• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pasal 1338 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (Pacta Sunt Servanda) Dalam Perjanjian Antara Dokter Dengan Pasien

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Analisis Pasal 1338 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (Pacta Sunt Servanda) Dalam Perjanjian Antara Dokter Dengan Pasien"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

22

(TRANSAKSI MEDIS) DALAM PELAYANAN KESEHATAN

A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian

7. Pengertian Perjanjian

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah “persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing bersepakat akan mentaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu.”12

Menurut Pasal 1313 KUHPerdata, “Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.

Kamus Hukum menjelaskan bahwa perjanjian adalah “persetujuan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, tertulis maupun lisan, masing-masing sepakat untuk mentaati isi persetujuan yang telah dibuat bersama.”

13

Para sarjana Hukum Perdata pada umumnya berpendapat bahwa definisi perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan tersebut tidak lengkap dan terlalu luas. Tidak lengkap karena hanya mengenai perjanjian sepihak saja dan dikatakan terlalu luas karena dapat mencakup hal-hal yang mengenai janji kawin, yaitu perbuatan di dalam lapangan hukum keluarga yang menimbulkan perjanjian juga, tetapi, bersifat istimewa karena diatur dalam ketentuan-ketentuan tersendiri

12

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Ikthasar Indonesi Edisi Ketiga, (Jakarta : Balai Pustaka. 2012), hal. 458

13

(2)

sehingga Buku III KUHPerdata secara langsung tidak berlaku terhadapnya. Juga mencakup perbuatan melawan hukum, sedangkan di dalam perbuatan melawan hukum ini tidak ada unsur persetujuan.14

R. M. Sudikno Mertokusumo mengemukakan bahwa perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.15

Menurut Salim HS, Perjanjian adalah "hubungan hukum antara subjek yang satu dengan subjek yang lain dalam bidang harta kekayaan, dimana subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakatinya.”16

Perjanjian merupakan sumber terpenting dalam suatu perikatan. Menurut Subekti, Perikatan adalah “suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu”.17

14

Mariam Darus Badrulzaman, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan, (Bandung: Alumi. 2005), hal. 89.

15

RM. Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), (Yogyakarta: Liberty, 1988), hal. 97.

16

Salim HS, Hukum Kontrak, Teori & Tekriik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal. 27

17

Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa), 2005 hal 1

(3)

perbuatan orang. Sementara itu, perikatan yang lahir dari undang-undang karena suatu perbuatan orang dapat lagi dibagi kedalam suatu perikatan yang lahir dari suatu perbuatan yang diperoleh dan yang lahir dari suatu perbuatan yang berlawanan dengan Hukum (Pasal 1353 KUH Perdata).

8. Syarat Sahnya Perjanjian

Di dalam suatu perjanjian pada umumnya memuat beberapa unsur yaitu:18 a. Pihak-pihak, paling sedikit ada dua orang. Para pihak yang bertindak

sebagai subjek perjanjian, dapat terdiri dari orang atau badan hukum. Dalam hal yang menjadi pihak adalah orang, harus telah dewasa dan cakap untuk melakukan hubungan hukum. Jika yang membuat perjanjian adalah suatu badan hukum, maka badan hukum tersebut harus memenuhi syarat-syarat badan hukum yang antara lain adanya harta kekayaan yang terpisah, mempunyai tujuan tertentu, mempunyai kepentingan sendiri, ada organisasi;19

b. Persetujuan antara para pihak, sebelum membuat suatu perjanjian atau dalam membuat suatu perjanjian, para pihak memiliki kebebasan untuk mengadakan tawar-menawar diantara mereka;

c. Adanya tujuan yang akan dicapai, baik yang dilakukan sendiri maupun oleh pihak lain, selaku subjek dalam perjanjian tersebut. Dalam mencapai tujuannya, para pihak terikat dengan ketentuan bahwa tujuan tersebut tidak

18

Mohd.Syaufii Syamsuddin, Perjanjian-Perjanjian dalam Hubungan Industrial, (Jakarta:Sarana Bhakti Persada, 2005), hal 5-6.

