PENGARUH PERENDAMAN BASIS GIGITIRUAN
RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS DALAM
LARUTAN KOPI DAN TEH TERHADAP
KEKUATAN IMPAK DAN
TRANSVERSAL
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh:
WINNIE NEORMANSYAH NIM : 100600098
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Prostodonsia
Tahun 2014
Winnie Neormansyah
Pengaruh Perendaman Basis Gigitiruan Resin Akrilik Polimerisasi Panas Dalam Larutan Kopi dan Teh Terhadap Kekuatan Impak dan Transversal
xiv + 75 halaman
kelompoknya masing-masing yaitu kelompok impak dan transversal dengan menggunakan rumus kemudian dianalisis dengan uji t-independen untuk mengetahui pengaruh perendaman bahan basis gigitiruan RAPP dalam larutan kopi dan teh terhadap kekuatan impak dan transversal. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh perendaman basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas dalam larutan kopi terhadap kekuatan impak dengan p = 0,047 (p < 0,05), ada pengaruh perendaman basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas dalam larutan teh terhadap kekuatan impak dengan p = 0,010 (p < 0,05), ada pengaruh perendaman basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas dalam larutan kopi terhadap kekuatan transversal dengan p = 0,041 (p < 0,05), dan ada pengaruh perendaman basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas dalam larutan teh terhadap kekuatan transversal dengan p = 0,013 (p < 0,05). Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh perendaman basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas dalam larutan kopi dan teh terhadap kekuatan impak dan transversal.
PENGARUH PERENDAMAN BASIS GIGITIRUAN
RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS DALAM
LARUTAN KOPI DAN TEH TERHADAP
KEKUATAN IMPAK DAN
TRANSVERSAL
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh:
WINNIE NEORMANSYAH NIM : 100600098
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi
Medan, 8 Mei 2014
Pembimbing
Tanda Tangan
Eddy Dahar, drg., M.Kes .………
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 8 Mei 2014
TIM PENGUJI
KETUA : Ricca Chairunnisa, drg., Sp.Pros ANGGOTA : 1. Eddy Dahar, drg., M.Kes
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga skripsi ini telah selesai disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada papi dan mami tercinta yaitu Johan Neormansyah dan Ritasary Halimah, BA., serta nenek tercinta (Halimah) yang telah membesarkan serta memberikan kasih sayang yang tak terhingga, doa, semangat dan dukungan baik moral maupun materi kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan pendidikan ini. Ucapan terima kasih juga yang sebesar-besarnya penulis sampaikan untuk kakak tercinta (Ingrid Neormansyah, drg. dan Sharlyn Neormansyah, SKG) dan adik tercinta (Rudy Neormansyah) yang telah banyak memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat pengarahan serta bimbingan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat disusun dengan baik. Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besanya kepada:
1. Eddy Dahar, drg., M.Kes selaku dosen pembimbing penulis dalam penulisan skripsi ini yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan pengarahan serta dorongan dan semangat kepada penulis selama penulisan skripsi ini hingga selesai.
2. Prof. Nazruddin, drg., Ph.D., C.Ort, Sp.Ort. selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
4. Syafrinani, drg, Sp.Pros (K) selaku Ketua Departemen Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Ricca Chairunnisa, drg., Sp.Pros selaku ketua tim penguji skripsi dan Ariyani, drg., MDSc sebagai anggota tim penguji yang telah banyak membantu serta memberikan saran dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Saidina Hamzah Dalimunthe, drg., Sp.Perio (K) dan Armia Syahputra, drg. selaku penasehat akademik atas motivasi dan bantuan selama masa pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
7. Seluruh staf pengajar serta pegawai Departemen Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara atas bantuan dan motivasi sehingga skripsi ini berjalan dengan lancar.
8. Yudi Syahputra, serta seluruh pimpinan dan karyawan Unit Uji Laboratorium Dental Fakultas Kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara yang telah membantu penulis dalam pembuatan sampel serta memberikan dukungan kepada penulis.
9. Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc., M.Phil. selaku pimpinan Laboratorium FMIPA USU dan Sukirman selaku staf laboratorium penelitian FMIPA USU atas bantuannya selama peneliti melakukan penelitian.
10. Drs. Abdul Jalil AA, M.Kes selaku pembantu dekan 3 di Fakultas Kesehatan Masyarakat dan Maya Fitria, SKM., M.Kes selaku staf pengajar di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara atas bantuannya kepada penulis dalam analisis statistik.
12. Madhin, drg. dan Aminudhin, drg. atas dukungan dan bantuannya yang diberikan kepada penulis selama penulis menjalani pendidikan sarjana kedokteran gigi maupun selama penulisan skripsi.
13. Teman-Teman seperjuangan yang melaksanakan penulisan skripsi di Departemen Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara: Wennie Fransisca, Sunny Chailes, Dendy, Jack Loo, Dresiani Mareti, Vincent Gomulia, Nurul Rahmy, Indah, Khairina Atyqa, Haifa Izzatur, Fany Yunita Sumartin, Gustrigiani, Ferianny Prima, Vicky Amalia dan para senior PPDGS Prostodonsia atas dukungan dan bantuannya selama penulisan skripsi.
14. Sahabat-sahabat penulis : Sunny Chailes, Vivi Leontara, Wennie Fransisca, Dessi Natalia, Ervi Gani, Jocelyn, Melisa, Kelvin Gohan, Franky Wielim, Shelly, Ervina Angelia, Pheity Laina, Vivian Felicia, Vera Anggraeni, Meryana Jocelyn, Rosida Zulsufiyani, Melyana Asri Wijaya serta seluruh teman-teman angkatan 2010, senior dan junior yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu atas bantuan, dukungan moral, dan doa yang telah diberikan kepada penulis selama ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas kebaikan dan memberikan kemudahan kepada kita. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan selama penyusunan skripsi ini. Dengan kerendahan hati penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Medan, 8 Mei 2014 Penulis,
(Winnie Neormansyah)
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ...
HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...
KATA PENGANTAR ... iv
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Basis Gigitiruan ... 8
2.3 Resin Akrilik Polimerisasi Panas ... 14
2.3.1 Komposisi ... 14
3.3.1.2 Variabel Terikat ... 42
3.5.1.1 Alat yang Digunakan untuk Menghasilkan Sampel 46
3.5.1.2 Alat yang Digunakan untuk Menguji Sampel ... 47
3.5.2 Bahan Penelitian ... 47
3.6 Cara Penelitian ... 47
3.6.1 Pembuatan Model Induk ... 47
3.6.2 Pembuatan Sampel ... 48
3.6.2.1 Pembuatan Sampel untuk Uji Kekuatan Impak ... 48
3.6.2.2 Pembuatan Sampel untuk Uji Kekuatan Transversal 52 3.6.3 Perendaman Sampel pada Bahan Minuman ... 52
3.6.4 Pengukuran Kekuatan Impak ... 53
3.6.5 Pengukuran Kekuatan Transversal ... 54
3.7 Analisis Data ... 56
3.8 Kerangka Operasional ... 57
BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Kekuatan Impak dan Transversal Basis Gigitiruan Resin Akrilik Polimerisasi Panas yang Direndam dalam Akuades, Larutan Kopi, dan Larutan Teh ... 58
4.2 Pengaruh Perendaman Basis Gigitiruan Resin Akrilik Polimerisasi Panas dalam Larutan Kopi dan Teh Terhadap Kekuatan Impak ... 60
4.3Pengaruh Perendaman Basis Gigitiruan Resin Akrilik Polimerisasi Panas dalam Larutan Kopi dan Teh Terhadap Kekuatan Transversal ... 61
BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Metodologi Penelitian ... 63
5.2 Hasil Penelitian ... 63
5.2.1 Kekuatan Impak dan Transversal Basis Gigitiruan Resin Akrilik Polimerisasi Panas yang Direndam Dalam Akuades, Larutan Kopi, dan Larutan Teh ... 63
5.2.3 Pengaruh Perendaman Basis Gigitiruan Resin Akrilik Polimerisasi Panas dalam Larutan Kopi dan Teh Terhadap
Kekuatan Transversal ... 68 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ... 70 6.2 Saran ... 70
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman 1 Kekuatan impak basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas yang
direndam dalam akuades (kontrol), larutan kopi, dan larutan teh ... 58 2 Kekuatan transversal basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas
yang direndam dalam akuades (kontrol), larutan kopi, dan larutan teh .... 59 3 Hasil uji t-independen pada kekuatan impak basis gigitiruan resin akrilik
polimerisasi panas yang direndam dalam akuades dan larutan kopi ... 60 4 Hasil uji t-independen pada kekuatan impak basis gigitiruan resin akrilik
polimerisasi panas yang direndam dalam akuades dan larutan teh ... 61 5 Hasil uji t-independen pada kekuatan transversal basis gigitiruan resin
akrilik polimerisasi panas yang direndam dalam akuades dan larutan
kopi... 62 6 Hasil uji t-independen pada kekuatan transversal basis gigitiruan resin
akrilik polimerisasi panas yang direndam dalam akuades dan larutan
Gambar Halaman
1 Kopi arabika ... 25
2 Kopi robusta ... 26
3 Teh hitam ... 30
4 Teh hijau ... 31
5 Teh putih ... 31
6 Teh oolong ... 32
7 Bentuk dan ukuran sampel untuk uji kekuatan impak ... 40
8 Bentuk dan ukuran sampel untuk uji kekuatan transversal ... 40
9 Model induk dari stainless steel untuk uji impak ... 48
10 Model induk dari stainless steel untuk uji transversal ... 48
11 Vibrator (Filli Manfredi Pulsar – 2, Italia) ... 49
12 Model induk yang telah dibenamkan dalam gips tipe III ... 49
13 Mold yang dihasilkan ... 50
14 Pres hidrolik (OL 57 Manfredi, Italia) ... 51
15 Unit kuring (Filli Manfredi, Italia) ... 51
16 Sampel yang telah dihaluskan dengan kertas pasir (Atlas no.600) ... 52
17 Alat uji kekuatan impak (Amslerotto Walpret Werke GMBH, Germany) ... 54
1 Analisis statistik
2 Surat keterangan penelitian FMIPA USU
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Prostodonsia
Tahun 2014
Winnie Neormansyah
Pengaruh Perendaman Basis Gigitiruan Resin Akrilik Polimerisasi Panas Dalam Larutan Kopi dan Teh Terhadap Kekuatan Impak dan Transversal
xiv + 75 halaman
