Peraturan Perundang-undangan
Undang-undang No. 25 Tahun 2007, tentang Penanaman Modal di Indonesia
Undang-undang No. 40 Tahun 2007, tentang Perseroan Terbatas
Undang-undang No. 23 Tahun 1997, tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2007, tentang Daftar Bidang Usaha yang
Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang
Penanaman Modal.
Peraturan Pemerintah. No. 45 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif
dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal di Daerah
Makalah
Mu’man Nuryana,”CSR dan kontribusi bagi pembangunan berkelanjutan”,
makalah yang disampaikan pada diklat pekerja sosial induntri.balai besar
pendidikan dan pelatihan sosial (BBPPKS) Bandung, Lembang 5
Desember 2005
Internet
http:/koalisi.org/detail.php?m (koalisi untuk Indonesia sehat ),”CSR : lebih dari
Sekedar Menyisihkan Dana”, Rabu 04 september 2008.
http:/businessenvironment. Wordpress.com/2008/10/01 program. Corporate
responsibility (Blog Tentang Lingkungan Bisnis di Indonesia oleh
Aditiawan Chandra “program corporate social responsibility yang
Majalah
Timotheus Lesmana, “Implementasi Konsep Sustainable Development dalam
Daftar Buku
Anoraga, Pandji, Perusahaan Multinasional Penanaman Modal Asing, Jakarta:
PT. Dunia Pustaka Jaya, 1995
Danusaputro, Munadjat, Hukum Lingkungan, Buku V Sektoral, Jilid I, Bandung:
Binacipta, 1982
Harjono,K,Dhaniswara, Hukum Penanaman Modal, Jakarta: PT RadjaGrafindo
Persada, 2007
Hartono, Sunaryati, Beberapa Masalah Transnasional dalam Penanaman Modal
Asing (PMA) DI Indonesia, Bandung: Bina Cipta, 1970
Ilmar Aminuddin, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, Jakarta: Prenada
Media, 2004
Jhon R. Schermerhorn. Management for Productivity, New York: Jhon Wiley &
san, 1993
Manik, K.E.S, Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta : Djambatan, 2003.
Marbun, S, F, Dimensi-dimensi pemikiran Hukum Administrasi Negara,
Bandung: Universitas Indonesia Press, 2001
Naiborhu, S, R, Netty, Peranan Penanaman Modal dalam Menunjang
Pembangunan Industri yang Berwawasan Lingkungan, Bandung: Uil
Press, 2001
Rahmadi, Bagus, Ida, Kerangka Hukum Kebijakan Investasi Langsung di
Indonesia Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005
Rapke, Jochen, Kebebasan yang Terhambat : Perkembangan Ekonomi dan
Rahmawati, Rosyidah, Hukum Penanaman Modal di Indonesia dalam
Menghadapi Era Global, Malang: Bayumedia, Juli 2004
Rajagukguk, Erman, Hukum Investasi di Indonesia, Jakarta: Universitas
Indonesia, 2005
Indonesianisasi saham, Jakarta: Bina Aksara, 1985
Salim, Emil, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Jakarta: Mutiara Sumber
Widya, 1985.
Siahaan, N. H. T, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan, Jakarta: Gramedia, 2006
Santoso, Gunawan, Analisis Dampak Lingkungan, Yogyakarta: Universitas
GadjahMada, 1987
Suny, Ismail, Tinjauan dan Pembahasan UU Penanaman modal Asing &Kredit
Luar Negeri, Jakarta: Pradnya Paramita, 1972
Sihombing, Jonker, Investasi Asing Melalui Surat utang Negara di Pasar Modal,
Bandung: PT. Alumni, 2008
Sembiring Sentosa, Hukum Investasi, Bandung: CV. Nuansa Aulia, 2007
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu
Tinjauan Singkat, Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2007
Salim H.S., dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2007
Sumartono.R.M.Gatot P, Mengenal Hukum Lingkungan Indonesia, Jakarta: Sinar
Grafika, 1991
Siswanto Sunarso, Hukum Pidana Lingkungan Hidup dan Strategi Penyelesaian
BAB III
PENANAMAN MODAL DAN LINGKUNGAN HIDUP A. Perkembangan Penanaman Modal di Indonesia
Perkembangan penanaman modal di Indonesia dimulai pada abad XVI,
tepatnya tahun1511 ketika bangsa Eropa mulai menjejakkan kakinya di bumi
Indonesia. Penanaman modal di Indonesia dapat dibagi menjadi enam kurun
waktu berikut :
1. Masa penjajahan atau penguasaan oleh bangsa-bangsa Eropa (1511-1942) :
a. Masa penguasaan Portugis (1511-1596)
b. Masa penguasaan Belanda yang pertama (1596-1795)
c. Masa penguasaan Prancis (1795-1811)
d. Masa penguasaan Inggris (1811-1816)
e. Masa kembalinya penguasaan Belanda (1816-1942)
2.Masa pendudukan Jepang (1942-1945)
3. Masa revolusi mempertahankan kemerdekaan (1945-1949)
4. Masa orde lama (1949-1967)
5. Masa orde baru (1967-1998)42
a. Masa Penguasaan Portugis (1511-1596).
6. Masa setelah krisis ekonomi (1998-sekarang).
1. Masa penguasaan atau penjajahan oleh bangsa-bangsa Eropa (1511-1942)
43
Bangsa Eropa yang pertama kali datang sebagai pedagang (investor)
adalah bangsa Portugis. Portugis pertama kali menguasai Malaka pada tahun 1511
42
Charles Himawan, The Foreign Invesment Procces in Indonesia, (Singapura: Gunung Agung, 1980). Hal. 24.
43
atas bantuan raja Utimate dari Indonesia, dimana pada saat itu Malaka merupakan
pusat perdagangan produk-produk dari Cina, India, dan Indonesia (Majapahit).
Tujuan Portugis pada waktu itu datang ke Malaka adalah untuk mencari sumber
rempah-rempah.
b. Masa Penguasaan Belanda yang Pertama44
c. Masa Penguasaan Prancis
Misi pedagang belanda yang di pimpin oleh Cornelis de Houtman adalah
melakukan pooling atau penggabungan atau mengelola modal mereka untuk
melakukan bisnis di Indonesia. Bentuk penanaman modalnya adalah tidak
ditanamakan di Indonesia dengan maksud membangun Indonesia , tetapi untuk
mengeruk keuntungan di Indonesia.
45
1. membangun sistem pertahanan di Indonesia terhadap kemungkinan
penyusupan oleh pasukan Inggris;
Dalam penguasaan Prancis yang dipimpin oleh Deandles, yang mana dalam
masa kekuasaannya bertugas untuk :
2. melakukan reorganisasi dalam pengelolaan kekayaan Indonesia yang
amburadul karena salah urus oleh VOC.
Falsafah tersebut dijabarkan dalam bentuk usulan pengaturan yang perlu
ditempuh dalam rangka investasi di Indonesia yang intinya, sebagai berikut :
a) Sawah harus dukuasai oleh petani agar kebutuhan hidup dapat dipenuhi
secara damai.
44
Ida Bagus Rahmadi Supanca, Op.Cit., hal. 26.
45
b) Motivasi untuk produktif dalam diri masyarakat harus ditumbuhkan dan
bukan didasarkan atas paksaan.
c) Dalam proses pembangunan mulai diperkenalkan peranan modal swasta
(privat capital) yang pada saat itu dijalankan oleh golongan Eropa dan
Cina.
d) Kopi dan merica agar tidak ditanam di atas tanah sawah (jadi sudah ada
perencanaan tata ruang).
e) Hasil bumi harus dibayar dengan harga yang pantas sehingga
kebijaksanaan The Rules on Contingents and Foeced Deliveries harus
ditinggalkan.
f) Partisipasi dalam perdagangan harus terbuka, baik untuk Belanda sendiri
maupun orang asing lainnya karena sistem kartel harus ditinggalkan.
d. Masa Penguasaan Inggris (1811-1816)46
Inggris menguasai Indonesia (Jakarta) pada tahun 1811, dimana Gubernur
Jenderal Inggris dipimpin oleh Sir Thomas Raffles sebagai Letnan Gubernur
Jawa. Raffles memperkenalkan kebijakan investasi yang sama sekali berbeda
dibanding dengan Portugis, Prancis, dan Belanda. Jika ketiga bangsa tadi
melakukan untuk mengamankan pasaran rempah-rempah ke Eropa serta produk
pertanian di Indonesia, Inggris memiliki tujuan tambahan, yaitu mencari pasaran
bagi produk tekstil Inggris.
46
e. Masa Kembalinya Penguasaan Belanda (1816-1942)47
Dalam pengelolaan Indonesia sebagai daerah jajahan, terdapat dua pemikiran
yang mewarnai perumusan kebijakan pemerintah Belanda, yaitu konservatisme
versus liberalisme dan akhirnya dicapai kompromi sebagai berikut:48
1) pemerintah Belanda akan meningkatkan kesejahteraan umum dan
memajukan industri di Indonesia secara tidak langsung melalui penerapan
legislasi liberal.
2) Sarana perhubungan akan ditingkatkan.
3) Semua dukungan yang mungkin dapat diberikan untuk mendukung bisnis
oleh individu perorangan akan disediakan.
4) Hanya akan ikut campur dalam urusan orang perorangan secara tidak
lansung dan hanya jika diperlulan.
Pada masa kepemimpinan Du Bus (1826-1830) yang tugas utamanya
menambah penghasilan yang dapat dikumpulkan pemerintah Hindia Belanda
untuk menutupi biaya-biaya, baik di Belanda maupun di Indonesia. Kebijakan Du
Bus yang penting adalah:49
1) mengubah sistem kepemilikan komunal menjadi individual;
2) sistem tanam paksa kopi diubah menjadi suka rela;
3) menentang monopoli yang dilakukan oleh pemerintah;
4) mengundang investor asing untuk menggarap tanah-tanah yang terlantar;
5) mendirikan Bank Java (cikal bakal Bank Indonesia) pada tanggal 24
Januari 1928.
47
Charles Himawan, Op.Cit., hal 133-135.
48
Ibid., hal. 141-142.
49
2.Masa Pendudukan Jepang (1942-1945)50
50
Ibid., hal. 46-47.
pada tahun 1942, Jepang menduduki Indonesia dan mengusir Belanda. Hal
ini karena Jepang merasa dirugikan atas kebijakan ekonomi Belanda yang bersifat
diskriminatif terhadap produk-produk Jepang.
Sebagai “saudara tua” yang membebasakan Indonesia dari belenggu
Belanda, langkah pertama yang dilakukan Jepang adalah dengan melakukan
penyitaan terhadap semua harta pemerintah Hindia Belanda serta para investor
asing. Bagi bangsa Indonesia cara-cara yang dilakukan oleh Jepang tersebut
dianggap sebagai cara untuk melepaskan diri dari belenggu kolonialisme dan
kapitalisme barat, tetapi ternyata tidak sesuai dengan harapan karena pendudukan
Jepang justru membawa kesengsaraan dan penderitaan bangsa Indonesia.
3. Masa Revolusi Mempertahankan Kemerdekaan (1945-1949)
Setelah proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, bangsa
Indonesia mampu mengonsolidasikan semua unsur kekuatannya, termasuk
pemerintahan dan militer sehingga ketika pasukan Belanda masuk kembali dengan
membonceng pasukan sekutu, bangsa Indonesia telah siap.
Untuk itu, bangsa Indonesia merumuskan kemerdekaannya dalam suatu
Undang-Undang Dasar yang diharapkan mampu menegakkan supremasi hukum
serta dapat mengantarkan bangsa undonesia ke arah kesejahteraan yang lebih baik.
Terhadap investasi asing, pemerintah tidak bersifat antipati. Hal ini karena dalam
rangka membangun bangsa tetap memerlukan adanya investasi asing, disamping
4. Masa Orde Lama (1949-1967)51
Perjanjian dalam Konfrensi Meja Bundar tahun 1949 telah membuka jalan
bagi bangsa Indonesia untuk menghidupkan kembali investasi asing yang sempat
terbengkalai hampir 10 tahun selama perang dunia II dan perjuangan
mempertahankan kemerdekaan. Sesuai dengan isi perjanjian tersebut,
masalah-masalah investasi yang diwajibkan Indonesia adalah:52
1. menjamin berlangsungnya iklim investasi di Indonesia seperti sebelum
tahun 1942, termasuk pengakuan dan pemulihan hak-hak investor asing.
2. dalam hal kepentingan nasional, Indonesia menghendaki dilakukannya
tindakan nasionalisasi, maka tindakan tersebut harus dilakukan dengan
cara memberi ganti rugi yang layak;
3. diperbolehkan adanya penanaman modal baru di Indonesia
5. Masa Orde Baru (1967-1998)53
Pada tanggal 1 Januari 1967 diberlakukan Undang-Undang Penanaman
Modal Asing. Tanggapan luar negeri atas hal tersebut sangat positif sehingga
sejak saat itu angka penanaman modal asing di Indonesia secara konstan
menunjukkan kenaikan. Namun, sampai lima tahun pertama diberlakukan
Undang-Undang Penanaman Modal Asing tahun 1967, kegiatan penanaman
modal asing hanya bertumpu pada dua bidang industri, yaitu:54
a. industri sekunder yang terdiri dari barang konsumen serta produk
pengganti impor; dan
51
Ibid., Hal 47-48.
52
Dhaniswara K. Harjono, Op.Cit., hlm. 40
53
Ibid., hal. 53.
54
b. industri yang berbasis sumber daya alam seperti minyak, pertambangan
dan kehutanan.
6. Masa Setelah Krisis Ekonomi (1998-sekarang)55
Atas kondisi tersebut, menurut Ida bagus Rahmadi Supancana
Keadaan perekonomian Indonesia menjadi sangat terpuruk pada saat
Indonesia dilanda krisis pada tahun 1997 yang berakibat sangat luas. Penyebab
krisis tersebut adalah perilaku bisnis yang kurang bertanggung jawab, yaitu
berperilaku buruk dalam menjaga kekuatan perekonomian Indonesia.
56
a. globalisasi tatanan perdagangan, investasi dan keuangan;
terdapat
tantangan dan paradigma dibidang investasi yang bersumber dari faktor-faktor
yang bersifat intern maupun ektern. Faktor ekstern yang berpengaruh antara lain:
b. isu-isu global, seperti demokrasi, lingkungan hidup, dan hal asasi manusia;
c. perlindungan HAKI;
d. program pengentasan kemiskinan global;
e. isu community development dan corporate social responsibility;
f. perlindungan hak-hak normatif tenaga kerja, tenaga kerja anak-anak, dan
perempuan; dan lain-lain.
Disamping faktor ekstrnal, hal yang tak kalah penting adalah faktor-faktor
intern yang berpengaruh, antara lain:
a. perubahan paradigma pemerintahan dari sentralisasi kearah desentralisasi
(otonomi daerah dan otonomi khusus);
b. demokratisasi dalam berbagai sendi kehidupan bangsa;
55
Ibid., hal 17.
56
c. reformasi dalam tata kelola pemerintahan (ke arah good governance and
clean government), termasuk pemberantasan korupsi;
d. reformasi dalam tata kelola perusahaan ke arah good corporate
governance;
e. perubahan struktur industri kea rah resource based industry;
f. meningkatnya pemahaman dan perlindungan lingkungan hidup;
g. meningkatnya perlindungan HAM; dan lain-lain.
Penanaman modal berkembang sejalan dengan kebutuhan suatu negara
dalam melaksanakan pembangunan nasional guna meningkatkan kesejahteraaan
dan kemakmuran masyarakatnya. Kebutuhan tersebut timbul akibat
ketidakmampuan suatu negara memenuhi kebutuhan akan modal, dengan
penanaman modal menjadi salah satu alternatif terbaik selain melalui hutang luar
negeri.57
57
Rosyidah Rakhmawati,Op Cit.hal.5
Selain itu, kegiatan penanaman modal juga terjadi sebagai konsekuensi
berkembangnya kegiatan ekonomi dan perdagangan.
B. Dampak Negatif Kegiatan Penanaman Modal di Indonesia
Dalam rangka melakukan proses pembangunan yang dapat mengantisipasi
adanya dampak negatif selain adanya dampak positif pembangunan, berarti pula
adanya kecermatan dan ketepatan perencanaan yang terpadu yang dapat
mencakup semua aspek yang terkait, baik dari segi negatifnya maupun dari segi
Dari kenyataan yang di lihat dan rasakan bersama menunjukkan bahwa
pembangunan itu pada awalnya hanya mengacu pada segi positifnya saja,
terutama dalam mengejar ketinggalan perekonomian Indonesia terhadap
negara-negara lain dan juga untuk penyerapan tenaga kerja yang sangat merisaukan
karena besarnya jumlah pengangguran pada waktu itu. Oleh karena itu,
pemerintah pada saat mengumandangkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1967
tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Undang-Undang No. 6 Tahun 1968
tentang penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) belum memikirkan masalah
lingkungan seperti sekarang ini. Pemerintah hanya memikirkan pada tujuan pokok
untuk mengundang investor agar bersedia menanamkan modalnya di Indonesia
sebagai langkah maju dalam mengupayakan perbaikan perekonoian Indonesia.58 Menyadari akan pentingnya pembangunan dibidang penanaman modal
yang berwawasan lingkungan tersebut, maka pemerintah dengan gencarnya mulai
mengeluarkan berbagai peraturan yang menyangkut pembangunan yang
berwawasan lingkungan. Dalam kurun waktu yang relatif singkat keluarlah
berbagai peraturan yang mengatur tentang pencemaran dan lingkungan, mulai dari
Undang-Undang No. 4 tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia, Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun
1986 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Permendagri No. 1 Tahun
1985 tentang Tata Cara Pengendalian Pencemaran Bagi Perusahaan-perusahaan
yang mengadakan modal menurut UU No. 1 tahun 1967 dan UU No. 6 Tahun
58
1968, keputusan Mendagri No. 8 tahun 1988 tentang Pedoman Teknis Tata Cara
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan bagi Proyek-proyek PMA dan PMDN
dan masih banyak lagi surat keputusan dari instansi yang terkait yang seakan-akan
berlomba lari mengejar ketinggalannya. Kondisi seperti ini lahir setelah satu
dasawarsa dilakukannya UU No. 1 Tahun 1967 dan UU No. 6 tahun 1968, berarti
setelah pembangunan dibidang penanaman modal berjalan dan berhasil
berkembang.59
Menurut pendapat K.E.S. Manik unsur utama terjadinya kerusakan
lingkungan dibidang kehutanan disebabkan Pengusaha yang mempunyai Hak
Penguasan Hutan (HPH), karena pengusaha HPH merupakan penyebab kerusakan
hutan terbesar karena mereka hanya mengejar keuntungan materi saja. Persyaratan
dan ketentuan-ketentuan yang mengatur pengusahaan hutan tidak mereka
laksanakan sehingga kayu hutan dibabat habis. Hal ini dapat terjadi, antara lain
disebabkan kurangnya pengawasan, mentalitas dan integritas pengawasan yang
“bobrok”, pengusaha kurang tanggung jawb, dan pengusaha tidak peduli
lingkungan.60
Dengan terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan dan
terkendalinya pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana merupakan tujuan
utamapenegelolaan lingkungan hidup. Untuk mencapai tujuan ini, sejaka awal
perencanaan kegiatan sudah diperkirakan perubahan rona lingkungan akibat
pembentukan suatu kondisi lingkungan baru, baik yang menguntungkan maupun
yang merugikan yang timbul sebagai akibat diselenggarakanya kegiatan
59
Ibid., hal 39.
60
pembangunan. Karen itu, UU No. 23 Tahun 1997 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup ditetapkan bahwa setiap rencana yang
diperkirakan mempunyai dampak penting terhadap lingkungan, wajib dilengkapi
dengan AMDAL.61
Sebagaimana diketahui bahwa setiap pembangunan akan membawa
dampak terhadap perubahan lingkungan terutama eksploitasi sumber daya hutan
dalam rangka pengolahan dan pemanfaatan hasil hutan jelas akan menimbulkan
efek dari perubahan kondisi hutan tersebut. Dengan kata lain bahwa eksploitasi
sumber daya hutan itu merupakan salah satu bentuk dari perusakan hutan. Akan
tetapi perusakan hutan dalam bentuk ini, tidak digolongkan sebagai perbuatan
melawan hukum sebagaimana pendapat diatas. Hal ini karena perusakan hutan
tersebut melalui mekanisme yang terstruktur dan tersistem yang melalui proses
perencanaan atau manajemen yang matang dengan mempertimbangkan
upaya-upaya perlingdungan hutan itu sendiri seperti dengan jalan reboisasi atau
penebangan yang teratur dengan sistem tebang pilih dan sebagainya. Perusakan
hutan yang berdampak negatif salah satunya adalah kejahatan illegal logging.
Analisis yuridis tentang illegal logging yang merupakan kegiatan penebangan
tanpa izin dan/atau merusak hutan adalah bahwa kegiatan illegal logging ini
merupakan kegiatan yang unprediktible terhadap kondisi hutan setelah
penebangan, karena diluar dari perencanaan yang telah ada. Perlindungan hutan
61
direfleksikan dalam mekanisme konsesi penebangan hutan sebagai konsekuensi
logis dari fungsi perijinan sebagai serana pengendalian dan pengawasan.62
Hutan yang merupakan bagian penting dari lingkungan hidup dalam
pengelolaannya juga mempunyai asas yang sudah merupakan asas yangberlaku
secara internasional yaitu asas hutan yang berkelanjutan/lestari (sustainable
forest) dan asas ecolabelling. Asas hutan berkelanjutan (sustainable forest) adalah
asas tentang pengelolaan hutan yang berkelanjutan dan peningkatan kerja sama
internasional dalam pelestarian hutan dan pembangunan berkelanjutan. Asas
ecolabelling adalah asas tentang semua kayu tropis yang dijual harus berasal dari
hutan lestari melalui mekanisme pelabelan.
Dalam proses pengolahan dalam rangka pemanfaatan hutan diperlukan
konsep yang dapat mengintegralisasi upaya pemanfaatan fungsi ekonomis dan
upaya perlindungan kemampuan lingkungan agar keadaan lingkungan tetap
menjadi serasi dan seimbang atau pengolahan hutan yang berkelanjutan/lestari
(sustainable forest management) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable
development).
63
62
Manik, K.E.S. Pengelolaan Lingkungan Hidup, Loc.Cit., hal 102.
63
Emil Salim, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, (Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 2003), hal 11.
Merusak hutan yang berdampak pada kerusakan lingkungan adalah
merupakan suatu kejahatan sebagaimana dijelaskan dalam pasal 48 UU No. 23
1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH), bahwa tindak pidana
perusakan hutan adalah merupakan kejahatan. Salah satu bentuk perusakan hutan
Berdasarkan uraian di atas, jelas bahwa perbuatan illegal logging
merupakan suatu kejahatan oleh karena dampak yang ditimbulkan sangat luas
mencakup aspek ekonomi, sosial budaya dan lingkungan. Kejahatan ini
merupakan ancaman yang potensiil bagi ketertiban sosial dan dapat menimbulkan
ketegangan serta konflik-konflik dalam berbagai dimensi, sehingga perbuatan itu
secara faktual menyimpang dari norma-norma yang mendasari kehidupan atau
keteraturan sosial. Bahkan dampak kerusakan hutan yang diakibatkan oleh
kejahatan illegal logging ini tidak hanya dirasakan oleh masyarakat yang berada di
sekitar hutan saja namun sirasakan secara nasional, regional maupun
internasional.64
Sepintas lalu terlihat bahwa antara pembangunan dan lingkungan hidup
terdapat pertentangan (konflik). Karena bila dilihat dari segi yang luas setiap
pembangunan selalu memiliki dampak terhadap lingkungan hidup. Dimana
misalnya pembangunan sebuah jalan raya yang menghubungkan satu wilayah
dengan wilayah lainnya yang jelas-jelas akan berdampak terhadap lingkungan
hidup sekitarnya. Yang mana dalam pembukaan jalan tersebut akan membawa
pengaruh kepada 2 (dua) hal, yaitu menebasi pohon-pohon hutan yang terkena
peta pembukaan jalan dan terganggunya kestabilan tanah-tanah sekitarnya.
C. Pembangunan Berwawasan Lingkungan
65
Hal ini juga bisa menimbulkan banjir dan terganggunya sistem habitat
manusia dan habitat fauna serta flora lainnya. Semua hal ini dapat memberikan
64
Ibid., hal. 13.
65
pengaruh atau resiko kepada lingkungan. Tetapi tidak ada satu tindakan yang
tidak berhubungan dengan resiko termasuk dalam hubungannya dengan aktivitas
lingkungan. Dengan kearifan dan kebijaksanaan manusia dapat mengantisipasi
semua dampak dan mencari solusi supaya interaksi antara manusia dan
lingkungan dapat seimbang dan serasi.
Oleh karena itulah, untuk menghindari konflik yang terlalu besar, maka
UUPLH menggariskan prinsip pembangunan berwawasan lingkungan. Dalam
pasal 1 butir ke 3 UUPLH dikatakan bahwa pembangunan berwawasan
lingkungan adalah upaya sadar dan berencana menggunakan dan mengelola
sumber daya secara bijaksana dalam perbangunan yang berkesinambungan untuk
meningkatkan mutu hidup.
Jadi ada 3 (tiga) unsur penting dalam prinsip pembangunan berwawasan
lingkungan :
1. Penggunaan/pengolahan sumber daya secara bijaksana;
Bahwa dalam rangka mendaya gunakan dan mengelola sumber daya alam
untuk memajukan kesejahteraan umum seperti diamanatkan dalam
Undang-Undang Dasar 1945 dan untuk mencapai kebahagiaan hidup berdasarkan
Pancasila, perlu dilaksanakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan hidup berdasarkan kebijaksanaan nasional yang terpadu dan
menyeluruh dengan memperhitungkan kebutuhan generasi masa kini dan generasi
masa depan.66
66
2. Menunjang pembangunan yang berkesinambungan;
Bahwa penyelenggaran pengelolaan lingkungan hidup dalam rangka
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup harus didasarkan
pada norma hukum dengan memperhatikan tingkat kesadaran masyarakat dan
perkembangan lingkungan global serta perangkat hukum internasional
yangberkaitan dengan lingkungan hidup.
3. Meningkatkan mutu hidup;
Bahwa pengelolaan lingkungan hidup untuk melestarikan dan
mengembangkan kemampuan lingkungan hidup yang serasi, selaras, dan
seimbang guna menunjang terlaksananya pembangunan berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan hidup. Serta pemanfaatan pembangunan secara terus
menerus untuk meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup yang sesuai dengan
daya dukung lingkungan.
Pengertian Sumber Daya pada butir 3 UU No. 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup tersebut harus diartikan lebih luas yaitu, bukan
hanya mencakup pengertian ekonomis seperti sumber daya alam atau sumber daya
buatan, tetapi juga meliputi semua bagian lingkungan hidup kita sendiri, mulai
dari sumber daya biotik (manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan), sumber daya
abiotik (air, udara, cahaya, barang-barang tambang dan lain-lain) sampai pada
sumber daya buatan (mesin, hasil-hasil industri, gedung dan sebagainya).
Dalam GBHN (1973-1978) dalam BAB III pola umum pembangunan
Jangka Panjang butir 10 terdapat garis yang jelas mengenai prinsip pembangunan
1. Dalam rangka pembangunan, sumber daya alam harus dugunakan secara
rasional.
2. Pemanfaatan sumber daya harus diusahakan untuk tidak merusak
lingkungan hidup.
3. Harus dilaksanakan dengan kebijaksanaan menyeluruh dengan
memperhitungkan kebutuhan generasi yang akan datang.
4. Memperhitungkan hubungan kait-mengait dan ketergantungan antara
berbagai masalah.
Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 pasal 1
butir 3 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup,
maka yang dimaksud dengan:
Pasal 1 butir 3 UU No. 23 Tahun 1997
“Pembangunan berwawasan lingkungan atau pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamun kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasu masa kini dan generasi masa depan”
Berdasarkan defenisi diatas, terdapatlah tiga unsur penting dalam
pembangunan berwawasan lingkungan, yaitu :
1. penggunaan sumber daya secara bijaksana;
2. menunjang pembanguan yang berkesinambungan sepanjang masa;
3. meningkatkan kualitas hidup.67
Pembangunan yang dilakukan oleh bangsa Indonesia bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup rakyat. Proses pelaksanaan
67
pembangunan, disatu pihak menghadapi permasalah jumlah penduduk yang besar
dengan tingkat pertambahan yang tinggi, di lain pihak sumber daya alam adalah
terbatas. Kegiatan pembangunan dan jumlah penduduk yang meningkat dapat
mengakibatkan tekanan terhadap sumber daya alam. Pendayagunaan sumber daya
alam untuk meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup rakyat harus disertai
upaya untuk melestarikan kemampuan lingkunganhidup yang serasi dan seimbang
guna menunjang pembangunan yang berkesinambungan, dan dilaksakan dengan
kebijakan yang terpadu dan menyeluruh serta memperhitungkan kebutuhan
generasi sekarang dan mendatang. Dengan demikian, pembangunan untuk
meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup rakyat tersebut, baik generasi
sekarang maupun generasi mendatang, adalam pembangunan berwawasan
lingkungan.68
Menurut Emil Salim, terdapat lima (5) pokok ikhtiar yang perlu
dikembangkan dengan sungguh-sungguh untuk melaksanakan pembangunan
berwawasan lingkungan, yaitu:
69
1) Menumbuhkan sikap kerja berdasarkan kesadaran sehingga antara satu
dengan yang lain. Hakikat lingkungan hidup memuat hubungan saling
mengair dan hubungan saling membutuhkan antara sektor satu dangan
sektor yang lain;
2) Kemampuan menyerasikan kebutuhan dangan kemamampuan sumber
daya alam dalam menghasilkan barang dan jasa;
68
Sumartono.R.M.Gatot P. Mengenal Hukum Lingkungan Indonesia, (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 1991), hal.27.
69
3) Mengembangkan sumber daya manusia agar mampu menggapi tantangan
pembangunan tanpa merusak lingkungan;
4) Mengembangkan kesadaran lingkungan dikalangan masyarakat sehingga
tumbuh menjadi kesadaran berbuat;
5) Menumbuhkan lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang dapat
mendayagunakan dirinya untuk menggalakkan partisipasi masyarakat
dalam mencapai tujuan pengelolaan lingkungan hidup.
D. Sistem Perizinan dan Kaitannya dengan Lingkungan Hidup
Perizinan merupakan suatu bentuk campur tangan pemerintah dalam
rangka mengadakan servis publiknya terhadap masyarakat.
Mengenai sistem perizinan ini diberikan dalam bentuk penetapan
(beschikking) pemerintah/penguasa. Pemberian izin yang keliru atau tidak cermat
serta tidak memperhitungkan dan mempertimbangkan kepentingan lingkungan
akan mengakibatkan terganggunya keseimbangan ekologis yang sulit dipulihkan.
Perizinan merupakan instrumen kebijaksanaan lingkungan yang paling penting.70
70
Netty S.R. Naiborhu.Ibid., hal 25.
Menurut ketentuan pasal 7 ayat (2) UULH “ kewajiban memelihara
kelestarian kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang untuk menunjang
pembangunan yang berkesinambungan di camtumkan dalam setiap izin yang
Mengenai izin usaha dalam hubungannya dengan pengelolaan lingkungan
hidup akan menimbulkan pemikiran dan upaya kearah terwujudnya sistem
perizinan lingkungan yang bersifat sederhana, terkordinasi dan terpadu.
Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 dalam Bab VI tentang
persyaratan penataan lingkungan hidup, maka dalam pasal 18 di atur tentang
perizinan. Yang mana setiap usaha dan / atau kegiatan yang menimbulkan dampak
besar dan penting terhadap lingkungan hidup, wajib memiliki analisis mengenai
dampak lingkungan hidup untuk memperoleh izin melakukan usaha dan / atau
kegiatan izin melakukan usaha dan kegiatan tersebut diberikan oleh pejabat yang
berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan dalam
izin tersebut di cantumkan persyaratan dan kewajiban untuk melakukan upaya
pengendalian dampak lingkungan hidup.71
a. Rencana tata ruang;
Dalam menerbitkan izin melakukan usaha dan / atau kegiatan wajib
diperhatikan :
b. Pendapat masyarakat;
c. Pertimbangan dan rekomendasi pejabat yang berwenang yang berkaitan
dengan usaha dan / atau kegiatan tersebut.
Setiap izin yang diberikan harus diumumkan, karena pengumuman izin
melakukan usaha dan / atau kegiatan tersebut merupakan pelaksanaan asas
keterbukaan pemerintah. Pengumuman izin melakukan usaha dan / atau kegiatan
tersebut memungkinkan peranserta masyarakat khususnya yang belum
71
menggunakan kesempatan dalan prosedur keberatan, dengar pendapat, dan lain
dalam proses pengambilan keputusan izin.
Keputusan izin melakukan usaha dan / atau kegiatan wajib
diumumkan.Tanpa suatu keputusan izin, setiap orang dilarang melakukan
pembuangan limbah yang berasal dari luar wilayah Indonesia ke media
lingkungan hidup Indonesia, setiap orang dilarang melakukan impor limbah bahan
berbahaya dan beracun.
Konsep pelayan perizinan terpadu satu pintu tersebut telah diterapkan
dalam ketentuan undang-undang penanaman modal No. 25 Tahun 2007 yang
diatur dalam Bab XI pasal 25 dan 26 mengenai pengesahan dan perizinan
perusahaan.
Pasal 25 : (1) penanam modal yang melakukan penanaman modal di
Indonesia harus sesuai dengan pasal 5 UU ini.
(2) pengesahan pendirian badan usaha penanaman modal
Dalam Negeri yang berbentuk badan hukum atau tidak
berbadan hukum dilukikan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan
(3) pengesahan pendirian badan usaha penanaman modal
asing yang berbentuk perseroan terbatas dilakukan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(4) perusahaan penanaman modal yang akan melakukan
kegiatan usaha wajib memperoleh izin sesuai dengan
yang memiliki kewenangan , kecuali ditentukan lain
dalam undang-undang.
(5) izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperoleh
melalui pelayanan terpadu satu pintu.
Dalam Pasal 4 Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal di Daerah
menyebutkan bahwa:
Pemberian kemudahan penanaman modal dalam bentuk percepatan
pemberian perizinan sebagaimana dimaksud pada pasal 3 ayat (2) diselenggarakan
melalui pelayanan terpadu satu pintu sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.72
Dalam rangka untuk mengatasi kendala perizinan yang selama ini
dirasakan menghambat masuknya investor untuk menanamankan modalnya di
Dalam rangka menarik investor sebesar-besarnya, Indonesia harus
menyiapkan insentif yang baik dan lebih konprehensif. Insentif tersebut berupa
penyederhanaan perizinan yang selama ini merupakan bagian yang menjadi
momok mengerikan bagi investor, dimana perizinan yang berbelit dan terlalu
panjang (kurang lebih 12 prosedur) yang pengurusannya memerlukan waktu
selama 151 hari sampai dengan 180 hari. Lambatnya pegurusan izin investasi
tersebut disebabkan karena birokrasi yang panjang. Rentang waktu yang
dibutuhkan tersebut memakan waktu dua kali lebih lama dibandingkan dengan
Negara-negara lain.
72
Indonesia, upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah dangan mempercepat
dan memangkas waktu proses perizinan serta mengimplementasikan konsep one
stop service centre.
Dalam izin melakukan usaha dan/atau kegiatan harus ditegaskan
kewajiban yang berkenaan dengan penataan terhadap ketentuan mengenai
pengelolaan lingkungan hidup yang harus dilaksanakan oleh penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan dalam melaksanakan usaha dan/atau kegiatannya. Bagi
usaha dan atau kegiatan yang diwajibkan untuk membuat atau melaksanakan
analisis mengenai dampak lingkungan hidup, maka rencana pengelolaan dan
rencana pemantauan lingkungan yang wajib dilaksanakan oleh penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan harus dicamtumkan dan dirumuskan dengan jelas dalam
izin melakukan usaha dan/atau kegiatan. Misalnya kewajiban untuk mengolah
limbah, syarat mutu limbah yang boleh dibuang ke dalam media lingkungan
hidup, dan kewajiban yang berkaitan dengan pembuangan limbah, seperti
kewajiban melakukan swapantau dan kewajiban untuk melaporkan hasil
swapantau tersebut kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang
pengendalian dampak lingkungan hidup.73
Apabila suatu rencana dan/atau kegiatan, menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku diwajibkan melaksanakan analisis dampak lingkungan
hidup, maka persetujuan analisis mengenai dampak lingkungan tersebut harus
diajukan bersama dengan permohonan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan.
73
BAB IV
ASPEK HUKUM PENANAMAN MODAL YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN
A. Penanaman Modal yang Berwawasan Lingkungan
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No.25 Tahun 2007 menyebutkan
Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh
penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan
usaha di wilayah Negara Republik Indonesia.
Dalam penjelasan bunyi pasal 3 ayat (1) angka 8 UU No. 25 Tahun 2007
disebutkan bahwa penanaman modal itu dilaksanakan berdasarkan asas
berwawasan lingkungan, yang berarti bahwa penanaman modal yang dilakukan
dengan tetap memperhatikan dan mengutamakan perlindungan dan pemeliharaan
lingkungan hidup.
Menurut pasal 1 angka 3 UU No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (PLH) Pembangunan Berkelanjutan yang Berwawasan
Lingkungan Hidup adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan
lingkungan hidup, termasuk sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk
menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan
generasi masa depan.
Jadi ada 3 (tiga) unsur penting dalam prinsip pembangunan berwawasan
lingkungan yaitu:
1) Penggunaan/pengelolaan sumber daya alam secara bijaksana;
3) Meningkatkan mutu hidup.
Hal-hal penting dalam upaya mencapai penanaman modal yang
berwawasan lingkungan dapat dilakukan dengan:
1) Kemitraan lokal menjadi kunci utama dalam mencapai penanaman
modal berkelanjutan di suatu Negara. Hubungan antara perencana
pembangunan pengelolaan lingkungan tidak dapat dilakukan terpisah
dari strategi pembangunan lainnya.
2) Setiap Negara disarankan untuk menggali strategi penanaman modal
dalam pembangunan yang berwawasan lingkungan sesuai dengan
kondisi Negara masing-masing.
3) Aspek yang berkaitan dengan isu perdagangan, penanaman modal
(investasi), dan hutang, khususnya mengenai penanaman modal dan
sistem perdagangan yang lebih bebas dan terbuka memperolah
dukungan yang positif.
4) Pentingnya keterpaduan pengambilan keputusan dalam pengelolaan
lingkungan hidup.
5) Pendekatan penanaman modal dalam pembangunan yang berwawasan
lingkungan dengan focus kepada peran serta masyarakat.
6) Penanaman modal yang berwawasan lingkungan perlu disesuaikan
dengan kebijakan di bidang ekonomi dan lingkungan untuk mencapai
tujuan penanaman modal yang berwawasan lingkungan.74
74
Jadi dapat di tarik kesimpulan bahwa Penanaman Modal yang
Berwawasan Lingkungan merupakan segala bentuk kegiatan penanaman modal
baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing di wilayah
negara Republik Indonesia yang dilakukan dengan tetap memperhatikan dan
mengutamakan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup melalui upaya
sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup ke dalam proses
pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup
generasi masa kini dan generasi masa depan.
B. Manfaat Penanaman Modal yang Berwawasan Lingkungan
Menurut ketentuan Pasal 3 UULH berbunyi “pengelolaan lingkungan
hidup berasaskan pelestarian kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang
untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan bagi peningkatan
kesejahteraan manusia.”75
75
Pasal 3 UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Penjelasan Pasal 3 UULH ini menyatakan pengertian pelestarian
mengandung makna tercapainya kemampuan lingkungan yang serasi dan
seimbang, dan peningkatan kemampuan tersebut. Hanya dalam lingkungan yang
serasi dan seimbang dapat dicapai kehidupan yang optimal.
Dalam GBHN (1999-2004) dicantumkan bahwa, manfaat yang diperoleh
1) Terlaksananya pengelolaan sumber daya alam dan terpeliharanya daya
dukungnya terhadap pembangunan agar bermanfaat bagi peningkatan
kesejahteraan rakyat dari generasi ke generasi.
2) Terlaksananya pemanfaatan potensi sumber daya alam dan lingkungan
dengan melakukan konsevasi, rehabilitasi, dan penghematan penggunaan,
dengan menerapkan tekhnologi ramah lingkungan.
3) Terdelegasinya secara bertahap wewenang pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya alam
secara selektif dan pemeliharan lingkungan hidup sehingga kualitas
ekosistem tetap terjaga.
4) Mendayagunakan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan
lingkungan hidup, pembangunan penanaman modal yang berkelanjutan,
kepentingan ekonomi dan budaya lokal, serta peñata ruang.
5) Terlaksananya penerapan indikator-indikator yang memungkinkan
pelestarian kemampuan keterbaharuan dalam pengelolaan sumber daya
alam yang dapat diperbaharui untuk mencegah kerusakan yang tidak dapat
dibalik.
Tidak dapat dipungkiri kehadiran investor mempunyai manfaat yang luas
baik dari investor dalam negeri maupun investor asing. Karena ekonomi negara
yang hendak tumbuh berkelanjutan memerlukan modal terus menerus, maka
suatu negara. Manfaat yang di dapat dengan adanya penanaman modal bagi
negara Indonesia adalah76
1) Penyediaan lapangan kerja :
2) Mengembangkan industri substitusi impor untuk menghemat devisa
3) Mendorong berkembangnya industri barang-barang ekspor non migas
untuk mendapatkan devisa
4) Pembangunan daerah-daerah tertinggal
5) Alih tekhnologi.
Dengan demikian, penanaman modal sebagai salah satu dilematif
pembiayaan pembangunan mampu menfasilitasi perkembangan ekonomi. Untuk
itu, hanya dengan mendorong penanaman modal, pertumbuhan ekonomi terus
dapat dipacu sehingga mampu mengimbangi kemampuan ekonomi negara lain.
Keberadaan penanaman modal disuatu negara terkait dengan adanya
tuntutan untuk menyelenggarakan pembangunan nasional di negara tersebut.
Umumnya kesulitan yang dihadapi dalam penyelenggaraan pembangunan
nasional yang menitikberatkan pada pembangunan ekonomi meliputi kekurangan
modal, kemampuan dalam hal tekhnologi, ilmu pengetahuan, pengalaman dan
kemampuan/keterampilan. Hambatan tersebut umumnya dialami oleh negara
berkembang, sebab setiap pembangunan nasional senantiasa bersifat
multidimensional yang memerlukan sumber pembiayaan dan sumber daya yang
cukup besar, baik yang bersumber dari dalam maupun luar negeri.
76
Guna meningkatkan pendapatan perkapita, dalam artian peningkatan
kegiatan ekonomi dan taraf kesejahteraan masyarakat, salah satu sumber
pembiayaan dan sumber daya yang dapat dimanfaatkan bagi kepentingan
pembangunan nasional tersebut adalah penanaman modal yang terselenggara
dalam berbagai bentuk penanaman modal baik domestik maupun asing.
Dengan memanfaatkan penanaman modal secara optimal akan dapat
diupayakan keuntungan maksimal, sehingga pada gilirannya akan mampu
melakukan pemupukan modal, memiliki peralatan modal, pengalaman, dan
keterampilan secara mandiri. Hal ini sesuai dengan makna pembangunan ekonomi
menurut GBHN dalam Bab III pola Umum Pembangunan Jangka Panjang.
“Pembangunan ekonomi mempunyai arti pengolahan kekuatan ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil melalui penanaman modal, penggunaan tekhnologi serta melalui penambahan kemampuan berorganisasi dan manajemen, maka selama Indonesia belum memiliki sendiri faktor-faktor tersebut, dapat dimanfaatkan potensi-potensi modal asing tekhnologi dan keahlian luar negeri sepanjang tidak mengakibatkan ketergantungan yang terus menerus serta tidak merugikan kepentingan nasional”.77
Dengan demikian arti penting penanaman modal bagi pembangunan
ekonomi di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, pada dasarnya adalah
untuk meningkatkan perekonomian nasional. Dengan kata lain, untuk
meningkatkan kesempatan kerja, meraih tekhnologi, dan mempercepat
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
78
1. Meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi berkelanjutan; Pembangunan penanaman modal ditujukan untuk :
77
Jonker Sihombing, Op.Cit., hal. 13.
78
2. Meningkatkan keseimbangan investasi antarsektor;
3. Menciptakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha produktif;
4. Meningkatkan kegiatan ekonomi, pendapatan masyarakat, pendapatan
Negara, pendapatan daerah melalui iklim investasi yang mendukung
pengembangan kelembagaan keuangan untuk meningkatkan investasi
langsung maupun tidak langsung (port polio), serta lembaga keuangan
yang sudah mengakar di masyarakat;
5. Peningkatan sumber daya manusia;
6. Mobilisasi dana masyarakat,serta
7. Percepatan proses alih tekhnologi.
Apabila merujuk kepada Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 maka dapat
dilihat bahwa
C. Tanggungjawab Sosial dalam Lingkungan Penanaman Modal
Adapun yang menjadi dasar hukum dalam pengaturan Corporate Social
Responsibility (CSR) adalah sebagai berikut:
1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tenang Perseroan Terbatas dalam
Bab V pasal 74 ayat (1),(2),(3), dan (4);
2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dalam
Pada Undang-Undang Nomor. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) dapat dilihat pada pasal 74
yang menyebutkan:79
(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
(2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepetutan dan kewajaran.
(3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Hidup diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Penjelasan atas pasal 74 ayat (1) lebih lanjut menerangkan bahwa
ketentuan ini bertujuan untuk tetap menciptakan hubungan perseroan yang serasi,
seimbang dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat
seeetempat. Yang dimaksud dengan “ perseroan yang menjalankan kegiatan
usahanya dibidang sumber daya alam” adalah perseroan yang kegiatan usahanya
mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam. Yang dimaksud dengan “
perseroan yang kegiatan usahanya yang berkaitan dengan sumber daya alam”
adalah perseroan yang tidak mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam,
tetapi kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam.80 Penjelasan atas pasal 74 ayat (3) lebih lanjut menerangkan bahwa yang
dimaksud dengan “dikenai sanksi dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan” adalah dikenai segala bentuk sanksi yang diatur dalam peraturan
79
Pasal 74 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
80
perundang-undangan yang terkait. Sedangkan penjelasan atas pasal 74 ayat (2)
dan (4) adalah cukup jelas.
Pada Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal
pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) dapat dilihat pada:
1. Pasal 15
setiap penanam modal berkewajiban untuk:
a. menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik; b. melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan;
c. membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan
menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal;
d. menghormati tradisi masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal;dan
e. mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan.81
2. Pasal 34
(1) Badan usaha atau usaha perseorangan sebagaimana dimaksud pada dalam pasal 5 yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana ditentukan dalam pasal 15 dan dikenai sanksi administratif berupa:
c. peringatan tertulis;
d. pembatasan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal; atau e. pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal.
(2) sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh instansi atau lembaga yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) selain dikenai sanksi administratif, badan usaha atau usaha perseorangan dapat dikenai sanksi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) dapat
dilihat pada bagian kata:
81
Pembangunan suatu negara bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja,
setiap insan manusia berperan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial dan
peningkatan hidup masyarakat. Dunia usaha berperan untuk mendorong
petumbuhan ekonomi yang sehat dengan mempertimbangkan pula faktor
lingkungan hidup. Kini dunia usaha tidak lagi hanya memperhatikan catatan
keuangan perusahaan semata (Sustainable Development).82
Upaya tersebut secara umum dapat disebut sebagai Corporate Social
Responsibility atau corporate citizenship dan dimaksudkan untuk mendorong
dunia usaha lebih etis dalam menjalankan aktivitas agar tidak berpegaruh atau
berdampak buduk pada masyarakat dan lingkungan hidupnya, sehingga pada Seiring dengan pesatnya perkembangan sektor dunia usaha sebagai akibat
liberalisasi ekonomi, berbagai kalangan swasta, organisasi masyarakat, dan dunia
pendidikan berusaha merumuskan dan mempromosikan tanggung jawab sosial
sektor usaha dalam hubungannya dengan masyarakat dan lingkungan.
Namun saat ini, saat perubahan melanda dunia-kalangan usaha. Juga
tengah dihimpit oleh berbagai tekanan, mulai dari kepentingan untuk
meningkatkan daya saing, tuntutan untuk menerapkan corporate governance
hingga masalah kepentingan stakeholder yang semakin meningkat. Oleh karena
itu, dunia usaha perlu mencari pola-pola kemitraan (partnership) dan seluruh
stakeholder agar dapat berperan dalam pembangunan, sekaligus meningkatkan
kinerja agar tetap bertahan dan bahkan berkembang menjadi perusahaan yang
mampu bersaing.
82
akhirnya dunia usaha akan dapat bertahan secara berkelanjutan untuk memperoleh
mamfaat ekonomi yang menjadi tujuan di bentuknya dunia usaha.
Konsep tanggung jawab sosial perusahaan telah mulai dikenal sejak
tahun1970an, yang secara umum diartikan sebagai kumpulan kebijakan dan
praktek yang berhubungan dengan stakeholder, nilai, pemenuhan ketentuan
hukum, penghargaan masyarakat dan lingkungan; serta komitmen dunia usaha
untuk berkontribusi dalam pembangunan secara berkelanjutan. Corporate Social
Responsibility (CSR) tidak hanya merupakan kegiatan karitatif83 perusahaan dan tidak terbatas hanya pada pemenuhan aturan hukum semata.84
Dengan masuknya program CSR sebagai bagian dari strategi bisnis, maka
akan dengan mudah bagi unit-unit usaha yang berada dalam suatu perusahaan
untuk mengimplementasikan rencana kegiatan dari program CSR yang Masih banyak perusahaan tidak mau menjalankan peogram-program CSR
karena melihat hal tersebut hanya sebagai pengeluaran biaya (cost centre). CSR
memang tidak memberikan hasil keuangan dalam jangka pendek. Namun CSR
akan memberikan hasil langsung maupun tidak langsung pada keuangan
perusahaan pada dimasa mendatang. Dengan demikian apabila perusahaan
melakukan program-program CSR lebih tepat apabila digolongkan sebagai
investasi dan harus menjadi strategi bisnis dari suatu perusahaan.
83
Kegiatan karitatif merupakan suatu kegiatan yang bersifat keagamaan, tradisi dan adat-istiadat. Maksudnya adalah suatu kegiatan yang ditujukan untuk membangun, memajukan dan mendukung kegiatan keagamaan, tradisi dan adat-istiadat masyarakat sekitar. (www. Toprankblog. Com/2006/04/Tips-for-online-pr/
84
dirancangnya. Dilihat dari segi pertanggungjawaban keuangan atas setiap
investasi yang dikeluarkan dari program CSR menjadi lebih jelas dan tegas,
sehingga pada akhirnya keberlanjutan yang diharapkan akan dapat
terimplementasikan berdasarkan harapan semua stakeholder.85
Corporate Social Responsibility adalah suatu konsep dimana
organisasi-organisasi, terutama (tapi tidak selalu) perusahaan-perusahaan, memiliki suatu
tanggung jawab untuk memperhatikan kepentingan-kepentingan dari pada
consumer, para karyawan, pemegang saham, para masyarakat sekitar, dan
kepedulian lingkungan hidup pada semua aspek kegiatan perusahaan mereka.
Tanggung jawab ini seperti memperluas melebihi ketentuan tanggung jawab
mereka untuk menuruti peraturan perundang-undangan.86
Schermerhorn (1993) memberi defenisi Corporate Social Responsibility
(CSR) sebagai suatu kepedulian organisasi bisnis untuk bertindak dengan cara CSR sangat berhubungan erat dengan prinsip Sustainable Development
(Pembangunan Berkelanjutan), dimana berpendapat bahwa perusahaan harus
membuat keputusan berdasarkan tidak saja pada kegiatan finansial seperti
keuntungan atau keuntungan saham, tetapi juga berdasarkan pada konsekuensi
sosial dan lingkungan baik jangka pendek dan jangka panjang dari
aktivitas-aktivitas mereka.
85
Timotheus Lesmana, “Implementasi Konsep Sustainable Development dalam program CSR” Majalah Lensa ETF Edisi 1 November 2006. hal. 4.
86
cara mereka sendiri dalam melayani kepentingan organisasi dan kepentingan
publik eksternal.87
Corporate Social Responsibility (CSR) adalah suatu pendekatan dimana
perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial dalam operasi bisnis mereka dan
dalam integrasi mereka dengan para pemangku kepentingan (stakeholder)
berdasarkan prinsip kesukarelaan dan kemitraan.
88
Sementara itu, Yanti Koestoer Direktur Eksekutif IBL, mendefenisikan
CSR sebagai suatu strategi bisnis.”CSR merupakan suatu strategi bisnis yang
melihat bahwa kepentingan bisnis jangka panjang dicapai dengan laba dan
pertumbuhan, sejalan dengan kesejahteraan masyarakat, perlindungan lingkungan
dan peningkatan hidup masyarakat”. Donasi sesaat kadang memang diperlukan
tapi lebih baik melakukan prakara yang berkenjutan.89
Ide mengenai CSR sebagai sebuah tanggungjawab sosial perusahaan kini
semakin diterima secara luas. Namun demikian, sebagai konsep yang masih relatif
baru, CSR tetap masih controversial, baik untuk golongan pebisnis maupun
akademis. Kelompok yang menolak mengajukan argument bahwa perusahaan
adalah organisasi pencari laba dan bukan person atau kumpulan orang seperti
halnya dalam organisasi sosial.
87
Jhon R. Schermerhorn. Management for productivity (New York : Jhon Wiley & Son 1993) hal. 42.
88
Mu’man Nuryana,”CSR dan kontribusi bagi pembangunan berkelanjutan”, makalah yang disampaikan pada diklat pekerja sosial induntri.balai besar pendidikan dan pelatihan sosial (BBPPKS) Bandung, Lembang 5 Desember 2005
89
D. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
Sejalan dengan tujuan pembaharuan dan pembentukan Undang-Undang
Penanaman Modal, ketentuan pasal 3 ayat (1) UU No. 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal menetukan bahwa penanaman modal diselenggarakan
berdasarkan asas yang salah satu diantaranya “Berwawasan lingkungan” yang
berarti bahwa suatu kegiatan penanaman modal yang dilakukan harus tetap
memperhatikan dan mengutamakan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan
hidup.90
Suasana kebatinan pembentukan Undang-Undang tentang Penanaman Modal
Didasarkan pada semangat untuk menciptakan iklim penanaman modal
yang kondusif sehingga undang-undang tentang penanaman modal mengatur
mengenai keterkaitan pembangunan ekonomi dengan pelaku ekonomi kerakyatan
yang diwujudkan dalam pengaturan mengenai pengembangan penanaman
modal.
91
Dalam Pasal 18 ayat (3) huruf g Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007
tentang pengaturan mengenai fasilitas penanaman modal, disebutkan bahwa
pemberian fasilitas kepada penanaman modal diberikan apabila memenuhi kriteria
yang salah satunya adalah bahwa kegiatan penanaman modal yang dilaksanakan
menjaga kelestarian lingkungan.
92
Bahwa dalam rangka melaksanakan pembangunan yang berwawasan
lingkungan hidup sebagai upaya sadar dan berencana mengelola sumber daya
90
Penjelasan Pasal 3 ayat (1) huruf h Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Undang-Undang Penanaman Modal
91
Dhaniswara K. Harjono, Op.Cit., hal 145.
92
secara bijaksana dalam pembangunan yang berkelanjutan untuk meningkatkan
kesejahteraan dan mutu hidup,perlu dijaga keserasian berbagai usaha dan/atau
kegiatan. Oleh sebab itu, usaha dan/atau kegiatan pada dasarnya menimbulkan
dampak terhadap lingkungan hidup yang perlu dianalisis sejak awal
perencanaannya sehingga langkah pengendalian dampak negatif dan
pengembangan dampak positif dapat dipersiapkan sedini mungkin. Analisis
mengenai dampak lingkungan hidup diperlukan bagi proses pengembalian
keputusan tentang pelaksanaan rencana usaha dan/atau kegiatan yang mempunyai
dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup.
Pengertian Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah kajian
mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang
direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.93
1. Pengubahan bentuk lahan dan bentang alam
AMDAL merupakan bagian dari kegiatan studi kelayakan suatu rencana
usaha dan/atau kegiatan, yang mengenai hasil analisis mengenai dampak
lingkungan digunakan sebagai bahan perencanaan pembangunan wilayah.
Penyesunan amdal ini dapat dilakukan melalui pendekatan studi terhadap usaha
dan/atau kegiatan bersfat tunggal, terpadu atau kegiatan dalam suatu kawasan.
Usaha dan/atau kegiatan yang memungkinkan dapat menimbulkan dampak besa
dan penting terhadap lingkungan hidup, meliputi :
93
2. Eksploitasi sumber daya alam baik yang terbaharui maupun yang tak
terbaharui
3. Proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan
pemborosan, pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup serta
kemerosotan sumber daya alam dalam pemamfaatannya.
4. Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam,
lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya.
5. Proses dan kegiatan yang hasilnya akan dapat mempengaruhi pelestarian
kawasan konservasi sumber daya alam dan/atau perlindungan cagar
budaya.
6. Introduksi jenis-jenis tumbuh-tumbuhan, jenis hewan dan jasad renik;
7. Pembuatan dan penggunaan bahan hayati nonhayati;
8. Penerapan tekhnologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk
mempengaruhi lingkungan hidup;
9. Kegiatan yang mempunyai resiko tinggi, dan atau mempengaruhi
pertahanan Negara.
Keterkaitan antara AMDAL dengan prisip pembangunan berwawasan
lingkungan adalah merupakan suatu sistem analisa tentang sejauhmana dampak
atau pengaruh yang timbul terhadap suatu kegiatan yang akan direncakanakan dan
sistem ini didasarkan pada analisis dampak lingkungan.94
Pasal 15 undang-undang No. 23 tahun 1997 menyatakan bahwa setiap
rencana yang diperkirakan mempunyai dampak penting terhadap lingkungan
94
wajib diilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan
AMDAL adalah hasil studi mengenai dampak suatu kegiatan terhadap lingkungan
hidup yang dipergunakan bagi proses pengambilan keputusan.
Jadi, pejabat yang bertanggungjawab untuk memberi keputusan, boleh
atau tidaknya suatu keputusan dilakukan berkaitan dengan pelestarian kemampuan
lingkungan di dasarkan atas hasil studi AMDAL. Oleh karena ini merupakan
dokumen yang sangat strategis dalam mencegah terjadinya perusakan atau
pencemaran lingkungan hidup yang disebabkan oleh perbuatan manusia.
Di dalam AMDAL terkandung beberapa prinsip yang harus mendapatkan
perhatian, yaitu :95
a. Suatu rencana kegiatan yang diperkirakan dampak penting terhadap
lingkungan, baru dapat dilaksanakan setelah dipertimbangkan dampaknya
terhadap lingkungan, kegiatan ini baru di izinkan untuk dapat dilaksanakan
setelah adanya persetujuan atas Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL)
dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) oleh instansi-instansi yang
bertanggungjawab.
b. AMDAL merupakan bagian dari proses perencanaan dan bagian dari studi
kelayakan yang meliputi analisis teknis, analisis ekonomi dan analisis
lingkungan.
c. Kriteria dan prosedur untuk menentukan apakah suatu kegiatan
menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup harus secara
jelas dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan.
95
d. Prosedur AMDAL harus mencakup tata cara penilaian yang tidak
memihak (tercermin dalam susunan komisi AMDAL)
e. AMDAL bersifat terbuka terkecualimenyangkut rahasia Negara oleh
karena itu mesyarakat secara luas harus diberitahukan mengenai hasil
AMDAL ini.
f. Keputusan tentang AMDAL harus tertulis dengan mengemukakan dasar
pertimbangan pengambilan keputusan (dokumen RKL dan RPL serta
keputusan mengenai hal ini merupakan keputusan yang sangat penting
dalam hal p-enegakan hukum).
g. Pelaksanaan AMDAL yang telah disetujui harus dipantau secara
terus-menerus.
h. Penempatan AMDAL dilaksanakan dalam rangka Kebijakan Nasional
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
i. Untuk penerapan AMDAL dibutuhkan aparat yang memadai.
E. Konsistensi Kebijakan Pemerintah Terhadap Pelaksanaan Penanaman Modal di Indonesia
Dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang menjadi arah
kebijaksanaan penanaman modal di tetapkan bahwa penanaman modal
dimungkinkangkan pelaksanaannya di Indonesia dengan memenuhi berbagai
persyaratan-persyaratan tertentu. Di samping itu, penanaman modal diarahkan
tercapainyatujuan pembangunan nasional.96 Hal tersebut sejalan dengan uraian Sunaryati hartono yang mengatakan bahwa suatu pembahasan mengenai
penanaman modal asing tidak dapat dilihat terlepas dari peranannyadi dalam
pembangunan ekonomi dan rencana pembangunan (economic planning) karena
penanamam modal asing hanya sebagai salah satu faktor saja dalam pembangunan
ekonomi.97
Lemahnya koordinasi kelembagaan ditimbulkan karena ketidakjelasan
tugas dan fungsi pokok masing-masing instansi dan juga dapat ditimbulkan oleh
Permasalahan daya saing investasi di Indonesia adalah inkonsistensi
kebijakan, pengaturan, dan implementasi investasi, dimana mengenai tugas dan
fungsi pokok Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), apakah sebagai one
stop service centre dalam pelayanan perizinan dan fasilitas investasi ataukah
hanya sebagai badan promosi investasi ? kondisi ini tidak hanya merupakan
inkonsistensi, tetapi juga mencerminkan ketidakpastian yang membingungkan
investor atau calon investor.
Disamping itu, juga rendahnya koordinasi diantara lembaga terkait baik
antara sesama lembaga maupun antara instansi pemerintah pusat dan daerah,
dimana mereka cenderung bertindak secara sektoral dan kadang-kadang
mengundang kontroversi dan banyaknya kebijakan yang tidak relatif dalam
implementasi serta terjadi kesenjangan antara kata dan perilaku aparatur
pemerintah yang berakibat hilangnya kepercayaan masyarakat terutama dunia
usaha.
96
Aminuddin Ilmar, Op Cit, hal 36.
97
mekanisme koordinasi yang tidak berjalan baik. Seringkali terjadi kegagalan
dalam koordinasi disebabkan oleh adanya pertimbangan subjektif yang berlatar
belakang kepentingan politis dan ekonomi.
Dalam rangka meningkatkan daya saing investasi agar dapat menarik
masuknya ke Indonesia sebanyak mungkin, kelemahaan koordinasi antara instansi
terkait tersebut perlu diperbaiki dengan cara meningkatkan sinkronisasi dan
koordinasi kelembagaan baik di tingkat pusat maupum daerah ditingkat daerah.
Disamping itu, perlu dilakukan penataan secara menyeluruh (reformasi) terhadap
aparatur negara (civil service reform) serta reformasi pelayanan publik (public
sevice reform).
Koordinasi yang harmonis di antara instansi yang berkaitan dengan
efektivitas sistem hukum akan dapat berjalan dengan baik apabila ada kejelasan
tugas pokok dan fungsi serta kewenangan dari masing-masing institusi. Sehingga
tidak terjadi duplikasi dan bahkan konflik. Hal ini karena fungsi koordinasi adalah
menyangkut kejelasan pola pelayanan terpadu serta pembagian kerja dan
kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Untuk itu,
diperlukan mekanisme koordinasi yang dipahami dan mengikat bagi instansi
terkait, misalnya menyangkut masalah promosi investasi, perizinan, fasilitas
investasi dan lain-lain.
Dari segi kepentingan investor, tertibnya koordinasi diantara
instansi-instansi terkait akan memberikan kejelasan kepastian dalam pemenuhan
kewajiban mereka dan menciptakan efisiensi berusaha, dimana hal ini tentunya
kelembagaan mencakup aspek : sinkronisasi wewenang dan tingkatkan kerja sama
antarlembaga.
Atas dasar pertimbangan tersebut, Undang-Undang Penanaman Modal
Nomor 25 Tahun 2007 mengatur koordinasi dan kebijakan Penanaman Modal
yang termuat dalam Bab XII, pasal 27 yang menyatakan bahwa :
1) pemerintah mengoordianasikan kebijakan penanaman modal, baik
koordinasi antarinstansi pemerintah, antara instansi pemerintah dengan
Bank Indonesia, antara instansi pemerintah dengan daerah, maupun
antarpemerintah daerah.
2) Koordinasi kebijakan penanaman modal sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dilakukan oleh BKPM
3) BKPM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipimpin oleh seorang kepala
dan bertanggungjawab kepada presiden.
4) Kepala BKPM sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diangkat dan
diberhentikan oleh presiden.
Dari ketentuan ayat (1) tersebut, dalam rangka investasi, pemerintah
mengoordinasikan kebijakan penanaman modal, baik antarinstansi pemerintah,
pemerintah dengan Bank Indonesia, pemerintah dengan daerah maupun
antarpemerintah daerah. Koordinasi tersebut sangat diperlukan mengingat dalam
rangka reformasi, terdapat kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 jo. Undang-Undang Nomor 12 tahun 2008 tentang Pemerintahan
33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Kebijakan
tersebut telah mengubah penyelenggaraan pemerintahan, dari yang sebelumnya
bersifat terpusat menjadi terdesentralisasi yang meliputi penyerahan kewenangan
pemerintah pusat kepada daerah (kecuali, politik luar negeri, pertahanan,
peradilan, agama, fiskal moneter, dan kewenangan lainnya) serta perubahan
perimbangan keuangan antara pusat dan daerah.
Sejak diterapkan kebijakan desentralisasi dam otonomi daerah tersebut,
ternyata masih terdapat permasalahan dalam pelaksanaan yang secara tidak
langsung maupu langsung sangat berpengaruh terhadap investasi yaitu terhadap
birokrasi perizinan penanaman modal. Permasalahan yang dijumpai sebagaimana
yang dalam RPJMN tahun 2004-2009 mengenai revitalisasi desentralisasi dan
otonomi daerah adalah :
1) belum jelasnya pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah;
2) berbedanya persepsi para pelaku pembangunan terhadap kebijakan
desentralisasi dan otonami daerah;
3) masih rendahnya kerjasama antarinstansi pemerintah;
4) belum terbentuknya kelembagaan pemerintah daerah yang efektif dan
efisien;
5) masuh terbatas dan rendahnya kapasitas pemerintah daerah;
6) masih terbatas kapasitas keuangan daerah
7) pembentukan daerah otonom baru (pemekaran wilayah) yang masih belum
Permasalahan desentralisasi dan otonomi daerah pemerintah daerah
tersebut sangat erat pengaruhnya terhadap masuknya investasi di Indonesia
mengingat dalam Undang-Undang Penanaman Modal, UU No. 25 Tahun 2007,
pemerintah menerapkan pelayanan terpadu satu pintu dalam pemberian perizinan
penanaman modal yang bertujuan untuk membantu penanam modal dalam
memperoleh kemudahan pelayanan
Selanjutnya, dalam ketentuan pasal 26 ayat (2) dikatakan bahwa pelayanan
terpadu satu pintu tersebut dilakukan oleh lembaga atau instansi yang berwenang
dibidang penanaman modal yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan
wewenang dari lembaga yang memiliki kewenangan perizinan dan nonperizinan
ditingkat pusat atau lembaga atau instansi yang berwenang mengeluarkan
perizinan dan nonperizinan di propinsi atau kabupaten/kota.
Untuk itu, perlu adanya koordinasi yang sinergis antar lembaga,
antarpemerintah dan antarpemerintah pusat dan daerah serta antarpemerintah
daerah. Untuk mengatur koordinasi pelaksanaan kebijakan penanaman modal
termasuk perizinan, menurut pasal 27 ayat (2) diserahkan kepada Badan
Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya serta pelayanan terpadu satu pintu menurut pasal 29 Undang-Undang
No. 25 Tahun 2007, harus melibatkan perwakilan secara langsung dari setiap
sektor dan daerah terkait dengan pejabat yang mempunyai kompetensi dan