(Studi Pada Perusahaan Penerbit Daftar Efek Syariah Sektor Property dan Real Estate di Bursa Efek Indonesia Tahun 2013-2014)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
ANDY AZHARI NIM 1111046100106
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Nama : Andy Azhari NIM : 1111046100106
Program Studi : Muamalat (Ekonomi Islam) Konsentrasi : Perbankan Syariah
Instansi : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta
Judul Skripsi : Pengaruh Struktur Modal dan Manajemen Laba terhadap Pajak Penghasilan Badan Terutang (Studi Pada Perusahaan Penerbit Daftar Efek Syariah Sektor Property dan Real Estate di Bursa Efek Indonesia Tahun 2013-2014).
Menyatakan dengan sesungguhnya dan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang saya buat adalah benar-benar hasil karya saya sendiri, kecuali apabila dalam pengutipan substansi disebutkan sumbernya, dan belum pernah diajukan pada institusi manapun, serta bukan karya jiplakan milik orang lain. Saya bertanggung jawab atas keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan sikap ilmiah yang harus dijunjung tinggi.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya tanpa adanya paksaan dan tekanan dari pihak manapun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika ternyata dikemudian hari pernyataan ini tidak benar.
Jakarta, Oktober 2015
Andy Azhari
v ABSTRAK
Penelitian ini mencoba menganalisis apakah long term debt to asset ratio, debt to equity ratio dan manajemen laba secara parsial dan simultan berpengaruh terhadap pajak penghasilan badan terutang. Sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan penerbit daftar efek syariah yang bergerak pada sektor property dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2013-2014. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda dengan menggunakan software SPSS versi 20.0.
Hasil pengujian secara simultan atau uji F dihasilkan bahwa long term debt to asset ratio, debt to equity ratio dan manajemen laba secara bersama-sama berpengaruh terhadap pajak penghasilan badan terutang pada taraf signifikansi 0,001 dengan alpha 5% atau 0,001 < 0,05. Selanjutnya untuk pengujian secara parsial atau uji t dari ketiga variabel independen ditemukan bahwa hanya variabel Long Term Debt to Asset Ratio yang berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap variabel dependen Pajak Penghasilan Badan Terutang pada taraf signifikansi 0,023 dengan alpha 5% atau (0,023 < 0,05). Sedangkan variabel Debt to Equity Ratio dan variabel Manajemen Laba secara parsial tidak berpengaruh terhadap pajak penghasilan badan terutang perusahaan.
Kata Kunci : Long term debt to asset ratio, debt to equity ratio, manajemen laba dan pajak penghasilan badan terutang
vi
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat, karunia dan hidayah-Nya yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW sebagai uswatun khasanah dalam hidup ini yang telah menuntun umatnya dari alam kegelapan menuju ke alam yang terang benderang.
Alhamdulillah, penelitian skripsi yang berjudul “Pengaruh Struktur Modal dan Manajemen Laba terhadap Pajak Penghasilan Badan Terutang (Studi Pada Perusahaan Penerbit Daftar Efek Syariah Sektor Property dan Real Estate di Bursa Efek Indonesia Tahun 2013-2014)” telah dapat penulis selesaikan. Penulisan karya ilmiah dalam bentuk skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi strata satu (S1) guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy) Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Merupakan suatu kehormatan bagi penulis untuk mempersembahkan yang terbaik kepada almamater, kedua orang tua, seluruh keluarga dan pihak-pihak yang telah ikut andil dalam penyelesaian skripsi ini. Sebagai bentuk penghargaan, penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak AM. Hasan Ali, M.A dan Bapak Abdurrauf, Lc, M.A, selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
vii
dengan baik. Terimakasih banyak Bu atas segala ilmu bermanfaat yang telah diberikan kepada saya, semoga amal kebaikannya dibalas oleh Allah SWT. 4. Segenap dosen dan staf akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta atas ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi penulis.
5. Orangtua tercinta, Bapak Achmad Ghozali dan Ibu Inah Maryanah atas segala limpahan kasih sayang, doa beserta dukungan yang tiada pernah henti-hentinya untuk saya. Terima kasih atas segala perjuangan dan pengorbanan yang telah dilakukan demi pendidikan saya selama ini. Terimakasih bapak dan ibu, tanpa kalian skripsi ini bukanlah apa-apa.
8. Yella Novela Dara Amelia, terima kasih atas segala kebaikan-kebaikan dan dorongan motivasi yang telah diberikan kepada penulis. Semoga sukses selalu dalam menggapai cita-citanya.
9. Teman-teman seperjuangan perbankan syariah 2011, terimakasih untuk kebersamaannya selama ini. Semoga perjuangan kita akan berbuah manis dan sukses untuk kita semua.
7. Sahabat terbaik penulis selama menjalani kuliah di UIN Jakarta, untuk Ahmad Syaugi “Amechenko” terimakasih untuk sharing atas segala ilmu-ilmunnya terkait pelajaran, persahabatan dan termasuk juga seputar problematika percintaan, hehe, dan Rahmad Abdillah “Bos” (teman yang selalu jadi objek canda tawa), hehe becanda boss. Terima kasih broo untuk persahabatan dan kebersamaannya. Sukses selalu untuk kita, Amin Ya Allah.
viii
10. Serta seluruh pihak yang telah berjasa namun belum mampu penulis sebutkan satu persatu. Terimakasih untuk segala bantuannya, semoga kebaikan kalian dibalas dengan pahala yang berlimpah oleh Allah SWT. Amin..
Semoga Allah SWT dengan ridho-Nya membalas segala kebaikan dengan pahala yang berlipat ganda. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah berusaha dengan semaksimal mungkin memberikan yang terbaik. Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis berharap adanya saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak untuk menyempurnakan skripsi ini. Demikian skripsi ini penulis buat, semoga bermanfaat untuk masyarakat luas dan menambah ilmu pengetahuan. Amin.
