• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Perilaku Tidak Aman Pada Pekerja Pengrajin Perabot Rumah Tangga di Toko Mulia Rattan, Jalan Gatot Subroto No. 350 Medan Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Perilaku Tidak Aman Pada Pekerja Pengrajin Perabot Rumah Tangga di Toko Mulia Rattan, Jalan Gatot Subroto No. 350 Medan Tahun 2016"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

LAMPIRAN

(4)

GAMBAR INFORMAN I

Nama : Awal

Tanggal Observasi : 11 Januari 2016

Usia : 30 tahun

Pendidikan Terakhir : SMA

(5)

Gambar informan I dengan kursi yang terlalu rendah sehingga pekerja terlalu membungkuk ketika bekerja (Perilaku tidak aman ke-13, Posisi atau sikap tubuh yang salah).

(6)

Gambar ketika informan I melakukan pembakaran bahan dasar rotan

(7)

GAMBAR INFORMAN II

Nama : Iwan

Tanggal Observasi : 12 Januari 2016

Usia : 45 tahun

Pendidikan Terakhir : SMP

(8)

Gambar informan II dengan peralatan yang berserak, tetapi serpihan/potongan kecil dikumpulkan di ember (Perilaku tidak aman ke-11, penempatan yang tidak tepat)

(9)

GAMBAR INFORMAN III

Nama : Zulkifli

Tanggal Observasi : 13 Januari 2016

Usia : 51 tahun

Pendidikan Terakhir : SMA

(10)

GAMBAR INFORMAN IV

Nama : Simbolon

Tanggal Observasi : 14 Januari 2016

Usia : 42 tahun

Pendidikan Terakhir : SMA

Gambar bersama informan IV (Bapak Simbolon)

(11)

GAMBAR INFORMAN V

Nama : Girin

Tanggal Observasi : 15 Januari 2016

Usia : 33 tahun

Pendidikan Terakhir : SMP

(12)

Gambar informan V ketika:

- Mengangkat kursi panjang seorang diri (Perilaku tidak aman ke-10, pengisian yang tidak sesuai).

(13)

GAMBAR INFORMAN VI

Nama : Glem

Tanggal Observasi : 16 Januari 2016

Usia : 26 tahun

Pendidikan Terakhir : SMP

(14)
(15)

GAMBAR INFORMAN VII

Nama : Rahman

Tanggal Observasi : 18 Januari 2016

Usia : 28 tahun

Pendidikan Terakhir : SMP

(16)

Gambar jari tangan yang hanya ditutup (dililit) selotip

(17)
(18)

DAFTAR PUSTAKA

GBHN, 1993. Kesehatan, Kesejahteraan Sosial, dan Peranan Wanita. www.gbhn.bab-18-1993-cek-2009023103622-1787-17. Diakses pada tanggal 21 Februari 2015

Geller, E.S., 2001. The Pshychology Of Safety Handbook. USA : Lewis Publisher

Helliyanti, P., 2009. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Tidak Aman Di Dept. Unility And Operation, PT Indofood Sukses Makmur, Tbk

Divisi Bogasari Flour Mills Tahun 2009. Skripsi. FKM UI: Depok

Hendarta, D., 2012. Ketika Punggung Anda Menjerit dalam http://medicine.uii.ac.id/index.php/Artikel/Ketika-Punggung-Anda-Mejerit .html. Diakses tanggal 11 Desember 2015.

International Labor Office, 1989. Pencegahan Kecelakaan. PT. Pustaka Binaman Presindo: Jakarta.

Jamsostek, 2012. Kecelakaan Kerja. http://www.jamsostek.co.id/. Diakses tanggal 11 Desember 2015.

Karyani, 2005. Faktor-faktor yang berpengaruh pada perilaku aman (safe behavior) di Schlumberger Indonesia tahun 2005. Tesis. FKM UI Depok

Notoadmodjo, S., 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. PT. Rineka Cipta : Jakarta.

(19)

Rijanto, B., 2011. Pedoman Pencegahan Kecelakaan Di Industri. Mitra Wacana Media: Jakarta

Sahab, S. 1997. Teknik Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : PT. Bina Sumber Daya Manusia

Sialagan. T. R., 2008. Analisis Faktor-Faktor Yang Berkontribusi Pada Perilaku Aman di PT EGS Indonesia Tahun 2008. Tesis. Depok : FKM UI

Silalahi, B., 1985. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT. Pustaka Binaman Pressindo.

Sudrajat, A., 2008. Bahan Kuliah Manajemen SDM dalam http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/11/05/konsep-disiplin-kerja/. Diakses tanggal 11 Desember 2015.

Suhulman, 2008. Pedoman Keselamatan Kerja Non Radiasi. BATAN: Bandung

Suma’mur, P. K., 1999. Ergonomi Untuk Produktivitas Kerja. CV Haji: Jakarta. Tanjung, M., 2005. Pahami Kejahatan Narkoba. Letupan Indonesia: Jakarta Windarto, C., “Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2010-2025 Bidang

(20)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian survei dan bersifat observasi yang bertujuan untuk memperoleh gambaran perilaku tidak aman dari pengrajin perabot rumah tangga di Toko Mulia Rattan, Jl. Gatot Subroto, No. 350, Medan.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Toko Mulia Rattan, Jl. Gatot Subroto, No. 350, Medan. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2016 – Maret 2016.

3.3. Informan

Informan dalam penelitian ini sebanyak 7 orang. Diambil dari semua pekerja pengrajin perabot di Toko Mulia Rattan, Jl. Gatot Subroto, No. 350, Medan.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data yang diperoleh dari hasil observasi pada pekerja dengan menggunakan teori Loss Causation

Model (Sklet, 2002) oleh Frank E. Bird dalam penelitian Helliyanti P. (2009)

sebagai acuan dengan memperhatikan jenis-jenis perilaku tidak aman berikut: 1. Melakukan pekerjaan tanpa wewenang

2. Gagal dalam memberi peringatan 3. Gagal dalam mengamankan

(21)

6. Menghilangkan alat pengaman 7. Menggunakan peralatan yang rusak 8. Menggunakan peralatan yang tidak sesuai 9. Tidak menggunakan APD dengan benar 10. Pengisian yang tidak sesuai

11. Penempatan yang tidak tepat 12. Cara mengangkat yang salah 13. Posisi atau sikap tubuh yang salah

14. Memperbaiki peralatan yang sedang beroperasi 15. Bersenda gurau

16. Bekerja dibawah pengaruh alkohol atau obat-obatan. 3.5. Definisi Istilah

a. Perilaku tidak aman adalah tindakan atau perbuatan dari karyawan atau beberapa orang pekerja yang memperbesar kemungkinan terjadinya kecelakaan.

b. Melakukan pekerjaan tanpa wewenang adalah bekerja tanpa memiliki prosedur dan pelatihan yang sesuai dalam melakukan pekerjaan.

c. Gagal dalam memberi peringatan adalah kegagalan sesama pekerja dalam memberi teguran kepada pekerja lain yang melakukan kesalahan dalam bekerja.

d. Gagal dalam mengamankan adalah:

(22)

- Kegagalan memberi tanda yang bersifat pengumuman yang mudah dibaca dengan ditempelkan pada mesin/peralatan.

- Kegagalan melakukan perawatan secara teratur pada mesin/peralatan. e. Bekerja dengan kecepatan berbahaya adalah bekerja dengan kecepatan yang

tidak aman atau melebihi batas kecepatan yang disarankan sehingga membahayakan keselamatan pekerja

f. Membuat alat pengaman tidak berfungsi adalah membuat alat dan sistem pengaman tidak beroperasi dengan cara yang benar sesuai dengan metode yang ditentukan.

g. Menghilangkan alat pengaman adalah melenyapkan atau membuat supaya hilang peralatan keamanan tambahan bagi para pekerja yang dipasang pada tempat-tempat tertentu.

h. Menggunakan peralatan yang rusak adalah mengoperasikan peralatan kerja yang tidak berfungsi dengan baik dan tidak dalam kondisi layak pakai.

i. Menggunakan peralatan yang tidak sesuai adalah mengerjakan pekerjaan dengan memakai peralatan kerja yang tidak cocok dengan jenis pekerjaan yang sedang dilakukan tersebut.

j. Tidak menggunakan APD dengan benar adalah:

- Tidak menggunakan alat pelindung diri sebagaimana yang diharuskan. - Tidak memelihara alat pelindung diri.

- Tidak menggunakan alat pelindung diri dengan cara yang benar. k. Pengisian yang tidak sesuai adalah:

(23)

- Membawa atau mengangkat terlalu besar.

- Membawa atau mengangkat barang yang sulit untuk dipegang ketika sedang bekerja.

l. Penempatan yang tidak tepat adalah:

- Menyusun atau menempatkan barang dan peralatan kerja secara tidak aman.

