• Tidak ada hasil yang ditemukan

Estetika Senandung Babussalam Masyarakat Melayu.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Estetika Senandung Babussalam Masyarakat Melayu."

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

ESTETIKA SENANDUNG BABUSSALAM MASYARAKAT MELAYU

SKRIPSI SARJANA Dikerjakan

O L E H

NAMA : LAILI HAZWANI NIM : 050702002

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA

DEPARTEMEN SASTRA DAERAH

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA MELAYU MEDAN

(2)

ESTETIKA SENANDUNG BABUSSALAM MASYARAKAT MELAYU SKRIPSI SARJANA

DIKERJAKAN O

L E H

LAILI HAZWANI NIM : 050702002

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

Prof. Syaifuddin, M.A,Ph.D

Nip: 19650909 1994031004 Nip: 19621122

1987032001

Dra.Asriaty R.Purba,M.Hum

Skripsi Ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan, Departemen Sastra Daerah, Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana Sastra Dalam Bidang Bahasa dan Sastra Melayu.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA

DEPARTEMEN SASTRA DAERAH

(3)

DISETUJUI OLEH:

Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara

Medan

KETUA :

Departemen Sastra Daerah

(4)

PENGESAHAN

Diterima oleh :

Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Sastra dalam bidang Ilmu Bahasa dan Sastra Melayu pada Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan.

Pada :

Hari :

Tanggal :

Fakultas Sastra

Universitas Sumatera Utara Dekan,

Nip. 19650909 1994031004 Prof. Syaifuddin. M.A.PhD

Panitia Ujian :

No. Nama Tanda Tangan

1. ………. ………..

2. ………. ………..

3 ………. ………..

4 ………. ………..

(5)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim,

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai tugas akhir dalam menempuh pendidikan di Fakultas Sastra USU. Shalawat dan salam penulis ucapkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW, semoga di akhirat kelak mendapat safa’atnya.

Skripsi ini sebagai suatu usaha dalam merealisasikan semua ilmu yang dipelajari di perkuliahan. Skripsi ini berjudul : “Estetika Senandung Babussalam Masyarakat Melayu”. Skripsi ini merupakan hasil penelitian penulis yang dikaji melalui teori struktural dan teori estetika. Untuk memahami skripsi penulis membaginya menjadi lima bab. Yang pertama bab pendahuluan, kedua sosial budaya masyarakat Babussalam Langkat, ketiga struktur senandung Babussalam, keempat estetika senandung Babussalam, dan kelima kesimpulan dan saran. Dalam penyusunan skripsi ini banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan masukan dari pembaca untuk kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis berharap semoga apa yang diuraikan dalam skripsi ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Bapak Prof. Syaifuddin, M.A. Ph.D. Dekan Fakultas Sastra USU, selaku pimpinan tertinggi di fakultas sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan mengarahkan serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran demi selesainya skripsi ini.

2. Bapak Drs. Baharuddin M.Hum selaku Ketua Departemen Sastra Daerah.

3. Ibu Dra. Asriaty R.Purba, M.Hum, selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis sampai selesainya penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Drs. Warisman Sinaga, M.Hum selaku sekretaris Departemen Sastra Daerah. 5. Ayahanda H. Amran Rokany dan ibunda Nurialam tercinta sebagai orang yang

teristimewa di dalam diri penulis yang telah memberikan segalanya kepada penulis kasih sayang, perhatian dan bimbingan serta tidak pernah mengeluh dalam membiayai pendidikan penulis. Buat abangda Muhammad Ibrahim yang mendukung penulis sehingga semangat dalam menyelesaikan skripsi.

6. Buat kak Fifi yang telah membantu penulis dalam kelancaran proses skripsi dan

membantu dalam kelancaran proses administrasi penulis.

7. Teman-teman dekat penulis, khususnya stambuk 05 yang telah memberikan bantuan dan dukungan semangatnya kepada penulis. Dan stambuk 04, 06, 07 dan 08 yang masih semangat menyelesaikan pendidikan S1 ini.

(7)
(8)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Estetika Senandung Babussalam Masyarakat Melayu”. Masalah penelitian ini untuk mengetahui hubungan sosial budaya masyarakat Melayu dengan senandung Babussalam, struktur pembentuk syair (intrinsik ) dan nilai-nilai estetika yang terdapat dalam senandung Babussalam. Adapun tujuan penelitian terhadap senandung Babussalam ini yaitu untuk menjelaskan hubungan sosial budaya masyarakat Melayu Babussalam dengan senandung, menjelaskan struktur dan nilai-nilai estetika senandung Babussalam.

Metode penelitian yang digunakan, metode deskriptif yakni untuk memaparkan segala sesuatu yang berkaitan dengan Senandung Babussalam baik struktur pembentuk maupun nilai-nilai yang terkandung dalam senandung tersebut. Analisis menggunakan teori estetika yakni meneliti nilai-nilai keindahan (estetis) yang meliputi kesatuan, keharmonisan, keseimbangan, dan fokus atau penekanan dan teori stuktur (intrinsik) sebagai landasan penulis.

(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………..i

UCAPAN TERIMA KASIH………ii

ABSTRAK……….iv

DAFTAR ISI………...v

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian………1

1.2 Rumusan masalah……….2

1.3 Tujuan Penelitian………..3

1.4 Manfaat Penelitian……….3

1.5 Tinjauan Pustaka………...3

1.6 Landasan Teori 1.6.1 Teori Struktural………..4

1.6.2 Teori Estetika……….7

1.7 Metode Penelitian 1.7.1 Metode Dasar………9

1.7.2 Lokasi Penelitian, Sumber Data Penelitian…...10

1.7.3 Instrumen Penelitian………..10

1.7.4 Metode Pengumpulan Data………10

(10)

BAB II SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT BABUSSALAM LANGKAT

2.1 Sejarah Langkat………..13

2.2 Sistem agama dan kepercayaan………..15

2.3 Konsep Sistem Rakyat 2.3.1 Sistem pemerintahan………...15

2.3.2 Sistem ekonomi………18

2.3.3 Sistem kekeluargaan dan perkawinan………..18

2.4 Hub.sosial budaya masy. Melayu terhadap senandung Babussalam……20

BAB III STRUKTUR SENANDUNG BABUSSALAM 3.1 Pengertian Senandung………..21

3.2 Analisis Struktur fisik Senandung 3.2.1 Diksi……….24

3.2.2 Imaji………..27

3.2.3 Kata konkret………..32

3.2.4 Gaya Bahasa……….34

3.3 Analisis Struktur Batin Senandung 3.3.1 Tema………...35

3.3.2 Nada………...37

3.3.3 Rasa………..39

3.3.4 Amanat……….41

BAB IV ESTETIKA SENANDUNG BABUSSALAM 4.1 Kesatuan……….43

(11)

4.3 Keseimbangan………48 4.4 Fokus atau Tekanan yang Tepat………51

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan………56

5.2 Saran………..58

DAFTAR PUSTAKA………...61 DAFTAR INFORMAN

(12)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Estetika Senandung Babussalam Masyarakat Melayu”. Masalah penelitian ini untuk mengetahui hubungan sosial budaya masyarakat Melayu dengan senandung Babussalam, struktur pembentuk syair (intrinsik ) dan nilai-nilai estetika yang terdapat dalam senandung Babussalam. Adapun tujuan penelitian terhadap senandung Babussalam ini yaitu untuk menjelaskan hubungan sosial budaya masyarakat Melayu Babussalam dengan senandung, menjelaskan struktur dan nilai-nilai estetika senandung Babussalam.

Metode penelitian yang digunakan, metode deskriptif yakni untuk memaparkan segala sesuatu yang berkaitan dengan Senandung Babussalam baik struktur pembentuk maupun nilai-nilai yang terkandung dalam senandung tersebut. Analisis menggunakan teori estetika yakni meneliti nilai-nilai keindahan (estetis) yang meliputi kesatuan, keharmonisan, keseimbangan, dan fokus atau penekanan dan teori stuktur (intrinsik) sebagai landasan penulis.

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah

Seseorang berusaha menemukan keindahan sesuai selera masing-masing dengan rasa, cipta dan karsa. Hal ini akan menimbulkan estetika yang menjadikan seorang seniman ataupun pencipta karya seni, dengan kemampuan membedakan antara yang indah dan jelek. Rasa estetika itu dibangkitkan dari hasil seni( Syafiie, 2004: 39). Karya seni yang merupakan bagian dari kebudayaan itu sendiri terdapat di berbagai karya seni tradisional daerah yang perlu dilestarikan.

Salah satu jenis kesenian tradisional dari daerah Melayu adalah nyanyian rakyat ; Danandjaja (Ritonga, 2000: 20). Dalam khasanah Melayu lama, nyanyian rakyat merupakan salah satu kesenian rakyat Melayu yang hidup dan berkembang sesuai dengan perkembangan jiwa para masyarakat pendukungnya. Salah satu dari bentuk kesenian Melayu lama tersebut adalah Senandung. Senandung adalah salah satu kesenian tradisional masyarakat Melayu yang dalam penyajiannya tanpa diiringi oleh alat musik.

Senandung Babussalam adalah salah satu senandung yang terdapat di desa Babusalam Kabupaten Langkat. Essensi dalam senandung adalah bahwa senandung memiliki nilai estetis yang sangat tinggi karena harus dibawakan secara solo dengan nada yang tinggi. Tidak semua orang dapat membawakan senandung sebab selain harus memiliki suara yang tinggi juga harus tahu cengkok senandung yang berbeda dengan nyanyian rakyat Melayu lainnya. Keindahan senandung terlihat dari keindahan suara penyenandung, rima, nada, dan irama.

