• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Teman Sebaya dan Sumber Informasi Terhadap Perilaku Seksual Pranikah pada Siswa SMA Negeri 2 Medan Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Teman Sebaya dan Sumber Informasi Terhadap Perilaku Seksual Pranikah pada Siswa SMA Negeri 2 Medan Tahun 2012"

Copied!
208
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH TEMAN SEBAYA DAN SUMBER INFORMASI TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA SISWA SMA NEGERI 2

MEDAN TAHUN 2012

TESIS

Oleh

YUFDEL 107032186/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENGARUH TEMAN SEBAYA DAN SUMBER INFORMASI TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA SISWA SMA NEGERI 2

MEDAN

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh YUFDEL 107032186/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : PENGARUH TEMAN SEBAYA DAN SUMBER INFORMASI TERHADAP PERILAKU

SEKSUAL PRANIKAH PADA SISWA SMA NEGERI 2 MEDAN TAHUN 2012

Nama Mahasiswa : Yufdel Nomor Induk Mahasiswa : 107032186

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes) (Asfriyati, S.K.M, M.Kes)

Ketua Anggota

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 21 Januari 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes Anggota : 1. Asfriyati, S.K.M, M.Kes

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH TEMAN SEBAYA DAN SUMBER INFORMASI TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA SISWA SMA NEGERI 2

MEDAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, April 2013

(6)

ABSTRAK

Perilaku seksual pranikah pada remaja semakin marak di belahan dunia, baik di negara maju maupun negara berkembang.

Jenis penelitian bersifat analitik observasional dengan desain cross sectional

yang bertujuan mengetahui pengaruh teman sebaya dan sumber informasi terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja. Penelitian dilakukan di SMA Negeri 2 Medan. Populasi adalah seluruh siswa-siswi kelas X dan XI berjumlah 785 orang, Sampel berjumlah 257 orang dengan kriteria pernah atau sedang pacaran, punya kelompok sebaya, mampu menggunakan internet, tidak introvert. Penarikan sampel dengan teknik systematic random sampling. Analisis data meliputi tahapan analisis univariat, analisis bivariat, dan analisis multivariat dengan uji regresi logistik ganda.

Hasil penelitian BkkbN tahun 2005-2006 menunjukkan remaja yang melakukan hubungan seks pranikah berat di Medan sebesar 52%.

Hasil penelitian menunjukkan siswa yang melakukan perilaku seksual berat sebesar 41,2%. Variabel yang berpengaruh terhadap perilaku seksual pranikah remaja di SMA Negeri 2 Medan yaitu kepemimpinan kelompok (p=0,046) dan media elektronik (p=0,001). Variabel yang paling berpengaruh terhadap perilaku seksual pranikah yaitu media elektronik dengan nilai koefisien = 1,286. Jika seorang siswa memiliki kepemimpinan dalam kelompok sebaya yang buruk dan terpapar berat sumber informasi seksual dari media elektronik memiliki probabilitas melakukan perilaku seksual pranikah berat sebesar 77,17%.

Disarankan kepada pihak sekolah SMA Negeri 2 Medan selalu mengawasi para siswa di sekolah baik di kelas, tempat-tempat sunyi di lingkungan sekolah untuk mencegah terjadinya perilaku seksual pranikah baik seks ringan maupun berat. Guru-guru disarankan melakukan razia rutin handphone siswa untuk mengetahui apakah mengandung materi pornografi atau tidak.

(7)

ABSTRACT

Premarital sexual behavior among adolescents is increasing throughout the world, both in developed and developing countries. The research of National Family Planning Board (NFPB) in 2005-2006 showed the adolescent with severe premarital sex in Medan was 52

This study was an observational analytic with cross sectional design and conducted in State Senior High School 2 in Medan. The population was students of X and XI class comprised 785 students, 257 of them were chosen by systematic random sampling as the samples with criteria that they are still dating, have a peer group, can use the internet. Data were analyzed with the stages of univariate, bivariate and multivariate by using multiple logistic regression.

%.

The results showed that students with severe premarital sexual behavior were as many as 41.2%.

It is suggested that the State Senior High School 2 of Medan always supervise the students in the school both in the classroom and school environment to prevent both mild and severe premarital sexual behavior. Teachers are advised to do regular inspection on student’s mobile phone to know whether or not it contains pornographic material.

The variables influenced premarital sexual behavior are the leadership of group (p = 0.046) and electronic media (p = 0.001) where the most influenced is electronic media with coefficient of B = 1.286. If the student have bad leadership in peer group and severely exposed to sexual information sources from the electronic media would have a probability to have severe premarital sexual behavior amounted to 77.17%.

(8)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena hanya dengan izin dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul: “Pengaruh Teman Sebaya dan Sumber Informasi Terhadap Perilaku Seksual Pranikah pada Siswa SMA Negeri 2 Medan Tahun 2012.”

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini masih terdapat kekurangan-kekurangan, namun demikian penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat terselesaikan dengan baik tanpa bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tidak terhingga kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(9)

6. Asfriyati, S.K.M, M.Kes, selaku Pembimbing Kedua yang selalu memberikan bimbingan dan arahan pada penulis dalam penyusunan tesis ini.

7. Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes dan dr. Yusniwarti Yusad, M.Si, selaku Tim Pembanding yang telah bersedia menguji guna penyempurnaan tesis ini.

8. Seluruh staf pengajar Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berarti selama penulis mengikuti pendidikan.

9. Ir. Zuraidah Nasution, M.Kes, selaku Direktur Politeknik Kementrian Kesehatan RI Medan yang telah memberikan izin tugas belajar.

10.Endang Susilawati, S.K.M, M.Kes, selaku Ketua Jurusan Keperawatan Politeknik Kementrian Kesehatan RI Medan yang memberikan dukungan.

11.Drs. M. Abdu Siregar, selaku Kepala SMA Negeri 2 Medan yang telah memberikan izin kepada peneliti melakukan penelitian.

12.Orang tua penulis (H. Syartuni Anwar dan Almh. Hj. Darnis, serta ibunda Dra. Hj. Salmi Abbas), juga saudara-saudaraku yang selalu mendukung penulis.

13.Suami tercinta (Ferdinand Hamzah Siregar, SKM) dan anak-anakku tersayang (Achmad Reza Pahlevi Siregar, Ibnu Ihza Mahendra Siregar, Fabian Alfarizi Siregar) yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini.

(10)

Akhirnya penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, April 2013 Penulis

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Yufdel lahir di Binjai pada tanggal 25 Juni 1964 menganut

agama Islam, merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari ayahanda H. Syartuni Anwar dan Ibunda Almh. Hj. Darnis.

Penulis telah menikah pada tahun 1992 dengan Ferdinand Hamzah Siregar, SKM, putra dari Bapak Alm. Bachrum Siregar dan Ibunda Lela Julaela, telah dikaruniai 3 orang putra Achmad Reza Pahlevi Siregar (Kelas 3 SMA), Ibnu Ihza Mahendra Siregar (Kelas 3 SMP), dan Fabian Alfarizi (Kelas I SMP).

Pendidikan yang pernah ditempuh mulai dari Sekolah Dasar Negeri No. 15 Binjai tamat tahun 1976, SMP Negeri I Binjai tamat tahun 1979-1980, SMA Negeri 1 Binjai tamat tahun 1983, memasuki Akademi Keperawatan Depkes RI Padang tamat tahun 1989. Kemudian pada tahun 2002, penulis melanjutkan pendidikan ke Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) Fakultas Kedokteran USU tamat tahun 2003, melanjutkan ke bidang ahli keperawatan Fakultas Kedokteran USU (Ners), selesai pada bulan Januari 2005. Pada tahun 2010, penulis menempuh pendidikan di Program Studi S-2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(12)

DAFTAR ISI

2.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perilaku Seksual Pranikah ... 25

2.4 Pengaruh Teman Sebaya terhadap Perilaku Seksual Pranikah ... 28

2.5 Pengaruh Sumber Informasi terhadap Perilaku Seksual Pranikah ... 38

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 58

3.6 Metode Pengukuran ... 60

3.7 Metode Analisis Data ... 63

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 65

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 65

(13)

4.3 Analisis Bivariat ... 82

4.4 Analisis Multivariat ... 85

BAB 5. PEMBAHASAN ... 89

5.1 Perilaku Seksual Pranikah Remaja di SMA Negeri 2 Medan ... 89

5.2 Pengaruh Teman Sebaya terhadap Perilaku Seksual Pranikah Remaja di SMA Negeri 2 Medan ... 98

5.3 Pengaruh Sumber Informasi terhadap Perilaku Seksual Pranikah Remaja di SMA Negeri 2 Medan ... 109

5.4 Keterbatasan Penelitian ... 116

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 117

6.1 Kesimpulan ... 117

6.2 Saran ... 118

DAFTAR PUSTAKA ... 121

(14)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

3.1 Besar Sampel di Setiap Kelas ... 50

3.2 Hasil Uji Validitas Variabel Pola Hubungan ... 52

3.3 Hasil Uji Validitas Variabel Konformitas ... 53

3.4 Hasil Uji Validitas Variabel Kepemimpinan ... 54

3.5 Hasil Uji Validitas Variabel Adaptasi ... 55

3.6 Hasil Uji Validitas Variabel Media Cetak ... 56

3.7 Hasil Uji Validitas Variabel Media Elektronik ... 56

3.8 Hasil Uji Validitas Variabel Perilaku Seksual Pranikah ... 57

3.9 Aspek Pengukuran Variabel Penelitian ... 63

4.1 Distribusi Jawaban Responden tentang Perilaku Seksual Pranikah di SMA Negeri 2 Medan Tahun 2012 ... 68

4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Perilaku Seksual Pranikah di SMA Negeri 2 Medan Tahun 2012... 69

