• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Toksisitas Pelembut Pakaian Terhadap Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio L)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Toksisitas Pelembut Pakaian Terhadap Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio L)"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Lampiran 1. Alat Penelitian

a. b. c.

d. e. f.

g. h. i.

Akuarium pH meter Timbangan

Micropipet DO meter Gelas ukur

(3)

j. k. l.

(4)

Lampiran 2. Bahan Penelitian

a. Pelembut b. c. Pakaian

(5)

Lampiran 3. Prosedur Penelitian

a. b.

b. d.

Aklimatisasi Pemberian aerasi

aerasi

Kematian ikan Pemberian

(6)
(7)
(8)
(9)

Lampiran 7. Tabel Analisis Sidik Ragam ANOVA Untuk Kelangsungan Hidup Benih Ikan Mas

Ulangan perlakuan (ppm) total

(10)

Lampiran 8. Tabel Analisis Sidik Ragam ANOVA Untuk Efisiensi Pakan Benih Ikan Mas

Ulangan perlakuan (ppm) total

(11)

Lampiran 9. Tabel Analisis Sidik Ragam ANOVA Untuk Laju Pertumbuhan Benih Ikan Mas

Ulangan perlakuan total

rata-rata

rata=yi 0.2733333 0.146666667 0.07667 0.05 0.27333 0.09111

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Agusnar, H. 2008. Analisa Pencemaran dan Pengendalian Lingkungan, USU Press.

Connell, D. W. Dan Miller, G. J. 2006. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. UI Press, Jakarta.

Darmono. 2001. Lingkungan hidup dan Pencemaran Hubungannya dengan Senyawa Logam. UI press, Jakarta.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta.

Ermin, K. W., Winarti, A., Agustin, S. 2006. Distribusi Surfaktan dan Fenol di Perairan Teluk Jakarta.

Halang, B. 2004. Toksisitas Air Limbah Deterjen Terhadap Ikan Mas (Cyprinus carpio). Unlam press. Vol 1, nomor 1, 39-49.

Kordi, M. G. 2010. Panduan Lengkap Memelihara Ikan Tawar di Kolam Terpal. ANDI, Yogyakarta.

Linda, R., Ramadhan, S., Gustina, I. 2012. Pengaruh Limbah Pabrik Karet Terhadap Jumlah Gerakan Operkulum dan Frekuensi Batuk Ikan Mas (Cyprinus carpio L). UNP.

Murtidjo, B. A. 2001. Pedoman Meramu Pakan Ikan. Kanasius, Yogyakarta.

Narantaka, A. 2012. Pembenihan Ikan Mas. Jaralitera, Yogyakarta.

Nida, S. 2004. Pengelolaan Limbah Deterjen Sebagai Upaya Minimalisasi Polutan di Badan Air dalam Rangka Pembangunan Berkelanjutan. Balai Teknologi Lingkungan- BBP, Serpong.

Nugroho, A. 2006. Bioindikator Kualitas Air. Penerbit Universitas Trisakti, Jakarta.

Pribadi, S.T. 2002. Pembesaran Ikan Mas di Kolam Air Deras. Agromedia Pustaka, Jakarta.

(13)

Rahardjo, M. F., Sjafei. D. S., Affandi. R dan Sulistiono. 2011. Ikhtiology. Lubuk Agung. Bandung.

Rosina, I. S. 2002. Interaksi Antara Deterjen, Tingkat Stres dan Uji Tantang Bakteri Aeromonas Hydropila pada Ikan Mas (Cyprinus carpio Linn). IPB.

Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO ) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) Sebagai Salah Satu Indikator untuk Menentukan Kualitas Perairan. Osena, vol. xxx. No.3, 2005 : 21:26.

Septi, P. 2004. Sublasi Surfaktan Kationik dari Larutan Pelembut Pakaian. Universitas Diponegoro, Semarang.

Siti, R dan Astri, D., E. 2009. Pertumbuhan dan Survival Rate Ikan Mas (Cyprinus carpio Linn) pada Berbagai konsentrasi Pestisida Regent 0,3 G. Universitas Diponegoro, Semarang. Jurnal Saintek Perikanan. Vol. 5, No.1, 2009, 49 : 54.

Soemirat, J. 2005. Toksikologi Lingkungan. Gadjah Mada, Yogyakarta.

Suin, N.M. 2002. Metoda Ekologi. Universitas Andalas, Padang.

Supriono, E., Lisnawati, L., Djokosetiyanto, D. 2005. Pengaruh Linear Alkylbenzene Sulfonate terhadap Mortalitas, Daya Tetas Telur dan Abnormalitas Larva Ikan Patin (Pangasius Hypophthalmus sauvage), IPB. Jurnal Akuakultur Indonesia, 4 (1) : 69-78 (2005).

Syahril, N., Thamrin., Huria, M. 2006. Toksisitas Deterjen Terhadap Benih Ikan Kakap Putih (Lates carcarifer, bloch). ISSN 0126-4265. Vol 33 No 2.

Syakti, A. D., Hidayati, N. V., Siregar, A. S. 2012. Agen Pencemaran Laut. IPB Press, Bogor.

Tahir, A. 2012. Ekotoksikologi dalam Perspektif Kesehatan Ekosistem Laut. Karya Putra Darwati, Bandung.

Trievita, A. F., Pamilia, C. 2012. Pengaruh Perbedaan Ukuran Partikel dari Ampas Tebu dan Konsentrasi Natrium Bisulfit (NaHSo3) Pada Proses Pembuatan Surfaktan. Jurnal Tehnik Kimia No.4, Vol. 18.

Ujang, D. 2000. Toksisitas Linear Alkylbenzene Sulfonate Terhadap Embrio Ikan Mas (Cyprinus carpio). IPB.

(14)

Yuli, P, sri, S, Winda, F., W. 2012. Uji Toksisitas Limbah Cair Laundry Sebelum dan Sesudah Diolah dengan Tawas dan Karbon Aktif Terhadap Bioindikator (Cyprinus carpio L). Yogyakarta. ISSN : 1979-911X.

(15)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai November 2013 di

Dinas Pertanian dan Kelautan, Pusat Informasi dan Pengembangan Ikan Hias.

Jl. Karya Wisata, Kec. Medan-Johor. Medan.

Alat dan Bahan

Wadah pemeliharaan yang digunakan pada penelitian ini adalah akuarium

sebanyak 15 unit, dengan ukuran panjang 30 cm, lebar 30 cm, tinggi 30 cm. Bak

fiber ukuran panjang 237 cm, lebar 108 cm dan tinggi 50 cm untuk wadah

penampungan ikan atau aklimatisasi ikan, alat yang digunakan dalam penelitian

adalah aerator, ember, selang sebagai alat siphon pada akuarium, timbangan

analitik model KDE-600, gelas ukur, pipet tetes, gayung, alat tulis, serokan kecil.

Alat pengukuran yang akan digunakan pada penelitian ini termometer, pH meter

dan DO meter (Lampiran 1).

Bahan yang digunakan pada penelitian ini benih ikan mas yang

berukuran 4 - 6 cm sebanyak 600 ekor dimana masing-masing akuarium

berjumlah 10 ekor , pakan pelet, pelembut pakaian, air, kertas label dan tissu.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan 3 tahap yaitu uji pendahuluan, uji defenitif, dan uji

subletal. Masing-masing tahap dengan perlakuan dan pengulangan yang berbeda.

(16)

Persiapan Penelitian

Bak fiber dibersihkan terlebih dahulu dan dikeringkan selama sehari,

kemudian diisi air setinggi 18 cm, diberi aerasi terus dibiarkan 1 hari untuk

mengendapkan air serta diberi aerasi yang cukup agar dapat mempertahankan

kadar oksigen terlarut selama pengadaptasian, kemudian dimasukan ikan

berukuran 4 – 6 cm kedalam bak fiber dan dipelihara selama 1 minggu untuk

aklimatisasi ikan untuk mengkondisikan hewan uji pada kultur media air dan

memberikan waktu hewan uji beradaptasi dengan lingkungan yang baru, Selama

aklimatisasi ikan uji diberi pakan pelet sebanyak 2 kali sehari yaitu pada pukul

08.00 dan 16.00 WIB, seterusnya mempersiapkan akuarium sebagai media uji

yaitu dengan mencuci akuarium dan dikeringkan selama 1 hari, diisi air sebanyak

10 liter air dan diaerasi selama 1 hari untuk suplai oksigen kemudian ikan yang

sudah siap di aklimatisasi dimasukkan kedalam akuarium sebanyak 10

ekor/akuarium.

Uji Pendahuluan

Uji pendahuluan dilakukan dengan memasukkan bahan pelembut pakaian

untuk menentukan batas kisaran kritis (critical range test) yang menjadi dasar dari

penentuan konsentrasi untuk menentukan ambang batas atas (N) dan ambang

batas bawah (n) yang digunakan dalam uji lanjutan. Konsentrasi ambang batas

atas adalah konsentrasi terendah dari bahan uji yang dapat menyebabkan semua

ikan uji mati pada periode waktu pemaparan 24 jam. Sedangkan konsentrasi

ambang batas bawah adalah kosentrasi tertinggi dari bahan uji yang dapat

(17)

Dengan penentuan konsentrasi:

Gambar 4. Bagan peletakan media uji pendahuluan

Perlakuan diatas dengan 2 kali pengulangan, Parameter yang diamati

selama uji pendahuluan adalah mortalitas ikan yang dihitung pada jam ke- 0, 2, 4,

6, 8, 10, 12, 14, 16, 18, 20, 22 dan 24. Sedangkan perhitungan berikutnya

dilakukan setiap 6 jam sekali sampai jam ke- 48 pengukuran kualitas air dilakukan

setiap hari.

