EFEKTIF
DIFER
(Ovis ar
FITAS PE
RENSIAS
ries) YAN
A
FAK IN
EMBERIA
I LEUKO
G MENG
ARMANDO
KULTAS K NSTITUT P
AN MULT
OSIT PAD
GALAMI S
SKRIPSI
O RAMAD
KEDOKTER PERTANIA
BOGOR 2008
TIVITAMI
A DOMBA
STRES TR
DHONI. S
RAN HEWA AN BOGOR
IN DAN K
A PRIAN
RANSPOR
S
AN R
KAJIAN
NGAN
ARMANDO RAMADHONI S. Efektifitas Pemberian Multivitamin dan Kajian Diferensiasi Leukosit pada Domba Priangan (Ovis aries) yang Mengalami Stres Tranportasi. Dibawah bimbingan ARYANI S SATYANINGTIJAS dan ANDRIYANTO
ABSTRAK
Domba merupakan salah satu sumber protein hewani yang cukup potensial dan relatif dapat dijangkau oleh masyarakat. Seiring dengan banyaknya permintaan terhadap daging domba, perpindahan domba dari satu daerah ke daerah lain juga meningkat. Proses transportasi ini dapat menyebabkan terjadinya stres. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dampak stres transportasi terhadap gambaran leukosit darah dan melihat efektifitas pemberian multivitamin untuk mengatasi stres yang terjadi saat transportasi. Penelitian pendahuluan dilakukan pada 5 ekor domba untuk mengetahui gambaran leukosit domba normal (Kontrol Negatif) selama 12 jam. Selanjutnya 12 ekor domba jantan yang terdiri atas 3 perlakuan, masing-masing perlakuan terdiri atas 4 ekor domba yaitu kelompok Kontrol Positif (KP), kelompok A yang diberi multivitamin A (PA) dan kelompok B yang diberi multivitamin B (PB) dengan perlakuan stres transportasi selama 12 jam sejauh 250 Km. Pengamatan untuk melihat gambaran diferensiasi leukosit dilakukan dengan membuat preparat ulas darah pada saat pra transportasi (jam ke-0), selama transportasi (jam ke-4, 8 dan 12) dan setelah transportasi (jam ke 24, 48 dan 72). Hasil pengamatan menunjukan bahwa secara keseluruhan nilai rasio N:L (indeks stres) hewan yang mengalami transportasi lebih tinggi daripada hewan normal (rasio N:L >0,75). Perlakuan KP mengalami puncak stres pada jam ke-0, PA pada jam ke-12 dan PB pada jam ke-8. Ini dapat dikatakan bahwa kelompok PA cenderung lebih efektif menahan stres daripada kelompok yang lain.
Efektivitas Pemberian Multivitamin dan Kajian Diferensiasi
Leukosit pada Domba Priangan
(Ovis aries)
yang Mengalami
Stres Transportasi
SKRIPSI
OLEH :
ARMANDO RAMADHONI S
B04104065
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Judul : Efektifitas Pemberian Multivitamin dan Kajian Diferensiasi Leukosit pada Domba Priangan (Ovis aries) yang Mengalami Stres Transportasi.
Nama :ARMANDO RAMADHONI S NRP :B04104065
Di setujui oleh:
Dr. drh. Aryani S Satyaningtijas, M.Sc drh. Andriyanto Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui
Dr. Nastiti Kusumorini Wakil Dekan
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah...,
Segala puji hanya bagi Allah SWT, Rabb Semesta Alam yang telah
memberikan limpahan rahmat dan karunia sehingga penulis bisa menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat serta salam kepada junjungan Nabi Muhammad SAW,
sahabat dan ummatnya yang senantiasa istiqomah hingga akhir zaman. Penulis
menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan,
bantuan dan dukungan baik moril maupun materil dari berbagai pihak. Oleh
karena itu pada kesempatan itu penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada :
1. Papa, mama adikku (Rozi dan Rahmi) untuk kasih sayang, doa,
airmata dan tiap tetesan keringat.
2. Keluarga Bogor (Papa, Mama, bang Opi, ka Liza, Rizki)
3. Dr.drh. Aryani S Satyaningtijas MSc. terima kasih atas bimbingan dan
motivasi yang ibu berikan
4. Drh. Andriyanto, terima kasih banyak, akhirnya penelitian ini selesai.
5. Drh. Retno Wulansari Msi, PhD sebagai dosen penguji atas saran dan
pencerahan dari ibu.
6. Dr. Drh. Widiyanto Dwi Surya sebagai pembimbing akademik
7. Teman-teman sepenelitian Fitri, Yulia. Sahabat yang pernah, sedang
dan yang akan mewarnai kehidupan penulis. Muhamad Assegaf yang
telah, sedang dan akan mengarungi pertualangan membesarkan
Rahmah GROUP
8. Inisial ZaHRa untuk ‘warna’ yang diberikan dalam kehidupan penulis.
9. (Sunrise), (Mychick), hasan sebagai (calon) pengusaha muda. Ayo
berjuang bersama. Asteroidea 41, 40, 39, 42, 43
Penulis yakin skripsi ini tiada luput dari segala keterbatasan. Semoga
karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 19 Mei 1986 di Payakumbuh, Sumatera
Barat. Orang tua penulis adalah Bapak Katarnida dan Ibu Merieti. Penulis
menyelesaikan pendidikan menengah di SMUN 2 Payakumbuh. Penulis diterima
di Institut Pertanian Bogor Fakultas Kedokteran Hewan (FKH-IPB) melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2004. Selama kuliah penulis
aktif dalam organisasi internal kampus yaitu Himpunan Profesi Ornithologi dan
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Indonesia adalah salah satu negara dengan jumlah penduduk yang besar
sehingga untuk memenuhi kebutuhan gizi dan protein penduduk Indonesia
dibutuhkan sumber protein hewani yang banyak. Protein hewani sangat berperan
penting dalam pertumbuhan, kecerdasan, dan kesehatan manusia (Salamena
2003). Sampai saat ini, rata-rata konsumsi protein hewan penduduk Indonesia
sangat rendah yaitu 6 gram/kapita/tahun. Angka ini sangat jauh bila dibandingkan
dengan negara maju yang mempunyai rata-rata konsumsi protein hewani
mencapai 50-80 gram/kapita/tahun (Salamena 2003).
Mengingat kebutuhan protein tersebut, perlu dilakukan usaha untuk
meningkatkan pengadaan sumber protein asal hewan di Indonesia. Salah satu
sumber protein hewani yang sangat potensial adalah daging domba. Domba
merupakan ternak yang pertama kali didomestikasi, mulai dari Daerah Kaspia,
Iran, India, Asia Barat, Asia Tenggara, dan Eropa sampai ke Afrika. Di Indonesia,
domba terkelompok menjadi domba ekor tipis, domba ekor gemuk, dan domba
priangan (Salamena 2003). Domba juga memiliki peran penting dalam
pemenuhan kebutuhan ekonomi, sumber protein dan gizi masyarakat. Komoditas
ternak domba seperti daging, susu, wool, berpotensi memberikan peluang usaha
yang akan meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Seiring dengan meningkatnya kebutuhan terhadap protein hewani yang
berasal dari domba seringkali aspek kesejahteraan hewan tersebut tidak
diperhatikan. Salah satunya pada saat pengiriman domba dari suatu tempat ke
tempat yang lain. Proses transportasi domba yang kurang baik dapat
mengakibatkan domba menderita stres, cacat pada hewan, bahkan ada yang
menyebabkan kematian pada hewan tersebut.
Keadaan stres pada domba dapat mengakibatkan gangguan fisiologis
sistem yang bekerja dalam tubuh hewan. Salah satu dampak fisiologis yang dapat
terjadi adalah peningkatan jumlah leukosit domba yang mengalami stres
(Salamena 2003). Hal ini dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada kondisi
dapat menyebabkan kerugian secara ekonomis karena dapat menyebabkan
turunnya bobot badan domba dan berkurangnya kualitas daging yang dihasilkan.
Telah banyak upaya yang dilakukan untuk meminimalkan kejadian stress
transportasi pada domba, salah satunya dengan pemberian multivitamin. Oleh
karena itu, penelitian tentang efektifitas pemberian multivitamin dalam
mengurangi dampak stres yang disebabkan oleh transportasi dilakukan dengan
melihat perubahan pada differensial leukositnya.
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beberapa hal yang didapat
diuraikan sebagai berikut:
a. Memperoleh data dasar kondisi gambaran diferensiasi leukosit normal dan
dalam keadaan stres transportasi pada Domba Priangan.
b. Mengetahui pengaruh stres transportasi terhadap gambaran diferensiasi
leukosit Domba Priangan.
c. Mengetahui efektivitas pemberian multivitamin dalam menanggapi stres
transportasi dengan melakukan pengamatan pada gambaran diferensiasi
leukosit.