Jakarta, Oktober 2015
Andy Azhari
ix DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI SIDANG ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 7
1. Pembatasan Masalah ... 7
2. Perumusan Masalah ... 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8
1. Tujuan Penelitian ... 8
2. Manfaat Penelitian ... 9
D. Review Studi Terdahulu ... 10
E. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 14
F. Sistematika Penulisan ... 16
x
A. Pasar Modal Syariah ... 17
1. Pengertian Pasar Modal Syariah ... 17
2. Prinsip-Prinsip Pasar Modal Syariah ... 18
3. Saham Syariah ... 19
B. Konsep Modal ... 22
C. Struktur Modal ... 22
1. Pengertian Struktur Modal ... 22
2. Rasio Struktur Modal ... 23
3. Komponen Struktur Modal ... 24
4. Teori Struktur Modal... 25
5. Faktor Penentu Struktur Modal ... 29
D. Manajemen Laba ... 33
1. Pengertian Manajemen Laba ... 33
2. Motivasi Manajemen Laba ... 34
3. Pola Manajemen Laba ... 37
4. Teknik Manajemen Laba... 38
5. Teknik Pendeteksian Manajemen Laba ... 40
E. Pajak Penghasilan... 42
1. Pengertian Pajak Penghasilan ... 42
2. Subjek Pajak Penghasilan ... 43
3. Objek Pajak Penghasilan ... 46
xi
F. Keterkaitan Antar Variabel dan Hipotesis Penelitian...51
BAB III METODE PENELITIAN ... 55
A. Metode Penelitian... 55
B. Metode Penentuan Sampel ... 56
C. Metode Pengumpulan Data ... 59
D. Definisi Operasional Variabel ... 59
1. Variabel Terikat (Dependent Variabel) ... 60
a. Pajak Penghasilan Badan Terutang ... 60
2. Variabel Bebas (Independent Variabel) ... 60
a. Long Term Debt to Asset Ratio ... 60
b. Debt to Equity Ratio ... 61
c. Manajemen Laba ... 61
E. Teknik Analisis Data ... 63
1. Statistik Deskriftif ... 63
2. Uji Asumsi Klasik ... 64
a. Uji Normalitas ... 64
b. Uji Multikolinieritas ... 65
c. Uji Heteroskedastisitas ... 66
d. Uji Autokorelasi ... 66
3. Analisis Regresi Berganda ... 68
4. Uji Hipotesis ... 70
xii
b. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) ... 70
c. Uji Signifikansi Parsial (Uji Statistik t) ... 71
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 72
A. Penemuan dan Pembahasan ... 72
1. Analisis Statistik Deskriptif ... 72
B. Hasil Uji Asumsi Klasik ... 74
1. Hasil Uji Normalitas ... 74
a. Melalui Uji Histogram & Kurva Normal P-Plot ... 74
b. Melalui Uji Kolmogorov-Smirnov Test ... 76
2. Hasil Uji Multikolinieritas ... 77
3. Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 78
4. Hasil Uji Autokorelasi... 80
C. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda ... 81
1. Hasil Uji Koefisien Determinasi ... 81
2. Hasil Uji Hipotesis ... 82
a. Uji Signifikansi Simultan (F-Test) ... 82
b. Uji Signifikansi Parsial (t-test) ... 83
BAB V PENUTUP ... 90
A. Kesimpulan ... 90
B. Saran ... 91
DAFTAR PUSTAKA ... 94
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Review Studi Terdahulu... 11
Tabel 3.1 Kriteria Pemilihan Sampel ... 57
Tabel 3.2 Daftar Sampel Perusahaan ... 58
Tabel 4.1 Deskripsi Statistik Variabel Penelitian ... 72
Tabel 4.2 One-SampleKolmogorof-Smirnov Test ... 77
Tabel 4.3 Hasil Uji Multikolinearitas ... 78
Tabel 4.4 Hasil Uji Run test ... 80
Tabel 4.5 Hasil Uji Koefisien Determinasi ... 81
Tabel 4.6 Hasil Uji Simultan (F-Test) ... 82
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran...15
Gambar 4.1 Hasil Uji Normalitas Histogram Normal Curve...75
Gambar 4.2 Hasil Uji Normalitas Grafik P-P Plot...76
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kebijakan pemerintah untuk meningkatkan penerimaan yang bersumber dari
sektor pajak dilakukan melalui perluasan wajib pajak, perluasan objek pajak,
perubahan tarif pajak dan penegakan hukum dibidang perpajakan. Dengan perluasan
wajib pajak dan objek pajak maka semua pihak: negara dan institusi bisnis maupun
non bisnis mempunyai kepentingan untuk mengetahui dan memahami cara-cara
menghitung, melaporkan, serta menyetorkan kewajiban pajaknya. Apabila wajib
pajak melakukan kesalahan perhitungan dan pembayaran pajak maka akan
menghadapi sanksi administratif atau sanksi pidana. Ada dua kemungkinan kesalahan
yang terjadi dalam perhitungan dan pembayaran pajak, kemungkinan pertama karena
ketidaktahuan dan kemungkinan lain adalah karena unsur kesengajaan atau
kecurangan untuk melakukan penghindaran pajak.1
Tahun 2013 merupakan tahun dimana pemerintah mulai gencar-gencarnya
melakukan penggalian sektor pajak yang potensial untuk meningkatkan penerimaan
dari sektor pajak, dan salah satu yang menjadi perhatian khusus adalah di sektor
property dan real estate. Seperti yang diungkapkan oleh Direktur Potensi, Kepatuhan
dan Penerimaan (PKP), mulai tahun 2013 Ditjen Pajak fokus ke sektor properti secara
nasional. Ditjen Pajak akan melakukan pemeriksaan terhadap wajib pajak yang
bergerak di sektor properti. Hal tersebut tak lepas dari adanya potential loss
penerimaan pajak menurut hasil penelitian awal Ditjen Pajak. Potential loss tak lepas
dari tidak dilaporkannya transaksi sebenarnya dari proses jual-beli tanah maupun
bangunan termasuk properti, real estate dan apartemen.2
Ditinjau dari segi ekonomi, pajak merupakan alat pemindahan sumber daya
dari sektor privat (perusahaan) ke sektor publik. Pemindahan sumber daya tersebut
akan mempengaruhi daya beli (purchasing power) atau kemampuan belanja
(spending power) sektor privat. Oleh karena itu, agar tidak terjadi gangguan terhadap jalannya aktivitas perusahaan, maka pemenuhan kewajiban perpajakan harus dikelola
secara baik. Bagi negara, pajak adalah salah satu sumber penerimaan penting yang
akan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara baik pengeluaran rutin maupun
pengeluaran pembangunan. Namun bagi perusahaan, pajak merupakan beban yang
dapat mengurangi laba bersih atau keuntungan perusahaan. Berdasarkan perbedaan
kepentingan yang terjadi antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan perusahaan
selaku pihak pembayar pajak, tidak dapat dipungkiri bahwa indikasi praktik-praktik
guna menghindari pembayaran pajak yang besar memang nyata terjadi dilakukan oleh
perusahaan selaku wajib pajak.
Terdapat beberapa cara yang umum ditempuh perusahaan dalam rangka
meminimalisir beban pajak secara legal yang masih diperbolehkan sesuai dengan
2 Nidia Zuraya, “Penerimaan Pajak Hilang, Ditjen Pajak Awasi WP Sektor Properti”, artikel
diakses pada 22 September 2014 dari
peraturan perpajakan yang berlaku. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah
dengan memainkan kebijakan leverage atau tingkat penggunaan hutang. Perusahaan
dapat menyiasatinya melalui teknik keuangan dengan memanfaatkan kebijakan
penggunaan hutang dalam mendanai aktivitas operasionalnya yang tertuang dalam
komposisi struktur modal perusahaan.
Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak menyatakan banyak perusahaan yang
melakukan rekayasa utang untuk mengurangi besaran pajaknya. Salah satu cara yang
digunakan yaitu memperbesar utang sehingga bunga utang besar dan beban pajaknya
menurun..3
Penggunaan hutang oleh perusahaan akan menimbulkan biaya bunga yang
harus dibayarkan secara periodik kepada kreditur atau investor obligasi. Peraturan
perpajakan memperlakukan biaya bunga sebagai bagian dari biaya usaha. Oleh karena
itu, semakin besar bunga hutang perusahaan maka pajak yang terutangnya akan
menjadi lebih kecil karena bertambahnya unsur biaya usaha.Sebagaimana dijelaskan
dalam pasal 6 ayat (1) a UU Nomor 17 tahun 2000 yang menyatakan bahwa biaya
bunga dapat menjadi unsur pengurang penghasilan kena pajak. Dalam situasi tertentu,
keadaan inilah yang dapat mendorong adanya penggunaan utang yang semakin besar
di dalam komponen struktur modal perusahaan.
Berbeda dengan perusahaan yang berlabel sebagai emiten non syariah di
Bursa Efek Indonesia (BEI), pada perusahaan yang tergolong sebagai penerbit daftar
efek syariah yang sahamnya masuk dalam kategori Indeks Saham Syariah Indonesia
(ISSI), penghindaran beban pajak dengan cara memanfaatkan kebijakan hutang
berbunga dalam komposisi struktur modal akan terbatasi dengan adanya peraturan
Bapepam dan LK Nomor: Kep-208/BL/2012 yang hingga saat ini masih
diimplementasikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tentang kriteria dan
penerbitan daftar efek syariah, dimana salah satu poinnya mengatur besaran rasio
total hutang yang berbasis bunga dibandingkan dengan total aset tidak boleh melebihi
dari 45% bagi emiten yang sahamnya dikategorikan sebagai saham syariah.
Implikasi dari penerapan peraturan tersebut adalah adanya pembatasan dalam
hal penggunaan hutang berbunga pada emiten syariah di BEI. Imbasnya teknik
penghindaran pajak secara legal (tax avoidance) melalui hutang dengan maksud
memanfaatkan biaya bunga pinjaman sebagai tax deductible akan terbatasi dengan
adanya peraturan tersebut.
