Pengaruh Isolasi Wilayah terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat di DUSUN Marjandi Dolok, DESA SILOU HULUAN, Kecamatan Raya,
Kabupaten Simalungun
D I S U S U N OLEH:
RESTUNI OMA PURBA (070902019)
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
ABSTRAKSI
(Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 108 halaman, 48 tabel, 5 lampiran, serta 16 kepustakaan dan sumber lain yang berasal dari internet)
Dusun Marjandi Dolok ini merupakan salah satu huta yang terdapat di Nagori Silau Huluan. Nagori Silau Hululuan yang adalah pemekaran dari Nagori Dalik Raya pada tahun 2007, dan defenitif pada tahun 2009. Dusun marjandi Dolok memiliki jangkauan yang masih jauh dari ibukota kecamatan Raya. Dengan sarana jalan yang tidak memadai, dan sarana transportasi yang tidak selalu tersedia mengakibatkan semakin sulit menjangkau tempat ini. Sarana Perusahaan Liatrik Negara (PLN) dan Perusahaan Air Minum (PAM) belum terdapat di daerah ini. Hal ini menunjukkan ketertinggalan dan keterisolasian wilayah ini yang akan berpengaruh pada tingkat sosial ekonomi masyarakat.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keterisolasian wilayah Marjandi Dolok, tingkat sosial ekonomi masyarakatnya, dan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh isolasi wilayah terhadap sosial ekonomi masyarakat di Dusun Marjandi Dolok. Penelitian ini menggunakan metode analisa kuantitatif. Sedangkan teknik analisa yang digunakan adalah teknik korelasi antar variabel untuk membuktikan adanya pengaruh antara isolasi wilayah terhadap sosial ekonomi masyarakat di Dusun Marjandi Dolok.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dan dilanjutkan dengan menganalisa data yang diperoleh, maka hasilnya adalah bahwa terdapat hubungan sebesar 0,8925 atau kuat antara isolasi wilayah terhadap sosial ekonomi masyarakat. Dari hasil uji determinan maka pengaruh isolasi wilayah terhadap sosial ekonomi sebesar 79,66%, sehingga ada pengaruh antara isolasi wilayah terhadap sosial ekonomi masyarakat dengan hipotesis (Ha) positif diterima, sementara 20,34% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan atas berkat dan karunia Tuhan Yang
Maha Esa karena penulis diberikan kekuatan mental, pikiran, dan kesehatan
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dengan judul skripsi
”Pengaruh Isolasi Wilayah terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat di Dusun
Marjandi Dolok, Desa Silou Huluan, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun”. Skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu syarat dalam menempuh
Ujian Komprehensif untuk mencapai gelar Sarjana Sosial pada Departemen Ilmu
Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Sumatera
Utara Medan.
Selama penyusunan skripsi ini, Penulis menyadari akan sejumlah
kekurangan dan kelemahan sehingga mengurangi nilai kesempurnaannya, hal ini
dikarenakan keterbatasan pengetahuan, kemampuan dan pengalaman penulis.
Maka dengan kerendahan hati penulis membuka diri untuk saran dan kritik yang
dapat membangun guna perbaikan di masa akan datang.
Pada kesempatan ini, Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang membantu dalam penyelesaian skripsi ini, dan secara khusus
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.si., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan.
2. Ibu Hairani Siregar, S.Sos, MSP selaku Ketua Departemen Ilmu
Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
3. Bapak Drs. Bengkel, M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah bersedia
menyediakan waktu dan tenaga untuk membimbing penulis serta memberi
dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen dan Pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sumatera Utara untuk segala ilmu pengetahuan,
bimbingan, dan jasa-jasanya hingga penulis dapat menyelesaikan
perkuliahan.
5. Bapak Kepala Desa Silou Huluan yang telah memberikan izin penelitian
di desa tersebut.
6. Kedua Orangtua saya, Bapak Jhon Adin Tuah Purba dan Mama tersayang
Erika Simarmata yang telah mendidik, memberikan motivasi, bantuan
moril dan materil selama perkuliahan hingga sampai ke tahap penyelesaian
skripsi ini. Cucuran keringat dan air mata kalian tidak akan saya lupakan.
Terima kasih buat semua doa ayah dan ibu yang senantiasa mengiringi
langkahku. Maafkan anakmu yang tidak akan sanggup untuk membalas
semua jasa ayah dan ibu. Terima kasih buat ayahku dan ibuku tersayang. I
love you full.
7. Buat adek-adekku Moga Tuah Purba dan Resmi Oma Purba, terimakasih
buat dukungannya. Tetap semangat untuk meraih cita-cita di hari yang
akan datang, demi masa depan yang cerah.
8. Sahabat-sahabat stambuk 2007 IKS, yang tak dapat disebutkan satu
persatu. Terima kasih buat dukungan Kalian, dan terima kasih buat
9. Abangku Togar Saragih, terima kasih buat semua dukungan yang
diberikan selama ini.
10.Buat senior Stambuk 2006 & 2005, Joko Hutasoit, Fahrur Rozi, Bobby
Simare-mare, dan terima kasih juga buat Elbiando Lumbangaol, Benny
Susanto, bantuan dalam mengerjakan skripsi ini, dan yang lainnya yang
tidak disebutkan satu per satu.
11.Teman-teman di PKBI Sumut, tawa, keceriaan, dan semangat semua
membangkitkan semangatku. Tetaplah tertawa dan ceria.
12.Teman-teman di sekret IMAS-USU dan seluruh anggota IMAS-USU yang
membantu, menginspirasikan dan memotivasi dalam penyelesaian skripsi
ini, sukses selalu buat kita.
13.Buat orang-orang yang tidak tersebutkan namanya yang sudah mendukung
dan membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, terima kasih saya
ucapkan. Biarlah ilmu yang kita miliki dapat kita pergunakan untuk
keharuman dan kebanggaan almamater kita.
Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih terdapat
kekurangan dalam skripsi ini. Untuk itu sangat diharapkan saran dan kritik guna
menyempurnakannya. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
pihak-pihak terkait.
Medan, Juni 2011
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR... 1
DAFTAR ISI... 4
DAFTAR TABEL... 7
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah... 11
1.2Perumusan Masalah... 22
1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian... 22
1.3.1 Tujuan Penelitian... 22
1.3.2 Manfaat Penelitian... 22
1.4Sistematika Penelitian... 23
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengaruh... 24
2.2 Isolasi Wilayah... 24
2.3 Sosial Ekonomi... 27
2.4 Masyarakat... 28
2.5 Kesejahteraan Sosial... 40
2.6 Kerangka Pemikiran... 42
2.7 Hipotesis... 44
2.8 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional... 44.
