• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Larutan Kulit Buah Tanaman Jengkol (Phitecellobium lobatum (Jack) Prain) terhadap Tingkat Konsumsi Makan Tikus Sawah (Rattus argentiventer (Rob & Kloss)) di Laboratorium

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Larutan Kulit Buah Tanaman Jengkol (Phitecellobium lobatum (Jack) Prain) terhadap Tingkat Konsumsi Makan Tikus Sawah (Rattus argentiventer (Rob & Kloss)) di Laboratorium"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran1. Bagan Penelitian

I II III

Keterangan:

KO : Kontrol K1 : 200 gr/L K2 : 400 gr/L K3 : 600 gr/L K4 : 800 gr/L

K4

K0 K3 K1

K3 K4 K4

K2 K1 K3

K1 K0 K2

U

(2)

Perlakuan Total Rataan

1 2 3

KO 137,50 121,00 105,50 364,00 121,33 K1 132,50 114,50 120,50 367,50 122,50 K2 126,50 108,50 147,00 382,00 127,33 K3 162,00 140,50 138,00 440,50 146,83 K4 107,50 111,00 140,50 359,00 119,67 Total 666,00 595,50 651,50 1913,00

Rataan 133,20 119,10 130,30 127,53

Daftar Sidik Ragam

SK db JK KT F.hit F 0,05 F 0,01 ket

Blok 2,00 554,43 277,22 1,18 4,46 8,56 tn

P 4,00 1495 374 1,60 4,07 7,59 tn

Galat 8,00 1873,23 234,15

Total 14,00 3922,23

FK= 243971,27 ket : tn : Tidak nyata

KK= 0,12 % * : nyata

(3)

Lampiran 3.Tingkat Konsumsi Pakan Tikus Sawah 1 HSA

Perlakuan Rataan Notasi

(4)

Perlakuan Blok Total Rataan

1 2 3

K0 17,00 19,00 17,00 53,00 17,67 K1 16,00 15,00 19,00 50,00 16,67 K2 14,00 13,00 15,00 42,00 14,00 K3 11,00 14,00 10,00 35,00 11,67 K4 10,00 9,00 9,00 28,00 9,33 Total 68,00 70,00 70,00 208,00 Rataan 13,60 14,00 14,00 13,87

Daftar Sidik Ragam

SK db JK KT F.hit F 0,05 F 0,01 ket Blok 2,00 0,53 0,27 0,10 4,46 8,56 tn

P 4,00 143,07 35,77 12,93 4,07 7,59 **

Galat 8,00 22,13 2,77

Total 14,00 165,73

FK= 2884,27 ket : tn : Tidak nyata

KK= 12,00 % * : nyata

** : sangat nyata

Uji BNT

Perlakuan Rataan Notasi

KO 17,67 a

K1 16,67 ab

K2 14,00 bc

K3 11,67 cd

K4 9,33 d

(5)

Lampiran 5.Tingkat Konsumsi Pakan Tikus Sawah 3HSA

Perlakuan Rataan Notasi

(6)

Perlakuan Blok Total Rataan

1 2 3

K0 16,00 18,00 17,00 51,00 17,00 K1 17,00 16,00 15,00 48,00 16,00 K2 14,00 13,00 17,00 44,00 14,67 K3 15,00 12,00 10,00 37,00 12,33 K4 13,00 8,00 10,00 31,00 10,33 Total 75,00 67,00 69,00 211,00 Rataan 15,00 13,40 13,80 14,07

Daftar Sidik Ragam

SK db JK KT F.hit F 0,05 F 0,01 ket Blok 2,00 6,93 3,47 0,89 4,46 8,56 tn

P 4,00 88,93 22,23 5,73 4,07 7,59 *

Galat 8,00 31,07 3,88

Total 14,00 126,93

FK= 2968,07 ket : tn : Tidak nyata

KK= 14,01 % * : nyata

** : sangat nyata

Uji BNT

Perlakuan Rataan Notasi

KO 17,00 a

K1 16,00 ab

K2 14,67 ab

K3 12,33 bc

K4 10,33 c

(7)

Lampiran 7.Tingkat Konsumsi Pakan Tikus Sawah 5HSA

Perlakuan Rataan Notasi

(8)

Perilaku

Hari ke- Total Persentase

0 1 2 3 4 5 Tingkah Air seni kuning kemerahan

0 0 0 0 0 0 0,00 0,00 Kurang nafsu makan

(9)

Lampiran 9. Data Pengamatan Perubahan Tingkah Laku Tikus Uji Kontrol Ulangan 2 Kurang nafsu makan

(10)

Perilaku Keluar Cairan dari Hidung

0 0 0 0 0 0 0,00 0,00

Kurang nafsu makan

0 0 0 0 0 0 0,00 0,00 Meletakkan makanan di lantai

(11)

Lampiran 11. Data Pengamatan Perubahan Tingkah Laku Tikus Uji 200g/L Ulangan 1

Perilaku Hari ke- Total Persentase

(12)

Perilaku Hari ke- Total Persentase Kurang nafsu makan

(13)

Lampiran 13. Data Pengamatan Perubahan Tingkah Laku Tikus Uji 200g/L Ulangan 3 Kurang nafsu makan

(14)
(15)

Lampiran 15. Data Pengamatan Perubahan Tingkah Laku Tikus Uji 400g/L Ulangan 2

Keluar Cairan dari Hidung

(16)

Perilaku Kurang nafsu makan

(17)

Lampiran 17. Data Pengamatan Perubahan Tingkah Laku Tikus Uji 600g/L Ulangan 1

Perilaku

(18)

Perilaku Hari ke- Total Persentase Kurang nafsu makan

(19)

Lampiran 19. Data Pengamatan Perubahan Tingkah Laku Tikus Uji 600g/L Ulangan 3

Perilaku Hari ke- Total Persentase

0 1 2 3 4 5 tingkah laku (%) Kurang nafsu makan

(20)
(21)

Lampiran 21. Data Pengamatan Perubahan Tingkah Laku Tikus Uji 800g/L Ulangan 2 Kurang nafsu makan

(22)
(23)

58

Lampiran 23. Lampiran Gambar Selama Penelitian

Gambar 9: Kurungan uji yang digunakan

Gambar 10. Pakan tikus yang diberikan selama penelitian

(24)

Gambar12. Perilaku tikus bergerak dan gerak salto berulang kali.

Gambar13. Parameter pengamatan air liur keluar, air mata keluar, daun telinga pucat, kelopak mata menurun.

(25)

60

Gambar15. Parameter pengamatan tikus meletakkan makanan di lantai

Gambar16. Parameter pengamatan tikus menggigiti kandang, tempat minum, dan juga benda benda di sekitarnya yang bisa dijangkau.

(26)
(27)

DAFTAR PUSTAKA

Ambarningrum,T.B., Arthadi, P. Hery, dan P. Slamet. 2007. Ekstrak Kulit Jengkol (Pithecellobium lobatum): PengaruhnyaSebagai Anti Makan Dan Terhadap Efisiensi Pemanfaatan MakananLarva Instar V Heliothis armigera. J. Sains

MIPA13:165-170

Asmaliyah., E.E.H. Wati, S. Utami, K. Mulyadi, Yudhistira.,dan F.W. Sari. 2010. Pengenalan Tumbuhan Penghasil Pestisida Nabati dan Pemanfaatannya secara Tradisional.Kementerian Kehutanan Badan Penelitian Dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian Dan Pengembangan Produktivitas Hutan.

Astuti,U,P., T. Wahyuni, danB. Honorita. 2013. Pembuatan Pestisida Nabati Mendukung Pengembangan Kawasan Rumah Pangan Lestari Di Provinsi Bengkulu. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (Bptp). Bengkulu

Baco, D. 2011. Pengendalian Tikus Pada Tanaman Padi Melalui Pendekatan Ekologi.Pengembangan Inovasi Pertanian 4:47-62

Cahyono, W,E. 2011. Kajian Tingkat Pencemaran Sulfur Dioksida dari Industri Di Beberapa Daerah Di Indonesia. Penelitian Pusat Pemanfaatan Sains Afmosfer dan Iklim. Pelita Dirgantara12:132-137

Dedi, Sarbino, dan E. Hendarti. 2013. Uji preferensi beberapa jenis bahan untuk dijadikan umpan tikus sawah (Rattus argentiventer). Universitas Tanjung Pura.

untan.ac.id/index.php/jspp/article/view/2625/2615 [10 September 2015]

Dewi, D,I. 2010. Tikus sawah (Rattus argentiventer, robinson & kloss 1916).

J.Litbang P2B2 Banjarnegara 2:22-23

Diperta. 2013. Ekologi Tikus. Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Propinsi Jawa Barat.

Dinpertan. 2014. Waspada Serangan Tikus. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa Tengah.