Selain memanfaatkan kebijkan bunga atas hutang yang dapat dijadikan
pengurang pajak, cara lain yang juga kerap ditempuh perusahaan dalam rangka
menyiasati sebuah peraturan perpajakan yang terasa kurang menguntungkan bagi
perusahaan adalah dengan cara melakukan praktik manajemen laba guna merekayasa
Perpajakan dapat menjadi motivasi bagi manajer untuk melakukan
manajemen laba, yaitu dengan cara memperkecil taxable income dalam rangka
mengurangi pajak.4 Manajemen laba adalah upaya untuk mengubah,
menyembunyikan dan merekayasa angka-angka dalam laporan keuangan dengan
memainkan metode dan prosedur akuntansi yang digunakan perusahaan.5
Kesenjangan informasi terkadang mendorong manajer untuk berperilaku oportunist
dalam mengungkapkan informasi mengenai perusahaan. Manajer hanya akan
mengungkapkan suatu informasi tertentu jika ada manfaat yang diperolehnya, apabila
tidak ada manfaat yang bisa diperoleh, manajer cenderung akan menyembunyikan
atau menunda pengungkapan informasi, bahkan kalau diperlukan manajer akan
mengubah informasi tersebut.
Fenomena manajemen laba yang berkaitan dengan kasus pajak pernah terjadi
di Indonesia yang dilakukan oleh Grup Bakrie, salah satunya adalah Kasus PT.
Kaltim Prima Coal (KPC) yang merupakan salah satu perusahaan tambang batu bara
milik Grup Bakrie selain PT. Bumi Resources Tbk dan PT. Arutmin Indonesia yang
diduga terkait tindak pidana pajak tahun 2007. Dimana KPC diduga (setelah
penyelidikan) oleh Ditjen Pajak memiliki kurang bayar sebesar Rp 1,5 triliun dan
ditemukan adanya indikasi tindak pidana pajak berupa rekayasa penjualan yang
dilakukan oleh KPC pada tahun 2007 untuk meminimalkan pajak. Hal inilah yang
4 William R Scoot, Financial Accounting Theory 2nd Edition. (Scarrborough Ontario: Prentice Hall Canada Inc, 2000), h.361
dapat menimbulkan praktek manajemen laba yang berhubungan dengan pajak dalam
merekayasa aktifvitas operasional dari sisi pengakuan pendapatan dan beban untuk
tujuan meminimalkan pajak yang dibayar.6
Undang-undang pajak penghasilan menentukan jenis-jenis penghasilan
sebagai obyek pajak, namun pada umumnya penghasilan yang dinyatakan sebagai
obyek pajak tidak secara spesifik mengatur saat pengakuan pendapatan dan biaya
terkait. Dalam beberapa hal, wajib pajak mempunyai kebebasan di dalam membuat
kebijakan-kebijakan akuntansi yang berkaitan dengan penentuan saat pengakuan
pendapatan dan biaya, meskipun kebijakan akuntansi yang telah ditetapkan harus
diterapkan secara taat asas atau konsisten dari tahun ke tahun. Berbagai metode
akuntansi digunakan pihak manajemen dalam rangka penghematan pajak.7 Celah
inilah yang dapat membuka peluang bagi manajemen untuk melakukan upaya-upaya
untuk menunda atau mempercepat pengakuan pendapatan dan biaya, sehingga dapat
menekan jumlah pajak yang akan dibayarkan.8
6 Hidayani, “Pengaruh Beban Pajak Tangguhan Terhadap Manajemen Laba. Earnings
Management (Studi Kasus Pada Perusahaan Makanan dan Minuman yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)”, (Skripsi S1 Fakultas Ekonomi, Universitas Pendidikan Indonesia, 2013), h.3
7 William R Scoot, Financial Accounting Theory 2nd Edition. (Scarrborough Ontario: Prentice Hall Canada Inc, 2000), h.359
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka dengan
ini penulis bermaksud untuk melakukan penelitian skripsi dengan mengangkat judul
“Pengaruh Stuktur Modal dan Manajemen Laba Terhadap Pajak Penghasilan Badan Terutang”. Studi Pada Perusahaan Penerbit Daftar Efek Syariah Sektor Property dan Real Estate di Bursa Efek Indonesia Tahun 2013-2014
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Sesuai dengan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, agar
permasalahan dalam penelitian skripsi ini tidak meluas, maka penulis memfokuskan
dan membatasi penelitian pada: Indikator struktur modal dalam penelitian ini diukur
dengan menggunakan proksi Long Term Debt to Asset Ratio (LDAR) dan Debt to
Equity Ratio (DER). Perhitungan yang digunakan peneliti sebagai proksi manajemen laba dilakukan dengan pendeteksian melalui model yang dikembangkan oleh Friedlan
(1994). Pajak Penghasilan yang digunakan dalam penelitian ini dilihat dari angka
Pajak Penghasilan Badan Terutang atau pajak kini yang tercantum dalam laporan
keuangan perusahaan. Penelitian ini mengambil sampel perusahaan yang tercatat
2. Perumusan Masalah
Untuk mengangkat permasalahan yang dibahas dalam penelitian skripsi ini,
maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut:
a) Apakah Long Term Debt to Assets Ratio (LDAR) berpengaruh terhadap pajak
penghasilan badan terutang?
b) Apakah Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh terhadap pajak penghasilan
badan terutang?
c) Apakah manajemen laba berpengaruh terhadap pajak penghasilan badan
terutang?
d) Apakah Long Term Debt to Assets Ratio (LDAR), Debt to Equity Ratio
(DER) dan manajemen laba secara simultan berpengaruh terhadap pajak
penghasilan badan terutang?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk menemukan
bukti empiris mengenai:
a) Pengaruh Long Term Debt to Assets Ratio (LDAR) terhadap pajak
b) Pengaruh Debt to Equity (DER) terhadap pajak penghasilan badan terutang.
c) Pengaruh manajemen laba terhadap pajak penghasilan badan terutang.
d) Pengaruh simultan Long Term Debt to Assets Ratio (LDAR), Debt to Equity
Ratio (DER) dan manajemen laba terhadap pajak penghasilan badan terutang.
2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat bagi berbagai pihak yang
terkait dengan topik penelitian, diantaranya:
a) Bagi Pemerintah.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pemerintah khususnya
direktorat jenderal pajak untuk mengeluarkan regulasi terkait besaran
maksimal penggunaan struktur modal perusahaan yang berasal dari dana
eksternal berupa hutang yang berbunga terkait untuk kepentingan pajak.
Selain itu untuk meminimalisir praktik manajemen laba, pemerintah dapat
mengeluarkan peraturan yang ketat terkait penerapan transparansi dalam
laporan keuangan dan berupa sanksi tegas terhadap perusahaan yang
b) Bagi Perusahaan.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perusahaan
untuk mengambil keputusan keuangannya, terutama dalam menentukan
struktur modal yang efisien dan profitable namun tanpa mengabaikan aspek
resiko dan etika bisnis yang bermoral.
c) Bagi Akademisi
Sebagai referensi guna mempermudah akademisi dalam mempelajari
manajemen keuangan perusahaan dan mengenai konsep perpajakan.
d) Bagi Peneliti
Untuk memperdalam pengetahuan penulis, terutama yang berkaitan
dengan struktur permodalan perusahaan, manajemen laba dan sistem
perpajakan.
