• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemetaan Tingkat Kerentanan Pantai Terhadap Bencana Tsunami di Wilayah Pantai Pangandaran, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemetaan Tingkat Kerentanan Pantai Terhadap Bencana Tsunami di Wilayah Pantai Pangandaran, Jawa Barat"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

PEMETAAN TINGKAT KERENTANAN PANTAI TERHADAP

BENCANA TSUNAMI DI WILAYAH PANTAI

PANGANDARAN, JAWA BARAT

IQOH FAIQOH

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemetaan Tingkat Kerentanan Pantai Terhadap Bencana Tsunami di Wilayah Pantai Pangandaran, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skipsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Iqoh Faiqoh

(4)

2

ABSTRAK

IQOH FAIQOH. Pemetaan Tingkat Kerentanan Pantai Terhadap Bencana Tsunami di Wilayah Pantai Pangandaran, Jawa Barat. Dibimbing oleh JONSON LUMBAN GAOL.

Indonesia berada pada wilayah jalur gempa aktif yang dapat menyebabkan terjadinya tsunami. Salah satu wilayah Indonesia yang rawan terjadi tsunami adalah pesisir pantai selatan Jawa, satu diantaranya adalah pesisir pantai Pangandaran, Jawa Barat. Salah satu tindakan utama dalam mitigasi bencana tsunami adalah dengan membuat peta tingkat kerentanan pantai terhadap tsunami. Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan April – Desember 2013 yang mencakup tiga kecamatan di wilayah Pangandaran. Analisis pengkajian kerentanan tsunami dilakukan dengan menggunakan metode tumpang susun (overlay) parameter-parameter kerentanan pantai dengan Sistem Informasi Geografis (SIG). Parameter yang digunakan untuk menganalisis tingkat kerentanan tsunami adalah elevasi, topografi, landuse, sempadan pantai, dan sempadan sungai. Tingkat kerentanan dibagi menjadi 5 kelas yaitu kerentanan sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah. Dari seluruh wilayah kajian penelitian, Desa Pananjung, Babakan, Pangandaran (Kecamatan Pangandaran) dan Desa Sukaresik serta Cikembulan (Kecamatan Sidamulih) merupakan daerah tingkat kerentanan tsunami sangat tinggi dengan luasan wilayah sebesar 737.703 Ha. Sementara daerah dengan tingkat kerentanan rendah yaitu Desa Pagergunung, Putrapinggan, Kersaratu dengan luasan wilayah sebesar 4816.204 Ha.

(5)

3

ABSTRACT

IQOH FAIQOH. Coastal Vulnerability Mapping of Tsunami Disaster along the Coast of Pangandaran Beach, West Java. Supervised by JONSON LUMBAN GAOL.

Indonesia are on the path of seismically active region and can cause a tsunami disaster. One of the area inIndonesia that is prone to tsunami disaster is Pangandaran Coast, West Java on southern coast of Java . One of the prime action in the tsunami disaster mitigation is to create a map of coastal vulnerability to the tsunami disaster. The research was conducted from April to December 2013 including three districts in Pangandaran. Analysis of tsunami vulnerability assessment was performed by using merger or overlay method with Geographic Information Systems (GIS). The parameters that used to analyze the vulnerability of tsunami is elevation, topography, landuse, coastal border, and the river banks. The vulnerability level is divided into five classes, that is very high, high, medium, low , and very low . From the entire area of research, Pananjung village, Babakan, Pangandaran (Pangandaran sub-district) and village Sukaresik and Cikembulan (Subdistrict Sidamulih) are the areas that have very high levels of tsunami vulnerability amounting to 737.703 ha. While the areas that have low vulnerability are Pagergunung Village, Putrapinggan, Kersaratu region with an area of 4816.204 hectares.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

PEMETAAN TINGKAT KERENTANAN PANTAI TERHADAP

BENCANA TSUNAMI DI WILAYAH PANTAI

PANGANDARAN, JAWA BARAT

IQOH FAIQOH

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Pemetaan Tingkat Kerentanan Pantai Terhadap Bencana Tsunami di Wilayah Pantai Pangandaran, Jawa Barat Nama : Iqoh Faiqoh

NIM : C54090046

Disetujui oleh

Dr.Ir. Jonson Lumban Gaol, M.Si Pembimbing I

Diketahui oleh

Dr Ir I Wayan Nurjaya, M.Sc Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan atas rahmat dan karunia Allah SWT yang diberikan kepada penulis, sehingga penulis bisa menyelesaikan penelitian hingga penyusunan skripsi ini dengan lancar. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2013 ini ialah Tsunami, dengan judul Pemetaan Tingkat Kerentanan Pantai Terhadap Bencana Tsunami di Wilayah Pantai Pangandaran, Jawa Barat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada pihak yang membantu dalam penyelesaian skripsi ini, diantaranya adalah :

1. Dr.Ir. Jonson Lumban Gaol, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbinganya selama penyelesaian penelitian.

2. Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini.

3. Seluruh Pegawai dan Staff Bappeda Ciamis, Dinas Cipta Karya Ciamis, BPBD Ciamis, dan Kesbangpolinmas Ciamis, yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam perolehan data sekunder di lapangan.

4. Ayah, Ibu, dan seluruh keluarga atas dukungannya baik secara moril maupun materil selama penyusunan skripsi ini.

5. Fadhila Anisa Aunur Rahman, S.Ik, Muhammad Sudibjo, S.Ik, Ahmad Ibnu Riza, S.Ik, Aldino R Wicaksono, S.Ik, Mhd. Idris, S.Ik yang telah membantu penulis dalam melaksanakan kegiatan survei lapang serta pengolahan data.

6. Bagus Bastian, S.Ik, terima kasih atas dukungan dan semangat yang telah diberikan.

7. Keluarga besar ITK 46 atas semua semangat, bantuan, nasehat, dan kerjasamanya selama masa perkuliahan.

Penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Bogor, Februari 2014

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

METODE ... 2

Waktu dan Lokasi Penelitian ... 2

Bahan ... 2

Alat ... 3

Survei Pengumpulan Data Lapang ... 3

Pemrosesan Penelitian ... 3

Penentuan Tingkat Kerentanan Tsunami ... 4

Analisis Data ... 4

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 9

Parameter tingkat kerentanan tsunami ... 9

Elevasi daratan ... 9

Kemiringan daratan ... 10

Penggunaan lahan ... 12

Jarak dari garis pantai (sempadan pantai) ... 14

Jarak dari sungai (sempadan sungai) ... 15

Faktor pendukung tingkat kerentanan tsunami ... 18

Batimetri ... 18

Morfometri pantai ... 20

Ekosistem pesisir ... 20

Analisis tingkat kerentanan tsunami ... 21

Peta kerentanan tsunami ... 21

SIMPULAN DAN SARAN ... 24

(13)
(14)