Fitri, Y, A. 2013. Penggunaan Pestisida Dalam Penerapan Konsep PHT. Kementrian Pertanian, Direktorat Jenderal Perkebunan, Direktorat Perlindungan Perkebuna

(28)

/310 –mengenal –perilaku -dan- kebiasaan-tikus[22 Desember 2014]

Hanafiah, K, A. 2012. Rancangan Percobaan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta

Harjadi,W.1990.IlmuKimiaAnalitikDasar. PT.Gramedia. Jakarta

Invadalam, L,M. 2014. Uji keefektifan enam jenis perangkap dalam Pengendalian tikus sawah (Rattus argentiventer) J. Agribisnis Kepulauan2:38-46

Irsan, C.,M.U. Harun,dan E. Saleh. 2014. Pengendalian Tikus dan Walang Sangit di Padi Organik Sawah Lebak. Prosiding. Seminar Nasional Lahan Suboptimal. 26-27 September 2014. Palembang. 1491-1499.

Januarsi, R. 2010. Kajian Tentang Pengetahuan dan Tindakan Petani dalam Pengelolaan Hama Tikus PadaPertanaman Padi Di Kabupaten PinrangSulawesi Selatan. Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Kandun, I, N. 2008. Pedoman Pengendalian Tikus Khusus Di Rumah Sakit. Depertemen Kesehatan RI. Jakarta

Karyanto, P. 2005. Pola Konsumsi Tikus Sawah (Ratlus atgentiventet Rob. & Kloss) pada Persawahan Tanam tidak Serempak. Bioedukasi 2:42-48

Lastella, G., C. Testa, G. Cornacchia, M. Notornicole, F. Voltasio and V. K. Sharma, Anaerobic Digestion of Semi-Solid Organic Waste : biogas production and its purification Energy Conversion ang management.43:63-75

Litbang. 2013. Pengendalian Hama Tikus secara Terpadu. Inovasi Teknologi Padi dan Palawija. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Martin, G.J., M. Sianturi, dan Y. Tarigan. 1990. Vertebrate Pest Management

Course. Proyek Pengembangan Tanaman Perkebunan Bekerjasama dengan

Lembaga Pendidikan Perkebunan. Medan

Martin,P. danP. Beteson. 1988. Measuring Behaviour, An Introduction Guide. 2nd Ed.Cambridge University Press. Cambridge

Master Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Serang

serangkab.go.id/index.php/berita/202-pengendalian-hama-tikus [13 April 2015]

Natawigena, H.W.D. 1993. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman Pangan. TrigendaKarya. Bandung

(29)

Ni, K.P. 2014. Pengendalian Hama Tikus. Materi Penyuluhan Wibi Bpp Kota Tulungagung Jatim

hama-tikus-untuk-materi.html [13 April 2015]

Nugroho, C., Idris., dan R.D.T Widjanarko. 2009. Bioekologi Tikus Sawah Sebagai Pengetahuan Dasar dalam Tindakan Pengendalian. Buletin Teknologi

dan Informasi Pertanian 2:54-66

Nurbani. 2011. Tikus Sawah (Rattus argentiventer). Balai Pengkajian teknologi Pertanian. Kalimantan Timur

Nursyamsi, D., S. Asikin, dan D. Cahyana. 2013. Jurus Klasik Pengusir Tikus. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra). Banjarbaru.http://

balittra.litbang.pertanian.go.id/index.php?option=com_content&view=article &id=258: jurus-klasik-pengusir-tikus-&catid=13:info-aktual [13 April 2015]

Pakki,T., M. Taufik, dan A.M Adnan. 2009.Studi Potensi Rodentisida Nabati Biji Jengkol untuk Pengendalian Hama Tikus pada Tanaman Jagung. Prosiding. Seminar Nasional Serealia.Balai Penelitian Tanaman Serealia Sulawesi Tenggara. 378-382

Purwanto. 2009. Pengujian Tiga Jenis Rempah-Rempah Sebagai Repelen Terhadap Tikus Rumah (Rattus Rattus Diardii Linn.) dan Tikus Pohon (Rattus Tiomanicus Mill.). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rosman, T.S. 2007. Pengaruh Ekstrak Daun Tembakau (Nicotiana tabacum), Biji Mimba (Azadirachta indica), dan Daun Paitan (Tithonia diversifolia) Terhadap Kutu Daun Toxoptera citricidus Pada Tanaman Jeruk (Citrus sp). Skripsi. Universitas Islam Negeri Malang. Malang

Rusdy, A dan I. Fatmal. 2008. Preferensi tikus (Rattus argentiventer) terhadap jenis Umpan pada tanaman padi sawah.J. Floratek 3: 68-73

Sakinah, N. 2010. Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Tanaman Jengkol (Pithecellobium jiringa (Jack) Prain.) Terhadap Bakteri

Streptococcus mutans, Staphylococcus aureus Dan Escherichia coli. Skripsi.

Universitas Sumatera Utara. Medan.

Siregar, H. 1981. Budidaya Tanaman Padi Indonesia. Penerbit P.T Sastra Hudaya. Yogyakarta

Sitepu, P. 2008. Pengujian Efektivitas Beberapa Fumigan Terhadap Tikus Sawah

Rattus argentiventer (Rob.&Klo.). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

(30)

North Carolina, Chapel Hill.

Solikhin dan Purnomo. 2008. Preferensi Tikus Sawah (Rattus-rattus argentiventer) dan Pengaruhnya Terhadap Pola Kerusakan Padi Varietas Dodokan dan Cianjur.

J. HPT Tropika8:23-30

Sudarmaji dan N.A Herawati. 2011.Inovasi Teknoligi Pengendalian Tikus. Balai

Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Selatan.

_____________________________ . Mengenal Tikus Sawah. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Jawa Barat. http://www.litbang. pertanian.go.id/

download/one/309/file/Mengenal-tikus- Sawah.pdf[13 April 2015]

Sudarmaji. 2010. Pembentukan Formulasi Umpan untuk Pengendalian Fertilitas Tikus Sawah dengan Sterilitas 100% dan Bersifat Permanen. Laporan Akhir Program Insentif Riset Terapan Bidang Ketahanan Pangan. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi, Jawa Barat.

________. 2011. Tikus Sawah (Rattus argentiventer). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur. Kementrian Pertanian. Kalimantan Timur..

http://www.litbang. pertanian.go.id/ download/one/309/file/ tikus- Sawah.pdf [13

April 2015]

Tito ,S.I., B. Yanuwiadi,danC. Sulistya. 2011. Pengaruh gelombang ultrasonik jangkrik (Acheta domesticus) terhadap Pola perilaku makan pasif dan gerak pasif Tikus sawah (Rattus argentiventer). Jurnal PAL Universitas Brawijaya, 2:72-139.

Triharso. 1996. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman. Fakultas Pertanian. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

(31)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium VertebrataBalai Besar

Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan yang beralamat Di Jl. Asrama No

124. Pondok Kelapa, Medan dari bulan November 2015 hingga Februari 2016.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah plastik,

lakban, pakan tikus umpan dibuat dari campuran tepung gandum, gula pasir, gula

merah, parafin, tepung ikan, tepung kemiri, minyak goreng, telur, MSG, kalsium

propionat, sodium benzoate, vitamin E, tikus sawah, air, sekam, dan kulit buah

jengkol yang sudah tua.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan,

blender,cawan petri,sendok, gelas ukur, nampan,ember, pisau, gunting, meteran,

cetakan umpan, gelas ukur, termometer, kompor, kuali, wadah baskom, saringan,

kalkulator, kandang tikus, perangkap tikus yang sudah di modifikasi dari kawat

dan bumbung dari pipa.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Non

Faktorial dengan 5 perlakuanmasing-masing 1 ekor tikus jantan dewasa dan setiap

perlakuan diulang 3kali yaitu:

K0 = Tanpa pemberian larutan kulit buahjengkol

(32)

K3 = Pemberian larutan600 g kulit buah jengkol/liter air K4 = Pemberian larutan800 g kulit buah jengkol/liter air

Jumlah kurungan : 5 buah

Jumlah tikus perkurungan uji : 1 ekor tikus jantan

Jumlah tikus yang digunakan : 15 ekor

Berat tikus yang akan digunakan berkisar antara 100 – 160 gram.

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam berdasarkan

model linier berikut:

Yij = μ + Ti + Bj + εijk

i = 1, 2, j = 1, 2 Keterangan :

Yij = Respon atau nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j μ = Nilai tengah umum

Ti = Pengaruh perlakuan ke-i

Bj = Pengaruh blok ke-j

εijk = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan i dan ulangan

ke-j(Hanafiah, 2012).

Peubah Amatan

Bobot tikus sawah

Tikus sawah ditimbang pada awal dan akhir penelitian yang di uji selama

lima hari setelah pemberian umpan. Bobot tikus sawah ditimbang dengan

timbangan. Menurut Martin, et al,(1990), perhitungan bobot tikus sawah

(33)

Bobot tikus sawah (gr) = Berat akhir – Berat awal

Tingkat konsumsi pakan tikus sawah

Tingkat konsumsi pakan umpan dihitung dengan rumus :

Tingkat konsumsi pakan umpan = bobot umpan awal – bobot umpan akhir

(Martin, et al, 1990).