2.8.2 Defenisi Operasional... 45
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian... 48
3.2 Lokasi Penelitian... 48
3.3 Populasi dan Sampel... 49
3.3.1 Populasi... 49
3.3.2 Sampel... 49
3.4 Teknik Pengumpulan Data... 49
3.5 Teknik Penulisan Skor... 50
3.6 Teknik Analisis Data... 52
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Dusun Marjandi Dolok... 53
4.2 Letak Geografis... 54
4.3 Orbitasi... 54
4.4 Keadaan Demografis... 55
4.4.1 Luas dan Wilayah Penggunaan Lahan... 55
4.4.2 Komposisi Penduduk... 56
4.4.3 Nagori Silou Huluan Berdasarkan Dusun... 56
4.5 Sarana dan Prasarana Nagori Silou Huluan... 57
4.6 Topografi... 57
BAB V ANALISA DATA... 58
5.2 Analisa Data Responden... 68
5.2.1 Penyajian Data Berdasarkan Isolasi Wilayah Dusun
Marjandi Dolok (Variabel X)... 68
5.2.2 Penyajian Data Berdasarkan Hubungannya dengan
Sosial Ekonomi Masyarakat (Variabel Y)... 86
5.3. Pengaruh Isolasi Wilayah terhadap Sosial Ekonomi
Masyarakat di Dusun Marjandi Dolok, Kecamatan Raya,
Kabupaten Simalungun... 112
5.3.1 Koefisien Korelasi Product Moment... 112
5.3.2 Koefisien Determinasi... 115
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan... 116
6.2 Saran... 116
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Penggunaan Wilayah Nagori Silou Huluan... 55
Tabel 2 Distribusi responden Berdasarkan Usia... 60
Tabel 3 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 61
Tabel 4 Distribusi Responden Berdasarkan Agama... 62
Tabel 5 Distribusi Responden Berdasarkan Suku Bangsa... 63
Tabel 6 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan... 64
Tabel 7 Distribusi Responden Berdasarkan Keadaan Keluarga... 65
Tabel 8 Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Anak... 66
Tabel 9 Distribusi Jawaban Responden tentang Ketersediaan Alat Transportasi Umum... 69
Tabel 10 Distribusi Jawaban Responden tentang Kelayakan Kondisi Jalan yang Tersedia... 70
Tabel 11 Distribusi Jawaban Responden tentang Kepemilikan Alat Transportasi Pribadi... 71
Tabel 12 Distribusi Jawaban Responden tentang Alat Transportasi yang Digunakan Responden saat ingin Meninggalkan Kampung... 72
Tabel 13 Distribusi Jawaban Responden tentang Waktu Tempuh yang Digunakan Responden Sampai ke Ibukota Kecamatan... 73
Responden ke Luar Kampung... 74
Tabel 15 Distribusi Jawaban Responden tentang Alat Penerangan
yang Digunakan Responden... 75
Tabel 16 Distribusi Jawaban Responden tentang Berapa Lama
Responden Menggunakan Alat Penerangan Setiap
Malam... 77
Tabel 17 Distribusi Jawaban Responden tentang Media Informasi
yang Dimiliki Responden... 78
Tabel 18 Distribusi Jawaban Responden tentang Media Informasi
Tempat Mereka Mendapat Informasi Responden... 79
Tabel 19 Distribusi Jawaban Responden tentang Frekuensi
Mendapat Informasi... 80
Tabel 20 Distribusi Jawaban Responden tentang Media Elektronik
yang Dimiliki... 81
Tabel 21 Distribusi Jawaban Responden tentang Frekuensi
Menonton Televisi... 82
Tabel 22 Distribusi Jawaban Responden tentang Acara Televisi yang
paling Disukai... 83
Tabel 23 Distribusi Jawaban Responden tentang Lokasi Tempat
Mengambil Air Bersih... 84
Tabel 25 Distribusi Jawaban Responden tentang Kepemilikan
Rumah yang Mereka Tempati... 86
Tabel 26 Distribusi Jawaban Responden tentang Luas Rumah yang
Mereka Miliki... 87
Tabel 27 Distribusi Jawaban Responden tentang Bahan Bakar
Memasak yang Digunakan... 88
Tabel 28 Distribusi Jawaban Responden tentang Pekerjaan Utama... 89
Tabel 29 Distribusi Jawaban Responden tentang Modal Usaha
yang Digunakan... 90
Tabel 30 Distribusi Jawaban Responden tentang Pekerjaan
Sampingan... 91
Tabel 31 Distribusi Jawaban Responden tentang Pekerjaan Utama
mampu Mencukupi Kebutuhan Keluarga... 92
Tabel 32 Distribusi Jawaban Responden tentang Pekerjaan
Sampingan cukup Membantu Menambah Penghasilan
Keluarga... 93
Tabel 33 Distribusi Jawaban Responden tentang Pekerjaan Sekarang
Mampu Membuat Kehidupan Keluarga Harmonis... 94
Tabel 34 Distribusi Jawaban Responden tentang Penghasilan dari
Pekerjaan Utama... 95
Tabel 35 Distribusi Jawaban Responden tentang Penghasilan dari
Pekerjaan Sampingan... 96
Penghasilan Memenuhi Setiap Kebutuhan Sehari-hari... 97
Tabel 37 Distribusi Jawaban Responden tentang Kemampuan
Membeli Pakaian... 98
Tabel 38 Distribusi Jawaban Responden tentang Kemampuan
Membeli Alat-alat Pertanian... 99
Tabel 39 Distribusi Jawaban Responden tentang Kebiasaan
Menggunakan Jasa Tabungan untuk Menympan Uang... 100
Tabel 40 Distribusi Jawaban Responden tentang Berapa kali Maka
Setiap Harinya... 101
Tabel 41 Distribusi Jawaban Responden tentang Kebiasaan
Mengkonsumsi
Daging/ayam/Susu... 103
Tabel 42 Distribusi Jawaban Responden tentang Jumlah Anak yang
Masih Aktif Bersekolah... 105
Tabel 43 Distribusi Jawaban Responden tentang Kelengkapan Buku-
Buku Pelajaran Anak yang Dibutuhkan dari Sekolah... 106
Tabel 44 Distribusi Jawaban Responden tentang Kebiasaan cara
Membayar Buku-buku Sekolah Anak... 107
Tabel 45 Distribusi Jawaban Responden tentang Ketepatan
waktu untuk Membayar Uang Sekolah Anak... 108
Tabel 46 Distribusi Jawaban Responden tentang Pendidikan Tertinggi
Tabel 47 Distribusi Jawaban Responden tentang Kebiasaan
Menggunakan Jasa Rumah Sakit kalau Sakit... 110
Tabel 48 Distribusi Jawaban Responden tentang Kemampuan
Membayar Biaya Layanan Kesehatan (untuk Menebus
ABSTRAKSI
(Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 108 halaman, 48 tabel, 5 lampiran, serta 16 kepustakaan dan sumber lain yang berasal dari internet)
Dusun Marjandi Dolok ini merupakan salah satu huta yang terdapat di Nagori Silau Huluan. Nagori Silau Hululuan yang adalah pemekaran dari Nagori Dalik Raya pada tahun 2007, dan defenitif pada tahun 2009. Dusun marjandi Dolok memiliki jangkauan yang masih jauh dari ibukota kecamatan Raya. Dengan sarana jalan yang tidak memadai, dan sarana transportasi yang tidak selalu tersedia mengakibatkan semakin sulit menjangkau tempat ini. Sarana Perusahaan Liatrik Negara (PLN) dan Perusahaan Air Minum (PAM) belum terdapat di daerah ini. Hal ini menunjukkan ketertinggalan dan keterisolasian wilayah ini yang akan berpengaruh pada tingkat sosial ekonomi masyarakat.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keterisolasian wilayah Marjandi Dolok, tingkat sosial ekonomi masyarakatnya, dan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh isolasi wilayah terhadap sosial ekonomi masyarakat di Dusun Marjandi Dolok. Penelitian ini menggunakan metode analisa kuantitatif. Sedangkan teknik analisa yang digunakan adalah teknik korelasi antar variabel untuk membuktikan adanya pengaruh antara isolasi wilayah terhadap sosial ekonomi masyarakat di Dusun Marjandi Dolok.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dan dilanjutkan dengan menganalisa data yang diperoleh, maka hasilnya adalah bahwa terdapat hubungan sebesar 0,8925 atau kuat antara isolasi wilayah terhadap sosial ekonomi masyarakat. Dari hasil uji determinan maka pengaruh isolasi wilayah terhadap sosial ekonomi sebesar 79,66%, sehingga ada pengaruh antara isolasi wilayah terhadap sosial ekonomi masyarakat dengan hipotesis (Ha) positif diterima, sementara 20,34% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini.
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah
Masyarakat pedesaan di Indonesia tergolong masyarakat yang sangat jauh
tertinggal, hal ini disebabkan keberedaan wilayah yang jauh dari pusat
pembangunan Nasional. Bahkan hampir tidak tersentuh oleh pembangunan
Nasional. Beberapa metode dan pendekatan telah dikembangkan untuk
memahami masalah dan membantu merumuskan kebijakan guna memecahkan
masalah pembangunan pedesaan. Sejak tahun 1970an para pakar banyak yang
memanfaatkan metode, pendekatan, dan logika berfikir survei verifikatif dalam
meriset masalah sosial masyarakat pedesaan (Chambers: 9, 1996).
Masyarakat desa adalah komunitas yang tinggal di dalam satu daerah yang
sama, yang bersatu dan bersama-sama, memiliki ikatan yang kuat dan sangat
mempengaruhi satu sama lain. Hal ini dikarenakan pada masyarakat desa tradisi
itu masih sangat kuat dan kental. Bahkan terkadang tradisi ini juga sangat
mempengaruhi perkembangan desa, karena terlalu tinggi menjunjung kepercayaan
nenek moyang mengakibatkan sulitnya untuk melakukan pembaharuan desa. Di
sisi lain banyak hal yang mengakibatkan sebuah desa sulit untuk mengalami
pembaharuan, antara lain isolasi wilayah, yaitu desa yang wilayahnya berada jauh
dari pusat ekonomi daerah, desa yang mengalami ketertinggalan di bidang
pembangunan jalan dan sarana-sarana lainnya, sulitnya akses dari luar, bahkan
desa yang mengalami kemiskinan dan keminiman tingkat pendidikan. Pada
dikarenakan masyarakat pedesaan dominan bermata pencaharian dari hasil
pertanian yang merupakan petani-petani miskin yang mata pencahariannya di
bawah garis kemiskinan. Hal ini menunjukkan kesenjangan yang sangat jauh dari
masyarakat perkotaan.
Studi yang banyak dilakukan sebelumnya mengenai pembangunan
pedesaan biasanya lebih menyoroti perekonomian desa. Hasil-hasil yang dicapai
antara lain berupa gambaran tentang kondisi kehidupan sosial ekonomi, keadaan
pemenuhan kebutuhan pokok penduduk, tingkat produksi dan fasilitas pemasaran
komoditi yang dihasilkan penduduk, dan prospek kehidupan desa pada umumnya.
Dalam studi kita sekarang ini fokus perhatian diarahkan tidak pada perekonomian
desa, tetapi pada manusia desa. Maka hasil pembangunna pedesaan tidak
semata-mata diartikan sebagai peningkatan produksi, penyempurnaan pemasaran atau
diversifikasi dalam perekonomian desa, tetapi lebih bersifat konprehensif, yang
mencakup spektrum kemanusiaan yang luas. Tujuan dan hasil akhir dari
pendekatan yang demikian adalah pembangunan manusia seutuhnya di pedesaan
yang diartikan sebagai: ”kemajuan yang mantap dan terus menerus dalam
kopndisi kehidupan yang mengandung unsur-unsur kebebasan, kebahagiaan, dan
keamanan bagi seluruh anggota masyarakat” (Mubyarto: 7, 1994).
Unsur kehidupan yang bebas, bahagia dan aman mencakup
komponen-komponen sebagai berikut:
1. Mutu kehidupan fisik.
4. Pengembangan diri.
5. Perkembangan sosial-politik.
Mutu kehidupan fisik yang maksudnya: kemajuan ditandai oleh adanya
peningkatan mutu kehidupan fisik yang meliputi mutu lingkungan fisik, pola
konsumsi dan pemenuhan kebutuhan fisik manusia, dan rasa aman dari
gangguan-gangguuan luar lain yang bersifat fisik.
