Lampiran1. Bagan Penelitian
I II III
Keterangan:
KO : Kontrol K1 : 200 gr/L K2 : 400 gr/L K3 : 600 gr/L K4 : 800 gr/L
K4
K0 K3 K1
K3 K4 K4
K2 K1 K3
K1 K0 K2
U
Perlakuan Total Rataan
1 2 3
KO 137,50 121,00 105,50 364,00 121,33 K1 132,50 114,50 120,50 367,50 122,50 K2 126,50 108,50 147,00 382,00 127,33 K3 162,00 140,50 138,00 440,50 146,83 K4 107,50 111,00 140,50 359,00 119,67 Total 666,00 595,50 651,50 1913,00
Rataan 133,20 119,10 130,30 127,53
Daftar Sidik Ragam
SK db JK KT F.hit F 0,05 F 0,01 ket
Blok 2,00 554,43 277,22 1,18 4,46 8,56 tn
P 4,00 1495 374 1,60 4,07 7,59 tn
Galat 8,00 1873,23 234,15
Total 14,00 3922,23
FK= 243971,27 ket : tn : Tidak nyata
KK= 0,12 % * : nyata
Lampiran 3.Tingkat Konsumsi Pakan Tikus Sawah 1 HSA
Perlakuan Rataan Notasi
Perlakuan Blok Total Rataan
1 2 3
K0 17,00 19,00 17,00 53,00 17,67 K1 16,00 15,00 19,00 50,00 16,67 K2 14,00 13,00 15,00 42,00 14,00 K3 11,00 14,00 10,00 35,00 11,67 K4 10,00 9,00 9,00 28,00 9,33 Total 68,00 70,00 70,00 208,00 Rataan 13,60 14,00 14,00 13,87
Daftar Sidik Ragam
SK db JK KT F.hit F 0,05 F 0,01 ket Blok 2,00 0,53 0,27 0,10 4,46 8,56 tn
P 4,00 143,07 35,77 12,93 4,07 7,59 **
Galat 8,00 22,13 2,77
Total 14,00 165,73
FK= 2884,27 ket : tn : Tidak nyata
KK= 12,00 % * : nyata
** : sangat nyata
Uji BNT
Perlakuan Rataan Notasi
KO 17,67 a
K1 16,67 ab
K2 14,00 bc
K3 11,67 cd
K4 9,33 d
Lampiran 5.Tingkat Konsumsi Pakan Tikus Sawah 3HSA
Perlakuan Rataan Notasi
Perlakuan Blok Total Rataan
1 2 3
K0 16,00 18,00 17,00 51,00 17,00 K1 17,00 16,00 15,00 48,00 16,00 K2 14,00 13,00 17,00 44,00 14,67 K3 15,00 12,00 10,00 37,00 12,33 K4 13,00 8,00 10,00 31,00 10,33 Total 75,00 67,00 69,00 211,00 Rataan 15,00 13,40 13,80 14,07
Daftar Sidik Ragam
SK db JK KT F.hit F 0,05 F 0,01 ket Blok 2,00 6,93 3,47 0,89 4,46 8,56 tn
P 4,00 88,93 22,23 5,73 4,07 7,59 *
Galat 8,00 31,07 3,88
Total 14,00 126,93
FK= 2968,07 ket : tn : Tidak nyata
KK= 14,01 % * : nyata
** : sangat nyata
Uji BNT
Perlakuan Rataan Notasi
KO 17,00 a
K1 16,00 ab
K2 14,67 ab
K3 12,33 bc
K4 10,33 c
Lampiran 7.Tingkat Konsumsi Pakan Tikus Sawah 5HSA
Perlakuan Rataan Notasi
Perilaku
Hari ke- Total Persentase
0 1 2 3 4 5 Tingkah Air seni kuning kemerahan
0 0 0 0 0 0 0,00 0,00 Kurang nafsu makan
Lampiran 9. Data Pengamatan Perubahan Tingkah Laku Tikus Uji Kontrol Ulangan 2 Kurang nafsu makan
Perilaku Keluar Cairan dari Hidung
0 0 0 0 0 0 0,00 0,00
Kurang nafsu makan
0 0 0 0 0 0 0,00 0,00 Meletakkan makanan di lantai
Lampiran 11. Data Pengamatan Perubahan Tingkah Laku Tikus Uji 200g/L Ulangan 1
Perilaku Hari ke- Total Persentase
Perilaku Hari ke- Total Persentase Kurang nafsu makan
Lampiran 13. Data Pengamatan Perubahan Tingkah Laku Tikus Uji 200g/L Ulangan 3 Kurang nafsu makan
Lampiran 15. Data Pengamatan Perubahan Tingkah Laku Tikus Uji 400g/L Ulangan 2
Keluar Cairan dari Hidung
Perilaku Kurang nafsu makan
Lampiran 17. Data Pengamatan Perubahan Tingkah Laku Tikus Uji 600g/L Ulangan 1
Perilaku
Perilaku Hari ke- Total Persentase Kurang nafsu makan
Lampiran 19. Data Pengamatan Perubahan Tingkah Laku Tikus Uji 600g/L Ulangan 3
Perilaku Hari ke- Total Persentase
0 1 2 3 4 5 tingkah laku (%) Kurang nafsu makan
Lampiran 21. Data Pengamatan Perubahan Tingkah Laku Tikus Uji 800g/L Ulangan 2 Kurang nafsu makan
58
Lampiran 23. Lampiran Gambar Selama Penelitian
Gambar 9: Kurungan uji yang digunakan
Gambar 10. Pakan tikus yang diberikan selama penelitian
Gambar12. Perilaku tikus bergerak dan gerak salto berulang kali.
Gambar13. Parameter pengamatan air liur keluar, air mata keluar, daun telinga pucat, kelopak mata menurun.
60
Gambar15. Parameter pengamatan tikus meletakkan makanan di lantai
Gambar16. Parameter pengamatan tikus menggigiti kandang, tempat minum, dan juga benda benda di sekitarnya yang bisa dijangkau.
DAFTAR PUSTAKA
Ambarningrum,T.B., Arthadi, P. Hery, dan P. Slamet. 2007. Ekstrak Kulit Jengkol (Pithecellobium lobatum): PengaruhnyaSebagai Anti Makan Dan Terhadap Efisiensi Pemanfaatan MakananLarva Instar V Heliothis armigera. J. Sains
MIPA13:165-170
Asmaliyah., E.E.H. Wati, S. Utami, K. Mulyadi, Yudhistira.,dan F.W. Sari. 2010. Pengenalan Tumbuhan Penghasil Pestisida Nabati dan Pemanfaatannya secara Tradisional.Kementerian Kehutanan Badan Penelitian Dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian Dan Pengembangan Produktivitas Hutan.
Astuti,U,P., T. Wahyuni, danB. Honorita. 2013. Pembuatan Pestisida Nabati Mendukung Pengembangan Kawasan Rumah Pangan Lestari Di Provinsi Bengkulu. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (Bptp). Bengkulu
Baco, D. 2011. Pengendalian Tikus Pada Tanaman Padi Melalui Pendekatan Ekologi.Pengembangan Inovasi Pertanian 4:47-62
Cahyono, W,E. 2011. Kajian Tingkat Pencemaran Sulfur Dioksida dari Industri Di Beberapa Daerah Di Indonesia. Penelitian Pusat Pemanfaatan Sains Afmosfer dan Iklim. Pelita Dirgantara12:132-137
Dedi, Sarbino, dan E. Hendarti. 2013. Uji preferensi beberapa jenis bahan untuk dijadikan umpan tikus sawah (Rattus argentiventer). Universitas Tanjung Pura.
untan.ac.id/index.php/jspp/article/view/2625/2615 [10 September 2015]
Dewi, D,I. 2010. Tikus sawah (Rattus argentiventer, robinson & kloss 1916).
J.Litbang P2B2 Banjarnegara 2:22-23
Diperta. 2013. Ekologi Tikus. Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Propinsi Jawa Barat.
Dinpertan. 2014. Waspada Serangan Tikus. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa Tengah.
Fitri, Y, A. 2013. Penggunaan Pestisida Dalam Penerapan Konsep PHT. Kementrian Pertanian, Direktorat Jenderal Perkebunan, Direktorat Perlindungan Perkebuna
/310 –mengenal –perilaku -dan- kebiasaan-tikus[22 Desember 2014]
Hanafiah, K, A. 2012. Rancangan Percobaan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta
Harjadi,W.1990.IlmuKimiaAnalitikDasar. PT.Gramedia. Jakarta
Invadalam, L,M. 2014. Uji keefektifan enam jenis perangkap dalam Pengendalian tikus sawah (Rattus argentiventer) J. Agribisnis Kepulauan2:38-46
Irsan, C.,M.U. Harun,dan E. Saleh. 2014. Pengendalian Tikus dan Walang Sangit di Padi Organik Sawah Lebak. Prosiding. Seminar Nasional Lahan Suboptimal. 26-27 September 2014. Palembang. 1491-1499.
