• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Lendutan Balok Kayu Kelapa Non Prismatic Perletakan Sendi – Rol Dengan Metode Plastis (Eksperimen)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisa Lendutan Balok Kayu Kelapa Non Prismatic Perletakan Sendi – Rol Dengan Metode Plastis (Eksperimen)"

Copied!
149
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISA LENDUTAN BALOK KAYU KELAPA NON

PRISMATIS PERLETAKAN SENDI – ROL DENGAN METODE

PLASTIS (EKSPERIMEN)

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian pendidikan sarjana teknik sipil

Oleh :

NANDA WARDHANA

07 0404 010

BIDANG STUDI STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

(2)

ABSTRAK

Pada perencanaan suatu konstruksi, seorang perencana dituntut untuk mendesain suatu konstruksi yang kuat, ekonomis, mudah dalam pelaksanaan, aman ketika dilakukan pembebanan maksimum dan memenuhi fungsi serta kebutuhan konstruksi. Salah satunya adalah dengan menggunakan kayu dalam perencanaan konstruksi. Penggunaan kayu prismatis dalam konstruksi telah sering dijumpai, namun pada kondisi dan pertimbangan tertentu penggunaan kayu non prismatis lebih disukai penggunaannya.

Perubahan penebalan pada batang non prismatis akan menyebabkan kekakuan yang tidak sama di setiap titiknya. Besarnya momen inersia di setiap titik ini akan memberikan pengaruh pada besarnya momen-momen di titik tersebut. Perbedaan besar momen-momen dan inersia di setiap titik pada penampang gelagar non prismatis ini mempengaruhi lendutan yang akan terjadi pada konstruksi tersebut.

Perencanaan secara plastis merupakan bentuk penyelesaian yang dianggap menguntungkan untuk mendesain suatu struktur dibandingkan dengan desain secara elastis, karena selain menggunakan persamaan matematis yang lebih mudah, metode plastis juga dapat meramalkan beban runtuh sehingga pendimensian pada material lebih ekonomis.

Dari hasil yang diperoleh, lendutan ultimate hasil eksperimen untuk balok prismatis sampel I dan II masing-masing adalah 14,987 cm dan 14,459 cm. Lendutan ultimate teoritis untuk balok prismatis sampel I dan II masing-masing adalah 13,483 cm dan 19,5 cm. Selisih rata-rata antara teori dan eksperimen pada sampel I adalah 14,78%. Selisih rata-rata antara teori dan eksperimen pada sampel II adalah 25,64%. Lendutan ultimate hasil eksperimen untuk balok non-prismatis sampel II adalah 14,992 cm. Sedangkan Lendutan ultimate teoritisnya adalah 15,514 cm. Selisih rata-rata antara teori dan eksperimen pada sampel III adalah 7,963%.

Gelagar balok non prismatis memberikan kondisi yang lebih efektif daripada bentuk penampang gelagar balok yang prismatis. Selain memberikan keuntungan dalam penghematan bahan, juga memberikan keuntungan pada beban yang dapat dipikul yang relatif sama dengan balok prismatis yang berdimensi sama dengan dimensi balok non prismatis di tengah bentang.

(3)

ANALISA LENDUTAN BALOK KAYU KELAPA NON PRISMATIS

PERLETAKAN SENDI – ROL DENGAN METODE PLASTIS

(EKSPERIMEN)

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh ujian sarjana teknik sipil

OLEH :

NANDA WARDHANA

07 0404 010

BIDANG STUDI STRUKTUR

DEPARTEMEN

TEKNIK

SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

(4)

 

ANALISA LENDUTAN BALOK KAYU KELAPA NON PRISMATIS

PERLETAKAN SENDI – ROL DENGAN METODE PLASTIS

(EKSPERIMEN)

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh ujian sarjana teknik sipil

Disusun Oleh :

NANDA WARDHANA

07 0404 010

Dosen Pembimbing :

Ir. Besman Surbakti, MT NIP. 19541012 198003 1 004

Diketahui :

Ketua Departemen Teknik Sipil

Prof. Dr.Ing. Johannes Tarigan NIP : 19561224 19103 1 002

BIDANG STUDI STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

(5)

ANALISA LENDUTAN BALOK KAYU KELAPA NON PRISMATIS

PERLETAKAN SENDI – ROL DENGAN METODE PLASTIS

(EKSPERIMEN)

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh ujian sarjana teknik sipil

Disusun Oleh :

NANDA WARDHANA

07 0404 010

Dosen Pembimbing :

