• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan dan Laju Eksploitasi Udang Kelong (Penaeus merguiensis) di Perairan Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pertumbuhan dan Laju Eksploitasi Udang Kelong (Penaeus merguiensis) di Perairan Kabupaten Langkat, Sumatera Utara."

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

PERTUMBUHAN DAN LAJU EKSPLOITASI UDANG KELONG

(Penaeus merguiensis) DI PERAIRAN KABUPATEN LANGKAT

SUMATERA UTARA

GREEN ALFATH SIREGAR 100302023

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

PERTUMBUHAN DAN LAJU EKSPLOITASI UDANG KELONG

(Penaeus merguiensis) DI PERAIRAN KABUPATEN LANGKAT

SUMATERA UTARA

SKRIPSI

GREEN ALFATH SIREGAR 100302023

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

PERTUMBUHAN DAN LAJU EKSPLOITASI UDANG KELONG

(Penaeus merguiensis) DI PERAIRAN KABUPATEN LANGKAT

SUMATERA UTARA

SKRIPSI

GREEN ALFATH SIREGAR 100302023

Skripsi sebagai satu diantara beberapa syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Pertumbuhan dan Laju Eksploitasi Udang Kelong (Penaeus merguiensis) di Perairan Kabupaten Langkat Sumatera Utara.

Nama : Green Alfath Siregar

NIM : 100302023

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si Ani Suryanti, S.Pi., M.Si

Ketua Anggota

Mengetahui

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si

Ketua Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan

(5)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:

Pertumbuhan dan Laju Eksploitasi Udang Kelong (Penaeus merguiensis) di Perairan Kabupaten Langkat Sumatera Utara

Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Medan, April 2014

(6)

ABSTRAK

GREEN ALFATH SIREGAR. Pertumbuhan dan Laju Eksploitasi Udang Kelong (Penaeus merguiensis) di Perairan Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Dibimbing oleh YUNASFI, dan ANI SURYANTI.

Udang Kelong (P. merguiensis) merupakan satu diantara beberapa jenis komoditi perikanan bernilai ekonomis penting yang banyak terdapat di perairan Kabupaten Langkat. Kondisi tekanan penangkapan yang tinggi dan volume produksi yang terus meningkat mengakibatkan penipisan stok udang atau menurunnya jumlah populasi Udang Kelong yang dikhawatirkan dapat mencapai kondisi tangkap lebih. Tujuan penelitian ini untuk mengkaji aspek biologis Udang Kelong, beberapa parameter pertumbuhan yang meliputi hubungan panjang karapas dan bobot tubuh, distribusi sebaran frekuensi panjang karapas, nisbah kelamin, faktor kondisi, menduga mortalitas dan laju ekploitasi. Penelitian ini dilaksanakan selama tujuh bulan yaitu bulan Juni sampai bulan Desember 2013. Pengambilan sampel Udang Kelong sebanyak 14 kali dengan interval dua minggu. Analisis data menggunakan metode ELEFAN I (Electronic Length Frequencys Analysis) yang dikemas dalam paket program FiSAT II (FAO-ICLARM Stock Assesment Tool), metode Ford Wallford, dan metode Bhattacharya.

Sampel Udang Kelong yang diperoleh adalah 1758 yang terdiri atas 654 ekor Udang Kelong jantan dan 1104 ekor Udang Kelong betina. Pola pertumbuhan Udang Kelong secara total berdasarkan hubungan panjang dan bobot memiliki pola pertumbuhan allometrik negatif dengan nilai b < 3. Sebaran frekuensi panjang karapas Udang Kelong berkisar antara 13.07 – 39.68 mm, kelompok ukuran yang mendominasi Udang Kelong jantan dan betina adalah 24.57 – 25.88 mm. Dugaan parameter pertumbuhan Von Bertalanffy dengan metode Ford Wallford yaitu L∞ Udang Kelong jantan yaitu 36.30 mm dengan K = 0.5 pertahun, sedangkan nilai dugaan L Udang Kelong betina yaitu 41.91 mm dengan K = 0.62 pertahun. Laju mortalitas total (Z) dengan menggunakan analisis kurva hasil tangkapan yaitu Z = 2.526 pertahun. Mortalitas alami (M) sebesar 1.161 pertahun. Mortalitas akibat penangkapan (F) sebesar 1.365 pertahun memberikan hasil laju eksploitasi (E) sebesar 0.54. Nilai laju eksploitasi Udang Kelong yang diperoleh menunjukkan indikasi tangkap lebih (overfishing). Perbandingan Udang Kelong jantan dan betina adalah 1:1.688. Nilai faktor kondisi yang diperoleh berada dalam kisaran 1 – 2 yang menunjukkan Udang Kelong mempunyai bentuk tubuh pipih (kurus).

(7)

ABSTRACT

Green Alfath Siregar. The Growth and Exploitation Rates of Kelong Shrimp (Penaeus Merguiensis) in Langkat District, North Sumatera. Supervised by Yunasfi, and Ani Suryanti.

Kelong shrimp (P. merguiensis) is one of some important fishing commodities which have a high economy value which are widely available in the District of Langkat. The condition of the fishing pressure which is high and the production volume which is widely increased causes the stock depletion or decrease the population of Kelong shrimps, the condition of overfishing might happen. This study has the objective on accessing the biological aspects of Kelong Shrimps. Some of the parameters of the growth are the body weight and the length of carapace, the frequency distribution of carapace length, the sex ratio, the factors of the condition, the assumption of mortality and exploitation rates. Thus study was held in seven months, which are from June until December 2013. Collecting the samples of Kelong Shrimp in 14 times with the interval of two week. The data analysis using the ELEFAN I method (Electronic Length Frequencies Analysis) which is packed in the program of FiSAT II (FAO-ICLARM Stock Assessment Tool), Ford Wallford method, and Bhattacharya method.

The samples of Kelong shrimps are 1758 which consist of 654 male shrimps and 1104 female shrimps. The growth pattern of Kelong Shrimps totally is based on the correlation of the length and the weight has the negative allometric growth pattern with the point of b<3. The frequency distribution of the carapace length of Kelong Shrimps is in the range of 13.07-39.68 mm, the size group which is dominating the male Kelong Shrimps and female Kelong Shrimps is 24.57-25.88. The assumption of the Von Bertalanffy growth parameter using the method of Ford Wallford of male Kelong Shrimps L∞ is 36.30 mm with K=0.5 per year, while the assumption of the value of female Kelong shrimps L∞ is 41.91 mm with K=0.62 per year. The rates of the total mortality (Z) by using the fishing result curve analysis, which is Z = 2.526 per year. The natural mortality (M) is 1.161 per year. The mortality caused by the arrest (F) is 1.365 per year show the exploitation rates is 0.54. The value of exploitation rates of Kelong Shrimps, which is obtained, is showing the indication of overfishing. The comparison of male and female Kelong shrimps is 1:1.688. The value of the condition factor which is obtained is in the range of 1-2 which shows that Kelong Shrimps have the body shape which is flat (thin).

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di kota Medan, Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 14 November 1992 dari Ayahanda Ir. Ginda Almadhani Siregar dan Ibunda Suryati Aboe Na’am. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.

Penulis mengawali pendidikan formal di TK Aba Melati pada tahun 1997-1998. Pada tahun 1998-2004, penulis meneruskan pendidikan di SD Muhammadiyah 30 Medan dan pendidikan menengah pertama ditempuh dari tahun 2004-2007 di SMP Negeri 13 Medan. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 21 Medan dengan jurusan IPA pada tahun 2007-2010.

Penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur Ujian Masuk Bersama (UMB). Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (SKIPM) Kelas I Medan II Belawan, Provinsi Sumatera Utara.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pertumbuhan dan Laju Eksploitasi Udang Kelong (Penaeus Merguiensis) Di Perairan Kabupaten Langkat, Sumatera Utara”, yang merupakan

tugas akhir dalam menyelesaikan studi pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada ayahanda Ir. Ginda Almadhani Siregar dan Ibunda Suryati Aboe Na’am yang selalu memberi motivasi dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada kakanda Glistin Azuma Siregar, A.Md. dan adinda Gryanda Ansor Siregar.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Yunasfi, M.Si selaku ketua komisi pembimbing sekaligus Ketua Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, dan Ibu Ani Suryanti, S.Pi., M.Si selaku anggota komisi pembimbing, yang telah banyak memberikan arahan dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

(10)

selaku Tim dari Balai Penelitian Perikanan Laut (BPPL) Jakarta yang telah memberikan dukungan baik materi maupun moril kepada penulis.

Terimakasih kepada Ofi Sabrina Sitompul, Sabilah Fi Ramadhani, Tantri Ayu Syahfitri, Prasetia Ajitama, Albino Panjaitan, Andrius Ginting, Sudoyo Lumban Tobing, Pesta Saulina Sitohang, Ricky Suranta Barus, Atikah Asri, Khairunnisa, Nisya Hidayati, Latifa Sari Dalimunthe, Fachrurozi, Rizky Amalia Putri, Anita Rahman, Muhammad Ikhwan, Adzri Qory Nullah, Achmad Taher Daulay, Muhammad Irfan Maulana, Adil Junaidi dan seluruh teman-teman seperjuangan di angkatan 2010 Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, serta berbagai pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang manajemen sumberdaya perairan.