Januarsi, R. 2010. Kajian Tentang Pengetahuan dan Tindakan Petani dalam Pengelolaan Hama Tikus PadaPertanaman Padi Di Kabupaten PinrangSulawesi Selatan. Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Kandun, I, N. 2008. Pedoman Pengendalian Tikus Khusus Di Rumah Sakit. Depertemen Kesehatan RI. Jakarta
Karyanto, P. 2005. Pola Konsumsi Tikus Sawah (Ratlus atgentiventet Rob. & Kloss) pada Persawahan Tanam tidak Serempak. Bioedukasi 2:42-48
Lastella, G., C. Testa, G. Cornacchia, M. Notornicole, F. Voltasio and V. K. Sharma, Anaerobic Digestion of Semi-Solid Organic Waste : biogas production and its purification Energy Conversion ang management.43:63-75
Litbang. 2013. Pengendalian Hama Tikus secara Terpadu. Inovasi Teknologi Padi dan Palawija. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Martin, G.J., M. Sianturi, dan Y. Tarigan. 1990. Vertebrate Pest Management
Course. Proyek Pengembangan Tanaman Perkebunan Bekerjasama dengan
Lembaga Pendidikan Perkebunan. Medan
Martin,P. danP. Beteson. 1988. Measuring Behaviour, An Introduction Guide. 2nd Ed.Cambridge University Press. Cambridge
Master Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Serang
serangkab.go.id/index.php/berita/202-pengendalian-hama-tikus [13 April 2015]
Natawigena, H.W.D. 1993. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman Pangan. TrigendaKarya. Bandung
Ni, K.P. 2014. Pengendalian Hama Tikus. Materi Penyuluhan Wibi Bpp Kota Tulungagung Jatim
hama-tikus-untuk-materi.html [13 April 2015]
Nugroho, C., Idris., dan R.D.T Widjanarko. 2009. Bioekologi Tikus Sawah Sebagai Pengetahuan Dasar dalam Tindakan Pengendalian. Buletin Teknologi
dan Informasi Pertanian 2:54-66
Nurbani. 2011. Tikus Sawah (Rattus argentiventer). Balai Pengkajian teknologi Pertanian. Kalimantan Timur
Nursyamsi, D., S. Asikin, dan D. Cahyana. 2013. Jurus Klasik Pengusir Tikus. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra). Banjarbaru.http://
balittra.litbang.pertanian.go.id/index.php?option=com_content&view=article &id=258: jurus-klasik-pengusir-tikus-&catid=13:info-aktual [13 April 2015]
Pakki,T., M. Taufik, dan A.M Adnan. 2009.Studi Potensi Rodentisida Nabati Biji Jengkol untuk Pengendalian Hama Tikus pada Tanaman Jagung. Prosiding. Seminar Nasional Serealia.Balai Penelitian Tanaman Serealia Sulawesi Tenggara. 378-382
Purwanto. 2009. Pengujian Tiga Jenis Rempah-Rempah Sebagai Repelen Terhadap Tikus Rumah (Rattus Rattus Diardii Linn.) dan Tikus Pohon (Rattus Tiomanicus Mill.). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Rosman, T.S. 2007. Pengaruh Ekstrak Daun Tembakau (Nicotiana tabacum), Biji Mimba (Azadirachta indica), dan Daun Paitan (Tithonia diversifolia) Terhadap Kutu Daun Toxoptera citricidus Pada Tanaman Jeruk (Citrus sp). Skripsi. Universitas Islam Negeri Malang. Malang
Rusdy, A dan I. Fatmal. 2008. Preferensi tikus (Rattus argentiventer) terhadap jenis Umpan pada tanaman padi sawah.J. Floratek 3: 68-73
Sakinah, N. 2010. Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Tanaman Jengkol (Pithecellobium jiringa (Jack) Prain.) Terhadap Bakteri
Streptococcus mutans, Staphylococcus aureus Dan Escherichia coli. Skripsi.
Universitas Sumatera Utara. Medan.
Siregar, H. 1981. Budidaya Tanaman Padi Indonesia. Penerbit P.T Sastra Hudaya. Yogyakarta
Sitepu, P. 2008. Pengujian Efektivitas Beberapa Fumigan Terhadap Tikus Sawah
Rattus argentiventer (Rob.&Klo.). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
North Carolina, Chapel Hill.
Solikhin dan Purnomo. 2008. Preferensi Tikus Sawah (Rattus-rattus argentiventer) dan Pengaruhnya Terhadap Pola Kerusakan Padi Varietas Dodokan dan Cianjur.
J. HPT Tropika8:23-30
Sudarmaji dan N.A Herawati. 2011.Inovasi Teknoligi Pengendalian Tikus. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Selatan.
_____________________________ . Mengenal Tikus Sawah. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Jawa Barat. http://www.litbang. pertanian.go.id/
download/one/309/file/Mengenal-tikus- Sawah.pdf[13 April 2015]
Sudarmaji. 2010. Pembentukan Formulasi Umpan untuk Pengendalian Fertilitas Tikus Sawah dengan Sterilitas 100% dan Bersifat Permanen. Laporan Akhir Program Insentif Riset Terapan Bidang Ketahanan Pangan. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi, Jawa Barat.
________. 2011. Tikus Sawah (Rattus argentiventer). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur. Kementrian Pertanian. Kalimantan Timur..
http://www.litbang. pertanian.go.id/ download/one/309/file/ tikus- Sawah.pdf [13
April 2015]
Tito ,S.I., B. Yanuwiadi,danC. Sulistya. 2011. Pengaruh gelombang ultrasonik jangkrik (Acheta domesticus) terhadap Pola perilaku makan pasif dan gerak pasif Tikus sawah (Rattus argentiventer). Jurnal PAL Universitas Brawijaya, 2:72-139.
Triharso. 1996. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman. Fakultas Pertanian. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium VertebrataBalai Besar
Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan yang beralamat Di Jl. Asrama No
124. Pondok Kelapa, Medan dari bulan November 2015 hingga Februari 2016.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah plastik,
lakban, pakan tikus umpan dibuat dari campuran tepung gandum, gula pasir, gula
merah, parafin, tepung ikan, tepung kemiri, minyak goreng, telur, MSG, kalsium
propionat, sodium benzoate, vitamin E, tikus sawah, air, sekam, dan kulit buah
jengkol yang sudah tua.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan,
blender,cawan petri,sendok, gelas ukur, nampan,ember, pisau, gunting, meteran,
cetakan umpan, gelas ukur, termometer, kompor, kuali, wadah baskom, saringan,
kalkulator, kandang tikus, perangkap tikus yang sudah di modifikasi dari kawat
dan bumbung dari pipa.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Non
Faktorial dengan 5 perlakuanmasing-masing 1 ekor tikus jantan dewasa dan setiap
perlakuan diulang 3kali yaitu:
K0 = Tanpa pemberian larutan kulit buahjengkol
K3 = Pemberian larutan600 g kulit buah jengkol/liter air K4 = Pemberian larutan800 g kulit buah jengkol/liter air
Jumlah kurungan : 5 buah
Jumlah tikus perkurungan uji : 1 ekor tikus jantan
Jumlah tikus yang digunakan : 15 ekor
Berat tikus yang akan digunakan berkisar antara 100 – 160 gram.
Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam berdasarkan
model linier berikut:
Yij = μ + Ti + Bj + εijk
i = 1, 2, j = 1, 2 Keterangan :
Yij = Respon atau nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j μ = Nilai tengah umum
Ti = Pengaruh perlakuan ke-i
Bj = Pengaruh blok ke-j
εijk = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan i dan ulangan
ke-j(Hanafiah, 2012).
Peubah Amatan
Bobot tikus sawah
Tikus sawah ditimbang pada awal dan akhir penelitian yang di uji selama
lima hari setelah pemberian umpan. Bobot tikus sawah ditimbang dengan
timbangan. Menurut Martin, et al,(1990), perhitungan bobot tikus sawah
Bobot tikus sawah (gr) = Berat akhir – Berat awal
Tingkat konsumsi pakan tikus sawah
Tingkat konsumsi pakan umpan dihitung dengan rumus :
Tingkat konsumsi pakan umpan = bobot umpan awal – bobot umpan akhir
(Martin, et al, 1990).