kelompoknya masing-masing yaitu kelompok impak dan transversal dengan menggunakan rumus kemudian dianalisis dengan uji t-independen untuk mengetahui pengaruh perendaman bahan basis gigitiruan RAPP dalam larutan kopi dan teh terhadap kekuatan impak dan transversal. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh perendaman basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas dalam larutan kopi terhadap kekuatan impak dengan p = 0,047 (p < 0,05), ada pengaruh perendaman basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas dalam larutan teh terhadap kekuatan impak dengan p = 0,010 (p < 0,05), ada pengaruh perendaman basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas dalam larutan kopi terhadap kekuatan transversal dengan p = 0,041 (p < 0,05), dan ada pengaruh perendaman basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas dalam larutan teh terhadap kekuatan transversal dengan p = 0,013 (p < 0,05). Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh perendaman basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas dalam larutan kopi dan teh terhadap kekuatan impak dan transversal.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Gigitiruan lepasan adalah alat tiruan yang dibuat untuk menggantikan gigi yang hilang dan jaringan pendukung sekitarnya.1 Gigitiruan lepasan terdiri dari anasir gigitiruan yang dilekatkan pada basis gigitiruan.2 Basis gigitiruan lepasan adalah bagian dari gigitiruan yang bersandar pada permukaan jaringan lunak yang memperoleh dukungan melalui kontak yang erat dengan jaringan mulut dibawahnya.2-4 Fungsi basis gigitiruan lepasan di samping mendukung anasir gigitiruan, juga menyalurkan tekanan oklusal ke jaringan pendukung, gigi penyangga atau linggir sisa, memenuhi faktor kosmetik, serta memberikan stimulasi kepada jaringan yang berada di bawah basis gigitiruan yang sering disebut juga dengan jaringan sub basal.5
Basis gigitiruan lepasan dapat terbuat dari bahan logam ataupun non logam.6 Bahan logam yang dapat digunakan untuk membuat basis gigitiruan lepasan antara lain ialah kobalt kromium, aloi emas, aluminium, dan stainless steel, sedangkan basis gigitiruan lepasan yang terbuat dari bahan non logam dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu thermoplastic dan thermohardening. Bahan thermoplastic adalah bahan basis yang tidak mengalami perubahan kimia sesudah digunakan seperti seluloid, nilon, dan polikarbonat, sedangkan bahan thermohardening adalah bahan basis yang mengalami perubahan kimia setelah digunakan sehingga hanya dapat digunakan satu kali, seperti vulkanit, fenol-formaldehid, dan resin akrilik (polimetil metakrilat).6,7
kekuatan impak dan transversal yang tinggi, tahan terhadap abrasi dan memiliki konduktivitas termal yang tinggi.5,8-10 Sampai saat ini belum ada satu pun bahan basis gigitiruan lepasan yang mampu memenuhi semua kriteria tersebut, namun yang paling mendekati persyaratan di atas adalah resin akrilik polimerisasi panas (RAPP).2 RAPP adalah jenis resin akrilik yang menggunakan energi termal dalam proses polimerisasinya.
RAPP memiliki kelebihan yaitu warnanya harmonis dengan jaringan sekitarnya sehingga memenuhi faktor estetik, dapat dilapisi dan dicekatkan kembali dengan mudah, relatif lebih ringan, teknik pembuatan dan pemolesannya mudah, serta harganya relatif murah. Kelemahan RAPP antara lain adalah memiliki kekuatan dan kekerasan yang rendah sehingga tidak jarang basis fraktur atau retak, penghantar termis yang buruk, mudah terjadi abrasi pada saat pembersihan atau pemakaian. Walaupun dalam derajat kecil namun basis RAPP dapat menyerap cairan mulut sehingga mempengaruhi stabilitas warna. Kalkulus dan deposit makanan juga mudah melekat pada basis resin apabila sudah aus.5,11 Di samping itu, dari beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa resin akrilik apabila berkontak dengan fenol akan menyebabkan crazing.
mendekati nol persen.15 Teh yang berasal dari tanaman teh dibagi menjadi empat kelompok, yaitu teh hitam, teh oolong, teh hijau, dan teh putih.15,16 Teh yang lebih sering dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia yaitu dari jenis teh hitam. Teh hitam diproduksi oleh lebih dari 75% negara di dunia, sedangkan teh hijau diproduksi kurang lebih 25% negara di dunia.17 Di dalam kopi dan teh terkandung antioksidan dalam bentuk polifenol. Mengkonsumsi minuman kopi dan teh juga dapat mempengaruhi perubahan warna pada basis RAPP. Beberapa penelitian tentang efek teh dan kopi telah menunjukkan bahwa kopi dan teh memiliki efek terhadap perubahan warna serta kekerasan permukaan RAPP. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Singh dan Aggarwal (2012), terlihat adanya perbedaan warna yang signifikan dalam uji analisis sebelum dan sesudah perendaman dalam larutan kopi dan teh.18 Sementara itu dalam penelitian yang dilakukan oleh Imirzalioqlu dkk (2012), juga didapati adanya perubahan warna pada RAPP secara klinis setelah dilakukan percobaan dengan teh dan kopi sehingga disarankan bahwa meminimalisasi konsumsi kopi dan teh sangat baik untuk pemakaian jangka panjang gigitiruan lepasan dengan basis RAPP.19
Polifenol (polyphenol) adalah kelompok bahan kimia dengan lebih dari satu unit fenol per molekul. Polifenol ditemukan secara alami pada tumbuhan. Jenis polifenol yang paling sering ditemukan pada tanaman adalah flavonoid, asam fenolat, katekin, anthocyanin, isoflavon, quercetin, dan resveratrol.20 Tanaman teh khususnya teh hijau merupakan sumber makanan yang kaya akan polifenol. Selain itu, sejumlah besar polifenol juga ditemukan dalam kopi. Polifenol yang terkandung dalam kopi adalah flavonoid (6-12,76%), sedangkan yang terkandung dalam teh adalah katekin (16-30%).20-22
Al-Zahrani (2006), diperoleh data bahwa patahnya gigitiruan akibat kekuatan impak yang rendah merupakan kasus yang paling sering terjadi yaitu sebesar 80,4%.24 Selain itu, ketahanan terhadap fraktur juga dipengaruhi oleh kekuatan transversal yang rendah. Kekuatan transversal adalah ketahanan suatu batang uji yang ditumpu pada kedua ujungnya dan diberikan beban hingga sampel menjadi patah.25 Fraktur midline
sering disebabkan oleh kekuatan transversal yang rendah, dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa kasus fraktur yang terjadi disebabkan oleh tekanan pengunyahan yang berulang-ulang adalah sebesar 16,1%.24
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Astuty (2010) bila resin akrilik berkontak dengan fenol maka akan terjadi perusakan kimiawi pada permukaan resin akrilik sehingga dapat menyebabkan retak atau crazing dan penurunan kekuatan serta kekerasan permukaan RAPP. Bila kekerasan resin akrilik menurun maka kekuatan impak juga akan menurun. Hasil penelitiannya juga menunjukkan bahwa semakin lama perendaman RAPP dalam larutan cuka apel yang mengandung polifenol maka kekerasan permukaan RAPP akan semakin menurun.26 Viona dkk. (2011), dalam penelitiannya yang merendam RAPP dalam kopi aceh ulee kareng selama 1, 3, dan 5 hari menunjukkan bahwa semakin lama perendaman dalam minuman kopi maka semakin turun pula nilai kekerasan permukaan RAPP.27 Akan tetapi, perendaman selama 2 hari adalah yang paling tepat untuk menggambarkan pemakaian selama 1 tahun. Selain itu suhu perendaman juga disesuaikan dengan suhu dalam rongga mulut yaitu 37ºC.28 Shen (1989) dalam penelitiannya dengan phenolic buffer
lempeng akrilik semakin melemah. Senyawa tersebut akan masuk ke dalam permukaan resin akrilik dan mengakibatkan permukaannya mengembang dan menjadi lunak. Perusakan secara kimiawi menimbulkan kekasaran pada permukaan resin akrilik sehingga dapat menyebabkan retak atau crazing dengan penurunan kekerasan permukaan serta kekuatan impak dan transversal RAPP.26,31 Dalam penelitian yang dilakukan oleh Setyohadi (2013) juga menunjukkan adanya penurunan kekuatan impak RAPP dengan penambahan serat kaca 3% setelah direndam dalam larutan kopi. Penurunan ini seiring dengan konsentrasi kopi yang semakin meningkat.14 Handayani, dkk (2013), yang melakukan penelitian tentang perendaman RAPP dalam larutan cabai rawit yang mengandung polifenol dalam bentuk flavonoid menunjukkan penurunan kekuatan impak yang signifikan setelah perendaman. Selain itu, dalam penelitiannya yang merendam RAPP dalam ekstrak buah kiwi yang juga mengandung senyawa polifenol dalam bentuk flavonoid menunjukkan penurunan kekuatan impak yang berkaitan dengan durasi perendaman.31,32 Wahyu, dkk (2013), yang melakukan penelitian dengan menggunakan ekstrak buah rosela 30% yang mengandung polifenol dalam bentuk flavonoid menunjukkan bahwa kandungan polifenol dalam ekstrak buah rosela tersebut berpengaruh terhadap penurunan kekuatan impak RAPP, sedangkan dalam penelitiannya yang menggunakan ekstrak mengkudu yang juga mengandung senyawa polifenol dalam bentuk flavonoid malah tidak menunjukkan penurunan terhadap kekuatan transversal yang signifikan.30,33 Erika (2011), dalam penelitiannya yang menggunakan ekstrak daun binahong 25% yang mengandung polifenol 5% menunjukkan adanya penurunan kekuatan transversal RAPP yang signifikan setelah perendaman.34
1.2Permasalahan
Minum kopi dan teh sudah menjadi kebiasaan sebagian besar masyarakat di Indonesia. Minuman kopi dan teh dapat dikonsumsi oleh semua orang termasuk orang yang memakai gigitiruan dengan basis RAPP. Sewaktu mengkonsumsi kopi dan teh, plat akrilik akan terpapar terutama pada seseorang yang mengkonsumsi setiap hari kopi atau teh dengan frekuensi per hari yang bervariasi. Tanaman teh khususnya teh hijau merupakan sumber makanan yang kaya akan polifenol. Selain itu, sejumlah besar polifenol juga ditemukan dalam kopi. Polifenol yang terkandung dalam kopi adalah flavonoid (6-12,76%), sedangkan yang terkandung dalam teh adalah katekin (16-30%).Apabila polifenol berkontak dengan permukaan basis maka akan terjadi reaksi antara polifenol dengan ester dari polimetil metakrilat. Ikatan rantai polimer dari resin akrilik menjadi terganggu sehingga sifat fisis resin akrilik menjadi melemah. Selain itu golongan fenol juga dapat menyebabkan crazing
sehingga terjadi penurunan kekerasan permukaan yang berdampak pada kekuatan impak dan transversal.