19

Herman Rasyid, Syarat Sahnya Suatu Perjanjian,http://hermansh.blogspot.com/2012/02

(4)

boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum;

d. Ada prestasi yang harus dilaksanakan, para pihak dalam suatu perjanjian mempunyai hak dan kewajiban tertentu, yang satu dengan yang lainnya saling berlawanan. Apabila pihak yang satu berkewajiban untuk memenuhi prestasi, bagi pihak lain hal tersebut merupakan hak, dan sebaliknya; e. Ada bentuk tertentu, suatu perjanjian dapat dibuat secara lisan maupun

tertulis. Dalam hal suatu perjanjian yang dibuat secara tertulis, dibuat sesuai dengan ketentuan yang ada;

f. Syarat-syarat tertentu, dalam suatu perjanjian, isinya harus ada syarat-syarat tertentu, karena suatu perjanjian yang sah, mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Agar suatu perjanjian dapat dikatakan sebagai suatu perjanjian yang sah, perjanjian tersebut telah memenuhi syarat-syarat tertentu

Agar suatu perjanjian dapat menjadi sah dan mengikat para pihak, perjanjian harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata yaitu :

1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

(5)

kehendak masing-masing, yang dilahirkan oleh para pihak tanpa adanya paksaan, kekeliruan, dan penipuan.20

2) Cakap untuk membuat suatu perjanjian

Membuat suatu perjanjian adalah melakukan suatu hubungan hukum. Yang dapat melakukan suatu hubungan hukum adalah pendukung hak dan kewajiban, baik orang atau badan hukum, yang harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Jika yang membuat perjanjian adalah suatu badan hukum, badan hukum tersebut harus memenuhi syarat sebagai badan hukum yang sah. 21

3) Suatu hal tertentu

Sebagai syarat ketiga disebutkan bahwa suatu perjanjian harus mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang diperjanjikan hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak jika timbul suatu perselisihan. Barang yang dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit harus ditentukan jenisnya. Bahwa barang itu sudah ada atau sudah berada di tangannya si berutang pada waktu perjanjian dibuat, tidak diharuskan oleh undang-undang. Juga jumlahnya tidak perlu disebutkan, asal saja kemudian dapat dihitung atau ditetapkan.22

Perjanjian harus menentukan jenis objek yang diperjanjikan. Jika tidak, maka perjanjian itu batal demi hukum. Pasal 1332 KUHPerdata dinyatakan bahwa hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan yang

20

Ridhuan Syahrani, Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, (Bandung: Alumni, 1992), hal. 214.

21

Handri Raharjo, Hukum Perusahaan , (Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2009), hal 25. 22

(6)

dapat menjadi obyek perjanjian, dan berdasarkan Pasal 1334 KUHPerdata barang-barang yang baru akan ada di kemudian hari dapat menjadi obyek perjanjian kecuali jika dilarang oleh undang-undang secara tegas.

4) Suatu sebab yang halal

Menurut Undang-undang, sebab yang halal adalah jika tidak dilarang oleh Undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum, ketentuan ini dinyatakan bahwa pada Pasal 1337 KUHPerdata. Suatu perjanjian yang dibuat dengan sebab atau causa yang tidak halal, misalnya jual beli ganja, untuk mengacaukan ketertiban umum.23 Sahnya causa dari suatu persetujuan ditentukan pada saat perjanjian dibuat. Perjanjian tanpa causa yang halal adalah batal demi hukum, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.24

9. Jenis-Jenis Perjanjian

Perjanjian ini diatur dalam Buku IIIKUHPerdata, peraturan-peraturan yang tercantum dalam KUHPerdata ini disebut juga dengan peraturan pelengkap, bukan peraturan memaksa, yang berarti bahwa para pihak dapat mengadakan perjanjian dengan menyampingkan peraturan-peraturan perjanjian yang ada. Oleh karena itu di sini dimungkinkan para pihak untuk mengadakan perjanjian-perjanjian. Adapun bentuk perjanjian tersebut antara lain:

a. Perjanjian bernama, yaitu merupakan perjanjian-perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata. Yang termasuk ke dalam perjanjian ini, misalnya: jual beli, tukar menukar, sewa menyewa, dan lain-lain.

