• Tidak ada hasil yang ditemukan

Desain alat transportasi ikan segar berpendingin untuk pedagang ikan keliling

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Desain alat transportasi ikan segar berpendingin untuk pedagang ikan keliling"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

DESAIN ALAT TRANSPORTASI IKAN SEGAR

BERPENDINGIN UNTUK PEDAGANG IKAN KELILING

TRI NUGROHO WIDIANTO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Desain Alat Transportasi Ikan Segar Berpendingin untuk Pedagang Ikan Keliling adalah benar karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2013

Tri Nugroho Widianto NIM F 151110041

(4)

RINGKASAN

TRI NUGROHO WIDIANTO. Desain Alat Transportasi Ikan Segar Berpendingin untuk Pedagang Ikan Keliling. Dibimbing oleh WAWAN HERMAWAN dan BAGUS SEDIADI BANDOL UTOMO.

Penurunan mutu ikan setelah penangkapan masih cukup tinggi yaitu sekitar 27 persen. Penurunan mutu ikan diakibatkan oleh kesalahan penanganan yang terjadi selama transportasi ikan dari tempat pelelangan ikan (TPI) sampai konsumen. Kesalahan tersebut disebabkan oleh alat transportasi ikan yang digunakan oleh pedagang ikan keliling menggunakan styrofoam box dan ember plastik. Penggunaan alat tersebut tidak efektif untuk menerapkan sistem rantai dingin. Alat transportasi tersebut juga sulit diaplikasikan untuk sepeda motor, sehingga dapat mengganggu keseimbangan berkendara. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mempertahankan mutu ikan segar dan memudahkan proses transportasi ikan oleh pedagang ikan keliling menggunakan sepeda motor. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan dengan mendesain alat transportasi ikan segar berpendingin.

Tahapan desain alat transportasi ikan dalam penelitian ini meliputi identifikasi kebutuhan, penentuan kriteria desain, pembuatan konsep desain, analisis desain, proses rancang bangun alat dan uji kinerja alat. Identifikasi kebutuhan dilakukan dengan menentukan karakteristik fisik ikan dan sepeda motor, karakteristik kegiatan penjualan ikan, menentukan kapasitas alat transportasi dan lamanya proses transportasi. Kriteria desain alat tranportasi ikan berpendingin adalah : (1) alat transportasi ikan dapat mempertahankan suhu ikan di bawah 10 oC; (2) alat transportasi ikan menggunakan sistem pendingin; (3) alat transportasi ikan dapat mempertahankan mutu ikan; (4) alat transportasi ikan dapat dipergunakan (compatible) dengan sepeda motor ; (5) alat transportasi ikan dapat mempermudah kegiatan transportasi ikan untuk pedagang ikan keliling. Rancangan fungsional alat transportasi didesain berdasarkan fungsi utama yaitu mempertahankan suhu ikan di bawah 10 oC, tempat meletakkan ikan dan perlengkapan kegiatan penjualan ikan serta meletakkan alat transportasi di atas sepeda motor. Ruang penyimpanan ikan terbuat dari alumunium dengan tebal 0.5 mm dan ditambahkan insulator dari polyurethane dengan tebal 33 mm. Sistem pendingin digunakan termoelektrik dengan menambahkan heatsink dan heat pipe untuk menjaga suhu ruang penyimpanan tetap rendah dengan sumber arus listrik dari accu sepeda motor. Untuk meletakkan alat transportasi di atas sepeda motor digunakan dudukan alat transportasi.

Analisis desain beban pendinginan diperoleh sebesar 11.21 Watt untuk sebuah kotak penyimpanan ikan yang berasal dari beban transmisi melalui dinding alat transportasi sebesar 7.24 Watt dan beban infiltrasi udara ketika kegiatan pembukaan tutup ruang penyimpanan sebesar 3.97 Watt. Analisis tegangan terhadap dudukan alat menunjukkan distribusi tegangan pada dudukan alat transportsi maksimal 3.8 x 106 N/m2 dan nilai yield strength sebesar 5.5 x 107 N/m2, sedangkan displacement yang terjadi maksimal sebesar 0.072 mm.

(5)

ikan keliling terhadap cara mengoperasikan alat dan kegunaan alat transportasi. Pada penelitian ini juga dilakukan kajian ekonomi terhadap penggunaan alat transportasi ikan untuk kegiatan berjualan ikan.

Hasil uji kinerja alat menunjukkan bahwa alat transportasi dapat mempertahankan suhu ikan di bawah 3 0C selama 3.8 jam, sedangkan suhu ruang penyimpanan pada uji kinerja tanpa beban ikan mencapai suhu antara 11.1 0C sampai 15.5 0C selama 120 menit dengan nilai COP sistem pendingin termoelektrik sebesar 0.33. Nilai organoleptik ikan setelah kegiatan transportasi berkisar antara 7.1 sampai 7.3, sedangkan nilai TPC berkisar antara 23 x 103 sampai 24 x 103 koloni/g. Nilai organoleptik dan TPC ikan tersebut memenuhi standar mutu ikan segar, hal ini menunjukkan bahwa alat transportasi dapat mempertahankan mutu ikan segar selama kegiatan transportasi. Hasil uji penerimaan calon pengguna alat transportasi ikan segar berpendingin menunjukkan nilai antara 4.4 sampai 5 (antara mudah dan sangat mudah) yang menunjukkan bahwa alat transportasi sangat mudah digunakan dan dapat membantu serta mempermudah kegiatan transportasi ikan menggunakan sepeda motor. Hasil kajian ekonomi menunjukkan bahwa penggunaan alat transportasi ikan yang didesain dapat memberikan keuntungan lebih besar sekitar 578 ribu rupiah/bulan dibandingkan dengan penggunaan styrofoam box.

(6)

SUMMARY

TRI NUGROHO WIDIANTO. Design of Fish Refrigerated Container for Fish

Traders. Supervised by WAWAN HERMAWAN and BAGUS SEDIADI

BANDOL UTOMO

Deterioration of fish quality after catching is still quite high at about 27 percent. It caused by mishandling of fish during transportation from the fish auction to consumers. The mishandling of fish caused by transportation equipment that used by traders use styrofoam box and plastic buckets. The equipment is not effective to implement cold chain system. The transportation equipment is difficult to apply on a motorcycle so upset the balance of driving. This study aims to maintain the quality of fresh fish and facilitate the transport of fish for fish traders by motorcycle. To achieve these objectives is done by designing the fish refrigerated container

Design steps of fish refrigerated container in this study includes the identification of user needs, determination of design criteria, conceptual design, design analysis, drafting, manufacture process and performance test. Identification of user needs carried out by determining the physical characteristics of fish and motorcycles, determine the trading activities, transportation equipment capacity and the duration of the transport process. Specified design criteria of refrigerated container are : (1) fish refrigerated container can maintain the fish temperature below 10 °C, (2) fish refrigerated container using thermoelectric cooler, (3) fish refrigerated container can maintain the fish quality, (4) fish refrigerated container compatible with a motorcycle, (5) fish refrigerated container could assist the fish trading. Functional design of refrigerated container are to maintain the fish temperature below 10 °C, to place the equipment of trading activities and set the refrigerated container on a motorcycle. The container was designed using alumuninum plat of 0.5 mm thick with 33 mm thick of polyurethane insulation. A thermoelectric cooler equipped with a heatsink and heat pipes were used for maintaining a lower temperature in the container and the motorcycle accu were used for power supply. As for fish traders, a pair of container was set on a motorcycle using a suspending frame.

Design analysis showed that cooling load of refrigerated container was 11.21 Watts/container. Its derived from transmission load through walls was 7.24 Watt and air infiltration when opening and closing cap of refrigerated container was 3.97 Watts. Stress analysis of suspending frame showed that the stress distribution on suspending frame maximum was 8 x 106 N/m2 and yield strength values was 5.5 x 107 N/m2, while the maximum displacement occurring was 0.072 mm.

Several performance tests were conducted using load and without load. Performance tests using load were carried out in actual tradings. Performance tests without load was conducted to determine the temperature of the fish storage and determine the COP of refrigerated container. Performance tests were carried by trader to determine the fish temperature, fish quality after transport activity and determine acceptance traders. In this study, also conducted economic studies for fish transportation.

(7)

refrigerated container was 0.33. Organoleptic value of fish after transport activities ranged from 7.1 to 7.3 and TPC value ranged from 23 x 103 to 24 x 103 colonies/g. TPC and organoleptic value of fish appropriate the quality standards of fresh fish, its showed that the refrigerated container could maintain the fish quality during the transport activity. Traders acceptance test of fish refrigerated container results showed valuesbetween 4.4 and 5 (between easy and very easy), its showed that the container is very easy to be used and greatly assist the fish trading. The economic studies results showed that refrigerated container could provide greater benefits about 578 thousand rupiah/month than used styrofoam box.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

DESAIN ALAT TRANSPORTASI IKAN SEGAR

BERPENDINGIN UNTUK PEDAGANG IKAN KELILING

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(10)
(11)

Judul Tesis : Desain Alat Transportasi Ikan Segar Berpendingin untuk Pedagang Ikan Keliling

Nama : Tri Nugroho Widianto NIM : F151110041

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Wawan Hermawan, MS Dr Bagus Sediadi Bandol Utomo,AppSc Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

Dr Ir Y. Aris Purwanto, MSc Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian : 31 Oktober 2013

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Tesis dari hasil penelitian ini disusun sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Magister Sains di program studi Teknik Mesin Pertanian Dan Pangan, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Dr Ir Wawan Hermawan MS selaku ketua komisi pembimbing dan bapak Dr Bagus Sediadi Bandol Utomo MAppSc selaku anggota komisi pembimbing. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman di Loka Penelitian dan Pengembangan Mekanisasi Pengolahan Produk Hasil Perikanan serta seluruh keluarga dan teman-teman atas segala doa dan perhatiannya. Penulis menyadari sepenuhnya dalam penulisan dan penyajian tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis akan menerima kritikan dan saran yang bersifat membangun.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2013