Mata pencaharian yaitu: terus-menerus ada kemajuan jumlah penduduk yang
semakin mudah mendapat nafkah bagi dirinya dan keluarga.
Individualitas dan kebebasan memilih. Ada kenaikan dari bagian penduduk yang
mampu menentukan sendiri hari depannya dan hari depan anak-anaknya, dengan
sekaligus dengan kecenderungan makin berkurangnya konflik kepentingan antar
individu. Dalam hal ini termasuk semakin besarnya peranan wanita dan anak-anak
dalam meningkatkan mutu kehidupan sehari-hari.
Pengembangan diri yaitu: ada peningkatan dari jumlah orang yang makin
menyadari peranan lingkungannya, makin mengetahui bagaimana menambah
keterampilannya, hak-haknya dan kesempatan-kesempatannya, dan dalam
kesadarannya atas kewajiban-kewajiban dan sosial dan tanggungjawabnya.
Perkembangan sosial dan politik yaitu ada pertambahan dalam jumlah orang yang
semakin mampu ikut serta secara aktif dalam pengambilan putusan yang
menyangkut nasib mereka.
Masyarakat desa dan masyarakat perkotaan memiliki hubungan simbiosis.
pedesaan sebagai sumber bahan dasar. Namun yang kita perhatikan, terlalu sering
masyarakat pedesaan justru mengalami tekanan dari masyarakat perkotaan, hal ini
desababkan masyarakat kota yang telah memasuki sistem kapitalis modern,
semetara masyarakat desa tetap tidak mengalami perubahan dari sistem sosialis.
Sulitnya masyarakat desa mengalami perkembangan disebabakan tidak memiliki
wawasan yang berkembang sebab taraf pendidikan yang mereka miliki pun
cenderung rendah. Hal ini dominan diakibatkan karena lokasi yang terisolasi, dan
sulitnya komunikasi dengan dunia luar. Terisolasi artinya terpencilnya wilayah
karena jauh dari jangkauan lalu lintas sehingga menyebabkan minimnya
hubungan sosial dengan pihak lain. Namun di sisi lain masyarakat desa dipaksa
untuk mengikuti perkembangan sistem yang terdapat di negara ini.
Jika di lihat dari kriteria miskin yang dibuat BPS maka dapat disimpulkan
pada umumnya masyarakat desa adalah masyarakat miskin. Sebab pada umumnya
terdapat permasalahan yang sangat kompleks pada pedesaan. Secara pendidikan,
kemiskinan absolut, kesehatan, infrastruktur dan banyak hal lain dapat dinyatakan
masyarakat desa mengalami ketertinggalan. Berikut kriteria miskin menurut BPS
Maret 2007:
1. Pendapatan : Rp. 167.000,-/bulan/orang atau Rp.
5.500,-/hari/orang.
2. Rumah : kurang dari 8 ; lantai tanah/bambu;
dinding bambu/rumbia.
4. Penerangan : lampu teplok (minyak), tanpa listrik.
5. Sumber air : sumur/air hujan.
6. Bahan bakar memasak : kayu/minyak tanah.
7. Makan : 1 atau maksimum 2 kali/hari.
8. Konsumsi : daging/ayam/susu/ sebanyak 1 kali/minggu
9. Asupan kalori : 2100/hari
10.Pakaian : Membeli 1 stel/tahun.
11.Kesehatan : tidak sanggup membayar biaya pengobatan
puskesmas.
12.Pendidikan tertinggi : Sekolah Dasar.
13.Sumber penghasilan KK : <Rp. 600.000,-/bln.
14.Tabungan : tidak ada.
Sumber: BPS (Di sadur dari Batubara, 2008)
Dari kriteria tersebut di atas maka penulis dapat langsung menyimpulkan
bahwa lebih dari 80% masyarakat pedesaan adalah masyarakat miskin. Sebab
secara strukturalpun masyarakat desa tersebut telah menjadi miskin.
Masyarakat yang kehilangan hubungan dengan pengaruh-pengaruh luar,
itu mengakibatkan sulitnya mengalami pembangunan ekonomi disebabkan karena
keberadaan wilayah yang berada jauh dari wilayah lain yang merupakan pusat
jarak tempuh yang cukup jauh dari ibu kota provinsi, kota kabupaten, kota
kecamatan akan menjadi faktor penyebab bagi adanya desa terpencil/terisolir.
Secara umum ada fasilitas-fasilitas yang disediakan negara untuk
menunjang kesejahteraan rakyatnya. Fasilitas-fasilitas umum seperti PLN
(Perusahaan Listrik Negara), PAM (Perusahaan Air Minum), dan sarana
transportasi merupakan fasilitas-fasilitas yang sangat pokok bagi masyarakat
pada umumnya. Mulai dari kebutuhan akan penerangan, termasuk juga informasi
dari media elektronik. Kebutuhan akan air bersih untuk MCK (mandi, cuci, kakus)
yang sangat erat hubungannya dengan kesehatan dan kebersihan secara jasmani,
dan puskesmas sebagai pusat kesehatan bagi masyarakat. Seharusnya tidak ada
lagi masyarakat yang tidak mencapai tingkat kesejahteraan yang dinyatakan oleh
kriteria BPS tersebut.
Seperti yang banyak ditunjukkan pada penelitian-penelitian di
pedesaan-pedesaan lain, baik itu yang memiliki sumber pencaharian dari pertanian maupun
nonpertanian. Seperti yang terjadi di daerah Borneo yaitu Kalimantan disebut
sekarang. Sebagai bagian tengah dari bangsa ini, yang tidak terlalu jauh dari
ibukota Negara, ternyata masih sangat banyak mengalami kesenjangan ekonomi.
Bahkan masih sangat primitive baik dari cara mereka mengobati menyakit. Peran
terpenting dari cara mereka mengobati penyakit adalah pembacaan mantera;
pengusiran roh jahat yang menyebabkan penyakit itu, dengan bantuan roh baik
yang ditolong oleh para dayung. Orang-orang Kayan di Mendalam merupakan
petani-petani ulung. Mereka terutama menanam padi dan mengenal 17 jenis padi:
bakar pada umumnya pada awal musim kemarau kaum lelaki memotong pohon
kayu dan dibiarkan hingga cukup kering oleh sinar matahari sehingga dapat
dibakar. Cara mereka melihat lahan yang baik untuk pertanian juga dengan cara
mendengar suara burung. Jika burung menyahut dari kanan, maka baguslah lahan
tersebut. Namun jika burung tersebut menyahut dari kiri maka lahan tersebut tidak
bagus (Nieuwenhuis: 73, 1994).
Masyarakat desa yang umumnya bermata pencaharian nonpertanian yaitu
nelayan juga mengalami ketertinggalan dalam hal ekonomi. Seperti halnya yang
terjadi di daerah Ujungbatu yang adalah sebuah desa yang terletak di kecamatan
kota Jepara, yang tidak jauh jaraknya dari kota Jepara. Namun masyarakatnya
yang umumnya bermata pencaharian belum mencapai tingkat kesejahteraannya.
Terbukti dari jumlah para nelayan yang memiliki perahu sebagai alat untuk
berlayar jauh lebih sedikit dibandingkan yang punya perahu. Maka kebanyakan
dari mereka tentunya bisa sebagai buruh saja. Maka demikian jugalah jumlah ikan
yang mereka dapatkan. Data yang diperoleh adalah tahun 1988, saat sebelum
adanya kapal-kapal besar yang bermuara di sana. Saat itu jumlah nelayan 10.616
orang, sementara jumlah penangkapan hanya 1.632 ton.
Sesungguhnya penanggulangan terhadap kemiskinan di negara ini sudah
dilakukan dengan berbagai cara. Seperti juga halnya pola pembangunan regional
yaitu berupa agenda khusus untuk Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang
dipergunakan untuk menyebut Sembilan propinsi yang terletak di sebelah timur
Bali, yakni: Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Tim-Tim,
Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Maluku
Sulawesi Selatan sebenarnya memiliki tingkat kemajuan pembangunan nyaris
setara dengan Sumatera utara yang merupakan salah satu daerah andalan KBI
(Sarman: 3, 2000). Dalam hal ini bisa kita lihat Sumatera Utara yang adalah
daerah andalan bagi KBI masih memiliki beberapa daerah tertinggal di masa
sekarang ini.
Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk meneliti sebuah desa
tertinggal bahkan terisolasi yang berada di kabupaten Simalungun. Kabupaten
yang terletak antara 2,36°–3,18° LU dan 98,32°–99,35° BT, berada pada
ketinggian 20–1.400 m diatas permukaan laut. Sebelah barat berbatasan dengan
Kabupaten Karo, sebelah timur dengan KabupatenAsahan, sebelah utara
berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai dansebelah selatan dengan
Kabupaten Toba Samosir. Keadaan iklim Kabupaten Simalungun bertempratur
sedang , suhu tertinggi terdapat pada bulan juli dengan rata-rata 26,4°C. Rata –
rata suhu udara tertinggi pertahun adalah 29,3°C dan terendah 20,6°C.
Kelembapan udara rata-rata perbulan 84,2 % dengan kelembapan tertinggi terjadi
pada bulan Desember yaitu 87,42% dengan penguapan rata-rata 3,35mm/hari.