(14)

suatu nyanyian yang berbentuk syair yang dibacakan atau dinyanyikan pada setiap setengah jam sebelum azan, setelah munajah atau memuji kebesaran Allah SWT dan pada saat HUL kemudian dibacakan senandung. Senandung Babussalam ini berisikan ungkapan-ungkapan memuji kebesaran Tuhan, dan yang paling utama adalah untuk mengenang kembali sejarah ulama besar di desa Babussalam yakni Syekh Abdul Wahab Alkholidi Naqsyabandi yang telah menyiarkan ajaran agama Islam dan tharikat Al Naqsyabandi. Dikatakan Senandung Babussalam karena senandung tersebut berasal dari desa Babussalam atau Besilam di kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat.

Berdasarkan keterangan di atas diketahui bahwa senandung Babussalam memiliki nilai-nilai estetis dan memiliki struktur pembentuk yang unik. Hal inilah yang membuat penulis meneliti dan menganalisis lebih jauh tentang senandung Babussalam.

1.2 Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini akan dianalisis tentang senandung Babussalam berdasarkan struktur dan nilai-nilai estetika dalam senandung tersebut.

Hal-hal yang menjadi rumusan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini yakni: 1. Bagaimanakah hubungan sosial budaya masyarakat Melayu dengan senandung

Babussalam?

2. Bagaimanakah struktur estetika senandung Babussalam?

(15)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam menyusun rencana penelitian. Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk menjelaskan hubungan sosial budaya masyarakat Melayu Babussalam

dengan senandung.

2. Menjelaskan struktur estetika senandung Babussalam.

3. Menjelaskan nilai-nilai estetika yang terdapat dalam senandung Babussalam.

1.4 Manfaat Penelitian

Seseorang yang telah melakukan penelitian tentu telah memikirkan kemungkinan manfaat yang akan diperoleh dari hasil penelitiannya. Manfaat penelitian adalah suatu yang dapat memberikan faedah dan mendatangkan keuntungan baik bagi peneliti, lembaga tertentu maupun bagi orang tertentu.

Adapun manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah :

1. Mengembangkan ilmu pengetahuan dalam pengkajian nilai-nilai estetika.

2. Mendapatkan pengetahuan mengenai sosial budaya masyarakat Melayu dengan senandung.

3. Melestarikan kesenian daerah yang mulai terlupakan oleh masyarakat-masyarakat pendukungnya.

1.5 Tinjauan Pustaka

(16)

dengan estetika namun masih berkaitan tentang senandung. Kemudian Juliaty Ritonga pada tahun 2000, senandung yang ditelitinya yaitu Senandung Panai. Penelitiannya ditulis dalam bentuk skripsi yang berjudul : Nilai-Nilai Estetis Dalam Senandung Panai Masyarakat Melayu Panai Kab. Lab.Batu. Dalam skripsinya Juliaty mendeskripsikan

senandung Panai mempunyai nilai-nilai estetis antara lain nilai kesatuan, keharmonisan, keseimbangan, dan fokus atau penekanan yang lebih ditekankan tentang daerah Panai itu sendiri.

Penulis dalam penelitian ini mengkaji senandung Babussalam yang terdapat di desa Babussalam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat.

1.6 Landasan Teori

Dalam suatu penelitian yang bersifat ilmiah diperlukan suatu landasan teori yang kokoh, agar penelitian itu dapat mengarah pada tujuan seperti yang telah ditetapkan. Di samping itu, dengan adanya landasan teori yang kokoh, maka penelitian terhadap suatu objek yang bersifat ilmiah tersebut hasilnya akan dapat dipertanggungjawabkan.

Dalam menganalisis senandung Babussalam, penulis menggunakan teori estetika (keindahan). Sedangkan dalam pelaksanaannya pertama dengan teori stuktur. Berikut akan dipaparkan kedua teori tersebut.

1.6.1 Teori Struktural

(17)

Yang penting menurut kaum formalis ialah sesuatu yang dalam bahasa Rusia disebut priëm (devices, prosede) atau sarana dibidang bunyi (rima,matra,irama, aliterasi, dan asonansi), tetapi pula dibidang morfologi, sintaksis, dan semantik.

Pada awalnya para formalis terutama memperhatikan priëm secara lepas dan individual; tetapi kemudian mereka maju keanggapan bahwa karya merupakan sistem sarana. Karya sastra seluruhnya dipandang sebagai tanda, lepas dari fungsi referensial atau memetiknya. Karya sastra menurut anggapan mereka menjadi tanda yang otonom, yang hubungannya dengan kenyataan bersifat tak langsung.

Sebuah karya sastra, fiksi/puisi, menurut kaum strukturalisme adalah sebuah totalitas yang dibangun secara koherensif oleh berbagai unsur pembangunnya. Di satu pihak struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan penegasan dan gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi komponennya yang secara bersama membentuk kebulatan yang indah, Abrams dalam Nurgiyanto, (2001:46).

Hawkes (Dalam Pradopo,2000 :119) mengatakan bahwa:

Pengertian tentang struktur tersusun atas tiga gagasan kunci, yakni ide kesatuan, ide transformasi, dan ide pengaturan diri sendiri (self regulation) :

Pertama, struktur itu merupakan keseluruhan yang bulat, yaitu bagian – bagian yang membentuknya tidak dapat berdiri sendiri diluar struktur itu.

Kedua, struktur itu berisi gagasan transformasi dalam arti bahwa struktur itu tidak statis. Struktur itu mampu melakukan prosedur – prosedur transformasional, dalam arti bahan – bahan baru diproses dengan prosedur dan melalui prosedur itu.

Ketiga, struktur itu mengatur diri sendiri dalam arti struktur itu tidak memerlukan pertolongan bantuan dari luar dirinya untuk mensahkan prosedur transformasinya.

(18)

Pendekatan struktural hadir karena bertolak dari asumsi dasar yakni bahwa karya sastra sebagai karya kreatif memiliki otonomi penuh yang harus dilihat sebagai suatu sosok yang berdiri sendiri, terlepas dari hal-hal lain yang berada di luar dirinya.

Bila hendak dikaji atau diteliti maka yang harus dikaji dan diteliti adalah aspek yang membangun karya tersebut seperti tema, alur, latar, penokohan, gaya penulisan, gaya bahasa, serta hubungan harmonis antara aspek yang mampu membangunnya menjadi sebuah karya sastra, (Semi, 1990: 67). Sedangkan untuk bidang puisi yang dikaji adalah struktur pembentuk luar (fisik) dan struktur pembentuk dalam (batin) seperti diksi, majas, versefikasi, tema, nada, rasa, dan amanat serta hubungan yang harmonis antara kedua unsur pembentuk tersebut (fisik dan batin),Sumardjo dan KM, (1986 : 125-127).

Sementara itu ilmu sastra berkembang terus, dan pendekatan otonom atau strukturalis ternyata tidak kebal terhadap perubahan dari dalam ataupun dari luar. Kelemahan pendekatan struktural terutama berpangkal pada empat hal :

a. New Critism secara khusus, dan analisis struktur karya sastra secara umum, belum

merupakan teori sastra, malahan tidak berdasarkan teori sastra yang tepat dan lengkap,bahkan ternyata merupakan bahaya untuk mengembangkan teori sastra yang sangat perlu.

b. Karya sastra tidak dapat diteliti secara terasing, tetapi harus dipahami dalam rangka sistem sastra dengan latar belakang sejarah.

c. Adanya struktur yang objektif pada karya makin disangsikan peranan pembaca selaku pemberi makna dalam interpretasi karya sastra makin ditonjolkan dengan segala konsekuensinya untuk analisis struktural.

(19)

Tetapi struktur pada tataran bahasa sebagai sistem, sebagai kompetensi, dengan istilah Chomsky, lain sekali halnya. Untuk itu dapat dimanfaatkan definisi Jean Piaget, yang menurut parafrase Hawkes menunjukkan tiga aspek konsep struktur :

a. ”The idea of wholeness, internal coherence: its constituent parts will

conform to a set of intrinsic laws which determine its nature and theirs;

b. The idea of transformation: the structure is capable of transformation

procedures, whereby new material is constantly processed by and thougt it; c. The idea of self-regulation: the structure makes no appeals beyond itself in

order to validate its transformational procedures, it is sealed off referencesto other systems.”

a. (Gagasan keseluruhan, koherensi intrinsik, bagian-bagiannya menyesuaikan diri dengan seperangkat kaidah intrinsik yang menentukan baik keselurukan struktur maupun bagian-bagiannya;

b. Gagasan transformasi: yang terus-menerus memungkinkan pembentukan bahan-bahan baru;

c. Gagasan regulasi diri: struktur tidak memerlukan hal-hal di luar dirinya untuk mempertahankan prosedur transformasinya; struktur itu otonom terhadap rujukan pada sistem-sistem lain; Hawkes, dalam Teeuw (1988:117) Analisis struktural karya sastra dalam hal ini senandung Babussalam dapat dilakukan dengan mengidentifikasian, mengkaji dan mendeskripsikan fungsi unsur intrinsik senandung yang meliputi diksi,majas, citra,tema, nada, rasa, amanat.

I.6.2 Teori Estetika

Ide terpenting dalam sejarah estetika filsafati atau filsafat keindahan sejak zaman Yunani Kuno sampai abad ke-18 ialah masalah yang berkaitan dengan keindahan (beauty). Persoalan yang digumuli oleh para filsuf ialah ”apakah keindahan itu?”. menurut asal katanya,”keindahan” dalam perkataan bahasa Inggris : beautiful (dalam bahasa Perancis: beau, sedang Italia dan Spanyol: bello ; yang berasal dari kata bellum). Akar katanya adalah

bonum yang berarti kebaikan, kemudian mempunyai bentuk pengecilan menjadi bonellum

(20)

Berdasarkan pendapat umum, estetika diartikan sebagai suatu cabang filsafat yang memperhatikan atau berhubungan dengan gejala yang indah pada alam dan seni. Pandangan ini mengandung pengertian yang sempit.