1.3 Manfaat
Manfaat penelitian ini adalah:
a. Mengurangi dampak stres transportasi terhadap daging Domba Priangan
yang dihasilkan.
b. Mengetahui efektifitas pemberian multivitamin untuk meminimalkan efek
stress transportasi pada domba sehingga dihasilkan produk asal Domba
Priangan yang berkualitas baik.
c. Memperoleh data dasar pengaruh pemberian multivitamin pada Domba
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Domba
Menurut Devendra dan McLerory (1982), domba memiliki klasifikasi
sebagai berikut:
Kerajaan : Anamalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Artiodactyla
Familia : Bovidae
Subfamily : Caprinae
Genus : Ovis
Species : Aries
Nama Species : Ovis aries
Domba termasuk dalam famili Bovidae. Menurut Salamena (2003), di
Indonesia terdapat beberapa jenis domba, yaitu: 1) Domba ekor tipis yang
banyak terdapat di Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Domba ini memilki berat
potong sekitar 20-30 kg. Domba jantan memiliki tanduk melingkar, sedangkan
betina tidak bertanduk. 2) Domba ekor gemuk banyak terdapat di Jawa Timur
dan Madura, serta pulau-pulau di Nusa Tenggara. Di Sulawesi Selatan dikenal
sebagai Domba Donggala. Tanda-tanda yang merupakan karakteristik khas
domba ekor gemuk adalah ekor yang besar, lebar dan panjang. Bagian pangkal
ekor membesar merupakan timbunan lemak, sedangkan bagian ujung ekor kecil
tidak berlemak. Warna bulu putih, tidak bertanduk. Bulu wolnya kasar. Domba
ini dikenal sebagai domba yang tahan terhadap panas dan kering. Bentuk tubuh
domba ekor gemuk lebih besar dari pada domba ekor tipis. Domba ini merupakan
domba tipe pedaging, berat jantan dewasa antara 40 – 60 kg, sedangkan berat
badan betina dewasa 25 – 35 kg. Tinggi badan pada jantan dewasa antara 60 – 65
cm, sedangkan pada betina dewasa 52 – 60 cm. 3) Domba Priangan terdapat di
Priangan, yaitu di Bandung, Garut, Sumedang, Ciamis, dan Tasikmalaya. Domba
tanduk yang jantan besar dan kuat, melingkar seperti spiral. Domba ini diduga
berasal dari persilangan antara Domba Merino dan Domba Cape dengan domba
lokal sekitar tahun 1864. Namun, sekarang sudah tidak ada bekas-bekas dari
karakteristik wol Domba Merino. Pada Domba Priangan, kadang-kadang
dijumpai adanya domba tanpa daun telinga. Domba ini sudah terkenal sebagai
salah satu domba yang mempunyai angka reproduktivitas tinggi di dunia
(Salamena 2003).
Sementara itu, domba juga banyak digunakan sebagai hewan percobaan.
Penggunaan domba sebagai hewan laboratorium disebabkan domba memiliki
ukuran dan berat badan yang mendekati ukuran tubuh manusia. Selain itu domba
juga merupakan hewan domestik yang relatif lebih cepat beradaptasi dengan
lingkungan laboratorium (Adamdan McKinley 1995). Selanjutnya data fisiologis
normal pada domba dapat disajikan sebagai berikut.
Tabel 1 Data fisiologis normal domba
Parameter Nilai
Kardiovaskuler
Frekuensi jantung 50-80 detak/mnt
Tekanan arterial rata-rata 70 mmHg
Stroke volume 74 ml/detak
Hematologi
Plasma volume 37 ml/kg
Volume darah 49 ml/kg
Packed cell volume 20-45%
Haemoglobin 9-15 gr/100 ml
Jumlah leukosit 4-12 ribu per mm3
Jumlah sel darah merah 9-15 juta per mm3
Suhu rektal 38-39.5oC
Frekuensi nafas 15-40 nafas/menit
Sumber: Hecker (1983)
2.2 Darah
Darah merupakan media cair dengan suspensi sel yang diproduksi oleh
jaringan hematopoitika yang disirkulasikan ke seluruh tubuh dari jantung melalui
EFEKTIF
DIFER
(Ovis ar
FITAS PE
RENSIAS
ries) YAN
A
FAK IN
EMBERIA
I LEUKO
G MENG
ARMANDO
KULTAS K NSTITUT P
AN MULT
OSIT PAD
GALAMI S
SKRIPSI
O RAMAD
KEDOKTER PERTANIA
BOGOR 2008
TIVITAMI
A DOMBA
STRES TR
DHONI. S
RAN HEWA AN BOGOR
IN DAN K
A PRIAN
RANSPOR
S
AN R
KAJIAN
NGAN
ARMANDO RAMADHONI S. Efektifitas Pemberian Multivitamin dan Kajian Diferensiasi Leukosit pada Domba Priangan (Ovis aries) yang Mengalami Stres Tranportasi. Dibawah bimbingan ARYANI S SATYANINGTIJAS dan ANDRIYANTO
ABSTRAK
Domba merupakan salah satu sumber protein hewani yang cukup potensial dan relatif dapat dijangkau oleh masyarakat. Seiring dengan banyaknya permintaan terhadap daging domba, perpindahan domba dari satu daerah ke daerah lain juga meningkat. Proses transportasi ini dapat menyebabkan terjadinya stres. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dampak stres transportasi terhadap gambaran leukosit darah dan melihat efektifitas pemberian multivitamin untuk mengatasi stres yang terjadi saat transportasi. Penelitian pendahuluan dilakukan pada 5 ekor domba untuk mengetahui gambaran leukosit domba normal (Kontrol Negatif) selama 12 jam. Selanjutnya 12 ekor domba jantan yang terdiri atas 3 perlakuan, masing-masing perlakuan terdiri atas 4 ekor domba yaitu kelompok Kontrol Positif (KP), kelompok A yang diberi multivitamin A (PA) dan kelompok B yang diberi multivitamin B (PB) dengan perlakuan stres transportasi selama 12 jam sejauh 250 Km. Pengamatan untuk melihat gambaran diferensiasi leukosit dilakukan dengan membuat preparat ulas darah pada saat pra transportasi (jam ke-0), selama transportasi (jam ke-4, 8 dan 12) dan setelah transportasi (jam ke 24, 48 dan 72). Hasil pengamatan menunjukan bahwa secara keseluruhan nilai rasio N:L (indeks stres) hewan yang mengalami transportasi lebih tinggi daripada hewan normal (rasio N:L >0,75). Perlakuan KP mengalami puncak stres pada jam ke-0, PA pada jam ke-12 dan PB pada jam ke-8. Ini dapat dikatakan bahwa kelompok PA cenderung lebih efektif menahan stres daripada kelompok yang lain.
Efektivitas Pemberian Multivitamin dan Kajian Diferensiasi
Leukosit pada Domba Priangan
(Ovis aries)
yang Mengalami
Stres Transportasi
SKRIPSI
OLEH :
ARMANDO RAMADHONI S
B04104065
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Judul : Efektifitas Pemberian Multivitamin dan Kajian Diferensiasi Leukosit pada Domba Priangan (Ovis aries) yang Mengalami Stres Transportasi.
Nama :ARMANDO RAMADHONI S NRP :B04104065
Di setujui oleh:
Dr. drh. Aryani S Satyaningtijas, M.Sc drh. Andriyanto Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui
Dr. Nastiti Kusumorini Wakil Dekan
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah...,
Segala puji hanya bagi Allah SWT, Rabb Semesta Alam yang telah
memberikan limpahan rahmat dan karunia sehingga penulis bisa menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat serta salam kepada junjungan Nabi Muhammad SAW,
sahabat dan ummatnya yang senantiasa istiqomah hingga akhir zaman. Penulis
menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan,
bantuan dan dukungan baik moril maupun materil dari berbagai pihak. Oleh
karena itu pada kesempatan itu penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada :
1. Papa, mama adikku (Rozi dan Rahmi) untuk kasih sayang, doa,
airmata dan tiap tetesan keringat.
2. Keluarga Bogor (Papa, Mama, bang Opi, ka Liza, Rizki)
3. Dr.drh. Aryani S Satyaningtijas MSc. terima kasih atas bimbingan dan
motivasi yang ibu berikan
4. Drh. Andriyanto, terima kasih banyak, akhirnya penelitian ini selesai.
5. Drh. Retno Wulansari Msi, PhD sebagai dosen penguji atas saran dan
pencerahan dari ibu.
6. Dr. Drh. Widiyanto Dwi Surya sebagai pembimbing akademik
7. Teman-teman sepenelitian Fitri, Yulia. Sahabat yang pernah, sedang
dan yang akan mewarnai kehidupan penulis. Muhamad Assegaf yang
telah, sedang dan akan mengarungi pertualangan membesarkan
Rahmah GROUP
8. Inisial ZaHRa untuk ‘warna’ yang diberikan dalam kehidupan penulis.
9. (Sunrise), (Mychick), hasan sebagai (calon) pengusaha muda. Ayo
berjuang bersama. Asteroidea 41, 40, 39, 42, 43
Penulis yakin skripsi ini tiada luput dari segala keterbatasan. Semoga
karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 19 Mei 1986 di Payakumbuh, Sumatera
Barat. Orang tua penulis adalah Bapak Katarnida dan Ibu Merieti. Penulis
menyelesaikan pendidikan menengah di SMUN 2 Payakumbuh. Penulis diterima
di Institut Pertanian Bogor Fakultas Kedokteran Hewan (FKH-IPB) melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2004. Selama kuliah penulis
aktif dalam organisasi internal kampus yaitu Himpunan Profesi Ornithologi dan
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Indonesia adalah salah satu negara dengan jumlah penduduk yang besar
sehingga untuk memenuhi kebutuhan gizi dan protein penduduk Indonesia
dibutuhkan sumber protein hewani yang banyak. Protein hewani sangat berperan
penting dalam pertumbuhan, kecerdasan, dan kesehatan manusia (Salamena
2003). Sampai saat ini, rata-rata konsumsi protein hewan penduduk Indonesia
sangat rendah yaitu 6 gram/kapita/tahun. Angka ini sangat jauh bila dibandingkan
dengan negara maju yang mempunyai rata-rata konsumsi protein hewani
mencapai 50-80 gram/kapita/tahun (Salamena 2003).
