• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pasal 1338 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (Pacta Sunt Servanda) Dalam Perjanjian Antara Dokter Dengan Pasien

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Pasal 1338 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (Pacta Sunt Servanda) Dalam Perjanjian Antara Dokter Dengan Pasien"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

1 S K R I P S I

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

YOSEPHINE MS TOBING

100200371

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ANALISIS PASAL 1338 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

(PACTA SUNT SERVANDA) DALAM PERJANJIAN ANTARA

DOKTER DENGAN PASIEN

Oleh

YOSEPHINE MS TOBING

100200371

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

Disetujui Oleh :

Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum

NIP. 196603031985081001

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Rosnidar Sembiring, SH., M.Hum Zulkifli Sembiring, SH.M.H

NIP. 196602021991032002 NIP. 196010118198803100

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

ABSTRAK

* Yosephine Ms Tobing ** Rosnidar

*** Zulkifli Sembiring

Sorotan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan profesi tenaga kesehatan merupakan suatu kritik yang baik terhadap profesi kesehatan, agar para tenaga kesehatan dapat meningkatkan pelayanan profesi kesehatannya terhadap masyarakat. Profesi dokter menyadari bahwa kritik yang muncul tersebut hanya merupakan “puncak suatu gunung es” artinya masih banyak kritik yang tidak muncul ke permukaan karena keengganan pasien atau keluarganya untuk menyatakannya.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah kedudukan perjanjian terapeutik antara dokter dan pasien menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Asas-asas Hukum Perjanjian pada Perjanjian Terapeutik Antara Dokter dan Pasien dikaitkan dengan Pasal 1338 KUHPerdata. Akibat Hukum Timbul yang dari Tidak Terpenuhi Prestasi pada Perjanjian Terapeutik Antara Dokter dan Pasien.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah tentang asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin.

Kedudukan Perjanjian Terapeutik Antara Dokter dan Pasien Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah Hubungan dokter dengan pasien pada perjanjian terapeutik terdapat perikatan untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, yaitu pelayanan medik yang bertujuan meringankan gejala penyakit sampai menyembuhkan penyakit yang diderita pasien. Demikian juga hubungan dokter dengan pasien dapat merupakan perikatan yang tidak berbuat sesuatu. Pemenuhan Asas-asas Hukum Perjanjian pada Perjanjian Terapeutik Antara Dokter dan Pasien adalah Perjanjian terapeutik atau transaksi terapeutik adalah perjanjian antara dokter dengan pasien yang memberikan kewenangan kepada dokter untuk melakukan kegiatan memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien berdasarkan keahlian dan keterampilan yang dimiliki oleh dokter tersebut. dari hubungan hukum dalam transaksi terapeutik tersebut, timbullah hak dan kewajiban masing-masing pihak, pasien mempunyai hak dan kewajibannya, demikian juga sebaliknya dengan dokter. Akibat Hukum Timbul dengan Tidak Terpenuhi Prestasinya pada Perjanjian Terapeutik Antara Dokter dan Pasien, kedua belah pihak melakukan wanprestasi, dokter melawan hukum, akibatnya terjadi kelalain pihak dokter

Kata Kunci : Perjanjian, Dokter, Pasien * Mahasiswi

** Rosnidar

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas sumatera Utara. Adapun judul yang penulis angkat adalah “Analisis Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Pacta Sunt Servanda) Dalam Perjanjian Antara

Dokter Dengan Pasien ”. Dalam menyelesaikan skripsi ini banyak tantangan dan hambatan yang dihadapi, tetapi itu semua dapat diatasi berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak yang terkait, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang direncanakan.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini baik moril maupun materil. Kepada Yang Terhormat:

1. Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH., M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(5)

5. Bapak Dr. Hasim Purba, SH., M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu Rabiatul Syariah, S.H., M.Hum selaku Sekretaris Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Ibu Dr. Rosnidar, SH., M.Hum selaku dosen pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan saran dan petunjuk dalam membimbing penulis selama penulisan skripsi ini.

8. Bapak Zulkifli Sembiring, SH., M.H, selaku dosen pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktu memberikan saran dan petunjuk dalam membimbing penulis selama penulisan skripsi ini.

9. Seluruh staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

10.Papa dan Mama tercinta T.L. Tobing, SE dan Idaria Erita Sitanggang,SE yang telah banyak memberikan dukungan doa dan kasih sayang yang tak pernah putus sampai sekarang.

11.Kakak saya Elizabeth Tobing,S.Ked dan adik-adik saya Fabiola Tobing, Fanny Tobing, Immanuel Tobing yang telah banyak memberikan dukungan doa dan masukan sampai sekarang.

12.Rekan-rekan terdekat penulis Monica Tobing, Mawar Simanjuntak, Chintamii Sihombing, Inda Matondang, Roberto dan rekan-rekan lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak mendukung dan membantu penulis.

(6)

penulis kepada semua pihak agar memberikan kritik dan saran yang konstruktif apresiatif guna menghasilkan sebuah karya ilmiah yang lebih baik dan sempurna, baik dari segi materi maupun cara penulisannya di masa yang akan datang.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya, semoga Tuhan Yang Maha Esa menyeratai kita semua dan semoga skripsi ini bermanfaat untuk perkembangan hukum di negara Indonesia.

Medan, September 2014 Penulis

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Metode Penelitian ... 6

F. Keaslian Penulisan ... 9

G. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN DAN PERJANJIAN TERAPEUTIK (TRANSAKSI MEDIS) DALAM PELAYANAN KESEHATAN... 13

A. Tinjauan Umum Perjanjian ... 13

1. Pengertian Perjanjian ... 13

2. Syarat Sahnya Perjanjian ... 15

3. Jenis-Jenis Perjanjian ... 18

4. Asas-Asas Perjanjian ... 21

5. Objek dan Subjek Perjanjian... 25

(8)

B. Tinjauan Umum Perjanjian Terapeutik. ... 30

1. Pengertian Perjanjian Terapeutik ... 30

2. Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan ... 31

3. Dasar Hukum Perjanjian Terapeutik. ... 36

BAB III HUBUNGAN HUKUM ANTARA PASIEN DAN DOKTER DALAM UPAYA PELAYANAN MEDIS ... 37

A. Hubungan Hukum antara Dokter Dengan Pasien ... 37

B. Pihak-pihak yang Terlibat Dalam Perjanjian Terapeutik ... 40

C. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Antara Dokter dan Pasien ... 43

D. Tanggungjawab Hukum Dokter terhadap Pasien ... 46

BAB IV ANALISIS PASAL 1338 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA (PACTA SUNT SERVANDA) DALAM PERJANJIAN ANTARA DOKTER DENGAN PASIEN ... 63

A. Kedudukan Perjanjian Terapeutik Antara Dokter dan Pasien Menurut Pasal 1338, Asas kebebasan berkontrak, asas kepastian hukum dan asas itikad baik ... 63

B. Asas-asas Hukum Perjanjian pada Perjanjian Terapeutik Antara Dokter dan Pasien dikaitkan dengan Pasal 1338 KUHPerdata ... 71

C. Akibat Hukum Timbul yang dari Tidak Terpenuhi Prestasi pada Perjanjian Terapeutik Antara Dokter dan Pasien ... 76

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 82

A.Kesimpulan ……….. 82

B.Saran………. 83

(9)
(10)

ABSTRAK

* Yosephine Ms Tobing ** Rosnidar

*** Zulkifli Sembiring

Sorotan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan profesi tenaga kesehatan merupakan suatu kritik yang baik terhadap profesi kesehatan, agar para tenaga kesehatan dapat meningkatkan pelayanan profesi kesehatannya terhadap masyarakat. Profesi dokter menyadari bahwa kritik yang muncul tersebut hanya merupakan “puncak suatu gunung es” artinya masih banyak kritik yang tidak muncul ke permukaan karena keengganan pasien atau keluarganya untuk menyatakannya.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah kedudukan perjanjian terapeutik antara dokter dan pasien menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Asas-asas Hukum Perjanjian pada Perjanjian Terapeutik Antara Dokter dan Pasien dikaitkan dengan Pasal 1338 KUHPerdata. Akibat Hukum Timbul yang dari Tidak Terpenuhi Prestasi pada Perjanjian Terapeutik Antara Dokter dan Pasien.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah tentang asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin.

