• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kualitas Visual dan Fungsional Turfgrass pada Beberapa Waktu Awal dan Frekuensi Aplikasi Pupuk Hayati

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kualitas Visual dan Fungsional Turfgrass pada Beberapa Waktu Awal dan Frekuensi Aplikasi Pupuk Hayati"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

KUALITAS VISUAL DAN FUNGSIONAL

TURFGRASS

PADA BEBERAPA WAKTU AWAL DAN FREKUENSI APLIKASI

PUPUK HAYATI

YUSAK

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kualitas Visual dan Fungsional Turfgrass pada Beberapa Waktu Awal dan Frekuensi Aplikasi Pupuk Hayati adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

YUSAK. Kualitas Visual dan Fungsional Turfgrass pada Beberapa Waktu Awal dan Frekuensi Aplikasi Pupuk Hayati. Dibimbing oleh DWI GUNTORO dan ACHMAD ZAKARIA.

Pemberian pupuk anorganik dengan dosis dan frekuensi yang relatif tinggi banyak dilakukan untuk mempertahankan kualitas, densitas, dan keseragaman rumput golf, tetapi dapat mengakibatkan pencemaran tanah dan perairan. Penggunaan pupuk hayati diharapkan dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik. Penelitian bertujuan untuk mempelajari pengaruh waktu awal dan frekuensi aplikasi pupuk hayati terhadap kualitas visual dan fungsional turfgrass. Penelitian dilaksanakan di lapangan Golf Bukit Pelangi, Cijayanti, Bogor mulai bulan Februari 2012 hingga Agustus 2012. Percobaan menggunakan Rancangan Split Plot dalam RKLT dengan dua faktor yaitu waktu awal aplikasi dan frekuensi aplikasi pupuk hayati dengan empat ulangan. Waktu awal aplikasi sebagai petak utama terdiri atas empat taraf, yaitu 1, 2, 3, dan 4 minggu sebelum tanam. Frekuensi aplikasi pupuk hayati sebagai anak petak terdiri atas empat taraf, yaitu frekuensi 1, 2, 3 dan 4 minggu sekali. Hasil percobaan menunjukkan bahwa frekuensi aplikasi satu minggu sekali menunjukkan kualitas visual dan fungsional terbaik dan tidak berbeda nyata dibandingkan frekuensi aplikasi dua minggu sekali. Waktu awal aplikasi tiga minggu sebelum tanam dan frekuensi aplikasi dua minggu sekali merupakan perlakuan terbaik untuk mempertahankan kualitas visual dan fungsional turfgrass, yaitu meningkatkan kepadatan pucuk, lebar daun, warna daun, panjang daun, biomassa pangkasan, persentase penutupan tajuk, meningkatkan panjang akar, biomassa akar, mempercepat waktu recovery, dan menurunkan diameter stolon.

(6)
(7)

ABSTRACT

YUSAK. Visual and Functional Quality of Turfgrass on Several First Application Times and Frequencies of Biofertilizer Application.Supervised DWI GUNTORO and ACHMAD ZAKARIA.

Inorganic fertilization with relatively high dosage and frequency is mostly done to maintain quality, density and uniformity of turfgrass. However this practice has caused soil and water pollution. Using biofertilizer was done to reduce the use of inorganic fertilizers. The objective of the research was to study the visual and functional quality of turfgrass on several first application times and frequencies of biofertilizer application. This research was done in Bukit Pelangi Golf Course, Cijayanti, Bogor from February 2012 until August 2012. The experiment was arranged at split plots in randomized block design with two factors, which are: first application times and frequencies of biofertilizer application, in four replications. First application times as the main plot consist of four levels, which are: 1, 2, 3, and 4 weeks before planting. Frequencies of biofertilizer application as the sub-plot consists of four levels, which are: once every 1, 2, 3, and 4 weeks. The results showed that application frequency at once a week showed the best visual and functional quality and not significantly different compared to the frequency of application at once every two weeks. First application time at three weeks before planting and the frequency of application at once every two weeks was the best treatment to enhance the visual and functional turfgrass quality, which increase shoot density, leaf width, leaf color, leaf length, biomass clipping, the percentage of couverage, root length, root biomass, increased the recovery, and decreased the diameter of stolon.

(8)
(9)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

KUALITAS VISUAL DAN FUNGSIONAL

TURFGRASS

PADA BEBERAPA WAKTU AWAL DAN FREKUENSI APLIKASI

PUPUK HAYATI

YUSAK

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

(10)
(11)

Judul Skripsi : Kualitas Visual dan Fungsional Turfgrass pada Beberapa Waktu Awal dan Frekuensi Aplikasi Pupuk Hayati

Nama : YUSAK

NIM : A24080079

Disetujui oleh

Dr. Dwi Guntoro, SP, M.Si Pembimbing I

Achmad Zakaria, SP Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Agus Purwito MSc.Agr Ketua Departemen

(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian telah dilaksanakan sejak bulan Februari 2012 sampai Agustus 2012 ini adalah pemupukan, dengan judul Kualitas Visual dan Fungsional Turfgrass pada Beberapa Waktu Awal dan Frekuensi Aplikasi Pupuk Hayati.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Dwi Guntoro, SP, M.Si dan Bapak Achmad Zakaria, SP selaku pembimbing, Bapak Ir. Adolf Pieter Lontoh, MS selaku penguji serta Bapak Prof. Dr. Ir. Memen Surahman, MSc.Agr selaku dosen pembimbing akademik. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Sahabat-sahabat Sylvalestari dan Sylvapinus yang senantiasa mendukung baik suka maupun duka, rekan-rekan pandu yang tergabung dalam UKM Pramuka IPB, dan teman se-SMA atas motivasinya, serta Bapak Arie Pramono, SP beserta seluruh pihak Maintenace Division of Rainbow Hill and Country Club yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga, serta dua orang

Teror’s tersisa Contardo Satria Gondokusumo dan Zepanya atas segala bimbingan dan motivasi. Penulis juga berterima kasih kepada Chairunnisa, SE atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Sahabat Yang Baik Hati Bayuanggara CR dan Ahmad Aziz yang telah membantu dalam penyusunan karya ilmiah ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(14)
(15)

DAFTAR ISI

Contentsn

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

TINJAUAN PUSTAKA 1

Turfgrass 1

Kualitas Visual 2

Kualitas Fungsional 3

Rumput Bermuda (Cynodon dactylon (L.) var. Tifdwarft ) 3

Pupuk Hayati 4

Interaksi Pupuk Hayati dengan Tumbuhan 5

METODE 5

Waktu dan Tempat 5

Bahan dan Alat 5

Metode Penelitian 5

Pelaksanaan dan Pemeliharan 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Hasil 8

Pembahasan 18

KESIMPULAN DAN SARAN 22

Kesimpulan 22

Saran 22

DAFTAR PUSTAKA 22

LAMPIRAN 25

RIWAYAT HIDUP 28

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

(16)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Skor warna daun berdasarkan Munsell Color Chart for Plant 2 Tabel 2 Kategori tekstur berdasarkan lebar daun menurut Beard (1973) 2 Tabel 3 Pengaruh interaksi waktu awal dengan frekuensi aplikasi pupuk

hayati terhadap kepadatan pucuk pada 13 MST 9 Tabel 4 Pengaruh faktor tunggal antara waktu awal dan frekuensi aplikasi

terhadap kepadatan pucuk 9

Tabel 5 Pengaruh interaksi waktu awal dengan frekuensi aplikasi terhadap

lebar daun pada 11 MST 10

Tabel 6 Pengaruh faktor tunggal antara waktu awal dan frekuensi aplikasi

terhadap lebar daun 10

Tabel 7 Pengaruh interaksi antara waktu awal dengan frekuensi aplikasi

terhadap warna daun pada 14 MST 11

Tabel 8 Pengaruh faktor tunggal antara waktu awal dan frekuensi aplikasi

terhadap warna daun 11

Tabel 9 Pengaruh interaksi waktu awal dengan frekuensi aplikasi terhadap persentase penutupan tajuk pada 8 dan 9 MST 12

Tabel 10 Pengaruh interaksi antara waktu awal dengan frekuensi aplikasi pupuk hayati terhadap biomassa pucuk pada 12 MST dan 13 MST 14

