• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Hutan Rakyat pada Program Tropical Forest Conservation Action Sumatra (TFCA-Sumatra) di Bengkulu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan Hutan Rakyat pada Program Tropical Forest Conservation Action Sumatra (TFCA-Sumatra) di Bengkulu"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN HUTAN RAKYAT PADA PROGRAM

TROPICAL FOREST CONSERVATION ACTION

SUMATRA

(

TFCA

-SUMATRA) DI BENGKULU

MIKE DWI HISMA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengembangan Hutan Rakyat pada Program Tropical Forest Conservation Action Sumatra (TFCA-Sumatra) di Bengkulu adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

MIKE DWI HISMA. Pengembangan Hutan Rakyat pada Program Tropical Forest Conservation Action Sumatra (TFCA-Sumatra) di Bengkulu. Dibimbing oleh HARDJANTO dan YULIUS HERO.

Pemerintah Amerika Serikat dan Pemerintah Indonesia telah menyepakati suatu perjanjian untuk mengurangi deforestasi yang disebut Tropical Forest Conservation Action Sumatra (TFCA-Sumatra). Pengembangan hutan rakyat merupakan salah satu kegiatan dalam program TFCA-Sumatra yang ada di Bengkulu. Pengembangan hutan rakyat diharapkan dapat mengurangi laju deforestasi. Namun, pola pengelolaan hutan masyarakat yang efektif untuk diterapkan dalam mengurangi laju deforestasi di Sumatra belum diketahui, terutama dalam program TFCA di Bengkulu. Belum adanya penelitian atau kajian yang membahas tentang pengembangan hutan rakyat pada suatu program konservasi hutan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pola pengembangan hutan rakyat pada program TFCA-Sumatra di Bengkulu, menganalisis kontribusi pendapatan, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan hutan rakyat pada program TFCA-Sumatra, dan mengidentifikasi kelembagaan hutan rakyat pada program TFCA-Sumatra di Bengkulu.

Penelitian dilaksanakan di desa yang menerapkan pengelolaan hutan rakyat dan terlibat pada program TFCA-Sumatra di Provinsi Bengkulu. Selain itu, dilaksanakan di desa binaan Dinas Kehutanan Kabupaten Bengkulu Selatan. Desa tersebut, yaitu Desa Air Sulau dan Desa Kayu Ajaran Kabupaten Bengkulu Selatan. Metode pengambilan responden dilakukan secara purposive sampling, dan data dikumpulkan menggunakan metode observasi, wawancara, dan studi pustaka. Analisis menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif untuk pola pengembangan hutan rakyat pada program TFCA-Sumatra dan kontribusi pendapatan masing-masing pola hutan rakyat. Analisis Structural Equation Modelling (SEM) menggunakan Linear Structural Relationship (LISREL) digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan hutan rakyat pada program TFCA-Sumatra. Sedangkan analisis pemangku kepentingan digunakan untuk menganalisis kelembagaan hutan rakyat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola pengembangan hutan rakyat pada program TFCA di Bengkulu adalah pola tanam campuran dengan subsidi penuh. Selain pola tanam campuran, terdapat juga pola tanam agroforestry yang dikembangkan oleh petani hutan rakyat. Pola tanam campuran yang dikembangkan didominasi oleh jenis tanaman seperti karet (Hevea brasiliensis). Tanaman keras selain karet, yang dikembangkan pada lahan hutan rakyat petani didominasi oleh jabon (Anthocephalus cadamba). Berdasarkan sumber dana, pola pengembangan hutan rakyat dibedakan menjadi hutan rakyat dengan subsidi penuh, subsidi pinjaman dan swadaya.

(5)

diperoleh. Sumber pendapatan petani hutan rakyat berasal dari tiga sumber, yaitu hutan rakyat, non hutan rakyat/usaha tani, dan non usaha tani.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan hutan rakyat pada program TFCA-Sumatra di Bengkulu secara signifikan yaitu faktor karakteristik internal (tingkat pendidikan, penguasaan sawah,penguasaan lahan kering dan pendapatan non pertanian) dan faktor karakteristik eksternal (harga dan kebijakan). Faktor karakteristik internal dan karakteristik eksternal mempengaruhi motivasi petani dalam usaha hutan rakyat di Bengkulu. Motivasi petani ini sangat mempengaruhi pengembangan hutan rakyat pada program TFCA-Sumatra di Bengkulu. Pengembangan hutan rakyat pada program TFCA-Sumatra di Bengkulu sangat dipengaruhi oleh faktor karakteristik internal dan eksternal petani serta motivasi petani dalam pengelolaan hutan rakyat.

Yayasan Konsorsium Ulayat, Dinas Kehutanan Kabupaten, petani/kelompok tani hutan rakyat, buruh tani, pedagang perantara, penebang pohon, pengusaha jasa angkutan, dan pemerintah desa memiliki tingkat kepentingan dan pengaruh yang tinggi dalam pengelolaan hutan rakyat pada program TFCA-Sumatra di Bengkulu. Kelompok pemangku kepentingan yang memiliki tingkat pengaruh dan kepentingan yang tinggi ini dikategorikan sebagai key player. Selain itu terdapat juga kategori sebagai actors (dinas kehutanan provinsi, pemilik lahan dari luar desa dan LIPI) dan crowd (Dinas Pertanian Bengkulu Selatan, perguruan tinggi, Bappeda Bengkulu Selatan dan perbankan). Kata Kunci: Hutan rakyat, kelembagaan, kontribusi pendapatan, pola

(6)

SUMMARY

MIKE DWI HISMA. The development of community forests in Tropical Forest Conservation Action Sumatra Program (TFCA-Sumatra) In Bengkulu. Supervised by HARDJANTO and YULIUS HERO.

The United States Government and the Indonesian Government have agreed on a treaty to reduce deforestation called Tropical Forest Conservation Action Sumatra (TFCA-Sumatra) program. The development of community forests is one of the activities in the TFCA Sumatra in Bengkulu. Development of community forests is expected to reduce the rate of deforestation. However, the pattern of effective community forest management to be applied in reducing the rate of deforestation in Sumatra was unknown, especially in the TFCA program in Bengkulu. The absence of research or studies focused on the development of community forests in a forest conservation program. Therefore, the aims were to identify development patterns of community forest management in the TFCA Sumatra program in Bengkulu, analyze the revenue contribution, analyze the influential factors of community forest development ini TFCA-Sumatra, and identify community forest institution in the TFCA-Sumatra program in Bengkulu. The study was conducted in the village to implement community forest management and engage the TFCA-Sumatra program in Bengkulu Province. Additionally, implemented in the village built South Bengkulu District Forestry Office. The village, which is Air Sulau Village and Kayu Ajaran Village, South Bengkulu Regency. The respondents selection was conducted by purposive sampling, and the data was collected using observations, interviews, and literature study. The analysis was performed using descriptive-qualitative and quantitative methods for the development patterns of community forest management in the TFCA Sumatra program and the revenue contribution of development pattern of community forest. The analysis of Structural Equation Modelling (SEM) used Linear Structural Relationship (LISREL) for the factors that influenced development patterns of community forest in TFCA-Sumatra program. Meanwhile, the stakeholder analysis used for the community forest institution analysis.

The research results showed that the development pattern in the community forest in the TFCA program in Bengkulu is a combined cropping pattern with full subsidy. In addition to combined cropping, agroforestry cropping patterns are also being developed by farmers. Developed combined cropping pattern is dominated by types of plants such as rubber (Hevea brasiliensis). Perennials in addition to the rubber, which was developed in farmers' lands are dominated by Jabon (Anthocephalus cadamba). By source of funds, community forest development pattern can be divided into community forest with full subsidies, subsidized loans and self-help.

(7)

of community forest farmers' income comes from three sources, namely community forest, non community forest/farming and non farming.

The factors that affected significantly the development of community forests in the TFCA-Sumatra program in Bengkulu is factors internal characteristics (level of education, the mastery of rice, dry land tenure and non-farm income) and factors external characteristics (price and policy). Factors internal and external characteristics affect the motivation of farmers in the community forest management in Bengkulu. The motivation of farmers is greatly affects of community forest development TFCA-Sumatra program in Bengkulu. Development of community forest in the TFCA-Sumatra in Bengkulu strongly influenced by factors internal and external characteristics of farmers as well as the motivation of farmers in the management of community forests.

The foundation of consortium ulayat, Regency Forest Agency, farmers/farmer groups of community forests, hodge, middlemen, lumberjacks, transportation service businessmen, and village goverment are of great importance and influence in the management of community forests in the TFCA-Sumatra in Bengkulu. Stakeholder group that has a level of influence and high importance is categorized as a key player. In addition there is also a category as actors (provincial forestry office, owners of land outside the village and LIPI) and the crowd (the Department of Agriculture of South Bengkulu, college, Bappeda South Bengkulu and banking).

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan lPB

(9)

PENGEMBANGAN HUTAN RAKYAT PADA PROGRAM

TROPICAL FOREST CONSERVATION ACTION

SUMATRA

(

TFCA

-SUMATRA) DI BENGKULU

MIKE DWI HISMA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015 Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

(10)
(11)

Judul Tesis : Pengembangan Hutan Rakyat pada Program Tropical Forest Conservation Action Sumatra (TFCA-Sumatra) di Bengkulu Nama : Mike Dwi Hisma

NIM : E151130031

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Hardjanto, MS Dr Ir Yulius Hero, MSc Ftrop

Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Tatang Tiryana, SHut MSc Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah hutan rakyat, dengan judul “Pengembangan Hutan Rakyat pada Program Tropical Forest Conservation Action Sumatra (TFCA-Sumatra) Di Bengkulu”.

