• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gerakan Sosial Dalam Pemberhentian Penebangan Hutan (Studi Kasus tentang Gerakan Sosial Pemberhentian Penebangan Hutan Tele di Desa Hariara Pintu, Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gerakan Sosial Dalam Pemberhentian Penebangan Hutan (Studi Kasus tentang Gerakan Sosial Pemberhentian Penebangan Hutan Tele di Desa Hariara Pintu, Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir)"

Copied!
152
0
0

Teks penuh

(1)

Gerakan Sosial Dalam Pemberhentian Penebangan Hutan

(Studi Kasus tentang Gerakan Sosial Pemberhentian Penebangan Hutan Tele di Desa Hariara Pintu, Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir)

Skripsi

Diajukan Guna Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Sosial

Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial

Oleh

LIBERSON FRAIN SITANGGANG 100902028

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

ABSTRAK

Liberson Frain Sitanggang 100902028

Gerakan Sosial Dalam Pemberhentian Penebangan Hutan (Studi Kasus tentang Gerakan Sosial Pemberhentian Penebangan Hutan Tele di Desa

Hariara Pintu Kecamatan Harian Kabupaten Samosir)

(Skripsi ini berisi 6 bab, 137 halaman, 10 bagan, 11 tabel. 4 lampiran, serta 24 pustaka)

Penelitian mengenai Gerakan Sosial dalam Pemberhentian Penebangan Hutan (Studi Kasus tentang Gerakan Sosial Pemberhentian Penebangan Hutan Tele di Desa Hariara Pintu Kecamatan Harian Kabupaten Samosir) ini bertujuan untuk mengetahui peranan Forum PESONA dalam melakukan aksi gerakan sosial, mendeskripsikan proses gerakan sosial Forum PESONA, dan untuk mengetahui respon masyarakat lokal yakni masyarakat Desa Hariara Pintu atas gerakan sosial Forum PESONA tesebut.

Tipe penelitian adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan jenis pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Penelitian dengan studi kasus bertujuan untuk mendalami secara mendetail tentang kasus gerakan sosial dalam melakukan berbagai tindakannya sehingga bisa memberhentikan operasi perusahaan PT. Gorga Duma Sari (GDS). Penelitian ini dilakukan dengan observasi, wawancara dan studi kepustakan. Yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah tokoh- tokoh penggerak Forum PESONA dan masyarakat lokal desa Hariara Pintu.

Berdasarkan penelitian, Forum PESONA berperan sebagai sarana mobilisasi masyarakat, sarana sosialisasi nilai- nilai untuk kesadaran akan lingkungan hidup, dan sebagai sarana advokasi karena diduga terjadi pelanggaran hukum bagi pemerintah yang memberi izin dan pemilik perusahaan. Selain itu, proses gerakan sosial Forum PESONA mirip dengan analisis tindakan kolektif yang dikemukakan oleh Max Weber, dan terdapat respon masyarakat yang berbeda- beda, ada yang mendukung gerakan sosial Forum PESONA, ada yang mendukung kehadiran perusahaan, namun ada juga masyarakat yang tidak mau terlibat dalam kasus ini.

(3)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA

FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE SCIENCE DEPARTEMENT OF SOCIAL WELFARE

ABSTRACT Liberson Frain Sitanggang

100902028

Social Movement In Logging Termination (Case Studies on Social Movements Dismissal Tele Logging in Hariara Pintu Village Regency Harian

District of Samosir)

(This Thesis consist of 6 chapters, 139 pages, 10 charts, 11 tables, x appendix and 24 references)

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang memberikan akal budi, pikiran, nurani dan semua rahmatNya yang memberikan kesempatan bagi penulis untuk menyelesaikan karya ilmiah ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana dari Departemen Ilmu Kesejahtraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara, dengan Judul: “Gerakan Sosial Dalam Pemberhentian Penebangan Hutan (Studi Kasus tentang Gerakan Sosial Pemberhentian Penebangan Hutan Tele di Desa Hariara Pintu, Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir).

Skripsi ini penulis persembahkan untuk orangtua tercinta yang memiliki cita- cita besar untuk meningkatkan kualitas pendidikan anak- anaknya. Kepada orangtua saya Ayahanda Francis Sitanggang dan Ibunda tercinta Rintaulina Naibaho atas semua tanggungjawab, doa, dukungan, kasih sayang bagi kami anak- anaknya. Saya juga sangat menghargai dukungan dan doa abang adik yang saya banggakan. Abanda Roben Sitanggang, menjadi panutan penulis dalam melangkahkan roda kehidupan dan bagaimana meresponi kehidupan tersebut. Kepada adik- adik saya juga Cannida Sitanggang, Berliana Sitanggang, dan dua pasukan kecil Rivaldo Sitanggang dan Yansons Sitanggang. Terimakasih atas perhatian dan dukungan kalian orang- orang hebat.

(5)

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin,M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dan para pembantu dekan, dan seluruh staf pegawai dan administrasi.

2. Bapak Agus Suriadi,S. Sos, M.Si sebagai dosen pembimbing yang bersedia bertukar pikiran dan gagasan dan bimbingan bapak dalam proses menyelesaikan skripsi ini.

3. Ibu Hairani Siregar S. Sos, MSP sebagai ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP USU yang telah memberikan dukungan bagi penulis dalam melaksanakan proses perkuliahan

4. Bapak dan Ibu dosen Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP USU yang memberikan sajanah ilmu bagi penulis yang kelak penulis terapkan di dalam masyarakat

5. Kepada seluruh informan yang bersinggungan dengan kasus gerakan sosial di dalam skripsi ini yang bersedia meluangkan waktu dan berbagi gagasan dan dukungannya dalam proses penyelesaian skripsi ini.

6. Untuk Indra Christina Marpaung, S.I.Kom, atas doa dan motivasi yang kamu berikan akhirnya bisa menyelesaikan satu tahapan ini.

7. Buat teman- teman penulis satu perjuangan di stambuk 2010. Pertemuan dengan kalian membentuk pengalaman yang baru dan memberikan warna bagi kepribadian saya. Pertemuan dilain kesempatan mudah- mudahan kita sudah berada di kesuksesan kita masing- masing.

(6)

Elbiando, Bang Sunario, Bang Hardensi, Bang Fajar, Bang Septian, dan Bang Franky atas pemikiran- pemikirannya.

9. Kakak Abang di LSM Gugah Nurani Indonesia, LSM ELSAKA, Komunitas Young Man Christian Assocation (YMCA), Lutheran World Federation (LWF) , NHKBP Kemenangan dan UKM Studi Pedesaan yang menjadi tempat penulis memetik berbagai pengalaman.

10.Terkhusus untuk rekan- rekan seperjuangan di GMKI Komisariat FISIP USU. Ketua Gerson Situmorang, semangat ketua..! dan buat rekan seperjuangan yang lain Agus Siahaan, Feri Bogel, Josua Situmorang, Aldemar, Josua Klinton, Hotsri, Marjul, Susi..terimakasih buat dukungan kalian ya. Kita hebat!!. Juga kakanda dan abanda yg memberikan ruang belajar bersama- sama dengan kalian.

11.Untuk Josua Hutabarat, Umi Raisa, Debora Banjarnahor, terimakasih teman karib!!

12.Semua pihak yang membantu yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Kerendahan hati penulis untuk menerima kritikan dan saran dalam penulisan skripsi ini. Semoga kita bermurah hati membagikan khazanah ilmu untuk kebaikan bersama

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR BAGAN ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 10

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 11

1.3.1. Tujuan Penelitian ... 11

1.3.2. Manfaat Penelitian ... 11

1.4. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 13

2.1. Gerakan Sosial ... 13

2.2. Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Pembangunan ... 25

2.3. Hutan Sebagai Sumber Daya Alam ... 29

2.4. Kesejahteraan Sosial ... 44

2.5. Kemiskinan ... 49

2.6. Kerangka Pemikiran ... 53

2.7. Defenisi Konsep ... 56

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian ... 58

3.2. Lokasi Penelitian ... 60

3.3. Subjek Penelitian ... 60

(8)

3.5. Interpretasi Data ... 63

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ... 64

4.1. Profil Desa Hariara Pintu ... 64

4.2. Gambaran Umum Kasus Penebangan Hutan Tele (Illegal Logging atau Legalized Logging) ... 78

BAB V TEMUAN DAN INTERPRETASI DATA ... 86

5.1. Peranan Gerakan Sosial Forum PESONA (Peduli Samosir Nauli ... 86

5.2. Proses Gerakan Sosial ... 120

5.3. Respon Masyarakat Desa Hariara Pintu ... 125

BAB VI PENUTUP ... 132

6.1. Kesimpulan ... 132

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Karakteristik Utama Subjek Penelitian dari Kalangan Forum

PESONA. ... 62

Tabel 3.2 Karakteristik Utama Subjek Penelitian dari Masyarakat Lokal ... 62

Tabel 4.1 Luas Wilayah Desa Hariara Pintu per Dusun ... 64

Tabel 4.2 Sarana dan Prasarana Desa Hariara Pintu ... 65

Tabel 4.3 Jumlah Rumah Tangga, Jumlah Kepadatan Penduduk Menurut Dusun ... 66

Tabel 4.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelomok Umur Desa Hariara Pintu .... 67

Tabel 4.5 Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun Keatas Menurut Pendidikan Tertinggi yang ditamatkan dan jenis kelamin ... 68

Tabel 4.6 Data Penduduk Berdasarkan Agama yang Dianut ... 69

Tabel 4.7 Data Penduduk Desa Hariara Pintu Berdasarkan Pekerjaan ... 71

Tabel 4.8 Jenis dan Jumlah Ternak di Desa Hariara Pintu ... 72

(10)

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Analisis Tindakan Kolektif Marxian ... 22