Semakin sering seorang pasien pemakai gigitiruan lepasan RAPP mengkonsumsi minuman kopi atau teh maka semakin besar kemungkinan terjadinya reaksi antara polifenol dengan ester dari polimetil metakrilat sehingga memperbesar resiko terjadinya crazing. Oleh karena itu, timbul permasalahan apakah ada pengaruh perendaman basis gigitiruan RAPP dalam larutan kopi dan teh terhadap kekuatan impak dan transversal.
1.3Rumusan Masalah
Dari uraian diatas, rumusan masalah penelitian ini adalah:
1. Berapa besar kekuatan impak dan transversal basis gigitiruan RAPP yang direndam dalam akuades, larutan kopi, dan larutan teh.
2. Apakah ada pengaruh perendaman basis gigitiruan RAPP dalam larutan kopi dan teh terhadap kekuatan impak.
1.4Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui kekuatan impak dan transversal basis gigitiruan RAPP yang direndam dalam akuades, larutan kopi, dan larutan teh.
2. Untuk mengetahui pengaruh perendaman basis gigitiruan RAPP dalam larutan kopi dan teh terhadap kekuatan impak.
3. Untuk mengetahui pengaruh perendaman basis gigitiruan RAPP dalam larutan kopi dan teh terhadap kekuatan transversal.
1.5Manfaat Penelitian
1.5.1Manfaat Teoritis
a. Sebagai bahan masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang Prostodonsia.
b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk penelitian lebih lanjut.
1.5.2Manfaat Praktis
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Basis Gigitiruan
2.1.1 Pengertian
Basis gigitiruan lepasan adalah bagian dari gigitiruan yang bersandar pada permukaan jaringan lunak dan merupakan tempat melekatnya anasir gigitiruan. Basis gigitiruan lepasan digunakan untuk membentuk bagian dari gigitiruan, baik yang terbuat dari logam ataupun non logam. Basis gigitiruan lepasan memperoleh dukungan melalui kontak yang erat dengan jaringan mulut dibawahnya.2,4,35 Fungsi basis gigitiruan lepasan antara lain tempat melekatnya anasir gigitiruan yang akan mengembalikan fungsi pengunyahan (mastikasi), menyalurkan tekanan oklusal ke jaringan pendukung, gigi penyangga atau linggir sisa, memenuhi faktor kosmetik, memberikan stimulasi kepada jaringan yang berada di bawah dasar gigitiruan yang sering disebut juga dengan jaringan sub basal, memberikan retensi dan stabilisasi pada gigitiruan.5
2.1.2 Persyaratan
Bahan basis gigitiruan yang ideal harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:5,8-10
1. Tidak toksik dan tidak mengiritasi
2. Tidak larut dalam cairan mulut, tidak menyerap cairan mulut, tidak bereaksi dengan cairan mulut.
3. Mempunyai sifat-sifat mekanis yang adekuat: a) Modulus elastisitas tinggi
b) Proportional limit tinggi sehingga tidak mudah berubah bentuk secara permanen jika mendapat tekanan
c) Kekuatan transversal tinggi d) Ketahanan yang cukup
e) Kekuatan impak tinggi sehingga basis tidak mudah fraktur saat terjatuh f) Kekuatan fatigue tinggi
g) Memiliki kekerasan dan ketahanan terhadap abrasi yang baik h) Konduktivitas termal tinggi
i) Densitas rendah untuk menjaga retensi gigitiruan rahang atas
j) Temperatur untuk melunakkan harus lebih tinggi dari temperatur makanan dan minuman dalam mulut
4. Estetis dan stabilitas warna baik
5. Hal lain yang menjadi pertimbangan antara lain:
a) Radiopak sehingga apabila fragmen pecahan dari basis gigitiruan tidak sengaja tertelan atau terhirup maka dapat dideteksi dengan menggunakan X-ray
b) Mudah diproses dengan peralatan dan harga yang minimum c) Mudah dimanipulasi dan direparasi
d) Tidak mudah mengalami perubahan dimensi baik saat pembuatan dan saat pemakaian
Namun sampai saat ini belum ada satupun bahan basis gigitiruan yang memenuhi semua persyaratan diatas. Walaupun demikian, apapun bahan basis gigitiruan yang digunakan baik dari logam maupun resin harus mempunyai hasil yang sedekat mungkin dengan persyaratan diatas.3,5,6,8,10
2.1.3 Klasifikasi
Bahan yang digunakan untuk basis gigitiruan dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu logam dan non logam.6
2.1.3.1 Logam
Logam yang dapat digunakan sebagai bahan basis gigitiruan antara lain kobalt kromium, aloi emas, aluminium, dan stainless steel.7 Basis gigitiruan yang terbuat dari logam dapat dibuat lebih tipis dan akurat dan dapat mempertahankan bentuk dibandingkan bahan resin, namun bahan logam susah disesuaikan dan direparasi. Basis gigitiruan dari bahan logam memiliki kelebihan dalam menyalurkan stimulasi terhadap jaringan di bawah basis sehingga sangat menguntungkan dalam mengurangi atropi tulang alveolar dibandingkan bahan resin.3
Bahan logam sebagai basis gigitiruan memiliki beberapa keunggulan, antara lain: 3,5
a) Merupakan penghantar termis yang baik, karena setiap perubahan suhu yang terjadi akan langsung disalurkan ke jaringan di bawahnya. Rangsangan seperti ini akan menstimulasi dan mempertahankan kesehatan jaringan di bawah basis gigitiruan.
b) Memiliki ketepatan dimensional yang tinggi. Basis gigitiruan dari bahan logam tidak hanya lebih tepat, namun juga dapat mempertahankan bentuk tanpa terjadi perubahan selama pemakaian dalam mulut. Hal ini disebabkan tidak terjadinya
internal strain selama proses pembuatannya, sehingga tidak terjadi perubahan bentuk dan volume. Ketepatan bentuk basis akan menciptakan kontak yang baik dengan jaringan mulut di bawahnya sehingga meningkatkan retensi yang disebut dengan
c) Tahan terhadap abrasi sehingga permukaannya tetap licin dan mengkilat, serta tidak menyerap cairan mulut. Sifat ini membuat deposit makanan maupun kalkulus sulit melekat. Kalaupun terjadi perlekatan, kalkulus dapat dengan mudah dibersihkan secara mekanis. Karena karakteristik ini, basis gigitiruan dengan bahan logam sering disebut “naturally cleaner”.
d) Dapat dibuat lebih tipis tanpa mengurangi kekuatannya sehingga ruang gerak bagi lidah relatif lebih luas.