Semua data konsumsi yang diperoleh dari pengujian umpan makan tikus sawah

dan tikus pohon dikonversi terlebih dahulu ke dalam 100 g bobot tikus, dengan

rumus sebagai berikut:

Konversi umpan = Bobot umpan yang dikonsumsi (g) x 100% Rata-rata bobot tubuh tikus (g)

(Melinda, 2013)

Perilaku tikus

Perilaku tikus sawah diamati dengan menggunakan analisiskuantitatif

dengan metode one zero (ada (1) atau tidak (0) aktivitas objek yang diuji) yaitu

persentase nilai kejadian setiapperilaku dari keseluruhan nilai setiap

perilakudengan rumus :

A = B/C x 100%

Keterangan:

A: Persentase frekuensi/ intensitas waktu

B: Frekuensi/ intensitas aktivitas selamapengamatan

C: Total frekuensi/ intensitas aktivitas selamapengamatan (Martin dan Beteson,

(34)

Penyediaan kulit jengkol

Kulit buahjengkol diambil dari pasar tradisional kecamatan Helvetia,

Medan yang sengaja dibuang karena dianggap limbah yang tidak memiliki nilai

ekonomi.Kemudian di pilih kulit buah jengkol yang sudah tua lalu dicuci dengan

air dan ditiriskan ± 15 menit.

Pembuatan pakan tikus

Umpan dibuat dari campuran tepung gandum, gula pasir, gula merah,

parafin, tepung ikan, tepung kemiri, minyak goreng, telur, MSG, kalsium

propionat, sodium benzoate, vitamin E dan air

Langkah-langkah pembuatan umpan per 1000gr:

Ditimbang tepung gandum 600gr, gula pasir 25gr, gula merah 25gr, parafin 200gr,

tepung ikan 50gr, tepung kemiri 5gr, minyak goreng 10gr, telur 25gr, MSG 5gr,

kalsium propionat 25gr, sodium benzoat 25gr, vitamin E 5gr dan air 150 ml.

Semua bahan yang telah ditimbang (kecuali parafin,gula merah dan gula pasir)

dicampurkan sampai rata, sedangkan gula merah dan gula pasir dicairkan pada air

150ml kemudian dimasak sampai berbentuk karamel.

Setelah gula merah sudah mengental kemudian dicampur dengan parafin lalu

dimasak sampai parafin mencair. Kemudian bahan (tepung gandum, tepung ikan,

tepung kemiri, minyak goreng, telur, MSG, kalsium propionat, sodium benzoate,

vitamin E ) yang telah diaduk rata kemudian dimasak sambil digonseng selama 20

menit pada suhu maksimal 60oC.

Kemudian diangkat dan dicetak dengan menggunakan cetakan umpan yang telah

(35)

Umpan yang telah dimasukkan kecetakan ditunggu sampai dingin kemudian baru

bisa dikeluarkan dari cetakan.

Penyediaan Tikus Uji

Tikus sawah yang digunakan adalah tikus sawah jantan sebanyak 15 ekor

dengan berat tubuh berkisar 100-160 gr. Tikus sawah ditangkap dengan

menggunakan perangkap yang berasal dari daerah persawahan sekitar kampus

Universitas Sumatera Utara, Kampung Susuk. Hasil tangkapan dari lapangan

ditimbang dan diadaptasi dengan lingkungan penelitian selama 3 hari dan diberi

makan umpan.

Persiapan kurungan uji.

Kurungan yang digunakan sebagai tempat dilakukan pengujian (baik untuk

perlakuan pemberian larutan biji jengkol maupun untuk kontrol) terbuat dari

kawat berbentuk kotak yang berukuran 80 cm x 70 cm x 40 cm. Kurungan uji

tersebut ditutup dengan plastik transparan dan diberikan sedikit ventilasi kecil

agar tidak menghilangkan bau kulit jengkol yang diaplikasikan.

Pembuatan repelan dari larutankulit buah jengkol

Repelan nabati yang digunakan dalam penelitian ini adalah larutan kulit

buah jengkol. Pembuatan repelan nabati di lakukan dengan cara:

Memilih kulit buah jengkol yang sudah tua.

Kemudian kulit buah jengkol di cuci dan ditiriskan ± 15 menit

Sebelum dihaluskan dengan blender kulit jengkol dipotong kecil kecil lalu

(36)

buah jengkol/liter air.

Larutan kulit buah jengkol yang telah halus di diamkan selama ±24 jam untuk

mendapatkan aroma yang menyengat yang disebabkan kandungan sulfur pada

kulit buah jengkol (Sakinah, 2010).

Setelah didiamkan selama ±24 jam kemudian dimasukkan ke dalam kurungan uji

yang di dalamnya ada tikus uji, kemudian tutup botol yang digunakan kemudian

dibuka.

Uji repelan dari larutan kulit buah jengkol

Penelitian disusun dalam tabulasi sederhana dengan 5 perlakuan yang

diulang sebanyak 3 kali sehingga terdapat 15 unit perlakuan. Setiap unit

menggunakan 1 ekor tikus sawah jantan sebagai hewan uji. Perlakuan yang

dicobakan adalah sebagai berikut:

K0 = Tanpa pemberian larutan kulit buah jengkol K1 = Pemberian larutan 200 g kulit buahjengkol/liter air K2 = Pemberian larutan400 g kulit buahjengkol/liter air K3 = Pemberian larutan600 g kulit buahjengkol/liter air K4 = Pemberian larutan800 g kulitbuah jengkol/liter air

Langka-langkah dalam kegiatan ini diantaranya sebagai bertikut:

Menyiapkan kurungan uji tikus yang terbuat dari kawat sebanyak 15 buah dan

pada lantai dasar diberikan sekam untuk alas kurungan uji dan juga bumbung

(37)

Memasukkan tikus sawah jantan yang diambil dari lapangan (diadaptasi dengan

lingkungan penelitian selama 3 hari dan diberi makan umpan) satu ekor tikus

sawah tiap kurungan uji.

Memasukkan repelan nabati dari larutan kulit buah jengkol pada kurungan uji

sesuai perlakuan masing-masing 100 ml.

(38)

Bobot Tubuh Tikus(gr)

Data pengamatan pengaruh larutan kulit buah tanaman jengkol (Phitecellobium

lobatum )terhadap penurunan bobot tubuh tikus (Rattus argentiventer Robb &

Kloss.) (Tabel 1).

Tabel 1. Pengaruh larutan kulit buah jengkol (Phitecellobium lobatum )terhadap penurunan bobot tubuh tikus (Rattus argentiventer Robb & Kloss.)

Perlakuan 1 HSA 5HSA

Penurunan bobot tikus (gr)

K0 120,6 122,6 2,0

K1 120,0 118,3 -1,7

K2 128,3 126,3 -2,0

K3 141,3 139,0 -2,3

K4 123,3 120 -3,3

Keterangan : K0 (Kontrol); K1 (200gr/L); K2 (400gr/L); K3 (600gr/L); K4 (800gr/L)

(39)

Tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan larutan kulit buah jengkolmempengaruhi

bobot tikus sawah. Hasil pengamatan penelitian pada perlakuan 800g/L

merupakan penurunan bobot paling tinggi yaitu 3,3gr dari berat awal bobot tikus

kemudian berturut turut pada perlakuan 600g/L (2,3gr), 400gr/L (2,0gr) dan

200gr/L (1,7gr) yang disebabkan oleh bau yang berasal dari larutan kulit buah

jengkol yang mengganggu indra penciuman tikus. Sedangkan pada perlakuan

kontrol bobot tikus bertambah sebesar 2 gr dari bobot awal.

Tingkat Konsumsi Pakan Tikus Sawah (gr)

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pengaruh larutan kulit buah

jengkol (Phitecellobium lobatum ) terhadaptingkat konsumsi pakan R.

argentiventer menunjukkan hasil yang berpengaruh nyata (Tabel 2).

Tabel 2. Pengaruh larutan kulit buah jengkol (Phitecellobium lobatum )terhadap tingkat konsumsi pakan tikus (Rattus argentiventer Robb & Kloss.)

Perlakuan

Tingkat konsumsi pakan (gr) pada 1-5 hari setelah aplikasi (HSA)

1 2 3 4 5

HSA HSA HSA HSA HSA

KO 17,67a 17,67a 17,67a 17,00a 17,67a K1 16,00ab 16,67ab 16,00ab 16,00ab 15,67ab K2 14,33b 14,00bc 14,33b 14,67ab 14,33b K3 10,67c 11,67cd 10,67c 12,33bc 13,33bc K4 9,00c 9,33d 9,00c 10,33c 11,33c

(40)

Gambar 4. Grafik pengaruh larutan kulit buah tanaman jengkol (Phitecellobium lobatum ) terhadap konsumsi makan tikus (Rattus argentiventer Robb & Kloss.)

Tabel 2 menunjukkan bahwa pada hari pertama setelah aplikasiKontrol(17,67gr)

tingkat konsumsi pakan tikus berbeda nyata dengan perlakuan 200gr/L (16,00gr),

400gr/L (14,33gr), 600gr/L (10,67gr) dan 800gr/L(9,00gr). Hal ini terus terjadi

hingga hari terakhir pengamatan (5 HSA), dimana kontrol (17,67gr) berbeda

nyata dengan perlakuan 200gr/L (15,67gr), 400gr/L (14,33gr), 600gr/L (13,33gr)

dan 800gr/L (11,33gr).