Semua data konsumsi yang diperoleh dari pengujian umpan makan tikus sawah
dan tikus pohon dikonversi terlebih dahulu ke dalam 100 g bobot tikus, dengan
rumus sebagai berikut:
Konversi umpan = Bobot umpan yang dikonsumsi (g) x 100% Rata-rata bobot tubuh tikus (g)
(Melinda, 2013)
Perilaku tikus
Perilaku tikus sawah diamati dengan menggunakan analisiskuantitatif
dengan metode one zero (ada (1) atau tidak (0) aktivitas objek yang diuji) yaitu
persentase nilai kejadian setiapperilaku dari keseluruhan nilai setiap
perilakudengan rumus :
A = B/C x 100%
Keterangan:
A: Persentase frekuensi/ intensitas waktu
B: Frekuensi/ intensitas aktivitas selamapengamatan
C: Total frekuensi/ intensitas aktivitas selamapengamatan (Martin dan Beteson,
Penyediaan kulit jengkol
Kulit buahjengkol diambil dari pasar tradisional kecamatan Helvetia,
Medan yang sengaja dibuang karena dianggap limbah yang tidak memiliki nilai
ekonomi.Kemudian di pilih kulit buah jengkol yang sudah tua lalu dicuci dengan
air dan ditiriskan ± 15 menit.
Pembuatan pakan tikus
Umpan dibuat dari campuran tepung gandum, gula pasir, gula merah,
parafin, tepung ikan, tepung kemiri, minyak goreng, telur, MSG, kalsium
propionat, sodium benzoate, vitamin E dan air
Langkah-langkah pembuatan umpan per 1000gr:
Ditimbang tepung gandum 600gr, gula pasir 25gr, gula merah 25gr, parafin 200gr,
tepung ikan 50gr, tepung kemiri 5gr, minyak goreng 10gr, telur 25gr, MSG 5gr,
kalsium propionat 25gr, sodium benzoat 25gr, vitamin E 5gr dan air 150 ml.
Semua bahan yang telah ditimbang (kecuali parafin,gula merah dan gula pasir)
dicampurkan sampai rata, sedangkan gula merah dan gula pasir dicairkan pada air
150ml kemudian dimasak sampai berbentuk karamel.
Setelah gula merah sudah mengental kemudian dicampur dengan parafin lalu
dimasak sampai parafin mencair. Kemudian bahan (tepung gandum, tepung ikan,
tepung kemiri, minyak goreng, telur, MSG, kalsium propionat, sodium benzoate,
vitamin E ) yang telah diaduk rata kemudian dimasak sambil digonseng selama 20
menit pada suhu maksimal 60oC.
Kemudian diangkat dan dicetak dengan menggunakan cetakan umpan yang telah
Umpan yang telah dimasukkan kecetakan ditunggu sampai dingin kemudian baru
bisa dikeluarkan dari cetakan.
Penyediaan Tikus Uji
Tikus sawah yang digunakan adalah tikus sawah jantan sebanyak 15 ekor
dengan berat tubuh berkisar 100-160 gr. Tikus sawah ditangkap dengan
menggunakan perangkap yang berasal dari daerah persawahan sekitar kampus
Universitas Sumatera Utara, Kampung Susuk. Hasil tangkapan dari lapangan
ditimbang dan diadaptasi dengan lingkungan penelitian selama 3 hari dan diberi
makan umpan.
Persiapan kurungan uji.
Kurungan yang digunakan sebagai tempat dilakukan pengujian (baik untuk
perlakuan pemberian larutan biji jengkol maupun untuk kontrol) terbuat dari
kawat berbentuk kotak yang berukuran 80 cm x 70 cm x 40 cm. Kurungan uji
tersebut ditutup dengan plastik transparan dan diberikan sedikit ventilasi kecil
agar tidak menghilangkan bau kulit jengkol yang diaplikasikan.
Pembuatan repelan dari larutankulit buah jengkol
Repelan nabati yang digunakan dalam penelitian ini adalah larutan kulit
buah jengkol. Pembuatan repelan nabati di lakukan dengan cara:
Memilih kulit buah jengkol yang sudah tua.
Kemudian kulit buah jengkol di cuci dan ditiriskan ± 15 menit
Sebelum dihaluskan dengan blender kulit jengkol dipotong kecil kecil lalu
buah jengkol/liter air.
Larutan kulit buah jengkol yang telah halus di diamkan selama ±24 jam untuk
mendapatkan aroma yang menyengat yang disebabkan kandungan sulfur pada
kulit buah jengkol (Sakinah, 2010).
Setelah didiamkan selama ±24 jam kemudian dimasukkan ke dalam kurungan uji
yang di dalamnya ada tikus uji, kemudian tutup botol yang digunakan kemudian
dibuka.
Uji repelan dari larutan kulit buah jengkol
Penelitian disusun dalam tabulasi sederhana dengan 5 perlakuan yang
diulang sebanyak 3 kali sehingga terdapat 15 unit perlakuan. Setiap unit
menggunakan 1 ekor tikus sawah jantan sebagai hewan uji. Perlakuan yang
dicobakan adalah sebagai berikut:
K0 = Tanpa pemberian larutan kulit buah jengkol K1 = Pemberian larutan 200 g kulit buahjengkol/liter air K2 = Pemberian larutan400 g kulit buahjengkol/liter air K3 = Pemberian larutan600 g kulit buahjengkol/liter air K4 = Pemberian larutan800 g kulitbuah jengkol/liter air
Langka-langkah dalam kegiatan ini diantaranya sebagai bertikut:
Menyiapkan kurungan uji tikus yang terbuat dari kawat sebanyak 15 buah dan
pada lantai dasar diberikan sekam untuk alas kurungan uji dan juga bumbung
Memasukkan tikus sawah jantan yang diambil dari lapangan (diadaptasi dengan
lingkungan penelitian selama 3 hari dan diberi makan umpan) satu ekor tikus
sawah tiap kurungan uji.
Memasukkan repelan nabati dari larutan kulit buah jengkol pada kurungan uji
sesuai perlakuan masing-masing 100 ml.
Bobot Tubuh Tikus(gr)
Data pengamatan pengaruh larutan kulit buah tanaman jengkol (Phitecellobium
lobatum )terhadap penurunan bobot tubuh tikus (Rattus argentiventer Robb &
Kloss.) (Tabel 1).
Tabel 1. Pengaruh larutan kulit buah jengkol (Phitecellobium lobatum )terhadap penurunan bobot tubuh tikus (Rattus argentiventer Robb & Kloss.)
Perlakuan 1 HSA 5HSA
Penurunan bobot tikus (gr)
K0 120,6 122,6 2,0
K1 120,0 118,3 -1,7
K2 128,3 126,3 -2,0
K3 141,3 139,0 -2,3
K4 123,3 120 -3,3
Keterangan : K0 (Kontrol); K1 (200gr/L); K2 (400gr/L); K3 (600gr/L); K4 (800gr/L)
Tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan larutan kulit buah jengkolmempengaruhi
bobot tikus sawah. Hasil pengamatan penelitian pada perlakuan 800g/L
merupakan penurunan bobot paling tinggi yaitu 3,3gr dari berat awal bobot tikus
kemudian berturut turut pada perlakuan 600g/L (2,3gr), 400gr/L (2,0gr) dan
200gr/L (1,7gr) yang disebabkan oleh bau yang berasal dari larutan kulit buah
jengkol yang mengganggu indra penciuman tikus. Sedangkan pada perlakuan
kontrol bobot tikus bertambah sebesar 2 gr dari bobot awal.
Tingkat Konsumsi Pakan Tikus Sawah (gr)
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pengaruh larutan kulit buah
jengkol (Phitecellobium lobatum ) terhadaptingkat konsumsi pakan R.
argentiventer menunjukkan hasil yang berpengaruh nyata (Tabel 2).
Tabel 2. Pengaruh larutan kulit buah jengkol (Phitecellobium lobatum )terhadap tingkat konsumsi pakan tikus (Rattus argentiventer Robb & Kloss.)
Perlakuan
Tingkat konsumsi pakan (gr) pada 1-5 hari setelah aplikasi (HSA)
1 2 3 4 5
HSA HSA HSA HSA HSA
KO 17,67a 17,67a 17,67a 17,00a 17,67a K1 16,00ab 16,67ab 16,00ab 16,00ab 15,67ab K2 14,33b 14,00bc 14,33b 14,67ab 14,33b K3 10,67c 11,67cd 10,67c 12,33bc 13,33bc K4 9,00c 9,33d 9,00c 10,33c 11,33c
Gambar 4. Grafik pengaruh larutan kulit buah tanaman jengkol (Phitecellobium lobatum ) terhadap konsumsi makan tikus (Rattus argentiventer Robb & Kloss.)