4.3 Distribusi Karakteristik Responden di SMA Negeri 2 Medan... 70

4.4 Distribusi Jawaban Responden tentang Pola Hubungan Teman Sebaya di SMA Negeri 2 Medan Tahun 2012 ... 71

4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pola Hubungan di SMA Negeri 2 Medan Tahun 2012 ... 72

4.6 Distribusi Jawaban Responden tentang Konformitas di SMA Negeri 2 Medan Tahun 2012 ... 73

(15)

4.8 Distribusi Jawaban Responden tentang Kepemimpinan Kelompok

Dalam Teman Sebaya di SMA Negeri 2 Medan Tahun 2012 ... 75 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Kepemimpinan

Kelompok di SMA Negeri 2 Medan Tahun 2012 ... 76 4.10 Distribusi Jawaban Responden tentang Adaptasi Teman Sebaya

di SMA Negeri 2 Medan Tahun 2012 ... 77 4.11 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Adaptasi Teman

Sebaya di SMA Negeri 2 Medan Tahun 2012 ... 77 4.12 Distribusi Jawaban Responden tentang Media Cetak Sebagai

Sumber Informasi Seksual di SMA Negeri 2 Medan Tahun 2012 . 79 4.13 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Media Cetak di SMA

Negeri 2 Medan Tahun 2012 ... 80 4.14 Distribusi Jawaban Responden tentang Media Elektronik Sebagai

Sumber Informasi di SMA Negeri 2 Medan Tahun 2012 ... 81 4.15 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Media Elektronik

Sebagai Sumber Informasi di SMA Negeri 2 Medan Tahun 2012 . 81 4.16 Tabulasi Silang Pengaruh Teman Sebaya terhadap Perilaku

Seksual Pranikah di SMA Negeri 2 Medan Tahun 2012 ... 84 4.17 Tabulasi Silang Pengaruh Sumber Informasi terhadap Perilaku

Seksual Pranikah Remaja Putri di SMA Negeri 2 Medan Tahun

2012 ... 85 4.18 Pengaruh Kepemimpinan dan Media Elektronik terhadap Perilaku

(16)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian Sebelum Uji Validitas ... 126

2. Uji Coba Validitas Angket ... 133

3. Output Validitas dan Reliabilitas Angket ... 135

4. Kuesioner Penelitian Sesudah Uji Validitas ... 147

5. Master Data ... 153

6. Output SPSS Master Data ... 157

(18)

ABSTRAK

Perilaku seksual pranikah pada remaja semakin marak di belahan dunia, baik di negara maju maupun negara berkembang.

Jenis penelitian bersifat analitik observasional dengan desain cross sectional

yang bertujuan mengetahui pengaruh teman sebaya dan sumber informasi terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja. Penelitian dilakukan di SMA Negeri 2 Medan. Populasi adalah seluruh siswa-siswi kelas X dan XI berjumlah 785 orang, Sampel berjumlah 257 orang dengan kriteria pernah atau sedang pacaran, punya kelompok sebaya, mampu menggunakan internet, tidak introvert. Penarikan sampel dengan teknik systematic random sampling. Analisis data meliputi tahapan analisis univariat, analisis bivariat, dan analisis multivariat dengan uji regresi logistik ganda.

Hasil penelitian BkkbN tahun 2005-2006 menunjukkan remaja yang melakukan hubungan seks pranikah berat di Medan sebesar 52%.

Hasil penelitian menunjukkan siswa yang melakukan perilaku seksual berat sebesar 41,2%. Variabel yang berpengaruh terhadap perilaku seksual pranikah remaja di SMA Negeri 2 Medan yaitu kepemimpinan kelompok (p=0,046) dan media elektronik (p=0,001). Variabel yang paling berpengaruh terhadap perilaku seksual pranikah yaitu media elektronik dengan nilai koefisien = 1,286. Jika seorang siswa memiliki kepemimpinan dalam kelompok sebaya yang buruk dan terpapar berat sumber informasi seksual dari media elektronik memiliki probabilitas melakukan perilaku seksual pranikah berat sebesar 77,17%.

Disarankan kepada pihak sekolah SMA Negeri 2 Medan selalu mengawasi para siswa di sekolah baik di kelas, tempat-tempat sunyi di lingkungan sekolah untuk mencegah terjadinya perilaku seksual pranikah baik seks ringan maupun berat. Guru-guru disarankan melakukan razia rutin handphone siswa untuk mengetahui apakah mengandung materi pornografi atau tidak.

(19)

ABSTRACT

Premarital sexual behavior among adolescents is increasing throughout the world, both in developed and developing countries. The research of National Family Planning Board (NFPB) in 2005-2006 showed the adolescent with severe premarital sex in Medan was 52

This study was an observational analytic with cross sectional design and conducted in State Senior High School 2 in Medan. The population was students of X and XI class comprised 785 students, 257 of them were chosen by systematic random sampling as the samples with criteria that they are still dating, have a peer group, can use the internet. Data were analyzed with the stages of univariate, bivariate and multivariate by using multiple logistic regression.

%.

The results showed that students with severe premarital sexual behavior were as many as 41.2%.

It is suggested that the State Senior High School 2 of Medan always supervise the students in the school both in the classroom and school environment to prevent both mild and severe premarital sexual behavior. Teachers are advised to do regular inspection on student’s mobile phone to know whether or not it contains pornographic material.

The variables influenced premarital sexual behavior are the leadership of group (p = 0.046) and electronic media (p = 0.001) where the most influenced is electronic media with coefficient of B = 1.286. If the student have bad leadership in peer group and severely exposed to sexual information sources from the electronic media would have a probability to have severe premarital sexual behavior amounted to 77.17%.

(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Masa remaja ditandai dengan perubahan-perubahan fisik pubertas dan emosional yang kompleks, dramatis serta penyesuaian sosial yang penting untuk menjadi dewasa. Kondisi demikian membuat remaja belum memiliki kematangan mental oleh karena masih mencari-cari identitas atau jati dirinya sehingga sangat rentan terhadap berbagai pengaruh dalam lingkungan pergaulan termasuk dalam perilaku seksualnya (Sarwono, 2011).

Perilaku seksual menurut Sarwono (2011) adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan, bercumbu dan senggama. Objek seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri. Nevid, dkk. (1995) dalam Amalia (2007) mendefenisikan perilaku seksual sebagai semua jenis aktivitas fisik yang menggunakan tubuh untuk mengekspresikan perasaan erotis atau perasaan afeksi. Sedangkan perilaku seks pranikah sendiri adalah aktivitas seksual dengan pasangan sebelum menikah pada usia remaja.

(21)

terdapat peningkatan jumlah remaja yang berhubungan seks pranikah seperti di Inggris, Amerika Serikat, Kanada, dan Australia. Sekitar 17% remaja berhubungan seks pranikah sebelum usia 16 tahun dan ketika usia 19 tahun, tiga perempat remaja satu kali melakukan seks pranikah. Sedangkan di negara-negara Asia seperti Thailand, Cina, dan Rusia sekitar 135 remaja sudah melakukan hubungan seks pranikah pada umur 15-17 tahun.

Menurut Boyke (2009) dalam Harahap (2011) bahwa hasil survei dari 33 Provinsi di Indonesia pada tahun 2008 menunjukkan bahwa 63% remaja SMA pernah berhubungan seks. Angka ini naik dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya yaitu penelitian BKKBN tahun 2005-2006 di kota-kota besar seperti Jabotabek yaitu Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi (51%), Medan (52%), Bandung (47%), Surabaya (54%) dan Yogyakarta (37%) remaja mengaku melakukan hubungan seks sebelum menikah sehingga remaja rentan risiko gangguan kesehatan seperti penyakit HIV/AIDS (Human Immuno Virus /Acquired Immuno Deficiency Syndrome).

Hasil survei Sexual Behavior Survey tahun 2011 dalam BkkbN (2011) yang dilakukan di 5 kota besar yaitu Jabodetabek, Tangerang, Bekasi, Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya menunjukkan bahwa 39% responden sudah pernah berhubungan seksual saat masih ABG (Anak Baru Gede) usia 15-19 tahun, sisanya 61% berusia 20-25 tahun.

(22)

kota besar di Indonesia yang disurvei, 97% menyatakan pernah menonton film porno, sebanyak 93,7% menyatakan pernah melakukan ciuman, oral sex atau petting. Hasil yang lebih mengejutkan adalah bahwa 62,7% remaja SMP–SMA sudah tidak perawan/perjaka dan sebanyak 21,2% melakukan aborsi (SMP-SMA). Hasil penelitian yang lain menyatakan bahwa remaja SMP–SMA di Kota Yogyakarta yang sudah tidak perawan/perjaka mencapai 32% (Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat, 2011).

