• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respons Pertumbuhan Tembakau (Nicotiana tabacum L.) Terhadap Pemberian Debu Vulkanik Gunung Sinabung Dan Dosis Pupuk Kompos

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Respons Pertumbuhan Tembakau (Nicotiana tabacum L.) Terhadap Pemberian Debu Vulkanik Gunung Sinabung Dan Dosis Pupuk Kompos"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

Lampiran 3. Bagan Tata Letak Polibeg dalam Pot

B 30 cm

150 cm

(4)

Lampiran 4.Deskripsi Varietas

DESKRIPSI VARIETAS Varietas Deli – 4

- Habitus : Berbentuk kerucut (tegak lurus ke

atas)

- Bentuk/ permukaan daun : Ovalis/ agak bergelombang

- Urat daun : Agak kasar

(5)

Lampiran 5. Hasil Analisis Debu Vulkanik Gunung Sinabung *

* Dianalisis di Laboratorium Tanah Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

** Berdasarkan Kriteria Balai Penelitian Tanah Bogor, 2005

Lampiran 6. Hasil Analisis Pupuk Kompos *

No Keterangan Parameter Hasil Analisis Keterangan **

1 pH H2O 5,90 Agak Masam

* Dianalisis di Laboratorium Tanah dan Pupuk Balai Penelitian Tembakau Deli PTPN-2 Sampali

** Berdasarkan Kriteria Balai Penelitian Tanah Bogor, 2005

Lampiran 7. Hasil Analisis Tanah Awal *

No. Keterangan Parameter Hasil Analisis Keterangan **

1 pH H2O 4,75 Masam

* Dianalisis di PT. Nusa Pusaka Kencana Analytical dan QC Laboratory

(6)

Lampiran 8. Hasil Analisis Tanah Akhir*

* Dianalisis di PT. Nusa Pusaka Kencana Analytical dan QC Laboratory

(7)

Lampiran 9. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 18 HSPT (cm)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Lampiran 10. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 18 HSPT

(8)

Lampiran 11. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 25 HSPT (cm)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III Lampiran 12. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 25 HSPT

(9)

Lampiran 13. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 32 HSPT (cm)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III Lampiran 14. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 32 HSPT

(10)

Lampiran 15. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 39 HSPT (cm)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III Lampiran 16. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 39 HSPT

(11)

Lampiran 17. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 46 HSPT (cm)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III Lampiran 18. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 46 HSPT

(12)

Lampiran 19. Data Pengamatan Diameter Batang Tanaman 18 HSPT (mm)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Lampiran 20. Sidik Ragam Diameter Batang Tanaman 18 HSPT

(13)

Lampiran 21. Data Pengamatan Diameter Batang Tanaman 25 HSPT (mm)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Lampiran 22. Sidik Ragam Diameter Batang Tanaman 25 HSPT

(14)

Lampiran 23. Data Pengamatan Diameter Batang Tanaman 32 HSPT (mm)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Lampiran 24. Sidik Ragam Diameter Batang Tanaman 32 HSPT

(15)

Lampiran 25. Data Pengamatan Diameter Batang Tanaman 39 HSPT (mm)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Lampiran 26. Sidik Ragam Diameter Batang Tanaman 39 HSPT

(16)

Lampiran 27. Data Pengamatan Diameter Batang Tanaman 46 HSPT (mm)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Lampiran 28. Sidik Ragam Diameter Batang Tanaman 46 HSPT

(17)

Lampiran 29. Data Pengamatan Jumlah Daun Tanaman 18 HSPT (helai)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Lampiran 30. Sidik Ragam Jumlah Daun Tanaman 18 HSPT

(18)

Lampiran 31. Data Pengamatan Jumlah Daun Tanaman 25 HSPT (helai)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III Lampiran 32. Sidik Ragam Jumlah Daun Tanaman 25 HSPT

(19)

Lampiran 33. Data Pengamatan Jumlah Daun Tanaman 32 HSPT (helai)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Lampiran 34. Sidik Ragam Jumlah Daun Tanaman 32 HSPT

(20)

Lampiran 35. Data Pengamatan Jumlah Daun Tanaman 39 HSPT (helai)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Lampiran 36. Sidik Ragam Jumlah Daun Tanaman 39 HSPT

(21)

Lampiran 37. Data Pengamatan Jumlah Daun Tanaman 46 HSPT (helai)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III Lampiran 38. Sidik Ragam Jumlah Daun Tanaman 46 HSPT

(22)

Lampiran 39. Data Pengamatan Tebal Daun Pasir 44 HSPT (mm)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III Lampiran 40. Sidik Ragam Tebal Daun Pasir 44 HSPT

(23)

Lampiran 41. Data Pengamatan Tebal Daun Kaki I 50 HSPT (mm)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III Lampiran 42. Sidik Ragam Tebal Daun Kaki I 50 HSPT

(24)

Lampiran 43. Data Pengamatan Luas Daun Pasir 44 HSPT (cm2)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III Lampiran 44. Sidik Ragam Luas Daun Pasir 44 HSPT

(25)

Lampiran 45. Data Pengamatan Luas Daun Kaki I 50 HSPT (cm2)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III Lampiran 46. Sidik Ragam Luas Daun Kaki I 50 HSPT

(26)

Lampiran 47. Data Pengamatan Panjang Akar (cm)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III Lampiran 48. Sidik Ragam Panjang Akar

(27)

Lampiran 49. Data Pengamatan Bobot Kering Tanaman (g)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III Lampiran 50. Sidik Ragam Bobot Kering Tanaman

(28)

Lampiran 55. Foto – Foto Penelitian

(29)
(30)
(31)

Serangan hama dan penyakit

Daun Kaki

(32)

Lampiran Anggaran Biaya Penelitian

1. Persiapan Lahan, Bibit, Polibeg = Rp 2.000.000,- 2. Analisis Debu Vulkanik = Rp 95.000,-

3. Analisis Pupuk Kompos = Rp 250.000,-

4. Analisis Top Soil = Rp 80.000,-

5. Pengambilan Debu Vulkanik Gunung Sinabung = Rp 300.000,-

6. Pemeliharaan Tanaman = Rp 500.000,-

7. Panen = Rp 500.000,-

8. Transportasi = Rp 500.000,-

9. Analisis Media Tanam Akhir = Rp 2.890.800,-

10. Biaya Tak Terduga = Rp 711.580,-

(33)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, A. dan Soedarmanto. 1986. Budidaya Tembakau. CV Yasaguna. Jakarta.

Asmar dan I. Darwis. 2009. Pengaruh Pemberian Kompos Sampah Kota dan Urea, TSP, KCl pada Regosol terhadap Serapan Hara N, P, K, Tanaman Selada (Lactuca sativa). J. Solum Vol. VI No. I. Januari 2009; 24-32 Badan Litbang Pertanian. 2010. Pupuk Organik Dari Sampah Kota. Dari

Sampah Kota. Diakses tanggal 10 Maret 2014.

Barchia, M. F. 2009. Agroekosistem Tanah Mineral Masam. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Berutu, S. 2009. Pengelolaan Hara N, K dan Kompos Sampah Kota Untuk Meningkatkan Hasil dan Mutu Kailan (Brassica oleraceae var. Achephala). Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.

BPTP. 2013. Rekomendasi Kebijakan Mitigasi Dampak Erupsi Gunung Sinabung Terhadap Sektor Pertanian. BPTP Sumatera Utara, Medan.

_____. 2014. Sertifikat Pengujian Abu Vulkanik Gunung Sinabung. BPTP Sumatera Utara, Medan.

Brady C.N. 1992. The Nature and Properties of Soil. Macmillan Publishing Company. New York. 621p.

Cahyono, B. 1998. Tembakau Budidaya dan Analisis Usaha Tani. Kanisius. Yogyakarta.

Damanik, M.M.B, Bachtiar,E.H, Fauzi, Sarifuddin, Hamidah, H. 2011. Kesuburan Tanah dan Pemupukan. Usu Press. Medan.

Darmono. 1995. Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Kanisius. Yogyakarta.

.

Daryanto. 1995. Masalah Pencemaran. Penerbit Tarsito Bandung. Bandung. Dinas Pertanian. 2010. Program Pemulihan Produktivitas Pertanian Pasca Gempa

Sinabung. Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Karo, Kabanjahe. Erwin dan N. Suyani. 2000. Hama dan Penyakit Tembakau Deli. Balai Penelitian

Tembakau Deli PTPN II, Tanjung Morawa, Medan.

(34)

Fitter A.H. dan R.K.H. Hay. 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Gajahmada University Press. Yogyakarata. 416h.

Gomez, K.A. dan A.A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Ed-2. UI-Press, Jakarta.

Hartuti. 2009. Buku Pintar Gempa. Cetakan pertama. Diva Press. Yogyakarta. Hal. 49-62.

Hasibuan. B. E., 2004. Pupuk dan Pemupukan. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.

Huang, H. 2006. Pemanfaatan Sampah Organik Kota sebagai Kompos dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Tanaman Pakchoi (Brassica chinensis L.). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Indranada, H. K. 1994. Pengelolaan Kesuburan Tanah. Bumi Aksara. Jakarta. Jumin, H. B. 2002. Agroekologi: Suatu Pendekatan Fisiologis. Raja Grafindo

Persada. Jakarta.

Kementrian Energi Dan Sumber Daya Mineral. 2013. Letusan Gunung Sinabung Mas’ud, P. 1993. Telaah Kesuburan Tanah. Angkasa. Bandung.

Matnawi, H. 1997. Budidaya Tembakau Bawah Naungan. Kanisius. Yogyakarta. Mengel, K. dan E.A. Kirkby. 1982. Principles of Plant Nutrition. 3rded.

(Completely Revised). International Potash Institute, Zwitzerland.

Murdiyati, A. S. 1997. Hara dan Pemupukan Tembakau Virginia. Tembakau Virginia Buku 1. Monograf Balitas. Malang.

Munir, M. 1996. Geologi dan Mineralogi Tanah. Pustaka Jaya. Jakarta.

Napitupulu, M. 2008. Analisis Logam Berat Seng, Kadmium dan Tembaga Pada Berbagai Tingkat Kemiringan Tanah Hutan Tanaman Industri PT. Toba Pulp Lestari Dengan Metode Spektrometri Serapan Atom (SSA). Tesis. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Neliyati. 2005. Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Tomat Pada Beberapa Dosis Kompos Sampah Kota. Jurnal Agronomi 10(2): 93-97

(35)

Outerbridge, T. 1991. Limbah Padat di Indonesia :Masalah atau Sumber Daya. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Palar, H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. PT. Rineka Cipta. Jakarta.

Papilaya, A dan Trihorno. 2010. Bunga Rampai Fakta Tembakau Permasalahannya di Indonesia Tahun 2010. Tobacco Control Support Center (TCSC). Jakarta.

Pratikno, H. 2001. Studi Pemanfaatan Berbagai Biomasa Flora untuk Peningkatan Ketersediaan P dan Bahan Organik Tanah Berkapur di DAS Brantas Malang Selatan. Program PascaSarjana Universitas Brawijaya, Malang.

Prihandarini. 2004. Manajemen Sampah Daur Ulang Sampah Menjadi Pupuk Organik. Perpod. Jakarta.

Retnaningsih, H. 2013. Letusan Gunung Sinabung dan Penanganan Bencana di Indonesia. Info Singkat Kesejahteraan Sosial Vol. V, No. 18/II/P3DI Sandrawati,A., E.T.Sofyan., O.Mulyani. 2007. Pengaruh Kompos Sampah Kota

dan Pupuk Kandang Sapi Terhadap Sifat Kimia Tanah dan Hasil Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata) pada Fluventic Eutrudepts Asal Jatinagor Kabupaten Sumedang. Laporan Penelitian Dasar (LITSAR). Universitas Padjadjaran. Sumedang.

Salisbury, F. B dan C.W. Ross. 1992. Fisiologi Tumbuhan Jilid 1. Terjemahan oleh Diah R. Lukman dan Sumaryono, 1995. Penerbit ITB, Bandung Santoso, H. B. 2003. Pupuk Kompos. Kanisius, Yogyakarta.

Simanungkalit, R.D.M., Suriadikarta, D.A., Saraswati, R., S.,Setyorini, D., dan Hartatik, W., 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Simbolon, N. M. 2007. Respon Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana tabacum) pada Beberapa Tingkat Pemberian Air dengan pH yang Berbeda. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.

(36)

Sudaryono, 2009. Tingkat Kesuburan Tanah Ultisol Pada Lahan Pertambangan Batubara Sangatta, Kalimantan Timur. J. Tek. Ling Vol.10 No.3 Hal. 337 - 346

. 2004. Pengaruh Naungan terhadap Perubahan Iklim Mikro pada Budidaya Tanaman Tembakau Rakyat. J. Tek. Ling. 7 (1): Hal 50-54. Suranta. 2002. Komparasi manfaat kompos limbah kota dan pupuk kandang serta

berbagai dosis pupuk anorganik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman cabai merah (Capsicum annuum L). Agrin 5:23-31

Surjadi, H. 2006. Bertani semi organik lebih menguntungkan, Pustaka Tani e-library, 25 Juni 2006.

Sutedjo, M.M. 2001. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta.

Tim Kompas. 2010. Rehabilitasi Lingkungan Merapi. http:/regionalkompas.com/ read 2010. Diakses tanggal 24 Maret 2014.

Tso, T.C. 1972. Physiology and Biochemistry of Tobacco Plants. Dowden, Hutchinson, and Ross, Inc.Stroudsburg. Pa.

White, R. E. 2006. Principles and Practice of Soil Science.The Soil as a Natural Resource. Blackwell Publishing. Victoria.

(37)

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Balai Penelitian Tembakau Deli (BPTD) Sampali, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara pada ketinggian + 15 meter di atas permukaan air laut. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli 2014 – Agustus 2014.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit tembakau Deli varietas Deli-4 umur 40 hari, top soil, debu vulkanik yang diambil dari Gunung Sinabung, pupuk kompos, fungisida berbahan aktif mankozeb 80% dan insektisida berbahan aktif metomil 25%, air, polibeg ukuran 15 kg (40 x 50 cm), pupuk mix atau campuran ZA, ZK dan TSP (6:3:1) dengan dosis 10 g/tanaman..

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah handsprayer, gembor, timbangan, ember, cangkul, kalkulator, alat tulis, meteran, micrometer scrup, jangka sorong, label nama, kamera, penggaris, tali.

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) faktorial dengan 2 faktor perlakuan. Perlakuan pada masing-masing faktor adalah sebagai berikut:

Faktor I: Pemberian Debu Vulkanik Gunung Sinabung yang terdiri dari 3 taraf : V0 = Pemberian Debu vulkanik sebanyak 0 gram/polibeg,

V1 = Pemberian Debu vulkanik sebanyak 500 gram/polibeg,

(38)

Faktor II: Dosis Pupuk Kompos (K) yang terdiri dari 4 taraf : K0 = 0 g Pupuk kompos/polibeg,

K1 = 250 g Pupuk kompos/polibeg, K2 = 500 g Pupuk kompos/polibeg, K3 = 750 g Pupuk kompos/polibeg,

Sehingga diperoleh 12 kombinasi perlakuan yaitu: V0K0 V1K0 V2K0

V0K1 V1K1 V2K1

V0K2 V1K2 V2K2

V0K3 V1K3 V2K3

Jumlah Ulangan : 3 ulangan

Jumlah Plot : 36 plot

Ukuran Plot : 100 cm x 150 cm

(39)

Model Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam dengan model linier sebagai berikut:

Yijk = µ + ρi + αj + βk + (αβ)jk+ εijk

i = 1,2,3 j = 1,2,3 k = 1,2,3,4

Yijk = Hasil pengamatan pada blok ke-i yang diberi pupuk kompos pada

taraf ke-j dan abu vulkanik pada taraf ke-k µ = Nilai tengah perlakuan

ρi = Pengaruh blok pada taraf ke-i

αj = Pengaruh pemberian debu vulkanik pada taraf ke-j

βk = Pengaruh dosis pupuk kompos pada taraf ke-k

(αβ)jk = Pengaruh interaksi perlakuan debu vulkanik pada taraf ke-j dan

dosis pupuk kompos pada taraf ke-k

εijk = Pengaruh galat pada blok ke-I yang mendapat perlakuan debu

(40)

Pelaksanaan penelitian Persiapan Areal Penelitian

Penelitian dilakukan di Balai Penelitian Tembakau Deli (BPTD) dengan luas areal 18 m x 6 m. Areal yang digunakan dibersihkan, kemudian permukaan tanah diratakan dibentuk plot dengan ukuran 100 cm x 150 cm untuk menempatkan polibeg.

Persiapan Bibit

Bibit yang digunakan pada percobaan ini adalah bibit tembakau Deli (Nicotiana tabacum L.) Varietas Deli-4 yang berumur 40 hari yang berasal dari pembibitan tembakau Deli PTPN II.

Persiapan Media Tanam

Media tanam yang digunakan pada penelitian ini adalah topsoil. Topsoil yang digunakan 13 kg per polibeg. Sebelum digunakan topsoil terlebih dahulu dibersihkan untuk menghilangkan kotoran-kotoran berupa batu-batu, dedaunan, dan tanah yang menggumpal. Analisis tanah dilakukan sebelum tanam dan sesudah tanaman tembakau dipanen.

Persiapan Debu Vulkanik dan Pupuk Kompos

(41)

mengalami proses fermentasi. Sebelum digunakan pupuk kompos dianalisis terlebih dahulu untuk mengetahui kandungan yang terdapat didalam pupuk kompos tersebut.

Aplikasi Debu Vulkanik dan Pupuk Kompos

Aplikasi debu vulkanik dilakukan 1 hari sesudah tanam sesuai dengan perlakuan sedangkan pupuk kompos dicampur langsung dengan top soil sebelum tanam. Sebelum aplikasi kompos dan debu vulkanik dibersihkan terlebih dahulu untuk memisahkan kotoran-kotoran yang terdapat dalam debu vulkanik dan pupuk kompos tersebut. Top soil dan pupuk kompos dicampur sesuai perlakuan.

Penanaman Bibit

Penanaman dilakukan setelah bibit tumbuh sempurna yakni telah berumur 40 hari atau memiliki 3-4 helai daun sempurna. Sebelum di tanam terlebih dahulu dilakukan pengguntingan daun pada bibit hingga menyisakan satu helai daun sempurna dan primordia daun. Penanaman dilakukan dengan membenamkan bibit sedalam 2 cm satu per polibeg dan sesudah pupuk kompos diaplikasikan ke dalam media tanam.

Pemeliharaan Penyiraman

(42)

Penyulaman

Penyulaman dilakukan untuk mengganti tanaman yang mati atau tidak tumbuh dan dilakukan mulai 7 hari setelah pindah tanam (HSPT) -- 17 HSPT (tutup kaki II). Penyulaman dilakukan sebanyak 2 kali.