Ir. Besman Surbakti, MT NIP. 19541012 198003 1 004

         

Mengesahkan :

Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Prof. Dr.Ing. Johannes Tarigan NIP : 19561224 19103 1 002

BIDANG STUDI STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2011

Penguji I

Prof.Dr-Ing.Johannes Tarigan

NIP. 19561224 198103 1 002

Penguji II

Ir. Torang Sitorus, MT NIP. 19571002 198601 001 

Penguji III

(6)

SURAT PERNYATAAN

Melalui surat ini, mahasiswa yang tersebut di bawah ini :

Nama : NANDA WARDHANA

NIM : 07 0404 010

Fakultas/Departemen : Teknik / Teknik Sipil

Judul Tugas Akhir : Analisa Lendutan Balok Kayu Kelapa Non

Prismatis Perletakan Sendi – Rol Dengan Metode

Plastis (Eksperimen)

Dosen Pembimbing : Ir. Besman Surbakti, MT.

menyatakan bahwa tugas akhir ini merupakan karya tulis yang orisinil (asli), dimana dalam hal ini segenap gagasan, sudut pandang dan analisa perhitungan telah dituangkan.

Dengan demikian, dilihat dari permasalahan serta tujuan yang hendak dicapai melalui penulisan tugas akhir ini, maka dapat dikatakan bahwa tugas akhir ini adalah merupakan karya sendiri yang asli dan bukan hasil jiplakan baik sebagian maupun keseluruhan dari skripsi atau tugas akhir orang lain, kecuali kutipan yang saya cantumkan sumbernya sesuai dengan kaedah penulisan karya ilmiah.

Medan, Juni 2011

Penulis

NANDA WARDHANA

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada saya, sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.

Tugas akhir ini merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana Teknik Sipil bidang struktur Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Analisa Lendutan Balok Kayu Non Prismatis Perletakan Sendi – Rol Dengan Metode Plastis (Eksperimen)”

Saya menyadari bahwa dalam menyelesaikan tugas akhir ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa pihak yang berperan penting yaitu :

1. Bapak Ir.Besman Surbakti, MT selaku pembimbing, yang telah banyak memberikan dukungan, masukan, bimbingan serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membantu saya menyelesaikan tugas akhir ini.

2. Bapak Prof Dr Ir Bustami Syam, MSME, selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

(8)

5. Bapak Prof. Dr.-Ing. Johannes Tarigan, Bapak Ir. Torang Sitorus, MT dan Bapak Ir. Robert Panjaitan selaku Dosen Pembanding, atas saran dan masukan yang diberikan kepada Penulis terhadap Tugas Akhir ini.

6. Bapak/Ibu seluruh staff pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

7. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas teknik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini kepada saya.

8. Buat keluargaku, terutama kepada kedua orang tuaku, ayahanda Zulkifli, ST dan ibunda Mariatun yang telah memberikan motivasi,semangat dan nasehat kepada saya.

9. Buat kawan-kawan seperjuangan, Didi, Herry, Gina, Rilly, Dhani, Juangga, Vina, Ari Manalu, Harly, Fadly, Yowa, Ghufran, Alfi, Jay, Saki, Falah, Aulia, Iwan, Ari(Galang), Gorby, Yussuf, Tomo, Dicky, abang-abang dan kakak senior: Kak Citra, bang Radi, bang Dian, bg Tami, bang Fahim,bg Herry, kak Diana, kak Ani. Adik-adik 08,09,10, serta teman-teman angkatan 2007 yang tidak dapat disebutkan seluruhnya terima kasih atas semangat dan bantuannya selama ini.

10. Buat mas Subandi dan ibu dan bapak kantin beton.

11.

Dan segenap pihak yang belum Penulis sebut di sini atas jasa-jasanya dalam

mendukung dan membantu Penulis dari segi apapun, sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.

(9)

Akhir kata saya mengucapkan terima kasih dan semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Juli 2011

Penulis

( NANDA WARDHANA )  

(10)

! "#"$ $ % &

' "(" &

& )*) ) +

, $ $ %

-. /

#"# /

! 0 1$ 0 2" 3

! ! !

! !

! ! !

!

" # $

% &% ' $

( )

! ' )

! & " * ( " +

! , " * ( " , ( !

' "4" )# 1 "

!-& $ " " 5 $ $ '!

(11)

&

* %" " &

! "( 2" &

! * - * . &&

! ! * ( * . &!

/// * &!