Hasil penelitian pada 398 siswa-siswi SMA di Kota Yogyakarta menyebutkan bahwa mayoritas remaja melakukan hubungan seksual pertama kali saat di bangku SMA yaitu pada usia antara 15-18 tahun. didapat 60% menyatakan bahwa perilaku seksual yang boleh dilakukan sebelum menikah adalah sebatas ciuman bibir sambil pelukan, aktivitas ciuman ini pada kalangan remaja tersebut dianggap sebagai sesuatu yang biasa/wajar namun bila tidak terkendali dapat mengarah kepada hubungan seksual yang menyebabkan kehamilan (Soetjiningsih, 2008).

(23)

beberapa survei dilakukan di luar negeri dan di Indonesia memperlihatkan kecenderungan yang tinggi dalam melakukan aktivitas seksual mereka (Bantarti, 2000).

Berdasarkan data BkkbN Propinsi Sumatera Utara, pada tahun 2007 rata-rata usia kawin pertama adalah 19,8 tahun, dan diharapkan pada tahun 2014 rata-rata usia kawin pertama menjadi 20 tahun. Penundaan usia perkawinan (PUP) adalah upaya untuk meningkatkan usia pada perkawinan pertama, sehingga pada saat perkawinan diharapkan mencapai usia minimal 20 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki (BkkbN Propinsi Sumatera Utara, 2011).

Berdasarkan hasil penelitian BkkbN bahwa remaja yang melakukan hubungan seks pranikah berat di Medan sebesar 52% (Sahrasad, 2010). Banyak remaja yang terjerumus dalam perilaku seksual yang tidak sehat disebabkan kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi sehat. Menurut Sarwono (2011), pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi masih sangat rendah dibuktikan 83,7% remaja kurang memahami kesehatan reproduksi dan hanya 3,6% yang tahu pentingnya kesehatan reproduksi. Begitu juga menurut Dadang (2008) dalam Harahap (2011) yang mengatakan bahwa terbatasnya pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi seringkali mengarah pada perilaku seksual yang tidak sehat, dan perilaku seksual yang tidak sehat disebabkan oleh banyak faktor.

(24)

pergaulan yang makin bebas, dan pergaulan teman sebaya. Faktor-faktor tersebut menjadi kompleks jika antara satu penyebab dan penyebab lainnya saling berkaitan.

Perilaku seksual remaja merupakan bentuk dari perilaku kesehatan yang dapat mengganggu kesehatan reproduksi remaja. Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2010) mengatakan bahwa pembentukan atau terjadinya perubahan perilaku pada hakekatnya adalah sama dengan proses belajar yang terkenal dengan teori Stimulus Organisme Respon (SOR). Teori ini mendasarkan pada asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung pada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme.

Berdasarkan teori Skiner di atas maka dalam penelitian ini perilaku seksual remaja disebabkan oleh adanya stimulus atau rangsangan dari teman sebaya dan sumber informasi dalam hal ini media massa yang terdiri dari media cetak dan media elektronik akan diterima dalam bentuk organisme (perhatian, pengertian, dan penerimaan) dan pada akhirnya akan membentuk atau merubah perilaku remaja dalam hal ini perilaku seksualnya. Jadi, variabel teman sebaya dan sumber informasi baik media cetak maupun media elektronik dapat memengaruhi remaja dalam mengekspresikan perilaku seksual pranikah. Beberapa pendapat dan hasil penelitian tentang pengaruh teman sebaya dan sumber informasi dapat dilihat berikut ini.

(25)

anak menjadi jauh sehingga anak berpaling ke sumber-sumber lain yang tidak akurat khususnya teman sebaya (Sarwono, 2011).

Menurut Dariyo (2004) dalam Hidayah (2010) perubahan secara seksual yang terjadi pada remaja diantaranya timbul proses perkembangan dan kematangan organ reproduksi. Kematangan organ reproduksi tersebut mendorong remaja melakukan hubungan sosial baik dengan teman sejenis maupun dengan lawan jenis. Dalam melakukan hubungan sosial dengan lawan jenis, remaja berupaya mengembangkan diri melalui pergaulan dengan membentuk teman sebaya (peer group).

Teman sebaya (peer group) adalah suatu kelompok yang anggotanya mempunyai persamaan usia, status sosial, dan minat untuk mengembangkan hubungan dengan anggota dan untuk menemukan kecocokan antar anggota dalam kelompok (Santosa, 2009). Menurut Dariyo (2004) interaksi antara teman sebaya pada remaja yang berlainan jenis mendorong remaja untuk melakukan pergaulan yang tidak terkendali dalam hal ini pergaulan bebas. Pergaulan bebas pada remaja terjadi karena adanya tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual. Dorongan hasrat seksual tersebut menyebabkan terjadinya perilaku seksual di luar nikah (Hidayah, 2010).

(26)

Salah satu indikator dalam teman sebaya yang dapat merubah perilaku remaja yaitu adanya konformitas dalam kelompok. Seperti terlihat dari hasil penelitian Sukmawati (2010) pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Purwokerto bahwa tingkat konformitas pada kelompok teman sebaya dalam kategori sedang atau rata-rata (84,8%) yang mengindikasikan bahwa adanya konformitas dalam kelompok teman sebaya akan memengaruhi melakukan aktivitas clubbing yang dapat menjurus pada perilaku seks bebas.

Selanjutnya, globalisasi informasi membawa dampak yang besar bagi remaja. Besarnya rasa keingintahuan remaja mengenai reproduksi mendorong remaja untuk mencari informasi dari berbagai sumber seperti dari media massa, teman sebaya, orang tua dan sekolah (Astuti, 2011). Berkaitan dengan paparan media massa, hasil penelitian Lembaga Peduli Remaja Kriya Mandiri (LPRKM) Surakarta (2009) menunjukkan bahwa media online menjadi tempat terbanyak yang dijadikan sarana untuk mengetahui informasi mengenai seksualitas. Dari jumlah responden 352 remaja yang masih berstatus pelajar SMA di Surakarta, sebesar 56% menyatakan media

online menjadi sarana untuk mengetahui informasi tentang seks, kemudian terbanyak kedua adalah teman sebaya sebesar 15%, diikuti orang tua 12%, guru 9%, serta organisasi remaja dan lainnya masing-masing sebesar 4% (Sosiawan, 2010).

(27)

materi pornografi dari berbagai sumber seperti VCD/DVD, dan situs-situs porno (Suyatno, 2011) Dengan mendapatkan materi pornografi sejak masih SD maka akan berpengaruh terhadap perilaku seksual pada masa remajanya kelak.

Beberapa kajian menunjukkan bahwa remaja sangat membutuhkan informasi mengenai persoalan seksual dan kesehatan reproduksi. Remaja seringkali memperoleh sumber informasi yang tidak akurat mengenai seksual dari teman-teman sebayanya atau dari media massa, bukan dari petugas kesehatan, guru atau orang tua (Darmasih, 2009).

Menurut Rohmawati (2008) dalam Darmasih (2009), bahwa faktor lain yang memengaruhi perilaku seksual pada remaja adalah paparan media massa, baik cetak (koran, majalah, buku-buku porno) maupun elektronik (TV, VCD, Internet, mempunyai pengaruh secara langsung maupun tidak langsung pada remaja untuk melakukan hubungan seksual pranikah.

Penelitian Nursal (2008) mendapatkan hasil bahwa responden yang terpapar media elektronik mempunyai peluang 3,06 kali untuk berperilaku seksual berisiko berat dibandingkan dengan responden yang tidak terpapar dengan media elektronik, sedangkan responden yang terpapar media cetak mempunyai peluang 4,44 kali untuk berperilaku seksual berisiko berat dibanding tidak terpapar dengan media cetak.

(28)

meningkat, maka penting untuk mengetahui seberapa besar pengaruh teman sebaya dan sumber informasi (media cetak dan media internet) terhadap perilaku seks pranikah pada remaja.

Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan di SMA Negeri 2 Medan terlihat bahwa beberapa siswa sepulang sekolah bersama dengan teman-teman sebayanya singgah ke warnet yang tidak jauh lokasinya dari sekolah, dan beberapa siswa bermain internet pada jam belajar secara berkelompok yang terdiri antara 3-5 orang. Saat ditanya, kecenderungan remaja di warnet lebih banyak waktunya bermain mencari hiburan (bermain game online, membuka situs-situs khusus untuk orang dewasa, dan lain-lain) dibandingkan mencari informasi berkaitan dengan pelajaran yang diberikan guru. Dan ketika ditanya tentang pergaulan kelompok (geng), mereka menjawab dengan adanya kelompok mereka lebih mempunyai keeratan dalam berteman.

(29)

dipengaruhi oleh teman sebaya (28%) dan sumber informasi media cetak (35%), serta 24% terpapar informasi media elektronik.

