• Tidak ada hasil yang ditemukan

pengaruh Kualitas Kehidupan Kerja Dan Semangat Kerja Terhadap Komitmen Organisasi Pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Bandung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "pengaruh Kualitas Kehidupan Kerja Dan Semangat Kerja Terhadap Komitmen Organisasi Pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Bandung"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

1

1.1 Latar Belakang Penelitian

Berkembangnya demokratisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta adanya komitmen nasional untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance), mendorong pemerintah untuk memberikan kewenangan yang lebih luas kepada daerah. Pemerintah memberikan kewenangan melalui pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah. Desentralisasi dan otonomi daerah dibutuhkan untuk menumbuhkan prakarsa daerah sekaligus memfasilitasi aspirasi daerah sesuai dengan keanekaragaman kondisi masing-masing daerah. Konsekuensi dari pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah tersebut adalah Pemerintah Daerah harus dapat lebih meningkatkan kinerjanya dalam penyelenggaraan pemerintahan.

(2)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bandung merupakan lembaga teknis di lingkungan Pemerintah Daerah Tingkat II Kota Bandung. Sebagai lembaga teknis pemerintah Bappeda dituntut untuk memberikan kinerja yang optimal dalam pelaksanaan perencanaan pembangunan daerah.

Fungsi dan peran Bappeda sebagai lembaga teknis daerah yang bertanggung jawab terhadap perencanaan pembangunan sebagaimana diamanatkan dalam pasal 14, ayat (1), Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa salah satu urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah adalah urusan perencanaan dan pengendalian pembangunan. Kewenangan perencanaan pengendalian tersebut kemudian dipertegas kembali dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

(3)

Kualitas kehidupan kerja (Quality of Work Life) adalah unsur aktivitas manajemen personalia yang sangat berpengaruh terhadap komitmen organisasional karyawan dimana didalam kualitas kehidupan kerja tersebut terdapat indikator-indikator yang berpengaruh terhadap komitmen karyawan.

Dalam pelaksanaannya fokus utama Quality of Work Life bukan menjadikan pekerjaan menjadi lebih baik, namun lebih menekankan bagaimana pekerjaan dapat menjadikan pekerja menjadi lebih baik. Adanya Quality of Work Life bagi suatu organisasi dapat memberikan dampak positif seperti peningkatan semangat kerja pegawai dan akan berpengaruh terhadap komitmen mereka terhadap organisasi , hal ini tentu juga akan berimbas terhadap efektivitas dan produktivitas organisasi. Sedangkan bagi karyawan, Quality of Work Life memberikan beberapa keuntungan seperti terjaminnya kesejahteraaan mereka, iklim dan kondisi bekerja yang baik, dan juga akan membawa dampak psikologis pada pribadi di setiap karyawan itu sendiri.

(4)

Tabel 1.1

Hasil Survei Pendahuluan pada BAPPEDA Kota Bandung

Sumber : Data Diolah

Dari tabel 1.1 diatas maka tergambar adanya beberapa faktor-faktor quality of work life yang belum terpenuhi, hal ini dapat dilihat dari adanya

1 Saya selalu diikutsertakan oleh pimpinan untuk

memberikan saran dalam membuat keputusan penting. 70% 20% 10%

2

Saya merasa diberi kesempatan untuk mengembangkan diri melalui pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan.

60% 10% 30%

3

Setiap permasalahan yang berhubungan dengan pelaksanaan program kerja dilaporkan pada rapat atau laporan harian.

70% 0% 30%

4 Informasi yang perlu diketahui bersama oleh seluruh staf di

unit kerja dikomunikasikan dengan baik. 80% 20% 0%

5 Saya merasa dalam bekerja didukung dengan kenyamanan

dan fasilitas yang ada. 20% 20% 60%

6 Saya merasa di tempat saya bekerja (bappeda) memiliki

program pensiun yang baik 80% 20% 0%

7 Saya merasa terlindungi dengan sarana keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dilingkungan kerja saya. 60% 10% 30%

8 Saya merasa gaji dan insentif yang saya terima diberikan

sesuai dengan pekerjaan yang telah dilakukan. 30% 20% 50%

9

Saya merasa bangga karena telah menjadi bagian dari bappeda, walaupun jabatan yang diberikan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.

80% 10% 10%

Semangat Kerja

1 Saya selalu hadir setiap hari kerja. 80% 20% 0%

2 Saya selalu memberikan hasil terbaik didalam

menyelesaikan pekerjaan. 70% 20% 10%

3 Saya selalu datang ke kantor tepat waktu dan pulang tepat

waktu sesuai dengan peraturan yang berlaku. 70% 10% 20%

4 Saya selalu memiliki inisiatif dalam melaksanakan

pekerjaan. 30% 10% 60%

5 Saya merasa bangga dengan pekerjaan yang saat ini saya

kerjakan. 80% 20% 0%

Komitmen Organisasi

1 Saya merasa terikat secara emosional dengan organisasi di

tempat saya bekerja. 30% 10% 60%

2 Saya merasa masalah organisasi ditempat saya bekerja juga seperti masalah saya. 40% 0% 60%

3 Saya merasa tidak memiliki kewajiban untuk

(5)

pegawai yang merasa tidak puas dengan sarana dan prasarana yang ada, selain itu, sebagian pegawai juga merasa gaji dan insentif yang diberikan selama ini belum sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.

Kemudian untuk tingkat semangat kerja pegawai, tergambar dari tingkat kehadiran pegawai, serta disiplin kerja pegawai yang tinggi, akan tetapi, inisiatif pegawai dalam melaksankan pekerjaan cenderung masih kurang, hal ini dikarenakan pekerjaan para pegawai di instansi memang sudah ada standarisasinya, sehingga kreativitas pegawai pun cenderung tidak berkembang.

Sedangkan untuk komitmen organisasi terlihat dari adanya rasa keterikatan emosional pegawai dengan organisasi, serta adanya komitmen untuk tidak meninggalkan organisasi. Akan tetapi sebagian pegawai masih ada yang merasa bahwa keberadaan atau keterlibatan mereka dalam organisasi masih kurang, hal tersebut diindikasikan menjadi masalah indikator keterlibatan pegawai terhadap organisasi. Dengan adanya masalah tersebut dapat menyebabkan komunikasi dan penanganan pekerjaan tidak bisa berjalan dengan baik dan berpengaruh terhadap jalannya proses kerja organisasi.

(6)

dapat mempengaruhi kenyamanan pegawai dalam melakukan pekerjaanya sehari-hari, sehingga jalanya proses kerja organisasi menjadi tidak maksimal.

Tabel 1.2

Rekapitulasi Sarana Dan Prasarana Bappeda Kota Bandung

No Nama Barang Banyaknya

1 Kendaraan Roda 4 16

(7)

dilaksanakan secara menyeluruh, sekalipun pada Tahun Anggaran 2011 telah dilakukan rehabilitasi gedung kantor, tetapi baru dilakukan perbaikan yang sifatnya partial. Permasalahan dalam pengelolaan barang berkaitan dengan inventarisasi asset (barang dan kendaraan) terutama yang dipergunakan oleh pejabat yang sudah tidak lagi bertugas di Bappeda, serta tidak tersedianya tempat penyimpanan yang memadai untuk barang dan dokumen produk Bappeda.

Kemudian untuk semangat kerja pegawai mengungkapkan bahwa karena adanya standardisasi dalam semua proses kerja organisasi, menyebabkan sebagian pegawai bappeda merasa kreativitas mereka dalam bekerja cenderung tidak berkembang, hal ini terlihat dari inisiatif para pegawai dalam melaksankan pekerjaan yang masih rendah.

Sedangkan untuk komitmen organisasi menyatakan bahwa keterlibatan pegawai dalam organisasi masih kurang, hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya pegawai yang merasa bahwa masalah organisasi ditempat mereka bekerja bukanlah masalah mereka, melainkan masalah organisasi dan para pimpinan mereka, Hal ini terjadi karena dalam proses pengambilan keputusan penting, para pegawai tidak diikutsertakan, karena dalam pengambilan keputusan organisasi tersebut, sepenuhnya menjadi tanggung jawab atasan atau pimpinan.