Bagan 2.2 Analisis Tindakan Kolektif Durkheim ... 23

Bagan 2.3 Analisis Tindakan Kolektif Millian ... 23

Bagan 2.4 Analisis Tindakan Kolektif Weberian ... 24

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Peta Wilayah Desa Hariara Pintu Kecamatan Harian

Kabupaten Samosir ... 77

Gambar 5.1 Peta Hutan Tele dan hewan- hewan endemik yang

Bermigrasi ... 91

Gambar 5.2 Wawancara Penulis dengan Sekretaris Forum PESONA

Bapak Fernando S ... 95

Gambar 5.3 Dokumen AMDAL PT. Gorga Duma Sari... 99

Gambar 5.4 Wawancara Penulis dengan pimpinan Save Lake Toba ... 110

Gambar 5.5 Forum PESONA mengembalikan penghargaan lingkungan hidup

ke istana negara ... 112

Gambar 5.6 Kedatangan Komisi VII DPR RI untuk meninjau lokasi penebangan hutan Tele ... 117

Gambar 5.7 Gambar Aksi Forum PESONA di depan Kantor Bupati Samosir .... 121

Gambar 5.8 Wawancara Penulis dengan Togar Sitanggang (sebelah kanan

(12)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

ABSTRAK

Liberson Frain Sitanggang 100902028

Gerakan Sosial Dalam Pemberhentian Penebangan Hutan (Studi Kasus tentang Gerakan Sosial Pemberhentian Penebangan Hutan Tele di Desa

Hariara Pintu Kecamatan Harian Kabupaten Samosir)

(Skripsi ini berisi 6 bab, 137 halaman, 10 bagan, 11 tabel. 4 lampiran, serta 24 pustaka)

Penelitian mengenai Gerakan Sosial dalam Pemberhentian Penebangan Hutan (Studi Kasus tentang Gerakan Sosial Pemberhentian Penebangan Hutan Tele di Desa Hariara Pintu Kecamatan Harian Kabupaten Samosir) ini bertujuan untuk mengetahui peranan Forum PESONA dalam melakukan aksi gerakan sosial, mendeskripsikan proses gerakan sosial Forum PESONA, dan untuk mengetahui respon masyarakat lokal yakni masyarakat Desa Hariara Pintu atas gerakan sosial Forum PESONA tesebut.

Tipe penelitian adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan jenis pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Penelitian dengan studi kasus bertujuan untuk mendalami secara mendetail tentang kasus gerakan sosial dalam melakukan berbagai tindakannya sehingga bisa memberhentikan operasi perusahaan PT. Gorga Duma Sari (GDS). Penelitian ini dilakukan dengan observasi, wawancara dan studi kepustakan. Yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah tokoh- tokoh penggerak Forum PESONA dan masyarakat lokal desa Hariara Pintu.

Berdasarkan penelitian, Forum PESONA berperan sebagai sarana mobilisasi masyarakat, sarana sosialisasi nilai- nilai untuk kesadaran akan lingkungan hidup, dan sebagai sarana advokasi karena diduga terjadi pelanggaran hukum bagi pemerintah yang memberi izin dan pemilik perusahaan. Selain itu, proses gerakan sosial Forum PESONA mirip dengan analisis tindakan kolektif yang dikemukakan oleh Max Weber, dan terdapat respon masyarakat yang berbeda- beda, ada yang mendukung gerakan sosial Forum PESONA, ada yang mendukung kehadiran perusahaan, namun ada juga masyarakat yang tidak mau terlibat dalam kasus ini.

(13)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA

FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE SCIENCE DEPARTEMENT OF SOCIAL WELFARE

ABSTRACT Liberson Frain Sitanggang

100902028

Social Movement In Logging Termination (Case Studies on Social Movements Dismissal Tele Logging in Hariara Pintu Village Regency Harian

District of Samosir)

(This Thesis consist of 6 chapters, 139 pages, 10 charts, 11 tables, x appendix and 24 references)

(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang telah berpijak akan menjadi negara maju. Secara global, Dunia menyapakati pembangunan yang mmperhatikan ekonomi, sosial, dan lingkungan yang disepakati dalam prinsip Deklarasi Rio di Jeneiro Brasil pada tahun 1992. Di dalam Prinsip Pertama Deklarasi Rio ini bahwa semua negara harus menempatkan manusia sebagai pusat pembangunan. Manusia menjadi pusat perhatian dalam pembangunan berkelanjutan. Manusia berhak atas kehidupan yang sehat dan produktif, selaras dan harmoni dengan alam.

(15)

petani dalam bercocok tanam. Permasalahan tersebut tentu menghambat atau bahkan mengurangi tingkat kesejahteraan manusia itu sendiri.

Selain hal tersebut, bahwa masyarakat global diperhadapkan juga dengan tantangan sebagai berikut; a) Bumi akan dihuni oleh populasi manusia yang masih akan meningkat baik dalam jumlah maupun laju pertumbuhannya. Selanjutnya penduduk Bumi yang jumlahnya sekitar 6-7 milyar jiwa di awal abad-21 yang lalu akan menjadi sekitar 12-14 milyar jiwa di akhir abad 21. Selanjutnya b) Kesenjangan kondisi ekonomi antara negara maju dengan negara berkembang akan semakin jauh, c) Keperluan pangan bagi penduduk di negara sedang berkembang akan terus meningkat, namun peningkatan produksi pangan yang berarti justru berlangsung di negara maju

AN_LINGKUNGAN/PB.pdf, diakses pada pukul 10: 50 WIB tanggal 17 Juli 2014)

Oleh karena itu, lingkungan hidup merupakan aspek yang sangat penting untuk mendukung kesejahteraan manusia di masa sekarang demikian juga di masa yang akan datang. Perlu ditekankan bahwa lingkungan hidup berserta sumber daya alam yang ada di dalamnya merupakan alat pemuas kebutuhan manusia yang memiliki keterbatasan.

Di dalam konsep Pembangunan Berkelanjutan, ada 3 (tiga) dimensi yang harus diperhatikan yaitu aspek sosial, ekonomi dan lingkungan hidup. Di dalamnya terkandung dua gagasan penting, yaitu:

(16)

b) Gagasan keterbatasan, yakni keterbatasan kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan baik masa kini maupun masa yang akan datang,

Hal tersebutlah yang melatarbelakangi lahirnya kelompok- kelompok penggiat sosial dan lingkungan yang berkerja sama untuk melawan segala bentuk tindakan eksploitasi terhadap lingkungan dan segala bentuk penindasan bagi masyarakat miskin. Seringkali kita melihat banyaknya perusahaan – perusahaan multi nasional yang melakukan tindakan ekspansi besar- besaran yang dapat merugikan ekosistem alam dan merugikan masyarakat di sekitar lahan produksinya.

Upaya gerakan masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya bahwa pembangunan tidak serta merta hanya pada pengelolaan berbasis ekonomi. Melainkan harus memperhatikan perhatian pada kondisi lingkungan alam dan lingkungan sosial. Dimana pada dasarnya hal tersebut sangat berpengaruh erat dengan kondisi kesejahteraan manusia. Oleh sebab itu permasalahan tersebut sudah barang tentu tidak hanya bisa diselesaikan oleh pemerintah. Melainkan semua elemen di tengah- tengah masyarakat harus membuka mata untuk turun tangan memberikan tindakan dalam mencegah atau setidaknya memperlambat laju permasalahan lingkungan hidup tersebut.

Hutan sebagai salah satu aspek penyeimbang lingkungan hidup sekalian juga sumber daya alam yang sangat potensial yang memberi kontribusi besar bagi kehidupan mahluk hidup disekitarnya. Hutan mampu menjaga keseimbangan ekosistem. Seperti misalnya sirkulasi oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2),

(17)

Indonesia sebagai salah satu negara yang berlimpah ruah kekayaan alam termasuk hutan di dalamnya. Data dari World Wide Fund for Nature (WWF) bahwa Indonesia merupakan negara pemilik hutan terbesar ketiga setelah Brazil dan Kongo. Potensi hutan Indonesia mampu menyerap pendapatan negara sebesar 3 triliyun per tahun yang terakumulasi dalam Pendapatan Nasional Bukan Pajak (PNBP) (http://www.wwf.or.id. diakses pada tanggal 16 April 2014 pada pukul 15.00 WIB)

Potensi tanah dan kekayaan alam Indonesia yang besar selalu dijadikan andalan pembangunan. Pada masa pemerintahan orde baru, tanah dan kekayaan alam adalah modal dasar pembangunan nasional. Ketika rezim berganti, pembangunan ekonomi di tingkat nasional dan daerah juga tidak bisa melepaskan diri dari ketergantungan pada tanah dan kekayaan alam termasuk dalam hal ini hutan sebagai irisan didalamnya.

(18)

juta hektare atau setara dengan Rp 71,28 triliun

Demikian juga dengan keadaan hutan di Sumatera Utara, secara lebih khusus data tentang permasalahan kehutanan di Sumatera Utara diuraikan oleh Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara bahwa kawasan hutan Propinsi Sumatera Utara adalah seluas ± 3.848.358 Ha. Luas kawasan hutan ini mencakup 53,7% dari luas propinsi Sumatera Utara. Laju kerusakan hutan alam di provinsi ini sudah pada tingkat yang sangat memprihatinkan. Berdasarkan data Departemen Kehutanan pada tahun 2003, kerusakan hutan di Sumatera Utara sendiri mencapai 76.000 hektar per tahun dalam kurun waktu tahun 1985 – 1998. Sampai akhir November 2004 kerusakan hutan yang disebabkan penebangan liar (illegal logging) dan kebakaran hutan di Provinsi Sumatera Utara mencapai 694.295 hektar, data Hutan Lindung mencapai 207.575 hektar, Hutan Konservasi 32.500 hektar, Hutan Bakau 54. 220 hektar dan Hutan Produksi sekitar 400. 000 hektar 18 WIB)

(19)

besar ini disambut baik oleh Pemerintah Daerah dan masyarakat kala itu, akan tetapi akhirnya terjadi penolakan berupa gerakan sosial karena keberadaan perusahaan industri ini tidak membawa peningkatan kesejahteraan yang berarti bagi masyarakat sekitar, namun sebaliknya telah menimbulkan pencemaran, dan juga terjadinya penurunan permukaan air Danau Toba. Yang secara keseluruhan disepanjang pinggiran danau ini akan berdampak bagi penambakan ikan yang diusahakan oleh peternak ikan. Tentu akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat (Manurung, dkk. 42: 2000)

Gerakan sosial yang terjadi pada saat itu adalah gerakan sosial masyarakat Tapanuli Utara dan Toba Samosir (pada saat itu, belum terjadi pemekaran kabupaten yang saat ini terbagi menjadi 2 kabupaten lagi, yakni kabupaten Samosir dan Kabupaten Humbang Hasundutan). Kejadian penolakan kehadiran PT. Inti Indorayon Utama ini tercatat dalam sejarah masyarakat Batak yang termasuk lembaga keagamaan pada saat itu yakni terjadi perpecahan dalam gereja HKBP yang mengalami konflik akibat terjadinya penolakan kehadiran perusahaan asing yang eksploitatif tersebut.