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR SIMBOL

vii viii 1 PENDAHULUAN

Latar Belakang Kerangka Pikir Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian 1 2 2 2 3 2 TINJAUAN PUSTAKA

Mutu Ikan Segar Penurunan Mutu Ikan

Penanganan dan Transportasi Ikan Segar Peti Insulasi

Sistem Pendinginan Beban Pendinginan Karakteristik Fisik Ikan

3 4 5 5 6 9 13 3 METODOLOGI

Waktu dan Tempat Alat dan Bahan

Tahapan Desain Alat Transportasi Identifikasi Kebutuhan

Kriteria Desain Alat Transportasi Konsep Desain Alat Transportasi Ikan Analisis Rancangan

Uji Kinerja Alat

Kajian Ekonomi Alat Transportasi

13 14 14 14 17 17 24 26 29 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kinerja Alat tanpa Beban

Kinerja Alat oleh Pedagang Ikan Keliling Mutu Ikan

Penerimaan Calon Pengguna Kajian Ekonomi Alat Transportasi

29 33 34 36 37 5 KESIMPULAN DAN SARAN

(14)

DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Spesifikasi dan mutu minimal untuk ikan segar Konstanta persamaan untuk permukan isothermal

Persamaan Nusselt untuk aliran laminar melintasi permukaan plat Karakteristik ikan tongkol

Karakteristik kegiatan transportasi dan penjualan ikan Karakteristik sepeda motor yang digunakan pedagang Rancangan fungsional alat transportasi

Karakteristik elemen peltier tipe TEC1-12706 Hasil perhitungan beban pendinginan

Identifikasi Escherichia coli

Hasil penghitungan COP alat transportsi

Hasil pengujian mutu ikan pada uji kinerja pertama Hasil pengujian mutu ikan pada uji kinerja kedua Hasil penerimaan calon pengguna

Perhitungan kajian ekonomi penggunaan alat transportasi dan

styrofoam box untuk kegiatan penjualan ikan

4 10 11 15 15 17 18 21 25 28 33 35 35 37 38 DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

Alat transportasi yang digunakan pedagang keliling Skema aliran panas elemen peltier

Skema aliran elektron dalam peltier Sistem kerja heat pipe

Skema perpindahan panas melalui dinding Tahapan desain

Styrofoam box yang digunakan untuk kegiatan transportasi ikan (a),

penambahan es pada styrofoam box sebagai pendingin (b) dan kegiatan penimbangan dan pemotongan ikan (c)

Sepeda motor Supra

Rancangan struktural alat transportasi Rancangan ruang penyimpanan ikan

Rancangan perakitan komponen sistem pendingin bagian luar (a) dan bagian dalam (b)

Rancangan sistem kerja pendingin Elemen peltier

Heat pipe fan

Rancangan bracket alumunium Rancangan heatsink (a) dan kipas (b) Thermal compound

Rancangan dudukan alat transportasi

Rancangan ruang aksesoris (a) dan talenan (b) Analisis distribusi tegangan (a) dan displacement (b)

Hasil pembuatan ruang penyimpanan (a), dudukan alat (b), ruang aksesoris (c), bagian dalam ruang penyimpanan (d), pemasangan

(15)

22 23 24 25 26 27

alat di atas sepeda motor (e), talenan (f) dan sistem pendingin (g) Suhu ruang penyimpanan pada uji kinerja tanpa beban

Suhu terminal dingin pada uji kinerja tanpa beban Arus listrik yang melalui elemen peltier

Kegiatan persiapan (a), memasukkan ikan (b), pemilihan ikan (c), penimbangan ikan (d), pemotongan ikan (e) dan pelepasan alat dari sepeda motor (f) saat kegiatan uji kinerja

Suhu ikan pada uji kinerja oleh pedagang

Ikan tongkol (auxis thazard) yang digunakan pada kegiatan uji kinerja 31 32 32 34 34 35 DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Alat transportasi ikan tampak isometrik Ruang penyimpanan ikan

Ruang aksesoris Talenen

Heat pipe

Bracket dan Peltier Heatsink

Dudukan alat

Lembar penilaian organoleptik ikan segar Lembar penilaian penerimaan calon pengguna

Perhitungan beban pendinginan pada analisis rancangan

Perhitungan panas yang dapat dipindahkan alat transportasi aktual dan nilai COP

Perhitungan kajian ekonomi

42 43 44 45 46 47 48 49 50 52 55 62 70 DAFTAR SIMBOL A : luas permukaan bidang (m2)

β : koefisien pemuaian (1/K) Cp : kalor jenis produk (kJ/kg0C) Cp1 : kalor jenis heatsink (kj/kg0C) Cp2 : kalor jenis bracket (kj/kg0C) Cp3 : kalor jenis alumunium (kj/kg0C) Cp4 : kalor jenis udara (kj/kg0C) COP : coefficient of performance

∆T1 : perbedaan suhu awal dan akhir heatsink (0C) ∆T2 : perbedaan suhu awal dan akhir bracket (0C)

∆T3 : perbedaan suhu awal dan akhir dinding alumunium (0C) ∆T4 : perbedaan suhu awal dan akhir udara (0C)

∆x1 : tebal dinding alumunium bagian dalam (m) ∆x2 : tebal polyurethane (m)

(16)

Gr : bilangan Grashof

g : percepatan grafitasi (m/s2)

h : koefisien perpindahan panas konveksi (Watt/m20C) hin : koefisien konveksi dinding dalam (Watt/m20C) hout : koefisien konveksi dinding luar (Watt/m20C) ha : entalphi udara lingkungan (kJ/kg)

hr : entalphi udara ruang alat transportasi (kJ/kg) I : arus listrik (A)

k : konduktifitas bahan (Watt/m0C)

k1 : konduktifitas alumunium dinding bagian dalam (Watt/m0C) k2 : konduktifitas polyurethane (Watt/mK)

k3 : konduktifitas alumunium dinding bagian luar (Watt/m0C) L : dimensi karakteristik (m)

m : massa produk (kg)

ma : massa air yang dipindahkan (kg) mi : massa ikan (kg)

µ : viskositas dinamik (NS/m2) Nu : bilangan Nusselt

n : jumlah pembukaan ruang penyimpanan ikan Pin : daya input (Watt)

Pr : bilangan Prandelt

Q1 : panas sensibel heatsink (Watt) Q2 : panas sensibel bracket (Watt)

Q3 : panas sensibel dinding alumunium (Watt) Q4 : panas sensibel udara (Watt)

Qc : kalor yang diserap pada bagian sisi dingin elemen peltier (Watt) Qinf : beban aliran udara (Watt)

Qp : beban pendinginan produk (Watt)

Qa : beban pendinginan melalui dinding bagian atas (Watt) Qb : beban pendinginan melalui dinding bagian bawah (Watt) Qd : beban pendinginan melalui dinding bagian depan (Watt) Qbl : beban pendinginan melalui dinding bagian belakang (Watt) Qka : beban pendinginan melalui dinding bagian kanan (Watt) Qki : beban pendinginan melalui dinding bagian kiri (Watt)

Qaa : beban pendinginan melalui dinding bagian atas aktual (Watt) Qba : beban pendinginan melalui dinding bagian bawah aktual (Watt) Qda : beban pendinginan melalui dinding bagian depan aktual (Watt) Qbla : beban pendinginan melalui dinding bagian belakang aktual (Watt) Qkaa : beban pendinginan melalui dinding bagian kanan aktual (Watt) Qkia : beban pendinginan melalui dinding bagian kiri aktual (Watt) Qh : kalor yang dilepas pada bagian sisi panas elemen peltier (Watt) q : laju perpindahan panas konveksi (Watt)

Ra : bilangan Rayleight Re : bilangan Reynold ρ : densitas (kg/m3)

ρi : kerapatan ikan (kg/m3) ρa : kerapatan air (kg/m3) ρu : kerapatan udara (kg/m3) t : lama transportasi (detik) T : suhu (0C)

(17)

T1 : suhu awal produk (0C) T2 : suhu akhir produk (0C)

Ta : suhu lingkungan (0C) Tr : suhu ruang pendingin (0C)

U : koefisien perpindahan panas total (Watt/m2 0C) vi : volume ikan (m3)

vr : volume ruang (m3)

ʋ : viskositas kinematik (m2/m) V : kecepatan udara (m/s)

(18)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penurunan mutu ikan laut setelah penangkapan masih cukup tinggi yaitu sekitar 27% (KKP 2007). Penurunan mutu ikan diakibatkan oleh kesalahan penanganan ikan yang terjadi saat penangkapan, setelah penangkapan dan selama transportasi ikan dari tempat pelelangan ikan (TPI) sampai konsumen. Kesalahan penanganan ikan dapat mempercepat reaksi pembusukan secara kimiawi dan enzimatis serta mengakibatkan kerusakan fisik ikan. Kesalahan penanganan ikan yang sering terjadi adalah tidak menerapkan sistem rantai dingin, sehingga bakteri pembusuk berkembang dengan cepat. Sedangkan kerusakan fisik ikan diakibatkan oleh benturan, tekanan dan gesekan selama proses penanganan dan transportasi ikan. Penggunaan bahan tambahan makanan ilegal seperti formalin pada produk ikan segar masih dijumpai di berbagai daerah di Indonesia (Riyadi et al. 2010; Permadi 2008). Penggunaan formalin bertujuan untuk memperpanjang umur simpan produk ikan segar. Merebaknya penggunaan formalin disebabkan oleh bahan pengawet dan alat transportasi berpendingin yang ada saat ini dinilai masih cukup mahal, sehingga beberapa pedagang menggunakan formalin yang dinilai cukup murah dan mudah. Penggunaan formalin selain ilegal juga dapat berakibat buruk terhadap kesehatan, sehingga penggunaannya harus dihindari.