Berdasarkan uraian dan kondisi tersebut diatas maka penulis tertarik untuk mengambil judul “Pengaruh Kualitas Kehidupan Kerja dan Semangat Kerja Terhadap Komitmen Oganisasi pada Badan Perencanaan Pembangunan

(8)

1.2Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah

1.2.1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis dapat mengidentifikasi masalah yang terjadi pada Badan Perencanaan Pembangunan, yaitu:

1. Adanya beberapa faktor kualitas kehidupan kerja yang belum terpenuhi seperti adanya ketidakpuasan pegawai terhadap sarana dan prasarana yang ada, selain itu sebagian pegawai juga merasa gaji dan insentif yang diberikan selama ini belum sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan. 2. Adanya beberapa faktor yang mempengaruhi semangat kerja pegawai,

seperti kreativitas pegawai. Hal ini terlihat dari inisiatif pegawai dalam melaksankan pekerjaan cenderung masih kurang, hal ini dikarenakan pekerjaan para pegawai di instansi memang sudah ada standarisasinya, sehingga kreativitas pegawai pun cenderung tidak berkembang.

3. Adanya beberapa faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi pegawai. Hal ini dapat terlihat dari adanya sebagian pegawai yang merasa bahwa keberadaan atau keterlibatan mereka dalam organisasi masih kurang, hal tersebut dapat menyebabkan komunikasi dan penanganan pekerjaan tidak bisa berjalan dengan baik dan berpengaruh terhadap jalannya proses kerja organisasi.

1.2.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah di uraikan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

(9)

2. Bagaimana Semangat Kerja di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bandung.

3. Bagaimana Komitmen Organisasi di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bandung.

4. Seberapa besar pengaruh Kualitas Kehidupan Kerja terhadap Komitmen Organisasi di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bandung.

5. Seberapa besar pengaruh Semangat Kerja terhadap Komitmen Organisasi di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bandung.

1.3 Maksud dan Tujuan

1.3.1. Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengumpulkan data dan berbagai informasi yang terkait dengan Kualitas Kehidupan Kerja dan Semangat Kerja terhadap Komitmen Organisasi di Bappeda Kota Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui Kualitas Kehidupan Kerja di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bandung.

2. Untuk mengetahui Semangat kerja di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bandung.

(10)

4. Untuk mengetahui pengaruh Kualitas Kehidupan Kerja terhadap Komitmen Organisasi di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bandung.

5. Untuk mengetahui pengaruh Semangat Kerja terhadap Komitmen Organisasi di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bandung.

1.4Kegunaan penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yaitu :

1.4.1. Kegunaan Praktis

a. Bagi perusahaan

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi khususnya informasi yang terkait tentang kualitas kehidupan kerja dan semangat kerja terhadap komitmen organisasi.

b. Bagi karyawan

Hasil dari penelitian ini diharapkan berguna untuk menambah pengetahuan dan bahan pertimbangan atau lainnya yang mungkin di gunakan untuk penelitian lebih lanjut khususnya kualitas kehidupan kerja dan semangat kerja terhadap komitmen organisasi.

1.4.2. Kegunaan Akademis

a. Bagi Penulis

(11)

b. Bagi perusahaan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan memberikan masukan kepada pihak manajemen dalam rangka perbaikan dan pengembangan dari praktik- praktik yang sudah dianggap memadai.

1.5. Tempat dan Waktu Peneletian

1.5.1 Tempat Penelitian

Lokasi yang menjadi unsur dalam penelitian ini yaitu berlokasi di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bandung, yang beralamat di Jl. Taman Sari No. 76 Bandung.

1.5.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian yang dilakukan oleh Peneliti sampai penyusunan selesai yaitu selama 5 bulan, mulai dari bulan Oktober sampai dengan bulan Februari 2015.

Tabel 1.3 Waktu Penelitian

No Kegiatan

Bulan

Oktober November Desember Januari Februari 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Pengajuan Proposal

Penelitian 2 Pengumpulan Data 3 Pengolahan Data 4 Penyusunan Penelitian

dan Bimbingan 5 Sidang UP

6

(12)

12

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia

2.1.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

Menurut Mangkunegara (2002:2) Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan suatu perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengadaan, pengembangan, pemberian balas jasa, pengintegrasian, pemeliharaan dan pemisahan tenaga kerja dalam rangka mencapai tujuan organisasi.

Menurut Nawawi (2003:42) Manajemen Sumber Daya Manusia adalah Proses mendayagunakan manusia sebagai tenaga kerja secara manusiawi agar potensi fisik dan psikis yang dimiliki berfungsi maksimal bagi tercapainya tujuan perusahaan.

(13)

2.1.2 Kualitas Kehidupan Kerja

2.1.2.1 Pengertian Kualitas Kehidupan Kerja

Kualitas kehidupan kerja atau yang dikenal dengan istilah Quality Of Worklife (QWL) dijelaskan oleh Siagian (2007) sebagai upaya yang sistematik dalam kehidupan organisasional melalui cara dimana para karyawan diberi kesempatan untuk turut berperan menentukan cara merekabekerja dan sumbangan yang mereka berikan kepada organisasi dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasarannya.

Menurut Mangkuprawira (2009), kualitas kehidupan kerja merupakan tingkat kepuasan, motivasi, keterlibatan dan pengalaman komitmen perseorangan mengenai kehidupan mereka dalam bekerja

Menurut Cascio (2003), quality of work life merupakan salah satu tujuan penting dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan pegawai. Cascio (2003) mengatakan bahwa quality of work life dapat didefinisikan sebagai persepsi karyawan tentang kesejahteraan mental dan fisiknya ketika bekerja. Ada dua pandangan mengenai maksud dari quality of work life. Pertama, quality of work life adalah sejumlah keadaan dan praktek dari organisasi (contoh: pengayaan penyelia yang demokratis, keterlibatan pekerja, dan kondisi kerja yang aman). Sementara yang kedua, quality of work life adalah persepsi karyawan bahwa mereka ingin rasa aman, mereka merasa puas, dan mendapatkan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang sebagai layaknya manusia.

(14)

lingkungan organisasi tempat mereka bekerja, dimana organisasi berupaya untuk memberikan kesesuaian antara karyawan, teknologi, pekerjaan dan lingkungan dengan cara mengembangkan lingkungan kerja yang nyaman serta kondusif, sehingga tercipta keseimbangan antara kehidupan dan pekerjaan mereka.

2.1.2.2 Komponen Kualitas Kehidupan Kerja (Quality of Work Life)

Cascio (2003) menguraikan sembilan komponen Quality of work life yang terdiri dari keterlibatan karyawan, pengembangan karir, penyelesaian masalah, komunikasi, fasilitas yang tersedia, rasa aman terhadap pekerjaan, keselamatan lingkungan kerja, kompensasi yang seimbang, dan rasa bangga terhadap institusi. Adapun komponen tersebut dapat dilihat sebagai berikut :

Gambar 2.1

(15)

Menurut Cascio (2003), usaha perusahaan untuk memperbaiki quality of work life adalah usaha untuk memperbaiki komponen berikut ini :

1. Keterlibatan karyawan (Employee participation), contohnya dengan membentuk tim peningkatan kualitas, membentuk tim keterlibatan karyawan, dan mengadakan pertemuan partisipasi karyawan.

2. Pengembangan karir (Career development), contohnya dengan mengadakan pendidikan dan pelatihan, evaluasi kinerja dan promosi. Manfaat pengembangan karir adalah :

a. Mengembangkan prestasi karyawan

b. Mencegah terjadinya karyawan yang minta berhenti untuk pindah kerja dengan cara meningkatkan loyalitas karyawan. c. Sebagai wahana untuk memotivasi karyawan agar dapat

mengembangkan bakat dan kemampuannya. d. Mengurangi subjektivitas dalam promosi e. Memberikan kepastian hari depan

f. Sebagai usaha untuk mendukung organisasi memperoleh tenaga yang cakap dan terampil dalam melaksanakan tugas. 3. Penyelesaian masalah (Conflict resolution), contohnya manajemen

membuka jalur formal untuk menyampaikan keluhan atau permasalahan.

(16)

dibedakan menjadi dua yaitu komunikasi formal dan non formal. Bentuk komunikasi formal adalah bentuk hubungan komunikasi yang diciptakan secara terencana, melalui jalur-jalur formal dalam organisasi, yang melekat pada saluran-saluran yang ditetapkan sebagaimana telah ditunjukkan melalui struktur. Bentuk khas dari komunikasi ini adalah berupa komunikasi yang ada di luar struktur, biasanya melalui saluran-saluran non formal yang munculnya bersifat insidental, menurut kebutuhan atau kepentingan interpersonal yang baik, atau atas dasar kesamaan kepentingan.

5. Fasilitas yang didapat (Wellness), contohnya jaminan kesehatan, program rekreasi, program konseling. Konseling adalah setiap aktivitas di tempat kerja di mana seorang individu memanfaatkan serangkaian keterampilan dan teknik untuk membantu individu lainnya memikul tanggung jawab dan mengelola pembuatan keputusan mereka apakah hal ini terkait dengan pekerjaan atau pribadi, khususnya yang berkaitan dengan pengembangan diri. Aktivitas konseling sebagai bagian dari kehidupan untuk bekerja secara normal.