Uji Definitif

Konsentrasi perlakuan uji definitif diperoleh dari hasil uji penentuan selang konsentrasi nilai ambang atas dan bawah. Digunakan untuk mengetahui

toksisitas akut, menentukan nilai LC50–96 jam. Nilai LC50 yang dilihat adalah nilai

yang dapat mematikan ikan jam ke 96. Jumlah konsentrasi bahan uji sebanyak 4

buah ditambah 1 kontrol dengan 3 kali pengulangan.

Dengan penentuan konsentrasi menggunakan rumus menurut (Syakti, dkk.

(18)

Log N/n = k (log a- log n)

a/n = b/a = c/b = d/c = N/d

Keterangan:

N : Konsentrasi ambang atas

n : Konsentrasi ambang bawah

k : Jumlah konsentrasi yang diuji/banyaknya selang konsentrasi yang

diinginkan (a, b, c, d adalah konsentrasi yang diuji dengan nilai a sebagai

konsentrasi terkecil).

Selama Pengamatan tidak dilakukan pergantian air. Parameter yang diukur

adalah mortalitas ikan yang dihitung pada jam ke- 0, 6, 12, 18, 24 dan selanjutnya

dilakukan perhitungan setiap 12 jam sekali sampai jam ke- 96 Sedangkan

pengukuran Kualitas air dilakukan setiap hari (Suhu, pH, DO). Uji defenitif

terdiri atas 5 perlakuan dan masing-masing perlakuan 3 ulangan yaitu sebagai

berikut :

Perlakuan A : 0 ppm (Kontrol)

Perlakuan B : Konsentrasi 80,35 ppm

Perlakuan C : Konsentrasi 86,09 ppm

Perlakuan D : Konsentrasi 92,25 ppm

(19)

Type equation here.

P : Perlakuan P : Perlakuan U : Ulangan

Gambar 5. bagan peletakan media uji defenitif

Analisis Probit

Proses analisis data yang digunakan untuk menentukan nilai LC50 96 jam

pada penelitian ini adalah Analisis Probit. Analisis probit dihitung dengan

menggunakan rumus menurut Hubbert yang diacu oleh Zahri, (2008).

Dengan nilai a dan b diperoleh berdasarkan persamaan sebagai berikut:

Persamaan regresi: Y = a + bx

LC50 96 jam = anti log m, dimana:

Keterangan:

Y : Nilai Probit Mortalitas

X : Logaritma konsentrasi bahan uji

a : Konstanta

b : Slope/kemiringan

m : Nilai X pada Y 50 %

PCU1 PEU1 PDU1 PEU3 PAU3

PAU1 PBU2 PEU2 PBU1 PDU2

(20)

Analisa Data Uji Defenitif

Untuk dapat menentukan nilai konsentrasi LC50 dilakukan dengan analisa

probit. Analisa probit adalah suatu cara transformasi statistik dari data presentase

kematian ke dalam varian yang disebut probit dan kemudian digunakan untuk

menentukan fungsi regresi probit dengan log konsentrasi agar dapat mengestimasi

LC50.

Uji Toksisitas subletal

Uji toksisitas subletal dilakukan selama 28 hari, bertujuan untuk

mengetahui pengaruh pelembut pakaian dengan bahan aktif kuaterner amonium

terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan mas. Parameter

pengamatan dilakukan dengan ikan ditimbang sebelum dimasukan ke dalam

akuarium, sebagai data awal, selama pengamatan tetap diberi aerasi. Pemberian

pakan berupa pelet dilakukan 2 kali sehari, yaitu pagi dan sore. Pengamatan

dilakukan 2 kali sehari dengan mengamati tingkah laku ikan dan pengukuran

kualitas air dilakukan setiap hari dan perlakuan pada uji toksisitas subletal adalah

berdasarkan nilai subletal atau setengah nilai LC50-96 jam ke tingkatan

konsentrasi yang lebih rendah. Konsentrasi yang digunakan 0 % sebagai kontrol, 3

%, 6 % dan 9 % dari LC50-96. Pada uji ini menggunakan 3 perlakuan dan kontrol

dimana masing-masing perlakuan 3 ulangan yaitu sebagai berikut :

Perlakuan A : 0 ppm (Kontrol)

Perlakuan B : 2,61 ppm

Perlakuan C : 5,23 ppm

(21)

P : Perlakuan U : Ulangan

Gambar 6. Bagan peletakan media uji subletal

Pengumpulan Data Kelangsungan Hidup

Menurut Nugroho (2006) persentase kelangsungan hidup ikan dapat

dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

SR : Kelangsungan hidup hewan Uji (%).

Nt : Jumlah ikan uji pada akhir penelitian (ekor).

No : Jumlah ikan uji pada awal penelitian (ekor).

Efisiensi Pakan

Menurut Murtidjo (2001) persentase efisiensi pakan dihitung

menggunakan sebagai berikut :

Keterangan :

Em = Efisiensi makanan ikan

B = Berat tubuh akhir ikan dalam gram

PAU3 PBU1 PDU2

PCU2

PCU3

PCU1 PDU3

PBU3

(22)

Bt = Berat mati ikan dalam gram

B0 = Berat tubuh awal dalam gram

Tm = Total makanan yang habis selama pengujian dalam gram

Laju Pertumbuhan

Data laju pertumbuhan ikan uji diperoleh dengan melakukan pengambilan

ikan uji awal dan akhir penelitian, kemudian ditimbang beratnya. Laju

pertumbuhan ikan per hari ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus

Murtidjo (2001) :

Keterangan :

Lp = Laju pertumbuhan

W = Waktu yang dibutuhkan dalam pengujian

B = Berat tubuh akhir dalam gram

B0 = Berat tubuh awal dalam gram

Analisis Data Uji Subletal

Data pengaruh konsentrasi pelembut pakaian terhadap perlakuan

pertumbuhan, kelangsungan hidup, efisiensi pakan akan dianalisis menggunakan

sidik ragam (ANOVA) dengan rancangan acak lengkap (RAL). Apabila terdapat

pengaruh nyata maka akan dilanjutkan dengan uji lanjutan. Selanjutnya data

(23)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Uji Pendahuluan

Uji pendahuluan dilakukan untuk menentukan batas kisaran kritis

(critical range test) yang menjadi dasar dari penentuan konsentrasi yang

digunakan dalam uji lanjutan atau uji defenitif dengan 5 perlakuan 2 ulangan yaitu

0 ppm (kontrol), 50 ppm, 75 ppm, 100 ppm dan 125 ppm. Adapun hasil uji

pendahuluan awal disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Data Pengamatan Mortalitas Ikan Uji Pendahuluan.

Perlakuan 0 ppm (kontrol), 50 ppm dan 75 ppm tidak ada ikan uji yang

mati pada pemaparan 48 jam sedangkan pada perlakuan 100 ppm dan 125 ppm

semua ikan uji mati selama pemaparan 24 jam, dimana pada konsentrasi 100 ppm

dapat mematikan ikan uji sebanyak 100 % dalam waktu 540 menit (9 jam) dan

konsentrasi 125 ppm mematikan ikan uji 100% dalam waktu 360 menit (6 jam).

(24)

Uji Defenitif

Mortalitas ikan uji

Berdasarkan hasil penelitian uji defenitif menunjukkan pada perlakuan 0

ppm (kontrol) dan konsentrasi 80,35 ppm tidak ada ikan uji yang mati sedangkan

pada konsentrasi 86,09 ppm ikan uji mati 40 % dan konsentrasi 92,25 ppm ikan

uji mati 63,3 % kemudian pada konsentrasi 98,85 ppm ikan uji mati 100 %. Hasil

pengamatan mortalitas ikan uji disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Data pengamatan mortalitas ikan uji defenitif

Konsentrasi 80,35 ppm benih ikan mas masih dapat mentoleransi bahan

toksik pelembut pakaian tersebut sedangkan konsentrasi diatas 86,09 ppm akan

mengalami mortalitas terhadap benih ikan mas dapat dilihat pada Tabel 2. Grafik

pengaruh konsentrasi pelembut pakaian terhadap mortalitas benih ikan dapat

(25)

Mortalitas ikan (%)

Gambar 7. Pengaruh Konsentrasi Pelembut Pakaian Terhadap Mortalitas Benih Ikan Mas

Mortalitas paling tinggi terjadi pada perlakuan konsentrasi 98,85 ppm

sedangkan mortalitas terendah pada perlakuan konsentrasi 86,09 ppm, 80,35 ppm

tidak mengalami mortalitas dan pada 0 ppm (Gambar 7).