Estetika(Kartika,2007:3) yang berasal dari bahasa Yunani ”aistehika” berarti hal-hal yang dapat diserap oleh pancaindera. Oleh karena itu estetika sering diartikan sebagai persepsi indera (sense of perception). Alexander Baumgarten (1714-1762), seorang filsuf Jerman adalah yang pertama yang memperkenalkan kata ”aisthetika”, sebagai penerus pendapat Cottfried Leibniz (1646-1716). Baumgarten memilih estetika karena ia mengharapkan untuk memberikan tekanan kepada pengalaman seni sebagai suatu sarana untuk mengetahui (the perfection of sentient knowldedge).

Secara etimologis Shipley, (1957 : 21) estetika berasal dari bahasa Yunani, yaitu : aistheta, yang juga diturunkan dari aisthe (hal-hal yang dapat ditanggapi dengan indra,

tanggapan indra). Dalam bahasa Inggris menjadi asthehics atau esthetics (studi tentang keindahan ). Orang yang sedang menikmati keindahan disebut aesthete.

Sebagai objek yang mengandung aspek estetis, karya seni suara merupakan salah satu keindahan yang dipahami melalui komposisi nadanya. Salah satu seni suara yang mengandung aspek estetis yakni senandung. Senandung menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah nyanyian atau alunan lagu dengan suara lembut untuk menghibur diri/menidurkan bayi,(KBBI,2005 : 1032); bersenandung berarti bernyanyi sendiri dengan suara lembut untuk menghibur diri sendiri/meninabobokkan bayi supaya tidur (KBBI,2005 : 1032)

(21)

dikatakan bahwa Braginsky(2004:246) membedakan tiga aspek pada konsep keindahan Melayu.

Pertama,aspek ontologisnya, yaitu keindahan puisi sebagai pembayangan kekayaan Tuhan Yang Maha Pencipta; berkat daya ciptaNya keindahan mutlak dari Tuhan (al-Jamal, Yang Maha elok) dikesankan pada keindahan dunia gejala (husn= indah), khususnya dalam karya seni dan sastra. Kemudian aspek imanen dari yang indah, yang terungkapkan dalam kata-kata seperti ajaib,gharib, tamasya dan lain-lain, dan selalu terwujud dalam keanekaragaman, keberbagaian yang harmonis dan teratur, baik dalam alam maupun dalam ciptaan manusia. Aspek ini antara lain dalam karya sastra terwujud dalam evokasi taman yang indah-indah, ratna mutu manikam,perhiasan dan lain-lain; justru keterlibatan segala pancaindera dianggap ciri khas keindahan yang sempurna. Aspek ketiga konsep keindahan Melayu berkaitan dengan efeknya: aspek psikologis ataupun pragmatik: efek pada pembaca yang menjadi heran, birahi, leka, lupa, yang kehilangan kepribadiannya karena mabuk, dimabuk warna, keanekaragaman dan lain-lain, yang juga terungkap dalam istilah pelipur lara. Jelaslah dari tulisan Braginsky pandangan estetika yang terkandung dalam sastera Melayu klasik dekat dengan estetika Arab yang ditentukan oleh ketergantungan seniman pada teladan yang agung, yaitu semesta sebagai ciptaan Tuhan, Pencipta yang Maha Esa. Estetikanya tidak jauh pula dari pandangan orang pada Abad Pertengahan di dunia Barat.

Suatu bentuk sastra akan disebut indah kalau organisasi unsur-unsur yang dikandungnya memenuhi syarat-syarat keindahan.

Sumardjo (1988: 14). Adapun syarat-syarat keindahan itu antara lain : 1) Kesatuan ( unity )

Kesatuan ialah karya sastra (puisi, novel, dan drama) harus utuh; artinya setiap bagian atau unsur yang ada padanya menunjang usaha pengungkapan isi hati sastrawan. Ini berarti bahwa setiap unsur atau bagian karya sastra benar-benar diperlukan dan disengaja adanya dalam karya sastra itu.

2) Keharmonisan

Keharmonisan berkenaan dengan hubungan satu unsur atau bagian karya sastra dengan unsur atau bagian lain; artinya unsur atau bagian itu harus menunjang daya ungkap unsur atau bagian lain, dan bukan mengganggu atau mengaburkannya. 3) Keseimbangan

Keseimbangan adalah unsur-unsur atau bagian-bagian karya sastra, baik dalam ukuran maupun bobotnya harus sesuai atau seimbang dengan fungsinya.

4) Fokus atau tekanan yang tepat (Right Emphasis)

(22)

I.7

Metode Penelitian

I.7.1 Metode Dasar

Metode dasar yang diterapkan dalam penelitian ini adalah yaitu metode deskriptif. Metode ini digunakan untuk memaparkan segala sesuatu yang berkaitan dengan Senandung Babussalam baik struktur pembentuk maupun nilai-nilai yang terkandung dalam senandung tersebut.

I.7.2 Lokasi Penelitian, Sumber Data Penelitian

Yang menjadi lokasi penelitian ini yaitu desa Babussalam kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat. Lokasi ini dipilih karena di daerah ini tradisi senandung masih tetap bertahan dan tetap dijaga oleh masyarakat Babussalam.

Adapun yang menjadi sumber data adalah para informan yang memiliki pengetahuan tentang kesenian senandung Babussalam. Selain itu, ditetapkan juga informan kunci sebagai tolok ukur terhadap data yang diperoleh dari informan lainnya.

I.7.3 Instrumen Penelitian

Instrumen adalah alat atau fasilitas yang digunakan untuk melakukan suatu penelitian dalam mengumpulkan sebuah data agar pekerjaan lebih mudah dan hasil yang didapatkan menjadi lebih maksimal dan benar tanpa adanya kesalahpahaman yang akan terjadi.

(23)

I.7.4 Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan adalah metode lapangan/ observasi, metode wawancara dan metode kepustakaan. Metode lapangan mencakup :

a. Metode observasi

Yaitu mengadakan pengamatan dan peninjauan ke lokasi penelitian yakni ke desa Babussalam kecamatan Tanjungpura Kabupaten Langkat untuk memperoleh data yang diperlukan.

b. Metode wawancara

Melakukan wawancara dengan informan yang dianggap dapat memberikan keterangan yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas dengan menggunakan dua teknik.

Adapun teknik yang digunakan dalam metode wawancara ini adalah : - Teknik rekam

Teknik rekam adalah merekam seluruh pembicaraan dengan menggunakan tape recorder antara informan dan sipeneliti agar tidak adanya kesalahpahaman yang terjadi. - Teknik catat

Teknik catat adalah mencatat seluruh data atau informasi yang didapat dari lapangan. c. Metode kepustakaan

Yaitu dengan mencari data dari buku-buku yang berhubungan dengan penulisan proposal skripsi ini.

I.7.5 Metode Analisis Data

(24)

Adapun prosedur yang digunakan dalam menganalisis data dengan mendeskripsikan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik dalam Senandung Babussalam.

Untuk menganalis data digunakan dua metode, yaitu :

1. Metode Intrinsik, yakni menganalisis data berdasarkan unsur-unsur intrinsik yang

terdapat di dalam senandung seperti struktur fisik yang meliputi penganalisisan diksi, imaji, kata konkrit, dan gaya bahasa serta struktur batin yang meliputi tema, nada, rasa, dan amanat.

(25)

BAB II

SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT BABUSSALAM LANGKAT

2.1 Sejarah Langkat

Kabupaten Langkat yang dikenal sekarang ini mempunyai sejarah yang cukup panjang. Kabupaten Langkat sebelumnya adalah sebuah kerajaan di mana wilayahnya terbentang antara aliran Sungai Seruwai atau daerah Tamiang sampai ke daerah aliran anak Sungai Wampu. Terdapat sebuah sungai lainnya di antara kedua sungai ini yaitu sungai Batang Serangan yang merupakan jalur pusat kegiatan nelayan dan perdagangan penduduk setempat dengan luar negeri terutama ke Penang/Malaysia. Sungai Batang Serangan ketika bertemu dengan Sungai Wampu, namanya kemudian menjadi Sungai Langkat. Kedua Sungai tersebut masing-masing bermuara di Kuala Langkat dan Tapak Kuda.

Adapun kata “Langkat” yang kemudian menjadi nama daerah ini berasal dari nama sejenis pohon yang dikenal oleh penduduk Melayu setempat dengan sebutan “pohon Langkat”. Dahulu kala pohon Langkat ini banyak tumbuh disekitar sungai Langkat tersebut. Jenis pohon ini sekarang sudah langka dan hanya dijumpai di hutan-hutan pedalaman daerah Langkat. Pohon ini menyerupai pohon Langsat, tetapi rasa buahnya sangat pahit dan kelat. Oleh karena pusat kerajaan Langkat berada di sekitar Sungai Langkat, maka kerajaan ini akhirnya populer dengan nama Kerajaan Langkat.

Tentang asal mula Kerajaan Langkat berdasarkan tambo Langkat mengatakan bahwa nama leluhur dinasti Langkat yang terjauh diketahui ialah Dewa Syahdan yang hidup kira-kira tahun 1500 sampai 1580.

(26)

lebih dikenal dengan nama Marhum Guri. Selanjutnya tambo Langkat mengatakan bahwa yang menggantikan Marhum Guri adalah puteranya Raja Kahar(± 1673).

Raja Kahar adalah pendiri Kerajaan Langkat dan berzetel di Kota Dalam, daerah antara Stabat dengan Kampung Inai kira-kira pertengahan abad ke-18.