6. Rasa aman terhadap pekerjaan (Job security), contohnya program pensiun dan status karyawan tetap.

(17)

kewajiban perusahaan dalam meningkatkan keselamatan kerja terdiri dari :

a. Memelihara tempat kerja yang aman dan sehat bagi pekerja b. Mematuhi semua standar dan syarat kerja

c. Mencatat semua peristiwa kecelakaan yang terjadi yang berkaitan dengan keselamatan kerja.

8. Kompensasi yang seimbang (Equitable compensation), contohnya perusahaan memberikan gaji dan keuntungan yang kompetitif. Menurut Hasibuan (2000) besarnya kompensasi mencerminkan status, pengakuan, dan tingkat pemenuhan kebutuhan yang dinikmati oleh karyawan bersama keluarganya. Tujuan pemberian kompensasi adalah:

a. Ikatan kerja sama antara karyawan dan pemberi kerja b. Kepuasan kerja dengan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan c. Sebagai motivator

d. Program kompensasi atas prinsip adil dan layak serta eksternal konsistensi yang kompetitif maka stabilitas karyawan lebih terjamin karena turnover relatif kecil

e. Disiplin karyawan akan lebih baik

f. Karyawan dapat dihindarkan dari pengaruh serikat buruh dan lebih berkonsentrasi pada pekerjaannya.

(18)

2.1.2.3Faktor - Faktor Kualitas Kehidupan Kerja (Quality of Work Life)

Menurut Siagian (2004), konsep Quality Of Worklife (QWL) terdiri dari delapan (8) faktor penting yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk meningkatkan mutu hidup kekaryaan yaitu:

1. Imbalan yang adil dan memadai

Yang dimaksud dengan imbalan adil dan memadai adalah bahwa imbalan yang diberikan oleh organisasi kepada karyawannya harus memungkinkan penerimaannya memuasakan berbagai kebutuhannya sesuai dengan standar hidup karyawan dan sesuai pula dengan standar pengupahan dan penggajian yang berlaku di pasaran kerja. Artinya, imbalan yang diterima oleh karyawan harus sepadan dengan imbalan yang diterima orang lain yang melakukan pekerjaan sejenis.

2. Kondisi dan lingkungan pekerjaan yang aman dan nyaman

Kondisi dan lingkungan pekerjaan yang aman dan nyaman dimana pekerja dan lingkungan kerja yang menjamin bahwa para pekerja terlindungi dari bahaya kecelakaan. Segi penting dari kondisi demikian ialah jam kerja yang memperhitungkan bahwa daya tahan manusia ada batasnya. Karena itulah ada ketentuan mengenai jumlah jam kerja setiap hari, ketentuan istirahat, dan ketentuan cuti.

3. Kesempatan untuk menggunakan dan mengembangkan kemampuan

(19)

yang tidak ketat karena manajemen memandang bahwa bawahannya terdiri dari orang-orang yang sudah matang, tersedia informasi yang relevan dan kesempatan menetapkan rencana kerja sendiri, termasuk jadwal, mutu, dan cara pemecahan masalah.

4. Kesempatan untuk berkembang dan keamanan berkarya di masa

depan

Quality Of Worklife (QWL) mengandung pengertian bahwa kekaryaan seseorang, terdapat kemungkinan berkembang dalam kemampuan kerja yang tersedia kesempatan menggunakan keterampilan dan pengetahuan baru yang dimiliki. Disamping itu dengan menyadari bahwa perubahan pasti terjadi di masa depan, ada jaminan bahwa pekerjaan dan penghasilan seseorang tidak akan hilang.

5. Integrasi sosial dalam lingkungan kerja

Melalui Quality Of Worklife (QWL) dalam organisasi tidak ada tindakan atau kebijakan yang diskriminatif. Status dengan berbagai simbolnya tidak ditonjolkan. Hirarki jabatan, kekuasaan, dan wewenang tidak digunakan sebagai dasar untuk berperilaku, terutama yang sifatnya manipulatif. Tersedia kesempatan meniti karier secara teratur. Suasana keterbukaan ditumbuhkan dan dipelihara dan terdapat iklim saling mendukung diantara karyawan.

6. Ketaatan pada berbagai ketentuan formal dan normatif

(20)

diberikan kebebasan bicara dan menyatakan pendapat, sehingga tidak dihantui ketakutan akan dikenakan sanksi oleh para pejabat pimpinan. Semua orang dalam organisasi mendapat perlakuan yang sama. Perbedaan pendapat, perselisihan, dan pertikaian buruh diselesaikan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.

7. Keseimbangan antara kehidupan kekaryaan dan kehidupan pribadi

Dengan bekerja pada suatu organisasi, maka seseorang akan menyerahkan tenaga dan waktunya kepada penggunanya. Untuk itu ia menerima imbalan. Akan tetapi tidak berarti bahwa dengan menjadi karyawan pada suatu organisasi, sehingga tidak boleh lagi melakukan kegiatan lain. Sebagai manusia, seseorang umumnya dituntut memainkan berbagai peranan lain seperti:

a. Kepala Rumah Tangga b. Anggota Masyarakat c. Anggota Klub Olahraga d. Anggota Organisasi Sosial e. Anggota Organisasi Politik f. Anggota organisasi keagamaan g. Anggota organisasi profesi

(21)

8. Relevansi sosial kehidupan kekaryaan

Relevansi sosial adalah bahwa program QWL setiap karyawan dibina agar memiliki persepsi yang tepat tentang berbagai aspek sosial kehidupan organisasional, seperti:

a. Tanggung jawab sosial perusahaan

b. Kewajiban menghasilkan produk bermutu tinggi dan berguna bagi masyarakat

c. Pelestarian Lingkungan

d. Pembuangan limbah industri dan limbah domestik e. Pemasaran yang jujur

f. Cara dan teknik menjual yang tidak menimbulkan harapan yang berlebihan praktek pengelolaan sumber daya manusia

g. Praktek Pengelolaan Sumber Daya Manusia

h. Partisipasi dalam peningkatan kesejahteraan seluruh masyarakat dengan ayoman, arahan, bimbingan dan bantuan pemerintah. Menurut Siagian (2004), ada beberapa cara untuk mengemukakan ide-ide pokok dalam QWL sebagai filsafat manajemen, yaitu:

1. QWL merupakan suatu program yang komprehensif dengan mempertimbangkan berbagai kebutuhan dan tuntutan.

(22)

3. QWL mengakui keberadaan serikat pekerja dalam organisasi dengan berbagai peranannya memperjuangkan kepentingan para pekerja termasuk dalam hal upah dan gaji, keselamatan kerja dan penyelesaian pertikaian perburuhan berdasarkan berbagai ketentuan normatif yang berlaku di suatu negara tertentu.

4. QWL menekankan pentingnya manajemen yang manusiawi, yang pada hakikatnya berarti penampilan gaya manajemen demokratik, termasuk penyeliaan yang simpatik.

5. Dalam peningkatan QWL, perkayaan pekerjaan merupakan bagian integral yang penting.

6. QWL mencakup pengertian tentang pentingnya tanggung jawab sosial pihak manajemen dan perlakuan manajemen terhadap para karyawan yang dapat dipertanggungjawabkan secara etis.

2.1.2.4Manfaat Kualitas Kehidupan Kerja

Organisasi yang mempraktikkan program kualitas kehidupan kerja dengan efektif akan memperoleh beberapa keunggulan seperti yang dikemukakan Harsono (2005: 154-155):

a. Meningkatkan moral kerja, mengurangi stress dan turn over b. Meningkatkan motivasi

(23)

g. Meningkatkan produktivitas

Dari beberapa keunggulan tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Meningkatkan moral kerja, mengurangi stress dan turn over

Moral kerja karyawan dapat ditingkatkan, tingkat stress menurun dan turn over dapat ditekan dengan mengembangkan program-program seperti waktu kerja yang fleksibel, desain pekerjaan yang tepat serta sistem benefit yang fleksibel.

2. Meningkatkan motivasi

Motivasi merupakan faktor yang cukup berperan dalam menciptakan prestasi kerja. Praktik manajemen yang memberikan kesempatan bagi karyawan untuk memberikan masukan kepada organisasi akan membangun motivasi yang tinggi sehingga dapat mencapai target pekerjaan yang efektif.

3. Meningkatkan kebanggaan kerja Berbagai praktik pengelolaan sumber daya manusia yang memberikan kesempatan partisipasi terhadap desain program seperti sistem benefit, penilaian prestasi kerja, kebijakan shift kerja dan praktik lain akan meningkatkan kebanggaan kerja.