Analisis Probit Mortalitas

Setelah didapatkan hasil uji defenitif maka dilanjutkan analisis probit

untuk mendapatkan nilai LC50 pada pemaparan 96 jam. Hasil analisis disajikan

pada Tabel 3 dibawah ini.

(26)

Hasil penelitian analisis probit LC50 benih ikan mas adalah 87,10 ppm,

dimana pada konsentrasi 87,10 ppm akan mematikan ikan uji 50 % pada waktu 96

jam.

Buka Tutup Operkulum Benih ikan mas

Hasil penelitian uji defenitif pada buka tutup operkulum perlu diamati

untuk melihat tingkah laku ikan uji secara langsung. Adapun hasil pengamatan

buka tutup operkulum dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Buka tutup operkulum uji defenitif benih ikan mas Konsentrasi

(ppm)

Waktu (menit) Jumlah buka tutup operkulum

0 (Kontrol) 1 45

80,35 1 78

86,09 1 86

92,25 1 106

98,85 1 115

Uji Subletal

Kelangsungan Hidup

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada pemberian bahan toksik

pelembut pakaian berpengaruh nyata terhadap kelangsungan hidup benih ikan

mas. Kelangsungan hidup tertinggi terjadi pada 0 ppm (kontrol) yaitu sebesar

100% dan kelangsungan hidup terendah terjadi pada perlakuan 7,84 ppm yaitu

(27)

Kelangsungan hidup (%)

Gambar 9. Efisiensi pakan benih ikan mas yang diberi bahan toksik pelembut pakaian selama 28 hari

Hasil penelitian ini didapatkan bahwa efisiensi pakan berpengaruh nyata

pada benih ikan mas dengan bahan toksik pelembut pakaian didalamnya, adapun

hasil efisiensi pakan tertinggi terdapat pada kontrol yaitu 8,64% sedangkan

efisiensi pakan terendah terdapat pada perlakuan konsentrasi 7,84 ppm yaitu

(28)

Laju Pertumbuhan

Hasil pada penelitian ini didapatkan bahwa bahan toksik pelembut pakaian

berpengaruh sangat nyata terhadap laju pertumbuhan terhadap benih ikan mas,

laju pertumbuhan tertinggi terdapat pada kontrol yaitu sebesar 0,27 % sedangkan

laju pertumbuhan terendah terjadi pada konsentrasi 7,84 ppm yaitu sebesar 0,05 %

(Gambar 10).

0 ppm (Kontrol) 2.61 ppm 5.23 ppm 7.84 ppm

Gambar 10. Laju pertumbuhan benih ikan mas yang diberi bahan toksik pelembut pakaian selama 28 hari

Kualitas Air Uji Defenitif

Pengukuran faktor lingkungan sangat penting untuk kehidupan benih ikan

mas, adapun hasil pengukuran faktor lingkungan selama uji defenitif terlihat

(29)

Tabel 5. Hasil Pengukuran kualitas air dengan bahan toksik pelembut pakaian

sebelum dan sesudah uji defenitif

Parameter suhu mengalami kenaikan yaitu sebelum uji defenitif berkisar

26,10C−27,30C sedangkan sesudah uji defenitif suhu berkisar 280C−30,20C,

kemudian pada DO mengalami penurunan drastis yaitu sebelum uji defenitif DO

berkisar 5,6–6,9 mg/l dan sesudah uji defenitif 2,0−6,4 mg/l selanjutnya pH juga

mengalami perubahan yang yaitu pH sebelum uji defenitif berkisar 6,0−7,5 dan

sesudah uji defenitif berkisar 3,0−6,6 sehingga bersifat asam (Tabel 5).

Uji Subletal

Nilai pengukuran kualitas air yang diamati selama penelitian uji subletal

masih layak untuk pemeliharaan benih ikan mas. kisaran Parameter kualitas air

selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Kualitas Air benih ikan mas yang diberi bahan toksik pelembut pakaian selama 28 hari

Konsentrasi (ppm) Parameter Kualitas Air

Suhu (0C) DO (mg/l) pH

Sebelum Uji Defenitif Sesudah Uji Defenitif

Konsentrasi

0 (Kontrol) 26,0−27,0 5,6−6,0 6,0−7,2 27,1−27,2 5,6−6,4 6,0−6,6

80,35 26,2−27,1 6,0−6,7 6,6−7,0 28,1−29,2 2,8−4,3 3,2−3,7

86,09 26,1−27,3 5,8−6,6 6,5−7,0 29,2−29,2 2,3−3,5 3,3−3,9

92,25 26,1−27,1 5,8−6,9 6,7−7,3 28,0−30,2 2,2−3,0 3,1−3,9

(30)

Pembahasan

Uji Pendahuluan

Saat ini tingkat pencemaran di perairan semakin meningkat dengan adanya

bahan pencemar yang berasal dari limbah rumah tangga seperti buangan sisa

pencucian sabun, deterjen, dan pelembut pakaian. Bahan ini bersifat toksik karena

mengandung senyawa kuaterner amonium klorida sesuai dengan pernyataan Nida

(2004) bahwa persenyawaan kimia yang berpotensi bersifat toksik adalah

golongan amonium kuaterner.

Penelitian ini dilakukan uji pendahuluan selama 48 jam, hal ini digunakan

untuk menentukan nilai ambang batas atas dan nilai ambang batas bawah sehingga

akan diperoleh nilai konsentrasi yang digunakan pada uji selanjutnya. Sesuai

dengan pernyataan Syakti, dkk (2012) yaitu Uji toksisitas akut diawali dengan

penentuan kisaran konsentrasi (range finding test) yang menyebabkan kematian

0−100% organisme uji pada uji pendahuluan.

Setiap organisme air memiliki batas toleransi yang berbeda-beda terhadap

suatu bahan pencemar salah satunya pada ikan mas mempunyai batas toleransi

terhadap perbedaan konsentrasi bahan pelembut pakaian. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa konsentrasi 100 ppm merupakan nilai ambang batas atas

karena pada konsentrasi ini ikan uji mengalami kematian 100 % dalam waktu 24

jam. Sedangkan nilai ambang batas bawahnya berada pada konsentrasi 75 ppm,

karena pada konsentrasi ini semua hewan uji masih mampu bertahan hidup selama

48 jam. Hal ini disebabkan karena bahan pelembut pakaian yang mengandung

(31)

terhadap benih ikan mas dimana semakin banyak konsentrasi yang terdapat

didalam akuarium maka semakin tinggi mortalitasnya.

Uji Defenitif Mortalitas ikan uji

Pengaruh konsentrasi pelembut pakaian terhadap mortalitas benih ikan

mas menunjukkan bahwa semakin meningkatnya kecepatan reaksi senyawa kimia

pelembut pakaian yang terkandung didalam air maka semakin tinggi juga nilai

mortalitas atau kematian yang terjadi pada benih ikan mas, hal ini sesuai dengan

pernyataan Septi (2004) bahwa konsentrasi tinggi senyawa-senyawa kuaterner

amonium dapat membahayakan kehidupan lingkungan perairan.

Mortalitas tertinggi pada perlakuan dengan bahan pelembut pakaian

terhadap benih ikan mas terjadi pada konsentrasi 98,85 ppm yaitu sebesar 100%

pada jam ke 18, sedangkan mortalitas terendah terdapat pada konsentrasi 80,35

ppm pada jam ke 96. Kematian ikan disebabkan karena surfaktan yang

menyebabkan keracunan deterjen pada ikan sehingga akan cepat mengalami

kematian dan memberikan respon perubahan tingkah laku sebelum kematian

dengan memperlihatkan ciri-ciri hilangnya keseimbangan, berenang tidak teratur

dan pernafasan terganggu.

Analisis Probit Mortalitas

Berdasarkan data uji toksisitas dari Tabel 3 yang dianalisis dengan

menggunakan rumus analisis probit diperoleh nilai LC50 sebesar 87,10 ppm

(32)

menyebabkan kematian 50 % terhadap benih ikan mas selama waktu 96 jam, hal

ini disebabkan karena bahan aktif kuaterner amonium klorida yang terdapat dalam

pelembut pakaian. Kuaterner amonium klorida (NH4C1) yang termasuk kedalam

surfaktan kationik merupakan garam yang berasal dari basa lemah (NH3) dan

asam kuat (HCI) yang kationnya mengalami hidrolisis, sehingga larutan garamnya

bersifat asam, maka dengan konsentrasi yang banyak benih ikan mas mengalami

kematian.

Amonium klorida pada tingkat toksik juga dapat menyebabkan gangguan

osmoregulasi hal ini dimungkinkan adanya tanggapan fisiologi ikan yang sangat

peka pada kondisi awal terhadap bahan aktif kuaterner amonium klorida, Hal ini

sesuai dengan Siti dan Asri (2009) yang menyatakan ikan yang terkena racun

bahan pencemar dapat diketahui dengan gerakan hiperaktif, menggelepar, lumpuh

dan kemudian mati. Nilai LC50 96 jam berada pada 87,10 ppm. Nilai konsentrasi

pelembut pakaian yang aman bagi kehidupan benih ikan mas diperoleh dari 10%

nilai LC50 96 jam yakni 8,71 ppm.