Berpedoman kepada tradisi dan kebiasaan masyarakat Melayu Langkat, maka dapatlah ditetapkan kapan Raja Kahar mendirikan Kota Dalam yang merupakan cikal bakal Kerajaan Langkat kemudian hari. Setelah menelusuri beberapa sumber dan dilakukan perhitungan, maka Raja Kahar mendirikan kerajaannya bertepatan tanggal 12 Rabiul Awal 1163 H,atau tanggal 17 Januari 1750 (sumber

Besilam atau Babussalam, letaknya di Tanjungpura Kabupaten Langkat sekitar 60 km dari Medan Sumatera Utara. Kampung tersebut sesungguhnya tidak jauh berbeda dengan dusun-dusun lain di pelosok Indonesia bersahaja di tengah kerimbunan pepohonan. Sebagian cat rumah panggung memudar disengat masa. Syahdan seorang ulama legendaris, bernama Syeikh Abdul Wahab Rokan, hadir di Sumatera. Ia terdidik dengan ilmu agama sedari kecil. Perangainya berbeda dibandingkan kebanyakan kanak-kanak. Ia lebih suka mengasingkan diri dengan kitab agama daripada bermain. Dibandingkan teman seperguruan, Abdul Wahab Rokan sangat patuh dan menghormati guru, sebagai sumber ilmu. Tak mengherankan, saat menuntut ilmu di Hijaz (Mekkah), ia dinyatakan lulus dan berhak menerima ijazah tarekat Naqsyahbandiyah. Dengan demikian, Wahab berhak menyebarkan tarekat yang mendidik keras pengikutnya di jalan agama tersebut.

(27)

Besilam segera menjadi pusat perhatian. Namanya, seperti juga pendirinya, harum dan berwibawa. Tak hanya di Sumatera, nama tersebut berbinar hingga ke Malaysia (sumber :http://naqsabandiah.blogspot.com/2007/03/sebuah-kampung-bernama-besilam.html)

2.2 Sistem

Orang Melayu hampir seluruhnya beragama Islam. Namun demikian, sisa-sisa unsur agama Hindu dan animisme masih dapat dilihat dalam sistem kepercayaan mereka. Islam tidak dapat menghapuskan seluruh unsur kepercayaan tersebut. Proses sinkretisme terjadi di mana unsur kepercayaan sebelum Islam ada secara laten atau disesuaikan dengan unsur Islam. Proses ini jelas dapat ditemukan dalam ilmu perbomohan Melayu (pengobatan tradisional), dan dalam beberapa upacara adat.

agama dan kepercayaan

2.3 Konsep Sistem Rakyat 2.3.1 Sistem Pemerintahan

Masa pemerintahan Belanda dan Jepang pada masa pemerintahan Belanda, kabupaten Langkat masih berstatus keresidenan dan kesultanan (kerajaan) dengan pimpinan pemerintahan yang disebut Residen dan berkedudukan di Binjai dengan residennya Morry Agesten. Residen mempunyai wewenang mendampingi Sultan Langkat di bidang orang-orang asing saja sedangkan bagi orang-orang-orang-orang asli (pribumi) berada ditangan pemerintahan kesultanan Langkat. Kesultanan Langkat berturut-turut dijabat oleh :

1. Sultan Haji Musa Almahadamsyah (1865-1892)

(28)

Di bawah pemerintahan Kesultanan dan asisten residen struktur pemerintahan disebut Luhak dan di bawah luhak disebut kejuruan (Raja kecil) dan Distrik, secara berjenjang disebut Penghulu Balai (Raja Kecil Karo) yang berada di desa. Pemerintahan Luhak dipimpin secara pangeran, pemerintahan kejuruan dipimpin seorang Datuk, pemerintahan distrik dipimpin seorang kepala distrik, dan untuk jabatan kepala kejuruan/Datuk harus dipegang oleh penduduk asli yang pernah menjadi raja di daerahnya. Pemerintahan kesultanan di Langkat dibagi atas 3(tiga) kepala Luhak :

1. Luhak Langkat Hulu, yang berkedudukan di Binjai dipimpin oleh T.Pangeran Adil. Wilayah ini terdiri dari 3 kejuruan dan 2 distrik yaitu :

1.1 Kejuruan Selesai 1.2 Kejuruan Bahorok 1.3 Kejuruan Sei Bingai 1.4 Distrik Kuala

1.5 Distrik Salapian Tanjung Pura dipimpin oleh Pangeran Tengku Jambak/T.

Pangeran Ahmad.

2. Luhak Langkat Hilir. Wilayah ini mempunyai 2 kejuruan dan 4 distrik yaitu : 2.1 Kejuruan Stabat

2.2 Kejuruan Bingei 2.3 Distrik Secanggang 2.4 Distrik Padang Tualang 2.5 Distrik Cempa

2.6 Distrik Pantai Cermin

(29)

3.1 Kejuruan Besitang meliputi Langkat Tamiang dan Salahaji 3.2 Distrik pulau Kampai

3.3 Distrik Sei Lepan.

Awal 1942, kekuasaan pemerintah Kolonial Belanda beralih pemerintahan Jepang, namun system pemerintahan tidak mengalami perubahan, hanya sebutan keresidenan berubah menjadi SYU, yang dipimpin olej Syucokan. Afdeling diganti dengan Bunsyu dipimpin oleh Bunsyuco kekuasaan Jepang ini berakhir pada saat kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17-08-1945

Pada awal kemerdekaan Republik Indonesia, Sumatera dipimpin oleh seorang gubernur yaitu Mr.T.M.Hasan, sedangkan Kabupaten Langkat tetap dengan status keresidenan dengan asisten residennya atau kepala pemerintahannya dijabat oleh Tengku Amir Hamzah, yang kemudian diganti oleh Adnan Nur Lubis dengan sebutan Bupati. Pada tahun 1947-1949, terjadi agresi militer Belanda I, dan II, dan Kabupaten Langkat terbagi dua, yaitu Pemerintahan Negara Sumatera Timur(NST) yang berkedudukan di Binjai dengan kepala Pemerintahannya Wan Umaruddin dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedudukan di Pangkalan Berandan, dipimpin oleh Tengku Ubaidullah. Berdasarkan PP No.7 tahun 1956 secara administratif Kabupaten Langkat menjadi daerah otonom yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri dengan kepala daerahnya (Bupati) Netap Bukit. Mengingat luas Kabupaten Langkat, maka Kabupaten Langkat dibagi menjadi tiga kewedanan yaitu :

1.Kewedanan Langkat Hulu berkedudukan di Binjai

(30)

Pada tahun 1963 wilayah kewedanan dihapus sedangkan tugas-tugas administrasi pemerintahan langsung dibawah bupati serta asisten wedana (camat) sebagai perangkat akhir ( sumber :http:/www.langkatkab.go.id/se_sejarah.php).

2.3.2

Bagi masyarakat Melayu yang tinggal di desa, mayoritasnya menjalankan aktivitas pertanian dan menangkap ikan. Aktivitas pertanian termasuk mengusahakan tanaman padi, karet, kelapa sawit, kelapa, dan tanaman campuran (mixed farming). masyarakat Melayu yang tinggal di kota kebanyakannya bekerja dalam sektor dinas, di sektor perindustrian, perdagangan, pengangkutan, dan lain-lain. Penguasaan ekonomi di kalangan masyarakat Melayu perkotaan relatif masih rendah dibandingkan dengan penguasaan ekonomi oleh penduduk non-pribumi, terutama masyarakat Tionghoa.Tetapi kini telah banyak masyarakat Melayu yang berjaya dalam bidang perniagaan dan menjadi ahli bidang hukum. Masyarakat Melayu telah ramai tinggal di bandar-bandar besar dan mampu memiliki kereta mewah dan rumah besar. Selain itu masyarakat Melayu juga sudah banyak mengecap pendidikan yang tinggi, dan sudah banyak menuntut ilmu di universitas dalam negeri maupun luar negeri.

Sistem ekonomi

2.3.3

Dari segi kekeluargaan, masyarakat Melayu dibagi dua kelompok: Sistem kekeluargaan dan perkawinan

1. Yang mengamalkan sistem kekeluargaan dwisisi (bilateral)

2. Yang mengamalkan sistem kekeluargaan nasab ibu (matrilineal system)

(31)

Orang Melayu melakukan perkawinan monogami dan poligami. Bentuk perkawinan endogami (pipit sama pipit, enggang sama enggang), eksogami juga terjadi, malah di sebagian tempat diutamakan. Perkawinan campur juga ada. Semua perkawinan Melayu dijalankan mengikut peraturan dan undang-undang perkawinan Islam (Mazhab Shafie).

Basyarsyah dan Syaifuddin (2002 :59) mengatakan bahwa masing-masing komunitas Melayu Sumatera Timur, seperti di Langkat, Deli Serdang, Asahan, dan Labuhan Batu mempunyai ciri istiadat perkawinan dan tata riasnya. Namun ciri itu tidak memberi pengaruh terhadap keutuhan makna filosofis keutuhan kesatuan diantaranya. Pengaruh Hindu dan Budha beransur-ansur telah terkikis karena kekukuhan Islam dalam masyarakat Melayu Sumatera Timur. Di dalam upacara perkawinan Melayu menggunakan alat-alat dan perlengkapan seperti ramuan sirih (tepak sirih/puan), tepung tawar serta balai. Dalam istiadat perkawinan,jika dalam keluarga terdapat sudah seorang anak gadis atau pemula yang akil balik tibalah saatnya untuk mempercepat agar ia berumah tangga, apalagi telah mendekati umur 20 tahun karena umurnya gadis-gadis Melayu zaman dulu kawin sebelum berumur 20 tahun.

(32)

kemudian menjadi pedoman bagi generasi yang muda( Basyarsyah dan Syaifuddin ,2002 : 62).

Dalam masyarakat Melayu di desa Besilam, sistem perkawinan dilakukan dengan cara yang sama seperti masyarakat Melayu lainnya tetapi yang berbeda adalah istiadat di desa tersebut yang melarang adanya hiburan-hiburan seperti nyanyi dengan menggunakan musik keybord tetapi hanya dengan menyanyikan shalawat dan barzanji serta marhaban yang dinyanyikan oleh ibu-ibu perwiritan di desa Besilam.

2.4Sosial budaya masyarakat Babusalam terhadap senandung

Masyarakat Melayu di Babussalam sudah mengenal senandung Babussalam ketika seorang tokoh ulama sekaligus penulis mulai menulis sejarah tentang asal Babussalam yakni A. Fuad Said dan kemudian salah seorang jamah tarekat menyusun sebuah syair senandung untuk mengenang seorang ulama tokoh ulama pertama di Babussalam yakni Syekh Abdul Wahab Rokan. Syair senandung Babussalam ini disyairkan atau disenandungkan oleh salah satu masyarakat Babussalam yaitu H. Akhyar Murni.