Proses penulisan tesis ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof Dr Ir Hardjanto, MS dan Bapak Dr Ir Yulius Hero, MSc FTrop selaku pembimbing, serta Bapak Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS selaku dosen penguji. Penghargaan juga penulis sampaikan kepada Bapak Martian Sugiarto, Bapak Sitong S.Hut, Bapak Tri Hutoyo S.Hut, dari Yayasan Ulayat Bengkulu, Bapak Sopiyan S.Hut beserta staf Dinas Kehutanan Kabupaten Bengkulu Selatan, dan seluruh petani hutan rakyat Desa Air Sulau dan Desa Kayu Ajaran yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, kakak dan adik serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga penelitian ini bermanfaat dan terima kasih atas semua saran, dukungan serta nasehat-nasehatnya.

Bogor, Juli 2015

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR LAMPIRAN iii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 8

Manfaat Penelitian 8

Ruang Lingkup 8

METODOLOGI PENELITIAN 8

Lokasi dan Waktu Penelitian 8

Bahan dan Alat 9

Metode Penentuan Responden 9

Metode Pengumpulan Data dan Jenis Data 9

Analisis Data 13

KEADAAN UMUM OBYEK PENELITIAN 22

Kondisi Umum Desa 22

Keadaan Sosial 23

Keadaan Ekonomi 25

Sejarah Desa 26

Aksesibilitas Desa Air Sulau 27

KARAKTERISTIK PETANI HUTAN RAKYAT 29

Umur 29

Tingkat Pendidikan 30

Jumlah Anggota Keluarga 30

Jenis Pekerjaan 31

Kepemilikan Lahan 31

PENGEMBANGAN HUTAN RAKYAT 32

Sejarah Pengembangan Hutan Rakyat 32

Pola Pengembangan Hutan Rakyat 33

ANALISIS KONTRIBUSI PENDAPATAN HUTAN RAKYAT 37

Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Petani 41

Perbandingan Pendapatan Total Petani dengan Pengeluaran Total Petani 43 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PENGEMBANGAN HUTAN RAKYAT 43

Hubungan Antar Faktor dalam Pengembangan Usaha Hutan Rakyat 44 Motivasi Petani Hutan Rakyat dalam Pengembangan Hutan Rakyat 47

Estimasi Kecocokan Model yang Dibangun 49

KELEMBAGAAN PENGEMBANGAN HUTAN RAKYAT 50

Identifikasi Pemangku Kepentingan 50

Pengelompokkan dan Pengkategorian Pemangku Kepentingan 52

Tingkat Hubungan antar Stakeholder 55

KESIMPULAN DAN SARAN 57

Kesimpulan 57

(14)

DAFTAR PUSTAKA 58

LAMPIRAN 61

RIWAYAT HIDUP 81

DAFTAR TABEL

1 Jenis, sumber data, dan pengumpulan data 11

2 Faktor yang diasumsikan mempengaruhi pengembangan hutan

rakyat 17

3 Sarana dan prasarana desa 24

4 Jumlah penduduk 25

5 Tingkat pendidikan 25

6 Kepemilikan ternak 25

7 Pekerjaan penduduk desa 26

8 Komposisi tutupan lahan berdasarkan kemiringan lahan Desa

Air Sulau 28

9 Jenis penggunaan lahan Desa Air Sulau 29

10 Sebaran responden berdasarkan umur 29

11 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan 30 12 Sebaran responden berdasarkan jumlah anggota keluarga 30

13 Sebaran responden berdasarkan jenis pekerjaan 31

14 Luasan kepemilikan lahan responden 31

15 Jumlah responden, distribusi dan rataan luas lahan setiap stratum 32

16 Pola hutan rakyat yang dikembangkan 36

17 Perolehan pendapatan berdasarkan sumber pendapatan 39 18 Pendapatan dan kontribusi pada masing-masing sumber

pendapatan 39

19 Kontribusi pendapatan dari tiap kegiatan pengelolaan HR pada

program TFCA-Sumatra 40

20 Pengeluaran rumah tangga petani 42

21 Perbandingan pendapatan total dan pengeluaran total petani 43

22 Uji signifikansi indikator 47

23 Uji hipotesis 48

24 Goodness of fit model 49

25 Pemangku kepentingan yang terlibat dalam pengembangan

hutan rakyat pada program TFCA-Sumatra di Bengkulu 50 26 Tingkat kepentingan dan pengaruh para pemangku kepentingan

dalam pengembangan hutan rakyat program TFCA-Sumatra di

Bengkulu 54

27 Pemangku kepentingan pendukung dan penentang program 55

(15)

DAFTAR GAMBAR

1 Perkembangan hutan rakyat di Bengkulu. 2

2 Persentase luasan hutan rakyat di Bengkulu. 3

3 Diagram pohon masalah penelitian 6

4 Diagram pohon tujuan penelitian 7

5 Model hubungan antara karakteristik internal, eksternal,

motivasi terhadap pendapatan usaha hutan rakyat 16

6 Matriks analisis pemangku kepentingan 19

7 Kerangka alur prosedur dan analisis data 21

8 Peta hutan rakyat Desa Air Sulau pada program TFCA-Sumatra 23

9 Pola hutan rakyat pada program TFCA-Sumatra 34

10 Sebaran jenis tanaman keras yang dibudidayakan 35 11 Sebaran jenis tanaman yang dibudidayakan pada HR selain

Karet 35

12 Pekarangan di sekitar rumah petani dengan sistem agroforestry 36

13 Pola HR di desa binaan pemerintah. 37

14 Kegiatan pembibitan dan persiapan lahan pada program

TFCA-Sumatra 41

15 Jalan menuju lahan hutan rakyat 42

16 Standardized coefficient model path dengan LISREL 45

17 T-Hitung model path dengan LISREL 46

18 Matriks hasil analisis pemangku kepentingan 54

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data umum responden 62

2 Output SEM dengan LISREL 66

3 Kuisioner pola, kontribusi, dan faktor-faktor yang berpengaruh

dalam pengembangan hutan rakyat 74

(16)
(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sumatra Bagian Selatan dengan hutan tropisnya mengalami kehilangan luasan hutan sejak tahun 1970-an akibat berbagai kegiatan pertanian (Gaveau et al. 2007), perluasan pemukiman (Uriarte et al. 2010), serta berbagai tekanan baik lokal maupun regional (Geist et al. 2002). Hal ini menunjukkan perlunya upaya perlindungan atau penyelamatan keanekaragaman hayati di Sumatra (Ulayat 2013). Sejak awal 1980-an, kebijaksanaan konvensional di negara berkembang menyatakan bahwa pemerintah pusat harus mampu mengelola semua upaya konservasi. Pemerintah Amerika Serikat dan Pemerintah Indonesia telah menyepakati suatu perjanjian untuk melestarikan hutan tropis di Sumatra. Perjanjian tersebut disebut Program Tropical Forest Conservation Action-Sumatra (TFCA-Sumatra). (TFCA 2014)

Program TFCA Sumatra merupakan program untuk pengalihan utang pemerintah Indonesia kepada pemerintah Amerika Serikat (Debt-for-Nature Swap, DNS). Pelaksanaan kegiatan program dilimpahkan oleh Non Goverment Organitation (NGO) yang berorientasi pada kegiatan konservasi hutan Sumatra (TFCA 2014). Kegiatan konservasi, perlindungan, restorasi dan pemanfaatan sumberdaya hutan tropis secara lestari di Pulau Sumatra merupakan kegiatan yang dirancang dalam program TFCA Sumatra. Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) yang melewati Provinsi Bengkulu merupakan bagian dari kawasan prioritas program TFCA Sumatra TNBBS mengalami kehilangan hutan (deforestasi) sejak pembentukannya. Kawasan hutan pada koridor TNBBS-TNKS di Provinsi Bengkulu terletak memanjang di jajaran Bukit Barisan Sumatra. Konsorsium Ulayat yang terdiri dari Yayasan Ulayat dan Yayasan Konservasi Sumatra pada program TFCA Sumatra, mengembangkan pemberdayaan masyarakat pada desa site yang tersebar di tujuh kabupaten di Provinsi Bengkulu. Lima desa menggunakan skema pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (HKm), satu desa mengembangkan ekowisata berbasis masyarakat, dan satu desa dengan skema pengelolaan hutan rakyat.

Sementara itu, luasan hutan rakyat di Provinsi Bengkulu menunjukkan perkembangan pesat mulai dari tahun 2008 hingga 2012 (Gambar 1). Perubahan perkembangan hutan rakyat dari tahun ke tahun sejak tahun 2008 terus meningkat hingga mencapai 3 kali lipat dari tahun sebelumnya. Tahun 2008, 2009, dan 2010 mengalami pertambahan masing-masing sebesar 2%, 5%, dan 7%. Perkembangan pesat mulai terjadi pada tahun 2011 dan 2012 dengan masing-masing sebesar 24% dan 61%. Hal ini menunjukkan perkembangan hutan rakyat semakin menjadi perhatian masyarakat.

(18)

Pengembangan hutan rakyat ini akan terus dilaksanakan dalam kurun waktu 3 tahun yang telah dimulai sejak awal tahun 2014.