Kabupaten Simalungun dengan luas 4.386,60 Km² atau 6,12% dari luas wilayah
Propinsi Sumatera Utara terdiri dari 31 Kecamatan, 343 desa /nagori dan 24
Kelurahan dengan jarak rata-rata ibukota kecamatan ke ibukota kabupaten antara
13 km s/d 97 km.
Berdasarkan hasil Registrasi Penduduk oleh BPS Pemerintah Kabupaten
Simalungun pada tahun 2008, jumlah penduduk Kabupaten Simalungun adalah
846.329 yang terdiri dari 423.747 orang laki-laki dan 422.582 orang perempuan
dan kepadatan penduduknya sebesar 192,9 jiwa/Km². Luas wilayah terbesar
berada di Kecamatan Raya dengan luas 335.60% Km² dan wilayah terkecil di
Kecamatan Haranggaol Horison 34.50 Km². Jumlah penduduk terbesar berada di
Kecamatan Bandar dengan 66.739 jiwa dan terkecil berada di Kecamatan
Haranggaol Horison dengan jumlah penduduk 5.789 jiwa (Saragih, 2009: 4).
Salah satu indikator keberhasilan kinerja pembangunan sosial ekonomi
suatu pemerintahan adalah tingkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM)/ Human
Development Index (HDI) yang diukur dari angka harapan hidup, tingkat melek
hurup dan standar hidup layak. Pada tahun 2007 angka IPM Kabupaten
Simalungun sebesar 72,09 lebih tinggi dibanding tahun 2006 (71,82) atau naik
0,27. Berada pada urutan 15 dari 26 kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara.
Produk Domestik Regional Buruh (PDRB) Kabupaten Simalungun pada tahun
2007 sebesar Rp 7,647 Triliun, naik sebesar Rp. 765 Milyard dibanding tahun
2006 yang berjumlah Rp 6,881 Triliun, atau meningkat 11,13%. Faktor utama
pendorong laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Simalungun adalah sektor
pertanian khususnya sub sektor perkebunan yang laju pertumbuhannya mencapai
6,51%. Kontribusi sektor pertanian adalah yang terbesar yakni 54,27% disusul
oleh sektor industri 18,20% dan sektor jasa-jasa 11,25%. PDRB perkapita
Kabupaten Simalungun tahun 2007 sebesar Rp. 9.036.000 atau naik
11,07%dibandingkan tahun 2006 (Rp. 8,135 Juta)(Saragih, 2009: 4).
Desa Marjandi Dolok termasuk salah satu desa yang tertinggal yang
terdapat di Kecamatan Raya, yang saat ini adalah ibukota Kabupaten Simalungun.
Pada umumnya masyarakat desa ini adalah bermata pencaharian bertani. Artinya
oleh faktor pertanian dan perkebunan, harusnya masyarakat desa Marjandi Dolok
termasuk di dalamnya, namun ternyata daerah ini sangat terpencil hingga saat ini
dan cukup memprihatinkan keberadaannya.
Marjandi Dolok letak daerahnya terpencil, jauh dari jangkauan sarana
pembangunan dan media komunikasi. Apabila kita hendak ke desa ini kita
menggunakan alat transportasi dengan jalan beraspal 10 Km dari ibukota
kecamatan yaitu Pamatang Raya ke Simpang Pangalbuan. Dari simpang kita naik
truk yang biasanya digunakan untuk mengangkut barang yang ada hanya sekali
seminggu, yaitu hari sabtu dan hari-hari lain jika ada acara pesta yang melibatkan
seluruh masyarakat desa. Jika tidak maka harus berjalan kaki dengan jarak tempuh
sekitar 10 Km. dengan kondisi jalan berbatu dan tanah, yang tanjakan dan turunan
yang sangat curam dan terjal dan sangat sempit. Di kiri kanan jalan ditemukan
jurang-jurang dan bukit-bukit.
Desa Marjandi Dolok dikelilingi oleh ladang-ladang penduduk. Pada
umumnya masih banyak tanah yang belum digarap, dikarenakan tanah terlalu jauh
dari pemukiman, dan ada tanah yang memiliki kemiringan lebih dari 45 derajat.
Terisolasinya Desa Marjandi Dolok juga diakibatkan penerangan yang kurang
memadai. Bisa dihitung hanya ada 3-4 keluarga yang memiliki sarana penerangan
di tempat tersebut melalui genset yang mereka miliki, sebab belum terdapat sarana
PLN di tempat tersebut. Hal ini mengakibatkan masyarakat desa sangat jarang
mendapatkan informasi, baik dari media cetak maupun media elektronik, keadaan
desa yang bergerak statis, dan keadaan masyarakat yang homogen. Jika ditinjau
dari segi pendidikannya yang relatif rendah, penghasilan yang cukup rendah juga,
rendah. Hal ini mengakibatkan masyarakat pada umumnya berada di bawah garis
kemiskinan sesuai dengan kriteria miskin versi BPS tersebut di atas.
Di desa Marjandi Dolok belum terdapat PAM (Perusahaan Air Minum),
yang artinya belum terdapat sumber air bersih di tempat ini. Penduduk mandi,
cuci, bahkan mengambil air untuk minum pada umumnya dari sungai. Sungai
yang airnya akan keruh jika datang hujan, karna air tersebut bersumber dari mata
air. Hal ini menunjukkan bahwa tempat tersebut masih jauh dari standar hidup
sehat jika dilihat dari sumber air yang mereka gunakan. Secara umum anak-anak
desa masih banyak yang tidak pernah menggosok giginya dan ibu-ibu mereka
juga tidak banyak memiliki banyak waktu untuk memperhatikan kesehatan
anak-anaknya. Hal ini dikarenakan di tempat tersebut juga belum terdapat puskesmas,
kekurangan ekonomi dan kurangnya pengetahuan. Di sisi lain mereka sangat
sibuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Dalam hal ini bisa
disimpulkan ketertinggalan dan kemelaratan desa sesungguhnya banyak
disebabkan kurangnya kebijakan dan perhatian pemerintah akan daerah ini.
Uraian yang telah dituliskan penulis di atas menunjukkan bahwa hingga
saat ini desa Marjandi Dolok masih berada pada tataran desa tertinggal di sela-sela
semakin berkembangnya era modernisasi. Bahkan saat ini pemindahan ibukota
Kabupaten Simalungun ke kota Pamatang Raya, yang merupakan ibukota
kecamatan dari Kecamatan Raya juga tidak memberi perubahan baru bagi desa
ini. Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk meneliti seberapa jauh
Pengaruh Isolasi Daerah terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat di Desa Marjandi
I.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis
merumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah ”Bagaimana Pengaruh
Isolasi Wilayah terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat di Desa Marjandi Dolok,
Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun.”
I.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
I.3.1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang ada maka penelitian ini bertujuan untuk
”Mengetahui Pengaruh Isolasi Wilayah terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat di
Desa Marjandi Dolok, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun.”
I.3.2. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi setiap pihak yang
terkait, yakni:
1. Pemerintah setempat, sebagai referensi untuk lebih memperhatikan daerah
tersebut dalam meningkatkan keadaan sosial ekonomi masyarakatnya.
2. Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, sebagai referensi bagi penelitian
berikutnya yang berhubungan.
3. Bagi penulis sendiri, yaitu untuk melatih diri dan mengembangkan
I.4. Sistematika Penulisan
Penulisan penelitian ini disajikan dalam enam bab dengan sistematika sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi uraian dan teori-teori yang berkaitan dengan masalah dan objek yang diteliti, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional.
BABIII : METODE PENELITIAN
Bab ini berisi tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, serta teknik analisa data.
BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisi tentang gambaran umum lokasi penelitian.
BAB V : ANALISIS DATA
Bab ini berisi tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian dan analisisnya.
BAB VI : PENUTUP
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengaruh
Pengaruh menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah daya
yang ada dan timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak,
kepercayaan atau perbuataan seseorang. Dari pengertian di atas telah
dikemukakan sebelumnya bahwa pengaruh adalah merupakan sesuatu daya yang
dapat membentuk atau mengubah sesuatu yang lain.
Pengaruh adalah suatu keadaan ada hubungan timbal balik, atau hubungan
sebab akibat antara apa yang mempengaruhi dengan apa yang di pengaruhi. Dua
hal ini adalah yang akan dihubungkan dan dicari apa ada hal yang
menghubungkannya. Di sisi lain pengaruh adalah berupa daya yang bisa memicu
sesuatu, menjadikan sesuatu berubah. Maka jika salah satu yang disebut pengaruh
tersebut berubah, maka akan ada akibat yang ditimbulkannya.
2.2. Isolasi Wilayah
Dalam kamus besar bahasa Indonesia Isolasi berarti penyekatan,
pemisahan, keadaan tidak terhubung dengan yang lain. Isolasi digambarkan
sebagai kehilangan hubungan dengan apa yang ada di luarnya. Ada batas-batas
yang membuat hal itu terjadi. Wilayah adalah suatu lingkungan daerah yang di
yang terdapat syarat-syarat seperti luas daerah, perbatasan, struktur pemerintahan,
komunitas masyarakat, budaya, dan sebagainya.