Di samping keunggulan, bahan logam sebagai basis gigitiruan juga mempunyai beberapa kelemahan, antara lain: 3,5
a) Basis gigitiruan dengan bahan logam tidak mungkin dilapis atau dicekatkan kembali.
b) Warna basis gigitiruan dengan bahan logam tidak sesuai dengan warna jaringan sekitarnya sehingga bila dipakai di bagian anterior akan menganggu estetik.
c) Relatif lebih berat, terutama bila dipakai untuk rahang atas.
d) Perluasan basis gigitiruan dengan bahan logam sampai ke lipatan bukal maupun pengembalian kontur pipi dan bibir sulit dilakukan.
e) Teknik pembuatan basis gigitiruan dengan bahan logam lebih rumit dan mahal.
Basis gigitiruan dengan bahan logam memiliki beberapa indikasi pemakaian, antara lain penderita dengan hipersensitif terhadap resin, penderita dengan daya kunyah abnormal, ruang intermaksilar kecil, atas permintaan pasien, pasien dengan kebiasaan menyikat gigi secara berlebihan atau kasus dengan tulang pendukung yang stabil.3,5
2.1.3.2 Non Logam
Berdasarkan sifat termal, basis gigitiruan lepasan non logam dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu thermoplastic dan thermohardening.
1) Thermoplastic
hanya saja terjadi perubahan dalam bentuknya. Bahan ini dapat dilunakkan dengan panas dan dibentuk menjadi bentuk yang lain. Contoh bahan thermoplastic yang pernah digunakan sebagai basis gigitiruan adalah nitrat selulosa (seluloid), vinil, nilon, polikarbonat, dan resin termoplastik. 6,7
2) Thermohardening
Bahan thermohardening adalah bahan yang mengalami perubahan kimia selama proses pembuatannya Hasil dari produk tersebut berbeda dari bahan dasar setelah selesai diproses. Setelah proses pembuatan selesai, bahan thermohardening
tidak dapat menjadi lunak kembali oleh pemanasan. Contoh bahan thermohardening
adalah vulkanit, fenol-formaldehid, dan resin akrilik (polimetil metakrilat).6,7
2.2 Resin Akrilik
2.2.1 Pengertian
Resin akrilik yang murni sebenarnya tidak berwarna, transparan, dan padat. Untuk mempermudah pemakaiannya dalam kedokteran gigi, polimer diwarnai untuk mendapatkan warna dan derajat kebeningan. Resin akrilik memiliki warna serta sifat optik tetap stabil di bawah kondisi mulut yang normal, dan sifat-sifat fisiknya telah terbukti sesuai untuk aplikasi kedokteran gigi. Secara teknis resin akrilik diklasifikasikan sebagai bahan thermoplastic. Namun dalam bidang kedokteran gigi, resin akrilik lebih banyak dipakai sebagai bahan thermohardening/thermoset yaitu setelah selesai pembuatan tidak dipanaskan dan dikembalikan ke bentuk semula lagi. Resin akrilik dikembangkan sejak 1930-an dan dipakai sebagai biomaterial kedokteran gigi pada pertengahan tahun 1940-an.2,33,36
sistem bubuk-cairan. Cairan mengandung metil metakrilat yang tidak terpolimer dan bubuk mengandung resin poli (metil metakrilat) pra-polimerisasi dengan bentuk butir-butir kecil. Bila cairan dan bubuk diaduk dengan proporsi yang tepat, diperoleh massa yang dapat dibentuk. Kemudian, bahan dimasukkan ke dalam mold (rongga cetakan) dari bentuk yang diinginkan serta dipolimerisasi.2,25
2.2.2 Jenis Resin Akrilik
Resin akrilik dapat diklasifikasikan ke dalam resin akrilik polimerisasi panas, resin akrilik swapolimerisasi, dan resin akrilik polimerisasi sinar.2,9 Resin akrilik dapat diaktivasi dengan panas, cahaya, atau kimiawi (swapolimerisasi) sehingga molekul-molekul monomer akan bergabung membentuk molekul yang lebih besar (polimer) yang dikenal dengan polimetil metakrilat.6
Resin akrilik polimerisasi panas terdiri dari bubuk dan cairan dimana setelah mengalami proses pencampuran dan pemanasan akan membentuk suatu bahan yang kaku.8 Resin akrilik polimerisasi panas digunakan hampir dalam semua pembuatan basis gigitiruan. Energi termal yang diperlukan untuk polimerisasi dapat diperoleh dengan menggunakan waterbath atau microwave.10,25,36
Resin akrilik polimerisasi sinar terdiri dari matriks uretan dimetakrilat dan
microfine silica dan camphorquinone yang berperan sebagai inisiator. Proses polimerisasinya menggunakan sinar tampak (VLC) sebagai aktivator.9,25 Polimerisasi terjadi di dalam suatu unit kuring yang menggunakan lampu halogen dengan panjang cahaya 400 – 500 nm selama kira-kira 10 menit.9
akrilik swapolimerisasi lebih tinggi dibandingkan resin akrilik polimerisasi panas.9,25,36
2.3 Resin Akrilik Polimerisasi Panas
Resin akrilik polimerisasi panas merupakan polimer yang paling banyak digunakan dalam pembuatan basis gigitiruan dibandingkan jenis resin yang lain. Bahan ini terbuat dari bahan polimetil metaklirat yang memerlukan energi termal atau energi panas dalam proses polimerisasinya. Energi termal yang dibutuhkan untuk proses polimerisasinya dapat diperoleh dari waterbath atau microwave.10,25
2.3.1 Komposisi
Komposisi resin akrilik terdiri dari: 8,35,37,38 a) Bubuk (Polimer)
1. Polimer : polimetil metakrilat
2. Inisiator : 0,2 - 0,5% benzoil peroksida
3. Pigmen : merkuri sulfida, kadmium sulfida, kadmium selenida, ferric oxide
4. Opacifiers : seng, titanium oksida 5. Plasticizers : dibutil pthalat
6. Serat sintetik/organik : serat nilon atau serat akrilik 7. Partikel inorganik : serat kaca, zirkonium silikat b) Cairan (Monomer)
1. Monomer : metil metakrilat
2. Inhibitor : 0,003 – 0,1 % hidrokuinon untuk mencegah polimerisasi selama penyimpanan
3. Plasticizers : dibutil pthalat
2.3.2 Manipulasi
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat manipulasi resin akrilik polimerisasi panas yaitu:
a) Perbandingan polimer dan monomer
Perbandingan polimer dan monomer yang baik adalah 3 atau 3,5 : 1 berdasarkan volume dan 2,5 : 1 berdasarkan berat. Dengan perbandingan yang benar maka monomer akan cukup untuk membasahi keseluruhan partikel polimer. Bila monomer terlalu sedikit maka tidak semua polimer terbasahi sehingga saat kuring, resin akrilik masih ada yang berbentuk butir-butir. Bila monomer terlalu banyak maka akan terjadi peningkatan pengerutan volume polimerisasi yang lebih besar (21% satuan volume) dibandingkan dengan kontraksi yang terjadi pada adonan resin akrilik yang seharusnya (7% volume) sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapai fase dough (konsistensi) dan akhirnya menyebabkan timbulnya porositas pada resin akrilik.10,25
b) Pencampuran
Bubuk dan cairan dalam perbandingan yang benar dicampur di dalam tempat yang tertutup lalu dibiarkan hingga mencapai dough stage. 2,10,35
Pada saat pencampuran ada lima tahap yang terjadi yaitu:
(i) Tahap I (sandy stage) : polimer meresap ke dalam monomer membentuk suatu fluid yang tidak bersatu.
(ii) Tahap II (sticky stage) : permukaan polimer larut dalam monomer dan melekat dengan pot, serta berserabut bila ditarik.
(iii) Tahap III (dough stage) : polimer telah jenuh di dalam monomer. Massa yang lebih halus dan dough like (seperti adonan). Pada tahap ini massa dapat dimasukkan ke dalam mold.
(iv) Tahap IV (rubber hard stage) : penetrasi yang lebih lanjut dari polimer. Bahan tidak plastis lagi dan tidak dapat dimasukkan ke dalam mold.