Kedudukan Perjanjian Terapeutik Antara Dokter dan Pasien Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah Hubungan dokter dengan pasien pada perjanjian terapeutik terdapat perikatan untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, yaitu pelayanan medik yang bertujuan meringankan gejala penyakit sampai menyembuhkan penyakit yang diderita pasien. Demikian juga hubungan dokter dengan pasien dapat merupakan perikatan yang tidak berbuat sesuatu. Pemenuhan Asas-asas Hukum Perjanjian pada Perjanjian Terapeutik Antara Dokter dan Pasien adalah Perjanjian terapeutik atau transaksi terapeutik adalah perjanjian antara dokter dengan pasien yang memberikan kewenangan kepada dokter untuk melakukan kegiatan memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien berdasarkan keahlian dan keterampilan yang dimiliki oleh dokter tersebut. dari hubungan hukum dalam transaksi terapeutik tersebut, timbullah hak dan kewajiban masing-masing pihak, pasien mempunyai hak dan kewajibannya, demikian juga sebaliknya dengan dokter. Akibat Hukum Timbul dengan Tidak Terpenuhi Prestasinya pada Perjanjian Terapeutik Antara Dokter dan Pasien, kedua belah pihak melakukan wanprestasi, dokter melawan hukum, akibatnya terjadi kelalain pihak dokter

Kata Kunci : Perjanjian, Dokter, Pasien * Mahasiswi

** Rosnidar

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

(12)

pedas dari berbagai lapisan masyarakat, beberapa media massapun ikut mengangkat berita-berita ini sampai ke permukaan.1

Asas Pacta Sunt Servanda, merupakan asas kepastian hukum sebagai

akibat perjanjian. Asas ini dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata dinyatakan bahwa: “Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang” Selain itu pada asas ini juga dikatakan bahwa pihak lain (hakim atau pihak ketiga) harus menghormati dan tidak boleh mengintervensi substansi kontrak yang dibuat para pihak, sebagaimana layaknya sebuah

Meningkatnya sorotan masyarakat terhadap profesi kesehatan disebabkan oleh berbagai perubahan, antara lain adanya kemajuan bidang ilmu, perubahan karakteristik masyarakat tenaga kesehatan sebagai pemberi jasa, dan juga perubahan masyarakat pengguna jasa kesehatan yang lebih sadar akan hak-haknya. Bila perubahan tersebut tidak disertai dengan peningkatan komunikasi antara tenaga kesehatan sebagai pemberi jasa dan masyarakat sebagai penerima jasa kesehatan, hal tersebut dapat menimbulkan kesalahpahaman, ketidakpuasan dan konflik antara keduanya. Sorotan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan profesi tenaga kesehatan merupakan suatu kritik yang baik terhadap profesi kesehatan, agar para tenaga kesehatan dapat meningkatkan pelayanan profesi kesehatannya terhadap masyarakat. Profesi dokter menyadari bahwa kritik yang muncul tersebut hanya merupakan “puncak suatu gunung es” artinya masih banyak kritik yang tidak muncul ke permukaan karena keengganan pasien atau keluarganya untuk menyatakannya.

1

(13)

undang. Meski pun di dalam setiap perjanjian terdapat akibat hukum dari sahnya perjanjian, terdapat penyimpangan dari Ayat (2) Pasal 1338 KUHPer, karena adanya hak asasi dari pasien untuk menentukan diri sendiri (the right of self determination), sehingga dokter tidak mempunyai hak untuk memaksa pasien

untuk dilakukan pelayanan kesehatan, meski pun dokter tahu kalau tidak dilakukan pelayanan kesehatan akan berakibat fatal bagi pasien. Hubungan hukum antara dokter dan pasien kebanyakan lahir karena perjanjian, hanya sedikit yang lahir karena UU.

Bisa juga karena pasien atau keluarganya menganggap apa yang dialaminya tersebut merupakan sesuatu yang wajar. Sorotan masyarakat terhadap profesi tenaga kesehatan merupakan satu pertanda bahwa pada saat ini sebagian masyarakat belum puas terhadap pelayanan dan pengabdian profesi tenaga kesehatan terhadap masyarakat pada umumnya dan pasien pada khususnya, sebagai pengguna jasa para tenaga kesehatan.

(14)

Kesehatan (selanjutnya disingkat UUK) dinyatakan bahwa, “Setiap orang mempunyai hak yang sama untuk memperoleh derajad kesehatan yang optimal.”

Dokter sebagai salah satu komponen utama pemberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat mempunyai peranan yang sangat penting karena terkait langsung dengan pemberian pelayanan kesehatan dan mutu pelayanan yang diberikan. Landasan utama bagi dokter untuk dapat melakukan tindakan medik terhadap orang lain adalah ilmu pengetahuan, teknologi, dan kompetensi yang dimiliki, yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan. Pengetahuan yang dimilikinya harus terus menerus dipertahankan dan ditingkatkan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri.

Aspek hukum kesehatan, hubungan dokter dengan pasien terjalin dalam ikatan transaksi atau kontrak terapeutik. Masing-masing pihak, yaitu yang memberi pelayanan (medical providers) dan yang menerima pelayanan (medical reveivers) mempunyai hak dan kewajiban yang harus dihormati.

Berbagai upaya hukum yang dilakukan dalam melakukan perlindungan menyeluruh kepada masyarakat sebagai penerima pelayanan, dokter sebagai pemberi pelayanan telah banyak dilakukan, akan tetapi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran yang berkembang sangat cepat tidak seimbang dengan perkembangan hukum.2

Berdasarkan uraian di atas maka berkaitan dengan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam perjanjian antara Dokter dengan pasien, tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul Analisis Pasal 1338 Kitab

(15)

Undang-Undang Hukum Perdata (Pacta Sunt Servanda) dalam Perjanjian Antara Dokter Dengan Pasien.

B. Permasalahan

Dalam setiap penulisan skripsi tentulah ditemukan yang menjadi permasalahan yang merupakan titik tolak bagi pembahasan nantinya. Adapun yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kedudukan perjanjian terapeutik antara dokter dan pasien menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ?

2. Bagaimana asas-asas hukum perjanjian pada perjanjian terapeutik antara dokter dan pasien kaitannya dengan Pasal 1338 KUHPerdata ?

3. Bagaimana akibat hukum dengan tidak terpenuhinya prestasi pada perjanjian terapeutik antara dokter dan pasien?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui kedudukan perjanjian terapeutik antara dokter dan pasien menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

2. Untuk mengetahui asas-asas hukum perjanjian pada perjanjian terapeutik antara dokter dan pasien kaitannya dengan Pasal 1338 KUHPerdata.

(16)

D. Manfaat Penulisan

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya serta memiliki kegunaan praktis pada khususnya sehingga bermanfaat secara teoritis dan praktis.

1. Manfaat teoretis

Secara teoretis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum dalam bidang hukum perjanjian khususnya mengenai perjanjian antara dokter dan pasien, sehingga dapat memberikan manfaat kepada pasien dan dokter mengenai Pasal 1338 KUHPerdata (Pacta Sunt Servanda)

2. Manfaat praktis

a. Diharapkan dapat menjadi masukan bagi pembaca, khususnya mengenai perjanjian dan agar masyarakat mengetahui Pasal 1338 KUHPerdata (pacta sunt servanda) dalam perjanjian antara dokter dengan pasien

b. Dengan adanya penelitian ini dapat memberikan tambahan pengetahuan tentang cara membuat perjanjian antara dokter dengan pasien

E. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian

(17)

yang dimaksud adalah tentang asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin.3

2. Pendekatan penelitian

Di mana tipe penelitian yang dilakukan adalah yuridis normatif dengan pertimbangan titik tolak analisis terhadap KUHPerdata dan peraturan perundang-undangan lain yang berkaitan dengan asas kepastian hukum (Pacta Sunt Servanda). Analitis berarti menginventarisir asas-asas dan peraturan-peraturan terkait dengan asas kepastian hukum Pasal 1338 KUHPerdata dan selanjutnya menganalisis asas-asas dan peraturan-peraturan tersebut.

Sehubungan jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, maka suatu penelitian normatif tentu harus menggunakan pendekatan perundang-undangan, karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian.4

Analisis hukum yang dihasilkan oleh suatu penelitian hukum normatif yang menggunakan pendekatan perundang-undangan akan lebih akurat bila dibantu oleh satu atau lebih pendekatan lain yang cocok, guna memperkaya pertimbangan-pertimbangan hukum yang tepat untuk menghadapi problema hukum yang dihadapi.

Pendekatan perundang-undangan digunakan untuk meneliti aturan-aturan baik dalam KUHPerdata maupun perundang-undangan lain yang berkaitan terutama tentang kepastian hukum (Pacta Sunt Servanda) Pasal 1338 KUHPerdata.