Tabel 11 Pengaruh faktor tunggal antara waktu awal dan frekuensi aplikasi

terhadap biomassa hasil pangkasan 14

Tabel 12 Pengaruh interaksi antara waktu awal dengan frekuensi aplikasi terhadap panjang daun dan diameter stolon pada 14 MST 15 Tabel 13 Pengaruh faktor tunggal antara waktu awal dan frekuensi aplikasi

terhadap panjang daun 15

Tabel 14 Pengaruh faktor tunggal antara waktu awal dan frekuensi aplikasi

terhadap diameter stolon 16

Tabel 15 Pengaruh faktor tunggal antara waktu aplikasi dan frekuensi aplikasi terhadap daya recovery, panjang akar, dan bobot kering biomassa

akar 17

DAFTAR GAMBAR

1. Rumput Bermuda ( Cynodon dactylon (L.) var. Tifdwarf ) 4 2. Grafik faktor tunggal waktu awal dan frekuensi aplikasi terhadap

persentase penutupan tajuk 12

3. Dokumentasi pengaruh interaksi waktu awal dengan frekuensi

aplikasi terhadap persentase penutupan tajuk pada 8 MST 13 4. Dokumentasi pengaruh interaksi waktu awal dengan frekuensi

aplikasi terhadap panjang daun pada 14 MST 16

5. Dokumentasi pengaruh interaksi waktu awal dengan frekuensi

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Turfgrass merupakan tanaman ornamental penutup tanah (ground cover) berupa rumput yang banyak digunakan sebagai sarana olahraga seperti golf, sepak bola, base ball, dan banyak lagi kegiatan olah raga lainnya (Emmons 2000). Jenis turfgrass yang banyak digunakan di daerah tropis berupa rumput Bermuda (Cynodon dactylon (L.) Pers.), Zoysia matrella,dan Axonopus compressus. Rumput Bermuda (Cynodon dactylon (L.) var. Tifdwarft) merupakan jenis turfgrass yang paling banyak digunakan. Jenis tersebut memiliki kelebihan yaitu tumbuh menjalar, berdaun dan berbatang kecil, kanopi kompak, tahan kekeringan, dan mampu tumbuh baik dengan pemotongan rendah (Turgeon 2004). Rumput Bermuda juga tahan cekaman salin dan pH rendah (Schaan et al 2003).

Pemberian pupuk anorganik dengan dosis dan frekuensi yang relatif tinggi banyak dilakukan untuk mempertahankan kualitas, densitas, dan keseragaman rumput golf (Guntoro 2007). Pemupukan pada green area per tahun di lapangan golf membutuhkan nitrogen, phosfor, dan kalium masing masing 12-16 lbs/1000 ft2, 1 lbs/1000 ft2, dan 1 lbs/1000 ft2 (Emmons 2000). Pemupukan dengan dosis dan frekuensi yang relatif tinggi di lapangan golf mengakibatkan pencemaran tanah dan perairan sekitar akibat pencucian pupuk. Tindakan pengelolaan turfgrass saat ini lebih banyak dilakukan untuk mengurangi penggunaan pupuk anorganik dengan aplikasi pupuk hayati.

Pupuk hayati adalah produk biologi aktif terdiri dari mikroba yang dapat meningkatkan efisiensi pemupukan, kesuburan, dan kesehatan tanah (Permentan 2009). Mikroorganisme ini ada yang hidup dengan cara bersimbiosis dan ada juga yang hidup di sekitar akar rumput golf. Beberapa organisme yang temasuk dalam golongan pupuk hayati adalah Azotobacter chroococum, Bacillus subtilis, Bacillus licheniformis, dan Streptomyces sp. Menurut Guntoro (2003) aktivitas hidup pupuk hayati mampu memperbaiki morfologi akar seperti peningkatan jumlah rambut akar, perpanjangan akar, dan luas permukaan akar karena adanya proses produksi asam indol asetat (IAA). Penentuan waktu dan frekuensi aplikasi pupuk hayati yang tepat diharapkan dapat menurunkan penggunaan pupuk anorganik tetapi tetap mempertahankan kualitas, densitas, dan keseragaman rumput golf. Pupuk hayati juga diharapkan dapat menurunkan biaya perawatan dan mengatasi permasalahan pencemaran lingkungan dan perairan.

Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk mempelajari pengaruh waktu awal dan frekuensi aplikasi pupuk hayati terhadap kualitas visual dan fungsional turfgrass.

TINJAUAN PUSTAKA

Turfgrass

(18)

2

permukaan yang terbaik untuk lapangan olah raga dan berbagai fasilitas rekreasi. Turfgrass memberikan tujuan fungsional dengan mencegah erosi tanah, selain itu memiliki tujuan estetik.

Selanjutnya Turgeon (2004) menyatakan turfgrass adalah tanaman yang bentuknya menutupi permukaan lahan, dilakukan pemangkasan (mowing) yang teratur dan permukaannya dapat digunakan sebagai area rekreasi atau olahraga bahkan sebagai penstabil tanah (pencegah erosi). Turfgrass diartikan sebagai suatu komunitas dari tanaman rumput, sedangkan turf diartikan sebagai level yang lebih tinggi dari organisasi ekologikal dengan memasukan bagian dari media dimana turfgrass itu tumbuh.

Kualitas Visual

Kualitas visual merupakan kualitas yang tampak secara fisik dan memiliki nilai estetika. Menurut Turgeon (2004) kualitas visual terdiri atas warna, tekstur, dan kepadatan pucuk.

Warna

Warna berkenaan dengan gelombang cahaya yang dipantulkan rumput. Spesies dan varietas yang berbeda akan mempengaruhi keragaman warnanya (Turgeon 2004).

Tabel 1 Skor warna daun berdasarkan Munsell Color Chart for Plant

Tekstur

Tekstur merupakan ukuran lebar helai daun. Tekstur dan kepadatan saling berhubungan, semakin padat daunnya maka akan semakin halus tekstur rumputnya. Beard (1973) mengkategorikan kelembutan ke dalam lima kategori berdasarkan lebar daun.

Tabel 2 Kategori tekstur berdasarkan lebar daun menurut Beard (1973)

Kategori tekstur Lebar daun (mm)

Sangat halus Halus Sedang

Kasar Sangat kasar

(19)

3 Kepadatan

Kepadatan adalah jumlah pucuk yang ada di atas permukaan tanah per satuan areal. Rumput Bermuda mempunyai kepadatan pucuk tertinggi dibandingkan dengan rumput yang lainnya, khususnya bila kebutuhan pupuk dan air terpenuhi serta bebas hama dan penyakit (Turgeon 2004).

Kualitas Fungsional

Kualitas fungsional merupakan hal-hal yang berhubungan dengan fungsinya untuk tetap tumbuh (Turgeon 2002). Kualitas fungsional terdiri atas ketegaran (rigidity), elastisitas, gaya pegas (resiliency), jarak gelindingan bola (ball roll), hasil (yield), perakaran, dan kemampuan recovery (Turgeon 2004).

Ketegaran adalah daya tahan dari daun turfgrass terhadap tekanan dan berhubungan dengan ketahanan dari penggunaan turf. Hal ini dipengaruhi oleh komposisi kimia dari jaringan tanaman, air, suhu, ukuran tanaman, dan kerapatan. Ketegaran yang baik adalah rumput cepat tegak kembali (Turgeon 2004).

Elastisitas adalah kecenderungan dari daun turfgrass untuk kembali seperti semula setelah gaya tekan yang diberikan diangkat. Elastisitas turfgrass menurun secara signifikan ketika tanaman membeku. Hal itu diakibatkan oleh tekanan turgor dari tanaman menurun (Turgeon 2004).

Gaya pegas adalah kapasitas dari turfgrass untuk meredam kejutan/tekanan tanpa mengubah dari karakteristik permukaan. Gaya pegas dipengaruhi oleh daun dan pucuk lateral (Turgeon 2004).

Ball roll adalah jarak rata-rata bola menggelinding yang dilepaskan pada permukaan turfgrass. Peralatan mekanik diperlukan agar bola dapat menggelinding dengan kecepatan yang konsisten untuk mendapatkan pengukuran yang dapat dipercaya (Turgeon, 2004).

Hasil (yield) adalah jumlah dari potongan yang diakibatkan oleh pemangkasan. Penggunaan berlebihan dari pupuk khususnya nitrogen dapat mengakibatkan hasil (yield) tinggi yang berlebihan dengan disertai perakaran dangkal, menurunkan toleransi terhadap stress, dan meningkatkan timbulnya penyakit, dan kerasnya daun turfgrass (severity) (Turgeon 2004).

Perakaran adalah jumlah akar yang tumbuh jelas pada saat musim tumbuh. Perakaran yang baik memiliki akar yang panjang dan menyebar pada media tanam. Perakaran yang berada di daerah dekat dengan permukaan kurang baik untuk pertumbuhan (Turgeon 2004).

Kemampuan recovery adalah kemampuan turfgrass untuk memulihkan diri dari kerusakan yang disebabkan oleh penyakit, serangga, dan penggunaan lapangan. Umumnya, kondisi yang cocok untuk pertumbuhan dari turfgrass juga cocok bagi kemampuan pulih kembali dari kerusakan (Turgeon 2004).

(20)

4

Rumput Bermuda ( Cynodon dactylon (L.) Pers. )

Rumput Bermuda merupakan rumput perennial musim hangat yang tumbuh pada iklim subtropik dan juga tropik. Rumput Bermuda memiliki nama yang berbeda di beberapa negara seperti di India dikenal dengan debutan Doub, Couchgrass (Australia), Kweekgrass (Afrika Selatan), dan Bermudagrass di Amerika (Turgeon 2004). Rumput Bermuda memiliki karakteristik berupa lidah daun dikelilingi oleh rambut-rambut dengan panjang 2-5 mm, tidak memiliki kelopak daun dengan pinggiran daun yang sempit, pinggiran daun berbulu, kedua permukaan licin atau berambut dengan ujung meruncing, pembungaan dengan 4 atau 5 cabang (Turgeon 2004).