Berdasarkan data luas hutan Kabupaten Samosir yang ada hingga tahun 2005, kawasan gundul/kritis yakni seluas 12.939,75 hektar dan kawasan Inlijving ( Inlijving adalah penyerahan tanah masyarakat kepada pemerintah Republik Indonesia untuk dijadikan kawasan hutan negara) seluas 9.320 hektar. Lahan kritis yang terluas terdapat di kecamatan Harian dan Si Tio-Tio masing-masing 10.357 hektar dan 3.165 hektar

(20)

Kehidupan masyarakat di Kabupaten Samosir sangat erat hubungannya dengan keberadaan hutan. Masyarakat di Kabupaten Samosir mayoritas menggantungkan kehidupan dari sektor pertanian tentu sangat bergantung juga pada keberadaan dan kelestarian hutan yakni untuk menjaga siklus pengairan lahan pertanian. Selain itu, keberadaan hutan di kawasan Samosir juga sangat erat hubungannya terhadap kelestarian Danau Toba. Danau Toba merupakan sumber kehidupan untuk mahluk hidup disekitar. Selain itu, kelestarian Danau Toba harus dijaga karena juga sangat erat pengaruhnya atas keberlangsungan pembangkit listrik di PLTA Sigura- gura. Artinya, keberadaan hutan di Samosir dan disekitar Danau Toba harus dijaga eksistensinya demi menjaga kestabilan kehidupan disekitar.

Penggundulan hutan ini mengakibatkan berbagai kerugian yang dialami oleh masyarakat disekitar kabupaten Samosir. Sebagai contohnya adalah kejadian tanah longsor di Desa Bonan Dolok Kecamatan Sianjur Mula- Mula pada tanggal 12 Desember 2012 yang mengakibatkan rusaknya saluran irigasi dan rusaknya lahan persawahan milik warga. Selain itu, kejadian banjir bandang yang terjadi di desa Habeahan Kecamatan Sianjur Mula- Mula yang mengakibatkan jebolnya tanggul penahan air dan jembatan penghubung menuju lahan pertanian warga pukul 13: 14 WIB pada tanggal 2 Mei 2014)

(21)

yang pemiliknya adalah salah satu anggota DPRD Kabupaten Samosir yag bernama Jonni Sihotang yang menjabat sebagai wakil ketua pada masa periode 2009- 2014.

Berbagai media massa telah meliput kasus ini dan menjadi perhatian nasional sampai kepada Kementerian Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup, bahkan DPR RI Komisi VII juga menyorot kasus ini. Hal yang menjadikan kasus ini semakin terangkat disebabkan oleh adanya upaya masyarakat untuk menentang kehadiran PT. Gorga Duma Sari dalam melakukan kegiatan untuk menebang pohon yang ada di Hutan Tele. Upaya penolakan kehadiran PT. Gorga Duma Sari ini adalah upaya dari masyarakat yang membentuk sebuah kekuatan massa yang menyarankan pemerintah pada saat itu untuk menerbitkan kebijakan yang pro terhadap aspirasi mereka. Kehadiran masyarakat dalam hal ini disebut sebagai sebuah gerakan sosial, yaitu perilaku yang memiliki kekuatan untuk melakukan perlawanan yang memiliki tujuan bersama.

Menurut pemberitaan Kompas pada Minggu, 2 Juni 2013 bahwa PT. Gorga Duma Sari (GDS) tidak mengindahkan desakan penghentian penebangan hutan Tele tersebut. Meski surat pemberhentian sementara operasional di lokasi hutan sudah dilayangkan Pemerintah Kabupaten Samosir pascaaksi 2 kali demonstrasi yakni pada tanggal 8 April 2013 dan 10 Juni 2014. Akan tetapi pemilik PT Gorga Duma Sari masih terus melakukan penebangan hutan hingga sampai resmi ditutup pada bulan Maret 2014 atas surat izin penutupan dari Kementarian Lingkungan Hidup RI (lihat lampiran 1.I).

(22)

demonstrasi. Gerakan yang digalakkan oleh elemen masyarakat dan oleh beberapa LSM dan organisasi keagamaan yang menamakan diri dengan nama Forum PESONA (Forum Peduli Samosir Nauli). Forum PESONA merupakan gabungan dari berbagai elemen sebagai berikut; STKS (Serikat Tani Kabupaten Samosir) PSE Caritas Keuskupan Medan, JPIC Kapusin Medan, HKBP Distrik VII Samosir, Yayasan Raja Lintong Situmorang, para perantau Samosir, Kelompok Swadaya Prakarsa dan Pengembangan Masyarakat (KSPPM), Komunitas Samosir Greeen, Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) Wilayah Samosir, LSM Perintis, SLTF (Save Lake Toba Foundation), yang tergabung dalam Forum PESONA (Peduli Samosir Nauli). Gerakan yang diperjuangkan oleh Forum PESONA ini menjadikan Kementerian Lingkungan Hidup, Komisi VII DPR RI untuk turun ke lokasi penebangan hutan Tele untuk melakukan penyegelan untuk pemberhentian sementara operasi PT. Gorga Duma Sari

(23)

sisi lain, sebahagian masyarakat di Desa Hariara Pintu ini mendukung keberadaan perusahaan ini. Disisi lain ada juga masyarakat yang tidak mau tahu tentang kasus ini. Penulis menarik melihat kasus ini untuk melihat gambaran yang terjadi mengapa terjadi respon yang berbeda ditengah- tengah masyarakat lokal atas keberadaan perusahaan ini.

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dipaparkan, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan judul Gerakan Sosial Dalam Pemberhentian Penebangan Hutan (Studi Kasus tentang Gerakan Sosial Pemberhentian Penebangan Hutan Tele di Desa Hariara Pintu, Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir)

1.2. Perumusan Masalah

Untuk mempermudah penelitian ini dan agar memiliki arah yang jelas dalam menginterpretasikan data dan fakta yang ada ke dalam penulisan, maka terlebih dahulu dirumuskan permasalahan yang akan diteliti. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah

a. Bagaimana peranan Gerakan Sosial Forum PESONA dalam pemberhentian penebangan hutan Tele?

b. Bagaimana proses gerakan sosial Forum Pesona hingga sampai berhentinya operasi perusahaan PT. Gorga Duma Sari?

(24)

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui peranan gerakan sosial Forum Pesona pemberhentian penebangan hutan Tele.

2. Untuk mengetahui proses gerakan sosial yang diorganisir oleh Forum PESONA dalam pemberhentian penebangan hutan PT. Gorga Duma Sari

3. Untuk mengetahui respon masyarakat Desa Hariara Pintu sebagai masyarakat lokal terhadap gerakan sosial yang digerakkan Forum PESONA.

1.3.2. Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis, penelitian ini dapat menambah refrensi ilmu pengetahuan dan karya ilmiah di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial dalam studi Gerakan Sosial (Social Movement ) dan Lingkungan Hidup.

2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan mampu memperluas dan memperkaya penelitian kualitatif di bidang ilmu kesejahteraan sosial.

1.4. Sistematika Penulisan

(25)

Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan uraian dan konsep yang berkaitan dengan masalah dan objek yang diteliti, kerangka pemikiran,

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, fokus penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data, serta teknik analisis data

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan deskripsi umum objek penelitian, BAB V : TEMUAN DAN INTERPRETASI DATA

Bab ini berisikan hasil temuan dan analisis data BAB VI : PENUTUP

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Gerakan Sosial

2.1.1. Pengertian Gerakan Sosial

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, gerakan sosial adalah tindakan atau agitasi terencana yang dilakukan sekelompok masyarakat yang disertai program terencana dan ditujukan pada suatu perubahan atau sebagai gerakan perlawanan untuk melestarikan pola-pola dan lembaga masyarakat yang ada.

