditentukan kemudian disusul dengan pertanyaan terbuka
dimana responden bebas menjawab sesuai dengan yang ada
difikirannya.
b. Closed Ended Question, yaitu format pertanyaan yang jawabannya sudah ditentukan terlebih dahulu dan responden tidak diberi
kesempatan diberikan kesempatan memberikan jawaban lain.
c. Open Ended Question, yaitu format jawaban yang jawabannya ditentukan pada pemikiran responden. Responden bebas menjawab
2. Penelitian Kepustakaan
Penelitian kepustakaan dilakukan untuk mendapatkan data
sekunder. Studi kepustakaan dilakukan melalui pengumpulan data dari
buku-buku, internet, hasil-hasil penelitian terdahulu, serta data perusahaan
yang dipublikasikan.
3.4.Pengambilan Sampel
Penentuan jumlah contoh minimal berdasarkan populasi yang
diketahui jumlahnya, dapat dilakukan dengan menggunakan rumus Slovin
(Umar, 2005). Populasi dari penelitian ini adalah pengguna Telkom Flexi
baik pengguna pascabayar ataupun prabayar di PT. Telkom Bogor pada
tahun 2006 berjumlah 12.404 orang dimana nominal tersebut merupakan
akumulasi dari pengguna pascabayar dan prabayar Telkom Flexi. Menurut
Umar (2005), untuk menentukan jumlah sampel yang diambil, dapat
digunakan dengan rumus Slovin sebagai berikut:
N n =
1 + N . e² Dimana:
n = jumlah contoh minimal
N = jumlah Populasi
e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel
yang ditolerir atau diinginkan. Dalam penelitian ini kelonggaran
ketidaktelitian yang diambil sebesar 10%
Berdasarkan rumus Slovin, maka jumlah sampel yang diambil dalam
penelitian ini sebesar 99.2 atau dapat dibulatkan menjadi 100 responden
dengan tingkat kesalahan yang diinginkan sebesar 10 persen.
Dalam penelitian ini, diberlakukan teknik purposive sampling
(pertimbangan tertentu) dengan responden yang terpilih. Responden adalah
pengguna Flexi Combo Jakarta-Bogor yang melakukan kunjungan di Plasa
Telkom Bogor dan telah menggunakan Flexi sebelum dan setelah adanya
perketatan KM No. 35/2004 oleh BRTI. Pengambilan contoh dilakukan
dengan sengaja kepada pengguna Flexi dengan menyebarkan kuisioner untuk
memiliki aktivitas di Bogor ataupun sebaliknya). Responden adalah
pengguna Telkom Flexi yang melakukan kunjungan di Plasa Telkom Bogor
yang berada di Jalan Pajajaran No. 37 Bogor.
3.5.Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data dilakukan sebagai langkah awal dalam penelitian ini.
Pengolahan data dilakukan dengan bantuan program Microsoft Excel 2003
dan SPSS versi 14.0 for windows evaluation version untuk mengolah hasil perhitungan data yang diperoleh. Setelah itu data diinterpretasikan secara
deskriptif.
3.5.1. Uji Kuisioner
Dalam penelitian ini, uji validitas dan uji reliabitas dilakukan
untuk menguji kuisioner sebagai data primer. Uji kuisioner dilakukan
pada 30 responden.