D. Review Studi Terdahulu
Berdasarkan pengamatan dan pengkajian yang telah dilakukan terhadap
beberapa sumber kepustakaan dan penelitian-penelitian terdahulu tekait tema, penulis
menemukan referensi untuk mengembangkan dan mendukung kelancaran penulisan
skripsi ini. Adapun studi terdahulu yang menjadi acuan dalam penulisan skripsi ini
E. Kerangka Pemikiran Penelitian
Pajak merupakan salah satu kewajiban perusahaan sebagai wajib pajak yang
dapat dipaksakan dengan Undang-undang dan merupakan pengorbanan sumber daya
ekonomis yang tidak memberikan imbalan (kontraprestasi) secara langsung bagi
perusahaan. Sistem perpajakan di Indonesia menggunakan sistem “Self Assessment”
khususnya pajak penghasilan dalam hal ini untuk penentuan jumlah besarnya pajak
terhutang ditentukan oleh wajib pajak sendiri. Salah satu cara untuk mencapai
efesiensi perhitungan kewajiban pajak yang dibayar oleh perusahaan adalah dengan
melakukan manajemen pajak.
Berdasarkan hal tersebut penulis menduga ada indikasi manajemen pajak
dalam upaya meminimalkan pajak penghasilan yang dilakukan oleh perusahaan
selaku wajib pajak dengan memanfaatkan kebijakan keuangan dan peraturan
perpajakan. Seperti dalam hal penentuan kebijakan struktur permodalan perusaahaan
yang dominan menggunakan hutang untuk tujuan mendapatkan biaya bunga sebagai
pengurang pajak. Sampai dengan melakukan praktik manajemen laba untuk
memanipulasi angka laba yang akan dikenakan sebagai dasar perhitungan laba kena
pajak. Secara singkat kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat disajikan dalam
Gambar 1.1
Kerangka Pemikiran
Perusahaan Penerbit Daftar Efek Syariah Sektor Property dan Real Estate di Bursa Efek Indonesia
Tahun 2013 - 2014
Annual Report Emiten Tahun 2013 -2014
Variabel Independen : X1 : LDAR
X2 : DER X3 : Manajemen Laba
Variabel Dependen : Pajak Penghasilan
Badan Terutang
Analisis Regresi Linier Berganda
Uji Asumsi Klasik & Uji Hipotesis
F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penelitian ini, maka disusun sistematika penulisan yang
terdiri dari lima bab dengan rincian sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN :
Latar Belakang Masalah, Pembatasan Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan
dan Manfaat Penelitian, Review Studi Terdahulu, Kerangka Pemikiran
Penelitian dan Sistematika Penelitian.
BAB II LANDASAN TEORI :
Pasar Modal Syariah, Konsep Modal, Struktur Modal, Manajemen Laba dan
Teori Pajak, Keterkaitan Antar Variabel dan Hipotesis.
BAB III METODE PENELITIAN :
Metode Penelitian, Definisi Operasional Variabel Penelitian, Uji Asumsi
Klasik dan Uji Hipotesis Analisis Regresi Berganda.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN :
Intepretasi hasil Analisis Statistik Deskriptif, Uji Asumsi Klasik dan Uji
Hipotesis Regresi Linier Berganda.
BAB V PENUTUP :
17
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pasar Modal Syariah
1. Pengertian Pasar Modal Syariah
Pasar modal dapat didefinisikan sebagai pasar yang memperjualbelikan
berbagai instrumen keuangan (sekuritas) jangka pendek, menengah maupun jangka
panjang, baik dalam bentuk utang maupun modal sendiri yang diterbitkan oleh
perusahaan swasta. Pasar modal (capital market) mempertemukan pemilik dana
(supplier of fund) dengan pengguna dana (user of fund) dengan tujuan investasi
jangka menengah (midle term investment) dan investasi jangka panjang (longe term
investment). Kedua pihak melakukan jual beli modal yang berwujud efek. Pemilik
dana menyerahkan sejumlah dana dan penerima dana (perusahaan terbuka)
menyerahkan bukti kepemilikan berupa efek.1
Sementara itu, pasar modal yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip-prinsip syariah dapat disebut sebagai pasar modal syariah.2 Pengertian ini
hampir sama dengan yang dikemukakan oleh Heri Sudarsono yang mendifinisikan
1 Muhammad Nasarudin Irsan dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia (Jakarta: Kencana, 2007), h.291
pasar modal syariah sebagai pasar modal yang instrumen-instrumen di dalamnya
berprinsipkan syariah.3
Dengan mengacu pada pengertian tersebut, dapat dimengerti bahwa terdapat
perbedaan antara kegiatan pasar modal syariah dengan pasar modal konvensional.
Secara umum perbedaan tersebut dapat dilihat pada landasan akad-akad yang
digunakan dalam transaksi atau surat berharga yang diterbitkannya. Dalam pasar
modal syariah, apabila suatu perusahaan ingin mendapatkan pembiayaan melalui
penerbitan surat berharga, maka perusahaan yang bersangkutan sebelumnya harus
memenuhi kriteria penerbitan efek syariah.4
2. Prinsip-Prinsip Pasar Modal Syariah
Prinsip syariah merupakan kesesuaian dengan sistem syariah yang ada yang
meliputi tidak diperkenankan bertransaksi barang dan jasa yang diharamkan seperti
riba, maysir dan gharar. Oleh karena itu, jika ada perusahaan atau bank umum yang
membuat atau mendistribusikan barang atau jasa yang haram, maka tidak termasuk
dalam (daftar) pasar modal syariah.5
Adapun prinsip pasar modal syariah adalah:6
3 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah; Deskripsi dan Ilustrasi (Yogyakarta: Ekonisia, 2004), h.199
4 Burhanuddin Susanto, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah, h.131-132. 5 Ibid., h.131
a. Instrumen atau efek yang diperjualbelikan harus sejalan dengan prinsip
syariah yang terbebas dari unsur riba, maysir dan gharar (ketidakpastian).
b. Emiten yang mengeluarkan efek syariah baik berupa saham ataupun sukuk
harus mentaati semua aturan syariah.
c. Semua efek harus berbasis pada harta atau transaksi riil, bukan mengharapkan
keuntungan dari kontrak utang piutang.
d. Semua transaksi tidak mengandung gharar atau spekulasi.
Perputaran modal pada kegiatan pasar modal syariah tidak boleh disalurkan
kepada jenis industri yang melaksanakan kegiatan-kegiatan yang diharamkan.
Pembelian saham pabrik minuman keras, pembangunan penginapan untuk prostitusi
dan lainnya yang bertentangan dengan syariah berarti diharamkan.
Semua transaksi yang terjadi di bursa efek harus atas dasar suka sama suka,
tidak ada unsur pemaksaan, tidak ada pihak yang didzalimi atau mendzalimi. Tidak
ada unsur riba, tidak bersifat spekulatif atau judi dan semua transaksi harus
transparan, diharamkan adanya insider trading.
3. Saham Syariah
Instrumen atau surat berharga yang diperdagangkan di bursa efek syariah
berbentuk penyertaan modal kepemilikan atau saham dan sukuk. Penyertaan modal
atau saham merupakan salah satu bentuk penanaman modal pada suatu entitas (badan
untuk menguasai sebagian hak pemilikan atas perusahaan. Pemegang saham atau
investor mendapatkan hasil melalui pembagian deviden dan capital gain. Perusahaan
penerbit saham pada umumnya berbentuk Perseroan Terbatas (PT).7
Saham adalah surat berharga yang dikeluarkan oleh sebuah perusahaan yang
berbentuk Perseroan Terbatas (PT) atau yang biasa disebut emiten. Saham
menyatakan bahwa pemilik sebagian dari perusahaan itu. Dengan demikian kalau
seseorang investor membeli saham, maka ia pun menjadi pemilik atau pemegang
saham perusahaan.8 Regulasi tentang saham diatur dalam pasal 40,41,42 KUHD.