23

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, (Bandung: Citra Adtya Bakti,1992), hal 95 24

(7)

b. Perjanjian-perjanjian yang tidak diatur dalam KUHPerdata. Jadi dalam hal ini para pihak yang menentukan sendiri perjanjian itu. Dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh para pihak, berlaku sebagai undang-undang bagi masing-masing pihak.25

c. Dalam KUH Perdata Pasal 1234, perikatan dapat dibagi 3 (tiga) macam, yaitu:

1) Perikatan untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu barang

2) Perikatan untuk berbuat sesuatu 3) Perikatan untuk tidak berbuat sesuatu

Jenis-jenis perjanjian dibagi dalam lima jenis, yaitu : a. Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak

Perjanjian timbal balik (Bilateral Contract) adalah perjanjian yang memberikan hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak. Jenis perjanjian ini yang paling umum terjadi dalam kehidupan masyarakat.

Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajiban kepada satu pihak dan hak kepada pihak lainnya. Pihak yang satu berkewajiban menyerahkan benda yang menjadi objek perikatan dan pihak lainnya berhak menerima benda yang diberikan itu.26

b. Perjanjian percuma dan perjanjian dengan atas hak yang membebani Perjanjian percuma adalah perjanjian yang hanya memberikan keuntungan kepada satu pihak saja. Perjanjian dengan alas hak yang membebani adalah perjanjian dalam mana terhadap prestasi dari pihak

25

R. M. Suryodiningrat, Perikatan-Perikatan Bersumber Perjanjian, Bandung: Tarsito, 1998, hal. 10

(8)

yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lainnya, sedangkan antara prestasi itu ada hubungannya menurut hukum.27

c. Perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama

Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri, yang dikelompokkan sebagai perjanjian khusus, dan jumlahnya terbatas. Sedangkan perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas

d. Perjanjian kebendaan dan perjanjian obligator

Perjanjian kebendaan adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik dalam perjanjian jual beli. Perjanjian kebendaan ini sebagai pelaksanaan perjanjian obligator. Perjanjian obligator adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan, artinya sejak terjadinya perjanjian, timbullah hak dan kewajiban pihak-pihak. Pembeli berhak untuk menuntut penyerahan barang, penjual berhak atas pembayaran harga, penjual berkewajiban untuk menyerahkan barang. Pentingnya pembedaan ini adalah untuk mengetahui apakah dalam perjanjian itu ada penyerahan (leverning) sebagai realisasi perjanjian dan penyerahan itu sah menurut hukum atau tidak.

e. Perjanjian konsensual dan perjanjian real

Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang timbul karena ada persamaan kehendak antara pihak-pihak. Perjanjian real adalah perjanjian

(9)

di samping ada persetujuan kehendak juga sekaligus harus ada penyerahan nyata dari barangnya.

10.Asas-asas Perjanjian

Asas-asas hukum adalah pikiran-pikiran dasar yang ada di dalam dan belakang tiap-tiap sistem hukum, yang telah mendapat bentuk sebagai perundang-undangan atau putusan pengadilan, dan ketentuan-ketentuan dan keputusan itu dapat dipandang sebagai penjabarannya. Dengan demikian, asas-asas hukum selalu merupakan fenomena yang penting dan mengambil tempat yang sentral dalam hukum positif.28

Asas-asas hukum berfungsi sebagai pendukung bangunan hukum, menciptakan harmonisasi, keseimbangan dan mencegah adanya tumpang tindih diantara semua norma hukum yang ada. Asas hukum juga menjadi titik tolak pembangunan sistem hukum dan menciptakan kepastian hukum yang diberlakukan dalam masyarakat. Berdasarkan teori, di dalam suatu hukum kontrak terdapat lima asas yang dikenal menurut ilmu hukum perdata. Kelima asas itu antara lain adalah: asas kebebasan berkontrak (freedom of contract), asas konsensualisme (concsensualism), asas kepastian hukum (pacta sunt servanda), asas itikad baik (good faith) dan asas kepribadian (personality).29

Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, di dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa:

Berikut ini adalah penjelasan mengenai asas-asas dimaksud yaitu:

a. Asas kebebasan berkontrak (freedom of contract)

28

Nyoman Serikat Putra Jaya, Politik Hukum, (Semarang: Undip, 2007), hal. 23 29

(10)