Isolasi daerah adalah keadaan terpencilnya suatu wilayah disebabkan jauh
dari hubungan lalu-lintas, sehingga menyebabkan minimnya hubungan dengan
pihak lain (Siagian, 159: 2004). Keadaan yang sulit untuk dijangkau akan
menagkibatkan suatu wilayah terabaikan, dan tanpa hubungan yang terjadi dengan
pihak luar maka wilayah tersebut akan sulit mengalami perubahan. Dalam hal ini
akan terjadi keadaan wilayah yang bergerak statis. Akan sangat lambat mengalami
perubahan.
Di sisi lain daerah terisolasi ini akan menjadi wilayah yang sulit menerima
perubahan dari dunia luar. Mereka akan menjadi orang-orang yang tertutup dan
cenderung berfikir primitif. Keterbelakangan pemikiran ini adalah akan
mengakibatkan wilayah ini jauh tertinggal, sebab di sisi lain daerah lain akan terus
menerus mengalami perkembangan yang cepat sehubungan dengan era
globalisasi. Sesungguhnya wilayah terisolasi ini membutuhkan uluran tangan
kaum intelektual, mereka butuh perhatian khusus. Sangat dibutuhkan adanya
terobosan baru yang menguak fakta yang terjadi di daerah terisolasi ini.
Seperti yang dilakukan oleh intelektual muda dari organisasi Ikatan
Mahasiswa Simalungun yang terdapat di Universitas Sumatera Utara setiap
tahunnya, organisasi ini selalu mengadakan pengabdian desa dengan tujuan
daerah-daerah terisolir. Di tempat-tempat seperti ini mahasiswa Simalungun ini
mencoba membuka pemahaman baru tentang pentingnya ilmu pengetahuan,
Pada umumnya keterisoliran wilayah menjadikan masyarakat desa memiliki
pemahaman yang sangat berbeda dari kemajuan. Hidup dalam ketertinggalan
membuat masyarakatnya terus terjebak dengan lingkaran setan itu.
Disadari atau tidak disadari, cepat atau lambat masyarakat desa yang
mengalami keterisoliran itu hanya akan menjadi masyarakat-masyarakat yang
tergilas oleh jaman. Masyarakat yang tidak mampu bersaing dengan tingginya
ilmu pengetahuan dan teknologi hanya akan mengalami tekanan yang nantinya
secara semena-mena datang dari kaum-kaum pemodal dan pemilik ilmu
pengetahuan. Saat ini mungkin mereka masih merasa nyaman dengan keberadaan
mereka, walaupun sesungguhnya ada juga sebagian kecil diantara mereka yang
mulai memikirkan kearah tersebut.
Ternyata globalisasi yang digembor-gemborkan oleh para penganjurnya
dalam hal ini adalah Bank Dunia, IMF, WTO dan sebagainya menunjukkan
kenyataan yang berbeda dari apa yang pernah mereka janjikan saat itu. Mereka
berpendirian bahwa dengan menghilangkan sejumlah hambatan terhadap
perdagangan perusahaan besar dan berbagai investasi keuangan, maka itulah
gagasan terbaik menuju pertumbuhan. Dan jalan terbaik untuk keluar dari
kemiskinan. Mereka juga berpendapat bahwa berjuta-juta oraang yang secara
terang-terangan menentang model globalisasi ekonomi akan merugikan
kepentingan kaum miskin sendiri.
Sejauh ini, hampir seluruh fakta dalam beberapa decade lalu (1970-2000)
masa pengaruh tercepat dari globalisasi ekonomi menunjukkan bahwa globalisasi
Pada saat ini, bukti-bukti tentang kegagalan globalisasi yang dimunculkan oleh
para tokoh oposisinya (Wibowo, 4: 2003).
2.3. Sosial Ekonomi
Kondisi sosial ekonomi adalah suatu keadaan atau kedudukan yang diatur
secara sosial dan menetapkan seseorang dalam posisi tertentu dalam struktur
sosial masyarakat. Pemberian posisi ini disertai dengan seperangkat hak dan
kewajiban yang harus dipenuhi oleh sipembawa status. Tingkat sosial merupakan
faktor nonekonomis seperti budaya, pendidikan, umur dan jenis kelamin.
Sedangkan tingkat ekonomi seperti pendapatan, jenis pekerjaan, pendidikan dan
investasi.
Sosial ekonomi dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berkaitan
dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat, antara lain dalam sandang, pangan,
kerumahan, pendidikan, kesehatan, dan lainnya. Pemenuhan kebutuhan yang
dimaksud berkaitan dengan penelitian yang dilakukan.
Kehidupan sosial ekonomi harus dipandang sebagai sistem sosial, yaitu
satu ke seluruh bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berhubungan dalam
satu kesatuan. Kehidupan sosial adalah kehidupan bersama manusia atau kesatuan
manusia yang hidup dalam pergaulan. Interaksi ini pertama terjadi pada keluarga
ada terjadi hubungan antara ayah, ibu, dan anak. Dari adanya interaksi antara
anggota keluarga maka akan muncul hubungan dengan masyarakat luar. Pola
hubungan interaksi ini tentu saja dipengaruhi lingkungan dimana masyarakat
yang terjadi lebih erat dibandingkan dengan perkotaan. Pada masyarakat yang
yang hidup di perkotaan hubungan interaksi biasanya lebih dieratkan oleh status,
jabatan atau pekerjaan yang dimiliki. Hal ini menyebabkan terjadinya stratifikasi
sosial dalam masyarakat (Parsidu, 1985:175).
Keberadaan seperti hal diatas mempengaruhi gaya hidup seseorang, tentu
saja termasuk dalam berperilaku dan dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Seperti
yang dikatakan oleh beberapa ahli mengenai konsumsi dan gaya hidup. Konsumsi
terhadap suatu barang menurut Weber merupakan gambaran hidup dari kelompok
atas atau tertentu (Damsari, 1997:137).
Melly G.Tan mengatakan untuk melihat kedudukan sosial ekonomi adalah
pekerjaan, penghasilan, dan pendidikan. Berdasarakan ini masyarakat dapat
digolongkan kedalam kedudukan sosial ekonomi rendah, sedang, dan tinggi
seperti di bawah ini :
a) Golongan masyarakat berpenghasilan rendah, yaitu masyarakat yang
menerima pendapatan lebih rendah dari keperluan untuk memenuhi
tingkat hidup minimal mereka perlu mendapatkan pinjaman dari orang
lain.
b) Golongan masyarakat yang berpenghasilan sedang, yaitu pendapatan
harga cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok dan tidak dapat
menabung.
c) Golongan masyarakat yang berpenghasilan tinggi, yaitu selain dapat
memenuhi kebutuhan pokok, juga sebagian dari pendapatan itu dapat
ditabungkan dan digunakan untuk kebutuhan yang lain (Tan dalam
2.4. Masyarakat
Masyarakat adalah golongan besar atau kecil terdiri dari beberapa
manusia, yang atau dengan sendirinya bertalian secara golongan dan pengaruh
mempengaruhi satu sama lain. Pengaruh dan pertalian kebatinan yang terjadi
dengan sendirinya disini menjadi unsur yang sine qua non yang harus ada dalam
masyarakat, bukan hanya menjumlahkan adanya orang-orang saja, diantara
mereka harus ada pertalian satu sama lain. Masyarakat adalah satu kesatuan yang
berubah yang hidup karena proses masyarakat yang menyebabkan perubahan
itu.Masyarakat mengenal kehidupan yang tenang, teratur dan aman disebabkan
oleh karena pengorbanan sebagian kemerdekaan dari anggota-anggotanya,baik
dengan paksa maupun sukarela. Pengorbanan disini dimaksudkan menahan nafsu
atau kehendak sewenang-sewenang, untuk mengutamakan kepentingan dan
keamanan bersama, dengan paksa berarti tunduk kepada hukum-hukum yang telah
ditetapkan (negara dan sebagainya) dengan sukarela berarti menurut adaptasi dan
berdasarkan keinsyafan akan persaudaraan dalam kehidupan bersama ini.
Orang berkesimpulan bahwa manusia tidak dapat hidup seorang diri, hidup
dalam gua di pulau sunyi umpamanya selalu ia akan tertarik kepada hidup
bersama dalam masyarakat, karena :
a) Hasrat yang berdasar naluri (kehendak di luar pengawasan akal)
untuk memelihara keturunan, untuk mempunyai anak, kehendak
akan memaksa ia mencari isteri hingga masyarakat keluarga
terbentuk.
b) Kelemahan manusia selalu terdesak ia untuk mencari kekuatan
sehingga berlindung bersama-sama dan dapat pula mengejar
kebutuhan kehidupan sehari-hari dengan tenaga bersama-sama.
c) Aristoteles berpendapat, bahwa manusia ini adalah zoon politikon,
yaitu mahkluk sosial yang hanya menyukai hidup berkelompok
atau sedikitnya mencari teman untuk hidup bersama lebih suka dari
pada hidup sendiri.
d) Bergson (1895) berpendapat bahwa manusia ini hidup bersama
bukan karena oleh persamaan malainkan oleh karena perbedaan
yang terdapat dalam sifat, kedudukan, dan sebagainya, demikian
oleh karena pendapat ini berdasar kepada pelajaran dialektika,
yang mencoba melihat kebenaran dalam kenyataan dengan
mengadakan perbedaan dan perbandingan.