Pemegang saham mempunyai hak untuk menuntut dividen (return) dan hak-hak lain
yang diberikan oleh anggaran dasar perseroan.9
Suatu saham dapat dikategorikan sebagai saham syariah jika saham tersebut
diterbitkan oleh:10
1) Emiten dan Perusahaan Publik yang secara jelas menyatakan dalam anggaran
dasarnya bahwa kegiatan usaha emiten dan perusahaan publik tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
2) Emiten dan Perusahaan Publik yang tidak menyatakan dalam anggaran
dasarnya bahwa kegiatan usaha Emiten dan Perusahaan Publik tidak
bertentangan dengan Prinsip-prinsip syariah, namun memenuhi kriteria
sebagai berikut:
I. kegiatan usaha tidak bertentangan dengan prinsip syariah sebagaimana diatur dalam
peraturan IX.A.13, yaitu tidak melakukan kegiatan usaha:
a. perjudian dan permainan yang tergolong judi;
b. perdagangan yang tidak disertai dengan penyerahan barang/jasa;
c. perdagangan dengan penawaran/permintaan palsu;
d. bank berbasis bunga;
e. perusahaan pembiayaan berbasis bunga;
f. jual beli risiko yang mengandung unsur ketidakpastian (gharar) dan/atau judi
(maisir), antara lain asuransi konvensional;
g. memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan dan/atau menyediakan
barang atau jasa haram zatnya (haram li-dzatihi), barang atau jasa haram
bukan karena zatnya (haram li-ghairihi) yang ditetapkan oleh DSN-MUI;
dan/atau, barang atau jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat;
h. melakukan transaksi yang mengandung unsur suap (risywah);
III. rasio total pendapatan bunga dan total pendapatan tidak halal lainnya
dibandingkan total pendapatan usaha dan total pendapatan lainnya tidak lebih dari
10%.
B. Konsep Modal
Modal adalah dana yang digunakan untuk membiayai pengadaan aktiva dan
operasi perusahaan. Modal terdiri dari item-item yang ada disisi kanan suatu neraca,
yaitu utang, saham biasa, saham preferen dan laba ditahan.11
Menurut Thomas Copeland modal adalah suatu aktiva dengan umur lebih dari
satu tahun yang tidak diperdagangkan dalam kegiatan sehari-hari.12 Dari kedua
pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa modal adalah dana yang digunakan
untuk membiayai pengadaan aktiva dan operasi perusahaan yang tidak
diperdagangkan dalam kegiatan sehari-hari.
C. Struktur Modal
1. Pengertian Struktur Modal
Struktur modal adalah perbandingan antara sumber jangka panjang yang
bersifat pinjaman dan modal sendiri.13
Struktur modal juga dapat didefinisikan sebagai perimbangan atau
perbandingan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri.14
11 Lukas Setia Atmaja, Manejemen Keuangan (Yogyakarta: Andi, 2002), h.115
12 Suyadi Prawirosentono, Pengantar Bisnis Modern: Studi Kasus Indonesia dan Analisis Kualitatif (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), h.365
Menurut Ahmad Rodoni dan Herni Ali, struktur modal adalah proporsi dalam
menentukan pemenuhan kebutuhan belanja perusahaan dimana dana yang diperoleh
menggunakan kombinasi atau paduan sumber yang berasal dari dana jangka panjang
yang terdiri dari dua sumber utama yakni yang berasal dari dalam dan luar
perusahaan.15
Dari berbagai pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan struktur modal adalah proporsi dalam pemenuhan kebutuhan
belanja perusahaan, dimana dana yang diperoleh menggunakan kombinsai atau
panduan sumber yang berasal dari dana jangka panjang yang terdiri dari dua sumber
utama, yakni yang berasal dari dalam dan luar perusahaan.
2. Rasio Struktur Modal
Weston dan Copeland memberikan suatu konsep tentang faktor leverage sebagai
rasio proksi dari struktur modal. Faktor leverage adalah rasio antara nilai buku
seluruh hutang (debt = D) terhadap total aktiva (total aset = TA) atau nilai total
perusahaan. Bila membahas tentang total aktiva, yang dimaksudkan adalah total nilai
buku dari aktiva perusahaan berdasarkan catatan akuntansi. Nilai total perusahaan
berarti total nilai pasar seluruh komponen struktur modal perusahaan.16
14 Bambang Riyanto, Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan (Yogyakarta: BPFE, 2001), h.296
15 Ahmad Rodoni dan Herni Ali, Manajemen Keuangan, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2010), h.137
Rasio leverage merupakan rasio untuk mengukur seberapa bagus struktur permodalan
perusahaan. Struktur permodalan merupakan pendanaan permanen yang terdiri dari
hutang jangka panjang, saham preferen dan modal pemegang saham.17
3. Komponen Struktur Modal
Struktur modal suatu perusahaan secara umum terdiri dari dua komponen,
yakni hutang jangka panjang dan modal sendiri, yang diuraikan sebagai berikut:18
1. Hutang Jangka Panjang (Long Term Debt)
Hutang jangka panjang meliputi pinjaman dari bank atau sumber lain yang
meminjamkan uang untuk waktu jangka panjang lebih dari 12 bulan.
Pinjaman hutang jangka panjang dapat berupa pinjaman berjangka (pinjaman
yang digunakan untuk membiayai kebutuhan modal kerja permanen, untuk
melunasi hutang lain, atau membeli mesin dan peralatan) dan penerbitan
obligasi (hutang yang diperoleh melalui penjualan surat-surat obligasi, dalam
surat obligasi ditentukan nilai nominal, bunga per tahun, dan jangka waktu
pelunasan obligasi tersebut).19
2. Modal Sendiri (Equity)
Modal sendiri atau ekuitas merupakan modal jangka panjang yang diperoleh
dari pemilik perusahaan atau pemegang saham. Modal sendiri diharapkan
tetap berada dalam perusahaan untuk jangka waktu yang tidak terbatas
17 Hadi Wahyono, “Komperasi Kinerja Perusahaan Bank dan Asuransi Studi Empiris di Bursa Efek Jakarta, Jurnal riset ekonomi dan manajemen, vol. 2 No.2, Mei (2002), h.12
18 Warsono, Manajemen Keuangan (Malang: UMM Press, 2003), h.236
sedangkan modal pinjaman memiliki jatuh tempo. Ada 2 (dua) sumber utama
dari modal sendiri yaitu modal saham preferen dan modal saham biasa,
sebagaimana dijelaskan berikut ini:
a. Modal Saham Preferen
Saham preferen memberikan para pemegang sahamnya beberapa hak
istimewa yang menjadikannya lebih senior atau lebih diprioritaskan
daripada pemegang saham biasa. Oleh karena itu, perusahaan tidak
memberikan saham preferen dalam jumlah yang banyak.
b. Modal Saham Biasa
Pemilik perusahaan adalah pemegang saham biasa yang menginvestasikan
uangnya dengan harapan mendapat pengembalian dimasa yang akan
datang. Pemegang saham biasa kadang-kadang disebut pemilik residual
sebab mereka hanya menerima sisa setelah seluruh tuntutan atas
pendapatan dan asset telah dipenuhi.