Dapat di lihat bahwa tingkat konsumsi pakan tikus sawah tertinggi terdapat pada

kontrol (17,67gr) dibandingkan perlakuan 200gr/L (15,67gr), 400gr/L(14,33gr),

600gr/L (13,33gr) dan 800gr/L (11,33gr).Hal ini disebabkan karena perbedaan

konsentrasi dari masing-masing perlakuan yang dapat mempengaruhi indra

penciuman tikus yang menyebabkan tingkat konsumsi pakan tikus sawah

menurun. Indra penciuman tikus memiliki dua jenis reseptor yang berbeda.

Ketikakondisi normal reseptor berfungsi mengidentifikasi bau. Reseptor

kemudian mengirimkaninformasi ke otak untuk mengsosialisasikan bau dengan

(41)

tidak layak untuk dikonsumsi atau adabahaya yang mengancam kehidupannya

karena potensi perkembangbiakan tikus sangatdipengaruhi oleh jumlah dan

kualitas makanan yang tersedia dan lingkungan yang dianggap berbahaya

(Ivakdalam, 2014).

Tingkat konsumsi pakan tikus sawah terendah terdapat pada 800gr/L

(11,33gr). Menurunnya tingkat konsumsi bahan pakan tikus sebesar 11,33 persen

disebabkan karena, bahan cairan lebih banyakmenyebar ke udara.Hal ini

memudahkan tikus mengenali bahaya karena, tikus memiliki sifatselektif terhadap

pakan yang di temukan sebelum dikonsumsi. Ketika tikus mengamati lingkungan

dengan hidung untuk mencium bau pakan, tikusakan mengalami perbedaan atau

adanya gangguan yang menyengat indra penciuman yaitu bau dari larutan kulit

buah jengkol yang menyebabkantimbulkecurigaan tikus terhadap pakan yang ada

dan memilih untuk mempertahankanhidup dengan tidak makan bahkan cenderung

menghindari pakan.

Tabel 3. Konversi umpan per 100 gr bobot tubuh tikus sawah (Rattus

argentiventer Robb & Kloss.)

Perlakuan Rerata jumlah umpan Rerata

bobot Konversi yang dikonsumsi (gr) tikus (gr) umpan

K0 17,60 159,75 11,02

K1 15,87 119,17 13,31

K2 14,40 127,17 11,32

K3 12,47 140,17 8,89

K4 9,70 121,83 7,96

(42)

& Kloss.) tertinggi pada perlakuan 200gr/L sebesar 13,31gr sedangkan terendah

pada perlakuan 800gr/L sebesar 7,96 gr.

Perilaku Tikus Sawah

Pengamatan terhadap perilaku tikus sawah yang diberi perlakuan larutan kulit buah

jengkol secara rinci pada setiap perlakuan disajikan pada diagram berikut:

Gambar 5. Diagram pengamatan perilaku perlakuan kontrol tikus sawah (Rattus argentiventer Robb & Kloss.) Keterangan : MB (masuk ke bumbung); MML (meletakkan makanan di lantai); MMB (membawa makanan ke bumbung); MK (menggigit kandang); MTMM (mengigit tempat makan/minum)

Hasil pengamatanbeberapa aktivitasharian pada tikus uji perlakuan kontrol

disajikan pada Gambar 5. Sebanyak lima kegiatan yang biasa dilakukan tikus

sawahdan kegiatan masuk ke bumbung atau perilaku istirahat merupakan aktivitas

yang paling sering dilakukan yaitu sebanyak 48%, kemudian diikuti dengan

aktivitas lain meletakkan makanan di lantai sebesar 27%, menggigit kandang

sebesar 12%, menggigit tempat makan/minum sebesar 12%, dan terendah dari

aktivitas tersebut adalah membawa makanan kebumbung 1% hal itu disebabkan

(43)

Gambar6. Diagram pengamatan perilaku perlakuan K1 (200gr/L) tikus sawah (Rattus argentiventer Robb & Kloss.) Keterangan : AMK (air mata keluar); BKK (bergerak kesana kemari); BS (bernafas sesak) ; GSB (gerak salto berulang kali); MB (masuk ke bumbung);MMB (membawa makanan ke bumbung); MML (meletakkan makanan di lantai); MK (menggigit kandang); MTMM (mengigit tempat makan/minum); TAB (tidak aktif bergerak)

Tikus sawah yang digunakan sebagai hewan uji menunjukkan perilaku yang

berbeda pada setiap perlakuan. Pada pada perlakuan pemberian larutan kulit

jengkol 200gr/L dapat dilihat bahwa tikus sawahmenunjukkan perilaku yang

berbeda dari perilaku tanpa pemberian larutan kulit jengkol yang disebabkan

akibat efek dari pemberian larutan jengkol yaitu tidak aktif bergerak, air mata

keluar, bergerak kesana kemari, bernafas sesak, gerak salto berulang kali.Aroma

yang berasal dari larutan kulit jengkol mengganggu indra penciuman tikus,

dimana indra penciuman tersebut sangat sensitif (Wiasih dkk, 2013) menyebabkan

tikus tidak betah untuk beberapa waktu. Namun aroma kulit jengkol tidak dapat

bertahan dengan lama karena teroksidasi dengan udara yang keluar masuk dari

pentilasi kurungan uji. Aroma bau pada kulit jengkol disebabkan oleh asam amino

yang terkandung dalam tanaman jengkol yang terdegradasi. Hal tersebut sesuai

(44)

terdegradasi akan terpecah-pecah menjadi komponen yang lebih kecil. Salah satu

gas yang terbentuk dengan unsur itu adalah gas H2S yang terkenal sangat bau.

Gambar 7. Diagram pengamatan perilaku perlakuan K2 (400gr/L) tikus sawah (Rattus argentiventer Robb & Kloss.) Keterangan : AMK (air mata keluar); BKK (bergerak kesana kemari); BS (bernafas sesak); DTP (daun telinga pucat); GSB (gerak salto berulang kali); MB (masuk ke bumbung);MMB (membawa makanan ke bumbung); MML (meletakkan makanan di lantai); MK (menggigit kandang); MTMM (mengigit tempat makan/minum); TAB (tidak aktif bergerak); KMM (kelopak mata menurun); KNM(kurang nafsu makan)

Perilaku kurang nafsu makan tikus sawahpada perlakuan pemberian larutan kulit

jengkol 400gr/L (10%) merupakan persentase tertinggi tinggi setelah perlakuan

pemberian larutan kulit jengkol 600gr/L yaitu sebesar 10,18%. Selain itu juga

perilaku yang tidak normal nampak pada perlakuan ini diantaranya daun telinga

(45)

Gambar 8. Diagram pengamatan perilaku perlakuan K2 (600gr/L) tikus sawah (Rattus argentiventer Robb & Kloss.) Keterangan :ALK (air liur keluar); ASKK (air seni kuning kemerahan); AMK (air mata keluar);BS/ML (berjalan sempoyongan/ menyusur di lantai) BKK (bergerak kesana kemari); BS (bernafas sesak); DTP (daun telinga pucat); EBB (ekor bergerak bergelombang); GSB (gerak salto berulang kali); KK (kejang kejang); KCH (keluar cairan dari hidung); M (menggigil); MB (masuk ke bumbung);MMB (membawa makanan ke bumbung); MML (meletakkan makanan di lantai); MK (menggigit kandang); MTMM (mengigit tempat makan/minum); TAB (tidak aktif bergerak); KMM (kelopak mata menurun); KNM(kurang nafsu makan)

Perilaku tikus sawah pada perlakuan pemberian larutan kulit jengkol 600gr/L

menunjukkan perilaku yang bermacam macam yang berbeda dari perilaku pada

perlakuan kontrol, 200gr/L, 400gr/l yaitu dimana perlakuan kurang nafsu makan

tertinggi pada perlakuan 600gr/L yaitu sebesar 10,18% selain itu terdapat perilaku

air liur keluar (4%), air seni kuning kemerahan (2%), berjalan

semponyongan/menyusur di lantai (9%), ekor bergerak bergelombang (2%),

(46)

Gambar 9. Diagram pengamatan perilaku perlakuan K4 (800gr/L) tikus sawah (Rattus argentiventer Robb & Kloss.) Keterangan :ALK (air liur keluar); ASKK (air seni kuning kemerahan); AMK (air mata keluar);BS/ML (berjalan sempoyongan/ menyusur di lantai) BKK (bergerak kesana kemari); BS (bernafas sesak); DTP (daun telinga pucat); EBB (ekor bergerak bergelombang); GSB (gerak salto berulang kali); KK (kejang kejang); KCH (keluar cairan dari hidung); M (menggigil); MB (masuk ke bumbung);MMB (membawa makanan ke bumbung); MML (meletakkan makanan di lantai); MK (menggigit kandang); MTMM (mengigit tempat makan/minum); TAB (tidak aktif bergerak); KMM (kelopak mata menurun); KNM(kurang nafsu makan)

Perilaku tikus sawah pada perlakuan pemberian larutan kulit jengkol 800gr/L

menunjukkan perilaku yang sama dengan perlakuan pemberian larutan kulit

jengkol 600gr/L yaitu selama pengamatan 0 sampai 5 hari setelah aplikasi

terdapat 20 perilaku tikus sawah : air liur keluar, air seni kuning kemerahan, air

mata keluar, berjalan sempoyongan/ menyusur di lantai, bergerak kesana kemari,

bernafas sesak, daun telinga pucat, ekor bergerak bergelombang, gerak salto

berulang kali, kejang kejang, keluar cairan dari hidung, menggigil, masuk ke

bumbung, membawa makanan ke bumbung, meletakkan makanan di lantai,

menggigit kandang, mengigit tempat makan/minum, tidak aktif bergerak, kelopak

(47)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Aplikasi larutan kulit buah jengkolberpengaruh terhadap penurunan bobot tikus

sawah pada perlakuan 200gr/L (1,7gr), 400gr/L (2,0gr), 600g/L (2,3gr) dan

800g/L (3,3gr).