Di dalam sosiologi, gerakan sosial erat kaitannya dengan perilaku kolektif. Sebab gerakan sosial dilakukan oleh kelompok orang dengan kesadaran kolektif melakukan kerumunan. Dari beberapa defenisi di dalam buku Kamanto Soekanto (lihat Horton Hunt, 1984, Kornblum, 1988; Light, Keller dan Calhoun, 1989) dapat kita simpulkan bahwa perilaku kolektif merupakan perilaku yang (1) dilakukan bersama dengan sejumlah orang, (2) tidak bersifat rutin, (3) merupakan tanggapan dari ransangan tertentu. Lebih lanjut, Jary dan Jary (1995: 614- 615) mendefenisikan gerakan sosial sebagai “any broad social alliance of people who are associated in seeking to effect or to block an aspect of social change within a

society’’ – suatu aliansi sosial sejumlah besar orang yang berserikat untuk

(27)

Gerakan sosial lahir dari situasi dalam masyarakat karena adanya ketidakadilan dan sikap sewenang-wenang terhadap masyarakat. Dengan kata lain, gerakan sosial lahir dari reaksi terhadap sesuatu yang tidak diinginkan rakyat atau menginginkan perubahan kebijakan karena dinilai tidak adil. Gerakan sosial merupakan gerakan yang lahir dari prakarsa masyarakat dalam menuntut perubahan dalam institusi, kebijakan atau struktur pemerintahan. Disini terlihat tuntutan perubahan itu lahir karena melihat kebijakan yang ada tidak sesuai dengan konteks masyarakat yang ada maupun bertentangan dengan kepentingan masyarakat scara umum. Nelson A. Pichardo dalam Wahyudi mengatakan bahwa paradigma gerakan sosial merupakan cerminan dari karakter kelas, karena ia dapat menunjukkan segala apa yang kelas inginkan. Menurut Keun, mobilisasi terhadap partisipan itu dapat dilakukan melalui mobilisasi personal maupun mobilisasi kognitif. Dalam hal ini, gerakan sosial yang diinisiasi oleh jaringan organisasi merupakan gerakan sosial yang memiliki tujuan yang sama untuk melakukan perlawanan terhadap penguasa dan perusahaan (Wahyudi, 2005: 8)

(28)

Pendapat lain juga disampaikan oleh Turner and Kilian; a social movement as ; collectivity acting with somecontinuity to promote or resist a change in the

society or group of with indefinite and shifting membership and with leadership

whose position is determined more by the informal response of the members than

by formal procedures for legitimizing authority (gerakan sosial adalah tindakan

secara bersama dengan berkelanjutan untuk mensosialisasikan atau menolak perubahan dalam masyarakat atau kelompok dengan keanggotaan terbatas dan pergeseran dan dengan kepemimpinan yang posisinya lebih banyak ditentukan oleh respon informal para anggota dibandingkan dengan prosedur formal untuk mengesahkan kewenangan (Handayani, dkk, 2013: 3)

Menurut John Lofland, ada 17 variabel faktor yang dapat berpengaruh terhadap gerakan sosial, yaitu :

a. Perubahan dan ketimpangan sosial b. Kesempatan politik

c. Campur tangan negara terhadap kehidupan warga d. Kemakmuran (yang menimbulkan deprivasi ekonomi) e. Konsentrasi geografis

f. Identitas kolektif

g. Solidaritas antar kelompok h. Krisis kekuasaan

i. Melemahnya kontrol kelompok yang dominan j. Pemfokusan krisis

(29)

m. Jaringan komunikasi

n. Integrasi jaringan di antara para pembentuk potensial

o. Adanya situasi yang memudahkan para pembentuk potensial p. Kemampuan mempersatukan

Perlu diperhatikan juga ada beberapa faktor pengaruh terhadap jalannya gerakan sosial, gagasan ini dapat digambarkan pada tabel berikut.

Tabel 2.1

Faktor pengaruh terhadap jalannya gerakan sosial Aspek mikro

(Internal diri aktor)

Aspek makro (Eksternal diri aktor)

Ideologi diri Kondusivitas structural

Nilai-nilai diri Ketegangan struktural

Perspektif memandang suatu fenomena

Penyelenggaraan pemerintah

Sumber daya diri Strategi pembangunan

(30)

berlangsung

Sumber : (Wahyudi, 2005 : 198)

Maka dari itu, gerakan sosial dapat dikategorikan sebagai sebuah manifestasi kepentingan orang-orang yang tidak mendapatkan jaminan dari adanya kekuasaan secara struktural negara. Sehingga mengambil jalan untuk mewujudkan tuntutan dengan berbagai macam metode perlawanan yang disajikan, mulai dari yang bersifat taat asas hukum sampai kepada sebuah usaha yang radikal progresif dalam payung hukum yang abnormal dalam implementasinya. Walaupun nantinya konsekuensinya yang terjadi harus melibatkan semua potensi material yang dimiliki oleh para pelaku gerakan sosial itu sendiri. Baik harta, tenaga maupun nyawa sekalipun untuk mewujudkan harapan keadilan bagi semua orang.

Harper dalam Wahyudi menyebutkan tentang adanya tiga macam konsekuensi gerakan sehingga mengarah pada terjadinya suatu perubahan, yakni: 1) terjadinya dramatisasi isu sosial dan terciptanya masalah- masalah sosial; 2) dilakukannya perubahan- perubahan tertentu dalam kebijakan sosial; dan 3) ekspansi akses struktural pada sumber- sumber tertentu seperti pendidikan, ketenagakerjaan, dan pemeliharaan lingkungan (Wahyudi, 2005: 198)

2.1.2. Teori Perilaku Kolektif (Theory of Collective Behavioral)

(31)

gerakan sosial baru. Tradisi klasik menstudi jenis perilaku kolektif seperti kerumunan, kerusuhan, dan kelompok pemberontak dari pendekatan psikologi sosial. Tradisi ini ada dalam periode sebelum tahun 1950-an. Tradisi teoritik neo- klasik berkaitan dengan studi terhadap gerakan sosial ‘tua’. Kebanyakan tulisan- tulisannya dipublikasikan setelah tahun 1950-an, dan ini merupakan kontribusi dari ilmuan Barat dan India. Tradisi ini mengikuti kerangka pemikiran fungsionalis (Parsonian), dan dialektik Marxis. Klasifikasi ketiga adalah gerakan sosial kontemporer atau ‘baru’, yang mana muncul di Eropa dan Amerika pada sekitar tahun 1960 dan 1970. Gerakan sosial tipe ini mengusung humanitas, budaya, dan hal- hal yang non- materialistik. Tujuan gerakannya universalistik, yakni untuk mempertahankan esensi manusia dan mempertahankan esensi manusia dan memproteksi kondisinya untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Kali ini gerakan sosial yang dilakukan oleh elemen masyarakat dalam usaha pemberhentian operasi penebangan hutan PT. Gorga Duma Sari adalah gerakan yang mengusung humanitas dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup untuk menjaga keseimbangan ekosistem.

(32)

Selanjutnya, menurut Smelser dalam Wahyudi, bahwa manusia memasuki episode perilaku kolektif karena ada sesuatu yang salah dalam lingkungan sosialnya. Smelser mengembangkan skema nilai tambah (value added) untuk menganalisis penentu perilaku kolektif. Penentu- penentu penting perilaku kolektif tersebut meliputi;

a. Kondusifitas struktural, yakni setting dimana perilaku kolektif dapat berlangsung,

b. Ketegangan struktural, yakni memburuknya hubungan diantara komponen tindakan dan sebagai konsekuensinya terjadi kemunduran fungsi dari komponen- komponen tindakan, atau terjadi ‘ketiadaan kehendak’ dalam mengikuti pola- pola tindakan yang sudah diatur secara institusional,

c. Tumbuh dan menyebarnya kepercayaan umum, yakni sesuatu yang mengidentifikasikan sumber ketegangan, kemudian menghubungkan karakter- karakter tertentu sumber itu, dan akhirnya menentukan respon tertentu atas ketegangan yang ada,

d. Faktor-faktor yang mempercepat, atau peristiwa yang menjadi pemicu, e. Mobilisasi partisipan untuk bertindak, faktor ini merupakan faktor awal

mulainya perilaku kolektif aktual, dan

f. Dilakukannya atau dilaksanakannya kontrol sosial.

(33)

aktif dapat berfungsi sebagai sumber gerakan yang besar. Di samping itu, anggota gerakan menurut Kronus juga dapat diambil dari suatu kelompok gerakan dari komitmen yang sama (Wahyudi, 2005: 16)

Pada beberapa kajian, banyak ahli yang mempelajari gerakan sosial ini berangkat dari fenomena gerakan petani untuk melawan hegemoni negara. Meluasnya peran negara dalam proses transformasi pedesaan mengakibatkan, pertama, perubahan hubungan antara petani lapisan kaya dan lapisan miskin; yang

kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Perubahan demikian melahirkan berbagai bentuk perlawanan kaum lemah menghadapi hegemoni kaum kaya maupun negara. Kedua, munculnya realitas kaum miskin untuk membentuk kesadaran melakukan perlawanan dalam berbagai bentuk yang merupakan pembelotan kultural. Ketiga, defenisi ini mengakui apa yang dinamakan perlawanan simbolis atau ideologis (misalnya gosip, fitnah, penolakan terhadap kategori - kategori yang dipaksakan, penarikan kembali sikap hormat) sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari perlawanan berdasarkan kelas ( Mustain, 2007: 25)

Adapun pendapat Zanden dan Haberle, memberikan kriteria gerakan sosial sebagai berikut:

a) Bertujuan membawa perubahan fundamental terhadap tatanan sosial. Khususnya dalam institusi dasar properti dan hubungan ketenagakerjaan.

(34)

c) Gerakan sosial selalu terintegrasi dengan serangkaian ide atau suatu ideologi

d) Gerakan sosial berisi anggota- anggota kelompok yang secara formal diorganisasikan, tetapi gerakan sosialnya itu sendiri adalah bukan kelompok yang terorganisir

e) Memiliki aturan yang cukup kuat untuk meneruskan eksistensinya, meski mereka harus mengubah komposisi keanggotaanya,

f) Gerakan sosial bukan suatu produk, tetapi memiliki durasi ( Wahyudi, 2005: 23)

2.1.3. Teori Aksi Kolektif

Secara sederhana dapat dikatakan, bahwa aksi atau tindakan kolektif itu diawali dari sekelompok orang yang berkumpul, kemudian mereka melakukan tindakan aksi atau tindakan bersama- sama. Tempat berkumpul yang dimaksud dapat berupa: kelompok, asosiasi, organisasi, institusi, jaringan, dan semacamnya yang telah disepakati bersama.