4. Teori Struktur Modal
Teori mengenai struktur modal modern bermula pada tahun 1958, ketika
Profesor Franco Modigliani dan Profesor Merton Miller (yang selanjutnya kita sebut
MM), mempublikasikan apa yang disebut sebagai artikel keuangan yang paling
berpengaruh yang pernah ditulis. Berdasarkan serangkaian asumsi yang sangat
membatasi, MM membuktikan bahwa nilai suatu perusahaan tidak dipengaruhi oleh
menjadi masalah bagaimana perusahaan membiayai operasinya, jadi struktur modal
tidak relevan. Tetapi, studi MM didasarkan pada sejumlah asumsi yang tidak realistis,
antara lain:20
a. Tidak ada biayai broker (pialang)
b. Tidak ada pajak
c. Tidak ada biaya kebangkrutan
d. Para investor dapat meminjam dengan tingkat suku bunga yang sama seperti
manajemen mengenai peluang investasi perusahaan dimasa mendatang
e. EBIT tidak dipengaruhi oleh penggunaan utang
Menurut Brigham dan Houston (2001), meskipun beberapa dari
asumsi-asumsi ini terlihat tidak realistis, hasil-hasil MM yang tidak relevan sangat
penting artinya. Dengan menunjukkan kondisi-kondisi di mana struktur modal
tidak relevan, MM juga memberikan beberapa petunjuk kepada kita tentang apa
yang diperlukan bagi struktur modal agar menjadi relevan sehingga akan
mempengaruhi nilai suatu perusahaan.21 Hasil kerja MM menandai awal dari riset
atas struktur modal modern, dan riset selanjutnya dipusatkan untuk melemahkan
asumsi-asumsi MM dalam upaya mengembangkan teori struktur modal yang
20 Eugene F Brigham and Joel F Houston, Manajemen Keuangan (Jakarta: Erlangga, 2001), h.30
lebih realistis. Riset dalam bidang ini sangat luas, tetapi garis besarnya
diringkaskan dalam bagian berikut:22
1) Efek Pajak
MM menerbitkan makalah lanjutan pada tahun 1963 yang melemahkan
asumsi tidak ada pajak perseroan. Peraturan perpajakan memperbolehkan
pengurangan pembayaran bunga sebagai beban, tetapi pembayaran dividen
kepada pemegang saham tidak dapat dikurangkan. Perlakuan yang berbeda ini
mendorong perusahaan untuk menggunakan utang dalam struktur modal
mereka. Sebenarnya, MM memperlihatkan bahwa jika semua asumsi yang
lain berlaku, perbedaan perlakuan ini menyebabkan suatu situasi yang
memerlukan pembelanjaan dengan 100 persen utang. Akan tetapi, kesimpulan
ini diubah beberapa tahun kemudian oleh Merton Miller (kali ini tanpa
Modigliani) ketika ia membahas efek dari pajak perorangan. Ia menyatakan
bahwa semua penghasilan dari obligasi pada umumnya adalah bunga, yang
dikenakan pajak sebagai penghasilan perorangan pada tarif yang mencapai
39,6 persen, sementara penghasilan dari saham biasanya sebagian berasal dari
dividen dan sebagian dari keuntungan modal. Selanjutnya, keuntungan modal
dikenakan pajak dengan tarif maksimum 28 persen, dan pajak ini
ditangguhkan sampai saham itu terjual dan keuangan terealisasi. Jika saham
itu ditahan sampai si pemilik meninggal, tidak ada pajak keuntungan modal
apapun yang harus dibayar. Jadi, bila ditimbang, pengembalian atas saham
biasa dikenakan pajak dengan tarif efektif yang lebih rendah daripada
pengembalian atas utang. Karena situasi pajak ini, Miller berpendapat bahwa
investor bersedia menerima pengembalian atas saham sebelum pajak yang
relatif rendah dibandingkan dengan pengembalian atas obligasi sebelum
pajak. Jadi, seperti yang dikemukakan Miller, dapat dikurangkannya bunga
untuk tujuan pajak menguntungkan penggunaan pembiayaan dengan utang,
tetapi perlakuan pajak yang lebih menguntungkan atas penghasilan dari saham
menurunkan tingkat pengembalian yang diisyaratkan pada saham dan dengan
demikian menguntungkan penggunaan pembelanjaan dengan ekuitas.
2) Efek Biaya Kebangkrutan
Menurut Brigham dan Houston (2001), masalah yang berkait kebangkrutan
semakin cenderung muncul apabila suatu perusahaan menyertakan lebih
banyak utang dalam struktur modalnya. Karena itu, biaya kebangkrutan
menghalangi perusahaan menggunakan utang yang berlebihan. Biaya yang
terkait dengan kebangkrutan mempunyai dua komponen: probabilitas
terjadinya dan biaya-biaya yang akan timbul bila kesulitan keuangan telah
muncul. Perusahaan yang labanya lebih labil, bila semua hal lain sama,
menghadapi peluang kebangkrutan yang lebih besar sehingga harus
menggunakan lebih sedikit utang daripada perusahaan yang stabil.23
3) Trade-Off Theory
Argumen-argumen terdahulu mengarah pada perkembangan yang disebut
dengan teori trade-off dari leverage, di mana perusahaan menyeimbangkan
manfaat dari pendanaan dengan utang (perlakuan pajak perseroan yang
menguntungkan) dengan suku bunga dan biaya kebangkrutan yang lebih
tinggi.24
4) Teori Pengisyaratan
Dalam bukunya yang berjudul Manajemen Keuangan, Brigham dan Houston
(2001) menyatakan bahwa MM mengasumsikan bahwa investor memiliki
informasi yang sama mengenai prospek perusahaan seperti yang dimiliki para
manajer, ini disebut kesamaan informasi (symmetric information). Akan
tetapi, dalam kenyataannya manajer mempunyai informasi yang lebih baik
daripada investor luar. Hal ini disebut ketidaksamaan informasi (asymmetric
information) dan ini sangat berpengaruh terhadap keputusan struktur modal
yang optimal.25
5. Faktor Penentu Struktur Modal
Menurut Moeljadi penentuan struktur modal perlu mempertimbangkan
beberapa hal, yang dapat dijelaskan dalam uraian berikut ini:26
24 Ibid., h.33
25 Ibid., h.35
a. Tujuan Perusahaan
Jika tujuan manajer adalah memaksimumkan kemakmuran/kekayaan para
pemegang saham, maka struktur modal yang optimal adalah yang dapat
memaksimumkan nilai pasar perusahaan. Sedangkan apabila tujuan para
manajer memaksimumkan keamanan pekerjaannya, maka struktur modal yang
optimal terletak pada leverage rata-rata perusahaan lain dalam satu industri.
b. Tingkat leverage perusahaan dalam satu industri
c. Kemampuan dana intern
Penentu utama dana intern adalah tingkat pertumbuhan pendapatan. Tingkat
pertumbuhan pendapatan yang tinggi memungkinkan manajemen memperoleh
dana yang lebih besar daripada laba ditahan yang akan mengurangi dana
pinjaman.
d. Pemusatan pemilikan dan pengendalian suara
Apabila saham yang ada dalam perusahaan hanya dimiliki oleh sejumlah kecil
pemilik, maka manajer akan segan untuk mengeluarkan saham baru.
e. Batas kredit
Usaha manajemen untuk menyesuaikan leverage dengan yang lain diinginkan
dipengaruhi oleh sikap kreditor terhadap perusahaan tersebut.
f. Ukuran Perusahaan
Suatu perusahaan yang berukuran besar lebih mudah memperoleh pinjaman
g. Pertumbuhan aktiva perusahaan
Pertumbuhan aktiva dapat dijadikan indikator bagi kesempatan
pengembangan perusahaan pada waktu yang akan datang, sebab dapat
memberikan gambaran bagi kebutuhan dana secara total dalam perusahaan
tersebut.
h. Stabilitas Earnings
Berhubung variabilitas earnings dapat menjadi ukuran risiko bisnis suatu
perusahaan, maka calon kreditor cenderung memberikan pinjaman kepada
perusahaan yang mempunyai earnings yang relatif stabil.
i. Biaya modal sendiri
Karena biaya modal sendiri (cost of equity) dapat merefleksikan harga saham,
maka turun naiknya harga saham akan menunjukkan harapan bagi equity
financing yang murah/mahal yang dapat mengakibatkan dept financing
menjadi kurang/lebih menarik. Perubahan harga saham akan mempunyai
hubungan yang negatif dengan rasio leverage
j. Biaya utang
Jika biaya utang kd > rentabilitas aktiva re, maka penambahan utang akan
membawa efek yang unfavourable bagi rentabilitas modal sendiri.
k. Tarif pajak
Karena pembayaran bunga merupakan tax-deductible bagi perusahaan, maka
demikian, tarif pajak dan rasio leverage dihipotesiskan mempunyai hubungan
yang positif.
l. Perkiraan tingkat inflasi
Perkiraan tingkat inflasi akan mempengaruhi permintaan dan penawaran dan.