Larutan kulit buah jengkol (Phitecellobium lobatum ) terhadapR. argentiventer

menunjukkan hasil yang berpengaruh nyata terhadap konsumsi makan tikus

sawah.

Aroma bau yang berasal dari larutan kulit jengkol bisa bertahan rata rata 4-5 hari

yang disebabkan teroksidasi dengan udara luar.

Perilaku tikus sawah pada perlakuan 200gr/L, 400gr/L, 600g/L dan 800g/L

memiliki persamaan yaitu air mata keluar, bergerak kesana kemari, bernafas

sesak, gerak salto berulang, kurang nafsu makan, dan tidak aktif bergerak.

Saran

Untuk aplikasi di lapangan sebaiknya dilakukan dengan memberikan

(48)

Biologi Tikus Sawah(Rattus argentiventer (Rob & Kloss))

Kedudukan taksonomi tikus sawah menurut Nugroho, et al(2009) adalah

sebagai berikut:

Kingdom

Filum

Sub-Filum :Vertebrata

Kelas

Ordo

Famili

Genus

Spesies :Rattus argentiventer(Rob & Kloss)

(49)

Tikus sawah (Rattus argentiventer Rob & Kloss) merupakan hama utama

tanamanpadi dari golongan mammalia (binatang menyusui), yang mempunyai

sifat-sifat yang sangatberbeda dibandingkan jenis hama utama padi lainnya

(Sudarmaji, 2010).Tikus sawah dapat berkembang biak mulai umur 1,5-5 bulan.

Setelah kawin, masa bunting memerlukan waktu 21 hari. Seekor tikus betina

melahirkan rata-rata 8 ekor anak setiap kali melahirkan, dan mampu kawin lagi

dalam tempo 48 jam setelah melahirkan serta mampu hamil sambil menyusui

dalam waktu yang bersamaan. Selama satu tahun seekor betina dapat melahirkan

4 kali, sehingga dalam satu tahun dapat dilahirkan 32 ekor anak, dan populasi dari

satu pasang tikus tersebut dapat mencapai + 1200 ekor turunan (Diperta, 2013 dan

Ni, 2014).

Tikus memiliki indra pencium yang baik sehingga dapatmencium bau pakan yang

disukai, tikus lainataupun predator. Indra peraba juga berkembang sangat baik,

yang terdiri atasrambut panjang di antara bulu-bulu halusdi seluruh tubuh dan

kumis untuk mengenali musuhnya dan dapat bergerak aktifpada malam hari.

Indra pendengar tikusdapat menangkap getaran suara melampaui kemampuan

indra pendengar manusia.Indra pendengar tikus memberi responsterbaik pada 40

KHz dan mampu menangkap suara pada frekuensi 100 KHz,meskipun spesies

Rattus argentiventertidakterpengaruh aktivitas makan dan geraknyaapabila diberi

sinyal pada frekuensi tersebut dari jarak 4 m. Indra perasa tikus jugaberkembang

dengan baik, dan mampumendeteksi bahan-bahan bersifat toksik,rasa pahit, dan

rasa tidak enak (Baco, 2011)

Indra penciuman tikus memiliki dua jenis reseptor yang berbeda. Ketikakondisi

(50)

seperti bau yang tidakmenyenangkan, bau busuk yang artinya makanan tidak

layak untuk dikonsumsi atau adabahaya yang mengancam kehidupannya karena

potensi perkembangbiakan tikus sangatdipengaruhi oleh jumlah dan kualitas

makanan yang tersedia dan lingkungan yang dianggap berbahaya

(Ivakdalam, 2014) .

Salah satu ciri terpenting dari tikus sebagai ordo rodentia (hewan pengerat)adalah

kemampuannya untuk mengerat benda-benda keras. Supaya dapatmengurangi

pertumbuhan gigi serinya yang tumbuh secara terus-menerus.Aktivitas mengerat

berlangsung selama hidupnya, tetapi hasil pengeratan masihkalah cepat

dibandingkan pertumbuhan gigi serinya (Januarsi, 2010).

Kemampuan alat indra tikus antara lain:

Menyentuh; sangat membantu dalam orientasi dan kewaspadaan terhadap ada atau

tidaknya rintangan di depannya., Mendengar; tikus sangat sensitive terhadap suara

yang mendadak disamping itu tikus dapat mendengar suaa ultra., Melihat; mata

tikus khusus untuk melihat pada malam hari., Mengecap; rasa mengecap pada

tikus sangat berkembang dengan baik, tikus dapat mendeteksi dan menolak air

minum yang mengandung senyawa racun (Kandun, 2008).

Sebagai mamalia omnivora tikus sawah tetap selektif dalam memilih

pakan yang dikonsumsi. Gizi yang seimbang dengan komposisi material hewani

dan nabati selalu dikonsumsi untuk mempertahankan status gizi yang baik.

Material hewani dan nabati tersebut dipilih secara selektif dan selalu waspada

(51)

Perilaku Tikus Sawah

Tikus termasuk hama kedua terpenting pada tanaman padi di Indonesia.Ini perlu

mendapat perhatian khusus di samping hama lainnya.Karena kehilangan hasil

produksi akibat serangan hama tikus cukup tinggi. Usaha untuk mengendalikan

tikus ini sudah banyak dilakukan oleh para petani,mulai dari sanitasi,kultur

teknik,fisik,cara hayati,mekanik dan kimia.Namun diakui,bahwa cara-cara

pengendalian tersebut belum dilakukan secara terpadu,sehingga harapan untuk

menekan populasi tikus pada tingkat yang tidak merugikan ternyata sulit dicapai

(Dinpertan, 2014).

Perilaku sosial tikus sawah mencakup perilaku menjaga wilayah kekuasaannya

(territorial) dan tingkatan sosial. Pada kerapatan populasi rendah hingga sedang,

seekor jantan dominan paling berkuasa atas sumber pakan, jalur jalan, lokasi

bersarang, dan tikus betina dalam kelompoknya (Dewi, 2010).

Seperti halnya makhluk hidup lain, tikus memiliki indera yang mendukung

segala aktivitas kehidupannya. Diantara kelima indera yang dimiliki oleh tikus

hanya indera penglihatan yang kurang berkembang dengan baik. Indera yang

paling berkembang dengan baik dan menjadi andalan bagi tikus dalam mendeteksi

lingkungan sekitarnya adalah indera penciuman dan pendengaran(Purwanto, 2009)

Kondisi yang menguntungkan bagi tikus adalah areal dengan banyak

pematang,tanggul-tanggul,tumpukan jerami, semak-semak dan gulma.

Tikus hidup dalam liang yang dibuat disekitar pertanaman.Liang berfungsi

sebagai tempat berlindung dan berkembang biak.Liang tikus biasannya

mempunyai pintu masuk utama yang berakhir dengan satu atau dua jalan keluar

(52)

ditinggalkan oleh tikus, tidak digunakan lagi oleh tikus lainnnya (Ni, 2014)

Tikus sawah hidup berkelompok dan berdomisili dikawasan yang cukup memberi

perlindungan sumber makanan. Dalam kelompok terdapat ajang kekuasaan,

biasanya tikus jantan yang kuat diantara jantan dewasa adalah yang sangat

berkuasa. Tikus penguasa tersebut akan melindungi selurh anggota kelompoknya

pada kawasan teritorialnya. Kawasan tersebut dipertahankan oleh anggota

kelompokuntuk tidak dimasuki oleh pendatang. Demikian juga tikus betina yang

bunting atau yang sedang memelihara anaknya dapat bertindak sebagai pelindung

sarang dan kawasan di sekitar sarang tersebut (Hamdan, 2013).

Tikus menyerang padi pada malam hari. Pada siang harinya, tikus bersembunyi di

dalam lubang pada tanggul-tanggul irigasi, jalan sawah, pematang, dan daerah

perkampungan dekat sawah. Pada periode bera, sebagian besar tikus bermigrasi ke

daerah perkampungan dekat sawah dan akan kembali lagi ke sawah setelah

pertanaman padi menjelang generatif (Master, 2013).