4. Meningkatkan kompetensi Peningkatan kompetensi karyawan secara berkesinambungan dapat tercapai dalam organisasi yang mampu menghilangkan hambatan-hambatan pengembangan karier mereka. Untuk itu diperlukan program yang mendorong kearah tujuan tersebut.

(24)

kehidupan kerja seperti; menciptakan kondisi kerja yang mendukung, kebijakan kompensasi, desain pekerjaan, kesempatan partisipasi dan kesempatan karier akan mendorong terciptanya kepuasan yang tinggi.

6. Meningkatkan komitmen

Karena karyawan merasakan kepuasan terhadap pekerjaannya, hal ini akan menimbulkan rasa bahwa pekerjaannya itu merupakan bagian dari hidupnya sehingga pekerjaan itu akan dilakukan dengan sebaik-baiknya karena itu juga merupakan salah satu komitmen dalam hidupnya.

7. Meningkatkan produktivitas Kesempatan mengembangkan diri dan partisipasi yang diberikan akan mendorong produktivitas yang lebih tinggi. Sehingga dapat dikemukakan bahwa kualitas kehidupan kerja memiliki pengaruh pada peningkatan kemampuan organisasi dalam menarik dan mempertahankan karyawan yang berkualitas, dengan demikian akan mengurangi tingkat perputaran tenaga kerja yang berdampak pada peningkatan produktivitas.

2.1.3 Semangat Kerja

2.1.3.1 Pengertian Semangat Kerja

Menurut Saifudin Anwar (2002:180) semangat kerja merupakan suatu gambaran suatu perasaan agak berhubungan dengan tabiat / jiwa semangat kelompok, kegembiraan/ kegiatan, untuk kelompok-kelompok pekerja menunjukkan iklim dan suasana pekerja.

(25)

Sedangkan menurut Nawawi (2003) mengatakan bahwa semangat kerja merupakan suasana batin seorang karyawan yang berpengaruh pada usahanya untuk mewujudkan suatu tujuan melalui pelaksanaan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Dengan kata lain, semangat kerja merupakan usaha untuk melakukan pekerjaan didasarkan atas rasa percaya diri, motivasi diri yang kuat, disertai rasa senang sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih baik.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa semangat kerja adalah keinginan dan kesungguhan seseorang dalam melakukan pekerjaan secara giat dan baik serta berdisiplin tinggi untuk mencapai prestasi kerja yang maksimal dan juga mencapai tujuan yang telah ditetapkan perusahaan.

2.1.3.2 Indikator Semangat Kerja

Dalam melihat semangat kerja karyawan, kita dapat melihat dari indikator - indikator yang ada, salah satunya adalah yang dikemukakan oleh Alex. S.Nitisemito (2002 : 427) yang mengemukakan beberapa indikator semangat kerja karyawan, diantaranya :

1. Absensi

Tingkat kehadiran dalam bekerja, tingkat absensi yang tinggi dapat menurunkan produktivitas, dengan absen pekerjaan jadi tertunda.

2. Kualitas

(26)

3. Disiplin

Menggunakan ukuran kepatuhan pada sistem prosedur, peraturan, dan ketentuan yang berlaku.

4. Kreativitas Karyawan

Dalam mengerjakan tugas dengan menggunakan ukuran kontribusi gagasan dan tindakan serta metode dalam pengerjaan tugas.

5. Sikap & Minat Kerja

Menggunakan ukuran berminat dan bangga serta menghargai pekerjaan yang dijalankan.

2.1.4 Komitmen Organisasi

2.1.4.1 Pengertian Komitmen Organisasi

Komitmen organisasi menurut Rivai (dalam Octavia, 2006) didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi itu.

Robbins dan Judge (2007) mendefinisikan komitmen sebagai suatu keadaan dimana seorang individu memihak organisasi serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keangotaannya dalam organisasi.

(27)

Buchanan dalam Trisnaningsih (2007) mendefinisikan komitmen organisasional sebagai penerimaan karyawan atas nilai-nilai organisasi (identification), keterlibatan secara psikologis (psychological immerson), dan loyalitas (affection attachement).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi merupakan sifat hubungan antara individu dengan organisasi kerja, dimana individu mempunyai keyakinan diri terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi kerja, adanya kerelaan untuk menggunakan usahanya secara sungguh-sungguh demi kepentingan organisasi kerja serta mempunyai keinginan yang kuat untuk tetap menjadi bagian dari organisasi kerja.

2.1.4.2 Jenis-Jenis Komitmen Organisasi

Dikarenakan komitmen organisasi bersifat multidimensi, maka terdapat perkembangan untuk tiga model komponen yang diajukan oleh Meyer dan Allen (dalam Luthan, 2006:249). Ketiga dimensi tersebut diantaranya :

1. Komitmen Afektif

Komitmen Afektif merupakan keterikatan emosional karyawan, identifikasi, dan keterlibatan dalam organisasi.

2. Komitmen Kelanjutan

(28)

3. Komitmen Normatif

Komitmen Normatif merupakan perasaan wajib untuk tetap berada dalam organisasi karena memang harus begitu; tindakan tersebut merupakan hal benar yang harus dilakukan.

2.1.4.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Komitmen

Menurut Dyne dan Graham (dalam Soekidjan, 2009) faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen adalah : Personal, Situasional dan Positional.

1. Karakteristik Personal.

a. Ciri-ciri kepribadian tertentu yaitu, teliti, ektrovert, berpandangan positif (optimis), cenderung lebih komit. Demikian juga individu yang lebih berorientasi kepada tim dan menempatkan tujuan kelompok diatas tujuan sendiri serta individu yang altruistik (senang membantu) akan cenderung lebih komit.

b. Usia dan masa kerja, berhubungan positif dengan komitmen organisasi. c. Tingkat pendidikan, makin tinggi semakin banyak harapan yang mungkin tidak dapat di akomodir, sehingga komitmennya semakin rendah.

d. Jenis kelamin, wanita pada umumnya menghadapi tantangan lebih besar dalam mencapai kariernya, sehingga komitmennya lebih tinggi. e. Status perkawinan, yang menikah lebih terikat dengan organisasinya. f. Keterlibatan kerja (job involvement), tingkat keterlibatan kerja individu

(29)

2. Situasional.

a. Nilai (Value) Tempat kerja. Nilai-nilai yang dapat dibagikan adalah suatu komponen kritis dari hubungan saling keterikatan. Nilai-nilai kualitas, Inovasi, Kooperasi, partisipasi dan Trust akan mempermudah setiap anggota/karyawan untuk saling berbagi dan memba- ngun hubungan erat. Jika para anggota/karyawan percaya bahwa nilai organisasinya adalah kualitas produk jasa, para anggota/karyawan akan terlibat dalam perilaku yang memberikan kontribusi untuk mewujudkan hal itu.

b. Keadilan organisasi. Keadilan organisasi meliputi: Keadilan yang berkaitan dengan kewajaran alokasi sumber daya, keadilan dalam proses pengambilan keputusan, serta keadilan dalam persepsi kewajaran atas pemeliharaan hubungan antar pribadi.

c. Karakteristik pekerjaan. Meliputi pekerjaan yang penuh makna, otonomi dan umpan balik dapat merupakan motivasi kerja yang internal. Jerigan, Beggs menyatakan kepuasan atas otonomi, status dan kebijakan merupakan prediktor penting dari komitmen. Karakteristik spesifik dari pekerjaan dapat meningkatkan rasa tanggung jawab, serta rasa keterikatan terhadap organisasi.

(30)

kontribusi dan memberi apresiasi bagi individu dalam pekerjaannya. Hal ini berarti jika organisasi peduli dengan keberadaan dan kesejahteraan personal anggota/karyawan dan juga menghargai kontribusinya, maka anggota/karyawan akan menjadi komit.

3. Positional

a. Masa kerja. Masa kerja yang lama akan semakin membuat anggota/karyawan komit, hal ini disebabkan oleh karena: semakin memberi peluang anggota/karyawan untuk menerima tugas menantang, otonomi semakin besar, serta peluang promosi yang lebih tinggi. Juga peluang investasi pribadi berupa pikiran, tenaga dan waktu yang semakin besar, hubungan sosial lebih bermakna, serta akses untuk mendapat informasi pekerjaan baru makin berkurang.

b. Tingkat pekerjaan. Berbagai penelitian menyebutkan status sosioekonomi sebagai prediktor komitmen paling kuat. Status yang tinggi cenderung meningkatkan motivasi maupun kemampun aktif terlibat.