“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:

1) Membuat atau tidak membuat perjanjian; 2) Mengadakan perjanjian dengan siapa pun;

3) Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya; 4) Menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.30 b. Asas konsensualisme (concensualism)

Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata. Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata sepakat antara kedua belah pihak. Asas ini merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan adalah persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak. Asas konsensualisme muncul diilhami dari hukum Romawi dan hukum Jerman. Dalam hukum Jerman tidak dikenal istilah asas konsensualisme, tetapi lebih dikenal dengan sebutan perjanjian riil dan perjanjian formal. Perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan secara nyata (dalam hukum adat disebut secara kontan). Sedangkan perjanjian formal adalah suatu perjanjian yang telah ditentukan bentuknya, yaitu tertulis (baik berupa akta otentik maupun akta bawah tangan). Dalam

(11)

hukum Romawi dikenal istilah contractus verbis literis dan contractus innominat. Artinya bahwa terjadinya perjanjian apabila memenuhi bentuk

yang telah ditetapkan. Asas konsensualisme yang dikenal dalam KUHPerdata adalah berkaitan dengan bentuk perjanjian.31

Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt

servanda merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian.

Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata

c. Asas kepastian hukum (pacta sunt servanda)

32

Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata didalam pasal tersebut dinyatakan bahwa: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak. Asas itikad baik terbagi menjadi dua macam, yakni

itikad baik nisbi dan itikad baik mutlak. Pada itikad yang pertama,

seseorang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. d. Asas itikad baik (good faith)

(12)

Pada itikad yang kedua, penilaian terletak pada akal sehat dan keadilan serta dibuat ukuran yang obyektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak) menurut norma-norma yang objektif.33

Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan perjanjian hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dikatakan dari isi Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPerdata. Dalam Pasal 1315 KUHPerdata dinyatakan bahwa: Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.

e. Asas kepribadian (personality)

34

33 Ibid 34Ibid

(13)

KUHPerdata, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, melainkan juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hak daripadanya. Jika dibandingkan kedua Pasal itu maka Pasal 1317 KUHPerdata mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan dalam Pasal 1318 KUHPerdata untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak dari yang membuatnya. Dengan demikian, Pasal 1317 KUHPerdata mengatur tentang pengecualiannya, sedangkan Pasal 1318 KUHPerdata memiliki ruang lingkup yang luas.35

11.Objek dan subjek perjanjian

Objek dalam perjanjian adalah berupa prestasi, yang berujud memberi sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu. Perikatan untuk memberi sesuatu ialah kewajiban seseorang untuk memberi atau menyerahkan sesuatu, baik secara yuridis maupun penyerahan secara nyata. Perikatan untuk berbuat sesuatu yaitu prestasi dapat berujud berbuat sesuatu atau melakukan perbuatan tertentu yang positif. Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telah dijanjikan.

Dalam hal ini terdapat tiga macam objek, yakni : a. Barang-barang yang dapat diperdagangkan b. Harus diketahui jenisnya dan dapat ditentukan.

c. Barang-barang tersebut sudah ada atau akan ada dikemudian hari.36

(14)

Mengenai obyek perjanjian, diperlukan beberapa syarat untuk menentukan sahnya suatu perikatan, yaitu :

1) Objeknya harus tertentu. Syarat ini hanya diperlukan bagi perikatan yang timbul dari perjanjian.

2) Objeknya harus diperbolehkan, artinya tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum atau kesusilaan.

3) Objeknya dapat dinilai dengan uang. Hal ini dikarenakan suatu hubungan hukum yang ditimbulkan dari adanya perikatan berada dalam lapangan hukum harta kekayaan.

4) Objeknya harus mungkin. Orang tidak dapat mengikatkan diri kalau objek tidak mungkin diberikan.37

Subjek dalam perjanjian adalah pihak-pihak yang terdapat dalam perjanjian. Dalam hal ini terdapat dua macam subjek, yakni seseorang manusia atau suatu badan hukum yang mendapat beban kewajiban atau mendapat hak atas pelaksanaan kewajiban itu. Subjek yang berupa seorang manusia haruslah memenuhi syarat sah untuk melakukan tindakan hukum yaitu sudah dewasa dan tidak berada dibawah pengampuan. Subjek perjanjian dengan sendirinya sama dengan subjek perikatan yaitu kreditur dan debitur yang merupakan subjek aktif dan subjek pasif. Adapun kreditur maupun debitur tersebut dapat orang perseorangan maupun dalam bentuk badan hukum.

KUHPerdata membedakan dalam tiga golongan untuk berlakunya perjanjian :

37

(15)

a) Perjanjian berlaku bagi pihak yang membuat perjanjian.

b) Perjanjian berlaku bagi ahli waris dan mereka yang mendapat hak.

c) Perjanjian berlaku bagi pihak ketiga. 12.Berakhirnya Perjanjian

Suatu perjanjian berakhir apabila tujuan dari perjanjian tersebut telah tercapai, yaitu dengan terpenuhinya hak dan kewajiban para pihak. Dalam hal ini hapusnya perjanjian dapat pula mengakibatkan hapusnya perikatan, yaitu apabila suatu perjanjian hapus dengan berlaku surut, misalnya sebagai akibat daripada pembatalan berdasarkan wanprestasi Pasal 1266 KUHPerdata, maka semua perikatan yang telah terjadi menjadi hapus, perikatan tersebut tidak perlu lagi dipenuhi dan apa yang telah dipenuhi harus pula ditiadakan

Dalam Pasal 1381 KUHPerdata dinyatakan tentang cara berakhimya suatu perikatan, yaitu :

“Perikatan-perikatan hapus karena : a. Pembayaran;

b. Karena penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan;

c. Karena pembaharuan hutang;

d. Karena perjumpaan hutang atau kompensasi; e. Karena percampuran hutang;

f. Karena pembebasan hutangnya;

(16)

i. Karena berlakunya suatu syarat batal, yang diatur dalam bab kesatu buku ini;

j. Karena lewatnya waktu, hal mana akan diatur dalam suatu bab tersendiri" Suatu perjanjian pada umumnya berakhir apabila tujuan itu telah tercapai, dimana masing-masing pihak telah memenuhi prestasi yang diperjanjikan sebagaimana yang merupakan kehendak bersama dalam mengadakan perjanjian tersebut. Selain cara berakhirnya perjanjian seperti yang disebutkan di atas, terdapat beberapa cara lain untuk mengakhiri perjanjian, yaitu :

1. Ditentukan dalam perjanjian oleh para pihak. Misalnya dalam perjanjian itu telah ditentukan batas berakhirnya perjanjian dalam waktu tertentu 2. Undang-undang menentukan batas berlakunya perjanjian. Misalnya Pasal

1250 KUH Perdata yang menyatakan bahwa hak membeli kembali tidak boleh diperjanjikan untuk suatu waktu tertentu yaitu tidak boleh lebih dari 5 tahun.

3. Para pihak atau undang-undang dapat menentukan bahwa dengan terjadinya peristiwa tertentu maka perjanjian akan berakhir. Misalnya apabila salah satu pihak meninggal dunia maka perjanjian akan menjadi hapus (Pasal 1603 KUHPerdata) yang menyatakan bahwa perhubungan kerja berakhir dengan meninggalnya si buruh.

4. Karena persetujuan para pihak.

(17)

6. Berakhirnya perjanjian karena putusan hakim. 7. Tujuan perjanjian sudah tercapai.

8. Karena pembebasan utang.38

Apabila dalam suatu perjanjian semua perikatan-perikatan telah berakhir, maka berakhir pulalah seluruh perjanjian tersebut. Dalam hal demikian berakhirnya seluruh perikatan yang terdapat dalam suatu perjanjian menyebabkan perjanjian berakhir, namun sebaliknya berakhirnya suatu perjanjian dapat mengakibatkan berakhirnya seluruh perikatan yang ada dalam perjanjian tersebut. Hal ini dapat terjadi pada perjanjian yang berakhir karena pembatalan berdasarkan wanprestasi. Pembatalan perjanjian tersebut menyebabkan seluruh perikatan-perikatan yang ada berakhir. Perikatan-perikatan tersebut tidak perlu lagi dipenuhi dan segala apa yang telah dipenuhi harus berakhir. Akan tetapi dapat juga terjadi suatu perjanjian berakhir untuk waktu selanjutnya dan kewajiban yang telah ada tetap ada.

Adapun mengenai berakhirnya suatu perjanjian dapat terjadi karena : a. Ditentukan oleh para pihak dalam perjanjian. Suatu perjanjian berakhir

pada saat yang telah ditentukan oleh para pihak dalam perjanjian.

b. Batas berlakunya suatu perjanjian ditentukan oleh undang-undang, misalnya hak untuk membeli kembali suatu barang yang telah dijual tidak boleh diperjanjikan lebih dari 5 (lima) tahun (Pasal 1520 KUHPerdata) c. Apabila terjadi suatu peristiwa tertentu yang oleh para pihak atau

undang-undang telah ditentukan sebagai sebab yang akan mengakibatkan

38

(18)

berakhirnya perjanjian, misalnya apabila salah satu pihak meninggal dunia maka perjanjian akan menjadi hapus (pasal 1603 KUHPerdata). 39

B. Tinjauan Umum Perjanjian Terapeutik

4. Pengertian Perjanjian Terapeutik

Menurut Bahder Johan Nasution, perjanjian terapeutik merupakan suatu transaksi untuk menentukan atau upaya mencari terapi yang paling tepat bagi pasien yang dilakukan oleh dokter. Jadi, objek dalam perjanjian terapeutik ini bukan kesembuhan pasien, melainkan mencari upaya yang tepat untuk kesembuhan pasien40Dilihat dari istilahnya, perjanjian yaitu hubungan timbal balik antara dua pihak yang bersepakat dalam satu hal, sedangkan terapeutik adalah terjemahan dari therapeutic yang berarti dalam bidang pengobatan. Jadi perjanjian terapeutik adalah ”persetujuan yang terjadi antara dokter dengan pasien yang bukan di bidang pengobatan saja tetapi lebih luas, mencakup bidang diagnostik, preventif, rehabilitatif, maupun promotif”41 Pendapat lain mengatakan bahwa perjanjian atau transaksi atau persetujuan adalah hubungan timbal balik yang terjadi antara dua pihak atau lebih yang sepakat untuk melakukan sesuatu. Mengenai perjanjian terapeutik itu sendiri terjadi antara dokter dengan pasien yang mengakibatkan timbulnya hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak42

39

R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, (Bandung : Binacipta,1997), hal.69 40

Bahder Johan Nasution. Hukum Kesehatan (Pertanggungjawaban Dokter). Jakarta : Rineka Cipta, 2005 hal 11

41

M. Jusuf Hanafiah dan Amri Amir. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. (Edisi 3. Jakarta : BGG, 1999), hal 39

42

Y.A. Triana Ohoiwutun. Bunga Rampai Hukum Kedokteran. (Malang: Bayumedia, 2007), hal 8

(19)

Berdasarkan hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa perjanjian terapeutik merupakan suatu perjanjian perawatan, karena satu pihak (pasien) berkehendak untuk sembuh dan pihak yang lain (dokter) berkehendak untuk merawat pasien dan mengupayakan kesembuhan pasien. Perjanjian tersebut lahir berdasarkan kesepakatan antara kedua belah pihak tanpa adanya kekhilafan, paksaan maupun penipuan, dan berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak dan harus dilaksanakan berdasarkan itikad baik.

5. Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan

Hubungan antara dokter dan pasien, hukum melindungi kepentingan pasien maupun dokter. Hukum merupakan sarana untuk menciptakan keserasian antara kepentingan dokter dan pasien guna menunjang keberhasilan pelayanan medis berdasarkan sistem kesehatan nasional. Sistem kesehatan nasional yang dimaksud merupakan suatu tatanan yang mencerminkan upaya bangsa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan mencapai derajat kesehatan yang optimal sebagai perwujudan kesejahteraan umum melalui program pembangunan kesehatan sebagai kesatuan yang menyeluruh, terarah terpadu serta berkesinambungan sebagai bagian dari pembangunan nasional. 43

a. Semua warga negara berhak memperoleh derajat kesehatan yang optimal, agar dapat bekerja dan hidup layak sesuai dengan martabat manusia.