(33)

BAB III

STRUKTUR SENANDUNG BABUSSALAM

Pengertian Senandung

Salah satu jenis kesenian tradisional dari daerah Melayu adalah nyanyian rakyat ; Danadjaja (Ritonga: 2000:20). Dalam khasanah Melayu lama, nyanyian rakyat merupakan salah satu kesenian rakyat Melayu yang hidup dan berkembang sesuai dengan perkembangan jiwa para masyarakat pendukungnya. Salah satu dari bentuk kesenian Melayu lama tersebut adalah Senandung. Senandung adalah kesenian tradisional Masyarakat Melayu yang dalam penyajiannya tanpa diiringi oleh alat musik.

Senandung menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI,2005:1032) adalah nyanyian atau alunan lagu dengan suara lembut untuk menghibur diri atau menidurkan bayi; bersenandung berarti bernyanyi sendiri dengan suara lembut untuk menghibur diri atau menidurkan bayi supaya tidur.

(34)

Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa senandung adalah suatu karya seni tradisional masyarakat Melayu yang berbentuk nyanyian yang dialunkan dengan suara yang lembut yang mempunyai makna ungkapan-ungkapan pujian-pujian serta ungkapan hati si penyenandung.

Bentuk Senandung Babussalam tersebut adalah : Dengan Bismillah dimulai wadah

Menyusun syair menata kalam Mengharap hidayah dan ridho Allah Serta syafaat rasul yang kirom Dirakit kalam untaian madah Riwayat negeri kampung halaman Andaikan silap bersalah tingkah Musafir kelana mohon maafkan Babussalam demikian namanya Dalam wilayah negeri Langkat Harum namanya sepanjang masa Di sana terdapat maqam keramat Bulan syawal lima belas hari Tahun seribu tiga ratus hijriyah

Syekh Abd. Wahab Rokan Alkholidi Naqsyabandi Mendirikan Babussalam bersama jamaah

Syekh Abd. Wahab Rokan seorang Waliyullah Alim dan wara’ serta karomah

Murid beribu dan juga khalifah Mahsyur namanya sampai ke Mekkah

Tuan guru Besilam itulah julukannya Abu Qosim nama kecilnya

Syekh Abdul Wahab nama resminya

Al Kholidi Naqsyabandi tambahan gelarnya

(35)

Ingat wasiat Alkholidi Naqsyabandi Dimasa kecil pernah kejadian Ia dituduh berbuat kesalahan Guru memberi ia hukuman

Sepanjang malam mengaji Al qur’an Ia mengaji dengan khusyuknya Sepanjang malam tiada hentinya Walaupun demam yang dideritanya Ia sembunyikan kepada gurunya Ia sempat difoto Belanda

Gambar dikirim ke Sultan Langkat Tersirap semangat Tuan Baginda Ternyata foto wali keramat Tiga tahun menjelang empat Tuan guru mukim di Batu Pahat Mengajar mengaji suluk berkhalwat Masyurlah negeri ke Timur dan Barat Dipanggilnya murid serta khalifah Anak kandung dan juga jama’ah Memadu pakat serta musyawarah Tinggalkan Besilam beranjak pindah Konon kabarnya di Kerajaan Langkat Peristiwa ajaib terjadi kembali

Sejak tuan guru di Batu Pahat Minyak Berandan tak mengalir lagi Ikan di laut turut menghilang Kepah dan kerang semua sirna Rakyat gelisah bukan kepalang Sultan Langkat gundah gulana Sultan bermohon sepenuh hati

Mengharap tuan guru pulang kembali Setelah mufakat dengan teliti

Harapan Sultan ia penuhi

Setelah tuan guru tiba di Besilam

Minyak Berandan pun mengalir kencang Ikan banyak kepah dan tiram

Rakyat makmur Sultan pun girang Jumadil awal dua puluh Satu

(36)

Tuan guru berpulang ke Rahmatullah Setiap tahun di peringati

HUL tuan guru demikian istilah Ribuan ummat datang kunjungi Niat yang ikhlas mengharap berkah

Struktur Fisik Senandung

Struktur fisik disebut juga dengan metode puisi. Struktur fisik merupakan unsur utama yang membangun puisi struktur fisik juga disebut sebagai medium penyampaian maksud atau makna sebuah karya sastra terutama puisi.

Bahasa puisi ini disebut sebagai struktur fisik puisi atau struktur kebahasaan puisi (Waluyo, 1999: 68). Struktur kebahasaan (struktur fisik) ini terdiri atas diksi, pengimajian, kata konkret, dan gaya bahasa. Namun untuk membahas struktur kebahasaan yang terdapat dalam senandung Babussalam dipergunakan beberapa unsur yaitu diksi, imaji, kata konkret, dan gaya bahasa.

3.2.1 Diksi

Diksi atau diction berarti pilihan kata ( Tarigan, 1986 : 29). Kalau dipandang sepintas lalu maka kata-kata yang dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari mewakili makna yang sama , bahkan bunyi ucapan pun tidak ada perbedaan. Walaupun demikian haruslah kita sadari bahwa penempatan serta penggunaan kata-kata dalam puisi dilakukan secara hati-hati dan teliti serta lebih tepat. Di sinilah sering terjadi pergumulan pikiran dan batin penyair dalam memilih kata yang tepat dalam menuangkan ide-ide agar mengandung arti sesuai dengan maksud puisinya, baik dalam arti denotatif maupun dalam arti konotatif.

(37)

mengungkapkan kelebihan-kelebihan Syekh Abdul Wahab Rokan dengan menggunakan kata-kata yang merujuk pada kelebihan-kelebihannya yakni di bawah ini :

Setelah tuan guru tiba di Besilam

Minyak Berandan pun mengalir kencang Ikan banyak kepah dan tiram

Rakyat makmur Sultan pun girang (SB : 17)

Pada contoh di atas terlihat bahwa penyair menggunakan kata-kata pilihan yang baik sehingga pembaca menjadi tertarik sekaligus sadar makna yang disampaikan dalam ungkapan tersebut. Kata mengalir kencang merupakan isyarat bahwa semua hasil minyak di Brandan menjadi banyak kembali semenjak Tuan guru Babussalam Syekh Abdul Wahab tiba di Besilam. Itu adalah salah satu kelebihan dari syekh Abdul Wahab yang diungkapkan melalui kata-kata.

Kata rakyat makmur mengacu kepada kehidupan rakyat yang mulai tidak berkekurangan karena hasil-hasil bumi telah banyak. Salah satu penggunaan kata-kata yang dipilih yang merujuk kepada falsafah terlihat pada contoh ungkapan berikut :

Dengan Bismillah dimulai wadah Menyusun syair menata kalam Mengharap hidayah dan ridho Allah Serta syafaat rasul yang kirom (SB : 1)

(38)

kalam merupakan isyarat bahwa dalam menyusun syair tentulah kita juga menata kalam

atau kata-kata yang akan diungkapkan.

Berdasarkan kata-kata yang terdapat dalam senandung Babussalam diketahui bahwa penyair banyak menggunakan kosa kata bahasa Arab. Ini terlihat pada kata-kata berikut :

No Kosa kata Asal kata Arti Bait

1 Wadah Arab kesatuan 1

2 Syair Arab Kata-kata 1

3 Kalam Arab perkataan 1

4 Ridho Arab berkah 1

5 Kirom Arab mulia 1

6 Madah Arab ucapan 2

7 Hijriyah Arab Tahun perpindahan 4

8 Syawal Arab Bulan ke 10 4

9 Musafir Arab Perjalanan jauh 2

10 Waliyullah Arab Orang yang dekat dengan Allah 5

11 Alim Arab Mengetahui 5

12 Wara’ Arab Orang yang taat kepada Allah 5

13 Karomah Arab Orang yang dimuliakan 5

14 Khalifah Arab Penerus 5

15 Mahsyur Arab Terkenal 5

16 Alkholidi Arab Gelar tarikat 6

17 Naqsyabandi Arab Tempat kelahiran tharikat 6

18 Munajat Arab Memohon kepada Allah 7

(39)

20 Suluk Arab Peramal 12

Imaji adalah kata atau susunan kata yang dapat memperjelas atau mengkonkretkan apa yang dinyatakan oleh penyair melalui pengimajian, apa yang digambarkan seolah-olah dapat di lihat ( imaji visual ), didengar ( imaji auditif ), atau dirasa (imaji taktil). (Waluyo, 2005 : 10).

Adapun imaji yang digunakan dalam senandung Babussalam Masyarakat Melayu antara lain :

1. Imaji taktil ( perasaan )

Adalah ungkapan oleh penyair yang mampu mempengaruhi perasaan sehingga pembaca ikut terpengaruhi perasaannya ( Waluyo, 2005: 11).

Adapun imaji taktil terdapat pada kutipan di bawah ini : Babussalam demikian namanya

Dalam wilayah negeri Langkat Harum namanya sepanjang masa Di sana terdapat maqam keramat (SB : Bait 3)

Pada bait ke tiga penyair seolah-olah mengajak khalayak ikut merasakan bahwa desa Babussalam yang berada di Langkat senantiasa harum namanya sampai kapanpun karena selalu dikenang oleh masyarakat.

(40)

Hidupkan olehmu busana Islami Jangan tergoda rayuan duniawi Ingat wasiat Alkholidi Naqsyabandi ( SB : Bait 8)

Pada bait ke delapan penyair mengajak kepada pembaca agar para pemuda-pemudi selalu menjaga diri masing-masing dari segala rayuan duniawi dan senantiasa menjaga penampilan dengan memakai busana sesuai dengan syariat Islam.