Setiap tindakan manusia pasti disertai dengan penyebab yang menjadi penentu. Faktor- faktor penentu tersebut dapat berasal dari aspek psikologis, sosiologis, politis, kultural, maupun aspek lain yang merupakan kombinasi dari penentu- penentu itu.

(35)

adalah pendapat Max Weber dalam tulisannya beliau memuat tentang analisis mirip dengan gerakan penolakan penebangan hutan Tele yang dimaksudukan tindakan bersama untuk mengejar tujuan bersama.

Terdapat banyak studi terdahulu yang menganalisis tentang bagaimana proses tindakan kolektif itu terjadi. Dalam hal ini setidaknya dapat dikemukakan tentang model analisis yang diberikan oleh Marxian, Durkheimian, Millian, Weberian, dan Tilly. Dalam analisis Marxian, umumnya menempatkan permasalahan tindakan kolektif pada solidaritas yang berada dalam kelompok dan konflik kepentingan diantara kelompok. Sebagaimana kelihatan dalam diagram berikut ini, bahwa mereka menganggap solidaritas dan konflik kepentingan itu saling menguatkan, dimana kedua persoalan ini dipengaruhi oleh kondisi Organisasi Produksi (the organization of production)

Bagan 2.1

Analisis Tindakan Koletif Marxian

Sementara itu, Durkheimian menganggap bahwa tindakan itu merupakan respon langsung terhadap integrasi dan disintegrasi yang terjadi di dalam masyarakat. Mereka ini membedakan tindakan kolektif yang bersifat rutin dan yang tidak rutin. Bentuk yang tidak rutin muncul dari adanya ketidak- senangan (discontent) dan pengejaran interes individu yang dihasilkan oleh adanya disintegrasi pembagian kerja. Sementara itu bentuk yang rutin, sebagaimana tergambar dalam diagram dibawah, menegaskan bahwa tindakan kolektif

Organisasi Produksi Solidaritas

(36)

dipengaruhi oleh solidaritas, yang dalam gilirannya akan memperkuat kembali solidaritas yang ada.

Bagan 2.2

Analisis Tindakan Kolektif Durkheim

Analisis Millian meletakkan persoalan tindakan kolektif sebagai kalkulasi yang dibuat oleh individu dalam mengejar interestnya. Menurut kalangan Millian berbagai macam “petunjuk keputusan” telah mengarahkan interest individu ke dalam tindakan individu, kemudian agregat dari tindakan individu tersebut akan menjadi tindakan kolektif.

Bagan 2.3

Aksi Tindakan Kolektif Millian

Sementara itu, Weberian menganggp tindakan kolektif sebagai hasil pertumbuhan atau perkembangan komitmen ke dalam suatu kepercayaan tertentu. Weberian juga membagi tindakan kolektif ke dalam dua bentuk, yang bersifat tidak rutin dan rutin. Dalam bentuk yang tidak rutin, andil kepercayaan dari kelompok memiliki dampak yang kuat dan langsung terhadap tindakan kolektif kelompok. Sedangkan dalam bentuk rutin, ada dua hal yang terjadi, yakni organisasi berperan untuk memperantarai antara kepercayaan dan tindakan, serta

Non Routine

Pembagian Kerja

Ketidak-senangan Interes Individu

Tindakan Kolektif yang menyimpang

Routine

Solidaritas

Tindakan kolektif

Decision Rules

(37)

bahwa interesi kelompok memainkan peran yang besar dan langsung dalam tindakan kolektif.

Bagan 2. 4

Analisis Tindakan Kolektif Weberian

Kemudian Charles Tilly yang mengembangkan model mobilisasi dalam tindakan kolektif mengatakan bahwa penentu utama dari mobilisasi kelompok itu meliputi; organisasi, interes, peluang atau ancaman, dan kemampuan kelompok dalam menyikapi represi atau fasilitasi. Dalam diagram berikut ini, tergambarkan bahwa kemampuan kelompok atas tindakan represi merupakan fungsi pokok atas berbagai interes yang muncul. Tindakan kolektif yang dilakukan oleh pesaing (contender) adalah merupakan hasil dari aspek- aspek kekuasaan, mobilisasi,

peluang, dan ancaman yang saling berhadap- hadapan dengan interes yang ada. Bagan 2. 5

Model Mobilisasi Charles Tilly

(Wahyudi, 2005: 200- 205)

Non Routine

Interes Tindakan Kolektif

Kepercayaan Organisasi

Routine

Interes Tindakan Kolektif

Kepercayaan Organisasi

Organisasi Interest

Mobilisasi Represi/ Fasilitasi

Peluang/ Ancaman

(38)

2.2. Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Pembangunan 2.2.1. Lingkungan Hidup

Manusia hidup di Bumi tidak sendirian, melainkan bersama dengan mahluk lain, yaitu tumbuhan, hewan dan jasad renik. Mahluk hidup yang lain itu bukanlah sekedar kawan hidup bersama secara netral dan pasif terhadap manusia, melainkan hidup manusia itu terkait erat dengan mereka, demikian juga sebaliknya. Menurut Karden E S Manik, Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan peri kehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup yang lainnya (Manik, 2009: 31)

(39)

Dalam buku Karden E S Manik, ditemukan asas ekologi atau lingkungan. Tentunya pengetahuan tentang asas ini diperlukan karena berkaitan dengan peristiwa- peristiwa yang terjadi secara ilmiah, yakni sebagai berikut;

1. Energi yang terdapat dalam suatu organisme, populasi, komunitas atau ekosistem dianggap sebagai energi yang disimpan atau dilepaskan.

Asas ini sama dengan Hukum Termodinamika I dalam Fisika, yang menyatakan bahwa energi dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain, tetapi tidak dapat hilang, dimusnahkan, atau diciptakan

2. Tidak ada sistem pemanfaatan energi yang efesien. Dalam Hukum Termodinamika II yang menyatakan bahwa energi yang ada itu tidak seluruhnya dapat digunakan untuk melakukan kerja. Atau setiap perubahan bentuk energi akan terjadi degradasi energi dari bentuk energi terpusat menjadi bentuk yang terpencar. Dalam ekologi, asas ini ditunjukkan oleh piramida makanan (tropik) dan piramida energi. Sebagai contoh dalam proses fotosintesis, hanya sebahagian kecil energi tata surya yang diubah menjadi glukosa (pangan) dan sebahagian besar berubah menjadi energi panas.

3. Materi, energi, waktu, dan keanekaragaman, semuanya termasuk kelompok sumber daya alam. Asas ini menunjukkan bahwa semua yang tersedia secara alamiah (bukan buatan manusia) merupakan sumber daya alam yang dapat dimanipulasi manusia untuk meningkatkan kesejahteraanya. Untuk itu, pemanfaatan sumber daya alam harus dilakukan secara bijaksana sehingga keseimbangan ekosistem tetap terjaga dengan baik

(40)

mengikuti ‘ hukum pertumbuhan’. Sebagai contoh adalah pada tanaman. Dengan kondisi sumber daya yang ada (materi, energi, ruang, dan sebagainya) perkembangan dan produksi tanaman akan berlangsung datar sampai tercapai titik pembatas minimum. Akan tetapi penambahan energi (misalnya pupuk) akan meningkatkan pertumbuhan dan produksi sampai suatu titik yang meningkatkan produksi sampai batas maksimum.

5. Mahluk hidup yang lebih cepat beradaptasi dengan lingkungannya akan mampu bersaing. Asas ini memperlihatkan kemampuan mahluk hidup untuk hidup menyesuaikan diri dengan lingkungannya, berpeluang lebih besar untuk melangsungkan hidupnya karena habitatnya juga makin beragam.

6. Makin stabil suatu ekosistem, makin mantap keanekaragaman suatu komunitas. Keanekaragaman (diversitas) jenis dalam suatu ekosistem ditunjukkan oleh keseimbangan lingkungan. Apabila keseimbangan lingkungan terganggu dan sebagian jenis (spesies) yang ada tidak mampu beradaptasi dengan pengaruh gangguan tersebut, maka jumlah spesies dapat berkurang secara drastis.

7. Sistem yang sudah mantap akan mengeksploitasi sistem yang belum mantap, sebagai contoh, eksploitasi penduduk kota terhadap penduduk desa dari segi pendidikan, pengetahuan umum, penguasaan informasi. Hal ini dikarenakan sistem penduduk dikota jauh lebih baik daripada sistem yang ada di desa. 8. Organisme atau populasi dalam suatu komunitas yang tertekan oleh

lingkungannya, akan berupaya tidak punah (tetap survive).

(41)

umumnya lebih kritis, ulet, dan dinamis dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dibanding dengan kelompok masyarakat yang hidup di daerah yang subur. Demikian juga kelompok atau individu yang merasa tertekan. Misalnya ada kelompok masyarakat yang melakukan ibadah agamanya merasa tertekan oleh kelompok lain akan tetap melakukannya meskipun akan berjuang. Demikian juga contohnya, apabila ada perusahaan yang menebangi hutan sebagai sumber mata air di sebuah komunitas penduduk, mereka akan melakukan upaya perlawanan (Manik, 2009: 9 – 13)

2.2.1.1. Permasalahan Lingkungan Hidup

Permasalahan lingkungan hidup mendapat perhatian besar di hampir semua negara. Ini terutama terjadi dalam dasawarsa 1970-an setelah diadakannya Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup di Stokholm dalam tahun 1972. Dalam konferensi tersebut, banyak disetujui resolusi tentang lingkungan hidup yang digunakan sebagai tindak lanjut. Sehingga menjadi landasan didirikannya lembaga PBB yang ditugasi mengurusi permasalahan lingkungan, yaitu United Nations Enviromental Programme (UNEP).