Tabel 2 menunjukkan bahwa pada hari pertama setelah aplikasiKontrol(17,67gr)
tingkat konsumsi pakan tikus berbeda nyata dengan perlakuan 200gr/L (16,00gr),
400gr/L (14,33gr), 600gr/L (10,67gr) dan 800gr/L(9,00gr). Hal ini terus terjadi
hingga hari terakhir pengamatan (5 HSA), dimana kontrol (17,67gr) berbeda
nyata dengan perlakuan 200gr/L (15,67gr), 400gr/L (14,33gr), 600gr/L (13,33gr)
dan 800gr/L (11,33gr).
Dapat di lihat bahwa tingkat konsumsi pakan tikus sawah tertinggi terdapat pada
kontrol (17,67gr) dibandingkan perlakuan 200gr/L (15,67gr), 400gr/L(14,33gr),
600gr/L (13,33gr) dan 800gr/L (11,33gr).Hal ini disebabkan karena perbedaan
konsentrasi dari masing-masing perlakuan yang dapat mempengaruhi indra
penciuman tikus yang menyebabkan tingkat konsumsi pakan tikus sawah
menurun. Indra penciuman tikus memiliki dua jenis reseptor yang berbeda.
Ketikakondisi normal reseptor berfungsi mengidentifikasi bau. Reseptor
kemudian mengirimkaninformasi ke otak untuk mengsosialisasikan bau dengan
tidak layak untuk dikonsumsi atau adabahaya yang mengancam kehidupannya
karena potensi perkembangbiakan tikus sangatdipengaruhi oleh jumlah dan
kualitas makanan yang tersedia dan lingkungan yang dianggap berbahaya
(Ivakdalam, 2014).
Tingkat konsumsi pakan tikus sawah terendah terdapat pada 800gr/L
(11,33gr). Menurunnya tingkat konsumsi bahan pakan tikus sebesar 11,33 persen
disebabkan karena, bahan cairan lebih banyakmenyebar ke udara.Hal ini
memudahkan tikus mengenali bahaya karena, tikus memiliki sifatselektif terhadap
pakan yang di temukan sebelum dikonsumsi. Ketika tikus mengamati lingkungan
dengan hidung untuk mencium bau pakan, tikusakan mengalami perbedaan atau
adanya gangguan yang menyengat indra penciuman yaitu bau dari larutan kulit
buah jengkol yang menyebabkantimbulkecurigaan tikus terhadap pakan yang ada
dan memilih untuk mempertahankanhidup dengan tidak makan bahkan cenderung
menghindari pakan.
Tabel 3. Konversi umpan per 100 gr bobot tubuh tikus sawah (Rattus
argentiventer Robb & Kloss.)
Perlakuan Rerata jumlah umpan Rerata
bobot Konversi yang dikonsumsi (gr) tikus (gr) umpan
K0 17,60 159,75 11,02
K1 15,87 119,17 13,31
K2 14,40 127,17 11,32
K3 12,47 140,17 8,89
K4 9,70 121,83 7,96
& Kloss.) tertinggi pada perlakuan 200gr/L sebesar 13,31gr sedangkan terendah
pada perlakuan 800gr/L sebesar 7,96 gr.
Perilaku Tikus Sawah
Pengamatan terhadap perilaku tikus sawah yang diberi perlakuan larutan kulit buah
jengkol secara rinci pada setiap perlakuan disajikan pada diagram berikut:
Gambar 5. Diagram pengamatan perilaku perlakuan kontrol tikus sawah (Rattus argentiventer Robb & Kloss.) Keterangan : MB (masuk ke bumbung); MML (meletakkan makanan di lantai); MMB (membawa makanan ke bumbung); MK (menggigit kandang); MTMM (mengigit tempat makan/minum)
Hasil pengamatanbeberapa aktivitasharian pada tikus uji perlakuan kontrol
disajikan pada Gambar 5. Sebanyak lima kegiatan yang biasa dilakukan tikus
sawahdan kegiatan masuk ke bumbung atau perilaku istirahat merupakan aktivitas
yang paling sering dilakukan yaitu sebanyak 48%, kemudian diikuti dengan
aktivitas lain meletakkan makanan di lantai sebesar 27%, menggigit kandang
sebesar 12%, menggigit tempat makan/minum sebesar 12%, dan terendah dari
aktivitas tersebut adalah membawa makanan kebumbung 1% hal itu disebabkan
Gambar6. Diagram pengamatan perilaku perlakuan K1 (200gr/L) tikus sawah (Rattus argentiventer Robb & Kloss.) Keterangan : AMK (air mata keluar); BKK (bergerak kesana kemari); BS (bernafas sesak) ; GSB (gerak salto berulang kali); MB (masuk ke bumbung);MMB (membawa makanan ke bumbung); MML (meletakkan makanan di lantai); MK (menggigit kandang); MTMM (mengigit tempat makan/minum); TAB (tidak aktif bergerak)
Tikus sawah yang digunakan sebagai hewan uji menunjukkan perilaku yang
berbeda pada setiap perlakuan. Pada pada perlakuan pemberian larutan kulit
jengkol 200gr/L dapat dilihat bahwa tikus sawahmenunjukkan perilaku yang
berbeda dari perilaku tanpa pemberian larutan kulit jengkol yang disebabkan
akibat efek dari pemberian larutan jengkol yaitu tidak aktif bergerak, air mata
keluar, bergerak kesana kemari, bernafas sesak, gerak salto berulang kali.Aroma
yang berasal dari larutan kulit jengkol mengganggu indra penciuman tikus,
dimana indra penciuman tersebut sangat sensitif (Wiasih dkk, 2013) menyebabkan
tikus tidak betah untuk beberapa waktu. Namun aroma kulit jengkol tidak dapat
bertahan dengan lama karena teroksidasi dengan udara yang keluar masuk dari
pentilasi kurungan uji. Aroma bau pada kulit jengkol disebabkan oleh asam amino
yang terkandung dalam tanaman jengkol yang terdegradasi. Hal tersebut sesuai
terdegradasi akan terpecah-pecah menjadi komponen yang lebih kecil. Salah satu
gas yang terbentuk dengan unsur itu adalah gas H2S yang terkenal sangat bau.
Gambar 7. Diagram pengamatan perilaku perlakuan K2 (400gr/L) tikus sawah (Rattus argentiventer Robb & Kloss.) Keterangan : AMK (air mata keluar); BKK (bergerak kesana kemari); BS (bernafas sesak); DTP (daun telinga pucat); GSB (gerak salto berulang kali); MB (masuk ke bumbung);MMB (membawa makanan ke bumbung); MML (meletakkan makanan di lantai); MK (menggigit kandang); MTMM (mengigit tempat makan/minum); TAB (tidak aktif bergerak); KMM (kelopak mata menurun); KNM(kurang nafsu makan)
Perilaku kurang nafsu makan tikus sawahpada perlakuan pemberian larutan kulit
jengkol 400gr/L (10%) merupakan persentase tertinggi tinggi setelah perlakuan
pemberian larutan kulit jengkol 600gr/L yaitu sebesar 10,18%. Selain itu juga
perilaku yang tidak normal nampak pada perlakuan ini diantaranya daun telinga
Gambar 8. Diagram pengamatan perilaku perlakuan K2 (600gr/L) tikus sawah (Rattus argentiventer Robb & Kloss.) Keterangan :ALK (air liur keluar); ASKK (air seni kuning kemerahan); AMK (air mata keluar);BS/ML (berjalan sempoyongan/ menyusur di lantai) BKK (bergerak kesana kemari); BS (bernafas sesak); DTP (daun telinga pucat); EBB (ekor bergerak bergelombang); GSB (gerak salto berulang kali); KK (kejang kejang); KCH (keluar cairan dari hidung); M (menggigil); MB (masuk ke bumbung);MMB (membawa makanan ke bumbung); MML (meletakkan makanan di lantai); MK (menggigit kandang); MTMM (mengigit tempat makan/minum); TAB (tidak aktif bergerak); KMM (kelopak mata menurun); KNM(kurang nafsu makan)
Perilaku tikus sawah pada perlakuan pemberian larutan kulit jengkol 600gr/L
menunjukkan perilaku yang bermacam macam yang berbeda dari perilaku pada
perlakuan kontrol, 200gr/L, 400gr/l yaitu dimana perlakuan kurang nafsu makan
tertinggi pada perlakuan 600gr/L yaitu sebesar 10,18% selain itu terdapat perilaku
air liur keluar (4%), air seni kuning kemerahan (2%), berjalan
semponyongan/menyusur di lantai (9%), ekor bergerak bergelombang (2%),
Gambar 9. Diagram pengamatan perilaku perlakuan K4 (800gr/L) tikus sawah (Rattus argentiventer Robb & Kloss.) Keterangan :ALK (air liur keluar); ASKK (air seni kuning kemerahan); AMK (air mata keluar);BS/ML (berjalan sempoyongan/ menyusur di lantai) BKK (bergerak kesana kemari); BS (bernafas sesak); DTP (daun telinga pucat); EBB (ekor bergerak bergelombang); GSB (gerak salto berulang kali); KK (kejang kejang); KCH (keluar cairan dari hidung); M (menggigil); MB (masuk ke bumbung);MMB (membawa makanan ke bumbung); MML (meletakkan makanan di lantai); MK (menggigit kandang); MTMM (mengigit tempat makan/minum); TAB (tidak aktif bergerak); KMM (kelopak mata menurun); KNM(kurang nafsu makan)
Perilaku tikus sawah pada perlakuan pemberian larutan kulit jengkol 800gr/L
menunjukkan perilaku yang sama dengan perlakuan pemberian larutan kulit
jengkol 600gr/L yaitu selama pengamatan 0 sampai 5 hari setelah aplikasi
terdapat 20 perilaku tikus sawah : air liur keluar, air seni kuning kemerahan, air
mata keluar, berjalan sempoyongan/ menyusur di lantai, bergerak kesana kemari,
bernafas sesak, daun telinga pucat, ekor bergerak bergelombang, gerak salto
berulang kali, kejang kejang, keluar cairan dari hidung, menggigil, masuk ke
bumbung, membawa makanan ke bumbung, meletakkan makanan di lantai,
menggigit kandang, mengigit tempat makan/minum, tidak aktif bergerak, kelopak
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Aplikasi larutan kulit buah jengkolberpengaruh terhadap penurunan bobot tikus
sawah pada perlakuan 200gr/L (1,7gr), 400gr/L (2,0gr), 600g/L (2,3gr) dan
800g/L (3,3gr).