Gambar 2 Persentase luasan hutan rakyat di Bengkulu. Sumber: Kemenhut (2013)

Penambahan luas dan pengembangan hutan rakyat ini diharapkan akan terus meningkat dari tahun ke tahun. Semakin meningkatnya pasar dan harga kayu diharapkan pengembangan hutan rakyat dapat meningkatkan penghasilan petani hutan rakyat yang juga akan meningkatkan perekonomian wilayah (Ulayat 2013). Data statistik kehutanan Kemenhut (2013) menunjukkan pengembangan hutan rakyat hanya sebesar 5 persen dari luas kawasan hutan yang ada di Bengkulu (Gambar 2). Hal ini dikarenakan minat masyarakat yang meningkat tidak disertai dengan jaminan pasar yang memadai, sehingga menunjukkan perlunya pengembangan hutan rakyat di Bengkulu untuk ditingkatkan.

Pengembangan hutan rakyat merupakan salah satu kebijakan pemerintah Indonesia untuk mengatasi permintaan kayu yang semakin meningkat yang tidak dapat dipenuhi dengan adanya kayu negara. Hal ini disebabkan oleh pasokan kayu dari hutan negara mengalami penurunan rata-rata sebesar 444 199 m3 setiap

575 1,250

1,760

5,715

14,814

2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000 14,000 16,000

2008 (ha) 2009 (ha) 2010 (ha) 2011 (ha) 2012 (ha)

P

erta

mbaha

n

L

ua

s

HR (ha

)

Tahun

(19)

tahunnya dan permintaan akan kayu semakin meningkat (BPS 2008). Maryudi et al. (2012) menyatakan bahwa penggunaan hutan secara langsung dapat dilakukan sebagai upaya untuk meningkatakan kesejahteraan masyarakat terutama dalam pengentasan kemiskinan. Salah satu pemanfaatan langsung hutan oleh masyarakat adalah dengan dibangunnnya hutan rakyat yang dapat memberikan kontribusi dari sisi ekonomis, ekologis maupun sosial. Pola pengembangan Hutan Rakyat (HR) yang memberikan manfaat maksimal adalah pola agroforestry (Arifin et al. 2012).

Pengembangan hutan rakyat pada program TFCA Sumatra yang dilakukan di Provinsi Bengkulu merupakan satu-satunya pemberdayaan masyarakat yang dilakukan pada lahan milik (Ulayat 2013). Pengelolaaan hutan yang dilakukan oleh masyarakat dapat memberikan kontribusi terhadap ketahanan pangan, kesehatan, pelestarian dan meningkatkan pengetahuan yang berkaitan dengan hutan (Tiwari et al. 2010) serta memberikan keberlanjutan matapencaharian (Taylor 2010). Selain itu, pengembangan hutan rakyat terutama dengan pola agroforestry dapat berkontribusi terhadap upaya konservasi hutan berbasis masyarakat (Martini et al. 2012). Oleh karena perlu dilakukan penelitian mengenai efektivitas pengembangan hutan rakyat pada program TFCA di Bengkulu.

Perumusan Masalah

Salah satu dampak negatif deforestasi terhadap lingkungan adalah hilangnya kekayaan keanekaragaman hayati hutan hujan tropika. Selain itu, jutaan hektar areal berhutan berubah menjadi lahan tak berhutan disebabkan oleh praktek konversi hutan alam untuk mengeksploitasi kayu berlebihan, sedangkan realisasi pembangunan hutan tanaman industri dan perkebunan tidak terjadi sesuai dengan yang direncanakan dan permintaan kayu semakin meningkat (FWI 2011). Tingginya luasan lahan tak berhutan disertai tingginya kebutuhan masyarakat akan lahan dan sumberdaya hutan menjadi hambatan pengembangan hutan rakyat. Kegiatan konversi hutan alam yang bersamaan dengan eksploitasi hutan alam secara berlebihan telah menyebabkan tingginya tingkat deforestasi hutan di Indonesia. Laju deforestasi hutan di Indonesia selama periode 2010-2012 tidak kurang dari 450 000 ha/tahun (Kemenhut 2013). Selain itu, hasil penelitian menunjukkan p d t hun 1985 2007 telah terjadi penurunan luasan hutan sebesar 85% atau 10.2 juta ha terjadi di Sumatra (Yves et al. 2010). Pengembangan hutan rakyat diharapkan dapat mengurangi laju deforestasi. Pola pengelolaan hutan rakyat yang efektif untuk diterapkan dalam mengurangi laju deforestasi di Sumatra belum diketahui terutama pada program TFCA di Bengkulu.

(20)

melibatkan masyarakat lokal. Selain itu, terdapat banyak lahan tidur di Desa Air Sulau yang berupa belukar disebabkan oleh waktu penggarapan yang belum cukup dan akses lahan yang masih terbatas (Ulayat 2013). Hal ini dikarenakan akses legal masyarakat lokal terhadap pemanfaatan lahan dan sumberdaya hutan terbatas (Yamani 2011). Oleh karena itu, pemerintah harus melibatkan masyarakat lokal untuk mengatasi masalah konflik lahan, terutama dalam penentuan hak kepemilikan lahan dan penyusunan tata guna lahan.

Kondisi sosial ekonomi masyarakat dalam pengembangan hutan rakyat masih rendah. Hal ini dikarenakan tingkat pengetahuan masyarakat dalam pengembangan hutan rakyat masih lemah. Pemanfaatan lahan terutama lahan negara yang mengalami kerusakan akibat deforestasi telah dilakukan dengan program pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan hutan baik sebagai HTR, Hkm, KBR, dan program lainnya (Minang et al. 2007; Moseley & Reyes 2008). Kondisi kecenderungan masyarakat dalam menerima inovasi baru termasuk pengembangan hutan rakyat juga masih kurang menarik. Sehingga perlu diketahuinya kontribusi pengembangan hutan rakyat terhadap pendapatan terutama pengembangan hutan rakyat pada program TFCA di Bengkulu yang didesain untuk mengatasi laju deforestasi.

Laju deforestasi yang terjadi tidak hanya pada kawasan yang tidak dilindungi tetapi juga terjadi pada kawasan yang dilindungi. Selama periode 1990-2000 laju deforestasi di hutan yang dilindungi lebih rendah dari hutan yang tidak dilindungi. Kondisi lain adalah penggundulan hutan dan penebangan hutan yang belum dihentikan di areal batas lindung Sumatra (Gaveau et al. 2009). Hal ini disinyalir karena kemampuauan organisasi/managerial petani masih rendah sehingga kegiatan penebangan hutan ilegal untuk membuka lahan masih belum teratasi. Kegiatan perlindungan kawasan hutan lindung Sumatra dapat lebih efektif bila adanya sanksi untuk setiap kegiatan konversi dan deforestasi yang terjadi di kawasan lindung (Gaveau et al. 2012). Hal ini sulit terlaksana dikarenakan lemahnya peran pemangku kepentingan dan koordinasi antar pihak belum berjalan (Rosdiana 2004).

Pembangunan hutan rakyat pada program TFCA berawal dari tingginya tingkat deforestasi hutan dan disertai tingginya kebutuhan masyarakat akan sumberdaya lahan. Sehingga munculnya program TFCA dengan melibatkan masyarakat. Masyarakat menerima alokasi sumber daya lahan yang berada pada koridor Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) dan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) sebagai kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan melalui skema Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Kemasyarakatan, dan Hutan Rakyat.

Maryudi et al. (2012) menyatakan perlu adanya evaluasi terhadap hasil hutan rakyat yang penting dengan melihat apakah program pembangunan hutan rakyat dapat menghasilkan apa yang telah menjadi tujuan kebijakan. Tujuan kebijakan pengembangan hutan rakyat adalah untuk mengurangi kemiskinan dengan penggunaan hutan, meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, dan memperbaiki kondisi hutan serta menuju pembangunan daerah yang lebih sejahtera. Oleh karena itu, penelitian ini untuk melihat apakah hutan rakyat pada program TFCA di Bengkulu dapat mencapai tujuan kebijakan?

(21)

dan Kayu et al. (2014) telah melakukan kajian mengenai proyek konservasi berbasis masyarakat melalui pengembangan desa yang berbatasan dengan TNKS. Selain itu, penelitian dan kajian mengenai suatu proyek yang dilakukan pada institusi dan tata kelola multilevel telah dapat membantu dalam mengatasi berbagai dilema konservasi dan pembangunan (Kelman 2013). Belum adanya penelitian atau kajian yang membahas tentang pengembangan hutan rakyat pada suatu proyek atau program konservasi hutan. Sementara itu, kegiatan konservasi pada program TFCA di Bengkulu didominasi dengan skema hutan kemasyarakatan (HKm). Berdasarkan hasil kajian Rosdiana (2004), pengembangan HKm melalui keproyekan masih belum efektif. Oleh karena itu, TFCA di Bengkulu melalui konsorsium ulayat mulai mengembangkan hutan rakyat untuk mendukung kegiatan konservasi hutan.

Maksud penelitian ini adalah untuk menganalisis seberapa jauh efektivitas pengembangan hutan rakyat pada program TFCA di Bengkulu. Konsep yang dikaji yaitu pola pengelolaan hutan rakyat yang dilakukan para petani hutan rakyat dalam suatu kelompok tani di desa yang terlibat program TFCA-Sumatra di Provinsi Bengkulu. Hal ini ditentukan karena program TFCA yang disebut juga aksi nyata konservasi hutan tropis Sumatra. Selain itu, tujuan program TFCA di Provinsi Bengkulu untuk penguatan dan pengembangan hutan koridor yang menghubungkan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) dan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Sedangkan Sumatra mengalami deforestasi di dalam kawasan hutan periode 2003 2006 terbesar dibanding pulau–pulau besar lainnya sebesar 268 000 ha per tahun (Kemenhut 2008). Oleh karena itu, terdapat berbagai permasalahan penelitian yang dijabarkan dalam Gambar 3 dan akan dijawab dengan beberapa tujuan yang dijabarkan pada Gambar 4.