Dari penelitian Lembaga Peduli Remaja Kriya Mandiri (LPRKM) Surakarta (2009) menunjukkan bahwa tempat terbanyak yang dijadikan sarana untuk mengetahui informasi tentang seks adalah dari sumber informasi media dan teman sebaya. Begitu juga bagi remaja SMAN 2 Medan yang telah melakukan perilaku seksual pranikah, karena besarnya rasa keingintahuan remaja mengenai seksualitas sehingga remaja seringkali memperoleh sumber informasi yang tidak akurat mengenai seksual dari teman-teman sebayanya dan dari informasi media (cetak dan elektronik).

Sudah sangat mengkhawatirkan perilaku seksual pranikah di kalangan remaja SMA Negeri 2 Medan yang ditemukan dapat berdampak terjadinya risiko kehamilan tidak diinginkan (KTD), aborsi dan penularan penyakit HIV/AIDS yang tidak diinginkan oleh para orang tua dan guru di lingkungan sekolah. Meningkatnya perilaku seksual pranikah pada remaja akibat adanya pergeseran sikap yang lebih permisif sehingga akan mudah dipengaruhi oleh teman sebayanya dan rangsangan dari sumber informasi media (cetak dan elektronik).

(30)

Sebaya dan Sumber Informasi terhadap Perilaku Seksual Pranikah pada Siswa SMA Negeri 2 Medan.”

1.2 Permasalahan

Melihat beberapa variabel yang diduga berpengaruh terhadap perilaku seksual pranikah maka permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh teman sebaya dan sumber informasi terhadap perilaku seksual pranikah pada siswa SMA Negeri 2 Medan.

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis pengaruh teman sebaya dan sumber informasi terhadap perilaku seksual pranikah pada siswa SMA Negeri 2 Medan.

1.4 Hipotesis

Ada pengaruh teman sebaya dan sumber informasi terhadap perilaku seksual pranikah pada siswa SMA Negeri 2 Medan.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi guru dan Kepala Sekolah SMA Negeri 2 Medan dalam memberikan pendidikan kesehatan pada siswa tentang bahaya perilaku seksual pranikah.

(31)

3. Sebagai bahan masukan bagi siswa untuk pencegahan perilaku seksual yang tidak sehat, seks pranikah, kehamilan yang tidak diinginkan, dan mencegah terjadinya aborsi.

(32)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku Seksual Pranikah

Perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis yang dilakukan sebelum menikah. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bisa bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama. Objek seksualnya bisa berupa orang lain orang dalam khayalan atau diri sendiri (Sarwono, 2011).

Definisi lain mengatakan bahwa perilaku seksual ialah perilaku yang melibatkan sentuhan secara fisik anggota badan antara pria dan wanita, atau sesama jenis kelamin yang telah mencapai pada tahap hubungan intim, yang biasanya dilakukan oleh pasangan suami istri. Sedangkan perilaku seks pranikah merupakan perilaku seks yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing individu (Dianawati, 2006).

Perilaku seksual sering ditanggapi sebagai hal yang berkonotasi negatif, padahal perilaku seksual ini sangat luas sifatnya. Perilaku seksual merupakan perilaku yang bertujuan untuk menarik perhatian lawan jenis. Contohnya dari berdandan,

(33)

mendapatkan kesenangan organ kelamin atau seksual melalui berbagai perilaku. Contoh perilakunya adalah berfantasi, masturbasi, cium pipi, cium bibir, petting

(menggesekkan alat kelamin), berhubungan intim, dan lain-lain (Kusmiran, 2011). 2.1.1 Pola Perilaku Seksual Pranikah

Perkembangan perilaku seksual dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain perkembangan psikis, fisik, proses belajar dan sosiokultural. Berdasarkan faktor tersebut maka aktivitas seksual remaja amat erat kaitannya dengan faktor-faktor tersebut. Beberapa aktivitas seksual yang sering dijumpai pada remaja yaitu sentuhan seksual, membangkitkan gairah seksual, seks oral, seks anal, masturbasi dan hubungan heteroseksual (Soetjiningsih, 2004).

1. Masturbasi

(34)

2. Percumbuan, seks oral dan seks anal

Pola perilaku seksual ini tidak saja dilakukan oleh pasangan suami istri, tetapi juga telah dilakukan oleh sebagian dari remaja. Penelitian yang dilakukan pada tahun 1995 terhadap remaja yang berumur antara 15-19 tahun di Amerika Serikat menunjukkan hasil sebagai berikut :

a. 55% remaja telah melakukan hubungan seksual.

b. 53% remaja telah mengalami masturbasi yang dilakukan oleh perempuan baik remaja maupun perempuan dewasa.

c. 49% remaja mengalami seks oral d. 39% remaja melakukan seks oral

e. 11% remaja sering mengalami seks anal 3. Hubungan seksual

Pada masa remaja ternyata tidak sedikit para remaja yang melakukan hubungan seksual. Di Amerika Serikat, hubungan seksual yang dilakukan oleh para remaja ternyata mengalami peningkatan sekitar 1% per tahunnya. Empat puluh persen dari remaja perempuan hamil sebelum tamat sekolah menengah, 50% diantaranya melakukan aborsi dan sisanya melahirkan bayinya. Dampak lain yang perlu diwaspadai ialah bahaya penularan penyakit kelamin terutama HIV/AIDS yang sudah menyebar ke seluruh dunia.

(35)

Hayes, 1987). Dibandingkan para remaja perempuan, para remaja laki-laki juga cenderung menyatakan hubungan seksual mereka sebagai pengalaman yang menyenangkan. Para remaja Afrika Amerika cenderung memiliki jadwal yang ketat untuk perilaku seksualnya dibandingkan kelompok lain, sementara itu remaja Asia Amerika cenderung memiliki jadwal yang lebih ketat (Santrock, 2007).

Hasil Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKKRI) tahun 2002-2003 menunjukkan bahwa umumnya remaja laki-laki lebih menyetujui dan menerima hubungan seksual pranikah dibandingkan dengan remaja perempuan. Enam dari 10 remaja laki-laki menyatakan bahwa hubungan seksual pranikah dapat diterima jika dilakukan atas dasar suka sama suka, keduanya saling mencintai, atau keduanya merencanakan untuk menikah. Yang lebih mengkhawatirkan adalah untuk semua alasan yang diberikan dalam survei, remaja laki-laki lebih muda (15-19 tahun) lebih menyetujui hubungan seksual pranikah dibandingkan dengan remaja laki-laki usia lebih tua (20-24 tahun). Dalam hal keperawanan, hampir semua laki-laki dan perempuan (masing-masing 98%) menyatakan penting bagi seorang perempuan untuk mempertahankan keperawanannya (Pinem, 2009).

(36)

2) meraba atau mencium bagian-bagian sensitif seperti payudara, alat kelamin; 3) menempelkan alat kelamin, 4) oral seks, 5) berhubungan seksual (senggama).

2.1.2 Dampak Perilaku Seksual Pranikah pada Remaja

Menurut Sarwono (2011), perilaku seksual pranikah dapat menimbulkan berbagai dampak negatif pada remaja sebagai berikut :

1. Dampak fisik yaitu terjadinya kehamilan pada saat reproduksi belum siap, berkembangnya penyakit menular seksual (PMS) dan HIV/AIDS.

2. Dampak psikologis dari perilaku seksual pranikah pada remaja yaitu perasaan marah, takut, cemas, depresi, rendah diri, bersalah dan berdosa.

3. Dampak fisiologis dari perilaku seksual pranikah tersebut yaitu dapat menimbulkan kehamilan tidak diinginkan dan aborsi.

4. Dampak sosial yang timbul akibat perilaku seksual pranikah antara lain dikucilkan, putus sekolah, perubahan peran menjadi ibu, tekanan masyarakat yang menolak dan mencela.

2.2 Remaja

Istilah asing yang sering digunakan untuk menunjukkan masa remaja menurut Gunarsa dan Gunarsa (1991) antara lain: (A) puberteit, puberty dan (b) adolescence.

Istilah puberty (bahasa Inggris) berasal dari istilah Latin, pubertas yang berarti kelaki-lakian, kedewasaan yang dilandasi oleh sifat dan tanda-tanda kelaki-lakian.

(37)

tumbuhnya rambut pada daerah kemaluan. Lebih lanjut Santrock (1998) mendefenisikan pubertas sebagai masa pertumbuhan tulang-tulang dan kematangan seksual yang terjadi pada masa awal remaja (Dariyo, 2004).

Menurut Pieter dan Lubis (2010) kata remaja berasal dari bahasa Latin

adolescentia yang berarti remaja yang mengalami kematangan fisik, emosi, mental dan sosial. Piaget dalam Hurlock (2003) mengatakan bahwa masa remaja ialah masa berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana individu tidak lagi merasa di bawah tingkatan orang dewasa akan tetapi sudah dalam tingkatan yang sama.

Dengan mempertimbangkan konteks sosio-historis, Santrock (2007) mendefe-nisikan masa remaja (Adolescence) sebagai periode transisi perkembangan anak masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional.

(38)

2.2.1 Tahapan Perkembangan Masa Remaja

Suatu analisis yang cermat mengenai semua aspek perkembangan dalam masa remaja yang secara global berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun, dengan pembagian, masa remaja awal: umur 12-15 tahun, masa remaja pertengahan: 15-18 tahun, dan masa remaja akhir: 18-21 tahun (Monks, 2006).