/// * ++

/// * . +!

/// + * . % 0(

-* /1 - 2 ( +$

' "( ) ) 1 $# $ &/

6 ,!

6 $ " " " ,!

6 ( ( - # ( * ,!

( * 0(

( * 0( 2-(

( * *(

6 ! ( ( - # ( 32 4* ,&

( * 0( !

( * 0( 2-( $

( * *( $

6 ! $ *" ) 1 $# $

,-6 ! 2 (

,-2 )

2 3 !

6 ' " " ) 1 $# $ 7 * ) +! 6 & " " $# $ 7 * )

-6 -!

6 $ "( %2$ 5 * 5% 5 )7 $ -!

, 5 ( * )

, 5 ( * )

, 5 ( * . . . )+

, + 5 ( * . % 0( % )

, - ( 5 ( * . * " ( " " ( * 2- 6

6 ! % " *" 5 ) $ /&

6 ! * % (2 - ( / &* ' /&

6 ! ! * % (2 - ( // &* ' /+ 6 ! ' * % (2 - ( /// &32 4* '

(12)

6 ,

6 $ #7" ,

6 ! +

(13)

!

" !

# !

$ $ #

$ $ % % &

$ $ $ &

" $ $ $ !

# $ $ '

& (

) !

' *

*

) +

" "

% "

" % % #

# #

& &

! ( ( % , , *

- % "

- % % ""

- % "&

" "!

# "!

& #)

! #)

(14)

" #

" " + #"

" # ##

" & ##

" ! #&

" ' #!

" * % #*

" ) #*

" /0 1 234 &

" . &

# *"

# *&

# *'

# " . )

# # . )

# & . )

(15)

!! "

# $

% & ' $

( ) ' *

( ) + ' *%

( % ) + + ' *"

( " ) ' *

( , , , , , - *.

( . , , , , , - *$

( $ , , , , , -% */

( * 0 , # !! /%

( / 0 , # /. /%

( ! 1 # # 2 /

( 1 # # 2 /$

( 1 # # 2 //

( % 1 ) 3 1 # # !!

(16)

q beban merata

L panjang bentang

Lp panjang plastis pada balok

P beban terpusat

n Jumlah sendi plastis untuk runtuh

r derajat statis tak tentu

y tinggi serat

α faktor daerah elastis pada penampang

φ sudut kelengkungan balok

M momen lentur

RA reaksi di titik A

RB reaksi di titik B

ε regangan (strain)

εy regangan (strain) pada keadaan leleh

εs regangan (strain) pada keadaan strain hardening

panjang awal

k Kelengkungan

ky Kelengkungan pada keadaan leleh

E modulus elastis baja

Es modulus elastis baja pada keadaan strain hardening

σ tegangan normal

σy tegangan leleh

σult tegangan leleh ultimate

σyu tegangan leleh atas

FK faktor keamanan

Mp momen plastis

My momen leleh

Mx momen pada saat elastis sejauh x

f faktor bentuk (shape factor)

(17)

Z plastic modulus

x jarak bentang sejauh x satuan

D tinggi penampang

Dx tinggi penampang pada jarak x

b lebar penampang

I momen inertia

Ix momen inersia pada jarak x

(18)

ABSTRAK

Pada perencanaan suatu konstruksi, seorang perencana dituntut untuk mendesain suatu konstruksi yang kuat, ekonomis, mudah dalam pelaksanaan, aman ketika dilakukan pembebanan maksimum dan memenuhi fungsi serta kebutuhan konstruksi. Salah satunya adalah dengan menggunakan kayu dalam perencanaan konstruksi. Penggunaan kayu prismatis dalam konstruksi telah sering dijumpai, namun pada kondisi dan pertimbangan tertentu penggunaan kayu non prismatis lebih disukai penggunaannya.

Perubahan penebalan pada batang non prismatis akan menyebabkan kekakuan yang tidak sama di setiap titiknya. Besarnya momen inersia di setiap titik ini akan memberikan pengaruh pada besarnya momen-momen di titik tersebut. Perbedaan besar momen-momen dan inersia di setiap titik pada penampang gelagar non prismatis ini mempengaruhi lendutan yang akan terjadi pada konstruksi tersebut.

Perencanaan secara plastis merupakan bentuk penyelesaian yang dianggap menguntungkan untuk mendesain suatu struktur dibandingkan dengan desain secara elastis, karena selain menggunakan persamaan matematis yang lebih mudah, metode plastis juga dapat meramalkan beban runtuh sehingga pendimensian pada material lebih ekonomis.