Pemupukan

Pemupukan dilakukan dalam 1 tahap yakni dilakukan pada saat 1 hari sebelum tanam dengan menggunakan pupuk mix atau campuran ZA, ZK dan TSP (6:3:1) dengan dosis 10 g/tanaman.

Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan sesuai dengan gejala yang terdapat di lapangan. Pengendalian dilakukan secara kimia dengan menggunakan fungisida berbahan aktif mankozeb 80% dan insektisida berbahan aktif metomil 25%.

Penyiangan dan Pembumbunan

Penyiangan dilakukan secara manual yakni dengan mencabut gulma yang tumbuh di dalam polibeg dan dilakukan sesuai dengan kondisi lapangan. Pembumbunan (tutup kaki) dilakukan pada umur 7 HSPT dan 16 HSPT

Panen (Kutip Daun)

Pengutipan daun dilakukan pada beberapa tahapan, yakni:

- 16 HSPT : kutip daun bibit, yakni dengan menyisakan satu daun bagian atas dan tunas pucuk.

- 30 HSPT kutip daun rusak, daun tua, daun bibit, dan daun yang lengket dengan tanah

(43)

- 44 HSPT : kutip daun pasir 1 (Z1) yakni dengan mengutip 2-3 lembar daun/pokok

- 47 HSPT : kutip pertama daun kaki 1 (VA1) yakni dengan mengutip 2-3 lembar daun/pokok

- 50 HSPT : kutip kedua daun kaki 1 (VA2) yakni dengan mengutip 2-3 lembar daun/pokok

Pengamatan Parameter Tinggi Tanaman (cm)

Tinggi tanaman diukur mulai 18 – 46 HSPT dengan interval pengamatan 1 minggu. Tinggi tanaman diukur mulai dari leher akar hingga titik tumbuh dengan menggunakan meteran, selanjutnya dibuat pacak ukur untuk pengamatan berikutnya.

Diameter Batang (mm)

Diameter batang diukur mulai 18 – 46 HSPT dengan interval pengamatan 1 minggu. Diameter batang diukur 1 cm diatas leher akar dengan menggunakan jangka sorong.

Jumlah Daun (helai)

Jumlah daun dihitung mulai 18 – 39 HSPT dengan interval pengamatan 1 minggu. Daun yang dihitung adalah daun yang telah berkembang sempurna yakni telah memiliki tangkai daun.

Tebal Daun Pasir (mm)

(44)

Tebal Daun Kaki I (mm)

Tebal daun diukur pada 40 HSPT. Daun yang diukur adalah daun kaki I terbaik yang terletak pada duduk daun ke-7 sampai ke-15 dengan menggunakan micrometer scrup.

Luas Daun (cm2)

Luas daun diukur pada 8 Minggu Setelah Pindah Tanam (MSPT) atau setelah panen. Luas daun ditentukan dengan metode Gravimetri. Luas daun diketahui pada saat daun dipanen dengan cara :

- Luas kertas (Lk); Berat kertas (Bk)

- Maka luas kertas per berat (cm2/gr) =Lk/Bk

Setiap daun digambar pada kertas yang sudah diketahui luas kertas per berat kertas.

- Berat kertas replika daun (Bd). - Luas daun = Bd x (Lk/Bk) Panjang Akar (cm)

Panjang akar diukur setelah panen (8 MSPT) yakni membersihkan tanaman dari sisa tanah kemudian diukur dengan menggunakan meteran. Bagian yang diukur dimulai dari pangkal akar hingga ujung akar.

Bobot Kering Tanaman (g)

(45)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Dari hasil penelitian dan sidik ragam diperoleh bahwa perlakuan debu vulkanik berpengaruh tidak nyata pada semua parameter. Perlakuan pemberian pupuk kompos juga berpengaruh tidak nyata pada semua parameter. Interaksi kedua perlakuan memberikan pengaruh tidak nyata pada semua parameter. Walaupun secara statistik berpengaruh tidak nyata, namun dapat diperoleh data tertinggi dan terendah setiap parameter.

Tinggi Tanaman (cm)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam tinggi tanaman pada 18 – 46 HSPT (Hari Setelah Pindah Tanam) dapat dilihat pada Lampiran 9-18. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman. Rataan tinggi tanaman 18 – 46 HSPT pada perlakuan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 menunjukkan bahwa rataan tinggi tanaman tertinggi pada perlakuan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung 46 HSPT diperoleh pada perlakuan V0 (0 g) yaitu 41,94 cm, sedangkan terendah pada perlakuan

V2 (1000 g) yaitu 40,55 cm.

Tabel 1 juga menunjukkan bahwa rataan tinggi tanaman tertinggi pada perlakuan dosis pupuk kompos 46 HSPT diperoleh pada perlakuan K3 (750 g)

(46)

Tabel 1. Rataan tinggi tanaman (cm) tembakau 18 – 46 HSPT dengan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos

Debu

Data hasil pengamatan dan sidik ragam diameter batang pada 18 – 46 HSPT dapat dilihat pada Lampiran 19-28. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap diameter batang. Rataan diameter batang 18 – 46 HSPT pada perlakuan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos dapat dilihat pada Tabel 2.

(47)

pada perlakuan V0 (0 g) yaitu 11,83 mm, sedangkan terendah pada perlakuan

V2 (1000 g) yaitu 11,37 mm.

Tabel 2 juga menunjukkan bahwa rataan diameter batang tertinggi pada perlakuan dosis pupuk kompos 46 HSPT diperoleh pada perlakuan K3 (750 g)

yaitu 11,88 mm, sedangkan terendah pada perlakuan K0 (0 g) yaitu 11,13 mm.

Tabel 2. Rataan diameter batang (mm) tembakau 18 – 46 HSPT dengan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos

Debu

(48)

jumlah daun 18 – 46 HSPT pada perlakuan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan jumlah daun (helai) tembakau 18 – 46 HSPT dengan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos

Debu Tabel 3 menunjukkan bahwa rataan jumlah daun tertinggi pada perlakuan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung 46 HSPT diperoleh pada perlakuan V0 (0 g) yaitu 10,31 helai, sedangkan terendah pada perlakuan V2 (1000 g) yaitu

8,84 helai.

Tabel 3 juga menunjukkan bahwa rataan jumlah daun tertinggi pada perlakuan dosis pupuk kompos 46 HSPT diperoleh pada perlakuan K2 (500 g)

(49)

Tebal Daun Pasir (mm)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam tebal daun pasir pada 44 HSPT dapat dilihat pada Lampiran 39-40. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap tebal daun pasir. Rataan tebal daun pasir 44 HSPT pada perlakuan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan tebal daun pasir tembakau (mm) 44 HSPT dengan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos

Debu

Tabel 4 menunjukkan bahwa rataan tebal daun pasir tertinggi pada perlakuan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung 44 HSPT diperoleh pada perlakuan V0 (0 g) yaitu 0,323 mm, sedangkan terendah pada perlakuan

V2 (1000 g) yakni 0,256 mm.

Tabel 4 juga menunjukkan bahwa rataan tebal daun pasir tertinggi pada perlakuan dosis pupuk kompos 44 HSPT diperoleh pada perlakuan K3 (750 g)

yaitu 0,310 mm, sedangkan terendah pada perlakuan K0 (0 g) yaitu 0,261 mm.

Tebal Daun Kaki I

(50)

Rataan tebal daun kaki I 50 HSPT pada perlakuan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan tebal daun kaki I (mm) tembakau 50 HSPT dengan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos

Debu

Tabel 5 menunjukkan bahwa rataan tebal daun kaki I tertinggi pada perlakuan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung 50 HSPT diperoleh pada perlakuan V0 (0 g) yaitu 0,233 mm, sedangkan terendah pada perlakuan

V2 (1000 g) yaitu 0,211 mm.

Tabel 5 juga menunjukkan bahwa rataan tebal daun kaki I tertinggi pada perlakuan dosis pupuk kompos 50 HSPT diperoleh pada perlakuan K3 (750 g)

yaitu 0,238 mm, sedangkan terendah pada perlakuan K0 (0 g) yaitu 0,206 mm.

Luas Daun (cm2)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam luas daun pasir pada 44 HSPT dan luas daun kaki I 50 HSPT dapat dilihat pada Lampiran 43-46. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap luas daun pasir dan luas daun kaki I. Rataan luas daun pasir 44 HSPT dan luas daun kaki I 50 HSPT pada perlakuan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos dapat dilihat pada Tabel 6.dan Tabel 7

(51)

pada perlakuan V0 (0 g) yaitu 211,53 cm2, sedangkan terendah pada perlakuan

V2 (1000 g) yaitu 143,24 cm2.

Tabel 6. Rataan luas daun pasir (cm2) tembakau 44 HSPT dengan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos

Debu

Tabel 6 juga menunjukkan bahwa rataan luas daun pasir tertinggi pada perlakuan dosis pupuk kompos 44 HSPT diperoleh pada perlakuan K3 (750 g)

yaitu 199,26 cm2, sedangkan terendah pada perlakuan K0 (0 g) yaitu 138,77 cm2.

Tabel 7. Rataan luas daun kaki I (cm2) tembakau 50 HSPT dengan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos

Debu Vulkanik (g/polibeg)

Dosis Pupuk Kompos (g/polibeg) K0

Tabel 7 menunjukkan bahwa rataan luas daun kaki I tertinggi pada perlakuan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung 50 HSPT diperoleh pada perlakuan V0 (0 g) yaitu 178,32 cm2, sedangkan terendah pada perlakuan

V2 (1000 g) yaitu 143,65 cm2.

Tabel 7 juga menunjukkan bahwa rataan luas daun kaki I tertinggi pada perlakuan dosis pupuk kompos 50 HSPT diperoleh pada perlakuan K3 (750 g)

(52)

Panjang Akar (cm)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam panjang akar dapat dilihat pada Lampiran 47-48. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap panjang akar. Rataan panjang akar pada perlakuan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 menunjukkan bahwa rataan panjang akar tertinggi pada perlakuan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung diperoleh pada perlakuan V0 (0 g)

yaitu 35,19 cm, sedangkan terendah pada perlakuan V2 (1000 g) yaitu 29,59 cm.

Tabel 8.Rataan panjang akar (cm) tembakau dengan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos

Debu Vulkanik (g/polibeg)

Dosis Pupuk Kompos (g/polibeg) K0

Tabel 8 juga menunjukkan bahwa rataan panjang akar tertinggi pada perlakuan dosis pupuk kompos diperoleh pada perlakuan K3 (750 g) yaitu

34,17 cm, sedangkan terendah pada perlakuan K0 (0 g) yaitu 30,45 cm.

Bobot Kering Tanaman (g)

(53)

Rataan bobot kering tanaman pada perlakuan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9.Rataan bobot kering tanaman (g) tembakau dengan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos

Debu Vulkanik (g/polibeg)

Dosis Pupuk Kompos (g/polibeg) K0

Tabel 9 menunjukkan bahwa rataan bobot kering tanaman tertinggi pada perlakuan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung diperoleh pada perlakuan V0 (0 g) yaitu 74,28 g, sedangkan terendah pada perlakuan V2 (1000 g) yaitu

52,86 g.

Tabel 9 juga menunjukkan bahwa rataan bobot kering tanaman tertinggi pada perlakuan dosis pupuk kompos diperoleh pada perlakuan K3 (750 g) yaitu

70,70 g, sedangkan terendah pada perlakuan K0 (0 g) yaitu 56,74 g.

Pembahasan

Dari hasil pengamatan dan sidik ragam diketahui bahwa pemberian debu vulkanik gunung Sinabung dengan dosis pupuk kompos berpengaruh tidak nyata pada semua parameter pengamatan. Interaksi keduanya juga berpengaruh tidak nyata.

(54)

Hasil analisis pupuk kompos dapat diketahui bahwa pH adalah 5,90 (agak masam), kandungan C-Organik 4,11 % (tinggi), N 0,54 % (tinggi), C/N 7,61 (rendah), P 0,14 % (sangat tinggi), K 0,44 % (sangat tinggi), Ca 5,07 % (sangat tinggi), Mg 2,31 % (sangat tinggi).

Hasil analisis debu vulkanik Gunung Sinabung dapat diketahui pH adalah 4,75 (masam), C-Organik 2,44 % (sedang), N-total 0,07 % (sangat rendah), C/N 34,85 (sangat tinggi), P2O5 Total 0,24 % (sangat tinggi), K2O 0,12 % (tinggi),

MgO 0,03 % (sangat rendah), KTK 6,94 me/100g (rendah), Na 0,89 % (tinggi). Hasil analisis tanah akhir pada perlakuan V0K0 dapat diketahui pH adalah

5,16 (masam), kandungan C-Organik 0,82 % (sangat rendah), N 0,12 % (rendah), P Bray II 26,68 ppm (tinggi), K 0,57 me/100g (sedang), Ca 7,29 me/100g (sedang), Mg 0,89 me/100g (rendah) dan KTK 11,2 me/100g (rendah).

Hasil analisis tanah akhir pada perlakuan V0K1 dapat diketahui pH adalah

6,04 (agak masam), kandungan C-Organik 1,02 % (rendah), N 0,14 % (rendah), P Bray II 48,06 ppm (Sangat Tinggi), K 0,57 me/100g (sedang), Ca 8,99 me/100g (sedang), Mg 0,85 me/100g (rendah) dan KTK 10,63 me/100g (rendah).

Hasil analisis tanah akhir pada perlakuan V0K2 dapat diketahui pH adalah

5,62 (agak masam), kandungan C-Organik 1,03 % (rendah), N 0,14 % (rendah), P Bray II 18,64 ppm (sedang), K 0,46 me/100g (sedang), Ca 7,59 me/100g (sedang), Mg 0,89 me/100g (rendah) dan KTK 11,21 me/100g (rendah).

Hasil analisis tanah akhir pada perlakuan V0K3 dapat diketahui pH adalah

(55)

Hasil analisis tanah akhir pada perlakuan V1K0 dapat diketahui pH adalah

4,93 (masam), kandungan C-Organik 0,69 % (sangat rendah), N 0,11 % (rendah), P Bray II 21,14 ppm (sedang), K 0,42 me/100g (sangat tinggi), Ca 6,26 me/100g (sedang), Mg 0,77 me/100g (rendah) dan KTK 10,06 me/100g (rendah).

Hasil analisis tanah akhir pada perlakuan V1K1 dapat diketahui pH adalah

5,44 (masam), kandungan C-Organik 0,87 % (sangat rendah), N 0,13 % (rendah), P Bray II 40,3 ppm (sangat tinggi), K 0,42 me/100g (rendah), Ca 9,03 me/100g (sedang), Mg 0,82 me/100g (rendah) dan KTK 11,28 me/100g (rendah).

Hasil analisis tanah akhir pada perlakuan V1K2 dapat diketahui pH adalah

5,58 (masam), kandungan C-Organik 0,94 % (sangat rendah), N 0,13 % (rendah), P Bray II 21,78 ppm (sedang), K 0,57 me/100g (sedang), Ca 7,05 me/100g (sedang), Mg 0,89 me/100g (rendah) dan KTK 10,21 me/100g (rendah).

Hasil analisis tanah akhir pada perlakuan V1K3 dapat diketahui pH adalah

6,13 (agak masam), kandungan C-Organik 1,17 % (rendah), N 0,16 % (rendah), P Bray II 90,23 ppm (sangat tinggi), K 0,71 me/100g (tinggi), Ca 9,77 me/100g (sedang), Mg 0,98 me/100g (rendah) dan KTK 11,79 me/100g (rendah).

Hasil analisis tanah akhir pada perlakuan V2K0 dapat diketahui pH adalah

4,76 (masam), kandungan C-Organik 0,88 % (sangat rendah), N 0,13 % (rendah), P Bray II 22,44 ppm (sedang), K 0,56 me/100g (sedang), Ca 7,53 me/100g (sedang), Mg 0,94 me/100g (rendah) dan KTK 11,75 me/100g (rendah).

Hasil analisis tanah akhir pada perlakuan V2K1 dapat diketahui pH adalah

(56)

Hasil analisis tanah akhir pada perlakuan V2K2 dapat diketahui pH adalah

5,52 (masam), kandungan C-Organik 1,00 % (rendah), N 0,14 % (rendah), P Bray II 17,46 ppm (sedang), K 0,54 me/100g (sedang), Ca 7,38 me/100g (sedang), Mg 0,87 me/100g (rendah) dan KTK 10,58 me/100g (rendah).

Hasil analisis tanah akhir pada perlakuan V2K3 dapat diketahui pH adalah

5,20 (masam), kandungan C-Organik 1,18 % (rendah), N 0,16 % (rendah), P Bray II 46,98 ppm (sangat tinggi), K 0,62 me/100g (tinggi), Ca 10,39 me/100g (sedang), Mg 0,85 me/100g (rendah) dan KTK 11,21 me/100g (rendah).

Nitrogen (N)

Jika dilihat dari hasil analisis media tanam akhir tiap perlakuan dapat diketahui bahwa unsur N tertinggi adalah 0,16 % pada media tanam V1K3 dan

V2K3. Namun, jika disesuaikan dengan kriteria sifat kimia tanah Balai Penelitian

(57)

ini didukung oleh Novizan (2005) yang menyatakan kualitas kompos dianggap baik jika memiliki C/N rasio antara 12-15. Walaupun C/N rasio debu vulkanik Gunung Sinabung tergolong sangat tinggi (34.85), bahan organiknya masih kasar dan mempunyai N yang sangat rendah bahkan sebenarnya sudah terlepas ke udara. Sudaryono (2009) menyatakan C/N rasio berfungsi untuk mengatur apakah bahan organik dalam kondisi cepat hancur tatu sulit hancur. Bahan organik dapat berbentuk halus dan kasar. Bahan organik halus mempunyai kadar N tinggi dengan C/N ratio rendah, sedangkan bahan organik kasar mempunyai N rendah dengan C/N ratio tinggi

Fosfor (P)

Unsur hara fosfor adalah salah satu unsur hara makro yang penting dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman dan berhubungan dalam masa vegetatif dan generatif tanaman. Hal ini didukung Cahyono (1998) yang menyatakan bahwa peranan zat hara fosfat pada tanaman adalah untuk pertumbuhan akar, pembentukan bunga, pembentukan buah dan biji. Dari hasil analisis akhir media tanam tiap perlakauan dapat diketahui bahwa kandungan P tergolong tinggi di mana media tanam V1K3 yaitu 90,23 ppm (sangat tinggi) dan kandungan P

terendah terdapat pada media tanam V2K2 yakni 17,46 ppm (sedang). Nilai yang

(58)

mempengaruhi ketersediaan fosfor. Hal ini sesuai dengan Barchia (2009) yang menyatakan bahwa ketersediaan fosfor dalam tanah sangat dipengaruhi pH dan pada kisaran pH 4,0 – 6,0 kebanyakan fosfor dalam larutan tanah berbentuk ion H2PO4-1. Berdasarkan hasil analisis media tanam semua perlakuan diperoleh

kisaran pH yakni 4,76 – 6,18 sehingga fosfor sulit tersedia bagi tanaman. Damanik et al (2011) menyatakan bahwa pada tanah masam bentuk ion H2PO4