The Health Resources and Service Administrations Guidelines Amerika Serikat, rentang usia remaja adalah 11-21 tahun dan terbagi menjadi tiga tahap yaitu remaja awal (11-14 tahun) remaja menengah (15-17 tahun), dan remaja akhir (18-21 tahun) (Kusmiran, 2011).

Pinem (2009) juga membagi perkembangan masa remaja menjadi tiga tahap dalam rentang usia 10-19 tahun yaitu:

1. Masa remaja awal; (10-12 tahun) dengan ciri khas antara lain: ingin bebas, lebih dekat dengan teman sebaya, mulai berpikir abstrak dan lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya.

2. Masa remaja tengah (13-15 tahun) dengan ciri khas antara lain: mencari identitas diri, timbul keinginan untuk berkencan, berkhayal tentang aktivitas seksual, mempunyai rasa cinta yang mendalam.

(39)

2.2.2 Ciri Umum Masa Remaja

Menurut Pieter dan Lubis (2010), ciri umum pada masa remaja adalah sebagai berikut :

1. Sebagai periode peralihan

Peralihan berarti terputus atau berubah dari apa yang pernah terjadi sebelumnya. Peralihan adalah proses perkembangan dari satu tahap ke tahap berikutnya. Apa yang tertinggal pada satu tahap akan memberikan dampak di masa akan datang. Osterrieth (1982) dalam Pieter dan Lubis (2010) mengatakan bahwa struktur psikis dari remaja ialah kelanjutan dari perkembangan masa pubertas.

2. Periode mencari identitas diri

Pada masa ini, remaja tidak puas lagi untuk sama dengan teman-temannya. Remaja selalu mencari identitas diri guna menjelaskan siapa dirinya, apa peranannya, apakah dia masih kanak-kanak atau telah menjadi orang dewasa, apakah siap menjadi suami atau istri, apakah percaya diri dengan latar belakang berbeda. Persepsi identitas diri remaja berkembang secara perlahan melalui pengulangan identifikasi saat masa kanak-kanak. Nilai dan standar moral orang tua akan dikombinasi dengan nilai dan standar moral menjadi nilai dan standar baru.

(40)

dan sekaligus mempertahankan hubungan sosial. Manakala pandangan orang tua berbeda dengan pandangan teman-teman sebaya atau figur tokoh ideal, memungkinkan timbulnya konflik. Konflik bisa membuat bingung peran (role confusion). Namun biasanya remaja akan mencoba mereduksi konflik peran secara bergantian, terutama jika mereka menghadapi kesulitan. Remaja akan mensintesiskan ke dalam berbagai peran dan membentuk satu identitas diri yang bisa diterimanya secara personal oleh kelompoknya. Konsep dasar seperti ini membuat remaja selalu bereksperimen dalam menjalankan peran sesuai waktu dan situasi.

2.2.3 Proses Perubahan pada Masa Remaja

Pada masa remaja perubahan-perubahan besar terjadi dalam kedua aspek tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa ciri umum yang menonjol pada masa remaja adalah berlangsungnya perubahan itu sendiri, yang dalam interaksinya dengan lingkungan sosial membawa berbagai dampak pada perilaku remaja. Secara ringkas, Lerner dan Hultsch (1983) dalam Agustiani (2006), proses perubahan tersebut dan interaksi antara beberapa aspek yang berubah selama masa remaja bisa diuraikan seperti berikut ini:

1. Perubahan fisik

(41)

membawa perubahan dalam ciri-ciri seks primer dan memunculkan ciri-ciri seks sekunder. Gejala ini memberi isyarat bahwa fungsi reproduksi atau kemampuan untuk menghasilkan keturunan sudah mulai bekerja. Seiring dengan itu, berlangsung pula pertumbuhan yang pesat pada tubuh dan anggota-anggota tubuh untuk mencapai proporsi seperti orang dewasa. Seorang individu lalu mulai terlihat berbeda, dan sebagai konsekuensi dari hormon yang baru, dia sendiri mulai merasa adanya perbedaan.

2. Perubahan emosionalitas

(42)

3. Perubahan kognitif

Semua perubahan fisik yang membawa implikasi perubahan emosional makin dirumitkan oleh fakta bahwa individu juga sedang mengalami perubahan kognitif. Perubahan dalam kemampuan berpikir ini diungkapkan oleh Piaget (1972) sebagai tahap terakhir yang disebut sebagai tahap formal operation dalam perkembangan kognitifnya. Dalam tahapan yang bermula pada umur 11 atau 12 tahun ini, remaja tidak lagi terikat pada realitas fisik yang konkrit dari apa yang ada, remaja mulai mampu berhadapan dengan aspek-aspek yang hipotetis dan abstrak dari realitas. Kemampuan-kemampuan berpikir yang baru ini memungkinkan individu untuk berpikir secara abstrak, dan hipotetis yang pada gilirannya kemudian memberikan peluang bagi individu untuk mengimajinasikan kemungkinan lain untuk segala hal.

2.2.4 Fase Perkembangan Perilaku Seksual Remaja

Menurut Soetjiningsih (2004), perkembangan fisik termasuk organ seksual serta peningkatan kadar hormon reproduksi atau hormon seks baik pada anak laki-laki maupun pada anak perempuan akan menyebabkan perubahan perilaku seksual remaja secara keseluruhan. Perkembangan seksual tersebut sesuai dengan beberapa fase mulai praremaja, remaja awal, remaja menengah, sampai pada remaja akhir.

1. Pra remaja

(43)

tersebut ialah indikator biologis yang berdasarkan jenis kromosom, bentuk gonad dan kadar hormon. Ciri-ciri perkembangan seksual pada masa ini antara lain perkembangan fisik yang masih tidak banyak berbeda dengan sebelumnya. Pada masa praremaja ini mereka sudah mulai senang mencari tahu informasi tentang seks dan mitos seks baik dari teman sekolah, keluarga atau dari sumber lainnya. Penampilan fisik dan mental secara seksual tidak banyak memberikan kesan yang berarti.

2. Remaja awal

Merupakan tahap awal (permulaan), remaja sudah mulai tampak ada perubahan fisik yaitu fisik sudah mulai matang dan berkembang. Pada masa ini mereka sudah mulai mencoba melakukan onani (masturbasi) karena telah seringkali terangsang secara seksual akibat pematangan yang dialami. Rangsangan ini diakibatkan oleh faktor internal yaitu meningkatnya kadar testosterone pada laki-laki dan estrogen pada remaja perempuan. Sebagian dari mereka amat menikmati apa yang mereka rasakan, tetapi ternyata sebagian dari mereka justru selama atau sesudah merasakan kenikmatan tersebut kemudian merasa kecewa dan merasa berdosa.

3. Remaja menengah

(44)

mempergunakan kesempatan untuk melakukan sentuhan fisik. Namun demikian, perilaku seksual mereka masih secara alamiah. Mereka tidak jarang melakukan pertemuan untuk bercumbu bahkan kadang-kadang mereka mencari kesempatan untuk melakukan hubungan seksual. Sebagian besar dari mereka mempunyai sikap yang tidak mau bertanggungjawab terhadap perilaku seksual yang mereka lakukan.

4. Remaja akhir

Pada masa remaja akhir, remaja sudah mengalami perkembangan fisik secara penuh, sudah seperti orang dewasa. Mereka telah mempunyai perilaku seksual yang sudah jelas dan mereka sudah mulai mengembangkannya dalam bentuk pacaran.

2.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Seksual Pranikah

Menurut Soetjiningsih (2004), hubungan seksual yang pertama dialami oleh remaja dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu :

1. Waktu/saat mengalami pubertas. Saat itu mereka tidak pernah memahami tentang apa yang akan dialaminya.

2. Kontrol sosial kurang tepat yaitu terlalu ketat atau terlalu longgar.

3. Frekuensi pertemuan dengan pacarnya. Mereka mempunyai kesempatan untuk melakukan pertemuan yang makin sering tanpa kontrol yang baik sehingga hubungan akan makin mendalam.

(45)

5. Kondisi keluarga yang tidak memungkinkan untuk mendidik anak-anak untuk memasuki masa remaja dengan baik.

6. Kurangnya kontrol dari orang tua. Orang tua terlalu sibuk sehingga perhatian terhadap anak kurang baik.

7. Status ekonomi. Mereka yang hidup dengan fasilitas berkecukupan akan mudah melakukan pesiar ke tempat-tempat rawan yang memungkinkan adanya kesempatan melakukan hubungan seksual. Sebaliknya kelompok yang ekonomi lemah tetapi banyak kebutuhan/tuntutan, mereka mencari kesempatan untuk memanfaatkan dorongan seksnya demi mendapatkan sesuatu.

8. Korban pelecehan seksual yang berhubungan dengan fasilitas antara lain sering mempergunakan kesempatan yang rawan misalnya pergi ke tempat-tempat sepi. 9. Tekanan dari teman sebaya. Kelompok sebaya kadang-kadang saling ingin

menunjukkan penampilan diri yang salah untuk menunjukkan kematangannya, misal mereka ingin menunjukkan bahwa mereka sudah mampu membujuk seorang perempuan untuk melayani kepuasan seksualnya.