Dari hasil yang diperoleh, lendutan ultimate hasil eksperimen untuk balok prismatis sampel I dan II masing-masing adalah 14,987 cm dan 14,459 cm. Lendutan ultimate teoritis untuk balok prismatis sampel I dan II masing-masing adalah 13,483 cm dan 19,5 cm. Selisih rata-rata antara teori dan eksperimen pada sampel I adalah 14,78%. Selisih rata-rata antara teori dan eksperimen pada sampel II adalah 25,64%. Lendutan ultimate hasil eksperimen untuk balok non-prismatis sampel II adalah 14,992 cm. Sedangkan Lendutan ultimate teoritisnya adalah 15,514 cm. Selisih rata-rata antara teori dan eksperimen pada sampel III adalah 7,963%.

Gelagar balok non prismatis memberikan kondisi yang lebih efektif daripada bentuk penampang gelagar balok yang prismatis. Selain memberikan keuntungan dalam penghematan bahan, juga memberikan keuntungan pada beban yang dapat dipikul yang relatif sama dengan balok prismatis yang berdimensi sama dengan dimensi balok non prismatis di tengah bentang.

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Dalam dunia teknik sipil, pengkajian dan penelitian masalah bahan bangunan masih terus dilakukan. Oleh karena itu masih selalu dicari dan diusahakan pemakaian jenis bahan bangunan dan model struktur yang ekonomis, mudah diperoleh, mudah pengerjaannya, mencukupi kebutuhan/kekuatan struktur dengan biaya yang relatif murah.

Kayu merupakan salah satu bahan bangunan yang banyak dijumpai, sering dipakai dan di Indonesia relatif mudah untuk mendapatkannya. Berat jenis kayu lebih ringan bila dibanding baja ataupun beton, selain itu kayu juga mudah dalam pengerjaannya. Ditinjau dari segi struktur, kayu cukup baik dalam menahan gaya tarik, tekan dan lentur. Ditinjau dari segi arsitektur, bangunan kayu mempunyai nilai estetika yang tinggi dan relatif ekonomis.

Penggunaan batang prismatis pada balok telah sering dijumpai pada konstruksi-konstruksi yang menggunakan kayu sebagai komponen strukturnya, tetapi sekarang ini pada kondisi-kondisi tertentu batang non prismatis lebih disukai penggunaanya daripada batang prismatis. Banyak sekali keuntungan-keuntungan penting yang terdapat dalam penerapan penggunaan batang non prismatis. Perubahan penebalan pada batang non prismatis akan menyebabkan kekakuan yang tidak sama di setiap titiknya.

(20)

Perbedaan besar momen-momen dan inersia di setiap titik pada penampang gelagar non prismatis ini mempengaruhi lendutan yang akan terjadi pada konstruksi tersebut. Selain itu suatu keuntungan yang tidak kalah penting, dari segi konstruksinya balok non-prismatis memiliki nilai keindahan (estetika).

Salah satu kriteria kenyamanan adalah lendutan. Selain direncanakan untuk menahan beban yang bekerja padanya, suatu struktur juga harus menghasilkan defleksi (lendutan) yang berada dalam batas-batas tertentu agar struktur tersebut dapat memberikan pelayanan yang aman. Lendutan ini tidak boleh terlalu besar sampai melebihi peraturan atau spesifikasi defleksi.

Telah terdapat beberapa metode untuk menyelesaikan persamaan ini baik secara elastis maupun plastis. Metode-metode penyelesaian tersebut biasanya hanya berbeda dalam menyatakan kelengkungan dan syarat batasnya saja.

(21)

Gambar 1.1 Daerah perubahan momen

Keterangan gambar di atas, yaitu : a. Titik 1 = Momen Elastis Leleh b. Titik 2 = Momen Leleh

c. Titik 3 = Momen elastoplastis d. Titik 4 = Momen Plastis Penuh

Gambar 1.2 Distribusi tegangan pada balok

Keterangan gambar 1.2 di atas, yaitu : a. Daerah 1 disebut daerah elastis

(22)

Dimana :

M1 = Momen Elastis

My = Momen Yield (Leleh)

My’= Momen peralihan (Elasto-Plastis) Mp = Momen Plastis

Desain plastis merupakan bentuk penyelesaian yang dianggap menguntungkan untuk mendesain suatu struktur statis tak tentu dibandingkan dengan desain secara elastis, karena selain menggunakan persamaan matematis yang lebih mudah, metode plastis juga dapat meramalkan beban runtuh sehingga pendimensian pada material lebih ekonomis.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Perbedaan kekakuan disetiap titik pada batang non prismatis memberikan pengaruh terhadap momen inersia dan lendutan yang terjadi. Hal ini berpengaruh terhadap pelayanan yang diberikan dan segi ekonomisnya. Hal ini dibandingkan dengan batang prismatis yang lebih sering digunakan. Sehingga penulis merasa analisis dan eksperimen lendutan pada balok kayu non prismatis dianggap penting untuk di bahas dalam tugas akhir ini.