Tikus tergolong dalam hewan omnivora yang memanfaatkan berbagai jenis

makanan untuk bertahan hidup. Komposisi pakan yang dikonsumsinya tergantung

pada kondisi lingkungan dan pertanaman padi (Nugroho, 2009)

Pola umum kerusakan (serangan) tikus di areal persawahan biasa ditemukan

menyerupai stadion sepakbola dengan bagian tengah lebih pendek karena rusak

terserang dan sering menyisakan bagian pinggir saja yang tidak terserang. Pola

tersebut tampaknya tidak hanya berlaku (bisa terjadi) pada varietas padi yang

(53)

syarat jika areal tersebut ditanami varietas yang seragam (Solikhin dan Purnomo,

2008)

Pengendalian Tikus Sawah

Tikus sawah (Rattus argentiventer) merupakan salah satu hama penting padi di

lndonesia yang relatif sulit dikendalikan. Hama tersebut menyerang persawahan

maupun perkebunan dengan luas dan intensitas serangan tinggi, sehingga

menimbulkan kerusakan dan kerugian yang tinggi. Tingkat kesulitan yang tinggi

tersebut berhubungan dengan banyak faktor, salah satunya adalah dengan sifat

konsumsinya yang mampu beradaptasi terhadap setiap jenis pakan yang dijumpai.

Secara umum tikus sawah tersebut merupakan binatang omnivora (Karyanto,

2005).

Pengendalian tikus sawah dilakukan dengan pendekatan yang sangat berbeda

dengan pengendalian untuk hama padi lainnya. Pengendalian hama tikus

dilakukan dengan pendekatan pengendalian hama tikus terpadu (PHTT) yaitu

pengendalian tikus yang didasarkan pada pemahaman ekologi tikus, dilakukan

secara dini, intensif dan berkelanjutan dengan memanfaatkan teknologi

pengendalian yang sesuai dan tepat waktu. Pelaksanaan pengendalian dilakukan

oleh petani secara bersama-sama (berkelompok) dan terkoordinir dengan cakupan

sasaran pengendalian dalam skala luas (Litbang, 2013 dan Sudarmaji dan

Herawati, 2011).

Teknologi pengendalian dengan tanam dan panen serempak. Dalam satu

hamparan, diusahakan selisih waktu tanam dan panen tidak lebih dari 2 minggu.

Hal tersebut untuk membatasi tersedianya pakan padi generatif, sehingga tidak

(54)

mengganggu atau membunuh musuh alami tikus sawah khususnya pemangsa

seperti burung hantu, burung elang, kucing, anjing, ular tikus, dll (Nurbani, 2011).

Pengendalian tikus dengan tanaman perangkap yaitu melakukan penanaman padi

lebih awal atau menanam varietas yang berumur pendek dan paling disukai

sehingga tanaman tersebut mencapai stadium generative pada saat tanaman

disekitarnya stadium vegetatif. Populasi tikus akan berkunjung dan terakumulasi

pada tanaman perangkap tersebut sehingga pengendaliannya dapat difokuskan di

lokasi tersebut (Natawigena dan Bari, 2006).

Pemberian umpan kepada tikus dilakukan berdasarkan sifat tikus yang dapat

memakan tumbuhan dan memakan hewan atau bersifat omnivora.Umpan yang

diberikan adalah hewan yang berada di sawah dan biasanya dimakan oleh

tikus.Umpan tersebut diletakkan di wadah yang aman agar tidak mencemari

lingkungan.Wadah yang berisi umpan tersebut lalau diletakkan di tempat yang

dilewati tikus atau dekat dengan tempat tikus berkumpul atau bersembunyi. Ada

dua jenis umpan yang dapat diberikan ke tikus yaitu keong mas atau gondang dan

belalang yang tubuhnya berukuran besar (Irsan, et al, 2014).

Penggunaan repelen merupakan salah satu alternatif pengendalian tikusyang

memanfaatkan indera penciuman dan/atau indera pendengaran tikus

denganmetode tanpa mematikan (non lethal). Bau yang khas serta hawa panas

yangdihasilkan oleh suatu bahan repelen dapat dijadikan sebagai bahan

pertimbangandigunakannya suatu bahan sebagai repelen. Diantara berbagai bahan

repelen,rempah-rempah dapat dijadikan salah satu bahan repelen karena

(55)

Penggunaan rodentisida sebagai salah satu cara penanggulangan hama tikus

memang akan memberikan hasil yang cepat serta sangat mudah dalam

penerapannya, akan tetapi apabila penggunaan rodentisida yang tidak terkendali

akan menyebabkan terjadinya salah sasaran yang akan merugikan organisme lain

bukan sasaran. Cara pengendalian lain yang dapat dilakukan adalah dengan barrier

mekanis, sanitasi, pemerangkapan (Purwanto, 2009).

Permasalahan Di lapangan

Di Indonesia, perkembangbiakan tikus sawah yang cepat terjadi pada saat

tanaman padi mulai memasuki fase generatif sampai dengan dipanen.

Perkembangbiakan tikus sawah banyak dipengaruhi oleh faktor makanan terutama

nutrisi pada stadia pertumbuhan tanaman padi dan secara tidak langsung

dipengaruhi pula oleh lingkungannya. Pada musim hujan atau bila makanan cukup

tersedia, frekuensi kelahiran dan jumlah anak akan tinggi dan banyak, sebaliknya

di musim kemarau perkembangbiakannya agak terhambat (Sitepu, 2008)

Tikus sawah tergolong hewan nokturnal.Pada siang harinya, tikus bersembunyi di

dalam lubang pada tanggul-tanggul irigasi, jalan sawah, pematang, dan daerah

perkampungan dekat sawahdan melakukan aktivitas harian yang teratur, yang

bertujuan untuk mencari pakan, minum, pasangan, dan orientasi kawasan. Tikus

menyenangi tempat-tempat yang gelap karena di tempat ini tikus merasa aman

dan terlindung. Pada umumnya tikus sawah menempati liang atau tempat

persembunyian lainnya (Dewi, 2010 dan Master, 2013).

Pada umumnya pengendalian tikus di tingkat petani dilakukan setelah terjadi

serangan karena lemahnya monitoring, sehingga penanganan hama tikus menjadi

(56)

peduli dalam menyediakan sarana pengendalian tikus, organisasi pengendalian

yang masih lemah dan pelaksanaan pengendalian yang tidak berkelanjutan. Masih

banyak petani mempunyai “persepsi mistis” atau meyakini mitos tikus yang pada

hakekatnya menghambat dalam usaha pengendalian (Sudarmaji, 2011).

Repelan Nabati

Alternatif pengendalian tikus umumnya dilakukan dengan memanfaatkanbiologi

tikus yang berkembang sangat baik. Salah satu alternatif pengendalianyang dapat

dilakukan yaitu dengan repelen. Repelan adalah suatu zat yangdigunakan untuk

mengusir kehadiran tikus dengan memanfaatkan indera tikusyang sensitif. Zat

repelan umumnya dibuat dengan menghasilkan bau-bauan yangmenyengat dan

mengganggu penciuman tikus sehingga diharapkan tikus menjaditidak betah dan

pergi dari suatu areal. Selain dengan bau-bauan, repelan ada jugayang dibuat

dengan menghasilkan hawa panas bagi tikus(Purwanto, 2009).

Gambar 2 : Jengkol., Keterangan a. Kulit jengkol (yang digunakan dalam penelitian b. Biji jengkol

(57)

Kulit jengkol merupakan salah satu limbah pertanian.Salah satu prospek yangbisa

dikembangkan adalah pemanfaatan limbah,khususnya limbah nabati. Pemanfaatan

limbah nabatimemberi keuntungan yaitu mudah mencari bahanmentahnya, murah,

dan juga membantu dalampenanggulangan sampah. Buah jengkol sudah

lamadikenal oleh masyarakat sebagai bahan konsumsi. Kulitkeras buah jengkol

sampai saat ini masih merupakanlimbah yang tidak termanfaatkan dan tidak

mempunyainilai ekonomi (Ambarningrum, et al, 2007).

Senyawa kimia yang khas dalam tanamanjengkol adalah asam jengkolat. Senyawa

ini merupakanasam amino alifatik yang mengandung sulfur danbersifat toksik.

Selain asam jengkolat di dalam tanamanjengkol terdapat minyak atsiri, saponin,

alkaloid,terpenoid, steroid, tannin, glikosida, protein, karbohidrat,kalsium, fosfor,

serta vitamin A dan B17. Ekstrak etanol kulitjengkol mengakibatkan kematian

pada tikus biladiberikan secara oral dengan dosis 2 g/kg berat badan

(Ambarningrum, et al, 207).

Pemanfaatan tumbuhan dalam pengendalian hama sudah banyak dilakukan,

terutama di bidang pertanian dan perkebunan dan hasilnya efektif. Penggunaan

suatu bahan nabati akan lebih baik hasilnya atau lebih efektif apabila dipadukan

dengan pestisida nabati lainnya. Penggunaan bahan nabati juga dapat dipadukan

dengan musuh alami bila bahan pestisida nabati tersebut tidak beracun bagi

musuh alami (Asmaliyah, et al, 2010).

Berbeda dengan racun atau perangkap, kulit jengkol tidak membunuh tikus.