(42)

sedangkan pihak penyebab dampak diuntungkan secara ekonomi. Pada umumnya masalah lingkungan hidup disebabkan oleh peristiwa alam, pertumbuhan penduduk yang pesat, pemanfaatan sumber daya alam yang berlebihan, industrialisasi dan transportasi (Manik. 2009: 64)

2.3. Hutan sebagai Sumber daya Alam

2.3.1. Pengertian, Manfaat dan Formasi Hutan

Hutan dan Lingkungan Hidup sebuah keterkaitan yang sangat erat. Terciptanya ekosistem yang baik karena adanya penyeimbang. Hutan dapat diandalkan untuk menjaga kestabilan siklus air, siklus udara dan penghasil bahan baku kebutuhan sandang dan papan. Pengertian hutan secara sederhana menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tanah yang luas yang ditumbuhi pohon- pohon. Sedangkan yang dikemukakan oleh Odum (1971), hutan juga tidak hanya terdiri dari komunitas tumbuhan atau hewan semata, akan tetapi meliputi juga keseluruhan interaksinya dengan faktor tempat tumbuh dan lingkungan (Widyaastity, 2002: 2).

Dalam perkembangan kehidupan peradaban manusia, hutan semakin banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pemanfaatan hutan dilakukan dengan cara dan intensitas yang sangat bervariasi, mulai dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi klimaks hutan sampai pada tindakan- tindakan yang menimbulkan komposisi hutan yang mencolok.

(43)

bahwa “ bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar- besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Akan tetapi dalam praktiknya, negara tidak serta merta mempergunakan potensi hutan untuk kepentingan rakyat, namun sebaliknya mengabaikan kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan karena ulah penguasa dan perusahaan yang eksploitatif.

Sedangkan menurut Undang- Undang Nomor 41 Tahun 1999 bahwa hutan adalah kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Lebih lanjut Food and Agriculture Organization menyatakan bahwa pengertian hutan adalah kira-kira demikian: Lahan yang luasnya lebih dari 0,5 hektar dengan pepohonan yang tingginya lebih dari 5 meter dan tutupan tajuk lebih dari 10 persen, atau pohon dapat mencapai ambang batas ini di lapangan. Tidak termasuk lahan yang sebagian besar digunakan untuk pertanian atau permukiman

Di Indonesia, hutan merupakan vegetasi alami utama dan salah satu sumber daya alam yang sangat penting. Hutan Topis Indonesia merupakan yang terluas yang ketiga setelah Brazil dan Zairo, dengan luas kurang lebih 142,3 juta ha atau 74% dari luas daratan. Menurut fungsinya, hutan Indonesia dibagi 4 (empat) yaitu;

(44)

(2) Hutan Suaka Alam adalah kawasan hutan yang karena sifatnya yang khas dan khusus diperuntukkan untuk perlindungan dan pelestarian sumber daya plasma nulfah dan penyangga kehidupan.

(3) Hutan wisata adalah kawasan hutan yang diperuntukkan secara khusus untuk di bina dan dipelihara guna kepentingan wisata, pengembangan ilmu pengetahuan, dan pendidikan. Luas Hutan Suaka Alam dan Hutan Wisata Indonesia berkisar 19 juta ha (13,3 %)

(4) Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang diperuntukkan guna memproduksi hasil hutan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, industri, dan ekspor.

Selain pembagian hutan menurut fungsinya seperti diatas, hutan juga dikelompokkan berdasarkan formasinya, yaitu;

(1) Hutan hujan (rain forest). Penyebarannya sangat luas, jenis vegetasinya beraneka ragam, dan tumbuh di daerah basah (terdapat di daeraj Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Sumatera, dan Papua)

(2) Hutan musim (monsoon forest). Penyebarannya terbatas dan tumbuh di daerah beriklim musim, hutan ini terdapat di Nusa Tenggara dan Sulawesi

(3) Hutan Karangas (health forest). Tumbuh di pasir kwarsa, miskin unsur hara, jenis tanah podsol. Ditemukan di Kalimantan Tengah, Bangka, Belitung, dan Singkep.

(45)

(5) Hutan Pantai (coastal forest). Tumbuh di tanah kering berpasir di sekitar pantai, tetapi diatas pasang tertinggi air laut, dengan jenis tanah regosol (pasir), terdapat di Sumatera, Jawa, Bali, dan Sulawesi

(6) Hutan Mangrove atau Payauterdapat di daerah pantai dan tepian sungai berlumpur atau sedikit berpasir, dipengaruhi pasang surut air laut. Terdapat banyak di Sumatera, Jawa, Irian Jaya, Sulawesi, dan Kalimantan

(7) Hutan Rawa (swamp forest). Tumbuh di sekitar muara sungai dan sering tergenang dengan air tawar yang berasal dari sungai (kayu unsur hara) yang banyak terdapat di Sumatera, Kalimantan, dan Irian Jaya

(8) Hutan rawa gambut (peat swamp forest). Hampir sama dengan hutan rawa, tetapi tumbuh di tanah gambut yang tersebar di Sumatera dan Kalimantan (Manik, 2009: 74 - 76)

Dalam buku Salim ( 2008: 46), dijelaskan bahwa hutan mempunyai peranan yang sangat penting dalam menunjang pembangunan bangsa dan negara. Hal ini disebabkan hutan dapat memberikan manfaat yang sebesar- besarnya bagi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

Terdapat dua manfaat yang diterima dari keberadaan hutan ini, yakni; a. Manfaat Langsung

(46)

kayu yang merupakan hasil utama hutan, serta berbagai hasil- hasil yang lain seperti rotan, getah, buah- buahan, madu, dan lain- lain.

b. Manfaat Tidak Langsung

Manfaat tidak langsung, adalah manfaat yang tidak langsung dinikmati oleh masyarakat akan tetapi yang dapat dirasakan adalah keberadaan hutan itu sendiri, berikut uraiannya; dapat mengatur uraian tata air, dapat mencegah erosi, penyaringan udara menjadi bersih, dapat memberikan keindahan, dapat memberikan manfaat pada sektor pariwisata, dapat memberikan manfaat dalam bidang pertanahan dan keamanan, dapat menampung tenaga kerja (setiap perusahaan yang mengembangkan usahanya dibidang kehutanan pasti memerlukan tenaga kerja dalam jumlah yang cukup besar sehingga dapat menurunkan angka penangangguran, dapat menambah devisa negara (Salim, 2008: 46)

2.3.2. Penyebab Kerusakan Hutan

Di Indonesia kerusakan hutan terutama disebabkan:

(1) Sistem perladangan berpindah. Sistem ini dilakukan oleh penduduk yang tinggal di kawasan atau di pinggiran hutan. Akan tetapi, karena penduduk bertambah terus dan teknologi sudah mulai mereka kenal, maka luas hutan yang dibuka makin luas dan waktu tanah yang di istirahatkan juga makin singkat.

(47)

(3) Pengusaha HPH (Hak Pengusahaan Hutan). Pengusaha HPH merupakan penyebab kerusakan hutan terbesar karena alasan keuntungan semata. Perusahaan tidak mematuhi persyaratan- persyaratan dan ketentuan yang mengatur perhutanan yang disebabkan kurangnya pengawasan, mentalitas dan integritas pengawas yang bobrok dan pengusaha kurang peduli terhadap lingkungan. Dalam hal ini, penebangan hutan yang dilakukan oleh perusahaan merupakan penebangan hasil kayu hutan yang digunakan untuk kebutuhan manusia.

(4) Bencana Alam. Bencana alam yang disebabkan oleh petir dan gunung meletus yang disebabkan oleh erupsi larva (Manik, 2009: 74- 79)

2.3.3. Konsep Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development) Pembangunan Berkelanjutan adalah proses pembangunan (laha

bisnis,

sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan"

Adapun menurut Brundtland Report dari

Pembangunan berkelanjutan adalah terjemahan dari Bahasa Inggris, sustainable development. Salah satu faktor yang harus dihadapi untuk mencapai pembangunan

berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki kehancura mengorbankan kebutuhan pembanguna

(48)

pertumbuhan ekonomi dan bagaimana mencari jalan untuk memajukan ekonomi dalam jangka panjang, tanpa menghabiskan modal alam. Namun untuk sebagian orang lain, konsep "pertumbuhan ekonomi" itu sendiri bermasalah, karena sumberdaya bumi itu sendiri terbatas

Pembangunan berkelanjutan tidak saja berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan. Lebih luas daripada itu, pembangunan berkelanjutan mencakup tiga lingkup kebijakan: 2005 menyebut ketiga hal dimensi tersebut saling terkait dan merupakan pilar

pendorong bagi pembangunan berkelanjutan. Bagan 2.6.

Pembangunan berkelanjutan: pada pertemuan tiga kesibukannya.

(49)

intelektual, emosional, moral, dan spiritual". dalam pandangan ini, keragaman budaya merupakan kebijakan keempat dari lingkup kebijakan pembangunan berkelanjutan diakses pada 24 Juli 2014 pukul 14:00 WIB)

Dalam Laporan Jurnal Askar Jaya, disampaikan bahwa Konsep Pembangunan Berkelanjutan harus memperhatikan pemerataan, partisipasi, keanekaragaman, integrasi, dan perspektif jangka panjang yang akan dijelaskan sebagai berikut:

a. Pembangunan yang Menjamin Pemerataan dan Keadilan Sosial

Pembangunan yang berorientasi pemerataan dan keadilan sosial harus dilandasi hal-hal seperti ; meratanya distribusi sumber lahan dan faktor produksi, meratanya peran dan kesempatan perempuan, meratanya ekonomi yang dicapai dengan keseimbangan distribusi kesejahteraan, Namun pemerataan bukanlah hal yang secara langsung dapat dicapai. Pemerataan adalah konsep yang relatif dan tidak secara langsung dapat diukur. Dimensi etika pembangunan berkelanjutan adalah hal yang menyeluruh, kesenjangan pendapatan negara kaya dan miskin semakin melebar, walaupun pemerataan dibanyak negara sudah meningkat. Aspek etika lainnya yang perlu menjadi perhatian pembangunan berkelanjutan adalah prospek generasi masa datang yang tidak dapat dikompromikan dengan aktivitas generasi masa kini. Ini berarti pembangunan generasi masa kini perlu mempertimbangkan generasi masa datang dalam memenuhi kebutuhannya.