Tujuan dan dasar pembangunan kesehatan di dalam Sistem Kesehatan Nasional dijabarkan sebagai berikut :

43

(20)

b. Pemerintah dan masyarakat bertanggung jawab dalam memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan rakyat.

c. Penyelenggaraan upaya kesehatan diatur oleh pemerintah dan dilakukakn secara terpadu dengan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilakukan. d. Setiap bentuk upaya kesehatan harus berasaskan perikemanusiaan yang

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dengan mengutamakan kepentingan nasional, rakyat banyak, dan bukan semata-mata kepentingan golongan atau perorangan.

e. Sikap, suasana kekeluargaan, kegotongroyongan serta semua potensi yang ada diarahkan dan dimanfaatkan sejauh mungkin untuk pembangunan kesehatan. f. Sesuai dengan asas adil dan merata, hasil yang dicapai dalam pembangunan

kesehatan harus dapat dinikmati secara merata oleh seluruh penduduk.

g. Semua warga negara sama kedudukannya dalam hukum dan wajib menjunjung tinggi dan mentaati segala ketentuan peraturan perundang-undangan dalam bidang kesehatan.

h. Pembangunan kesehatan nasional harus berlandaskan pada kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri serta bersendikan kepribadian bangsa.44

Pembangunan jangka panjang bidang kesehatan, yang merupakan bagian dari Sistem Kesehatan Nasional, diarahkan untuk mencapai tujuan utama sektor kesehatan. Tujuan utama kesehatan nasional tersebut meliputi : Peningkatan kemampuan masyarakat untuk menolong dirinya sendiri dalam bidang kesehatan, Perbaikan mutu lingkungan hidup yang dapat menjamin kesehatan, peningkatan

(21)

status gizi masyarakat, Penguranngan kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas), Pengembangan keluarga sehat dan sejahtera dengan semakin diterimanya norma keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera. 45

Pelayanan kesehatan merupakan setiap upaya yang diselenggarakan secara mandiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat. Pelayanan kesehatan menurut Benyamin Lumenta segala upaya kegiatan pencegahan dan pengobatan penyakit, semua upaya dan kegiatan peningkatan serta pemeliharaan kesehatan yang dilakukan oleh pranata sosial atau lembaga dengan suatu populasi tertentu, masyarakat atau komunitas. 46 Kemudian menurut Hodgelts dan Casio, membedakan pelayanan kesehatan perorangan (personal health services) atau pelayanan kedokteran (medical services) atau pelayanan medis dan pelayanan kesehatan lingkungan (environmental health) atau pelayanan kesehatan masyarakat (public health services).47

45Ibid 46

Benyamin Lumenta, Pelayanan Medis, Citra, Konflik, dan Harapan, (Yogyakarta: Kanisius,1989), hal 15

47

Hodgelts dan Casio dalam Azrul Aswar, Pengantar Pelayanan Kesehatan Dokter Keluarga, IDI, Jakarta 1995, hal 1

(22)

memperoleh pelayanan kesehatan di sebuah lembaga atau di rumahnya tanpa opname. Pelayanan intramural, merupakan penyelenggaraan pelayanan medik

umum dan spesialistis di dalam lembaga yakni pasien mendapat rawat inap dan pelayanan ini diberikan oleh berbagai rumah sakit umum.

Ciri-ciri pelayanan kesehatan dikemukakan oleh Marius Widjajarta, meliputi : ketidaktahuan konsumen (consumer ignorance), pengaruh penyedia jasa kesehatan yang besar terhadap konsumen sehingga (konsumen tidak memiliki daya tawar dan daya pilih (supply induced demand), produk pelayanan kesehatan bukan konsep homogen, pembahasan terhadap kompetisi, ketidakpastiaan tentang sakit dan sehat sebagai hak asasi.

Menurut Benyamin Lumenta, pelayanan kesehatan yang baik dapat terselenggara, jika memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut :

1) Terbatas pada pelaksanaan pengobatan yang didasarkan atas ilmu kedokteran; 2) Menekankan pencegahan;

3) Menghendaki kerjasama yang wajar antara kaum awam (pasien) dengan para pelaksana ilmu pengetahuan kedoktersn (dokter);

4) Mengobati seseorang seutuhnya;

5) Memelihara hubungan pribadi antara dokter dengan pasien secara erat dan berkesinambungan;

(23)

8) Memanfaatkan semua pelayanan yang diperlukan dan yang dapat diberikan ilmu pengetahuan kedokteran modern kepada masyarakat yang membutuhkan.48

Pelayanan kesehatan yang bermutu menurut Tabish : Pelayanan Kesehatan berarti memberikan suatu produk pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan individu dan masyarakat. Pelayanan kesehatan yang bermutu tinggi dimulai dengan standar etika manajerial yang tinggi pula, meliputi: sistem untuk melakukan standar profesional; baik dari sudut tingkah laku, organisasi serta penilaian kegiatan sehari-hari, sistem pengamatan agar pelayanan selalu diberikan sesuai standar dan deteksi bila terdapat penyimpangan; serta sistem untuk senantiasa menunjang berlakunya standar profesional.49

48

Benyamin Lumenta, Op.cit., hal 15 49

Tabish, 1998 dalam Tjandra yoga Aditama, Manajemen Administrasi Rumah Sakit, (Jakarta: Universitas Indonesia Press; 2000) hal 20

(24)

6. Dasar Hukum Perjanjian Terapeutik.

Perjanjian terapeutik sebagai bagian dari hukum privat tunduk pada aturan-aturan yang ditentukan dalam KUHPerdata sebagai dasar adanya perikatan. Adapun Pasal 1233 KUHPerdata didalam pasal tersebut dinyatakan bahwa : “tiap-tiap perikatan dapat dilahirkan dari suatu perjanjian maupun karena undang-undang”. Perjanjian terapeutik lahir dari suatu perjanjian, hal ini dikarenakan adanya kesepakatan dari kedua belah pihak. Pada saat dokter akan memulai tindakan medis terhadap pasien, dengan adanya kesanggupan dari dokter untuk mengupayakan kesehatan atau kesembuhan pasien, sebaliknya pasien menyetujui tindakan terapeutik yang dilakukan oleh dokter tersebut. Kemudian dokter berkewajiban melakukan pelayanan kesehatan dengan penuh kesungguhan, dengan mengerahkan seluruh kemampuan sesuai standard profesinya yang diatur oleh undang-undang. Berdasarkan hal tersebut, dapat dilihat bahwa perjanjian terapeutik terikat pada perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata, namun pelaksanaannya diatur oleh undang-undang.50 Sebagai suatu perjanjian yang bentuknya khusus, maka secara umum juga terikat oleh ketentuan-ketentuan umum yang harus dipenuhi untuk sebuah perjanjian, seperti yang terdapat dalam Pasal 1320 KUHPerdata.

50

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengkaji lebih dalam tentang ketentuan hukum perjanjian kredit di bank syariah dan bank konvensional, bentuk klausul antara akad pembiayaan bank syari’ah dengan perjanjian

Hal ini untuk menghindari terjadinya perselisihan antara para pihak karena perjanjian ini dilakukan oleh pihak rumah sakit dan pasien, namun pihak rumah sakit memperkerjakan

Perjanjian Perkawinan Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Bahwa mulai saat perkawinan dilangsungkan demi hukum berlaku persatuan bulat antara harta kekayaan suami

Pasal 1674 menetapkan bahwa, jika terjadi suatu penghukuman untuk menyerahkan suatu barang yang telah dihibahkan, kepada seorang lain, maka penghibah tidak

Namun demikian, ketentuan itu ada pengecualiannya sebagaimana diintridusir dalam Pasal 1317 KUHPerdata dinyatakan bahwa “dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak

Menurut Pasal 1267 KUHPerdata, pihak kreditur dapat menuntut debitur yang lalai itu dengan pemenuhan perjanjian atau pembatalan disertai ganti rugi (penggantian biaya, rugi, dan

Kesepakatan dianggap telah terjadi pada saat akseptor percaya bahwa tawarannya itu betul yang dimaksud.Apabila disimpulkan dari pasal 1320 KUHPerdata, yaitu pasal yang

Sementara itu, disebutkan dalam KUHD pasal 246 bahwa: "Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian di mana perusahaan asuransi mengikatkan dirinya kepada tertanggung, dengan menerima