1.Uji Validitas
Kuisioner yang disebarkan diuji dengan uji validitas. Uji
validitas dilakukan dengan tujuan sebagai petunjuk tentang sejauh
mana suatu alat pengukur (instrumen) mengukur apa yang ingin
diukur. Kuisioner dapat dikatakan valid (sah) jika memiliki
butir-butir pertanyaan kuisioner yang saling berhubungan dengan
konsep-konsep yang diinginkan. Apabila ada pertanyaan yang
tidak berhubungan, berarti pertanyaan tersebut tidak valid (tidak
sah) yang kemudian akan diganti ataupun dihilangkan dengan
konsep pertanyaan lain yang valid (sah). Rumus yang digunakan
dalam uji validitas ini adalah teknik korelasi Product Moment
sebagai berikut (Umar, 2005):
N ( ∑XY ) − ( ∑X ∑Y ) r =
Dimana:
r = koefisien validitas yang dicari
N = jumlah responden
X = skor masing-masing pertanyaan X
Y = skor masing-masing pertanyaan Y
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah suatu indeks yang menunjukkan
sejauhmana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat
diandalkan. Suatu kuisioner dianggap andal, jika jawaban
responden terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari
waktu ke waktu. Pengujian reliabilitas dianalisis dengan
menggunakan teknik Cronbach’s Alpha, dengan rumus berikut
(Umar, 2005):
k ∑δ²
r =
[
]
[
1 −]
k -1 δi²dengan rumus varians yang digunakan:
∑χ² {(∑χ)²/n} δ² =
n
Dimana:
r = reliabilitas instrumen
k = banyak butir pertanyaan ∑δ² = jumlah varians butir
δi² = varians total
χ = nilai skor yang dipilih
3.5.2. Analisis Tabulasi Deskriptif
Analisis tabulasi deskriptif digunakan untuk mengidentifikasi
keputusan yang diambil pengguna Flexi Combo Jakarta-Bogor yaitu
untuk mengetahui perbandingan seberapa persen orang yang memilih
untuk memakai Telkom Flexi dengan yang akan berpindah pada
provider lain dengan adanya perketatan KM No.35/2004 oleh BRTI di wilayah Jabodetabek. Analisis tabulasi deskriptif dilakukan untuk
mengidentifikasi keluhan yang timbul dari penggunaan Flexi Combo
Jakarta-Bogor akibat adanya perketatan KM No. 35/2004 oleh BRTI.
Analisis tabulasi deskriptif juga dilakukan untuk mengetahui data
yang diperoleh berdasarkan jawaban responden melalui kuisioner.
Data-data tersebut dikelompokkan berdasarkan jawaban yang sama
kedalam tabel, selanjutnya jawaban tersebut dipersentasekan
berdasarkan jumlah responden. Persentase terbesar merupakan
jawaban yang dominan dari masing-masing peubah yang diteliti.
Secara teknik perhitungan persentase tersebut dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1. Perhitungan untuk mengetahui persentase keputusan pemakaian
pengguna Telkom Flexi:
J
P = x 100%
N
Dimana:
P = persentase responden yang memilih kategori tertentu
J = jumlah responden yang memilih kategori tertentu
N = jumlah seluruh responden
2. Perhitungan untuk keluhan-keluhan yang timbul:
Xi
P = x 100%
∑Xi
Dimana:
P = persentase responden yang memilih kategori tertentu
3.5.3. Metode Importance Performance Analysis
Metode Importance Performance Analysis digunakan untuk mengetahui faktor dominan yang mempengaruhi sikap pengguna
Telkom Flexi dalam menggunakan Flexi Combo Jakarta-Bogor
dengan adanya perketatan kebijakan KM No. 35/2004 oleh BRTI.
Faktor dominan ini dianalisis dengan menetapkan faktor kepentingan
sebagai sumbu (Y) dan faktor kepuasan sebagai sumbu (X).
Data yang dikumpulkan dari responden dalam bentuk skala
likert. Menurut Rangkuti (2005) kemungkinan jawaban dari skala
likert tidak hanya sekedar ”setuju” dan ”tidak setuju” saja, melainkan
dibuat lebih banyak kemungkinan jawaban. Kemungkinan jawaban
[image:51.612.193.507.341.407.2]skala likert dapat dijelaskan pada Tabel 1.
Tabel 1. Kemungkinan jawaban skala likert
Sangat
tidak setuju
Tidak
setuju
Netral Setuju Sangat
setuju
1 2 3 4 5
Ada 2 variabel yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu
tingkat kepuasan (X) dan tingkat kepentingan (Y). Kedua nilai
tersebut dihitung dengan rumus : ∑xi
X = n
Dan
∑yi Y = n
Dimana: _
X = skor rataan tingkat faktor kepuasan
Y = skor rataan tingkat faktor kepentingan
Setelah menghitung skor rataan tingkat faktor, lalu
diproyeksikan pada diagram kartesius yang telah ada. Diagram dibagi
atas empat bagian yang dibatasi oleh dua buah garis yang
berpotonga