10.Pengaruh media massa yang menampilkan perilaku seks bebas. Informasi seksual dari media cetak seperti gambar dan cerita menjurus porno di majalah, koran. Sedangkan informasi pornografi media elektronik seperti menonton film porno, melihat gambar porno, dan cerita-cerita porno di internet, menonton film di VCD/ DVD, melalui hand phone.

(46)

12.Mereka kehilangan kontrol sebab tidak tahu akan batas-batasnya mana yang boleh dan mana yang tidak boleh.

13.Mereka merasa sudah saatnya untuk melakukan aktivitas seksual sebab sudah merasa matang secara fisik.

14.Adanya keinginan untuk menunjukkan cinta pada pacarnya. 15.Penerimaan aktivitas seksual pacarnya.

16.Sekedar menunjukkan kegagahan dan kemampuan fisiknya.

17.Terjadi peningkatan rangsangan seksual akibat peningkatan kadar hormon reproduksi/seksual.

Dari faktor-faktor yang memengaruhi remaja melakukan perilaku seksual pranikah di atas, terdapat pengaruh teman sebaya dan media massa sebagai sumber informasi seksual. Hal ini sesuai dengan hasil beberapa penelitian terdahulu yang membuktikan bahwa adanya pengaruh variabel teman sebaya dan sumber informasi seksual terhadap perilaku seksual pranikah.

Penelitian Suharsa (2006) meneliti interaksi teman sebaya dengan perilaku seksual siswa SMA di Kabupaten Pandeglang menunjukkan bahwa responden yang aktif berinteraksi dengan teman sebaya berpeluang melakukan perilaku seksual pranikah 7 kali lebih tinggi dibandingkan responden yang tidak aktif berinteraksi dengan teman sebayanya.

(47)

sedangkan responden yang terpapar media cetak mempunyai peluang 4,44 kali untuk berperilaku seksual berisiko berat dibanding tidak terpapar dengan media cetak.

2.4 Pengaruh Teman Sebaya terhadap Perilaku Seksual Pranikah

Teman sebaya adalah orang dengan tingkat umur dan kedewasaan yang kira-kira sama. Dalam pembentukan kelompok teman sebaya selain diperhatikan persamaan usia, para remaja juga memperhatikan persamaan-persamaan lainnya, seperti hobi, status sosial, ekonomi, latar belakang keluarga, persamaan sekolah, tempat tinggal, agama dan juga ras (Ghozaly, 2011).

Dalam perkembangan sosial remaja maka remaja mulai memisahkan diri dari orang tua dan mulai memperluas hubungan dengan teman sebaya. Pada umumnya remaja menjadi anggota kelompok usia sebaya (peer group). Kelompok sebaya menjadi begitu berarti dan sangat berpengaruh dalam kehidupan sosial remaja. Kelompok sebaya juga merupakan wadah untuk belajar kecakapan-kecakapan sosial, karena melalui kelompok remaja dapat mengambil berbagai peran. Di dalam kelompok sebaya, remaja menjadi sangat bergantung kepada teman sebagai sumber kesenangannya dan keterikatannya dengan teman sebaya begitu kuat. Kecenderungan keterikatan (kohesi) dalam kelompok tersebut akan bertambah dengan meningkatnya frekuensi interaksi di antara anggota-anggotanya (Soetjiningsih, 2004).

(48)

sebaya ia merumuskan dan memperbaiki konsep dirinya, di sinilah ia dinilai oleh orang lain yang sejajar dengan dirinya dan yang tidak dapat memaksakan sanksi-sanksi dunia dewasa yang justru ingin dihindari. Kelompok sebaya memberikan sebuah dunia tempat remaja melakukan sosialisasi dalam suasana dimana nilai-nilai yang berlaku bukanlah nilai-nilai yang ditetapkan oleh orang dewasa melainkan oleh teman-teman sebayanya. Jadi, dalam kelompok sebaya ini remaja memperoleh dukungan untuk memperjuangkan emansipasi dan di situ pula ia dapat menemukan dunia yang memungkinkannya bertindak sebagai pemimpin apabila ia mampu melakukannya.

Dalam kelompok sebaya (peer group), individu merasakan adanya kesamaan satu dengan yang lain, seperti di bidang usia, kebutuhan, dan tujuan yang dapat memperkuat kelompok itu. Dalam kelompok sebaya tidak dipentingkan adanya struktur organisasi, namun di antara anggota kelompok merasakan adanya tanggungjawab atas keberhasilan dan kegagalan kelompoknya. Dalam kelompok sebaya, individu merasa menemukan dirinya (pribadi) serta dapat mengembangkan rasa sosialnya sejalan dengan perkembangan kepribadiannya. Dalam teman sebaya pengaruh pola hubungan, konformitas, kepemimpinan kelompok, adaptasi sangat besar terhadap remaja (Santosa, 2009).

(49)

1. Adanya perkembangan proses sosialisasi

Pada usia remaja (usia anak SMP dan SMA), individu mengalami proses sosialisasi. Ketika sedang belajar mereka memperoleh kemantapan sosial untuk mempersiapkan diri menjadi orang dewasa. Dengan demikian, individu mencari kelompok yang sesuai dengan keinginannya bisa saling berinteraksi satu sama lain dan merasa diterima dalam kelompok.

2. Kebutuhan untuk menerima penghargaan

Secara psikologis, individu butuh penghargaan dari orang lain agar mendapat kepuasan dari apa yang telah dicapainya. Oleh karena itu, individu bergabung dengan teman sebayanya yang mempunyai kebutuhan psikologis yang sama yaitu ingin dihargai. Dengan demikian, individu merasakan kebersamaan atau kekompakan dalam kelompok teman sebayanya.

3. Perlu perhatian dari orang lain

Individu perlu perhatian dari orang lain terutama yang merasa senasib dengan dirinya. Hal ini dapat ditemui dalam kelompok sebayanya, ketika individu merasa sama dengan lainnya, mereka tidak merasakan adanya perbedaan status seperti jika mereka bergabung dengan dunia orang dewasa. 4. Ingin menemukan dunianya

(50)

Dalam kelompok teman sebaya terjadi interaksi yang saling memengaruhi meliputi pola hubungan, konformitas, kepemimpinan kelompok, dan adaptasi. 2.4.1 Pola Hubungan

Interaksi dengan teman sebaya merupakan permulaan hubungan persahabatan dan hubungan dengan sebaya. Pola persahabatan pada anak sekolah pada umumnya terjadi atas dasar interest dan aktivitas bersama. Pola hubungan persahabatan dan hubungan sebaya bersifat timbal balik dan memiliki sifat-sifat seperti ada saling pengertian, saling membantu, saling percaya, dan saling menghargai dan menerima (Monks, 2006). Menurut Lai Gaipa (1979) dalam Monks (2006) ketiga sifat berikut ini merupakan inti persahabatan yaitu : (1) loyalitas (jujur dan setia), (b) rasa simpati (tidak ada distansi), dan (3) tulus (tidak ada rasa segan, malu atau kompetisi). Sifat inti persahabatan ini ditemukan pada masa remaja, namun juga sudah nampak pada masa kanak-kanak.

Persahabatan merupakan hubungan antar individu yang ditandai dengan keakraban, saling percaya, menerima satu dengan yang lain, mau berbagi perasaan, pemikiran dan pengalaman, serta kadang-kadang melakukan aktivitas bersama. Dengan persahabatan, seorang remaja memperoleh teman untuk bergaul, sehingga akan dapat mengembangkan keterampilan sosial, konsep diri, harga diri, dan akan memperoleh dukungan emosional bila menghadapi suatu masalah (Dariyo, 2004).

(51)

biasanya tidak memiliki hubungan emosional yang dekat, dibandingkan dengan seorang sahabat. Akan tetapi hubungan antar individu yang ditandai dengan kepentingan sepihak saja, tidak akan bertahan lama, dan segera mengalami disintegrasi misalnya sikap egois, yakni seseorang akan berteman orang lain, jika orang itu dianggap dapat memberi keuntungan terhadap dirinya. Sementara itu, seorang sahabat yang sejati akan memiliki kedekatan secara emosional (emotional attachment) dengan individu yang dipercayainya. Karena dipercaya, maka seorang sahabat akan mau menjadi tempat pencurahan perasaan baik suka maupun duka dari sahabatnya, demikian pula sebaliknya. Hubungan akrab tersebut, bukan sekedar basa-basi yang nampak dari sisi luar saja, tetapi keakraban tersebut merupakan cerminan dari sifat ketulusan (kemurnian) hati yang paling dalam (Dariyo, 2004).

Remaja sebagai kelompok cenderung lebih “memilih-milih” dalam mencari rekan atau teman-teman baik dibandingkan ketika masih kanak-kanak. Oleh karena itu, remaja dengan latar belakang sosial, agama, atau sosial ekonominya berbeda dianggap kurang disenangi dibandingkan dengan remaja dengan latar belakang yang sama. Bila menghadapi teman-teman yang dianggap kurang cocok ini, ia cenderung tidak memperdulikan dan tidak menyatakan perasaan superioritasnya sebagaimana dilakukan oleh anak yang lebih besar (Hurlock, 2003).