c) Mould lining
Setelah semua malam dikeluarkan dari mold dengan cara menyiramnya dengan air mendidih dan detergen, dinding mold harus diberi bahan separator (cold
mould seal) untuk mencegah merembesnya monomer ke bahan mold dan
berpolimerisasi sehingga menghasilkan permukaan yang kasar, merekat dengan bahan mold, dan mencegah air dari gips masuk ke dalam resin akrilik.2,10
d) Pengisian
Mengisi resin akrilik ke dalam mold disebut packing. Tahap ini merupakan salah satu tahap yang paling penting dalam pembuatan basis gigitiruan. Sewaktu melakukan pengisian resin akrilik ke dalam mold perlu diperhatikan agar mold terisi penuh dan sewaktu di-press terdapat tekanan yang cukup pada mold. Hal ini dapat dicapai dengan mengisikan adonan akrilik sedikit lebih banyak ke dalam mold. Jika jumlah adonan yang dimasukkan ke dalam mold kurang maka dapat menyebabkan terjadinya shrinkage porosity.2,10,35
e) Kuring
Mold yang telah diisi dipanaskan dalam oven atau waterbath dimana besar temperatur dan lama pemanasan harus dikontrol. Jika suhu pemanasan saat kuring terlalu rendah maka basis gigitiruan akan mengandung monomer sisa yang tinggi. Hal ini sangat penting dan harus dihindari. Suhu pemanasan juga tidak boleh terlalu tinggi karena dapat menyebabkan internal porositas.9,10,35 Proses kuring yang paling tepat yang disarankan oleh Japan Industrial Standard’s (JIS) adalah pemanasan pada suhu 70°C selama 90 menit, kemudian ditingkatkan mejadi suhu 100°C selama 30 menit.39
f) Setelah proses kuring selesai, kuvet dikeluarkan dan dibiarkan sampai mencapai suhu kamar. Kemudian kuvet dipisahkan dan resin akrilik dikeluarkan, dilakukan penyelesaian akhir dan dipoles.2,10
2.3.3 Sifat
2.3.3.1 Sifat Fisis
Ketika monomer metakrilat terpolimerisasi untuk membentuk poli (metil metakrilat), kepadatan massa bahan berubah dari 0,94 menjadi 1,19 g/cm3. Perubahan menghasilkan pengerutan volumetrik sebesar 21%. Akibatnya, pengerutan volumetrik yang ditunjukkan oleh massa terpolimerisasi sebesar 6 - 7% sesuai dengan nilai yang diamati dalam penelitian laboratorium dan klinis.7,25
Konduktivitas termal adalah pengukuran termofisika mengenai seberapa baik panas disalurkan melalui suatu bahan. Konduktivitas termal resin akrilik polimerisasi panas sangat rendah, yaitu 5,7 x 10-4 °C/cm sehingga dapat mengakibatkan masalah selama proses pembuatan gigitiruan.8,37 Sifat brittle resin akrilik polimerisasi panas dapat meningkat melalui adanya pemanasan yang mengakibatkan gigitiruan mudah rapuh sehingga terjadi fraktur. 8,37
Porositas dapat terjadi pada bagian permukaan maupun bagian dalam basis gigitiruan resin akrilik. Apabila temperatur resin akrilik melebihi titik didih monomer (100,8°C) maka monomer yang tidak bereaksi mendidih dan menghasilkan porus di dalam basis gigitiruan yang sedang diproses. Porositas akan mengakibatkan kekuatan basis gigitiruan menjadi lebih rendah.2,10 Porositas dapat memberikan pengaruh yang tidak menguntungkan pada kekuatan resin akrilik. Ada 2 jenis porositas yang dapat kita temukan pada basis gigitiruan, yaitu shrinkage porosity dan gaseous porosity. Shrinkage porosity kelihatan sebagai gelembung yang tidak beraturan bentuknya di seluruh permukaan gigitiruan. Sedangkan, gaseous porosity terlihat berupa gelembung kecil halus yang seragam, biasanya terjadi terutama pada basis gigitiruan yang tebal dan dibagian yang lebih jauh dari sumber panas.10
2.3.3.2 Sifat Biologis
disebabkan oleh monomer sisa atau asam benzoat. Bahkan dalam resin akrilik yang terpolimerisasi dengan sempurna pun masih ada sekitar 0,2 - 0,5% monomer sisa.10
Kemampuan basis gigitiruan untuk menyerap cairan berhubungan dengan kemampuan mikroorganisme tertentu untuk berkolonisasi pada permukaan gigitiruan, misalnya Candida albicans, terutama pada pasien dengan kebersihan rongga mulut yang buruk.9,35
2.3.3.3 Sifat Kemis
Resin akrilik polimerisasi panas relatif menyerap air lebih sedikit pada lingkungan yang basah. Daya absorbsi air pada resin akrilik polimerisasi panas adalah sebesar 0,69 mg/cm2.37 Absorbsi air oleh resin akrilik polimerisasi panas terjadi akibat proses difusi, dimana molekul air dapat diabsorbsi pada permukaan polimer yang padat dan menempati posisi diantara rantai polimer sehingga memisahkan ikatannya. Hal ini mengakibatkan terjadinya ekspansi dan menganggu ikatan rantai polimer.25 Koefisien difusi resin akrilik polimerisasi panas adalah 0,011 x 10-6 cm2/detik pada suhu 37°C. Temperatur juga dapat mempengaruhi daya absorbsi air resin akrilik polimerisasi panas.25,37 Setiap kenaikan berat akrilik sebesar 1% yang disebabkan oleh absorbsi air akan menyebabkan terjadinya ekspansi linear sebesar 23%. Sebaliknya pengeringan bahan ini akan disertai oleh timbulnya kontraksi. Oleh karena hal ini maka basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas harus tetap direndam dalam air saat sedang tidak digunakan.10
Resin akrilik polimerisasi panas juga dapat bereaksi dengan zat seperti metanol, fenol, benzena, dan lainnya sehingga menyebabkan penurunan kekuatan baik dalam hal kekerasan permukaan, kekuatan impak, maupun kekuatan transversal. Apabila fenol berkontak dengan resin akrilik maka akan menyebabkan kerusakan resin akrilik secara kimiawi.40 Dalam penelitian yang dilakukan oleh Hanny Tri Indri Astuty (2010) bila resin akrilik berkontak dengan fenol maka akan terjadi perusakan kimiawi pada permukaan resin akrilik sehingga dapat menyebabkan retak atau
menunjukkan bahwa semakin lama perendaman RAPP dalam larutan cuka apel yang mengandung polifenol maka kekerasan permukaan RAPP akan semakin menurun.26 Shen (1989) dalam penelitiannya dengan phenolic buffer mengemukakan bahwa RAPP yang berkontak dengan fenol 5% akan menunjukkan peningkatan berat karena penyerapan air dan mengalami kerusakan kimiawi pada permukaannya. Disamping itu juga ditemukan bahwa morfologi permukaan RAPP tersebut menjadi berlubang-lubang kecil dan butir polimer tampak jelas.14,29,30
Resin akrilik mempunyai sifat menyerap air atau cairan. Fenol merupakan suatu senyawa dan mempunyai berat molekul yang lebih kecil dari berat molekul polimer resin akrilik. Hal ini menyebabkan fenol dapat berpenetrasi ke dalam lempeng resin akrilik dan terjadi pemutusan rantai panjang polimer. Fenol yang berkontak dengan lempeng akrilik akan bereaksi dengan ester dari polimetil metakrilat sehingga ikatan rantai polimer dari resin akrilik menjadi terganggu dan mengakibatkan sifat fisis lempeng akrilik semakin melemah. Senyawa tersebut akan masuk ke dalam permukaan resin akrilik, mengakibatkan permukaannya mengembang dan menjadi lunak. Perusakan secara kimiawi menimbulkan kekasaran pada permukaan resin akrilik sehingga dapat menyebabkan retak atau crazing dengan penurunan kekerasan permukaan serta kekuatan impak dan transversal RAPP.26,31 Polifenol (polyphenol) adalah kelompok bahan kimia dengan lebih dari satu unit fenol per molekul. Oleh karena itu, polifenol yang berkontak dengan lempeng akrilik akan bereaksi dengan ester dari polimetil metakrilat dalam lempeng resin akrilik. Ikatan rantai polimer dari resin akrilik menjadi terganggu mengakibatkan terjadinya
direndam dalam ekstrak binahong 25% menunjukkan penurunan kekuatan transversal yang signifikan setelah perlakuan. Hal ini disebabkan oleh kandungan polifenol dalam ekstrak daun binahong yaitu sekitar 5%.34 Handayani, dkk (2013), melakukan penelitian tentang perendaman RAPP dalam larutan cabai rawit yang mengandung polifenol dalam bentuk flavonoid menunjukkan adanya penurunan kekuatan impak yang signifikan. Selain itu, dalam penelitiannya yang merendam RAPP dalam ekstrak buah kiwi yang mengandung polifenol dalam bentuk flavonoid menunjukkan adanya penurunan kekuatan impak yang berkaitan dengan durasi perendaman.31,32
2.3.3.4 Sifat Mekanis
Sifat mekanis RAPP terbagi menjadi kekuatan impak, kekuatan transversal, dan crazing. Beberapa faktor tertentu dapat mempengaruhi kekuatan impak dan transversal RAPP, yaitu mulai dari tahap manipulasi hingga tahap kuring. Kekuatan impak dan transversal yang dihasilkan dapat berbeda-beda tergantung dari teknik pengadukan, kandungan monomer sisa, micro porosity yang tidak terlihat, jarak waktu dari tahap pengisian ke dalam mold sampai pengepresan, dan jarak waktu dari proses pengepresan hingga proses kuring.