Aroma yang dikeluarkan kulit jengkol membuat tikus tidak betah. Maka ketika

lubang tikus di sawah diletakkan kulit jengkol, mereka menghindar dari area

(58)

menghindar dari sawah (Nursyamsi, et al, 2013).

Penyebab bau jengkol adalah asam amino yang terkandung didalam biji jengkol.

Asam amino itu didominasi oleh asam amino yang mengandung unsur Sulfur (S).

Ketika terdegradasi akan terpecah-pecah menjadi komponen yang lebih kecil,

asam amino itu akan menghasilkan berbagai komponen flavor yang sangat bau,

karena pengaruh sulfur tersebut. Salah satu gas yang terbentuk dengan unsur itu

adalah gas H2S yang terkenal sangat bau (Sakinah, 2010).

H2S ini mempunyai bau yang tidak sedapdan hasil oksidasinya menghasilkan gas sulfur dioksida (SO3) dan gas sulfur trioksida (Lastella, et al, 2002).Gas hidrogen sulfida Di udara kemudian bersenyawa dengan oksigen membentuk sulfur

(59)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tikus sawah (Rattus argentiventer) merupakan hama padi utama di

Indonesia, kerusakan yang ditimbulkan cukup luas dan hampir terjadi setiap

musim (Rusdy dan Fatmal, 2008). Tikus menyerang semua stadium tanaman

padi, baik vegetatif maupun generatif, sehingga menyebabkan kerugian ekonomis

yang berarti (Nugroho, et al, 2009).

Tikus merupakan salah satu binatang hama yang sulit

dikendalikandibandingkan dengan hama lainnya. Daya adaptasi hama ini

terhadaplingkungannya sangat baik, yaitu dapat memanfaatkan sumber makanan

dariberbagai jenis (omnivora). Hewan inipun berperilaku cerdik. Segala

aktivitasdilakukan malam hari dengan dukungan indera terlatih sehingga

mobilitasnya tinggi dan dalam habitat yang memadai cepat berkembang biak

dengan dayareproduksi tinggi dan berumur panjang dibandingkan hama lainnya

(Natawigena, 1993).

Di Indonesia, kehilangan hasil akibat serangan tikus sawah diperkirakan dapat

mencapai 200.000 – 300.000 ton per tahun (Dasmendi, 2009). Pada umumnya

para petani masih sangat menggantungkan pada penggunaan pestisida kimia

sintetik,(Astuti, et al, 2013).Usaha untuk mengendalikan tikus ini sudah banyak

dilakukan oleh para petani, namun diakui,bahwa cara-cara pengendalian tersebut

belum dilakukan secara terpadu,sehingga harapan untuk menekan populasi tikus

(60)

penggunaan pestisida sintetik telah dikembangkan alternatif lain yang berasal dari

tumbuhan yang mengandung senyawa bioaktif.Penggunaan alternatif ini berasal

dari tanaman yang dapat diperoleh dari biji, buah, daun, kulit kayu maupun bagian

akar secara ekstraksi perlu dikembangkan di masa mendatang.Keuntungan

menggunakan pengendalian ini adalah adalah penggunaannya tidak berbahaya

karena toksisitasnya terhadap mamalia relative rendah. Relatif mudah dan murah

untuk digunakan oleh petani, berspektrum cukup luas dan tidak meninggalkan

residu( Fitri, 2013).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman yang berpotensi dalam

pengendalian dengan menggunakan bahan nabati yaitu tanaman jengkol. Jengkol

banyak mengandung zat, antara lain adalah sebagai berikut: protein, kalsium,

fosfor, asam jengkolat, vitamin A dan B1, karbohidrat, minyak atsiri, saponin,

alkaloid, terpenoid, steroid, tanin, dan glikosida (Wiasih , et al, 2013).

Berbagai teknik pengendalian telah dilakukan oleh masyarakat petani seperti

kultur teknis, sanitasi, maupun secara fisik dan biologis (Dedi , et al, 2013).

Namun teknik-teknik pengendalian tersebut tidak selalu memberikan pengaruh

yang besar terhadap menurunnya populasi dari hama tersebut (Natawigena, et al,

2004). Begitu pula halnya dengan pengendalian kimiawi yang menggunakan

bahan-bahan kimia baik berupa umpan beracun, bahan fumigan, penolak dan

penarik maupun pemandul (Pakki, et al, 2009)

Pengendalian kimiawi nampaknya dapat memberikan hasil yang lebih baik

dibanding teknik lain, namun bahan-bahan kimia yang digunakan membahayakan

(61)

Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mencari alternatif pengendalian

yang relatif aman (Tito, et al, 2011 dan Invakdalam, 2014).

Tujuan Penelitian

Untuk menguji pengaruh larutankulit buah jengkol (Phitecellobium lobatum )

terhadap tingkat konsumsi makan hama tikus sawah.

Hipotesis Penelitian

Kandungan kulit buah jengkol dapat mengganggu sistem saraf terutama

penciuman tikus sawah yang dapat mengganggu indra penciuman yang

menyebabkan aktifitas dan komsumsi makan tikus menurun.

Kegunaan Penelitian

Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelara sarjana Di Depertemen

Agroekoteknologi Sub Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Universitas Sumatera

Utara, Medan

(62)

MARIA S SIMBOLON: Pengaruh larutan kulit buah tanaman jengkol (Phitecellobium lobatum ((Jack) Prain )terhadap tingkat konsumsi makan tikus sawah (Rattus argentiventer (Rob & Kloss) di laboratorium, dibimbing oleh SUZANNA F. SITEPU, MUKHTAR ISKANDAR PINEM, dan KHOMENI ABDILLAH

Pengendalian kimiawi nampaknya dapat memberikan hasil yang lebih baik dibanding teknik lain, namun bahan-bahan kimia yang digunakan membahayakan bagi makhluk hidup lain yang bukan sasaran seperti manusia atau hewan piaraan maka dari itu penggunaan repelan dari bahan nabati yaitu kulit buah tanaman jengkol diharapkan dapat menekan serangan tikus sawah di lapangan. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium vertebrata BBPPTP (Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan) yang beralamat Di Jl. Asrama No 124. Pondok Kelapa, Medan dari bulan November 2015 hingga Februari 2016, menggunakan rancangan acak kelompok non faktorial. Parameter yang diamati adalah bobot tikus sawah, tingkat konsumsi makan dan perilaku tikus sawah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa larutan kulit buah jengkol berpengaruh nyata mengurangi tingkat konsumsi makan dan bobot namun tidak pada tingkah laku tikus sawah. Hasil terbaik dari penelitian ini diperoleh pada perlakuan 800gr/L.

(63)

ABSTRACT

The EffectUtilitazion of pericarpJengkol (Pithecellobium lobatum(Jack) Prain.) to consumption levels field rats (Rattus argentiventer (Rob & Kloss) in laboratory supervised by SUZANNA F. SITEPU, MUKHTAR ISKANDAR PINEM, and KHOMENI ABDILLAH.

Chemical control seems to be able to provide better results than other techniques, but the chemicals used can to harm other animals that are not pestst such as humans or pets, therefore the use of repelan from plant materials ie rind jengkol plant is expected to reduce the rat attack on the field. This research had been conducted at the laboratory of vertebrate BBPPTP (Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan) is located at Jl. Asrama Number. 124. Pondok Kelapa, Medan in november 2015 to february 2016,using a randomized block design non factorial. Parameter observed were field rats weights, food consumption levels and the behavior of field rat.

The result showed that Utilitazion of pericarpJengkol significantly reduce the rate of food consumption and weight field rats. The best result were showed by in treatment 800gr / L.

(64)

(Phitecellobium lobatum (Jack) Prain ) TERHADAP TINGKAT

KONSUMSI MAKAN TIKUS SAWAH (Rattus argentiventer

(Rob & Kloss) DI LABORATORIUM

SKRIPSI

OLEH:

MARIA S SIMBOLON 090301161

Hama dan Penyakit Tumbuhan

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(65)

PENGARUH LARUTAN KULIT BUAH TANAMAN JENGKOL

(Phitecellobium lobatum ((Jack) Prain )TERHADAP TINGKAT

KONSUMSI MAKAN TIKUS SAWAH (Rattus argentiventer

(Rob & Kloss) DI LABORATORIUM

SKRIPSI

OLEH:

MARIA S SIMBOLON 090301161

Hama dan Penyakit Tumbuhan

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Melakukan Penelitian di Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara, Medan.

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(66)

lobatum (Jack) Prain)Terhadap Tingkat Konsumsi makan

Tikus Sawah (Rattus argentiventer (Rob & Kloss))Di Laboratorium

Nama : Maria S Simbolon

Nim : 090301161

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing

(Ir. Mukhtar I. Pinem, M.Agr.)