2.4.2 Konformitas

(52)

kelompok karena menganggap kelompok sebagai petunjuk untuk memilih alternatif. Pengaruh sosial normatif sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari seperti jejaka yang menyesuaikan pendapatnya dengan pendapat calon mertuanya, pelamar kerja yang mengangguk-angguk di depan calon majikan, mahasiswa yang mengiyakan pendapat dosennya, adalah contoh-contoh pengaruh sosial normatif.

Dalam tiap kelompok sebaya, kecenderungan kohesi bertambah dengan bertambahnya frekuensi interaksi. Dalam kelompok dengan kohesi yang kuat berkembanglah suatu iklim kelompok dan norma-norma kelompok tertentu. Pemberian norma tingkah laku oleh kelompok sebaya (peers group). Norma kelompok dapat berbeda sekali dengan norma yang dibawa remaja dari keluarga yang sudah lebih dihayatinya karena sudah sejak kecil diajarkan oleh orang tua. Bila norma kelompok lebih baik dari norma keluarga, maka hal tersebut tidak memberikan masalah apapun, asalkan remaja betul-betul meyakini norma kelompok yang dianutnya. Tetapi justru adanya paksaan dari norma kelompok, menyulitkan bahkan tidak memungkinkan dicapainya keyakinan diri. Sifat “kolektif”nya akan menguasai tingkah laku individu. Kecenderungan untuk membatasi rasionalitas dan berpikir rasional ini tidak membantu perkembangan kepribadian yang sebenarnya. Sementara orang menilai konformitas kelompok ini positif sebagai upaya menentukan identitas diri (Monks, 2006).

(53)

kelas sosial lebih rendah mempunyai kecenderungan yang lebih banyak untuk melakukan konformitas dengan kelompoknya. Bila kelompok tersebut dirasa menguntungkan maka remaja akan berbuat sesuai dengan tuntutan kelompoknya, juga bila tuntutan tadi bertentangan dengan norma-norma yang baik. Di samping itu perlu disadari bahwa moral dari kelas sosial yang lebih tinggi bukan merupakan moral kelas sosial yang lebih rendah.

Perkembangan sosial pada masa remaja lebih melibatkan kelompok teman sebaya dibanding orang tua. Dibanding masa kanak-kanak, remaja lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah seperti kegiatan sekolah, ekstrakurikuler, dan bermain dengan teman. Dengan demikian, pada masa remaja peran kelompok teman sangat besar. Pada diri remaja, pengaruh lingkungan dalam menentukan perilaku diakui cukup kuat. Walaupun remaja telah mencapai tahap perkembangan kognitif yang memadai untuk menentukan tindakannya sendiri, namun penentuan diri remaja dalam berperilaku banyak dipengaruhi oleh tekanan dari kelompok teman sebaya. Kelompok teman sebaya diakui dapat memengaruhi pertimbangan dan keputusan seorang remaja tentang perilakunya. Conger (1991) dan Papalia dan Olds (2001) mengemukakan bahwa kelompok teman sebaya merupakan sumber referensi utama bagi remaja dalam hal persepsi dan sikap yang berkaitan dengan gaya hidup. Bagi remaja, teman-teman menjadi sumber informasi misalnya mengenai bagaimana cara berpakaian yang menarik, musik, film apa yang bagus, dan seks (Jahja, 2011).

(54)

crowd tetapi dapat juga kelompok kecil yang disebut sebagai clique. Kelompok besar biasanya terdiri dari beberapa clique. Karena jumlah anggotanya sedikit, maka clique

mempunyai kohesi kelompok yang lebih tinggi. Di dalam pembentukan kelompok juga akan diikuti juga dengan adanya perilaku konformitas kelompok, dimana remaja akan berusaha untuk dapat menyesuaikan dan menyatu dengan kelompok agar mereka dapat diterima oleh kelompoknya (Soetjiningsih, 2004).

Rakhmat (2008) mengatakan bahwa konformitas merupakan produk interaksi antara faktor-faktor situasional dan faktor-faktor personal. Faktor-faktor situasional yang menentukan konformitas adalah kejelasan situasi, konteks situasi, cara menyampaikan penilaian, karakteristik sumber pengaruh, ukuran kelompok, dan tingkat kesepakatan kelompok. Beberapa penelitian membuktikan bahwa pengaruh norma kelompok pada konformitas anggota-anggotanya bergantung pada ukuran mayoritas anggota kelompok yang menyatakan penilaian. Sampai tingkat tertentu, makin besar ukurannya, makin tinggi tingkat konformitasnya.

2.4.3 Kepemimpinan Kelompok

(55)

Kepemimpinan demokratis menampilkan pemimpin yang mendorong dan membantu anggota kelompok untuk membicarakan dan memutuskan semua kebijakan. Kepemimpinan laissez faire memberikan kebebasan penuh bagi kelompok untuk mengambil keputusan individual dengan partisipasi pemimpin yang minimal (Rakhmat, 2008).

Dari tiga kepemimpinan tersebut, kepemimpinan otoriter menimbulkan permusuhan, agresi, dan sekaligus perilaku egosentris. Di sini, tampak lebih banyak ketergantungan dan kurang kemandirian anggota kelompok, di samping adanya kekecewaan yang tersembunyi. Kepemimpinan demokratis terbukti paling efisien, dan menghasilkan kuantitas kerja yang lebih tinggi daripada kepemimpinan otoriter. Di dalamnya terdapat lebih banyak kemandirian dan persahabatan. Pemimpin laissez faire hanya memiliki kelebihan dalam menyampaikan informasi saja (Rakhmat, 2008).

2.4.4 Adaptasi

(56)

nilai-nilai, dan pola tingkah laku dalam bermasyarakat, dan mengembangkannya menjadi suatu kesatuan sistem dalam diri pribadinya

Karena remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan teman sebaya sebagai kelompok, maka dapatlah dimengerti bahwa pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku lebih besar daripada pengaruh keluarga. Misalnya, sebagian besar remaja mengetahui bahwa bila mereka memakai model pakaian yang sama dengan pakaian anggota kelompok yang populer, maka kesempatan baginya untuk diterima oleh kelompok menjadi lebih besar. Demikian pula bila anggota kelompok mencoba minum alkohol, obat-obatan terlarang, merokok, seks bebas maka remaja cenderung mengikutinya tanpa memperdulikan perasaan mereka sendiri (Hurlock, 2003).

Remaja merasakan bahwa membahas soal seks, kesehatan reproduksi remaja, perilaku seksual, lebih terbuka dan lebih senang bila dilakukan dengan teman sebaya sendiri (peer group) dari pada dengan orang tua. Pada umumnya remaja sangat menghargai pertemanan. Jalinan komunikasi antar teman sebaya lebih baik dan lebih terbuka. Banyak remaja merasa enggan untuk menyampaikan masalah dan mencari jawaban dari orang tuanya sementara banyak juga orang tua yang tidak mempunyai pengetahuan dan merasa risih untuk membicarakan mengenai perkembangan biologis, psikologis dengan anak remajanya (Pinem, 2009).

(57)

sebagai tempat remaja untuk mencapai otonomi. Maka tidak heran bila remaja mempunyai kecenderungan untuk menyesuaikan diri dengan perilaku teman sebaya dan mengadopsi informasi yang diterima dari teman-temannya. Informasi dalam hal ini sehubungan dengan perilaku seks pranikah, tidak jarang menimbulkan rasa penasaran yang membentuk serangkaian pertanyaan dalam diri remaja. Untuk menjawab pertanyaan itu mereka sekaligus membuktikan kebenaran informasi yang diterima sehingga remaja cenderung melakukan dan mengalami seks pranikah itu sendiri (Juliastuti, 2009).

2.5 Pengaruh Sumber Informasi terhadap Perilaku Seksual Pranikah

(58)

2.5.1 Media Cetak

Media cetak merupakan media komunikasi pertama yang dikenal manusia sebagai media yang memenuhi ciri-ciri komunikasi arah (satu arah, lembaga, umum, serempak). Media cetak berbentuk surat kabar, tabloid, majalah, bulletin. Pengertian media cetak menurut Rhenald Kasali (1992) dalam Febrian (2011) media cetak adalah suatu media yang statis dan mengutamakan pesan-pesan visual. Media ini terdiri dari lembaran dengan sejumlah kata, gambar, atau foto, dalam tata warna dan halaman hitam putih. Media cetak adalah suatu dokumen atas segala hal yang dikatakan orang lain atau peristiwa yang ditangkap oleh jurnalis dan diubah dalam bentuk kata-kata, gambar, foto, dan sebagainya.

(59)

Keempat, proses penyajian berita pada media cetak lebih sederhana, yang menentukan wartawan sendiri dan redakturnya.

Meningkatnya minat seksual membuat remaja selalu berusaha mencari lebih banyak informasi mengenai seks. Hanya sedikit remaja yang memperoleh informasi tentang seksual dari orang tuanya. Oleh karena itu, mereka selalu terdorong untuk mencari informasi seks melalui higienis seks, media cetak seperti majalah dan koran yang menampilkan gambar-gambar vulgar, buku-buku seks dari temannya, internet, mengadakan eksperimen seksual, masturbasi, bercumbu, atau melakukan senggama. Minat utama seks remaja yaitu pada hubungan seks, konteks, dan perilaku seksual (Pieter dan Lubis, 2010).