Distribusi ikan segar dari tempat pelelangan ikan (TPI) ke konsumen dilakukan melalui beberapa cara, salah satunya oleh pedagang ikan keliling. Pedagang tersebut menggunakan sepeda motor untuk mendistribusikan ikan ke pasar atau konsumen (BBRP2BKP 2011). Tempat penyimpanan ikan dalam kegiatan transportasi yang biasa digunakan pedagang ikan keliling adalah menggunakan

styrofoam box yang diletakkan di atas tempat duduk sepeda motor. Hal ini menyebabkan keseimbangan berkendara terganggu karena styrofoam box dapat berubah posisi akibat goncangan, kondisi jalan yang berbelok-belok serta naik turun. Kondisi seperti itu dapat menyebabkan styrofoam box terjatuh. Selain itu styrofoam box mudah pecah dan rusak akibat benturan atau tekanan, sehingga alat ini hanya dapat dipakai dalam waktu relatif singkat. Material styrofoam box mempunyai porositas tinggi sehingga kotoran yang menempel pada permukaan styrofoam box

sulit dibersihkan akibatnya dapat mempercepat pembusukan ikan. Alat transportasi ikan menggunakan styrofoam box yang digunakan oleh pedagang ikan keliling ditunjukkan pada Gambar 1.

(a) Kegiatan penjualan ikan (b) Kegiatan transportasi (c) Styrofoam box

(19)

Tempat penyimpanan ikan selain menggunakan styrofoam box adalah menggunakan ember plastik yang diletakkan di dalam keranjang yang terbuat dari anyaman bambu yang digantungkan di kedua sisi belakang sepeda motor. Cara seperti ini dapat menjaga keseimbangan berkendara, namun tidak dapat menerapkan sistem rantai dingin. Material ember plastik mempunyai nilai konduktifitas yang relatif tinggi dibanding dengan bahan insulasi lain sehingga panas dari lingkungan akan mudah masuk ke dalam ruang penyimpanan ikan. Selain itu, desain alat ini tanpa menggunakan tutup sehingga proses perpindahan panas sangat mudah serta menyebabkan kotoran mudah masuk ke dalam produk. Penggunaan bongkahan es di dalam tempat penyimpanan ikan dapat mengakibatkan kerusakan fisik ikan. Hal ini diakibatkan oleh goncangan alat yang terjadi selama transportasi menyebabkan gesekan antara es dan ikan sehingga dapat mengakibatkan memar dan luka pada permukaan ikan. Luka dan memar pada permukaan ikan tersebut dapat mempercepat proses pembusukan oleh bakteri (Wibowo et al. 2007).

Kerangka Pikir

Penurunan mutu ikan dapat dikurangi dengan mendesain alat transportasi ikan yang dapat menerapkan sistem rantai dingin serta mencegah terjadinya kerusakan fisik ikan. Sistem pendingin yang dapat diaplikasikan adalah menggunakan pendingin termoelektrik yang memiliki beberapa kelebihan antara lain ketahanan alat yang baik, tidak menimbulkan suara, tidak adanya bagian mekanikal yang bergerak sehingga tidak menimbulkan getaran. Selain itu pendingin termoelektrik memiliki ukuran yang kecil, ringan, perawatan yang mudah dan ramah lingkungan karena tidak menggunakan refrigerant yang dapat merusak ozon serta dapat digunakan pada sepeda motor (Mansur 2010). Untuk memudahkan proses transportasi ikan menggunakan sepeda motor, desain alat transportasi harus mempertimbangkan karakteristik sepeda motor yang digunakan oleh pedagang ikan keliling.

Perumusan Masalah

Masalah yang dihadapi oleh pedagang ikan keliling adalah terjadinya penurunan mutu ikan serta kesulitan proses transportasi ikan menggunakan sepeda motor.

Tujuan Penelitian

(20)

Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan didapatkan alat transportasi ikan yang dapat digunakan oleh pedagang ikan keliling. Alat transportasi tersebut diharapkan dapat mempermudah kegiatan transportasi ikan menggunakan sepeda motor serta mempertahankan mutu ikan segar yang ditransportasikan oleh pedagang ikan keliling.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Mutu Ikan Segar

Pengertian ikan segar adalah ikan yang baru saja ditangkap dan tidak disimpan atau diawetkan. Ikan segar juga didefinisikan sebagai ikan yang disimpan atau diawetkan, di mana mutunya masih baik atau belum mengalami kemunduran mutu baik secara fisika, kimia ataupun mikrobiologi walaupun sudah mengalami penyimpanan seperti ikan-ikan yang dibekukan (FAO 1995). Penentuan kesegaran ikan dapat dilakukan dengan pengujian organoleptik dan mikrobiologi.

Uji Organoleptik

Uji organoleptik merupakan ilmu multidisiplin yang menggunakan panelis manusia dengan indra penglihatan, pembauan, perasa, peraba dan pendengaranya untuk mengukur karakteristik organoleptik dan penerimaan produk pangan. Metode ini digunakan untuk mengetahui tingkat kesegaran ikan secara sensori. Analisis sensori untuk produk perikanan segar selama ini merupakan cara yang mudah dan cepat (Ariyani dan Dwiyitno 2010). Metode organoleptik masih merupakan jalan yang paling banyak digunakan untuk mengukur kesegaran ikan dan produk perikanan. Uji ini dapat diterapkan pada semua spesies ikan, tidak membutuhkan peralatan laboratorium yang rumit, cepat dan tidak merusak sampel. Aspek mutu dapat membantu dalam menilai mutu atau kesegaran ikan yang dikonsumsi yang menyangkut proses yang dilaluinya mulai dari penangkapan, pendaratan, penanganan di atas kapal, kondisi penyimpanan sebelum sampai ke konsumen yang berkaitan dengan suhu dan lamanya penyimpanan yang semuanya dapat mempengaruhi mutu ikan tersebut (Widiastuti 2008).

(21)

Tabel 1 Spesifikasi dan mutu minimal untuk ikan segar menurut SNI-2729-2013 (BSN 2013)

Spesifikasi Mutu

Mata Bola mata rata, kornea mata agak keruh, pupil agak keabu-abuan, agak mengkilap spesifik jenis ikan

Insang Warna insang merah muda atau coklat muda dengan sedikit lendir agak keruh

Lendir permukaan Lapisan lendir mulai agak keruh

Daging Sayatan daging sedikit kurang cemerlang, jaringan daging sedikit kurang kuat

Bau Segar, spesifik jenis kurang Tekstur Agak lunak, agak elastis

Uji Mikrobiologi

Pengujian mikrobiologi dilakukan untuk mengetahui kandungan mikroorganisme pada ikan yang dipengaruhi oleh spesies ikan, lingkungan air, cara penanganan dan suhu udara lingkungan (Widiastuti 2008). Pengaruh spesies ikan terhadap populasi mikroorganisme terutama dipengaruhi kandungan lendir pada permukaan kulit ikan. Lendir yang menutupi ikan mengandung bakteri jenis

Pseudomonas, Sarcina, Serratia, Micrococcus, Vibrio dan Bacillus. Bakteri yang berhasil diisolasi dari saluran usus ikan segar meliputi Achromobacter, Acinobacter, Aeromonas dan Xanthomonas (Huss 1995). Sebanyak 60% bakteri yang terdapat pada insang, usus dan lendir ikan terdiri dari jenis Pseudomonas dan Achromobacter, 20% dari jenis Corynebacterium, Flavobacterium dan Micrococcus, sedangkan sisanya adalah Alcaligenes, Bacillus, Proteus, Serratia, Graffkya dan Escherichia coli (Rahayu et al. 1991). Enzim histidin dekarboksilase dihasilkan oleh bakteri pembentuk histamin yaitu Klebsiella pneumonia, Hafnia alvei, Morganella morganii, Clostridium perfringgens, Lactobacilius sp, Escherichia sp, Salmonella sp, Photobacterium sp serta Vibrio sp (Huss 1994).

Penentuan jumlah mikroorganisme anaerob dan aerob pada produk perikanan dapat dilakukan dengan pengujian total plate count (TPC), di mana menurut SNI 2729-2013 (BSN 2013) persyaratan mutu ikan segar mempunyai jumlah mikroba maksimal 5 x 105 kaloni/gram. Selain nilai organoleptik dan kandungan TPC yang menunjukkan tingkat kesegaran ikan, persyaratan mutu ikan segar lain adalah cemaran Escherichia coli kurang dari 3 AMP/g, Salmonella dan Vibrio cholerae

negatif/25 gram.

Penurunan Mutu Ikan

Penurunan mutu ikan disebabkan oleh reaksi pembusukan ikan yang terjadi secara kimiawi dan enzimatis setelah ikan mati. Setelah ikan mati, peredaran darah berhenti sehingga pasokan oksigen untuk kegiatan metabolisme juga terhenti. Pada saat tersebut ikan berada pada tahap pre-rigor. Meskipun sudah mati, di dalam tubuh ikan masih berlangsung suatu proses metabolisme yaitu proses enzimatis yang sebenarnya sudah berlangsung saat ikan masih hidup. Setelah ikan mati, sistem kendali proses enzimatis hilang sehingga proses tersebut berjalan tanpa kendali yang mengakibatkan terjadi perubahan biokimiawi. Salah satu tandanya adalah terjadinya

(22)

Beberapa saat kemudian tubuh ikan mengalami kekakuan. Proses kekakuan ini disebut dengan rigor mortis akibat terjadinya proses biokimiawi. Selama berada pada tahap ini, ikan masih dalam keadaan segar. Setelah tahap ini, daging ikan mengalami proses pelunakan. Pada tahap ini terjadi penguraian protein oleh enzim

proteolitik menghasilkan senyawa sederhana. Senyawa tersebut menjadi substrat bagi bakteri pembusuk sehingga aktivitas bakteri semakin cepat (Wibowo et al.

2007). Faktor lain yang dapat menyebabkan penurunan mutu ikan adalah kerusakan fisik ikan yang diakibatkan oleh benturan dan tekanan fisik selama proses penangkapan dan transportasi ikan. Kerusakan tersebut menyebabkan daging memar, robek yang dapat mempercepat proses pembusukan ikan (FPHS 2005).

Penanganan dan Transportasi Ikan Segar

Kegiatan transportasi ikan dari TPI diawali dengan sortasi ikan menurut jenis dan ukuran kemudian dilakukan pelelangan. Peserta pelelangan di antaranya adalah pedagang pengumpul dan pedagang pengecer. Pedagang ikan keliling memperoleh ikan dari pedagang pengumpul. Dari pedagang pengumpul, pedagang ikan keliling kemudian mendistribusikan ikan ke konsumen atau pasar menggunakan sepeda motor (BBRP2BKP 2011).

Proses pembusukan ikan dapat dicegah dengan menunda terjadinya rigor mortis atau memperpanjang masa rigor mortis. Salah satunya dengan menerapkan sistem rantai dingin yaitu mengkondisikan ikan pada suhu rendah. Pada suhu rendah aktivitas pembusukan secara kimiawi dan enzimatis dapat diperlambat. Ikan yang disimpan pada suhu 2 0C sampai 10 0C menyebabkan pertumbuhan bakteri kurang cepat sehingga dapat memperpanjang daya simpan antara 2 sampai 3 hari (Ilyas 1983). Sebagian besar Ikan tuna yang disimpan pada suhu 10 0C dapat bertahan sampai penyimpanan hari ke-5 (Widiastuti 2008). Mikroba yang tumbuh dan berkembang dalam ikan sebagian besar adalah mikroba psikrofilik yang mempunyai suhu optimum pertumbuhan 10 0C (Buckle 1978), sehingga penyimpanan pada suhu dibawah 10 0

Selain penerapan sistem rantai dingin, cara penanganan ikan juga harus hati-hati sehingga tidak menyebabkan kerusakan fisik yang diakibatkan oleh benturan dan tekanan selama kegiatan transportasi. Jumlah ikan yang terlalu banyak dalam sebuah alat transportasi dapat menyebabkan tekanan fisik yang mengakibatkan kerusakan ikan terutama yang letaknya di bagian bawah alat transportasi (FPHS 2005). Informasi karakteristik fisik ikan diperlukan dalam mendesain alat transportasi sehingga dapat mengurangi kerusakan fisik ikan. Pengurangan penggunaan bongkahan es atau penggunaan sistem pendingin lain dalam alat transportasi dapat mengurangi kemungkinan gesekan antara ikan dengan es selama kegiatan transportasi, sehingga dapat mengurangi kerusakaan fisik ikan.

C dapat menghambat pertumbuhan mikroba.

Peti Insulasi

(23)

mengurangi perpindahan panas adalah polyurethane karena memiliki nilai konduktivitas yang rendah. Selain itu, bahan ini juga mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan.

Desain yang berkaitan dengan bentuk, ukuran disesuaikan dengan karakteristik fisik ikan, lamanya proses transportasi, karakteristik sepeda motor serta jumlah ikan yang ditrasportasikan. Secara umum konstruksi peti insulasi terdiri dari beberapa lapis, yaitu lapisan bagian dalam yang harus kedap air dan tahan korosi, lapisan kayu lapis sebagai penguat dinding, lapisan bahan insulator dan lapisan penguat dinding bagian luar yang juga harus kedap air. Bahan yang digunakan untuk membuat peti insulasi dipersyaratkan terbuat dari bahan yang tidak mencemari ikan dan tidak rusak terkena es dan air. Selain itu mempunyai permukaan halus sehingga tidak melukai ikan dan mudah dibersihkan, kuat dan tahan lama serta mampu mempertahankan suhu ikan tetap rendah (Wibowo et al. 2007).

Sistem Pendingin

Sistem pendingin diperlukan untuk mempertahankan atau mengkondisikan suhu ikan tetap rendah. Salah satu sistem pendingin yang banyak digunakan adalah menggunakan es. Es sebagai pendingin banyak digunakan dalam mempertahankan mutu ikan segar kerena mudah penggunaannya dan biayanya relatif murah dibandingkan dengan sistem pendingin yang lain. Selain itu penggunaan es sebagai medium pendingin aman buat lingkungan serta mempunyai kapasitas pendinginan yang baik (Jain et al. 2005). Namun penggunaan bongkahan es yang terlalu besar sebagai pendingin dalam alat transportasi dapat menyebabkan terjadinya gesekan antara es dan permukaan ikan, sehingga dapat menimbulkan kerusakan fisik yang dapat mempercepat pembusukan ikan. Selain itu penggunaan es juga menambah berat alat transportasi sehingga akan mengganggu kenyamanan berkendara.

Sistem pendingin lain yang dapat digunakan dalam transportasi ikan menggunakan sepeda motor adalah pendingin termoelektrik. Pendingin termoelektrik telah diaplikasikan sebagai sistem pendingin dalam portable cool box

yang digunakan untuk membawa makanan, minuman dan vaksin obat-obatan. Peti insulasi model ini mempunyai keterbatasan ruang, massa dan daya, sehingga penggunaan sistem pendingin konvensional kurang efektif untuk diaplikasikan. Sistem pendingin termoelektrik dengan heat pipe telah digunakan untuk membuat peti insulasi yang dapat diaplikasikan untuk mendinginkan air (Sugiyanto 2008). Sedangkan pengembangan peti insulasi multifungsi yang dapat digunakan dalam sepeda motor yang berbasis termoelektrik telah dikembangkan oleh Mansur (2010). Kajian pendingin termoelektrik menggunakan microchanel heatsinks telah dilakukan oleh Chein dan Chen (2005) di mana suhu minimum produk yang didinginkan dapat dicapai dengan meningkatkan arus listrik yang melalui elemen peltier serta menurunkan tahanan panas microchanel heatsinks.

(24)

Hal yang menyebabkan sisi elemen peltier menjadi dingin adalah mengalirnya elektron dari tingkat energi yang lebih rendah pada semikonduktor tipe p menuju tingkat energi yang lebih tinggi pada semikonduktor tipe n. Supaya elektron tipe p yang mempunyai tingkat energi yang lebih rendah dapat mengalir, maka elektron tersebut menyerap kalor yang mengakibatkan sisi tersebut menjadi dingin. Sedangkan pelepasan panas ke lingkungan terjadi pada sambungan sisi panas, di mana elektron mengalir dari tingkat energi yang lebih tinggi (semikonduktor tipe n) ke tingkat energi yang lebih rendah (semikonduktor tipe p). Untuk dapat mengalir ke semikonduktor tipe p, kelebihan energi pada tipe n dibuang ke lingkungan sehingga sisi tersebut menjadi panas. Skema aliran panas pada elemen peltier ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2 Skema aliran panas elemen peltier (www.kryotherm.ru)

Seperti terlihat pada Gambar 2 penyerapan kalor dari lingkungan terjadi pada sisi dingin yang kemudian akan dibuang ke sisi panas dari modul peltier. Sehingga nilai kalor yang dilepas pada sisi panas sama dengan nilai kalor yang diserap ditambah dengan daya yang diberikan pada modul, dengan persamaan

………...……….………….(1) di mana :

Qh Q

: kalor yang dilepas pada bagian sisi panas elemen peltier (Watt), c

P

: kalor yang diserap pada bagian sisi dingin elemen peltier (Watt), in

Skema aliran elektron pada elemen peltier ditunjukkan pada Gambar 3. Elektron mengalir dari semikonduktor tipe p yang kekurangan energi, menyerap kalor pada bagian yang didinginkan kemudian mengalir ke semikonduktor tipe n. Semikonduktor tipe n yang kelebihan energi akan membuang kalor tersebut ke lingkungan dan mengalir ke semikonduktor tipe p dan seterusnya.

(25)

Gambar 3 Skema aliran elektron dalam peltier (Cuenat 2010)

Sistem pendingin termoelektrik dapat bekerja optimal jika proses pelepasan panas pada sisi panas elemen peltier dapat berlangsung maksimal. Proses pelepasan panas tersebut dapat dibantu dengan memanfaatkan heat pipe. Prinsip kerja heat pipe

seperti sistemrefrigerasi, yaitu dengan metode evaporasi dan kondensasi yang terjadi pada fluida kerja. Sebuah tabung dari logam yang di dalamnya terdapat fluida kerja dan membentuk suatu sistem tertutup. Bagian ujung yang satu dari tabung tersebut dipanaskan dan satunya lagi didinginkan. Sumber panas yang diserap oleh bagian evaporator menyebabkan fluida kerja mendidih dan berubah fasa menjadi uap, hal ini juga menciptakan perbedaan tekanan yang mengakibatkan uap mengalir menuju pendingin di ujung lainnya (kondensor). Pada bagian ini fluida kerja kembali berubah fasa menjadi cair dengan melepas energi berupa kalor dan kemudian kembali lagi ke bagian panas (evaporator) dengan memanfaatkan gravitasi. Proses ini terjadi berulang-ulang seperti terlihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Sistem kerja heat pipe

Kinerja pendingin termoelektrik dapat dilihat dari nilai COP (coefficient of performance), di mana nilai tersebut dapat dihitung dengan menentukan beban kalor yang dapat dipindahkan oleh sistem pendingin, kemudian dibandingkan dengan besarnya daya yang dibutuhkan untuk menjalankan pendingin termoelektrik (Mansur 2010) dengan persamaan

Kalor diserap Kalor dilepas

Aliran fluida

Pipa Aliran uap

Struktur kapiler

Kondensor Evaporator

(26)

………..………(2) di mana :

COP : coefficient of performance, Qc

P

: kalor yang dipindahkan (Watt), in : daya masukan elemen peltier (Watt).

Beban Pendinginan

Hal yang perlu diperhatikan dalam perancangan dinding ruang pendinginan adalah pemilihan material dinding yang memiliki nilai konduktifitas panas yang rendah untuk meminimalkan intrusi panas dari lingkungan ke dalam ruang pendingin. Intrusi panas akan berakibat pada penurunan kapasitas pendinginan dan efisiensi pengunaan energi mesin pendingin. Beban pendinginan pada ruang pendingin komersial terdiri dari beban melalui dinding, beban karena aliran udara, beban produk dan beban pengunaan peralatan lain (Dossat 1981).

Beban melalui Dinding

Beban melalui dinding adalah banyaknya panas yang menembus dinding yang berasal dari lingkungan menuju ruang pendingin. Tidak adanya insulator yang sempurna, maka akan selalu ada beban panas yang berasal dari lingkungan ke dalam ruang pendingin. Skema perpindahan panas melalui dinding ditunjukkan pada Gambar 5, di mana h0 dan Ta adalah koefisien perpindahan konveksi dan suhu lingkungan, k adalah koefisien konduksi material, ∆x adalah tebal material,

sedangkan h1 dan Tf adalah koefisien perpindahan konveksi dan suhu ruang pendingin.

Gambar 5 Skema perpindahan panas melalui dinding

(27)

panas atau lebih dingin berada di dekat batas padatan akan menyebabkan sirkulasi udara karena adanya perbedaan densitas yang dihasilkan dari variasi suhu di seluruh fluida tersebut. Laju perpindahan panas konveksi dinyatakan dengan persamaan laju Newton dengan persamaan

………..……….………(3) di mana :

q : laju perpindahan panas konveksi (Watt),

A : luas permukaan bidang yang tegak lurus terhadap arah aliran panas (m2 ∆T : beda suhu antara permukaan dan fluida (

), 0

h : koefisien perpindahan panas konveksi (Watt/m C),

2o

Koefisien perpindahan panas konveksi bebas untuk berbagai situasi dinyatakan dalam bentuk fungsi tanpa dimensi dengan persamaan (Holman 1997)

C).

……….……..(4) subskrif f menunjukkan bahwa sifat-sifat untuk gugus tak berdimensi dievaluasi pada suhu film. Nuf didefinisikan dengan persamaan

………...………….………...(5) ………...……....………(6) ………..…...………...………..(7) hasil perkalian antara bilangan Grashof (Gr) dan bilangan Prandelt (Pr) disebut bilangan Rayleight dengan persamaan

……….………...(8) Dimensi karakteristik yang digunakan dalam bilangan Grashof bergantung pada geometrinya. Untuk plat vertikal ditentukan oleh tinggi plat L; untuk plat horizontal oleh panjang plat x; untuk silinder horizontal oleh diameter d; dan demikian seterusnya. Bentuk fungsi persamaan (4) banyak digunakan, dengan nilai-nilai konstanta C dan m tertentu untuk setiap kasus. Nilai konstanta C dan m ditunjukkan pada Tabel 2 dan Tabel 3. Pada konveksi paksa, kecepatan aliran fluida menentukan nilai bilangan Reynold dan jenis fluidanya dengan persamaan

………...……...………(9) Tabel 2 Konstanta persamaan untuk permukan isothermal (Holman 1997)

Geometri Grf Prf C m

Bidang dan silinder vertikal 104-10 10 9 9 -10 0.59 13 0.021 1/4 2/5 Pemukaan atas plat panas atau

permukaan bawah plat dingin

2 x 104 - 8 x 10 8 x 10

6 6 - 10 0.54 11 0.15 ¼ 1/3 Pemukaan bawah plat panas atau

permukaan atas plat dingin

(28)

Tabel 3 Persamaan Nuselt untuk aliran laminar melintasi permukaan plat (Holman 1997)

Jenis Aliran Batasan Persamaan Nu

Laminar, lokal Tw = konstan, Rex <5 x 10 0.6 < Pr < 50

5

Tw = konstan, Rex <5 x 10 Re

5

x Pr > 100

Laminar, lokal qw = konstan, Rex <5 x 10 0.6 < Pr < 50

5

Laminar, lokal qw = konstan, Rex <5 x 10 Re

5

x Pr > 100

Laminar, rata-rata

ReL < 5 x 105 NuL = 2 Nux=L = 0.664 ReL1/2Pr1/3

Persamaan yang digunakan untuk mengetahui nilai koefisien perpindahan panas, baik untuk perpindahan panas konveksi bebas maupun konveksi paksa menggunakan persamaan

………..………...………..……..(10) di mana :

h : koefisien pindah panas (Watt/m2 0 k : konduktifitas udara (Watt/m

C), 0

Nu : bilangan Nusselt,

C),

x

Pada perhitungan beban pendinginan, h digunakan untuk menentukan nilai koefisien perpindahan panas total dengan persamaan

: dimensi karakteristik (m).

…..……….……….(11)

Besarnya beban melalui dinding ditentukan dengan persamaan

……….…...(12) di mana :

U : koefisien perpindahan panas total (Watt/m2 0 h

C), in : koefisien konveksi dindang dalam (Watt/m2

0

h

C), out : koefisien konveksi dindang luar (Watt/m2

0

k : koefisien konduksi (Watt/m

C), 0

Q

C), d

∆x : tebal dinding (m),

: beban melalui dinding (Watt), A : luas area (m2

T

), a : suhu lingkungan (

0

T

C), r : suhu ruang pendingin (

(29)

Beban Aliran Udara

Beban aliran udara terjadi akibat masuknya udara lingkungan menuju alat transportasi pada saat kegiatan buka tutup ruang pendingin. Beban karena infiltrasi merupakan salah satu beban terbesar yang berpengaruh terhadap beban pendinginan, di mana nilainya bervariasi antara 1/4 sampai 1/3 total beban pendinginan. Pada saat ruang pendingin dibuka terjadi kontak antara udara dalam dengan udara luar sehingga terjadi perpindahan panas karena perbedaan suhu dan tekanan. Perpindahan panas terjadi secara konveksi melalui udara, sehingga energi tersebut dapat ditentukan dengan persamaan

. ………...……….……..….…. (13) di mana :

ha

h

: entalphi udara lingkungan (kJ/kg), r

v

: entalphi udara ruang alat transportasi (kJ/kg), r : volume ruang (m3

n : jumlah pembukaan ruang penyimpanan, ),

t : lama transportasi (detik),

ρu : massa jenis udara (kg/m3

Q

), inf : beban aliran udara (Watt).

Beban Produk

Beban produk berasal dari panas yang harus dipindahkan dari produk yang didinginkan agar dapat menurunkan suhu produk sampai mencapai suhu pendinginan yang diharapkan. Baban pendinginan produk merupakan salah satu beban pendinginan yang cukup besar, untuk mengurangi beban pendinginan produk dapat dilakukan dengan melakukan pra pendinginan sebelum penyimpanan atau transportasi produk. Pra pendinginan bertujuan untuk menghilangkan panas lapang (field heat), mempertahankan kesegaran, serta mengurangi beban pendinginan. Selain itu pra pendinginan dilakukan untuk mengkondisikan suhu produk sehingga sesuai dengan kondisi suhu ruang penyimpanan atau transportasi. Dengan melakukan pendinginan awal maka beban pendinginan dapat dikurangi sehingga kinerja sistem pendingin dalam alat transportasi dapat lebih optimal. Pendinginan awal dapat dilakukan dengan menggunakan campuran es dan air. Dengan cara ini seluruh permukaan ikan dapat berkontak langsung dengan media pendingin air es, termasuk rongga perut dan rongga ingsang. Sehingga cara ini efisien untuk menurunkan suhu tengah tubuh ikan dalam waktu cepat (Wibowo et al. 2007). Beban produk ditentukan dengan persamaan

………..……….(14) di mana :

Qp

m : massa produk(kg),

: beban pendinginan produk (kJ), Cp : kalor jenis produk (kJ/kg0 T

C), 1 : suhu awal produk (

0

T

C), 2 : suhu akhir produk (

(30)

Beban Peralatan

Beban peralatan berasal dari penggunaan peralatan penunjang yang menghasilkan panas. Beban ini berasal dari panas dari aktivitas pekerja yang berada di dalam ruang pendingin, lampu atau peralatan elektronik lainnya yang digunakan di dalam ruang pendingin.

Karakteristik Fisik Ikan

Karakteristik fisik ikan diperlukan untuk menentukan konsep dan analisis desain. Karakteristik ikan yang diperlukan dalam menentukan desain alat transportasi adalah jenis ikan, dimensi, luas permukaan, massa, suhu dan densitas. Dimensi ditentukan untuk mengetahui panjang (P), lebar (L) dan ketebalan (T). Pengukuran parameter tersebut menggunakan jangka sorong dan pengaris. Luas permukaan dapat ditentukan dengan pengukuran langsung, yaitu dengan memotong-motong ikan menjadi potongan kecil kemudian mengukur luas permukaanya satu per satu kemudian dijumlahkan (Mohsenin dan Nuri 1970).

Penentuan volume dilakukan dengan mengukur massa ikan kemudian dimasukkan ke dalam bejana yang berisi air. Jumlah air yang dipindahkan dari dalam bejana kemudian ditentukan massanya. Volume ikan dapat dihitung dengan persamaan

…..……….…………..…(15) di mana :

ma v

: massa air yang dipindahkan (kg), i : volume ikan (m3

ρa : kerapatan air (kg/m) 3

Densitas atau kerapatan adalah parameter yang menunjukkan perbandingan antara massa ikan dengan volume ikan (Abdullah 2011), sehingga dapat ditentukan dengan persamaan

).

……….………...…………...………..……….……(16) di mana :

mi

ρi : massa ikan (kg), : densitas ikan (kg/m3).

3 METODOLOGI

Waktu dan Tempat

(31)

Sedangkan analisis mutu ikan dilakukan di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan, Yogyakarta.

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan untuk pembuatan alat transportasi adalah

polyurethane, plat alumunium tebal 1 mm, strip alumunium tebal 1 cm lebar 2.5 cm, baut, kawat, silicon sealer, heatsink, heat pipe, fan, lem, elemen peltier, aki 12 V, kabel, multiplek, paku dan isolator. Bahan yang digunakan untuk uji kinerja alat adalah ikan tongkol (auxis thazard) dan es, sedangkan bahan yang digunakan untuk uji mutu ikan adalah media Niven agar (tryptone, yeast extract, L histidin, CaCO3, NaCl, agar, phenol red). Peralatan yang digunakan dalam proses rancang bangun alat adalah gerinda, palu, gergaji, cutter, pengaris, jangka sorong, obeng, gunting, mesin bor, alat potong, ember, gelas ukur, pengaduk dan alat penekuk. Sedangkan peralatan yang digunakan untuk uji kinerja alat adalah termometer digital, anemometer, timbangan, multitester dan sepeda motor.

Tahapan Desain Alat Transportasi

Tahapan desain alat transportasi meliputi identifikasi kebutuhan, penentuan kriteria desain, pembuatan konsep desain, analisis desain, proses rancang bangun alat, uji kinerja alat dan pembuatan laporan. Diagram tahapan desain ditunjukkan pada Gambar 6.

Gambar 6 Tahapan desain

Identifikasi Kebutuhan

Identifikasi kebutuhan alat transportasi ikan meliputi penentuan karakteristik fisik ikan dan sepeda motor, identifikasi kegiatan transportasi dan penjualan ikan serta identifikasi kapasitas alat.

Karakteristik Ikan

(32)
[image:32.595.202.416.108.221.2]

Tabel 4 Karakteristik ikan tongkol

Identifikasi Kegiatan Transportasi dan Penjualan Ikan

Identifikasi dilakukan dengan pengamatan langsung terhadap kegiatan yang dilakukan oleh pedagang ikan keliling. Pengamatan dilakukan terhadap kegiatan sebelum, selama dan setelah transportasi meliputi rute perjalanan, lama kegiatan transportasi, jarak tempuh, kondisi jalan, kecepatan kendaraan, jumlah pembeli, jumlah buka tutup ruang penyimpanan ikan, lama pembukaan ruang penyimpanan ikan serta kegiatan yang dilakukan oleh pedagang selama kegiatan penjualan ikan. Kegiatan yang dilakukan pedagang ikan keliling selama proses penjualan ikan ditunjukkan pada Tabel 5.

Tabel 5 Karakteristik kegiatan transportasi dan penjualan ikan

Karakteristik Hasil

Rute transportasi

Lama transportasi Jarak tempuh Kondisi jalan Jumlah buka alat Aktivitas pedagang Jumlah pembeli Kecepatan sepeda motor

Suhu awal ikan Suhu akhir Kapasitas alat

Keliling ke rumah-rumah dan pasar meliputi Desa Sambipitu, Plosokerep, Sendangsari, Gunungbutak, Patuk, Gunungan, Beji dan Kalisong, Gunungkidul

3-3.6 jam 5-15 km

Sebagian aspal, sebagian lain berbatu dan plesteran, kondisi jalan naik turun dan berbelok-belok

10-22 kali dengan lama pembukaan 0.5-1 menit

Memilih, menimbang, tawar menawar harga dan memotong ikan selama 4-6 menit/pembeli

10-26, dengan jumlah ikan yang dibeli 0.5-2 kg/pembeli Maksimum 40 km/jam

0-1 0 4.8-6

C 0

25-35 kg ikan C

Kegiatan penjualan ikan dimulai pagi hari, sedangkan ikan diperoleh dari pedagang pengumpul pada malam hari, sehingga penyimpanan ikan menggunakan es dilakukan untuk menjaga kesegaran ikan. Ikan disimpan dalam styrofoam box

(33)

Setelah penjualan ikan selesai, sisa ikan yang tidak terjual kemudian disimpan kembali dalam styrofoam box untuk dijual pada hari berikutnya. Gambar kegiatan pedagang ikan keliling saat penjualan ikan ditunjukkan pada Gambar 7

(a) (b) (c)

Hasil pengamatan saat penjualan ikan, beberapa ikan terjadi kerusakan seperti koyak dan memar di bagian perut ikan. Hal itu terjadi karena gesekan antara es dengan permukaan ikan akibat adanya goncangan saat kegiatan transportasi. Pedagang ikan keliling juga menambahkan sejumlah es di tengah perjalanan untuk menjaga suhu ikan tetap rendah.

Identifikasi Kapasitas Alat Transportasi

Penentuan kapasitas alat transportasi dilakukan dengan menghitung massa ikan yang ditransportasikan oleh pedagang ikan keliling. Ikan tersebut kemudian disusun di dalam suatu styrofoam box, sehingga kebutuhan volume alat dapat ditentukan dengan mengukur volume styrofoam box tersebut. Hasil pengukuran menunjukkan kebutuhan volume alat transportasi adalah 64 L.

Karakteristik Sepeda motor

Karakterisasi dilakukan terhadap jenis dan spesifikasi sepeda motor yang digunakan oleh pedagang keliling. Karakterisasi sepeda motor yang ditentukan adalah jenis, daya angkut, kapasitas pengisian aki (alternator), kapasitas mesin dan dimensi kendaraan. Dimensi sepeda motor yang ditentukan adalah tinggi, lebar dan panjang kendaraan. Juga ditentukan lebar dan panjang sadlle sepeda motor. Karakterisari sepeda motor dilakukan dengan pengukuran langsung dan penelusuran data sekunder yang diperoleh dari spesifikasi sepeda motor.

Sepeda motor yang digunakan pedagang ikan mempunyai kapasitas silinder 100 cc sampai 125 cc. Tipe sepeda motor bebek yang digunakan oleh pedagang ikan di antaranya SupraX, Jupiter, Vega, Karisma dan Shogun. Merk sepeda motor yang dikarakterisasi adalah Supra dengan pertimbangan pemilihan kapasitas silinder yang terkecil serta ketersediaan sepeda motor yang digunakan dalam kegiatan uji kinerja alat. Hasil karakterisasi sepeda motor Supra ditunjukkan pada Tabel 6, sedangkan gambar sepeda motor Supra ditunjukkan pada Gambar 8.

(34)

Tabel 6 Karakteristik sepeda motor yang digunakan pedagang

Karakteristik Nilai Satuan

Volume silinder Arus alternator Tegangan alternator Spesifikasi aki Panjang kendaraan Lebar kendaraan Tinggi kendaraan Tinggi sadlle

Berat kosong kendaraan Lebar sadlle

Panjang sadlle

Kapasitas angkut

100 6,09 12 12 V, 5-9 A

191 71 106 76 95 30 72 140 ml A V cm cm cm cm kg cm cm kg

Gambar 8 Sepeda motor Supra

Kriteria Desain Alat Transportasi Ikan

Alat transportasi ikan yang dirancang bertujuan untuk mempertahankan mutu ikan dan memudahkan kegiatan transportasi ikan menggunakan sepeda motor sehingga dapat digunakan oleh pedagang ikan keliling. Berdasarkan hasil identifikasi kebutuhan alat transportasi dan tujuan yang ingin dicapai, kriteria desain alat transportasi ikan adalah :

a) dapat mempertahankan suhu ikan di bawah 10 o b) menggunakan sistem pendingin,

C, c) dapat mempertahankan mutu ikan,

d) compatible dengan sepeda motor yang digunakan oleh pedagang ikan keliling, e) dapat mempermudah kegiatan transportasi ikan untuk pedagang ikan keliling.

Konsep Desain Alat Transportasi Ikan

(35)

menjalankan fungsi/subfungsi dari bagian alat transportasi, sedangkan rancangan struktural bertujuan untuk menentukan bahan, bentuk, tata letak dan ukuran komponen alat transportasi.

Rancangan Fungsional

Alat transportasi ikan bertujuan untuk mempermudah kegiatan transportasi ikan ke konsumen yang dilakukan oleh pedagang ikan keliling menggunakan sepeda motor. Alat transportasi didesain berdasarkan fungsi utama untuk mempertahankan suhu ikan di bawah 10 o

Tabel 7 Rancangan fungsional alat transportasi

C, tempat meletakkan ikan dan perlengkapan kegiatan penjualan ikan serta dapat diletakkan di atas sepeda motor. Setiap fungsi tersebut dirancang bagian/subfungsi seperti ditunjukkan pada Tabel 7.

Fungsi/sub fungsi alat Bagian alat

Menyimpan dan meletakkan ikan, terdiri dari subfungsi

Mengurangi pindah panas dari lingkungan ke ruang penyimpanan ikan

Membantu proses penyerapan panas ruang penyimpanan ikan

Memasukkan dan mengeluarkan ikan

Mempermudah mengangkat dan memindahkan alat transportasi

Ruang penyimpanan ikan Insulator

Plat alumunium

Tutup ruang penyimpanan Pegangan alat

Mempertahankan suhu ikan tetap rendah, terdiri dari subfungsi

Membantu penyerapan panas ruang penyimpanan Membantu pelepasan panas ke lingkungan

Mempermudah transfer panas ruang penyimpanan ke pendingin

Sumber listrik

Meratakan transfer panas antar komponen

Pendingin termoelektrik

Heatsink dingindan fan Heat pipe, heatsink, fan Bracket alumunium Aki sepeda motor

Thermal compound

Menyimpan dan meletakkan perlengkapan pedagang, terdiri dari subfungsi

Tempat meletakkan timbangan dan pisau Tempat meletakkan talenan dan kotoran ikan Tempat meletakkan aksesoris lain

Ruang aksesoris

Meletakkan alat transportasi di atas sepeda motor Dudukan alat transportasi

Rancangan Struktural

(36)
[image:36.595.110.495.63.506.2]

Gambar 9 Rancangan struktural alat transportasi

a Ruang Penyimpanan Ikan

Ruang penyimpanan ikan tersusun dari tiga bagian, yaitu dinding bagian luar, dinding bagian dalam dan insulator. Dinding bagian luar terbuat dari plat alumunium dengan ketebalan 0.5 mm. Bahan alumunium dipilih karena memiliki nilai konduktifitas besar sehingga dapat mempercepat pelepasan panas dari elemen peltier sisi panas ke lingkungan. Selain itu alumunium tidak mudah berkarat, mudah dibentuk dan ringan sehingga tidak membebani sepeda motor.

Dinding bagian dalam ruang penyimpanan ikan terbuat dari plat alumunium dengan ketebalan 0.5 mm. Penggunaan bahan ini bertujuan untuk membantu proses penyerapan panas ruang penyimpanan ikan yang kemudian ditransfer ke elemen peltier. Selain itu alumunium kedap air serta mempunyai permukaan yang halus sehingga tidak menyebabkan kerusakan fisik ikan serta dapat mempertahankan dingin ruangan ketika ruang penyimpanan dibuka.

Insulator diletakkan di antara dinding bagian luar dan bagian dalam ruang penyimpanan ikan. Bahan insulator yang digunakan adalah polyurethane dengan ketebalan 3.3 cm. Penggunaan polyurethane karena mudah dibentuk serta mempunyai nilai konduktifitas yang rendah. Insulator dibuat dengan mencampurkan

polyurethane A dan polyurethane B dengan perbandingan massa polyurethane A dengan polyurethane B sebesar 2:1. Kedua jenis cairan ini bila dicampurkan akan membentuk insulator yang memadat. Kerapatan insulator yang dihasilkan sebesar 40 sampai 80 kg/m3

Jumlah ruang penyimpanan sebanyak dua buah kotak yang diletakkan di bagian bawah sisi kiri dan kanan sepeda motor. Hal ini bertujuan agar beban berat terletak secara seimbang, sehingga tidak mengganggu keseimbangan berkendara. Masing-masing kotak mempunyai volume 32 L dengan ukuran panjang bagian luar 56.8 cm, lebar 30.8 cm dan tinggi 33.4 cm. Ruang penyimpanan ikan dilengkapi tutup untuk memasukkan dan mengeluarkan ikan, serta ditambahkan pegangan untuk memudahkan mengangkat dan memindahkan ruang penyimpanan ikan. Gambar ruang penyimpanan ikan ditunjukkan pada Gambar 10.

. Campuran larutan tersebut kemudian dituangkan di antara kedua dinding ruang penyimpanan ikan.

(37)
[image:37.595.45.493.23.822.2]

Gambar 10 Rancangan ruang penyimpanan ikan

b Pendingin Termoelektrik

Pendingin termoelektrik terdiri dari beberapa komponen yaitu elemen peltier,

heatsink, heat pipe, fan, bracket, sumber arus DC dan thermal compound. Berbagai komponen tersebut kemudian dirakit di bagian atas ruang penyimpanan ikan seperti ditunjukkan pada Gambar 11. Sedangkan gambar rancangan sistem kerja pendingin ditunjukkan pada Gambar 12.

(a) (b)

Fan Heatsink

(38)

Gambar 12 Rancangan sistem kerja pendingin

[image:38.595.156.481.104.349.2]

Pendingin termoelektrik menggunakan dua buah elemen peltier ganda tiap ruang penyimpanan ikan, sehingga jumlah total elemen peltier yang digunakan adalah empat buah. Elemen peltier disusun parallel secara perakitan dan disusun seri secara kelistrikan. Tujuan disusun parallel secara perakitan agar didapatkan perbedaan suhu yang tinggi antara sisi panas dan sisi dingin elemen peltier, sehingga kalor yang dilepas semakin besar. Sedangkan disusun seri secara kelistrikan agar diperoleh nilai arus listrik yang optimal. Elemen peltier yang digunakan adalah tipe TEC1-12706 dengan spesifikasi ditunjukkan pada Tabel 8. Prinsip kerja elemen peltier menggunakan perbedaan suhu antara sisi panas dan sisi dingin elemen peltier (∆T). Untuk dapat mencapai suhu sisi dingin elemen peltier yang optimal, maka sisi panas elemen harus diturunkan serendah-rendahnya. Bagian sisi dingin elemen peltier digunakan untuk menyerap panas ruang penyimpanan yang kemudian dilepas ke lingkungan melalui sisi panas elemen peltier. Gambar elemen peltier ditunjukkan pada Gambar 13.

Tabel 8 Karakteristik elemen peltier tipe TEC1-12706

Karakteristik Nilai

Dimensi (PxLxT) Q maksimal (Watt) I maksimal (A) ∆T maksimal (o R (Ohm)

C) Mc (pasangan) L (m)

A (m2

(40 x 40 x 3.8) mm

)

53 6.4 68 1.98

(39)
[image:39.595.52.491.78.638.2]

Gambar 13 Elemen peltier

Heat pipe digunakan untuk mengoptimalkan proses pelepasan panas dari sisi panas elemen peltier. Tiap elemen peltier digunakan sebuah heat pipe, sehingga dalam sistem pendingin ini digunakan empat buah heat pipe. Heat pipe adalah suatu alat yang memiliki nilai konduktifitas termal yang tinggi, yang digunakan sebagai penukar panas yang menggunakan fluida kerja sebagai media penghantar panas.

Heat pipe yang digunakan terdiri dari enam pipa tiap unit yang dilengkapi heatsink

dan kipas untuk membantu mengoptimalkan proses pelepasan panas seperti ditunjukkan pada Gambar 14. Ukuran heat pipe yang digunakan mempunyai panjang 12.3 cm, lebar 12 cm dengan tinggi 6.1 cm. Pemilihan heat pipe berdasarkan dimensi yang sesuai dengan desain alat transportasi dan ketersediaan di pasar.

Gambar 14 Heat pipe fan

Bracket alumunium digunakan untuk menghubungkan heatsink dengan sisi dingin elemen peltier sehingga dapat membantu perpindahan panas dari heatsink ke sisi dingin elemen peltier. Material yang digunakan adalah alumunium dengan panjang 4 cm lebar 4 cm dan tebal 1.5 cm seperti ditunjukkan pada Gambar 15. Pemilihan bahan ini berdasarkan pertimbangan mempunyai nilai konduktivitas kalor yang tinggi, tahan korosi, ringan dan mudah dibentuk.

Gambar 15 Rancangan bracket alumunium

(40)

dengan jumlah sirip 8 buah. Gambar heatsink dan kipas yang digunakan ditunjukkan pada Gambar 16.

[image:40.595.101.495.100.754.2]

(a) (b)

Gambar 16 Rancangan heatsink (a) dan kipas (b)

Penyusunan komponen sistem pendingin berupa bracket, elemen peltier,

heatsink dan heat pipe dimungkinkan terdapat rongga-rongga berukuran mikro yang dapat menyebabkan tidak meratanya proses transfer panas antar komponen. Sehingga perlu ditambahkan thermal compound yang diharapkan dapat menggisi rongga mikro tersebut. Thermal compound adalah material yang mempunyai nilai konduktifitas termal yang tinggi sekaligus dapat digunakan untuk merekatkan antar komponen. Gambar thermal compound yang digunakan ditunjukkan pada Gambar 17.

Gambar 17 Thermal compound

c Dudukan Alat Transportasi

Bahan yang digunakan adalah strip alumunium dengan tebal 5 mm dan 10 mm dengan lebar 25 mm. Pemilihan alumunium berdasarkan pertimbangan ringan dan mudah dibentuk. Strip alumunium dibentuk menyesuikan bentuk dan dimensi sepeda motor. Panjang dudukan yang didesain adalah 50 cm, lebar 37 cm dan tinggi 39 cm. Dudukan mempunyai bagian untuk meletakkan ruang penyimpanan ikan yang dilengkapi pengait untuk menstabilkan posisi ruang penyimpanan ikan. Gambar rancangan dudukan alat transportasi ditunjukkan pada Gambar 18.

(41)

d Ruang Aksesoris

Ruang aksesoris terbagi menjadi tiga bagian untuk meletakkan timbangan, tempat memotong ikan (talenan) dan perlengkapan kegiatan berjualan seperti kantong plastik dan pisau. Panjang ruang aksesoris adalah 36 cm, lebar 23.5 cm dan tinggi 27 cm. Material ruang aksesoris terbuat dari fiber, sedangkan tempat pemotongan ikan terbuat dari akrilik berdasarkan pertimbangan ringan dan mudah dibentuk. Desain ruang aksesoris memungkinkan peralatan mudah diambil dan terhindar dari kotoran. Rancangan ruang aksesoris dan tempat pemotongan ikan (talenan) ditunjukkan pada Gambar 19.

(a)

[image:41.595.40.467.83.624.2]

(b)

Gambar 19 Rancangan ruang aksesoris (a) dan talenan (b)

Analisis Rancangan

Beban Pendinginan

(42)

Tabel 9 Hasil perhitungan beban pendinginan

Beban Pendinginan Hasil (Watt)

Melalui dinding ruang penyimpanan ikan terdiri : a. Dinding atas

b. Dinding belakang c. Dinding bawah d. Dinding kanan e. Dinding depan f. Dinding kiri

7.24

1.60 1.55 1.22 0.66 1.55 0.66

Aliran udara 3.97

Total 11.21

Penentuan beban pendinginan menggunakan persamaan 12 dan 13 dengan kondisi awal (initial condition) suhu ruang penyimpanan ikan sebesar 10 0C berdasarkan kriteria desain yang ditentukan, suhu lingkungan 30 0C, suhu dinding ruang penyimpanan 28 0C dan suhu ikan 0-1 0C. Hasil perhitungan diperoleh beban pendinginan total sebesar 11.21 Watt yang berasal dari beban transmisi melalui dinding alat transportasi sebesar 7.24 Watt dan beban infiltrasi udara ketika kegiatan pembukaan tutup ruang penyimpanan sebesar 3.97 Watt. Sehingga beban pendinginan total untuk dua buah kotak penyimpanan ikan sebesar 22.41 Watt. Beban pendinginan yang berasal dari produk tidak dihitung karena suhu produk awal adalah 0-1oC, sehingga tidak diperlukan energi untuk menurunkan suhu produk.