Buka Tutup Operkulum Benih ikan mas

Pelembut pakaian sangat berpengaruh terhadap kecepatan frekuensi buka

tutup operkulum benih ikan mas, apabila konsentrasi semakin banyak dimasukkan

maka ikan uji akan mengalami pergerakan tutup buka operkulum yang semakin

cepat dan diperoleh hasil yang berbeda disebabkan kandungan oksigen terlarut

menurun, sehingga ikan uji kesulitan untuk mendapatkan oksigen.

Pengamatan secara visual gejala yang terlihat adalah perubahan pola

(33)

beraturan. Senyawa kuaterner amonium klorida dapat merusak fungsi respirasi

dari insang sehingga proses metabolisme dalam tubuh terganggu. Pemberian

perlakuan pada benih ikan mas juga menyebabkan gerakan renangnya tidak cepat

dan tidak peka terhadap rangsangan.

Hasil penelitian menunjukkan pada perlakuan konsentrasi 80,35 ppm

kecepatan buka tutup operkulumnya berkisar 78 kali permenit merupakan

konsentrasi terendah dan konsentrasi tertinggi yaitu 98,85 ppm buka tutup

operkulum berkisar 115 kali permenit, sesuai dengan pernyataan Linda, dkk

(2012) bahwa penurunan DO air menyebabkan ikan mempercepat gerakan

operkulumnya agar ikan dapat menyuplai oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh.

Uji Subletal

Kelangsungan Hidup

Hasil penelitian uji subletal menunjukkan bahwa kelangsungan hidup pada

benih ikan mas semakin menurun seiring dengan bertambahnya konsentrasi bahan

toksik pelembut pakaian. Diperoleh kelangsungan hidup tertinggi sebesar 80 %

pada perlakuan konsentrasi 2,61 ppm, pada konsentrasi ini larutan pelembut

pakaian paling sedikit sehingga pengaruhnya belum terlalu besar terhadap

kelangsungan hidup ikan uji. Sedangkan kelangsungan hidup terendah yaitu pada

perlakuan konsentrasi 7,84 ppm sebesar 46,66% hal ini dikarenakan larutan

pelembut pakaian paling banyak terlihat pada media uji terdapat buih atau busa

sabun yang menutupi permukaan air dengan demikian kandungan oksigen terlarut

(34)

Rata-rata kelangsungan hidup dilakukan dengan analisis of varian

(ANOVA) yang menunjukan bahwa pemberian konsentrasi pelembut pakaian

berpengaruh nyata terhadap kelangsungan hidup benih ikan mas (Lampiran 7).

Pada konsentrasi ini benih ikan mas sudah mengalami stres yang ditunjukkan oleh

tingkah laku ikan yang lebih sering berada dipermukaan, tidak mampu beradaptasi

dengan kondisi DO yang semakin berkurang sehingga dapat menyebabkan

kematian. Hal ini didukung oleh pernyataan Siti dan Asri (2009) bahwa Seiring

dengan semakin tingginya konsentrasi yang dilarutkan pada media hidup ikan uji

maka tingkat kelangsungan hidup ikan uji akan semakin rendah.

Efisiensi Pakan

Persentase efisiensi pakan pada benih ikan mas berkurang seiring dengan

bertambahnya konsentrasi pelembut pakaian yang diberikan. Kisaran efisiensi

pakan yang tertinggi diperoleh pada konsentrasi 2,61 ppm sebesar 4,98%

sedangkan efisiensi pakan terendah terdapat pada konsentrasi 7,84 ppm sebesar

1,55% ini terjadi dikarenakan banyaknya pakan yang tidak dimakan oleh benih

ikan mas dan akhirnya mengendap pada dasar media.

Adapun kandungan gizi pakan buatan yang diberikan dapat dilihat Tabel 7

dibawah ini :

Tabel 7. Kandungan Gizi Pada Pakan Buatan untuk Benih Ikan mas dengan perlakuan pelembut pakaian selama 28 hari.

(35)

Berdasarkan analis of varian (ANOVA) persentase efisiensi pakan pada

benih ikan mas berkurang seiring dengan bertambahnya konsentrasi pelembut

pakaian yang diberikan, diperoleh bahwa perlakuan pemberian pelembut pakaian

berpengaruh nyata terhadap efisiensi pakan benih ikan mas (Lampiran 8). Bahan

aktif kuarterner amonium klorida mengubah kualitas air sehingga menghambat

proses metabolisme dalam tubuh yang menjadikan ikan stres dan nafsu makan

berkurang, hal ini sesuai dengan penelitian Rosina (2002) menurunnya nafsu

makan ikan, diduga menyebabkan pula turunnya sistem kekebalan tubuh ikan.

Laju Pertumbuhan

Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran baik panjang maupun berat. Hal

ini terjadi apabila ada kelebihan input energi dan asam amino (protein) berasal

dari makanan. Laju pertumbuhan tertinggi yang diperoleh konsentrasi 2,61 ppm

sebesar 0,15% sedangkan konsentrasi terendah pada konsentrasi 7,84 ppm sebesar

0,05%, hal ini diduga karena jumlah pelembut pakaian yang terlalu banyak

diberikan sehingga mengakibatkan penurunan nafsu makan pada ikan uji.

Data rata-rata laju pertumbuhan dianalisis dengan analisis of varian

(ANOVA) yang menunjukkan pemberian perlakuan konsentrasi bahan pelembut

pakaian berpengaruh sangat nyata terhadap laju pertumbuhan benih ikan mas

(Lampiran 9), terjadi pertumbuhan yang terhambat ini menunjukkan gangguan

pada fungsi organ tubuh benih ikan uji, sehingga energi yang digunakan untuk

pertumbuhan digunakan untuk melakukan adaptasi terhadap lingkungan yang

mengandung bahan aktif kuaterner amonium klorida dalam pelembut pakaian. Hal

(36)

bisa jadi tidak signifikan dimana organisme perairan dapat melakukan seluruh

aktivitasnya secara normal, dan hanya dengan keberadaan stres lingkungan

(contoh : perubahan dalam pH, DO dan suhu) bahan kimia tersebut menimbulkan

dampak buruk yang terdeteksi dengan baik.

Kualitas Air

Uji defenitif

Perubahan kualitas air sangat mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan organisme air. Menurut Effendi (2003) salah satu tujuan

pemantauan kualitas air untuk mengetahui sebab akibat antara perubahan

variabel-variabel ekologi perairan dengan parameter fisika dan kimia.

Parameter kualitas air yang diukur pada uji defenitif meliputi suhu, DO

dan pH. Kisaran suhu yang diperoleh sebelum uji defenitif adalah 260C−27,30C,

kisaran ini masih keadaan optimal bagi pertumbuhan ikan sesuai dengan

pernyataan Nugroho (2006) suhu optimal untuk ikan berkisar antara 200C−280C.

Sedangkan sesudah uji defenitif suhu berkisar 27,10 C−30,20 C dengan demikian

terlihat peningkatan suhu sehingga diduga menyebabkan mortalitas ikan uji.

Hasil pengamatan DO pada saat penelitian mengalami penurunan yang

drastis yaitu sebelum uji defenitif kisaran DO adalah 5,6−6,9 mg/l sedangkan

sesudah uji defenitif DO menurun hingga kisaran 2,0−6,4 mg/l. Menurut Nugroho DO dari 3−6 mg/l tidak cocok untuk kehidupan ikan sementara DO diatas 6 mg/l

cukup cocok untuk kehidupan ikan. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil penelitian

(37)

Senyawa amonium kuaterner merupakan garam amonium (NH4+) yang

beberapa atau keseluruhan atom H dari ion NH4+nya memiliki agen aktif

permukaan yang mengandung kation rantai panjang. Kation dari garam-garam

klorida dalam air mudah larut, secara umum ion klorida membentuk senyawa

kompleks dengan ion-ion logam. Ion ini juga tidak dapat dioksidasi dalam

keadaan normal tetapi kelebihan garam-garam klorida dapat menyebabkan

penurunan kualitas air.

Penyebab penurunan DO karena adanya tegangan permukaan yang

mengakibatkan oksigen susah masuk kedalam media uji dan karena adanya busa

yang menutupi permukaan air, hal ini sesuai dengan pernyataan Septi (2004)

bahwa secara umum sifat-sifat fisik yang dimiliki surfaktan yaitu mempunyai

konsentrasi lebih besar pada permukaan dan menurunkan tegangan permukaan

yang bersifat koloid yang memiliki daya busa atau emulsi.

Nilai pH pada saat penelitian juga mengalami perubahan yaitu sebelum uji

defenitif pH berkisar 6 −7,5 sedangkan sesudah uji defenitif pH menurun hingga

3-6,6. Kisaran ini masih baik untuk pertumbuhan ikan didukung oleh pernyataan

Nugroho (2006) ikan tumbuh dengan baik pada pH 5−9. Dibawah 4 dan diatas 10

dapat menghambat pertumbuhan bahkan menyebabkan kematian.

Uji subletal

Konsentrasi uji subletal pada penelitian ini diambil dari konsentrasi uji

defenitif sebanyak 3 perlakuan yakni 3 %, 6 %, dan 9 % dari konsentrasi LC50.