(50)

Pemeliharaan keanekaragaman hayati adalah prasyarat untuk memastikan bahwa sumber daya alam selalu tersedia secara berkelanjutan untuk masa kini dan masa datang. Keanekaragaman hayati juga merupakan dasar bagi keseimbangan ekosistem. Pemeliharaan keanekaragaman budaya akan mendorong perlakuan yang merata terhadap setiap orang dan membuat pengetahuan terhadap tradisi berbagai masyarakat dapat lebih dimengerti.

c. Pembangunan yang Menggunakan Pendekatan Integratif

Pembangunan berkelanjutan mengutamakan keterkaitan antara manusia dengan alam. Manusia mempengaruhi alam dengan cara yang bermanfaat atau merusak. Hanya dengan memanfaatkan pengertian tentang konpleknya keterkaitan antara sistem alam dan sistem sosial. Dengan menggunakan pengertian ini maka pelaksanaan pembangunan yang lebih integratif merupakan konsep pelaksanaan pembangunan yang dapat dimungkinkan. Hal ini merupakan tantangan utama dalam kelembagaan.

d. Pembangunan yang Meminta Perspektif Jangka Panjang

(51)

Dalam Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development) di negara Indonesia diterjemahkan dalam sebuah bentuk agenda, yang dinamakan dengan Agenda 21. Dalam Agenda 21, Terdiri atas 4 bagian, yaitu:

1. Pelayanan masyarakat yakni pengentasan kemiskinan, perubahan pola komsumsi, dinamika kependudukan, pengelolaan dan peningkatan kesehatan, pengembangan perumahan dan permukiman, serta sistem perdagangan global, instrumen ekonomi, neraca ekonomi dan lingkungan terpadu

2. Pengelolaan limbah yakni perlindungan atmosfir, pengelolaan bahan beracun dan berbahaya, pengelolaan limbah radio aktif, dan pengelolaan limbah padat dan cair

3. Pengelolaan sumber daya tanah, yakni mencakup perencanaan sumber daya tanah, pengelolaan hutan, pengembangan pertanian dan pedesaan, dan pengelolaan sumberdaya air

4. Pengelolaan sumber daya alam yakni mencakup konservasi keanekaragaman hayati, pengembangan bioteknologi, serta pengelolaan terpadu wilayah pesisir dan lautan

Pada bagian ketiga dan keeempat, ditekankan bahwa negara Indonesia harus mengambil perhatian pada pengelolaan sumber daya tanah dan sumber daya alam, dimana pengelolaan hutan termasuk didalamnya (Sumber: Dokumen Earth Summit Agenda 21 Konferensi PBB tentang Lingkungan dan Pembangunan)

2.3.4. Kebijakan Kehutanan

(52)

Kehutanan No.1 Tahun 1967. Dalam sistem ini, perusahaan pembalakan swasta maupun Badan Usaha Milik Negara bisa memperoleh izin konsesi untuk memanen kayu dalam kawasan yang ditetapkan sebagai hutan produksi dan hutan produksi terbatas dalam jangka waktu 20 tahun

Hak Pengusahaan Hutan menurut Undang- Undang No. 5 Tahun 1967 adalah pengusahaan hutan untuk mengusahakan hutan di dalam suatu kawasan yang meliputi suatu kegiatan- kegiatan penebangan, permudaan, dan pemeliharaan kayu, pengolahan dan pemasaran hasil hutan sesuai dengan Rencana Karya Pengusahaan Hutan menurut ketentuan- ketentuan yang berlaku serta berdasarkan azas perusahaan

Permasalahan lingkungan hutan akan terus muncul secara serius di berbagai pelosok bumi sepanjang penduduk bumi tidak memikirkan dan mengusahakan keselamatan dan keseimbangan lingkungan hutan itu sendiri. Padahal pemanfaatan hutan produksi yang dilakukan oleh perusahaan seharusnya dilaksanakan dengan tetap menjaga kelestarian hutan dan meningkatkan fungsi pokoknya. Penyelenggaraan kehutanan disebutkan berazaskan pada manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan, dan keterpaduan.

(53)

Hukum sebagai salah satu perangkat yang mengatur norma- norma kehidupan bermasyarakat merupakan pendukung terciptaya aktivitas bisnis yang sehat. Oleh karena itu, hukum berfungsi mengatur dan berfungsi memberi kepastian, pengamanan, pelindung, dan penyeimbang, yang sifatnya dapat tidak sekedar adaptif dan fleksibel, melainkan juga prediktif dan antisipatif. Demikianlah kiranya segala bentuk tindakan yang bersinggungan dengan hutan harus berada dibawah payung hukum.

Hak dan kewajiban perusahaan pemegang Izin Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu, yakni dilihat berdasarkan Pasal 46 ayat 1 dan 2 Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2002, setiap pemegang izin pemanfaatan kayu berhak melakukan kegiatan sesuai izin yang diperolehnya dan berhak memperoleh manfaat dari hasil usahanya. Selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2007, Pasal 70 ayat (1) dinyatakan bahwa setiap pemegang izin usaha pemanfaatan hutan berhak melakukan kegiatan dan memperoleh manfaat dari hasil usahanya.

Akan tetapi, disamping perusahaan yang memperoleh manfaat dari hasil hutan, terdapat kewajiban setiap pemegang izin pemanfaatan hutan berdasarkan Undang- Undang Pasal 47 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2002, setiap pemegang izin pemanfaatan hutan berkewajiban untuk

a. Membuat rencana kerja untuk seluruh areal kerja selama jangka waktu berlakunya izin

b. Melaksanakan kegiatan nyata dilapangan selambat- lambatnya tiga bulan sejak diberikakn izin

(54)

d. Membuat laporan hutan secara periodik

e. Melaksanakan perlindungan hutan di areal kerjanya dari gangguan keamanan

f. Pemegang izin dalam bentuk Badan Usaha wajib menatausahakan keuangannya sesuai dengan stasndar akuntasi keuangan yang berlaku g. Mempekerjakan tenaga profesional bidang kehutanan dan tenaga lain

yang memenuhi persyaratan sesuai kebutuhan h. Membayar Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH)

Selanjutnya dalam Pasal 6 Undang- Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup berbunyi seperti berikut: (1). Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup, dalam ayat (2) dikatakan bahwa setiap orang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pengelolaan lingkungan hidup, (ayat ini dalam penjelasannya tertera: informasi yang benar dan akurat ini dimaksudkan menilai ketaatan penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan terhadap ketentuan peraturan perundang- undangan.

Selanjutnya pemanfaatan dan pengelolaan hutan secara lestari mencakup aspek ekonomi, sosial dan ekologi. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Tata Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan yang penjelasannya sebagai berikut;

(55)

a. Kawasan hutan yang mantap b. Produksi yang berkelanjutan

c. Manfaat sosial bagi masyarakat di sekitar hutan

d. Lingkungan yang mendukung sistem penyangga kehidupan.

Di Indonesia, sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku, instrumen untuk pengendalian dampak lingkungan adalah menyusun Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau Upaya Pengelolaan Lingkungan (UPL) dan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UPL), selanjutnya akan dijabarkan sebagai berikut

2.3.4.1.AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup) a. Sejarah AMDAL

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) mulai diterapkan di Indonesia setelah ditetapkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 1986 tentang AMDAL dan diterbitkannya Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No Kep – 49/MENKLH/ 6/ 1987 sampai Kep -56/ MENKLH/6 / 1987 sebagai pedoman umum pelaksanaan AMDAL. Diberlakukannya Peraturan ini, dikenan dengan dua jenis kegiatan yang wajib melakukan studi kelayakan lingkungan, yaitu;

(56)

rencana tindakan pengendalian dampak negatifnya. AMDAL terdiri dari dokumen KA- AMDAL (Kerangka Acuan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan), ANDAL (Analisis Dampak Lingkungan), RKL (Rencana Pengelolaan Lingkungan) dan dokumen RPL (Rencana Pemantauan Lingkungan)

2. Kegiatan yang sudah berjalan (beroperasi). Untuk kegiatan ini, pemrakarsa diwajibkan menyusun dokumen PEL (Penyajian Evaluasi Lingkungan) atau SEMDAL. PEL adalah telahaan secara garis besar tentang kegiatan- kegiatan yang sudah berjalan, rona lingkungan pada saat penyajian itu dibuat, dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh kegiatan tersebut, tindakan pengendalian dampak negatifnya. SEMDAL adalah hasil studi mengenai dampak suatu usaha atau kegiatan yang sudah berjalan terhadap lingkungan hidup, yang diperlukan untuk proses pengambilan keputusan. SEMDAL terdiri dari dokumen KA- SEL (Kerangka Acuan Studi Evaluasi Lingkungan), SEL (Studi Evaluasi Lingkungan). Studi Evaluasi Lingkungan adalah telaahan cermat dan mendalam tentang dampak penting suatu usaha atau kegiatan yang sudah berjalan.

b. Ruang Lingkup AMDAL

(57)

pendukungnya, maka setiap rencana suatu usaha atau kegiatan yang diperkirakan berdampak negatif penting dan wajib dilengkapi studi kelayakan lingkungan. Penerapan studi kelayakan lingkungan merupakan wujud dan penopang konsep pembangunan berwawasan lingkungan yang telah dicanangkan di Indonesia.

Kelayakan lingkungan suatu rencana usaha atau kegiatan ditunjukkan oleh suatu hasil studi, yang disebut dengan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). Dengan Pelaksanaan AMDAL diharapkan dampak positif yang ditimbulkan suatu proyek pembangunan dapat dimaksimalkan. Artinya pelaksanaan AMDAL secara benar dan konsisten dalam berbagai proyek pembangunan akan menciptakan suatu era pembangunan ekonomi yang ramah lingkungan.