Larutan kulit buah jengkol (Phitecellobium lobatum ) terhadapR. argentiventer
menunjukkan hasil yang berpengaruh nyata terhadap konsumsi makan tikus
sawah.
Aroma bau yang berasal dari larutan kulit jengkol bisa bertahan rata rata 4-5 hari
yang disebabkan teroksidasi dengan udara luar.
Perilaku tikus sawah pada perlakuan 200gr/L, 400gr/L, 600g/L dan 800g/L
memiliki persamaan yaitu air mata keluar, bergerak kesana kemari, bernafas
sesak, gerak salto berulang, kurang nafsu makan, dan tidak aktif bergerak.
Saran
Untuk aplikasi di lapangan sebaiknya dilakukan dengan memberikan
Biologi Tikus Sawah(Rattus argentiventer (Rob & Kloss))
Kedudukan taksonomi tikus sawah menurut Nugroho, et al(2009) adalah
sebagai berikut:
Kingdom
Filum
Sub-Filum :Vertebrata
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies :Rattus argentiventer(Rob & Kloss)
Tikus sawah (Rattus argentiventer Rob & Kloss) merupakan hama utama
tanamanpadi dari golongan mammalia (binatang menyusui), yang mempunyai
sifat-sifat yang sangatberbeda dibandingkan jenis hama utama padi lainnya
(Sudarmaji, 2010).Tikus sawah dapat berkembang biak mulai umur 1,5-5 bulan.
Setelah kawin, masa bunting memerlukan waktu 21 hari. Seekor tikus betina
melahirkan rata-rata 8 ekor anak setiap kali melahirkan, dan mampu kawin lagi
dalam tempo 48 jam setelah melahirkan serta mampu hamil sambil menyusui
dalam waktu yang bersamaan. Selama satu tahun seekor betina dapat melahirkan
4 kali, sehingga dalam satu tahun dapat dilahirkan 32 ekor anak, dan populasi dari
satu pasang tikus tersebut dapat mencapai + 1200 ekor turunan (Diperta, 2013 dan
Ni, 2014).
Tikus memiliki indra pencium yang baik sehingga dapatmencium bau pakan yang
disukai, tikus lainataupun predator. Indra peraba juga berkembang sangat baik,
yang terdiri atasrambut panjang di antara bulu-bulu halusdi seluruh tubuh dan
kumis untuk mengenali musuhnya dan dapat bergerak aktifpada malam hari.
Indra pendengar tikusdapat menangkap getaran suara melampaui kemampuan
indra pendengar manusia.Indra pendengar tikus memberi responsterbaik pada 40
KHz dan mampu menangkap suara pada frekuensi 100 KHz,meskipun spesies
Rattus argentiventertidakterpengaruh aktivitas makan dan geraknyaapabila diberi
sinyal pada frekuensi tersebut dari jarak 4 m. Indra perasa tikus jugaberkembang
dengan baik, dan mampumendeteksi bahan-bahan bersifat toksik,rasa pahit, dan
rasa tidak enak (Baco, 2011)
Indra penciuman tikus memiliki dua jenis reseptor yang berbeda. Ketikakondisi
seperti bau yang tidakmenyenangkan, bau busuk yang artinya makanan tidak
layak untuk dikonsumsi atau adabahaya yang mengancam kehidupannya karena
potensi perkembangbiakan tikus sangatdipengaruhi oleh jumlah dan kualitas
makanan yang tersedia dan lingkungan yang dianggap berbahaya
(Ivakdalam, 2014) .
Salah satu ciri terpenting dari tikus sebagai ordo rodentia (hewan pengerat)adalah
kemampuannya untuk mengerat benda-benda keras. Supaya dapatmengurangi
pertumbuhan gigi serinya yang tumbuh secara terus-menerus.Aktivitas mengerat
berlangsung selama hidupnya, tetapi hasil pengeratan masihkalah cepat
dibandingkan pertumbuhan gigi serinya (Januarsi, 2010).
Kemampuan alat indra tikus antara lain:
Menyentuh; sangat membantu dalam orientasi dan kewaspadaan terhadap ada atau
tidaknya rintangan di depannya., Mendengar; tikus sangat sensitive terhadap suara
yang mendadak disamping itu tikus dapat mendengar suaa ultra., Melihat; mata
tikus khusus untuk melihat pada malam hari., Mengecap; rasa mengecap pada
tikus sangat berkembang dengan baik, tikus dapat mendeteksi dan menolak air
minum yang mengandung senyawa racun (Kandun, 2008).
Sebagai mamalia omnivora tikus sawah tetap selektif dalam memilih
pakan yang dikonsumsi. Gizi yang seimbang dengan komposisi material hewani
dan nabati selalu dikonsumsi untuk mempertahankan status gizi yang baik.
Material hewani dan nabati tersebut dipilih secara selektif dan selalu waspada
Perilaku Tikus Sawah
Tikus termasuk hama kedua terpenting pada tanaman padi di Indonesia.Ini perlu
mendapat perhatian khusus di samping hama lainnya.Karena kehilangan hasil
produksi akibat serangan hama tikus cukup tinggi. Usaha untuk mengendalikan
tikus ini sudah banyak dilakukan oleh para petani,mulai dari sanitasi,kultur
teknik,fisik,cara hayati,mekanik dan kimia.Namun diakui,bahwa cara-cara
pengendalian tersebut belum dilakukan secara terpadu,sehingga harapan untuk
menekan populasi tikus pada tingkat yang tidak merugikan ternyata sulit dicapai
(Dinpertan, 2014).
Perilaku sosial tikus sawah mencakup perilaku menjaga wilayah kekuasaannya
(territorial) dan tingkatan sosial. Pada kerapatan populasi rendah hingga sedang,
seekor jantan dominan paling berkuasa atas sumber pakan, jalur jalan, lokasi
bersarang, dan tikus betina dalam kelompoknya (Dewi, 2010).
Seperti halnya makhluk hidup lain, tikus memiliki indera yang mendukung
segala aktivitas kehidupannya. Diantara kelima indera yang dimiliki oleh tikus
hanya indera penglihatan yang kurang berkembang dengan baik. Indera yang
paling berkembang dengan baik dan menjadi andalan bagi tikus dalam mendeteksi
lingkungan sekitarnya adalah indera penciuman dan pendengaran(Purwanto, 2009)
Kondisi yang menguntungkan bagi tikus adalah areal dengan banyak
pematang,tanggul-tanggul,tumpukan jerami, semak-semak dan gulma.
Tikus hidup dalam liang yang dibuat disekitar pertanaman.Liang berfungsi
sebagai tempat berlindung dan berkembang biak.Liang tikus biasannya
mempunyai pintu masuk utama yang berakhir dengan satu atau dua jalan keluar
ditinggalkan oleh tikus, tidak digunakan lagi oleh tikus lainnnya (Ni, 2014)
Tikus sawah hidup berkelompok dan berdomisili dikawasan yang cukup memberi
perlindungan sumber makanan. Dalam kelompok terdapat ajang kekuasaan,
biasanya tikus jantan yang kuat diantara jantan dewasa adalah yang sangat
berkuasa. Tikus penguasa tersebut akan melindungi selurh anggota kelompoknya
pada kawasan teritorialnya. Kawasan tersebut dipertahankan oleh anggota
kelompokuntuk tidak dimasuki oleh pendatang. Demikian juga tikus betina yang
bunting atau yang sedang memelihara anaknya dapat bertindak sebagai pelindung
sarang dan kawasan di sekitar sarang tersebut (Hamdan, 2013).