Dalam keadaan inflasi yang tinggi, perusahaan lebih menyukai
debt-financiing.
m. Kemapuan dana sumber utang
Penawaran dana secara agregat terutama dipengaruhi oleh kebijakan
pemerintah. Berkurangnya ketersediaan dana ekstern mengakibatkan
debt-financing menjadi lebih mahal.
n. Kebiasaan umum di pasar modal
Kebiasaan yang kaku di pasar modal, misalnya investor yang hanya
menyenangi surat-surat berharga yang dikeluarkan oleh bank, perusahaan
asuransi, dan public utility, akan menyulitkan perusahaan untuk segera
mengubah struktur modalnya.
o. Struktur aktiva
Apabila komposisi aktiva suatu perusahaan bersifat capital-intensive, maka
yang diutamakan adalah equity-financing. Artinya, modal pinjaman hanya
merupakan pelengkap, terutama untuk memenuhi kebutuhan dana bagi modal
D. Manajemen Laba
1. Pengertian Manajemen Laba
Menurut Sri Sulistyanto secara umum manajemen laba didefinisikan sebagai
upaya menajer perusahaan untuk mengintervensi atau mempengaruhi
informasi-informasi dalam laporan keuangan dengan tujuan untuk mengelabui stakeholder yang
ingin mengetahui kinerja dan kondisi perusahaan. Istilah intervensi dipakai sebagai
dasar sebagian pihak untuk menilai manajemen laba sebagai kecurangan. Sementara
pihak lain tetap menganggap aktivitas rekayasa manajerial ini bukan sebagai
kecurangan. Alasannya, intervensi itu dilakukan manajer perusahaan dalam kerangka
standar akuntansi, yaitu masih menggunakan metode dan prosedur akuntansi yang
diterima dan diakui secara umum.27
Menurut Healy and Wahlen, manajemen laba terjadi ketika para manajer
menggunakan keputusan tertentu dalam laporan keuangan dan mengubah transaksi
untuk mengubah laporan keuangan sehingga menyesatkan stakeholder yang ingin
mengetahui kinerja ekonomi yang diperoleh perusahaan atau untuk mempengaruhi
hasil kontrak yang menggunakan angka-angka akuntansi yang dilaporakan dalam
laporan keuangan.28
2. Motivasi Manajemen Laba.
Secara umum terdapat beberapa hal yang memotivasi individu atau badan
usaha melakukan tindakan creative accounting atau manajemen laba, yaitu:29
a. Motivasi Bonus.
Dalam sebuah perjanjian bisnis, pemegang saham akan memberikan sejumlah
insentif dan bonus sebagai feedback atau evaluasi atas kinerja manajer dalam
menjalankan operasional perusahaan. Insentif ini diberikan dalam jumlah
relatif tetap dan rutin. Sementara, bonus yang relatif lebih besar nilainya
hanya akan diberikan ketika kinerja manajer berada di area pencapaian bonus
yang telah ditetapkan oleh pemegang saham. Kinerja manajer salah satunya
diukur dari pencapaian laba usaha. Pengukuran kinerja berdasarkan laba dan
skema bonus tersebut memotivasi para manajer untuk memberikan performa
terbaiknya sehingga tidak menutup peluang mereka melakukan tindakan
manajemen laba agar dapat menampilkan kinerja yang baik demi
mendapatkan bonus yang maksimal.
b. Motivasi Utang.
Selain melakukan kontrak bisnis dengan pemegang saham, untuk kepentingan
ekspansi perusahaan, manajer seringkali melakukan beberapa kontrak bisnis
dengan pihak ketiga, dalam hal ini adalah kreditor. Agar kreditor mau
menginvestasikan dananya di perusahaan, tentunya manajer harus
menunjukkan performa yang baik dari perusahaannya. Untuk memperoleh
hasil maksimal, yaitu pinjaman dalam jumlah besar, perilaku kreatif dari
manajer untuk menampilkan performa yang baik dari laporan keuangannya
pun seringkali muncul.
c. Motivasi Pajak.
Tindakan manajemen laba tidak hanya terjadi pada perusahaan go public dan
selalu untuk kepentingan harga saham, tetapi juga untuk kepentingan
perpajakan. Kepentingan ini didominasi oleh perusahaan yang belum go
public. Perusahaan yang belum go public cenderung melaporkan dan
menginginkan untuk menyajikan laporan laba fiskal yang lebih rendah dari
nilai yang sebenarnya. Kecenderungan ini memotivasi manajer untuk
bertindak kreatif melakukan tindakan manajemen laba agar seolah-olah laba
fiskal yang dilaporkan memang lebih rendah tanpa melanggar aturan dan
kebijakan akuntansi perpajakan.
d. Motivasi Initial Public Offering (IPO).
Motivasi ini banyak digunakan oleh perusahaan yang akan go public ataupun
sudah go public. Perusahaan yang akan go public akan melakukan penawaran
saham perdananya ke publik atau lebih dikenal dengan istilah Initial Public
Offering (IPO) untuk memperoleh tambahan modal usaha dari calon investor.
Begitupun dengan perusahaan yang sudah go public untuk kelanjutan dan
e. Motivasi Pergantian Direksi.
Praktik manajemen laba biasanya terjadi pada sekitar periode pergantian
direksi atau chief executive officer (CEO). Menjelang berakhirnya masa
jabatan, direksi cenderung bertindak kreatif dengan memaksimalkan laba agar
performa kerjanya tetap terlihat baik pada tahun terakhir ia menjabat.
Motivasi utama yang mendorong hal tersebut adalah untuk memperoleh bonus
yang maksimal pada akhir masa jabatannya.
f. Motivasi Politis.
Motivasi ini biasanya terjadi pada perusahaan besar yang bidang usahanya
banyak menyentuh masyarakat luas, seperti perusahaan-perusahaan strategis
semisal perminyakan, gas, listrik, dan air. Demi menjaga tetap mendapatkan
subsidi, perusahaan-perusahaan tersebut cenderung menjaga posisi
keuangannya dalam keadaan tertentu sehingga prestasi atau kinerjanya tidak
terlalu baik karena jika sudah baik, kemungkinan besar subsidi tidak lagi
diberikan.
Dari penjelasan di atas terdapat beberapa motivasi yang mendorong terjadinya
manajemen laba, namun yang sejalan dengan penelitian ini yaitu ditinjau dari
motivasi perpajakan (taxation motivations). Scott mengemukakan bahwa motivasi
penghematan pajak menjadi motivasi manajemen laba yang paling nyata. Namun
demikian, kewenangan pajak cenderung untuk memaksakan aturan akuntansi pajak
sendiri untuk menghitung pendapatan kena pajak. Seharusnya secara umum
manajer termotivasi melakukan manajemen laba untuk menurunkan laba demi
mengurangi beban pajak yang harus dibayar.30
3. Pola Manajemen Laba
Menurut Scott ada empat pola manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan
yaitu:31
1. Taking a bath
Manajemen laba dengan pola taking a bath biasanya dilakukan ketika
perusahaan melakukan reorganisasi termasuk saat pergantian CEO. Taking a
bath dilakukan dengan melaporkan rugi yang besar pada periode sekarang.
2. Income Minimization
Income minimization adalah pola manajemen laba yang serupa dengan taking
a bath namun dalam bentuk yang tidak terlalu ekstrim. Income minimization
dilakukan dengan memilih kebijakan yang dapat meminimalkan laba seperti
penghapusan beberapa aset dan intangible asset, beban pemasaran, dan beban
R&D.
3. Income Maximization
Manajer melakukan income maximization dengan tujuan untuk meningkatkan
laba perusahaan agar bisa mencapai bogey dalam skema bonus. Namun
30 William R. Scott, Financial Accounting Theory (Toronto Ontaria: Pearson, 2012), h.432-435 31 William R. Scott, Financial Accounting Theory, 3
rd edition (Prentice Hall: United States of
income maximization yang dilakukan akan berhenti ketika sudah mencapai
cap yang ada dalam skema bonus.
4. Income Smoothing
Income smoothing mungkin adalah pola yang paling menarik dalam
manajemen laba. Manajer akan melakukan income smoothing diantara bogey
dan cap. Skema bonus memberikan insentif bagi manajemen untuk
mempertahankan laba di antara bogey dan cap.