Medan, April 2014

(11)
(12)
(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Diagram Kerangka Pemikiran ... 4

2. Udang Kelong (Penaeus merguiensis) ... 8

3. Alat Kelamin jantan dan Betina Udang Kelong ... 9

4. Daur hidup Udang Kelong (Penaeus merguiensis) ... 12

5. Alat tangkap Udang Kelong ... 13

6. Peta lokasi pengambilan sampel Udang Kelong di kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat ... 21

7. Pengukuran panjang karapas Udang Kelong ... 23

8. Hubungan panjang dan bobot Udang Kelong jantan ... 30

9. Hubungan panjang dan bobot Udang Kelong betina ... 30

10. Hubungan panjang dan bobot Udang Kelong secara total ... 31

11. Sebaran frekuensi panjang karapas Udang Kelong (P. merguiensis) jantan maupun betina di perairan Kabupaten Langkat pada bulan Juni – Desember 2013 ... 32

12. Kelompok ukuran panjang karapas Udang Kelong (P. merguiensis) pada bulan Juni – Desember 2013 ... 32

13. Kurva pertumbuhan Udang Kelong (P. merguiensis) jantan ... 35

14. Kurva pertumbuhan Udang Kelong (P. merguiensis) betina ... 36

15. Kurva hasil tangkapan Udang Kelong (P. merguiensis) jantan dan betina dalam menduga nilai Z ... 36

16. Nilai proporsi Udang Kelong (P. merguiensis) jantan dan betina di Kabupaten Langkat ... 38

(14)

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman 1. Beberapa parameter kualitas air yang diukur dalam penelitian ... 28 2. Hubungan panjang bobot Udang Kelong (P. merguiensis) di

Kabupaten Langkat setiap bulan pengambilan sampel ... 29 3. Hasil pemisahan kelompok ukuran Udang Kelong (P.merguiensis)

jantan di perairan Kabupaten Langkat ... 34 4. Hasil pemisahan kelompok ukuran Udang Kelong (P.merguiensis)

betina di perairan Kabupaten Langkat ... 34 5. Parameter pertumbuhan (K dan L∞) dan t0 Udang Kelong

(P. merguiensis) ... 35 6. Laju mortalitas dan laju eksploitasi Udang Kelong (P. merguiensis)

di Kabupaten Langkat ... 37 7. Nisbah kelamin Udang Kelong (P. merguiensis) berdasarkan jenis

kelamin di perairan Kabupaten Langkat ... 37 8. Faktor kondisi Udang Kelong (P. merguiensis) berdasarkan jenis

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman 1. Daftar wawancara (kuisioner) penelitian ... 60 2. Panjang karapas dan bobot Udang Kelong (P.merguiensis) di perairan

Kabupaten Langkat setiap pengambilan sampel ... 62 3. Tabel sebaran frekuensi panjang karapas Udang Kelong

(P.merguiensis) ... 90 4. Hasil pemisahan kelompok ukuran Udang Kelong (P.merguiensis) di perairan Kabupaten Langkat ... 91 5. Pendugaan parameter pertumbuhan Udang Kelong (P.merguiensis)

dengan metode ELEFAN I yang dikemas dalam program FiSAT II .. 92 6. Pendugaan mortalitas total (Z) dengan menggunakan motede Jones &

Van Zelinge yang dikemas dalam program FiSAT II ... 93 7. Pendugaan mortalitas alami (M) dengan menggunakan rumus empiris

Pauly yang dikemas dalam program FiSAT II ... 94 8. Pendugaan mortalitas akibat penangkapan (F) dan laju eksploitasi (E)

dengan menggunakan rumus empiris Pauly (1984) ... 95 9. Pengambilan sampel Udang Kelong dan data kualitas air di perairan

(16)

ABSTRAK

GREEN ALFATH SIREGAR. Pertumbuhan dan Laju Eksploitasi Udang Kelong (Penaeus merguiensis) di Perairan Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Dibimbing oleh YUNASFI, dan ANI SURYANTI.

Udang Kelong (P. merguiensis) merupakan satu diantara beberapa jenis komoditi perikanan bernilai ekonomis penting yang banyak terdapat di perairan Kabupaten Langkat. Kondisi tekanan penangkapan yang tinggi dan volume produksi yang terus meningkat mengakibatkan penipisan stok udang atau menurunnya jumlah populasi Udang Kelong yang dikhawatirkan dapat mencapai kondisi tangkap lebih. Tujuan penelitian ini untuk mengkaji aspek biologis Udang Kelong, beberapa parameter pertumbuhan yang meliputi hubungan panjang karapas dan bobot tubuh, distribusi sebaran frekuensi panjang karapas, nisbah kelamin, faktor kondisi, menduga mortalitas dan laju ekploitasi. Penelitian ini dilaksanakan selama tujuh bulan yaitu bulan Juni sampai bulan Desember 2013. Pengambilan sampel Udang Kelong sebanyak 14 kali dengan interval dua minggu. Analisis data menggunakan metode ELEFAN I (Electronic Length Frequencys Analysis) yang dikemas dalam paket program FiSAT II (FAO-ICLARM Stock Assesment Tool), metode Ford Wallford, dan metode Bhattacharya.

Sampel Udang Kelong yang diperoleh adalah 1758 yang terdiri atas 654 ekor Udang Kelong jantan dan 1104 ekor Udang Kelong betina. Pola pertumbuhan Udang Kelong secara total berdasarkan hubungan panjang dan bobot memiliki pola pertumbuhan allometrik negatif dengan nilai b < 3. Sebaran frekuensi panjang karapas Udang Kelong berkisar antara 13.07 – 39.68 mm, kelompok ukuran yang mendominasi Udang Kelong jantan dan betina adalah 24.57 – 25.88 mm. Dugaan parameter pertumbuhan Von Bertalanffy dengan metode Ford Wallford yaitu L∞ Udang Kelong jantan yaitu 36.30 mm dengan K = 0.5 pertahun, sedangkan nilai dugaan L Udang Kelong betina yaitu 41.91 mm dengan K = 0.62 pertahun. Laju mortalitas total (Z) dengan menggunakan analisis kurva hasil tangkapan yaitu Z = 2.526 pertahun. Mortalitas alami (M) sebesar 1.161 pertahun. Mortalitas akibat penangkapan (F) sebesar 1.365 pertahun memberikan hasil laju eksploitasi (E) sebesar 0.54. Nilai laju eksploitasi Udang Kelong yang diperoleh menunjukkan indikasi tangkap lebih (overfishing). Perbandingan Udang Kelong jantan dan betina adalah 1:1.688. Nilai faktor kondisi yang diperoleh berada dalam kisaran 1 – 2 yang menunjukkan Udang Kelong mempunyai bentuk tubuh pipih (kurus).

(17)

ABSTRACT

Green Alfath Siregar. The Growth and Exploitation Rates of Kelong Shrimp (Penaeus Merguiensis) in Langkat District, North Sumatera. Supervised by Yunasfi, and Ani Suryanti.

Kelong shrimp (P. merguiensis) is one of some important fishing commodities which have a high economy value which are widely available in the District of Langkat. The condition of the fishing pressure which is high and the production volume which is widely increased causes the stock depletion or decrease the population of Kelong shrimps, the condition of overfishing might happen. This study has the objective on accessing the biological aspects of Kelong Shrimps. Some of the parameters of the growth are the body weight and the length of carapace, the frequency distribution of carapace length, the sex ratio, the factors of the condition, the assumption of mortality and exploitation rates. Thus study was held in seven months, which are from June until December 2013. Collecting the samples of Kelong Shrimp in 14 times with the interval of two week. The data analysis using the ELEFAN I method (Electronic Length Frequencies Analysis) which is packed in the program of FiSAT II (FAO-ICLARM Stock Assessment Tool), Ford Wallford method, and Bhattacharya method.

The samples of Kelong shrimps are 1758 which consist of 654 male shrimps and 1104 female shrimps. The growth pattern of Kelong Shrimps totally is based on the correlation of the length and the weight has the negative allometric growth pattern with the point of b<3. The frequency distribution of the carapace length of Kelong Shrimps is in the range of 13.07-39.68 mm, the size group which is dominating the male Kelong Shrimps and female Kelong Shrimps is 24.57-25.88. The assumption of the Von Bertalanffy growth parameter using the method of Ford Wallford of male Kelong Shrimps L∞ is 36.30 mm with K=0.5 per year, while the assumption of the value of female Kelong shrimps L∞ is 41.91 mm with K=0.62 per year. The rates of the total mortality (Z) by using the fishing result curve analysis, which is Z = 2.526 per year. The natural mortality (M) is 1.161 per year. The mortality caused by the arrest (F) is 1.365 per year show the exploitation rates is 0.54. The value of exploitation rates of Kelong Shrimps, which is obtained, is showing the indication of overfishing. The comparison of male and female Kelong shrimps is 1:1.688. The value of the condition factor which is obtained is in the range of 1-2 which shows that Kelong Shrimps have the body shape which is flat (thin).

(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi sumberdaya udang laut yang sangat besar, yakni sekitar 78.800 ton per tahun. Udang merupakan komoditas unggulan perikanan Indonesia karena tingginya harga udang dan terus meningkatnya permintaan udang baik di pasar domestik maupun di pasar internasional. Udang memegang peran penting dalam ekspor hasil perikanan Indonesia, sehingga berperan dalam meningkatkan devisa Negara (Subagyo, 2005).

Produksi udang sebagian besar berasal dari hasil eksploitasi di laut, karena peran dan potensi perairan yang mendukung bagi produksi udang secara umum. Menurut Direktorat Jendral Perikanan (2000), produksi udang di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Rata-rata peningkatan produksi udang adalah 4,31% setiap tahun (Pratiwi, 2008).