2.3.3.4.1 Kekuatan Impak
Kekuatan impak merupakan besar energi yang diserap oleh suatu material ketika material tersebut patah oleh tekanan yang tiba-tiba.7 Salah satu penyebab mudahnya terjadi fraktur adalah kekuatan impak resin akrilik yang rendah.23 Basis gigitiruan resin akrilik seharusnya memiliki kekuatan impak yang tinggi untuk mencegah terjadinya fraktur apabila terjatuh, seperti saat gigitiruan dibersihkan, batuk, atau bersin. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh El-Sheikh dan Al-Zahrani (2006), diperoleh data bahwa patahnya gigitiruan akibat kekuatan impak yang rendah merupakan kasus yang paling sering terjadi yaitu sebesar 80,4%.24
yang dilakukan oleh Desi Watri (2010), besar kekuatan impak RAPP adalah sebesar 4,75 x 10-3 J/mm2.42
Terdapat dua alat untuk menguji kekuatan impak, yakni alat penguji Charpy
dan Izod. Pada alat penguji Charpy, kedua ujung spesimen diletakkan pada posisi horizontal. Pada alat penguji Izod, sampel dijepit pada salah satu ujungnya secara vertikal. Kekuatan impak suatu bahan dapat diukur dengan cara menjepit kedua ujung sampel pada alat penguji kekuatan impak. Pendulum yang ada pada alat dilepaskan hingga membentur sampel sehingga sampel patah. Hasil yang tertera pada alat penguji dicatat, lalu dilakukan perhitungan kekuatan impak dengan rumus berikut:10
Keterangan:
E = energi (joule) b = lebar sampel (mm)
d = ketebalan sampel (mm)
2.3.3.4.2 Kekuatan Transversal
Kekuatan transversal adalah ketahanan suatu batang uji yang ditumpu pada kedua ujungnya dan diberikan beban hingga sampel menjadi patah.25 Fraktur midline
sering disebabkan oleh kekuatan transversal yang rendah, dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa kasus fraktur yang terjadi disebabkan oleh tekanan pengunyahan yang berulang-ulang adalah sebesar 16,1%.24
Standar kekuatan transversal basis gigitiruan adalah tidak kurang dari 60 – 65 Mpa. Besar kekuatan transversal RAPP berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Desi Watri (2010) adalah sebesar 93,57 Mpa.41 Sedangkan menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Nirwana (2005), besar kekuatan transversal RAPP adalah sebesar 94,94 Mpa.42
secara konstan meningkat hingga sampel patah. Nilai yang tertera pada alat penguji dicatat, lalu dimasukkan kedalam perhitungan menggunakan rumus berikut:41
Keterangan :
S = kekuatan transversal (kg/cm2) I = jarak antar beban pendukung (cm) P = beban (kg)
b = lebar sampel /batang uji (cm) d = tebal sampel/batang uji (cm)
2.3.3.4.3 Crazing
Gigitiruan juga dapat mengalami crazing yaitu retakan yang muncul pada permukaan basis gigitiruan resin akrilik. Crazing menyebabkan efek melemahkan basis gigitiruan yaitu menurunnya kekerasan permukaan basis, serta menurunnya kekuatan impak dan transversal resin akrilik yang dapat menyebabkan mudahnya fraktur.10,35
Crazing dapat terjadi karena beberapa hal, antara lain: 10,35,37
a) Pasien yang memiliki kebiasaan melepaskan gigitiruan dan membiarkannya kering begitu saja tanpa direndam. Tegangan mekanis akibat siklus penyerapan air dan pengeringan yang berlangsung berulang kali akan menghasilkan tegangan tensil yang cukup di permukaan untuk menyebabkan crazing. Oleh karena itu, pasien diinstruksikan untuk tetap menyimpan gigitiruan dengan cara direndam untuk mempertahankan kelembaban.
b) Pemakaian anasir gigitiruan porselen dapat menyebabkan crazing pada daerah basis disekitar leher gigi porselen tersebut. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan koefisien ekspansi termal.
2.3.4 Keuntungan
Keuntungan resin akrilik polimerisasi panas sebagai bahan basis gigitiruan adalah:8-10
1. Tidak toksik 2. Tidak mengiritasi
3. Tidak larut dalam cairan mulut 4. Estetis baik
5. Koefisien ekspansi termal tinggi
6. Temperatur pelunakan lebih tinggi daripada suhu makanan dan minuman 7. Ikatan yang baik antara basis dan anasir gigitiruan
8. Proses pembuatan dan pemolesan mudah 9. Harga relatif murah
10. Mudah direparasi
2.3.5 Kerugian
Kelemahan resin akrilik polimerisasi panas sebagai bahan basis gigitiruan adalah:9,10,15
1. Ketahanan terhadap benturan rendah 2. Ketahanan terhadap abrasi rendah 3. Konduktivitas termal rendah 4. Kekuatan fleksural rendah
5. Adanya monomer sisa yang dapat menimbulkan reaksi hipersensitif 6. Dapat terjadi perubahan dimensi
7. Dapat terjadi distorsi
8. Dapat menyebabkan crazing apabila berkontak dengan fenol
2.4 Kopi
kopi telah dicatat sejak abad ke 9. Kopi kemudian terus berkembang hingga saat ini menjadi salah satu minuman paling populer di dunia yang dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat Indonesia.21 Indonesia sendiri telah mampu memproduksi lebih dari 400.000 ton kopi per tahunnya. Tingkat konsumsi kopi dalam negeri berdasarkan hasil survei LPEM UI tahun 1989 adalah sebesar 500 gram/kapita/tahun. Dewasa ini diperkirakan tingkat konsumsi kopi di Indonesia telah mencapai 800 gram/kapita/tahun (AEKI, 2011).13
2.4.1 Jenis Kopi
Secara umum terdapat dua jenis kopi, yaitu arabika dan robusta.18
2.4.1.1 Kopi Arabika
Kopi arabika merupakan tipe kopi tradisional dengan cita rasa terbaik. Secara umum kopi ini tumbuh di negara-negara beriklim tropis atau subtropis. Kopi ini berasal dari Ethiopia. Walau berasal dari Ethiopia, kopi arabika telah menguasai sekitar 70% pasar kopi dunia dan sekarang telah dibudidayakan di berbagai belahan dunia, mulai dari Amerika Latin, Afrika Tengah, Afrika Timur, India, dan Indonesia. Kopi arabika tumbuh pada ketinggian 700 – 1700 m di atas permukaan laut. Tanaman ini dapat tumbuh hingga 3 meter bila kondisi lingkungan baik. Suhu tumbuh optimalnya adalah sekitar 16 – 20°C.12,21
Gambar 1. Kopi Arabika
2.4.1.2 Kopi Robusta
Kopi robusta merupakan kopi yang pertama kali ditemukan di Kongo pada tahun 1898 dan mulai masuk ke Indonesia pada tahun 1900.12,21 Kopi robusta merupakan turunan dari beberapa jenis kopi, yaitu Coffea canephora, Coffea quillou,
dan Coffea uganda.21 Kopi robusta dapat dikatakan sebagai kopi kelas dua karena rasanya yang lebih pahit, sedikit asam, dan mengandung kafein dalam kadar yang jauh lebih banyak.12 Selain itu, cakupan daerah tumbuh kopi robusta lebih luas daripada kopi arabika yang harus ditumbuhkan pada ketinggian tertentu. Kopi robusta dapat ditumbuhkan dengan ketinggian 800 m diatas permukaan laut. Hal ini menjadikan kopi robusta lebih murah. Selain itu, kopi robusta tahan terhadap serangan hama dan penyakit, terutama terhadap serangan jamur karat (HV).12,38
Gambar 2. Kopi Robusta
2.4.2 Komposisi
Kopi memiliki nama latin Coffea sp. Buah kopi terdiri atas 4 bagian yaitu lapisan kulit luar (exocarp), daging buah (mesocarp), kulit tanduk (parchment), dan biji (endosperm).21 Kulit buah kopi banyak mengandung karbohidrat dan protein, senyawa kafein, tanin dan polifenol lainnya (asam kafeat dan klorogenat).40 Biji kopi mengandung protein, minyak aromatis, dan asam-asam organik.
Komposisi kimia pada biji kopi arabika adalah sebagai berikut:12,21 1. Protein : 9,17%
2. Lemak : 2%
3. Serat kasar : 27,65% 4. Gula reduksi : 12,4% 5. Gula non reduksi : 2,02% 6. Abu : 3,33%
Komposisi kimia pada biji kopi robusta adalah sebagai berikut:21
Biji kopi kering tidak dapat langsung dikonsumsi karena belum mempunyai aroma, rasa, dan warna yang khas. Oleh karena itu biji kopi tersebut harus diolah lebih lanjut untuk memperoleh sifat-sifat yang dikehendaki. Pengolahan dasar yang dilakukan yaitu penyangraian dan penggilingan. Biji kopi disangrai pada suhu 193 - 199°C (light roast), 204°C (medium roast) dan 213 - 221°C (dark roast). Penyangraian dihentikan apabila kopi sudah mudah dipecah dengan kedua jari tangan. Selanjutnya didinginkan dan digiling dengan menggunakan grinder. Lalu dilakukan penyaringan agar ukuran partikelnya seragam.21 Hasil olahan kopi dapat berupa berbagai jenis makanan dan minuman, antara lain kopi hitam, espresso, latte,
kopi instan, kopi moka, capuccino, kopi tubruk. Namun yang paling sering dikonsumsi masyarakat Indonesia pada umumnya adalah kopi hitam yang merupakan ekstraksi langsung dari perebusan biji kopi yang disajikan tanpa penambahan bahan apapun.16,21
2.4.4 Keuntungan
kasus, konsumsi kopi juga dapat membuat tubuh tetap terjaga dan meningkatkan konsentrasi walaupun tidak signifikan. Selain itu, kopi juga dapat meningkatkan metabolisme energi terutama untuk mencegah glikogen (gula cadangan dalam tubuh). Kopi juga dapat mencegah penyakit saraf seperti alzheimer.12,21
Selain kafein, kopi juga mengandung senyawa antioksidan dalam jumlah yang cukup banyak. Adanya antioksidan dapat membantu tubuh dalam menangkal efek perusakan oleh senyawa radikal bebas, seperti kanker, diabetes, dan penurunan respon imun. Beberapa contoh senyawa antioksidan yang terdapat didalam kopi adalah flavanoid, asam klorogenat, tokoferol, kumarin, dan lainnya. Dengan perebusan, aktivitas antioksidan ini dapat ditingkatkan.12,21,43
2.4.5 Kerugian
Selain beberapa keuntungan diatas, kopi juga memiliki beberapa efek samping. Enzim CYP1A2-2 yang memetabolisme kafein memiliki laju metabolisme yang lambat sehingga kebanyakan orang dengan tipe ini tidak merasakan efek kesehatan dari kafein dan bahkan cenderung menimbulkan efek yang negatif. Selain itu, pada beberapa kasus ditemukan bahwa orang yang mengkonsumsi kopi akan menimbulkan efek jantung berdebar-debar.12
Kopi mengandung antioksidan yang lebih dikenal dengan polifenol. Polifenol yang terkandung dalam kopi adalah tanin, asam klorogenat, dan asam kafeat. Golongan tanin yang utama dari kopi adalah golongon tanin terkondensasi yang biasa disebut flavanoid. Flavanoid merupakan golongan antioksidan dengan komposisi terbesar dalam kopi. Pada kopi robusta, total polifenol yang terkandung adalah sebesar 6 – 12,76%.20-22
juga menunjukkan adanya penurunan kekuatan impak RAPP dengan penambahan serat kaca 3% setelah direndam dalam larutan kopi.14
Selain itu, kebiasaan minum kopi juga dapat menyebabkan perubahan warna pada basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Singh dan Aggarwal (2012), terlihat adanya perbedaan warna yang signifikan dalam uji analisis sebelum dan sesudah perendaman dalam larutan kopi dan teh.18 Sementara itu dalam penelitian yang dilakukan oleh Imirzalioqlu dkk (2012), juga didapati adanya perubahan warna pada RAPP secara klinis setelah dilakukan percobaan dengan teh dan kopi sehingga disarankan bahwa meminimalisasi konsumsi kopi dan teh sangat baik untuk pemakaian jangka panjang gigitiruan lepasan dengan basis RAPP.19
Minum kopi sudah menjadi kebiasaan sebagian besar masyarakat di Indonesia. Minuman kopi dapat dikonsumsi oleh semua orang termasuk orang yang memakai gigitiruan dengan basis resin akrilik polimerisasi panas. Sewaktu mengkonsumsi kopi, plat akrilik akan terpapar terutama pada seseorang yang mengkonsumsi setiap hari dengan frekuensi per hari yang tidak sedikit. Pada umumnya orang mengkonsumsi kopi pada saat sarapan sehingga kandungan zat polifenol dalam kopi dapat menempel pada basis dalam jangka waktu yang cukup lama.