Pada uji subletal terjadi perubahan dan perbedaan kualitas air yang diukur selama

(38)

270C−290C. Walaupun terjadi peningkatan suhu pada uji ini masih merupakan

kisaran suhu yang baik untuk pertumbuhan ikan karena menurut Nugroho (2006)

mengatakan bahwa suhu optimal untuk ikan berkisar antara 200C−280C.

Hasil pengukuran DO pada uji subletal mengalami penurunan

dibandingkan dengan DO pada uji defenitif meskipun penurunannya relatif kecil.

Kisaran pH yang diperoleh yaitu 5,2−7,6 mg/l, dimana pada penelitian ini

menunjukkan DO menurun seiring bertambahnya nilai konsentrasi bahan toksik

pelembut pakaian. Rahajo, dkk (2011) mengatakan bahwa oksigen terlarut

merupakan faktor penting pengendali laju pertumbuhan ikan. Kebutuhan minimal

ikan terhadap oksigen terlarut untuk dapat tumbuh dah berkembang umumnya 3

mg/l, dan akan lebih baik bila diatas 5 mg/l.

Hasil uji subletal diperoleh kisaran pH yakni berkisar 3,4−7,5 penurunan

ini diakibatkan karena bahan aktif kuaterner amonium klorida yang bersifat asam.

Menurut Nugroho (2006) ikan tumbuh dengan baik pada pH 5−9 sedangkan pH

dibawah 4 dan diatas 10 dapat menghambat bahkan menyebabkan kematian ikan

(39)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa :

1. Nilai ambang batas atas (N) pada penelitian ini sebesar 100 ppm sedangkan

nilai ambang batas bawah (n) sebesar 75 ppm, dan uji defenitif didapatkan

mortalitas terbanyak pada konsentrasi 98,85 ppm sebesar 100 %. Nilai LC50

96 jam yang diperoleh pada penelitian ini sebesar 87,10 ppm. Perlakuan 7,84

ppm memberikan kelangsungan hidup terendah yaitu 46.66%, efisiensi pakan

terendah yaitu sebesar 1.55% dan laju pertumbuhan terendah 0.05%.

2. Pemberian bahan toksik pelembut pakaian bepengaruh nyata terhadap

kelangsungan hidup dan efisiensi pakan, sedangkan laju pertumbuhan

berpengaruh sangat nyata terhadap benih ikan mas. Pengamatan secara visual

gejala yang terlihat adalah perubahan pola renang ikan yang lebih sering

berada dipermukaan, dan gerakan renang yang tidak beraturan.

Saran

Perlu dilakukan uji lanjutan secara histologi agar mengetahui organ-organ

(40)

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi Ikan Mas

Ikan mas sebagai ikan yang hidup di dalam air tawar memiliki sifat yang

sangat adaptif terhadap lingkungan hidup yang baru. Sifat yang adaptif dari ikan

mas tersebut membuat ikan mas dengan segala macam varietas (strain) nya dapat

hidup dalam perairan air tawar di segala penjuru dunia, Klasifikasi ikan mas

dimaksudkan untuk memasukkan ikan mas dalam kelompok hewan berdasarkan

bentuk tubuh dan sifat-sifatnya. Cara pengelompokkan hewan demikian dipelajari

dalam cabang ilmu biologi yang disebut ilmu taksonomi hewan. Ikan mas

menurut Narantaka (2012) dalam ilmu taksonomi hewan diklasifikasikan sebagai

berikut:

Phyllum : Chordata

Subpyllum : Vertebrata

Superclass : Pisces

Class : Osteichthyes

Subclass : Actinopterygii

Ordo : Ostariophysi

Sub Ordo : Cyprinoidea

Famili : Cyprinidea

Sub Famili : Cyprininae

Genus : Cyprinus

(41)

Morfologi Ikan Mas

Sirip punggung ikan mas memanjang dan bagian permukaannya terletak

berseberangan dengan permukaan sirip perut (vental). Sirip punggungnya (dorsal)

berjari-jari keras, sedangkan dibagian akhir bergerigi. Seperti halnya sirip

punggung, bagian belakang sirip dubur (anal) ikan mas ini pun berjari-jari keras

dan bergerigi pada ujungnya. Sirip ekornya menyerupai cagak memanjang

simetris hingga ke belakang tutup insang. Sisik ikan mas relatif besar dengan tipe

sisik lingkaran (cycloid) yang terletak beraturan. Garis rusuk atau gurat sisi (linea

lateralis) yang lengkap terletak di tengah tubuh dengan posisi melintang dari tutup

insang sampai ke ujung belakang pangkal ekor (Pribadi, 2002).

Morfologi ikan mas dapat dilihat pada Gambar 2 dibawah ini :

Gambar 2. (a) Benih ikan mas (b) Induk ikan mas

Habitat Ikan Mas

Habitat ikan mas adalah dalam air tawar. Namun ikan mas dapat hidup

juga di daerah muara sungai yang airnya payau. Berdasarkan sifat ikan mas ini,

masyarakat di beberapa daerah telah mencoba membudidayakan ikan mas di

dalam tambak yang airnya payau dengan kadar garam atau salinitas payau antara

20-30 permil. Suhu air yang ideal untuk tempat hidup ikan mas adalah terletak

(42)

pada kisaran antara 25- 300 C, ikan mas menyantap semua jenis bahan makanan,

baik yang berasal dari tumbuhan maupun binatang renik sehingga hewan ini

digolongkan kedalam hewan pemakan segala atau omnivore (Narantaka, 2012).

Surfaktan (Zat Aktif Permukaan)

Menurut Nida (2004) Surfaktan adalah molekul senyawa organik yang

terdiri atas dua bagian yang mempunyai sifat berbeda, yaitu bersifat hidrofobik

dan bagian yang bersifat hidrofilik.

Ditinjau dari struktur kimianya, surfaktan dibedakan menjadi dua, yaitu

rantai lurus yang dikenal dengan Linear alkil benzeneasulfonat (LAS) dan rantai

bercabang yang dikenal dengan alkilbenzenasulfonat (ABS) dapat dilihat pada

Gambar 3 di bawah ini :

a. Liniear alkil sulfonat (LAS)

b. Alkil benzen sulfonat (ABS)

Gambar 3. (a) Struktur kimia Linear alkil benzeneasulfonat (LAS), (b) bentuk struktur alkilbenzenasulfonat (ABS).

Surfaktan sintetik yang biasa digunakan dalam deterjen dibagi menjadi 3 macam

(43)

a. surfaktan anionik adalah garam-garam Na dan terionisasi untuk

menghasilkan Na+ dan ion aktif permukaan (surface active ion) yang

bermuatan negatif. Kelompok ini merupakan jumlah yang terbesar yang

beredar di pasaran karena banyak dipakai untuk tujuan domestik.

b. Surfaktan sintetis nonionik tidak terionisasi dalam air, kemampuan

deterjen ini untuk larut dalam air tergantung pada kelompok-kelompok

dalam molekul deterjen. Etoksilat, tidak berubah menjadi partikel yang

bermuatan, busa yang dihasilkan sedikit, tapi dapat bekerja di air sadah

dan dapat mencuci dengan baik untuk hampir semua jenis kotoran.

c. Surfaktan sintetis kationik adalah garam-garam amonium hidroksida

(NH4OH) kuaterner. Senyawa-senyawa amonium kuaterner, berubah

menjadi partikel bermuatan positif bila dilarutkan dalam air, surfaktan ini

biasanya digunakan untuk pelembut (Ermin dkk, 2006).

Nilai Ambang Batas

Daya racun tergantung pada kualitas dan kuantitas bahan tersebut. Dengan

jumlah sedikit sudah membahayakan manusia itu tidak lain karena kualitasnya

cukup memadai untuk membunuh. Untuk menghindari dampak yang diakibatkan

limbah melalui udara selain menghilangkan sumbernya juga dilakukan

pengendalian dengan penetapan nilai ambang batas. Nilai ambang batas adalah

kadar tertinggi suatu zat di dalam udara yang diperkenankan, sehingga manusia

dan makhluk hidup lainnya tidak mengalami gangguan penyakit atau menderita

(44)

Dosis Versus Konsentrasi

Dosis sangat menentukan efek biologis yang bakal timbul. Oleh karena itu

dikenal berbagai dosis yang berhubungan dengan efek tersebut, seperti : dosis

letal (LD), misalnya LD10 ( mematikan 10 % dari hewan percobaan), LD50, LD100,

min LD dosis terapeutik, dosis efektif, dosis toksik. Saat ini orang seringkali ingin

mengetahui LD50 (dosis letal) ataupun LC50 (konsentrasi letal) dari suatu zat, yaitu

dosis/konsentrasi yang mematikan 50% dari populasi percobaan (Soemirat, 2005).

Toksisitas Akut

LC50 96 jam berarti nilai yang menyebabkan 50% organisme mengalami

kematian dalam waktu 96 jam. Pada lingkungan perairan, uji toksisitas akut

dilaksanakan untuk mengestimasi konsentrasi medium letal (LC50 ) suatu bahan

kimia dalam air, yaitu perkiraan konsentrasi bahan kimia yang menghasilkan efek

50% populasi jumlah hewan uji yang yang diuji pada kondisi tetap

(Syakti dkk, 2012).