4. Teknik Manajemen Laba
Manajemen laba dapat dilakukan dengan tiga teknik yaitu:32
1) Perubahan metode akuntansi
Manajemen mengubah metode akuntansi yang berbeda dengan metode
sebelumnya sehingga dapat menaikkan atau menurunkan angka laba. Metode
akuntansi memberikan peluang bagi manajemen untuk mencatat suatu fakta tertentu
dengan cara yang berbeda, misalnya:
a) Mengubah metode depresiasi aktiva tetap dari metode jumlah angka tahun
(sum of the year digit) ke metode depresiasi garis lurus (straight line)
b) Mengubah periode depresiasi
2). Memainkan kebijakan perkiraaan akuntansi
Manajemen mempengaruhi laporan keuangan dengan cara memainkan kebijakan
perkiraan akuntansi. Hal tersebut memberikan peluang bagi manajemen untuk
melibatkan subyektifitas dalam menyusun estimasi, misalnya:
a) Kebijakan mengenai perkiraan jumlah piutang tidak tertagih
b) Kebijakan mengenai perkiraan biaya garansi
c) Kebijakan mengenai perkiraan terhadap proses pengadilan yang belum
terputuskan.
3). Menggeser periode biaya atau pendapatan
Manajemen menggeser periode biaya atau pendapatan atau sering disebut
manipulasi keputusan operasional, misalnya:
a) Mempercepat atau menunda pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan
sampai periode akuntansi berikutnya.
b) Mempercepat atau menunda pengeluaran promosi sampai periode berikutnya.
c) Kerjasama dengan vendor untuk mempercepat atau menunda pengiriman
tagihan sampai periode akuntansi berikutnya.
d) Menjual investasi sekuritas untuk memanipulasi tingkat laba.
5. Teknik Pendeteksian Manajemen Laba
Pada penelitian skripsi ini, manajemen laba dideteksi dengan menggunakan
discretionary accrual yang diukur menggunakan model yang dikembangkan oleh
Friedlan (1994).33 Secara umum penelitian tentang manajemen laba menggunakan
pengukuran berbasis akrual dalam mendeteksi ada tidaknya manipulasi. Salah satu
kelebihan dalam pendekatan total accrual adalah pendekatan tersebut berpotensi
untuk dapat mengungkapkan cara-cara untuk menurunkan atau menaikkan laba,
karena cara-cara tersebut kurang mendapat perhatian untuk diketahui pihak luar.
Total Accrual dalam perhitungan laba terdiri atas nondiscetionary dan discretionary
accrual, nondiscretionary accrual merupakan komponen akrual yang terjadi secara
alami atau wajar seiring dengan perubahan aktivitas perusahaan. Sedangkan
discretionary accrual merupakan komponen akrual yang berasal dari rekayasa
manajemen (earnings management).34 Sesuai penelitian yang dilakukan oleh
Gumanti (2000),35 umumnya poin awal dalam pengukuran discretionary accruals
adalah total accruals, dimana total accruals tersebut terdiri dari komponen non
discretionary accruals dan discretionary accruals. Selanjutnya model yang
dikembangkan Friedlan (1994) digunakan untuk mengukur discretionary accruals.
33Freidlan J. M. 1994. Accounting Choice of Issuers of Initial Public Offerings.
Contempo-rary Accounting Research 11 (1) (1994): 1-31.
34 Veronica dan Bachtiar, Y. S. Good Corporate Governance Information Asymetry and
Earnings Management. (Simposium Nasional Akuntansi VII. Denpasar, 2004)
35 Tatang Ari Gumanti. Earnings Management: Suatu Telaah Pustaka, Jurnal Akuntansi dan
Model pengukuran atas discretionary accruals pada penelitian ini dijelaskan dengan
formula sebagai berikut:
Keterangan :
TA = Total Accruals
NOI = Net Operating Income
CFO = Cash Flow Operting Activities.
Kemudian akan diukur nilai discretionary accruals dengan menggunakan
persamaan :
Keterangan :
DACpt = discretionary accrual periode tes
TApt = total accruals periode tes
SALEpt = penjualan periode tes
TApd = total accruals periode dasar
SALEpd = penjualan periode dasar
Didalam melakukan pendeteksian adanya manipulasi laba, pada umumnya
akan ditemukan dua jenis discretionary accruals, yaitu discretionary accruals negatif
TA = NOI - CFO
dan positif.36 discretionary accruals positif mencerminkan manipulasi yang
dilakukan manajer dengan pola income increasing, sedangkan negatif akan
menunjukkan manipulasi income decreasing, bentuk-bentuk discretionary accruals
tersebut disesuaikan dengan motivasi yang dilakukan oleh manajer.
E. Pajak Penghasilan
1. Pengertian Pajak Penghasilan
Pengertian Pajak penghasilan adalah, pajak yang dikenakan terhadap subyek
pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak atau dapat
pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak, apabila kewajiban
pajak subyektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak.37
Dasar hukum pajak penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2008 Tanggal 23 September 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 4893, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985) yang
merupakan perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tanggal
31 Desember 1983 Tentang PPh, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983
Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263.38
36 Saiful, “Hubungan manajemen laba (earnings management) dengan kinerja operasi dan return saham di sekitar IPO”. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia 7 (3, 2004). h.316-332.
37 Erly Suandy, Perpajakan, edisi kedua, cetakan kedua (Jakarta: Salemba Empat, 2010), h.81
2. Subjek Pajak Penghasilan
Secara umum pengertian subjek adalah siapa yang dikenakan pajak. Menurut
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang pajak
penghasilan, yang menjadi subjek pajak penghasilan adalah orang pribadi, warisan
yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak, badan dan
bentuk usaha tetap (BUT). Penjelasan dari masing-masing subjek pajak penghasilan
adalah sebagai berikut:39
a. Orang pribadi
Kedudukan orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau
berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia.
b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak
Dalam hal ini, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan
subjek pajak pengganti menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris.
Penunjukkan warisan tersebut dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan
yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan, demikian juga dengan
tindakan penagihan selanjutnya.
c. Badan
Pengertian Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang
meliputi, Perseroan Terbatas (PT), Perseroan Komanditer (CV), Badan Usaha Milik
Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, firma,
kongsi, koperasi, yayasan, lembaga, dana pensiun, bentuk usaha tetap dan bentuk
badan lainnya.
d. Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Yang dimaksud dengan BUT adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh
orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia
tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua
belas) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang
berupa:
1) Tempat kedudukan manajemen
2) Cabang perusahaan
3) Kantor perwakilan
4) Gedung kantor
5) Pabrik
7) Pertambangan dan penggalian sumber alam wilayah kerja pengeboran yang
digunakan untuk eksplorasi pertambangan.
8) Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan dan kehutanan
9) Proyeksi konstruksi instalasi atau proyek perakitan
10)Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas
11)Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak
berkedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung
risiko di Indonesia.
Sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-undang PPh, subjek pajak dalam
PPh terdiri dari subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Kedua jenis
subjek pajak tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Subjek pajak dalam negeri
Yang dimaksud subjek pajak dalam negeri adalah subjek pajak yang secara
fisik memang berada atau bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia. Hal ini
dapat dilihat dalam ketentuan berikut:
1) Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang
berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan.
2) Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
3) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang
b. Subjek pajak luar negeri
sedangkan yang menjadi subjek pajak luar negeri adalah:
1) Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, ataupun
berada di Indonesia namun tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12
bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia.
2) Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, ataupun
berada di Indonesia namun tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12
bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia
bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha
tetap di Indonesia.
3. Objek Pajak Penghasilan
Dalam peraturan perpajakan yang dimaksud dengan objek pajak yaitu sesuatu
yang dapa dikenakan pajak. Objek PPh adalah penghasilan. Pengertian penghasilan
menurut undang-undang PPh adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang