• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INFLASI DI INDONESIA (1:2008 – 12:2015) MELALUI PENDEKATAN ERROR CORRECTION MODEL (ECM)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INFLASI DI INDONESIA (1:2008 – 12:2015) MELALUI PENDEKATAN ERROR CORRECTION MODEL (ECM)"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INFLASI DI INDONESIA (1:2008 – 12:2015) MELALUI PENDEKATAN ERROR

CORRECTION MODEL (ECM)

THE DETERMINANT OF INFLATION IN INDONESIA (1:2008 – 12:2015) USING ECM APPROACH

Oleh

RAHAYU WULANDARI 20130430056

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

(2)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INFLASI DI INDONESIA (1:2008 - 12-2015) MELALUI PENDEKATAN ERROR

CORRECTION MODEL (ECM)

THE DETERMINANT OF INFLATION IN INDONESIA (1:2008 - 12:2015) USING ECM APPROACH

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Ilmu Ekonomi

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh

RAHAYU WULANDARI 20130430056

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya,

Nama : Rahayu Wulandari Nomor Mahasiswa : 20130430056

Menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul: “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INFLASI DI INDONESIA (1:2008 - 12:2015) MELALUI PENDEKATAN ERROR CORRECTION MODEL (ECM)” tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam Daftar Pustaka. Apabila ternyata dalam skripsi ini diketahui terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain maka saya bersedia karya tersebut dibatalkan.

Yogyakarta, 19 November 2016

(4)

Motto

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”.

(QS. Alam Nasyroh: 5-6)

“Hasil tidak akan pernah mengkhianati sebuah usaha”.

(Noname)

“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri”.

Q. S. Ar-Ra’d : 11)

“Lebih baik mengambil keputusan walaupun itu salah, daripada tidak mengambil keputusan sama sekali”.

(5)

Persembahan

Bismillahirohmanirohim

Dengan Rahmat Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang

Dengan ini, kupersembahkan karya tulis ini untuk Alm. ayahanda tercinta, Bapak Karsi Hadisusilo, yang semasa hidupnya selalu berjuang dan memberikan kasih sayang yang berlimpah dalam membahagiakan aku dan menjadikan aku anak yang tidak kekurangan sesuatu apapun dari segi agama, moral dan perilaku. Meskipun pada akhirnya bapak tidak bisa menemaniku hingga aku memakai toga dan beranjak menuju kesuksesanku, tetapi aku akan selalu bersyukur dan melakukan yang terbaik agar bapak disana pun ikut merasa bahagia dan bangga. Terimakasih untuk segala kebahagiaan yang telah bapak hadirkan di dalam hidupku. Aku disini selalu rindu ingin bertemu dan memelukmu. Semoga bapak disana selalu baik-baik saja dan semoga suatu saat nanti kita bisa berjumpa kembali di surga-Nya Allah. Amin-amin ya robbal alamin.

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan, karunia, dan rahmat dalam penulisan skripsi dengan judul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Inflasi di Indonesia (1:2008 - 12:2015) melalui pendekatan Error Correction Model(ECM)”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penulis mengambil topik ini dengan harapan dapat memberikan masukan bagi para pengambil kebijakan dan memberikan ide pengembangan bagi penelitian selanjutnya.

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan dukungan berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada:

1. Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Bapak Dr. Nano Prawoto, S.E., M.Si., yang juga sebagai selaku dosen pembimbing, yang dengan penuh kesabaran telah memberikan petunjuk, bimbingan dan kemudahan selama penulis menyelesaikan karya tulis ini.

(7)

3. Mas Arif Widodo, Mas Mahrus Lutfi dan Mas Fitra Prasapawidya yang telah berbagi ilmunya dalam membantu kelancaran pembuatan karya tulis ini.

4. Seluruh keluargaku, khususnya Alm. ayahanda tercinta, Karsi Hadisusilo dan ibunda tersayang, ibu Sutirah, serta ketiga saudaraku Hariyanto Hennu Asmara, Herry Susanto dan Gunawan Wibisono yang senantiasa selalu memberikan dukungan serta doanya terhadap kesuksesan dalam menyelesaikan penelitian ini.

5. Seluruh keluarga besar di Yogyakarta, Mbahbut, Pakle Heri, Bulek Sri, Mbak Sinta, Damar dan Bagas yang telah memberikan nasehat, doa dan dukungannya agar aku tak patah semangat dalam menyelesaikan penelitian ini.

6. Seluruh sahabat aku, Khaulah, Lainun, Nurul, April, Wanda, Nita, Lala, Eko, Hanif, Faisal, Aisyah, Sindy, Nadya, Helda, Iqlima, Noesaal, Karina, Dewi, Ai, Andy, Rizqi, Akbar, Ismail, Rachmat, Zen, keluarga HIMIE FE UMY, serta sahabat-sahabat dari SMA yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih banyak karena telah berjuang bersama-sama, menemani setiap langkahku, serta selalu menguatkan ketika dalam keadaan jatuh.

(8)

8. Seluruh penghuni kosan Wisma Mulia, terimakasih karena telah menemani perjalanan kehidupanku selama dikosan.

Sebagai kata akhir, kesempurnaan hanyalah milik allah semata dan tiada gading yang tak retak, penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena itu, kritik, saran dan pengembangan penelitian selanjutnya sangat diperlukan untuk kedalaman karya tulis dengan topik ini.

Yogyakarta, 19 November 2016

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……….. i

HALAMAN PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING ………... ii

HALAMAN PENGESAHAN DOSEN PENGUJI ……….... iii

HALAMAN PERNYATAAN ………... iv

C.Rumusan Masalah Penelitian………..………. 7

D.Tujuan Penelitian………..……... 7

3. Macam-Macam Bentuk Inflasi……… 13

4. Efek Inflasi………... 21

5. Cara Mencegah Inflasi………. 22

6. Pengendalian Inflasi di Indonesia……… 26

7. Hubungan Variabel-Variabel yang Mempengaruhi Inflasi……. 27

(10)

C.Hipotesis………... 35

D.Model Penelitian……….. 36

BAB III METODE PENELITIAN………..37

A.Objek Penelitian………... 37

B.Jenis Data………. 37

C.Teknik Pengumpulan Data………... 37

D.Definisi Operasional Variabel Penelitian………. 38

1. Definisi Variabel Penelitian……… 38

2. Alat Ukur Data……… 40

E. Uji Kualitas Data……….. 40

F. Uji Hipotesis dan Analisis Data………... 40

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN………. 52

A.Perkembangan Inflasi di Indonesia……….. 52

B.Perkembangan BI Rate di Indonesia……… 56

C.Perkembangan Kurs di Indonesia………. 59

D.Perkembangan M2 (Broad Money) di Indonesia………. 63

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN……….. 68

1. Uji Asumsi Klasik……… 68

A.Uji Autokorelasi……….. 68

B. Uji Normalitas………. 70

C.Uji Linearitas………... 71

D.Uji Heteroskedastisitas……… 72

E. Uji Multikolinearitas………... 73

2. Uji Asumsi Dinamik………..……….. 73

A.Uji Stasioneritas………...73

B. Uji Derajat Integrasi……… 76

C.Uji Kointegrasi……… 77

D.Uji Error Correction Model (ECM)……… 79

3. Pembahasan Hasil Penelitian………... 83

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN……… 91

(11)

B.Saran………. 92 C.Keterbatasan Penelitian……… 93 DAFTAR PUSTAKA

(12)

DAFTAR TABEL

5.1 Hasil Uji Lagrange Multiplier (LM) Sebelum Dimasukkan AR(1)……… 69 5.2 Hasil Uji Lagrange Multiplier (LM) Setelah Dimasukkan AR(1)……...… 69 5.3 Hasil Uji Ramey-RESET……….71 5.4 Hasil Heteroskedastisitas dengan Uji Glejser………... 72 5.5 Hasil Multikolinearitas……….. 73 5.6 Hasil Uji Akar Unit pada Level dengan Metode Augmented Dickey-Fuller Test……… 75 5.7 Hasil Uji Derajat Integrasi First Difference dengan Metode Augmented Dickey-Fuller Test………...76 5.8 Hasil Uji Kointegrasi Persamaan Jangka Panjang……… 78 5.9 Uji Unit Root Test terhadap Residual Persamaan Jangka Panjang Laju

(13)

DAFTAR GAMBAR

1.1 Inflasi di Indonesia……… 4

2.1 Demand Pull Inflation………... 15

2.2 Cost Push Inflation……… 16

2.3 Inflasi Permintaan dan Penawaran……… 18

2.4 Hubungan antara Supply dan Demand terhadap Uang dengan Tingkat Harga……… 31

2.5 Pergeseran Equilibrium Harga Akibat Peningkatan Jumlah Uang Beredar..32

2.6 Kerangka Pemikiran……….. 36

4.1 Perkembangan Inflasi di Indonesia 2008-2015………. 52

4.2 Perkembangan BI Rate di Indonesia 2008-2015………... 56

4.3 Perkembangan Kurs di Indonesia 2008-2015………... 59

4.4 Perkembangan M2 (Broad Money) di Indonesia 2008-2015……… 64

(14)
(15)
(16)

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk Menganalisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Inflasi di Indonesia (1:2008 - 12:2015) melalui pendekatan Error Correction Model (ECM). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah laju inflasi, BI rate, kurs tengah dan M2 (broad money).

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa, BI rate

dan M2 (broad money) dalam jangka pendek maupun jangka panjang berpengaruh positif terhadap laju inflasi di Indonesia, sementara kurs tengah dalam jangka pendek maupun jangka panjang berpengaruh negatif terhadap laju inflasi di Indonesia.

(17)

ABSTRACT

This study aims to analyze the determinant of Inflation in Indonesia (1:2008 - 12:2015) using ECM approach. Variables used in this research are the inflation rate, the BI rate, the middle exchange rate and M2 (broad money).The research found that the BI rate and M2 (broad money) in the short-term and long-term give the positive effect on the rate of inflation in Indonesia, while the middle exchange rate in the short term and long term give the negative effect on the rate of inflation in Indonesia.

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap negara, baik itu negara maju maupun negara berkembang menginginkan adanya perkembangan dan kemajuan dalam berbagai aspek kehidupan yang berkelanjutan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan demi tercapainya perkembangan tersebut yaitu adanya pembangunan dalam bidang ekonomi. Dengan adanya pengambilan keputusan yang tepat dalam kebijakan makro ekonomi, tentu akan memberikan dampak yang positif terhadap kegiatan ekonomi sehingga dapat meningkatkan taraf pertumbuhan ekonomi suatu negara.

(19)

Secara umum, inflasi memiliki dampak positif maupun negatif terhadap suatu negara tergantung dari krusial atau tidaknya inflasi tersebut. Ketika inflasi itu ringan, maka akan mendorong perekonomian kearah yang lebih baik yaitu dapat meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bersemangat untuk bekerja, menabung, serta mengadakan investasi. Sementara ketika inflasi tersebut dalam keadaan genting atau tidak dapat dikendalikan, maka yang terjadi adalah perekonomian akan menjadi kacau dan dirasakan lesu. Orang-orang menjadi tidak bersemangat bekerja, tidak menabung, serta tidak mengadakan investasi dan produksi. Sebab adanya harga yang melambung tinggi akan membuat nilai riil uang semakin menurun. Meskipun pada saat menabung seseorang akan memperoleh bunga, tetapi ketika tingkat inflasi jauh lebih tinggi dari pada tingkat bunga, maka akan tetap membuat nilai uang itu menurun. Pada saat orang-orang tidak berniat untuk menabung lagi, maka dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang. Sebab tidak adanya perputaran uang di bank yang diperoleh dari tabungan masyarakat untuk dunia usaha. Para pekerja seperti pegawai negeri, swasta maupun buruh pun tidak dapat menyimbangi keadaan yang demikian dan lambat laun akan membuat kehidupan perekonomian mereka menjadi terganggu.

(20)

mengalami penurunan sebab biaya produksi bagi produsen akan mengalami kenaikan yang drastis. Apabila inflasi meningkat maka akan diikuti dengan kenaikan suku bunga, sehingga para investor tidak akan berani meminjam modal pada bank untuk memperluas investasi. Pada akhirnya hal ini akan berdampak terhadap kenaikan angka pengangguran, penurunan GDP dan pendapatan negara.

Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya inflasi yaitu adanya tingkat pengeluaran agregat melebihi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan barang dan jasa, adanya tuntutan kenaikan upah dari para pekerja, adanya kenaikan harga barang impor, adanya penambahan penawaran uang dan cara mencetak uang baru, serta adanya kekacauan politik dan ekonomi.

Menurut Khalwaty (2000) laju pertumbuhan inflasi sangat penting untuk diwaspadai dan dikendalikan, karena :

1. Inflasi berdampak luas terhadap berbagai sektor kehidupan, sehingga perlu dicermati terutama oleh para praktisi ekonomi dan bisnis.

2. Inflasi yang tinggi mempunyai pengaruh agregatif terhadap perekonomian makro sebagai faktor eksternal dunia industri, serta berdampak luas pula terhadap sektor perekonomian mikro yang merupakan faktor internal dunia bisnis.

3. Industri yang berorientasi ekspor akan semakin kurang kompetitif di pasaran global dan bahkan di pasaran nasional jika terjadi inflasi yang tinggi. Hal ini semakin memberatkan negara-negara yang menganut sistem ekonomi terbuka.

4. Kemerosotan produksi baik yang berorientasi pada ekspor maupun untuk pasaran domestik akan meningkatkan laju pertumbuhan angka pengangguran yang sangat berbahaya bagi stabilisasi perekonomian negara.

5. Inflasi yang tinggi akan melemahkan daya beli masyarakat terutama produksi dalam negeri yang selanjutnya dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap nilai mata uang nasional.

(21)

konglomerat yang membuat kepercayaan dunia terhadap kewibawaan pemerintah semakin merosot.

7. Inflasi yang tinggi akan mendorong para pemodal nasional untuk menanamkan modalnya ke luar negeri (hot money) dan bahkan para pengusaha akan merelokasikan industrinya ke luar negeri yang perekonomiannya lebih stabil. Jika hal ini terjadi, perekonomian nasional akan terus memanas dan hancur. Industri semakin tidak kompetitif dan tidak mampu menarik investor asing untuk menanamkan modalnya.

Berikut ini merupakan persentase inflasi di Indonesia dalam bentuk grafik dari Januari 2008 sampai dengan Desember 2015.

Sumber: Hasil Olahan Data Oleh Penulis (2016) GAMBAR 1.1. Inflasi di Indonesia

Pada gambar 1.1. dapat dilihat bahwasannya perkembangan inflasi di Indonesia sangat berfluktuatif. Pada tahun 2008, inflasi mencapai nilai tertinggi sebesar 12,14%. Peningkatan inflasi ini disebabkan karena adanya krisis

2

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

(22)
(23)

Di tahun 2010, Indonesia mulai mengalami pemulihan perekonomian dari akibat krisis ekonomi global tersebut. Hal ini ditandai dengan adanya tingkat inflasi paling rendah sebesar 3,43% dan adanya pertumbuhan ekonomi yang tumbuh secara pesat. Perekonomian Indonesia yang mengalami pemulihan tersebut didukung oleh adanya permintaan yang kembali meningkat, yaitu naiknya harga berbagai komoditas primer serta adanya pertumbuhan yang positif pada kegiatan perdagangan internasional termasuk pada produk manufaktur. Ditahun 2011, inflasi kembali melonjak pada tingkat 7,02% dikarenakan terjadi kekurangan pada produksi pangan akibat adanya gangguan cuaca yang ekstrim di seluruh kawasan dunia. Sehingga di Indonesia mengalami kenaikan harga bahan-bahan pangan seperti bahan pokok beras dan cabe. Hal ini terus berlanjut hingga di tahun 2015 dengan adanya peningkatan harga pada bahan bakar secara terus menerus sehingga membuat inflasi Indonesia berada di poin 7,50%.

Berdasarkan fenomena diatas, maka penulis tertarik untuk mengambil penelitian mengenai “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Inflasi di Indonesia (1:2008 - 12:2015) melalui Pendekatan Error Correction Model (ECM)”.

B. Batasan Masalah Penelitian

(24)

penelitian ini, variabel yang digunakan dalam model penelitian adalah laju inflasi sebagai variabel terikat (dependent variable), sedangkan untuk variabel bebas (independent variables) adalah variabel BI rate, kurs tengah dan M2 (broad money). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data bulanan dari periode Januari 2008 sampai dengan Desember 2015.

C. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian diatas maka ada beberapa rumusan masalah yang dapat diambil sebagai dasar kajian dalam penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimana pengaruh BI rate terhadap laju inflasi di Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang ?

2. Bagaimana pengaruh kurs tengah terhadap laju inflasi di Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang ?

3. Bagaimana pengaruh M2 (broad money) terhadap laju inflasi di Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang ?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh BI rate terhadap inflasi di Indonesia, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

(25)

3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh M2 (broad money) terhadap inflasi di Indonesia, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Bagi kalangan umum, penelitian ini berguna sebagai media pengetahuan sehubungan dengan adanya beberapa faktor yang berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia.

2. Bagi para pengambil kebijakan, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk menentukan kebijakan dalam pengendalian inflasi yang tepat guna kepentingan bangsa dan negara.

3. Bagi akademik, penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya yang juga ingin membahas mengenai inflasi.

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1. Pengertian Inflasi

Inflasi memiliki definisi yang sangat beragam yang dapat ditemukan dalam literature ekonomi. Keanekaragaman dari definisi inflasi ini pun terjadi karena adanya berbagai hubungan yang sangat erat antara inflasi dengan sektor-sektor perekonomian, sehingga hal tersebut menciptakan berbagai jenis pengertian maupun pandangan yang berbeda mengenai inflasi termasuk dalam menyikapi permasalahan yang disebabkan oleh adanya inflasi.

Inflasi dalam pengertian luas adalah kenaikan harga yang terjadi secara umum dan terus-menerus sehubungan dengan adanya mekanisme pasar. Inflasi menjadi suatu fenomena dan dilema ekonomi bagi seluruh negara karena menurunnya daya beli masyarakat akan diikuti dengan menurunnya nilai riil mata uang negara.

Adapun pengertian inflasi menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut:

(27)

dan menyebabkan naiknya sebagian besar dari barang-barang lainnya maka hal tersebut dapat dikatakan sebagai inflasi.

2. Winardi (1998) mengatakan bahwa inflasi adalah suatu periode pada masa tertentu yang terjadi ketika kekuatan dalam membeli terhadap kesatuan moneter menurun, serta nilai uang yang didepositokan beredar lebih banyak dibandingkan atas jumlah barang atau pun jasa yang ditawarkan.

3. Lehner dalam Utomo (2006) mengatakan bahwa inflasi merupakan keadaan dimana terjadi kelebihan permintaan terhadap barang-barang dalam perekonomian secara keseluruhan.

2. Teori Inflasi

Ada tiga macam teori yang membahas mengenai inflasi, yaitu: teori kuantitas, teori Keynes dan teori strukturalis.

1. Teori Kuantitas

(28)

peningkatan. Sementara dalam ranah ekspetasi atau harapan masyarakat mengenai kenaikan harga, ada tiga kemungkinan keadaan yang dapat terjadi sebagai akibat adanya inflasi yaitu: pertama, ketika masyarakat belum memperkirakan kenaikan harga yang akan terjadi di waktu mendatang. Kedua, ketika masyarakat mulai menyadari telah terjadi inflasi dan memperkirakan adanya kenaikan harga di waktu mendatang. Ketiga, keadaan dimana telah terjadi hiperinflasi. Keadaan ini merupakan keadaan disaat masyarakat mulai kehilangan kepercayaan terhadap nilai mata uang. Biasanya keadaan ini ditandai dengan adanya peredaraan uang dengan sangat cepat (velocity of circulation yang meningkat).

2. Teori Keynes

(29)

barang tidak dapat dipenuhi. Di periode yang selanjutnya, masyarakat akan berusaha untuk memperoleh dana dalam keadaan besar (misalnya: melakukan percetakan uang baru, melakukan pengkreditan pada bank serta melakukan permintaan terhadap kenaikan gaji). Tentunya hal ini akan membuat proses inflasi terus berjalan selama semua golongan masyarakat melakukan permintaan yang efektif melebihi jumlah output yang bisa dilakukan oleh masyarakat. Pada akhirnya inflasi akan selalu diikuti dengan adanya redistribusi pendapatan.

3. Teori Strukturalis

Teori ini melihat pada saat terjadi inflasi dalam jangka panjang dikarenakan teori ini membahas mengenai kekakuan struktur ekonomi terutama yang terjadi pada negara berkembang. Menurut teori strukturalis, kekakuan atau ketidakelastisan yang terjadi disebabkan karena adanya kekakuan dari penerimaan impor serta adanya kekakuan penawaran bahan makanan di negara berkembang. Kekakuan dari penerimaan impor terjadi karena adanya nilai ekspor yang tumbuh relatif kecil dari sektor lain, dimana dalam pasar dunia barang-barang ekspor tidak mengalami keuntungan atau dengan kata lain term of trade-nya semakin memburuk sehingga produksi barang-barang ekspor tidak elastis terhadap kenaikan harga dan pemerintah biasanya akan melakukan

(30)

penawaran bahan makanan di negara berkembang terjadi karena pertambahan jumlah penduduk dan pendapatan perkapita tumbuh lebih pesat dibandingkan penawaran bahan makanan, sehingga kenaikan harga bahan makanan dalam negeri cenderung naik lebih cepat daripada harga-harga barang lainnya. Hal ini akan membuat para buruh meminta kenaikan pada upah mereka. Ketika upah naik maka biaya produksi akan mengalami peningkatan. Saat biaya produksi meningkat maka akan meningkatkan kenaikan harga pada barang-barang yang bersangkutan. Kenaikan harga barang-barang tersebut akan mendorong terjadinya inflasi atau dikenal dengan istilah (wage push inflation).

3. Macam-Macam Bentuk Inflasi

1. Inflasi Berdasarkan Tingkat Keparahannya

(31)

jauh lebih kecil daripada laju inflasi. Inflasi ini berkisar antara 30% - 100% pertahun. Sedangkan inflasi sangat berat adalah inflasi yang sudah sangat sulit dikendalikan dikarenakan inflasi ini berkisar 100% pertahun.

2. Inflasi Berdasarkan Sifatnya

(32)

3. Inflasi Berdasarkan Sebabnya

Menurut Sudarso (1991), inflasi berdasarkan sebabnya terbagi tiga macam, yaitu: demand pull inflation, cost push inflation, serta inflasi permintaan dan penawaran.

a. Demand Pull Inflation

Demand pull inflation adalah inflasi yang ditandai dengan adanya kenaikan/ kelebihan permintaan. Biasanya hal ini disebabkan karena bertambahnya pengeluaran pemerintah yang di biayai dengan percetakan uang baru, bertambahnya investasi swasta karena adanya kredit murah, serta bertambahnya permintaan barang-barang ekspor dan sebagainya.

Sumber : Mankiw (2000) GAMBAR 2.1.

Demand Pull Inflation

P

S

(33)

Pada mulanya perekonomian berada pada harga setinggi dengan jumlah barang yang dijual-belikan sebanyak . Ketika terjadi permintaan barang, maka akan menggeser kurva permintaan dari � ke � . Pergeseran kurva ini, akan menaikkan harga dari

menjadi serta menambah jumlah produksi dari ke . Hal ini akan berlanjut seterusnya. Kenaikan harga secara terus-menurus

akibat adanya kenaikan permintaan inilah yang dinamakan “Demand Pull Inflation”.

b. Cost Push Inflation

Cost push inflation adalah inflasi yang disebabkan karena adanya kenaikan biaya produksi, misalnya adanya kenaikan upah maka cenderung produksi akan menurun.

Sumber : Mankiw (2000) GAMBAR 2.2.

Cost Push Inflation

P

D

0

(34)

Mula-mula, keseimbangan berada pada harga setinggi dan kuantitas sebesar . Ketika terjadi kenaikan biaya produksi (kenaikan upah), maka produksi akan menurun, ditandai dengan bergesernya kurva � menjadi � . Pergeseran kurva penawaran ini menunjukkan menurunnya produksi dari ke dan menaikkan harga barang hasil produksi dari ke . Apabila terjadi kenaikan biaya produksi, maka akan menurunkan hasil produksi dan terus menggeser kurva penawaran sehingga akan menaikkan harga produksi. Keberlangsungan hal tersebutlah yang dinamakan cost push inflation (inflasi karena dorongan biaya).

Demand pull inflation dan cost push inflation sama-sama menaikan harga produksi, namun demand pull inflation akan menaikan Produk Domestik Bruto (PDB) karena menaikkan jumlah produksi sementara cost push inflation akan menurunkan Produk Domestik Bruto (PDB) karena menurunkan jumlah produksi.

c. Inflasi Permintaan dan Penawaran

(35)

Sumber : Mankiw (2000) GAMBAR 2.3. Inflasi Permintaan dan Penawaran

Ketika terjadi kenaikan permintaan harga secara keseluruhan maka akan menggeser kurva permintaan dari � menjadi � yang mengakibatkan harga naik dari ke , sehingga dalam hal ini tidak terjadi demand pull inflation. Namun ketika terjadi perkiraan bahwa akan terjadi inflasi, maka perusahaan akan menaikkan harga dan para buruh akan selalu meminta kenaikan upah. Hal ini akan ditandai dengan bergesernya kurva penawaran yang horizontal ke atas. Pergeseran kurva penawaran yang horizontal ini akan mengakibatkan harga naik dari menjadi . Sehingga mengakibatkan inflasi sisi penawaran dengan harga yang naik secara

P

0 � �

� �

(36)

terus-menerus dan diikuti dengan turunnya produksi dari � ke � dan seterusnya.

4. Inflasi Berdasarkan Perkiraan dan Kelambanan a. Inflasi Perkiraan

Inflasi perkiraan merupakaan keadaan inflasi disaat perusahaan dan buruh sama-sama memperkirakan akan terjadi kenaikan inflasi di tahun depan. Sehingga dari pihak buruk akan meminta kenaikan upah, dan dari pihak perusahaan berharap terjadi peningkatan pada produktivitas dan kemampuan. Atas perkiraan terjadinya inflasi dari kedua belah pihak maka akan terjadi kesepakatan untuk terjadi kenaikan upah yang diikuti dengan kebijakan perusahaan untuk menaikkan harga dari hasil produksinya.

b. Inflasi Kelambanan

Inflasi kelambanan merupakaan saat dimana perusahaan dan pihak serikat buruh sama-sama memperkirakan tahun depan juga terjadi kenaikan harga. Jadi, ketika harga dan upah akan naik dengan

persentase yang sama, maka persentase tersebut dijadikan sebagai dasar untuk merundingkan kenaikan tersebut karena antara harga dan upah sama-sama mempunyai hubungan yang erat. Ketika inflasi ini

terjadi secara berkepanjangan maka akan disebut sebagai “inflasi

(37)

dan upah bersedia untuk mengurangi harga dan upahnya. Penentuan upah dan harga ini dilakukan oleh perusahaan dan serikat buruh bukan pemerintah.

Perbedaan antara inflasi perkiraan dan inflasi kelambanan adalah:

1. Inflasi perkiraan sangat dipengaruhi oleh adanya kebijaksanaan pemerintah dari segi kebijaksanaan makro. Sementara inflasi kelambanan sangat dipengaruhi oleh upah dan harga barang-barang yang sedang berlaku.

2. Inflasi perkiraan biasanya dilakukan oleh perusahaan yang bukan monopoli dan posisi perusahaannya tidak begitu kuat untuk menghadapi buruh yang melakukan permintaan kenaikan upah. Sementara inflasi kelambanan terjadi pada perusahaan monopoli yang posisinya lebih kuat dalam menghadapi serikat buruh sehingga perusahaan tersebut tidak akan menurunkan harganya meskipun ada kebijaksanaan pemerintah.

5. Inflasi Berdasarkan Asalnya

Inflasi ini dibedakan atas 2 jenis yaitu:

(38)

dalam jumlah yang besar untuk memenuhi kebutuhan pemerintahan.

2. Inflasi yang berasal dari luar negeri (imported inflation). Inflasi ini timbul karena adanya inflasi dari luar negeri yang mengakibatkan naiknya harga barang-barang impor. Inflasi seperti ini biasanya dialami oleh negara-negara yang sedang berkembang dan

notabane-nya sebagian besar usaha produksinya menggunakan bahan dan alat dari luar negeri yang timbul karena adanya perdagangan internasional.

4. Efek Inflasi

Menurut Nopirin (1987), efek inflasi disebabkan oleh distribusi pendapatan, alokasi faktor produksi serta produk nasional.

(39)

seakan-akan merupakan pajak bagi seseorang dan merupakan subsidi bagi orang lain.

Sedangkan efek terhadap efisiensi (efficiency effect) dapat menyebabkan perubahan pada faktor-faktor produksi. Dimana ketika terjadi kenaikan permintaan barang, maka akan mendorong terjadi perubahan dalam produksi barang tertentu. Kenaikan produksi barang ini akan merubah pola alokasi faktor produksi yang sudah ada. Memang tidak ada jaminan bahwa alokasi faktor produksi itu lebih efisien dalam keadaan tidak ada inflasi. Tetapi kebanyakan ahli ekonomi berpendapat bahwa inflasi dapat menyebabkan alokasi faktor produksi menjadi tidak efisien.

Untuk efek terhadap output (output effect) sendiri intensitasnya berbeda-beda, tergantung dari apakah inflasi tersebut dibarengi dengan kenaikan produksi dan pekerja ataukah tidak. Ketika produksi barang naik, maka kenaikan produksi dapat sedikit banyak mengerem laju inflasi. Sementara ketika ekonomi mendekati kesempatan kerja penuh ( full-employment), maka intensitas efek inflasi akan semakin besar. Inflasi dalam keadaan kesempatan kerja penuh disebut juga inflasi murni (pure inflation).

5. Cara Mencegah Inflasi

(40)

mencegah inflasi, maka salah satu dari variabel (M atau V) harus dikendalikan. Disamping itu volume T ditingkatkan agar dapat mencegah/ mengurangi inflasi. Cara mengatur variabel M, V dan T dapat menggunakan kebijaksanaan moneter, fiskal, ataupun kebijaksanaan yang menyangkut kenaikan produksi (Nopirin,1987).

a) Kebijaksanaan Moneter

Kebijaksanaan moneter dapat dilakukan dengan melakukan pengaturan pada jumlah uang yang beredar (M) ataupun melakukan kebijakan Inflation Targeting Framework (ITF) yang mulai diberlakukan ditahun 2005.

1. Melalui jumlah uang yang beredar (M)

(41)

pasar terbuka (jual/beli surat berharga). Dengan cara menjual surat berharga, bank sentral dapat menekan perkembangan jumlah uang beredar sehingga laju inflasi menjadi lebih rendah.

2. Melalui kebijakan Inflation Targeting Framework (ITF)

Menurut Bank Indonesia, ITF merupakan kebijakan moneter yang dilakukan secara forward looking, artinya perubahan stance

kebijakan moneter dilakukan melaui evaluasi apakah perkembangan inflasi ke depan masih sesuai dengan sasaran inflasi yang telah dicanangkan. Dalam kerangka kerja ini, kebijakan moneter juga ditandai oleh transparansi dan akuntabilitas kebijakan kepada publik. Secara operasional, stance kebijakan moneter dicerminkan oleh penetapan suku bunga kebijakan (BI rate) yang diharapkan akan memengaruhi suku bunga pasar uang, suku bunga deposito dan suku bunga kredit perbankan. Perubahan suku bunga ini pada akhirnya yang akan memengaruhi output dan inflasi. Kelebihan menggunakan ITF yaitu:

a. ITF lebih mudah dipahami oleh masyarakat.

b. ITF memfokuskan pada inflasi sebagai prioritas kebijakan moneter sesuai dengan mandat yang diberikan kepada Bank Indonesia.

(42)

d. ITF meningkatkan trasparansi dan akuntabilitas kebijakan moneter mendorong kredibilitas kebijakan moneter.

e. ITF tidak memerlukan asumsi kestabilan hubungan antara uang beredar, output dan inflasi. Sebaliknya, ITF merupakan pendekatan yang lebih komprehensif dengan mempertimbangkan sejumlah variabel informasi tentang kondisi perekonomian.

Penerapan ITF dilakukan dengan cara: Bank Indonesia mengumumkan sasaran inflasi ke depan pada periode tertentu. Setiap periode, Bank Indonesia mengevaluasi apakah proyeksi inflasi ke depan masih sesuai dengan sasaran yang ditetapkan. Jika proyeksi inflasi sudah tidak kompatibel dengan sasaran, Bank Indonesia akan melakukan respon dengan menggunakan instrumen yang dimiliki. Misalnya jika proyeksi inflasi telah melampaui sasaran, maka Bank Indonesia akan cenderung melakukan pengetatan moneter.

b) Kebijaksanaan Fiskal

(43)

c) Kebijaksanaan yang berkaitan dengan Output

Kenaikan jumlah output dapat dicapai melalui kebijaksanaan penurunan bea masuk sehingga impor barang cenderung meningkat. Bertambahnya jumlah barang di dalam negeri akan cenderung menurunkan harga sehingga dapat memperkecil laju inflasi.

d) Kebijaksanaan Penentuan Harga dan Indexing

Kebijaksanaan ini dapat dilakukan dengan penentuan ceiling

harga serta mendasarkan pada indeks harga tertentu untuk gaji ataupun upah (dengan gaji/upah secara riil tetap). Ketika indeks harga naik, maka gaji/upah juga dinaikkan.

6. Pengendalian Inflasi di Indonesia

Inflasi yang terjadi di Indonesia lebih sering disebabkan oleh adanya faktor struktur ekonomi daripada monetary polices sehingga lebih banyak pengaruh yang ditimbulkan dari cost push inflation dibandingkan dengan

demand pull inflation.

Inflasi yang terjadi di Indonesia selalu berlangsung dalam jangka panjang sehingga dalam mengatasi masalah inflasi, pemerintah tidak hanya melihat dari sisi monetary polices-nya saja tetapi juga harus dapat melihat dari hambatan-hambatan struktural yang ada.

(44)

membengkaknya hutang luar negeri akibat dari terdepresiasinya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika dan mata uang asing lainnya. Sehingga dari sisi monetary polices pemerintah melakukan tight money policy dengan cara menaikkan tingkat suku bunga SBI (melalui open market mechanism) dengan sangat tinggi. Harapannya selain dapat menarik minat para pemegang valuta asing untuk menginvestasikan modalnya ke Indonesia melalui deposito, juga dapat menstabilkan tingkat harga umum. Sementara itu dari sisi hambatan-hambatan struktural perekonomian, pemerintah melakukan peningkatan pada penawaran bahan pangan, mengurangi defisit APBN, meningkatkan cadangan devisa, serta memperbaiki dan meningkatkan kemampuan sisi penawaran agregat. Sehingga antara sisi

monetary polices dan faktor struktur ekonomi dapat di seimbang secara bersamaan.

7. Hubungan Variabel-Variabel yang Mempengaruhi Inflasi a. Hubungan antara Variabel BI Rate terhadap Laju Inflasi

(45)

perbankan dan sektor keuangan, serta sektor riil dengan melewati jalur suku bunga, jalur kredit, jalur nilai tukar, jalur harga aset dan jalur ekspansi.

Khusus untuk jalur suku bunga, perubahan BI rate akan mempengaruhi suku bunga deposito dan suku bunga kredit perbankan. Ketika perekonomian sedang lesu, maka suku bunga akan diturunkan. Penurunan suku bunga BI rate akan menurunkan suku bunga kredit sehingga permintaan akan kredit dari perusahaan dan rumah tangga akan meningkat. Penurunan suku bunga kredit juga akan menurunkan biaya modal perusahaan dalam melakukan investasi. Hal ini akan membuat gairah dalam perekonomian karena terjadi peningkatan dalam konsumsi dan investasi. Sebaliknya, ketika tekanan inflasi mengalami kenaikan, maka Bank Indonesia akan menaikan BI rate karena ketika BI rate

(46)

b. Hubungan antara Variabel Kurs terhadap Laju Inflasi

Hubungan antara kurs dengan inflasi dapat dijelaskan oleh teori

Purchasing Power Parity atau paritas daya beli. Teori ini dikemukan oleh Gustav Cassel setelah perang dunia 1. Berdasarkan teori ini kurs mata uang akan berubah untuk mempertahankan daya belinya. Dengan kata lain kurs mata uang akan mencerminkan perbandingan antara nilai mata uang satu negara dengan negara lainnya yang ditentukan oleh daya beli dari masing-masing negara. Perubahan kurs yang dipengaruhi oleh tingkat inflasi ditunjukkan dengan rumus:

= x + �+� Keterangan:

: kurs mata uang asing di masa akan datang. : kurs mata uang asing saat ini.

� : tingkat inflasi domestik. � : tingkat inflasi negara asing.

(47)

Depresiasi nilai mata uang dari suatu negara terhadap mata uang negara lain akan menyebabkan peningkatan pada biaya untuk mengimpor barang seperti barang konsumsi, barang modal dan bahan baku yang digunakan dalam keperluan proses produksi. Untuk menutupi biaya impor yang menjadi mahal, produsen dalam negeri akan menaikan harga barang produksinya sehingga akan mengakibatkan kenaikan harga pada tingkat harga domestik yang merupakan cerminan dari laju inflasi.

c. Hubungan antara Variabel M2 (Broad Money) terhadap Laju Inflasi M2 (Broad Money) merupakan bagian dari adanya jumlah uang yang beredar dalam arti luas. Hubungan antara jumlah uang beredar dengan tingkat laju inflasi ini dibahas dalam teori kuantitas uang (quantity theory of money). Jumlah uang yang beredar ditentukan oleh bank sentral, sementara jumlah uang yang diminta (money demand) ditentukan oleh beberapa faktor antara lain tingkat harga rata-rata dalam perekonomian. Semakin tinggi tingkat harga, maka akan semakin besar jumlah uang yang diminta.

(48)

diminta masyarakat berada dalam titik keseimbangan. Equilibrium antara penawaran dan permintaan terhadap uang menentukan nilai uang dan tingkat harga barang dan jasa.

Sumber : Mankiw (2000)

GAMBAR 2.4.

Hubungan antara Supply dan Demand terhadap Uang dengan Tingkat Harga

Ketika bank sentral mengubah jumlah uang yang beredar dengan cara mencetak lebih banyak uang, maka bertambahnya jumlah uang yang beredar, akan menggeser kurva penawaran dari �� ke �� sehingga titik keseimbangan bergeser dari A ke B (hal ini ditunjukkan pada gambar 2.5.). Akibatnya, nilai uang turun dari setengah menjadi seperempat dan tingkat harga keseimbangan naik dari dua ke empat. Dengan kata lain, meningkatnya jumlah uang beredar akan mendorong

(49)

terjadinya kenaikan harga (inflasi) yang menyebabkan nilai uang menjadi turun.

Sumber : Mankiw (2000)

GAMBAR 2.5.

Pergeseran Equilibrium Harga Akibat Peningkatan Jumlah Uang Beredar.

(50)

saat jumlah uang yang diminta kembali seimbang dengan jumlah uang yang diedarkan. Jadi inti dari teori kuantitas uang (quantity theory of money) menjelaskan bahwa jumlah uang yang beredar menentukan nilai uang dan pertumbuhan jumlah uang yang beredar merupakan sebab utama terjadinya inflasi.

B. Hasil Penelitian Terdahulu

1. Basuki (2013) dalam Santoso (2010) mengatakan bahwa Basuki telah

meneliti mengenai “Dampak Kenaikan Tarif Dasar Listrik dan BBM

Terhadap Fungsi Inflasi di Indonesia (1991:1-2001:12)” dengan menggunakan pendekatan metode PAM (Partial Adjusment Model). Dari hasil penelitiannya dapat disimpulkan bahwa Jumlah Uang Beredar (JUB) mempunyai hubungan yang positif terhadap laju inflasi, dimana setiap kenaikan Jumlah Uang Beredar (JUB) dalam jangka pendek maupun jangka panjang akan diikuti dengan kenaikan inflasi.

2. Maulida, Mardiana, dan Mayes (2010) meneliti mengenai “Pengaruh Defisit Anggaran, Jumlah Uang Beredar dan Independensi Bank Indonesia terhadap

Inflasi” dengan menggunakan metode regresi berganda. Dari hasil penelitian

(51)

3. Amrini, Aimon, dan Syofyan (2014) meneliti mengenai “Analisis Pengaruh

Kebijakan Moneter Terhadap Inflasi dan Perekonomian Indonesia”.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data kuartalan I.2000IV.2011. Dari hasil penelitian tersebut koefisien suku bunga SBI adalah -0,993544. Artinya bahwa suku bunga SBI secara parsial memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap inflasi di Indonesia. Dimana setiap kenaikan 1% suku bunga SBI akan menurunkan inflasi sebesar 0,99%. Penurunan inflasi disebabkan karena masyarakat lebih suka menyimpan uangnnya di bank daripada membelanjakan uang tersebut. Sehingga peningkatan suku bunga akan mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat dan terjadi penurunan terhadap permintaan barang dan jasa yang menyebabkan inflasi menurun.

4. Jacobus, Rotinsulu, dan Mandeij (2015) meneliti mengenai “Analisis Pengaruh Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Kurs, dan Produk

Domestik Bruto (PDB) terhadap Inflasi di Indonesia” dengan menggunakan

(52)

menyebabkan inflasi. Akan tetapi kenaikan suku bunga SBI tidak terlalu berpengaruh. Sementara dari tingkat kurs mempunyai nilai koefisien sebesar 0.001552 yang berarti bahwa kurs mempunyai pengaruh positif terhadap inflasi. Artinya, apabila kurs naik sebesar Rp 1/$ maka inflasi akan naik sebesar 0.0152%, cateris paribus.

5. Kalalo, Rotinsulu, dan Maramis (2016) meneliti mengenai “Analisis Faktor -Faktor yang Mempengaruhi Inflasi di Indonesia Periode 2000-2014” dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika memiliki nilai koefisien sebesar 0.115 yang berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap inflasi. Yang artinya ketika terjadi kenaikan 1 persen tingkat nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika maka inflasi mengalami peningkatan sebesar 0.115 persen.

C. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban atau kesimpulan sementara atas permasalahan yang terdapat dalam penelitian. Berdasarkan teori yang ada dan penelitian terdahulu, maka dibuatlah hipotesis sebagai berikut:

1. Variabel BI rate diduga berpengaruh negatif terhadap laju inflasi di Indonesia.

(53)

3. Variabel M2 (Broad Money) diduga berpengaruh positif terhadap laju inflasi di Indonesia.

D. Model Penelitian

Berdasarkan pemikiran teoritis dan beberapa hasil penelitian terdahulu mengenai hubungan antara variabel independen (BI rate, kurs tengah, dan M2 (broad money)) dengan variabel dependen (inflasi), maka dapat ditarik kesimpulan bahwasannya faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi di Indonesia dapat digambarkan dengan pengembangan model sebagai berikut:

GAMBAR 2.6. Kerangka Pemikiran BI Rate

Inflasi Kurs Tengah

(54)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Objek Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana variabel BI rate, kurs tengah dan M2 (broad money) dalam mempengaruhi laju inflasi di Indonesia.

B.Jenis Data

Penelitian ini menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan jenis data sekunder dalam bentuk data bulanan selama delapan tahun, yaitu data laju inflasi, BI rate, kurs tengah dan M2 (broad money) yang terjadi di Indonesia selama kurun waktu dari bulan Januari 2008 sampai dengan bulan Desember 2015. Data ini berjumlah 384 data yang terdiri dari: 96 data laju inflasi, 96 data BI rate, 96 data kurs tengah dan 96 data M2 (broad money). Data dalam penelitian ini diperoleh dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) Bank Indonesia, buku-buku, skripsi, jurnal, laporan-laporan serta sumber-sumber lain yang berkaitan dengan penelitian ini.

C.Teknik Pengumpulan Data

Segala jenis data yang diperlukan telah dikumpulkan dengan melakukan

(55)

kemudian mencatat maupun menyalin data dari berbagai data publikasi dan berbagai studi pustaka ilmiah yang terkait.

D.Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Definisi Variabel Penelitian

Variabel merupakan segala sesuatu yang dapat diteliti sehingga hal tersebut dapat dipelajari dan ditarik suatu kesimpulan. Menurut Sugiyono (2010), variabel penelitian adalah segala sesuatu apa saja yang dapat ditetapkan oleh peneliti agar dapat dipelajari sehingga dapat diperoleh informasi dari hal tersebut dan kemudian di tarik kesimpulannya.

Adapun pembatas pengertian dari variabel yang akan diteliti adalah:

1. BI Rate

(56)

2. Kurs

Menurut Nopirin (1996), kurs adalah pertukaran antara dua mata uang yang berbeda, maka akan mendapat perbandingan nilai/harga antara kedua mata uang tersebut. Jadi dapat disimpulkan bahwa kurs merupakan perbandingan antara nilai mata uang asing dengan nilai mata uang dalam negeri (rupiah). Secara umum, kurs terbagi tiga yaitu kurs beli, kurs jual dan kurs tengah. Kurs beli merupakan kurs yang diterapkan oleh bank ketika kita ingin melakukan pembelian terhadap mata uang valuta asing. Sementara kurs jual adalah harga jual mata uang valuta asing yang diberlakukan oleh bank. Sedangkan kurs tengah merupakan penjumlahan antara kurs beli dan kurs jual yang dibagi dua. Jadi dapat diartikan bahwa kurs tengah merupakan nilai kurs pertengahan antara kurs beli dan kurs jual.

3. M2 (Broad Money)

(57)

adanya defisit APBN, pemberian kredit langsung, pengaruh luar negeri, surplus perdagangan ekspor-impor, serta adanya pajak.

2. Alat Ukur Data

Untuk mengelola data sekunder yang telah terkumpul, penulis menggunakan beberapa alat statistik, seperti Microsoft Office Excel 2007, serta EViews 7.0.Microsoft Office Excel 2007 digunakan untuk mengelolah data yang menyangkut pembuatan tabel dan analisis. Sementara EViews 7.0 digunakan untuk proses regresi data.

E.Uji Kualitas Data

Uji kualitas data yang digunakan dengan analisis dasar data runtun waktu yang ditujukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal pada pengujian Error Correction Model (ECM). Model ini dikembangkan lebih lanjut dengan konsep

the general to specific approach (dari umum ke pendekatan khusus).

F. Uji Hipotesis dan Analisis Data

Dalam melakukan uji hipotesis dan analisis data, penulis menggunakan

(58)

dengan teori ekonomi dalam usaha memecahkan suatu permasalahan mengenai variabel runtun waktu yang tidak stasioner dan regresi lancung (spurious regression) atau koreksi lancung (spurious correlation) dalam analisis ekonometri.

Menurut Basuki (2015), beberapa tahapan yang harus dilakukan sebelum melakukan estimasi ECM adalah uji stasionesritas data, menentukan panjang lag dan uji derajat kointegrasi. Setelah data di estimasi menggunakan ECM, maka dapat dilakukan analisis selanjutnya dengan metode IRF dan variance decomposition.

Adapun beberapa langkah dalam metode ECM yaitu:

1. Melakukan spesifikasi hubungan yang diharapkan dalam model yang diteliti.

� = + �� + + ……….. (3.1)

Keterangan:

� = Inflasi pada periode t �� = BI rate pada periode t

= Kurs tengah pada periode t = M2 (broad money) pada periode t

2. Membentuk fungsi biaya tunggal dalam periode korelasi kesalahan:

(59)

kurs tengah dan M2 (broad money). dan merupakan vektor baris yang memberikan bobot kepada – .

3. Meminimumkan fungsi biaya persamaan terhadap � , maka akan diperoleh: � = ε� + (1 – e)� – (1 – e) – B ………. (3.3)

4. Mensubstitusikan � –� sehingga diperoleh:

Ln� = � + � �� + � + � ………..…. (3.4)

Keterangan:

� = Inflasi pada periode t �� = BI rate pada periode t

= Kurs tengah pada periode t = M2 (broad money) pada periode t � � � � = Koefisien jangka panjang

Sementara hubungan jangka pendek dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:

DLn� = �� + + ……...……. (3.5)

DLn� = –α (Ln� –� –� �� +

� − + � − + µ ………. (3.6)

(60)

dengan menggunakan regresi ekonometri dengan menggunakan model ECM:

DLn� = � + � �� + � + � + � �� + � + � + ECT +µ …….….. (3.7) ECT = �� + + ……….…… (3.8) Keterangan:

DLn� = Inflasi pada periode t (persen) �� � = BI rate pada periode t (persen)

= Kurs tengah pada periode t (rupiah)

= M2 (broad money) pada periode t (billions rupiah) �� �− = Kelambanan BI rate pada periode t

− = Kelambanan kurs tengah pada periode t

− = Kelambanan M2 (broad money) pada periode t µ = Residual

D = Perubahan t = Periode waktu

ECT = Error Correction Term

Selanjutnya langkah-langkah yang harus dilakukan dalam regresi ECM yaitu:

1. Hasil Uji Asumsi Klasik

(61)

A.Autokorelasi

Autokorelasi akan menunjukkan adanya korelasi antara anggota serangkaian observasi. Jika suatu model regresi terkena korelasi, maka parameter yang diestimasi menjadi bias dan variasinya tidak lagi minimum dan model menjadi tidak efisien (Basuki,2015).

Untuk menguji ada tidaknya autokorelasi maka dapat menggunakan uji Lagrange Multiplier (LM). Langkah pengujian LM adalah jika Obs* R-Squared kurang dari nilai tabel maka model regresi dikatakan tidak terkena masalah autokorelasi. Selain itu dapat dilihat dari nilai probabilitas chisquares ( ), jika nilai probabilitasnya lebih besar dari

nilai α (alpha) yang dipilih, maka dapat dikatakan tidak terkena masalah

autokorelasi (Basuki,2015).

Untuk menguji autokorelasi maka diperlukan lag atau kelambanan. Lag ini akan ditentukan dengan metode trial error

perbandingan nilai absolute kriteria Akaike dan Schwarz yang nilainya paling kecil.

B.Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk menguji ada tidaknya distribusi normal pada variabel independen. Pengujian ini dapat dilakukan dengan menggunakan uji Jarque-Berra (uji J-B), dimana:

(62)

2. Jika probability JB kurang dari signifikansi nilai α (alpha) yang dipilih, maka tidak berdistribusi normal.

C.Linieritas

Uji linearitas ini berfungsi untuk mengetahui apakah model regresi sudah bermodel linear atau belum. Pengujian ini dapat menggunakan uji Ramsey Reset, dimana:

1. Jika probability F-Statistic pada Ramey Reset Test lebih besar dari signifikasi nilai α (alpha) yang dipilih, maka dapat dikatakan terjadi model linear.

2. Jika probability F-Statistic pada Ramey Reset Test kurang dari signifikasi nilai α (alpha) yang dipilih, maka dapat dikatakan tidak terjadi model linear.

D.Heteroskedastisitas

Menurut Basuki (2015), heteroskedastisitas merupakan masalah regresi yang faktor gangguan tidak memiliki varian yang sama atau variannya tidak konsisten. Sehingga dapat diartikan bahwa heteroskedastisitas memiliki variasi residual yang tidak sama untuk semua pengamatan. Hal ini tentu akan memunculkan berbagai masalah penaksir OLS yang bias, dimana varian dari koefisien OLS akan salah.

(63)

dalam suatu model regresi. Apabila semua variabel independen memiliki nilai Obs* R-Squared atau nilai probabilitasnya lebih besar dari nilai α (alpha) yang dipilih, maka dapat disimpulkan bahwa model penelitian ini tidak terkena heteroskedastisitas.

E. Multikolinearitas

Multikolinearitas adalah suatu hubungan linear yang sempurna atau mendekati sempurna antara beberapa atau semua variabel independen atau variabel bebas (Kuncoro,2004). Dengan kata lain dapat diartikan bahwa multikolinearitas merupakan hubungan yang linear antara variabel independen di dalam suatu model regresi.

Beberapa tanda suatu model analisis mengalami multikolinearitas atau tidaknya dapat dilihat dari:

a. Apabila koreksi antara dua variabel bebas lebih tinggi dibanding korelasi salah satu atau kedua variabel independen atau variabel bebas tersebut dengan variabel dependen atau variabel terikat.

b. Bila korelasi antara dua variabel independen atau variabel bebas melebihi 0,8 maka multikolinearitas menjadi masalah yang serius (Gujarati,2008).

(64)

Cara mendeteksi suatu model regresi mengalami multikolinearitas atau tidak adalah dengan melakukan langkah sebagai berikut:

1. Meregresikan variabel independen dengan variabel independen lainnya, kemudian deteksi R2 nya.

2. Jika R2 hasil regresi variabel dependen kurang dari R2 regresi antar variabel independen maka telah terkena multikolinearitas.

3. Jika R2 nya hasil regresi variabel dependent lebih besar dari R2 regresi antar variabel independen, maka tidak terkena multikolinearitas.

2. Uji Asumsi Dinamik

a. Uji Akar Unit (Unit Root Test)

Uji akar unit ini bertujuan untuk menguji stasioner atau tidaknya suatu data runtun waktu. Apabila ternyata suatu data runtun waktu tidak stasioner, maka dapat dikatakan bahwa data tersebut tengah menghadapi persoalan akar unit. Hal ini dapat diamati dengan membandingkan nilai t-statistic hasil regresi dengan nilai test Augmented Dickey Fuller. Stasioneritas dapat dilihat dari nilai probabilitas yang ditunjukkan pada hasil pengujian. Jika nilai probabilitasnya kurang dari nilai α (alpha) yang dipilih maka data yang digunakan adalah stasioner. Model persamaannya adalah sebagai berikut:

(65)

Dimana ∆� = (∆� − ∆� dan seterusnya, m = panjangnya time-lag berdasarkan i = 1,2, … m. Hipotesis nol masih tetap

� = 0 atau � = 1. Nilai t-statistics ADF sama dengan nilai t-statistik DF.

b. Uji Derajat Integrasi

Apabila pada uji unit root test diatas belum stasioner, maka langkah selanjutnya adalah melakukan uji derajat integrasi untuk mengetahui pada derajat integrasi keberapa data akan stasioner. Uji derajat integrasi dilaksanakan dengan model:

∆� = � + �∆� + �= ∆� + ……….... (3.10)

∆� = � + � � + �∆� + �∑�= ∆� + ………….... (3.11)

Nilai statistik hasil regresi persamaan dibandingkan dengan t-statistik pada tabel DF. Apabila nilai � pada kedua persamaan sama dengan satu maka persamaan variabel ∆� dikatakan stasioner pada derajat satu, atau disimbolkan∆� ~ I [1]. Tetapi jika nilai � tidak berbeda dengan nol, maka variabel ∆� belum stasioner pada derajat integrasi pertama. Karena itu pengujian dilanjutkan ke uji derajat integrasi kedua, ketiga, dan seterusnya sampai didapatkan data variabel ∆� yang stasioner.

c. Uji Kointegrasi

(66)

uji Cointegrating Regression Durbin-Watson (CRDW). Untuk mendapatkan nilai EG, AEG dan CRDW hitung, data yang akan digunakan harus sudah berintegrasi pada derajat yang sama. Pengujian OLS terhadap suatu persamaan dibawah ini:

� = � + �� + + + .. (3.12)

Dari persamaan (3.12), simpan residual error terms-nya. Langkah berikutnya adalah menaksir model persamaan autoregressive dari residual tadi berdasarkan persamaan-persamaan berikut:

µ = λ∆µ ……….. (3.13)

µ = λ∆µ + αi∑�=µ ………... (3.14) Dengan uji hipotesisnya:

H0 : µ = I(1), artinya tidak ada kointegrasi Ha : µ # I(1), artinya ada kointegrasi

Berdasarkan hasil regresi OLS pada persamaan (3.12) kita akan memperoleh nilai CDRW hitung (nilai DW pada persamaan tersebut) untuk kemudian dibandingkan dengan CDRW tabel. Sedangkan dari persamaan (3.13) dan (3.14) akan diperoleh nilai EG dan AEG hitung yang nantinya juga dibandingkan dengan nilai DF dan ADF tabel.

(67)

5%, atau 10% dan dapat dikatakan regresi tersebut adalah regresi yang terkointegrasi. Dalam ekonometrika variabel yang saling terkointegrasi dikatakan dalam keseimbangan jangka panjang. Pengujian ini sangat penting apabila model dinamis akan dikembangkan. Dengan demikian, interpretasi dengan menggunakan model diatas tidak akan menyesatkan, khususnya untuk analisa jangka panjang.

d. Error Correction Model

Apabila lolos dari uji kointegrasi, maka selanjutnya akan diuji dengan menggunakan model linear dinamis untuk mengetahui kemungkinan terjadinya perubahan struktural, sebab hubungan keseimbangan jangka panjang antara variabel bebas dan variabel terikat dari hasil uji kointegrasi tidak akan berlaku setiap saat. Teknik untuk mengoreksi ketidakseimbangan jangka pendek menuju pada keseimbangan jangka panjang disebut Error Correction Model (ECM).

Metode ini adalah salah satu regresi tunggal yang menghubungkan diferensi pertama pada variabel terikat dan diferensi pertama untuk semua variabel bebas dalam model.Metode ini dikembangkan oleh Engel dan Granger pada tahun 1987.

Secara singkat, proses bekerjanya ECM pada inflasi telah dimodifikasi menjadi:

(68)

Dimana ∆ menandakan perbedaan pertama (first difference), �− merupakan nilai residual dari persamaan (3.15) yang mempunyai kelambanan waktu (time-lag) satu periode dan etc adalah error term seperti yang terdapat didalam suatu persamaan struktural.

(69)

BAB IV

GAMBARAN UMUM PENELITIAN

A. Perkembangan Inflasi di Indonesia

Sumber: Hasil Olahan Data Oleh Penulis (2016) GAMBAR 4.1.

Perkembangan Inflasi di Indonesia 2008-2015

Krisis global yang terjadi di tahun 2008, membuat harga minyak dunia melonjak tinggi sehingga memaksa pemerintah untuk menjaga kesinambungan fiskal dengan menyesuaikan harga BBM bersubsidi. Hal tersebut telah memicu tingginya tingkat inflasi sejak awal tahun namun mulai berangsur mereda menjelang akhir tahun seiring dengan adanya penurunan harga BBM bersubsidi dan merosotnya harga komoditas global (Laporan Perekonomian Indonesia, 2008).

2 4 6 8 10 12 14

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

(70)

Di tahun 2009, inflasi mengalami penurunan dikarenakan adanya dukungan dari inflasi IHK yang mencapai 2,78% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan dengan sasaran inflasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah sebesar 4,5%±1% (yoy). Serta adanya dukungan dari inflasi kelompok volatile fooddan dari sisi domestik, yatu adanya penurunan BBM, tarif angkutan dan kecukupan pasokan bahan pangan, terutama beras. Menguatnya rupiah dan terjaganya pasokan, khususnya bahan pangan telah mendorong membaiknya ekspektasi inflasi. (Laporan Perekonomian Indonesia, 2009).

Berbagai kebijakan yang dilakukan di tahun 2008 hingga 2009 telah mengantarkan Indonesia ke dalam perekonomian yang semakin membaik di tahun 2010. Inflasi di tahun 2010 mengalami peningkatan karena adanya dukungan dari inflasi IHK sebesar 6,96% atau lebih tinggi dari target yang ditetapkan oleh pemerintah sebesar 5%±1%. Sampai dengan pertengahan tahun laporan, stabilitas harga masih cukup terjaga yang ditandai dengan adanya tingkat inflasi yang rendah sebesar 5,05% (Laporan Perekonomian Indonesia, 2010).

(71)

ikut menurun tajam sebesar 3,37%, yang didukung oleh terjaganya pasokan dan upaya stabilisasi harga oleh Pemerintah. Selain itu, rendahnya tekanan inflasi juga bersumber dari tidak diterapkannya kebijakan pemerintah dalam menaikan harga komoditas strategis seperti BBM bersubsidi dan Tarif Tenaga Listrik sehingga inflasi administered prices terjaga pada level yang rendah yaitu sebesar 2,78% (Laporan Perekonomian Indonesia, 2011).

Pada tahun 2012, inflasi berjalan stabil. Dimana inflasi IHK dapat dikendalikan pada level yang rendah sebesar 4,3% (yoy) dan berada dalam kisaran sasarannya (4,5% ± 1%). Inflasi ini didukung oleh terjaganya inflasi inti 4,4% (yoy), terkendalinya inflasi volatile food pada level yang rendah 5,7% (yoy) serta rendahnya inflasi administered prices 2,7% (yoy). Perkembangan tersebut diharapkan dapat membantu mempercepat proses disinflasi, yaitu proses menuju sasaran inflasi jangka panjang yang lebih rendah setara dengan tingkat inflasi negara-negara mitra dagang yang rendah (Laporan Perekonomian Indonesia, 2012).

Pada awal bulan Mei 2013, inflasi mengalami perlambatan, dimana inflasi inti

menunjukkan perlambatan 4,0% (yoy) sejalan dengan harga komoditas global yang terus

(72)

pada dampak pelemahan ekonomi global yang semakin dirasakan pada perekonomian domestik serta kinerja transaksi berjalan yang semakin memburuk (Laporan Perekonomian Indonesia, 2013).

Laju inflasi 2014 mencapai 8,36% (yoy), di atas sasaran inflasi 2014 (4,5±1%). Meskipun di atas target inflasi, pencapaian inflasi 2014 tetap dapat dikendalikan di tengah tingginya tekanan inflasi kelompok administered prices

yang mencapai 17,57% dan volatile foods sebesar 10,88%. Inflasi inti juga relatif terjaga pada 4,93%, di tengah meningkatnya tekanan inflasi dari sisi biaya (cost push) akibat kenaikan harga energi dan gejolak harga pangan (Laporan Perekonomian Indonesia, 2014).

(73)

B. Perkembangan BI Rate di Indonesia

Sumber: Hasil Olahan Data Oleh Penulis (2016) GAMBAR 4.2.

Perkembangan BI Rate di Indonesia 2008-2015

Akibat krisis global yang terjadi di tahun 2008, membuat adanya ketidakstabilan ekonomi makro terkait dengan melambungnya harga minyak dunia sehingga Bank Indonesia harus mempertahankan BI rate di level 8% dengan pertimbangan kondisi ekses likuiditas dan interest rate differential

yang masih lebar. Kebijakan tersebut juga telah mempertimbangkan bahwa stabilitas suku bunga akan mampu menopang pertumbuhan ekonomi yang masih dalam fase ekspansi dan juga tidak mengganggu stabilitas sistem keuangan. Namun karena adanya tingkat inflasi yang meningkat akibat dari adanya permintaan domestik yang menguat maka membuat Bank Indonesia secara bertahap dan terukur menaikan BI rate sebesar 150 basis poin (bps)

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

(74)

Di tahun 2009, Bank Indonesia menurunkan BI rate dengan besaran yang berbeda dalam tiga episode. Pada episode pertama (Januari-Maret 2009) penurunan dilakukan sebesar 50 bps setiap bulan sehingga pada bulan Maret 2009 berada di level 7,75%. Di episode kedua (April-Agustus 2009) diturunkan menjadi 25 bps per bulan sehingga pada bulan Agustus mencapai level 6,50%. Sedangkan di episode ketiga (September-Desember 2009), BI rate

dipertahankan di level 6,50% karena dirasakan stabilitas sistem keuangan telah stabil yang membuat perkembangan BI rate di tahun 2009 menurun sebesar 275 bps dibandingkan di bulan Desember 2008 sebesar 9,25% (Laporan Perekonomian Indonesia, 2009).

Seiring berjalannya waktu hingga di tahun 2011, BI rate masih dipertahankan di level 6,50% karena di level tersebut keadaan tetap kondusif untuk menjaga stabilitas sistem keuangan serta mendorong intermediasi perbankan. Selanjutnya dikarenakan adanya pertimbangan bahwa tekanan inflasi ke depannya akan semakin rendah, maka BI rate menurunkan 50 bps sebesar 6% pada bulan November 2011. Kebijakan tersebut dilakukan untuk mengurangi dampak memburuknya prospek ekonomi global terhadap perekonomian Indonesia (Laporan Perekonomian Indonesia, 2011).

(75)

makroprudensial, serta penguatan komunikasi kebijakan (Laporan Perekonomian Indonesia, 2012).

Selain itu, sebagai langkah antisipatif merespons naiknya tekanan inflasi, pada tahun 2013 Bank Indonesia menaikkan BI rate secara kumulatif 175 bps pada 2013 sehingga menjadi 7,50 % pada akhir tahun. Seiring dengan hal tersebut suku bunga lending facility (LF) naik sebesar 75 bps menjadi 7,50% dan suku bunga deposit facility (DF) naik sebesar 175 bps sehingga menjadi 5,75% (Laporan Perekonomian Indonesia, 2013).

Pada tahun 2014, dinamika sektor keuangan menunjukkan bahwa kebijakan moneter melalui penetapan BI rate telah ditransmisikan melalui jalur suku bunga simpanan perbankan yang kemudian diikuti oleh suku bunga kredit. Kebijakan moneter yang menaikkan BI rate menjadi 7,75% pada tanggal 18 November 2014 telah ditransmisikan dengan baik melalui jalur tersebut. Dari jalur suku bunga, suku bunga deposito dan kredit menunjukkan peningkatan walaupun kenaikan suku bunga kredit lebih terbatas. Sejalan dengan kenaikan suku bunga kredit dan moderasi pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan kredit pada tahun 2014 melambat. Dari sisi harga aset, kebijakan moneter yang cukup kredibel selama ini, didukung oleh fundamental ekonomi yang semakin baik, direspons positif oleh pelaku pasar sehingga mendorong peningkatan kinerja pasar saham dan pasar obligasi (Laporan Perekonomian Indonesia, 2014).

Gambar

GAMBAR 1.1.
GAMBAR 2.1.
GAMBAR 2.2.
GAMBAR 2.3.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil wawancara dengan subjek yang berjumlah lima orang guru yang telah memberikan pernyataan-pernyataan; pertama , secara finansial dalam penerapan

Landasan yuridis dalam Peraturan Pemerintah Kabupaten Kota menyangkut tentang pelaksanaan lebih lanjut oleh Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu

Data hasil analisis penilaian proses dan test tulis sebagai instru- men evaluasi yang telah di refleksikan dapat dilihat bahwa pada siklus ke-1 pembelajaran menyusun

diperbuat. Apakah perbuatan yang dilakukan hari ini lebih bazik dari hari- hari kemarin.Jika lebih jelek maka ia harus beristighfar dan berusaha memperbaikinya. Jika sama

Wujud tata ruang permukiman kumuh dideskripsikan lewat pola tata ruang permukiman, penataan ruang dalam rumah yang digambarkan pada penataan ruang tamu, penataan ruang tidur,

Penelitian ini bertujuan untuk membuat suatu aplikasi bimbingan skripsi berbasis web (ABTA) yang dapat membantu mahasiswa dalam proses bimbingan, sehingga menghemat

Maka dari jumlah tersebut dapat dilihat bahwa karyawan yang mempunyai pola kepribadian Phlegmatis yang Damai adalah paling banyak terdapat di Kafe Bromo yaitu 10 orang, diikuti

Dalam penelitian “Hubungan Kuat Arus Listrik dengan Keasaman Buah Jeruk dan Mangga” mengadopsi cara kerja sel galvani-volta, dimana jika ada dua elektroda yang berbeda