Mengingat kebutuhan protein tersebut, perlu dilakukan usaha untuk
meningkatkan pengadaan sumber protein asal hewan di Indonesia. Salah satu
sumber protein hewani yang sangat potensial adalah daging domba. Domba
merupakan ternak yang pertama kali didomestikasi, mulai dari Daerah Kaspia,
Iran, India, Asia Barat, Asia Tenggara, dan Eropa sampai ke Afrika. Di Indonesia,
domba terkelompok menjadi domba ekor tipis, domba ekor gemuk, dan domba
priangan (Salamena 2003). Domba juga memiliki peran penting dalam
pemenuhan kebutuhan ekonomi, sumber protein dan gizi masyarakat. Komoditas
ternak domba seperti daging, susu, wool, berpotensi memberikan peluang usaha
yang akan meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Seiring dengan meningkatnya kebutuhan terhadap protein hewani yang
berasal dari domba seringkali aspek kesejahteraan hewan tersebut tidak
diperhatikan. Salah satunya pada saat pengiriman domba dari suatu tempat ke
tempat yang lain. Proses transportasi domba yang kurang baik dapat
mengakibatkan domba menderita stres, cacat pada hewan, bahkan ada yang
menyebabkan kematian pada hewan tersebut.
Keadaan stres pada domba dapat mengakibatkan gangguan fisiologis
sistem yang bekerja dalam tubuh hewan. Salah satu dampak fisiologis yang dapat
terjadi adalah peningkatan jumlah leukosit domba yang mengalami stres
(Salamena 2003). Hal ini dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada kondisi
dapat menyebabkan kerugian secara ekonomis karena dapat menyebabkan
turunnya bobot badan domba dan berkurangnya kualitas daging yang dihasilkan.
Telah banyak upaya yang dilakukan untuk meminimalkan kejadian stress
transportasi pada domba, salah satunya dengan pemberian multivitamin. Oleh
karena itu, penelitian tentang efektifitas pemberian multivitamin dalam
mengurangi dampak stres yang disebabkan oleh transportasi dilakukan dengan
melihat perubahan pada differensial leukositnya.
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beberapa hal yang didapat
diuraikan sebagai berikut:
a. Memperoleh data dasar kondisi gambaran diferensiasi leukosit normal dan
dalam keadaan stres transportasi pada Domba Priangan.
b. Mengetahui pengaruh stres transportasi terhadap gambaran diferensiasi
leukosit Domba Priangan.
c. Mengetahui efektivitas pemberian multivitamin dalam menanggapi stres
transportasi dengan melakukan pengamatan pada gambaran diferensiasi
leukosit.
1.3 Manfaat
Manfaat penelitian ini adalah:
a. Mengurangi dampak stres transportasi terhadap daging Domba Priangan
yang dihasilkan.
b. Mengetahui efektifitas pemberian multivitamin untuk meminimalkan efek
stress transportasi pada domba sehingga dihasilkan produk asal Domba
Priangan yang berkualitas baik.
c. Memperoleh data dasar pengaruh pemberian multivitamin pada Domba
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Domba
Menurut Devendra dan McLerory (1982), domba memiliki klasifikasi
sebagai berikut:
Kerajaan : Anamalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Artiodactyla
Familia : Bovidae
Subfamily : Caprinae
Genus : Ovis
Species : Aries
Nama Species : Ovis aries
Domba termasuk dalam famili Bovidae. Menurut Salamena (2003), di
Indonesia terdapat beberapa jenis domba, yaitu: 1) Domba ekor tipis yang
banyak terdapat di Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Domba ini memilki berat
potong sekitar 20-30 kg. Domba jantan memiliki tanduk melingkar, sedangkan
betina tidak bertanduk. 2) Domba ekor gemuk banyak terdapat di Jawa Timur
dan Madura, serta pulau-pulau di Nusa Tenggara. Di Sulawesi Selatan dikenal
sebagai Domba Donggala. Tanda-tanda yang merupakan karakteristik khas
domba ekor gemuk adalah ekor yang besar, lebar dan panjang. Bagian pangkal
ekor membesar merupakan timbunan lemak, sedangkan bagian ujung ekor kecil
tidak berlemak. Warna bulu putih, tidak bertanduk. Bulu wolnya kasar. Domba
ini dikenal sebagai domba yang tahan terhadap panas dan kering. Bentuk tubuh
domba ekor gemuk lebih besar dari pada domba ekor tipis. Domba ini merupakan
domba tipe pedaging, berat jantan dewasa antara 40 – 60 kg, sedangkan berat
badan betina dewasa 25 – 35 kg. Tinggi badan pada jantan dewasa antara 60 – 65
cm, sedangkan pada betina dewasa 52 – 60 cm. 3) Domba Priangan terdapat di
Priangan, yaitu di Bandung, Garut, Sumedang, Ciamis, dan Tasikmalaya. Domba
tanduk yang jantan besar dan kuat, melingkar seperti spiral. Domba ini diduga
berasal dari persilangan antara Domba Merino dan Domba Cape dengan domba
lokal sekitar tahun 1864. Namun, sekarang sudah tidak ada bekas-bekas dari
karakteristik wol Domba Merino. Pada Domba Priangan, kadang-kadang
dijumpai adanya domba tanpa daun telinga. Domba ini sudah terkenal sebagai
salah satu domba yang mempunyai angka reproduktivitas tinggi di dunia
(Salamena 2003).
Sementara itu, domba juga banyak digunakan sebagai hewan percobaan.
Penggunaan domba sebagai hewan laboratorium disebabkan domba memiliki
ukuran dan berat badan yang mendekati ukuran tubuh manusia. Selain itu domba
juga merupakan hewan domestik yang relatif lebih cepat beradaptasi dengan
lingkungan laboratorium (Adamdan McKinley 1995). Selanjutnya data fisiologis
normal pada domba dapat disajikan sebagai berikut.
Tabel 1 Data fisiologis normal domba
Parameter Nilai
Kardiovaskuler
Frekuensi jantung 50-80 detak/mnt
Tekanan arterial rata-rata 70 mmHg
Stroke volume 74 ml/detak
Hematologi
Plasma volume 37 ml/kg
Volume darah 49 ml/kg
Packed cell volume 20-45%
Haemoglobin 9-15 gr/100 ml
Jumlah leukosit 4-12 ribu per mm3
Jumlah sel darah merah 9-15 juta per mm3
Suhu rektal 38-39.5oC
Frekuensi nafas 15-40 nafas/menit
Sumber: Hecker (1983)
2.2 Darah
Darah merupakan media cair dengan suspensi sel yang diproduksi oleh
jaringan hematopoitika yang disirkulasikan ke seluruh tubuh dari jantung melalui
badan (Dellman dan Brown 1992). Darah terdiri dari plasma darah yang berkisar
antara 65-75% dari jumlah total darah, dan sisanya sebanyak 25-35% berisi sel
darah yaitu eritrosit, leukosit, dan platelet (kepingan darah). Menurut Banks
(1993), darah mempunyai beberapa fungsi: 1) transportasi oksigen dan
karbondioksida untuk respirasi internal dan ekternal. 2) sebagai sistem buffer
yaitu karbonat dan phospat. 3) sebagai transportasi nutrient. 4) eskresi sisa-sisa
metabolisme. 5) sebagai regulator panas. 6) menjaga volume cairan tubuh. 7)
sebagai pertahanan yang terdiri dari antibodi dan antitoksin.
2.2.1 Sel Darah Putih (leukosit)
Leukosit atau sel darah putih berasal dari kata yunani yaitu leukos - putih
dan kytos – sel. Leukosit terdapat pada bagian Buffy coat hasil sentrifugasi sampel
darah, yaitu bagian yang terletak diantara bagian sedimen sel darah merah dan
bagian plasma darah (Dharmawan 2002). Leukosit terdiri atas beberapa macam
menurut bentuk dan tugasnya sebagai agen pertahanan tubuh. Sel leukosit
dilepaskan dari sel multipoten yang ada di sumsum tulang yang disebut
hematopoietic stem sel. Leukosit dapat ditemukan hampir di seluruh bagian tubuh,
termasuk darah dan sistem limfatik (Anonim 2007a)
Leukosit merupakan komponen darah yang berperan dalam memproduksi
sistem imun tubuh dan bertugas memusnahkan benda-benda asing dan benda yang
berbahaya bagi tubuh. Leukosit bersifat amuboid atau tidak mempunyai bentuk
yang tetap (Dellman dan Brown 1992). Leukosit dapat meninggalkan pembuluh
darah dan memasuki jaringan ikat tubuh melalui kapiler dengan proses yang
dinamakan diapedesis. Proses diapedesis terjadi karena adanya peningkatan
permeabilitas pembuluh darah yang terjadi pada saat terjadi peradangan oleh
benda asing (Martini et al 1992). Selama respon peradangan, permeabilitas dan
diapedesis meningkat melalui pembebasan histamin dari jaringan sel mast dan
basofil. Swenson (1997), membagi leukosit dalam 2 golongan yaitu: leukosit yang
bersifat granulosit (neutrofil, eosinofil, basofil) dan leukosit yang bersifat
agranulosit (limfosit dan monosit).
berfungsi melakukan proses endositosis. Leukosit granulosit dapat dibedakan
berdasarkan affinitasnya terhadap zat warna. Eosinofil mempunyai granul
sitoplasma yang berwarna merah cerah, dan basofil mempunyai granul yang
berwarna biru gelap. Sebaliknya granul neutrofil mempunyai affinitas yang
rendah terhadap zat warna, sehingga granulnya berwarna relatif cerah dan bening
(Swenson 1997).
Leukosit agranulosit merupakan leukosit yang tidak mempunyai granul
tapi kelompok ini mempunyai granul azurofilik yang berfungsi sebagai lisosom.
Kelompok ini terdiri atas limfosit dan monosit. Gambaran umum leukosit dapat
disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Gambaran umum leukosit domba
Jenis Diameter
(µm)
Target Nukleus Granul Masa hidup
Neutrofil 10-12 Bakteri dan fungi multilobus Bagus,
sedikit pink 6 jam-hari
Eosinofil 10-12 Parasit
Reaksi alergi 2 lobus
Warna
pink-orange 8-12 hari
Basofil 9-10 Reaksi alergi 2-3 lobus Biru Tidak diketahui
Limfosit 7-8 • Sel B: patogen
• SelT:bakteri, virus
Berwarna
cerah
Hanya NK
sel
Beberapa
minggu-tahun
Monosit 14-17 Variasi Bentuk
ginjal -
Beberapa
bulan-tahun
Sumber: Anonim 2007a
Pembentukan Leukosit
Pembentukan leukosit granulosit dan monosit terjadi pada sumsum tulang.
Limfosit dan sel plasma terutama dibentuk dalam organ limfogen yaitu kelenjar
limfe, limpa, timus, tonsil, dan berbagai kantong jaringan limfoid di seluruh tubuh
terutama daun peyer dan sumsum tulang (Guyton dan Hall 1997). Pembentukan
leukosit di mulai saat diferensiasi dini dari sel stem hemopoietik pluripoten
menjadi berbagai tipe sel stem. Selain menghasilkan sel kecambah untuk
yaitu mielositik dan limfositik. Gambar skema pembentukan sel darah dapat
disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2 Proses pembentukan sel darah (Anonim 2007a)
Secara lengkap Schalm (1975) menggambarkan komposisi sel darah pada
domba sebagai berikut:
Tabel 3 Komposisi sel darah domba
Parameter Jumlah
Sel darah merah : 9-15 juta per mm3
Leukosit : 4-12 ribu per mm3
Hemoglobin : 9-15 gram persen
PCV (Packed Cell Volume) : 27-45 %
Neutrofil :30-50 %
Eusinofil : 0-10 %
Limposit : 40-75 %
Basofil : 0-3 %
Leukosit yang telah terbentuk dalam sumsum tulang terutama granulosit
disimpan dalam sumsum tulang sampai saat dibutuhkan dalam sirkulasi.
Kemudian, jika kebutuhan leukosit meningkat, granulosit akan dilepaskan.
Limfosit disimpan dalam berbagai organ limfoid di dalam tubuh (Guyton dan Hall
1997).
Jumlah total leukosit dalam sirkulasi darah sering dijadikan indikator
dalam menentukan diagnosa penyakit. Secara normal pada individu yang sehat
jumlah leukosit di dalam darah adalah 1% dari total jumlah darah. Jika jumlah
leukosit melebihi normal keadaan ini disebut leukemia, dan jika jumlah leukosit
lebih rendah disebut leucopenia (Guyton dan Hall 1997). Peningkatan jumlah
leukosit bisa disebabkan karena kenaikan salah satu jenis leukosit. Keadaan ini
dapat disebabkan oleh: 1) neutrofilia yang disebabkan karena demam reumatik,
cacar air, asidosis; 2) limfofilia, disebabkan oleh mononukleus infeksius dan
infeksi kronis; 3) eosinofilia, disebabkan oleh penyakit parasitik; 4)
basofilia, dapat disebabkan oleh anemia hemolitik, cacar air; 5) monositosis,
disebabkan oleh malaria, demam tipoid (Dharmawan 2002).
Neutrofil
Neutrofil disebut juga sebagai polimorfonuklear (PMN), berdiameter 14
sampai dengan 20 µm. Neutrofil mempunyai bentuk sel bulat atau oval,
sitoplasma berwarna merah muda, warna merah muda ini berasal dari granul
sitoplasma yang bersifat neutrofilik dan sedikit azorofil. Neutrofil mempunyai
nukleus bersegmen yang berjumlah kurang dari 5 segmen dan kromatin yang
Gambar 3 Neutrofil. (Anonim 2007a)
Neutrofil diproduksi di dalam sumsum tulang belakang. Pelepasan
neutrofil dipengaruhi oleh Neutrophil Releasing Factor (NRF). Neutrofil
memiliki masa hidup yang relatif singkat. Di dalam sirkulasi neutrofil dapat
bertahan selama 4 sampai dengan 6 hari. Neutrofil segera akan mati setelah
melakukan fagosit terhadap benda asing yang masuk dan akan dicerna oleh enzim
lisosom, kemudian neutrofil akan mengalami autolisis yang akan melepas zat-zat
degradasi yang masuk ke dalam jaringan limfe. Jaringan limfe akan merespon
dengan mensekresikan histamin dan colony releashing factors (CRFs) yang akan
merangsang sumsum tulang untuk melepaskan neutrofil muda untuk melawan
infeksi (Dellman dan Brown 1992).
Fungsi utama dari neutrofil adalah fagositosit dan mikrobiosidal. Neutrofil
merupakan sel leukosit yang pertama berespons terhadap adanya benda asing
yang masuk. Cara kerja neutrofil dalam memberikan respon imun adalah dengan
menggunakan enzim lisosom yang dapat mencerna beberapa dinding sel bakteri,
enzim proteolitik, ribonuklease, dan fosfolipase secara bersama yang dapat
menghancurkan beberapa bakteri (Tizard 1988). Kemudian sampai pada tingkat
tertentu, eosinofil datang untuk menghancurkan benda asing ini dengan
mekanisme fagositosis. Proses fagositosis ini kemudian dibantu oleh monosit
yang mengalami tranformasi ketika memasuki jaringan ikat dan menjadi sel-sel
fagositik yang besar yang disebut sebagai makrofage jaringan. Semua proses ini
merupakan metode pertahanan tubuh yang bersifat non-spesifik.
Bila kebutuhan neutrofil perifer terus meningkat dan cadangan neutrofil
dewasa berkurang maka di dalam darah akan terdapat band neutrofil (neutrofil
dalam darah banyak terdapat neutrofil multisegmen keadaan ini dinamakan
neutrofil right shift (Dharmawan 2002).
Eosinofil
Eosinofil mempunyai ukuran yang lebih besar dari neutrofil. Nukleus
mempunyai lobus yang lebih sedikit dengan pola yang khas. Sitoplasma
mengandung granul besar berwarna merah. Jumlah eosinofil dalam aliran darah
berkisar antara 2 sampai 8% dari jumlah leukosit, berdiameter 10 sampai dengan
12 mm, mempunyai inti bergelambir 2, dikelilingi oleh butir-butir asidofil yang
cukup besar. Jangka hidup sel ini rata-rata 5 hari ( Dharmawan 2002). Gambar
eosinofil dapat disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4 Eosinofil. (Anonim 2007a)
Eosinofil dibentuk di dalam sumsum tulang belakang, bersifat sangat
motil. Eosinofil merupakan fagosit yang lemah dan menunjukan kemotaksis.
Secara umum fungsi eosinofil dalam sistem pertahanan tidak sebanyak neutrofil.
Eosinofil akan diproduksi dalam jumlah besar jika terjadi infeksi parasit. Eosinofil
bekerja dengan melekatkan diri pada parasit melalui molekul permukaan khusus,
dan melepaskan bahan-bahan yang dapat membunuh parasit yang berukuran jauh
lebih besar. Eosinofil melakukan proses tersebut melalui beberapa cara: 1) dengan
melepaskan enzim hidrolitik dari granul yang dimodifikasi lisosom; 2)
melepaskan bentuk oksigen yang sangat reaktif dan sangat mematikan untuk
parasit; 3) dengan melepaskan polipeptida yang sangat larvasidal yang disebut
protein dasar utama dari granulnya (Guyton dan Hall 1997).
Sementara itu, eosinofil juga berperan aktif dalam mengatur proses akut
dan ragi. Eosinofil juga mengandung histaminase yang dapat mengaktifkan dan
melepaskan serotonin dari sel tertentu, juga dapat melepaskan zink yang
menghalangi agregasi trombosit dan migrasi makrofag ( Dharmawan 2002).
Basofil
Basofil dalam darah yang bersirkulasi mirip dengan sel mast yang berada
di sisi luar kapiler. Jumlah basofil sekitar 0,5-1,5% dari seluruh leukosit dalam
aliran darah. Diameter 10-12 mm dengan inti yang terdiri dari 2 gelambir dan
bentuknya tidak teratur. Butirnya bewarna biru tua sampai ungu dan sering
menutupi inti yang bewarna agak cerah (Dharmawan 2002). Gambar basofil dapat disajikan pada Gambar 5.
.
Gambar 5 Basofil. (Anonim 2007a)
Di dalam tubuh basofil sering bekerja sama dengan sel mast. Kedua sel ini
sangat berperan pada beberapa tipe reaksi alergi. Hal ini disebabkan karena tipe
antibodi yang menyebabkan reaksi alergi, yaitu IgE (Immunoglobulin E)
mempunyai kecendrungan khusus untuk melekat pada sel mast dan basofil.
Kemudian jika terdapat antigen spesifik berikutnya yang bereaksi dengan
antibodi, maka menimbulkan perlekatan antigen pada antibodi yang menyebabkan
sel mast dan basofil menjadi ruptur dan melepaskan histamin, bradikinin,
serotonin, heparin, substansi anafilaksis yang bereaksi lambat, serta sejumlah
enzim lisosomal. Bahan-bahan ini dapat menyebabkan reaksi jaringan dan
pembuluh darah setempat yang menyebakan timbulnya alergi (Guyton dan Hall
1997). Menurut Dharmawan (2002), basofil memiliki beberapa fungsi penting.
Leukosit ini dapat bertindak sebagai mediator aktifitas perbarahan dan alergi, ikut
berperan dalam metabolisme trigliserida, dan memiliki reseptor immunoglobulin
mempunyai fungsi utama dalam membangkitkan reaksi hipersensitifitas dengan
sekresinya yang bersifat vasoaktif.
Limfosit
Limfosit merupakan leukosit agranulosit yang terdapat dalam jumlah
dominan. Limfosit dibentuk di jaringan limfoid seperti Peyer’s patches, limpa,
tonsil, timus dan bursa fabricius (Melvin dan William 1993). Limfosit mempunyai
ukuran dan bentuk yang bervariasi dan mempunyai nukleus yang relatif besar
serta dikelilingi oleh sitoplasma (Frandson 1986). Gambar limfosit dapat disajikan
pada Gambar 6.
Gambar 6 Limfosit. (Anonim 2007a)
Menurut morfologinya limfosit dibagi menjadi limfosit besar dan limfosit
kecil. Limfosit besar adalah bentuk limfosit yang belum dewasa yang disebut
prolimfosit atau sel blast besar dan limfosit berukuran kecil merupakan bentuk
dewasa (Dellman dan Brown 1992). Limfosit kecil memiliki diameter 6 sampai
dengan 9 µm dengan perbandingan sitoplasma dan inti 1 berbanding 9, inti bulat
heterokromatik dikelilingi oleh sitoplasma. Limfosit tipe besar jarang ditemukan
dalam peredaran darah dengan diameter 9 sampai dengan 15 µm dan
perbandingan inti-sitoplasma adalah sebesar 1 berbanding 1 dengan inti yang
dikelilingi sitoplasma (Microanatomy 1999).
Fungsi utama limfosit di dalam tubuh adalah berperan dalam sistem
kekebalan tubuh. Limfosit akan memproduksi antibodi sebagai respon terhadap
antigen yang masuk di bawa oleh makrofag (Tizard 1988). Di dalam darah,
limfosit terbagi atas 3 tipe sel yaitu sel B, sel T dan sel non T, non B yang disebut
NK (natural killer) sel. Sel tipe B terdapat 10 sampai dengan 12% dari
mempunyai jumlah yang lebih dominan yaitu 70 sampai dengan 75% dari jumlah
limfosit dan berperan dalam immunitas seluler (Ganong 1997). Menurut
Dellman dan Brown (1992), limfosit T terbagi atas 3 jenis, yaitu limfosit T-killer
(cytotoxic/CTLs), limfosit T-helper (Th cell), limfosit T- supresor (Ts cells).
Monosit
Monosit merupakan leukosit yang memilki ukuran paling besar. Di dalam
sirkulasi darah domba, monosit mempunyai jumlah 0 sampai dengan 6% dari
jumlah leukosit yang bersirkulasi. Monosit mempunyai inti berbentuk tapal kuda
dan sitoplasma yang mengambil warna basofil. Inti dari monosit tidak mempunyai
granul, tapi terkadang terlihat memiliki pseudopodia (Dellman dan Brown 1992).
Gambar monosit dapat disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7 Monosit. (Anonim 2007a)
Monosit berasal dari sel retikuloendotelial yang ada di limpa dan sumsum
tulang (Swenson 1997). Monosit dapat berpindah dari pembuluh darah ke dalam
jaringan dengan melakukan proses diapedesis. Monosit yang ada di dalam
jaringan dinamakan makrofag. Makrofag merupakan sel yang sangat aktif pada
saat terjadinya perlukaan. Sel makrofag dapat bersatu dan membentuk sel raksasa
yang dinamakan giant cell dengan tujuan dapat memfagositosis antigen yang
berukuran lebih besar (Martini et al 1992).
Monosit merupakan leukosit yang sangat motil dan mempunyai
kemampuan fagositik terhadap infeksi organisme, sel nekrotik dan runtuhan sel.
Selain itu, menurut Tizard (1988) monosit mempunyai peranan penting dalam
mengatur tanggap kebal dengan mengeluarkan glikoprotein pengatur atau
monokin seperti interferon, interleukin I (IL-1), hormon AMP (Adenosin Mono
Phosphat) dan zat seperti prostaglandin dan leukotrien. Monosit jaringan atau
lain, bahkan mampu memfagosit 100 bakteri (Guyton dan Hall 1997). Menurut
Melvin dan William (1993), monosit mempunyai enzim yang berguna untuk
membantu proses fagosit runtuhan sel jaringan dari reaksi peradangan yang
kronik.
2.3 Stres
Stres adalah respon tubuh non spesifik terhadap setiap tuntutan beban
(Hawari 2001). Dengan kata lain, perubahan yang terjadi di sekitar tubuh akan
membuat tubuh mengadakan berbagai proses penyesuaian untuk
mempertahankan bentuk dan fungsi alat-alat tubuh. Gejala stres muncul jika
perubahan yang terjadi telah melewati ambang yang dapat ditolerir oleh tubuh.
Menurut Frandson (1996), stres dapat diartikan sebagai respon fisiologis,
biokimia, tingkah laku ternak terhadap faktor fisik, kimia, dan biologis. Intensitas
stres dipengaruhi oleh jarak dan lama perjalanan, tingkah laku ternak, bentuk
pengangkutan, tingkat kepadatan, waktu pengangkutan, keadaan iklim,
penanganan pada saat perjalanan, efektifitas istirahat setelah perjalanan, dan sifat
kerentanan terhadap stres. Stres yang berlangsung dalam waktu lama dapat
mengakibatkan penurunan efektifitas sistem imun, sistem saraf, dan endokrin
(Fowler 1999).
Pada hewan yang mengalami stres dapat timbul berbagai respon adaptasi,
proses ini terdiri dari tiga tahap: 1) Fase alami, pada fase ini terjadi respon dari
tubuh berupa reaksi imun dan sekresi adrenalin, 2) fase perlawanan, pada fase ini
stres berhasil diadaptasi atau berlanjut, 3) fase kelelahan, fase ini pada akhirnya
akan membawa kepada kematian (Archer et al 1997). Secara lebih lanjut dapat
dinyatakan tiga bentuk stres, yaitu: eustress, neutral stress, dan distress. Eustres
merupakan rangsangan yang memberikan keuntungan bagi hewan, contohnya
stres yang menyebabkan tubuh mengeluarkan kemampuan terbaik tubuh untuk
merespon stres, atau dapat disebut sebagai motivasi. Neutral stres menimbulkan
respon-respon yang tidak mempengaruhi kesejahteraan, kesenangan dan
kesejahteraan hewan. Distress adalah stres yang membahayakan dan dapat
mengganggu reproduksi dan kesejahteraan hewan. Kejadian distres pada manusia
dapat disebabkan oleh depresi yang dapat mengganggu kesehatan. Semua jenis
seperti perubahan aktifitas tingkah laku, gangguan kardiovaskuler, hipertensi,
penurunan konversi makanan, gangguan lambung, usus, kegagalan reproduksi,
ketidakseimbangan elektrolit, urtikaria maupun kekebalan tubuh (Archer et al
1997).
Fowler (1999) mangklasifikasikan penyebab stres adalah 1) stressor
somatik yang berupa suara keras, cahaya warna mencolok, transportasi, panas,
dingin, tekanan, efek kimia, dan obat. 2) stressor psikologik dapat berupa
perkelahian, teror, dan restraint. 3) stressor tingkah laku meliputi populasi
kandang yang padat, teritori, dan hirarki. 4) stressor yang lain adalah malnutrisi,
toksin, parasit, agen infeksius, pembedahan, dan imobilisasi fisik atau kimia.
Tanda-tanda stres dapat dilihat dari gejala fisik: 1) rambut berwarna kusam
dan rontok, 2) pandangan mata menjadi kabur, 3) telinga berdenging, 4)
kemampuan berfikir dan mengingat menurun, 5) ekspresi wajah tegang, 6)
jantung berdebar, konstriksi pembuluh darah, 7) gangguan saluran pencernaan, 8)
kadar gula meningkat (Hawari 2001).
Menurut Permadi dkk (1981) untuk mengukur tingkat stres pada ternak
dapat dilakukan dengan melakukan pengamatan terhadap gambaran darah yaitu
dengan mengamati kadar hemoglobin, nilai hematokrit, jumlah eritrosit dan
leukosit. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa stres yang memicu sekresi
kortisol akan menyebabkan perubahan gambaran hematologi. Menurut Kannan et
al (2000) stres yang disebabkan oleh transportasi dapat menyebabkan penurunan
jumlah limfosit dan peningkatan jumlah neutrofil. Kadar neutrofil akan kembali
seperti semula setelah 12 jam setelah transportasi (Grandin 1990).
Fisiologi stres
Menurut Borell (2001), stres merupakan kondisi secara umum yang berupa
ancaman terhadap hewan sehingga tubuh perlu melakukan penyesuaian terhadap
kondisi tersebut. Selama proses penyesuaian terhadap kondisi stres terjadi
perubahan kondisi fisiologis dan tingkah laku hewan sampai proses adaptasi
tercapai terhadap perubahan yang terjadi.
Kondisi stres diawali dengan adanya sinyal yang diterima oleh tubuh
mengenai adanya suatu ancaman. Untuk mengantisipasi kondisi ini beberapa
t R p n G m s a c O s y d m ( h k m t m k ( terjadi supa Rangsangan pusat, siste neurotransm
Gambar 8 In str Pada mensekresik sebagai resp aktif tubuh cara mening Otak memb
saraf yang d
yang terdapa dapat meng meningkatka (Fisher 198 hipofise ante kemudian da merupakan
terjadi 3 men
1 jam setelah
Prose
meningkatka
konsentrasi
(30 menit)
aya tidak te
n yang diter
em endokr
miter, dan res
nteraksi antara res (Borrel 20
a saat terja
kan katekola
pon cepat ter
untuk mamp
gkatkan cura
erikan respo
dapat meng
at pada inti
gaktifkan s
an konsentra
82). Menuru
erior untuk m
apat merang
stimulus sek
nit setelah A
h ACTH dir
es transport
an konsentr
kortisol men
setelah tra
erjadi kerusa
rima oleh re
rin, dan s
septor dapat
a sistem sara 001).
adinya ceka
amin (epine
rhadap kondi
persiapkan d
ah jantung da
on terhadap
aktifkan sek
paraventricu
saraf simpa
asi katekolam
ut Robert d
mensekresik gsang kortek kresi kortiso ACTH disekr regulasikan i tasi merupa rasi kortiso ningkat dari ansportasi. akan yang eseptor ditra sistem imu disajikan pa
f pusat, sistem
aman stres,
efrin dan no
isi stres. Kat
diri dalam m
an meningka
stres dengan
kresi cortico
ular hipotha
atetik, siste
min plasma
an Roberts
kan adrenoco
s adrenal un
ol utama. P
resikan, dan
intravena (Ch
akan salah
ol plasma.
i saat awal t
Konsentras
lebih parah
anformasikan
un. Mekani
ada Gambar
m endokrin d
tubuh aka orepineprin) tekolamin be mengatasi str atkan tekana n memberik otropin-relea alamus (John m adrenom dan mening (1996), CR orticotropin ntuk mengelu Peningkatan konsentrasi hastain dan satu penyeb
Menurut K
transportasi
i kortisol
(Ewing et
n kepada si
isme kerja
8.
dan sistem im
an merespo
dari medu
erperan seba
res, contohn
an darah (Bo
kan rangsang
ashing horm
nson et al 19
medullari y
gkatkan teka
RF dapat m
hormon (AC
uarkan korti
kadar kortis
kortisol pun
Ganjam 198
bab stres y
Kannan et
sampai pada
turun 1 ja
al 1999).
istem saraf a hormon, mun terhadap on dengan ula adrenal agai respon nya dengan orrel 2001). gan kepada
mon (CRH)
992). CRH ang dapat anan darah merangsang CTH) yang sol. ACTH sol plasma ncak terjadi 86). yang dapat
al (2000),
a jam ke 0
t k p o s m m s D b d H t b h 2 k d d ( d b m b G transportasi kortisol berp profil leuko
oleh stres. S
stimulasi p
menghamba
menyebabka
sel di limpa
Dari peneliti
bahwa indek
dan persenta
Hewan yang
tinggi jika d
bahwa nilai
hewan diata
2.4 Biologi M Men
kebun, ladan
dan berbatu
dipinggir se
(Phyllanthus
dan basah. D
berukuran k
menir dan te
berdiameter
Gambar 9.
dan menin
pengaruh pa
osit dapat m
Sekresi kort
pembentukan
at pengeluar
an limfopeni
dan ginjal, m
ian sebelum
ks stres dapa
ase limfosit (
g mengalam
dibandingkan
indeks stre
s nilai 1.5 da
Meniran iran merupa
ng atau peka
dipinggir ja
elokan. Ting
s niruri) atau
Daunnya ber
ecil dan lonj
erdapat pada
2 sampai d
ngkat lagi 1
ada gambar
merefleksikan
tisol dapat
n neutrofil
ran dari ma
ia, eosinope
menurunkan
mnya yang di
at ditentukan
(N:L ratio) p
mi stres tran
n dengan he
es kambing
apat dikataka
akan tumbu
arangan rum
alan ataupun
gginya sekit
u hijau kem
rsirip genap
jong, bungan
a ketiak dau
dengan 2,5
18 jam ber
an leukosit
n efek penin
menyebabka
, pengelua
arginal pool
enia, dan ba
n mitosis lim
lakukan
n dari perban
pada hewan
nsportasi se
wan normal
adalah 1.5,
an hewan ter
uhan liar ya
mah. Biasany
n di tanah ko
tar 50 cm,
merahan (Phy
, tiap tangka
nya berselin un menghad mm. Gamb rikutnya. Pe hewan. Me ngkatan kor an neutroph aran dari
l. Selain itu
asopenia den
mfosit (Chasta
Kannan e
ndingan anta
yang menga
elalu mempu
l. Kannan et
, artinya bil
rsebut stres.
ang banyak
ya terdapat d
osong dianta
batangnya
yllanthus uri
ai daun terd
ng, tumbuh p
dap ke arah b
bar meniran
eningkatan k
enurut Schal
rtisol yang d
hilia yang b
sumsum tu
u, kortisol j
ngan cara pe
ain dan Ganj
et al. (2000)
ara persentas
alami stres tr
unyai rasio
t al (2000) m
la indeks st
ditemukan
di tempat ya
ara rerumput
berwarna h
inaria) berbe
diri dari daun
pada ketiak d
bawah. Bua
n dapat disaj
Gambar 9 Tanaman Meniran.
Meniran merupakan satu jenis tanaman yang tersebar luas di semua daerah
Indonesia. Contohnya didaerah jawa meniran dikenal dengan nama meniran ijo,
meniran merah, memeniran; ba’metano, sidukung anak, dudukung anak, baket
sikolop (Sumatra). Meniran juga banyak digunakan sebagai obat herbal yang
cukup bagus untuk mengobati berbagai penyakit seperti demam, malaria dan
lain-lain.
Menurut Kardiman (2004) meniran dibagi dengan klasifikasi sebagai
berikut:
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Euphorbiales
Suku : Euphorbiaceae
Genus : Phylanthus
Species : Phyllanthus niruri L. atau Phyllanthus urinaria L
Kandungan Kimia Tanaman Meniran
Meniran mengandung berbagai zat kimia seperti lignin, terpen, flavonoid,
lipid, benzonoid, dan alkaloid. Menurut Maxwell (1990) meniran mengandung
senyawa kelompok lignin seperti filantin, hipofilantin, nirantin, nirtetralin,
isotetralin, dan filnirurin. Disamping itu meniran juga mengandung norsecucurine
(alkaloid), phylanthocin dan flavonoid yang dapat meningkatkan sistem imun
dengan cara meningkatkan proliferasi limfosit T (Herz dan Thomas 1996).
Flavonoid merupakan senyawa antioksidan yang kuat, terdiri dari quertin,
quercitrin, isoquercitrin,astraglin, rutine dan physetinglucoside (Nuremberg
prostaglandin yang merupakan mediator utama reaksi peradangan (Christever
2003) Menurut Nuremberg (1985) senyawa filantin dan hipofilantin yang terdapat
di dalam meniran dapat merangsang sistem kekebalan tubuh atau bersifat
imunostimulator. Filantin dan hipofilantin adalah komponen utama yang dapat
melindungi hati dari toksin yang berasal dari parasit, obat-obatan, virus, dan
bakteri. Meniran bersama dengan Vitamin K, tannin dan dammar berperan
meningkatkan sistem kekebalan tubuh selain bersifat antihepatotoksik
(Gusrizal 2003).
Manfaat Meniran
Di Indonesia meniran telah digunakan secara turun temurun sebagai obat
yang manjur untuk mengobati malaria, sariawan, diare, penyakit kuning, diabetes,
dan gangguan pada kulit (Anonim 2008). Menurut Munasir (2002), meniran dapat
berfungsi sebagai imunomodulator dengan cara memperbaiki sistem imun dengan
stimulasi sistem imun (imunostimulan). Pemberian ektrak meniran terbukti
memiliki aktivitas imunostimulan pada hewan percobaan yang mengalami
defisiensi imun. Selain itu, meniran dapat menekan sistem kekebalan yang
berlebihan (imunosupressan) sehingga daya tahan tubuh selalu optimal dalam
menjaga tubuh agar tetap kuat ketika diserang agen pathogen (Subeno 2006).
Pemberian ektrak meniran mempunyai efek terhadap respon imun non
spesifik yaitu dengan peningkatan fagositosis dan kemotaksis makrofag,
kemotaksis neutrofil, sitoksitas sel Natural Killer (NK) serta aktivitas hemolisis
komplemen. Selain itu pemberian ektrak meniran juga berpengaruh terhadap
respon imun spesifik dengan cara meningkatkan proliferasi sel limfosit T,
meningkatkan sekresi Tumor Necroting Factor (TNF) dan Interleukin-4 (IL-4)
serta menurunkan sekresi IL-2 dan IL-0. Sedangkan pengaruh terhadap imunitas
humoral adalah dengan meningkatkan produksi imuniglobulin M (IgM) serta
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu pengambilan data dilakukan di
kandang domba milik Mitra Tani Farm yang beralamat di Jl. Manunggal no 51 Rt
4/5 Tegal Waru, Ciampea, Bogor. Pengamatan dilakukan di Bagian Farmakologi
dan Toksikologi, Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas
Kedokteran Hewan-Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan selama
Bulan Februari sampai dengan Mei 2008.
3.2 Bahan dan Alat
Domba. Dalam penelitian ini digunakan 12 ekor domba lokal (domba priangan) yang berjenis kelamin jantan dan mempunyai umur serta berat badan
relatif sama. Umur domba yang digunakan adalah sekitar 6 bulan yang dibeli dari
peternakan yang berada di daerah cimande, serta memiliki kisaran berat badan
lebih kurang 20 kg. Domba kemudian dipelihara di kandang domba Mitra Tani
farm selama lebih kurang dua minggu untuk tahap persiapan. Selama tahap
persiapan domba diberi obat cacing. Proses ini dinamakan aklimasi.
Kandang dan Pakan. Domba dipelihara dalam kandang dengan sistem tail to tail, kandang diberi sekat, dimana satu sekat berisi 3 ekor domba.Kandang
dilengkapi dengan tempat pakan rumput dan wadah untuk konsentrat serta tempat
minum. Pakan yang diberikan adalah campuran konsentrat (bekatul) dan mix
grass. Rumput mix grass berasal dari kebun rakyat yang berada di sekitar
peternakan. Pakan diberikan dua kali sehari yaitu pagi dan sore. Air minum
diberikan ad libitum.
Bahan lain yang digunakan adalah multivitamin, alkohol 70, metanol dan
pewarna Giemsa. Sedangkan alat yang digunakan adalah spidol, spoit, tali, kaca
3.3 Tahapan Penelitian
3.3.1 Induksi Stres
Domba diaklimasi selama 2 minggu, kemudian dilakukan induksi stres
transportasi dengan membawa domba berjalan selama 12 jam dan menempuh
jarak sejauh 250 Km dengan menggunakan mobil bak terbuka yang mempunyai
suhu 30oC dan kelembapan 80 %.
3.3.2 Pengelompokan dan Perlakuan Hewan Coba
Penelitian dilakukan dengan menggunakan 3 kelompok domba yang
diberikan perlakuan berbeda. Setiap kelompok terdiri atas 4 ekor domba jantan
yang mempunyai berat dan umur yang relatif sama. Perlakuan yang diberikan
adalah:
P1 : Kontrol positif, Induksi stress tanpa pemberian multivitamin
P2 : Induksi stres dengan pemberian multivitamin A ( ektrak meniran + ATP)
P3 : Induksi stres dengan pemberian multivitamin B
3.3.3 Pengambilan Sampel
Sebelum diberikan perlakuan, hewan diambil data fisiologis awal berupa
sampel darah dan berat badan sebagai data kontrol. Setelah diberi perlakuan stress
transportasi selama 12 jam, sampel diambil sebanyak 7 kali pengambilan di mulai
pada jam ke-0, 4, 8, 12, 24, 48 dan 72.
Pengambilan sampel dilakukan pada vena jugularis masing-masing domba
dengan menggunakan spoit sebanyak 3 ml, kemudian darah dimasukan kedalam
tabung reaksi yang mengandung antikoagulan etil diamintetra acetic acid (EDTA)
untuk memperoleh whole blood. Setelah itu sampel kemudian diamati di
laboratorium. Parameter pengamatan adalah pemeriksaan leukosit dilakukan
dengan menghitung diferensial leukosit.
3.4Menghitung diferensial leukosit
Penghitungan diferensial leukosit secara manual dapat dilakukan dengan
pemeriksaan preparat ulas darah. Prinsip pembuatan preparat ulas darah adalah
sebagai berikut: setetes sampel darah diletakan pada permukaan salah satu tepi
45o, ditunggu sampai tetesan darah menyebar pada kedua gelas objek. Kemudian
dengan cepat gelas objek pembuat hapusan digerakan ke depan pada permukaan
kaca objek satunya. Preparat hapus ini kemudian dikeringkan di udara, dan
difiksasi dalam methanol selama 5 menit. Setelah itu dilakukan pewarnaan dengan
menggunakan pewarna Giemsa selama 30 menit. Kemudian preparat ulas dibilas
dengan air dan kemudian dikeringkan. Setelah kering preparat apus darah diamati
di bawah mikroskop dengan perbesaran objektif 100.
Identifikasi jenis-jenis leukosit dapat dilakukan dengan mengamati warna,
ukuran dan jumlah granul sel leukosit. Gambar skema pembuatan preparat ulas
darah dapat disajikan pada Gambar 10.
[image:38.612.125.518.288.408.2]45o
Gambar 10 Skema pembuatan preparat apus darah dan metode daerah pengamatan (Anonim 2004).
3.5 Analisa data
Data yang diperoleh dianalisa dan dibandingkan dengan menggunakan
metoda analisis of varian (ANOVA) yang kemudian dilanjutkan dengan uji
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian pendahuluan pada domba Priangan yang tidak
diberi perlakuan stress dalam kondisi suhu lingkungan dan kelembapan yang sama
di dapat hasil bahwa persentase rata-rata limfosit adalah 50,4%,monosit 6,80%,
neutrofil 37,24%, eosinofil 5,64%, dan N:L rasio 0,75.
NEUTROFIL
Hasil pengamatan persentase rata-rata neutrofil pada Domba Priangan
yang mengalami stres transportasi dan diberi formulasi multivitamin dapat
[image:39.612.128.539.313.405.2]disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Persentase rata-rata neutrofil domba yang mengalami stres transportasi dan diberi formulasi multivitamin
Perla kuan
Pengamatan jam ke-
0 4 8 12 24 48 72
50,75±6.40cde
39,75±8.73abc
45,25±9.22abcd
50±3.65cde
43,5±9.75abcd
49,75±0.96cde
39,5±5.92abc
KP
PA 43,5±6.76abcd
41±8.29abc
43,5±12.12abcd
64,5±4.51f
60,25±5.25ef
43,25±9.18abcd
36±11.17ab
PB 49±8.04bcde
32,5±6.61a
54,25±12.45def
51±1.41cde
51,5±6.86cde
43,25±4.03abcd
38,5±8.10abc
Keterangan: Huruf superscript yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menyatakan perbedaan yang nyata (p<0,05); KP: Kontrol Positif; PA: perlakuan A; PB: Perlakuan B.
Gambar 11 Grafik persentase rata-rata neutrofil domba priangan yang mengalami stres transportasi dan diberi formulasi multivitamin.
Berdasarkan Tabel 4 dapat diperoleh hasil peningkatan persentase
neutrofil pada masing-masing kelompok perlakuan. Peningkatan terjadi dimulai
pada pengamatan pada jam 8, 12. Berikutnya pada pengamatan pada jam
ke-24, 48, 72 kadar neutrofil cenderung mengalami penurunan. Puncak persentase 0
20 40 60 80
0 4 8 12 24 48 72
Pers en tas e R a taan
Pengamatan Pada Jam ke‐
[image:39.612.132.533.438.591.2]neutrofil terjadi pada jam ke-12, pada kelompok perlakuan kontol positif (KP) dan
Multivitamin A (PA), dimana pada jam ke-12 adalah akhir proses transportasi.
Pada jam ke-12 ini domba mencapai puncak stres yang diduga mengakibatkan
konsentrasi kortisol plasma tinggi. Konsentrasi kortisol yang tinggi
mengakibatkan peningkatan stimulus sekresi neutrofil dari sumsum tulang
(Chastain dan Ganjam 1986). Kannan et al (2000) juga
melaporkan bahwa, konsentrasi kortisol mulai meningkat pada jam ke-0 atau
sesaat dimulainya proses transportasi yang mengakibatkan tinggi nya kadar
neutrofil domba. Pada saat awal transportasi tubuh domba merespon adanya
cekaman atau stres. Tubuh merespon adanya cekaman ini dengan melakukan
proses adaptasi melalui peningkatan kadar neutrofil di dalam tubuh.
Menurut Schalm (1975), kortisol dapat merangsang peningkatan produksi
neutrofil dari sumsum tulang dan menghambat kemampuan diapedesis neutrofil.
Hal ini mengakibatkan terjadinya right shift neutrofil. Secara umum kelompok
formulasi multivitamin A mempunyai rata-rata persentase neutrofil lebih tinggi
daripada kelompok lain terlihat sampai dengan jam ke-24. Peningkatan ini nyata
terlihat pada pengamatan pada jam ke-12 jika dibandingkan dengan kelompok
domba kontrol positif dan kelompok formulasi multivitamin B. Tingginya kadar
neutrofil pada perlakuan dengan formulasi multivitamin A ini disebabkan
pemberian ektrak meniran yang bersifat sebagai imunostimulator sehingga dapat
merangsang sekresi neutrofil dari sumsum tulang (Munasir 2002). Sementara itu,
kelompok perlakuan dengan pemberian multivitamin B menunjukan respon
terhadap stres pada jam ke-8, dimana kadar neutrofil kelompok B cenderung lebih
tinggi daripada kelompok perlakuan yang lain. Hal ini diduga bahwa zat aktif
yang ada dalam multivitamin B mempunyai daya kerja yang lebih cepat terhadap
kondisi stres dibandingkan kelompok yang lain
Proses kembali kepada kondisi awal (recovery) ini berjalan sempurna 12
jam setelah transportasi (Grandin 1990). Hal ini terbukti pada pengamatan kadar
neutrofil, dimana pada semua perlakuan (KP,PA dan PB) tampak bahwa pada jam
ke-24 (12 jam setelah transportasi) persentase rata-rata neutrofil mulai
mengalami penurunan. Dari pengamatan ini dapat diartikan bahwa pada jam ke-24
EOSINOFIL
Hasil pengamatan persentase rata-rata eosinofil pada Domba Priangan
yang mengalami stres transportasi dan diberi formulasi multivitamin dapat
[image:41.612.132.519.195.274.2]disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Persentase rata-rata eosinofil domba yang mengalami stres transportasi dan diberi formulasi multivitamin
Perla kuan
Pengamatan jam ke-
0 4 8 12 24 48 72
KP 3,75±1.89ab
3,5±0.58ab
3,5±3.32ab
3,5±1.91ab
6±2.16b
4,75±0.96ab
4,25±0.96ab
PA 3,75±0.96ab 2,25±1.50a 2±1.41a 3,75±0.96ab 3,25±2.63ab 4,25±1.71ab 4,5±1.73ab
PB 3,75±2.22ab 3,75±0.96ab 3,5±0.58ab 1,75±0.96a 3,75±3.10ab 4,5±3.32ab 5±2.16ab
Keterangan : Huruf superscript yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menyatakan perbedaan yang nyata (p<0,05); KP: Kontrol Positif; PA:perlakuan A; PB: Perlakuan B.
Gambar 12 Grafik persentase rata-rata eosinofil pada domba priangan yang mengalami stres transportasi dan diberi multivitamin.
Berdasarkan Tabel 5 dapat dijelaskan bahwa selama proses transportasi 12
jam kadar eosinofil pada semua kelompok perlakuan cenderung mengalami
penurunan yaitu pada pengamatan jam ke-4, 8, dan 12. Kadar eosinofil meningkat
lagi setelah 12 jam pasca transportasi. Pada kelompok perlakuan multivitamin A
persentase eosinofil mengalami penurunan pada awal proses transportasi, dan
meningkat lagi setelah pada jam ke-12. Kelompok perlakuan B mengalami
penurunan pada jam ke-12, hal ini disebabkan mulai berkurangnya kemampuan
zat aktif untuk mempertahankan kondisi fisiologis pada kejadian stres. Sedangkan
kelompok kontrol positif relatif stabil, tapi terjadi peningkatan pada jam ke-24 0
1 2 3 4 5 6 7
0 4 8 12 24 48 72
Per
senta
se
Rat
aan
Pengamatan Pada Jam ke‐
[image:41.612.132.527.308.483.2]atau 12 jam pasca transportasi. Menurut Chastain dan Ganjam (1986), kortisol
dapat menyebabkan tejadinya eosinopenia, sehingga terjadi penurunan persentase
eosinofil.
Persentase rata-rata eosinofil pada kelompok multivitamin A secara umum
lebih rendah daripada kelompok lain yaitu pada pengamatan pada jam ke 4
(pukul 10.00 WIB), jam ke- 8 (pukul 14.00 WIB), ke-24 (pukul 06.00), ke-48 dan
ke-72. Penurunan rataan eosinofil ini disebabkan karena kerja zat aktif meniran
yaitu kuersetin yang dapat menghambat enzim dekarboksilase sehingga produksi
histamin dihambat. Histamin merupakan mediator penting yang dapat merangsang
keluarnya eosinofil dari sumsum tulang (Christever 2003). Dengan dihambatnya
histamin, jumlah eosinofil yang dihasilkan akan menurun.
Menurut Guyton dan Hall (1997), eosinofil dihasilkan dalam jumlah tinggi
pada saat terjadinya infeksi oleh parasit. Dari pernyataan ini dapat diketahui
bahwa eosinofil tidak terlalu berpengaruh pada kejadian stres (Kannan et al 2000).
Dari grafik dapat dilihat bahwa secara umum persentase rata-rata eosinofil
kelompok kontrol paling tinggi diantara kelompok lain. Nilai paling tinggi terjadi
saat pengamatan jam ke-24 pada kelompok kontrol, hasil ini diduga disebabkan
tidak adanya zat yang dapat menghambat produksi histamin sehingga eosinofil
banyak dihasilkan.
BASOFIL
Dari hasil pengamatan pada penelitian ini tidak ditemukan adanya basofil.
Hasil ini dapat dikatakan hewan yang digunakan tidak mengalami adanya alergi,
karena basofil akan berespon terhadap adanya kejadian alergi dan reaksi
hipersensitivitas pada tubuh. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Kannan et al
(2000), bahwa kondisi stres tidak berpengaruh terhadap sekresi basofil.
LIMFOSIT
Hasil pengamatan persentase rata-rata limfosit yang mengalami stres
transportasi dan diberi formulasi multivitamin dapat disajikan pada tabel 6.
Keterangan: Huruf superscript yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menyatakan perbedaan yang nyata (p<0,05); KP: Kontrol Positif; PA:perlakuan A; PB: Perlakuan B
Gambar 13 Grafik persentase rata-rata limfosit pada domba priangan yang mengalami stres transportasi dan diberi multivitamin.
Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan persentase limfosit
dari jam ke-0 sampai dengan jam ke-4. Peningkatan ini terjadi akibat sekresi
katekolamin (epinefrin dan norepenefrin) yang merupakan respon tubuh terhadap
kondisi stres yang akut. Katekolamin dapat menyebabkan peningkatan persentase
limfosit, neutrofil dan monosit (Borrel 2001). Menurut Kannan et al. (1990),
dalam kondisi stres transportasi akan terjadi peningkatan persentase neutrofil dan
penurunan persentase limfosit. Tubuh memberikan respon terhadap stres dengan
menghasikan hormon glukokortikoid. Salah satu kerja dari hormon ini adalah
dapat menurunkan jumlah persentase limfosit. secara umum, persentase limfosit
pada semua kelompok perlakuan mengalami peningkatan pada jam ke-4 dan
0 4 8 12 24 48 72
KP PA
PB 51,5±8.50ef
40,75±8.42 bcde 59,25± 7.93f 37,25±12.87abc 41,25±2.50bcde 37,25±6.08abc 45,5± 6.14 cde
49,5±8.27cdef
47,5±5.80 cdef 50,5± 5.26 cdef 48±12.83cdef 27,5±4.20a 31,5±5.45ab 43±8.98 bcde 52,5±12.23ef Perla
kuan
JAM
KE-39,75±6.55 abcde 50,5± 7.23 cdef 46±8.91cde 41±2.58bcde 42,5±10.66bcde 38,75±4.57 abcd
0 10 20 30 40 50 60 70
0 4 8 12 24 48 72
Persenta
se
Ra
taan
Pengamatan Pada Jam ke‐
cenderung mengalami penurunan kembali pada jam 8 sampai dengan jam
ke-12.
Berdasarkan pengamatan pada neutrofil puncak stres transportasi terjadi
pada jam ke-12, sehingga berefek pada tingginya konsentrasi kortisol plasma.
Kadar kortisol plasma yang tinggi ini dapat menghambat sekresi limfosit dari
sumsum tulang (Chastain dan Ganjam 1986). Pengamatan jam ke-24, 48 dan 72
persentase rata-rata limfosit pada masing-masing perlakuan kembali meningkat.
Hal ini dapat dikatakan bahwa hewan dalam proses perbaikan untuk kembali ke
kondisi homeostasis tubuh setelah mengalami stress (Grandin 1990).
MONOSIT
Hasil pengamatan persentase rata-rata monosit yang mengalami stres
[image:44.612.134.522.492.695.2]transportasi dan diberi formulasi multivitamin dapat disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Persentase rata-rata monosit domba yang mengalami stres transportasi dan diberi formulasi multivitamin
Keterangan : Huruf superscript yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menyatakan perbedaan yang nyata (p<0,05); KP: Kontrol Positif; PA:perlakuan A; PB: Perlakuan B
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
0 4 8 12 24 48 72
per senta se rat aan
Pengamatan Pada jam ke‐
kontrol positif Multivitamin A Multivitamin B Perla
kuan
PENGAMATAN PADA JAM KE-
0 4 8 12 24 48 72
KP 5.75±2.06ab 6,25±1.26
ab
5,25±3.10a 5,75±1.71ab 8±3.16ab 6,75±3.77ab 6,75±2.06ab
PA 5.25±1.89a 6,25±2.75
ab
6,5±2.38ab 4,25±2.22a 5±2.31a 9,5±1.91b 7±2.16ab
PB 6,5 ±1.29ab 4,5±1.29
a
5 ±1.41a
6±2.16ab
7,5±2.08ab
6,75±1.89ab