2.1.5 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu

No Penulis Judul Kesimpulan Perbedaan Persamaan

(31)

Makassar Quality of Work Life berpengaruh positif baik secara langsung maupun tidak langsung, pengaruh secara berpengaruh kuat dan memberikan kontribusi Semangat Kerja sebesar 8,0%. Total pengaruh yang diberikan Kualitas Kehidupan Kerja tidak langsung melalui Kualitas Kehidupan Kerja sebesar 8,0%. Total pengaruh yang diberikan Semangat Kerja terhadap Kinerja Karyawan 36,2%.

(32)

terhadap

positif signifikan antara Quality Of Work Life 3. Pengujian Hipotesis tiga membuktikan bahwa Quality Of Work Life memiliki pengaruh negatif terhadap turnover intention atau keinginan kaeryawan untuk pindah dari organisasi.

(33)
(34)
(35)

2.2Kerangka Pemikiran

Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu faktor pendukung keberhasilan suatu perusahaan atau organisasi, sebuah perusahaan atau organisasi yang memiliki sumber daya manusia yang potensial pastilah akan menghasilkan kinerja perusahaan yang baik.Untuk mencapai kinerja yang unggul, perusahaan atau organisasi perlu mengerti dan memahami apa yang menjadi motivasi dan kebutuhan para karyawan dalam lingkungan kerjanya. Salah satu konsep untuk mengembangkan sebuah lingkungan kerja yang baik untuk karyawan adalah konsep kualitas kehidupan kerja atau dikenal juga dengan nama quality of work life. Konsep ini mengemukakan pentingnya penghargaan terhadap manusia dalam lingkungan kerjanya.

Kualitas kehidupan kerja (Quality of Work Life) adalah unsur aktivitas manajemen personalia yang sangat berpengaruh terhadap komitmen organisasional karyawan dimana didalam kualitas kehidupan kerja tersebut terdapat indikator-indikator yang berpengaruh terhadap komitmen karyawan. Dalam pelaksanaannya fokus utama kualitas kehidupan kerja bukan menjadikan pekerjaan menjadi lebih baik, namun kualitas kehidupan kerja ini lebih menekankan bagaimana pekerjaan dapat menjadikan pekerja menjadi lebih baik.

(36)

terjaminnya kesejahteraaan mereka, iklim dan kondisi bekerja yang baik, dan juga akan membawa dampak psikologis pada pribadi di setiap karyawan itu sendiri.

2.2.1 Keterkaitan Antar Variabel Penelitian

2.2.1.1 Hubungan Kualitas Kehidupan Kerja dan Komitmen Organisasi

Penilaian kualitas kehidupan kerja oleh karyawan menjadi faktor yang sangat mempengaruhi komitmen organisasi karyawan dalam memahami keadaan yang ada dalam perusahaan. Penelitian Lawler dan Mueller (Kaihatu dan Rini, 2007) menyimpulkan bahwa kualitas kehidupan kerja mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap komitmen organisasi. Didukung pula oleh Knoop (Kaihatu dan Rini, 2007) kualitas kehidupan kerja merupakan aspek prediksi yang penting terhadap komitmen organisasi.

(37)

dan memadai, lingkungan kerja yang aman dan sehat, pekerjaan dan ruang hidup secara keseluruhan dapat menumbuhkan keinginan yang kuat bagi karyawan untuk mempertahankan keanggotannya dalam organisasi.

Karyawan yang memiliki komitmen terhadap organisasi memiliki potensi untuk memperbaiki kinerja baik secara individual, kelompok maupun organisasi. Karyawan yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi akan memberikan usaha yang maksimal secara sukarela untuk kemajuan organisasi. Mereka akan berusaha mencapai tujuan organisasi dan menjaga nilai-nilai organisasi. Selain itu, mereka akan berpartisipasi dan terlibat aktif untuk memajukan perusahaan. Karyawan yang memiliki komitmen yang tinggi akan bertanggung jawab dengan bersedia memberikan seluruh kemampuannya karena merasa memiliki organisasi. Rasa memiliki yang kuat akan membuat karyawan merasa berguna dan nyaman berada dalam organisasi (Yuwono, 2005).

2.2.1.2Hubungan Semangat Kerja dan Komitmen Organisasi

(38)

Gambar 2.2

Paradigma Penelitian Kualitas Kehidupan Kerja dan Semangat Kerja Terhadap Komitmen Organisasi

2.3 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas dibutuhkan suatu pengujian hipotesis demi mengetahui apakah terdapat hubungan antara variable independen dan variable dependen.

Hipotesis merupakan jawaban sementara yang masih harus dibuktikan kebenarannya melalui penelitian (Sugiyono, 2012:159). Dugaan jawaban tersebut merupakan kebenaran yang sifatnya sementara yang akan diuji kebenarannya dengan data yang dikumpulkan melalui penelitian.

Kualitas Kehidupan Kerja (X1)

1. Keterlibatan karyawan 5. Sikap dan Minat Kerja

Nitisemito (2002:427)

Komitmen Organisasi (X2)

1. Komitmen Afektif 2. Komitmen Kelanjutan 3. Komitmen Normatif Meyer dan Allen (dalam

(39)

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka penulis berasumsi mengambil keputusan sementara (hipotesis) sebagai berikut:

1. Kualitas Kehidupan Kerja berpengaruh terhadap Komitmen Organisasi di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Bandung. 2. Semangat Kerja berpengaruh terhadap Komitmen Organisasi di Badan

(40)

40 3.1 Objek Penelitian

Menurut Sugiyono (2012:38) Objek Penelitian merupakan Suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variabel tertentu yang ditetapkan untuk dipelajari dan ditarik kesimpulan.”

“Objek penelitian menjelaskan tentang apa dan atau siapa yang menjadi

objek penelitian. Juga dimana dan kapan penelitian dilakukan. Bisa juga ditambahkan hal-hal lain jika dianggap perlu, ” Husein Umar (2005:303)

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa objek penelitian adalah sasaran ilmiah dengan tujuan dan kegunaan tertentu untuk mendapatkan data tertentu.

Objek didalam penelitian ini adalah Kualitas Kehidupan Kerja (X1) dan Semangat Kerja (X2) serta Komitmen Organisasi (Y). penelitian ini dilakukan di Badan Perencanaan Pembangunan (BAPPEDA) Kota Bandung.

3.2 Metode Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan verifikatif.

Sugiyono (2013:56) mengemukakan, penelitian deskriptif adalah

“Penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu

(41)

Mashuri (2008 : 45) menyatakan bahwa, “ Metode verifikatif yaitu memeriksa benar tidaknya apabila dijelaskan untuk menguji suatu cara dengan atau tanpa perbaikan yang telah dilaksanakan di tempat lain dengan mengatasi masalah yang serupa dengan kehidupan.”

Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode survei yaitu, penelitian yang mengambil sampel dari populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data.

3.2.1 Desain Penelitian

Dalam melakukan suatu penelitian diperlukan perencanaan penelitian agar penelitian yang dilakukan dapat berjalan dengan baik, sistematis serta efektif.

Menurut Moh. Nazir (2005:84) “ Desain penelitian adalah semua proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian.”

Menurut Jonathan Sarwono (2006:79) “Desain penelitian bagaikan sebuah

peta jalan bagi peneliti yang menuntun serta menentukan arah berlangsungnya

proses penelitian secara benar dan teapat sesuai dengan tujuan yang telah

ditetapkan.”

(42)

1. Mencari dan menetapkan fenomena yang terjadi pada di Badan Perencanaan Pembangunan (BAPPEDA) Kota Bandung. dan selanjutnya menetapkan judul penelitian.

2. Mengidentifikasi permasalahan yang terjadi pada pada di Badan Perencanaan Pembangunan (BAPPEDA) Kota Bandung.

3. Merumuskan masalah penelitian termasuk membuat spesifikasi dari tujuan dan hipotesis untuk diuji. Masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah Kualitas Kehidupan Kerja (variabel X1) dan Semangat Kerja (variable X2) serta Komitmen Organisasi (variabel Y).

4. Menetapkan tujuan penelitian yang dilakukan oleh penulis pada Badan Perencanaan Pembangunan (BAPPEDA) Kota Bandung.

5. Menetapkan hipotesis penelitian sesuai dengan fenomena yang terjadi pada pada di Badan Perencanaan Pembangunan (BAPPEDA) Kota Bandung. 6. Memilih serta memberi definisi terhadap setiap pengeluaran variabel.

Pengukuran variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengukuran dengan skala ordinal karena data yang diukurnya berupa tingkatan. Pada skala ini, urutan simbol atau kode berupa angka yang mempunyai arti urutan jenjang yang dimulai dari yang positif sampai yang paling negatif dan sebaliknya.