Tikus menyerang padi pada malam hari. Pada siang harinya, tikus bersembunyi di
dalam lubang pada tanggul-tanggul irigasi, jalan sawah, pematang, dan daerah
perkampungan dekat sawah. Pada periode bera, sebagian besar tikus bermigrasi ke
daerah perkampungan dekat sawah dan akan kembali lagi ke sawah setelah
pertanaman padi menjelang generatif (Master, 2013).
Tikus tergolong dalam hewan omnivora yang memanfaatkan berbagai jenis
makanan untuk bertahan hidup. Komposisi pakan yang dikonsumsinya tergantung
pada kondisi lingkungan dan pertanaman padi (Nugroho, 2009)
Pola umum kerusakan (serangan) tikus di areal persawahan biasa ditemukan
menyerupai stadion sepakbola dengan bagian tengah lebih pendek karena rusak
terserang dan sering menyisakan bagian pinggir saja yang tidak terserang. Pola
tersebut tampaknya tidak hanya berlaku (bisa terjadi) pada varietas padi yang
syarat jika areal tersebut ditanami varietas yang seragam (Solikhin dan Purnomo,
2008)
Pengendalian Tikus Sawah
Tikus sawah (Rattus argentiventer) merupakan salah satu hama penting padi di
lndonesia yang relatif sulit dikendalikan. Hama tersebut menyerang persawahan
maupun perkebunan dengan luas dan intensitas serangan tinggi, sehingga
menimbulkan kerusakan dan kerugian yang tinggi. Tingkat kesulitan yang tinggi
tersebut berhubungan dengan banyak faktor, salah satunya adalah dengan sifat
konsumsinya yang mampu beradaptasi terhadap setiap jenis pakan yang dijumpai.
Secara umum tikus sawah tersebut merupakan binatang omnivora (Karyanto,
2005).
Pengendalian tikus sawah dilakukan dengan pendekatan yang sangat berbeda
dengan pengendalian untuk hama padi lainnya. Pengendalian hama tikus
dilakukan dengan pendekatan pengendalian hama tikus terpadu (PHTT) yaitu
pengendalian tikus yang didasarkan pada pemahaman ekologi tikus, dilakukan
secara dini, intensif dan berkelanjutan dengan memanfaatkan teknologi
pengendalian yang sesuai dan tepat waktu. Pelaksanaan pengendalian dilakukan
oleh petani secara bersama-sama (berkelompok) dan terkoordinir dengan cakupan
sasaran pengendalian dalam skala luas (Litbang, 2013 dan Sudarmaji dan
Herawati, 2011).
Teknologi pengendalian dengan tanam dan panen serempak. Dalam satu
hamparan, diusahakan selisih waktu tanam dan panen tidak lebih dari 2 minggu.
Hal tersebut untuk membatasi tersedianya pakan padi generatif, sehingga tidak
mengganggu atau membunuh musuh alami tikus sawah khususnya pemangsa
seperti burung hantu, burung elang, kucing, anjing, ular tikus, dll (Nurbani, 2011).
Pengendalian tikus dengan tanaman perangkap yaitu melakukan penanaman padi
lebih awal atau menanam varietas yang berumur pendek dan paling disukai
sehingga tanaman tersebut mencapai stadium generative pada saat tanaman
disekitarnya stadium vegetatif. Populasi tikus akan berkunjung dan terakumulasi
pada tanaman perangkap tersebut sehingga pengendaliannya dapat difokuskan di
lokasi tersebut (Natawigena dan Bari, 2006).
Pemberian umpan kepada tikus dilakukan berdasarkan sifat tikus yang dapat
memakan tumbuhan dan memakan hewan atau bersifat omnivora.Umpan yang
diberikan adalah hewan yang berada di sawah dan biasanya dimakan oleh
tikus.Umpan tersebut diletakkan di wadah yang aman agar tidak mencemari
lingkungan.Wadah yang berisi umpan tersebut lalau diletakkan di tempat yang
dilewati tikus atau dekat dengan tempat tikus berkumpul atau bersembunyi. Ada
dua jenis umpan yang dapat diberikan ke tikus yaitu keong mas atau gondang dan
belalang yang tubuhnya berukuran besar (Irsan, et al, 2014).
Penggunaan repelen merupakan salah satu alternatif pengendalian tikusyang
memanfaatkan indera penciuman dan/atau indera pendengaran tikus
denganmetode tanpa mematikan (non lethal). Bau yang khas serta hawa panas
yangdihasilkan oleh suatu bahan repelen dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangandigunakannya suatu bahan sebagai repelen. Diantara berbagai bahan
repelen,rempah-rempah dapat dijadikan salah satu bahan repelen karena
Penggunaan rodentisida sebagai salah satu cara penanggulangan hama tikus
memang akan memberikan hasil yang cepat serta sangat mudah dalam
penerapannya, akan tetapi apabila penggunaan rodentisida yang tidak terkendali
akan menyebabkan terjadinya salah sasaran yang akan merugikan organisme lain
bukan sasaran. Cara pengendalian lain yang dapat dilakukan adalah dengan barrier
mekanis, sanitasi, pemerangkapan (Purwanto, 2009).
Permasalahan Di lapangan
Di Indonesia, perkembangbiakan tikus sawah yang cepat terjadi pada saat
tanaman padi mulai memasuki fase generatif sampai dengan dipanen.
Perkembangbiakan tikus sawah banyak dipengaruhi oleh faktor makanan terutama
nutrisi pada stadia pertumbuhan tanaman padi dan secara tidak langsung
dipengaruhi pula oleh lingkungannya. Pada musim hujan atau bila makanan cukup
tersedia, frekuensi kelahiran dan jumlah anak akan tinggi dan banyak, sebaliknya
di musim kemarau perkembangbiakannya agak terhambat (Sitepu, 2008)
Tikus sawah tergolong hewan nokturnal.Pada siang harinya, tikus bersembunyi di
dalam lubang pada tanggul-tanggul irigasi, jalan sawah, pematang, dan daerah
perkampungan dekat sawahdan melakukan aktivitas harian yang teratur, yang
bertujuan untuk mencari pakan, minum, pasangan, dan orientasi kawasan. Tikus
menyenangi tempat-tempat yang gelap karena di tempat ini tikus merasa aman
dan terlindung. Pada umumnya tikus sawah menempati liang atau tempat
persembunyian lainnya (Dewi, 2010 dan Master, 2013).
Pada umumnya pengendalian tikus di tingkat petani dilakukan setelah terjadi
serangan karena lemahnya monitoring, sehingga penanganan hama tikus menjadi
peduli dalam menyediakan sarana pengendalian tikus, organisasi pengendalian
yang masih lemah dan pelaksanaan pengendalian yang tidak berkelanjutan. Masih
banyak petani mempunyai “persepsi mistis” atau meyakini mitos tikus yang pada
hakekatnya menghambat dalam usaha pengendalian (Sudarmaji, 2011).
Repelan Nabati
Alternatif pengendalian tikus umumnya dilakukan dengan memanfaatkanbiologi
tikus yang berkembang sangat baik. Salah satu alternatif pengendalianyang dapat
dilakukan yaitu dengan repelen. Repelan adalah suatu zat yangdigunakan untuk
mengusir kehadiran tikus dengan memanfaatkan indera tikusyang sensitif. Zat
repelan umumnya dibuat dengan menghasilkan bau-bauan yangmenyengat dan
mengganggu penciuman tikus sehingga diharapkan tikus menjaditidak betah dan
pergi dari suatu areal. Selain dengan bau-bauan, repelan ada jugayang dibuat
dengan menghasilkan hawa panas bagi tikus(Purwanto, 2009).
Gambar 2 : Jengkol., Keterangan a. Kulit jengkol (yang digunakan dalam penelitian b. Biji jengkol
Kulit jengkol merupakan salah satu limbah pertanian.Salah satu prospek yangbisa
dikembangkan adalah pemanfaatan limbah,khususnya limbah nabati. Pemanfaatan
limbah nabatimemberi keuntungan yaitu mudah mencari bahanmentahnya, murah,
dan juga membantu dalampenanggulangan sampah. Buah jengkol sudah
lamadikenal oleh masyarakat sebagai bahan konsumsi. Kulitkeras buah jengkol
sampai saat ini masih merupakanlimbah yang tidak termanfaatkan dan tidak
mempunyainilai ekonomi (Ambarningrum, et al, 2007).