2.5 Teh
subtropis. Daunnya mengandung Alkaloid Koffein yang membawa pengaruh menyegarkan dan menyenangkan.17
2.5.1 Jenis Teh
Teh dibagi menjadi empat kelompok, yaitu teh hitam, teh oolong, teh hijau, dan teh putih.17
2.5.1.1 Teh Hitam
Teh hitam atau yang lebih dikenal dengan teh merah karena air seduhannya berwarna merah. Teh hitam merupakan jenis teh yang paling umum di dunia. Teh hitam dibagi menjadi dua jenis berdasarkan cara pengolahannya yaitu ortodoks atau CTC. Ortodoks adalah teh yang diolah dengan cara tradisional, sedangkan CTC merupakan singkatan dari crush, tear, curl yang telah berkembang sejak tahun 1932. Teh hitam yang belum diramu (unblended) dikelompokkan berdasarkan asal perkebunan, tahun produksi, dan periode pemetikan.17 Teh hitam mengandung lebih sedikit katekin dibandingkan dengan teh hijau karena dalam proses pengolahannya, teh hitam dirancang agar katekin mengalami oksidasi untuk memperbaiki rasa, warna, dan aromanya.22 Teh hitam diproduksi oleh lebih dari 75% negara di dunia, sedangkan teh hijau diproduksi kurang lebih 25% negara di dunia.15,17 Teh hitam merupakan jenis teh yang paling sering dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia.
2.5.1.2 Teh Hijau
Teh hijau merupakan teh yang mengalami proses oksidasi dalam jumlah minimal sehingga memiliki kadar katekin yang lebih besar daripada teh hitam.22 Proses oksidasi dihentikan dengan dipanaskan menurut cara tradisional Jepang atau digongseng menurut cara tradisional Cina.15 Jenis teh hijau awalnya dikeringkan untuk keperluan sendiri di Cina, Jepang, dan Indonesia. Sejak beberapa tahun lalu, jenis teh ini digemari juga di Eropa.17
Gambar 4. Teh Hijau
2.5.1.3 Teh Putih
Teh putih merupakan teh yang dibuat dari pucuk daun yang tidak mengalami proses oksidasi dan sewaktu belum dipetik dilindungi dari sinar matahari untuk menghalangi pembentukan klorofil. Teh putih diproduksi dalam jumlah lebih sedikit dibandingkan jenis teh lain sehingga harganya menjadi lebih mahal.15
2.5.1.4 Teh Oolong
Teh oolong merupakan teh yang proses oksidasinya dihentikan di tengah-tengah antara teh hitam dan teh hijau yang biasanya memakan waktu 2-3 hari.15
Gambar 6. Teh Oolong
2.5.2 Komposisi
Teh mengandung sejenis antioksidan yang bernama katekin. Teh hijau dan teh putih mengandung katekin yang tinggi, sedangkan teh hitam mengandung katekin yang lebih sedikit.15,17 Teh juga mengandung kafein sekitar 3% dari berat kering atau sekitar 40 mg per cangkir, teofilin dan teobromin dalam jumlah sedikit.15 Katekin (C6H6O2) dalam teh merupakan komponen utama yang mendominasi sekitar 30% berat kering teh. Katekin merupakan kerabat tanin terkondensasi yang sering disebut polifenol karena banyaknya gugus fungsi hidroksil yang dimilikinya. Katekin merupakan senyawa utama yang menentukan mutu, baik cita rasa, tampilan, maupun warna air seduhan.22
Total katekin dalam teh adalah 16-30%. Komposisi katekin dalam daun teh segar adalah sebagai berikut:22
1. Katekin : 1-2% 2. Epikatekin : 1-3% 3. Epikatekin Galat : 3-6% 4. Gallokatekin : 1-3% 5. Epigallokatekin : 3-6%
2.5.3 Pengolahan
Teh dikelompokkan berdasarkan cara pengolahan. Daun teh Camelia sinensis
akan segera layu dan mengalami oksidasi apabila tidak segera dikeringkan setelah dipetik. Proses pengeringan membuat daun menjadi berwarna gelap, karena terjadi pemecahan klorofil dan terlepasnya unsur tanin. Proses selanjutnya berupa pemanasan basah dengan uap panas agar kandungan air pada daun menguap dan proses oksidasi bisa dihentikan pada tahap yang sudah ditentukan. Pengolahan daun teh yang tidak benar memang bisa menyebabkan teh ditumbuhi jamur yang mengakibatkan terjadinya proses fermentasi. Teh yang sudah mengalami fermentasi dengan jamur harus dibuang, karena mengandung unsur racun dan unsur yang bersifat kariogenik.15,17
Teh hitam dibuat dengan proses pelayuan, penggulungan, fermentasi, pengeringan, dan penyaringan atau penyortiran. Pertama-tama, daun-daun teh ini disimpan dalam keadaan kering selama 8 sampai 12 jam untuk proses pelayuan. Saat proses pelayuan ini, daun-daun teh tersebut akan kehilangan kandungan air sebesar 40%. Pada saat penggulungan, kerangka-kerangka daunnya akan hilang dengan bantuan silinder penggulung. Cairan sel akan muncul lewat bantuan kandungan asam di udara dan dimulailah proses fermentasi. Proses fermentasi ini berlangsung selama 2 sampai 3 jam. Daun-daun ini kemudian disebarkan diatas meja dan dilembabkan. Kualitas teh yang akan dihasilkan kemudian tergantung pada proses fermentasi ini. Akhir dari proses fermentasi ini dikenali lewat wangi dan warna daun teh yang berubah menjadi merah perunggu. Kemudian teh ini dikeringkan dengan suhu sekitar 85°C sampai berwarna gelap, selanjutnya disortir berdasarkan jenis daunnya. Dari proses penyortiran ini dikenal teh jenis Flowery Orange Pekoe (hanya pucuk daun),
Orange Pekoe (pucuk dan daun teratas), Pekoe Souchong (daun kedua), dan
Souchong (hasil dari penyortiran daun terkasar).17
Teh hijau diolah dengan proses penguapan atau pemasakan, penggulungan dan pengeringan. Setelah dipetik, daun-daun teh ini diuapkan sebentar dengan cara
cara inaktivasi enzim polifenol oksidase yang digunakan untuk pengolahan teh hijau Indonesia adalah dengan cara panning. Proses ini menungkinkan terjadinya reaksi oksidasi katekin oleh enzim polifenol oksidase karena penetrasi panas tidak mampu menginaktifkan enzim polifenol oksidase secara keseluruhan. Kerugian lain dari cara ini adalah dihasilkannya warna teh yang kehitaman. Warna teh yang demikian menunjukkan terdegradasinya klorofil menjadi feofitin.17,22
2.5.4 Keuntungan
Efek menyehatkan pada teh terletak pada senyawa katekin yang dikandungnya. Penelitian dengan teh hijau Jepang menunjukkan bahwa katekin dapat mengurangi resiko terjangkit berbagai penyakit, seperti mengurangi resiko kanker, menjaga kesehatan jantung, memiliki sifat anti oksidan yang akan menghalau radikal bebas, serta antimikroba. Katekin pada daun teh Indonesia juga lebih banyak daripada katekin daun teh Jepang. Selain itu, teh juga dikenal sebagai sumber vitamin dan mineral.22
2.5.5 Kerugian
2.6 Polifenol
Polifenol (polyphenol) adalah kelompok bahan kimia dengan lebih dari satu unit fenol per molekul. Polifenol ditemukan secara alami pada tumbuhan. Jenis polifenol yang paling sering ditemukan pada tanaman adalah flavonoid, asam fenolat, katekin, anthocyanin, isoflavon, quercetin, dan resveratrol.Selain itu, sejumlah besar polifenol dapat ditemukan dalam anggur merah, kopi, teh, cokelat, minyak zaitun, kacang-kacangan, kenari, almond, hazelnut, pistachio, pecan, dan kacang tanah. Polifenol memiliki sifat antioksidan sehingga mampu menetralkan radikal bebas yang memiliki efek merusak terhadap sel-sel tubuh dan jaringan tubuh. Polifenol tertentu seperti resveratrol menunjukkan sifat anti-tumor sehingga berpotensi menghambat pertumbuhan kanker.20