Masyarakat Indonesia memiliki truktur masyarakat yang terurai atas 2
bagian (Nasution, 2003: 82):
1. Struktur horizontal
Dalam rangka memahami masyarakat Indonesia yang bersifat majemuk ini
perlu kiranya mengungkapkan tentang suku bangsa-suku bangsa dan gambaran
umum tentang kebudayaan, maupun agama yang dianut oleh masyarakat
Indonesia, yang dalam beberapa hal dapat dapat membantu memahami suasana
dari masyarakat Indonesia.
a. Suku bangsa, di Indonesia terdapat 366 suku bangsa, dengan perincian:
Sumatera 49 suku bangsa, Jawa 7 suku bangsa, Kalimantan 73 suku
bangsa, Sulawesi 117 suku bangsa, Nusa Tenggara 30 suku bangsa,
yang dibicarakan tadi, sebagian kecil orang Indonesia adalah
orang-orang Tionghoa dan timur asing lainnya(Koentjaradiningrat dalam
Nasution, 2003: 83). Orang-orang Tionghoa ini digolongkan sebagai
salah satu suku bangsa diantara berbagai suku bangsa di Indonesia
(Nasikun dalam Nasution, 2003: 83).
b. Kebudayaan
Menurut Koentjaradiningrat kebudayaan mencakup konsep yang luas
sehingga untuk kepentingan analisis, konsep kebudayaan ini perlu
dipecah lagi dalam unsur-unsurnya. Unsur-unsur yang terbesar yang
terjadi karena pecahan tahap pertama disebut unsur-unsur kebudayaan
yang universal dan merupakan unsur-unsur yang pasti bisa didapatkan
di semua kebudayaan di dunia baik yang hidup dalam masyarakat
perkotaan yang besar dan kompleks. Unsur-unsur universal itu yang
yang sekalian merupakan isi dari semua kebudayaan yang ada di dunia
ini adalah (Nasution, 2003: 83):
1. Sistem religi dan upacara keagamaan.
2. Sistem dan organisasi kemasyarakatan.
3. Sistem pengetahuan.
4. Bahasa.
5. Kesenian.
6. Sistem mata pencaharian hidup.
Dari pembicaraan tersebut di atas dapat dipahami bahwa Indonesia
merupakan masyarakat yang dengan sendirinya dapat dipahami.
Dengan demikian apabila kita mengikuti kensepsi sistem sosial, maka
masyarakat Indonesia setidak-tidaknya sampai saat ini merupakan
masyarakat yang terdiri dari suku-suku bangsa.
c. Agama
Kenyataan memperlihatkan bahwa masyarakat Indonesia menganut
agama yang beragam. Ada beberapa agama yang dianut di Indonesia.
Pada umumnya agama yang dominan di anut adalah Islam, Kristen,
Hindu, dan Budha. Namun masih ada beberapa agama yang belum
disebutkan yang juga bisa didapati di Indonesia.
2. Struktur vertikal
Dalam membicarakan struktur vertikal atau lebih sering digunakan
pelapisan sosial, Soerjono Soekanto memulainya dari penghargaan, dalam arti
bahwa bibit tumbuh atau terjadinya pelapisan social oleh karena adanya sesuatu
yang dihargai. Sesuatu itu mungkin dapat berupa uang atau benda-benda bernilai
ekonomis, mungkin juga berupa tanah, kekuasaan, keturunan dari keluarga
terhormat. Atau dengan kata lain adanya peghargaan terhadap sesuatu tersebut
mengakibatkan anggota masyarakat mengidentifikasikan dan menetapkan sesuatu
dalam posisi yang tinggi atau rendah (Nasution, 2003: 89).
Untuk melihat bagaimana pelapisan sosial tiga komunitas atau masyarakat
setempat tersebut di atas dapat digambarkan sebagai berikut:
Kelihatannya resepsi-resepsi resmi dijadikan pedoman untuk menelaah
pelapisan social atas dasar kekuasaan. Dinyatakan bahwa kelas golongan
pengusaha tertinggi diwakili oleh mereka yang diundang untuk menghadiri
resepsi kenegaraan di Istana Negara. Tercakup di sini menteri-menteri,
pejabat-pejabat tertinggi, Angkatan Bersenjata dan pemerintah sipil, tokoh-tokoh politik,
kepala perwakilan asing dan akhirnya adalah tokoh-tokoh terkenal dari organisasi
buruh, wanita dan pemuda yang berafiliasi kepada partai. Di bawah elit penguasa
ini adalah mereka yang selalu memenuhi pesta-pesta di perwakilan-perwakilan
asing. Antara kelompok ini dan kelompok elit tertinggi terdapat keanggotaan
rangkap yang cukup besar, namun karena kehadiran pejabat militer dan sipil
tingkat rendahan inilah maka kelompok ini berada pada tingkat kedua di dalam
lapisan kekuasaan. Kelompok lain yang hampir sama dan hampir setingkat
dengan kelompok ini adalah mereka yang muncul di pesta-pesta yang biasanya
diselenggarakan oleh menteri-menteri atau kepala-kepala staff angkatan
bersenjata yang sering terdiri dari perwira-perwira militer. Kelompok ketiga
adalah mereka yang diundang pesta yang diadakan oleh walikota atau komandan
daerah militer Jakarta. Di sini orang-orang yang menduduki posisi kekuasaan
tingkat daerah berkumpul dalam komposisi yang sama elit penguasa pada tingkat
nasional (Nasution, 2003: 91).
Kelas ekonomi menengah jauh kurang kentara, mereka mungkin memiliki
kekayaan dari sisa-sisa masa sebelum perang, atau memiliki pendapatan yang
layak dari perusahaan-perusahaan swasta, atau bahkan pegawai-pegawai
pemerintah yang berpenghasilan rendah namun pasangannya melibatkan diri
memperoleh penghasilan tambahan guna memenuhi keperluan keluarga mereka.
Sementaraa pada dasar bawah lapisan ekonomi adalah buruh yang sebagian
besarnya tidak terampil, pegawai-pegawai pemerintah yang tidak termasuk kelas
atas atau kelas menengah, para penjaga toko dan pedagang-pedagang kecil.
Seperti di lingkungan massyarakat di manapun, jumlah mereka jauh melampaui
jumlah kelas atas dan menengah. Dengan demikian mereka secara ekonomi
memiliki arti penting sabagai konsumen dan sebagai buruh.
b. Masyarakat Kota Kecil
Dalam masyarakat semacam ini sistem pelapisan sosial kekuasaan dan
prestise saling bertindih secara luas, mengikuti organisasi pemerintah daerah. Ada
suatu kebiasaan yang kuat dalam masyarakat setempat ini, orang disapa bukan
dengan namanya sendiri, tetapi dengan nama jabatan yang didudukinya di dalam
pemerintahan ataupun organisasi formal lainnya. Akibatnya setiap kenaikan
dalam kepangkatan formal secara tidak terelakkan diikuti oleh kenaikan status
yang sama dalam kehidupan pribadi. Dengan cara begini maka organisasi
administratif dan sistem sosial sangat mempengaruhi.
Pendidikan memiliki nilai sosial yang jauh lebih menonjol di kota kecil
daripada di kota besar seperti Jakarta. Pelapisan ekonomi dalam masyarakat kota
kecil jauh kurang penting daripada sistem pelapisan kekuasaan dan prestise.
Dalam sistem perekonomian sederhana susah untuk membedakan kelas ekonomi
teratas dengan kelas ekonomi dibawahnya, sehingga dapat dikatakan bahwa
terdapat golongan menengah bercampur-baur serta tidak jelas batasnya dengan
kelas bawahan. Kelas menengah dari segi ekonomi pada masa ini meliputi mereka
dengan pedagang yang berhasil. Penduduk lainnya, termasuk pegawai-pegawai
rendahan, pekerja-pekerja kasar, pedagang eceran,penjaga toko kecil merupakan
kelas kecil maupun kelas bawah dari kelas ekonomi (Nasution, 2003: 93).
Lapisan masyarakat ini akan lebih mudah membedakan lapisan atas dan
menengah dengan lapisan bawah. Tingkat pendidikan formal, tutur kata,
perbendaharaan kata, tingkah laku lebih halus merupakan lambang yang
umumnya tidak dipunyai oleh masyarakat lapisan bawah.
c. Masyarakat Pedesaan
Masyarakat pedesaan adalah kehidupan paguyuban, pengawasan
tindak-tanduk seseorang yang kuat, persamaan asal-usul etnis, latar belakang pendidikan
yang sama, system pertanian yang saderhana dan ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan sendiri, kebiasaan dan tradisi yang seragam dari anggota masyarakat
desa secara bersama-sama memupuk solidaritas masyarakat (Nasution, 2003: 93).
Masyarakat desa adalah sifat ketentraman seperti apa yang dikatakan
Boeke: ”desa itu bukanlah tempat untuk bekerja, tetapi iempat ketentraman:
Ketentraman itu adalah pada hakekatnya hidup bagi orang timur.” Apakah ciri-ciri
yang sering dihubungkan dengan masyarakat pedesaaan yang ada dalam
desa-desa di Indonesia. Pertama-tama orang kota itu sering membayangkan masyarakat
desa itu sebagai tempat orang bergaul dengan rukun, tenang, dan selaras.