Sarwono (2011) mengutip penelitian yang menghubungkan perilaku seksual dengan kadar informasi remaja tentang seks di Hongkong pada tahun 1981 terhadap 3.917 pelajar mengungkapkan bahwa sebagian besar dari mereka memperoleh pengetahuannya terutama dari media cetak seperti surat kabar, majalah atau ceramah-ceramah tentang seks. Hanya 11% yang menyatakan bahwa mereka bisa bertanya kepada orang tuanya.

2.5.2 Media Elektronik

(60)

adalah rekaman video, rekaman audio, presentasi multimedia. Media elektronik dapat berbentuk analog maupun digital walaupun media baru pada umumnya berbentuk digital. Contoh media elektronik yaitu televisi, radio, HP, VCD/DVD, internet (Febrian, 2011).

Ciri-ciri media elektronik yaitu: menggunakan media massa dengan organisasi (lembaga media) yang jelas, komunikator memiliki keahlian tertentu, pesan searah dan umum serta melalui proses produksi dan terencana, khalayak yang dituju heterogen dan anonim, kegiatan media masa teratur dan berkesinambungan, ada pengaruh yang dikehendaki, dalam konteks sosial terjadi saling memengaruhi antara media dan kondisi masyarakat serta sebaliknya, seperti halnya media yang dapat memengaruhi remaja terutama dalam perilaku seksualnya (Febrian, 2011).

Rasa ingin tahu dari remaja terutama dalam hal seks kurang disertai dengan pertimbangan rasional dan pengetahuan yang cukup tentang akibat yang didapat dari perbuatan yang dilakukannya. Selain itu rasa ingin tahu dianggap sebagai manusia dewasa, kaburnya nilai-nilai yang dianut, kurangnya kontrol dari pihak yang lebih tua berkembangnya naluri seks akibat berkembangnya alat-alat kelamin sekunder, kurangnya informasi seks menyebabkan para remaja sering mengambil keputusan-keputusan yang kurang tepat. Hal ini pulalah yang mendorong remaja melakukan hal-hal yang tidak seharusnya dilakukan pada masa remaja (Asfriyati, 2005).

(61)

mendengarkan cerita lucu yang sama, namun mereka tetap kesepian. Media seperti internet dan televisi akan memunculkan pola baru dalam hubungan antar manusia, yaitu cara manusia membina hubungan dan memutuskan hubungan (Ghozaly, 2011).

Calzo dan Suzuki (2004) menyebutkan bahwa media elektronik sering digunakan oleh remaja sebagai sumber informasi dan sebagai media komunikasi dengan teman sebayanya. Kenneavy et.al. (2006) menyebutkan bahwa pada usia remaja, pencarian informasi merupakan salah satu hal yang paling penting, terutama informasi mengenai seks dan aturan orang dewasa. Media elektronik merupakan sumber pencarian informasi yang paling banyak digunakan oleh remaja karena media masa sangat mudah diakses dan pesan yang disampaikan oleh media elektronik juga sangat efektif dan atraktif. Selain memberikan informasi mengenai seks secara bebas, media elektronik juga memberikan contoh perilaku kekerasan bagi remaja (Ghozaly, 2011).

(62)

Media elektronik dapat menjadi wadah untuk menarik perhatian dan meningkatkan kesadaran berbagai pihak terhadap berbagai perkembangan situasi (positif dan negatif) yang terjadi dewasa ini. Video porno selalu menjadi penyebab dari sebagian besar tindak kekerasan pemerkosaan dan pelecehan seksual. Video game juga merupakan media yang sangat diminati anak-anak dan banyak mempunyai pengaruh negatif dengan gambar-gambar sensual dan cenderung porno (Dianawati, 2006).

Sarwono (2011) mengatakan bahwa kecenderungan pelanggaran terhadap perilaku seksual remaja makin meningkat oleh karena adanya penyebaran informasi dan rangsangan seksual melalui media massa dengan adanya teknologi canggih (video cassette, fotokopi, satelit, VCD, telepon genggam, internet, dan lain-lain) menjadi tak terbendung lagi. Remaja yang sedang dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba, akan meniru apa yang dilihat atau didengar dari media massa, khususnya karena mereka pada umumnya belum pernah mengetahui masalah seksual secara lengkap dari orang tuanya.

2.6 Landasan Teori

(63)

remaja tersebut sering menimbulkan dampak yang tidak disadarinya seperti kehamilan remaja, aborsi, putus sekolah, perkawinan dini, perceraian, tertular penyakit kelamin, dan lain-lain. Banyak faktor yang memengaruhi terjadinya perilaku seks pada remaja terutama faktor eksternal, karena pada masa remaja mudah dipengaruhi oleh hal-hal yang berasal dari luar dirinya seperti teman sebaya dan sumber informasi dari media massa yang kurang tepat.

Notoatmodjo (2007) mengatakan bahwa perilaku merupakan bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau rangsang dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respon sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan (determinan perilaku). Faktor determinan perilaku ada dua yaitu: 1) faktor internal yaitu karakteristik orang yang bersangkutan, 2) faktor eksternal yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.

Menurut Hosland (1953) yang mengembangkan teori Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2010) menyatakan bahwa perubahan perilaku pada hakikatnya adalah sama dengan proses belajar. Proses perubahan perilaku tersebut menggambarkan proses belajar pada individu yang terdiri dari :

(64)

diterima oleh organisme berarti ada perhatian dari individu dan stimulus tersebut efektif.

2.

3.

Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme (diterima) maka ia mengerti stimulus ini dan dilanjutkan kepada proses berikutnya.

4.

Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap).

Perubahan perilaku remaja dapat disandarkan pada teori perubahan perilaku dari Skiner (1938) yang dikembangkan Hosland (1953) dalam Notoatmodjo (2010) yang terkenal dengan teori Stimulus Organisme Respon (Stimulus-Organism-Response/SOR). Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa perubahan perilaku tergantung pada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme, artinya kualitas dari sumber komunikasi (sources) misalnya kredibilitas kepemimpinan, dan gaya berbicara sangat menentukan keberhasilan perubahan perilaku seseorang, kelompok, atau masyarakat.

Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut (perubahan perilaku).

(65)

organisme direspons dalam bentuk perilaku yang dibedakan dalam perilaku tertutup (covert behavior) dan perilaku terbuka (overt behavior). Perilaku tertutup masih dalam bentuk sikap remaja, sedangkan perilaku terbuka yaitu perilaku seksual pranikah yang nyata.

Perilaku seseorang dapat berubah apabila stimulus (rangsang) yang diberikan benar-benar melebihi dari stimulus semula. Stimulus yang dapat melebihi stimulus semula ini berarti stimulus yang diberikan harus dapat meyakinkan organisme. Dalam meyakinkan organisme faktor reinforcement

memegang peranan penting. Proses perubahan perilaku berdasarkan teori SOR digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.1 Teori S-O-R Stimulus

1. Pengaruh teman sebaya 2. Mendengar 3. Melihat 4. Membaca 5. Menonton 6. Berfikir

Organisme : - Perhatian - Pengertian - Penerimaan

Reaksi (Perubahan sikap)

(66)

2.6 Kerangka Konsep

Berdasarkan judul penelitian dan landasan teori kepustakaan yang telah diuraikan di atas maka kerangka konsep penelitian ini adalah sebagai berikut :

Variabel Independen

Variabel Dependen

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Teman Sebaya: - Pola Hubungan - Konformitas

- Kepemimpinan Kelompok - Adaptasi

Perilaku Seksual Pranikah Sumber Informasi:

Gambar

Gambar 2.1  Teori S-O-R
Tabel 3.1 Besar Sampel di Setiap Kelas
Tabel 3.2  Hasil Uji Validitas Variabel Pola Hubungan
Tabel 3.3  Hasil Uji Validitas Variabel Konformitas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaan usahatani kentang industri varietas Atlantik yang dilakukan petani di Desa Cigedug pada pola kemitraan dan

5 Ada pengaruh pada model pembelajaran kooperatif tipe TGT terhadap hasil belajar aspek psikomotor siswa, disebabkan karena siswa mengalami sendiri secara langsung

dalam rata-rata penggunaan, maka penggunaan dengan variasi pada kondisi gas maksimum adalah variasi terbaik hasil dari hubungan dua variabel antara debit air dengan kondisi dengan

polymyxa dengan dosis yang berbeda pada pakan memberikan pengaruh yang sama terhadap aktivitas fagositosis atau kemampuan sel respon imun non spesifik pada udang

From the result of the research, it can be concluded that prolonged protection of eco- nomic rights causes difficulty for public to access the book of knowledge because public

Sikap masyarakat khususnya suami di Surabaya tentang pemberitaan “Ibu Baik-Baik Terancam Suamu Nakal” di Jawa Pos adalah respon yang diberikan oleh masyarakat

Hasil yang dicapai dari dari penulisan skripsi ini adalah rancangan suatu sistem e-SCM yang mampu meningkatkan produktifitas perusahaan melalui otomatisasi informasi antara