Besarnya permintaan udang mengharuskan adanya informasi yang lengkap

atau data potensi sumberdaya udang yang mutakhir (up to date), berkelanjutan

dan menyeluruh dari perairan Indonesia. Informasi tersebut sangat dibutuhkan

oleh berbagai pengguna, khususnya nelayan dan pengusaha perikanan, dengan

adanya informasi tersebut daerah penangkapan (fishing ground) dapat diketahui

secara potensial, sehingga usaha penangkapan udang dapat dilakukan lebih baik.

(19)

karena harganya yang tinggi dan permintaan pasar yang besar. Udang Penaeid yang mempunyai harga tinggi adalah udang Jerbung atau Udang Kelong (Penaeus merguiensis).

Udang Kelong (P. merguiensis) mempunyai penyebaran yang luas mulai dari perairan payau sampai ke tengah laut pada kedalaman 80 m (Adi, 2007). Udang Kelong (P. merguiensis) merupakan komoditas utama nelayan penangkap udang di Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Namun, sampai saat ini belum banyak tersedia data maupun informasi mengenai Udang Kelong di Kabupaten Langkat.

(20)

Perumusan Masalah

Eksploitasi Sumberdaya udang dapat memberikan gambaran mengenai tingkat pemanfaatan sumberdaya udang di suatu wilayah untuk tercapainya potensi sumberdaya udang yang berkelanjutan. Kabupaten Langkat merupakan daerah potensial perikanan tangkap penghasil Udang Kelong di Sumatera Utara. Permasalahan yang dihadapi di perairan Kabupaten Langkat adalah masalah eksploitasi sumberdaya udang yang berlebihan, kondisi ini menyangkut penurunan jumlah populasi dan terganggunya pertumbuhan populasi Udang Kelong. Sementara itu, belum ada informasi yang lengkap atau data potensi sumberdaya Udang Kelong yang mutakhir (up to date) di Kabupaten Langkat, sehingga penelitian ini menjadi sangat penting dilakukan sebagai informasi bagi para nelayan dan pengusaha perikanan dalam pengoptimalan penangkapan udang.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana pertumbuhan Udang Kelong (P. merguiensis) secara alami berdasarkan hubungan panjang dan bobot di perairan Kabupaten Langkat? 2. Bagaimana parameter pertumbuhan Udang Kelong (P. merguiensis) di

perairan Kabupaten Langkat?

3. Apakah tingkat pemanfaatan sumberdaya Udang Kelong (P. merguiensis) di Kabupaten Langkat telah mengalami eksploitasi yang berlebih/melebihi sumberdaya?

(21)

Pengelolaan Kerangka Pemikiran

Usaha penangkapan Udang Kelong merupakan salah satu aktivitas umum yang dilakukan masyarakat di sekitar wilayah Kabupaten Langkat, adanya aktivitas masyarakat yang memanfaatkan Udang Kelong secara terus menerus akan memberikan pengaruh atau dampak bagi Udang Kelong yaitu penurunan jumlah populasi yang pada akhirnya akan terjadi eksploitasi berlebihan. Sehingga perlu dilakukan pemanfaatan sumberdaya Udang Kelong agar tetap dapat dipertahankan keberadaannya baik kualitas maupun kuantitasnya. Secara ringkas kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Usaha Penangkapan Udang

Kelong (P. merguiensis)

Alat Tangkap Udang yang digunakan Nelayan yaitu Trammel net

Hasil Tangkapan Udang Kelong

Pertumbuhan Udang Kelong (P. merguiensis)

Eksploitasi

Laju eksploitasi

- Hubungan panjang bobot udang

- Distribusi sebaran frekuensi panjang karapas

- Parameter pertumbuhan

(22)

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pertumbuhan Udang Kelong secara alami berdasarkan hubungan panjang dan bobot di perairan Kabupaten Langkat.

2. Mengetahui parameter pertumbuhan Udang Kelong (P. merguiensis) di perairan Kabupaten Langkat.

3. Menduga laju eksploitasi sumberdaya Udang Kelong (P. merguiensis) di perairan Kabupaten Langkat.

4. Mengetahui nisbah kelamin dan faktor kondisi dari Udang Kelong (P. merguiensis) di Langkat.

Manfaat Penelitian

(23)

TINJAUAN PUSTAKA

Sumberdaya Udang

Udang sebagai sumberdaya hayati akuatik, yang bersifat dapat pulih (renewable), namun dalam pemanfaatannya harus tetap diperhatikan potensi dan daya dukung. Sumberdaya udang perlu dikelola dengan baik sehingga tetap lestari dan bermanfaat secara ekonomi bagi nelayan. Sumberdaya udang yang dikelola dengan baik diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan dan berkontribusi bagi perekonomian daerah. Pengelolaan sumberdaya udang harus dilaksanakan secara terpadu dengan lingkungan pendukung dan sumberdaya lain yang mempengaruhinya (Haluan, 1994).

Pemanfaatan sumberdaya udang yang dilakukan oleh nelayan merupakan salah satu aktivitas yang berpengaruh terhadap perkembangan udang, terutama di daerah mangrove. Pengaruh penangkapan udang terjadi apabila makin besar laju penangkapan, menyebabkan ketersediaan udang makin menurun pada musim berikutnya (Sasmita, 2002).

Pada umumnya hasil tangkapan yang diperoleh dapat berupa udang muda/ masih berukuran kecil dalam jumlah yang banyak. Kecenderungan yang terjadi apabila laju penangkapan makin meningkat, maka jumlah hasil tangkapan udang semakin menurun dengan kondisi regenerasi yang sama. Bahkan dapat berakibat fatal, yaitu terjadi kepunahan sumberdaya udang pada daerah tersebut (Naamin dkk, 1981).

(24)

pada beberapa wilayah telah mengalami tangkap lebih (overfishing), seperti jenis ikan karang dan udang penaeid.

Udang Kelong (Penaeus merguiensis)

Dalam dunia perdagangan Udang Kelong mempunyai banyak nama dagang misalnya di Hongkong dinamakan White Prawn, di Australia Banana Prawn atau White Shrimp, di Malaysia udang Kaki Merah, dan di Indonesia

dikenal dengan nama udang Putih, udang Perempuan, udang Popet, udang Jerbung, udang Peci, udang Pate, udang Cucuk, Pelak, Kebo, Angin, Haku, Wangkang, Pesayan, Kertas, dan udang Tajam (Martosubroto, 1977). Kedudukan Udang Kelong secara taksonomi menurut Racek dan Dall (1965), adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Class : Crustaceae Subclass : Malacostrata Ordo : Decapoda Subordo : Natantia Famili : Penaeidae Genus : Penaeus

Spesies : Penaeus merguiensis

(25)

Pleomore Karapas

Rostrum Antena

Antennul

a Maxillipe

Kaki Jalan Kaki Renang

Telson Uropod dan kakinya berwarna merah, antennula bergaris-garis merah tua, dan antenna berwarna merah. Gigi rostrum bagian atas 5 – 8 dan bagian bawah 2 – 5. Pada karapas gastro orbital carinanya tidak ada atau tidak jelas (Kusrini, 2008). Bentuk Udang Kelong dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Udang Kelong (P. merguiensis)

Seluruh tubuh Udang Kelong tertutup oleh kerangka luar yang disebut eksoskeleton yang terbuat dari chitin. Tubuh udang agak melengkung (bengkok), udang berjalan dengan cara merayap di dasar air menggunakan kaki-kakinya (pereiopod) yang juga dapat digunakan untuk berenang (pleopod), sedangkan

bagian ekor terdiri atas telson dan uropod yang digunakan untuk mengemudi (Darmono, 1991).

Bagian kepala Udang Kelong ditutup oleh sebuah kelopak yang dinamakan cangkang kepala (karapas). Di kanan-kiri sisi kepala terdapat insang yang ditutup oleh kelopak kepala, mulut terdapat di bagian bawah kepala antara rahang-rahang (mandibula). Pada bagian perut (abdomen) terdapat 5 pasang kaki

(26)

renang (pleopod) yaitu pada ruas ke-1 sampai ke-5. Sedangkan pada ruas ke-6, kaki renangnya mengalami perubahan bentuk menjadi ekor kipas (uropoda). Ujung ruas ke-6 ke arah belakang membentuk ujung ekor (telson). Di bawah pangkal ujung ekor terdapat lubang dubur (anus) (Kusrini, 2008).

Organ Reproduksi Udang Kelong (Penaeus merguiensis)

Udang penaeid pada umumnya termasuk ke dalam hewan heteroseksual (diocious) sehingga dapat dibedakan antara jantan dan betina secara morfologi (seksual dimorfisme). Pada umur yang sama ukuran udang betina lebih besar dari pada udang jantan dan mempunyai abdomen yang lebih besar. Antara udang jantan dan udang betina dapat dibedakan dari alat kelamin luarnya. Alat reproduksi udang jantan terdiri atas sepasang testes, vasa diferensia, dan sebuah petasma yang berada di luar serta appendiks maskulina (George, 1979). Petasma terdapat pada kaki renang pertama. Sedangkan lubang saluran kelaminnya terletak di antara pangkal kaki jalan ke-4 dan ke-5 (Gambar 3).

(27)

Sedangkan pada udang betina, sistem alat reproduksi terdiri atas sepasang ovarium dan sepasang oviductus, lubang genital, dan sebuah alat kelamin yang disebut dengan thelycum terletak antara pasangan keempat dan kelima kaki jalan. Gonad betina atau ovarium (indung telur), berfungsi untuk menghasilkan telur. Ovarium yang telah matang akan meluas sampai ke ekor. Kematangan telur dapat dilihat dari perkembangan ovarinya (kandungan telur), yang terletak dibagian punggung (dorsal) dari tubuh udang mulai dari karapas sampai ke pangkal ekor (telson). Ovari yang mengandung telur matang dapat dilihat dengan jelas pada individu yang masih hidup terutama pada jenis Udang Kelong, karena kulitnya tipis dan jernih (Purwanto, 1986).

Habitat dan Tingkah Laku Udang Kelong

Udang Kelong umumnya hidup di dasar perairan dengan dasar lumpur, berpasir atau lumpur berpasir. Hal ini terkait dengan kebiasaan makan udang yang makanannya terdiri atas detritus dan binatang-binatang yang terdapat di dasar. Pada umumnya udang tertangkap dalam jumlah banyak diperairan dangkal terutama di daerah muara sungai. Udang Kelong senang tinggal di daerah yang terjadi pencampuran air laut dan air sungai, karena di daerah ini banyak makanan dan unsur hara yang dibutuhkan oleh Udang Kelong, sehingga pertumbuhan udang makin cepat (Sasmita, 2002).

(28)

Kelong. Tingkah laku Udang Kelong termasuk golongan yang jarang membenamkan diri dalam lumpur dan hampir selalu aktif bergerak, terutama pada siang hari, sehingga penangkapan Udang Kelong sebaiknya dilakukan pada siang hari (Motoh, 1981).

Sifat bergerombol Udang Kelong dewasa ada hubungannya dengan masa perkawinan dan pemijahan (Racek, 1959). Pemijahan Udang Kelong terjadi pada malam hari. Gerombolan Udang Kelong biasanya terdapat di dekat dasar perairan pada saat air tenang (saat antara pasang surut dan pasang naik) atau bila arus air lemah (Martosubroto, 1978).

Daur Hidup Udang Kelong

Daur hidupnya Udang Kelong terjadi pada dua daerah, yaitu fase di laut dan fase estuaria (Gambar 4). Pemijahan terjadi di laut sepanjang tahun dengan puncaknya pada bulan Maret dan Desember. Induk udang yang matang telur biasanya memijah pada malam hari dan telur diletakkan di dasar laut. Kira-kira 12 jam setelah dikeluarkan, telur menetas menjadi larva pada stadia pertama yang disebut nauplius. Setelah mengalami pergantian kulit beberapa kali, nauplius berubah menjadi stadia zoea atau protozoea. Pada stadia ini, larva mulai mengambil makanan dari sekitarnya, dan selanjutnya bentuk zoea berubah menjadi mysis (Koswara, 1985).

(29)

berkembang sampai mencapai tingkat kematangan gonad dan bertelur di perairan laut. Beberapa spesies udang kadang-kadang hanya mencapai umur 12-14 bulan dan udang dewasa mati setelah kembali ke perairan dalam dan bertelur (Koswara, 1985). Menurut Naamin (1975) udang jerbung yang normal dapat hidup selama 12 bulan dan dapat mencapai 2 tahun. Daur hidup Udang Kelong dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Daur hidup Udang Kelong (Penaeus merguiensis) (Stewart, 2005).

Alat Tangkap Udang Kelong

(30)

Alat tangkap yang biasa digunakan untuk menangkap Udang Kelong di perairan Kabupaten Langkat, yaitu jaring udang (Gill net dan Trammel net). Jaring insang (Gill net) merupakan jaring selapis yang digunakan pada saat menangkap udang, biasanya lebar jaring insang lebih pendek dibandingkan panjangnya. Selain Gill net, alat tangkap lain yang sering digunakan nelayan adalah Trammel net (Gambar 5). Trammel net adalah jaring tiga lapis yang biasanya juga digunakan untuk menangkap ikan selain udang. Jaring ini memiliki lebar jaring yang berbeda-beda setiap lapisannya. Pengoperasian trammel net yang ditarik perahu dengan sistem menghadang arus akan memperoleh hasil tangkapan Udang Kelong yang lebih baik (Wudianto, 1985). Umumnya kedalaman perairan saat operasi penangkapan sekitar 5 - 20 m. Satu trip penangkapan alat tangkap trammel net (5 – 7) hari. Rata-rata pengoperasian alat 3-5 setting per hari. Faktor keberhasilan penangkapan Udang Kelong dengan trammel net adalah bahan, kontruksi dan teknologi penangkapannya (Wudianto,

1985).

(31)

Hubungan Panjang Karapas dan Bobot Udang Kelong

Hubungan panjang bobot udang dan distribusi panjangnya perlu diketahui terutama apabila diperlukan konversi statistik hasil tangkapan dalam bobot ke jumlah udang, menduga besarnya populasi dan laju kematian. Analisis hubungan panjang karapas dan bobot tubuh udang untuk tiap spesies menggunakan teknik hubungan eksponensial dan hubungan linear. Analisis hubungan panjang-bobot udang bertujuan untuk mengetahui pola pertumbuhan udang di alam. Dari pola pertumbuhan alami akan dihasilkan nilai regresi antara panjang dan bobot, nilai ini digunakan untuk mencari nilai faktor kondisi udang yang menggambarkan bentuk tubuh udang (gemuk atau kurus). Hubungan panjang bobot tubuh udang ditentukan untuk melihat sifat pertumbuhan allometrik atau isometrik. Panjang karapas pada udang dimanfaatkan untuk menjelaskan pertumbuhannya, sedangkan bobot dapat dianggap sebagai suatu fungsi dari panjang tersebut. Hubungan panjang-bobot hampir mengikuti hukum kubik yaitu bahwa bobot udang merupakan hasil pangkat tiga dari panjangnya (Diskibiony, 2012).

(32)

Distribusi Sebaran Frekuensi Panjang Karapas Udang Kelong

Semua metode pendugaan stok pada intinya memerlukan masukan data komposisi umur. Beberapa metode numerik telah dikembangkan yang memungkinkan dilakukannya konversi atas data frekuensi panjang dalam komposisi umur. Analisis data frekuensi panjang bertujuan untuk menentukan umur terhadap kelompok-kelompok panjang tertentu. Analisis tersebut bermanfaat dalam pemisahan suatu distribusi frekuensi panjang yang kompleks kedalam sejumlah umur (Sparre dan Venema, 1999). Faktor pembatas dalam analisis frekuensi panjang yaitu penentuan umur mempersyaratkan banyak contoh dengan selang waktu yang lebar dan umur pada saat pertama kali tertangkap seharusnya diketahui untuk mendeteksi kelompok umur pertama. Analisis frekuensi panjang memiliki kegunaan untuk menentukan umur dan membandingkan pada metode lain yang menggunakan struktur lebih rumit (Pauly, 1984 diacu oleh Diskibiony, 2012).

Pertumbuhan Udang Kelong

(33)

tempat/habitat organisme tersebut berada, serta ketersediaan makanan yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang kelangsungan hidup dan pertumbuhan.

Pertumbuhan udang umumnya bersifat diskontinyu karena hanya terjadi setelah ganti kulit yaitu saat kulit luarnya belum mengeras sempurna. Hartnoll (1982), menyatakan pertumbuhan larva dan pascalarva udang merupakan perpaduan antara proses perubahan struktur melalui proses metamorfosis dan ganti kulit (moulting), serta peningkatan biomassa sebagai proses transformasi materi dan energi pakan menjadi massa tubuh udang.

Pertumbuhan udang ditandai dengan adanya pergantian kulit, yang secara sederhana digambarkan sebagai berikut: udang berganti kulit melepaskan dirinya dari kulit luarnya yang keras/eksoskeleton, air diserap sehingga ukuran udang bertambah besar, kulit luar yang baru terbentuk dan air secara bertahap hilang dan diganti dengan jaringan baru. Berdasarkan hal tersebut pertumbuhan panjang individu merupakan fungsi berjenjang (step function). Tubuh udang akan bertambah panjang pada setiap ganti kulit, dan tidak bertambah panjang pada saat antara ganti kulit (intermolt). Pada setiap ganti kulit integument terbuka, menyebabkan pertumbuhan terjadi dengan cepat pada periode waktu yang pendek, sebelum integument yang baru menjadi keras (Hartnoll, 1982 diacu oleh Naamin, 1984).

Faktor-faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan udang (Hartnoll, 1982) adalah sebagai berikut:

(34)

2. Faktor luar, yaitu ketersediaan makanan, cahaya, salinitas, suhu dan parasit.

Faktor luar yang utama mempengaruhi pertumbuhan udang seperti suhu air, kandungan oksigen terlarut, amonia, salinitas, dan panjang hari (fotoperiod). Faktor-faktor tersebut berinteraksi satu sama lain dan bersama-sama dengan faktor lainnya seperti kompetisi, jumlah dan kualitas makanan, umur, serta tingkat kematian yang dapat mempengaruhi laju pertumbuhan udang. Faktor-faktor dalam yang paling banyak mempengaruhi pertumbuhan udang adalah umur, ukuran udang serta kematangan gonad (Effendie, 1997).

Pertumbuhan udang pada dasarnya bergantung kepada energi yang tersedia, bagaimana energi tersebut digunakan di dalam tubuh dan secara teoritis hanya akan terjadi bila kebutuhan minimum untuk kehidupannya terpenuhi. Udang memperoleh energi dari pakan yang dikonsumsi, dan kehilangan energi sebagai akibat metabolisme termasuk untuk keperluan osmoregulasi. Efisiensi pemanfaatan energi (pakan) untuk pertumbuhan sangat bergantung pada daya dukung lingkungannya (Anggoro, 1992).

(35)

pertumbuhan allometrik adalah pertumbuhan panjang dan bobot tidak seimbang atau pertumbuhan bobot yang tidak proporsional terhadap pertumbuhan panjang (Effendie, 1997).