Ia mengaji dengan khusyuknya Sepanjang malam tiada hentinya Walaupun demam yang dideritanya Ia sembunyikan kepada gurunya ( SB : Bait 10)

Pada bait ke sepuluh penyair menggambarkan kepada pembaca tentang penderitaan seorang syekh yang menderita sakit demam tetapi tetap mengaji dengan khusyuk.

(41)

Pada bait ke 15 penyair seolah-olah mengajak pembaca merasakan betapa gelisahnya rakyat dan kegundah gulanaan Sultan ketika ikan, kepah dan kerang di laut menghilang.

Jumadil awal dua puluh satu

Tiga belas empat puluh lima hijriyah Berkabunglah umat di kala itu

Tuan guru berpulang ke Rahmatullah ( SB : Bait 18)

Pada bait 18 penyair seolah-olah mengajak pembaca merasakan rasa berkabung ketika Tuan guru Babussalam meninggal.

Setiap tahun diperingati

HUL tuan guru demikian istilah Ribuan ummat datang kunjungi Niat yang ikhlas mengharap berkah (SB : Bait 19)

Pada bait 19 penyair mengajak kepada pembaca agar selalu mempunyai niat yang tulus dan ikhlas hanya untuk mengharap berkah pada saat mengunjungi HUL tuan guru.

2. Imaji Visual

Adalah menampilkan kata-kata yang menyebabkan apa yang digambarkan penyair lebih jelas ( Waluyo, 2005 : 10).

(42)

Bulan syawal lima belas hari Tahun seribu tiga ratus Hijriyah

Syekh Abd. Wahab Rokan Al Kholidi Naqsyabandi Mendirikan Babussalam bersama jamaah

( SB : bait 4)

Pada bait ke empat ” mendirikan Babussalam bersama jamaah” penyair menggambarkan bahwa Syekh Abd. Wahab Rokan Al Kholidi Naqsyabandi membangun desa Babussalam bersama jamaah.

Ia sempat di foto Belanda

Gambar dikirim ke Sultan Langkat Tersirap semangat Tuan Baginda Ternyata foto wali keramat (SB : Bait 11)

Pada bait ke 11 ” gambar dikirim ke Sultan Langkat” dan ” ternyata foto wali keramat”, penyair menggambarkan atau mengimajinasikan kepada pembaca bahwa Syekh Babussalam telah difoto oleh Belanda dan ia adalah seorang wali Allah.

(43)

Pada bait ke 14 pada kalimat ” minyak Brandan tak mengalir lagi” penyair seolah-olah menggambarkan bahwa sejak tuan guru di Batu Pahat, minyak Brandan tidak muncul dan mengalir lagi.

Setelah tuan guru tiba di Besilam

Minyak Berandan pun mengalir kencang Ikan banyak kepah dan tiram

Rakyat makmur sultan pun girang (SB : bait 17)

Pada bait ke 17 pada kalimat ” ikan banyak kepah dan tiram” penyair memberikan pengimajian bahwa setelah tuan guru Besilam datang, semua hasil alam mulai banyak seperti minyak, hasil-hasil laut sehingga rakyat Langkat pun senang.

3. Imaji Auditif ( Pendengaran)

Adalah penciptaan ungkapan oleh penyair, sehingga pembaca seolah-olah mendengarkan suara seperti yang digambarkan oleh penyair ( Waluyo, 2005 : 11).

Adapun imaji auditif yang terdapat dalam senandung Babussalam terlihat pada kut ipan di bawah ini :

(44)

Pada bait 7 pada kalimat ” dari menara kumandang munajat, suaranya merdu lemah gemulai”, penyair memberikan gambaran seolah-olah munajat yang dikumandangkan dari menara sangat merdu lemah gemulai.

3.2.3 Kata konkret

Kata konkret adalah kata-kata yang dilihat secara denotatif sama tetapi secara konotatif tidak sama menurut situasi pemakaiannya. Dalam hal ini penyair memilih kata-kata konkrit untuk melukiskan dan menyatakan sesuatu dengan setepat-tepatnya dan secermat-cermatnya.

Kata konkret adalah salah satu cara penyair menggambarkan sesuatu secara konkret. Oleh karena itu kata-kata diperkonkretkan, bagi penyair dirasa lebih jelas karena lebih konkret, namun bagi pembaca sulit ditafsirkan ( Waluyo, 2005: 9). Kata konkret sangat berkaitan dengan kiasan dan perlambangan artinya simbolnya dan kiasan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkonkretkan hal yang abstrak. Dengan kata lain kiasan dan perlambangan dapat memberikan kesan yang lebih luas tentang suatu keadaan pendengar atau pembaca.

Dalam senandung Babussalam pengubah menggunakan kata-kata yang konkret untuk mengkonkretkan imaji yang ditawarkan yakni sejarah dan perjuangan seorang syekh yang memperjuangkan ajaran agama Islam dan kelebihan-kelebihan yang diberikan Allah SWT kepada Syekh Abd. Wahab Rokan. Penyair menggambarkan Syekh Abd. Wahab Rokan sebagai seorang ulama yang begitu disegani dan dicintai oleh masyarakat pendukungnya dan melukiskan kelebihan-kelebihan Syekh Abd. Wahab yang terdapat pada kutipan berikut :

(45)

Syekh Abd. Wahab Rokan Al Kholidi Naqsyabandi

Mendirikan Babussalam bersama jamaah

(SB : bait 4)

Syekh Abd. Wahab Rokan seorang Waliyullah

Alim dan wara’ serta karomah

Murid beribu dan juga khalifah Mahsyur namanya sampai ke Mekah (SB : Bait 5)

Konon kabarnya di kerajaan Langkat Peristiwa ajaib terjadi kembali

Sejak tuan guru di batu Pahat

Minyak Berandan tak mengalir lagi

(SB : bait 14)

Setelah tuan guru tiba di Besilam

Minyak Berandan pun mengalir kencang

Ikan banyak kepah dan tiram

Rakyat makmur sultan pun girang (SB : bait 17)

Jumadil awal dua puluh satu

Tigabelas empat puluh lima hijriyah Berkabunglah umat dikala itu

(46)

(SB : Bait 18)

Bait di atas menggambarkan bahwa perjuangan seorang syekh yang memperjuangkan ajaran agama Islam dan kelebihan-kelebihan yang diberikan Allah SWT kepada Syekh Abd. Wahab Rokan. Penyair menggambarkan Syekh Abd. Wahab Rokan sebagai seorang ulama yang begitu disegani dan dicintai oleh masyarakat pendukungnya dan melukiskan kelebihan-kelebihan Syekh Abd. Wahab dan mengkonkretkan tentang gambaran seorang ulama yang mahsyur namanya dan mengajarkan ajaran agama Islam tiada henti.

3.2.4 Gaya bahasa

Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran secara khas yang memperhatikan jiwa serta kepribadian penyair. Artinya, gaya bahasa yang digunakan oleh seorang penyair merupakan refleksi dari pikiran dan jiwanya dalam membuat sebuah karya sastra.

Dalam senandung Babussalam juga terdapat gaya bahasa. Ada beberapa gaya bahasa yang terdapat pada bait berikut :

Konon kabarnya di kerajaan Langkat Peristiwa ajaib terjadi kembali

Sejak tuan guru di batu Pahat

Minyak Berandan tak mengalir lagi

(SB : bait 14)

(47)

Suaranya merdu lemah gemulai

Mohon selamat dunia akhirat ( SB : bait 7)

Pada bait 15 dan 7 penyair menggunakan gaya bahasa personifikasi .

Ada juga yang mempergunakan gaya bahasa persamaan, misalnya pada bait berikut : Dirakit kalam untaian madah

Riwayat negeri kampung halaman Andaikan silap bersalah tingkah

Musafir kelana mohon maafkan

(SB : Bait 2)

Ikan di laut turut menghilang Kepah dan kerang semua sirna Rakyat gelisah bukan kepalang Sultan Langkat gundah gulana ( SB : Bait : 15)

3.3 Struktur Batin

Struktur batin disebut juga dengan hakikat puisi. Unsur hakikat puisi yakni tema (sense), perasaan (feeling), nada atau sikap penyair terhadap pembaca (tone) dan amanat (intention).

3.3.1 Tema

(48)

Tema yang banyak terdapat dalam puisi ada beberapa seperti pendapat (Waluyo, 2005 : 17) adalah tema ketuhanan (religius), tema kemanusiaan, cinta, patriotisme, perjuangan, kegagalan hidup, alam, keadilan, kritik sosial, demokrasi, dan tema kesetiakawanan.

Tema yang banyak terdapat dalam senandung Babussalam adalah tema Ketuhanan (religius). Setelah melihat persoalan yang menonjol pada senandung Babussalam dapat disimpulkan kalau tema yang terdapat dalam senandung Babussalam bertemakan ketuhanan (religius) yang menceritakan tentang seorang ulama besar di Babussalam yang menyiarkan ajaran Islam dan tharikat naqsyabandiah dan nasehat-nasehat dari syekh tersebut yang terdapat dalam kutipan senandung di bawah ini.

Dengan Bismillah dimulai wadah Menyusun syair menata kalam Mengharap hidayah dan ridho Allah Serta syafaat rasul yang kirom (SB : 1)

Bulan syawal lima belas hari Tahun seribu tiga ratus hijriyah

Syekh Abd. Wahab Rokan Alkholidi Naqsyabandi Mendirikan Babussalam bersama jamaah

(SB : 4)

Syekh Abd. Wahab Rokan seorang Waliyullah Alim dan wara’ serta karomah

(49)

Mahsyur namanya sampai ke Mekkah (SB : 5)

Bila waktu sholatkan sampai Dari menara kumandang munajat Suaranya merdu lemah gemulai Mohon selamat dunia akhirat ( SB : bait 7)

Wahai pemuda dan juga pemudi Hidupkan olehmu busana Islami Jangan tergoda rayuan duniawi Ingat wasiat Alkholidi Naqsyabandi ( SB : Bait 8)

3.3.2 Nada atau suasana (tone)

Nada mengungkapkan sikap penyair terhadap pembaca dari sikap terciptalah suasana puisi (Waluyo, 2005 : 37).