2.6.1 Tanin
Tanin merupakan salah satu jenis senyawa yang termasuk ke dalam golongan polifenol. Senyawa tanin ini banyak dijumpai pada tumbuhan. Tanin dapat mengikat alkaloid dan gelatin. Tanin secara umum didefinisikan sebagai senyawa polifenol yang memiliki berat molekul yang cukup tinggi (lebih dari 1000) dan dapat membentuk kompleks dengan protein. Berdasarkan strukturnya, tanin dibedakan menjadi dua kelas yaitu tanin terkondensasi / tanin tidak terhidrolisis (non hydrolyzable tannins) dan tanin terhidrolisis (Hydrolyzable tannins). Seyawa tanin pada kopi sekitar 1,8 – 8,56%.43
2.6.2 Flavonoid
Flavanoid merupakan jenis senyawa polifenol yang termasuk dalam golongan
flavone dan paling banyak ditemukan di alam. Merupakan golongan tanin
2.6.3 Katekin
Golongan pseudo tannins adalah golongan dengan berat molekul yang rendah dan dapat berikatan dengan komponen lain. Salah satu jenis pseudo tannins antara lain flavan-3-ols atau yang biasa disebut dengan katekin. Katekin merupakan senyawa polifenol dalam teh dan coklat. Katekin sendiri dibagi menjadi beberapa golongan, antara lain katekin, epikatekin, epikatekin galat, gallokatekin, dan epigallokatekin.43 Tanaman teh khususnya teh hijau merupakan sumber makanan yang kaya akan polifenol. Senyawa yang terkandung dalam teh adalah katekin (16-30%).20-22
2.6.4 Asam Klorogenat
Fenol Resin Akrilik Vulkanit
Resin Akrilik
Komposisi Manipulasi Sifat-sifat Keuntungan Kerugian
Resin Akrilik Polimerisasi Panas
Kopi Robusta
Polifenol dalam bentuk flavonoid 6 – 12,76%
Kopi
Teh Hitam
Polifenol dalam bentuk katekin 16 – 30%
Teh
Wahyu (2013) mendapatkan penurunan kekuatan impak RAPP setelah direndam dalam ekstrak rosela 30% (mengandung polifenol).
Hanny (2010) mendapatkan penurunan kekerasan permukaan RAPP setelah direndam pada larutan cuka apel (mengandung polifenol).
Erika (2011) mendapatkan penurunan kekuatan transversal yang signifikan setelah perendaman dalam ekstrak binahong 25% (mengandung polifenol).
Viona, dkk (2011) mendapatkan penurunan kekerasan permukaan RAPP setelah direndam dalam larutan kopi aceh ulee kareng (mengandung polifenol).
Ada pengaruh polifenol terhadap RAPP
Ikatan rantai polimer terganggu Berikatan dengan ester dari polimetil metakrilat
Polifenol berpenetrasi ke dalam lempeng akrilik
crazing
2.9Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka dapat disusun hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. Ada pengaruh perendaman basis gigitiruan RAPP dalam larutan kopi dan teh terhadap kekuatan impak.
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratoris.
3.2Sampel dan Besar Sampel Penelitian
3.2.1Sampel Penelitian
Sampel pada penelitian ini menggunakan resin akrilik polimerisasi panas (RAPP). Ukuran model induk dari logam yang akan digunakan adalah:
1. Uji kekuatan impak dengan ukuran 80 mm x 10 mm x 4 mm (International Standards Organization 179 – 1:2000).45
Gambar 7. Bentuk dan ukuran sampel untuk uji kekuatan impak
2. Uji kekuatan transversal dengan ukuran 65 mm x 10 mm x 2,5 mm (International Standards Organization No. 1567 ).45
3.2.2Besar Sampel Penelitian
Pada penelitian ini besar sampel minimal diestimasi berdasarkan rumus sebagai berikut:46
( t – 1) (r – 1) ≥ 15 Keterangan :
t = jumlah perlakuan r = jumlah ulangan
Dalam penelitian ini akan digunakan t = 3 karena jumlah perlakuan sebanyak tiga perlakuan yaitu RAPP yang direndam dalam kopi, teh, dan kontrol (akuades). Jumlah sampel (r) setiap kelompok dapat ditentukan sebagai berikut:
(t – 1) (r – 1) ≥ 15 (3 – 1) (r – 1) ≥ 15 2 (r – 1) ≥ 15 r – 1 ≥ 7,5
r ≥ 8,5 ≈ 9 sampel
Jumlah sampel untuk masing-masing kelompok adalah sebanyak 9 buah sampel. Maka total sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 54 buah sampel (6 kelompok), yang terdiri atas tiga kelompok sampel untuk uji kekuatan impak dan tiga kelompok sampel untuk uji kekuatan transversal.
3.3Variabel Penelitian
3.3.1Klasifikasi Variabel
3.3.1.1Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah:
3.3.1.2Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah: a) Kekuatan impak
b) Kekuatan transversal
3.3.1.3Variabel Terkendali
Variabel terkendali dalam penelitian ini adalah: a) Ukuran sampel
b) Perbandingan adonan gips keras c) Waktu pengadukan gips
d) Perbandingan adonan RAPP e) Teknik pengepresan
f) Suhu dan waktu proses kuring g) Suhu dan waktu perendaman sampel h) Jenis kopi dan teh
i) Pembuatan larutan kopi dan teh
j) Suhu dan waktu perendaman sampel saat perlakuan
3.3.2 Definisi Operasional
Variabel Bebas Definisi Operasional Skala
Ukur
Bahan yang terdiri atas bubuk dan cairan yang setelah pencampuran dan pemanasan membentuk suatu bahan padat yang kaku, yang kemudian direndam dalam :
a. Akuades b. Kopi c. Teh
Variabel Terikat Definisi Operasional Skala
Ukur Alat Ukur
Kekuatan impak Besar energi yang diserap oleh suatu batang uji ketika batang uji tersebut patah oleh tekanan yang tiba-tiba.(J/mm2)
Ketahanan suatu batang uji yang ditumpu pada kedua ujungnya dan diberikan beban hingga sampel menjadi patah.(kg/cm2)
Terkendali Definisi Operasional
Skala
Ukur Alat Ukur
Ukuran sampel a. 80 mm x 10 mm x 4 mm untuk uji kekuatan impak.
b. 65 mm x 10 mm x 2,5 mm untuk uji kekuatan transversal.
- Penggaris besi
Perbandingan adonan gips keras dan air
Perbandingan jumlah gips keras dan air yang digunakan untuk menanam sampel dalam kuvet, yaitu 300 gram gips keras : 90 ml
Waktu yang diperlukan untuk mengaduk gips dengan
Perbandingan jumlah monomer : air yang digunakan pada penelitian
- Sendok takar
ini yaitu 2 : 1 = 3 gram : 1,5 ml. Tekanan
pengepresan
Tekanan yang digunakan untuk mengepres kuvet yang telah berisi RAPP yaitu 1000 psi untuk pengepresan pertama dan 2200 psi untuk pengepresan kedua.
- -
Suhu dan waktu kuring
Suhu dan waktu yang diperlukan untuk polimerisasi RAPP, yaitu pada suhu 70°C selama 90 menit, kemudian ditingkatkan menjadi suhu 100°C selama 30 menit lalu kuvet dibiarkan dingin pada suhu kamar.39
- -
Suhu dan waktu perendaman
sampel
Suhu dan waktu yang digunakan untuk merendam sampel dalam akuades pada suhu 37°C selama 2 hari. Hal ini bertujuan untuk mengurangi monomer sisa yang ada pada RAPP.
Pembuatan larutan kopi dan teh ini diolah sesuai dengan petunjuk pabrik.
a. Pembuatan larutan kopi dilakukan dengan melarutkan 2 gram kopi dalam 150 ml air panas 85°C.
b. Pembuatan larutan teh
dilakukan dengan melarutkan 2 gram teh celup dalam 200 ml air panas 100°C.
Suhu dan waktu perendaman
sampel saat perlakuan
Suhu dan waktu perendaman sampel saat perlakuan adalah suhu dan waktu perendaman sampel dalam minuman kopi, teh, dan akuades. Pengaturan suhu menggunakan inkubator.
a. Suhu perendaman 37°C yaitu sesuai dengan kondisi rongga mulut.
b. Waktu perendaman yang digunakan berdasarkan