Menunjukkan bahwa sering juga di dalam masyarakat desa tempat orang hidup
berdekatan dengan orang-orang tetangga terus menerus, kesempatan untuk
pertengkaran sangat banyak dan peristiwa peledakan dari keadaan-keadaan tegang
Semua faktor tersebut ditambah dengan hakikat kebudayaan pedesaan
yang terkait kepada tanah yang secara bersama membentuk struktur masyarakat
desa. Kekuasaan, kekayaan, dan prestise didasarkan kepada penguasaan atas
tanah. Pada hakekatnya digabungkan menjadi satu jenis pelapisan yang meliputi
seluruh anggota masyarakat. Dengan demikian kepemilikan tanah seseorang akan
sangat berhubungan dengan tingkat penghargaan yang diperoleh dari masyarakat,
maka tanahlah yang akan menentukan seseorang dalam system kelas dalam
masyarakat pedesaan. Jika kita amat-amati terdapat empat lapisan yang
dihubungkan pada pemilikan atas tanah:
1. Petani yang memiliki tanah dan rumah.
2. Petani yang memiliki tanah, tapi tidak punya rumah.
3. Petani yang tidak memiliki tanah, tapi memiliki rumah.
4. Petani yang tidak memiliki tanah dan rumah, yang hidup menumpang pada
orang lain sebagai buruh tanah.
Masyarakat pedesaan sesungguhnya memiliki pemahaman bahwa
pendidikan formal sangat berpengaruh dalam mobilitas desa. Demikian juga
dengan keberadaan koperasi, lembaga musyaearah desa, organisasi-organisasi
wanita dan pemuda, karang taruna dan lain-lain, akan semakin meningkatkan
dinamika yang berkembang pada daerah pedesaan.
Payung Bangun dalam memahami dan menelaah pelapisan sosial yang
terjadi di Indonesia menggunakan konteks kebudayaan sebagai landasan
dari dua sub kebudayaan, yaitu ssub kebudayaan tradisional dan sub kebudayaan
nasional. Sub kebudayaan tradisional meliputi unsur-unsur yang dianggap dan
dipercayai berasal dari dan merupakan warisan dari nenek moyang, sedangkan
sub kebudayaan Indonesia mempunyai unsur yang memasuki sub kebudayaan
suku bangsa melalui pendidikan, perdagangan, perubahan sistem dan struktur
pemerintahan, pengaruh ilmu pengetahuan dan tehnologi masa kini. Dengan
demikian ada sub kebudayaan tradisional, dan ada sub kebudayaan Indonesia
(Nasution,2003: 95). Ada sub kebudayaan Simalungun, ada sub kebudayaan
Indonesia-Simalungun. Ada sub kebudayaan Jawa, ada sub kebudayaan
Indonesia-Jawa. Di sejumlah suku bangsa masih ada sub kebudayaan yang lain,
yaitu sub kebudayaan yang dipengaruhi oleh agama. Berdasarkan atas kerangka di
atas, kemudian dinyatakan bahwa terdapat system pelapisan social tradisional,
agama, dan nasional.
Kedudukan-kedudukan pada sistem pelapisan sosial tradisional di
Indonesia pada umumnya merupakan kedudukan-kedudukan yang askriptif, yaitu
kedudukan-kedudukan yang utama berdasarkan kualitas pribadi. Kualitas pribadi
yang umumnya menentukan kedudukan tradisional adalah
1. Jenis kelamin
Secara garis besar di Indonesia kedudukan laki-laki dinilai lebih tinggi
daripada wanita. Laki-laki dalam rumahtangganya dihormati oelh istri
dan anak-anaknya. Selain memperoleh penghormatan suami
memperoleh pelayanan dan hak-hak yang melebihi istri dan anak-anak.
Orang yang lebih tua memiliki kedudukan lebih tinggi. Terlihat dari
tindakan dan tutur kata. Terlihat jelas bahwa pelayananpun lebih baik.
Bukan hanya usia, ada yang disebut dengan generasi, hal ini
tergantung pada adat-istiadat yang dianut.
3. Keturunan
Keturunan bangsawan, pendiri desa, raja biasanya dibedakan dengan
orang-orang biasa. Di Jawa, khususnya di Yogyakarta terdapat
perbedaan tingkat kedudukan antara sultan, kaum bangsawan
(Sentonodalem), priyayi (abdidalem), dan orang-orang biasa
(kawuladalem atau wong cilik). Kemudian di kalangan orang
Simalungun, terdapat juga kasta-kasta berdasarkan keturunan, yaitu
keturunan dari pendiri desa (partuanon), orang biasa (paruma), dan
budak (jabolon).
Selama ini pembangunan pedesaan didekati melalui pendekatan ’dari atas’
atau ’dari bawah’. Pendekatan pertama yang biasanya dikenal dengan teori
’tetesan ke bawah’ (tricle down) sudah dianggap kurang mengena sehingga
banyak ditinggalkan para ahli. Pendekatan kedua banyak dianjurkan tetapi dalam
kenyataannya sukar dilaksanakan karena tidak terlalu mudah memasukkannya ke
dalam program pembangunan ekonomi makro yang bersifat Nasional.walaupun di
sana sini sudah dilakukan studi-studi untuk menyiapkan proyek-proyek
pembangunan pedesaan, namun akhirnya hasil-hasilnya kurang dapat
Salah satu masalah paling sulit adalah apa yang biasanya disebut dengan
faktor-faktor kelembagaan. Di satu pihak penentu kebijaksanaan biasanya sudah
mampu menangkap berbagai aspirasi atau keinginan masyarakat terlemah di
pedesaan, sehingga secara tepat aspirasi-aspirasi tersebut berhasil dimasukkan ke
dalam program-program pembangunan nasional. Namun, pada saat kebijaksanaan
dan program-program tersebut hendak dilaksanakan ternyata ada pihak-pihak
yang lebih dulu dan lebih mampu memanfaatkan program-program tersebut. Ini
berarti program-program tersebut ada tetapi manfaatnya tidak sampai pada
sasaran yang telah ditentukan.
Selain itu pertanian yang masih menjadi sumber utama mata pencaharian
dari tiga perempat penduduk dunia, pertanian merupakan aktifitas budaya maupun
ekonomi. Persetujuan tentang pertanian (AoA=Agreement on agriculturale)
adalah sistem yang mendasarkan diri pada aturan liberalisasi perdagangan di
bidang pertanian. Sistem ini didesakkan oleh Amerika Serikat beserta sejumlah
koorporasi agribisnis multinasionalnya. Mereka berupaya memaksakan suatu
sistem persaingan global yang tidak seimbang di sektor pertanian domestik.
Caranya yaitu dengan melumpuhkan kemampuan atau ketahanan
pertanian-pertanian rakyat. Upaya pemaksaan ini tak lain agar petani tak mampu bersaing
dengan berbagai produk impor dari negara mereka. Alhasil berjuta-juta petani
kecil tersingkir dari tanah mereka, dan untuk beberapa saat kemudian terwujudlah
”program penciptaan pengungsi terbesar di dunia”. Dengan demikian maksud dan
tujuan korporrasi-korporasi global untuk menguasai pertanian semakin
2.5. Kesejahteraan Sosial
Kesejahteraan secara harafiah mengandung makna yang luas dan
mencakup berbagai segi pandangan atau ukuran-ukuran tertentu tentang sesuatu
ysng menjadi ciri utama pengertian. Menurut Undang-Undang Kesejahteraan
Sosial nomor 11 Pasal 1 ayat 1 bahwa: Kesejahteraan Sosial adalah kondisi
terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat
hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan
fungsi sosialnya. Pada ayat 2 ditekankan pula bahwa penyelenggaraan
Kesejahteraan Sosial adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang
dilakukan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk
pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang
meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan
perlindungan sosial.
Batasan tersebut di atas kemudian berkembang dalam segala arah dan
bersangkut paut dalam pembaharuan masyarakat yang bertujuan menanggulangi
kemiskinan, keterlantaran, dan keterbelakangan. Permasalahan di masyarakat
sangat luas dan kompleks, hal tersebut mengakibatkan banyak konsepsi yang
muncul dalam setiap Negara dalam mengatasi permasalahan tersebut. Setiap
Negara mempunyai pemahaman masing-masing tentang kesejahteraan, tergantung
apa yang menjadi realita dalam masyarakatnya, sejarahnya, nilai budaya, dan
factor lainnya yang timbul dan berkembang dalam masyarakat tersebut.
Terdapat tiga rangkaian yang hakiki dalam kesejahteraan social, yaitu:
relasi sosial serta keberfungsian sosial seorang selaras dengan norma-norma
masyarakat. Dalam hal ini orang sering menyebutnya sebagai usaha kesejahteraan
sosial. Sebagai tujuannya adalah kesejahteraan sosial merupakan cita-cita,
pedoman, aspirasi dan barangkali juga mitos tentang kondisi terpengaruhinya
kebutuhan material, sosial, dan spiritual. Dan yang sebagai hasilnya menurut
Wickenden, kesejahteraan sosial dapat berupa peraturan-peraturan,
perundang-undangan, kebijakan, program, pelayanan, serta bantuan-bantuan untuk menjamin
pemenuhan kebutuhan sosial yang dianggap sebagai dasar tercapainya
kesejahteraan manusia dan berfungsinya ketertiban sosial yang lebih
baik.(Soeharto, 1997: 344)
Dilihat dari sudut manapun, kesejahteraan sosial memang perlu demi
pembelaan hak-hak, kepentingan rakyat dan keadilan sosial. Pertama, lokomotif
modernisasi, industrialisasi, serta kemajuan ekonomi yang didorong ilmu
pengetahuan dan teknologi ternyata tidak selalu membawa berkah. Kedua,
kesejahteraan sosial secara hakiki merupakan piranti untuk meraih dan memenuhi
kebutuhan-kebutuhan hidup manusia serta jaminan hak warga Negara yang pada
gilirannya akan mampu menyokong atau minimalnya tidak mengganggu aktivitas
pembangunan. (soeharto, 1997: 345)
Setiap warga masyarakat memiliki hak untuk mendapat perlindungan yang
sama, dan memperoleh kesejahteraannya. Mandapat fasilitas yang merata dari
pemerintah dan ikut dalam pembangunan nasional. Dalam hal ini dinyatakan agar
penanggulangan terhadap ketertinggalan dan ketidakmampuan segera dinbaharui.