- Menyusun atau menempatkan barang dan peralatan kerja tidak berada pada tempat yang ditentukan.

m. Cara mengangkat yang salah adalah teknik mengangkat yang kurang tepat dimana beban maksimum masih tergantung pada tulang belakang, bukan pada otot tubuh.

n. Posisi atau sikap tubuh yang salah adalah:

- Suatu kondisi kerja dimana pekerja selalu dipaksa berada pada posisi kerja yang tidak nyaman dan berlangsung dalam jangka waktu yang lama. - Suatu kondisi kerja dimana pekerja selalu dipaksa berada pada sikap kerja

yang tidak nyaman dan berlangsung dalam jangka waktu yang lama. o. Memperbaiki peralatan yang sedang beroperasi adalah:

- Mengubah aturan pengoperasian mesin/peralatan ketika sedang bekerja. - Melakukan sesuatu terhadap mesin produksi ketika mesin sedang

beroperasi tanpa mematikan mesin/peralatan terlebih dahulu.

(24)

q. Bekerja di bawah pengaruh alkohol atau obat-obatan adalah:

- Melakukan pekerjaan setelah mengkonsumsi alkohol terlebih dahulu. - Melakukan pekerjaan setelah mengkonsumsi obat-obatan terlebih dahulu. 3.6. Penyajian Data

(25)

BAB IV

HASIL

4.1. Gambaran Umum

4.1.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Toko perabot rumah tangga Mulia Rattan dibuka pada tahun 1999 di Jalan Krakatau. Pada awalnya belum memiliki karyawan, karena hanya menjual perabot yang sudah jadi. Pada tahun 2004, Toko Mulia Rattan pindah lokasi ke Jalan Gatot Subroto (depan swalayan Berastagi) dan belum juga mempunyai karyawan karena masih menjual perabot sudah jadi juga. Pada tahun 2008, pindah lokasi kembali ke Jalan Gatot subroto No. 350, Medan. Pada tahap awal di lokasi baru ini, masih mempekerjakan 5 karyawan, dan sekarang jumlahnya sudah bertambah menjadi 7 karyawan.

Toko Mulia Rattan pertama sekali dibuka oleh Bapak Rivai, dibantu oleh sang ayah dan memberikan ilmu pengajaran mengenai pembuatan perabot rumah tangga dari rotan.

Secara geografis, toko perabot Mulia Rattan berbatasan dengan : 1. Utara : Jalan Besar Gatot Subroto

(26)

4.1.2. Gambaran Alur Proses Pembuatan Perabot Rumah Tangga

Berdasarkan pengamatan di lapangan, diketahui bahwa Toko Mulia Rattan melalui 6 proses pembuatan perabot rumah tangga yang dimana bahan dasar yaitu rotan. Proses ini dilakukan berdasarkan pemesanan. Pekerja setiap hari masuk pukul 09.00 WIB sampai dengan pukul 17.30 WIB. Semua pekerja sudah mempunyai keahlian masing dan sudah mempunyai tugas pokok masing-masing. Pekerja pengrajin di Toko Mulia Rattan terdiri dari 7 anggota. Pemilik toko memimpin setiap anggota dan mengawasi setiap pekerjaan juga mengingatkan setiap target yang harus mereka capai sesuai dengan pesanan yang mereka janjikan waktu selesainya dan pengantaran barang. Pemilik toko juga mengatur dan memanajemen para anggotanya untuk melakukan pekerjaan dengan konsentrasi dan kemauan yang tinggi demi nama baik toko dan menarik simpatik dari para pelanggannya.

Berikut alur proses pembuatan perabot rumah tangga toko Mulia Rattan.

Gambar 4.1 Proses pembuatan perabot rumah tangga di Toko Mulia Rattan

Finishing Desain

Pembengkoka

Perakitan

(27)

Proses pembuatan perabot rumah tangga dengan bahan dasar rotan yaitu: 1. Mendesain gambar

Setiap perabot yang hendak dibuat, terlebih dahulu ditentukan desain gambar dengan skala tertentu. Adapun hal yang harus sangat diperhatikan dalam proses ini yaitu ukuran, bentuk dan gaya yang diinginkan oleh pembeli.

2. Persiapan bahan baku kerangka perabot

Dalam proses ini, terlebih dahulu harus dilakukan pemilihan bahan baku rotan yang dalam kondisi baik, kuat dan tidak ada retak atau pembusukan. Selanjutnya, bahan baku rotan diukur dan dipilih berdasarkan panjang dan diameter sesuai dengan skala pada desain gambar yang telah dibuat sebelumnya. 3. Pembengkokan

Bahan baku kerangka yang telah dipilih tadi kemudian dilakukan pembengkokan dengan cara dipanaskan dengan api (setengah dibakar) sampai agak lunak sehingga dapat dibentuk sesuai dengan besar atau bentuk sudut yang diinginkan seperti pada desain gambar. Agar bentuk sudutnya tetap terjaga setelah dibengkokkan, diusahakan bagian sudut tersebut diikat dengan kulit rotan yang lebih kecil. Hal ini dilakukan kepada setiap kerangka-kerangka perabot untuk sementara waktu sebelum memasuki proses berikutnya.

4. Perakitan

(28)

5. Penganyaman

Penganyaman dilakukan dengan menganyam sisi-sisi dari kerangka rotan yang telah dibentuk tadi dengan menggunakan kulit rotan ataupun rotan kecil yang sudah dipilih dan dihaluskan terlebih dahulu. Penganyaman pada perabot rumah tangga ini ada beragam macam teknik dan disesuaikan dengan desain gambar atau keinginan pembeli.

6. Finishing

Proses terkahir adalah finishing dengan melakukan pengampelasan terlebih dahulu agar hasil anyaman lebih halus dan bersih. Kemudian debu-debu hasil pengampelasan yang masih menempel di perabot dibersihkan untuk selanjutnya dilakukan proses pengecatan.

4.1.3. Struktur Organisasi Toko Perabot Mulia Rattan

Gambar 4.2 Struktur Organisasi Perabot Mulia Rattan

Toko Mulia Rattan memiliki 7 orang karyawan/pekerja yg dipimpin langsung oleh pemilik Toko yaitu bapak Rivai. Setiap karyawan mempunyai keahlian atau tugas pokok masing-masing dimana karyawan I dan II bertugas sebagai pembuat kerangka perabot. Sementara karyawan III sampai dengan VII memiliki tugas yang sama yaitu sebagai penganyam perabot.

(29)

4.2. Hasil Penelitian

4.2.1. Distribusi Pekerja Berdasarkan Data Demografi

Pengrajin industri rumah tangga Toko Mulia Rattan memiliki pekerja sejumlah 7 orang. Secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.1. Distribusi Karyawan Berdasarkan Usia

Berdasarkan Tabel Distribusi Karyawan Berdasarkan Usia dapat dilihat bahwa ada 3 pekerja yang berusia kurang dari 30 tahun dan ada 4 pekerja berusia lebih dari 31 tahun.

Tabel 4.2. Distribusi karyawan Berdasarkan Pendidikan Terakhir

Berdasarkan Tabel Distribusi Karyawan Berdasarkan Pendidikan Terakhir dapat dilihat bahwa pekerja dengan pendidikan terakhir Lulus SMP ada sebanyak 4 pekerja dan pendidikan terakhir Lulus SMA sebanyak 3 pekerja.

No Usia (Tahun) f (Jiwa) Persentase %

1 < 30 3 42,9

2 > 31 4 57,1

Jumlah 7 100,0

No Pendidikan Terakhir f (Jiwa) Persentase %

1 Lulus SMP 4 57,1

2 Lulus SMA 3 42,9

(30)

4.2.2. Observasi Perilaku Tidak Aman pada Pengrajin Perabot Rumah

Tangga

Tabel 4.3. Hasil Observasi Perilaku Tidak Aman pada Pengrajin Perabot

Rumah Tangga

No Yang Ingin Diobservasi R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 Total

1 Melakukan pekerjaan tanpa wewenang

7 Menggunakan peralatan yang rusak

× × × × × × 1

8 Menggunakan peralatan yang tidak sesuai

× × × × × × × 0

9 Tidak menggunakan APD dengan benar 14 Memperbaiki peralatan yang

sedang beroperasi

× × × × × × × 0

(31)

16 Bekerja dibawah pengaruh

: Melakukan Perilaku Tidak Aman × : Tidak Melakukan Perilaku Tidak Aman R : Informan/Pekerja

R1 : Informan/Pekerja 1 R2 : Informan/Pekerja 2, dst.

(32)

tanpa wewenang, menggunakan peralatan yang tidak sesuai, memperbaiki peralatan yang sedang beroperasi dan bekerja dibawah pengaruh alkohol dan obat-obatan.

a. Hasil Observasi Perilaku Tidak Aman pada Informan I

Pada informan I berdasarkan hasil observasi, tidak melakukan perilaku tidak aman ke-1, yaitu pekerjaan tanpa wewenang. Alasannya karena sudah bekerja sesuai dengan keahlian atau tugas pokok masing-masing, dimana tugas informan I ini sebagai pembuat kerangka perabot.

Akan tetapi, informan I melakukan perilaku tidak aman ke-2 yaitu gagal dalam memberi peringatan. Alasannya karena fokus pada pekerjaan masing-masing atau pribadi, sehingga tidak memperhatikan yang lainnya. Informan I juga diketahui melakukan perilaku tidak aman ke-3, yaitu gagal dalam mengamankan. Alasannya karena tidak ada pengumuman yang mudah dibaca yang ditempelkan pada mesin/ peralatan/ sekitar tempat kerja. Selain itu, informan I juga melakukan perilaku tidak aman ke-4, yaitu bekerja dengan kecepatan berbahaya. Hal ini dapat dilihat pada saat informan I mengikis rotan menggunakan pisau dengan cepat tanpa takut tangan terluka/tersayat.

(33)

peralatan-peralatan dalam keadaan cukup baik. Tidak melakukan perilaku tidak aman ke-8, yaitu menggunakan peralatan yang tidak sesuai dengan alasan peralatan yang digunakan tidak terlalu banyak jenisnya, akan tetapi cukup untuk setiap jenis pekerjaan.

(34)

Informan I tidak pernah melakukan perilaku tidak aman ke-14, yaitu memperbaiki peralatan yang sedang beroperasi. Akan tetapi informan I diketahui melakukan perilaku tidak aman ke-15, yaitu berkelakar atau bersenda gurau saat bekerja. Pekerja mengakui sesekali melakukannya, tergantung banyak tidaknya pekerjaan. Pada perilaku tidak aman ke-16 diketahui bahwa informan I tidak melakukan perilaku tidak aman ini, yaitu bekerja di bawah pengaruh alkohol atau obat-obatan, hanya saja informan I diketahui merokok pada saat melakukan pekerjaan.

Dari hasil observasi ditemukan bahwa secara keseluruhan informan I diketahui melakukan 9 perilaku tidak aman dari total 16 perilaku tidak aman yang diobservasi.

b. Hasil Observasi Perilaku Tidak Aman pada Informan II

Pada informan II berdasarkan hasil observasi, tidak melakukan perilaku tidak aman ke-1, yaitu pekerjaan tanpa wewenang dengan alasannya karena sudah bekerja sesuai dengan tugas masing-masing, dimana tugas Informan II ini sama dengan Informan I, yaitu sebagai pembuat kerangka perabot.

(35)

berbahaya, dapat dilihat ketika sedang memakai bor dan menggergaji dengan sembarangan tanpa memperdulikan resiko, misalnya terkena tangan.

Dari hasil observasi juga diketahui bahwa informan II tidak melakukan perilaku tidak aman ke-5, 6, 7 dan 8. Tidak melakukan perilaku tidak aman ke-5, yaitu membuat alat pengaman tidak berfungsi dengan alasan tidak memiliki alat pengaman. Tidak melakukan perilaku tidak aman ke-6, yaitu menghilangkan alat pengaman dengan alasan tidak pernah diberi alat pengaman. Tidak melakukan perilaku tidak aman ke-7, yaitu menggunakan peralatan yang rusak. Informan II mengakui bahwa menggunakan peralatan yang cukup baik. Tidak melakukan perilku tidak aman ke-8, yaitu menggunakan peralatan yang tidak sesuai. Alasannya, peralatan yang digunakan tidak terlalu banyak jenisnya, akan tetapi cukup untuk setiap jenis pekerjaan.

Melakukan perilaku tidak aman ke-9, yaitu tidak menggunakan APD dengan benar, misalnya tidak menggunakan sarung tangan, masker dan sepatu, sementara dilokasi kerja banyak serpihan kayu dan paku berserakan. Tidak melakukan perilaku tidak aman ke-10 yaitu pengisian yang tidak sesuai. Melakukan perilaku tidak aman ke-11, yaitu penempatan yang tidak tepat dengan membuang sampah di sembarang tempat. Tidak melakukan perilaku tidak aman ke-12, yaitu cara mengangkat yang salah. Pekerja mengakui sudah melakukan hal yang tepat, yaitu mengangkat kerangka rotan dengan cara kedua tangan di depan.

(36)

Tidak melakukan perilaku tidak aman ke-15, yaitu berkelakar atau bersenda gurau saat bekerja. Pekerja hanya fokus melakukan pekerjaannya ketika bekerja, tidak memperdulikan sekitar. Bersenda gurau dilakukan ketika saat istirahat saja. Tidak melakukan perilaku tidak aman ke-16, yaitu bekerja dibawah pengaruh alkohol atau obat-obatan, hanya saja informan II diketahui merokok pada saat melakukan pekerjaan.

Dari hasil observasi ditemukan bahwa secara keseluruhan informan II diketahui melakukan 6 perilaku tidak aman dari total 16 perilaku tidak aman yang diobservasi.

c. Hasil Observasi Perilaku Tidak Aman pada Informan III

Pada informan III berdasarkan hasil observasi, tidak melakukan perilaku tidak aman ke-1, yaitu pekerjaan tanpa wewenang. Alasannya karena sudah bekerja sesuai dengan keahlian atau tugas pokok masing-masing, dimana tugas informan III ini sebagai penganyam dan reparasi perabot pelanggan yang rusak. Melakukan perilaku tidak aman ke-2 yaitu gagal dalam memberi peringatan. Alasannya karena fokus pada pekerjaan masing-masing atau pribadi, sehingga tidak memperhatikan yang lainnya. Melakukan perilaku tidak aman ke-3, yaitu gagal dalam mengamankan. Alasannya karena tidak ada pengumuman yang mudah dibaca yang ditempelkan pada mesin/peralatan/sekitar tempat kerja.

(37)

pengaman tidak berfungsi dengan alasan tidak memiliki alat pengaman. Tidak melakukan perilaku tidak aman ke-6, yaitu menghilangkan alat pengaman dengan alasan tidak pernah diberi alat pengaman.

Melakukan perilaku tidak aman ke-7 yaitu menggunakan peralatan yang rusak, misalnya menggunakan obeng yang tumpul. Tidak melakukan perilaku tidak aman ke-8 yaitu menggunakan peralatan yang tidak sesuai, karena peralatan yang digunakan tidak terlalu banyak jenisnya, akan tetapi cukup untuk setiap jenis pekerjaan. Melakukan perilaku tidak aman ke-9, yaitu tidak menggunakan APD dengan benar, misalnya tidak menggunakan sarung tangan, masker dan sepatu, sementara di lokasi kerja banyak serpihan kayu dan paku berserakan.

Tidak melakukan perilaku tidak aman ke-10 yaitu pengisian yang tidak sesuai. Melakukan perilaku tidak aman ke-11 yaitu penempatan yang tidak tepat, dengan menaruh peralatan dan serpihan di sembarang tempat. Tidak melakukan perilaku tidak aman ke-12, yaitu cara mengangkat yang salah. Pekerja mengakui hanya mengangkat kursi kecil yang telah selesai dikerjakan. Melakukan perilaku tidak aman ke-13, yaitu posisi atau sikap tubuh yang salah. Ini dikarenakan kursi yang dipakai terlalu rendah sehingga pekerja terlalu membungkuk ketika bekerja.

(38)

obat-obatan, hanya saja informan III diketahui merokok pada saat melakukan pekerjaan.

Dari hasil observasi ditemukan bahwa secara keseluruhan informan III diketahui melakukan 7 perilaku tidak aman dari total 16 perilaku tidak aman yang diobservasi.

d. Hasil Observasi Perilaku Tidak Aman pada Informan IV

Pada informan IV berdasarkan hasil observasi, tidak melakukan perilaku tidak aman ke-1, yaitu pekerjaan tanpa wewenang. Alasannya karena sudah bekerja sesuai dengan tugas pokok masing-masing, dimana tugas informan IV ini sebagai penganyam. Melakukan perilaku tidak aman ke-2 yaitu gagal dalam memberi peringatan karena fokus pada pekerjaan masing-masing atau pribadi, sehingga tidak memperhatikan yang lainnya. Melakukan perilaku tidak aman ke-3, yaitu gagal dalam mengamankan. Alasannya karena tidak ada pengumuman yang mudah dibaca yang ditempelkan pada mesin/peralatan/sekitar tempat kerja.

(39)

menggunakan peralatan yang tidak sesuai dengan alasan peralatan yang digunakan tidak terlalu banyak jenisnya, akan tetapi cukup untuk setiap jenis pekerjaan.

Melakukan perilaku tidak aman ke-9, yaitu tidak menggunakan APD dengan benar, misalnya tidak menggunakan sarung tangan, masker dan sepatu, sementara dilokasi kerja banyak serpihan kayu dan paku berserakan hanya memakai sandal. Tidak melakukan perilaku tidak aman ke-10 yaitu pengisian yang tidak sesuai. Melakukan perilaku tidak aman ke-11, yaitu penempatan yang tidak tepat. Pekerja menaruh peralatan dan serpihan di sembarang tempat. Tidak melakukan perilaku tidak aman ke-12, yaitu cara mengangkat yang salah. Pekerja mengakui sudah melakukan cara yang benar misalnya ketika mengangkat kursi kecil yang telah selesai dikerjakan.

(40)

Dari hasil observasi ditemukan bahwa secara keseluruhan informan IV diketahui melakukan 5 perilaku tidak aman dari total 16 perilaku tidak aman yang diobservasi.

e. Hasil Obervasi Perilaku Tidak Aman pada Informan V

Pada informan V berdasarkan hasil observasi, tidak melakukan perilaku tidak aman ke-1, yaitu pekerjaan tanpa wewenang. Alasannya karena sudah bekerja sesuai dengan keahlian atau tugas pokok masing-masing, dimana tugas informan V ini sebagai penganyam dan reparasi perabot pelanggan yang rusak. Melakukan perilaku tidak aman ke-2 yaitu gagal dalam memberi peringatan dengan alasan karena fokus pada pekerjaan masing-masing atau pribadi, sehingga tidak memperhatikan yang lainnya. Melakukan perilaku tidak aman ke-3 yaitu gagal dalam mengamankan, karena tidak ada pengumuman yang mudah dibaca yang ditempelkan pada mesin/peralatan/sekitar tempat kerja.

(41)

digunakan tidak terlalu banyak jenisnya, akan tetapi cukup untuk setiap jenis pekerjaan.

Melakukan perilaku tidak aman ke-9, yaitu tidak menggunakan APD dengan benar, misalnya tidak menggunakan sarung tangan, masker dan sepatu, sementara dilokasi kerja banyak serpihan kayu dan paku berserakan. Tidak melakukan perilaku tidak aman ke-10 yaitu pengisian yang tidak sesuai. Melakukan perilaku tidak aman ke-11 yaitu penempatan yang tidak tepat, sebab pekerja menaruh peralatan dengan tepat hanya saja serpihan di sembarang tempat. Melakukan perilaku tidak aman ke-12 yaitu cara mengangkat yang salah, karena pekerja sering mengangkat kursi panjang yang telah selesai dikerjakan di kepalanya.

Melakukan perilaku tidak aman ke-13 yaitu posisi atau sikap tubuh yang salah, dikarenakan kursi yang dipakai terlalu rendah sehingga pekerja terlalu membungkuk ketika sedang bekerja. Tidak pernah melakukan perilaku tidak aman ke-14, yaitu memperbaiki peralatan yang sedang beroperasi. Tidak melakukan perilaku tidak aman ke-15, yaitu berkelakar atau bersenda gurau saat bekerja, pekerja hanya benyanyi dan bersiul sambil bekerja. Tidak melakukan perilaku tidak aman ke-16, yaitu bekerja di bawah pengaruh alkohol atau obat-obatan.

(42)

f. Hasil Observasi Perilaku Tidak Aman pada Informan VI

Pada informan VI berdasarkan hasil observasi, tidak melakukan perilaku tidak aman ke-1, yaitu pekerjaan tanpa wewenang. Alasannya karena sudah bekerja sesuai dengan keahlian atau tugas pokok masing-masing, dimana tugas informan VI ini sebagai penganyam. Melakukan perilaku tidak aman ke-2 yaitu gagal dalam memberi peringatan, karena fokus pada pekerjaan masing-masing atau pribadi, sehingga tidak memperhatikan yang lainnya. Melakukan perilaku tidak aman ke-3 yaitu gagal dalam mengamankan, karena tidak ada pengumuman yang mudah dibaca yang ditempelkan pada mesin/peralatan/sekitar tempat kerja. Tidak melakukan perilaku tidak aman ke-4, yaitu bekerja dengan kecepatan berbahaya sebab informan VI melakukannya dengan cukup hati-hati.

(43)

menggunakan sarung tangan, masker dan sepatu, sementara di lokasi kerja banyak serpihan kayu dan paku berserakan.

Hasil observasi kepada informan VI juga menunjukkan tidak melakukan perilaku tidak aman ke-10, 11, 12, 13 dan 14. Tidak melakukan perilaku tidak aman ke-10 yaitu pengisian yang tidak sesuai, pekerja mengakui sudah melakukan yang sesuai, yaitu tidak mengangkat beban yang berlebihan. Tidak melakukan perilaku tidak aman ke-11, yaitu penempatan yang tidak tepat sebab pekerja menyusun peralatan dengan rapi dan sering menyapu serpihan. Tidak melakukan perilaku tidak aman ke-12, yaitu cara mengangkat yang salah. Pekerja menggunakan katrol ketika mengangkat/menurunkan barang dari atau ke lantai 2 toko. Tidak melakukan perilaku tidak aman ke-13, yaitu posisi atau sikap tubuh yang salah sebab pekerja selalu menstel kursi atau alat kerja lainnya yang dipakai, sehingga selalu sesuai dengan tubuh pekerja. Tidak pernah melakukan perilaku tidak aman ke-14, yaitu memperbaiki peralatan yang sedang beroperasi. Pekerja tidak menggunakan mesin kecuali staples.

Melakukan perilaku tidak aman ke-15, yaitu berkelakar atau bersenda gurau saat bekerja. Pekerja mengakui sesekali melakukannya, yaitu bercerita hal-hal lucu dengan teman. Tidak melakukan perilaku tidak aman ke-16, yaitu bekerja di bawah pengaruh alkohol atau obat-obatan, hanya saja informan VI diketahui merokok pada saat melakukan pekerjaan.

(44)

g. Hasil Observasi Perilaku Tidak Aman pada Informan VII

Pada informan VII berdasarkan hasil observasi, tidak melakukan perilaku tidak aman ke-1, yaitu pekerjaan tanpa wewenang. Alasannya karena sudah bekerja sesuai dengan keahlian atau tugas pokok masing-masing, dimana tugas informan VII ini sebagai penganyam.

Dari hasil observasi diketahui juga bahwa informan VII melakukan perilaku tidak aman ke- 2, 3, 4, 5 dan 6. Melakukan perilaku tidak aman ke-2 yaitu gagal dalam memberi peringatan, karena fokus pada pekerjaan masing-masing, sehingga tidak memperhatikan yang lainnya. Melakukan perilaku tidak aman ke-3, yaitu gagal dalam mengamankan, dengan alasan tidak ada pengumuman yang mudah dibaca yang ditempelkan pada mesin/peralatan/sekitar tempat kerja. Tidak melakukan perilaku tidak aman ke-4, yaitu bekerja dengan kecepatan berbahaya sebab pekerja menggunakan staples dengan sangat cepat dan tampak kurang hati-hati. Melakukan perilaku tidak aman ke-5 yaitu membuat alat pengaman tidak berfungsi, sebab menurut pekerja menggunakan alat pengaman justru akan memperlambat pekerjaannya. Melakukan perilaku tidak aman ke-6 yaitu menghilangkan alat pengaman. Pekerja mengakui bahwa pernah diberikan alat pengaman berupa sarung tangan dan masker, tetapi pekerja malah menghilangkannya.

(45)

perilaku tidak aman ke-9, yaitu tidak menggunakan APD dengan benar, misalnya hanya menggunakan selotip pada jari-jari untuk menghindari agar tidak terluka. Tidak melakukan perilaku tidak aman ke-10 yaitu pengisian yang tidak sesuai. Tidak melakukan perilaku tidak aman ke-11, yaitu penempatan yang tidak tepat. Pekerja menaruh peralatan di tempatnya dan serpihan dibuang tidak di sembarang tempat.

Tidak melakukan perilaku tidak aman ke-12, yaitu cara mengangkat yang salah. Pekerja mengakui hanya mengangkat kursi kecil yang telah selesai dikerjakan. Tidak melakukan perilaku tidak aman ke-13, yaitu posisi atau sikap tubuh yang salah. Pekerja menggunakan alat kerja yang sesuai dengan postur tubuhnya. Tidak pernah melakukan perilaku tidak aman ke-14, yaitu memperbaiki peralatan yang sedang beroperasi. Tidak melakukan perilaku tidak aman ke-15, yaitu berkelakar atau bersenda gurau saat bekerja. Pekerja fokus melakukan pekerjaannya hanya sekedar senyum ketika teman mengajak berseda gurau. Tidak melakukan perilaku tidak aman ke-16, yaitu bekerja di bawah pengaruh alkohol atau obat-obatan.

(46)

BAB V

PEMBAHASAN

5.1. Melakukan Pekerjaan Tanpa Wewenang

Pada perilaku tidak aman ke-1, yaitu pekerjaan tanpa wewenang tidak ada dilakukan sama sekali oleh seluruh pekerja dengan alasan sudah bekerja sesuai dengan keahlian atau tugas pokok masing-masing, sehingga tidak mungkin melakukan pekerjaan diluar kemampuan pekerja.

5.2. Gagal dalam Memberi Peringatan

Pada perilaku tidak aman ke-2 yaitu gagal dalam memberi peringatan, dilakukan oleh semua pekerja. Alasannya karena fokus pada pekerjaan masing-masing atau pribadi, sehingga tidak memperhatikan yang lainnya. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Nitisemo (1984) yang penelitiannya dikutip oleh Sudrajat (2008) yang mengungkapkan bahwa peringatan dapat berupa himbauan atau pun teguran yang berguna untuk mengingatkan pekerja agar pekerja tidak melakukan tindakan yang berbahaya atau pekerja tidak akan mengulangi kesalahannya dalam bekerja. Peringatan adalah suatu bentuk tindakan tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja guna menunjang kedisiplinan pekerja.

5.3. Gagal dalam Mengamankan

(47)

bersifat pengumuman yang mudah dibaca dengan ditempelkan pada mesin/peralatan serta melakukan perawatan secara teratur pada mesin/peralatan. Setiap petugas yang mengetahui setiap terjadinya kerusakan mesin saat operasi harus segera mematikan tenaga penggerak. Mesin tersebut harus diberi alat pengaman atau tanda yang bersifat pengumuman yang mudah dibaca dengan ditempelkan pada mesin tersebut dan melarang penggunaannya sampai perbaikan yang diperlukan telah dilakukan dan mesin tersebut dalam keadaan baik.

5.4. Bekerja dengan Kecepatan Berbahaya

Pada perilaku tidak aman ke-4 yaitu bekerja dengan kecepatan berbahaya, dilakukan oleh 3 pekerja pada saat mengikis rotan menggunakan pisau degan cepat dan mengabaikan rasa takut apabila tangan terluka atau tersayat. Sedangkan 4 pekerja lainnya tidak melakukan perilaku tidak aman ini dengan alasan bahwa pekerja melakukan pekerjaannya dengan cukup hati-hati. Dalam buku

International Labour Office (1989), bekerja dengan kecepatan berbahaya adalah

(48)

5.5. Membuat Alat Pengaman Tidak Berfungsi

Pada perilaku tidak aman ke-5 yaitu membuat alat pengaman tidak berfungsi, dilakukan oleh 2 pekerja lainnya karena pekerja mengeluh, misalnya apabila mereka memakai alat pengaman akan memperlambat pekerjaan mereka. Sedangkan 5 pekerja lainnya tidak melakukan perilaku tidak aman ini dengan alasan di lokasi kerja tidak tersedia alat pengaman. Menurut International Labour

Office (1989), membuat alat pengaman tidak berfungsi adalah membuat alat dan

sistem pengaman tidak beroperasi dengan cara yang benar sesuai dengan metode yang ditentukan. Pada beberapa kasus, alat pengaman yang dapat menghambat efisiensi produksi dan menyebabkan ketidaknyamanan dalam bekerja, dapat mendorong pekerja untuk menyingkirkan atau merusak alat pengaman tersebut. Membuat alat pengaman menjadi tidak berfungsi sangat berbahaya, karena kegunaannya sebagai pengaman pun akan hilang sehingga dapat menimbulkan resiko terjadinya kontak antara pekerja dengan alat berbahaya.

5.6. Menghilangkan Alat Pengaman

Pada perilaku tidak aman ke-6 yaitu menghilangkan alat pengaman, dilakukan oleh 2 pekerja dengan alasan pernah diberikan, tetapi hilang karena tidak menjaga alat pengaman dengan baik. Sedangkan 5 pekerja lainnya tidak melakukan perilaku tidak aman ini dengan alasan tidak pernah diberi alat pengaman. Menurut O’Brie (1974) dalam Hellianty (2009) ,Tujuan alat pengaman

( Safety Device) dipasang pada fasilitas kerja atau mesin yang berbahaya adalah

(49)

dipasang pada tempat-tempat tertentu dan berfungsi untuk memberi keamanan tambahan bagi para pekerja. Menghilangkan alat pengaman adalah melenyapkan atau membuat supaya hilang peralatan keamanan tambahan bagi para pekerjayang dipasang pada tempat-tempat tertentu.

5.7. Menggunakan Peralatan yang Rusak

Pada perilaku tidak aman ke-7 yaitu menggunakan peralatan yang rusak, dilakukan oleh 1 pekerja misalnya, menggunakan obeng yang tumpul. Sedangkan 6 pekerja lainnya tidak melakukan perilaku tidak aman ini karena peralatan-peralatan yang digunakan oleh pekerja telah disediakan oleh Toko Mulia Rattan, dan semua dalam cukup baik. Menurut pendapat Silalahi (1995), menggunakan peralatan yang rusak adalah mengoperasikan peralatan kerja yang tidak berfungsi dengan baik dan tidak dalam kondisi layak pakai. Menggunakan peralatan kerja yang sudah tidak layak pakai dapat membahayakan keselamatan pekerja. Oleh karena itu, semua peralatan harus dirawat menurut kondisi dari peralatan tersebut dan bukan waktu pemakaian. Tanpa perawatan yang teratur, keadaan peralatan berubah menjadi salah satu faktor bahaya. Jadi, perawatan yang tidak teratur adalah perbuatan yang berbahaya karena dapat menimbulkan keadaan berbahaya. 5.8. Menggunakan Peralatan yang Tidak Sesuai

(50)

5.9. Tidak Menggunakan APD dengan Benar

Pada perilaku tidak aman ke-9, yaitu tidak menggunakan APD dengan benar, misalnya tidak menggunakan sarung tangan, masker dan sepatu, sementara dilokasi kerja banyak serpihan kayu dan paku berserakan. Perilaku ini dilakukan oleh semua pekerja. Menurut Rijanto (2011), tidak menggunakan APD dengan benar adalah tidak menggunakan alat pelindung diri sebagaimana yang diharuskan, tidak memelihara alat tersebut, atau tidak menggunakannya dengan cara yang benar. Pada waktu melaksanakan pekerjaan, badan kita harus bebar-benar terlindungi dari kemungkinan terjadinya kecelakaan. Untuk melindungi diri dari risiko yang ditimbulkan akibat kecelakaan maka badan kita perlu menggunakan alat-alat pelindung ketika melaksanakan pekerjaan. Alat Pelindung Diri (APD) merupakan alat yang digunakan untuk melindungi pekerja dari luka atau penyakit yang ditimbulkan oleh adanya kontak dengan bahaya (hazard) di tempat kerja baik yang bersifat kimia, biologis, radiasi, fisik, elektrik, mekanik, dan lainnya.

5.10. Pengisisan yang Tidak Sesuai

(51)

mengangkat beban yang berlebihan ketika bekerja, pekerja hanya mengangkat beban yang sesuai dengan kapasitas seharusnya.

Dalam buku Hendarta (2012), penyebab lain terjadinya kecelakaan kerja adalah akibat beban yang berlebihan sehingga melebihi kemampuan tubuh dalam menyangga (over load). Pengisian yang tidak sesuai adalah membawa atau mengangkat beban yang terlalu berat, terlalu besar, atau sulit untuk dipegang ketika sedang bekerja. Pekerjaan yang membutuhkan aktivitas mengangkat beban berlebihan dan berulang-ulang sehingga membutuhkan peran yang sangat besar dari otot-otot punggung dan tulang belakang. Membawa atau mengangkat beban yang terlalu berat, terlalu besar dan sulit untuk dipegang akan membahayakan diri kita. Akan jauh lebih aman apabila meminta bantuan orang lain atau menggunakan alat bantu saat menemui barang-barang tersebut dalam bekerja. 5.11. Penempatan yang Tidak Tepat

Pada perilaku tidak aman ke-11, yaitu penempatan yang tidak tepat. Tidak dilakukan oleh 2 pekerja, karena pekerja menaruh peralatan di tempatnya dan serpihan dibuang tidak disembarang tempat.

(52)

safety, material, dan lain-lain dapat memudahkan pekerja untuk bekerja dan tidak

asal-asalan menaruh peralatan. Penempatan perlengkapan dan peralatan kerja

sesuai dengan lingkungan kerja yang akan dikerjakannya memudahkannya untuk

mengambilnya dan menciptakan kondisi kerja yang menarik.

5.12. Cara Mengangkat yang Salah

Pada perilaku tidak aman ke-12 yaitu cara mengangkat yang salah, dilakukan oleh 2 pekerja yaitu informan I dan V. Informan I diketahui mengangkat kerangka rotan dengan cara memikul pada sebelah bahu dan hanya menggunakan 1 tangan. Begitu juga informan V diketahui mengangkat kursi panjang yang telah selesai dikerjakan di kepalanya. Sementara itu, 5 pekerja lainnya tidak melakukan perilaku tidak aman ini sebab pekerja sudah melakukan hal yang tepat, seperti mengangkat kerangka rotan dengan cara kedua tangan di depan dan menggunakan katrol ketika mengangkat/menurunkan barang dari atau ke lantai 2 toko. Menurut Nurmianto (1996), pekerjaan mengangkat barang sering kali menyebabkan cedera pada punggung bawah. Pekerjaan mengangkat barang adalah pekerjaan yang beresiko terjadinya cedera kesakitan pada punggung. Penggunaan otot-otot punggung dan tulang belakang yang berlebihan dan kesalahan dalam aktifitas mengangkat sangat memungkinkan pekerja pengangkat barang akan mengalami gangguan nyeri punggung bawah.

5.13. Posisi atau Sikap Tubuh yang Salah

(53)

sebab pekerja selalu menstel kursi atau alat kerja lainnya yang dipakai, sehingga selalu sesuai dengan tubuh pekerja. Menurut Suma’mur (1999), posisi atau sikap tubuh yang salah adalah suatu kondisi kerja dimana pekerja selalu dipaksa berada pada posisi atau sikap kerja yang tidak nyaman atau cenderung tidak mengenakkan dan berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Sikap atau posisi tubuh saat bekerja memiliki hubungan yang positif dengan timbulnya kelelahan kerja. Tidak peduli apakah pekerja harus berdiri, duduk atau dalam posisi kerja yang lain, dimana pertimbangan-pertimbangan ergonomik yang berkaitan dengan sikap/posisi kerja akan sangat penting.

5.14. Memperbaiki Peralatan yang Sedang Beroperasi

(54)

5.15. Berkelakar atau Bersenda Gurau Saat Bekerja

Pada perilaku tidak aman ke-15 yaitu berkelakar atau bersenda gurau saat bekerja, sesekali dilakukan oleh 3 pekerja tergantung banyak tidaknya pekerjaan. Sementara 4 pekerja tidak melakukannya dengan alasan bahwa pekerja hanya fokus melakukan pekerjaannya ketika bekerja, sehingga tidak memperdulikan sekitar. Bersenda gurau dilakukan ketika saat istirahat saja.

5.16. Bekerja Dibawah Pengaruh Alkohol atau Obat-obatan

(55)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

1.1. Kesimpulan

Berdasarkan Tabel Observasi Perilaku Tidak Aman pada Pengrajin Perabot Rumah Tangga, terdapat beberapa perilaku tidak aman yang dilakukan oleh pekerja pengrajin perabot rumah tangga di Toko Mulia Rattan, jalan Gatot Subroto No. 350 Medan. Dari tabel tersebut diketahui juga bahwa terdapat 3 pekerja yang berusia kurang dari 30 tahun dan 4 pekerja berusia lebih dari 31 tahun. Kemudian diketahui juga bahwa pekerja dengan pendidikan terakhir SMP sejumlah 4 pekerja dan pendidikan terakhir SMA sejumlah 3 pekerja. Diantaranya yang mendapati jawaban tertinggi yaitu gagal dalam memberi peringatan, gagal dalam mengamankan dan tidak menggunakan APD dengan benar. Dan yang mendapat jawaban terendah atau tidak ada yaitu melalukan pekerjaan tanpa wewenang, menggunakan peralatan yang tidak sesuai, memperbaiki peralatan yang sedang beroperasi dan bekerja di bawah pengaruh alkohol dan obat-obatan.

Berdasarkan hasil penelitian tentang gambaran perilaku tidak aman pada pekerja pengrajin perabot rumah tangga di Toko Mulia Rattan, Jalan Gatot Subroto No. 350, Medan dapat disimpulkan sebagai berikut :

(56)

penempatan yang tidak tepat, cara mengangkat yang salah posisi atau sikap tubuh yang salah dan berkelakar atau bersenda gurau.

2. Dari 16 perilaku tidak aman, terdapat 4 perilaku tidak aman yang tidak dilakukan oleh pekerja, yaitu melakukan pekerjaan tanpa wewenang, menggunakan peralatan yang tidak sesuai, memperbaiki peralatan yang sedang beroperasi dan bekerja di bawah pengaruh alkohol dan obat-obatan. 6.2. Saran

1. Pemilik Toko wajib memperhatikan 12 perilaku tidak aman yang dilakukan oleh pekerja, yaitu gagal dalam memberi peringatan, gagal dalam mengamankan, bekerja dengan kecepatan berbahaya, membuat alat pengaman tidak berfungsi, menghilangkan alat pengaman, menggunakan peralatan yang rusak, tidak menggunakan APD dengan benar, pengisian yang tidak sesuai, penempatan yang tidak tepat, cara mengangkat yang salah posisi atau sikap tubuh yang salah dan berkelakar atau bersenda gurau, untuk segera dilakukan perbaikan manajemen dan tindakan pencegahan agar pekerja tidak lagi melakukan perilaku tidak aman tersebut.

(57)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perilaku Tidak Aman

Perilaku tidak aman (Bird dan Germain, 1990 dalam Helliyanti P., 2009) adalah perilaku yang dapat mengizinkan terjadinya suatu kecelakaan ataupun insiden. Sedangkan menurut Heinrich (1980) dalam Helliyanti P. (2009), perilaku tidak aman adalah tindakan atau perbuatan dari seseorang atau beberapa orang karyawan yang memperbesar kemungkinan terjadinya kecelakaan terhadap karyawan.

2.2. Jenis Perilaku Tidak Aman

Perilaku tidak aman merupakan penyebab langsung terjadinya kecelakaan. Menurut Frank E. Bird dalam teori Loss Causation Model ( Sklet, 2002) dalam penelitian Helliyanti P. (2009), menyatakan bahwa jenis-jenis perilaku tidak aman, yaitu :

 Melakukan pekerjaan tanpa wewenang

 Gagal dalam memberi peringatan

 Gagal dalam mengamankan

 Bekerja dengan kecepatan berbahaya

 Membuat alat pengaman tidak berfungsi

 Menghilangkan alat pengaman

 Menggunakan peralatan yang rusak

 Menggunakan peralatan yang tidak sesuai

(58)

 Pengisian yang tidak sesuai

 Penempatan yang tidak tepat

 Cara mengangkat yang salah

 Posisi atau sikap tubuh yang salah

 Memperbaiki peralatan yang sedang beroperasi

 Bersenda gurau

 Bekerja dibawah pengaruh alkohol atau obat-obatan.

Kurt Lewin (1970) yang penelitiannya dikutip oleh Notoatmodjo (2003), berpendapat perilaku manusia adalah suatu keadaan yang seimbang antara kekuatan-kekuatan pendorong (driving forces) dan kekuatan-kekuatan penahan

(restining forces). Perilaku itu dapat berubah bila terjadi ketidakseimbangan

antara kedua kekuatan tersebut di dalam diri seseorang. Kekuatan pendorong meningkat, hal ini terjadi karena adanya stimulus-stimulus yang mendorong untuk terjadinya perubahan perilaku. Kekuatan-kekuatan penahan menurun, hal ini terjadi karena adanya stimulus-stimulus yang memperlemah kekuatan penahan tersebut. Kekuatan pendorong meningkat, kekuatan penahan menurun, dengan keadaan ini jelas juga akan terjadi perubahan perilaku.

(59)

2.3. Jenis dan Penjabaran Perilaku Tidak Aman

1. Melakukan pekerjaan tanpa wewenang.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, wewenang adalah hak dan kekuasaan untuk bertindak, membuat keputusan, memerintah, dan melimpahkan tanggung jawab kepada orang lain. Melakukan pekerjaan tanpa wewenang adalah bekerja tanpa memiliki prosedur dan pelatihan yang sesuai dalam melakukan pekerjaan.

Penempatan pekerja yang sesuai dengan bidang keahliannya di mesin atau

alat produksi yang sesuai sangat penting agar tidak terjadi kecelakaan karena

kurang pengetahuan akan mesin yang digunakannya. Karyawan yang kurang pengetahuan atau keterampilan untuk bekerja dengan cara yang aman akan cenderung mengerjakan sesuatu dengan cara mencoba dan cenderung mudah panik, sehingga sangat diperlukan pelatihan atau pengarahan.

2. Gagal dalam memberi peringatan.

(60)

3. Gagal dalam mengamankan.

Gagal dalam mengamankan adalah kegagalan memberikan alat pengaman atau tanda yang bersifat pengumuman yang mudah dibaca dengan ditempelkan pada mesin/peralatan serta melakukan perawatan secara teratur pada mesin/peralatan. Setiap petugas yang mengetahui setiap terjadinya kerusakan mesin saat operasi harus segera mematikan tenaga penggerak. Mesin tersebut harus diberi alat pengaman atau tanda yang bersifat pengumuman yang mudah dibaca dengan ditempelkan pada mesin tersebut dan melarang penggunaannya sampai perbaikan yang diperlukan telah dilakukan dan mesin tersebut dalam keadaan baik (Suhulman, 2008).

4. Bekerja dengan kecepatan berbahaya.

Bekerja dengan kecepatan berbahaya adalah bekerja dengan kecepatan yang tidak aman atau melebihi batas kecepatan yang disarankan sehingga membahayakan keselamatan pekerja. Salah satu alasan paling lazim untuk mengambil resiko dalam bekerja adalah menghemat waktu agar bisa mendapatkan waktu santai atau waktu untuk menghasilkan uang lebih banyak atau sekedar menghemat waktu dengan mempercepat menyelesaikan pekerjaan. Oleh karena itu tidak aneh apabila keinginan menghemat waktu ini menyebabkan perilaku tidak aman (International

Labour Office, 1989)

5. Membuat alat pengaman tidak berfungsi.

(61)

produksi dan menyebabkan ketidaknyamanan dalam bekerja, dapat mendorong pekerja untuk menyingkirkan atau merusak alat pengaman tersebut. Membuat alat pengaman menjadi tidak berfungsi sangat berbahaya, karena kegunaannya sebagai pengaman pun akan hilang sehingga dapat menimbulkan resiko terjadinya kontak antara pekerja dengan alat berbahaya (International Labour Office, 1989).

6. Menghilangkan alat pengaman.

Tujuan alat pengaman ( Safety Device) dipasang pada fasilitas kerja atau mesin yang berbahaya adalah untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan untuk menjamin keselamatan para pekerja. Peralatan pengaman merupakan peralatan keselamatan kerja yang dipasang pada tempat-tempat tertentu dan berfungsi untuk memberi keamanan tambahan bagi para pekerja (O’Brien, 1974 dalam Helliyanti P., 2009). Menghilangkan alat pengaman adalah melenyapkan atau membuat supaya hilang peralatan keamanan tambahan bagi para pekerja yang dipasang pada tempat-tempat tertentu.

7. Menggunakan peralatan yang rusak.

(62)

8. Menggunakan peralatan yang tidak sesuai.

Menggunakan peralatan yang tidak sesuai adalah mengerjakan pekerjaan dengan memakai peralatan kerja yang tidak cocok dengan jenis pekerjaan yang sedang dilakukan tersebut. Menurut Silalahi (1985), menggunakan peralatan kerja yang tidak sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan dan peraturan yang telah ditetapkan dapat menyebabkan kesalahan dalam melakukan pekerjaan. Hal ini merupakan tindakan yang berbahaya karena dapat berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja.

9. Tidak menggunakan APD dengan benar.

Tidak menggunakan APD dengan benar adalah tidak menggunakan alat pelindung diri sebagaimana yang diharuskan, tidak memelihara alat tersebut, atau tidak menggunakannya dengan cara yang benar. Pada waktu melaksanakan pekerjaan, badan kita harus bebar-benar terlindungi dari kemungkinan terjadinya kecelakaan. Untuk melindungi diri dari risiko yang ditimbulkan akibat kecelakaan maka badan kita perlu menggunakan alat-alat pelindung ketika melaksanakan pekerjaan. Alat Pelindung Diri (APD) merupakan alat yang digunakan untuk melindungi pekerja dari luka atau penyakit yang ditimbulkan oleh adanya kontak dengan bahaya (hazard) di tempat kerja baik yang bersifat kimia, biologis, radiasi, fisik, elektrik, mekanik, dan lainnya (Rijanto, 2011).

10.Pengisian yang tidak sesuai.

(63)

berat, terlalu besar, atau sulit untuk dipegang ketika sedang bekerja. Pekerjaan yang membutuhkan aktivitas mengangkat beban berlebihan dan berulang-ulang sehingga membutuhkan peran yang sangat besar dari otot-otot punggung dan tulang belakang. Membawa atau mengangkat beban yang terlalu berat, terlalu besar dan sulit untuk dipegang akan membahayakan diri kita. Akan jauh lebih aman apabila meminta bantuan orang lain atau menggunakan alat bantu saat menemui barang-barang tersebut dalam bekerja (Hendarta, 2012).

11.Penempatan yang tidak tepat

Penempatan yang tidak tepat adalah menyusun atau menempatkan barang dan peralatan kerja secara tidak aman atau tidak berada di tempat yang ditentukan. Lingkungan kerja yang teratur seperti penempatan peralatan kerja, peralatan

safety, material, dan lain-lain dapat memudahkan pekerja untuk bekerja dan tidak

asal-asalan menaruh peralatan. Penempatan perlengkapan dan peralatan kerja

sesuai dengan lingkungan kerja yang akan dikerjakannya memudahkannya untuk

mengambilnya dan menciptakan kondisi kerja yang menarik.

12.Cara mengangkat yang salah.

(64)

Menurut Silalahi (1985), sewaktu mengangkat dan membawa, bagian tubuh yang paling berpengaruh dan dapat cedera adalah tulang punggung. Ketegangan yang diderita tulang punggung semakin berat (diukur dalam kilogram gaya) jika beban semakin berat. Cara mengangkat yang salah adalah teknik mengangkat yang kurang tepat dimana beban maksimum masih tergantung pada tulang belakang, bukan pada otot tubuh. Teknik mengangkat dan membawa yang tepat akan memungkinkan beban maksimum karena beban tersebut tidak lagi tergantung pada tulang punggung melainkan pada otot tubuh. Teknik ini hanya dapat diterapkan melalui latihan. Beberapa pokok penting yang harus diperhatikan adalah :

a. Kapasitas fisik karyawan b. Sifat beban

c. Keadaan lingkungan

d. Latihan mengangkat/membawa yang dijalani karyawan 13.Posisi atau sikap tubuh yang salah.

(65)

Beberapa jenis pekerjaan memerlukan sikap dan posisi tertentu yang kadang-kadang cenderung untuk tidak mengenakkan. Kondisi kerja seperti ini memaksa pekerja selalu berada pada sikap dan posisi kerja yang tidak nyaman dan berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Hal ini tentu saja mengakibatkan pekerja cepat lelah, melakukan banyak kesalahan dan menderita cacat tubuh. Postur yang baik merupakan bagian yang penting dalam pemeliharaan diri.

14.Memperbaiki peralatan yang sedang beroperasi

Memperbaiki peralatan yang sedang beroperasi adalah mengubah aturan pengoperasian mesin/peralatan ketika sedang bekerja, atau melakukan sesuatu terhadap mesin produksi ketika mesin sedang beroperasi tanpa mematikan mesin/peralatan terlebih dahulu. Selalu matikan mesin dan tunggu sampai mesin benar-benar berhenti sebelum anda menyentuh bagian dar i mesin tersebut.

(66)

15.Bersenda Gurau

Bersenda gurau adalah bercanda dengan sesama rekan kerja pada saat melakukan pekerjaan. Bersenda gurau di tempat kerja adalah berbahaya, karena menyebabkan karyawan kehilangan konsentrasi dan tidak memperhatikan keadaan yang tidak aman di sekitarnya. Bersenda gurau pada saat bekerja merupakan suatu perilaku yang harus dihilangkan karena dapat mengakibatkan kejadian yang sangat fatal sehingga tidak hanya menyebabkan kerugian material tetapi juga dapat menyebabkan kerugian nonmaterial. Misalnya ketika para pekerja melakukan bercanda atau bermain di sekitar mesin yang sedang beroperasi atau dekat bahaya lain.

16.Bekerja dibawah pengaruh alkohol atau obat-obatan.

Bekerja dibawah pengaruh alkohol atau obat-obatan adalah melakukan pekerjaan setelah mengkonsumsi alkohol atau obat-obatan terlebih dahulu. Menurut Tanjung (2005), alkohol dan obat-obatan masuk dalam kategori NAPZA. NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan zat adiktif lainnya), adalah bahan/zat/obat yang apabila masuk kedalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terutama otak/susunan saraf pusat sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis dan fungsi sosial lainnya karena terjadi kebiasaan/ketagihan (adiksi) secara ketergantungan (dependensi) terhadap NAPZA. Alkohol dan obat-obatan dapat mengganggu konsentrasi, penilaian, penglihatan dan koordinasi pada orang yang mengkonsumsinya.

(67)
(68)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 27, Ayat (2) menyatakan bahwa "tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan". Dengan demikian, kesempatan kerja merupakan masalah yang amat mendasar dalam kehidupan bangsa Indonesia. Setiap upaya pembangunan harus diarahkan pada penciptaan lapangan kerja sehingga setiap warga negara dapat memperoleh pekerjaan dan menempuh kehidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kementerian Tenaga kerja dan Transmigrasi adalah dokumen perencanaan pembangunan bidang ketenagakerjaan dan transmigrasi dalam bentuk visi, misi dan arah pembangunan di bidang tersebut, selama kurun waktu 15 (lima belas) tahun, mulai dari tahun 2010 hingga 2025. Dokumen ini merupakan penjabaran dari amanah pembangunan bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian yang tertuang di dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025.

(69)

2010-2025.

Keselamatan kerja para pekerja sangat penting nilainya bagi suatu industri, karena hal tersebut merupakan kunci keberhasilan perusahaan dalam meningkatkan nama baik industri dalam bidang K3, namun seperti yang kita lihat sekarang, masih banyak kecelakaan kerja yang terjadi di suatu industri. Kita ketahui, bahwa keselamatan kerja para pekerja termasuk dalam Undang-Undang Republik Indonesia. UU No. 13 Tahun 2003 menegaskan bahwa setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja (pasal 86, ayat 1). Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja (pasal 86, ayat 2) (Kepnakertrans, 2012).

Menurut Sialagan (2008) yang mengutip hasil penelitian Bird (1990), kecelakaan merupakan suatu kejadian yang tidak diinginkan dan dapat membahayakan orang, menyebabkan kerusakan pada properti atau kerugian pada proses. Kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang terjadi dapat menganggu operasi perusahaan. Kerugian yang dialami perusahaan dapat berupa kerugian ekonomi dan non ekonomi.

(70)

antara lain yaitu rusaknya citra perusahaan, bahkan jika kejadian itu menimbulkan kematian pada tenaga kerja (Sahab, 1997).

Berdasarkan Riset yang dilakukan badan dunia International Labour

Organization (ILO) (1989) yang penelitiannya dikutip oleh Suma’mur (1999)

memberikan kesimpulan bahwa setiap hari rata-rata 6.000 orang meninggal, hal ini setara dengan 1 orang setiap 15 menit atau 2,2 juta orang per tahun akibat sakit dan kecelakaan kerja yang berkaitan dengan pekerjaan mereka. Jumlah pria yang meninggal dua kali lebih banyak dibanding wanita, karena mereka lebih mungkin melakukan pekerjaan berbahaya. Secara keseluruhan, kecelakaan di tempat kerja telah menewaskan 350.000 orang. Sisanya meninggal karena sakit yang diderita dalam pekerjaan seperti terkena zat kimia beracun.

Di Indonesia, berdasarkan data Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), angka kecelakaan kerja lima tahun terakhir cenderung naik. Pada 2012 terdapat 99.491 kasus atau rata-rata 414 kasus kecelakaan kerja per hari, sedangkan tahun 2011 terdapat 98.711 kasus kecelakaan kerja, 2010 terdapat 96.314 kasus, 2009 terdapat 94.736 kasus, dan 2008 terdapat 83.714 kasus.

Sebenarnya setiap kecelakaan itu dapat diramalkan atau diduga dari semula jika perbuatan dan tindakan yang tidak aman atau tidak memenuhi persyaratan. Statistik mengungkapkan bahwa 80% kecelakaan disebabkan oleh perbuatan yang tidak aman ( Unsafe act), dan hanya 20% oleh kondisi yang tidak aman (Unsafe Condition) (Silalahi, 1985).

(71)

dilakukan oleh Stephen Guastello (1993) yang penelitiannya dikutip oleh Geller (2001) terhadap beberapa pendekatan untuk mengurangi cidera di tempat kerja menunjukan bahwa pendekatan terhadap perilaku mencapai hasil yang paling berhasil untuk mengurangi cidera di tempat kerja yaitu sebesar 59,6% diikuti dengan pendekatan ergonomi sebesar 51,6%, dan pendekatan engineering control sebesar 29%. Selain itu, Geller (2001) menggambarkan pentingnya pendekatan perilaku yang didasari keselamatan (behavior based safety) dalam upaya meningkatkan keselamatan kerja baik yang bersikap reaktif atau proaktif. Perspektif reaktif upaya keselamatan ditelusuri dari perilaku berisiko atau tidak aman (at risk behavior) yang berakibat pada kerugian. Hal ini dapat diartikan bahwa upaya reaktif menunggu terjadinya tidak aman dulu. Sedangkan dalam perspektif proaktif upaya keselamatan kerja ditelusuri dari perilaku aman (safe

behavior) yang menghasilkan suatu kesuksesan pencegahan kecelakaan kerja.

Geller (2001) juga menyebutkan agar pencapaian behavior based safety berhasil adalah lebih baik dengan menggunakan pendekatan yang berupaya mendorong terjadinya peningkatan perilaku aman. Upaya ini berujung pada usaha pencegahan terjadinya kecelakaan di tempat kerja atau hal ini dapat dikatakan juga berupa pendekatan yang bersifat proaktif dalam manajemen keselamatan.

(72)

Semakin baik peran supervisor dalam K3 maka akan sangat mempengaruhi perilaku aman pekerja di tempat tersebut. Adapun peran

supervisor pada hakikatnya adalah kepemimpinan yang merupakan refleksi sistem

manajemen yang ada. Jadi, supervisor (pengawas) yang baik akan menumbuhkan rasa tanggung jawab yang pada akhirnya akan membentuk perilaku kerja yang aman (Karyani, 2005).

Seperti yang telah kita ketahui bahwa unsafe act dan unsafe condition mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap terjadinya kecelakaan. Kehati-hatian dan perilaku pekerja yang aman sangat dibutuhkan untuk menghindari terjadinya kecelakaan akibat unsafe act karena pendekatan terhadap pekerjalah yang dapat dilakukan apabila mesin sulit dikendalikan. Selain itu, Heinrich (1980) memperkirakan 85% kecelakaan adalah hasil kontribusi perilaku kerja yang tidak aman (unsafe act). Meningkatnya keselamatan kerja maka dapat meningkatkan produktivitas pekerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan kemajuan dan kesejahteraan. Selain itu, manusia merupakan salah satu aset terbesar dalam mencapai keberhasilan perusahaan.

Rotan adalah sekelompok palma dari puak (tribus) Calameae yang memiliki habitus memanjat, terutama Calamus, Daemonorops, dan Oncocalamus.

(73)

Toko Mulia Rattan merupakan salah satu industri informal yang memproduksi berbagai perabot rumah tangga dengan bahan dasar rotan. Setiap hari memproduksi berbagai macam perabot sesuai dengan pesanan para pembeli. Toko Mulia Rattan berdiri sejak tahun 2001 yang beralamat di Jalan Gatot Subroto No. 350, Medan. Karyawan yang bekerja di Toko Mulia Rattan sebanyak 7 orang. Masing-masing karyawan mempunyai keahlian dalam pekerjaannya.

Proses pembuatan perabot rumah tangga dengan bahan dasar rotan yaitu: 1. Mendesain gambar

Setiap perabot yang hendak dibuat, terlebih dahulu ditentukan desain gambar dengan skala tertentu. Adapun hal yang harus sangat diperhatikan dalam proses ini yaitu ukuran, bentuk dan gaya yang diinginkan oleh pembeli.

2. Persiapan bahan baku kerangka perabot

Dalam proses ini, terlebih dahulu harus dilakukan pemilihan bahan baku rotan yang dalam kondisi baik, kuat dan tidak ada retak atau pembusukan. Selanjutnya, bahan baku rotan diukur dan dipilih berdasarkan panjang dan diameter sesuai dengan skala pada desain gambar yang telah dibuat sebelumnya. 3. Pembengkokan

(74)

lebih kecil. Hal ini dilakukan kepada setiap kerangka-kerangka perabot untuk sementara waktu sebelum memasuki proses berikutnya.

4. Perakitan

Proses perakitan adalah merangkai setiap kerangka-kerangka yang telah dibentuk ukuran panjang dan sudutnya tadi menjadi satu kesatuan utuh. Kerangka- kerangka tersebut dirangkai dengan paku atau diikat dengan kulit rotan.

5. Penganyaman

Penganyaman dilakukan dengan menganyam sisi-sisi dari kerangka rotan yang telah dibentuk tadi dengan menggunakan kulit rotan ataupun rotan kecil yang sudah dipilih dan dihaluskan terlebih dahulu. Penganyaman pada perabot rumah tangga ini ada beragam macam teknik dan disesuaikan dengan desain gambar atau keinginan pembeli.

6. Finishing

Proses terkahir adalah finishing dengan melakukan pengampelasan terlebih dahulu agar hasil anyaman lebih halus dan bersih. Kemudian debu-debu hasil pengampelasan yang masih menempel di perabot dibersihkan untuk selanjutnya dilakukan proses pengecatan.

(75)

dibagi menjadi tempat proses produksi, pemajangan produk jadi rotan dan tempat tinggal.

Disamping penggunaan alat-alat yang dibutuhkan dalam proses produksi, ketersediaan sarana transportasi merupakan faktor pendukung bagi keberhasilan usaha rumah tangga industri produk jadi rotan. Sarana transportasi yang digunakan adalah kendaraan milik pribadi dan kendaraan umum. Kendaraan umum seperti angkutan kota (angkot), truk dan bus kota selalu ada setiap saat, sedangkan kendaraan milik pribadi rumah tangga pengusaha sebagian besar adalah kendaraan roda dua.

Berdasarkan hasil observasi ditemukan beberapa perilaku tidak aman yang dilakukan oleh pekerja. Selain itu juga ditemukan beberapa kecelakaan yang terjadi ketika pekerja sedang mengerjakan tugasnya, misalnya pada pekerja bagian perekat rotan dari kerangka perabot menjadi perabot utuh. Pada saat pekerja tersebut sedang memalu rotan agar saling merekat, kerap sekali palu mengenai jari pekerja. Terkadang ada yang tidak mengeluarkan darah dan ada juga sampai mengeluarkan darah, kemudian pekerja hanya membalut luka dengan kain dengan tidak memberikan antibiotik atau obat apapun yang bisa mencegah terjadinya infeksi. Begitu juga pekerja bagian memahat sering sekali mengalami luka di tangan tangan akibat terkena kulit rotan yang tipis dari sisa-sisa pahatan, sehingga menimbulkan rasa perih dan sakit. Akan tetapi, pekerja tetap tidak mau melakukan tindakan pencegahan agar tidak terjadi kecelakaan yang berulang.

(76)

terjadi hampir setiap harinya. Rata-rata setiap kecelakaan kerja yang terjadi hanya dianggap hal biasa dan kecil juga gampang diatasi dengan hanya membalut luka dengan kain. Pekerja Toko Mulia Rattan kurang menyadari pentingnya memperhatikan perilaku dan tindakan aman untuk mengurangi resiko kecelakaan yang kemungkinan bisa terjadi ketika pekerja sedang bekerja, misalnya tidak memakai sarung tangan, tidak memakai kaca mata pelindung pada saat sedang menggergaji rotan dan tidak memakai masker.

Melihat akan hal ini, maka peneliti tertarik melakukan penelitian di Toko Mulia Rattan dan melihat gambaran perilaku tidak aman pada pekerja pengrajin perabot rumah tangga.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah ingin mengetahui gambaran perilaku tidak aman pada pekerja pengrajin perabot rumah tangga di Toko Mulia Rattan, Jl. Gatot Subroto, No. 350, Medan.

1.3. Tujuan Penelitian

(77)

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi pihak pemilik toko mengenai pentingnya diperhatikan gambaran perilaku tidak aman.

2. Sebagai bahan masukan bagi pekerja mengenai gambaran perilaku tidak aman.

3. Sebagai penambah wawasan dan pengetahuan kepada penulis khususnya mengenai gambaran perilaku tidak aman pada pekerja pengrajin perabot rumah tangga.

Gambar

GAMBAR TOKO MULIA RATTAN
Gambar bersama informan I ( Bapak Awal)
Gambar informan I dengan kursi yang terlalu rendah sehingga pekerja terlalu
Gambar ketika bahan dasar yang dibakar kemudian diluruskan atau juga
+7

Referensi

Dokumen terkait