Adapun kegunaan AMDAL adalah untuk mencegah terjadinya perusakan dan pencemaran lingkungan oleh suatu rencana usaha atau kegiatan. Dengan pelaksanaan AMDAL diperkirakan kemungkinan terjadinya dampak negatif besar dan penting dapat ditangani dan ditanggulangi sejak dini. Dengan demikian, AMDAL merupakan alat atau instrumen bagi pengelolaan lingkungan hidup, baik bagi pemrakarsa sebagai pengelola, instansi terkait sebagai pengawas atau pemantau, maupun bagi masyarakat (Manik, 2009: 189- 192)

2.4. Kesejahteraan sosial

(58)

yang disebut orang yang sejahtera. Namun demikian, dilain pihak orang yang miskin dan segala kebutuhannya tidak terpenuhi kadang juga dianggap justru lebih bahagia karena tidak memiliki masalah yang pelik sebagaimana umumnya orang kaya.

Wilensky dan Lebeaux merumuskan kesejahteraan sosial sebagai sistem yang terorganisasi dari pelayanan-pelayanan dan lembaga-lembaga sosial, yang dirancang untuk membantu individu-individu dan kelompok-kelompok agar mencapai tingkat hidup dan kesehatan yang memuaskan. Maksudnya agar tercipta hubungan-hubungan personal dan sosial yang memberi kesempatan kepada individu-individu pengembangan kemampuan-kemampuan mereka seluas-luasnya dan meningkatkan kesejahteraan mereka sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat. (Rukminto, 2004:7).

Isbandi Adi Rukminto mengemukakan bahwa pembangunan tidak bisa dilepaskan dengan kesejahteraan sosial. Dimana pada intinya kesejahteraan sosial dalam arti luas melibatkan berbagai domain, seperti; ekonomi, hukum, sosial (termasuk didalamnya pekerjaan sosial dalam arti sempit), budaya, politik, pendidikan, kesehatan, lingkungan hidup, dan religi (Rukminto, 2004: 19)

Dalam Ilmu Kesejahteraan Sosial, sangat erat kaitannya dengan disiplin Pekerjaan Sosial. Bahkan dapat dikatakan cikal bakal dari Ilmu Kesejahteraan Sosial itu sendiri adalah pekerjaan sosial. Terkait dengan faktor historis tersebut, Ilmu Kesejahteraan Sosial juga merupakan ilmu yang memfokuskan pada human service practice, Ilmu Kesejahteraan Sosial secara langsung juga dapat dikatakan

(59)

proffesions) terhadap klien, beneficiaries (penerima layanan) ataupun kelompok

sasaran (target group) (Rukminto, 2004: 25)

2.4.1. Nilai dalam Ilmu Kesejahteraan Sosial

Nilai dasar dalam ilmu ini pada awalnya dipengaruhi oleh nilai yang berkembang pada ‘profesi yang memberikan bantuan terhadap masyarakat’. Berikut nilai yang harus termaktub dalam ilmu kesejahteraan sosial;

1. Agen Perubah (Change Agent)- dalam hal ini praktisi kesejahteraan sosial- harus mempertimbangkan bahwa setiap manusia mempunyai hak untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, dengan memperhatikan hak anggota masyarakat yang lain.

2. Agen perubah harus mempertimbangkan bahwa setiap warga masyarakat berhak untuk mendapatkan perlindungan dan kesempatan dalam memenuhi hak- hak dan kebebasannya asasinya yang sejalan dengan kepentingan bersama (tidak bertentangan dengan norma masyarakat secara umum)

3. Perubahan sosial terencana yang dilakukan oleh agen perubah harus memperhatikan unsur keterlibatan dan keikutsertaan (partisipasi) warga masyarakat sebagai hak dan juga kewajiban masyarakat.

(60)

5. Perubahan sosial terencana (intervensi sosial) yang dikembangkan oleh agen perubah harus memperhatikan dan mempertimbangkan unsur integrasi sosial dalam masyarakat.

6. Agen perubah haruslah memperhatikan hak penerima manfaat ataupun komunitas sasaran dalam mengembangkan layanan ataupun program, sehingga tidak terjadi hubungan yang eskploitatif diantara mereka (Rukminto, 2004: 45)

7.

2.4.2. Usaha Kesejahteraan Sosial

Usaha kesejahteraan sosial itu sendiri pada dasarnya merupakan suatu program ataupun kegiatan yang didesain secara konkrit untuk menjawab masalah, kebutuhan masyarakat ataupun meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha – usaha kesejahteraan sosial itu sendiri dapat ditujukan pada individu, keluarga, kelompok- kelompok dalam komunitas, ataupun komunitas secara keseluruhan (baik komunitas secara lokal, regional, maupun nasional)

Dalam kaitannya dengan pelaksanaan usaha kesejahteraan sosial ini, hadir organisasi sebagai alat untuk melakukan usaha, organisasi ini dalam perspektif luas seringkali disebut dengan organisasi pelayanan masyarakat. Dimana menurut Schneiderman (1967) dikuti oleh Mendoza (1981: 3-4) dalam Buku Isbandi Rukminto, bahwa tiga tujuan organisasi pelayanan masyarakat (swasta dan pemerintah) adalah sebagai berikut;

a. Tujuan Kemanusiaan dan Keadilan Sosial

(61)

untuk mengembangkan diri. Meskipun kadangkala potensi tersebut ‘tertutup’ oleh adanya hambatan fisik, sosial, ekonomi, kejiwaan dan berbagai faktor lainnya. Berdasarkan tujuan ini, usaha kesejahteraan sosial banyak diarahkan pada upaya pengidentifikasian kelompok yang tidak mendapat perhatian; kelompok yang paling diterlantarkan; kelompok yang paling tergantung pada pihak lain ataupun kelompok yang kurang diuntungkan. Usaha kesejahteraan sosial menjadikan mereka sebagai kelompok sasaran dalam upaya menjembatani kelangkaan sumber daya yang dimiliki.

b. Tujuan yang terkait dengan Pengendalian Sosial

Tujuan ini berkembang berdasarkan pemahaman bahwa kelompok yang tidak diuntungkan; kekurangan; ataupun tidak terpenuhinya kebutuhan hidup akan dapat menjadi serangan atau ancaman bagi kelompok yang lebih mapan. Karena itu, kelompok yang sudah mapan berupaya mengamankan diri mereka dari sesuatu yang dapat mengancam eksistensi mereka, kepemilikan atau stabilitas yang sedang berjalan. Misalnya saja, perusahaan multi nasional yang mengalokasikan sebagian kecil anggarannya untuk tanggungjawab sosial kepada masyarakat sekitar supaya perusahaan itu tetap berlangsung stabilitasnya.

c. Tujuan yang terkait dengan Pembangunan Ekonomi

(62)

Beberapa contoh usaha kesejahteraan sosial yang searah dengan tujuan pembangunan ekonomi adalah;

a. Beberapa tipe usaha kesejahteraan sosial yang secara langsung memberikan sumbangan terhadap peningkatan produktivitas individu, kelompok, maupun masyarakat. Seperti usaha kesejahteraan sosial yang memberikan usaha konseling pada pekerja sektor industri, usaha kesejahteraan sosial yang memfokuskan pada penyediaan fasilitas dan layanan kesejahteraan pekerja, usaha kesejahteraan sosial yang memfokuskan pada pelatihan bagi mereka yang sedang menganggur, dan sebagainya

b. Usaha kesejahteraan sosial yang berupaya untuk mencegah atau meminimalisir hambatan (beban) akibat adanya tanggapan dari pekerja untuk memperoleh jaminan bagi sanak keluarganya.

c. Usaha kesejahteraan sosial yang mencegah atau melawan pengaruh buruk organisasi dan idustrialisasi terhadap kehidupan keluarga dan masyarakat, serta membantu mengidentifikasikan dan mengembangkan kepemimpinan lokal dalam komunitas, misalnya program latihan kepemimpinan, program pendidikan kehidupan berkeluarga, program kemandirian komunitas, dan sebagainya (Rukminto, 2004: 50-51)

2.5. Kemiskinan

Dengan menggunakan perspektif yang lebih luas, Soeharto (2009:132) menerangkan kemiskinan memiliki ciri sebagai berikut;

(63)

2. Ketiadaan akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih, dan transportasi

3. Ketiadaan jaminan masa depan

4. Kerentanan te

Gambar

Tabel 2.1
TABEL 3.1
Tabel 4.1
Tabel 4. 2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Persepsi responden terhadap kondisi sistem penerangan pasar-pasar di Kota Semarang dapat disimpulkan bahwa responden yang mempersepsikan kondisi penerangan pasar baik

Pada intinya, jika suatu perusahaan ingin menerapkan orientasi konsumen ini, maka perusahaan tersebut harus: menentukan kebutuhan pokok dari pembeli yang akan dilayani dan

Distribusi frekuensi kejadian limfadenitis TB berdasarkan jenis kelamin JenisKelamin * LimfadenitisTB

Konsumen di Indonesia, khususnya di Jakarta pada masa kini adalah konsumen yang sangat meperhatikan lifestyle, sehingga ketika mereka ingin melakukan sebuah pembelian semuanya

Onikomikosis adalah infeksi kuku yang disebabkan oleh jamur dermatofita, nondermatofita dan yeasts yang menyerang epidermis.Tujuan utama penelitian ini adalah untuk

Berdasarkan penelitian komparatif, yaitu deskriptif, metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah sebagai berikut: menganalisis sistem pengukuran kinerja dan tuas

Dari hasil kultur jamur yang paling banyak terdapat pada kuku adalah golongan nondermatofita yaitu sebanyak 13 sampel (50,0%) dan golongan dermatofita mempunyai sampel

as dissolved N from the abalone tanks Table 2.. Neori et al. Fifty six% of the input was unassimilated nitrogen, released from the fish tank as ammonia and feces. Seaweed