(67)

ABSTRAK

MARIA S SIMBOLON: Pengaruh larutan kulit buah tanaman jengkol (Phitecellobium lobatum ((Jack) Prain )terhadap tingkat konsumsi makan tikus sawah (Rattus argentiventer (Rob & Kloss) di laboratorium, dibimbing oleh SUZANNA F. SITEPU, MUKHTAR ISKANDAR PINEM, dan KHOMENI ABDILLAH

Pengendalian kimiawi nampaknya dapat memberikan hasil yang lebih baik dibanding teknik lain, namun bahan-bahan kimia yang digunakan membahayakan bagi makhluk hidup lain yang bukan sasaran seperti manusia atau hewan piaraan maka dari itu penggunaan repelan dari bahan nabati yaitu kulit buah tanaman jengkol diharapkan dapat menekan serangan tikus sawah di lapangan. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium vertebrata BBPPTP (Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan) yang beralamat Di Jl. Asrama No 124. Pondok Kelapa, Medan dari bulan November 2015 hingga Februari 2016, menggunakan rancangan acak kelompok non faktorial. Parameter yang diamati adalah bobot tikus sawah, tingkat konsumsi makan dan perilaku tikus sawah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa larutan kulit buah jengkol berpengaruh nyata mengurangi tingkat konsumsi makan dan bobot namun tidak pada tingkah laku tikus sawah. Hasil terbaik dari penelitian ini diperoleh pada perlakuan 800gr/L.

(68)

The EffectUtilitazion of pericarpJengkol (Pithecellobium lobatum(Jack) Prain.) to consumption levels field rats (Rattus argentiventer (Rob & Kloss) in laboratory supervised by SUZANNA F. SITEPU, MUKHTAR ISKANDAR PINEM, and KHOMENI ABDILLAH.

Chemical control seems to be able to provide better results than other techniques, but the chemicals used can to harm other animals that are not pestst such as humans or pets, therefore the use of repelan from plant materials ie rind jengkol plant is expected to reduce the rat attack on the field. This research had been conducted at the laboratory of vertebrate BBPPTP (Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan) is located at Jl. Asrama Number. 124. Pondok Kelapa, Medan in november 2015 to february 2016,using a randomized block design non factorial. Parameter observed were field rats weights, food consumption levels and the behavior of field rat.

The result showed that Utilitazion of pericarpJengkol significantly reduce the rate of food consumption and weight field rats. The best result were showed by in treatment 800gr / L.

(69)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa dimana

atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini berjudul “pengaruh larutan kulit buah tanaman jengkol

(Phitecellobium lobatum) terhadap tingkat konsumsi makan hama tikus sawah

(Rattus argentiventer (Rob & Kloss)) di laboratorium” yang merupakan salah satu

syarat untuk dapat menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Pertanian, Universitas

Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada

KomisiPembimbing Ibu Ir. Suzanna F. Sitepu, M.Si, selaku Ketua dan Bapak Ir.

Mukhtar I. Pinem, M.Agr., selaku Anggota. Penulis juga mengucapkan terima

kasih kepada Bapak kepala di Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman

Perkebunan Medan DR. Kusharyono, SE., Khomeni Abdillah, Ams selaku

pembimbing di laboratorium pengendalian hama vertebrata yang telah

membimbingpenulisdalamberbagaihalpenyelesaian Skripsi penelitianini.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi inimasih jauh

sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan

terima kasih.

Medan, Juni2016

(70)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Onan Ganjang pada tanggal 18 November 1992 dari

ayah Maman Simbolon dan ibu Tioresmi Manullang. Penulis merupakan anak

ketujuh dari delapan bersaudara.

Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri I Onan Ganjang dan pada

tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur seleksi masuk

perguruan tinggi negri (SMPTN). Penulis memilih minat hama dan penyakit

tanaman, Program Studi Agroekoteknologi.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota korps

mahasiswa pecinta alam Uiversitas Sumatera Utara (KOMPAS-USU) dan anggota

himpunan mahasiswa agroekoteknologi (Himagrotek).

Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di PT. Perkebunan

(71)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang... ... 1

Tujuan Penelitian... ... 3

Hipotesis Penelitian... ... 3

Kegunaan Penelitian... 3

TINJAUAN PUSTAKA Biologi Tikus Sawah (Rattus argentiventer (Rob & Kloss))... ... 4

Perilaku Tikus Sawah... ... 7

Pengendalian... ... 9

Permasalahan Di Lapangan ... 11

Repelan Nabati... ... 12

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 15

Bahan dan Alat... ... 15

Metode Penelitian... 15

Peubah Amatan... ... 16

Bobot tikus sawah ... 16

Tingkat konsumsi pakan tikus sawah ... 17

Perilaku tikus sawah ... 17

Pelaksanaan Penelitian ... 18

Penyediaan kulit jengkol ... 18

Pembuatan pakan tikus ... 19

Penyediaan tikus uji ... 19

Persiapan kurungan uji ... 19

Pembuatan repelan dari kulit buah jengkol ... 19

(72)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bobot tikus sawah ... 22 Tingkat konsumsi pakan tikus sawah ... 23 Perilaku tikus sawah ... 26

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan... ... 31 Saran... ... 31

DAFTAR PUSTAKA

(73)

DAFTAR GAMBAR

No. Hlm.

1. Tikus sawah (Rattus argentiventer Rob & Kloss) ... 4

2. Jengkol (Phitecellobium lobatum ) ... 13

3. Grafik pengaruh larutan kulit buah tanaman jengkol (Phitecellobium lobatum ) terhadap penurunan bobot tubuh tikus (Rattus argentiventer Robb & Kloss.) ... 22

4. Grafik pengaruh larutan kulit buah tanaman jengkol (Phitecellobium lobatum ) terhadap konsumsi makan tikus (Rattus argentiventer Robb & Kloss.) ... 24

5. Diagram pengamatan perilaku perlakuan kontrol tikus sawah (Rattus argentiventer Robb & Kloss.) ... 26

6. Diagram pengamatan perilaku perlakuan K1 (200gr/L) tikus sawah (Rattus argentiventer Robb & Kloss.) ... 27

7. Diagram pengamatan perilaku perlakuan K2 (400gr/L) tikus sawah (Rattus argentiventer Robb & Kloss.) ... 28

8. Diagram pengamatan perilaku perlakuan K3 (600gr/L) tikus sawah (Rattus argentiventer Robb & Kloss.) ... 29

9. Diagram pengamatan perilaku perlakuan K4 (800gr/L) tikus sawah (Rattus argentiventer Robb & Kloss.) ... 30

10. Kurungan uji tikus sawah ... 58

11. Larutan kulit jengkoln... 58

12. Perilaku tikus bergerak dan gerak salto berulang kali ... 59

13. Parameter pengamatan air liur keluar, air mata keluar, daun telinga pucat, kelopak mata menurun ... 59

14. Parameter pengamatan tikus berjalan sempoyongan, air seni kuning kemerahan, bernafas sesak, dan mengigil... 59

15. Parameter pengamatan tikus meletakkan makanan di lantai ... 60

(74)

17. Parameter pengamatan tikus ekor bergerak bergelombang,

kejang-kejang, kurang nafsu makan, dan tidak aktif bergerak ... 60

(75)

DAFTAR TABEL

No. Hlm.

1. Pengaruh larutan kulit buah tanaman jengkol (Phitecellobium

lobatum ) terhadap penurunan bobot tubuh tikus (Rattus

argentiventer Robb & Kloss.) ... 22

2. Pengaruh larutan kulit buah tanaman jengkol (Phitecellobium

lobatum ) terhadap tingkat konsumsi pakan tikus (Rattus

argentiventer Robb & Kloss.) ... 23

Gambar

Gambar 9:  Kurungan uji yang digunakan
Gambar13. Parameter pengamatan air liur keluar, air mata keluar, daun telinga pucat, kelopak mata menurun
Gambar15. Parameter pengamatan tikus meletakkan makanan di lantai
Tabel 1. Pengaruh larutan kulit buah jengkol (Phitecellobium lobatum )terhadap penurunan bobot tubuh tikus (Rattus argentiventer Robb & Kloss.)
+7

Referensi

Dokumen terkait

singaporensis dengan dosis tinggi dapat mengendalikan populasi tikus pada kondisi ekologi yang tidak merugikan dengan angka kematian 70 hingga 90% dan lama kematian antara 7 –

tikus sawah pada sawah tanam tidak serempak dapat selalu mengkonsumsi padi stadia bunting sampai panen dalam proporsi yang tinggi. Konsumsi atas pakan tersebut

Tingkat kejeraan tikus terhadap rodentisida harus diujikan dengan rodentisida jenis lainnya dengan bahan aktif yang sama yaitu bromadiolon,

Pelaksanaan penelitian ini dibagi tiga tahap yaitu umpan pendahuluan dilakukan dengan cara mengambil 30 gram bahan yang telah dicampur dan masing-masing diletakkan

Penggunaan bio rodensia diduga lebih menguntungkan dalam pengendalian populasi tikus karena dapat mengatasi adanya sifat tikus yang sangat curiga terhadap benda

menimbulkan kerusakan yang signifikan pada lingkungan Oleh karena itu pemanfaatan tumbuhan sebagai pengendali hama merupakan alternatif.. pengendalian hama yang bijak dan

Fenomena tidak dikunjunginya ruang perlakuan yang diberi aroma minyak atsiri tersebut dapat dimungkinkan oleh beberapa alasan yaitu : Pertama, tikus tidak dapat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai jenis formulasi bromadiolon yang efektif dan efisien untuk aplikasi pengendalian tikus sawah (R. argentiventer)