KETAHANAN PAPAN KOMPOSIT
DARI LIMBAH BATANG SAWIT (
Elaeis guineensis
Jacq.)
DAN PLASTIK POLIPROPILENA TERHADAP
SERANGAN RAYAP TANAH DAN RAYAP KAYU KERING
Hasil Penelitian
Oleh: Danil
051203038/ Teknologi Hasil Hutan
DEPARTEMEN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
Judul Skripsi : Ketahanan Papan Komposit Dari Limbah Batang Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dan Plastik Polipropilena Terhadap Serangan Rayap Tanah dan Rayap Kayu Kering.
Nama : Danil
Nim : 051203038
Departemen : Kehutanan
Program Studi : Teknologi Hasil Hutan
Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing
Iwan Risnasari, S.Hut, M.Si Ridwanti Batubara, S.Hut, M.P
Ketua Anggota
Mengetahui,
Sekretaris Departemen Kehutanan
ABSTRACT
DANIL: The Resistance of Composite Board from Waste Palm Steam and Polypropylene to subterranean termites attack and drywood termites attack. Under Academic Supervision of IWAN RISNASARI and RIDWANTI
BATUBARA.
The utilization of waste oil palm steam and polypropylene for composite board production will not only increase the added value of waste palm and polypropylene, but also used as substitution of wood which is recently very limited. The aim of this research is evaluate the resistance of composite board from waste palm steam and polypropylene to subterranean termites attack and drywood termites attack. The method of this research consists of making the composite board, evaluation on physical, and the sample is testing to the subterranean termites (Macrotermes gilvus) and drywood termites (Cryptotermes cynocephalus) for 100 days. Evaluation on physical based on Japanesse Industrial Standard (JIS) A 5908-2003, and the result of physical properties as follow : 1). Density have fulfill the standard, the value 0,64-0,78 g/cm3 2). Moisture content have fulfill the standard, the value were 0,87-3,07% 3). The value of water absorption for 2 and 24 hours have fulfill the standard, the value were 0,49-0,99% and 1,81-3,82% 4). Thickness swelling of the board for 2 and 24 hours, the value were 0,21-1,05% and 1,30-5,19%. The percentages of weight loss composite board to subterranean termites were 0,03%-3,28%. The percentages of weight loss composite board to drywood termites were 0,16%-0,54%. The results of composite board from this research was classified as class resistance as very resisted to subterranean termites attack and drywood termites attack.
ABSTRAK
DANIL: Ketahanan Papan Komposit Dari Limbah Batang Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dan Plastik Polipropilena Terhadap Serangan Rayap Tanah dan Rayap Kayu Kering. Dibimbing oleh IWAN RISNASARI dan RIDWANTI BATUBARA.
Pemanfaatan limbah batang sawit dan plastik polipropilena untuk bahan baku papan komposit bukan saja akan memberikan nilai tambah dari limbah padat sawit dan plastik, tetapi juga sebagai substitusi kayu yang saat ini sangat sulit diperoleh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketahanan papan komposit dari limbah batang sawit dan plastik polipropilena terhadap serangan rayap tanah dan rayap kayu kering. Metode penelitian ini terdiri dari pembuatan papan komposit, pengujian sifat fisis, dan pengujian terhadap rayap tanah (Macrotermes gilvus) dan rayap kayu kering (Cryptotermes cynocephalus) selama 100 hari. Pengujian pada sifat fisis berdasarkan pada Standar JIS A 5908-2003 menunjukkan bahwa : 1). Kerapatan telah memenuhi standar dengan nilai 0,64-0,78 g/cm3 2). Kadar air telah memenuhi standar dengan nilai 0,87-3,07% 3). Daya serap air 2 jam dan 24 jam telah memenuhi standar yaitu 0,49-0,99% dan 1,81-3,82% 4). Pengembangan tebal 2 jam dan 24 jam yaitu 0,21-1,05% dan 1,30-5,19%. Persentase kehilangan berat papan komposit pada rayap tanah berkisar antara 0,03%-3,28%. Persentase kehilangan berat papan komposit pada rayap kayu kering berkisar antara 0,16%-0,54%. Sehingga papan komposit yang diperoleh dari hasil penelitian termasuk ke dalam kelas ketahanan sangat tahan terhadap serangan rayap tanah dan rayap kayu kering.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 28 April 1986 dari Ayah Karuni
dan Ibu Syamsiar. Penulis merupakan putra ke 6 dari 7 bersaudara. Penulis
menyelesaikan Sekolah Dasar di SD Swasta Bahagia Medan pada tahun 1999,
tamat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTPN 35 Medan tahun 2002, dan
tamat Sekolah Menengah Umum di SMU Swasta ERIA Medan tahun 2005.
Tahun 2005 penulis lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara melalui jalur
Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru, Program Studi Teknologi Hasil Hutan,
Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian.
Penulis mengikuti kegiatan Praktik Pengenalan dan Pengelolaan Hutan di
hutan mangrove Desa Talawi Kabupaten Asahan dan hutan pegunungan Lau
Kawar Kabupaten Karo. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi
asisten dosen untuk Praktikum Fisika Kayu tahun ajaran 2007/2008 dibawah
bimbingan Bapak Arif Nuryawan, S.Hut, M.Si, Praktikum Hama dan Penyakit
Hasil Hutan dan Praktikum Pengawetan Kayu tahun ajaran 2008/2009 dibawah
bimbingan Ibu Ridwanti Batubara, S.Hut, MP, dan Praktikum Perekat dan
Perekatan tahun ajaran 2008/2009 bimbingan Bapak Arif Nuryawan, S.Hut, M.Si.
Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan di Perhutani KPH Bandung
Selatan pada tahun 2009 selama 2 bulan. Penulis melakukan penelitian dengan
judul “ Ketahanan Papan Komposit Dari Limbah Batang Sawit (Elaeis guineensis
Jacq.) dan Plastik Polipropilena Terhadap Serangan Rayap Tanah dan Rayap
Kayu Kering.”, dibawah bimbangan Ibu Iwan Risnasari, S.Hut, M.Si dan Ibu
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian ini tepat pada waktunya.
Penelitian ini disusun sebagai syarat untuk dapat mendapatkan gelar Sarjana
Kehutanan pada Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara. Judul penelitian yang dilaksanakan adalah Ketahanan Papan Komposit Dari
Limbah Batang Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dan Plastik Polipropilena Terhadap Serangan Rayap Tanah dan Rayap Kayu Kering.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Iwan
Risnasari, S.Hut, M.Si dan Ibu Ridwanti Batubara, S.Hut, M.P atas arahan dan
bimbingannya dalam penyusunan hasil penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada ayahanda, ibunda, abang, kakak, dan adik serta seluruh
keluarga dan teman-teman atas segala doa dan perhatiannya.
Penulis menyadari sepenuhnya dalam penulisan dan penyajian dalam
tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu dengan kerendahan hati
penulis akan menerima kritikan dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata
penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang
membutuhkan. Terima kasih
Medan, Februari 2010
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Manfaat Penelitian... 3
Hipotesa Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) ... 4
Sejarah Singkat ... 4
Klasifikasi Tanaman Sawit... 5
Potensi Kelapa Sawit ... 5
Kandungan Batang Kelapa Sawit ... 7
Papan Komposit ... 8
Polimer... 10
Plastik ... 12
Polipropilena Murni ... 12
Polipropilena Daur Ulang ... 14
Bahan Penambah (Aditif) ... 16
Rayap Sebagai Organisme Perusak Kayu ... 17
METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian ... 22
Alat dan Bahan Penelitian ... 22
Alat Penelitian ... 22
Bahan Penelitian ... 23
Prosedur Penelitian ... 23
Persiapan Bahan Baku ... 23
Proses Pembuatan Papan Komposit... 24
Pengujian Papan Komposit ... 26
Pengujian Sifat Fisis Papan Komposit ... 26
Pengujian Rayap Tanah ... 27
Pengujian Rayap Kayu Kering ... 29
HASIL DAN PEMBAHASAN
Morfologi Papan Komposit ... 33
Pengujian Sifat Fisis ... 35
Kerapatan ... 35
Kadar Air ... 38
Daya Serap Air ... 40
Pengembangan Tebal ... 44
Pengujian pada Rayap Tanah ... 48
Pengujian pada Rayap Kayu Kering ... 54
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 63
Saran ... 63
DAFTAR PUSTAKA ... 64
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Sifat-Sifat Dasar Batang Sawit ... 7 2. Karakteristik Polipropilena ... 14 3. Sifat Fisis Mekanis Beberapa Hasil Penelitian Pembuatan Papan
Komposit dengan Menggunakan Polipropilena Daur Ulang... 15 4. Komposisi Kebutuhan Bahan Baku Papan Komposit ... 24 5. Sifat Fisis dan Mekanis Papan Komposit dengan
Standar JIS A 5908 2003 ... 26 6. Klasifikasi Ketahanan Kayu Terhadap Serangan Rayap Tanah ... 28 7. Klasifikasi Ketahanan Kayu Terhadap Serangan Rayap Kayu Kering ... 30 8. Kelas Ketahanan Papan Komposit Terhadap Serangan Rayap Tanah .... 52 9. Jumlah Kepala Rayap, Rayap Utuh, dan Rayap yang Dimakan ... 57 10. Kelas Ketahanan Papan Komposit Terhadap Serangan
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Diagram Proses Dasar Pembuatan Komposit ... 10
2. Rumus Bangun Polipropilena ... 13
3. Pola Pembagian Batang Sawit ... 23
4. Mesin Kempa ... 25
5. Diagram Proses Pembuatan Papan Komposit ... 32
6. a. Kayu Pinus ... 33
b. Papan OSB ... 33
c. Papan Komposit ... 33
7. Nilai Rata-rata Kerapatan Papan Partikel ... 35
8. Nilai Rata-rata Kadar Air Papan Komposit ... 38
9. Nilai Rata-rata Daya Serap Air Selama 2 Jam... 40
10. Nilai Rata-rata Daya Serap Air Selama 24 Jam ... 41
11. Nilai Rata-rata Pengembangan Tebal Selama 2 Jam ... 44
12. Nilai Rata-rata Pengembangan Tebal Selama 24 Jam ... 44
13. Rayap Tanah Macrotermes gilvus Hagen ... 48
14. Nilai Rata-rata Kehilangan Berat pada Pengujian Terhadap Rayap Tanah ... 49
15. Sampel Uji Rayap Tanah ... 50
16. Sarang Rayap Tanah ... 51
17. Nilai Rata-rata Kehilangan Berat pada Pengujian Terhadap Rayap Kayu Kering ... 54
18. Sampel Untuk Pengujian Rayap Kayu Kering ... 55
19. a. Rayap Kayu Kering yang Menyerang Contoh Uji ... 56
b. Ukuran Rayap Kayu Kering ... 56
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Kerapatan (gram/cm3) Papan Komposit ... 64
2. Kadar Air (%) Papan Komposit ... 65
3. Daya Serap Air 2 Jam (%) Papan Komposit ... 66
4. Daya Serap Air 24 Jam (%) Papan Komposit ... 67
5. Pengembangan Tebal 2 Jam (%) Papan Komposit ... 68
6. Pengembangan Tebal 24 Jam (%) Papan Komposit ... 69
7. Kehilangan Berat Rayap Tanah Papan Komposit... 70
8. Kehilangan Berat Rayap Kayu Kering Papan Komposit ... 71
ABSTRACT
DANIL: The Resistance of Composite Board from Waste Palm Steam and Polypropylene to subterranean termites attack and drywood termites attack. Under Academic Supervision of IWAN RISNASARI and RIDWANTI
BATUBARA.
The utilization of waste oil palm steam and polypropylene for composite board production will not only increase the added value of waste palm and polypropylene, but also used as substitution of wood which is recently very limited. The aim of this research is evaluate the resistance of composite board from waste palm steam and polypropylene to subterranean termites attack and drywood termites attack. The method of this research consists of making the composite board, evaluation on physical, and the sample is testing to the subterranean termites (Macrotermes gilvus) and drywood termites (Cryptotermes cynocephalus) for 100 days. Evaluation on physical based on Japanesse Industrial Standard (JIS) A 5908-2003, and the result of physical properties as follow : 1). Density have fulfill the standard, the value 0,64-0,78 g/cm3 2). Moisture content have fulfill the standard, the value were 0,87-3,07% 3). The value of water absorption for 2 and 24 hours have fulfill the standard, the value were 0,49-0,99% and 1,81-3,82% 4). Thickness swelling of the board for 2 and 24 hours, the value were 0,21-1,05% and 1,30-5,19%. The percentages of weight loss composite board to subterranean termites were 0,03%-3,28%. The percentages of weight loss composite board to drywood termites were 0,16%-0,54%. The results of composite board from this research was classified as class resistance as very resisted to subterranean termites attack and drywood termites attack.
ABSTRAK
DANIL: Ketahanan Papan Komposit Dari Limbah Batang Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dan Plastik Polipropilena Terhadap Serangan Rayap Tanah dan Rayap Kayu Kering. Dibimbing oleh IWAN RISNASARI dan RIDWANTI BATUBARA.
Pemanfaatan limbah batang sawit dan plastik polipropilena untuk bahan baku papan komposit bukan saja akan memberikan nilai tambah dari limbah padat sawit dan plastik, tetapi juga sebagai substitusi kayu yang saat ini sangat sulit diperoleh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketahanan papan komposit dari limbah batang sawit dan plastik polipropilena terhadap serangan rayap tanah dan rayap kayu kering. Metode penelitian ini terdiri dari pembuatan papan komposit, pengujian sifat fisis, dan pengujian terhadap rayap tanah (Macrotermes gilvus) dan rayap kayu kering (Cryptotermes cynocephalus) selama 100 hari. Pengujian pada sifat fisis berdasarkan pada Standar JIS A 5908-2003 menunjukkan bahwa : 1). Kerapatan telah memenuhi standar dengan nilai 0,64-0,78 g/cm3 2). Kadar air telah memenuhi standar dengan nilai 0,87-3,07% 3). Daya serap air 2 jam dan 24 jam telah memenuhi standar yaitu 0,49-0,99% dan 1,81-3,82% 4). Pengembangan tebal 2 jam dan 24 jam yaitu 0,21-1,05% dan 1,30-5,19%. Persentase kehilangan berat papan komposit pada rayap tanah berkisar antara 0,03%-3,28%. Persentase kehilangan berat papan komposit pada rayap kayu kering berkisar antara 0,16%-0,54%. Sehingga papan komposit yang diperoleh dari hasil penelitian termasuk ke dalam kelas ketahanan sangat tahan terhadap serangan rayap tanah dan rayap kayu kering.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Meningkatnya kebutuhan kayu seiring dengan bertambahnya penduduk
setiap tahun, menyebabkan permintaan akan kayu semakin meningkat.
Peningkatan kebutuhan ini harus diimbangi dengan tersedianya produksi kayu
yang mencukupi dengan memperhatikan keseimbangan alam. Menurut
Departemen Kehutanan (2005), saat ini jumlah industri pengolahan berdasarkan
ijin yang ada adalah sejumlah 1.881 unit, sebagian besar berupa Sawmill, yaitu sebanyak 1.618 unit dengan kebutuhan bahan baku 22,09 juta m3 per tahun.
Selanjutnya Plymill 107 unit, kebutuhan bakan baku 18,87 juta m3 per tahun,
pulpmill 6 unit, kebutuhan bahan baku 17,91 juta m3 per tahun, dan lain-lain sebanyak 150 unit dengan kebutuhan bahan baku 4,61 juta m3 per tahun.
Berdasarkan ijin usaha yang telah diterbitkan tersebut kebutuhan bahan baku kayu
yang dibutuhkan per tahun mencapai 63,48 juta m3, sedangkan kemampuan
produksi kayu bulat rata-rata per tahun sebesar 22,8 juta m3, yang bersumber dari
hutan alam, hutan tanaman, hutan rakyat, dan sumber lain. Hal ini mengakibatkan
terjadi kesenjangan kebutuhan bahan baku sebesar 40,60 juta m3 per tahun.
Untuk mengatasi hal tersebut, salah satu alternatif pemecahannya yaitu
dengan pengembangan teknologi pengolahan kayu untuk menciptakan produk
biokomposit yaitu papan komposit dari bahan berlignoselulosa yang berasal dari
limbah sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dan limbah plastik yang bertujuan untuk memenuhi permintaan pasar akan kayu. Pemanfaatan limbah sawit dan plastik
serius di Indonesia, sementara volume limbah sawit yang ada sangat besar. Pada
dasarnya pemanfaatan limbah sawit sampai saat ini dirasakan belum optimal,
khususnya limbah batang kelapa sawit, karena pada saat pemanenan pada
umumnya orang hanya mengetahui buah kelapa sawit saja yang berguna yaitu
sebagai bahan baku minyak beserta turunannya, serta sampai pada tingkat tertentu
pemanfaatan serat buah, tandan dan pelepah berguna untuk memproduksi serat,
sedangkan batangnya dibiarkan begitu saja menjadi limbah tanpa mengetahui
kegunaan yang lainnya dari tumbuhan kelapa sawit tersebut. Dari sekitar 2 juta
hektar tanaman kelapa sawit di Indonesia pada tahun 1997, Balfas (2003)
memperkirakan potensi produksi batang sekitar 17,5 juta m3/tahun.
Selain itu, limbah plastik menimbulkan persoalan tersendiri bagi
lingkungan karena bahan ini sangat sulit terdekomposisi. Jika kedua potensi
limbah ini digabungkan menjadi bahan baku pembuatan papan komposit, maka
diharapkan akan tercipta suatu produk papan komposit baru yang memiliki
ketahanan terhadap mikroorganisme perusak yang lebih tinggi dan memiliki
stabilitas dimensi yang lebih baik daripada produk panel kayu yang ada selama
ini. Terobosan ini bertujuan mengembangkan suatu jenis papan komposit dari
limbah kayu dan plastik yang berkualitas tinggi, ramah lingkungan serta ekonomis
(Massijaya dkk, 2007).
Atas dasar pemikiran-pemikiran tersebut, maka dilakukan penelitian
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji ketahanan papan komposit
dari limbah batang sawit dan plastik polipropilena terhadap serangan rayap tanah
dan rayap kayu kering.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang bisa diambil dari penelitian ini adalah :
1. Menjadi suatu langkah dalam pemanfaatan batang sawit dan pemanfaatan
plastik di lingkungan, sehingga keberadaannya tidak dianggap sebagai
limbah.
2. Memberikan alternatif penggunaan bahan baku pengganti kayu yang
semakin berkurang ketersediaannya.
Hipotesa Penelitian
Hipotesa yang digunakan adalah faktor posisi batang sawit (dalam dan
luar), perbandingan plastik dengan partikel sawit, serta interaksi keduanya diduga
berpengaruh terhadap kualitas sifat fisis papan komposit yang dihasilkan dan
TINJAUAN PUSTAKA
Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) Sejarah Singkat
Kelapa sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) diketahui berasal dari Guenea di Afrika, dan diperkenalkan ke Indonesia sejak zaman Belanda (1848). Sekarang
kelapa sawit sudah berkembang sangat pesat, khususnya di Malaysia dan
Indonesia, dan sedikit di Thailand. Dikatakan bahwa secara bersama Indonesia
dan Malaysia menguasai lebih dari 95% produksi kelapa sawit di dunia saat ini
(Bakar, 2003).
Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit maju pesat
sampai bisa menggeser dominasi ekspor Negara Afrika waktu itu. Memasuki
masa pendudukan Jepang, perkembangan kelapa sawit mengalami kemunduran.
Lahan perkebunan mengalami penyusutan sebesar 16% dari total luas lahan yang
ada sehingga produksi minyak sawit pun di Indonesia hanya mencapai 56.000 ton
pada tahun 1948-1949, padahal tahun 1940 Indonesia mengekspor 250.000 ton
minyak sawit (Risza, 1994).
Kelapa sawit saat ini telah berkembang pesat di Asia Tenggara, khususnya
Indonesia dan Malaysia, dan justru bukan di Afrika atau Amerika yang dianggap
sebagai daerah asalnya (Risza, 1994). Bagi Indonesia, tanaman kelapa sawit
memiliki arti penting bagi pembangunan perkebunan nasional. Selain mampu
menciptakan kesempatan kerja yang mengarah pada kesejahteraan masyarakat,
juga sebagai sumber perolehan devisa negara. Di Indonesia perkebunan kelapa
Utara dan Lampung sejak tahun 1970 (Bakar dalam FORKOM Teknologi dan Industri Kayu, 2003). Sekarang sawit telah menyebar di hampir seluruh Nusantara
dan menjadi primadona subsektor perkebunan dengan luas 5,2 juta hektar pada
tahun 2006.
Klasifikasi Tanaman Sawit
Adapun klasifikasi botani kelapa sawit diuraikan sebagai berikut (Hadi,
2004) :
Divisio : Tracheophyta
Subdivisio : Pteropsida
Kelas : Angiospermae
Subkelas : Monocotiledonae
Ordo : Cocoidae
Familia : Palmae
Genus : Elaeis
Spesies : Elaeis guineensis Jacq. Varietas : Dura, Psifera, Tenera
Potensi Kelapa Sawit
Bagian yang paling populer untuk diolah dari kelapa sawit adalah buah.
Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah yang diolah
menjadi bahan baku minyak goreng dan berbagai jenis turunannya. Kelebihan
minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan
memiliki kandungan karoten tinggi. Minyak sawit ini juga diolah menjadi bahan
baku lainnya seperti margarin dan juga kosmetik. Secara umum, hasil dari industri
Indonesia merupakan negara penghasil minyak kelapa sawit kedua
terbesar di dunia setelah Malaysia. Tahun 2005 diperkirakan luas areal kelapa
sawit di Indonesia sekitar 3.880.000 ha, sehingga kegiatan perkebunan kelapa
sawit ini akan menghasilkan limbah padat yang mengandung lignoselulosa yang
sangat banyak. Namun pada tahun 2007 produksi minyak sawit (CPO) Indonesia
telah melebihi produksi Malaysia sekitar 1 juta ton. Indonesia berhasil
memproduksi 17 juta ton dengan luas areal sekitar 5,2 juta ha, sedangkan
Malaysia memproduksi 16 juta ton (Silaban, 2006).
Dengan tingginya laju pertumbuhan areal perkebunan kelapa sawit, maka
di sisi lain dampak negatifnya juga terlihat dengan semakin tingginya potensi
limbah sawit yang belum termanfaatkan menjadi komoditas yang mempunyai
nilai ekonomis. Salah satu limbah padat dari kelapa sawit yang mengandung
lignoselulosa adalah batang kelapa sawit. Potensi batang kelapa sawit di Indonesia
cukup besar. Pada tahun 1967-1982 luas penambahan areal kelapa sawit mencapai
rata-rata 15.000 ha/tahun. Dengan asumsi bahwa luas areal yang diremajakan
sama dengan pertambahan luas areal kelapa sawit 25 tahun sebelumnya, maka
pada tahun 1992-2007 ada sekitar 1,7 juta pohon yang ditebang setiap tahun atau
setara dengan 0,85 juta ton kering. Pada tahun 1983-1990 pertambahan areal
rata-rata mencapai 100.000 ha/tahun, sehingga pada tahun 2008-2015 jumlah pohon
yang ditebang mencapai 11,7 juta pohon per tahun atau setara dengan 5,85 juta
ton kayu kering. Batang kelapa sawit tersebut akan terus menerus tersedia
sepanjang tahun karena peremajaan tanaman kelapa sawit dilakukan secara
Kandungan Batang Kelapa Sawit
Batang kelapa sawit terdiri dari dua komponen utama, yaitu jaringan
ikatan pembuluh (vascular bundles) dan jaringan parenkim. Hasil analisa kimia menunjukkan bahwa kadar pati kelapa sawit termasuk tinggi (Bakar, 2003). Zat pati ini dapat menghambat proses perekatan pada pembuatan papan partikel. Salah
satu cara untuk mengurangi zat pati ini adalah dengan perendaman partikel
sebelum partikel tersebut diproses lebih lanjut. Menurut Hadi (2004) perlakuan
perendaman dingin dan perendaman panas terhadap partikel menyebabkan
penurunan kadar zat ekstraktif partikelnya, sehingga kontaminan yang ada pada
dinding sel dapat dihilangkan. Hal ini dapat memperbaiki pembasahannya, daya
alir dan penetrasi perekat pada partikel, sehingga mutu perekatan papan partikel
yang dihasilkan lebih baik.
Menurut Prayitno (1994), terdapat beberapa hal yang kurang
menguntungkan dari kayu sawit seperti variasi kadar air (KA) relatif besar seperti
halnya variasi KA kayu daun lebar (hardwood) yang mempunyai berat jenis (BJ) rendah, kualitas pengolahan kayu setelah pengolahan relatif lebih rendah. Bakar
(2003) mengemukakan bahwa KA tertinggi berkisar antara 345-500%, variasi ini
cenderung turun dari atas batang ke bawah dan dari empulur ke tepi. Beberapa
sifat penting dari setiap bagian batang disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Sifat-Sifat Dasar Batang Sawit
Sifat-sifat Penting Bagian Dalam Batang
Tepi Tengah Pusat
Berat Jenis 0,35 0,28 0,20
Kadar Air, % 156 257 365
Kekuatan Lentur, Kg/cm2 29996 11421 6980
Keteguhan Lentur, Kg/cm2 295 129 67
Susut Volume 26 39 48
Kelas Awet V V V
Batang kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pengganti
atau substitusi untuk industri kayu dan serat, seperti industri pulp, furniture dan
papan partikel karena tingkat kesediaannya yang berlimpah sepanjang tahun.
Sifat-sifat yang dimiliki kayu kelapa sawit tidak berbeda jauh dengan kayu-kayu
yang biasa digunakan untuk perabot rumah tangga sehingga berpeluang untuk di
manfaatkan secara luas.
Papan Komposit
Wood Polymer Composite (WPC) atau Komposit Polimer Kayu adalah
komposit yang mengandung kayu dari berbagai bentuk yang berfungsi sebagai
pengisi (filler) dan resin thermoset ataupun thermoplastic yang berfungsi sebagai matriks atau perekat. Kelahiran industri komposit menyangkut pertemuan dua
industri yaitu, industri kayu dan plastik, yang keduanya memiliki pengetahuan,
kepakaran dan perspektif yang sangat berbeda. Sampai saat ini industri komposit
masih merupakan bagian kecil dari keseluruhan industri perkayuan, namun sudah
menciptakan pasar tertentu terutama di Amerika Serikat, Eropa dan Jepang.
Menurut studi pasar terkini di USA, pasar komposit adalah 320 ribu ton pada
tahun 2001 dan diprediksi akan meningkat lebih dari dua kali lipat pada tahun
2005 (Clemons, 2002).
Komposit kayu merupakan istilah untuk menggambarkan setiap produk
yang terbuat dari lembaran atau potongan-potongan kecil kayu yang direkat
bersama-sama (Maloney,1996). Mengacu pada pengertian di atas, komposit
serbuk kayu plastik adalah komposit yang terbuat dari plastik sebagai matriks dan
Penambahan filler ke dalam matriks bertujuan mengurangi densitas, meningkatkan kekakuan, dan mengurangi biaya per unit volume. Dari segi kayu,
dengan adanya matrik polimer di dalamnya maka kekuatan dan sifat fisiknya juga
akan meningkat (Febrianto, 1999).
Pembuatan komposit dengan menggunakan matriks dari plastik yang telah
didaur ulang, selain dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan kayu, juga dapat
mengurangi pembebanan lingkungan terhadap limbah plastik disamping
menghasilkan produk inovatif sebagai bahan bangunan pengganti kayu.
Keunggulan produk ini antara lain: biaya produksi lebih murah, bahan bakunya
melimpah, fleksibel dalam proses pembuatannya, kerapatannya rendah, lebih
bersifat biodegradable (dibanding plastik), memiliki sifat-sifat yang lebih baik dibandingkan bahan baku asalnya, dapat diaplikasikan untuk berbagai keperluan,
serta bersifat dapat didaur ulang (recycleable). Beberapa contoh penggunaan produk ini antara lain sebagai komponen interior kendaraan (mobil, kereta api,
pesawat terbang), perabot rumah tangga, maupun komponen bangunan (jendela,
pintu, dinding, lantai dan jembatan) (Febrianto, 1999: Youngquist, 1995).
Pada dasarnya pembuatan komposit serbuk kayu plastik daur ulang tidak
berbeda dengan komposit dengan matriks plastik murni. Komposit ini dapat
dibuat melalui proses satu tahap, proses dua tahap, maupun proses kontinyu. Pada
proses satu tahap, semua bahan baku dicampur terlebih dahulu secara manual
kemudian dimasukkan ke dalam alat pengadon (kneader) dan diproses sampai menghasilkan produk komposit. Pada proses dua tahap bahan baku plastik
dimodifikasi terlebih dahulu, kemudian bahan pengisi dicampur secara bersamaan
dikenal dengan proses kontinyu. Pada proses ini bahan baku dimasukkan secara
bertahap dan berurutan di dalam kneader kemudian diproses sampai menjadi produk komposit (Han dan Shiraishi, 1990). Umumnya proses dua tahap
menghasilkan produk yang lebih baik dari proses satu tahap, namun proses satu
tahap memerlukan waktu yang lebih singkat.
Diagram proses dasar pembuatan produk disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1.Diagram Proses Dasar Pembuatan Komposit
Polimer
Polimer ialah molekul raksasa (makromolekul) yang terbentuk dari
perulangan satuan-satuan sederhana monomernya. Istilah makromolekul lebih
menggarisbawahi sruktur-struktur yang kompleks. Berkembang dari pangkal
polimer alam, kini telah dikembangkan pula berbagai sistem polimer sintetik yang
rumit dan kebanyakan berasal dari bahan baku turunan minyak bumi. Beberapa
sistem polimer yang penting secara industri adalah karet, plastik, serat, pelapis
(coating) sampai perekat (adhesive) (Hartomo, 1992).
Hadi (2004) menyebutkan bahwa polimer (poly = banyak, meros = bagian) adalah molekul raksasa yang biasanya memiliki bobot molekul tinggi, dibangun
dari pengulangan unit-unit. Molekul sederhana yang membentuk unit-unit ulangan
ini dinamakan monomer. Sedangkan reaksi pembentukan polimer dikenal dengan Penyiapan Filler
Penyiapan Matriks
istilah polimerisasi. Polimer digolongkan menjadi dua macam, yaitu polimer alam
(seperti pati, selulosa, dan sutra) dan polimer sintetik (seperti polimer vinil).
Plastik yang kita kenal sehari-hari sering dipertukarkan dengan polimer sintetik.
Ini dikarenakan sifat plastik yang mudah dibentuk (bahasa latin; plasticus = mudah dibentuk) dikaitkan dengan polimer sintetik yang dapat dilelehkan dan
diubah menjadi bermacam-macam bentuk. Padahal sebenarnya plastik
mempunyai arti yang lebih sempit. Plastik termasuk bagian polimer termoplastik,
yaitu polimer yang akan melunak apabila dipanaskan dan dapat dibentuk sesuai
pola yang kita inginkan. Setelah dingin polimer ini akan mempertahankan
bentuknya yang baru. Proses ini dapat diulang dan dapat diubah menjadi bentuk
yang lain. Golongan polimer sintetik lain adalahpolimer termoseting (materi yang
dapat dilebur pada tahap tertentu dalam pembuatannya tetapi menjadi keras
selamanya, tidak melunak dan tidak dapat dicetak ulang).
Polimer adalah material yang terdiri dari molekul dengan massa molekul
besar dan terdiri dari pengulangan satuan struktur (monomer) dan dihubungkan
dengan ikatan kimia kovalen. Contoh polimer yang umum dikenal di teknik mesin
adalah plastik. Plastik dikelompokkan menjadi 7 jenis, yaitu PET (PETE), HDPE,
PVC, LDPE, PP, PS dan lainnya. PET atau Polietilen Terephthalate umumnya ditemukan dalan botol minuman ringan dan botol minyak goreng. HDPE atau
makanan. PP atau polipropilen dapat ditemukan dalam sedotan/selang minum. PS
atau Polistirene umumnya ditemukan dalam gelas plastik dan tatakan daging.
Plastik
Plastik telah menjadi kebutuhan hidup yang terus meningkat jumlahnya.
Plastik yang digunakan saat ini merupakan polimer sintetik, terbuat dari bahan
kimia yang tidak dapat terdegradasi mikroorganisme di lingkungan sehingga akan
mengakibatkan menumpuknya limbah plastik. Plastik yang menumpuk di tempat
pembuangan akhir (TPA) dan tempat pembuangan sementara (TPS) di seluruh
daerah Indonesia menyebabkan rusaknya lingkungan. Plastik sangat berpotensi
menjadi material yang mengancam kelangsungan makhluk hidup di bumi ini.
Hal ini sesuai dengan penjelasan Iptek Kompas (2002) dikarenakan plastik
memiliki sifat unggul seperti ringan tetapi kuat, transparan, tahan air serta
harganya relatif murah dan terjangkau oleh semua kalangan masyarakat. Namun,
plastik yang beredar di pasaran saat ini merupakan polimer sintetik yang terbuat
dari minyak bumi yang sulit untuk terurai di alam. Akibatnya semakin banyak
yang menggunakan plastik, maka akan menimbulkan masalah dalam penanganan
limbah tesebut sehingga akan akan mengakibatkan pencemaran lingkungan seperti
penurunan kualitas air dan tanah menjadi tidak subur.
Polipropilena Murni
Polipropilena lebih kuat dan ringan dengan daya tembus uap yang rendah,
ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi dan cukup
mengkilap (Winarno dan Jenie, 1983). Monomer polypropilen diperoleh dengan
homologues yang lebih tinggi dipisahkan dengan distilasi pada temperatur rendah.
Dengan menggunakan katalis Natta-Ziegler polypropilena dapat diperoleh dari
propilena (Birley, et al., 1988).
Gambar 2. Rumus Bangun Polipropilena
Syarief et al. (1989) menyatakan bahwa sifat-sifat utama dari Polyprophylena yaitu :
1. Ringan (Kerapatan 0,9 g/cm3), mudah dibentuk, tembus pandang dan
jernih dalam bentuk film
2. Mempunyai kekuatan tarik lebih besar dari Polyethylene (PE). Pada suhu
rendah akan rapuh, dalam bentuk murni pada suhu –30oC mudah pecah
sehingga perlu ditambahkan Polyethylene atau bahan lain untuk
memeperbaiki ketahanan terhadap benturan
3. Lebih kaku dari PE dan tidak gampang sobek sehingga lebih mudah dalam
penanganannya
4. Permeabilitas uap air rendah, permeabilitas gas sedang
5. Tahan terhadap suhu tinggi sampai dengan 150oC
6. Titik lelehnya cukup tinggi pada suhu 170oC
7. Tahan terhadap asam kuat, basa dan minyak. Tidak terpengaruh oleh
pelarut pada suhu kamar kecuali HCl
8. Pada suhu tinggi Polyprophylene akan bereaksi dengan benzene, siklena,
Tabel 2. Karakteristik Polipropilena
Tahanan volumetrik (ohm/ cm2) Konstanta dielektrik (60 – 108 cycles) Permeabilitas gas
Ada dua strategi dalam pembuatan komposit kayu dengan memanfaatkan
plastik, pertama plastik dijadikan sebagai binder sedangkan kayu sebagai
komponen utama; kedua kayu dijadikan bahan pengisi/ filler dan plastik sebagai matriksnya. Penelitian mengenai pemanfaatan plastik polipropilena daur ulang
sebagai substitusi perekat termoset dalam pembuatan papan partikel telah
dilakukan oleh Febrianto et.al. (2001). Produk papan partikel yang dihasilkan memiliki stabilitas dimensi dan kekuatan mekanis yang tinggi dibandingkan
dengan papan partikel konvensional. Penelitian plastik daur ulang sebagai matriks
komposit kayu plastik dilakukan Setyawati (2003) dan Sulaeman (2003) dengan
menggunakan plastik polipropilena daur ulang. Dalam pembuatan komposit kayu
plastik daur ulang, beberapa polimer termoplastik dapat digunakan sebagai
matriks, tetapi dibatasi oleh rendahnya temperatur permulaan dan pemanasan
dekomposisi kayu (lebih kurang 200°C).
Tabel 3. Sifat Fisis Mekanis Beberapa Hasil Penelitian Pembuatan Papan Komposit dengan Menggunakan Polipropilena Daur Ulang
Sifat Fisis
Pemanfaatan limbah plastik merupakan upaya menekan pembuangan
plastik seminimal mungkin dan dalam batas tertentu menghemat sumber daya dan
mengurangi ketergantungan bahan baku impor. Pemanfaatan limbah plastik dapat
dilakukan dengan pemakaian kembali (reuse) maupun daur ulang (recycle). Di Indonesia, pemanfaatan limbah plastik dalam skala rumah tangga umumnya
adalah dengan pemakaian kembali dengan keperluan yang berbeda, misalnya
tempat cat yang terbuat dari plastik digunakan untuk pot atau ember. Sisi jelek
pemakaian kembali, terutama dalam bentuk kemasan adalah sering digunakan
untuk pemalsuan produk seperti yang seringkali terjadi di kota-kota besar
(Syafitrie, 2001).
Pemanfaatan limbah plastik dengan cara daur ulang umumnya dilakukan
oleh industri. Secara umum terdapat empat persyaratan agar suatu limbah plastik
sesuai kebutuhan (biji, pellet, serbuk, pecahan), limbah harus homogen, tidak
terkontaminasi, serta diupayakan tidak teroksidasi. Untuk mengatasi masalah
tersebut, sebelum digunakan limbah plastik diproses melalui tahapan sederhana,
yaitu pemisahan, pemotongan, pencucian, dan penghilangan zat-zat seperti besi
dan sebagainya (Sasse et.al.,1995).
Bahan Penambah (Aditif)
Menurut Mujiarto (2005) bahan tambah (aditif) pada material plastik
berupa :
Penstabil (Stabillizer)
Stabilizer berfungsi untuk mempertahankan produk plastik dari kerusakan,
baik selama proses, dalam penyimpanan maupun aplikasi produk. Ada 3 jenis
bahan penstabil yaitu : penstabil panas (heat stabilizer) penstabil terhadap sinar ultra violet (UV Stabilizer) dan antioksidan.
UV stabilizer
UV stabilizer berfungsi mencegah kerusakan barang plastik akibat
pengaruh sinar matahari. Hal ini dikarenakan sinar matahari mengandung sinar
ultraviolet dengan panjang gelombang 3000-4000 A yang mampu memecah
sebagian besar senyawa kimia terutama senyawa organik.
Antioksidan
Antioksidan berfungsi mencegah atau mengurangi kerusakan produk
plastik karena pengaruh oksidasi yang dapat menyebabkan pemutusan rantai
- Polimer menjadi rapuh
- Kecepatan alir polimer tidak stabil dan cenderung menjadi lebih tinggi.
- Sifat kuat tariknya berkurang
- Terjadi retak-retak pada permukaan produk
- Terjadi perubahan warna
Plastik berisi beberapa aditif yang diperlukan untuk memperbaiki
sifat-sifat fisik kimia plastik itu sendiri. Bahan aditif yang sengaja ditambahkan itu
disebut komponen nonplastik, diantaranya berfungsi sebagai pewarna,
antioksidan, penyerap cahaya ultraviolet, penstabil panas, penurun viskositas,
penyerap asam, pengurai peroksida, pelumas, peliat, dan lain-lain
(Crompton, 1979 dalam Nurminah, 2002). Hartomo at al (1992) menambahkan bahwa aditif, termasuk pemlastik, filler dan zat penguat, sering ditambahkan pada resin termoplastik. Menurut Karina at al (2007) Maleated Polypropylene (MAPP) memiliki tingkat leleh 13 g/menit dan titik lebur 160º C. dan digunakan sebagai
modifikator untuk serat kayu, komposit polipropilen dan polipropilen daur ulang.
MAPP biasanya digunakan untuk memodifikasi hubungan antara serat dengan
matrik, sehingga dengan adanya MAPP dapat meningkatkan ikatan antara serat
kayu alami dengan polipropilen daur ulang.
Rayap Sebagai Organisme Perusak Kayu
Rayap merupakan serangga sosial yang termasuk ke dalam ordo Isoptera
dan terutama terdapat di daerah-daerah tropika. Di Indonesia rayap tegolong
dalam kelompok serangga perusak kayu utama. Kerusakan akibat serangan rayap
menghancurkan bangunan yang berukuran besar dan dan menyebabkan kerugian
yang besar pula (Tambunan dan Nandika, 1989).
Prasetiyo dan Yusuf (2005), menyatakan bahwa dalam siklus hidupnya,
rayap mengalami metamorfosis bertahap atau gradual (hemimetabola), dari telur kemudian nimfa sampai menjadi dewasa. Setelah menetas dari telur, nimfa akan
menjadi dewasa melalui beberapa instar (bentuk diantara dua tahap perubahan).
Perubahan yang gradual ini berakibat terhadap kesamaan bentuk badan secara
umum, cara hidup dan jenis makanan antara nimfa dan dewasa. Namun, nimfa
yang memiliki tunas, sayapnya akan tumbuh sempurna pada instar terakhir ketika
rayap telah mencapai tingkat dewasa.
Dalam setiap koloni terdapat tiga kasta yang menurut fungsinya
masing-masing diberi nama kasta pekerja, kasta prajurit, dan kasta reproduktif (reprodukif
primer dan reproduktif suplementer) (Tambunan dan Nandika, 1989). Dalam
penggolongan ini, bentuk (morfologi) dari setiap kasta sesuai dengan fungsinya
masing-masing sebagai berikut:
a. Kasta pekerja
Kasta pekerja mempunyai anggota yang terbesar dalam koloni, berbentuk
seperti nimfa dan berwarna pucat dengan kepala hypognat tanpa mata facet.
Mandibelnya relatif kecil bila dibandingkan dengan kasta prajurit, sedangkan
fungsinya adalah sebagai pencari makanan, merawat telur serta membuat dan
memelihara sarang.
b. Kasta prajurit
Kasta prajurit mudah dikenal karena bentuk kepalanya yang besar dan
mandible atau restrum yang besar dan kuat. Berdasarkan pada bentuk kasta
prajuritnya, rayap dibedakan atas dua kelompok yaitu tipe mandibulate dan tipe
nasuti. Pada tipe mandibulate prajurit-prajuritnya mempunyai mandibel yang kuat
dan besar tanpa rostrum, sedangkan tipe nasuti prajurit-prajuritnya mempunyai
rostrum yang panjang tapi mandibelnya kecil. Fungsi kasta prajurit adalah
melindungi koloni terhadap gangguan dari luar.
c. Kasta reproduktif
Kasta reproduktif primer terdiri dari serangga-serangga dewasa yang
bersayap dan menjadi pendiri koloni (raja dan ratu). Bila masa perkawinan telah
tiba, imago-imago ini terbang keluar dari sarang dalam jumlah yang besar. Saat
seperti ini merupakan masa perkawinan dimana sepasang imago (jantan dan
betina) bertemu dan segera meninggalkan sayapnya serta mencari tempat yang
sesuai di dalam tanah atau kayu. Semasa hidupnya kasta reproduktif (ratu)
bertugas menghasilkan telur, sedangkan makanannya dilayani oleh para pekerja.
Borror et al (1996) menambahkan apabila terjadi bahwa raja dan ratu mati atau bagian dari koloni dipisahkan dari koloni induk, kasta reproduktif tambahan
terbentuk di dalam sarang dan mengambil alih fungsi raja dan ratu.
Berdasarkan habitatnya, rayap dibagi ke dalam beberapa golongan
diantaranya:
- Rayap kayu basah (dampwood termite) adalah golongan rayap yang biasa menyerang kayu-kayu busuk atau pohon yang akan mati. Sarangnya
terletak di dalam kayu tidak mempunyai hubungan dengan tanah. Contoh
- Rayap kayu kering (drywood termite) adalah golongan rayap yang biasa menyerang kayu-kayu kering, misalnya pada kayu yang digunakan sebagai
bahan bangunan, perlengkapan rumah tangga dan lain-lain. Sarangnya
terletak di dalam kayu dan tidak mempunyai hubungan dengan tanah.
Rayap kayu kering dapat bekerja dalam kayu yang mempunyai kadar air
10-12 % atau lebih rendah. Contoh dari golongan ini misalnya
Cryptotermesspp. (famili Kalotermitidae).
- Rayap pohon (tree termite) adalah golongan rayap yang menyerang pohon-pohon hidup. Mereka bersarang di dalam pohon dan tidak
mempunyai hubungan dengan tanah. Contoh dari golongan ini misalnya
Neotermesspp. (famili Kalotermtidae).
- Rayap subteran (subteranean termite) adalah golongan rayap yang bersarang di dalam tanah tetapi dapat juga menyerang bahan-bahan di atas
tanah karena selalu mempunyai terowongan pipih terbuat dari tanah yang
menghubungkan sarang dengan benda yang diserangnya. Untuk hidupnya
mereka selalu membutuhkan kelembaban yang tinggi, serta bersifat
Cryptobiotic (menjauhi sinar). Yang termasuk ke dalam rayap subteran adalah dari famili Rhinotermitidae (Coptotermes curvignathus) serta sebagian dari famili Termitidae (Microcerotermes dammermani) (Hunt and Garrat, 1986).
Dalam hidupnya rayap mempunyai beberapa sifat yang penting untuk
1. Sifat Trophalaxis, yaitu sifat rayap untuk berkumpul saling menjilat serta mengadakan pertukaran bahan makanan.
2. Sifat Cryptobiotic, yaitu sifat rayap untuk menjauhi cahaya. Sifat ini tidak berlaku pada rayap yang bersayap (calon kasta reproduktif) dimana
mereka selama periode yang pendek di dalam hidupnya memerlukan
cahaya (terang).
3. Sifat Kanibalisme, yaitu sifat rayap untuk memakan individu sejenis yang lemah dan sakit. Sifat ini lebih menonjol bila rayap berada dalam keadaan
kekurangan makanan.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2008 sampai dengan
bulan April 2009. Pembuatan papan komposit dilakukan di Laboratorium
Biokomposit Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dan pengujian sifat fisis
dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Departemen Kehutanan,
Universitas Sumatera Utara. Pengujian rayap tanah dilakukan di Hutan Tri
Dharma Universitas Sumatera Utara, sedangkan pengujian rayap kayu kering
dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Departemen Kehutanan,
Universitas Sumatera Utara.
Alat dan Bahan Penelitian Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah chainsaw untuk memotong batang sawit, mesin serut untuk penyerutan batang sawit menjadi
partikel, bak sebagai tempat pengumpulan partikel dan tempat perendaman,
untuk tempat rayap kayu kering, kain kasa untuk penutup toples, bak plastik
ukuran 50 x 50 cm sebagai wadah toples, dan alat dokumentasi.
Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah partikel batang
kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) yang didapatkan dari Kebun Pagar Merbau-Galang PTPN II Tanjung Morawa, polipropilena dari CV Akmal, Maleated Polypropylene (MAPP) 5% dengan spesifikasi TOYOTA TAC M-300-MFR (at 230oC) (g/10 min):13.
Prosedur Penelitian Persiapan Bahan Baku
Batang kelapa sawit yang telah dibersihkan dari kotoran kemudian
dilakukan pembuangan kulit. Dari masing-masing potongan kayu langsung
dipisahkan antara bagian dalam dan potongan bagian luar (Gambar 3). Potongan
kayu diserut dengan mesin serut sehingga diperoleh partikel. Kemudian partikel
tersebut direndam selama 3 x 24 jam (setiap hari airnya diganti) untuk
menghilangkan kandungan patinya. Setelah itu partikel yang dihasilkan kemudian
dikeringkan dengan oven sampai kadar air sekitar 5%. Partikel tersebut diayak
dengan ayakan ukuran 40 mesh untuk memisahkan bagian yang halus.
Perekat yang digunakan adalah jenis plastik polipropilena (PP) dalam
bentuk potongan-potongan kecil (pellet). Bahan aditif yang digunakan adalah
Maleated Polypropylene (MAPP) sebanyak 5 % dari berat polipropilena yang
digunakan. Kebutuhan partikel, polipropilena dan MAPP yang digunakan untuk
pembuatan sebuah papan komposit tergantung pada perlakuan yang dilakukan dan
kerapatan sasaran yang dipakai yaitu sebesar 1 gr/cm3.
Tabel 4. Komposisi Kebutuhan Bahan Baku Papan Komposit
Perlakuan
Letak Batang Aditif Kadar Partikel (30%)
Dalam Penambahan Aditif
MAPP 5%
78,75 337,5
Luar Penambahan Aditif
MAPP 5%
78,75 337,5
Dalam + Luar Penambahan Aditif MAPP 5%
78,75 337,5
Proses Pembuatan Papan Komposit Pengadonan (Blending)
Extruder terlebih dahulu dipanaskan pada suhu 175ºC dan diputar dengan kecepatan tertentu. Sejumlah plastik daur ulang yang telah dicampur dengan
serbuk batang sawit dan MAPP dimasukkan ke dalam extruder dan diputar selama beberapa menit. Pengadukan dilakukan secara terus-menerus sehingga campuran
antara plastik daur ulang dengan serbuk batang sawit dan MAPP menjadi
homogen. Selanjutnya dari campuran tersebut dibentuk menjadi pellet.
Pembuatan Lembaran
Pengempaan
Setelah pellet tersusun secara padat pada alat pencetak, maka dilakukan
pengempaan panas dengan suhu 180°C dan tekanan sebesar 30 kg/cm2 selama
sekitar 10 menit. Alat kempa yang digunakan tersaji pada Gambar 4.
Gambar 4. Mesin Kempa.
Pengkondisian
Selanjutnya cetakan lembaran dikeluarkan dari alat kempa. Lembaran
yang masih dalam keadaan sangat panas dan sangat lunak dibiarkan selama 10
menit agar terjadi pengerasan perekat sebelum dikeluarkan dari cetakan.
Kemudian dilakukan pengkondisian selama satu minggu untuk mencapai
distribusi kadar air yang seragam dan melepaskan tegangan sisa dalam papan
akibat pengempaan lalu dibuat pola pemotongan sebelum dilakukan pengujian.
Papan yang dihasilkan disimpan dalam plastik pengkondisian sebelum dilakukan
Pengujian Papan Komposit
Pengujian sifat-sifat papan komposit menggunakan Standar Japanesse Industrial Standart (JIS) A 5908-2003 (Tabel 5).
Tabel 5. Sifat Fisis dan Mekanis Papan Komposit dengan Standar JIS A 5908 2003
No. Sifat Fisis dan Mekanis JIS A 5908-2003
1. Kerapatan (g/cm3) 0,4-0,9
Sumber:Standar Japanesse Industrial Standart (JIS) A 5908-2003
Pengujian Sifat Fisis Papan Komposit
a. Kerapatan
Pengujian kerapatan dilakukan pada kondisi kering udara dan volume
kering udara. Contoh uji berukuran 5 cm x 2,5 cm x 2,5 cm ditimbang beratnya,
lalu diukur rata-rata panjang, lebar, dan tebalnya untuk menentukan volume
contoh uji. Nilai kerapatan papan komposit dihitung dengan rumus :
Kerapatan (g/cm3) =
Contoh uji berukuran 5 cm x 2,5 cm x 2,5 cm yang digunakan adalah
bekas contoh uji kerapatan. Kadar air papan partikel dihitung berdasarkan berat
awal (BA) dan berat kering tanur (BKT) selama 24 jam pada suhu 103±2°C. Nilai
Kadar Air (%) = x100% BKT
BKT BA−
c. Daya Serap Air
Contoh uji berukuran 5 cm x 2,5 cm x 2,5 cm ditimbang berat awalnya
(B1). Kemudian direndam dalam air dingin selama 2 jam dan 24 jam, setelah itu
ditimbang beratnya (B2). Nilai daya serap air papan komposit dihitung
berdasarkan rumus :
Contoh uji berukuran 5 cm x 2,5 cm x 2,5 cm sama dengan contoh uji
daya serap air. Pengembangan tebal didasarkan pada tebal sebelum (T1) yang
diukur pada keempat sudut dan dirata-ratakan dalam kondisi kering udara dan
tebal setelah perendaman (T2) dalam air dingin selama 2 jam dan 24 jam. Nilai
pengembangan tebal papan komposit dihitung berdasarkan rumus :
Pengembangan Tebal (%) = 100%
Pengujian Rayap Tanah Persiapan contoh uji
Disiapkan papan komposit dengan ukuran 20 cm x 5 cm x 2,5 cm
sebanyak 18 contoh uji.
Kehilangan berat
Contoh uji ditimbang untuk mengetahui berat awal kemudian dioven
ditimbang berat akhir. Kemudian dihitung kadar air. Berat akhir setelah dioven
merupakan berat awal dari contoh uji. Semua contoh uji dikubur atau ditanam
secara acak dengan jarak tanam 0,5 m dan dibiarkan 5 cm dari bagian ujung kayu
terlihat di atas permukaan tanah. Setelah 100 hari, contoh uji kayu diambil
kembali, dibersihkan dari tanah atau kotoran yang melekat kemudian diamati
kerusakannya dan organisme yang menyerang (organisme yang tertinggal dalam
kayu). Selanjutnya dilakukan pengovenan akhir dengan suhu (103+2)oC selama
24 jam untuk mengetahui berat akhir konstan. Dan dilakukan penimbangan
(didapat berat akhir), kemudian dilakukan pengamatan secara visual terhadap
kerusakan yang terjadi dan identifikasi organisme yang menyerang kayu.
Dilakukan perhitungan persentase kehilangan berat contoh uji berdasarkan SNI
01-7207-2006 dinyatakan dengan rumus:
W = 100%
W1 = Berat contoh uji kering oven sebelum pengumpanan (g)
W2 = Berat contoh uji kering oven setelah pengumpanan (g)
Penentuan kelas ketahanan contoh uji berdasarkan klasifikasi berdasarkan
SNI 01-7207-2006. Klasifikasi tersebut disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Klasifikasi Ketahanan Kayu Terhadap Serangan Rayap tanah
Kelas Ketahanan Penurunan Berat (%)
I Sangat tahan < 3,52
II Tahan 3,52 - 7,50
III Sedang 7,50 - 10,96
IV Buruk 10,96 – 18,95
V Sangat Buruk 18,95 – 31,89
Pengujian Rayap Kayu Kering Persiapan contoh uji
Disiapkan papan komposit dengan ukuran 5 cm x 2,5 cm x 2,5 cm
sebanyak 18 contoh uji.
Kehilangan berat
Contoh uji ditimbang untuk mengetahui berat awal kemudian dioven
dengan suhu (103+2)oC selama 24 jam sampai berat konstan dan ditimbang berat
akhir. Kemudian dihitung kadar air. Berat akhir setelah dioven merupakan berat
awal dari contoh uji. Disediakan rayap kayu kering ke dalam toples sebanyak 50
ekor (kasta prajurit 5 ekor dan kasta pekerja 45 ekor) untuk tiap sampel pengujian.
Kemudian sampel dimasukkan ke dalam toples dan dibiarkan selama 100 hari.
Contoh uji kayu diambil kembali setelah 100 hari dan diamati kerusakannya.
Selanjutnya dilakukan penimbangan (didapat berat akhir oven). Dilakukan
pengamatan secara visual terhadap kerusakan yang terjadi. Dilakukan perhitungan
persentase kehilangan berat contoh uji berdasarkan SNI 01-7207-2006 dengan
rumus:
W = 100%
1 2 1
x W
W W −
Keterangan :
W = Kehilangan Berat (%)
W1 = Berat Contoh Uji Kering Oven Sebelum Pengumpanan (g)
W2 = Berat Contoh Uji Kering Oven Setelah Pengumpanan (g)
Penentuan kelas ketahanan contoh uji berdasarkan klasifikasi berdasarkan
Tabel 7. Klasifikasi Ketahanan Kayu Terhadap Serangan Rayap Kayu Kering
Kelas Ketahanan Penurunan Berat (%)
I Sangat tahan < 2,0
II Tahan 2,0 – 4,4
III Sedang 4,4 – 8,2
IV Tidak tahan 8,2 – 28,1
V Sangat tidak tahan > 28,1
Sumber : SNI 01-7207-2006
Analisa Data
Pada sifat fisis, untuk mengetahui pengaruh letak batang sawit (luar dan
dalam), kadar plastik dan aditif serta interaksi ketiganya terhadap sejumlah
pengujian maka dilakukan analisis menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) faktorial dengan dua faktor perlakuan yaitu :
1. Letak batang
a. X1 : Bagian dalam batang kelapa sawit
b. X2 : Bagian luar batang kelapa sawit
c. X3 : Campuran bagian dalam dan luar batang kelapa sawit
2. Jenis Matriks
i. Y1 : PP murni
ii. Y2 : PP daur ulang
Dengan demikian akan diperoleh 18 sampel perlakuan, yaitu :
X1Y1, X1Y2, X2Y1, X2Y2, X3Y1, dan X3Y2
Jumlah ulangan : 3
Jumlah papan yang dibuat : 6 x 3 = 18 papan
Model statistik dari rancangan percobaan ini adalah :
Yijk = nilai pengamatan pada letak batang ke-i, jenis matriks ke-j dan pada ulangan ke-k
µ = rata-rata umum
αi = pengaruh akibat letak batang ke-i
ßj = pengaruh akibat jenis matriks ke-j
(αß)ij = pengaruh interaksi antara letak batang ke-i dengan jenis matriks ke-j
∑ijk = pengaruh acak (galad) percobaan letak batang ke-i dan jenis
matriks ke-j serta pada ulangan ke-k
Hipotesis yang digunakan adalah :
H0 : Letak batang, jenis matriks dan perekat serta interaksinya tidak
berpengaruh terhadap sifat fisis papan komposit.
H1 : Letak batang, jenis matriks dan perekat serta interaksinya
berpengaruh terhadap sifat fisis papan komposit.
Untuk mengetahui pengaruh dari perlakuan-perlakuan yang dicoba,
dilakukan analisis keragaman dengan kriteria uji jika F hitung ≤ F tabel maka H0
diterima dan jika F hitung > F tabel maka H0 ditolak. Untuk mengetahui taraf
perlakuan mana yang berpengaruh di antara faktor perlakuan maka pengujian
dilanjutkan dengan menggunakan Uji Wilayah Berganda Duncan (Duncan Multiple Range Test).
Kemudian data hasil pengujian yang telah diperoleh dibandingkan dengan
standar JIS A 5908 2003 untuk mengetahui sifat-sifat papan tersebut apakah
memenuhi standar yang telah ditetapkan. Secara skematis proses pembuatan dan
Gambar 5. Diagram Proses Pembuatan Papan Komposit Limbah Batang
Kelapa Sawit
Batang bagian dalam dan luar
Diserut
Partikel Ukuran 40-60 mesh
Dikeringkan Direndam
Partikel Kayu Kering (KA 5-10%)
Pengadonan
Pellet
Pengempaan
PP Murni dan Daur Ulang Aditif
Lembaran Komposit
Pengkondisian
Pengujian Papan Komposit
Ketahanan Terhadap
Rayap Kayu Kering Fisis
Ketahanan Terhadap Rayap Tanah
HASIL DAN PEMBAHASAN
Morfologi Papan Komposit
Komposit kayu merupakan istilah untuk menggambarkan setiap produk
yang terbuat dari lembaran atau potongan-potongan kecil kayu yang direkat
bersama-sama. Mengacu pada pengertian komposit kayu, komposit serbuk kayu
plastik adalah komposit yang terbuat dari plastik sebagai matriks dan serbuk kayu
sebagai pengisi (filler), yang mempunyai sifat gabungan keduanya. Penambahan
filler ke dalam matriks bertujuan mengurangi densitas, meningkatkan kekakuan, dan mengurangi biaya per unit volume. Adanya matriks polimer di dalamnya
maka kekuatan dan sifat fisiknya juga akan meningkat (Febrianto, 1999). Untuk
mengetahui perbedaan secara fisik papan komposit berbahan partikel sawit terdiri
dari warna, tekstur, dan kesan raba dilakukan perbandingan dengan papan OSB
dan kayu solid (pinus) dapat dilihat pada Gambar 6.
a b c Gambar 6. a. Kayu Pinus
b. Papan OSB c. Papan Komposit
• Warna
Kayu yang beraneka warna macamnya disebabkan oleh zat pengisi warna
dalam kayu yang berbeda-beda. Menurut Pika (1981), pinus berwarna kuning
kuning kecoklatan, yang menggunakan perekat isocyanate. Terlihat pada Gambar 6 (Syahputra, 2009), ternyata perekat isocyanate tidak begitu merubah warna dasar dari batang kelapa yang berwarna putih kekuningan/ agak coklat. Sedangkan
warna yang dihasilkan dari pembuatan papan komposit, menghasilkan warna yang
gelap (coklat kehitaman) yang dikarenakan plastik. Penyebab lainnya komposisi
plastik lebih banyak dibanding serbuk batang kelapa sawit yaitu perbandingan
70% : 30%.
• Tekstur
Tekstur adalah ukuran relatif sel-sel kayu. Berdasarkan teksturnya, kayu
digolongkan ke dalam kayu bertekstur halus (contoh: giam, kulim dll), kayu
bertekstur sedang (contoh: jati, sonokeling dll) dan kayu bertekstur kasar (contoh:
kempas, meranti dll). Menurut Pika (1981), tekstur kayu pinus halus. Sedangkan
papan OSB terlihat pada gambar memiliki tekstur yang agak kasar dikarenakan
tekstur serat/ vaskular bandle pada papan OSB memiliki ukuran yang cukup besar,
sehingga tekstur permukaan papan agak kasar terlahat pada gambar papan OSB
(Syahputra, 2009). Sedangkan tekstur papan komposit terlihat lebih licin dan
halus dan terlihat mengkilap, dikarenakan PP mengikat seluruh serbuk batang
kelapa sawit, dan pada saat pengempaan dengan menggunakan papan komposit,
plastik PP akan mengikuti sebagai mana bentuk cetakannya.
• Kesan raba
Kesan raba adalah kesan yang diperoleh pada saat meraba permukaan
kayu (kasar, halus, licin, dingin, berminyak dll). Kesan raba pada kayu pinus
halus. Pada papan OSB lebih kasar (Syahputra, 2009). Pada papan komposit kesan
Pengujian Sifat Fisis
Sifat fisis papan komposit adalah sifat yang tidak berhubungan dengan
pengaruh gaya dari luar dan yang termasuk sifat fisis papan komposit adalah
kerapatan, kadar air, daya serap air dan pengembangan tebal. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan terhadap masing-masing sifat fisis papan
komposit yang dipengaruhi oleh faktor-faktor perlakuan, yaitu faktor posisi
batang sawit (bagian dalam dan luar) dan perbandingan plastik PP murni dan PP
daur ulang.
Kerapatan
Kerapatan papan didefenisikan sebagai massa atau berat persatuan volume
(Haygreen dan Bowyer, 1996). Data hasil pengujian papan komposit secara lengkap disajikan pada Lampiran 1, sedangkan nilai rata-rata kerapatan papan
komposit disajikan pada Gambar 7.
0.
Gambar 7. Nilai Rata-rata Kerapatan Papan Komposit Keterangan:
A = bagian dalam batang kelapa sawit B = bagian luar batang kelapa sawit
Gambar 7 menunjukkan bahwa nilai rata-rata kerapatan papan komposit
yang dihasilkan berkisar antara 0,64 g/cm3-0,78 g/cm3.Kerapatan yang tertinggi
dengan nilai 0,78 g/cm3, terdapat pada perlakuan C (campuran serbuk batang
kelapa sawit dalam dan luar dengan PP daur ulang). Sedangkan kerapatan yang
terkecil 0,64 g/cm3, terdapat pada perlakuan B (Bagian luar batang kelapa sawit
dan PP murni). Hasil pengujian kerapatan papan komposit pada penelitian ini
relatif seragam, hal ini disebabkan karena jenis dan komposisi bahan baku yang
digunakan sama, sehingga menghasilkan nilai kerapatan yang tidak jauh berbeda.
Jika ditinjau dari jenis plastik, maka papan dengan matriks PP daur ulang
memiliki kerapatan yang lebih tinggi dibandingkan PP murni. Jika ditinjau dari
segi bagian letak batang, batang bagian luar memiliki BJ yang lebih tinggi
dibanding dari bagian dalam sawit (Bakar, 2003). Batang sawit bagian luar
memiliki nilai BJ sebesar 0,35. Sedangkan batang bagian dalam memiliki nilai BJ
lebih rendah antara 0,20-0,28. Maka papan komposit yang terbaik terdapat pada
perlakuan C dengan komposisi campuran batang sawit bagian dalam dan luar
dengan plastik PP daur ulang.
Kerapatan papan komposit yang dihasilkan sebesar 0,72 g/cm3 lebih
rendah dari target kerapatan yang diinginkan yaitu sebesar 0,80 g/cm3. Hal ini
disebabkan oleh faktor suhu tekanan mesin kempa dan waktu pengempaan yang
menyebabkan penyebaran partikel di dalam papan komposit kurang merata.
Menurut Syarief et.al. (1989) plastik polipropilena meleleh pada suhu 1700C. . proses pengempaan juga dilakukan dal waktu 20 menit, tetapi kerapatan papan
komposit yang dihasilkan belum memenuhi target yang diinginkan, dikarenakan
papan lebih,sehingga terjadi variasi kerapatan di beberapa bagian lembaran papan
komposit yang dihasilkan. Menurut Yusuf (2000), suhu kempa optimum sangat
penting mengingat proses pengempaan panas dalam produksi papan komposit
merupakan salah satu kunci kualitas papan komposit yang dihasilkan.
Pengempaan papan komposit pada suhu diatas suhu optimum akan menyebabkan
papan komposit yang dihasilkan over matured sehingga bersifat getas dan menyebabkan ikatan antar partikel menjadi tidak normal, demikian sebaliknya.
Pengempaan pada suhu dibawah suhu optimum menyebabkan perekat tidak
matang serta kemungkinan partikel plastik yang digunakan belum meleleh.
Pengempaan pada suhu optimum diharapkan menghasilkan kualitas rekatan yang
baik antara partikel plastik dan partikel kayu. Pada umumnya semakin besar
tekanan kempa semakin padat lembaran papan yang dihasilkan.
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa faktor letak
batang (dalam dan luar serta campuran dalam dan luar), plastik PP (murni dan
daur ulang), dan interaksi antara keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata
terhadap kerapatan papan komposit. Papan komposit yang dihasilkan termasuk
dalam kategori papan komposit berkerapatan sedang. Maloney (1993)
mengemukakan bahwa papan komposit berkerapatan sedang adalah papan yang
memiliki kerapatan antara 0,59-0,8 g/cm3. JIS A 5908 (2003) menetapkan nilai
kerapatan papan komposit berkisar antara 0,40-0,90 g/cm3, sehingga nilai
kerapatan semua papan komposit hasil penelitian ini sudah memenuhi standar JIS
A 5908 (2003).
kerapatan yang diperoleh menunjukkan bahwa dengan adanya penambahan bahan
aditif berupa Maleated Polypropylene (MAPP) maka dapat meningkatkan kerapatan papan komposit. Menurut Febrianto (1999) dalam Iswanto (2002) penambahan bahan aditif pada papan komposit ini berfungsi sebagai
compatibilizer yaitu bahan untuk meningkatkan kekuatan. Sumule dan Untung (1994) menjelaskan bahwa dengan penambahan bahan aditif bertujuan untuk
memperbaiki sifat-sifat pada plastik tersebut. Hasil yang didapat dari segi
kerapatan, plastik PP daur ulang lebih tinggi kerapatanya dibandingkan plastik PP
murni.
Kadar Air
Kadar air diartikan sebagai berat air yang terdapat pada kayu yang
dinyatakan dalam persen dari berat kering tanur (Haygreen dan Bowyer, 1996). Nilai rata-rata kadar air pada papan komposit disajikan pada Gambar 8.
0.
Gambar 8. Nilai Rata-rata Kadar Air Papan Komposit Keterangan:
A = bagian dalam batang kelapa sawit B = bagian luar batang kelapa sawit
C = campuran batang kelapa sawit bagian dalam dan luar D = kontrol kayu sengon
Nilai kadar air papan komposit berkisar antara 0,87%-3,07%. Nilai Kadar
air yang terkecil yaitu 0,87% terdapat pada perlakuaan A (bagian dalam batang
kelapa sawit dan PP murni), sedangkan kerapatan yang terbesar dengan nilai
kadar air 3,07% terdapat pada perlakuan B (bagian luar batang kelapa sawit dan
PP murni). Hasil yang diperoleh dari setiap papan menunjukkan nilai yang tidak
begitu besar, hal ini dikarenakan adanya plastik PP yang melapisi serbuk batang
kelapa sawit sehingga air tidak mudah masuk ke dalam papan komposit. Plastik
PP yang dipanaskan telah menutupi sebagian permukaan partikel sawit sehingga
pada akhirnya mengurangi kemampuan partikel untuk menyerap uap air.
Penambahan partikel plastik ke dalam papan komposit akan mengurangi
kemampuan papan komposit secara keseluruhan untuk menyerap air. Ruhendi et al (2007) mengemukakan bahwa kadar air papan komposit dipengaruhi oleh kerapatannya, papan dengan kerapatan tinggi memiliki ikatan antara molekul
partikel dengan molekul perekat terbentuk dengan kuat sehingga molekul air sulit
mengisi rongga yang terdapat dalam papan komposit karena telah terisi dengan
molekul perekat.
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa pada bagian
dalam, luar dan campuran bagian dalam dan luar batang kelapa sawit, serta plastik
polipropilena murni dan daur ulang tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap
pengujian kadar air. Papan komposit yang diuji berada jauh dibawah nilai kadar
air yang dipersyaratkan JIS A 5908 (2003) yaitu 5-13%. Seperti yang dipaparkan
Mulyadi (2001) hal ini disebabkan plastik PP yang bersifat hidrofobik, sehingga
uap air dari lingkungan tidak mudah meresap dalam papan komposit. Selain itu
mengemukakan bahwa reaksi kimia terjadi pada serbuk batang kelapa sawit dan
PP dengan campuran aditif yang menyebabkan ikatan kuat antara matriks dan
filler sehingga air atau uap air tidak mudah masuk ke dalam papan komposit.
Perbedaan nilai Kadar air yang sangat drastis terlihat antara perlakuan D
(kayu sengon) dengan nilai Kadar air 16,1% dan nilai kadar air tertinggi terdapat
pada perlakuan E (kayu pinus) yaitu 24,06%. Hal ini sangat bertolak belakang
dengan nilai kadar air yang cukup rendah yang dihasilkan dari seluruh papan
komposit, dengan nilai rata-rata seluruh kadar air hanya mencapai 1,35%. Hal ini
disebabkan oleh adanya plastik yang berfungsi sebagai matriks yang melapisi
serbuk batang kelapa sawit sehingga uap air tidak bisa masuk menembus ke dalam
papan komposit.
Daya Serap Air
Daya serap air adalah sifat fisis papan komposit yang menunjukkan
kemampuan papan untuk menyerap air selama direndam dalam air. Pada standar
JIS A 5908 (2003) daya serap air tidak dipersyaratkan. Menurut Siregar (2006)
pengujian daya serap air dilakukan secara bertahap pada tingkatan waktu tertentu.
Daya serap air contoh uji papan komposit direndam selama 2 jam dan 24 jam. Hal
ini dilakukan untuk melihat daya serap papan komposit dengan lebih teliti. Untuk
setiap papan komposit yang dihasilkan daya serap air semakin bertambah dengan
meningkatnya waktu perendaman. Nilai rata-rata daya serap air selama 2 jam
0.
Gambar 9. Nilai Rata-rata Daya Serap Air Selama 2 Jam Keterangan:
A = bagian dalam batang kelapa sawit B = bagian luar batang kelapa sawit
C = campuran batang kelapa sawit bagian dalam dan luar D = kontrol kayu sengon
E = kontrol kayu pinus
Gambar 9 menunjukkan bahwa rata-rata nilai daya serap air papan
komposit yang dihasilkan dengan perendaman 2 jam berkisar antara
0,49%-0,99%. Nilai daya serap air yang terbesar dihasilkan oleh papan komposit pada
sampel A (bagian dalam batang kelapa sawit dan PP murni) sebesar 0,99%. Nilai
daya serap air yang terkecil dihasilkan oleh papan komposit pada sample C
(campuran batang kelapa sawit bagian dalam dan luar dan PP murni) sebesar
0,49%. Nilai daya serap air untuk kontrol kayu sengon sebesar 2,88% dan kontrol
kayu pinus sebesar 2,37%. Sedangkan nilai rata-rata daya serap air komposit