Penelitian ini dilakukan di hutan rakyat yang dikembangkan pada pogram TFCA di Bengkulu yang berada di Bengkulu Selatan. Beberapa pertanyaan penelitian adalah sebagai berikut:

1) Bagaimana pola pengembangan hutan rakyat pada program TFCA di Bengkulu?

2) Bagaimana kontribusi pendapatan masing-masing pola hutan rakyat?

3) Apa faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan hutan rakyat pada program TFCA di Bengkulu?

(22)

Kemampuan/kesiapan masyarakat dalam pengelolaan hutan tidak bertanggungjawab dan lestari Pembangunan hutan yang tidak lestari

Belum diketahuinya perkembangan pembangunan hutan rakyat pada program TFCA di Bengkulu

- Rusaknya hutan negara (deforestasi) dan berkembangnya hutan rakyat

- Jumlah penduduk semakin meningkat, sehingga kebutuhan lahan semakin meningkat

- Belum diketahuinya pola pengelolaan HR yang efektif

- Kepemilikan lahan yang sempit - Karakteristik petani dalam

pengembangan hutan rakyat yang masih rendah

- Partisipasi dan motivasi masyarakat yang masih rendah - Akses legal masyarakat lokal

terhadap pemanfaatan lahan dan sumberdaya hutan terbatas (Yamani 2011)

- Kondisi sosial ekonomi rendah

- Lemahnya tingkat pengetahuan masyarakat akan pengembangan hutan rakyat

- Lemahnya kecenderungan masyarakat menerima inovasi baru

- Kemampuan organisasi / managerial petani

rendah

- Lemahnya peran stakeholder

- Organisasi yang rumit dan koordinasi antar pihak belum berjalan (Rosdiana 2004)

(23)

Masyarakat mampu/siap mengelola hutan dengan lestari dan bertanggungjawab

Pembangunan hutan lestari melalui pengembangan hutan rakyat

Berkembangnya pembangunan hutan rakyat pada program TFCA di Bengkulu

Kelembagaan hutan rakyat pada program TFCA di Bengkulu yang efektif Teridentifikasi faktor-faktor

yang mempengaruhi dalam pengembangan hutan rakyat

Pertimbangan kontribusi pendapatan masing-masing pola hutan rakyat

Pola pengelolaan hutan rakyat pada program TFCA di Bengkulu dapat ditemukan

Gambar 4 Diagram pohon tujuan penelitian

(24)

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi pola pengembangan hutan rakyat pada program TFCA di Bengkulu

2. Menganalisis kontribusi pendapatan dari usaha pengembangan hutan rakyat 3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan hutan rakyat

pada program TFCA di Bengkulu Selatan

4. Identifikasi kelembagaan hutan rakyat pada program TFCA di Bengkulu Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian adalah sebagai berikut:

1. Mendapatkan data dan informasi mengenai pengelolaan hutan rakyat yang diharapkan dapat dikembangkan pada suatu program konservasi hutan.

2. Menjadi dasar pertimbangan dalam proses penentuan berbagai kebijakan dan keputusan yang berkaitan dengan pengembangan hutan rakyat.

3. Memberikan rekomendasi pengembangan hutan rakyat dalam mengatasi berbagai dilema konservasi dan pembangunan.

Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian adalah sebagai berikut:

1. Wilayah populasi penelitian adalah pengelolaan hutan di desa yang terlibat program TFCA-Sumatra di Provinsi Bengkulu.

2. Substansi adalah manajemen hutan yang dikelola oleh rakyat yang dapat diadopsikan dalam kegiatan konservasi.

3. Hutan rakyat yang akan diteliti meliputi hutan rakyat dengan jenis tanaman sengon.

4. Petani hutan yang dijadikan sampel adalah petani yang telah mengusahakan hutan rakyat di wilayah populasi.

METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

(25)

program TFCA Sumatramenerapkan pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (HKm) dan jasa ekowisata selain Desa Air Sulau. Selain itu, tidak ada desa lainnya di bawah binaan pemerintah Kabupaten Bengkulu Selatan yang menerapkan pengelolaan hutan rakyat selain Desa Kayu Ajaran. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama tiga bulan yaitu bulan Januari – Februari 2015.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah program Lisrel 8.30 dan data sekunder dari instansi-instansi terkait. Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kuisioner, alat tulis, kalkulator, dan kamera.

Metode Penentuan Responden

Penentuan responden dalam penelitian ini dilakukan dengan cara purposive sampling, yaitu dengan menanyakan kepemilikan hutan rakyat yang memenuhi syarat-syarat suatu lahan sebagai hutan rakyat kepada Ketua Kelompok Tani Hutan (KTH). Kemudian, responden dikelompokkan berdasarkan pola hutan rakyat yang dikembangkan.

Jumlah responden ditentukan dengan menggunakan pendekatan Taro Yamane yang dikembangkan oleh Riduwan (2009):

n = N/(N.d2 +1) Keterangan:

n = Jumlah responden (orang)

N = Jumlah petani yang tergabung dalam KTH (orang) d = Kelonggaran ketidaktelitian (15%)

Jumlah petani yang tergabung di Kelompok Tani Hutan Rakyat Bumi Sulau Lestari sebanyak 115 orang. Jumlah anggota yang aktif dalam kelompok hanya 30 orang. Sehingga berdasarkan rumus Taro Yamane diperoleh minimal 33 orang. Penelitian ini mengambil responden 35 orang dengan komposisi 30 orang petani aktif dalam kegiatan kelompok dan 5 orang petani yang tidak aktif namun tergabung dalam kelompok tani hutan rakyat. Sedangkan di Desa Kayu Ajaran hanya ada 26 petani yang mengusahakan hutan rakyat, sehingga diambil responden sebanyak 26 responden.

Penentuan responden pada analisis kelembagaan pengembangan hutan rakyat pada program TFCA di Bengkulu dilakukan dengan metode snow-ball sampling, yaitu dengan identifikasi pemangku kepentingan dan kepentingannya dengan penentuan pemangku kepentingan selanjutnya didasarkan atas pemangku kepentingan lainnya.

Metode Pengumpulan Data dan Jenis Data

(26)
(27)

Tabel 1 Jenis, sumber data, dan pengumpulan data

No Jenis Data

Klasifikasi Data

Rincian Data Sumber Data Metode

pengumpulan data 1 Data

Primer Data identitas responden

a) Nama responden

b) Umur

c) Jenis kelamin

d) Pendidikan

e) Jumlah anggota keluarga

f) Pekerjaan pokok dan sampingan responden

Petani hutan rakyat pada program TFCA di Bengkulu

wawancara

Pola hutan rakyat

a) Pola hutan rakyat yang berkembang berdasarkan jenis tanaman dan pola kerja sama

b) Jumlah petani yang terlibat pada setiap pola hutan rakyat

c) Jenis tanaman pada setiap pola hutan rakyat

Petani hutan rakyat pada program TFCA di Bengkulu dan instasi terkait

Wawancara dan observasi

Data ekonomi rumah tangga

a) Luas lahan kepemilikan HR dan non HR

b) Jumlah masing-masing jenis pohon yang ada di HR

c) Jenis tanaman pertanian dan tanaman palawija yang diusahakan

d) Pendapatan dari HR (penjualan kayu atau tanaman pertanian dan tanaman palawija)

e) Pendapatan dari non hutan rakyat (usaha perdagangan, upah/gaji, dan lain-lain)

Petani hutan rakyat pada program TFCA di Bengkulu Wawancara Data pendapatan rumah tangga

a) Jumlah pendapatan

b) Sumber pendapatan

c) Frekuensi waktu

Petani hutan rakyat pada program TFCA di Bengkulu

Wawancara

Data biaya pengusahaan hutan rakyat

a) Biaya tetap (sewa tanah, peralatan, penanaman, dan sebagainya)

b) Biaya variabel (upah, pembelian ibit dan pupuk)

(28)

No Jenis Data

Klasifikasi Data

Rincian Data Sumber Data Metode

pengumpulan data

c) Pajak tanah dan biaya lainnya Data

pengeluaran rumah tangga

a) Biaya kebutuhan sehari-hari (kebutuhan

sandang,pangan, kesehatan, transportasi, hiburan dan lain-lain)

b) Biaya insidental (khitanan, nikahan, pajak, dan lain-lain)

c) Biaya pendidikan

d) Biaya sarana rumah tangga (listrik, air, dan lain-lain)

e) Sumber pemenuhan kebutuhan dan frekuensi waktu

Petani hutan rakyat pada program TFCA di Bengkulu Wawancara Faktor tingkat keberhasilan hutan rakyat

a) Tingkat pendidikan

b) Jumlah anggota keluarga

c) Status sosial

d) Penguasaan sawah

e) Penguasaan lahan

f) Curahan tenaga kerja

g) Sifat kosmopolit responden

h) Motivasi ekonomi

i) Motivasi ekologi

Petani hutan rakyat pada program TFCA di Bengkulu Wawancara Analisisi pemangku kepentingan (kelembagaa n)

Peran dan kepentingan masing-masing stakeholder Stakeholder yang terlibat pengembangan HR pada program TFCA di Bengkulu

Wawancara

2 Data sekunder

Data sosial ekonomi

a) Kondisi geografis lokasi

b) Jumlah penduduk

c) Pendidikan

d) Potensi lahan

e) Jeis tanaman yang diusahakan, dan

Kantor TFCA di Bengkulu, Kantor Konsorsium Ulayat, BAPPEDA, Kantor desa, Kantor kecamatan, Dinas Kehutanan Bengkulu, Dinas Pertanian, Dinas Penyuluh Pertanian dan Kehutanan, Kantor Statistik, LIPI

(29)

Analisis Data Analisis Pola Pengembangan Hutan Rakyat

Analisis pola pengembangan hutan rakyat pada program TFCA di Bengkulu Selatan dilakukan menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif adalah analisis penjelasan untuk data-data kualitatif terutama pada pola hutan rakyat yang ditentukan berdasarkan kerjasama (swadaya, subsidi,dan kemitraan). Sedangkan analisis deskriptif kuantitatif adalah analisis penjelasan untuk data-data yang bersifat kuantitatif dengan cara tabulasi data terutama dalam menganalisis pola hutan rakyat berdasarkan jenis tanaman (monokultur, agroforestry, atau campuran).

Pola pengembangan hutan rakyat ditentukan dengan menggunakan metode inventarisasi komponen tanaman pembentuknya. Pola-pola yang dikembangkan di masyarakat dari komponen tanaman pembentuknya, yaitu secara monokultur, agroforestry, dan campuran. Pola monokultur yaitu hutan rakyat yang disusun oleh satu jenis tanaman kehutanan. Pola agroforestry yaitu bentuk pemanfaatan lahan yang mengkombinasikan antara tanaman kehutanan, pertanian, dan/atau peternakan pada lahan milik yang dikelola secara terpadu (Sardjono et al. 2003). Sedangkan pola campuran merupakan pemanfaatan lahan pada lahan milik dengan berbagai jenis tanaman kehutanan.

Masing-masing pola pengembangan hutan rakyat dihitung berapa banyak petani yang mengusahakan pola tersebut dan sudah berapa lama penerapannya. Sehingga diperoleh pola hutan rakyat yang dominan diusahakan oleh petani. Selain itu, dari hasil wawancara diperoleh motivasi masyarakat/petani mengembangkan pola hutan rakyat tersebut. Selain itu, dilihat juga pola hutan rakyat yang telah dikenal dalam pengembangan hutan rakyat yaitu, pola swadaya, subsidi, dan kemitraan yang dikembangakan pada lokasi. Hal ini untuk menemukan kombinasi pengembangan hutan rakyat berdasarkan komponen tanaman penyusun dan bentuk kerjasama.

Analisis Kontribusi Pendapatan Masing-Masing Pola Hutan Rakyat

Analisis manfaat pengembangan hutan rakyat pada program TFCA di Bengkulu dengan pola pengelolaan hutan rakyat yang diterapkan dapat dirasakan dari kontribusinya terhadap pendapatan rumah tangga petani, dengan cara menghitung pendapatan yang diterima dari usaha hutan rakyat, usaha tani non hutan rakyat dan non usaha tani. Perhitungan pendapatan petani dilakukan dengan menggunakan perhitungan sederhana. Data yang diperoleh disusun dan diolah dalam bentuk tabulasi untuk mendapatkan informasi yang diinginkan. Analisis data dilakukan secara deskriptif berdasarkan hasil tabulasi tersebut. Penghitungan pendapatan rumah tangga petani menggunakan rumus-rumus sebagai berikut : 1. Pendapatan petani dari hutan rakyat

Ihr= Σ Pend p t n pet ni d ri produk hut n r ky t

Pend p t n pet ni d ri produk hut n r ky t (π)= R-C= (PxQ)-C Keterangan :

Ihr: Pendapatan total petani dari produk hutan rakyat per tahun (Rp)

(30)

Q : total volume kayu yang dijual (m3)

C : Biaya yang dikeluarakn dari pengusahaan hutan rakyat (Rp) 2. Pendapatan petani dari non hutan rakyat

Inhr= Σ Pend p t n pet ni d ri produk non hut n r ky t

Keterangan :

Inhr = Pendapatan total petani dari produk non hutan rakyat per tahun (Rp)

Pendapatan dari produk non hutan rakyat = Pendapatan yang diperoleh dari hasil pertanian dan perkebunan.

3. Pendapatan petani dari non usaha tani

Inut= Σ Pend p t n pet ni d ri produk non us ha tani

Keterangan :

Inut = Pendapatan total petani dari produk non usaha tani (Rp)

Pendapatan dari produk non usaha tani = Pendapatan yang diperoleh dari hasil peternakan, perdagangan, serta upah atau gaji dan sumber pendapatan lainnya.

4. Pendapatan total petani Itot = Ihr + Inhr+ Inut

Keterangan :

Itot = Jumlah pendapatan total rumah tangga petani

Ihr = Pendapatan total dari produk hutan rakyat

Inhr = Pendapatan total dari produk non hutan rakyat

Inut = Pendapatan total dari produk non usaha tani

5. Kontribusi pendapatan dari tiap kegiatan terhadap total pendapatan In =IIn

tot 100

Keterangan:

In % = Persentase pendapatan dari tiap kegiatan (n = hr, nhr, nut)

In = Pendapatan total dari tiap kegiatan (n = hr, nhr, nut)

Itot = Pendapatan total dari rumah tangga petani

6. Kontribusi pendapatan dari tiap kegiatan pengelolaan hutan rakyat terhadap total pendapatan dari produk hutan rakyat

In =IIn

100

Keterangan:

Ini % = Persentase pendapatan dari tiap kegiatan hutan rakyat (ni =

penjarangan, penebangan, pemberian upah+hibah)

Ini = Pendapatan total dari tiap kegiatan hutan rakyat (ni = penjarangan,

(31)

7. Menghitung total pengeluaran Ctot = Σ C

Keterangan :

Ctot = Total pengeluaran rumah tangga selama periode satu tahun Σ C = Jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan

Data yang telah disusun dan diolah dalam bentuk tabulasi dianalisis secara deskriptif untuk mendapatkan informasi dan gambaran yang diinginkan yaitu data pendapatan rumah tangga tersebut dibandingkan antara beberapa pola hutan rakyat yang ditemukan, sehingga diketahui sistem pengelolaan mana yang memberikan kontribusi cukup besar bagi pendapatan rumah tangga petani.

(32)

Gambar 5 Model hubungan antara karakteristik internal, eksternal, motivasi terhadap pendapatan usaha hutan rakyat Karakteristik Internal (X1)

(X1.1 ) umur responden (X1.2 ) Tingkat pendidikan (X1.3 ) Tanggungan keluarga (X1.4 ) Status sosial

(X1.5 )Penguasaan sawah (X1.6 ) penguasaan hutan rakyat (X1.7 ) penguasaan lahan kering (X1.8 )pendapatan non usaha HR (X1.9 ) Sifat Kosmopolit

Karakteristik Eksternal (X2) (X2.1) Harga

(X2.2) Kemudahan pasar (X2.3) Kebijakan

Motivasi (Y1) Pendapatan usaha hutan

rakyat (Y2)

Motivasi (Y1)

[image:32.842.76.681.117.437.2]
(33)

[Type a quote from the document or the summary of an interesting point. You can position the text box anywhere in the document. Use the Drawing Tools tab to change the formatting of the pull quote text box.]

No Peubah Batasan Operasional Satuan

1. Umur responden (X1.1)

Usia responden kepala keluarga, terhitung sejak dilahirkan sampai saat wawancara dilakukan. Menurut Pangihutan (2003), kelompok umur/usi dikategirkan menjadi tiga yaitu: usia muda/sedang (0-17 tahun), usia produktif/tinggi (18-59 tahun) dan usia non produktif/rendah (≥60 t hun).

Tahun

2. Tingkat Pendidikan (X1.2)

Tingkat responden menempuh pendidikan formal. Tingkat pendidikan dikategorikan menjadi tiga, yaitu: rendah (tidak tamat SD sampai tamat SD), sedang (tidak tamat SLTP sampai tamat SLTP), dan tinggi (tidak tamat SMU sampai tamat SMU ke atas)

Tahun

3. Tanggungan Keluarga (X1.3)

Jumlah anggota keluarga yang masih menjadi tanggungan kepala keluarga. Jumlah tanggungan dikategorikan menjadi tiga, yaitu: rendah (1 sampai 3 orang), sedang (4 sampai 5 orang) dan tinggi (> 6 orang).

Jiwa atau orang

4. Status sosial (X1.4)

Kedudukan responden dalam masyarakat berdasarkan total bobot jabatan formal dan informal yang dimiliki. Berdasarkan nilai rata-rata yang diperoleh dari total bobot jabatan formal dan informal dikategorikan menjadi tiga kategori (rendah, sedang, dan tinggi).

Unit

5. Penguasaan sawah (X1.5)

Luas lahan responden yang diusahakan sebagai sawah. Berdasarkan nilai rata-rata yang diperoleh dari luasan sawah yang dikuasai oleh responden.

ha

6 Penguasaan Hutan rakyat (X1.6)

Luas lahan responden yang diusahakan sebagai hutan rakyat. Berdasarkan nilai rata-rata yang diperoleh dari luasan hutan rakyat yang dikembangkan oleh responden.

ha

7. Penguasaan lahan kering (X1.7)

Total luas lahan kering responden baik lahan yang dimanfaatkan maupun lahan yang tidak dimanfaatkan. Berdasarkan nilai rata-rata yang diperoleh dari luasan lahan kering yang dikuasai oleh responden.

ha

7. Pendapatan non HR (X1.8)

Pendapatan responden setahun terakhir yang berasal dari luar sektor hutan rakyat.

Rp/tahun

8. Sifat kosmopolit responden (X1.9)

Keterbukaan responden terhadap inovasi usaha tani yang diukur dari jumlah keikutsertaan responden dalam kegiatan penyuluhan dan pertemuan kelompok

tani setahun terakhir terkait pengusahaan dan pengelolaan tanaman keras.

Unit

9 Harga (X2.1) Harga jual produk yang diperoleh petani setiap m3. Harga yang menjadi tolak ukur petani merupakan harga pasar yang berkembang.

Rp/m3

10 Kemudahan pasar (X2.2)

Persepsi responden terhadap kemudahan pasar yang terdiri dari kemudahan pengangkutan dan penjualan. Kemudahan pasar ini dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu, rendah, sedang, dan tinggi.

Unit

11. Kebijakan (X2.3)

Ratio antara jumlah kebijakan insentif dan disinsentif terkait pengusahaan hutan rakyat berdasarkan preferensi responden.

[image:33.595.79.507.95.714.2]
(34)

No Peubah Batasan Operasional Satuan

12. Motivasi Ekonomi (Y1.1)

Persepsi responden akan dorongan yang berkaitan erat dengan manfaat ekonomi yang dirasakan dari keberadaan hutan rakyat. Data diperoleh berdasarkan persepsi responden akan butir-butir pertanyaan yang diajukan dalam wawancara, sebagai berikut:

- usaha tani HR dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga (RT)

- HR sebagai modal dalam pemenuhan kebutuhan insidentil keluarga

- tanaman keras/kayu memberikan keuntungan terbesar dibandingkan komoditi lain yang diusahakan di atas lahan milik

- usaha tani HR dapat memenuhi kebutuhan kayu (pertukangan) RT

kayu hasil HR merupakan sumber energi (kayubakar) RT

Skala likert 5 tingkat yang ditransforma si menjadi data laten dengan pendekatan jumlah total. (1) Sangat tidak setuju (2) Tidak setuju (3) Netral (4) Setuju (5) Sangat 13. Motivasi

Ekologi (Y1.2)

Persepsi responden akan dorongan yang berkaitan erat dengan manfaat ekologi/lingkungan yang dirasakan

dari keberadaan hutan rakyat. Butir pertanyaan yang digunakan:

- HR dapat menjaga dan mempertahankan kesuburan tanah - HR sebagai usaha untuk mencegah terjadinya erosi,

longsor dan banjir

- HR dapat memperbaiki dan mempertahankan sumber-sumber air

- HR dapat memperbaiki dan mempertahankan iklim mikro - HR diusahakan agar lahan milik dapat dimanfaatkan

1) Sangat tidak setuju (2) Tidak setuju (3) Netral (4) Setuju (5) Sangat setuju

14. Motivasi Sosial (Y1.3)

Persepsi responden akan dorongan yang berkaitan erat dengan alasan dan manfaat sosial yang dirasakan dari keberadaan hutan rakyat. Butir pertanyaan yang digunakan:

- HR sebagai tanda atas penguasaan lahan

- mengusahakan HR karena merupakan kegiatan atau usaha yang diwariskan oleh orang tua

-mengusahakan HR karena dorongan warga sekitar atau rekan dalam kelompok tani yang juga mengusahakan HR

-HR dapat digunakan sebagai warisan dan tabungan hari tua

- HR dapat menjadi media pendidikan lingkungan

(1) Sangat tidak setuju (2) Tidak setuju (3) Netral (4) Setuju (5) Sangat

7. Pendapatan HR (Y2)

Pendapatan responden setahun terakhir yang berasal dari usaha hutan rakyat.

Rp/tahun

Berdasarkan Gambar 5, maka disusun hipotesis yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

H0 : Faktor karakteristik internal, karakteristik eksternal, dan motivasi tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pendapatan usaha HR. H1 : Faktor karakteristik internal, karakteristik eksternal, dan motivasi

(35)

Analisis Kelembagaan Pengembangan Hutan Rakyat pada Program

Analisis kelembagaan pengembangan hutan rakyat pada program mengadopsi analisis pemangku kepentingan yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan Reed et al. (2009). Metode ini merupakan salah satu metode yang telah dikembangkan dalam beberapa disiplin ilmu bersama-sama metode lainnya, yaitu Schmeer (2000) dan Ariansyah et al. (2013). Analisis pemangku kepentingan dilakukan untuk mengungkapkan kepentingan dan pengaruh pemangku kepentingan, memahami sinergi dan konflik antar pemangku kepentingan, dan memahami permintaan pemangku kepentingan terhadap pengembangan hutan rakyat pada program .

Analisis pemangku kepentingan dilakukan dengan cara sebagai berikut (Reed et al. 2009):

1. Mengidentifikasi pemangku kepentingan dan kepentingannya. Hal ini dilakukan menggunakan opini para ahli (expert opinion), wawancara semi terstruktur, dan snowball sampling serta seleksi berdasarkan data sekunder. 2. Membuat kelompok dan kategori para pemangku kepentingan.

Pengklasifikasian dan pengkategorian para pemangku kepentingan menggunakan pendekatan top down berdasarkan tingkat kepentingan dan pengaruh para pemangku kepentingan. Metode yang digunakan untuk mengklasifikasikan para pemangku kepentingan menggunakan matriks kpentingan-pengaruh (Gambar 6) berdasarkan kepentingan dan pengaruh para pemangku kepentingan terhadap pengembangan hutan rakyat pada program . 3. Menyelidiki hubungan antar pemangku kepentingan secara deskriptif dan

digambarkan dalam matriks. Pemangku kepentingan yang teridentifikasi menggambarkan hubungan antar pemangku kepentingan. Kata kunci yang digunakan dalam menggambarkan hubungan tersebut adalah berkonflik, saling melengkapi, dan bekerjasama.

Gambar 6 Matriks analisis pemangku kepentingan

Posisi kuadran dapat menggambarkan ilustrasi posisi dan peranan yang dimainkan oleh masing-masing stakeholder terkait dengan pengembangan hutan rakyat pada program yang menurut Redd et al. (2009) dikategorikan sebagai berikut:

1. Key players, merupakan pemangku kepentingan yang aktif karena mempunyai kepentingan dan pengaruh yang tinggi terhadap pengembangan hutan rakyat pada program .

Tinggi

P

ENG

ARUH

Rendah Tinggi

Context setters/Actors

(Kuadran II)

Key Players (Kuadran I) (Kuadran IV)

Subjects

(Kuadran III) Crowd

(36)

2. Context setters/Actors, merupakan pemangku kepentingan yang memiliki pengaruh yang tinggi tetapi sedikit kepentingan sehingga dapat menjadi risiko yang signifikan untuk dipantau.

3. Crowd, merupakan pemangku kepentingan yang memiliki sedikit kepentingan dan pengaruh terhadap hasil yang diinginkan dan menjadi pertimbangan untuk mengikutsertakannya dalam pengambilan keputusan.

(37)

Menemukan data dan informasi dalam pengembangan hutan rakyat pada program TFCA di Bengkulu untuk mengatasi berbagai dilema konservasi dan pembangunan berkelanjutan.

Tujuan Umum

Menemukan pola

pengembangan hutan rakyat pada program TFCA di Bengkulu

Menganalisis kontribusi pendapatan masing-masing pola hutan rakyat

Identifikasi faktor-faktor

yang mempengaruhi

pengembangan hutan rakyat program TFCA di Bengkulu - Komponen jenis

tanaman yang

membentuk pola hutan rakyat

Identifikasi kelembagaan hutan rakyat pada program TFCA di Bengkulu

- Informasi lahan

- Biaya dan pendapatan pengusahaan hutan HR

- Perkembangan

Perkembangan luas HR - Karateristik petani

- Persepsi stakeholder - Peraturan/perundang-

undangan

- Struktur organisai Petani, Tengkulak, Penampung, industri pengolahan kayu, Bappeda Kab, Dishut Kab, Distan Kab, Kecamatan, Desa. Data sekunder: Bappeda Kab, Dishut Kab, Distan

Kab, Kecamatan, Desa. Data primer: kuisioner dan wawancara dengan responden

- Informasi mengenai pola pengembangan hutan rakyat pada program TFCA di Bengkulu

- Informasi kontribusi HR terhadap pendapatan rumah tangga dan PAD

- Informasi faktor yang mempengaruhi pengembangan hutan rakyat pada program TFCA di Bengkulu

- Hubungan antara pemangku kepentingan pengembangan HR program TFCA di Bengkulu Tujuan Khusus Variabel Sumber data Jenis data Output - Analisis pola tanaman

penyusun secara horizontal - Analisis kontribusi petani terhadap pendapatan bersih dan PAD

- Analisis jalur SEM dengan lisrel

- Analisis pemangku

kepentingan Analisis

[image:37.842.39.798.69.511.2]

21

(38)

KEADAAN UMUM OBYEK PENELITIAN

Kondisi Umum Desa Desa Air Sulau

Desa Air Sulau merupakan salah satu desa yang berada di Kabupaten Bengkulu Selatan dan termasuk ke dalam salah satu site program TFCA-Sumatra. Program TFCA-Sumatra ini dilaksanakan oleh Konsorsium Ulayat di Desa Air Sulau untuk membangun model hutan rakyat (Gambar 8). Desa Air Sulau merupakan salah satu desa dari kecamatan Kedurang Ilir kabupaten Bengkulu Selatan di provinsi Bengkulu yang terletak di bagian Selatan Pulau Sumatra, terletak di sebelah Utara Bukit barisan, dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Kaur.

Desa Air Sulau terletak di dalam wilayah Kecamatan Kedurang Ilir Kabupaten Bengkulu Selatan Provinsi Bengkulu dengan batas sebagai berikut : -Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Suka Raja Kecamatan Kedurang Ilir. -Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Kaur

-Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Suka Jaya Kecamatan Kedurang Ilir. -Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Lubuk Ladung Kecamatan Kedurang Ilir.

Luas wilayah Provinsi Bengkulu mencapai 32 365.6 kilometer persegi. Wilayah Provinsi Bengkulu memanjang dari perbatasan Provinsi Sumatra Barat sampai Provinsi Lampung dan jaraknya Lebih kurang 567 kilometer. Sedangkan Desa Air Sulau memiliki luas wilayah ±2000 hektar dengan 80% yang berupa daratan yang dimanfaatkan sebagai lahan pertanian untuk persawahan dan 14% untuk Perumahan masyarakat desa.

Iklim Desa Air Sulau, sebagaimana Desa-Desa lain di wilayah Indonesia mempunyai iklim Kemarau dan Penghujan. Hal ini mempunyai pengaruh langsung terhadap pola tanam pada lahan pertanian yang ada di Desa Air Sulau Kecamatan Kedurang Ilir.

(39)
[image:39.595.127.476.83.360.2]

Gambar 8 Peta hutan rakyat Desa Air Sulau pada program TFCA-Sumatra Desa Kayu Ajaran

Desa Kayu Ajaran terletak di dalam wilayah Kecamatan Ulu Manna Kabupaten Bengkulu Selatan Provinsi Bengkulu, yang sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Pasmah Ulu Manna Ulu Sum-Sel. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Air Nipis dan sebelah Selatan berbatasan dengan Wilayah Desa Lubuk Tapi. Sedangkan sebelah Barat berbatasan dengan Desa Lubuk Tapi dan Desa Tanjung Aur II Kecamatan Pino Raya

Desa Kayu Ajaran mempunyai iklim Kemarau dan Penghujan, hal tersebut mempunyai pengaruh langsung terhadap pola tanam pada lahan pertanian yang ada di Desa Kayu Ajaran Kecamatan Ulu Manna. Pembagian wilayah Desa Kayu Ajaran dibagi menjadi 3 (tiga) dusun, dan masing-masing dusun tidak ada pembagian wilayah secara khusus, jadi di setiap dusun ada yang mempunyai wilayah pertanian dan perkebunan, sementara pusat Desa berada di dusun 1 (satu), setiap dusun dipimpin oleh seorang Kepala Dusun.

Keadaan Sosial

(40)
[image:40.595.41.488.89.749.2]

Tabel 3 Sarana dan prasarana desa

No Sarana/prasarana Jumlah/ Volume Keterangan Desa Air Sulau

1 Balai Desa / Kantor Desa 1 Unit Rusak berat

2 Polindes 1 Unit

3 Masjid 5 Unit

4 Pos Kamling 6 Unit

5 SD Negeri 2 Unit

6 Kantor dan Rumah Dinas BPP 1 Unit

7 Tempat Pemakaman Umum 1 Lokasi

8 Sungai Mertam 4 000 M

9 Sungai Sulau 4 000 M

10 Jalan Tanah 550 M

11 Jalan Poros/Hot Mix 900 M

12 Jalan aspal Penetrasi 9 000 M

13 Jalan Rabat Beton 200 M

14 Jembatan Gantung 1 Unit

15 Jembatan Beton 1 Unit

16 Sumur Gali 346 Unit

17 Mesin handtraktor 3 unit

18 Kursi 108 Buah

19 Mesin Treasure 1 Unit

20 Motor Dinas Kades 1 Unit

21 Alat Prasmanan / Pesta 1 Paket

Desa Kayu Ajaran

1 Balai Desa 1 Unit Rusak Berat

2 Kantor Desa 1 Unit Layak Pakai

3 Puskesmas Pembantu 1 Unit Layak Pakai

4 Masjid 3 Unit Layak Pakai

5 Mushola 1 Unit Layak Pakai

6 Perumahan Guru 2 Unit

7 Taman Kanak-kanak 1 Unit Layak Pakai

8 PUSTU 1 Unit

9 SD Negeri 1 Unit Layak Pakai

10 Perumahan Bidan 1 Unit Rusak Berat

11 Gereja 1 Unit Layak Pakai

12 Gedung Perpustakaan SD 1 Unit Layak Pakai

13 Jembatan Gantung 4Unit Layak Pakai

14 Tempat Pemakaman Umum 2 Lokasi

15 PAM 1 Unit Rusak Berat

16 Sungai 3 500 m’

17 Jalan Tanah 6 000 m’

18 Jalan Koral 409 m’ Rusak Berat

19 Jalan Poros/Hot Mix 3 500 m’ Rusak Berat

20 MCK 2 unit

21 Jembatan BILI 2 unit

22 Lumbung Tani 3 unit

23 Sumur Bor 1 unit

(41)

Desa Air Sulau mempunyai jumlah penduduk 1783 jiwa, yang terdiri dari laki-laki: 917 jiwa, perempuan: 866 jiwa dan 461 KK, yang terbagi dalam 7 (tujuh) wilayah dusun. Sedangkan Desa Kayu Ajaran mempunyai jumlah penduduk 1 156 jiwa, yang terdiri dari laki-laki: 985 jiwa, perempuan: 876 orang dan 447 KK, yang terbagi dalam 3 (tiga) wilayah dusun (Tabel 3).

Tabel 4 Jumlah penduduk Keterangan Dusun

I Dusun II Dusun III Dusun IV Dusun V Dusun VI Dusun VII Desa Air Sulau

Jiwa (orang) 310 266 401 283 290 154 79

KK 80 60 109 71 76 40 25

Desa Kayu Ajaran

Jiwa (orang) 593 375 188 - - - -

Tabel 5 Tingkat pendidikan

Pra Sekolah SD SLTP SLTA Sarjana

Desa Air Sulau 167 Orang 758 orang 339 orang 262 orang 20 orang Desa Kayu Ajaran

40 Orang 196 orang 64 orang 22 orang 6 orang Keadaan Ekonomi

Kondisi ekonomi masyarakat Desa Air Sulau dan Desa Kayu Ajaran secara kasat mata terlihat jelas perbedaannya antara Rumah Tangga yang berkategori miskin, sangat miskin, sedang dan kaya. Hal ini disebabkan karena mata pencahariannya di sektor-sektor usaha yang berbeda-beda pula, sebagian besar di sektor non formal seperti Petani, usaha kecil perumahan pebuatan makanan marning, buruh bangunan, buruh tani, dan di sektor formal seperti PNS pemda, Honorer, guru, tenaga medis, dan TNI.

Tabel 6 Kepemilikan ternak

Ayam/Itik Kambing Sapi Lain-lain

Desa Air Sulau

1 674 ekor 74 ekor 1 040

ekor

- Desa Kayu Ajaran

500 ekor 50 ekor - Empang

(42)

Tabel 7 Pekerjaan penduduk desa

No Jenis Pekerjaan Jumlah

Desa Air Sulau

1 Petani 562 Orang

2 PNS 33 Orang

3 TNI/ Polri 5 Orang

4 Pensiunan 6 Orang

5 Pedagang 15 Orang

6 Buruh 11 Orang

7 Buruh tani 40 Orang

8 TKW 10 Orang

9 Pengangguran 14 Orang

10 Pengusaha 10 Orang

Desa Kayu Ajaran

1 Petani 200 kk

2 Pedagang 30 kk

3 PNS 5 kk

4 Buruh 60 kk

Mayoritas masyarakat Air Sulau memiliki mata pencaharian sebagai petani karet. Di sela-sela bertani karet masyarakat mengembangkan tanaman hortikultura dengan memanfaatkan pekarangan. Hanya sedikit saja masyarakat yang bertani sawah. Oleh karena itu, penggunaan tanah di Desa Air Sulau sebagian besar diperuntukkan untuk tanah pertanian dan perkebunan sedangkan sisanya untuk tanah kering yang merupakan bangunan dan fasilitas-fasilitas lainnya.

Sejarah Desa Desa Air Sulau

Pada awalnya, Desa Air Sulau merupakan daerah transmigrasi yang dibangun pada tahun 1986. Warga transmigran berasal dari Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Daerah Istimewa Jogyakarta serta dari kecamatan-kecamatan sekitar Bengkulu. Paa saat itu, Desa Air Sulau masih dalam sebutan UPT Manna F/X Sulau, yang ditempatkan masing-masing blok diantaranya blok a,b,c, Flamboyan dan Karang Anyar.

Departemen Transmigrasi memberikan bantuan lahan pertanian dan tempat tinggal atas kesepakatan dengan tokoh masyarakat Kedurang. Masing-masing KK mendapatkan lahan seluas 2 ha dengan bukti kepemilikan sertifikat. Selain itu, pemerintah memberikan Jatah Hidup (JADUP) selama satu tahun untuk masyarakat baru dan belum punya penghasilan dari pertanian maupun yang lain. Oleh karena itu, sistim pemerintahan sepenuhnya dikelola oleh pihak Dinas Transmigrasi yang disebut Kepala Unit Pelaksana Teknis (KUPT) dalam menjalankan seluruh kegiatan masyarakat pada umumnya.

(43)

pemilihan kepala desa untuk pertama kalinya dan terpilih menjadi Kepala Desa adalah Bapak Dadang Rahmat.