(43)

8. Melakukan analisis mengenai informasi tentang kualitas kehidupan kerja dan semangat kerja terhadap komitmen organisasi di Badan Perencanaan Pembangunan (BAPPEDA) Kota Bandung.

9. Menyimpulkan penelitian, sehingga akan diperoleh penjelasan dan jawaban atas identifikasi masalah dalam penelitian

10. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat di gambarkan desain dari penelitian ini yaitu sebagai berikut:

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Tujuan Penelitian

Desain Penelitian Jenis Penelitian Metode yang

digunakan

Unit Analisis Time Horizon

T – 1 Descriptive Descriptive dan

(44)

Gambar 3.1 Desain Penelitian

3.2.2 Operasional Variabel

Sugiyono (2013:60), “Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.”

Operasional variabel dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh pengukuran variabel-variabel penelitian.

1. Variabel bebas (Independent Variable)

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependent (terikat). Adapun yang menjadi variabel independent dalam penelitian ini adalah Kualitas Kehidupan Kerjadan Semangat Kerja.

Kualitas Kehidupan Kerja (X1)

Semangat Kerja(X2)

(45)

2. Variabel terikat (Dependent Variabel)

Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel dependent adalah Komitmen Organisasi.

Operasionalisasi variabel dalam penelitian ini secara lebih jelas dapat dilihat pada tabel 3.2 berikut ini :

Tabel 3.2

Operasional Variabel Kualitas Kehidupan Kerja

(46)

Tabel 3.3

(47)

Tabel 3.4

Operasional Variabel Komitmen Organisasi

3.2.3 Sumber dan Teknik Penentuan Data

3.2.3.1 Sumber Data

Jenis data yang digunakan penulis dalam penelitian mengenai Kualitas kehidupan kerja dan Semangat kerja terhadap komitmen organisasi adalah data primer dan data sekunder.

Sugiyono (2013:193), mengatakan bahwa “Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data.”

(48)

Menggunakan data primer dikarenakan peneliti mengumpulkan sendiri data-data yang dibutuhkan, yang bersumber langsung dari objek pertama yang akan diteliti. Setelah data terkumpul, kemudian data tersebut diolah menjadi sebuah informasi untuk peneliti tentang keadaan objek penelitian. Data primer dalam penelitian ini adalah hasil dari wawancara, hasil survey (obsevasi), dan pengambilan data langsung.

Sugiyono (2013:193), sumber data sekunder adalah “Sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau dokumen”. Menggunakan data sekunder dikarenakan peneliti mengumpulkan informasi dari data yang telah diolah oleh pihak lain, yaitu informasi mengenai data-data terkait dengan kualitas kehidupan kerja dan semangat kerja terhadap komitmen organisasi.

3.2.3.2 Teknik Penentuan Data

Sebelum menentukan data yang akan diambil untuk dijadikan sampel, terlebih dahulu dikemukakan tentang populasi dan sampel.

1. Populasi

Sugiyono (2013:117), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya..

(49)

Tabel 3.5

Jumlah Pegawai Bappeda Kota Bandung

Sumber: Bappeda Kota Bandung 2. Sampel Sensus

Sampel menurut Sedarmayanti & Syarifudin Hidayat (2002:124) adalah kelompok kecil yang diamati dan merupakan bagian dari populasi sehingga sifat dan karakteristik populasi juga dimiliki oleh sampel.

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara sensus yaitu seluruh pegawai di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Bandung yang berjumlah 88 orang.

3.2.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, untuk memperoleh data yang diperlukan, penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

1. Penelitian lapangan (Field Research), dilakukan dengan cara melakukan peninjauan langsung pada instansi yang menjadi objek penelitian demi mendapatkan data primer (data yang diperoleh langsung dari Badan

No Uraian Jumlah

1 Kepala Bappeda 1

2 Sekretariat 23

3 Bidang Pemerintahan 9

4 Bidang Sosbud & Kesra 8

5 Bidang Ekonomi 8

6 Bidang Penanaman Modal 7

7 Bidang PPS 11

8 Bidang Tata Ruang dan Sarana Prasarana 12

9 BEP 5

10 Pejabat Fungsional 4

(50)

Perencanaan Pembangunan Derah Kota Bandung). Data primer ini didapatkan melalui teknik-teknik sebagai berikut :

a. Observasi (Pengamatan Langsung)

Melakukan pengamatan secara langsung di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Bandung, demi memperoleh data yang diperlukan. Observasi dilakukan dengan mengamati kegiatan di instansi terkait, yang berhubungan dengan variabel penelitian. Kemudian hasil dari observasi dapat dijadikan data pendukung dalam menganalisis dan mengambil kesimpulan.

b. Wawancara atau interview

Merupakan teknik pengumpulan data dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada pihak-pihak yang berkaitan dengan masalah. Penulis melakukan hubungan langsung dengan pihak yang dianggap dapat memberikan informasi yang sesuai dengan kebutuhan. Dalam teknik wawancara ini, penulis mengadakan tanya jawab dengan sumber yang dapat memberikan data atau informasi. Informasi itu berupa yang berkaitan dengan kualitas kehidupan kerja dan semangat kerja terhadap komitmen organisasi.

c. Kuesioner

(51)

nantinya akan dihitung secara statistik. Kuesioner tersebut berisi daftar pertanyaan yang ditujukan kepada responden yang berhubungan dalam penelitian ini. Hasil dari kuesioner ini yaitu berupa data-data kualitas kehidupan kerja dan semangat kerja terhadap komitmen organisasi. Teknik pengolahan data hasil kuesioner digunakan skala likert dimana alternatif jawaban nilai 5 sampai dengan 1. Pemberian skor dilakukan atas jawaban pertanyaan baik mengenai Kualitas Kehidupan Kerja (X1), Semangat kerja (X2) maupun komitmen Organisasi (Y), karena data ini bersifat ordinal maka selanjutnya nilai-nilai dari alternatif tersebut dijumlahkan untuk setiap responden. Adapun kriteria pembobotan nilai untuk alternatif jawaban dapat dilihat pada tabel 3.6

Tabel 3.6 Skala Likert

Jawaban Bobot Nilai

a. Sangat Setuju (SS) 5

b. Setuju (S) 4

c. Ragu (R) 3

d. Tidak Setuju (TS) 2

e. Sangat Tidak Setuju (STS) 1

Data sekunder dalam penelitian ini didapatkan melalui teknik-teknik sebagai berikut :

- Dokumentasi

(52)

kaitannya dengan permasalahan yang diteliti, dalam hal ini mengenai Kualitas Kehidupan Kerja dan Semangat Kerja terhadap Komitmen Organisasi.

3.2.4.1 Uji Validitas

Sugiyono (2013:363), validitas merupakan derajat ketepatan antara data yang terjadi pada obyek penelitian dengan daya yang dapat dilaporkan oleh peneliti. Pengujian validitas dilakukan dengan menghitung korelasi diantara masing-masing pernyataan dengan skor total. Adapun rumus dari pada korelasi pearson adalah sebagai berikut :

Keterangan :

r = koefisien korelasi pearson x = skor item pertanyaan y = skor total item pertanyaan

N = jumlah responden dalam pelaksanaan uji coba instrument Uji keberartian koefisien r dilakukan dengan uji t (taraf signifikan 5%). Rumus yang dilakukan adalah sebagai berikut :

Keterangan :

n = ukuran sampel

(53)

Taraf signifikansi ditentukan 5%. Jika diperoleh hasil korelasi yang lebih besar dari r tabel pada taraf signifikansi 0,05 berarti butir pertanyaan tersebut valid. Apabila koefisien korelasinya > 0,30 maka pernyataan tersebut dinyatakan valid, sedangkan jika korelasinya < 0,30 menunjukan bahwa data tersebut tidak valid dan akan disisihkan dari analisis selanjutnya.