Dalam menulis puisi, penyair mempunyai sikap tertentu terhadap pendengar. Nada mengungkapkan sikap penyair terhadap pembaca dari sikap itu terciptalah suasana puisi (Waluyo, 2005 : 37). Nada mempunyai unsur yang penting dalam puisi sebab nada menyangkut, masalah sikap penyair kepada pembaca. Ada nada menegaskan, persuasif dan sebagainya.

(50)

Nada menegaskan ini bersifat lugas, hanya menceritakan sesuatu kepada pembaca. Nada ini biasanya menegaskan kembali apa yang telah ditetapkan sebelumnya seperti sejarah, dogma-dogma agama, hukum adat, dan lain-lain. Nada ini tercermin pada bait berikut :

Dengan Bismillah dimulai wadah Menyusun syair menata kalam Mengharap hidayah dan ridho Allah Serta syafaat rasul yang kirom (SB : 1)

Pada bait di atas menegaskan atau menceritakan kembali bahwa untuk memulai sesuatu haruslah dimulai dengan membaca Bismillah agar mendapat ridho dari Allah dan syafaat dari Rasul.

2. Nada persuasif

Menurut KBBI ( 2005: 864) persuasif adalah bersifat membujuk secara halus (supaya lebih yakin ) ; hanya dengan cara....pendekatan itu dapat dilakukan. Nada persuasif ini tergambar pada kutipan berikut :

Wahai pemuda dan juga pemudi Hidupkan olehmu busana Islami Jangan tergoda rayuan duniawi Ingat wasiat Alkholidi Naqsyabandi ( SB : Bait 8)

(51)

menjaga diri agar tidak tergoda oleh rayuan duniawi dan selalu ingat akan pesan wasiat dari syekh Abd. Wahab Rokan.

3. Nada Sugesti

Menurut KBBI (2005 : 1097) sugesti adalah 1. pendapat yang dikemukakan ( untuk dipertimbangkan) ; anjuran ; saran, 2. pengaruh dan sebagainya yang dapat menggerakkan hati orang dan sebagainya ; dorongan.Dalam hal ini penyair ingin merangsang pembaca agar tergerak hatinya untuk melakukan apa yang dimaksudkan penyair. Nada sugesti terdapat pada bait berikut :

Bila waktu sholatkan sampai

Dari menara kumandang munajat

Suaranya merdu lemah gemulai Mohon selamat dunia akhirat ( SB : bait 7)

Pada bait 7 di atas memiliki nada sugesti yang kuat. Nada tersebut terlihat pada kata-kata ” bila waktu sholatkan sampai, dari menara kumandang munajat” yang mensugesti pembaca untuk segera menunaikan ibadah sholat.

3.3.3 Perasaan ( feeling)

Rasa atau feeling mengungkapkan suasana perasaan penyair ikut di ekspresikan dan dihayati oleh pembaca ( Waluyo, 2005 : 39). Rasa adalah tanggapan atau reaksi pengarang berupa perasaan terhadap fenomena-fenomena yang terjadi di sekitarnya, juga merupakan gambaran suasana kejiwaan atau perasaan seorang penyair terhadap segala sesuatu yang menjadi persoalan dalam dirinya.

(52)

Dengan Bismillah dimulai wadah Menyusun syair menata kalam Mengharap hidayah dan ridho Allah Serta syafaat rasul yang kirom (SB : 1)

Dirakit kalam untaian madah Riwayat negeri kampung halaman Andaikan silap bersalah tingkah Musafir kelana mohon maafkan (SB : 2)

Wahai pemuda dan juga pemudi Hidupkan olehmu busana Islami Jangan tergoda rayuan duniawi Ingat wasiat Alkholidi Naqsyabandi ( SB : Bait 8)

Ia mengaji dengan khusyuknya Sepanjang malam tiada hentinya Walaupun demam yang dideritanya Ia sembunyikan kepada gurunya ( SB : Bait 10)

(53)

Tiga belas empat puluh lima hijriyah Berkabunglah umat di kala itu

Tuan guru berpulang ke Rahmatullah ( SB : Bait 18)

Pada bait 1 ” mengharap hidayah dan ridho Allah, serta syafaat Rasul yang kirom” menggambarkan bahwa penyair mengharapkan hidayah dan keridhoan dari Allah SWT serta syafaat Rasul dalam memulai suatu hal.

Pada bait 2 ” andaikan silap bersalah tingkah, musafir kelana mohon maafkan” merupakan gambaran perasaan penyair bahwa sebagai manusia pasti tidak luput dari kesalahan dan oleh karena itu penting untuk memaafkan segala kesalahan.

Pada bait 8 ” jangan tergoda rayuan duniawi, ingat wasiat Alkholidi Naqsyabandi” merupakan gambaran bahwa penyair tentang pentingnya menjaga diri agar tidak tergoda dengan godaan dunia ini dan selalu mengingat amanah dari syekh Abd. Wahab Alkholidi Naqsyabandi.

Pada bait 10 ” ia mengaji dengan khusyuknya, sepanjang malam yang dideritanya” menggambarkan perasaan penyair yang begitu dalam terhadap Syekh Abd. Wahab yang senantiasa mengaji dengan khusyuk setiap malam dan tetap menjaga amanah dari gurunya dengan tetap mengaji.

Pada bait 18 ” berkabunglah umat dikala itu, tuan guru berpulang ke Rahmatullah” menggambarkan perasaan penyairnya yang sangat berduka atas meninggalnya syekh dari Babussalam tersebut dan semua orang pun berkabung atas kepergiannya.

3.3.4 Amanat

(54)

ajaran moral. Amanat puisi sangat sangat berkaitan dengan cara pandang pembaca, amanat tidak lepas dari tema dan isi puisi yang dikemukakan oleh penyair (Waluyo, 2005 : 40).

Adapun amanat yang hendak disampikan dalam senandung Babussalam adalah sebagai berikut :

1. Dalam memulai sesuatu pekerjaan hendaklah kita selalu mengucapkan bismillah agar pekerjaan yang kita lakukan selalu diberikan keridhoan oleh Allah SWT. Hal ini terlihat pada bait berikut :

Dengan Bismillah dimulai wadah Menyusun syair menata kalam Mengharap hidayah dan ridho Allah Serta syafaat rasul yang kirom (SB : 1)

2. Selalu mengingat perjuangan syekh Abd. Wahab Rokan Alkholidi Naqsyabandi agar kita senantiasa terjaga dari segala hal yang dapat menjerumuskan kita. Hal ini terlihat pada kutipan senandung di bawah ini :

Syekh Abd. Wahab Rokan seorang Waliyullah Alim dan wara’ serta karomah

Murid beribu dan juga khalifah Mahsyur namanya sampai ke Mekkah (SB : 5)

(55)

B A B IV

NILAI-NILAI ESTETIKA

Estetika secara sederhana adalah ilmu yang membahas bisa terbentuk, dan bagaimana seseorang bisa merasakannya. Pembahasan lebih lanjut mengenai estetika adalah sebuah filosofi yang mempelajari nilai-nilai sensoris, yang kadang dianggap sebagai penilaian terhadap sentimen dan rasa. Estetika merupakan cabang yang sangat dekat dengan filosofi

Untuk melihat estetika dalam sebuah puisi dapat dilihat berdasarkan 4 (empat) unsur pembentuknya, yaitu :

1. Kesatuan ( Unity)

2. Keharmonisan (Harmony) 3. Keseimbangan (Balance)

4. Fokus atau Penekanan yang Tepat (Right Emphasis)

4.1 Nilai Kesatuan ( Unity)

Kesatuan adalah kohesi, konsistensi, ketunggalan atau keutuhan, yang merupakan isi pokok dari komposisi (Kartika, 2007: 83). Kesatuan merupakan efek yang dicapai dalam suatu susunan atau komposisi di antara hubungan unsur pendukung karya, sehingga secara keseluruhan menampilkan kesan tanggapan secara utuh. Berhasil tidaknya pencapaian bentuk estetik suatu karya ditandai oleh menyatunya unsur-unsur estetik, yang ditentukan oleh kemampuan memadu keseluruhan.

(56)

sebaris pada tiap baris yang terdapat dalam senandung Babussalam selalu berjumlah sama yakni 4( empat) kata, baik kata dasar maupun kata bentukan. Ini terlihat pada bait di bawah ini :

1). Dirakit kalam untaian madah Riwayat negeri kampung halaman Andaikan silap bersalah tingkah Musafir kelana mohon maafkan (SB : 1)

2. Babussalam demikian namanya Dalam wilayah negeri Langkat Harum namanya sepanjang masa Di sana terdapat maqam keramat

(SB : 3

Pada bait (1) dan (3) memperlihatkan bahwa setiap baris dibentuk oleh 4 (empat) kata dasar atau bentukan. Ini menyatakan bahwa ada kesatuan dan keseragaman bentuk dalam setiap baris yang terdapat di dalam senandung Babussalam sehingga membentuk satu kesatuan makna.

Begitu pula suku katanya yang hampir sama atau antara satu baris dengan baris berikutnya. Jumlah suku kata yang terdapat di dalam sampiran (baris pertama dan kedua dalam satu bait ) dengan jumlah suku kata yang terdapat di dalam isi (baris dan keempat dalam satu bait), seperti yang terlihat pada bait berikut:

(57)

Mu/sa/fir ke/la/na mo/hon ma/af/kan (SB : 2)

2. Ba/bus/sa/lam de/mi/ki/an na/ma/nya Da/lam wi/la/yah ne/ge/ri Lang/kat Ha/rum na/ma/nya se/pan/jang ma/sa Di/ sa/na ter/da/pat ma/qam ke/ra/mat (SB : Bait 3)

Pada bait 2 jumlah suku kata yang terdapat dalam baris pertama dan ketiga berjumlah sama yakni 10 (sepuluh) suku kata. Dan baris kedua dan keempat berjumlah yang sama yakni 11 (sebelas) suku kata. Dengan demikian terdapat kesatuan jumlah suku kata antara baris pertama dan ketiga serta antara baris kedua dan keempat.