5

3

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2010), hal 35. 4

Johnny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayumedia Publishing, 2011), hal 302.

5

Ibid. hal 305

(18)

mendukung pendekatan perundang-undangan adalah pendekatan analitis. Menurut Johnny Ibrahim, pendekatan analitis pada dasarnya adalah menganalisis pengertian hukum, asas hukum, kaidah hukum, sistem hukum, dan berbagai konsep yuridis.6

3. Sumber data

Dengan demikian dalam penulisan skripsi ini, konsep yuridis yang dianalisis adalah konsep yuridis tentang kepastian hukum (pacta sunt servanda) Pasal 1338 KUHPerdata.

a. Bahan hukum primer. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif atau mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan.

b. Bahan hukum sekunder yang terutama adalah buku-buku hukum termasuk skripsi, tesis, dan disertasi hukum, keputusan pengadilan juga jurnal-jurnal hukum termasuk yang on-line.

c. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, sepert kamus hukum, encyclopedia dan lain-lain.7

4. Teknik pengumpulan data

Pengumpulan data dalam penelitian normatif dilakukan dengan menggunakan studi pustaka (library research) terhadap bahan-bahan hukum baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum tersier berupa perundang-undangan, literatur, jurnal hukum, kamus hukum, encyclopedia, dan lain-lain. Penelesuran bahan-bahan hukum tersebut dilakukan

6

Ibid.,hal 306 7

(19)

dengan membaca, melihat, mendengarkan, maupun dilakukan dengan penelusuran bahan hukum dengan media internet.8

5. Analisis data

Mengingat data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, berupa bahan hukum, maka pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan.

Bahan hukum yang dikumpulkan dengan studi kepustakaan dianalisis dengan metode yuridis normatif secara kualitatif yang dilakukan dengan beberapa langkah. Pertama, menginventarisir dan mengidentifikasi bahan hukum baik bahan hukum primer sekunder, dan tersier yang relevan. Kedua, melakukan sistematisasi keseluruhan bahan hukum, asas-asas hukum, teori-teori, konsep-konsep, dan bahan rujukan lainnya dengan cara melakukan seleksi bahan hukum kemudian melakukan klasifikasi menurut penggolongan bahan hukum dan menyusun data hasil penelitian secara sistematis yang dilakukan secara logis dengan menghubungkan dan mengaitkan antara bahan hukum yang satu dengan bahan hukum lainnya.9 Ketiga, analisis bahan hukum yang telah dikumpulkan dilakukan menurut cara-cara analisis dan penafsiran gramatikal serta sistematis di mana interpretasi dilakukan dengan menafsirkan undang-undang sebagai bagian dari keseluruhan sistem perundang-undangan dengan menghubungkannya dengan undang-undang lain secara logis/sistematis.10

8 Ibid 9

Ibid. hal 181 10

Hadin Muhjad dan Nunuk Nuswardani, Penelitian Hukum Indonesia Kontemporer, (Yogyakarta: Genta Publishing, 2012), hal 163

(20)

dilakukan secara deduktif yaitu pemikiran dimulai dari hal yang umum kepada hal yang khusus.11

F. Keaslian Penulisan

Berdasarkan penelusuran dan hasil pengamatan yang telah dilakukan baik di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, menemukan judul beberapa judul antara lain :

1. Marius K. Ginting, NIM 8900200016 dengan judul skripsi Profesi dokter dari kemungkinan risiko malpraktek melalui asuransi profesi IDI (Studi di PT. Asuransi Bintang Cabang Medan)

2. Ana Nurbaini Haloho, Nim 900200027 dengan judul skripsi Tanggung jawab dokter dalam hukum gugat perdata terhadap terjadinya kesalahan prefosional (Studi pada IDI Cabang Medan)

3. Febriana L Sitepu, NIM 040200284 dengan judul skripsi Tinjauan Hukum Asuransi Tanggung Gugat Profesi dokter terhadap pasien

4. Sri Andika B. Aldy, Nim 900200249 dengan judul Aspek Hukum Kontrak Terapeutik antara dokter dan pasien menurut Hukum Perdata.

Dalam penelitian skripsi ini penulis mengambil judul tentang Analisis Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Pacta Sunt Servanda) Dalam Perjanjian antara Dokter dengan Pasien. Kajian pada penelitian ini berbeda dari penelitian sebelumnya. Penulis mengkaji dan mengambil perumusan masalah tentang Kedudukan Perjanjian Terapeutik Antara Dokter dan Pasien Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pemenuhan Asas-asas Hukum Perjanjian

11

(21)

pada Perjanjian Terapeutik Antara Dokter dan Pasien dikaitkan dengan Pasal 1338 KUHPerdata dan Akibat Hukum Timbul yang dari Tidak Terpenuhi Prestasi pada Perjanjian Terapeutik Antara Dokter dan Pasien. Perumusan masalah di atas berbeda dari penulisan skripsi sebelumnya, maka tertarik untuk mengambil judul ini sebagai judul skripsi.

G. Sistematika Penulisan

Pembahasan secara sistematis sangat diperlukan dalam penulisan karya tulis ilmiah. Untuk memudahkan skripsi ini maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang terbagi dalam bab per bab yang saling berhubungan satu sama lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut BAB I PENDAHULUAN

Berisikan pendahuluan yang merupakan suatu pengantar dari pembahasan selanjutnya yang terdiri dari tujuh sub bab yaitu: latar belakang penulisan, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, metode penelitian, keaslian penulisan dan sistematika penulisan

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIA DAN PERJANJIAN

TERAPEUTIK (TRANSAKSI MEDIS) DALAM PELAYANAN KESEHATAN

(22)

Perjanjian Terapeutik berisikan Pengertian Perjanjian Terapeutik; Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan; Dasar Hukum Perjanjian Terapeutik.

BAB III HUBUNGAN HUKUM ANTARA PASIEN DAN DOKTER

DALAM UPAYA PELAYANAN MEDIS

Pada bab ini akan membahas mengenai Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Antara Dokter dan Pasien dan Tanggungjawab Hukum Dokter terhadap Pasien serta Hubungan Hukum Antara Dokter Dengan Pasien

BAB IV ANALISIS PASAL 1338 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA (PACTA SUNT SERVANDA) DALAM PERJANJIAN ANTARA DOKTER DENGAN PASIEN

Pada bab ini akan membahas mengenai Kedudukan Perjanjian Terapeutik Antara Dokter dan Pasien menurut Pasal 1338, Asas kebebasan berkontrak, asas kepastian hukum dan asas itikad baik. asas-asas hukum perjanjian pada perjanjian terapeutik antara dokter dan pasien dikaitkan dengan Pasal 1338 KUHPerdata dan akibat hukum timbul yang dari tidak terpenuhi prestasi pada perjanjian terapeutik antara dokter dan pasien

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(23)

22

(TRANSAKSI MEDIS) DALAM PELAYANAN KESEHATAN

A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian

7. Pengertian Perjanjian

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah “persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing bersepakat akan mentaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu.”12

Menurut Pasal 1313 KUHPerdata, “Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.

Kamus Hukum menjelaskan bahwa perjanjian adalah “persetujuan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, tertulis maupun lisan, masing-masing sepakat untuk mentaati isi persetujuan yang telah dibuat bersama.”

13

Para sarjana Hukum Perdata pada umumnya berpendapat bahwa definisi perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan tersebut tidak lengkap dan terlalu luas. Tidak lengkap karena hanya mengenai perjanjian sepihak saja dan dikatakan terlalu luas karena dapat mencakup hal-hal yang mengenai janji kawin, yaitu perbuatan di dalam lapangan hukum keluarga yang menimbulkan perjanjian juga, tetapi, bersifat istimewa karena diatur dalam ketentuan-ketentuan tersendiri

12

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Ikthasar Indonesi Edisi Ketiga, (Jakarta : Balai Pustaka. 2012), hal. 458

13

(24)

sehingga Buku III KUHPerdata secara langsung tidak berlaku terhadapnya. Juga mencakup perbuatan melawan hukum, sedangkan di dalam perbuatan melawan hukum ini tidak ada unsur persetujuan.14

R. M. Sudikno Mertokusumo mengemukakan bahwa perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.15

Menurut Salim HS, Perjanjian adalah "hubungan hukum antara subjek yang satu dengan subjek yang lain dalam bidang harta kekayaan, dimana subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakatinya.”16

Perjanjian merupakan sumber terpenting dalam suatu perikatan. Menurut Subekti, Perikatan adalah “suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu”.17

14

Mariam Darus Badrulzaman, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan, (Bandung: Alumi. 2005), hal. 89.

15

RM. Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), (Yogyakarta: Liberty, 1988), hal. 97.

16

Salim HS, Hukum Kontrak, Teori & Tekriik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal. 27

17

Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa), 2005 hal 1

(25)

perbuatan orang. Sementara itu, perikatan yang lahir dari undang-undang karena suatu perbuatan orang dapat lagi dibagi kedalam suatu perikatan yang lahir dari suatu perbuatan yang diperoleh dan yang lahir dari suatu perbuatan yang berlawanan dengan Hukum (Pasal 1353 KUH Perdata).

8. Syarat Sahnya Perjanjian

Di dalam suatu perjanjian pada umumnya memuat beberapa unsur yaitu:18 a. Pihak-pihak, paling sedikit ada dua orang. Para pihak yang bertindak

sebagai subjek perjanjian, dapat terdiri dari orang atau badan hukum. Dalam hal yang menjadi pihak adalah orang, harus telah dewasa dan cakap untuk melakukan hubungan hukum. Jika yang membuat perjanjian adalah suatu badan hukum, maka badan hukum tersebut harus memenuhi syarat-syarat badan hukum yang antara lain adanya harta kekayaan yang terpisah, mempunyai tujuan tertentu, mempunyai kepentingan sendiri, ada organisasi;19

b. Persetujuan antara para pihak, sebelum membuat suatu perjanjian atau dalam membuat suatu perjanjian, para pihak memiliki kebebasan untuk mengadakan tawar-menawar diantara mereka;

c. Adanya tujuan yang akan dicapai, baik yang dilakukan sendiri maupun oleh pihak lain, selaku subjek dalam perjanjian tersebut. Dalam mencapai tujuannya, para pihak terikat dengan ketentuan bahwa tujuan tersebut tidak

18

Mohd.Syaufii Syamsuddin, Perjanjian-Perjanjian dalam Hubungan Industrial, (Jakarta:Sarana Bhakti Persada, 2005), hal 5-6.

19

(26)

boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum;

d. Ada prestasi yang harus dilaksanakan, para pihak dalam suatu perjanjian mempunyai hak dan kewajiban tertentu, yang satu dengan yang lainnya saling berlawanan. Apabila pihak yang satu berkewajiban untuk memenuhi prestasi, bagi pihak lain hal tersebut merupakan hak, dan sebaliknya; e. Ada bentuk tertentu, suatu perjanjian dapat dibuat secara lisan maupun

tertulis. Dalam hal suatu perjanjian yang dibuat secara tertulis, dibuat sesuai dengan ketentuan yang ada;

f. Syarat-syarat tertentu, dalam suatu perjanjian, isinya harus ada syarat-syarat tertentu, karena suatu perjanjian yang sah, mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Agar suatu perjanjian dapat dikatakan sebagai suatu perjanjian yang sah, perjanjian tersebut telah memenuhi syarat-syarat tertentu

Agar suatu perjanjian dapat menjadi sah dan mengikat para pihak, perjanjian harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata yaitu :

1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

(27)

kehendak masing-masing, yang dilahirkan oleh para pihak tanpa adanya paksaan, kekeliruan, dan penipuan.20

2) Cakap untuk membuat suatu perjanjian

Membuat suatu perjanjian adalah melakukan suatu hubungan hukum. Yang dapat melakukan suatu hubungan hukum adalah pendukung hak dan kewajiban, baik orang atau badan hukum, yang harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Jika yang membuat perjanjian adalah suatu badan hukum, badan hukum tersebut harus memenuhi syarat sebagai badan hukum yang sah. 21

3) Suatu hal tertentu

Sebagai syarat ketiga disebutkan bahwa suatu perjanjian harus mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang diperjanjikan hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak jika timbul suatu perselisihan. Barang yang dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit harus ditentukan jenisnya. Bahwa barang itu sudah ada atau sudah berada di tangannya si berutang pada waktu perjanjian dibuat, tidak diharuskan oleh undang-undang. Juga jumlahnya tidak perlu disebutkan, asal saja kemudian dapat dihitung atau ditetapkan.22

Perjanjian harus menentukan jenis objek yang diperjanjikan. Jika tidak, maka perjanjian itu batal demi hukum. Pasal 1332 KUHPerdata dinyatakan bahwa hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan yang

20

Ridhuan Syahrani, Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, (Bandung: Alumni, 1992), hal. 214.

21

Handri Raharjo, Hukum Perusahaan , (Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2009), hal 25. 22

(28)

dapat menjadi obyek perjanjian, dan berdasarkan Pasal 1334 KUHPerdata barang-barang yang baru akan ada di kemudian hari dapat menjadi obyek perjanjian kecuali jika dilarang oleh undang-undang secara tegas.

4) Suatu sebab yang halal

Menurut Undang-undang, sebab yang halal adalah jika tidak dilarang oleh Undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum, ketentuan ini dinyatakan bahwa pada Pasal 1337 KUHPerdata. Suatu perjanjian yang dibuat dengan sebab atau causa yang tidak halal, misalnya jual beli ganja, untuk mengacaukan ketertiban umum.23 Sahnya causa dari suatu persetujuan ditentukan pada saat perjanjian dibuat. Perjanjian tanpa causa yang halal adalah batal demi hukum, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.24

9. Jenis-Jenis Perjanjian

Perjanjian ini diatur dalam Buku IIIKUHPerdata, peraturan-peraturan yang tercantum dalam KUHPerdata ini disebut juga dengan peraturan pelengkap, bukan peraturan memaksa, yang berarti bahwa para pihak dapat mengadakan perjanjian dengan menyampingkan peraturan-peraturan perjanjian yang ada. Oleh karena itu di sini dimungkinkan para pihak untuk mengadakan perjanjian-perjanjian. Adapun bentuk perjanjian tersebut antara lain:

a. Perjanjian bernama, yaitu merupakan perjanjian-perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata. Yang termasuk ke dalam perjanjian ini, misalnya: jual beli, tukar menukar, sewa menyewa, dan lain-lain.

23

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, (Bandung: Citra Adtya Bakti,1992), hal 95 24

(29)

b. Perjanjian-perjanjian yang tidak diatur dalam KUHPerdata. Jadi dalam hal ini para pihak yang menentukan sendiri perjanjian itu. Dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh para pihak, berlaku sebagai undang-undang bagi masing-masing pihak.25

c. Dalam KUH Perdata Pasal 1234, perikatan dapat dibagi 3 (tiga) macam, yaitu:

1) Perikatan untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu barang 2) Perikatan untuk berbuat sesuatu

3) Perikatan untuk tidak berbuat sesuatu

Jenis-jenis perjanjian dibagi dalam lima jenis, yaitu : a. Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak

Perjanjian timbal balik (Bilateral Contract) adalah perjanjian yang memberikan hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak. Jenis perjanjian ini yang paling umum terjadi dalam kehidupan masyarakat.

Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajiban kepada satu pihak dan hak kepada pihak lainnya. Pihak yang satu berkewajiban menyerahkan benda yang menjadi objek perikatan dan pihak lainnya berhak menerima benda yang diberikan itu.26

b. Perjanjian percuma dan perjanjian dengan atas hak yang membebani Perjanjian percuma adalah perjanjian yang hanya memberikan keuntungan kepada satu pihak saja. Perjanjian dengan alas hak yang membebani adalah perjanjian dalam mana terhadap prestasi dari pihak

25

R. M. Suryodiningrat, Perikatan-Perikatan Bersumber Perjanjian, Bandung: Tarsito, 1998, hal. 10

(30)

yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lainnya, sedangkan antara prestasi itu ada hubungannya menurut hukum.27

c. Perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama

Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri, yang dikelompokkan sebagai perjanjian khusus, dan jumlahnya terbatas. Sedangkan perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas

d. Perjanjian kebendaan dan perjanjian obligator

Perjanjian kebendaan adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik dalam perjanjian jual beli. Perjanjian kebendaan ini sebagai pelaksanaan perjanjian obligator. Perjanjian obligator adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan, artinya sejak terjadinya perjanjian, timbullah hak dan kewajiban pihak-pihak. Pembeli berhak untuk menuntut penyerahan barang, penjual berhak atas pembayaran harga, penjual berkewajiban untuk menyerahkan barang. Pentingnya pembedaan ini adalah untuk mengetahui apakah dalam perjanjian itu ada penyerahan (leverning) sebagai realisasi perjanjian dan penyerahan itu sah menurut hukum atau tidak.

e. Perjanjian konsensual dan perjanjian real

Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang timbul karena ada persamaan kehendak antara pihak-pihak. Perjanjian real adalah perjanjian

(31)

di samping ada persetujuan kehendak juga sekaligus harus ada penyerahan nyata dari barangnya.

10.Asas-asas Perjanjian

Asas-asas hukum adalah pikiran-pikiran dasar yang ada di dalam dan belakang tiap-tiap sistem hukum, yang telah mendapat bentuk sebagai perundang-undangan atau putusan pengadilan, dan ketentuan-ketentuan dan keputusan itu dapat dipandang sebagai penjabarannya. Dengan demikian, asas-asas hukum selalu merupakan fenomena yang penting dan mengambil tempat yang sentral dalam hukum positif.28

Asas-asas hukum berfungsi sebagai pendukung bangunan hukum, menciptakan harmonisasi, keseimbangan dan mencegah adanya tumpang tindih diantara semua norma hukum yang ada. Asas hukum juga menjadi titik tolak pembangunan sistem hukum dan menciptakan kepastian hukum yang diberlakukan dalam masyarakat. Berdasarkan teori, di dalam suatu hukum kontrak terdapat lima asas yang dikenal menurut ilmu hukum perdata. Kelima asas itu antara lain adalah: asas kebebasan berkontrak (freedom of contract), asas konsensualisme (concsensualism), asas kepastian hukum (pacta sunt servanda), asas itikad baik (good faith) dan asas kepribadian (personality).29

Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, di dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa:

Berikut ini adalah penjelasan mengenai asas-asas dimaksud yaitu:

a. Asas kebebasan berkontrak (freedom of contract)

28

Nyoman Serikat Putra Jaya, Politik Hukum, (Semarang: Undip, 2007), hal. 23 29

(32)

“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:

1) Membuat atau tidak membuat perjanjian; 2) Mengadakan perjanjian dengan siapa pun;

3) Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya; 4) Menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.30 b. Asas konsensualisme (concensualism)

Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata. Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata sepakat antara kedua belah pihak. Asas ini merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan adalah persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak. Asas konsensualisme muncul diilhami dari hukum Romawi dan hukum Jerman. Dalam hukum Jerman tidak dikenal istilah asas konsensualisme, tetapi lebih dikenal dengan sebutan perjanjian riil dan perjanjian formal. Perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan secara nyata (dalam hukum adat disebut secara kontan). Sedangkan perjanjian formal adalah suatu perjanjian yang telah ditentukan bentuknya, yaitu tertulis (baik berupa akta otentik maupun akta bawah tangan). Dalam

(33)

hukum Romawi dikenal istilah contractus verbis literis dan contractus innominat. Artinya bahwa terjadinya perjanjian apabila memenuhi bentuk

yang telah ditetapkan. Asas konsensualisme yang dikenal dalam KUHPerdata adalah berkaitan dengan bentuk perjanjian.31

Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt

servanda merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian.

Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata

c. Asas kepastian hukum (pacta sunt servanda)

32

Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata didalam pasal tersebut dinyatakan bahwa: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak. Asas itikad baik terbagi menjadi dua macam, yakni

itikad baik nisbi dan itikad baik mutlak. Pada itikad yang pertama,

seseorang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. d. Asas itikad baik (good faith)

31 Ibid 32

(34)

Pada itikad yang kedua, penilaian terletak pada akal sehat dan keadilan serta dibuat ukuran yang obyektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak) menurut norma-norma yang objektif.33

Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan perjanjian hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dikatakan dari isi Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPerdata. Dalam Pasal 1315 KUHPerdata dinyatakan bahwa: Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.

e. Asas kepribadian (personality)

34

33 Ibid 34

Ibid

(35)

KUHPerdata, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, melainkan juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hak daripadanya. Jika dibandingkan kedua Pasal itu maka Pasal 1317 KUHPerdata mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan dalam Pasal 1318 KUHPerdata untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak dari yang membuatnya. Dengan demikian, Pasal 1317 KUHPerdata mengatur tentang pengecualiannya, sedangkan Pasal 1318 KUHPerdata memiliki ruang lingkup yang luas.35

11.Objek dan subjek perjanjian

Objek dalam perjanjian adalah berupa prestasi, yang berujud memberi sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu. Perikatan untuk memberi sesuatu ialah kewajiban seseorang untuk memberi atau menyerahkan sesuatu, baik secara yuridis maupun penyerahan secara nyata. Perikatan untuk berbuat sesuatu yaitu prestasi dapat berujud berbuat sesuatu atau melakukan perbuatan tertentu yang positif. Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telah dijanjikan.

Dalam hal ini terdapat tiga macam objek, yakni : a. Barang-barang yang dapat diperdagangkan b. Harus diketahui jenisnya dan dapat ditentukan.

c. Barang-barang tersebut sudah ada atau akan ada dikemudian hari.36

35 Ibid 36

(36)

Mengenai obyek perjanjian, diperlukan beberapa syarat untuk menentukan sahnya suatu perikatan, yaitu :

1) Objeknya harus tertentu. Syarat ini hanya diperlukan bagi perikatan yang timbul dari perjanjian.

2) Objeknya harus diperbolehkan, artinya tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum atau kesusilaan.

3) Objeknya dapat dinilai dengan uang. Hal ini dikarenakan suatu hubungan hukum yang ditimbulkan dari adanya perikatan berada dalam lapangan hukum harta kekayaan.

4) Objeknya harus mungkin. Orang tidak dapat mengikatkan diri kalau objek tidak mungkin diberikan.37

Subjek dalam perjanjian adalah pihak-pihak yang terdapat dalam perjanjian. Dalam hal ini terdapat dua macam subjek, yakni seseorang manusia atau suatu badan hukum yang mendapat beban kewajiban atau mendapat hak atas pelaksanaan kewajiban itu. Subjek yang berupa seorang manusia haruslah memenuhi syarat sah untuk melakukan tindakan hukum yaitu sudah dewasa dan tidak berada dibawah pengampuan. Subjek perjanjian dengan sendirinya sama dengan subjek perikatan yaitu kreditur dan debitur yang merupakan subjek aktif dan subjek pasif. Adapun kreditur maupun debitur tersebut dapat orang perseorangan maupun dalam bentuk badan hukum.

KUHPerdata membedakan dalam tiga golongan untuk berlakunya perjanjian :

37

(37)

a) Perjanjian berlaku bagi pihak yang membuat perjanjian.

b) Perjanjian berlaku bagi ahli waris dan mereka yang mendapat hak. c) Perjanjian berlaku bagi pihak ketiga.

12.Berakhirnya Perjanjian

Suatu perjanjian berakhir apabila tujuan dari perjanjian tersebut telah tercapai, yaitu dengan terpenuhinya hak dan kewajiban para pihak. Dalam hal ini hapusnya perjanjian dapat pula mengakibatkan hapusnya perikatan, yaitu apabila suatu perjanjian hapus dengan berlaku surut, misalnya sebagai akibat daripada pembatalan berdasarkan wanprestasi Pasal 1266 KUHPerdata, maka semua perikatan yang telah terjadi menjadi hapus, perikatan tersebut tidak perlu lagi dipenuhi dan apa yang telah dipenuhi harus pula ditiadakan

Dalam Pasal 1381 KUHPerdata dinyatakan tentang cara berakhimya suatu perikatan, yaitu :

“Perikatan-perikatan hapus karena : a. Pembayaran;

b. Karena penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan;

c. Karena pembaharuan hutang;

d. Karena perjumpaan hutang atau kompensasi; e. Karena percampuran hutang;

f. Karena pembebasan hutangnya;

(38)

i. Karena berlakunya suatu syarat batal, yang diatur dalam bab kesatu buku ini;

j. Karena lewatnya waktu, hal mana akan diatur dalam suatu bab tersendiri" Suatu perjanjian pada umumnya berakhir apabila tujuan itu telah tercapai, dimana masing-masing pihak telah memenuhi prestasi yang diperjanjikan sebagaimana yang merupakan kehendak bersama dalam mengadakan perjanjian tersebut. Selain cara berakhirnya perjanjian seperti yang disebutkan di atas, terdapat beberapa cara lain untuk mengakhiri perjanjian, yaitu :

1. Ditentukan dalam perjanjian oleh para pihak. Misalnya dalam perjanjian itu telah ditentukan batas berakhirnya perjanjian dalam waktu tertentu 2. Undang-undang menentukan batas berlakunya perjanjian. Misalnya Pasal

1250 KUH Perdata yang menyatakan bahwa hak membeli kembali tidak boleh diperjanjikan untuk suatu waktu tertentu yaitu tidak boleh lebih dari 5 tahun.

3. Para pihak atau undang-undang dapat menentukan bahwa dengan terjadinya peristiwa tertentu maka perjanjian akan berakhir. Misalnya apabila salah satu pihak meninggal dunia maka perjanjian akan menjadi hapus (Pasal 1603 KUHPerdata) yang menyatakan bahwa perhubungan kerja berakhir dengan meninggalnya si buruh.

4. Karena persetujuan para pihak.

(39)

6. Berakhirnya perjanjian karena putusan hakim. 7. Tujuan perjanjian sudah tercapai.

8. Karena pembebasan utang.38

Apabila dalam suatu perjanjian semua perikatan-perikatan telah berakhir, maka berakhir pulalah seluruh perjanjian tersebut. Dalam hal demikian berakhirnya seluruh perikatan yang terdapat dalam suatu perjanjian menyebabkan perjanjian berakhir, namun sebaliknya berakhirnya suatu perjanjian dapat mengakibatkan berakhirnya seluruh perikatan yang ada dalam perjanjian tersebut. Hal ini dapat terjadi pada perjanjian yang berakhir karena pembatalan berdasarkan wanprestasi. Pembatalan perjanjian tersebut menyebabkan seluruh perikatan-perikatan yang ada berakhir. Perikatan-perikatan tersebut tidak perlu lagi dipenuhi dan segala apa yang telah dipenuhi harus berakhir. Akan tetapi dapat juga terjadi suatu perjanjian berakhir untuk waktu selanjutnya dan kewajiban yang telah ada tetap ada.

Adapun mengenai berakhirnya suatu perjanjian dapat terjadi karena : a. Ditentukan oleh para pihak dalam perjanjian. Suatu perjanjian berakhir

pada saat yang telah ditentukan oleh para pihak dalam perjanjian.

b. Batas berlakunya suatu perjanjian ditentukan oleh undang-undang, misalnya hak untuk membeli kembali suatu barang yang telah dijual tidak boleh diperjanjikan lebih dari 5 (lima) tahun (Pasal 1520 KUHPerdata) c. Apabila terjadi suatu peristiwa tertentu yang oleh para pihak atau

undang-undang telah ditentukan sebagai sebab yang akan mengakibatkan

38

(40)

berakhirnya perjanjian, misalnya apabila salah satu pihak meninggal dunia maka perjanjian akan menjadi hapus (pasal 1603 KUHPerdata). 39

B. Tinjauan Umum Perjanjian Terapeutik

4. Pengertian Perjanjian Terapeutik

Menurut Bahder Johan Nasution, perjanjian terapeutik merupakan suatu transaksi untuk menentukan atau upaya mencari terapi yang paling tepat bagi pasien yang dilakukan oleh dokter. Jadi, objek dalam perjanjian terapeutik ini bukan kesembuhan pasien, melainkan mencari upaya yang tepat untuk kesembuhan pasien40Dilihat dari istilahnya, perjanjian yaitu hubungan timbal balik antara dua pihak yang bersepakat dalam satu hal, sedangkan terapeutik adalah terjemahan dari therapeutic yang berarti dalam bidang pengobatan. Jadi perjanjian terapeutik adalah ”persetujuan yang terjadi antara dokter dengan pasien yang bukan di bidang pengobatan saja tetapi lebih luas, mencakup bidang diagnostik, preventif, rehabilitatif, maupun promotif”41 Pendapat lain mengatakan bahwa perjanjian atau transaksi atau persetujuan adalah hubungan timbal balik yang terjadi antara dua pihak atau lebih yang sepakat untuk melakukan sesuatu. Mengenai perjanjian terapeutik itu sendiri terjadi antara dokter dengan pasien yang mengakibatkan timbulnya hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak42

39

R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, (Bandung : Binacipta,1997), hal.69 40

Bahder Johan Nasution. Hukum Kesehatan (Pertanggungjawaban Dokter). Jakarta : Rineka Cipta, 2005 hal 11

41

M. Jusuf Hanafiah dan Amri Amir. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. (Edisi 3. Jakarta : BGG, 1999), hal 39

42

Y.A. Triana Ohoiwutun. Bunga Rampai Hukum Kedokteran. (Malang: Bayumedia, 2007), hal 8

(41)

Berdasarkan hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa perjanjian terapeutik merupakan suatu perjanjian perawatan, karena satu pihak (pasien) berkehendak untuk sembuh dan pihak yang lain (dokter) berkehendak untuk merawat pasien dan mengupayakan kesembuhan pasien. Perjanjian tersebut lahir berdasarkan kesepakatan antara kedua belah pihak tanpa adanya kekhilafan, paksaan maupun penipuan, dan berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak dan harus dilaksanakan berdasarkan itikad baik.

5. Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan

Hubungan antara dokter dan pasien, hukum melindungi kepentingan pasien maupun dokter. Hukum merupakan sarana untuk menciptakan keserasian antara kepentingan dokter dan pasien guna menunjang keberhasilan pelayanan medis berdasarkan sistem kesehatan nasional. Sistem kesehatan nasional yang dimaksud merupakan suatu tatanan yang mencerminkan upaya bangsa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan mencapai derajat kesehatan yang optimal sebagai perwujudan kesejahteraan umum melalui program pembangunan kesehatan sebagai kesatuan yang menyeluruh, terarah terpadu serta berkesinambungan sebagai bagian dari pembangunan nasional. 43

a. Semua warga negara berhak memperoleh derajat kesehatan yang optimal, agar dapat bekerja dan hidup layak sesuai dengan martabat manusia.

Tujuan dan dasar pembangunan kesehatan di dalam Sistem Kesehatan Nasional dijabarkan sebagai berikut :

43

(42)

b. Pemerintah dan masyarakat bertanggung jawab dalam memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan rakyat.

c. Penyelenggaraan upaya kesehatan diatur oleh pemerintah dan dilakukakn secara terpadu dengan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilakukan. d. Setiap bentuk upaya kesehatan harus berasaskan perikemanusiaan yang

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dengan mengutamakan kepentingan nasional, rakyat banyak, dan bukan semata-mata kepentingan golongan atau perorangan.

e. Sikap, suasana kekeluargaan, kegotongroyongan serta semua potensi yang ada diarahkan dan dimanfaatkan sejauh mungkin untuk pembangunan kesehatan. f. Sesuai dengan asas adil dan merata, hasil yang dicapai dalam pembangunan

kesehatan harus dapat dinikmati secara merata oleh seluruh penduduk.

g. Semua warga negara sama kedudukannya dalam hukum dan wajib menjunjung tinggi dan mentaati segala ketentuan peraturan perundang-undangan dalam bidang kesehatan.

h. Pembangunan kesehatan nasional harus berlandaskan pada kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri serta bersendikan kepribadian bangsa.44

Pembangunan jangka panjang bidang kesehatan, yang merupakan bagian dari Sistem Kesehatan Nasional, diarahkan untuk mencapai tujuan utama sektor kesehatan. Tujuan utama kesehatan nasional tersebut meliputi : Peningkatan kemampuan masyarakat untuk menolong dirinya sendiri dalam bidang kesehatan, Perbaikan mutu lingkungan hidup yang dapat menjamin kesehatan, peningkatan

(43)

status gizi masyarakat, Penguranngan kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas), Pengembangan keluarga sehat dan sejahtera dengan semakin diterimanya norma keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera. 45

Pelayanan kesehatan merupakan setiap upaya yang diselenggarakan secara mandiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat. Pelayanan kesehatan menurut Benyamin Lumenta segala upaya kegiatan pencegahan dan pengobatan penyakit, semua upaya dan kegiatan peningkatan serta pemeliharaan kesehatan yang dilakukan oleh pranata sosial atau lembaga dengan suatu populasi tertentu, masyarakat atau komunitas. 46 Kemudian menurut Hodgelts dan Casio, membedakan pelayanan kesehatan perorangan (personal health services) atau pelayanan kedokteran (medical services) atau pelayanan medis dan pelayanan kesehatan lingkungan (environmental health) atau pelayanan kesehatan masyarakat (public health services).47

45 Ibid 46

Benyamin Lumenta, Pelayanan Medis, Citra, Konflik, dan Harapan, (Yogyakarta: Kanisius,1989), hal 15

47

Hodgelts dan Casio dalam Azrul Aswar, Pengantar Pelayanan Kesehatan Dokter Keluarga, IDI, Jakarta 1995, hal 1

(44)

memperoleh pelayanan kesehatan di sebuah lembaga atau di rumahnya tanpa opname. Pelayanan intramural, merupakan penyelenggaraan pelayanan medik

umum dan spesialistis di dalam lembaga yakni pasien mendapat rawat inap dan pelayanan ini diberikan oleh berbagai rumah sakit umum.

Ciri-ciri pelayanan kesehatan dikemukakan oleh Marius Widjajarta, meliputi : ketidaktahuan konsumen (consumer ignorance), pengaruh penyedia jasa kesehatan yang besar terhadap konsumen sehingga (konsumen tidak memiliki daya tawar dan daya pilih (supply induced demand), produk pelayanan kesehatan bukan konsep homogen, pembahasan terhadap kompetisi, ketidakpastiaan tentang sakit dan sehat sebagai hak asasi.

Menurut Benyamin Lumenta, pelayanan kesehatan yang baik dapat terselenggara, jika memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut :

1) Terbatas pada pelaksanaan pengobatan yang didasarkan atas ilmu kedokteran; 2) Menekankan pencegahan;

3) Menghendaki kerjasama yang wajar antara kaum awam (pasien) dengan para pelaksana ilmu pengetahuan kedoktersn (dokter);

4) Mengobati seseorang seutuhnya;

5) Memelihara hubungan pribadi antara dokter dengan pasien secara erat dan berkesinambungan;

(45)

8) Memanfaatkan semua pelayanan yang diperlukan dan yang dapat diberikan ilmu pengetahuan kedokteran modern kepada masyarakat yang membutuhkan.48

Pelayanan kesehatan yang bermutu menurut Tabish : Pelayanan Kesehatan berarti memberikan suatu produk pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan individu dan masyarakat. Pelayanan kesehatan yang bermutu tinggi dimulai dengan standar etika manajerial yang tinggi pula, meliputi: sistem untuk melakukan standar profesional; baik dari sudut tingkah laku, organisasi serta penilaian kegiatan sehari-hari, sistem pengamatan agar pelayanan selalu diberikan sesuai standar dan deteksi bila terdapat penyimpangan; serta sistem untuk senantiasa menunjang berlakunya standar profesional.49

48

Benyamin Lumenta, Op.cit., hal 15 49

Tabish, 1998 dalam Tjandra yoga Aditama, Manajemen Administrasi Rumah Sakit, (Jakarta: Universitas Indonesia Press; 2000) hal 20

(46)

6. Dasar Hukum Perjanjian Terapeutik.

Perjanjian terapeutik sebagai bagian dari hukum privat tunduk pada aturan-aturan yang ditentukan dalam KUHPerdata sebagai dasar adanya perikatan. Adapun Pasal 1233 KUHPerdata didalam pasal tersebut dinyatakan bahwa : “tiap-tiap perikatan dapat dilahirkan dari suatu perjanjian maupun karena undang-undang”. Perjanjian terapeutik lahir dari suatu perjanjian, hal ini dikarenakan adanya kesepakatan dari kedua belah pihak. Pada saat dokter akan memulai tindakan medis terhadap pasien, dengan adanya kesanggupan dari dokter untuk mengupayakan kesehatan atau kesembuhan pasien, sebaliknya pasien menyetujui tindakan terapeutik yang dilakukan oleh dokter tersebut. Kemudian dokter berkewajiban melakukan pelayanan kesehatan dengan penuh kesungguhan, dengan mengerahkan seluruh kemampuan sesuai standard profesinya yang diatur oleh undang-undang. Berdasarkan hal tersebut, dapat dilihat bahwa perjanjian terapeutik terikat pada perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata, namun pelaksanaannya diatur oleh undang-undang.50 Sebagai suatu perjanjian yang bentuknya khusus, maka secara umum juga terikat oleh ketentuan-ketentuan umum yang harus dipenuhi untuk sebuah perjanjian, seperti yang terdapat dalam Pasal 1320 KUHPerdata.

50

(47)

46

DALAM UPAYA PELAYANAN MEDIS

A. Hubungan Hukum antara Dokter dengan Pasien

Dulu dokter dianggap tahu segalanya, dan dalam pandangan sehari-hari seorang pasien senantiasa menjalankan suatu peran yang sangat lemah, pasif, dan sangat tergantung kepada pihak lain akibat sakit yang dideritanya. Selain itu pasien juga dianggap tidak mempunyai pengetahuan yang cukup tentang kesehatan dan penyakit yang dideritanya. Dalam rangka usaha ingin sembuh, pasien akan mendatangi baik dokter pribadi maupun rumah sakit. Dalam hal ini dapat dibedakan antara pasien yang memang secara nyata mengadakan suatu perjanjian, dan pasien yang tanpa mengadakan suatu perjanjian. Pembedaan ini untuk memperjelas dalam membedakan dari adanya perjanjian tersebut, yang membebankan hak dan kewajiban terhadap para pihak yang mengadakan suatu perjanjian.51

51

Hermien Hadiati Koeswadji. Beberapa Permasalahan Hukum dan Medik. (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1992), hal 114

(48)

baik dokter maupun pasien mempunyai hak dan kewajiban yang dilindungi oleh Undang-Undang sehingga kedudukan hukumnya seimbang dan sederajat.52

Dasar dari perikatan antara dokter dan pasien biasanya dikenal dengan perjanjian/kontrak, dan dikenal pula dengan istilah perjanjian terapeutik. Perjanjian terapeutik termasuk pada perjanjian tentang “upaya” atau disebut (Inspaningsverbintenis) bukan perjanjian tentang “hasil” atau disebut (Resultaatverbintenis). Pada perjanjian tentang upaya maka prestasi yang harus diberikan oleh dokter adalah upaya semaksimal mungkin, sedangkan pada perjanjian tentang hasil, prestasi yang harus diberikan oleh dokter berupa hasil tertentu.53

52 Ibid 53

http:// www. Kantor Hukum-lhs.com, diakses tanggal 1 Juni 2014

(49)

54

Menurut contract theory apabila seorang dokter menyatakan persetujuan untuk merawat seseorang dengan imbalan honor tertentu, maka dapat diciptakan suatu pengaturan kontraktual yang disertai hak dan tanggung gugatnya. Jika para pihak secara nyata mencapai suatu persetujuan mengenai perawatan, maka dapat timbul suatu kontrak nyata (tegas). Sedangkan menurut Undertaking theory, jika seorang dokter merelakan diri untuk memeberikan perawatan kepada seseorang, maka tercipta suatu hubungan profesional yang disertai kewajiban perawatan kepada pasien.55 J. Gunadi menyatakan bahwa timbulnya hubungan hukum antara dokter dan pasien dimulai saat pasien datang ke tempat praktek dokter dan dimulainya anamnesa dan pemeriksaan oleh dokter56

Hubungan hukum antara pasien dengan dokter dapat terjadi antara lain karena pasien sendiri yang mendatangi dokter untuk meminta pertolongan mengobati sakit yang dideritanya, dalam keadaan seperti ini terjadi persetujuan kehendak antara kedua belah pihak, dan terjadi hubungan hukum yang bersumber dari kepercayaan pasien terhadap dokter, sehingga pasien bersedia memberikan persetujuan. Kepatuhan pasien terhadap proses pengobatan dan nasihat yang diberikan oleh dokter akan tercapai bila dokter dapat mengadakan komunikasi timbal balik yang baik terhadap pasiennya. Dokter yang bersedia mendengarkan pendapat dan keluhan pasien, akan menyebabkan pasien lebih bersedia mematuhi proses upaya penyembuhan sehingga tujuan perjanjian yaitu kesembuhan dapat tercapai.

54

Veronika Komalawati., Peranan Informed Consent Dalam Transaksi Terapeutik, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002), hal 85.

55 Ibid. 56

(50)

B. Pihak-pihak yang Terlibat dalam Perjanjian Terapeutik

Objek perjanjian terapeutik adalah pelayanan medis atau upaya penyembuhan. Menurut Permenkes RI No. 585/Men.Kes/Per/IX/1989 dinyatakan bahwa, pelayanan medis/tindakan medis adalah tindakan yang dilakukan terhadap pasien yang berupa tindakan diagnostik atau teurapeutik. Dari batasan itu dapat dipahami bahwa :

1. Tindakan medis yang berupa diagnostik dan terapeutik itu adalah tindakan yang hanya dapat dilakukan oleh tenaga medis dalam hal ini meliputi dokter, bidan dan perawat.

2. Tindakan itu dilakukan terhadap pasien

Untuk mengetahui lebih jelas mengetahui para pihak yang terlibat dalam suatu transaksi/perjanjian terapeutik, dapat dilihat pada uraian berikut:

(51)

dapat disimpulkan bahwa dokter sebagai pengemban profesi adalah orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan ketrampilan melalui pendidikan dibidang kesehatan yang memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

b. Pasien, adalah merupakan orang sakit yang dirawat oleh dokter dan tenaga kesehatan lainnya ditempat praktek atau rumah sakit.57

c. Rumah sakit, dapat diartikan sebagai sarana pelayanan kesehatan. Selain itu, rumah sakit juga dapat merupakan suatu tempat bagi tenaga medik berkumpul atau lokasi konsentrasi berbagai tenaga ahli atau padat karya dan juga merupakan lembaga padat moral, padat teknologi dan padat waktu

Pasien adalah merupakan orang yang menjadi fokus ataupun sasaran dalam usaha-usaha penyembuhan yang dilakukan oleh dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Sebagai subjek hukum pasien mempunyai hak dan kewajiban yang harus dipahami baik oleh pasien, dokter maupun rumah sakit sebagai salah satu tempat diselenggarakannya profesi kedokteran demi tercapainya tujuan upaya kesehatan.

Rumah sakit merupakan pusat pelayanan medis atau juga pelayanan kesehatan, sebagaimana menurut Somers yang dikutip dalam buku A. Azwar dengan judul “Standar Pelayanan Medis”, bahwa untuk terselenggaranya pelayanan medis yang baik, banyak syarat yang harus dipenuhi, mencakup 8 (delapan) hal pokok, yaitu tersedia (available),

57

(52)

wajar (appropriate), berkeseinambungan (continue), dapat diterima (acceptable), dapat dicapai (accesible), dapat dijangkau (affordable), efisien (efficient), dan bermutu (quality).58

Pelayanan kesehatan merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan baik perseorangan, maupun kelompok atau masyarakat secara keseluruhan.

59

Selain pelayanan kesehatan istilah lain dari pelayanan kedokteran adalah pelayanan medis, merupakan pelayanan yang mencakup semua upaya dan kegiatan berupa pencegahan (preventif), pengobatan (kuratif), peningkatan (promotif), dan pemulihan (rehabilitatif) kesehatan yang dilaksanakan atas dasar hubungan individual anatara para ahli di bidang kedokteran dengan individu yang membutuhkannya.60

1. Pelayanan Rawat Jalan Klinik Rumah sakit. Bentuk pelayanan rawat jalan ini diselenggarakan oleh klinik yang ada kaitannya dengan rumah sakit Layanan Kesehatan terdiri dari beberapa jenis pelayanan, baik berupa pelayanan rawat inap (hospitalization) dan juga pelayanan rawat jalan (ambulatory services). Pelayanan rawat jalan mempunyai arti yang lebih penting daripada pelayanan rawat inap. Sesuai dengan perkembangan yang terjadi, maka saaat ini terdapat berbagai bentuk perawatan rawat jalan. Menurut Feste yang dikutip oleh Veronika Komalawati bahwa, pelayanan rawat jalan dibedakan atas dua macam, yaitu:

58

A. Azwar, Standar Pelayanan Medis Materi Penerapan Standar Pelayanan Rumah Sakit, Medis dan Pengawasan Etik , (Ujung Pandang,: UNHAS: 1994), hal 1

59

Veronica Komalawati, Op.cit, hal 78 60

(53)

(hospital based ambulatory cars), yang terdiri dari : Pelayanan gawat darurat (emergency services), Pelayanan rawat jalan peripurna (comprehensive hospital outpatient services), pelayana rujukan (referral services), pelayanan bedah jalan (ambulatory surgency services).

2. Perawatan rawat jalan klinik mandiri. Bentuk perawatan jalan ini diselenggarakan oleh klinik mandiri, yaitu yang tidak ada hubungan organisatoris dengan rumah sakit (freestanding ambulatory centers).61 Rawat jalan bertujuan untuk melakukan observasi, diagnosis, pengobatan rehabilitasi dan pelayanan kesehatan lainnya tanpa mengharuskan pasien tersebut dirawat inap, keuntunganya pasien tidak perlu mengeluarkan biaya untuk menginap (opname).

C. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian antara Dokter dan

Pasien

Objek perjanjian terapeutik adalah pelayanan medis atau upaya penyembuhan. Menurut Permenkes RI No. 585/Men.Kes/Per/IX/1989 menyebutkan bahwa pelayanan medis/tindakan medis adalah tindakan yang dilakukan terhadap pasien yang berupa tindakan diagnostik atau teurapeutik. Dari batasan itu dapat dipahami bahwa :

61

(54)

1. Tindakan medis yang berupa diagnostik dan terapeutik itu adalah tindakan yang hanya dapat dilakukan oleh tenaga medis dalam hal ini meliputi dokter, bidan dan perawat.

2. Tindakan itu dilakukan terhadap pasien. 62

Berdasarkan UUPK Pasal 52, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, pasien mempunyai hak yaitu :

a. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat 3.

b. Meminta pendapat dokter.

c. Mendapat pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis. d. Menolak tindakan medis.

e. Mendapat isi rekam medik.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, penjelasan Pasal 53 ayat (2) menyatakan bahwa hak pasien adalah hak mendapat informasi, hak memberikan persetujuan, hak atas rahasia kedokteran, dan hak atas pendapat kedua.

Kewajiban yang harus dipenuhi pasien dalam perjanjian terpeutik adalah sebagai berikut.

1) Memberikan informasi yang lengkap dan jujur mengenai penyakitnya kepada dokter

2) Mematuhi nasihat dan instruksi yang diberikan oleh dokter

(55)

3) Menghormati privacy dokter yang mengobatinya

4) Memberikan imbalan jasa atas pelayanan kesehatan yang telah diterima Seorang dokter memiliki hak dan kewajiban yang melekat pada profesi, antara lain :

a) Hak untuk bekerja menurut standar medis.

b) Hak untuk menolak suatu tindakan medis yang tidak dapat dipertanggungjawabkannya secara professional.

c) Hak menolak suatu tindakan medis yang menurut suara hatinya tidak baik. d) Hak mengakhiri hubungan dengan pasien, kecuali dalam keadaan gawat

darurat.

e) Hak atas “Privasi Dokter”. f) Hak atas jasa atau honorarium. g) Hak atas itikad baik dari pasien.

Sedangkan kewajiban dokter adalah melakukan pelayanan jasa medik dengan baik dan benar berdasar standar pelayanan yang sah serta dengan itikad baik antara lain:

(1) Kewajiban untuk memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi, yaitu dengan cara melakukan tindakan medis dalam suatu kasus yang konkret menurut ukuran tertentu yang didasarkan pada ilmu medis dan pengalaman

(56)

(3) Kewajiban untuk memberikan informasi pada pasien dan/atau keluarganya tentang tindakan medis yang dilakukan dan risiko yang mungkin terjadi akibat tindakan medis tersebut.

(4) Kewajiban merujuk pasien berobat ke dokter lain yang mempunyai keahlian/kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan pemeriksaan atau pengobatan

(5) Kewajiban untuk memberikan pertolongan dalam keadaan darurat sebagai tugas perikemanusiaan

(6) Kewajiban untuk membuat rekam medis yang baik dan secara berkesinambungan

(7) Kewajiban yang berhubungan dengan tujuan ilmu kedokteran, termasuk kewajiban untuk secara terus menerus menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan di bidang ilmu kedokteran

(8) Kewajiban yang berhubungan dengan prinsip keseimbangan.63

D. Tanggungjawab Hukum Dokter terhadap Pasien

Dokter sebagai tenaga professional bertanggung jawab dalam setiap tindakan medis yang dilakukan terhadap pasaien. Dalam menjalankan tugas profesionalnya didasarkan pada niat baik yaitu berupaya dengan sungguh-sungguh berdasarkan pengetahuannya yang dilandasi dengan sumpah dokter, kode etik kedokteran dan standar profesinya untuk menyembuhkan atau menolong pasien. Tanggung jawab dokter antara lain adalah:

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian antara perjanjian lisan yang dibuat oleh para pihak dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan untuk mengetahui

Hambatan yang dihadapi klub Persema dalam pelaksanaan pemenuhan hak pemain sepak bola dalam kontrak antara pemain dengan klub yaitu karena tidak adanya dana konsorsium yang

Hambatan yang dihadapi klub Persema dalam pelaksanaan pemenuhan hak pemain sepak bola dalam kontrak antara pemain dengan klub yaitu karena tidak adanya dana konsorsium yang

Dengan adanya “Perjanjian Perceraian”, baik pihak suami atau isteri yang dulunya terikat dalam suatu lembaga perkawinan dapat mengatur hak dan kewajiban yang akan