Memberikan pemerataan bagi setiap warga Negara, sesuai dengan hak tiap-tiap
2.6. Kerangka Pemikiran
Keadaan desa yang wilayahnya sulit untuk dijangkau, tidak terdapat sarana
dan prasarana yang layak. Jika hal itu terjadi, tentu suatu wilayah desa akan
mengalami jauh ketertinggalan, dan dinamika desa yang statis. Di sini diperlukan
perhatian khusus bagi pedesaan yang mengalami ketertinggalan, agar mereka
mampu bersaing di era globalisasi saat ini.
Bagian keterisoliran inilah yang membuat penulis mencoba menelaah
hubungan yang signifikan antara isolasi wilayah, dalam hal ini yang menjadi
indikatornya adalah, wilayah ini merupakan daerah yang jauh dari pusat kota
kecamatan, memiliki fasilitas transportasi baik keadaan jalan maupun keberadaan
alat tranportasi yang minim, belum mendapat fasilitas PLN (Perusahaan Listrik
negara) dalam hal penerangan dan Informasi, maupun PAM (perusahaan Air
Minum) dalam hal kebersihan dan kesehatan. Keadaan tersebut di ataslah yang
akan penulis hubungkan pengaruhnya dengan keadaan sosial ekonomi masyarakat
setempat yaitu pendapatan, penghasilan total keluarga, dengan pekerjaan tetap dan
Dari penjelasan di atas dapat kita buat bagan singkat dalam bagan kerangka
pemikiran sebagai berikut:
VARIABEL X VARIABEL Y (Variabel bebas) (Variabel Terikat)
Isolasi wilayah,
Sebagai berikut :
a. Sarana transportasi
i. Sarana jalan
ii. Alat
ransportasi
b. PLN (Perusahaan
Listrik Negara).
i. Penerangan
ii. Informasi
c. PAM (Perusahaan air
minum) untuk MCK
(Mandi Cuci Kakus)
Faktor-faktor Sosial ekonomi seperti:
a. Penghasilan atau
pendapatan
b. Pekerjaan.
c. Pendidikan.
2.7. Hipotesis
Hipotesis adalah satu jenis preposisi yang dirumuskan sebagai jawaban
tentatif (perkiraan sementara) atas suatu masalah dan kemudian diuji secara
empiris (Silalahi,2009:161).Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
Ho :Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara isolasi wilayah terhadap
keadaan sosial ekonomi masyarakat.
Ha :Terdapat hubungan yang signifikan antara isolasi wilayah terhadap sosial
ekonomi masyarakat.
2.8 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional
2.8.1. Defenisi Konsep
Konsep adalah suatu makna yang berada dalam pikiran atau di dunia
kepahaman manusia yang dinyatakan kembali dengan sarana lambang perkataan
atau kata-kata (Suyanto,2008:49).
Adapun yang menjadi batasan konsep dalam penelitian ini adalah:
1. Pengaruh adalah suatu bentuk hubungan yang terjadi akibat adanya
hubungan yang signifikan antara satu hal dengan hal yang lain.
2. Isolasi adalah keadaan terpencilnya suatu wilayah karena sulit
berhubungan dengan pihak lain.
3. Wilayah adalah: lingkungan suatu daerah yang didiami oleh suatu
4. Sosial ekonomi: suatu kondisi atau kedudukan yang diatur secara sosial
dan menempatkan seseorang pada posisi tertentu yang ditentukan oleh
faktor pemenuhan kebutuhan, pendidikan, perumahan, kesehatan dan air
yang sehat serta didukung oleh pekerjaan yang layak.
5. Masyarakat desa adalah kehidupan paguyuban, pengawasan tindak-tanduk
manusia yang kuat, persamaan asal-usul etnis, sistem pertanian yang
sederhana dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan sendiri, kebiasaan
dan tradisi yang seragam dari anggota masyarakat desa secara
bersama-sama memupuk solidaritas yang kuat.
2.8.2. Defenisi Operasional
Defenisi operasional merupakan unsur penelitian yang memberitahukan
bagaimana cara mengukur suatu variabel (Singarimbun, 1989:46).
Pengaruh Isolasi daerah terhadap sosial ekonomi masyarakat di ukur dari:
A. Variabel Bebas (Independent Variable)
Adapun yang menjadi variabel bebas (X) dalam penelitian ini adalah
isolasi wilayah dengan indikatornya sebagai berikut:
a. Sarana transportasi
i. Sarana jalan : yaitu berupa jarak desa ke ibukota
ii. Alat ransportasi : alat tranportasi yang ada, &tingkat
ketersediaan.
b. PLN (Perusahaan Listrik Negara).
i. Penerangan : alat penerangan yang digunakan, efesiensi
alat penerangan yang digunakan.
ii. Informasi : tersedianya media elektronik, jenis siaran
yang diperoleh, frekuensi menonton, tempat menonton,
radio, tape, tersedianya media cetak; koran atau majalah.
c. PAM (Perusahaan air minum) untuk MCK (Mandi Cuci Kakus)
atau kebersihan: sumber air yang digunakan, letak sumber air &
kualitas air yang digunakan.
B. Variabel Terikat
Variabel Terikat (Y) adalah sejumlah gejala atau faktor maupun unsur
yang ada atau muncul dipengaruhi atau ditentukan adanya variabel bebas dan
bukan karena adanya variabel lain. Maka variabel terikatnya adalah sosial
ekonomi masyarakat Marjandi Dolok, dengan indikator sebagai berikut :
1. Jumlah penghasilan atau pendapatan : jumlah penghasilan riil yang
disumbangkan untuk memenuhi kebutuhan bersama. Pendapatan
adalah jumlah semua hasil perolehan yang didapat dalam bentuk
uang sebagai hasil kerjanya, dengan indikator sumber modal usaha,
pendapatan dari hassil usaha, tanggungan dalam keluarga, status
rumah, ada tidaknya tabungan, pemenuhan kebutuhan pokok
sehari-hari berupa sandang, papan, dan pangan.
2. Pekerjaan: merupakan kategori profesi yang dilakukan dalam
mencari penghasilan untuk mendapatkan pendapatan rumah
tangga, baik pekerjaan utama maupun pekerjaan sampingan.
3. Pendidikan: yaitu tingkat pendidikan anggota keluarga,
kemampuan & kemauan untuk menyekolahkan anak, keterampilan
yang dimiliki.
4. Kesehatan: kemampuan untuk memberikan jaminan kesehatan
terhadap keluarga indikatornya yaitu: kemampuan untuk membeli
obat-obatan dan kemampuan untuk berobat ke rumah sakit,
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Teknik Penelitian
Teknik penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksplanasi
(Explanatory research), yaitu untuk menguji hubungan antara variabel yang
dihipotesikan atau untuk mengetahui apakah suatu variabel berasosiasi ataukah
tidak dengan variabel lainnya dan untuk memperkuat hipotesis tersebut, akan
dianalisis secara kuantitatif, sehingga diharapkan dapat menjelaskan hubungan
dan pengaruh suatu gejala dengan gejala lain (Faisal, 2000:21).
3.2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Marjandi Dolok, Kecamatan raya,
Kabupaten Simalungun. Alasan peneliti memilih lokasi tersebut karena Desa
Marjandi Dolok merupakan desa yang memiliki wilayah yang terisolasi, yang
penulis ingin melihat sejauh apa keterkaitannya dengan tingkat sosial ekonomi
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi adalah jumlah total dari seluruh unit atau elemen dimana penulis
tertarik. Populasi dapat berupa organisme, orang atau kelompok orang,
masyarakat, organisasi, benda, objek, peristiwa atau laporan yang semuanya
memiliki cirri dan harus didefinisikan secara spesifik dan tidak secara mendua
(Silalahi, 2009:253).
Berdasarkan pengertian tersebut, maka yang menjadi populasi dalam
penelitian adalah seluruh keluarga yang berada di desa Marjandi Dolok,
Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun yang berjumlah 45 KK.
3.3.2. Sampel
Sampel adalah seperangkat prosedur untuk pemilihan unit-unit dari
populasi yang dijadikan sebagai sampel Silalahi,2009:255). Jika jumlah populasi
kurang dari 100 maka diambil sampelnya sejumlah populasinya yaitu 45 KK.
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah:
1. Data primer
Data primer diperoleh dari penelitian di lapangan, yang di lakukan dengan
a. Wawancara yaitu mengumpulkan data dengan kontak langsung kepada
responden guna memperoleh keterangan dalam menyimpulkan data
yang terkumpul.
b. Kuesioner, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
menyebarkan angket kepada sampel atau responden.
c. Observasi yaitu mengumpulkan data tentang gejala tertentu yang
dilakukan dengan mengamati, mendengar, dan mencatat kejadian yang
berkaitan dengan penelitian.
2. Data sekunder
Data sekunder diperoleh dengan studi kepustakaan yaitu dengan
membuka, mencatat, mengutip, data dari buku-buku, laporan-laporan penelitian,
jurn