Begitu pula yang terdapat pada bait 3, jumlah suku kata pada baris pertama dengan baris keempat sama yakni 11 (sebelas) suku kata dan jumlah suku kata pada baris kedua dengan ketiga juga sama yakni 10 (sepuluh). Dengan demikian terdapat kesatuan jumlah suku kata antara baris pertama dengan keempat serta antara baris kedua dan ketiga.

(58)

Kesatuan-kesatuan jumlah suku kata dan kata tersebutlah yang menjadikan bait-bait puisi yang terdapat dalam senandung Babussalam memiliki nilai-nilai estetis. Hal ini tentu saja menunjang usaha penyair dalam mengungkapkan isi hatinya dan makna yang terkandung di dalam tiap bait dari senandung tersebut.

4.2 Nilai keharmonisan ( harmony)

Keharmonisan dalam estetika puisi Melayu berkenaan dengan hubungan antara satu unsur atau bagian dengan unsur atau bagian lain. Artinya, unsur atau bagian itu harus menunjang daya ungkap unsur atau bagian lain, dan bukan mengganggu atau mengaburkannya ( Ritonga, 2000 : 38).

Dalam senandung Babussalam, keharmonisan tersebut terletak pada struktur pembentuk senandung tersebut yaitu sampiran dan isi serta dari rima yang membentuk irama dari senandung itu. Dalam hal sampiran, setiap sampiran dalam puisi Melayu bentuk apapun merupakan pembuka maksud dari tujuan yang hendak disampaikan oleh penyair, sedangkan isi merupakan tujuan dan maksud yang hendak disampaikan oleh penyair. Setiap sampiran harus dapat menggambarkan isi yang merupakan tujuan utama penyair. Bila sampiran tidak menggambarkan hal tersebut maka tujuan tidak akan tercapai. Hal ini terlihat pada kutipan bait berikut :

(59)

2) Wahai pemuda dan juga pemudi Hidupkan olehmu busana Islami Jangan tergoda rayuan duniawi Ingat wasiat Alkholidi Naqsyabandi ( SB : Bait 8)

Pada bait 1 sampiran yang terdiri dari baris pertama dan kedua yakni ”dengan Bismillah dimulai wadah, dan menyusun syair menata kalam” merupakan pembuka

maksud dari penyair untuk menyampaikan ide atau gagasannya. Adapun ide atau gagasannya tersebut tertuang dalam baris ketiga dan keempat yaitu ” Mengharap hidayah dan ridho Allah dan Serta syafaat rasul yang kirom” , hal ini bermaksud agar para pembaca

atau masyarakat selalu mengucapkan Bismillah sebelum memulai suatu hal ataupun sedang memulai pembicaraan agar segala hal yang dikerjakan tersebut mendapat ridho dari Allah SWT dan mendapat syafaat dari Nabi Muhammad SAW. Keharmonisan itu terlihat dari kata-kata yang dipergunakan dalam sampiran yang memiliki hubungan langsung dengan isi. Keharmonisan juga terlihat dari jumlah kata dan suku kata yang sama antara baris pertama dengan baris kedua yakni sepuluh(10) suku kata. Dan pada baris pertama dan ketiga juga terdapat keharmonisan bunyi yakni sama-sama berima akhir /h/.

(60)

Selain itu, keharmonisan dalam senandung Babussalam juga terlihat dari sarat bunyi yang terdapat dalam rima akhirnya, seperti yang terlihat pada contoh-contoh di bawah ini.

1) Tuan guru Besilam itulah julukannya Abu Qosim nama kecilnya

Syekh Abdul Wahab nama resminya

Al Kholidi Naqsyabandi tambahan gelarnya (SB : 6)

2) Bila waktu sholatkan sampai Dari menara kumandang munajat Suaranya merdu lemah gemulai Mohon selamat dunia akhirat ( SB : bait 7)

(61)

4.3 Nilai Keseimbangan (balance)

Keseimbangan dalam puisi adalah bahwa unsur-unsur atau bagian-bagian puisi, baik dalam ukuran maupun bobotnya, harus sesuai atau seimbang dengan faal atau fungsinya. Keseimbangan ini harus benar-benar sesuai agar dapat dibedakan antara yang utama dengan yang tidak utama (Ritonga, 2000 : 41).

Pada senandung Babussalam keseimbangan itu terlihat dari fungsi sampiran dan isinya. Seperti diketahui bahwa sampiran adalah sebagai “kata pembuka” saja dalam puisi Melayu, begitu pula dalam senandung Babussalam. Sedangkan isi merupakan maksud dan tujuan atau inti pembicaraan dari senandung tersebut. Fungsi tersebut sangat berbeda pada senandung Babussalam, sampiran benar-benar berfungsi sebagai pembuka, sedangkan isi sebagai inti pembicaraan. Ini terlihat pada bait berikut :

Bila waktu sholatkan sampai Dari menara kumandang munajat Suaranya merdu lemah gemulai Mohon selamat dunia akhirat ( SB : bait 7)

Pada contoh di atas sampiran terdapat pada baris pertama dan kedua yaitu kata-kata ”bila waktu sholatkan sampai dan dari menara kumandang munajat”. Sampiran ini hanya

(62)

Lain halnya dengan isi, fungsinya adalah menjadi inti dari pembicaraan atau penyampai maksud dari penyair sehingga maknanya harus lebih berbobot dari sampiran. Kata-kata isi yakni suaranya merdu lemah gemulai dan mohon selamat dunia akhirat lebih bermakna dibandingkan dengan kata-kata yang terdapat pada sampiran. Kalimat dalam isi memiliki hubungan antara yang satu dengan yang lainnya. Kalimat pertama(baris ketiga) mendukung informasi yang hendak disampaikan pada kalimat kedua (baris keempat) sehingga membentuk satu kesatuan makna.

Keseimbangan juga dapat dilihat dari kesesuaian perbandingan antara sampiran dengan isi. Perbandingan yang digunakan dalam sampiran juga harus tepat benar sehingga terdapat keseimbangan bentuk dan bobot. Begitu pula dalam isi, perbandingan harus benar-benar dapat menjadi inti masalah yang hendak disampaikan oleh penyair. Dalam senandung Babussalam, keseimbangan seperti ini benar-benar diterapkan sehingga menghasilkan keindahan dalam setiap baitnya, seperti pada kutipan bait berikut :

Ia sempat difoto Belanda

Gambar dikirim ke Sultan Langkat Tersirap semangat Tuan Baginda Ternyata foto wali keramat (SB : 11)

Pada sampiran di atas yang berisikan kata-kata ia sempat difoto Belanda dan gambar dikirim ke Sultan Langkat memiliki keseimbangan bandingan antara baris pertama

(63)

yang terdapat pada isi, yakni menceritakan reaksi dari Sultan Langkat yang menerima hasil foto dari Belanda yang merupakan foto dari Syekh Abdul Wahab Rokan. Hal itu tergambar pada kata-kata yang terdapat pada baris ketiga dan keempat yaitu tersirap semangat Tuan Baginda dan ternyata foto wali keramat. Keseimbangan itu terlihat dari baris ketiga yakni

menceritakan reaksi dari Sultan Langkat yang sangat semangat menerima foto Syekh Abdul Wahab Rokan, hal ini yang terdapat pada bait keempat. Baris ketiga menceritakan tentang sebab dan baris keempat menceritakan tentang akibat, yakni menceritakan semangat dari Sultan Langkat yang menerima hasil foto yang ternyata foto itu adalah Foto syekh Abdul Wahab Rokan Al Kholidi Naqsyabandi.

4.4 Fokus atau tekanan yang tepat

Fokus atau penekanan yang tepat dalam puisi Melayu biasanya adalah tentang sosial budaya yang terdapat di dalam puisi tersebut atau pusat pembicaraan yang menjadi subject matter ( pokok permasalahan) utama, (Ritonga, 2000 : 44). Hal ini haruslah mendapat

penekanan yang lebih daripada unsur atau bagian yang lainnya.

Dalam senandung Babussalam yang menjadi fokus atau pusat penekanan yang paling utama adalah hal-hal yang berkaitan langsung dengan senandung Babussalam, baik itu tentang sejarah Syekh dari Babussalam maupun tentang masyarakat di daerah Langkat itu sendiri yang berkaitan dengan Babussalam. Tidak terlepas juga dengan pembicaraan tentang nasihat ataupun petuah-petuah yang harus dilakukan yang sesuai dengan norma dan adat serta agama.

Referensi

Dokumen terkait

disclosure yang peneliti sebarkan telah mengalami uji coba (try out) dan telah disebarkan ulang dengan memperbaiki kata-kata maupun kalimat pada aitem tidak baik,

(3) Pengaruh secara bersama-sama variabel rekrutmen dan pengelolaan tim kerja yang efektif terhadap kinerja karyawan pada PT.. Indoglobal Galang Pamitra

This paper identifies relationships between air mass properties and mesoscale rainfall when moist air blows over New Zealand’s Southern Alps from the Tasman Sea. Around 50% of

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara riwayat kesehatan dalam kehamilan dengan kejadian bayi berat badan lahir rendah di UPT Puskesmas

Rencana kegiatan harian yang dibuat oleh guru, guru belum mencantumkan tujuan pembelajaran, pemilihan metode yang akan digunakan pada proses belajar mengajar, (2)

Hasil belajar Siswa pada saat menggunakan model pembelajaran konvensional, dari hasil post test yang telah diberikan kepada Siswa pada saat menggunakan model

Penelitian ini dilakukan pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Denpasar yang bertujuan untuk menguji pengaruh gaya kepemimpinan transformasional, komunikasi,

qanun yang berisi tentang APBA, APBK, pajak, retribusi, dan RUTR. Pengaturan yang seperti ini tidak ideal untuk diterapkan bagi daerah yang berstatus otonomi khusus seperti