-dijumpai lebih dominan. Bentuk ion H2PO4- pada umumnya lebih tersedia bagi

tanaman dari pada bentuk ion-ion lainnya. Pada tanah masam kelarutan daripada unsur Al, Fe, dan Mn sangat tinggi sehingga mereka cenderung mengikat ion-ion fosfat menjadi fosfat tidak larut dan tidak tersedia bagi tanaman. Pada tanah yang bereaksi masam kelarutan atau konsentrasi ion-ion Al dan Fe sangat tinggi. Selanjutnya ion Al dan Fe ini bersenyawa dengan ion H2PO4- membentuk fosfat

hidroksi fosfat yang tidak larut sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Kalium (K)

Hasil analisis media tanam tiap perlakuan menunjukkan bahwa kandungan K tertinggi terdapat pada media tanam V1K3 yaitu 0,71 me/100 g (tinggi) dan

kandungan K terendah terdapat pada media tanam V1K0 dan V1K1 yaitu 0,42

(59)
(60)

tanam V1K0 yaitu 0,69% (sangat rendah). Ca tertinggi terdapat pada media tanam

V2K3 yaitu 10,39 me/100 (sedang) dan Ca terendah terdapat pada media tanam

V1K0 yaitu 6,26 me/100 (sedang). C organik yang rendah dan ion Ca yang tinggi

diduga sebagai penyebab kurang efektifnya serapan unsur P, walaupun kandungan P dalam tanah sesuai hasil analis tanah awal adalah 66,25 mg/kg (sangat tinggi) (Lampiran 5). Brady (1992) menyatakan bahwa C organik yang rendah dan Ca yang tinggi dapat menyebabkan mudah terfiksasinya hara P oleh Ca menjadi kalsium fosfat yang sukar larut dan tidak tersedia bagi tanaman. Tidak efektifnya serapan hara P juga dapat menyebabkan tidak efektifnya serapan K.

Kalsium (Ca)

Unsur hara kalsium berperan penting dalam pembentukan lamella tengah sel dan berhubungan dengan aktivitas sel dalam tanaman. Berdasarkan hasil analisis media tanam akhir tiap perlakuan dapat diketahui bahwa unsur Ca tergolong sedang yakni pada kisaran 6,26 me/100g (V1K0) – 10,39 me/100g

(V2K3). Dari keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa aktivitas sel dalam

tanaman tembakau kurang optimal sehingga terdapat tanaman yang ukurannya kecil. Salisbury dan Ross (1992) menyatakan bahwa kalsium diserap sebagai Ca2+ valensi dua. Jika dihubungkan dengan tingginnya unsur K+ yang terdapat dalam media tanam menyebabkan Ca2+ terjerap pada permukaan tanah dan tidak dapat diserap tanaman dengan baik. Hal ini didukung oleh Damanik et al (2011) yang menyatakan bahwa kation-kation bervalensi dua lebih kuat terjerap pada permukaan koloid tanah dibandingkan dengan kation bervalensi satu. Bila kation NH4+ dan kation K+ yang bervalensi satu berada dalam jumlah yang besar pada

(61)

maka ion-ion yang bervalensi satu akan lebih dipertukarkan deibandingkan dengan ion yang bervalensi dua. Oleh sebab itu, ion-ion yang bervalensi satu akan lebih banyak diserap oleh akar tanaman.

Magnesium (Mg)

Magnesium adalah penyusun utama dari klorofil dan bertindak sebagai pembawa fosfor di dalam tubuh tanaman. Berdasarkan analisis pada media tanam awal, kompos, dan debu vulkanik Gunung Sinabung dapat diketahui unsur Mg masing- masing adalah 0,75 me/100g (rendah), 2,31 % (sangat tinggi) dan 0,03 % (sangat rendah). Salisbury dan Ross (1992) menyatakan bahwa magnesium diserap sebagai Mg2+ valensi dua. Sedangkan pada hasil analisis media tanam akhir kandungan Mg berada pada kisaran 0,77 me/100g (V1K0) – 1,04 me/100g

(V0K3) dan tergolong rendah. Penambahan kompos tersebut belum optimal

mendukung ketersediaan Mg. Penyerapan magnesium salah satunya dipengaruhi oleh pH di mana media tanam akhir tergolong tanah masam. Hal ini didukung oleh Mas’ud (1993) bahwa serapan magnesium oleh perakaran tergantung pada kandungan K, Ca, NH4 tanah dan pH tanah. Jika tanah terlalu asam sebagai akibat

tingginya kepekatan ion H bebas yang menahan serapan ion Mg. Ion K dan NH4

juga menekan kemudahan magnesium untuk diserap, terutama jika pasokan Mg-tanah berada pada batas minimal.

Carbon (C)

(62)

kandungan C-organiknya adalah 1.16 % (rendah), 4.11 % (tinggi), dan 2.44 % (sedang). Bahan organik berhubungan dengan unsur N dalam tanah. Hal ini sesuai dengan Sudaryono (2009) yang menyatakan bahwa bahan organik adalah merupakan sumber N utama di dalam tanah dan berperan cukup besar dalam proses perbaikan sifat fisika, kimia dan biologi tanah. Dengan tambahan bahan organik dari kompos diharapkan dapat memperbaiki sifat fisika, kimia, dan biologi media tanam tembakau. Namun, hasil analisis media tanam akhir menunjukkan kisaran nilai bahan organiknya masih tergolong rendah yakni 0,69 % (V1K0) – 1,18 % (V2K3). Hal ini menunjukkan bahwa proses dekomposisi

(63)

unsur hara yang lain yang dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme. Jika suplai unsur hara tidak tersedia untuk aktivitas mikroorganisme perombak, maka proses dekomposisi akan mengalami hambatan. Unsur hara yang tersedia akan diimobilisasi oleh mikroorganisme, dan hanya unsur hara yang tidak terimmobilisasi yang dapat diambil oleh tanaman untuk pertumbuhannya.

KTK dan pH

Kapasitas pertukaran kation adalah jumlah muatan kation-kation yang teradsorpsi yang dapat dipertukarkan dari suatu massa tanah pada kondisi temperatur, tekanan komposisi larutan tanah, tertentu yang sering dinyatakan dalam me/100g dan mol/kg. Berdasarkan analisis yang dilakukan dapat diketahui bahwa pada media tanam awal KTK 12,93 me/100g dan KTK debu vulkanik Gunung Sinabung 6,94 me/100g dan masih tergolong rendah. Hal ini menunjukkan tingkat kation yang dapat dipertukarkan dalam media tanah juga rendah dan selanjutnya berhubungan dengan tingkat kesuburan tanah yang kurang optimal. Hal ini sesuai dengan Sudaryono (2009) yang menyatakan bahwa kapasitas tukar kation (KTK) merupakan sifat kimia tanah yang sangat erat hubungannya dengan kesuburan tanah. Tanah dengan KTK tinggi mampu menyerap dan menyediakan unsur hara lebih baik dari pada tanah dengan KTK rendah. Karena unsur-unsur tersebut berada dalam kompleks jerapan tanah, maka unsur-unsur hara tersebut tidak mudah hilang atau tercuci oleh air. Jika dilihat dari hasil analisis media tanam akhir dapat diperoleh bahwa kisaran KTK adalah 10,06 me/100g (V0K1) – 11,79 me/100g (V1K3) dan masih tergolong rendah juga. Hal

(64)

kapasitas tukar kation mewujudkan muatan negatip per unit massa tanah. Kapasitas tukar kation dapat ditentukan melalui jumlah kation yang dapat dipertukarkan atau kation yang dapat menggantikan per unit massa tanah. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi KTK antara lain bahan organik dan pH. Hal ini sesuai dengan Indranada (1994) yang menyatakan bahwa kapasitas tukar kation dipengaruhi oleh jenis koloid dan jumlah koloid, jenis mineral liat, tekstur dan kadar bahan organik sangat menentukan nilai kapasitas tukar kation. Kapasitas tukar kation pada tanah-tanah tropika juga sering tergantung pada pH tanah, karena pada tanah-tanah ini mereka dapat terdiri dari muatan permanen (permanent charge) dan muatan tergantung pH (pH dependent charge). Berdasarkan hasl analis media tanam awal, kompos, dan debu vulkanik Gunung Sinabung diperoleh pH masing-masing adalah 4,75 (masam), 5,90 (agak masam), dan 4,75 (masam). Dengan nilai pH <7,0 dapat dikatakan sebagai tanah masam. Barchia (2009) menyatakan bahwa kemasaman tanah yang dinyatakan dengan pH dapat digunakan sebagai indikator kesuburan kimia tanah, karena dapat mencerminkan ketersediaan hara dalam tanah. Kemasaman tanah sangat mempengaruhi ketersediaan N anorganik di mana pada pH rendah, aktivitas mikroorganisme untuk mendekomposisi N organik menjadi terhambat. Pada analisis media tanam akhir dapat diketahui bahwa kisaran pH media tanam tiap perlakuan adalah 4,76 (V2K0) – 6,18 (V0K3) tergolong masam sampai agak

(65)

yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. pH rendah menurunkan ketersediaan unsur hara bagi tanaman, menurunkan aktivitas biologi tanah.