Kebutuhan Elemen Peltier

Kebutuhan energi pendingin termoelektrik diperoleh dari accu sepeda motor dengan spesifikasi 9 A dengan tegangan 12 V, di mana pengisian arus accu

diperoleh dari alternator sepeda motor. Hasil pengukuran arus pengisian accu dari alternator sepeda motor sebesar 6.1 A dengan tegangan 13.2 V (setara dengan 80.52 Watt). Dengan mempertimbangan nilai efisiensi sistem pendingin termoelektrik yang rendah sekitar 0.204 (Mansur 2010), kapasitas pendinginan dapat dioptimalkan dengan memaksimalkan arus listrik yang tersedia. Arus listrik dari alternator yang tersedia hanya dapat digunakan untuk menjalankan sistem pendingin yang menggunakan empat buah elemen peltier ganda, di mana hasil pengukuran menunjukkan bahwa kebutuhan arus listrik untuk menjalankan sistem pendingin dengan empat buah elemen peltier ganda sebesar 5.36 A. Energi tersebut diharapkan dapat digunakan untuk mengatasi beban pendinginan sebesar 22.41 Watt. Nilai efisiensi aktual sistem pendingin termoelektrik dan panas yang dapat dipindahkan ditentukan dalam tahap uji kinerja alat.

Analisis Tegangan

Analisis tegangan dilakukan untuk mengetahui distribusi tegangan dan

displacement dudukan alat transportasi saat menerima beban menggunakan program

Solid Works 2005. Hasil analisis ditunjukkan pada Gambar 20. Distribusi tegangan pada dudukan alat transportsi maksimal 3.8 x 106 N/m2 dan nilai yield strength

(43)

(a)

(b)

Gambar 20 Analisis distribusi tegangan (a) dan displacement (b)

Uji Kinerja Alat

Uji kinerja dilakukan untuk mengetahui apakah alat transportasi yang didesain dapat bekerja sesuai kriteria desain yang telah ditentukan. Pengujian dilakukan di Loka Penelitian dan Pengembangan Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan, Bantul dan Desa Patuk, Gunungkidul.

Uji Kinerja Alat tanpa Beban

(44)

dilakukan menggunakan termometer digital yang dilakukan tiap 10 menit selama waktu transportasi ikan.

Penentuan Kapasitas Pendinginan dan COP

Parameter yang diukur dalam pengujian ini adalah suhu dinding, suhu ruang penyimpanan ikan, suhu heatsink, arus listrik dan tegangan yang masuk ke sistem pendingin. Parameter tersebut digunakan untuk menentukan besarnya kalor yang dapat dipindahkan oleh sistem pendingin serta kebutuhan daya input sistem pendingin. Data tersebut digunakan untuk menentukan nilai COP menggunakan persamaan 2. Perhitungan kapasitas pendinginan dan nilai COP dilakukan terhadap salah satu kotak ruang penyimpanan ikan dengan pertimbangan desain konstruksi ruang penyimpanan dan sistem pendingin sama.

Uji Kinerja Alat oleh Pedagang Ikan Keliling

Pengujian dilakukan oleh pedagang ikan keliling dengan menggunakan alat transportasi untuk berjualan ikan. Parameter yang diukur adalah mutu ikan sebelum dan setelah kegiatan transportasi, suhu ikan selama transportasi dan tingkat penerimaan pedagang. Uji kinerja dilakukan dua kali dengan rute perjalanan yang berbeda. Pengujian mutu ikan dilakukan untuk mengetahui apakah alat transportasi ikan yang telah didesain dapat mempertahankan mutu ikan selama kegiatan transportasi. Parameter mutu ikan yang diuji meliputi nilai organoleptik, kandungan

total plate count/TPC, kandungan Escherichia coli, kandungan Salmonella dan kandungan Vibrio cholerae. Selain mutu ikan juga dilakukan uji penerimaan calon pengguna.

a Kandungan TPC

Pengujian kandungan TPC menggunakan metode SNI 01-2332.3-2006 (BSN 2006). Pembuatan sampel dilakukan secara aseptik dengan memasukkan 10 gram sampel produk ke dalam 90 ml garam fisiologis 0,85 % kemudian dicampur sampai homogen menggunakan stomacher. Untuk pengenceran 0.1 kali, diambil 1 gr contoh yang telah diblender dan dimasukkan ke dalam 9 ml buffer fosfat steril dan dikocok. Pada pengenceran selanjutnya dikerjakan dengan cara yang sama. Larutan dibiarkan selama 5 menit, lalu dari masing-masing pengenceran diambil 1 ml dan dipindahkan ke dalam cawan petri steril dengan menggunakan pipet steril. Kemudian di dalam tiap-tiap cawan petri ditambahkan ± 15 ml nutrient agar steril dan digoyangkan secara mendatar di atas meja supaya sampel menyebar rata, lalu biarkan hingga membeku. Kemudian cawan diinkubasi dengan posisi cawan terbalik pada suhu 30 0

C sampai 32 0C selama 1 sampai 2 hari. Setelah itu, dihitung koloni yang tumbuh pada cawan, jumlah mikroba per ml sampel dihitung sesuai standar yang ditetapkan dengan persamaan

…..(17)

b Uji Escherichia coli

(45)

kemudian diinkubasi pada suhu 37 0

Identifikasi koliform dilakukan dengan memilih salah satu koloni fekal dan satu koloni nonfekal dari masing-masing dibuat suspense di dalam 1 sampai 2 ml larutan pengencer. Sebanyak 0.1 ml dari masing-masing suspense diinokulasikan ke dalam tiga macam medium yaitu Tryptone Broth untuk indol, medium MR-VP untuk uji merah metal dan Voges-Proskauer, serta Koser Citrate Medium untuk uji sitrat. Inkubasi dilakukan pada suhu 37

C selama 24 sampai 48 jam. Pada agar EMB dapat dibedakan antara koloni fekal (E. coli) dan non fekal. Koliform fekal berwarna gelap dengan sinar hijau metalik dan diameter kira-kira 0.5 sampai 1.5 mm, sedangkan koloni non fekal berwarna merah muda dengan diameter 1 samapi 3 mm dan bagian tengahnya berwarna gelap seperti mata ikan.

0

Tabel 10 Identifikasi Escherichia coli

C selama 2 hari, sedangkan uji merah metal inkubasi diperpanjang sampai 7 hari. Adanya Escherichia coli ditunjukkan dari hasil IMViC dengan hasil ++-- (positif, positif, negatif, negatif), sedangkan bakteri koliform lainnya seperti Enterobacter aerogenes menghasilkan uji --++ atau --+-. Sebagai kontrol goreskan kultur Escherichia coli yang disediakan pada medium agar EMB dan lakukan uji IMViC terhadap kultur tersebut. Identifikasi Escherichia coli

dapat dilihat pada Tabel 10.

Uji Medium Produk

akhir Reaksi positif Indol Metil merah Voges-Proskauer Citrat Tryptone Broth MR-VP MR-VP Konser citrat Indol Asam organik Asetil metal karbinol Alkali

Warna merah pada penambahan pereaksi konvaks

Warna merah pada penambahan metil merah

Warna merah tua pada penambahan 5% alfa-naptol dan 40% KOH

Keruh

c Uji Salmonella

Uji Salmonella menggunakan metode SNI 01-2332.2-2006 (BSN 2006), sedangkan uji Vibrio cholerae menggunakan metode 01-2332.4-2006 (BSN 2006). Tahap enrichment dilakukan dengan cara menginokulasikan 1 ml contoh masing-masing ke dalam Sele

Gambar

Tabel 3 Persamaan Nuselt untuk aliran laminar melintasi permukaan plat (Holman
Tabel 4 Karakteristik ikan tongkol
Gambar 9 Rancangan struktural alat transportasi
Gambar 10 Rancangan ruang penyimpanan ikan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Data pada penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai acuan, yaitu: s-IgA, neutrofil dan jenis patogen dari saluran napas bawah dengan prosedur BAL, sebagai data

Untuk mengetahui kinerja filtrasi membran yang telah dibuat dalam aplikasinya untuk pengolahan air bersih, maka digunakan sampel air sumur masyarakat Desa

Perilaku konsumen diukur dengan preferensi konsumen yaitu pilihan konsumen dalam membeli buah jeruk keprok yang diukur dengan faktor-faktor yang mempengaruhi

Selain keahlian teknis, komersial dan kolaboratif, individu dituntut memiliki keseimbangan penuh dalam keahlian pengaturan diri (self-governance). Misalnya kemauan untuk

Besar kecilnya ukuran perusahaan akan berpengaruh terhadap struktur modal dengan didasarkan pada kenyataan bahwa semakin besar suatu perusahaan akan mempunyai

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis tentang peran Kepala Adat Dalam penyelenggaraan keseniaan tahunan atau pesta panen adat dayak kenyah peran

Sinar UVA tidak memiliki efek dalam meningkatkan produksi melanin, tetapi meningkatkan distribusi melanin yang sudah ada sebelumnya pada lapisan kulit, sehingga

Setelah dipanaskan terdapat endapan berwarna orange yang disebabkan oleh reaksi benedict dengan gula reduksi akan terjadi proses oksidasi yang menghasilkan endapan