Rumput Bermuda dapat berkembang biak dengan rimpang dan stolon, tergantung pada batang lateral di permukaan tanah. Rumput ini memiliki stolon dan rimpang yang tumbuh ke segala arah dengan batang yang ramping dan kaku seperti kawat, dan ujung daunnya seringkali menggulung ke arah dalam. Kultivar, tekstur tanah dan ketersediaan nitrogen mempengaruhi panjang akar. Akar dapat mencapai 245 cm di bawah permukaan tanah. Namun, pada umumnya panjang akar rumput Bermuda berkisar kurang dari 30 cm.

Emmons (2000) menyatakan bahwa varietas rumput Bermuda lebih banyak dikembangkan dengan menggunakan cara vegetatif sebab apabila menggunakan biji sebagai perbanyakannya akan lebih sulit tumbuh, namun perbanyakan dengan biji memiliki kelebihan yaitu murah dan lebih mudah dilakukan pada areal penanaman yang luas. Adapun cara vegetatif yang biasa digunakan untuk memperbanyak rumput ini adalah dengan menggunakan lempengan stolon untuk mempercepat rumput menjadi establish.

Gambar 1 Rumput Bermuda (Cynodon dactylon (L.) var. Tifdwarft) Pupuk Hayati

Pupuk hayati (biofertilizer) menurut Peraturan Menteri Pertanian No. 28/Permentan/SR.130/5/2009 adalah produk biologi aktif terdiri dari mikroba yang dapat meningkatkan efisiensi pemupukan, kesuburan dan kesehatan tanah. Sedangkan menurut Vessey (2003), pupuk hayati adalah substansi yang mengandung mikroorganisme hidup yang ketika diaplikasikan pada benih, permukaan tanaman atau tanah dapat memacu pertumbuhan tanaman tersebut.

(21)

5 (Soeka 2011). Fungi berperan sebagai pupuk hayati secara simbiosis mutualisme dengan akar tumbuhan. Bentuk simbiosis ini lebih banyak dikenal sebagai mikoriza. Terdapat dua jenis mikoriza yaitu ektomikoriza dan endomikoriza. Contoh mikoriza yang sering digunakan sebagai biofertilizer adalah Glomus sp. dan Gigaspora sp (Guntoro 2006).

Interaksi Pupuk Hayati dengan Tanaman

Mikroba penambat N non-simbiotik misalnya: Azospirillum sp. dan Azotobacter sp. dapat digunakan untuk semua jenis tanaman (Yuwono 2006). Bakteri ini berfungsi menambat nitrogen dari udara bebas, sehingga tanaman bisa mendapatkan nitrogen secara optimal (Simanungkalit 2001). Azotobacter sp. dapat merubah morfologi akar seperti meningkatkan jumlah rambut akar, perpanjangan akar dan luas permukaan akar akibat produksi IAA (Wibowo 2008). Komunitas mikroba dapat berperan dalam pertumbuhan tanaman melalui beberapa mekanisme, antara lain: meningkatkan ketersediaan unsur-unsur hara di dalam tanah, meningkatkan kemampuan bersaing dengan patogen akar dan meningkatkan serapan unsur-unsur hara oleh tanaman (Weller et al. 2002). Hal ini terkait dengan kemampuan mikroba dalam menghasilkan hormon pertumbuhan (IAA, sitokinin, dan giberelin) yang dapat meningkatkan pertumbuhan rambut-rambut akar sehingga penyerapan air dan hara mineral menjadi lebih efisien (Lerner et al. 2005). Wibowo (2007) melaporkan bahwa penggunaan pupuk hayati (Azotobacter, Azospirillum, Pseudomonas, Bacillus, dan Rhizobium) mampu meningkatkan kandungan hormon IAA rata-rata sebesar 73-159 % pada tanaman caisim, jagung, dan kedelai.

Kemampuan pupuk hayati sebagai agen pengendalian hayati adalah karena kemampuannya bersaing untuk mendapatkan zat makanan, atau karena hasil-hasil metabolit seperti siderofor, hidrogen sianida, antibiotik, atau enzim ekstraseluler yang bersifat antagonis melawan patogen. Whipps (2001) melaporkan bahwa bakteri dalam pupuk hayati juga berperan dalam melindungi tanaman dari serangan patogen melalui mekanisme antibiosis, parasitisme, atau melalui peningkatan respon ketahanan tanaman.

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan di lapangan golf Rainbow Hill and Country Club pada bulan Februari 2012 sampai dengan Agustus 2012. Lokasi penelitian terletak pada ketinggian 612 mdpl.

Bahan dan Alat

(22)

6

Metode Penelitian

Percobaan menggunakan Rancangan Petak Terbagi dalam Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan dua faktor yaitu waktu awal aplikasi dan frekuensi aplikasi pupuk hayati dengan empat ulangan. Waktu awal aplikasi sebagai petak utama terdiri atas empat taraf, yaitu 1 minggu sebelum tanam (A1), 2 minggu sebelum tanam (A2), 3 minggu sebelum tanam (A3), dan 4 minggu sebelum tanam (A4). Frekuensi aplikasi pupuk hayati sebagai anak petak terdiri atas empat taraf, yaitu frekuensi 1 minggu sekali (F1), 2 minggu sekali (F2), 3 minggu sekali (F3), dan 4 minggu sekali (F4). Penelitian menggunakan 4 ulangan, sehingga terdapat 64 satuan percobaan. Data hasil penelitian dianalisis dengan analisi sidik ragam. Apabila hasil analisis menunjukkan pengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut dengan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%. Berikut ini merupakan model rancangan dalam percobaan ini (Gomez 1995) :

Yijk = µ + αi + βj + ij + τk + (αβ)jk + ijk

Keterangan:

Yijk = Nilai pengamatan pada ulangan ke-i, perlakuan ke-j dan ke-k µ = Nilai tengah populasi

αi = Pengaruh ulangan ke-i (i= 1,2,3,4)

βj = Pengaruh waktu awal aplikasi ke-j (j =1,2,3,4)

ij = Galat yang terjadi akibat interaksi waktu awal aplikasi dengan ulangan

τk = Pengaruh frekuensi aplikasi ke-k (k=1,2,3,4)

(αβ)jk = Pengaruh interaksi antara waktu awal aplikasi dan frekuensi aplikasi

ijk = Galat umum

Pelaksanaan dan Pemeliharan

Penyiapan bahan tanam turfgrass dengan standar 1 m2 indukan digunakan untuk menanami 8 m2 lahan. Bahan tanam menggunakan sprig yaitu bahan tanam berupa pecahan rumpun yang terdiri atas akar batang dan daun lengkap tanpa tanah. Sprig disebar dengan persentase kerapatan 15% kemudian ditutup tanah dengan ketebalan 1 cm. Pupuk hayati BIOPlantor disiapkan dalam bentuk biakan. Dosis aplikasi yang digunakan adalah 1 l/ha dengan volume semprot 200 l/ha. Pembiakan dilakukan dengan mencampurkan 10 ml pupuk hayati dengan 40 g gula pasir dalam 1 liter air. Kemudian dilakukan inkubasi selama 3 hari. Petak percobaan dibuat di atas lahan yang sudah digemburkan dengan ukuran 1 m x 1 m. Jarak antar anak petak 20 cm dan jarak antar ulangan 30 cm. Aplikasi pupuk hayati dilakukan menggunakan Knapshack Sprayer High Volume (400 l/ha) dengan nozel kuning (lebar semprot 1 m). Aplikasi dilakukan pagi hari jam 07.30-09.30 WIB.

(23)

7 dengan cara aplikasi decis 2.5 ec dengan konsentrasi 1 ml/liter dan mencabut rumput yang terserang penyakit tersebut.

Pengamatan Kualitas Visual

Kepadatan pucuk

Kepadatan pucuk didapatkan dengan menghitung jumlah pucuk yang mempunyai minimal tiga daun pada luasan contoh 10 cm x 10 cm. Setiap petak diambil sebanyak tiga petak contoh. Pengamatan dilakukan setiap minggu sekali setelah seluruh permukaan menutup 100 %.

Tekstur

Pengamatan dilakukan dengan mengukur lebar daun dengan menggunakan jangka sorong digital. Pengamatan dilakukan setiap minggu sekali setelah rumput 100% menutupi permukaan lahan. Pengamatan dilakukan pada tiga titik contoh dari setiap petak dan setiap titik contoh diambil tiga helai daun sehingga setiap petak diamati sembilan daun.

Warna daun

Berdasarkan Munsell Colour Chart for Plant skor 1 memiliki kode 2.5 GY P 9/6 menunjukkan warna kuning muda, skor 2 kode 2.5 GY B1 8/9 warna kuning hijau, skor 3 kode 2.5 GY L3 7.5/6 warna hijau muda, skor 4 kode 2.5 GY L4 6/6.5 warna hijau, skor 5 skor 2.5 GY DI 5/6.5 warna hijau gelap. Skoring dilakukan dengan cara mengambil daun ketiga dari pucuk kemudian disesuaikan dengan skor warna MCCP.

Pengamatan Kualitas Fungsional

Persentase Penutupan Tajuk

Luas permukaan dihitung menggunakan metode kuadran. Kuadran dibuat

dengan ukuran 1 m x 1 m. Grid (kuadran kecil di dalam kuadran besar) dibuat dari

tali berukuran 10 cm x 10 cm. Kuadran diletakkan di atas petak lahan kemudian

ditentukan persentase penutupan pada masing masing grid. Persentase penutupan

diperoleh dari total persentase seluruh grid. Pengamatan dilakukan setiap minggu

sampai seluruh petak menutup 100%.

Biomassa Hasil Pangkasan

Berat kering pucuk diamati dengan mengambil contoh rumput pada setiap petak percobaan dengan menggunakan kuadran 10 cm x 10 cm. Rumput yang dijadikan contoh dipangkas dengan ketinggian pangkas 10 mm. Kemudian pucuk rumput hasil pangkasan dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 24 jam lalu ditimbang berat keringnya dengan timbangan analitik. Pengamatan dilakukan setiap minggu setelah rumput 100% menutupi permukaan tanah.

Panjang Daun dan Diameter Stolon

(24)

8

panjang daunnya menggunakan mistar. Stolon diantara daun ketiga dan keempat diukur diameternya menggunakan jangka sorong digital.

Panjang Akar

Pengamatan panjang akar dilakukan pada contoh seluas 78.5 cm2. Pengambilan contoh akar dilakukan menggunakan hole cutter berdiameter 10 cm. Panjang akar diukur dari pangkal sampai ujung akar terpanjang dengan mistar. Pengukuran panjang akar dilakukan pada akhir penelitian (14 MST).

Berat Kering Akar

Berat kering akar diukur dengan mengambil akar bersama dengan medianya seluas 78.5 cm2 dengan kedalaman 20 cm. Contoh akar tersebut dipisahkan dari bagian tajuknya kemudian dibersihkan secara manual dari pasir dan material lain yang menempel pada akar. Setelah itu contoh akar dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 24 jam lalu ditimbang berat keringnya. Pengamatan dilakukan pada minggu terakhir penelitian (14MST).

Daya Recovery

Daya recovery diukur dengan cara menghitung jumlah hari yang diperlukan hingga rumput tumbuh normal kembali setelah perlakuan pemangkasan pendek. Pengamatan dilakukan pada akhir penelitian (14MST).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Keadaan Umum

Keadaan iklim selama penelitian menunjukkan rata-rata curah hujan sedang sebesar 399 mm/bulan, kelembaban udara sebesar 81.4 %, kisaran suhu 25-300C dan rata-rata 15 hari hujan/bulan (Stasiun Klimatologi Lapangan Golf Bukit Pelangi, Cijayanti, Kabupaten Bogor). Tanah tempat penelitian memiliki pH 5.3 dengan tekstur tanah pasir 30%, debu 48%, liat 22% (loam), C organik 0.70%, C/N rasio 10, dan mengandung hara N 0.07%, P2O5 0.028% serta K2O 0.014%. Kedalaman perakaran rumput golf di lokasi penelitian adalah 10 cm dengan densitas tanah liat 2 g/cm3. Gulma yang terdapat pada awal penelitian adalah Digitaria adscendens, Polygala paniculata, dan Paspalum conjugatum. Gulma tersebut muncul secara spot. Pengendalian gulma ini dilakukan setiap hari secara manual, sehingga selama penelitian lahan selalu dalam kondisi bebas gulma. Selama penelitian terdapat serangan penyakit Bermudagrass white leaf dengan intensitas serangan kurang dari 1% di beberapa petak. Penyakit ini disebabkan oleh phytoplasma yang menyebar dari tanaman satu ke tanaman lain oleh vektor leafhopers, sejenis hama mirip wereng (Nilapharvata lugens). Pengendalian dilakukan dengan cara mencabut rumput yang terserang penyakit tersebut.

Kualitas Visual Kepadatan Pucuk

(25)

9 tanam dengan frekuensi aplikasi 1 minggu sekali dapat meningkatkan kepadatan pucuk menjadi 195.2 pucuk dibandingkan dengan kombinasi lainnya. Sedangkan kombinasi waktu awal aplikasi 1 minggu sebelum tanam dengan frekuensi aplikasi 4 minggu sekali dapat menurunkan kepadatan pucuk menjadi 77.8 pucuk. Pengaruh faktor tunggal waktu awal aplikasi 3 minggu sebelum tanam dapat menurunkan kepadatan pucuk pada 12 MST. Pengaruh faktor tunggal frekuensi aplikasi 1 minggu sekali menunjukkan kepadatan pucuk paling tinggi dibandingkan frekuensi aplikasi lainnya.

Tabel 3 Pengaruh interaksi waktu awal dengan frekuensi aplikasi pupuk hayati terhadap kepadatan pucuk pada 13 MST

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama pada tiap aktor tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5%. F1= 1 Minggu sekali, F2= 2 Minggu sekali, F3= 3 Minggu sekali, F4= 4 Minggu sekali.

Tabel 4 Pengaruh faktor tunggal antara waktu awal dan frekuensi aplikasi terhadap kepadatan pucuk

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada tiap faktor tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5%.

Lebar Daun

Interaksi antara waktu awal aplikasi dengan frekuensi aplikasi berpengaruh terhadap lebar daun pada 11 MST. Frekuensi aplikasi tidak mempengaruhi lebar daun pada waktu awal aplikasi 1 minggu sebelum tanam. Kombinasi waktu awal aplikasi 4 minggu sebelum tanam dengan frekuensi aplikasi 2 minggu sekali menunjukkan peningkatan lebar daun menjadi 1.48 mm.

Pengaruh faktor tunggal waktu awal aplikasi 4 minggu sebelum tanam menurunkan lebar daun pada 11, 12, dan 13 MST dibandingkan waktu awal

Waktu Kepadatan Pucuk

F1 F2 F3 F4

………..(pucuk/100 cm2)………

1 minggu sebelum tanam 154.2b 129.5bcd 104.5c-f 77.8f 2 minggu sebelum tanam 187.8a 138.2bc 93.2ef 92.5ef 3 minggu sebelum tanam 146.2b 154.2b 111.0cdef 96.0def 4 minggu sebelum tanam 195.2a 119.8b-e 119.2b-e 89.5ef

Perlakuan Kepadatan Pucuk

11 MST 12 MST 13 MST 14 MST

Waktu ………..(pucuk/100 cm2)………

(26)

10

aplikasi 1 minggu sebelum tanam. Pengaruh faktor tunggal frekuensi aplikasi 2 minggu sekali meningkatkan lebar daun pada 11, 12, 13, dan 14 MST dibandingkan frekuensi aplikasi 3 dan 4 minggu sekali.

Tabel 5 Pengaruh interaksi waktu awal dengan frekuensi aplikasi terhadap lebar daun pada 11 MST

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama pada tiap faktor tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5%. F1= 1 Minggu sekali, F2= 2 Minggu sekali, F3= 3 Minggu sekali, F4= 4 Minggu sekali.

Tabel 6 Pengaruh faktor tunggal antara waktu awal dan frekuensi aplikasi berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5%.

Warna

Interaksi antara waktu awal aplikasi dengan frekuensi aplikasi berpengaruh terhadap warna daun pada 14 MST. Kombinasi waktu awal aplikasi 3 minggu sebelum tanam dengan frekuensi aplikasi 2 minggu sekali dapat meningkatkan warna daun sampai skor 5.5 dibandingkan kombinasi lainnya. Kombinasi waktu awal aplikasi 4 minggu sebelum tanam dengan frekuensi aplikasi 3 minggu sekali dapat menurunkan warna daun sampai skor 4. Pengaruh faktor tunggal waktu awal aplikasi 3 minggu sebelum tanam meningkatkan warna daun pada 11, 12, dan 13 dan 14 MST. Pengaruh faktor tunggal frekuensi aplikasi 2 minggu sekali meningkatkan warna daun pada 11, 12, dan 14 MST.

(27)

11 Tabel 7 Pengaruh interaksi antara waktu awal dengan frekuensi aplikasi terhadap

warna daun pada 14 MST

Waktu Awal Aplikasi Warna daun

F1 F2 F3 F4

…...(Skor Munsell Colour Chart for Plant)...

1 minggu sebelum tanam 5.2a 5.2a 4.6bc 4.3cde F2= 2 Minggu sekali, F3= 3 Minggu sekali, F4= 4 Minggu sekali

Tabel 8 Pengaruh faktor tunggal antara waktu awal dan frekuensi aplikasi terhadap warna daun

Perlakuan Warna daun

11 MST 12 MST 13 MST 14 MST

Waktu …...(Skor Munsell Colour Chart for Plant)...

1 minggu sebelum tanam 4.9a 4.9a 5.0a 4.9a

2 minggu sebelum tanam 4.6ab 4.7b 4.8a 4.8a 3 minggu sebelum tanam 4.6ab 4.8ab 4.8a 4.8a

4 minggu sebelum tanam 4.4b 4.5b 4.6b 4.4b

Frekuensi …...(Skor Munsell Colour Chart for Plant)...

1 minggu sekali 5.0a 5.3a 5.4b 5.3a

2 minggu sekali 5.1a 5.2a 5.2b 5.1a

3 minggu sekali 4.3b 4.3b 4.4b 4.3b

4 minggu sekali 4.2b 4.2b 4.3c 4.2b

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada tiap faktor tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5%.

Kualitas Fungsional Persentase Penutupan Tajuk

Berdasarkan analisis ragam terdapat interaksi sangat nyata antara waktu awal aplikasi dan frekuensi aplikasi terhadap persentase penutupan tajuk pada 8 MST dan 9 MST. Pada 8 MST frekuensi aplikasi 2 minggu sekali menunjukkan persentase penutupan tajuk yang tidak berbeda nyata dibandingkan frekuensi aplikasi 1 minggu sekali. Pada semua waktu awal aplikasi, frekuensi aplikasi 4 minggu sekali menunjukkan persentase penutupan tajuk yang berbeda nyata dibandingkan frekuensi aplikasi 1, 2, dan 3 minggu sekali. Pada 9 MST frekuensi aplikasi 2 minggu sekali tidak menunjukkan perbedaan nyata terhadap frekuensi aplikasi 1 minggu sekali. Kombinasi waktu awal aplikasi 2 minggu sebelum tanam dengan frekuensi aplikasi 3 minggu sekali dapat meningkatkan penutupan tajuk.

(28)

12

kecepatan paling rendah antara 2 MST sampai 4 MST dan 7 MST sampai 10 MST. Penutupan 100% terjadi pada minggu 11 MST.

Frekuensi aplikasi pupuk hayati memberikan pengaruh terhadap persentase penutupan tajuk. Gambar 2 menunjukkan aplikasi 1 minggu sekali (F1) dan 2 minggu sekali (F2) menunjukkan respon penutupan lebih cepat daripada aplikasi 3 minggu sekali (F3) dan 4 minggu sekali (F4). Hal ini ditandai dengan kurva F1 dan F2 yang lebih miring daripada kurva F3 dan F4. Penutupan 100% F1 dan F2 terjadi pada 9 MST sedangkan pada F3 dan F4 terjadi pada 11 MST.

Tabel 9 Pengaruh interaksi waktu awal dengan frekuensi aplikasi terhadap persentase penutupan tajuk pada 8 dan 9 MST

8 MST Persentase penutupan tajuk

F1 F2 F3 F4

Waktu ………..(%)……….

1 minggu sebelum tanam 100.0a 100.0a 97.3b 88.5d 2 minggu sebelum tanam 100.0a 99.1a 97.9ab 93.7c 3 minggu sebelum tanam 100.0a 99.7a 95.1bc 93.3c 4 minggu sebelum tanam 99.7a 99.8a 88.5d 85.3e

9 MST F1 F2 F3 F4

Waktu ………..(%)……….

1 minggu sebelum tanam 100.0a 100.0a 99.4a 97.3b 2 minggu sebelum tanam 100.0a 100.0a 100.0a 98.7ab 3 minggu sebelum tanam 100.0a 100.0a 97.7b 97.8b 4 minggu sebelum tanam 100.0a 100.0a 95.3c 94.8c Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama pada tiap

faktor tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5%. F1= 1 Minggu sekali, F2= 2 Minggu sekali, F3= 3 Minggu sekali, F4= 4 Minggu sekali.

(29)

13

Gambar 3 Dokumentasi pengaruh interaksi waktu awal dengan frekuensi aplikasi terhadap persentase penutupan tajuk pada 8 MST. Keterangan A1= 1 Minggu sebelum tanam, A2= 2 Minggu sebelum tanam, A3= 3 Minggu sebelum tanam, A4= 4 Minggu sebelum tanam, F1= 1 Minggu sekali, F2= 2 Minggu sekali, F3= 3 Minggu sekali, F4= 4 Minggu sekali.

Biomassa Hasil Pangkasan

Interaksi antara waktu awal aplikasi dengan frekuensi aplikasi pupuk hayati terhadap biomassa pucuk terjadi pada 12 MST dan 13 MST. Pada 12 MST waktu awal aplikasi 1 minggu sebelum tanam menunjukkan biomassa pangkasan yang berbeda nyata pada semua frekuensi aplikasi. Kombinasi waktu awal aplikasi 2 minggu sebelum tanam dengan frekuensi aplikasi 1 minggu sekali menunjukkan biomassa terbaik dibandingkan kombinasi lainnya.

Pada 13 MST frekuensi aplikasi 1 minggu sekali pada semua waktu awal aplikasi meningkatkan biomassa pucuk dibandingkan frekuensi aplikasi 3 dan 4 minggu sekali. Kombinasi waktu awal aplikasi 2 dan 4 minggu sebelum tanam dengan frekuensi aplikasi 1 minggu sekali menunjukkan biomassa pucuk yang paling besar (5.2 g dan 5.4 g) dibandingkan kombinasi waktu dan frekuensi lainnya. Biomassa pucuk terkecil ditunjukkan oleh waktu awal aplikasi 1 minggu sebelum tanam dengan frekuensi aplikasi 4 minggu sekali yaitu 2.1 g.

(30)

14

Tabel 10 Pengaruh interaksi antara waktu awal dengan frekuensi aplikasi pupuk hayati terhadap biomassa pucuk pada 12 MST dan 13 MST

12 MST Biomassa pucuk F2= 2 Minggu sekali, F3= 3 Minggu sekali, F4= 4 Minggu sekali.

Tabel 11 Pengaruh faktor tunggal antara waktu awal dan frekuensi terhadap berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5%.

Panjang Daun dan Diameter Stolon

Interaksi antara waktu awal aplikasi dengan frekuensi aplikasi mempengaruhi panjang daun dan diameter stolon pada 14 MST. Kombinasi waktu awal aplikasi 3 minggu sebelum tanam dengan frekuensi aplikasi 2 minggu sekali meningkatkan panjang daun menjadi 28.92 mm.

(31)

15 Pengaruh faktor tunggal waktu awal aplikasi 1 minggu sebelum tanam meningkatkan panjang daun pada 11, 12, dan 13 dan 14 MST. Penurunan panjang daun terjadi pada perlakuan 2, 3, dan 4 minggu sebelum tanam pada 11, 12, 13, dan 14 MST. Pengaruh faktor tunggal frekuensi aplikasi 2 minggu sekali meningkatkan panjang daun pada 11, 12, 13, dan 14 MST.

Pengaruh faktor tunggal waktu awal aplikasi 3 minggu sebelum tanam menurunkan diameter stolon pada pada 11, 12, dan 13 dan 14 MST. Pengaruh faktor tunggal frekuensi aplikasi 2 minggu sekali menurunkan diameter stolon pada pada 11, 12, dan 13 dan 14 MST.

Tabel 12 Pengaruh interaksi antara waktu aplikasi dengan frekuensi aplikasi terhadap panjang daun dan diameter stolon pada 14 MST

Panjang daun

F1 F2 F3 F4

Waktu …...…..…....…..(mm)……….

1 minggu sebelum tanam 29.69a 28.31abc 24.94ef 23.73f 2 minggu sebelum tanam 28.13abc 25.60de 23.73f 23.50f 3 minggu sebelum tanam 26.77cd 28.92ab 23.89f 23.37f 4 minggu sebelum tanam 27.75bc 26.74cd 23.84f 24.71ef

Diameter stolon

F1 F2 F3 F4

Waktu ………..(mm)…………...…….

1 minggu sebelum tanam 0.78def 0.76f 0.85ab 0.80c-f 2 minggu sebelum tanam 0.79def 0.81bcd 0.83bcd 0.87a 3 minggu sebelum tanam 0.80c-f 0.81b-e 0.82bcd 0.87a 4 minggu sebelum tanam 0.79def 0.77ef 0.84abc 0.87a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama pada tiap faktor tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5%. F1= 1 Minggu sekali, F2= 2 Minggu sekali, F3= 3 Minggu sekali, F4= 4 Minggu sekali.

Tabel 13 Pengaruh faktor tunggal antara waktu awal dan frekuensi aplikasi terhadap panjang daun

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada tiap faktor tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5%.

Perlakuan Panjang daun

11 MST 12 MST 13 MST 14 MST

Waktu ………..(mm)…………...…….

(32)

16

Tabel 14 Pengaruh faktor tunggal antara waktu awal dan frekuensi aplikasi terhadap diameter stolon

Perlakuan Diameter stolon

11 MST 12 MST 13 MST 14 MST

Waktu ………...……..(mm)…………...……. 1 minggu sebelum tanam 0.85a 0.83b 0.84b 0.80b 2 minggu sebelum tanam 0.85a 0.85ab 0.86ab 0.83a 3 minggu sebelum tanam 0.84a 0.86a 0.90a 0.83a 4 minggu sebelum tanam 0.83a 0.85ab 0.85b 0.82ab

Frekuensi ………...(mm)…………...…….

1 minggu sekali 0.81b 0.82c 0.83c 0.79b

2 minggu sekali 0.81b 0.82c 0.86b 0.79b

3 minggu sekali 0.86a 0.86b 0.90a 0.84a

4 minggu sekali 0.89a 0.90a 0.85b 0.85a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada tiap faktor tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5%.

Gambar 4 Dokumentasi pengaruh interaksi waktu awal dan frekuensi aplikasi terhadap panjang daun pada 14 MST

Daya Recovery, Panjang Akar dan Biomassa Akar

(33)

17 menunjukkan waktu recovery paling baik dan dapat mempercepat recovery 6 hari dibandingkan frekuensi aplikasi 4 minggu sekali. Waktu awal aplikasi 1 minggu sebelum tanam dapat meningkatkan panjang akar menjadi 13.11 cm. Frekuensi aplikasi 1 minggu sekali menunjukkan panjang akar terbaik dan meningkatkan panjang akar menjadi 15.85 cm. Waktu awal aplikasi 1 minggu sebelum tanam dapat meningkatkan biomassa akar menjadi 1.83 gram dan berbeda nyata dengan waktu awal aplikasi 2, 3, dan 4 minggu sebelum tanam. Frekuensi aplikasi 1 minggu sekali memiliki biomassa akar terbaik yaitu 2.14 gram sedangkan frekuensi aplikasi 4 minggu sekali menurunkan biomassa akar menjadi 1.18 gram. Tabel 15 Pengaruh faktor tunggal antara waktu awal dan frekuensi aplikasi terhadap daya recovery, panjang akar, dan bobot kering biomassa akar Perlakuan Daya Recovery Panjang Akar Biomassa Akar

Waktu (hari) (cm) (g/78.5 cm2)

1 minggu sebelum tanam 11.9b 13.11a 1.83a

2 minggu sebelum tanam 12.2b 12.18b 1.68b

3 minggu sebelum tanam 11.9b 11.87b 1.60b

4 minggu sebelum tanam 13.2a 11.62b 1.46c

Frekuensi

1 minggu sekali 9.9d 15.85a 2.14a

2 minggu sekali 10.6c 13.91b 1.88b

3 minggu sekali 13.6b 10.26c 1.39c

4 minggu sekali 15.2a 8.76c 1.18d

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada tiap faktor tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5%.

(34)

18

Pembahasan

Keadaan Umun Penelitian

Menurut Turgeon (2004) rumput Cynodon dactylon (L.) var. Tifdwarft hidup pada suhu 20-360C dan optimum pada 270-350C, pH kisaran 5-7.5, juga dapat hidup pada kisaran ketinggian 0-1200 mdpl dan toleran terhadap tanah salin. Beard (1973) menambahkan Cynodon dactylon (L.) var. Tifdwarft mampu beradaptasi pada berbagai tipe tanah mulai dari yang subur dengan drainase baik, tanah berpasir maupun liat, toleran pada tanah miskin hara, masam maupun kering, tanah alkalin, kondisi tanah tergenang tetapi tidak tahan naungan. Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian (2009) lahan penelitian yang digunakan cocok sebagai lapangan golf dan kondisi lahan tersebut tergolong subur.

Interaksi Pupuk Hayati dengan Turfgrass

Aplikasi pupuk hayati mempengaruhi kualitas visual dan fungsional turfgrass. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan frekuensi aplikasi pupuk hayati mampu meningkatkan kepadatan pucuk, lebar daun, warna daun, persentase penutupan tajuk, biomassa pangkasan, panjang daun. Selain itu, pupuk hayati juga menyebabkan penurunan diameter stolon, mempercepat recovery, meningkatkan panjang akar dan biomassa akar turfgrass.

Bacillus licheniformis merupakan bakteri utama yang terkandung dalam penelitian ini. Bakteri ini mampu mengubah hemiselulose menjadi rantai pendek xilooligosakarida (Soeka 2011), mensintesis enzim pektinase dan selulase (Egamberdiyeva & Hoflich 2004). Aktifitas hidup Bacillus licheniformis dapat menyediakan piruvat 3-fosfogliseraldehida, dan glukosa (Soeka 2011). Selain Basillus licheniformis terdapat pula Bacillus subtillis yang mampu memecah selulosa menggunakan enzim selulase menghasilkan glukosa (Oktavianita 2012). Piruvat 3-fosfogliseraldehida, dan glukosa merupakan bahan makanan untuk aktivias hidup mikroorganisme pengikat dan pelepas hara siap pakai bagi tanaman. Pengikatan nitrogen dilakukan oleh Azotobacter chroococcum dengan cara mengubah gas nitrogen menjadi amonium melalui reduksi elektron dan protonasi gas nitrogen (Hindersah & Simarmata 2004). Isminarni et al. (2007) melaporkan bahwa jumlah Azotobacter berbanding lurus dengan jumlah N2 yang dapat diubah oleh sel Azotobacter. Nitrogen yang terikat pada struktur tubuh mikroba dilepas dalam bentuk organik sebagai sekresi atau setelah mikroba tersebut mati.

(35)

19 Pengaruh Pupuk Hayati terhadap Kualitas Visual

Frekuensi aplikasi satu minggu sekali dengan pemberian pupuk hayati empat minggu sebelum tanam merupakan kombinasi yang terbaik untuk meningkatkan kepadatan pucuk menjadi 195.2 pucuk. Menurut Beard (1973), rumput dikatakan berkualitas baik jika memiliki jumlah pucuk lebih dari 200 pucuk/100 cm2, berkualitas sedang jika jumlah pucuk 100-200 pucuk/100 cm2, dan berkualitas rendah jika kepadatannya kurang dari 100 pucuk/100 cm2. Cynodon dactylon (L.) var. Tifdwarft termasuk rumput katagori sedang. Berdasarkan studi literatur tersebut frekuensi aplikasi satu minggu sekali dengan pemberian pupuk hayati empat minggu sebelum tanam dapat meningkatkan kepadatan pucuk turfgrass. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Guntoro (2006) bahwa pemberian pupuk hayati mikoriza 50% Dosis Rekomendasi mampu meningkatkan kepadatan pucuk Cynodon dactylon (L.) var. Tifdwarft sebesar 79.5%.

Kombinasi waktu awal aplikasi empat minggu sebelum tanam dengan frekuensi aplikasi dua minggu sekali merupakan kombinasi terbaik untuk meningkatkan lebar daun menjadi 1.48 mm. Berdasarkan katagori Beard (1973) lebar daun yang dihasilkan termasuk dalam katagori halus (1-2 mm). Menurut Turgeon (2004) lebar daun mengindikasikan suatu rumput memiliki tekstur yang halus atau kasar. Emmons (2000) menyatakan bahwa semakin sempit lebar daun, maka tekstur rumput tersebut semakin halus secara visual dan memberikan penampilan yang menarik. Hasil penelitian ini sejalan dengan Guntoro (2007) bahwa pemberian pupuk hayati mikoriza dapat meningkatkan lebar daun rumput golf. Lebar daun rumput berkisar antara 1.53 mm sampai dengan 1.23 mm.

Kombinasi frekuensi aplikasi dua minggu sekali dengan waktu aplikasi awal tiga minggu sebelum tanam merupakan kombinasi terbaik untuk meningkatkan warna daun. Hasil tersebut tidak sejalan dengan penelitian Guntoro (2006 dan 2007) yang menyatakan pemberian pupuk hayati mikoriza tidak berpengaruh nyata terhadap warna daun rumput golf. Wijaya (2013) menambahkan pemberian pupuk hayati tidak mempengaruhi warna daun. Hal ini diduga akibat tingginya intensitas radiasi di lahan penelitian. Menurut Guntoro (2006) intensitas radiasi di luar green house mencapai 0.6 cal/ cm2/menit. Diduga tingginya intensitas radiasi memacu reaksi fotosintesis yang diikuti dengan peningkatan warna daun.

Pengaruh Pupuk Hayati terhadap Kualitas Fungsional

(36)

20

Oktavianita (2012) menambahkan bahwa aplikasi formula pupuk hayati berbasis Bacillus subtilis B46 dan Streptomyces sp. S4 dengan frekuensi waktu dua kali yaitu saat tanam dan 10 HST (hari setelah tanam) dengan dosis masing-masing 10 gram mampu meningkatkan karakter pertumbuhan tembakau dan komponen hasil dibandingkan dengan kontrol dan lebih efisien dibandingkan perlakuan lainnya. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Guntoro (2003), dan Wijaya (2013) bahwa aplikasi pupuk hayati dapat meningkatkan penutupan tajuk. Hasil ini juga sejalan dengan penelitian sebelumnya bahwa pemberian pupuk hayati dapat meningkatkan biomassa tajuk (Guntoro 2003; Patriyasari 2006; Wijaya 2013).

Aktivitas hidup Azotobacter sp. dapat menghasilkan sitokinin, giberelin, dan asam absisat (ABA) (Haefele et al. 2008). Auksin dan sitokinin juga diketahui dapat disintesis oleh Bacillus subtillis (Teixeira et al. 2007). Sitokinin berperan dalam proses pembelahan sel dan pemecahan dominansi apikal yang menyebabkan inisiasi kuncup lateral. Azotobacter sp. dapat meningkatkan kandungan pupuk (NH4+) dengan cara memfiksasi nitrogen menjadi ammonium yang tersedia untuk tanaman (Hindersah 2004). Inokulasi CMA pada dosis pupuk 25% Dosis Rekomendasi mampu meningkatkan kandungan N tajuk, serapan N tajuk, dan efisiensi pemupukan N masing-masing sebesar 226.2%, 193.4%, dan 106.9% dibandingkan dengan kontrol (Guntoro 2006). Semakin tinggi kandungan N dalam tanah menyebabkan sintesis sitokinin semakin tinggi. Semakin tinggi sitokinin semakin banyak kuncup lateral yang terbentuk maka peningkatan tajuk akan semakin cepat. Peningkatan penutupan tajuk ditandai peningkatan jumlah pucuk sehingga akan berimplikasi pada peningkatan biomassa pangkasan.

Peningkatan jumlah pucuk diduga dapat meningkatkan persaingan mendapatkan faktor tumbuh berupa cahaya. Cahaya yang terbatas memicu terjadinya etiolasi. Menurut Guntoro (2003) gejala etiolasi dapat meningkatkan pertambahan panjang stolon 1.3 cm/hari. Kompetisi intraspesies tersebut membuat pertumbuhan difokuskan untuk mendapatkan cahaya dengan cara memperpanjang ruas, memperkecil diameter stolon, dan memperpanjang daun.

(37)

21 hayati yang mengandung mikoriza mampu meningkatkan panjang akar dan biomassa akar rumput golf.

Implikasi Aplikasi Pupuk Hayati dalam Pengelolaan Turfgrass

Aplikasi 75% pupuk anorganik dengan frekuensi aplikasi pupuk hayati dua minggu sekali mampu menghemat biaya pengeluaran maintenance green dan tee box sebesar Rp 18 393 333.33 per tahun dibandingkan frekuensi satu minggu sekali (lampiran 5). Wijaya (2013) melaporkan penggunaan pupuk hayati mampu menghemat 25% pupuk anorganik. Aplikasi pupuk hayati di lapangan golf pada umumnya hanya menggunakan Tricoderma sp. yang berfungsi menjaga kesehatan tanah. Pemupukan anorganik dan pupuk hayati berbasis Tricoderma sp. di green dilakukan setiap minggu sedangkan di tee box dua minggu sekali.

Green dan tee box merupakan bagian lapangan yang paling banyak mendapatkan perawatan intensif. Total luasan green dan tee box di lapangan 18 hole masing masing mencapai 12 000 m2 dan 14 000 m2.Rumput di area tersebut ditanam menggunakan media pasir. Pemupukan dan top dressing merupakan aktivitas yang dilakukan secara rutin setiap minggu di green dan dua minggu sekali di tee box. Aktivitas tersebut dalam jangka panjang menyebabkan akumulasi thatch dan mat sampai 6 cm di bawah permukaan tanah. Thatch dan mat memicu munculnya hama dan penyakit seperti Fairy rings, Phytium sp, Orong-orong (Gryllus sp.), ulat grayak (Spodoptera sp.) dan dolar spot (Beard 1973). Verticut, coring, dan slicing dilakukan 4 bulan sekali untuk mengurangi thatch dan mat. Namun, tindakan tersebut hanya mengurangi sebagian kandungan thatch dan mat.

Pupuk hayati dapat dijadikan alternatif untuk mengatasi masalah thatch dan mat. Hal ini didukung oleh kandungan pupuk hayati sekitar 57% merupakan bakteri yang dapat menguraikan selulose dan hemiselulose menjadi piruvat, PGAL, dan glukosa, sedangkan sebanyak 28% merupakan mikoorganisme pelepas hara (Lampiran 4). Bakteri pengurai selulose dan hemiselulose telah dilaporkan berasal dari jenis Bacillus licheniformis, Actynomycetes sp., Streptomyces sp., Bacillus subtillis (Soeka 2011; Lestari 2007; Oktavianita 2009), Lactobacillus sp., dan Acetobacter sp. (Khairiah 2011).

(38)

22

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Frekuensi aplikasi satu minggu sekali menunjukkan kualitas visual dan fungsional terbaik dan tidak berbeda nyata dibandingkan frekuensi aplikasi dua minggu sekali. Waktu awal aplikasi tiga minggu sebelum tanam dan frekuensi aplikasi dua minggu sekali merupakan perlakuan terbaik untuk mempertahankan kualitas visual dan fungsional turfgrass, yaitu meningkatkan kepadatan pucuk, lebar daun, warna daun, panjang daun, biomassa pangkasan, persentase penutupan tajuk, meningkatkan panjang akar, biomassa akar, mempercepat waktu recovery, dan menurunkan diameter stolon.

Aplikasi pupuk hayati tiga minggu sebelum tanam dikombinasikan dengan frekuensi aplikasi dua minggu sekali mampu menghemat 50% biaya pengeluaran maintenance green dan tee box. Penggunaan pupuk hayati dalam jangka panjang dapat mengurangi kandungan thatch dan mat di daerah green dan tee box.

Saran

Perawatan di daerah green dan tee box disarankan menggunakan waktu awal aplikasi tiga minggu sebelum tanam dan frekuensi aplikasi dua minggu sekali untuk mempertahankan kualitas visual dan fungsional turfgrass, menghemat biaya perawatan lapangan, dan mengurangi pencemaran lingkungan. Penggunaan pupuk hayati disarankan dilakukan setelah proses coring atau aerifikasi. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai penggunaan pupuk hayati di daerah fairway karena fairway merupakan daerah paling luas di lapangan golf. Selain itu disarankan juga penelitian mengenai kemampuan pupuk hayati dalam mendegradasi thatch dan mat di daerah green dan tee box.

DAFTAR PUSTAKA

Ambriyanto KS. 2010. Isolasi dan karakterisasi bakteri aerob pendegradasi selulosa dari serasah daun rumput gajah (Pennisetum Purpureum Schaum) [skripsi]. Surabaya (ID): Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Beard JB. 1973. Turfgrass Science and Culture. New Jersey (US): Prentice Hall, Inc. Englewood Cliffs.

Egamberdiyeva D, Hoflich G. 2004. Importance of plant growth promoting bacteria on growth nutrient uptake of cotton and pea in semi-arid region. Uzbekistan. J Arid Environ 56:293-301.

(39)

23 Fadiluddin M. 2009. Efektifitas pupuk hayati dalam memacu serapan hara, produksi dan kualitas hasil jagung dan padi gogo di lapang [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Gomez KA, Gomez AA. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Sjamsudin E dan Baharsjah JS, penerjemah. Jakarta (ID): UI Pr. Terjemahan dari: Statistical Procedures for Agricultural Research.

Guntoro D, Chozin MA, Tjahjono B, Mansur I. 2006. Pemanfaatan cendawan mikoriza arbuskula dan bakteri Azospirillum sp. untuk meningkatkan efisiensi pemupukan pada turfgrass. J Agron Indonesia. 34(1):62-70. Guntoro D, Purwoko BS, Hurriyah RG. 2007. Pertumbuhan, serapan hara dan

kualitas turfgrass pada beberapa dosis pemberian pupuk hayati mikoriza. J Agron Indonesia. 35(2): 142 – 147.

Haefele SM, Jabbar SMA, Siopongco JDLC, Tirol-Padre A, Amarante ST, Sta- Cruz PC, Cosico WC. 2008. Nitrogen use efficiency in selected rice (Oryza sativa L.) genotypes under different water regimes and nitrogen levels. Crop Res. 107: 137-146.

Hindersah R, Simarmata T. 2004. Potensi rizobakteri Azotobacter sp. dalam meningkatkan kesehatan tanah. J Nature Indonesia. 5(2): 127-133.

Isminarni F, Wedhastri S, Widada J, Purwanto BH. 2007. Penambatan nitrogen dan penghasilan indol asam asetat oleh isolat-isolat Azotobacter sp. pada pH rendah dan aluminium tinggi. J Ilmu Tanah dan Lingkungan. 7: 23-30. Juliana. 2009. Komposisi dan aktivitas bioflokulan dari Flavobacterium sp.

[skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

Kanti A. 2006. Marga Candida, khamir tanah pelarut posfat yang diisolasi dari tanah Kebun Biologi Wamena, Papua. Biodiversitas 7(2):105-108.

Kim JH, Lee BR, Lee YP. 2011. Secretory overproduction of the aminopeptidase from Bacillus licheniformis by a novel hybrid promoter in Bacillus subtilis. World J Microbiol Biotechnol. 27:2747–2751.

Khairiah. 2013. Karakterisasi bakteri pendegradasi selulosa pada tanah gambut di Desa Parit Banjar, Kabupaten Pontianak. J Protob. 2(2):87-92.

Lerner A. 2005. Effect of Azospirillum sp. inoculation on rhizobacterial communities analized by denaturating gel electrophoresis an automated ribosomal intergenic spacer analysis. Soil Bio and Biochem. 20: 1-7. Maharijaya A. 2003. Pengaruh paclobutrazol dan NPK slow release terhadap

retardasi pertumbuhan dan kualitas rumput lapangan golf (Cynodon dactylon var. Tiftdwarf) [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Oktavianita. 2012. Kajian potensi formula pupuk hayati berbasis Bacillus subtilis

B46 dan Streptomyces sp. S4 terhadap pertumbuhan dan hasil tembakau [skripsi]. Purwokerto (ID): Universitas Jenderal Sudirman.

Pagoray H. 2009. Biostimulasi dan bioaugmentation untuk bioremediasi limbah hidrokarbon serta analisis keberlanjutan [tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

Permentan. 2009. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia tentang pupuk organik, pupuk hayati, dan pupuk pembenah tanah No. 28/Permentan/SR.130/5/2009. [19 Desember 2013].

(40)

24

Bacillus cereus dan Clostridium Perfringens. J Teknologi Dan Industri Pangan. 20(1):14-21.

Ridwan. 2011. Pengayaan pupuk organik dengan pupuk hayati untuk meningkatkan efisiensi penggunaan hara, pertumbuhan, dan produksi tanaman cabai [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Schaan CM, Devitt DA, Morris RL, Clarck L. 2003. Cyclic irrigation of turfgrass using a shallow saline aquifer. J Agron. 95: 660-667.

Schwarz WH. 2001. The cellulosome and cellulose degradation by anaerobic bacteria. World J Microbiol Biotechnol. 56:634–649.

Soeka. 2011. Kemampuan Bacillus licheniformis dalam memproduksi enzim protease yang bersifat alkalin dan termofilik. Media Litbang Kesehatan. 21: 89-95.

Sulistiani. 2009. Formulasi spora Bacillus subtilis sebagai agens hayati dan PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) pada berbagai bahan pembawa. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Teixeira DA, Alfenas AC, Mafia RG, Ferreira EM, Siqueira LD, Maffia LA, Mounteer AH. 2007. Rhizobacterial promotion of eucalypt rooting and growth. Brazil J of Microbiol 38:118-123.

Turgeon AJ. 2004. Turfgrass Management. 7th ed. New Jersey (US): Prentice Hall, Inc. Englewood Cliffs.

Vessey JK. 2003. Plant growth promoting rhizobacteria as biofertilizer. Plant and Soil. 255: 571-586–301.

Weller DM, Raasjmakers JM, Gardener BBM, Thomashow LS. 2002. Mycrobial populations responsible for specific soil suppressiveness to plant pathogens. Ann Rev Phytopathogens 40: 309-348.

Whipps JM. 2001. Microbial interactions and biocontrol in the rhizosphere. J Exp Botany. 52:487-511.

Wibowo ST. 2008. Kandungan hormon IAA, serapan hara, dan pertumbuhan beberapa tanaman budidaya sebagai respon terhadap aplikasi pupuk biologi [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(41)

25

Lampiran 1 Data klimatologi bulan Februari - Juni 2012

Sumber : Stasiun Klimatologi di Lapangan Golf Bukit Pelangi, Desa Cijayanti, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor (2012)

Lampiran 2 Hasil analisis media tanah pada awal penelitian 23 Januari 2012

Analisis Nilai Satuan Keterangan

Tekstur Pasir 30 %

Lempung

Debu 48 %

Liat 22 %

pH H2O 5.3

Asam

KCl 5.1

Bahan Organik C 0.7 %

N 0.07 %

C/N 10 %

P2O5 0.028 %

K2O 0.014 %

Sumber : Balai Penelitian Tanah Sukasari Kabupaten Bogor (2012)

Lampiran 3 Hasil analisis pupuk anorganik

Analisis Nilai Satuan Keterangan

N 14.48 % Pupuk Bermerek Dagang Phonska (15-15-15) P2O5 14.80 % Pupuk Bermerek Dagang Phonska (15-15-15) K2O 14.54 % Pupuk Bermerek Dagang Phonska (15-15-15) Kadar

Air 3.74 %

Sumber : Balai Penelitian Tanah Sukasari Kabupaten Bogor (2012)

RH Rata-rata Hari Hujan Curah Hujan (%) (HH) (mm/bulan)

Februari 85 20 644

Maret 79 14 155

April 84 22 588

Mei 81 13 316

Juni 78 7 292

(42)

26

Lampiran 4 Kandungan bakteri pupuk hayati BIOPlantor

Spesies Konsentrasi Sumber Peran

Azotobacter sp. 2.3 x 1049 Isminarti 2007

Penambat nitrogen non simbion.

Rhizobium sp. 2.7 x 1049 Wibowo 2008 Penambat nitrogen secara simbiotik dalam bintil akar tanaman legum.

Mycoriza 6.2 x 1045 Guntoro 2006 Penambat P, penghambat patogen tular tanah.

Bacillus cereus 2.9 x 1040 Schwarz 2001 Purwanti et al. 2009

Menguraikan protein menjadi asam amino. Merusak protein susu. Mycobacterium sp. 1.1 x 1050 Pagoray 2009 Biodegradasai limbah

hidrokarbon aromatik. Flavobacterium sp. 3.3 x 1049 Juliana 2009 Bioflokulan lumpur aktif

dalam pengolahan limbah. Lactobacillus sp. 8.3 x 1046 Khairiah

2013

Bakteri asam laktat dan penghasil yogurt

menghasilkan enzim katalase dan selulase.

Actynomycetes sp. 7.4 x 1048 Ambriyanto 2010

Penghasil senyawa bioaktif penghambat patogen tular tanah.

Streptomyces sp. 5.2 x 1047 Lestari 2007 Penghasil senyawa bioaktif penghambat patogen tular tanah.

Candida sp. 1.3 x 1046 Kanti 2006 Pelarut kalsium phospat Bacillus licheniformis 9.8 x 1050 Kim et al.

2011

Bacillus coagulans 8.5 x 1049 Juliana 2009 Pendegradasi pencemaran minyak bumi.

Acetobacter sp. 4.7 x 1049 Khairiah 2013

Asam laktat dan

menghasilkan enzim katalase dan selulase.

(43)

27 Lampiran 5 Analisis penghematan penggunaan pupuk anorganik 75% dan pupuk

hayati dua minggu sekali di green dan tee box Pupuk

HOK Pekerja Biaya Penghematan 1 Minggu

Total penghematan per tahun Rp 18 393 333

(44)

28

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Tabel 5  Pengaruh interaksi waktu awal dengan frekuensi aplikasi terhadap lebar
Gambar 2   Grafik pengaruh faktor tunggal waktu awal dan frekuensi aplikasi terhadap
Gambar  3  Dokumentasi pengaruh interaksi waktu awal dengan frekuensi aplikasi
Tabel 10 Pengaruh interaksi antara waktu awal dengan frekuensi aplikasi
+4

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Austin (dalam Savigny 1989:169) ujaran konduktif membentuk kelompok yang sangat beragam, ujaran konduktif untuk menyatakan sikap dan tingkah laku dalam

Karena tujuannya memperbaiki atau mengubah sifat dan karakteristik tertentu dari beton atau mortar yang akan dihasilkan, maka kecenderungan perubahan komposisi

Jika ditinjau kembali mulai dari proses pembentukan kelompok tabungan perumahan sudah dapat diidentifikasi pemangku kepentingan yang terlibat, antara lain adalah:

kemudian dimasukkan ke GDWD LQSXW ¿OH 3URVHV VLPXODVL PRGHO 6:$7 GLODNXNDQ PHODOXL WDKDSDQ \DLWX GHOLQLDVL '$6 SHPEHQWXNDQ hydrological response unit +58 SHQJRODKDQ GDWD GDQ

Perencanaan, 1) Menyusun Silabus Pembelajaran; 2) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran; 3) Menyiapkan Soal Tes Tulis; 4) Menyiapkan Lembar Observasi; 5) Membuat Angket;

Manusia merupakan makhluk sosial. Artinya, manusia tidak bisa hidup tanpa adanya orang lain. Suatu masalah tidak dapat dipecahkan sendiri, melainkan.. memerlukan kerjasama

Apabila nilai pelanggan dan citra merek dipersepsikan positif oleh konsumen serta konsumen merasa bahwa suatu merek mampu memenuhi harapan konsumen atau bahkan melebihi harapan

Kabupat en Maluku T engah 184 14.Kegiat an Pem bangunan Prasarana dan Sarana Penat aan Lingkungan. Perm uk im