Desa Kayu Ajaran

Desa Kayu Ajaran adalah nama suatu wilayah di Kecamatan Ulu Manna Kabupaten Bengkulu Selatan yang terletak di perbatasan Desa Lubuk Tapi dan Desa Air Tenam. Menurut keterangan beberapa tokoh masyarakat setempat, pada mulanya merupakan satu des y ng n m ny “Des T njung Pu r” yang terletak di seberang sungai manna Desa ini terdiri dari dua dusun yaitu Dusun Lubuk Madu dan Dusun Batu Ampar. Pada awal tahun 1900an, Belanda membuka jalan dari Manna menuju Tanjung Sakti. Jalan tersebut dibuka menyusuri sungai manna yang dinamakan Jalan Rintisan Berunit. Pada saat itu, ada larangan dari Belanda bahwa desa tidak boleh ada di seberang sungai. Oleh karena itu, desa dipindahkan di dekat pinggir jalan yang dibangun oleh Belanda. Desa Tanjung Puar terpisa menjadi dua bagian, satu bagian membuat pemukiman yang diberi nama Talang Durian dan satu lagi membuat pemukiman yang saat ini adalah Desa Lubuk Tapi. Nama Kayu Ajaran berawal dari sebatang pohon besar yang tumbuh di Pinggir sungai. Kayu tersebut diyakini oleh masyarakat Talang Durian adalah kayu yang ajaib karena pada waktu itu masyarakat pernah mengalami satu kejadian yang menurut mereka mengandung unsur mistik. Pada saat itu, mereka memasang “t ut” t u sek r ng disebut pancing yang talinya kira-kira panjangnya 5 meter. Taut tersebut mereka tambatkan di pohon tersebut. Setelah beberapa saat selesai memasang taut tersebut, tiba-tiba ada hal yang aneh terhadap taut tersebut. Ikan yang mengenai taut itu langsung terlontar ke pinggir sungai tanpa ditarik dengan tangan. Tiba-tiba saja ikannya sudah berada di darat di dekat tempat menunggu. Kejadian itu berulang beberapa kali, maka dengan kesepakatan bebrapa tokoh masyarakat setuju mangubah nama des “T l ng Duri n” menjadi “K yu Aj r n” deng n rti d ri k t “ j r n” itu d l h “T rik” t u kayu yang menarik sendiri tanpa bantuan tangan orang lain. Oleh karena itu, Desa Talang Puar menjadi Desa Kayu Ajaran.

Aksesibilitas Desa Air Sulau

Desa Air Sulau secara administrasi termasuk dalam Kecamatan Kedurang Ilir Kabupaten Bengkulu Selatan Provinsi Bengkulu. Jarak Desa ini ±30 Km dari ibu kota Kabupaten, sedangkan dari provinsi Bengkulu lebih kurang 158 Km.

Prasarana transportasi di Desa ini sebagian besar telah dbangun jalan, baik jalan poros, jalan lintas desa atau gang, dan jalan produksi pertanian. Jalan lintas yang ada telah dibangun dengan aspal tipe hotmix. Sedangkan jalan lintas desa atau jalan blok masih tahap pengerasan dan koral. Jalan produksi masih dibangun pada tahap koral dan untuk menjangkau lahan pertanian yang lebih jauh, telah dibangun jlan seadanya yang dikerjakan secara swadaya oleh masyarakat.

(44)
[image:44.595.70.501.96.792.2]

Jenis Penggunaan Lahan Desa Air Sulau

Tabel 8 Komposisi tutupan lahan berdasarkan kemiringan lahan Desa Air Sulau No. Kelas lereng Jenis Penggunaan Lahan Luas (ha) Persentase (%)

1 Kemiringan 0-8 % (datar)

Kebun karet 210.59 77.08

Kebun sawit 9.14 3.35

Belukar tua 23.25 8.51

Semak belukar 15.95 5.84

Belukar muda 12.74 4.66

Sawah 1.13 0.41

Lahan terbuka 0.42 0.15

sub total 1 273.22 100.00

2 Kemiringan 8-15 % (landai)

Kebun karet 42.49 71.41

Kebun sawit 5.17 8.69

Belukar tua 7.20 12.10

Semak belukar 1.90 3.19

Belukar muda 2.28 3.83

Lahan terbuka 0.46 0.77

sub total 2 59.50 100.00

3

Kemiringan 15-25 % (agak curam)

Kebun karet 27.13 71.38

Kebun sawit 0.40 1.05

Belukar tua 5.78 15.21

Semak belukar 3.30 8.68

Belukar muda 0.82 2.16

Lahan terbuka 0.58 1.53

sub total 3 38.01 100.00

4 Kemiringan 25-45 % (curam)

Kebun karet 20.80 53.73

Kebun sawit 0.24 0.62

Belukar tua 10.35 26.74

Semak belukar 3.06 7.90

Belukar muda 3.30 8.52

Lahan terbuka 0.96 2.48

sub total 4 38.71 100.00

5 Kemiringan >45 % (sangat curam)

Kebun karet 5.45 44.17

Belukar tua 3.41 27.63

Semak belukar 1.62 13.13

Belukar muda 1.86 15.07

12.34 100.00

(45)

Tabel 9 Jenis penggunaan lahan Desa Air Sulau

No. Budidaya Luas (ha) Persentase %

1 Kebun karet 306.56 72.68

2 Kebun sawit 18.51 4.39

3 Sawah 1.13 0.27

Non budidaya

4 Belukar tua 46.16 10.94

5 Semak belukar 25.95 6.15

6 Belukar muda 20.97 4.97

7 Lahan terbuka 2.50 0.59

Jumlah 421.78 100.00

KARAKTERISTIK PETANI HUTAN RAKYAT

Total responden di Desa Air Sulau sebanyak 36 responden yang terdiri atas petani HR yang tergabung dalam program TFCA-Sumatra. Sedangkan total responden di Desa Kayu Ajaran sebanyak 26 responden yang merupakan petani yang mengusahakan hutan rakyat. Data yang dikumpulkan meliputi data identitas, umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, jumlah tanggungan, pendapatan dan pengeluaran (Lampiran 1).

Umur

Responden yang menjadi objek penelitian adalah petani hutan rakyat yang tergabung dalam Kelompok Bumi Sulau Lestari. Jumlah responden yang diambil adalah 36 orang. Responden tersebut adalah petani sekaligus pemilik lahan hutan rakyat. Karakteristik responden hutan rakyat meliputi identitas, umur, tingkat pendidikan, pekerjaan utama dan sampingan, dan jumlah tanggungan keluarga. Responden yang dipilih merupakan petani laki-laki dengan kisaran umur antara 23-62 tahun. Komposisi responden menurut umur disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Sebaran responden berdasarkan umur

No. Umur (Tahun)

Desa Air Sulau Desa Kayu Ajaran N

(Responden)

Persentase (%)

N (Responden)

Persentase (%)

1 21-30 10 28 4 15

2 31-40 9 25 12 46

3 41-50 14 39 8 31

4 51-60 2 6 2 8

5 > 61 1 3 0 0

Jumlah 36 100 26 100

(46)

produktif. Kelompok usia berdasarkan kelas umur ada tiga yaitu: usia muda (0-17 tahun), usia produktif (18-59 t hun) d n usi non produktif (≥60 t hun).

Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan responden di Desa Air Sulau sudah tergolong tinggi. Hal ini terlihat dari adanya responden yang sudah mencapai tingkat pendidikan sarjana. Meskipun masih adanya satu responden yang tidak tamat SD (3%). Distribusi responden menurut tingkat pendidikan disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan

No. Tingkat Pendidikan

Desa Air Sulau Desa Kayu Ajaran N

(Responden)

Persentase (%)

Gambar

Gambar 1  Perkembangan hutan rakyat di Bengkulu.
Gambar 3 Diagram pohon masalah penelitian
Gambar 4 Diagram pohon tujuan penelitian
Tabel 1  Jenis, sumber data, dan pengumpulan data
+7

Referensi

Dokumen terkait

Isolasi dan Pemanfaatan Konsorsium Bakteri Lignoselulolitik Kolon Sapi Bali dan Sampah TPA Sebagai Inokulan.. Biosuplemen Berprobiotik Peternakan Sapi Bali Berbasis 2

Aktivias operasi adalah aktivitas penghasil utama pendapatan perusahaan (principal revenue-producing activities) dan aktivitas lain yang bukan merupakan aktivitas investasi

Hasil Assessment Lolos atau Tidak Lolos Per Kategori Lolos kategori VI data rekam medis pasien lengkap Assessment : Data rekam medis pasien lengkap Tidak lolos kategori V tidak

Berdasarkan tabel yang disajikan diatas, dapat dilihat ada beberapa penelitian yang dilakukan terkait dengan kritik sosial terhadap apa yang terjadi di masyarakat dan salah satu

Oleh karena itu dalam pelatihan PMBA di masa mendatang perlu ditingkatkan lagi keterampilan dalam kemampuan berpikir menemukan dan menentukan prioritas masalah

Dari tabel A2 menunjukkan bahwa tidak ada pejabat eselon I di Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional III Sumatera Selatan dan pada tingkat Jabatan Eselon II tidak ada pejabat

Peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang kawasan perkotaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih wilayah kabupaten/kota pada satu wilayah provinsi yang ditetapkan

Ingatkan klien bahwa slang akan segera dimasukkan dengan posisi kepada ditengadahkan (ekstensi) masukkan selang melalui lubang hidung yang telah