DAFTAR TABEL

1 Informasi dan Sumber Perolehan Data ... 3

2 Matriks parameter tingkat kerentanan tsunami ... 8

3 Selang kelas kerentanan tsunami ... 9

4 Luasan (Ha) kelas elevsi daratan (m dpl) ... 10

5 Luasan (Ha) kelas kemiringan daratan (%) ... 11

6 Luasan (Ha) Jenis Penggunaan Lahan ... 13

7 Luasan (Ha) tingkat kerentanan landuse terhadap tsunami ... 14

8 Luasan (Ha) daerah tingkat kerentanan tsunami ... 23

DAFTAR GAMBAR

1 Peta lokasi penelitian beserta daerah pengamatan ... 2

2 Diagram alir pengolahan dan analisis data ... 5

3 Diagram alir penentuan kerentanan tsunami ... 6

4 Peta elevasi daratan di wilayah pantai Pangandaran ... 10

5 Peta Kemiringan daratan wilayah pantai Pangandaran ... 11

6 Peta penggunaan lahan di wilayah Pangandaran ... 12

7 Peta kerentanan penggunaan lahan terhadap bencana tsunami ... 13

8 Peta jarak dari garis pantai di wilayah Pantai pangandaran ... 16

9 Peta jarak dari sungai di wilayah pantai Pangandaran ... 17

10 Peta 3D batimetri wilayah pantai Pangandaran ... 18

11 Peta limpasan gelombang tsunami 7,6 m di wilayah Pangandaran ... 19

12 Wilayah rendaman tsunami 7,6 m di Kec.Sidamulih dan Pangandaran ... 19

13 Peta tingkat kerentanan tsunami di wilayah pantai Pangandaran ... 22

14 Peta kerentanan infrastruktur terhadap tsunami ... 23

DAFTAR LAMPIRAN

1 Titik posisi pengamatan survei lapang ... 24

(15)
(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia berada pada wilayah jalur gempa aktif yang dapat menyebabkan terjadinya tsunami. Salah satu wilayah di Indonesia yang rawan terjadi tsunami adalah pesisir pantai selatan Jawa, satu diantaranya adalah wilayah pesisir Pantai Pangandaran. Sudrajat (1997) memasukkan wilayah Jawa bagian selatan ke dalam kelompok pantai yang rawan terhadap bencana tsunami berdasarkan tektonik penyebab gempa bumi. Secara geologis wilayah ini berada di jalur subduksi atau pertemuan dua lempang besar yang saling bertumbukan, yaitu lempang Eurasia dan lempeng Indo-Australia. Pergerakan lempeng di kawasan ini, sering kali menyebabkan kejadian gempa besar yang dapat menimbulkan tsunami. Dalam kurun waktu kurang lebih 18 tahun telah terjadi 2 kali tsunami yang cukup besar di Selatan Jawa, yaitu tsunami Banyuwangi (Jawa Timur) tahun 1994 dan Pangandaran (Jawa Barat) tahun 2006. Data Indeks Rawan Bencana Indonesia yang diterbitkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tahun 2011, menunjukkan bahwa wilayah Kabupaten Ciamis (termasuk Pangandaran) merupakan daerah rawan potensi ancaman gempa bumi dan tsunami tinggi dengan peringkat Nasional No.3 setelah Kabupaten Kota Banda Aceh dan Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur.

Wilayah pesisir Pangandaran telah mengalami gempa bumi disertai tsunami pada 5 tahun yang lalu. Pada tanggal 17 Juli 2006 tepatnya pukul 15:19 WIB telah terjadi gempa bumi di sebelah selatan pantai Pangandaran. Gempa tersebut terjadi di koordinat 9,33 LS dan 107,26 BT pada kedalaman 10 km berkekuatan 7,7 SR dan titik pusat gempa terjadi di Samudera Hindia sebelah selatan Kabupaten Ciamis, serta lokasi pusat gempa terletak 245 km di sebelah selatan Tasikmalaya (Kongko 2011). Gempa tersebut diikuti peristiwa tsunami dengan kedalaman air (Flow Depth) sekitar 1 – 2 m dan jarak limpasan tsunami ke daratan sekitar 50 – 200 m dari pantai (Bappeda Ciamis 2012). Bencana tsunami tersebut telah menimbulkan kerusakan pada enam kecamatan di wilayah Kabupaten Ciamis yaitu, Kecamatan Pangandaran, Sidamulih, Parigi, Cijulang, Cimerak, dan Kalipucang, dengan kerusakan terparah berada pada Kecamatan Pangandaran, dan Sidamulih. Data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Ciamis, tercatat data korban meninggal dunia sebanyak 405 jiwa, luka-luka 274 jiwa, korban hilang 27 jiwa, dan pengungsi sebanyak 13.198 jiwa. Data tersebut menunjukkan jelas bahwa tsunami merupakan bencana yang bersifat destruktif (merusak) dan menimbulkan banyak kerugian. Oleh karena itu, perlu adanya suatu upaya mitigasi bencana tsunami yaitu suatu proses untuk mengupayakan berbagai tindakan preventif yang bertujuan meminimalkan dampak negatif bencana tsunami yang diperkirakan akan terjadi, dan salah satu langkah mitigasi bencana tsunami adalah dengan membuat peta kerentanan pantai akibat bencana tsunami.

(17)

2

penggabungan atau tumpang susun (overlay). Prinsip metode ini adalah menggabungkan beberapa parameter yang kemudian akan dikalkulasikan bobot dan skor dari setiap parameter sehingga akan didapatkan suatu selang kelas tingkat kerentanan tsunami di wilayah kajian.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah memetakan tingkat kerentanan pantai akibat bencana tsunami di wilayah pantai Pangandaran, Jawa Barat.

METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dimulai dengan survei lapang yang dilaksanakan pada bulan April 2013, dan pengolahan data dari bulan Mei – Desember 2013 di Laboratorium Komputer, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Lokasi kajian penelitian ini terletak di sekitar wilayah pantai pangandaran, tepatnya pada koordinat 7.625 – 7.75 LS dan 108.5 – 108.75 BT (Gambar 1).

Gambar 1 Peta lokasi penelitian beserta daerah pengamatan Bahan

(18)

3 Tabel 1 Informasi dan sumber perolehan data

No Jenis Data Sumber Data Skala/Resolusi

1 Data

- Data spasial Bappeda kabupaten Ciamis 2009

1 : 150.000

2 Data elevasi daratan

Global Digital Elevation Model

(GDEM) dari Advanced tahun 2010 dan Alos tahun 2011

30 m dan 10 m

Alat

Penelitian ini menggunakan peralatan berupa perangkat keras yaitu laptop HP Pavilion 431 core i3, hand Global Positioning System (GPS) Garmin eTrex, dan kamera digital serta perangkat lunak diantaranya, ArcViewGIS 3.3 dan

ArcGIS 10, Global Mapper 13, Er Mapper 6.4, Surfer 9, dan Ms. Word 2010. Survei Pengumpulan Data Lapang

Survei lapang dilakukan pada tanggal 17 - 22 April 2013 bertempat pada tiga kecamatan yaitu kecamatan Pangandaran, Kalipucang, dan Sidamulih. Survei lapang ini bertujuan memperoleh data kondisi wilayah kajian penelitian dan data spasial dari Bappeda setempat. Survei dilakukan secara acak pada 20 titik daerah pesisir dari tiga kecamatan tersebut. Posisi dan koordinat titik pengamatan selengkapnya disajikan pada Lampiran 1. Pengamatan yang dilakukan saat survei lapang adalah melihat kenampakan fitur pantai dan pesisir secara visual, seperti bentuk garis pantai, vegetasi penutup, dan tata guna lahan (Lampiran 2).

Pemrosesan Penelitian

(19)

2

daratan (slope), jarak dari garis pantai (sempadan pantai), jarak dari sungai (sempdadan sungai), dan penggunaan lahan (landuse) (Mardiyanto et al 2013). Kelima parameter tersebut kemudian digabungkan dengan mengkalkulasikan bobot dan skor tiap parameter menggunakan metode tumpang susun sehingga didapatkan peta spasial tingkat kerentanan tsunami. Peta spasial tingkat kerentanan tsunami tersebut kemudian ditumpang susunkan dengan data infrastruktur untuk melihat tingkat resiko infrastruktur terhadap bencana tsunami. Alur penelitian ini selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 2.

Penentuan Tingkat Kerentanan Pantai Terhadap Tsunami

Analisis kerentanan tsunami yang dikaji dalam penelitian ini adalah kerentanan lingkungan dan kerentanan infrastruktur. Kerentanan lingkungan berupa jarak dari garis pantai (sempadan pantai), jarak dari sungai (sempadan sungai), penggunaan lahan, elevasi daratan, kemiringan daratan yang akan dikelaskan dalam matriks. Klasifikasi pemetaan kerentanan lingkungan berdasarkan matriks parameter kerentanan pantai terhadap tsunami yang telah disusun (Tabel 2). Penentuan jarak dari garis pantai didasarkan pada nilai Mean Sea Level (MSL) sehingga jarak dari pantai tidak dipengaruhi oleh pasang tertinggi maupun surut terendah. Kerentanan infrastruktur tidak dikelaskan dalam matrik karena tidak dapat dispasialkan sehingga hanya akan ditumpang susunkan dengan peta kerentanan tsunami untuk mendapatkan peta kerentanan infrastruktur terhadap tsunami. Penentuan tingkat kerentanan pantai terhdapap tsunami dapat dilihat pada Gambar 3.

Analisis Data

Analisis pengkajian tingkat kerentanan tsunami ditentukan dengan menggunakan metode penggabungan atau tumpang susun. Teknik penggabungan tersebut berdasarkan parameter matriks kerentanan yang telah disusun. Parameter matrik tersebut disusun berdasarkan studi pustaka serta bersifat tidak mutlak melainkan dapat disesuaikan dengan kondisi wilayah kajian penelitian.

Parameter yang digunakan dalam penetuan kerentanan tsunami adalah kemiringan daratan, elevasi daratan, penggunaan lahan, jarak dari garis pantai (sempadan pantai), dan jarak dari sungai (sempadan sungai). Berdasarkan kelima parameter tersebut, maka dapat disusun matrik untuk menentukan tingkat kerentanan tsunami seperti yang ditampilkan pada Tabel 2.

(20)

Gambar 2 Diagram alir pengolahan dan analisis data

5

- Peta Rupa Bumi Indonesia - Peta Penggunaan Lahan

Tumpang susun (overlay)

Peta kerentanan tsunami Tidak

(21)

6

Gambar 3 Diagram alir penentuan kerentanan tsunami

(22)

7 Pembuatan matrik ditentukan dengan pembobotan dan skoring. Pemberian skor dimaksudkan untuk menilai faktor pembatas pada setiap parameter. Pemberian bobot untuk setiap parameter dalam kajian ini berkisar dari 15 – 25 % dan pemberian nilai (skor) dalam kisaran 1 – 5 yang menunjukkan kelas tingkat kerentanan tsunami (kerentanan sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, sangat rendah). Nilai kelas didasarkan pada perhitungan rumus berikut (Muzaki 2008) :

Keterangan : N = Total bobot nilai

Bi = Bobot pada tiap kriteria

Si = Skor pada tiap kriteria

Secara matematis, perhitungan teknik analisis tumpang susun adalah sebagai berikut :

[(elevasi*0,25) + (slope*0,2) + (landuse*0,15) + (jarak dari garis pantai*0,20) + (jarak dari sungai*0,20)]

Perhitungan teknik analisis tumpang susun merupakan perkalian antara bobot dengan skor pada lima parameter di setiap selnya. Perkalian bobot dan skor ini kemudian menghasilkan total bobot nilai (N) untuk setiap parameternya. Nilai

N tersebut digunakan untuk menentukan selang kelas tingkat kerentanan. Perhitungan selang tiap kelas diperoleh dari jumlah perkalian nilai maksimum tiap bobot dan skor (Nmaksimum) dikurangi jumlah perkalian nilai minimumnya

(Nminimum ) yang kemudian dibagi lima (5) sesuai dengan jumlah parameter yang

digunakan, seperti yang dituliskan dengan formula berikut (Muzaki 2008) :

∑ ∑

(23)

8

Tabel 2 Matriks parameter tingkat kerentanan tsunami

No Parameter Bobot

(Sumber : RPBD Kabupaten Ciamis 2012, Sengaji 2009, Setiawan 2006)

(24)

9

Berdasarkan perhitungan menggunakan formula diatas (2), diperoleh nilai lebar selang kelas sebesar 0.95 dengan nilai Nminimum sebesar 0.25 dan Nmaksimum

sebesar 5. Nilai tingkat kerentanan sangat rendah (R1) didapatkan dari nilai

Nminimum yaitu 0.25 ditambah dengan lebar selang kelas yaitu 0.95. Nilai

kerentanan rendah (R2) didapatkan dari selang kelas maksimum R1 yaitu 1,2 ditambah 0.95. Begitupun seterusnya untuk nilai kerentanan sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Secara singkat selang kelas masing-masing kelas kerentanan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Selang kelas kerentanan tsunami

Kelas Kerentanan Selang

1 Sangat rendah 0.25 – 1.2

Hasil pemetaan topografi menunjukkan bahwa wilayah penelitian sebagian besar merupakan dataran rendah dengan ketinggian daratan antara 10 – 25 m di sepanjang pantai Pangandaran, terutama di Kecamatan Sidamulih dan Pangandaran. Dataran tinggi di wilayah penelitian terdapat di daerah utara pesisir Pangandaran, dengan ketinggian daratan antara 100 – 350 m. Dataran tinggi juga terdapat di desa Pangandaran (Kec. Pangandaran), dimana pada daerah tersebut merupakan kawasan perbukitan yang membentuk tanjung dan merupakan kawasan Cagar Alam. Pemetaan kelas elevasi di wilayah pantai Pangandaran ditunjukkan oleh Gambar 4.

Gambar 4 menunjukkan kerentanan tsunami untuk kelas elevasi daratan (topografi) terbagi menjadi lima kelas yaitu kelas kerentanan sangat tinggi (1- 10 m), tinggi (10 – 25 m), sedang (25 – 50 m), rendah (50 – 100 m), dan sangat rendah (100 – 350 m). Luasan masing-masing kelas kerentanan disajikan pada Tabel 4.

(25)

10

Gambar 4 Peta elevasi daratan di wilayah pantai Pangandaran Tabel 4 Luasan (Ha) kelas elevasi daratan

No Tingkat Kerentanan Elevasi (m) Luas (Ha)

1 Sangat tinggi 1 - 10 m 1559.422

2 Tinggi 10 - 25 m 3911.379

3 Sedang 25 - 50 m 2173.124

4 Rendah 50 - 100 m 2320.955

5 Sangat rendah 100 - 350 m 4236.830

Total 14201.710

Secara umum wilayah utara pesisir pantai Pangandaran yang berjarak dekat dengan laut dan berelevasi rendah membuat tingkat kerentanan tsunami di wilayah ini lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah lainnya yang berjarak jauh dari laut. Semakin rendah elevasi daratan suatu wilayah, tingkat kerentanan terhadap bahaya tsunami semakin besar (Oktariadi 2009). Semakin besar tingkat kerentanan, semakin besar resiko, dan sebaliknya. Rendahnya elevasi daratan suatu wilayah berkaitan erat dengan besarnya masukan limpasan tsunami ke daratan.

Kemiringan daratan

(26)

11 Pemetaan kemiringan daratan (Gambar 5), menunjukkan bahwa kemiringan daratan di wilayah Pangandaran cukup bervariasi yaitu antara 2 – 40 %. Pada Kecamatan Sidamulih (Desa Sukaresik, Pajaten, Cikembulan) dan Kecamatan Pangandaran (Desa Wonoharjo, Pananjung, Babakan) kemiringan daratan relatif datar yaitu sekitar 0 – 2% dan tergolong dalam kelas lereng 1 (datar) (Arifianti 2011), sedangkan untuk Kecamatan Kalipucang kemiringan daratan relatif landai dan bergelombang yaitu 5 – 15% dan tergolong dalam kelas lereng III (bergelombang) (Arifianti 2011).

Kemiringan daratan di lokasi penelitian sebagian besar didominasi oleh kelas lereng 1 dengan kemiringan lereng berkisar 0 – 2% yang mempunyai luas mencapai 5.686,725 Ha dan tergolong dalam tingkat kerentanan sangat tinggi terhadap bencana tsunami (Tabel 5). Hal tersebut, jelas terlihat bahwa wilayah pesisir pantai Pangandaran (Kecamatan Sidamulih dan Pangandaran) memiliki tingkat kerentanan sangat tinggi terhadap bencana tsunami dilihat dari faktor kemiringan daratan.

Tabel 5 Luasan (Ha) kelas kemiringan daratan (%)

No Tingkat Kerentanan Slope (%) Luas (Ha)

1 Sangat tinggi 0 - 2% 5685.725

2 Tinggi 2 - 5% 3203.709

3 Sedang 5 - 15% 5308.910

4 Rendah 15 - 40% 10.011

5 Sangat rendah > 40% 0

Total 14208.356

(27)

12

Penggunaan lahan

Penggunaan lahan merupakan suatu penggunaan yang kompleks secara alamiah atau campur tangan manusia sesuai dengan keperluannya untuk memenuhi kebutuhan jasmani secara finansial (Vink 1975). Wilayah sekitar pantai Pangandaran yaitu Kecamatan Kalipucang, Pangandaran, dan Sidamulih terdiri dari 8 jenis penggunaan lahan yaitu hutan, hutan rawa, ladang, lahan kosong, pemukiman, sawah irigasi, semak belukar, dan vegetasi darat (Gambar 6). Jenis penggunaan lahan yang dominan di tiga kecamatan tersebut adalah vegetasi darat dengan luasan sebesar 9292 Ha, sawah irigasi seluas 2087 Ha, dan pemukiman seluas 1352 Ha (Tabel 7). Penggunaan lahan berupa pemukiman terlihat cukup padat di Kecamatan Sidamulih (Desa Cikalong, Sidamulih, Pajaten) dan Kecamatan Pangandaran (Desa Babakan, Pananjung, Pangandaran). Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa jenis penggunaan lahan untuk wilayah pantai Pangandaran tidak mengalami banyak perubahan bila dibandingkan dengan kondisi yang tergambar pada peta penggunaan lahan Kabupaten Ciamis tahun 2006.

Gambar 6 Peta penggunaan lahan di wilayah Pangandaran

(28)

13 termasuk jenis penggunaan lahan dengan tingkat reduksi rendah terhadap limpasan tsunami.

Apabila pemukiman terkena limpasan tsunami, maka akan menimbulkan kerugian jiwa dan harta benda dengan jumlah yang sangat besar. Luasan dari masing-masing jenis penggunaan lahan disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Luasan (Ha) jenis penggunaan lahan

No Jenis Penggunaan Lahan Luas (ha)

1 Hutan 927

2 Hutan rawa 36

3 Ladang 305

4 Lahan kosong 19

5 Pemukiman 1352

6 Sawah irigasi 2087

7 Semak belukar 127

8 Vegetasi darat 9292

Total 14145

Bencana tsunami yang melanda suatu wilayah tertentu dapat menyebabkan terjadinya perubahan lahan di wilayah tersebut. Oleh karena itu, perlu dilihat tingkat kerentanan penggunaan lahan terhadap tsunami. Pemetaan tingkat kerentanan penggunaan lahan di wilayah pantai Pangandaran ditunjukkan oleh Gambar 7.

(29)

14

Gambar 7 menunjukkan bahwa wilayah lokasi penelitian tergolong memiliki tingkat kerentanan yang tinggi terhadap tsunami yang ditinjau dari jenis penggunaan lahan. Hal tersebut disebabkan jenis penggunaan lahan di wilayah tersebut sebagian besar vegetasi darat (kebun). Wilayah yang termasuk ke dalam kerentanan sangat tinggi berada pada Kecamatan Sidamulih dan Pangandaran. Hal ini karena pada daerah tersebut banyak dimanfaatkan sebagai daerah pemukiman dan sawah irigasi. Sebagian besar daerah pemukiman berada di daerah pesisir dan dekat dengan laut sehingga berpotensi tinggi terhadap bahaya tsunami. Luas dari masing-masing kelas kerentanan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Luasan (Ha) tingkat kerentanan landuse terhadap tsunami

No Tingkat Kerentanan Jenis Penggunaan Lahan Luas (Ha) 1 Sangat tinggi Pemukiman, sawah irigasi, hutan rawa 3475.569

2 Tinggi Vegetasi darat 9295.096

3 Sedang Ladang 307.543

4 Rendah Lahan kosong, semak belukar 144.836

5 Sangat rendah Hutan 928.670

Total 14151.714

Tabel 7 di atas menunjukkan bahwa luasan tingkat kerentanan tinggi dan sangat tinggi berturut-turut adalah 9295.096 Ha dan 3475.569 Ha. Pada daerah ini tingkat resikonya akan semakin besar, sehingga diperlukan adanya konsep penataan ruang dalam penggunaan lahan pada kawasan pesisir.

Jarak dari garis pantai (sempadan pantai)

Bencana tsunami bersifat merusak, oleh karena itu diperlukan adanya kawasan penyangga (buffer zone) dalam penataan ruang. Dalam hal ini, penataan ruang dengan menerapkan kawasan penyangga pada lokasi penelitian dilakukan dengan membuat jarak dari garis pantai. Pembuatan jarak dari garis pantai dilakukan untuk mengetahui wilayah mana saja yang aman dari terpaan gelombang tsunami jika ditinjau dari segi lahan terbangun yang terukur dari jarak garis pantai. Jarak dari garis pantai atau biasa disebut dengan sempadan pantai merupakan daratan sepanjang tepian pantai yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 m dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Pada peneilitian ini, sempadan pantai dibuat pada jarak minimal 500 m ke arah darat. Penentuan sempadan pantai 500 m ke arah darat ini mengacu pada Rencana Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten (RPBD) Ciamis. Pemetaan jarak dari garis pantai ditunjukkan pada Gambar 8.

(30)

20

Pengamatan di lapangan menunjukkan pemukiman yang sangat rentan terhadap tsunami yaitu pemukiman di desa Wonoharjo, Pananjung, dan Babakan karena berada pada dataran sempit diantara dua teluk (Teluk Pangandaran dan Teluk Parigi). Pada umumnya sarana-sarana penting seperti pemukiman di lokasi tersebut memiliki jarak yang relatif dekat dengan garis pantai, yaitu pada jarak 100 – 200 m dari garis pantai. Hal ini yang menjadikan pemukiman di wilayah tersebut tergolong sangat rentan terkena gelombang tsunami. Oleh karena itu, perlu adanya penataan ruang yang baik untuk mengurangi resiko tsunami.

Jarak dari sungai (sempadan sungai)

Selain jarak dari garis pantai, jarak dari sungai (sempadan sungai) juga merupakan parameter penting dalam penentuan tingkat resiko tsunami. Sempadan sungai minimal 50 m kanan dan kiri sepanjang aliran sungai. Sempadan sungai pada penelitian ini berjarak minimal 100 m sepanjang aliran sungai. Pada umumnya tsunami yang melewati sungai akan menimbulkan kerusakan yang besar. Saat tsunami melewati daerah yang sempit seperti sungai, akan terjadi peningkatan kecepatan dan ketinggian muka air karena debit massa air yang sama harus menjalar melalui celah yang sempit dalam waktu yang bersamaan (Pedersen and Glimsdal 2010). Berdasarkan hal tersebut, penempatan daerah yang aman dari tsunami harus berada jauh dari sungai. Pemetaan jarak dari sungai disajikan oleh Gambar 9.

Gambar 9 memperlihatkan bahwa wilayah Pangandaran yang mencakup Kecamatan Kalipucang, Sidamulih, dan Pangandaran memiliki 4 sungai besar, yaitu Sungai Cikidang bagian barat dan timur, Sungai Cikembulan, serta Sungai Ciambulungan. Desa Sukaresik dan Cikembulan (Kecamaatan Sidamulih) merupakan wilayah yang memiliki tingkat kerentanan sangat tinggi terhadap tsunami, karena pada daerah tersebut terdapat dua sungai besar (Sungai Cikembulan dan Ciambulungan) yang dekat dengan muaranya (muara Citonjong), dimana kedua sungai tersebut saling berhadapan. Kondisi seperti itulah yang menyebabkan daerah tersebut memiliki tingkat kerentanan sangat tinggi. Saat limpasan tsunami ke daratan, jika jarak antara dua sungai saling berdekatan akan menimbulkan kerusakan yang besar karena terjadi akumulasi energi gelombang tsunami dan massa air (Pedersen and Glimsdal 2010). Hal tersebut mengakibatkan tsunami dapat masuk ke daratan lebih jauh pada daerah yang dekat dengan sungai, dibandingkan dengan daerah yang jauh dari sungai (Mardiyanto B et al

2013). Oleh karena itu, penempatan area pemukiman padat penduduk dan area ekonomi penting sebaiknya dibangun pada jarak yang relatif jauh dari sungai yaitu sekitar > 500 m dari sungai.

(31)

20

Gambar 8 Peta jarak dari garis pantai di wilayah Pantai Pangandaran

(32)
(33)

18

Faktor pendukung tingkat kerentanan tsunami Batimetri

Batimetri perairan merupakan salah satu faktor pendukung yang bersifat penting dalam analisis kerentanan tsunami di suatu wilayah, karena mempengaruhi pembelokan atau penerusan gelombang tsunami yang menjalar ke pantai dan tinggi gelombang tsunami. Semakin dalam suatu perairan, kecepatan dan energi gelombang tsunami akan meningkat, akan tetapi tinggi gelombang tsunami semakin menurun (Sengaji 2009). Kondisi batimetri di lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Peta 3D batimetri wilayah pantai Pangandaran

Gambar 10 secara umum menunjukkan bahwa batimetri di wilayah pantai Pangandaran termasuk dalam perairan dangkal. Kedalaman di perairan tersebut berkisar antara 0 – 160 m. Kedalaman perairan dekat pantai cenderung dangkal yaitu sekitar 20 – 80 m, dan semakin ke arah lepas pantai kedalaman perairannya semakin meningkat. Pada daerah yang dekat dengan pantai seperti Desa Sukaresik, Cikembulan, Wonoharjo, Pananjung, dan Babakan merupakan daerah yang lebih beresiko mengalami kerusakan yang lebih parah karena gelombang tsunami yang menerjang daerah tersebut lebih tinggi, dimana kedalaman perairan di wilayah tersebut tergolong dangkal ( 20 – 80 m). Pada saat memasuki perairan dangkal, gelombang mengalami gesekan dengan dasar laut. Hal ini menyebabkan kecepatan dan energi gelombang menurun drastis dengan berkurangnya kedalaman tetapi tinggi gelombang akan semakin meningkat (Diposaptono dan Budiman 2006).

(34)

pada wilayah yang berjarak jauh dari laut dan gelombang tsunami maksimum berada pada wilayah yang jaraknya berdekatan dengan laut. Semakin menjauhi pantai, tinggi tsunami akan semakin berkurang (Rahmawan 2012). Ketinggian gelombang tsunami di wilayah pesisir Pangandaran ditunjukkan pada Gambar 11. Analisis ketinggian gelombang tsunami di wilayah Pangandaran dikaji dengan menggunakan tools 3D Analysis (water level) pada perangkat lunak Global Mapper yang dispasialkan dengan menggunakan perangkat lunak ArcGIS 10.

Gambar 11 Peta limpasan gelombang tsunami 7.6 m di wilayah Pangandaran

Gambar 12 Wilayah rendaman tsunami 7.6 m di Kec. Sidamulih dan Pangandaran

(35)

20

Ketinggian gelombang tsunami di suatu wilayah perlu diketahui karena merupakan ancaman di wilayah tersebut. Wilayah dengan tingkat ancaman tinggi terhadap tsunami merupakan wilayah dengan tingkat kerentanan dan resiko tinggi terhadap tsunami, dan sebaliknya. Analisis limpasan dan ketinggian gelombang tsunami di wilayah Pangandaran yang dikaji dalam penelitian ini menggunakan input utama berupa data topografi (DEM). Tinggi gelombang tsunami yang dijadikan contoh pada penelitian ini adalah 7.6 m. Hal tersebut berdasar pada ketinggian gelombang tsunami maksimum yang terjadi di Pangandaran.

Gambar 12 menunjukkan bahwa wilayah Pangandaran yang terkena limpasan gelombang tsunami 7.6 m adalah daerah Kecamatan Sidamulih dan Kecamatan Pangandaran, yang ditunjukkan oleh warna biru pada gambar. Kecamatan Kalipucang merupakan daerah yang relatif aman dari gelombang tsunami 7.6 m karena topografi di wilayah tersebut relatif tinggi (100 – 350 m). Morfometri pantai

Bentuk morfometri pantai sangat mempengaruhi tingkat energi gelombang tsunami yang akan terhempas ke daratan. Namun dalam hal ini, morfometri pantai tidak dikaji dalam penelitian ini disebabkan kondisi morfometri pantai di lokasi penelitian cenderung homogen, jika ditinjau dari cakupan wilayah penelitian yang relatif sempit (skala kecamatan).

Wilayah pesisir pantai Pangandaran memiliki bentuk garis pantai yang unik karena adanya daratan tinggi yang termasuk kawasan cagar alam yang mengarah ke Samudera Hindia. Selain itu wilayah ini diapit oleh dua teluk yaitu Teluk Pangandaran di sebelah Timur dan Teluk Parigi di sebelah Barat Desa Pangandaran. Keberadaan teluk di wilayah tersebut akan mempengaruhi ketinggian gelombang tsunami yang mengarah ke daratan, karena dengan adanya teluk akan memfokuskan gelombang tsunami yang sedang berjalan ke arah teluk tersebut, sehingga energi gelombang akan terakumulasi pada cekungan teluk dan mampu meningkatkan ketinggian gelombang tsunami yang sampai di pantai (Diposaptono dan Budiman 2006).

Karakteristik pantai di wilayah Pangandaran sebagian besar merupakan pantai landai berpasir yang terdapat disepanjang garis pantai Kecamatan Sidamulih dan Pangandaran. Pantai dengan karakteristik curam berbatu terdapat di Kecamatan Kalipucang. Wilayah dengan karakteristik pantai landau berpasir lebih beresiko mengalami kerusakan paling tinggi dibandingkan pantai curam berbatu, karena memiliki morfologi landau dengan relief rendah hingga menengah serta memiliki pedataran pantai yang cukup luas sehingga gelombang tsunami yang mencapai daratan akan semakin tinggi (Yudhicara 2008).

Ekosistem pesisir

(36)

Analisis tingkat kerentanan tsunami Peta kerentanan tsunami

Klasifikasi tingkat kerentanan tsunami di wilayah pantai Pangandaran terbagi menjadi lima kelas berdasarkan tingkat kerentanan wilayahnya terhadap tsunami. Klasifikasi tersebut terdiri dari kelas kerentanan sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Wilayah dengan kerentanan rendah dan sangat rendah dominan berada di bagian utara Pangandaran, namun daerah dengan resiko rendah juga terdapat di Desa Pangandaran lebih tepatnya berada pada daerah yang merupakan Cagar Alam di wilayah tersebut. Hal ini dikarenakan wilayah Cagar Alam memiliki topografi tinggi (100 – 350 m) dan kemiringan daratan yang besar sehingga wilayah tersebut termodelkan sebagai daerah yang tingkat kerentanan rendah.

Wilayah dengan tingkat kerentanan sedang dominan berada pada bagian tengah wilayah penelitian. Zona tersebut berada pada jarak 2000 – 3000 m dari garis pantai. Akan tetapi di sebelah utara Desa Cibuluh, Banjarharjo, dan Kalipucang serta dipinggiran kawasan Cagar Alam juga terdapat warna kuning yang menunjukkan daerah resiko sedang. Hal ini disebabkan oleh topografi di daerah tersebut tergolong rendah (10 - 25 m) sehingga daerah tersebut termodelkan sebagai daerah dengan tingkat kerentanan sedang.

Wilayah dengan tingkat resiko tinggi dan sangat tinggi berada di sebelah selatan Pangandaran, yaitu Desa Cikembulan, Pananjung, Babakan, Wonoharjo, dan Sukaresik. Daerah tersebut berbatasan langsung dengan laut dan berada pada zona 500 – 1000 m dari garis pantai. Selain itu, daerah tersebut merupakan daerah terkena limpasan tsunami ke daratan sejauh 400 m dengan ketinggian gelombang tsunami yang terukur di wilayah tersebut sebesar 4 – 6 m (Fritz 2007).

Keberadaan sungai atau muara di daerah tersebut memberikan pengaruh terhadap terpaan gelombang tsunami, dimana gelombang tsunami akan masuk ke daratan lebih jauh. Terlihat bahwa di Desa Cikembulan dan Sukaresik terdapat dua sungai besar yaitu sungai Cikembulan dan Ciambulungan, serta di Desa Babakan terdapat sungai Cikidang. Sebaran spasial tingkat resiko tsunami di wilayah pantai Pangandaran disajikan pada Gambar 13.

Daerah dengan tingkat kerentanan tinggi dan sangat tinggi terhadap tsunami merupakan daerah yang berpotensi paling besar dalam hal kerusakan, baik itu dari segi kerusakan fisik lingkungan, kerusakan infrastruktur, serta korban jiwa. Wilayah tersebut memiliki karakteristik pantai dan pesisir dengan kemiringan daratan yang landai, elevasi daratan rendah, vegetasi lahan berupa vegetasi darat (kebun), semak belukar, sawah, jarak dari garis pantai yang relatif dekat, adanya sungai, serta jumlah pemukiman yang tergolong padat.

Daerah dengan tingkat kerentanan rendah dan sangat rendah merupakan daerah yang aman dari terpaan gelombang tsunami, yaitu berada di sebelah utara wilayah Pangandaran tepatnya di Desa Putrapinggan, Pagergunung, dan Kersaratu. Daerah ini memiliki karakteristik dengan topografi tinggi, kemiringan daratan yang besar, jarak dari pantai dan sungai yang relatif jauh, vegetasi lahan berupa hutan dan lahan kosong, serta pemukiman yang tidak terlalu padat.

(37)

22

Gambar 13 Peta tingkat kerentanan tsunami di wilayah pantai Pangandaran Desa Babakan, Pangandaran, Pananjung, Sukaresik, Cikembulan merupakan daerah kerentanan sangat tinggi yang termasuk ke dalam Zona Bahaya Tsunami I. Desa Pajaten, Wonoharjo, dan sebagian wilayah utara di Desa Babakan serta Pananjung merupakan daerah kerentanan tinggi terhadap tsunami yang termasuk dalam Zona Bahaya Tsunami II. Wilayah ini berpotensi mengalami kerusakan paling besar terhadap terpaan gelombang tsunami karena wilayahnya yang dekat dengan laut serta daerah padat pemukiman. Desa Cikalong, Purbahayu, Sidomulyo, Sukahurip serta daerah lain yang memiliki tingkat kerentanan sedang digolongkan pada Zona Bahaya Tsunami III dengan tingkat kerusakan sedang atau tidak terlalu parah.

(38)

Tabel 8 Luasan (Ha) daerah tingkat kerentanan tsunami

No Kelas Kerentanan Luas (Ha)

1 R1 Sangat rendah 0.654

2 R2 Rendah 4816.204

3 R3 Sedang 4875.773

4 R4 Tinggi 4395.755

5 R5 Sangat tinggi 737.703

Total 14826.090

Gelombang tsunami yang menerpa suatu wilayah akan berakibat pada kerusakan sarana dan prasarana (infrastruktur) penting yang berada di wilayah tersebut. Dalam penelitian ini, untuk mengetahui tingkat kerentanan tsunami terhadap infrastruktur, maka dilakukan tumpang susun layer peta kerentanan tsunami dengan data infrastruktur yang ada di wilayah Pangandaran. Infrastruktur penting yang dipetakan antara lain kantor pemerintahan, sarana ekonomi, sarana kesehatan, sarana pendidikan, sarana peribadatan, dan tempat wisata. Peta kerentanan infrastruktur terhadap tsunami ditunjukkan oleh Gambar 14.

Gambar 14 Peta kerentanan infrastruktur terhadap tsunami

(39)

24

misalnya korban jiwa, kerusakan bangunan, lahan perkebunan, dan lahan pertanian (Julkarnaen 2008). Penelitian ini tidak menghitung jumlah (kuantitas) dari kerusakan infrastruktur karena keterbatasan data sehingga hanya dilakukan pemetaan spasial resiko infrastruktur terhadap tsunami. Dengan demikian, hasil pemetaan di atas diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan bagi para pengambil kebijakan dalam mengambil upaya mitigasi dan strategi pembangunan infrastruktur yang sesuai dan aman dari bencana tsunami pada daerah yang bersangkutan.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Analisis tingkat kerentanan bencana tsunami menggunakan SIG menyimpulkan bahwa tingkat kerentanan tsunami di wilayah pantai Pangandaran berbeda-beda. Daerah yang termasuk dalam tingkat kerentanan sangat tinggi adalah Kecamatan Pangandaran (Desa Babakan, Pangandaran, Pananjung) dan Kecamatan Sidamulih (Desa Sukaresik dan Cikembulan) dengan luas kerentanan wilayah sebesar 737.703 Ha. Daerah ini berpotensi mengalami kerusakan paling tinggi terhadap bencana tsunami karena wilayahnya dekat dengan laut dengan topografi dan slope rendah serta termasuk wilayah padat penduduk. Daerah yang termasuk dalam tingkat kerentanan rendah adalah daerah yang berada di sebelah utara Pangandaran tepatnya Desa Putrapinggan, Pagergunung, Kersaratu dengan luas kerentanan wilayah sebesar 4816.204 Ha. Tingkat kerusakan akibat bencana tsunami di daerah ini relatif sangat rendah karena letaknya yang jauh dari laut dan termasuk kawasan tidak padat penduduk.

Saran

(40)

23

DAFTAR PUSTAKA

Arifianti Y. 2011. Potensi Longsor Dasar Laut di Perairan Maumere. Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi. 6(1): 53 - 62

Bappeda Kabupaten Ciamis. 2012. Rencana Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Ciamis (RPBD) 2012 – 2016. Bappeda Kabupaten Ciamis. Ciamis : Jawa Barat.

Diposaptono S dan Budiman. 2006. Tsunami. Bogor : Sarana Komunikasi Utama Fritz H, Kongko W, Moore A, McAdoo B, Goff J, Harbitz C, Uslu B, Kalligeris N,

Suteja D, Kalsum K, Titov V, Gusman A, Latief H, Santoso E, Sujoko S, Djulkarnaen D, Sunendar H, & Sinolakis C. 2007. Extreme run-up from the 17 July 2006 Java Tsunami. Geophysical Research Letters. 34(1):1-5

Julkarnaen D. 2008. Identifikasi Tingkat resiko Bencana Tsunami Berbasis Spasial (Studi Kasus : Zona Industri Kota Cilegon) [Tesis]. Bandung (ID) : Institut Teknologi Bandung.

Kongko W. 2011. South Java Tsunami Model Using Highly Resolved Data and Probable Tsunamigenic Sources [Disertasi]. Germany (ID): Gottifried Wilhelm Leibniz University of Hannover. 347 hlm

Mardiyanto B, Rochaddi B, Helmi M. 2013. Kajian Kerentanan Tsunami Menggunakan Metode Sistem Informasi Geografis di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Journal of Marine Research. 2(1):103 - 111 Muzaki A.A. 2008. Ananlisis Spasial Kualitas Ekosistem Terumbu Karang

sebagai Dasar Penentuan Kawasan Konservasi Laut dengan Metode Cell Based Modelling di Karang Lebar dan Karang Congkak Kepulauan Seribu, DKI Jakarta [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor

Oktariadi O. 2009. Penentuan Peringkat Bahaya Tsunami dengan Metode Analytical Hierarchy Process (Studi Kasus : Wilayah Pesisir Sukabumi).

Jurnal Geologi Indonesia. 4(2):103 - 116

Pedersen G and Glimsdal S. 2010. Coupling of Dispersive Tsunami Propagation and Shallow Water Coastal Response. The Open Oceanography Journal. 4:71 – 82

Rahmawan S.H, Gunawan I, Musa A M, Muhammad A. 2012. Studi Potensi Bahaya Tsunami di Selatan Jawa. Jurnal Meteorologi Institut Teknologi Bandung. 4(1):6-10

Sengaji E. 2009. Pemetaan Tingkat Resiko Tsunami di Kabupaten Sikka Nusa Tenggara Timur dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor

Setiawan A, 2006. Pemetaan Kawasan Peka Bencana Tsunami di Wilayah Pesisir Propinsi Nusa Tenggara Timur [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor Sudrajat A. 1997. Zona Rawan Bencana Tsunami dalam Ilustrasi Geologi. PT.

Grafimatra Tatamedia, Jakarta, h. 140 - 167

Vink A.P.A. 1975 Land use in Advancing Agriculture. Springer-Verlang, Berlin, Heidelberg, New York

Yudhicara. 2008. Kaitan Antara Karakteristik Pantai Provinsi Sumatera Barat dengan Potensi Kerawanan Tsunami. Jurnal Geologi Indonesia. 3(2) : 95 - 106

(41)

Lampiran 1 Titik posisi pengamatan survei lapang

No Bujur Lintang Ketinggian (m)

1 108.9558 -7.8975 20

2 108.9556 -7.8975 21

3 108.9858 -7.8219 62

4 109.0094 -7.7039 96

5 108.9550 -7.6953 450

6 108.8008 -7.6914 17

7 108.8208 -7.6997 20

8 108.7342 -7.9347 21

9 108.7350 -7.7022 20

10 108.7472 -7.9367 23

11 108.7678 -7.9258 22

12 108.7550 -7.7717 22

13 108.7522 -7.7122 24

14 108.6997 -7.8789 27

15 108.8403 -7.7972 22

16 108.6800 -7.8578 26

17 108.6378 -7.8489 28

18 108.7686 -7.8369 28

19 108.8725 -7.8239 27

20 108.6303 -7.8189 24

21 108.7983 -7.8194 31

22 108.6867 -7.8156 23

(42)

Lampiran 2 Titik sampel karakteristik fitur pesisir dan pantai Pangandaran

No Posisi

Bujur - Lintang

Desa Kecamatan Jarak

dari garis pantai

Jarak dari sungai

Keterlindungan daratan

Topografi Penggunaan lahan

1 108.76233 7.69619 Bagolo Kalipucang 100 m >500 m Tidak terlindung 21 m Kebun/vegetasi

darat

2 108.76415 7.09916 Bagolo Kalipucang 100 m >500 m Tidak terlindung 62 m Kebun/vegetasi

darat

3 108.73097 7.68405 Emplak Kalipucang 300 m >500 m Terlindung

(tebing)

200 m Hutan/vegetasi

darat

4 108.73739 7.68382 Emplak Kalipucang 200 m 300 m Tidak terlindung 17 m Semak belukar

5 108.67076 7.68447 Babakan Pangandaran 50 m 50 m Tidak terlindung 20 m Pemukiman, sawah

irirgasi

6 108.67150 7.68287 Babakan Pangandaran 50 m 100 m Tidak terlindung 23 m Kebun, sawah

irigasi

7 108.65631 7.70430 Pananjung Pangandaran 50 m 100 m Tidak terlindung 22 m Pemukiman

8 108.65613 7.70074 Pananjung Pangandaran 50 m 300 m Tidak terlindung 24 m Pemukiman

9 108.63613 7.67813 Wonoharjo Pangandaran 50 m 400 m Tidak terlindung 26 m Pemukiman, sawah

irigasi

10 108.61636 7.67611 Cikembulan Sidamulih 500 m >500 m Tidak terlindung 27 m Pemukiman, sawah

irigasi

11 108.59623 7.67584 Sukaresik Sidamulih 400 m 200 m Tidak terlindung 31 m Pemukiman

(43)

28

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cirebon, 17 Juli 1991 dari pasangan Bapak Muhammad Khusni dan Ibu Saipah. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Pada tahun 2009 penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Jakarta. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama masa perkuliahan di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif dalam Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Gentra Kaheman pada tahun 2010, dan aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan (HIMITEKA) periode 2010 – 2011 sebagai Sekretaris 2, dan periode 2011 – 2012 sebagai Sekretaris Umum. Penulis juga pernah menjadi asisten mata kuliah Biologi Laut dan Oseanografi Kimia pada tahun 2012, serta asisten mata kuliah Dasar-Dasar Penginderaan Jauh Kelautan dan Sistem Informasi Geografis pada tahun 2013. Bulan Juni – Juli 2012 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang di Rembang Jawa Tengah dengan judul Total Produksi dan Nilai Produksi Ikan Pelagis di PPP Tasikagung Rembang.

Selain itu penulis juga aktif mengikuti lomba karya tulis ilmiah tingkat mahasiswa, yaitu penulis mengikuti Pekan Kreativitas Mahasiswa (PKM) dan mendapatkan Dana Hibah Dikti 2012 serta menjadi Juara II (Medali Perak) pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) ke – XXVI di Universitas Mataram, NTB 2013.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Pemetaan Tingkat Kerentanan Tsunami di Wilayah Pantai Pangandaran, Jawa Barat”.

Gambar

Gambar 1  Peta lokasi penelitian beserta daerah pengamatan
Gambar 2  Diagram alir pengolahan dan analisis data
Gambar 3  Diagram alir penentuan kerentanan tsunami
Tabel 2  Matriks parameter tingkat kerentanan tsunami
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Hasil evaluasi Standar Pelayanan Minimal, tentang penyelenggaraan pendidikan SDN Harjowinangun 2 Kecamatan Dempet Kabupaten Demak ini, diharapkan dapat dijadikan

Pemberian intervensi pada kondisi sprain ankle tidak hanya dengan menggunakan modalitas fisioterapi tetapi juga dapat dikombinasikan dengan pemberian latihan baik aktif maupun

Karena Perusahaan tidak dapat mengontrol metode, volume, atau kondisi aktual penggunaan, Perusahaan tidak bertanggung jawab atas bahaya atau kehilangan yang disebabkan dari

L II 61 bekerja pada interfasial minyak (lipid)-air dan mendegradasi dengan baik komponen minyak (lipid) dalam oil sludge sehingga dapat larut dalam fase air dan

Status hidrasi setelah test harvard adalah suatu kondisi yang menggambarkan keseimbangan cairan dalam tubuh penari setelah melakukan test Harvard yang bertujuan untuk

Dari hasil analisis pengujian dengan rancangan acak kelompok dan rancangan acak lengkap di peroleh nilai Pr < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa perlakuan menggunakan