Di dalam manajemen perikanan, mempelajari laju pertumbuhan sangat penting, karena laju pertumbuhan dapat mempengaruhi tingkat kematangan gonad pertama, komposisi umur dalam suatu stok biota, dan mortalitas. Selain itu, analisis pertumbuhan digunakan untuk meramalkan ukuran rata-rata biota di suatu populasi pada waktu tertentu, dan untuk membandingkan kondisi biota di daerah perikanan yang berbeda atau pada daerah yang sama dengan strategi manajemen yang berbeda. Pada organisme yang tidak mempunyai kerangka luar, ukuran panjang berubah secara kontinyu, tetapi pada krustesea yang memiliki kerangka luar, pertumbuhan menjadi suatu proses yang diskontinyu (Anggraini, 2001).

Laju Eksploitasi Udang Kelong

Mortalitas suatu kelompok Udang Kelong yang mempunyai umur yang sama dan berasal dari stok yang sama atau sering disebut kohort. Mortalitas yang terjadi bisa disebabkan karena adanya penangkapan dan juga adanya sebab-sebab lain yang disebut natural mortality yang meliputi berbagai peristiwa kematian karena adanya predasi, penyakit, dan umur. Laju mortalitas total (Z) adalah penjumlahan dari laju mortalitas alami (M) dan laju mortalitas penangkapan (King, 1995 diacu oleh Diskibiony, 2012).

(36)

eksploitasi merupakan bagian dari suatu kelompok umur yang akan ditangkap selama Udang Kelong hidup, sehingga laju eksploitasi juga didefinisikan sebagai jumlah udang yang ditangkap dibandingkan dengan jumlah total udang yang mati karena semua faktor baik faktor alami maupun faktor penangkapan. Jika stok yang dieksploitasi optimal, maka laju mortalitas penangkapan (F) sama dengan laju mortalitas alami (M) dan sama dengan 0.5 (Diskibiony, 2012).

Nisbah Kelamin Udang Kelong

Nisbah kelamin merupakan perbandingan jumlah Udang Kelong jantan dengan Udang Kelong betina dalam suatu populasi. Perbedaan jenis kelamin dapat ditentukan melalui perbedaan morfologi tubuh atau perbedaan warna tubuh. Menurut Bal dan Rao (1984) diacu oleh Tampubolon (2008), kondisi nisbah kelamin yang ideal yaitu memiliki ratio 1:1. Kondisi nisbah kelamin penting diketahui karena berpengaruh terhadap kestabilan suatu populasi. Perbandingan 1:1 ini sering menyimpang, antara lain disebabkan oleh perbedaan pola tingkah laku Udang Kelong jantan dan betina, dan laju pertumbuhannya (Ismail, 2006 diacu oleh Diskibiony, 2012).

(37)

Faktor Kondisi Udang Kelong

Faktor kondisi (FK) adalah suatu keadaan yang menyatakan kemontokan udang dengan angka. Faktor kondisi ini dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kecocokan suatu spesies terhadap lingkungan. Selanjutnya Effendie (1997), menyatakan bahwa variasi harga K sangat ditentukan oleh makanan, umur, jenis kelamin, dan kematangan gonad. Dengan diketahuinya faktor kondisi maka bila terjadi perubahan mendadak pada suatu populasi udang akan cepat dapat diketahui (Robiyani, 2000).

(38)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama tujuh bulan yaitu bulan Juni sampai dengan bulan Desember 2013. Pengambilan sampel udang dilakukan 14 kali dengan interval waktu pengambilan data 2 minggu sekali. Lokasi pengambilan sampel udang dilakukan di Desa Sungai Ular, Kecamatan Secanggang, di salah satu pengumpul/pengepul untuk nelayan yang menangkap udang di perairan Kabupaten Langkat (Gambar 6). Analisis sampel dan identifikasi sampel dilakukan di Laboratorium Terpadu Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

(39)

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah digital caliper dengan tingkat ketelitian 0,01 mm, timbangan digital Ohaus dengan ketelitian 0,01 g, cool box, thermometer, pH meter, refraktometer, keping Secchi, alat tulis, dan kamera digital. Bahan yang digunakan adalah Udang Kelong (P. merguiensis) dengan ukuran yang bervariasi, dan es yang diletakkan di cool box.

Pelaksanaan Penelitian Tahap Pengumpulan Data

Data primer merupakan data yang diperoleh dari nelayan dengan observasi, wawancara dan diskusi berdasarkan kuisioner yang telah disusun dapat dilihat pada Lampiran 1. Data yang dikumpulkan menyangkut kegiatan usaha penangkapan udang yang meliputi kegiatan operasi penangkapan, dan produksi hasil tangkapan, serta pengambilan sampel Udang Kelong.

Penentuan responden dan pengambilan sampel Udang Kelong dilakukan secara Purposive Random Sampling. Responden ditentukan dengan tujuan representatif data yang dianggap sesuai dengan persyaratan yang dikehendaki peneliti, yaitu nelayan yang menangkap Udang Kelong menggunakan alat tangkap trammel net di perairan Kabupaten Langkat.

(40)

Gambar 7. Pengukuran Panjang Karapas Udang Kelong

Analisis Data

Hubungan Panjang Karapas dan Bobot Udang Kelong

Hubungan panjang dan bobot mengikuti hukum kubik yaitu bahwa bobot udang sebagai pangkat tiga dari panjangnya. Analisis pertumbuhan panjang dan bobot bertujuan untuk mengetahui pola pertumbuhan Udang Kelong di alam. Dalam menghitung hubungan panjang dan bobot sebaiknya dipisahkan antara Udang Kelong jantan dan betina, karena biasanya terdapat perbedaan hasil antara kedua jenis kelamin tersebut.

Untuk mencari hubungan antara panjang dan bobot Udang Kelong digunakan persamaan sebagai berikut (Effendie, 1997):

W = aLb

Keterangan:

W = Bobot Udang Kelong (g) L = Panjang karapas (mm)

(41)

Dengan pendekatan regresi linier maka hubungan kedua parameter tersebut dapat dilihat. Nilai b digunakan untuk menduga laju pertumbuhan kedua parameter yang dianalisis. Ketentuan yang digunakan adalah :

1. Jika nilai b = 3 maka disebut pola pertumbuhan isometrik (pola pertumbuhan panjang sama dengan pertumbuhan berat).

2. Jika nilai b ≠ 3 maka disebut allometrik yaitu :

a. Jika b > 3 disebut pola pertumbuhan allometrik positif (pertumbuhan berat lebih dominan).

b. Jika b < 3 disebut pola pertumbuhan allometrik negatif (pertumbuhan lebar lebih dominan).

Distribusi Sebaran Frekuensi Panjang Karapas Udang Kelong

Sebaran frekuensi panjang adalah distribusi ukuran panjang pada kelompok panjang tertentu. Sebaran frekuensi panjang didapatkan dengan menentukan selang kelas, nilai tengah kelas, dan frekuensi dalam setiap kelompok panjang. Dalam penelitian ini, untuk menganalisis sebaran frekuensi panjang dilakukan langkah-langkah sebagai berikut (Walpole, 1992):

1. Menentukan nilai maksimum (Max) dan minimum (Min) dari seluruh data panjang karapas Udang Kelong.

2. Menentukan wilayah kelas (WK) = max – min , max = data terbesar; min = data terkecil.

3. Menentukan jumlah kelas (JK) = 1 + 3,32 log N; N = jumlah contoh. 4. Menghitung lebar kelas (L) = WK/JK.

(42)

6. Menentukan frekuensi panjang untuk masing-masing selang kelas.

Sebaran frekuensi panjang yang telah ditentukan dalam masing-masing kelas, diplotkan dalam sebuah grafik untuk melihat jumlah distribusi normalnya. Dari grafik dapat terlihat jumlah puncak yang menggambarkan jumlah kelompok umur (kohort) yang ada dan terlihat pergeseran distribusi kelas panjang setiap bulannya. Pergeseran sebaran frekuensi panjang menggambarkan jumlah kelompok umur (kohort) yang ada. Bila terjadi pergeseran modus sebaran frekuensi panjang berarti terdapat lebih dari satu kohort. Menurut Sparre dan Venema (1999), metode yang dapat digunakan untuk memisahkan distribusi komposit ke dalam distribusi normal adalah metode Bhattacharya (1976) diacu oleh Sparre dan Venema (1999) dengan bantuan software program FiSAT II.

Parameter Pertumbuhan Udang Kelong

Pendugaan nilai koefisien pertumbuhan (K) dan L∞ dilakukan dengan menggunakan metode Ford-Walford, Metode Ford Walford merupakan model sederhana untuk menduga parameter pertumbuhan L∞ dan K dari persamaan Von Bertalanffy dengan interval waktu pengambilan contoh yang sama (King, 1995 diacu oleh Desrita, 2011), serta nilai dugaan t0 (umur teoritis udang pada saat panjang sama dengan nol). Berikut ini adalah persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy.

Lt = L∞ [1 – e -K(t-t0)] Keterangan:

Lt = Panjang udang pada saat umur t (satuan) L∞ = Panjang asimptot udang (mm)

K = Koefisien pertumbuhan (per satuan waktu)

(43)

Umur teoritis udang pada saat panjang sama dengan nol dapat diduga secara terpisah dengan menggunakan persamaan empiris Pauly (Pauly, 1983):

Log (-t0) = 0,3922 – 0,2752 (Log L∞) – 1,038 (Log K)

Selanjutnya dari hasil di atas, analisis perhitungan dilakukan dengan menggunakan metode ELEFAN I (Electronic Length Frequencys Analysis) yang terdapat dalam program FiSAT II.

Laju Eksploitasi Udang Kelong

Pendugaan laju eksploitasi Udang Kelong dilakukan dengan penentuan parameter-parameter pertumbuhan yang telah dihitung sebelumnya. Setelah nilai ini diketahui, maka dilakukan pendugaan laju mortalitas total (Z) dengan menggunakan metode Jones dan Van Zalinge yang dikemas dalam program FiSAT II. Nilai Z diduga dengan pendekatan rumus empiris Pauly (1984) diacu oleh Sparre dan Venema (1999), dimana laju kematian total berhubungan erat dengan suhu rata-rata perairan, dengan persamaan sebagai berikut:

Log M = - 0,0066 – 0,279 (Log L∞) + 0,6543 (Log K) + 0,463 (Log T) Keterangan:

M : mortalitas alamiah T : suhu rata-rata perairan.

Berdasarkan parameter laju kematian di atas (Z dan M), maka secara langsung laju kematian akibat penangkapan (F) dapat diketahui dengan menggunakan rumus:

(44)

Berdasarkan nilai tersebut maka laju eksploitasi udang (E) ditentukan dengan membandingkan mortalitas penangkapan (F) terhadap mortalitas total (Z) (Pauly, 1984 diacu oleh Sparre dan Venema, 1999):

E = �

1. Jika E > 0,5 menunjukkan tingkat eksploitasi tinggi (overfishing). 2. E < 0,5 menunujukan tingkat eksplotasi rendah (under fishing). 3. E = 0,5 menunjukkan pemanfaatan optimal.

Nisbah Kelamin Udang Kelong

Nisbah kelamin penting untuk melihat perbandingan Udang Kelong jantan dan betina yang ada pada suatu perairan. Persamaan untuk mencari kelamin adalah (Effendie, 1997) :

p = �

� × 100% Keterangan:

p = Proporsi Udang Kelong (jantan/betina) n = Jumlah jantan atau betina

N = Jumlah total Udang Kelong (jantan + betina)

Faktor Kondisi Udang Kelong

(45)

karapas dan bobot). Setelah pola pertumbuhan panjang dan bobot tersebut

diketahui, maka baru dapat ditentukan kondisi dari Udang Kelong tersebut (Effendie, 2002).

a. Jika pertumbuhan Udang Kelong isometrik (b = 3) maka persamaan yang digunakan adalah:

K = 10

5

�3 W

b. Jika pertumbuhan Udang Kelong adalah model pertumbuhan allometrik (b ≠ 3) maka persamaan yang digunakan adalah:

K = � ���

Keterangan:

K = faktor kondisi W = bobot udang (g)

L = panjang karapas udang (mm) a dan b = konstanta

Kualitas Air

Dalam penelitian ini terdapat beberapa parameter kualitas air yang diukur seperti yang terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Beberapa parameter kualitas air yang diukur dalam penelitian

No. Parameter Satuan Alat Lokasi

1. Suhu ˚C Thermometer In situ

2. pH - pH-Meter In situ

(46)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hubungan Panjang Karapas dan Bobot Udang Kelong (P. merguiensis)

Persamaan dan pola pertumbuhan berdasarkan hubungan panjang dan bobot Udang Kelong pada pengambilan sampel di Kabupaten Langkat dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai “b” untuk Udang Kelong jantan berkisar antara 2.001 – 2.613 dan Udang Kelong betina berkisar 2.198 – 2.543. Udang Kelong jantan dan betina di Kabupaten Langkat memiliki nilai b < 3, sehingga dapat disebutkan bahwa pola pertumbuhannya adalah allometrik negatif yaitu pertumbuhan panjang karapas lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan bobot.

Tabel 2. Hubungan panjang bobot Udang Kelong (Penaeus merguiensis) di Kabupaten Langkat setiap bulan pengambilan sampel.

(47)

y = 0.012x2.165

Sampel Udang Kelong yang digunakan adalah 1758 ekor (7 bulan), dengan komposisi Udang Kelong jantan sebanyak 654 ekor, dan Udang Kelong betina sebanyak 1104 ekor. Panjang karapas dan bobot Udang Kelong pada setiap bulan pengamatan di perairan Kabupaten Langkat disajikan pada Lampiran 2. Hubungan panjang dan bobot Udang Kelong secara keseluruhan disajikan pada Gambar 8 – 10.

Gambar 8. Hubungan panjang dan bobot Udang Kelong jantan

(48)

y = 0.007x2.350

Gambar 10. Hubungan panjang dan bobot Udang Kelong secara total

Distribusi Sebaran Frekuensi Panjang Karapas Udang Kelong

(49)

Gambar 11. Sebaran frekuensi panjang karapas Udang Kelong (P. merguiensis) jantan maupun betina di Perairan Kabupaten Langkat pada bulan Juni - Desember 2013

(50)

Jantan Pengambilan bulan Agustus Betina pengambilan bulan Agustus

Jantan pengambilan bulan September Betina pengambilan bulan September

Jantan pengambilan bulan Oktober Betina pengambilan bulan Oktober

Jantan pengambilan bulan November Betina pengambilan bulan November

Jantan pengambilan bulan Desember Betina pengambilan bulan Desember

Gambar 12. Kelompok ukuran panjang karapas Udang Kelong (Penaeus merguiensis) pada bulan Juni - Desember 2013

(51)

populasi dan indeks separasi masing-masing kelompok ukuran. Hasil pemisahan kelompok ukuran Udang Kelong di perairan Kabupaten Langkat akan disajikan pada lampiran 4.

Tabel 3. Hasil pemisahan kelompok ukuran Udang Kelong (P. merguiensis) jantan di perairan Kabupaten Langkat

Bulan

Tabel 4. Hasil pemisahan kelompok ukuran Udang Kelong (P. merguiensis) betina di perairan Kabupaten Langkat

(52)

Parameter Pertumbuhan Udang Kelong

Berdasarkan hasil analisis plot Ford-Walfrod didapatkan nilai parameter pertumbuhan (K dan L∞) dan t0 Udang Kelong, baik jantan maupun betina yang disajikan pada Tabel 5 dan Lampiran 5.

Tabel 5. Parameter pertumbuhan (K dan L) dan t0 Udang Kelong (P. merguiensis)

Udang Kelong (P. merguiensis)

Parameter pertumbuhan K

(per tahun)

L∞

(mm)

t0 (tahun)

Jantan 0.500 36.30 -1.885

Betina 0.620 41.91 -1.450

Gabungan 0.590 40.29 -1.543

Selanjutnya, nilai-nilai parameter pertumbuhan tersebut digunakan sebagai dasar untuk mendapatkan persamaan Von Bertalanffy Udang Kelong, yaitu Lt = 36.3*(1 – e[0.5(t + 1.885)) untuk udang jantan dan Lt = 41.91*(1 – e[0.62(t + 1.450)) untuk udang betina. Berdasarkan persamaan-persamaan Von Bertalanffy tersebut, didapatkan kurva pertumbuhan Udang Kelong (Gambar 13 – 14).

(53)

Gambar 14. Kurva Pertumbuhan Udang Kelong (P. merguiensis) Betina

Laju Eksploitasi Udang Kelong

Tingkat eksploitasi sumberdaya udang di suatu perairan merupakan nisbah antara tingkat kematian akibat penangkapan (F) pada waktu tertentu dengan tingkat kematian total (Z) yang dinyatakan dalam persen.

Pendugaan konstanta laju mortalitas total (Z) Udang Kelong dilakukan dengan kurva hasil tangkapan dalam menduga nilai Z (Gambar 15). Laju mortalitas alami diduga menggunakan rumus empiris Pauly (Sparre dan Venema, 1999) dengan suhu rata-rata permukaan perairan Kabupaten Langkat 27,9˚C.

Jantan Betina

(54)

Berdasarkan hasil analisis laju mortalitas total (Z) pada Udang Kelong (P. merguiensis) diperoleh 2.526 pertahun terdiri atas mortalitas alami (M) Udang

Kelong diperoleh 1.165 pertahun, dan mortalitas akibat penangkapan (F) adalah 1.361 pertahun, sehingga diperoleh laju eksploitasi (E) sebesar 0.539 pertahun. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 6 dan Lampiran 6 – 8.

Tabel 6. Laju mortalitas dan laju eksploitasi Udang Kelong (P. merguiensis) di Kabupaten Langkat

Jumlah frekuensi Udang Kelong jantan di perairan Kabupaten Langkat sebanyak 654 ekor dan jumlah frekuensi Udang Kelong betina sebanyak 1104 ekor. Perbandingan Udang Kelong jantan dan Udang Kelong betina sebesar 1:1.688. Nilai nisbah kelamin Udang Kelong disajikan dalam Tabel 7. Tabel 7 menunjukkan jumlah Udang Kelong betina lebih mendominasi dibandingkan jumlah Udang Kelong jantan. Hal ini terlihat dari nilai proporsi betina yang lebih besar dibandingkan nilai proporsi jantan (Gambar 16).

Tabel 7. Nisbah Kelamin Udang Kelong (Penaeus merguiensis) berdasarkan jenis kelamin di perairan Kabupaten Langkat

(55)

Jantan

Gambar 16. Nilai proporsi Udang Kelong (Penaeus merguiensis) jantan dan betina di Kabupaten Langkat

Faktor Kondisi Udang Kelong

Hasil perhitungan faktor kondisi (FK) Udang Kelong jantan maupun betina berdasarkan pola pertumbuhan allometrik negatif berada dalam kisaran 0.947 - 1.592 (Tabel 8). Tabel 8 menunjukkan Udang Kelong di Kabupaten Langkat mempunyai bentuk tubuh kurang pipih (kurus), sesuai dengan harga FK yang diperoleh. Nilai FK Udang Kelong (P. merguiensis) disajikan dalam Tabel 8. Tabel 8. Faktor kondisi Udang Kelong (Penaeus merguiensis) berdasarkan jenis

(56)

0.000

Hasil pengamatan menunjukkan adanya perbedaan antara faktor kondisi Udang Kelong betina dengan faktor kondisi Udang Kelong jantan (Gambar 17).

Gambar 17. Faktor kondisi Udang Kelong (Penaeus merguiensis) berdasarkan waktu pengamatan

Kualitas Air

Kondisi lingkungan perairan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi distribusi Udang Kelong. Distribusinya di alam juga dipengaruhi oleh faktor eksternal, diantaranya kondisi lingkungan perairan pada habitatnya. Hasil pengamatan kondisi kualitas perairan di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil pengukuran kualitas air di lokasi penelitian

No. Parameter Satuan Hasil Pengukuran

1. Suhu ˚C 26.4 – 29.5

2. pH - 6 – 8.1

3. Salinitas ‰ 2 – 8

(57)

Pembahasan

Hubungan Panjang Karapas dan Bobot Udang Kelong (P. merguiensis)

Hasil analisis hubungan panjang dan bobot diperoleh persamaan hubungan panjang dan bobot Udang Kelong jantan (Gambar 8) adalah W = 0.012L2.165 dengan kisaran nilai b sebesar 2.165, persamaan hubungan panjang dan bobot Udang Kelong betina (Gambar 9) adalah W = 0.006L2.382 dengan kisaran nilai b sebesar 2.382. Berdasarkan nilai b yang diperoleh diketahui bahwa Udang Kelong di Kabupaten Langkat memiliki pertumbuhan allometrik negatif, artinya pertumbuhan panjang lebih cepat dibandingkan pertambahan bobotnya. Hal ini tidak berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Susetiono, dkk (1990) di Kufar, Seram Timur dengan nilai b = 2.1859 (jantan) dan nilai b = 2.8059 (betina), Saiful (2003) di Kawasan Segara Anakan dengan nilai b = 2.2244, dan Budianto (2012) dengan nilai b = 0.77. Pola pertumbuhan biota perairan yang bersifat allometrik negatif secara umum dapat disebabkan oleh tangkap lebih.

(58)

Persamaan hubungan panjang dan bobot Udang Kelong (Tabel 2) secara umum memiliki korelasi yang erat. Hal tersebut didasarkan pada nilai koefisien korelasi (R2) memiliki nilai yang tidak jauh berbeda dan mendekati angka 1 atau berkisar antara 0.625 – 0.910. Nilai R2 menunjukkan bahwa setiap penambahan bobot akan diiringi dengan penambahan panjang setiap waktu pengamatan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hartnoll (1982), yang menyatakan bahwa besarnya koefisien korelasi menunjukkan bahwa pertambahan panjang diikuti dengan pertambahan bobot tubuh. Hal tersebut juga merupakan sifat umum dari crustacea yang biasanya mengalami perubahan bentuk tubuh selama tumbuh.

Distribusi Sebaran Frekuensi Panjang Karapas

Berdasarkan hasil perhitungan frekuensi panjang kelas diperoleh data panjang untuk jantan dan betina terdiri atas 12 kelas panjang dengan interval kelas 1.30. Jumlah populasi Udang Kelong (P.merguiensis) yang terkumpul selama tujuh bulan penelitian adalah 1758 yang terdiri atas 654 populasi jantan dan 1104 betina. Sebaran frekuensi Udang Kelong secara total (Gambar 11) menunjukkan bahwa terlihat adanya pergeseran sebaran ukuran panjang yaitu 13.07 – 39.68 mm, dengan frekuensi tertinggi berkisar pada selang kelas 24.57-25.88 mm.

(59)

disebabkan oleh adanya faktor genetik dari Udang Kelong, hal inilah yang menyebabkan pertumbuhan Udang Kelong berbeda di setiap tempat dan waktu. Kondisi ini menunjukkan bahwa apabila dikaitkan dengan umur populasi, maka terlihat adanya pergeseran umur Udang Kelong yang tertangkap dengan adanya pemisahan kelompok ukuran panjang karapas yang terlihat pada Tabel 3 dan 4.

Tabel 3 dan 4 menunjukkan hasil analisis pemisahan kelompok ukuran populasi Udang Kelong jantan dan betina selama tujuh bulan pengamatan. Pengelompokkan ini menggambarkan beberapa kelompok ukuran yang menjelaskan umur pada waktu tertentu. Dalam pemisahan kelompok ukuran dengan metode Bhattacharya sangat penting untuk memperhatikan nilai indeks separasi (SI) yang diperoleh. Menurut Sparre dan Venema (1999), menjelaskan bahwa indeks separasi merupakan kuantitas yang relevan terhadap studi bila dilakukan kemungkinan bagi suatu pemisahan yang berhasil dari dua komponen yang berdekatan, bila indeks separasi kurang dari dua (SI < 2) maka tidak mungkin dilakukan pemisahan di antara dua kelompok ukuran karena terjadi tumpang tindih yang besar antar kelompok ukuran tersebut.

Berdasarkan nilai indeks separasi pada Tabel 3 dan 4, dapat dilakukan pemisahan kelompok ukuran Udang Kelong jantan dan betina terlihat pada Gambar 12.

(60)

satu waktu. Pada bulan Juli sampai Desember menunjukkan satu kelompok ukuran. Kelompok ukuran Udang Kelong jantan selama tujuh bulan penelitian hanya ditemukan dua kelompok ukuran pada bulan Juni. Panjang karapas rata-rata Udang Kelong jantan pada bulan Juni adalah 23.06 dan 26.70 mm dengan jumlah 178 ekor, Juli dengan rata-rata 23.30 mm jumlah 83, Agustus dengan rata-rata 24.31 mm jumlah 84, September dengan rata-rata 24.47 jumlah 66, Oktober dengan rata-rata 24.59 jumlah 46, November dengan rata-rata 24.62 jumlah 74 dan bulan Desember dengan rata-rata 25.52 dengan jumlah 123 ekor Udang Kelong jantan. Kelompok ukuran Udang Kelong jantan di atas menggambarkan adanya pergeseran ukuran panjang setiap bulan pengambilan kearah kanan menunjukkan adanya pertumbuhan Udang Kelong jantan, meskipun pergeseran sebaran ukuran panjang karapas relatif sedikit.

Gambar 12 menunjukkan bahwa kelompok ukuran Udang Kelong (P. merguiensis) betina pada bulan Juni - Desember menunjukkan dua kelompok

(61)

Parameter Pertumbuhan Udang Kelong

Berdasarkan hasil analisis parameter pertumbuhan dari formula pertumbuhan Von Bertalanffy untuk Udang Kelong (P. merguiensis) (Tabel 5) diperoleh nilai dugaan panjang asimtotik (L∞) Udang Kelong jantan yaitu 36.30 mm dengan koefisien laju pertumbuhan (K) 0.5/tahun, sedangkan nilai dugaan panjang asimtotik (L∞) Udang Kelong betina yaitu 41.91 mm dengan koefisien pertumbuhan (K) 0.62/tahun. Berdasarkan dugaan parameter pertumbuhan yang diperoleh, maka kurva pertumbuhan Udang Kelong di perairan Kabupaten Langkat (Gambar 13 -14), dengan persamaan yaitu Lt = 36.3*(1 – e[0.5(t + 1.885)) untuk udang jantan dan Lt = 41.91*(1 – e[0.62(t + 1.450)) untuk udang betina.

Panjang total maksimum Udang Kelong jantan dan betina adalah 35.14 dan 40. 16, panjang ini tidak berbeda jauh dengan panjang asimtotik (L) Udang Kelong jantan dan betina yang diperoleh. Nilai pada ukuran panjang maksimum untuk Udang Kelong jantan dan betina merupakan pertumbuhan maksimal yang sudah tidak memungkinkan untuk tumbuh atau bertambah panjang lagi. Jika terdapat energi yang berlebih maka energi tersebut digunakan untuk reproduksi maupun perbaikan sel-sel yang rusak. Pertumbuhan ini sangat ditentukan oleh koefisien pertumbuhan (K). Hal ini sesuai dengan pernyataan Setyobudiandi (2004), bahwa apabila nilai koefisien (K) rendah maka dapat mempengaruhi kecepatan pertumbuhan untuk bisa tumbuh maksimal.

(62)

L∞, sedangkan Udang Kelong jantan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mencapai panjang maksimum (L). Kondisi ini diduga adanya kegiatan pengambilan Udang Kelong yang tidak selektif terhadap ukuran dan jenis kelamin Udang Kelong. Nilai K yang relatif kecil tersebut dikarenakan Udang Kelong yang tertangkap di perairan Kabupaten Langkat pada umumya adalah Udang Kelong yang telah dewasa atau tua.

Dugaan nilai parameter pertumbuhan Udang Kelong di Kabupaten Langkat (Tabel 5), menunjukkan adanya perbedaan jika dibandingkan dengan nilai parameter pertumbuhan (L∞ dan K) yang diduga oleh peneliti lain, seperti Subagyo (2005) di Perairan Cilacap yaitu L = 219.59 dan K = 1.2216 pertahun. Bila dibandingkan dengan hasil yang diperoleh pada penelitian ini terlihat bahwa nilai L dan K menjadi lebih kecil. Hal ini berarti pertumbuhan Udang Kelong di perairan Kabupaten Langkat lebih lama untuk mendekati nilai L∞ atau dengan kata lain Udang Kelong di perairan Langkat merupakan udang yang berumur tua. Hal ini didukung oleh pendapat Effendie (1997), yang menyatakan bahwa udang yang berumur muda akan memiliki pertumbuhan yang relatif cepat, sedangkan udang dewasa akan semakin lambat untuk mencapai panjang asimtotiknya. Hasil ini juga mengindikasikan bahwa Udang Kelong di perairan Kabupaten Langkat sudah mengalami tekanan dalam laju penangkapan.