Pertumbuhan Tanaman

Tanaman tembakau membutuhkan banyak unsur hara dan faktor lain dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangannya. Damanik et al (2011) menambahkan bahwa perilaku pertumbuhan tanaman antara lain merupakan respons terhadap macam-macam perlakuan termasuk pemupukan. Pertumbuhan tanaman adalah fungsi dari berbagai aspek lingkungan atau faktor-faktor tumbuh yang dapat dianggap sebagai variabel yang besar dan kombinasinya akan menentukan besarnya pertumbuhan yang akan terjadi. Dalam hal ini pemberian kompos dan debu vulkanik Gunung Sinabung dan interaksinya belum memberikan respons yang optimal bagi pertumbuhan tembakau. Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya unsur hara esensial yang dibutuhkan oleh tanaman. Hal ini sesuai dengan Barchia (2009) yang menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman yang optimal membutuhkan seluruh unsur hara esensial dalam jumlah cukup tersedia di dalam tanah, dalam kisaran antara tidak terjadi defisiensi dan toksik bagi pertumbuhan tanaman. Di samping itu pH media tanam ikut serta berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Dalam Damanik et al (2011) dikatakan pengaruh tanah terhadap pertumbuhan tanaman bersifat kompleks dan sukar memisahkan pengaruhnya secara langsung dari pengaruhnya secara tidak langsung yang berkaitan perubahan kelarutan dan ketersediaan berbagai unsur yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman.

(66)

faktor lain yang tergolong minim. Dari data dapat dilihat di mana perbedaan antara media tanam kontrol dan media tanam yang diberi perlakuan kompos dan debu vulkanik Gunung Sinabung cenderung tidak begitu jauh bahkan pada beberapa parameter respons tanaman tembakau pada media tanam V0K0 lebih baik

daripada dengan beberapa kombinasi perlakuan yang dianggap baik berdasarkan pengamatan visual di lapangan pada saat penelitian berlangsung misalnya pada media tanam V0K1, V0K2, V0K3, V1K2, V2K2 dan V1K3. Dari respons tersebut

diduga terdapat beberapa faktor dalam media tanam mempunyai pengaruh kuat dan menutupi faktor lain dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman tembakau. Hal ini didukung Mas’ud (1993) yang menyatakan bahwa bila salah satu faktor berpengaruh lebih kuat daripada faktor lainnya maka pengaruh faktor tersebut tertutupi dan bila masing-masing faktor mempunyai sifat yang jauh berbeda pengaruh dan sifat kerjanya maka akan menghasilkan hubungan yang berpengaruh tidak nyata dalam mendukung suatu pertumbuhan tanaman.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa perlakuan dosis kompos berbanding lurus dengan taraf yang ditambahkan pada media tanam dalam mendukung pertumbuhan tembakau di mana data yang diperoleh umumnya bertambah dari K0 sampai K3. Hal ini diduga tidak unsur hara yang terkandung

(67)

berpengaruh baik secara langsung atau tidak langsung pada pertumbuhan tanaman tembakau selama penelitian berlangsung

Berdasarkan hasil penelitian juga dapat diketahui bahwa perlakuan debu vulkanik Gunung Sinabung pada V2 cenderung menunjukkan data yang turun

daripada V0, karena secara teori debu vulkanik belum terdekomposisi secara

sempurna dan masih panas apabila diberikan pada media tanam tembakau sehingga berdampak kurang baik pada pertumbuhan tembakau. Pada saat penelitian berlangsung, tembakau harus dibumbun sebanyak dua kali. Pemberian

debu vulkanik Gunung Sinabung dilakukan sebelum pembumbunan kedua. Pembumbunan dilakukan untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan akar tembakau yakni akar tunggang dan akar serabut dan bulu-bulu akar. Berdasarkan hasil pengamatan panjang akar dapat diperoleh data bahwa panjang akar pada perlakuan V2 menunjukkan rataan panjang akar terendah dibanding V0.

(68)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Perlakuan debu vulkanik Gunung Sinabung menghambat pertumbuhan tembakau Deli pada 18 hari setelah pindah tanam (HSPT) sampai dengan 46 HSPT dan berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter pengamatan berdasarkan uji statistik.

2. Dosis pupuk kompos dapat meningkatkan pertumbuhan tembakau Deli, jumlah daun, diameter batang, tebal daun pasir, tebal daun kaki I, luas daun pasir, luas daun kaki I, panjang akar dan bobot kering walaupun berdasarkan uji statistik berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter pengamatan. 3. Interaksi debu vulkanik gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos juga

berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter pengamatan di mana berdasakan hasil analisis media tanam akhir dapat diketahui bahwa umumnya unsur hara media tanam tiap perlakuan tergolong rendah khususnya N dan Mg serta nilai KTK.

Saran

(69)

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Senyawa Kimia Debu Vulkanik

Kandungan logam dalam tanah sangat berpengaruh terhadap kandungan logam dalam tanaman yang tumbuh di atasnya, sehingga kandungan logam yang kurang atau berlebihan dalam jaringan tanaman akan mencerminkan kandungan logam dalam tanah (Darmono, 1995).

Hartuti (2009) melaporkan bahwa kimia tanah abu vulkanik umumnya mengandung senyawa SiO2, Al2O3, Fe2O3, CaO, MgO, Na2O, K2O, MnO, TiO2,

P2O5, H2O dan logam berat lainnya. Menurut Palar (1994) logam berat masih

termasuk golongan logam dengan kriteria-kriteria yang sama dengan logam lainnya.

Kandungan logam berat Cd, Pb, dan B berdasarkan hasil analisis laboratorium masing-masing adalah 96,98 ppm, 46,46 ppm dan 4,04 ppm. Menurut Darmono (1995) toksisitas logam berat seperti Zn, Cu, Cd dan Pb dalam pertumbuhan tanaman tergantung pada kondisi lingkungan luar dari tanaman tersebut, terutama pada tanaman bibit dan sistem akarnya. Di samping lamanya waktu yang diperlukan untuk toksisitas logam, juga dipengaruhi ketersediaan logam serta interaksi dengan logam lain dalam tanah, status nutrisi dan umur tanaman. Terdapat beberapa spesies tanaman dapat mentolerir toksisitas logam sedangkan yang lain menderita keracunan.

(70)

melimpah di permukaan bumi (400-650 kg kalium untuk setiap m2 pada ketinggian 15,24 cm). Namun, sekitar 90-98% berbentuk mineral primer yang tidak dapat diserap oleh tanaman dan yang tersedia bagi tanaman hanya 1-2%.

Unsur hara fosfor juga penting dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Cahyono (1998) menyatakan bahwa peranan zat hara fosfat pada tanaman adalah untuk pertumbuhan akar, pembentukan bunga, pembentukan buah dan biji, meningkatkan daya tahan terhadap penyakit daun, meningkatkan hasil dan mutu. Apabila tanaman kekurangan unsur P menyebabkan sistem perakaran tidak berkembang baik sehingga tanaman tidak mampu menyerap unsur hara. Akibatnya, tanaman tumbuh kerdil, daun berwarna hijau tua hingga kebiru-biruan, dan daun masak terlambat. Sebaliknya, tanaman kelebihan unsur hara P, mutu daun setelah pengolahan menurun karena krosoknya berwarna cokelat tua hingga merah tipis dan kurang elastis.

Unsur kalsium yang terdapat pada senyawa CaO berhubungan dengan aktivitas sel dalam tanaman. Mengel dan Kirkby menyatakan bahwa kalsium berfungsi dalam pemanjangan dan pembelahan sel, sehingga tanaman yang kekurangan Ca ujung akarnya akan berhenti tumbuh, warna berubah menjadi cokelat kemudian mati. Kalsium terdapat dalam plasmalema dan berfungsi dalam menjaga permeabilitas dan integritas sel (Murdiyati, 1997).

(71)

jembatan yang menghubungan struktur pirofosfat ATP/ADP dengan molekul enzim. Kekurangan unsur ini akan menghambat sintesis protein dan senyawa sekundernya, seperti klorofil. Dalam tanaman, Mg dapat dialirkan ke organ yang lebih muda, sehingga klorosis yang disebabkan hilangnya klorofil dimulai pada daun-daun bawah.

Unsur hara yang terkandung dalam abu vulkanik dan media tanam berperan terhadap pertumbuhan tumbuhan yang ditanam. Dalam tesis Napitupulu (2008) dijelaskan bahwa tanaman yang tumbuh di atas permukaan tanah akan berproduksi dengan baik, apabila tanah mempunyai persediaan yang akan semua unsur hara yang diperlukan oleh tanaman dan harus ada kesetimbangan di antara unsur hara sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan oleh tanaman. Unsur hara yang diperlukan oleh tanaman dibedakan atas unsur hara makro (makronutrien) dan unsur hara mikro (mikronutrien) yang masing-masing diperlukan tanaman dalam jumlah banyak (>500 ppm) dan jumlah sedikit (<50 ppm). Kemampuan tanaman untuk mengabsorbsi unsur hara berupa ion-ion dari larutan tanah tergantung pada luas dan penyebaran akar tanaman.

Debu Vulkanik

Indonesia dilalui oleh dua lempeng yang menunjukkan bahwa daerahnya rentan terhadap gempa bumi dan letusan gunung api akibat dari pergeseran kedua lempeng tersebut. Keberadaan gunung api ini masih dianggap sebagai ancaman bagi masyarakat sekitar. Akan tetapi, manfaat yang diberikan pasca letusan juga sangat besar pengaruhnya terhadap kondisi tanah (Fiantis, 2006).

(72)

CO, SO2, H2S, NH3, H2SO4, dan sebagainya. Materi cair yang dikeluarkan adalah

magma yang keluar melalui pipa gunung yang disebut lava sedangkan materi padat yang disemburkan berupa bom (batu-batu besar), kerikil, lapilli, pasir, abu serta debu halus (Munir, 1996).

Abu vulkanik adalah bahan material vulkanik jatuhan yang disemburkan ke udara saat terjadi suatu letusan dan dapat jatuh pada jarak mencapai ratusan

bahkan ribuan kilometer dari kawah karena pengaruh hembusan angin (Sudaryo dan Sutjipto, 2009).

Debu vulkanik yang terdeposisi di atas permukaan tanah mengalami pelapukan kimiawi dengan bantuan air dan asam-asam organik yang terdapat di dalam tanah. Akan tetapi, proses pelapukan ini membutuhkan waktu yang sangat lama yang dapat mencapai ribuan bahkan jutaan tahun bila terjadi secara alami di alam. Hasil pelapukan lanjut dari debu vulkanik mengakibatkan terjadinya penambahan kadar kation-kation (Ca, Mg, K dan Na) di dalam tanah hampir 50% dari keadaan sebelumnya (Fiantis, 2006).

(73)

Pengaruh Pupuk Kompos Terhadap Berbagai Tanaman

Sampah adalah sebagian dari benda atau sisa-sisa barang yang dipandang tidak berguna, tidak dipakai, tidak disenangi dan harus dibuang sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu kelangsungan hidup manusia (Daryanto, 1995).

Menurut komposisi kimianya, maka sampah dibagi menjadi sampah organik dan sampah anorganik. Penelitian mengenai sampah padat di Indonesia menunjukkan bahwa 80% merupakan sampah organik, dan diperkirakan 78% dari sampah tersebut dapat digunakan kembali (Outerbridge, 1991).

Kompos dapat dibuat dari sampah kota berupa sampah pasar dan sampah rumah tangga yang telah mengalami pelapukan (pengomposan). Pengomposan didefinisikan sebagai suatu proses dekomposisi (penguraian) secara biologis dari senyawa-senyawa organik yang terjadi karena adanya kegiatan mikroorganisme yang bekerja pada suhu tertentu. Pengomposan merupakan salah satu metoda pengelolaan sampah organik menjadi material baru seperti humus yang relatif stabil (Sandrawati et al, 2007).

(74)

Menurut Santoso (2003) kompos sampah kota berfungsi sebagai:

1. Soil Conditioner, yang mengandung unsur hara seperti nitrogen, fosfor, dan kalium serta mineral penting yang dibutuhkan tanaman. Fungsi ini akan memperbaiki struktur tanah, tekstur lahan kritis, meningkatkan porositas, aerasi,dan dekomposisi oleh mikroorganisme tanah.

2. Soil Ameliorator, berfungsi mempertinggi Kapasitas Tukar Kation (KTK), baik pada tanah ladang maupun tanah sawah.

Kompos sampah kota mengandung kalium yang tinggi, yang berperan sebagai aktifator enzim dalam metabolisme karbohidrat dan nitrogen yang meliputi pembentukan, pemecahan dan translokasi pati, serta berpengaruh terhadap pengangkutan fosfor. Kalium juga berpengaruh penting terhadap pembentukan klorofil, karbohidrat dan translokasi gula di dalam tanaman (Jumin, 2002).

Pemberian kompos berpengaruh nyata terhadap parameter total luas daun, bobot basah tajuk per sampel, bobot basah akar per sampel, bobot biomassa, bobot segar layak jual, kadar protein dan kadar gula pada komoditi kailan yang ditunjukkan dari hasil analisis data secara statistik pada penelitian Berutu (2009). Pada tanaman tomat, Neliyati (2005) melaporkan bahwa pemberian kompos dapat meningkatkan berat kering tanaman, jumlah buah per tanaman, bobot buah per tanaman dan bobot buah per petak.

(75)

penelitian Huang (2006) menyatakan bahwa Pemberian kompos yang berasal dari sampah organik kota berpengaruh terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, bobot basah dan bobot kering tajuk dan akar tanaman pakchoi. Pada semua parameter, diketahui bahwa kompos tersebut menghasilkan produksi yang lebih baik bila dibandingkan dengan pemberian pupuk NPK.

Tembakau

Tembakau adalah komoditi yang tidak asing lagi di Provinsi Sumatera Utara. Tembakau yang tumbuh baik pada daerah antara Sungai Wampu dan Sungai Ular dikenal dengan nama tembakau deli. Abdullah dan Soedarmono (1986) menyatakan bahwa tembakau deli adalah tembakau cerutu jenis pembungkus kualitas terbaik (world top quality) di seluruh dunia. Daun tembakau deli memiliki ciri khas yaitu daun tipis dan elastis serta warna cerah dikarenakan mempunyai iklim dan tanah yang sesuai dengan pertanaman tembakau tipe pembungkus. Inilah yang membedakan tembakau deli dengan tembakau lainnya.

Tembakau deli merupakan tanaman yang spesifik lokasi. Tumbuh baik pada daerah dengan ketinggian tempat sekitar 12-150 m dpl. Suhu optimum 18-270C, curah hujan yang dikehendaki rendah pada saat tanam dan tinggi pada saat

pertumbuhan sampai dengan panen (Erwin dan Suyani, 2000).

(76)

Tembakau membutuhkan unsur N dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangannya. Menurut Tso (1972) nitrogen merupakan penyusun amino dan senyawa-senyawa sekunder yang merupakan komponen pertumbuhan, yaitu protein, klorofil, asam nukleat dan sebagainya. Nitrogen juga berperan penting pada mutu tembakau karena N merupakan penyusun nikotin yaitu suatu alkaloid yang menyebabkan tembakau mempunyai rasa khas.

Penyinaran cahaya matahari sangat diperlukan tanaman ini dalam proses fotosintesis untuk menghasilkan bagian vegetatif (batang, daun, cabang, dan perakaran), generatif (bunga, buah dan biji). Kurangnya penyinaran matahari menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan produksi (Sudaryono, 2004).

(77)

Setiap jenis tembakau mempunyai komposisi kimia berbeda-beda, sehingga imbangan hara yang dibutuhkan juga berbeda. Tembakau virginia mempunyai kadar gula tinggi (15%−22%) dan nikotin sedang (1,5%−3,5%). Untuk mencapai komposisi tersebut selama pertumbuhan sampai berbunga tanaman tembakau virginia membutuhkan N dan ketersediaan air yang cukup. Ketersediaan unsur makro seperti N, P, dan K yang diberikan harus diatur sesuai dengan kurva pertumbuhan tanaman sehingga diperoleh saat pemasakan daun yang tepat, hasil serta mutu yang tinggi (Murdiyati, 1997).

(78)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Gunung Sinabung berada di Dataran Tinggi Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Menurut Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (2014) titik koordinatnya adalah 3° 10' 12" N, 98° 23' 31.2" E 3.17, 98.392. Gunung Sinabung bersama Gunung Sibayak adalah dua gunung berapi aktif di Sumatera Utara dan menjadi puncak tertinggi di Provinsi Sumatera Utara.

Gunung Sinabung berketinggian 2.460 meter dari permukaan laut dan mempunyai 4 kawah (Kawah I, II, III, dan IV). Gunung bertipe strato tersebut mempunyai catatan letusan yang dampaknya berbeda-beda (Retnaningsih, 2013).

(79)

korban jiwa dilaporkan, tetapi ribuan warga pemukiman sekitar terpaksa mengungsi ke kawasan aman (BPTP, 2013).

Pada awal Februari 2014 terjadi erupsi dan beberapa kali letusan Gunung Sinabung. Menurut Dinas Pertanian (2010) hasil erupsinya berupa debu vulkanik menyebar ke beberapa daerah dengan jarak terjauh 6 km dari kaki gunung bahkan sampai ke Kota Medan. Debu-debu ini menutupi seluruh tanah dan benda di atasnya. Lahan pertanian yang merupakan mata pencarian masyarakat sekitar tidak luput dari tutupan debu vulkanik tersebut. Secara kasat mata, kondisi tanaman yang terkena dampak debu vulkanik masih tumbuh baik, namun di beberapa tempat yang terkena penutupan debu vulkanik yang tebal menunjukkan gejala kelayuan sampai kematian dengan pembagian luasan yang berbeda-beda dan luas keseluruhan yang tertutup debu adalah 6.961 ha. Hal inilah yang menyebabkan perlunya dilihat sejauh mana debu vulkanik mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman, dalam hal ini pada tanaman tembakau.

Abu vulkanik atau pasir vulkanik adalah material vulkanik yang disemburkan ke udara saat terjadi suatu letusan gunung berapi. Abu maupun pasir vulkanik terdiri dari batuan berukuran besar sampai berukuran halus. Material berukuran halus yang diterbangkan angin jatuh sebagai hujan abu. Karena ukurannya yang halus, material tersebut sangat berbahaya bagi pernapasan, mata, pencemaran air, tanah, dan rusaknya tumbuh-tumbuhan. Abu vulkanik umumnya mengandung logam, baik yang bermanfaat maupun yang berbahaya bagi manusia. Kimia tanah abu vulkanik umumnya mengandung senyawa SiO2, Al2O3, Fe2O3,

CaO, MgO, Na2O, K2O, MnO, TiO2, P2O5, H2O dan logam berat lainnya

(80)

Gunung Sinabung mengandung 0,24% P2O5; 0,12% K2O; 0,03 MgO; 0,89% Na;

1,14% Fe; 4,04 ppm B; 0,70% S; 98,98 ppm Cd; 46,46 ppm Pb; 22,5% SiO2.

Lapisan debu vulkanik yang berpotensi mengandung hara penyubur tanah untuk pertanian sebenarnya baru bisa dimanfaatkan sekitar 10 tahun setelah peristiwa penyebaran abu vulkanik itu. Penyuburan tanah bisa dipercepat jika dicampur dengan kompos dan lain-lain. Kompos tersebut dapat berasal dari sampah dan limbah organik (Tim Kompas, 2010).

Selama ini, penanganan sampah di berbagai kota masih dilakukan secara konvensional. Cara konvensional ini tidak mampu menyelesaikan persoalan sampah secara tuntas. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam menangani masalah sampah adalah memanfaatkan sampah organik kota (60-80% BO) sebagai bahan baku pembuatan kompos. Kompos tersebut dapat digunakan dalam bidang pertanian dan untuk perbaikan tanah marginal (Suranta, 2002).

(81)

Sampah rumah tangga sangat ideal dijadikan kompos karena selain dapat memanfaatkan komposnya, lingkungan pun terhindar dari pencemaran. Sampah yang telah melalui proses pengomposan merupakan pupuk organik yang bermanfaat. Pemanfaatannya dengan aplikasi langsung kompos pada media tanam tembakau yang mendukung ketersediaan unsur haranya. Menurut Surjadi (2006) pemakaian pupuk organik untuk pertanian memberikan keuntungan ekologis maupun ekonomis. Bahan organik dalam pupuk berperan penting dalam memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologis tanah sehingga dapat menjaga dan meningkatkan kesuburan tanah, serta mengurangi ketergantungan pada pupuk anorganik/kimia.

Tembakau mempunyai nilai ekonomi yang cukup penting karena menyumbang pendapatan negara melalui cukai yang jumlahnya tidak sedikt. Di Indonesia, tembakau cerutu berkualitas ekspor berasal dari Sumatera, dikenal

dengan nama tembakau deli yang khusus digunakan sebagai pembalut cerutu (Erwin dan Suyani, 2000).

Selama kurun waktu 1990-2007, jumlah produksi daun tembakau Indonesia berfluktuasi. Tahun 2007 total produksi daun tembakau Indonesia mencapai 165 ribu ton (menurut data dari Departemen Pertanian). Selama 10 tahun terakhir (1997-2007) terjadi penurunan produksi tembakau sebanyak 21% dari 210.000 ton menjadi 165.000 ton (Papilaya dan Trihorno, 2010).

(82)

diantaranya, C-organik 13%, N-total 3,53%, P-total 0,53%, K-total 4,44%, Ca 5,80%, Mg 1,34%, C/N ratio 10. Unsur N merupakan unsur yang penting untuk tanaman tembakau. Penambahan abu vulkanik yang terdeposisi di atas permukaan tanah mengalami pelapukan kimiawi dengan bantuan air dan asam-asam organik yang terdapat di dalam tanah sehingga mendukung terjadinya penambahan kadar kation-kation (Ca, Mg, K dan Na) di dalam tanah. Hal ini dapat didukung dengan peran kompos yang kaya akan bahan organik yang berinteraksi dalam pelapukan debu vulkanik yang mengakibatkan kesuburan media tanam meningkat.

Hingga kini, masih sedikit penelitian yang memberikan data tentang pengaruh pertumbuhan tembakau terhadap debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos. Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian guna mengetahui pertumbuhan tembakau terhadap dosis pupuk kompos dan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pertumbuhan tembakau (Nicotiana tabacum L.) terhadap pemberian debu vulkanik gunung sinabung dan dosis pupuk kompos. Hipotesis Penelitian

Ada pengaruh nyata pemberian debu vulkanik gunung sinabung dan pupuk kompos terhadap pertumbuhan tembakau (Nicotiana tabacum L.).

Kegunaan Penelitian

(83)

ABSTRAK

DANIEL SITORUS: Respons Pertumbuhan Tembakau (Nicotiana tabacum L.) Terhadap Pemberian Debu Vulkanik Gunung Sinabung Dan Dosis Pupuk Kompos dibimbing oleh JONIS GINTING dan TOGA SIMANUNGKALIT.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh debu vulkanik Gunung Sinabung dan pupuk kompos terhadap pertumbuhan tembakau. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Penelitian Tembakau Deli (BPTD) Sampali, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara pada ketinggian tempat + 15 meter diatas permukaan laut. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli – Agustus 2014. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan 2 faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama adalah pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung (0 g, 500 g, 1000 g). Faktor kedua adalah dosis pupuk kompos (0 g, 250 g, 500 g dan 750 g). Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, tebal daun pasir, tebal daun kaki I, luas daun, panjang akar pada 18 - 50 hari setelah tanam (HSPT) dan bobot kering tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian debu vulkanik dengan pupuk kompos serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter.

(84)

ABSTRACT

DANIEL SITORUS: Growth Response of Deli tobacco (Nicotiana tabacum L.) by giving Mount Sinabung volcanic ash and the dose of compost supervised by JONIS GINTING and TOGA SIMANUNGKALIT.

The purpose of the study was to determine the effect of Mount Sinabung volcanic ash and compost on the growth of Deli tobacco. The research was conducted at Balai Penelitian Tembakau Deli (BPTD) Sampali, Percut Sei Tuan District Deli Serdang Regency North Sumatera with the height of + 15 metres above sea level, began from July until August 2014. The research design was a randomized block design with two factors, the first factor was Mount Sinabung volcano ash (0 g, 500 g, 1000 g) and the second factor was dose of compost (0 g, 250 g, 500 g, 750 g). The parameters observed were plant height, stem diameter, number of leaf, sand leaf thickness, feet leaf I thickness, leaf area, root length at 18 up to 50 days after transplanting and dry weight of plant. The result showed that volcanic ash and dose of compost and also both of interaction were not show any significant effect on all parameters

(85)

RESPONS PERTUMBUHAN TEMBAKAU (Nicotiana tabacum L.) TERHADAP PEMBERIAN DEBU VULKANIK GUNUNG

SINABUNG

DAN DOSIS PUPUK KOMPOS

SKRIPSI

OLEH :

Daniel Sitorus / 100301180

BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

(86)

RESPONS PERTUMBUHAN TEMBAKAU (Nicotiana tabacum L.) TERHADAP PEMBERIAN DEBU VULKANIK GUNUNG

SINABUNG

DAN DOSIS PUPUK KOMPOS

SKRIPSI

OLEH :

DANIEL SITORUS / 100301180

BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

(87)

Judul Skripsi : Respons Pertumbuhan Tembakau (Nicotiana tabacum L.) Terhadap Pemberian Debu Vulkanik Gunung Sinabung Dan Dosis Pupuk Kompos

Nama : Daniel Sitorus

NIM : 100301180

Program Studi : Agroekoteknologi

Minat : Budidaya Pertanian dan Perkebunan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

(Ir. Jonis Ginting, M. S.) Ketua

(Ir. Toga Simanungkalit, M. P.) Anggota

Mengetahui,

(88)

ABSTRAK

DANIEL SITORUS: Respons Pertumbuhan Tembakau (Nicotiana tabacum L.) Terhadap Pemberian Debu Vulkanik Gunung Sinabung Dan Dosis Pupuk Kompos dibimbing oleh JONIS GINTING dan TOGA SIMANUNGKALIT.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh debu vulkanik Gunung Sinabung dan pupuk kompos terhadap pertumbuhan tembakau. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Penelitian Tembakau Deli (BPTD) Sampali, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara pada ketinggian tempat + 15 meter diatas permukaan laut. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli – Agustus 2014. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan 2 faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama adalah pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung (0 g, 500 g, 1000 g). Faktor kedua adalah dosis pupuk kompos (0 g, 250 g, 500 g dan 750 g). Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, tebal daun pasir, tebal daun kaki I, luas daun, panjang akar pada 18 - 50 hari setelah tanam (HSPT) dan bobot kering tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian debu vulkanik dengan pupuk kompos serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter.

Gambar

Tabel 1. Rataan tinggi tanaman (cm) tembakau 18 – 46 HSPT dengan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos
Tabel 2. Rataan diameter batang (mm) tembakau 18 – 46 HSPT dengan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos
Tabel 3. Rataan jumlah daun (helai) tembakau 18 – 46 HSPT dengan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos  Debu Dosis Pupuk Kompos (g/polibeg)
Tabel 4. Rataan tebal daun pasir tembakau (mm) 44 HSPT dengan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos Debu Dosis Pupuk Kompos (g/polibeg)
+5

Referensi

Dokumen terkait

Universitas Negeri

It was also unfortunately featured in the British newspaper The Telegraph in their travel section: “One of the world´s 30 ugliest buildings?” In late 2015 the Kosovo

Fasilitas kredit kepada bank lain yang belum ditarik 500a. Lainnya

The discussion is structured around the process of evaluating building significance for the purpose of listing the building on the National Register of Historic Places (NRHP)

Kandungan klorofil total planlet Spathoglottis plicata yang di tanam pada medium Vacin &amp; Went. (VW) dengan penambahan berbagai konsentrasi asam fusarat di sajikan pada

Pengalaman saya, paspor bisa diambil setelah 3 hari, terhitung dari mulai proses pengajuan di kantor KANIM, nanti pihak KANIM akan memberitahukan tanggal

[r]

[r]