Senyawa kimia yang khas dalam tanamanjengkol adalah asam jengkolat. Senyawa
ini merupakanasam amino alifatik yang mengandung sulfur danbersifat toksik.
Selain asam jengkolat di dalam tanamanjengkol terdapat minyak atsiri, saponin,
alkaloid,terpenoid, steroid, tannin, glikosida, protein, karbohidrat,kalsium, fosfor,
serta vitamin A dan B17. Ekstrak etanol kulitjengkol mengakibatkan kematian
pada tikus biladiberikan secara oral dengan dosis 2 g/kg berat badan
(Ambarningrum, et al, 207).
Pemanfaatan tumbuhan dalam pengendalian hama sudah banyak dilakukan,
terutama di bidang pertanian dan perkebunan dan hasilnya efektif. Penggunaan
suatu bahan nabati akan lebih baik hasilnya atau lebih efektif apabila dipadukan
dengan pestisida nabati lainnya. Penggunaan bahan nabati juga dapat dipadukan
dengan musuh alami bila bahan pestisida nabati tersebut tidak beracun bagi
musuh alami (Asmaliyah, et al, 2010).
Berbeda dengan racun atau perangkap, kulit jengkol tidak membunuh tikus.
Aroma yang dikeluarkan kulit jengkol membuat tikus tidak betah. Maka ketika
lubang tikus di sawah diletakkan kulit jengkol, mereka menghindar dari area
menghindar dari sawah (Nursyamsi, et al, 2013).
Penyebab bau jengkol adalah asam amino yang terkandung didalam biji jengkol.
Asam amino itu didominasi oleh asam amino yang mengandung unsur Sulfur (S).
Ketika terdegradasi akan terpecah-pecah menjadi komponen yang lebih kecil,
asam amino itu akan menghasilkan berbagai komponen flavor yang sangat bau,
karena pengaruh sulfur tersebut. Salah satu gas yang terbentuk dengan unsur itu
adalah gas H2S yang terkenal sangat bau (Sakinah, 2010).
H2S ini mempunyai bau yang tidak sedapdan hasil oksidasinya menghasilkan gas sulfur dioksida (SO3) dan gas sulfur trioksida (Lastella, et al, 2002).Gas hidrogen sulfida Di udara kemudian bersenyawa dengan oksigen membentuk sulfur
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tikus sawah (Rattus argentiventer) merupakan hama padi utama di
Indonesia, kerusakan yang ditimbulkan cukup luas dan hampir terjadi setiap
musim (Rusdy dan Fatmal, 2008). Tikus menyerang semua stadium tanaman
padi, baik vegetatif maupun generatif, sehingga menyebabkan kerugian ekonomis
yang berarti (Nugroho, et al, 2009).
Tikus merupakan salah satu binatang hama yang sulit
dikendalikandibandingkan dengan hama lainnya. Daya adaptasi hama ini
terhadaplingkungannya sangat baik, yaitu dapat memanfaatkan sumber makanan
dariberbagai jenis (omnivora). Hewan inipun berperilaku cerdik. Segala
aktivitasdilakukan malam hari dengan dukungan indera terlatih sehingga
mobilitasnya tinggi dan dalam habitat yang memadai cepat berkembang biak
dengan dayareproduksi tinggi dan berumur panjang dibandingkan hama lainnya
(Natawigena, 1993).
Di Indonesia, kehilangan hasil akibat serangan tikus sawah diperkirakan dapat
mencapai 200.000 – 300.000 ton per tahun (Dasmendi, 2009). Pada umumnya
para petani masih sangat menggantungkan pada penggunaan pestisida kimia
sintetik,(Astuti, et al, 2013).Usaha untuk mengendalikan tikus ini sudah banyak
dilakukan oleh para petani, namun diakui,bahwa cara-cara pengendalian tersebut
belum dilakukan secara terpadu,sehingga harapan untuk menekan populasi tikus
penggunaan pestisida sintetik telah dikembangkan alternatif lain yang berasal dari
tumbuhan yang mengandung senyawa bioaktif.Penggunaan alternatif ini berasal
dari tanaman yang dapat diperoleh dari biji, buah, daun, kulit kayu maupun bagian
akar secara ekstraksi perlu dikembangkan di masa mendatang.Keuntungan
menggunakan pengendalian ini adalah adalah penggunaannya tidak berbahaya
karena toksisitasnya terhadap mamalia relative rendah. Relatif mudah dan murah
untuk digunakan oleh petani, berspektrum cukup luas dan tidak meninggalkan
residu( Fitri, 2013).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman yang berpotensi dalam
pengendalian dengan menggunakan bahan nabati yaitu tanaman jengkol. Jengkol
banyak mengandung zat, antara lain adalah sebagai berikut: protein, kalsium,
fosfor, asam jengkolat, vitamin A dan B1, karbohidrat, minyak atsiri, saponin,
alkaloid, terpenoid, steroid, tanin, dan glikosida (Wiasih , et al, 2013).
Berbagai teknik pengendalian telah dilakukan oleh masyarakat petani seperti
kultur teknis, sanitasi, maupun secara fisik dan biologis (Dedi , et al, 2013).
Namun teknik-teknik pengendalian tersebut tidak selalu memberikan pengaruh
yang besar terhadap menurunnya populasi dari hama tersebut (Natawigena, et al,
2004). Begitu pula halnya dengan pengendalian kimiawi yang menggunakan
bahan-bahan kimia baik berupa umpan beracun, bahan fumigan, penolak dan
penarik maupun pemandul (Pakki, et al, 2009)
Pengendalian kimiawi nampaknya dapat memberikan hasil yang lebih baik
dibanding teknik lain, namun bahan-bahan kimia yang digunakan membahayakan
Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mencari alternatif pengendalian
yang relatif aman (Tito, et al, 2011 dan Invakdalam, 2014).
Tujuan Penelitian
Untuk menguji pengaruh larutankulit buah jengkol (Phitecellobium lobatum )
terhadap tingkat konsumsi makan hama tikus sawah.
Hipotesis Penelitian
Kandungan kulit buah jengkol dapat mengganggu sistem saraf terutama
penciuman tikus sawah yang dapat mengganggu indra penciuman yang
menyebabkan aktifitas dan komsumsi makan tikus menurun.
Kegunaan Penelitian
Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelara sarjana Di Depertemen
Agroekoteknologi Sub Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Universitas Sumatera
Utara, Medan
MARIA S SIMBOLON: Pengaruh larutan kulit buah tanaman jengkol (Phitecellobium lobatum ((Jack) Prain )terhadap tingkat konsumsi makan tikus sawah (Rattus argentiventer (Rob & Kloss) di laboratorium, dibimbing oleh SUZANNA F. SITEPU, MUKHTAR ISKANDAR PINEM, dan KHOMENI ABDILLAH
Pengendalian kimiawi nampaknya dapat memberikan hasil yang lebih baik dibanding teknik lain, namun bahan-bahan kimia yang digunakan membahayakan bagi makhluk hidup lain yang bukan sasaran seperti manusia atau hewan piaraan maka dari itu penggunaan repelan dari bahan nabati yaitu kulit buah tanaman jengkol diharapkan dapat menekan serangan tikus sawah di lapangan. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium vertebrata BBPPTP (Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan) yang beralamat Di Jl. Asrama No 124. Pondok Kelapa, Medan dari bulan November 2015 hingga Februari 2016, menggunakan rancangan acak kelompok non faktorial. Parameter yang diamati adalah bobot tikus sawah, tingkat konsumsi makan dan perilaku tikus sawah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa larutan kulit buah jengkol berpengaruh nyata mengurangi tingkat konsumsi makan dan bobot namun tidak pada tingkah laku tikus sawah. Hasil terbaik dari penelitian ini diperoleh pada perlakuan 800gr/L.
ABSTRACT
The EffectUtilitazion of pericarpJengkol (Pithecellobium lobatum(Jack) Prain.) to consumption levels field rats (Rattus argentiventer (Rob & Kloss) in laboratory supervised by SUZANNA F. SITEPU, MUKHTAR ISKANDAR PINEM, and KHOMENI ABDILLAH.
Chemical control seems to be able to provide better results than other techniques, but the chemicals used can to harm other animals that are not pestst such as humans or pets, therefore the use of repelan from plant materials ie rind jengkol plant is expected to reduce the rat attack on the field. This research had been conducted at the laboratory of vertebrate BBPPTP (Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan) is located at Jl. Asrama Number. 124. Pondok Kelapa, Medan in november 2015 to february 2016,using a randomized block design non factorial. Parameter observed were field rats weights, food consumption levels and the behavior of field rat.
The result showed that Utilitazion of pericarpJengkol significantly reduce the rate of food consumption and weight field rats. The best result were showed by in treatment 800gr / L.
(Phitecellobium lobatum (Jack) Prain ) TERHADAP TINGKAT
KONSUMSI MAKAN TIKUS SAWAH (Rattus argentiventer
(Rob & Kloss) DI LABORATORIUM
SKRIPSI
OLEH:
MARIA S SIMBOLON 090301161
Hama dan Penyakit Tumbuhan
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH LARUTAN KULIT BUAH TANAMAN JENGKOL
(Phitecellobium lobatum ((Jack) Prain )TERHADAP TINGKAT
KONSUMSI MAKAN TIKUS SAWAH (Rattus argentiventer
(Rob & Kloss) DI LABORATORIUM
SKRIPSI
OLEH:
MARIA S SIMBOLON 090301161
Hama dan Penyakit Tumbuhan
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Melakukan Penelitian di Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara, Medan.
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
lobatum (Jack) Prain)Terhadap Tingkat Konsumsi makan
Tikus Sawah (Rattus argentiventer (Rob & Kloss))Di Laboratorium
Nama : Maria S Simbolon
Nim : 090301161
Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing
(Ir. Mukhtar I. Pinem, M.Agr.)
ABSTRAK
MARIA S SIMBOLON: Pengaruh larutan kulit buah tanaman jengkol (Phitecellobium lobatum ((Jack) Prain )terhadap tingkat konsumsi makan tikus sawah (Rattus argentiventer (Rob & Kloss) di laboratorium, dibimbing oleh SUZANNA F. SITEPU, MUKHTAR ISKANDAR PINEM, dan KHOMENI ABDILLAH
Pengendalian kimiawi nampaknya dapat memberikan hasil yang lebih baik dibanding teknik lain, namun bahan-bahan kimia yang digunakan membahayakan bagi makhluk hidup lain yang bukan sasaran seperti manusia atau hewan piaraan maka dari itu penggunaan repelan dari bahan nabati yaitu kulit buah tanaman jengkol diharapkan dapat menekan serangan tikus sawah di lapangan. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium vertebrata BBPPTP (Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan) yang beralamat Di Jl. Asrama No 124. Pondok Kelapa, Medan dari bulan November 2015 hingga Februari 2016, menggunakan rancangan acak kelompok non faktorial. Parameter yang diamati adalah bobot tikus sawah, tingkat konsumsi makan dan perilaku tikus sawah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa larutan kulit buah jengkol berpengaruh nyata mengurangi tingkat konsumsi makan dan bobot namun tidak pada tingkah laku tikus sawah. Hasil terbaik dari penelitian ini diperoleh pada perlakuan 800gr/L.
The EffectUtilitazion of pericarpJengkol (Pithecellobium lobatum(Jack) Prain.) to consumption levels field rats (Rattus argentiventer (Rob & Kloss) in laboratory supervised by SUZANNA F. SITEPU, MUKHTAR ISKANDAR PINEM, and KHOMENI ABDILLAH.
Chemical control seems to be able to provide better results than other techniques, but the chemicals used can to harm other animals that are not pestst such as humans or pets, therefore the use of repelan from plant materials ie rind jengkol plant is expected to reduce the rat attack on the field. This research had been conducted at the laboratory of vertebrate BBPPTP (Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan) is located at Jl. Asrama Number. 124. Pondok Kelapa, Medan in november 2015 to february 2016,using a randomized block design non factorial. Parameter observed were field rats weights, food consumption levels and the behavior of field rat.
The result showed that Utilitazion of pericarpJengkol significantly reduce the rate of food consumption and weight field rats. The best result were showed by in treatment 800gr / L.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa dimana
atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini berjudul “pengaruh larutan kulit buah tanaman jengkol
(Phitecellobium lobatum) terhadap tingkat konsumsi makan hama tikus sawah
(Rattus argentiventer (Rob & Kloss)) di laboratorium” yang merupakan salah satu
syarat untuk dapat menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Pertanian, Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
KomisiPembimbing Ibu Ir. Suzanna F. Sitepu, M.Si, selaku Ketua dan Bapak Ir.
Mukhtar I. Pinem, M.Agr., selaku Anggota. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada Bapak kepala di Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman
Perkebunan Medan DR. Kusharyono, SE., Khomeni Abdillah, Ams selaku
pembimbing di laboratorium pengendalian hama vertebrata yang telah
membimbingpenulisdalamberbagaihalpenyelesaian Skripsi penelitianini.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi inimasih jauh
sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan
terima kasih.
Medan, Juni2016
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Onan Ganjang pada tanggal 18 November 1992 dari
ayah Maman Simbolon dan ibu Tioresmi Manullang. Penulis merupakan anak
ketujuh dari delapan bersaudara.
Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri I Onan Ganjang dan pada
tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur seleksi masuk
perguruan tinggi negri (SMPTN). Penulis memilih minat hama dan penyakit
tanaman, Program Studi Agroekoteknologi.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota korps
mahasiswa pecinta alam Uiversitas Sumatera Utara (KOMPAS-USU) dan anggota
himpunan mahasiswa agroekoteknologi (Himagrotek).
Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di PT. Perkebunan
DAFTAR ISI
ABSTRACT ... i
ABSTRAK ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
PENDAHULUAN Latar Belakang... ... 1
Tujuan Penelitian... ... 3
Hipotesis Penelitian... ... 3
Kegunaan Penelitian... 3
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Tikus Sawah (Rattus argentiventer (Rob & Kloss))... ... 4
Perilaku Tikus Sawah... ... 7
Pengendalian... ... 9
Permasalahan Di Lapangan ... 11
Repelan Nabati... ... 12
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 15
Bahan dan Alat... ... 15
Metode Penelitian... 15
Peubah Amatan... ... 16
Bobot tikus sawah ... 16
Tingkat konsumsi pakan tikus sawah ... 17
Perilaku tikus sawah ... 17
Pelaksanaan Penelitian ... 18
Penyediaan kulit jengkol ... 18
Pembuatan pakan tikus ... 19
Penyediaan tikus uji ... 19
Persiapan kurungan uji ... 19
Pembuatan repelan dari kulit buah jengkol ... 19
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bobot tikus sawah ... 22 Tingkat konsumsi pakan tikus sawah ... 23 Perilaku tikus sawah ... 26
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan... ... 31 Saran... ... 31
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
No. Hlm.
1. Tikus sawah (Rattus argentiventer Rob & Kloss) ... 4
2. Jengkol (Phitecellobium lobatum ) ... 13
3. Grafik pengaruh larutan kulit buah tanaman jengkol (Phitecellobium lobatum ) terhadap penurunan bobot tubuh tikus (Rattus argentiventer Robb & Kloss.) ... 22
4. Grafik pengaruh larutan kulit buah tanaman jengkol (Phitecellobium lobatum ) terhadap konsumsi makan tikus (Rattus argentiventer Robb & Kloss.) ... 24
5. Diagram pengamatan perilaku perlakuan kontrol tikus sawah (Rattus argentiventer Robb & Kloss.) ... 26
6. Diagram pengamatan perilaku perlakuan K1 (200gr/L) tikus sawah (Rattus argentiventer Robb & Kloss.) ... 27
7. Diagram pengamatan perilaku perlakuan K2 (400gr/L) tikus sawah (Rattus argentiventer Robb & Kloss.) ... 28
8. Diagram pengamatan perilaku perlakuan K3 (600gr/L) tikus sawah (Rattus argentiventer Robb & Kloss.) ... 29
9. Diagram pengamatan perilaku perlakuan K4 (800gr/L) tikus sawah (Rattus argentiventer Robb & Kloss.) ... 30
10. Kurungan uji tikus sawah ... 58
11. Larutan kulit jengkoln... 58
12. Perilaku tikus bergerak dan gerak salto berulang kali ... 59
13. Parameter pengamatan air liur keluar, air mata keluar, daun telinga pucat, kelopak mata menurun ... 59
14. Parameter pengamatan tikus berjalan sempoyongan, air seni kuning kemerahan, bernafas sesak, dan mengigil... 59
15. Parameter pengamatan tikus meletakkan makanan di lantai ... 60
17. Parameter pengamatan tikus ekor bergerak bergelombang,
kejang-kejang, kurang nafsu makan, dan tidak aktif bergerak ... 60
DAFTAR TABEL
No. Hlm.
1. Pengaruh larutan kulit buah tanaman jengkol (Phitecellobium
lobatum ) terhadap penurunan bobot tubuh tikus (Rattus
argentiventer Robb & Kloss.) ... 22
2. Pengaruh larutan kulit buah tanaman jengkol (Phitecellobium
lobatum ) terhadap tingkat konsumsi pakan tikus (Rattus
argentiventer Robb & Kloss.) ... 23