(63)

umur, parasit dan penyakit, serta faktor eksternal seperti jumlah dan ukuran makanan yang tersedia serta lingkungan perairan

Kurva pertumbuhan (Gambar 13 -14) merupakan garis pertumbuhan yang menghubungkan modus kelompok panjang pada histogram untuk menunjukkan pertambahan ukuran panjang selama periode pengamatan dan menduga laju pertumbuhan populasi dari kelompok ukuran panjang Udang Kelong. Histogram berwarna hitam menunjukkan restrukturisasi bernilai positif dan histogram yang putih bernilai negatif. Nilai restrukturisasi positif menunjukkan puncak-puncak sebaran frekuensi panjang dan nilai restrukturisasi negatif menunjukkan lembah-lembah. Kurva pertumbuhan yang diperoleh sebagian besar melewati histogram positif atau melewati puncak-puncak tertinggi. Dengan demikian parameter ini dapat digunakan dalam menggambarkan pertumbuhan Udang Kelong di perairan Kabupaten Langkat.

Laju Eksploitasi Udang Kelong

(64)

pertahun dengan laju mortalitas alami (M) sebesar 1.161 pertahun dan mortalitas penangkapan (F) sebesar 1.365 pertahun.

Nilai dugaan mortalitas total (Z) dari penelitian ini sebesar 2.526 pertahun, nilai tersebut menunjukkan perbedaan dari nilai dugaan Z yang diperoleh Subagyo (2005) di perairan Cilacap, yaitu 5.78 pertahun. Tingginya tingkat mortalitas total, menunjukkan bahwa bekurangnya stok Udang Kelong di perairan bukan hanya disebabkan oleh besarnya tekanan penangkapan, tetapi juga akibat kematian alami.

Laju mortalitas penangkapan (F) dari penelitian ini sebesar 1.365 pertahun menunjukkan perbedaan dari nilai dugaan F yang diperoleh Subagyo (2005) di perairan Cilacap, yaitu 4.53 pertahun dan Saiful (2003) di kawasan Segara Anakan yaitu 2.40 pertahun. Tingginya tingkat mortalitas penangkapan tergantung pada jumlah effort dan efektivitas (daya tangkap) alat tangkap.

Laju mortalitas alami (M) dari penelitian ini sebesar 1.161 pertahun, menunjukkan perbedaan dari nilai dugaan M yang diperoleh Saiful (2003) di kawasan Segara Anakan yaitu 2.35 pertahun, dan Subagyo (2005) di perairan Cilacap yaitu 1.26 pertahun. Nilai M sangat erat hubungannya dengan kondisi lingkungan, dalam hal ini adalah besarnya nilai rata-rata suhu perairan.

(65)

Berdasarkan hasil analisis mortalitas, dapat ditentukan tingkat eksploitasi Udang Kelong di perairan Kabupaten Langkat (Tabel 6). Tabel 6 menunjukkan nilai dugaan laju eksploitasi (E) untuk Udang Kelong di perairan Kabupaten Langkat sebesar 0.54. Nilai laju eksploitasi (E) Udang Kelong menyebabkan adanya tekanan penangkapan yang tinggi atau kondisi tangkap lebih (overfishing) terhadap stok Udang Kelong di perairan Kabupaten Langkat. Hal ini dikarenakan nilai laju eksploitasi (E) yang melebihi eksploitasi optimum yaitu 0.5. Hasil analisis eksploitasi Udang Kelong diduga bahwa Udang Kelong merupakan satu diantara beberapa target utama selain ikan dalam penangkapan dan diduga penggunaan alat tangkap yang berlebih di perairan Langkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bahtiar (2005), menjelaskan bahwa apabila upaya penangkapan begitu besar atau tepat menyamai ketersediaan populasi induk yang tersedia maka populasi ini akan mengalami penurunan secara terus menerus dan pada tingkat tertentu organisme akan mengalami kepunahan.

Nisbah Kelamin Udang Kelong

(66)

yang menjadi faktor kenapa udang betina lebih banyak dibandingkan udang jantan di suatu perairan.

Jumlah udang betina lebih banyak dibandingkan udang jantan sangat menguntungkan bagi suatu perairan karena pada saat musim pemijahan sel telur akan lebih besar peluangnya untuk dibuahi sel sperma sehingga kesempatan mempertahankan populasinya lebih besar. Perbedaan hasil pengamatan kondisi nisbah kelamin ini dapat disebabkan oleh faktor tingkah laku udang itu sendiri, perbedaan laju mortalitas dan pertumbuhannya. Tabel 7 juga dapat diartikan pada perairan tersebut, jumlah stok Udang Kelong betina lebih banyak bila dibandingkan Udang Kelong jantan, sehingga recruitment lebih banyak ditunjukkan oleh Udang Kelong jantan, dan dapat diduga karena Udang Kelong jantan dan Udang Kelong betina yang tidak berada dalam satu area pemijahan, sehingga peluang tertangkapnya berbeda.

Faktor Kondisi Udang Kelong

(67)

Nilai FK Udang Kelong jantan dan betina kurang dari 2, sehingga Udang Kelong di daerah perairan Langkat kurang pipih (kurus). Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendie (1975), bahwa kisaran harga FK antara 3 - 4 berarti udang gemuk dan pada kisaran 1 - 2, badan udang kurus.

Nilai faktor kondisi yang tinggi pada Udang Kelong betina menunjukkan bahwa Udang Kelong betina memiliki FK yang lebih baik untuk proses reproduksinya dibanding Udang Kelong jantan. Hal ini sesuai dengan pernyataan King (1995), bahwa variasi nilai faktor kondisi juga akan berbeda tergantung pada jenis kelamin dari Udang Kelong, musim, atau lokasi penangkapan, serta faktor kondisi juga dipengaruhi oleh tingkat kematangan gonad dan juga kelimpahan makanan.

Kondisi Lingkungan Perairan

Kondisi lingkungan perairan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi distribusi biota perairan. Demikian juga dengan Udang Kelong, distribusinya di alam juga dipengaruhi oleh faktor eksternal, diantaranya kondisi lingkungan perairan pada habitatnya.

(68)

Kisaran pH air yang didapatkan selama penelitian adalah 6 – 8.1. Kisaran nilai pH tersebut merupakan kisaran yang dapat mendukung kehidupan Udang Kelong. Kisaran nilai salinitas yang didapatkan selama penelitian adalah 2 – 8 ‰. Kisaran salinitas ini masih dapat ditoleransi oleh Udang Kelong. Menurut Unar (1965), toleransi salinitas Udang Kelong muda dan Udang Kelong dewasa berkisar lebih dari 5‰. Kisaran kecerahan yang didapatkan selama penelitian adalah 20 – 65 cm.

Pengelolaan Sumberdaya Udang Kelong (P. merguiensis)

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, kegiatan penangkapan terhadap sumberdaya Udang Kelong (P. merguiensis) terjadi tekanan penangkapan yang tinggi atau berada pada kondisi tangkap lebih. Hal ini dikarenakan laju eksploitasi melebihi nilai laju eksploitasi optimum sebesar 0.5. Penangkapan berlebih diartikan sebagai jumlah usaha penangkapan sedemikian tinggi sehingga stok udang tidak mempunyai kesempatan (waktu) untuk berkembang, hal ini menyebabkan total hasil tangkapan yang lebih rendah (Sparre dan Venema, 1992; Gulland, 1983).

Penurunan populasi dan kepunahan sumberdaya Udang Kelong (P. merguiensis) di perairan Kabupaten Langkat dapat dihindari dengan melakukan

pengaturan dan pengelolaan terhadap sumberdaya Udang Kelong (P. merguiensis) yang ada.

(69)

mengurangi penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. Langkah ini dilakukan agar sesuai dengan kemampuan produksi dan daya pulih kembali sumberdaya Udang Kelong sehingga kapasitas yang optimal dan lestari dapat terjamin.

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Gambar 2. Udang Kelong (P. merguiensis)
Gambar 3. Alat Kelamin jantan dan Betina Udang Kelong
Gambar 4. Daur hidup Udang Kelong (Penaeus merguiensis) (Stewart, 2005).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sangki (2017) dalam penelitiannya berjudul “Penerapan Prinsip Transparansi dan Akuntabilitas dalam Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (Suatu Studi di

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh signifikan Kepemimpinan Transformasional X1 dan Budaya Organisasi X2 terhadap Kinerja Karyawan Y BPR Syariah Artha Pamenang

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA,

Kaye et al (1989) reported minimum steady-state concentrations of paroxetine of 146 and 227 ng/mL in elderly patients receiving 30 and 40 mg/day, respectively.. Concentrations

[r]

The authors hypothesize that if trauma exposure in- creases the risk for major depression independently from PTSD, the results will show that persons exposed to trauma

(Study Deskriptif Motif Pelajar Sma Sekolah Islam Di Gresik Dalam Menonton Tayangan Progam Acara “Islam KTP” Di

Dapatan ini menyokong dapatan daripada kajian yang dijalankan oleh Sharifah nor Ashikin dan Rahman (2005) yang menyatakan minat terhadap mata pelajaran Sains adalah