Tabel 3.7 Hasil Uji Validitas

Variabel kualitas kehidupan kerja (X1)

No. Instrumen t hitung Titik Kritis Kesimpulan

1 0.409 0,300 Valid

2 0.711 0,300 Valid

3 0.482 0,300 Valid

4 0.521 0,300 Valid

5 0.424 0,300 Valid

6 0.677 0,300 Valid

7 0.525 0,300 Valid

8 0.712 0,300 Valid

9 0.528 0,300 Valid

10 0.481 0,300 Valid

11 0.443 0,300 Valid

12 0.382 0,300 Valid

13 0.471 0,300 Valid

14 0.712 0,300 Valid

15 0.514 0,300 Valid

16 0.664 0,300 Valid

17 0.608 0,300 Valid

18 0.723 0,300 Valid

(54)

Tabel 3.8 Hasil Uji Validitas Variabel semangat kerja (X2)

No. Instrumen t hitung Titik kritis Kesimpulan

1 0.723 0,300 Valid

2 0.510 0,300 Valid

3 0.586 0,300 Valid

4 0.550 0,300 Valid

5 0.723 0,300 Valid

6 0.550 0,300 Valid

7 0.643 0,300 Valid

8 0.550 0,300 Valid

9 0.510 0,300 Valid

10 0.358 0,300 Valid

Sumber: Data diolah

Tabel 3.9 Hasil Uji Validitas

Variabel komitmen organisasi (Y)

No. Instrumen t hitung Titik Kritis Kesimpulan

1 0.667 0,300 Valid

2 0.583 0,300 Valid

3 0.654 0,300 Valid

4 0.454 0,300 Valid

5 0.638 0,300 Valid

6 0.525 0,300 Valid

Sumber: Data diolah

(55)

3.2.4.2 Uji Reliabilitas

Susan Stainback (1988) dalam Sugiyono (2013:364) menyatakan bahwa

“Reliability is often defined as the consistency and stability of data or findings.

From a positivistic perspective, reliability typically is considered to be synonymous with the consistency of data produced by observations made by different researchers (eg interrater reliability), by the same researcher at different times (e.g test retest), or by splitting a data set in two parts (split-half).”

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan untuk uji reliabilitas adalah Split Half Method (Spearman – Brown Correlation), teknik belah dua. Metode ini menghitung reliabilitas dengan cara memberikan tes pada sejumlah subjek dan kemudian hasil tes tersebut dibagi menjadi dua bagian yang sama besar (berdasarkan pemilihan genap – ganjil). Cara kerjanya adalah sebagai berikut :

1. Item dibagi dua secara acak (misalnya item ganjil/genap), kemudian dikelompokkan dalam kelompok I dan kelompok II

2. Skor untuk masing – masing kelompok dijumlahkan sehingga skor total untuk kelompok I dan kelompok II

3. Korelasikan skor total kelompok Idan skor total kelompok II 4. Korelasikan skor total kelompok I dan total kelompok II

2Ґb

1 + Ґb

(56)

Keterangan :

Ґ1 = reliabilitas internal seluruh item

Ґb = korelasi product moment antara belahan pertama dan

belahan kedua

Selain valid, alat ukur juga harus memiliki keandalan atau reliabilitas, suatu alat ukur dapat diandalkan jika alat ukur tersebut digunakan berulangkali akan memberikan hasil yang relatif sama (tidak beberda jauh). Untuk melihat andal tidaknya suatu alat ukur digunakan pendekatan secara statistika, yaitu melalui koefisien reliabilitas. Apabila koefisien reliabilitas lebih besar dari 0.70 maka secara keseluruhan pernyataan dinyatakan andal (reliabel).

Tabel 3.10

Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Penelitian

Variabel Koefisien

Reliabilitas r kritis Kesimpulan

Kualitas kehidupan kerja

(X1)

0.865 0,600 Reliabel

Semangat kerja (X2)

0.757 0,600 Reliabel Komitmen

organisasi (Y) 0.617 0,600 Reliabel

(57)

3.2.4.3 Uji MSI

Method of successive interval (MSI)

Penelitian ini menggunakan data ordinal seperti dijelaskan pada operasionalisasi variable sebelumnya, oleh karena itu semua data ordinal yang terkumpul terlebih dahulu ditransformasi menjadi skala interval dengan menggunakan Method of successive interval (Harun al rasyid).

Langkah-langkah untuk melakukan transformasi data tersebut adalah sebagai berikut:

1. Menghitung frekuensi pada setiap jawaban berdasarkan hasil jawaban responden pada setiap pertanyaan

2. Berdasarkan frekuensi yang diperoleh untuk setiap pertanyaan,dilakukan perhitungan proporsi setiap pilihan jawaban dengan cara membagi frekuensi dengan jumlah responden.

3. Berdasarkan proposal tersebut, selanjutnya dilakukan perhitungan proporsi kumulatif untuk setiap pilihan jawaban.

4. Menentukan nilai batas Z untuk setiap pertanyaan dan setiap pilihan jawaban.

5. Menentukan nilai interval rata-rata setiap pilihan jawaban.

(58)

3.2.5 Rancangan Analisis dan Pengujian Hipotesis

3.2.5.1 Rancangan Analisis

1. Analisis Deskriptif atau Kualitatif

Penelitian deskriptif digunakan untuk menggambarkan bagaimana Kualitas Kehidupan Kerja dan Semangat Kerja terhadap Komitmen Organisasi.

Langkah – langkah yang dilakukan dalam penelitian kualitatif adalah sebagai berikut :

1. Setiap indikator yang dinilai oleh responden, diklasifikasi dalam lima alternatif jawaban yang menggambarkan peringkat jawaban. 2. Dihitung total skor setiap variabel / subvariabel = jumlah skor dari

seluruh indikator variabel untuk semua jawaban responden.

3. Dihitung skor setiap variabel / subvariabel = rata – rata dari total skor.

4. Unutk mendeskripsikan jawaban responden, juga digunakam statistic deskriptif seperti distribusi frekuensi dan tampilan dalam bentuk tabel ataupun grafik.

5. Untuk menjawab deskripsi tentang masing – masing variabel penelitian ini, digunakan rentang kriteria penilaian sebagai berikut :

(59)

Umi Narimawati (2007:85), selanjutnya hasil perhitungan perbandingan antara skor aktual dengan skor ideal dikontribusikan dengan tabel 3.11 sebagai berikut:

Tabel 3.11

Kriteria Persentase Tanggapan Responden

NO % Jumlah Skor Kriteria

1 20.00% - 36.00% Tidak Baik 2 36.01% - 52.00% Kurang Baik

3 52.01% - 68.00% Cukup

4 68.01% - 84.00% Baik

5 84.01% - 100% Sangat Baik

(Sumber : Umi Narimawati, 2007:85) 2. Analisis Verifikatif (Kuantitatif)

Data yang telah dikumpulkan melalui kuesioner akan diolah dengan pendekatan kuantitatif. Terlebih dahulu dilakukan tabulasi dan memberikan nilai sesuai dengan sistem yang ditetapkan. Jenis kuesioner yang digunakan adalah kuesioner tertutup dengan menggunakan skala ordinal. Untuk teknik perhitungan data kuesioner yang telah diisi oleh responden digunakan skal likert dengan langkah – langkah : yaitu, memberikan nilai pembobotan 5-4-3-2-1 untuk jenis pertanyaan positif. Keseluruhan nilai atau skor yag didapat lalu dianalisis dengan cara :

a) Mengolah setiap jawaban dan pertanyaan dari kuesioner yang disebarkan untuk dihitung frekuensi dan persentasenya.

(60)

sebagai berikut (X1,Y), (X2,Y), …..(Xn,Y) dan asumsikan sebagai hubungan linear.

c) Menentukan skala atau bobot dari masing – masing alternative jawaban seperti diuraikan diatas. Oleh karena itu data yang didapat dari kuesioner merupakan data ordinal, sedangkan untuk menganalisis data diperlukan data interval, maka untuk memecahkan persoalan ini perlu ditingkatkan skala pengukurannya menjadi skala interval melalui “Methode of Successive Interval” (hays, 1969:39). Dengan rumus sebagai berikut :

1. Mengolah data ordinal menjadi interval dengan interval berurutan untuk variabel bebas terikat. Adapun langkah-langkah untuk melakukan transformasi data adalah sebagai berikut :

a. Ambil data ordinal hasil kuesioner

b. Untuk setiap pertanyaan, hitung proporsi jawaban untuk setiap kategori jawaban dan hitung proporsi kumulatifnya

c. Menghitung nilai Z untuk setiap proporsi kumulatif. Untuk data > 30 dianggap mendekati luas daerah dibawah kurva normal. d. Menghitung nilai densitas untuk setiap proporsi kumulatif

dengan memasukan nilai Z pada rumus distribusi normal.

(61)

Keterangan :

Mean of Interval : Rata-rata interval Density at lower limit : Kepadatan batas bawah Density at Upper Limit : Kepadatan batas atas Area Under Upper Limit : daerah di bawah batas atas Area Under Lower Limit : daerah di bawah batas bawah

f. Menentukan nilai transformasi (nilai untuk skala interval) dengan menggunakan rumus :

Nilai transformasi = Nilai skala + [nilai skala minimum] + 1.

3. Analisis Regresi

Menurut sugiyono (2004:149), analisis linier regresi digunakan untuk melakukan prediksi bagaimana perubahan nilai variabel dependen bila nilai variabel independen dinaikan/diturunkan.

Menurut Andi Supangat (2007:325), Garis regresi (regression line/line of the best fit/estimating line) adalah suatu garis yang ditarik diantara titik-titik (scatter diagram) sedemikian rupa sehingga dapat dipergunakan untuk menaksir besarnya variabel yang satu berdasarkan variabel yang lain, dan dapat juga dipergunakan untuk mengetahui macam korelasinya (positif atau negatifnya).

(62)

semangat kerja terhadap komitmen organisasi pada Badan Perencanaan Pembangunan (BAPPEDA) Kota Bandung.

Analisis regresi ganda digunakan untuk meramalkan bagaimana keadaan (naik turunnya) variabel dependen (komitmen organisasi), bila dua atau lebih variabel independen (kualitas kehidupan kerja dan semangat kerja) sebagai indikator. Analisis ini digunakan dengan melibatkan dua atau lebih variabel bebas antara variabel dependen (Y) dan variabel independen (X1 dan X2 ). Persamaan regresinya sebagai berikut:

(Sumber: Sugiyono, 2009) Dimana:

Y = variabel tak bebas (komitmen organisasi) a = bilangan berkonstanta

b1,b2 = koefisien arah garis

X1 = variabel bebas (kualitas kehidupan kerja) X2 = variabel bebas (semangat kerja)

4. Analisis Korelasi

Menurut (Sugiyono,2009:183), pengujian korelasi digunakan untuk mengetahui kuat tidaknya hubungan antara variabel x dan y, dengan menggunakan pendekatan koefisien korelasi Pearson dengan rumus :

Dimana :

(63)

r = koefisien korelasi

x1 = Kualitas Kehidupan Kerja x2 = Semangat Kerja

y = Komitmen Organisasi n = jumlah responden

Ketentuan untuk melihat tingkat keeratan korelasi digunakan acuan pada tabel 3.12

Tabel 3.12

Tingkat Keeratan Korelasi

0 – 0.20 Sangat rendah ( hampir tidak ada hubungan) 0.21 – 0.40 Korelasi yang lemah

0.41 – 0.60 Korelasi sedang 0.61 – 0.80 Cukup Tinggi

0.81 – 1 Korelasi Tinggi Sumber : Syahri Alhusin, 2003:15

5. Analisis Determinasi

Persentase peranan semua variabel bebas atas nilai variabel bebas ditunjukkan oleh besarnya koefisien determinasi (R2). Semakin besar nilainya maka menunjukkan bahwa persamaan regresi yang dihasilkan baik untuk mengestimasi variabel terikat. Hasil koefisien determinasi ini dapat dilihat dari perhitungan dengan Microsoft/SPSS atau secara manual didapat dari R2 = SS reg/SStot

Kd = r2 x 100%

(64)

3.2.5.2 Pengujian Hipotesis

Hipotesis didefinisikan sebagai dugaan atas jawaban sementara mengenai sesuatu masalah yang masih perlu diuji secara empiris, untuk mengetahui apakah pernyataan itu dapat diterima atau tidak. Dalam penelitian ini yang akan diuji adalah seberapa besar pengaruh Stress kerja (X1) dan motivasi (X2) terhadap produktivitas kerja (Y). Pengujian hipotesis dilakukan melalui pengujian hipotesis parsial.

1. Pengujian Secara Parsial

Melakukan uji-t, untuk menguji pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat hipotesis sebagai berikut :

 Hipotesis parsial antara variabel bebas Kualitas Kehidupan Kerja terhadap

variabel terikat Komitmen Organisasi.

H0 : β1 = 0 : Kualitas Kehidupan Kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap Komitmen Organisasi.

Ha : β1  0 : Kualitas Kehidupan Kerja berpengaruh signifikan terhadap

Komitmen Organisasi.

 Hipotesis parsial antara variabel bebas Semangat Kerja terhadap variabel

terikat Komitmen Organisasi.

H0 : β2 = 0 : Semangat Kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap Komitmen Organisasi.

(65)

Rumus uji t yang digunakan adalah :

Jika menggunakan tingkat kekeliruan (α = 0,01) untuk diuji dua pihak,

maka kriteria penerimaan atau penolakan hipotesis yaitu sebagai berikut:

a. Jika thitung ≥ ttabel maka H0 ada di daerah penolakan, berarti Ha diterima artinya antara variabel X dan variabel Y ada hubungannya. b. Jika Thitung ≤ t tabel maka H0 ada di daerah penerimaan, berarti Ha

ditolak artinya anatara variabel X dan Y tidak ada hubungannya.

Gambar 3.2

(66)

66

4.1 Gambaran Umum Organisasi

4.1.1 Sejarah Organisasi

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bandung adalah salah satu lembaga teknis di lingkungan Pemerintah Kota Bandung. Awal mula pembentukan Bappeda bermula ketika pada tahun 1972 Pemerintah Provinsi Jawa Barat melakukan penyempurnaan Badan Perancang Pembangunan Daerah (Bappemda). Provinsi Jawa Barat dengan membentuk Badan Perancang Pembangunan Kotamadya (Bappemko) dan Badan Perancang Pembangunan Kabupaten (Bappemka), yang merupakan badan perencanaan pertama di Indonesia yang bersifat regional dan lokal serta ditetapkan dengan SK Gubernur Provinsi Jawa Barat No. 43 Tahun 1972.

(67)

1. Untuk meningkatkan keserasian pembangunan di daerah diperlukan adanya peningkatan keselarasan antara pembangunan sektoral dan pembangunan regional; 2. Untuk menjamin laju perkembangan, keseimbangan, dan kesinambungan pembangunan di daerah diperlukan perencanaan yang lebih menyeluruh, terarah, dan terpadu.

Dalam lingkup Kota Bandung sendiri, pembentukan Bappeda Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung didasarkan pada Perda No. 21 Tahun 1981 dan Perda No. 24 Tahun 1981, sebagaimana telah mengalami penyesuaian sejalan dengan perubahan paradigma pembangunan. Seiring dengan diberlakukannya Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999, maka Pemerintah Kota Bandung menata kembali Struktur Organisasi Perangkat Daerahnya, termasuk merubah nama Bappeda Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung menjadi Bappeda Kota Bandung.

(68)

Lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang diubah dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Pemerintahan Daerah menjadi tonggak penting dimulainya pelaksanaan otonomi tersebut, sehingga daerah memiliki kewenangan yang lebih luas untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Konsekuensi dari pelaksanaan Undang-Undang tersebut adalah Pemerintah Daerah harus dapat lebih meningkatkan kinerjanya dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat.

4.1.2 Visi dan Misi Organisasi Visi

Lembaga Perencana Pembangunan yang Berkualitas, Aspiratif dan Aplikatif Guna Mewujudkan Kota Bandung, Unggul, Nyaman & Sejahtera.

Misi

1. Mewujudkan Perencanaan Pembangunan yang Aspiratif dan Aplikatif 2. Meningkatkan kualitas dan kuantitas system layanan perencanaan

pembangunan yang memadai.

3. Meningkatkan iklim dan kerjasama dalam bidang penanaman modal 4. Mewujudkan aparatur perencana pembangunan daerah yang profesional

dan berdisiplin

(69)

4.1.3 Struktur Organisasi

Secara lengkap bagan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Bandung dapat dilihat dalam Gambar 4.1

Gambar 4.1

Gambar

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Gambar 2.2 Paradigma Penelitian Kualitas Kehidupan Kerja dan Semangat Kerja
Tabel 3.1 Desain Penelitian
Gambar 3.1 Desain Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Himpunan Peraturan Gubernur Tahun 2015 1... Himpunan Peraturan Gubernur Tahun 2015

Based on the above description, the land saving model regulation close to the nuance of pengayoman and substantive rule of law is realized by harmonizing spatial planning and by

1) Penetapan Pagu Raskin Nasional yang merupakan hasil kesepakatan pembahasan antara pemerintah dan DPR yang dituangkan dalam Undang-Undang APBN tahun anggaran 2015.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh faktor pendapatan, faktor pendidikan, faktor jenis kelamin, faktor umur dan faktor status perkawinan terhadap

Desain alat penangkap ikan kapal ikan menggunakan rawai tuna dasar atau long line , yaitu alat tangkap ikan yang terdiri dari rangkaian tali temali yang di bentangkan

Kondisi tersebut mengarahkan satu konklusi bahwa pengaruh komitmen organisasi yang dimiliki auditor terhadap perilaku disfungsi audit dapat ditentukan oleh beberapa

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui model regresi spasial dari PDRB dengan kedua prediktor atau variabel bebas tersebut, untuk mengetahui interaksi