Uji Toksisitas Kronik

Kenyataan dari hasil uji toksisitas akut yang tidak menunjukkan dampak

buruk dan membahayakan pada organisme uji tidak menjamin bahwa bahan kimia

uji tersebut tidak bersifat toksik. Uji toksisitas kronik memungkinkan untuk

melakukan evaluasi tentang kemungkinan efek buruk dan membahayakan dari

bahan kimia, yang dilakukan dalam kondisi uji jangka panjang menggunakan

konsentrasi subletal. Dalam suatu uji toksisitas kronik, organisme uji dipapar

(45)

uji. Uji toksisitas siklus hidup parsial (kronik parsial) melibatkan hanya sebagian

siklus hidup, meliputi beberapa stadia hidup sensitif (Tahir, 2012).

Penentuan Nilai Toksisitas (LC50)

Untuk pengolahan data hasil pengujian toksisitas, atau untuk menentukan

nilai LC50 digunakan metode analisis probit. Toksisitas letal dinyatakan dalam

nilai median lethal consentration (LC50) yakni konsentrasi bahan uji yang dapat

mematikan 50% ikan uji pada waktu pemaparan tertentu(Nugroho, 2006)

Pengaruh Letal dan Subletal

Secara kualitatif, pengaruh letal dapat didefenisikan sebagai tanggapan

yang terjadi pada zat-zat fisika atau kimia mengganggu proses sel atau subsel

dalam makhluk hidup sampai suatu batas bahwa kematian mengikuti secara

langsung. Sebagai perbandingan, pengaruh subletal adalah pengaruh yang

merusak kegiatan fisiologis atau perilaku tetapi tidak menyebabkan kematian

langsung meskipun kematian dapat terjadi karena gangguan proses makan,

pertumbuhan atau perilaku yang tidak normal, lebih mudah ditangkap kurangnya

kemampuan mengkoloni, atau sebab-sebab lain yang tidak langsung. Hubungan

antara toksisitas subletal (belum mematikan) dan letal mematikan berlanjut

menjadi penting. Pengukuran kematian (letalitas seringkali digunakan untuk mencari tingkatan “aman” dari kontak dengan racun. Ini mencakup sebagai

contoh, penggunaan “faktor-faktor pemakaian” (misalnya, 1 % atau 0,01 selama

96 jam LC50 ) untuk menghitung tingkatan “aman” yang dapat juga berfungsi

(46)

Dampak Deterjen Terhadap Kehidupan Ikan di Perairan

Penelitian Halang (2004) pada limbah deterjen konsentrasi 36 mg/L dapat

mengakibatkan kematian ikan uji 50 % dalam waktu 96 jam. Berdasarkan

kenyatan ini didapatkan bahwa limbah deterjen (jenis anti noda) merupakan zat

toksikan yang mempunyai efek akut terhadap suatu biota yang hidup di perairan.

Penelitian Supriono, dkk (2005) pengaruh akut surfaktan linier

Alkylbenzene sulfonat (LAS) menyebabkan mortalitas, keabnormalan telur dan

larva serta penurunan daya tetas telur ikan patin (Pangasius hypophthalmus

sauvage). Nilai LC50-24 jam surfaktan LAS terhadap telur ikan patin adalah

sebesar 1,8 mg/l, namun sudah mulai berpengaruh terhadap mortalitasnya pada

konsentrasi 0,5 mg/l dan bersifat mematikan pada konsentrasi 9,0 mg/l.

Pada penelitian Priyanto (2006) laju pertumbuhan biakan Lemna sp pada

perlakuan LAS dan ABS terlihat sangat baik hingga konsentrasi surfaktan

masing-masing 13 ppm dan 10 ppm. Tetapi pada konsentrasi surfaktan 13 ppm atau lebih,

pertumbuhan tertekan dan lambat. Pada konsentrasi deterjen sebesar 25 ppm yang

setara dengan 7,25 LAS, laju pertumbuhan sangat lambat dengan waktu ganda

sebesar 3,16 hari.

Dalam penelitian Syahril, dkk (2006) pada konsentrasi 22,52 ppm belum

terjadi kematian hingga waktu 96 jam, sedangkan tingkat mortalitas ikan kakap

putih pada konsentrasi 63,39 ppm deterjen telah memberikan pengaruh kematian

terhadap benih ikan kakap putih, kenaikan tingkat kematian terjadi pada kurun

waktu 96 jam yaitu dari 6,67% menjadi 26,67%. Hal ini menunjukkan bahwa

kemampuan biota uji untuk mentolerir bahan toksikan juga dipengaruhi oleh

(47)

Menurut Effendi (2003) kadar surfaktan kationik 0,1 - 10 mg/liter dan

surfaktan non ionik 1 – 10.000 mg/liter dapat menghambat pertumbuhan algae.

Kualitas Air

Dalam budidaya ikan, beberapa parameter/indikator kualitas air perlu

diketahui karena sangat berpengaruh terhadap ikan budidaya. Sekalipun ikan yang

dibudidayakan adalah ikan-ikan yang tahan pada kualitas air yang ekstrim.

Suhu

Perubahan suhu air yang drastis dapat mematikan biota air karena terjadi

perubahan daya angkut darah. Suhu berkaitan dengan konsentrasi oksigen terlarut

dalam air dan konsumsi oksigen hewan air. Pertumbuhan dan kehidupan biota air

sangat dipengaruhi suhu air. Kisaran suhu optimal bagi kehidupan di perairan

tropis adalah antara 28−320 C. Pada kisaran tersebut konsumsi oksigen mencapai

2,2 mg/l berat tubuh-jam. Dibawah suhu 250 C, konsumsi oksigen mencapai 1,2

mg/l berat tubuh-jam. Pada suhu 18−250 C, ikan masih dapat bertahan hidup tetapi

nafsu makannya mulai nurun. Suhu air 12−180C mulai membahayakan ikan,

sedangkan suhu dibawah 120 C akan menyebabkan ikan tropis mati kedinginan

(Kordi, 2010).

Oksigen terlarut (DO)

Di perairan tawar, kadar oksigen terlarut berkisar antara 15 mg/liter pada

suhu 00 C dan 8 mg/liter pada suhu 250 C. kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi

secara harian (diurnal) dan musiman, tergantung pada percampuran (mixing) dan

pergerakan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan limbah

(48)

serta semakin kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil

(Effendi, 2003).

Biota air membutuhkan oksigen guna pembakaran bahan bakarnya

(makanan) untuk menghasilkan aktivitas, seperti aktivitas berenang, pertumbuhan,

reproduksi. Oleh karena itu, ketersedian oksigen bagi biota air menentukan

lingkaran aktivitas dan konversi pakannya (Kordi, 2010).

Naik turunnya kadar oksigen terlarut dalam air itu disebut fluktuasi

oksigen (oxygen pulse). Besarnya fluktuasi oksigen dalam suatu badan air sangat

menentukan kehidupan hewan air. Hewan air yang kurang tahan pada air yang

kadar oksigennya rendah, titik kritis baginya adalah pada saat kadar oksigen di

malam hari (Suin, 2002).

Sebagaimana diketahui bahwa oksigen berperan sebagai pengoksidasi dan

pereduksi bahan kimia beracun menjadi senyawa lain yang lebih sederhana dan

tidak beracun. Disamping itu, oksigen juga sangat dibutuhkan oleh

mikroorganisme untuk pernapasan. Organisme tertentu, seperti mikroorganisme,

sangat berperan dalam menguraikan senyawa kimia beracun rnenjadi senyawa lain

yang lebih sederhana dan tidak beracun. Karena peranannya yang penting ini, air

buangan industri dan limbah sebelum dibuang ke lingkungan umum terlebih

dahulu diperkaya kadar oksigennya (Salmin, 2005).

Oksigen terlarut (DO) merupakan parameter mutu air yang penting karena

nilai oksigen terlarut dapat menunjukkan tingkat pencemaran atau tingkat

pengolahan air limbah. Kelarutan oksigen dalam air dapat dipengaruhi oleh suhu.

(49)

Derajat keasaman (pH)

pH air mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena memengaruhi

kehidupan jasad renik. Perairan asam akan kurang produktif, malah dapat

membunuh ikan budidaya. Pada pH rendah (keasaman yang tinggi), kandungan

oksigen terlarut akan berkurang. Akibatnya, konsumsi oksigen menurun, aktivitas

pernafasan naik, dan selera makan berkurang. Hal yang sebaliknya terjadi pada

suasana basa. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan

menyukai pH sekitar 7- 8,5. Nilai pH sangat memengaruhi proses biokimiawi

(50)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Air salah satu sumber kehidupan bagi umat manusia. Apabila air telah

tercemar maka kehidupan manusia akan terganggu. Ini merupakan bencana besar.

Hampir semua makhluk hidup di muka bumi ini memerlukan air, dari

mikroorganisme sampai dengan mamalia. Tanpa air tiada kehidupan di muka

bumi. Jumlah air di muka bumi ini cukup banyak. Sekitar 71% dari luas

permukaan bumi ini terdiri atas air (Wardhana, 2004).

Pencemaran air dapat merupakan masalah regional, maupun lingkungan

global, dan sangat berhubungan dengan pencemaran udara serta penggunaan lahan

atau daratan. Pada saat udara yang tercemar jatuh ke bumi bersama air hujan,

maka air tersebut sudah tercemar. Beberapa jenis bahan kimia akan terbawa air ke

daerah sekitarnya sehingga mencemari air pada permukaan lokasi yang

bersangkutan (Darmono, 2001).

Surfaktan atau surface active agents atau wetting agents merupakan bahan

organik yang berperan sebagai bahan aktif pada deterjen, sabun, dan shampoo.

Surfaktan dapat menurunkan tegangan permukaan sehingga memungkinkan

partikel-partikel yang menempel pada bahan-bahan yang dicuci terlepas dan

mengapung atau terlarut dalam air. Surfaktan dikelompokkan menjadi empat,

yaitu surfaktan kationik, surfaktan anionik, surfaktan nonion dan surfaktan

amphoteric (zwitterionic). Keberadaan surfaktan dapat menimbulkan rasa pada air

(51)

Pelembut pakaian merupakan salah satu produk rumah tangga yang

berfungsi mencegah kain kehilangan bentuk dan dapat mengembalikan bentuk

kain. Larutan pelembut pakaian terdapat surfaktan kationik jenis senyawa

kuaterner amonium klorida yang membahayakan kehidupan lingkungan perairan.

Surfaktan kationik merupakan senyawa aktif permukaan dengan sedikit rantai

alkil hidrofobik dan gugus hidrofilik yang membawa muatan positif. Bahan

bakunya diambil dari minyak alam dengan campuran homolog dari surfaktan

(Septi, 2004).

Ikan mas hidup di air tawar yang mempunyai nilai ekonomis penting,

sehingga ikan ini banyak dibudidayakan. Lingkungan perairan yang tercemar

limbah deterjen kategori keras dalam konsentrasi tinggi akan mengancam dan

membahayakan kehidupan biota air dan manusia yang mengkonsumsi biota

tersebut (Halang, 2004).

Kerusakan organ ikan yang cukup nyata disebabkan oleh surfaktan yaitu

kerusakan epitel pernapasan ikan. Deterjen merusak indera perasa ikan, sehingga

menyulitkan ikan dalam mencari makan, surfaktan dalam bentuk phenol

merupakan senyawa bahan kimia yang bersifat toksik ketika terurai dan

membahayakan ikan. Semakin besar kadar surfaktan maka semakin besar pula

kerusakan epitel ikan (Ujang, 2000).

Untuk mengetahui efek zat pencemar terhadap biota dalam suatu perairan

perlu dilakukan suatu uji toksisitas zat pencemar terhadap biota dalam bentuk letal

concentration (LC50 ). Jadi uji toksisitas digunakan untuk mengevaluasi besarnya

konsentrasi toksikan dan durasi pemaparan yang dapat menimbulkan efek toksik

(52)

adalah ikan, dengan syarat harus mempunyai kepekaan tinggi, memenuhi syarat

umur, berat, dan panjang serta sesuai dengan ikan yang hidup di perairan

tercemar. Ikan mas adalah salah satu jenis ikan yang memenuhi persyaratan

tersebut karena ikan ini sangat peka, mudah dipelihara, penyebarannya merata,

mudah ditemukan, dan memenuhi syarat untuk uji toksisitas (Yuli dkk, 2012).

Limbah deterjen yang dibuang ke badan air akan menimbulkan masalah

pendangkalan perairan, terhambatnya difusi oksigen, sehingga proses penguraian

secara aerobik terganggu akibatnya terjadi kematian organisme akuatik serta

menurunnya estetika lingkungan yang disebabkan timbulnya bau dan busa.

Antisipasi dari semua pihak perlu dilakukan untuk meminimalisasi dampak

lingkungan, karena surfaktan dari golongan kuaterner amonium klorida dapat

membentuk senyawa nitrosamin dan gugus aromatik dari surfaktan bersifat

karsinogenik. Di bidang lingkungan, masalah yang timbul adalah terjadinya

eutrofikasi di perairan karena penggunaan deterjen (Nida, 2004).

Masalah yang ditimbulkan dari deterjen ini adalah terhambatnya proses

difusi oksigen dari udara yang akan menyebabkan biota dalam perairan

mengalami gangguan. Gangguan yang terjadi yaitu kekurangan oksigen yang bisa

menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan insang. Kondisi yang seperti ini

apabila terjadi terus menerus akan menyebabkan ikan mengalami stres dan nafsu

makan menurun, akhirnya ikan mengalami kematian. Selain itu, bahan aktif

(surfaktan) yang banyak terdapat dalam deterjen akan mudah larut dan terserap

oleh makanan sehingga merubah bau dan rasa pelet yang akan menyebabkan

nafsu makan berkurang, dengan menurunnya nafsu makan ikan, diduga

(53)

Diketahui bahwa terdapat ragam diantara spesies dalam hal sensitivitas

terhadap bahan kimia, maka kisaran dan tingkatan efek yang berbeda sudah

selayaknya terjadi apabila dilakukan pemaparan suatu kisaran konsentrasi bahan

kimia yang sama terhadap spesies organisme yang berbeda. Oleh karena itu,

penting untuk melakukan uji toksisitas terhadap beberapa spesies organisme yang

berbeda untuk mendapatkan indikasi keragaman di alam (Tahir, 2012).

Perumusan Masalah

Pelembut pakaian dalam jumlah banyak dapat mematikan ikan atau biota

air lainnya, sehingga menghambat kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan

atau biota, sehingga diperlukan sebuah penelitian berapa konsentrasi yang bisa

terdegradasi dalam lingkungannya agar ikan bisa terus bertahan hidup, maka

dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Berapa nilai konsentrasi yang aman terhadap kelangsungan dan pertumbuhan

benih ikan mas ?

2. Bagaimana pengaruh toksisitas pelembut pakaian terhadap kelangsungan hidup,

efisiensi pakan dan laju pertumbuhan benih ikan mas ?

Tujuan Penelitian

1. Untuk menentukan tingkat daya serang pelembut pakaian terhadap benih ikan

mas.

2. Mengetahui pengaruh toksisitas pelembut pakaian dalam berbagai konsentrasi

(54)

Hipotesis

Pelembut pakaian bersifat toksik terhadap pertumbuhan dan hidup benih

ikan Mas.

Manfaat Penelitian

Sebagai bahan informasi bagi masyarakat, khususnya bagi pembudidaya

ikan mas tentang pengaruh pelembut pakaian terhadap pencemaran perairan. Serta

pihak-pihak yang terkait, berkompeten dan peduli di bidang lingkungan.

Kerangka Pemikiran Penelitian

Air merupakan kebutuhan pokok makhluk hidup untuk dapat menjalankan

segala aktivitasnya, apabila air tercemar akan mengganggu kehidupan makhluk

hidup, sehingga dibutuhkan benih ikan mas untuk mendeteksi keadaan

pencemaran atau menentukan potensi suatu zat racun di suatu perairan dan

pelembut pakaian salah satu bahan kimia yang sering digunakan masyarakat

sehingga bisa menimbulkan dampak letal dan subletal pada ikan, dimana efek

letal menyebabkan mortalitas dan perubahan tingkah laku ikan serta efek subletal

dilihat pada perubahan laju pertumbuhan, efisiensi pakan dan kelangsungan hidup

yang menyebabkan produksi ikan menurun. Secara singkat kerangka pemikiran

(55)

Gambar 1. Bagan alir kerangka pemikiran uji toksisitas pelembut pakaian terhadap benih ikan mas

Benih Ikan Mas Pelembut Pakaian

Air

Letal Subletal

Laju Pertumbuhan

Efisiensi Pakan

Kelangsungan hidup Tingkah laku

benih ikan mas Mortalitas

(56)

ABSTRAK

SHUSI NOVITA SIREGAR. Uji Toksisitas Pelembut Pakaian Terhadap Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio L). Dibimbing oleh IRWANMAY dan RUSDI LEIDONALD.

Larutan pelembut pakaian mengandung bahan surfaktan jenis kationik dengan senyawa amonium kuaterner klorida yang membahayakan kehidupan lingkungan perairan dan menyebabkan kematian ikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat daya serang dan pengaruh toksisitas pelembut pakaian terhadap benih ikan mas, penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai November 2013 di Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Medan.

Tahapan pengujian meliputi : uji pendahuluan, uji definitif untuk menentukan LC50 96 jam dan uji subletal dengan berbagai konsentrasi. Hasil penelitian uji pendahuluan mempunyai nilai ambang batas atas (N) 100 ppm dan nilai ambang batas bawah (n) 75 ppm. Hasil Uji defenitif didapatkan nilai LC50 96 jam 87,10 ppm. Hasil uji subletal kelangsungan hidup tertinggi pada perlakuan konsentrasi 2.61 ppm yaitu sebesar 80% sedangkan kelangsungan hidup terendah pada perlakuan konsentrasi 7.84 ppm 46.66%, efisiensi pakan tertinggi pada perlakuan konsentrasi 2.61 ppm yaitu sebesar 4.98% sedangkan yang terendah pada perlakuan 7.84 sebesar 1.55%, dan terhadap laju pertumbuhan tertinggi pada perlakuan konsentrasi 2.61 ppm yaitu sebesar 0.15% sedangkan terendah pada perlakuan konsentrasi 7.84 ppm sebesar 0.05%. Parameter kualitas air yang diamati selama uji defenitif terjadi penurunan DO 2.0−6.4 mg/l, suhu semakin meningkat 27.1−30.20C dan pH semakin menurun pada tiap perlakuan konsentrasi 3−6.6. Parameter kualitas air pada uji subletal terjadi penurunan DO yang tidak drastis berkisar 5.2−7.6 mg/l, suhu berkisar 27−290C dan kisaran pH 3.4−7.5.

(57)

ABSTRACK

SHUSI NOVITA SIREGAR. Fabric Softener Toxicity Test Against Goldfish Seed (Cyprinus carpio L) This research was supervised by IRWANMAY and RUSDI LEIDONALD.

Solution of fabric softener contained cationic surfactant by type quaternary ammonium chloride compounds that harm aquatic life and the environment led to the death of fish . This reaserch intend to determine the level of attack power and influence of fabric softener toxicity to carp seed , this research had been on July - November 2013 in the Department of Agriculture and Marine Medan .

Stages of testing include : a preliminary test , a definitive test to determine the LC50 until 96 hours and sublethal tests with various concentrations . The results showed of the preliminary test studies have upper threshold value ( N ) of 100 ppm and below the threshold value ( n ) 75 ppm . Test results obtained definitive 96 -hour LC50 value of 87.10 ppm . The test results on the highest survival sublethal concentration of 2.61 ppm treatment that is equal to 80 % while the lowest survival at 7.84 ppm concentration and 46.66 % , the highest feed efficiency at treatment concentrations of 2.61 ppm is equal to 4.98 % and the lowest in the treatment of 1:55 7.84 % , and the highest growth rate in the treatment concentration of 2.61 ppm is 0.15 % while the lowest at treatment concentrations of 7.84 ppm at 0.05% . Water quality parameters were observed during the definitive test decreased DO 2.0-6.4 mg / l , the temperature increased 27.1 - 30.20C and pH decrease during each treatment concentration of 3-6.6 . Water quality parameters at sublethal test that does not decrease drastically DO range 5.2-7.6 mg / l , temperature range 27 - 290C and a pH range of 3.4-7.5 .

(58)

UJI TOKSISITAS PELEMBUT PAKAIAN TERHADAP BENIH

IKAN MAS (Cyprinus carpio L)

SHUSI NOVITA SIREGAR

090302001

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

(59)

UJI TOKSISITAS PELEMBUT PAKAIAN TERHADAP BENIH

IKAN MAS (Cyprinus carpio L)

SKRIPSI

SHUSI NOVITA SIREGAR

090302001

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

(60)

UJI TOKSISITAS PELEMBUT PAKAIAN TERHADAP BENIH

IKAN MAS (Cyprinus carpio L)

SKRIPSI

SHUSI NOVITA SIREGAR

090302001

Skripsi sebagai satu diantara beberapa syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Perikanan Pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

(61)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Uji Toksisitas Pelembut Pakaian Terhadap Benih Ikan

Mas (Cyprinus carpio L)

Nama : Shusi Novita Siregar

Nim : 090302001

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Ir. Irwanmay, M. Si Rusdi Leidonald, SP., M. Sc

Ketua Anggota

Mengetahui

Dr. Ir. Yunasfi, M. Si

(62)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Shusi Novita Siregar

NIM : 090302001

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Uji Toksisitas Pelembut Pakaian

Terhadap Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio L)” benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi

manapun. Semua sumber dan data informasi yang berasal atau dikutip dari karya

yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di akhir skripsi ini.

Medan, Mei 2014

Shusi Novita Siregar

(63)

ABSTRAK

SHUSI NOVITA SIREGAR. Uji Toksisitas Pelembut Pakaian Terhadap Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio L). Dibimbing oleh IRWANMAY dan RUSDI LEIDONALD.

Larutan pelembut pakaian mengandung bahan surfaktan jenis kationik dengan senyawa amonium kuaterner klorida yang membahayakan kehidupan lingkungan perairan dan menyebabkan kematian ikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat daya serang dan pengaruh toksisitas pelembut pakaian terhadap benih ikan mas, penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai November 2013 di Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Medan.

Tahapan pengujian meliputi : uji pendahuluan, uji definitif untuk menentukan LC50 96 jam dan uji subletal dengan berbagai konsentrasi. Hasil penelitian uji pendahuluan mempunyai nilai ambang batas atas (N) 100 ppm dan nilai ambang batas bawah (n) 75 ppm. Hasil Uji defenitif didapatkan nilai LC50 96 jam 87,10 ppm. Hasil uji subletal kelangsungan hidup tertinggi pada perlakuan konsentrasi 2.61 ppm yaitu sebesar 80% sedangkan kelangsungan hidup terendah pada perlakuan konsentrasi 7.84 ppm 46.66%, efisiensi pakan tertinggi pada perlakuan konsentrasi 2.61 ppm yaitu sebesar 4.98% sedangkan yang terendah pada perlakuan 7.84 sebesar 1.55%, dan terhadap laju pertumbuhan tertinggi pada perlakuan konsentrasi 2.61 ppm yaitu sebesar 0.15% sedangkan terendah pada perlakuan konsentrasi 7.84 ppm sebesar 0.05%. Parameter kualitas air yang diamati selama uji defenitif terjadi penurunan DO 2.0−6.4 mg/l, suhu semakin

meningkat 27.1−30.20C dan pH semakin menurun pada tiap perlakuan konsentrasi

3−6.6. Parameter kualitas air pada uji subletal terjadi penurunan DO yang tidak drastis berkisar 5.2−7.6 mg/l, suhu berkisar 27−290C dan kisaran pH 3.4−7.5.

(64)

ABSTRACK

SHUSI NOVITA SIREGAR. Fabric Softener Toxicity Test Against Goldfish Seed (Cyprinus carpio L) This research was supervised by IRWANMAY and RUSDI LEIDONALD.

Solution of fabric softener contained cationic surfactant by type quaternary ammonium chloride compounds that harm aquatic life and the environment led to the death of fish . This reaserch intend to determine the level of attack power and influence of fabric softener toxicity to carp seed , this research had been on July - November 2013 in the Department of Agriculture and Marine Medan .

Stages of testing include : a preliminary test , a definitive test to determine the LC50 until 96 hours and sublethal tests with various concentrations . The results showed of the preliminary test studies have upper threshold value ( N ) of 100 ppm and below the threshold value ( n ) 75 ppm . Test results obtained definitive 96 -hour LC50 value of 87.10 ppm . The test results on the highest survival sublethal concentration of 2.61 ppm treatment that is equal to 80 % while the lowest survival at 7.84 ppm concentration and 46.66 % , the highest feed efficiency at treatment concentrations of 2.61 ppm is equal to 4.98 % and the lowest in the treatment of 1:55 7.84 % , and the highest growth rate in the treatment concentration of 2.61 ppm is 0.15 % while the lowest at treatment concentrations of 7.84 ppm at 0.05% . Water quality parameters were observed during the definitive test decreased DO 2.0-6.4 mg / l , the temperature increased 27.1 - 30.20C and pH decrease during each treatment concentration of 3-6.6 . Water quality parameters at sublethal test that does not decrease drastically DO range 5.2-7.6 mg / l , temperature range 27 - 290C and a pH range of 3.4-7.5 .

Gambar

Gambar 4. Bagan peletakan media uji pendahuluan
Gambar 5. bagan peletakan media uji defenitif
Gambar 6. Bagan  peletakan media uji subletal
Tabel 1. Data Pengamatan Mortalitas Ikan Uji Pendahuluan.
+7

Referensi

Dokumen terkait

lingkungan ini dilakukan sampai tahap perbaikan desain meliputi tanggapan guru dan siswa terhadap desain produk yang dihasilkan. Subyek pada penelitian ini adalah video

A: bercak cokelat pada mahkota bunga stroberi; B: bercak cokelat pada tangkai sari; C: bercak cokelat pada pangkal kelopak bunga; D: burik disekitar biji pada buah muda (1) dan

[r]

Aplikasi pembersih file sampah ini mampu memeriksa setiap file yang terdapat pada tiap folder/subfolder dari suatu drive dan dapat membedakan dengan tepat file-file mana saja

 Holistik- Tematik : Untuk mencapai sasaran prioritas nasional Kesehatan, perlu koordinasi multi kementerian, yaitu antara lain Kemenkes, BPOM, BKKBN, Kemen PU dan

Alhamdulillahirabbila’lamiin, puji syukur kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan nikmat, terutama nikmat kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah

Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan skrining pendengaran didapatkan hasil pada anak tersebut tidak ditemukan gambaran kurang pendengaran akan tetapi

yang di cocokan dengan Al- qur’an dan Hadist, belum menyentuh Nilai-nilai Aqidah pada Ajaran Kejawen di dalam Persaudaraan Setia Hati Terate