1.3 MAKSUD DAN TUJUAN

(23)

1.4 PEMBATASAN MASALAH

Adapun pembatasan masalah yang diambil untuk mempermudah penyelesaian adalah :

a. Bahan kayu dianggap bersifat homogen dan orthotropis. b. Penyelesaian persamaan ditinjau dalam keadaan plastis saja. c. Metode penyelesaian persamaan menggunakan metode numerik. d. Tegangan geser, gaya normal dan regangan tidak ditinjau.

e. Pengaruh komposisi bahan, temperature, kecepatan regang bahan dan residual stress tidak ditinjau.

f. Aplikasi pengujian dalam perletakan sendi-rol dengan beban terpusat. g. Kayu yang dipakai adalah kayu kelapa

h. Kayu kelapa yang diteliti merupakan kayu yang masih alami. Tidak ada perubahan Mechanical Properties kayu akibat proses pengawetan atau proses kimiawi lainnya

i. Mechanical Properties konstan dari setiap jenis kayu pada satu balok kayu.

j. Dimensi kayu yang di uji adalah : - (4 x 6) inchi2 untuk sampel I - (4 x 4) inchi2 untuk sampel II

Untuk sampel III, dimensi pada ujung bentang adalah (4 x 4) inchi2 dan berubah secara linier sehingga dimensi pada tengah bentang adalah (4 x 6) inchi2

(24)

1.5 METODOLOGI

Metode yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah eksperimen dan kajian literatur berdasarkan metode plastis untuk menghitung lendutan serta masukan-masukan dari dosen pembimbing.

Pada penampang prismatis, hanya nilai dari momen yang bervariasi terhadap x disepanjang bentang gelagar (L) sedangkan nilai inersia dari penampang adalah konstan. Namun pada penampang non prismatis nilai momen dan inersia bervariasi terhadap x disepanjang bentang gelagar (L) yaitu Mxdan EIx.

Tahapan pelaksanaan yang digunakan dalam eksperimen tugas akhir ini adalah :

1. Penyediaan bahan-bahan material yang digunakan.

2. Melakukan mechanical properties dari bahan material, untuk mendapatkan :

a. Kadar air ; b. Berat jenis ;

c. Kuat tekan sejajar serat ; d. Teganan lentur ultimate ; e. Elastisitas lentur kayu.

3. Menyiapkan model dan sampel penelitian.

(25)

Keterangan : P = Beban Uji h = 6 inchi L = 3 meter

0,5L

L

0,5L P

h

Gambar 1.3 Permodelan Sampel I

P

0,5L

L

0,5L

2

/3h

Gambar 1.4 Permodelan Sampel II

P

0,5L

L

0,5L

2

/3h h

(26)

5. Mengamati kondisi benda uji pada saat pembebanan 6. Menganalisis hasil pengujian.

1.5 SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini berisikan hal – hal umum dan latar belakang penelitian, permasalahan yang akan diamati, tujuan yang akan dicapai, pembatasan masalah dan metodologi penelitian yang dilaksanakan oleh penulis.

BAB II STUDI PUSTAKA

Pada bab ini berisikan keterangan – keterangan umum dan khusus mengenai tata cara pengujian dan perencanaan kayu, juga referensi tentang balok non prismatic yang akan diteliti berdasarkan referensi – referensi yang penulis dapatkan.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini berisikan persyaratan dan pemeriksaan bahan – bahan yang akan digunakan dalam penelitian, pembuatan benda uji, prosedur pengujian, dan pengambilan data.

BAB IV ANALISA LENDUTAN BALOK NON-PRISMATIS

Pada bab ini dibahas analisa lendutan balok dengan penampang non-prismatis berdasarkan kajian literatur dan penurunan rumus.

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

Bab ini berisikan data – data hasil pengujian dan pembahasan data – data dari pengujian di laboratorium, serta perbandingan antara perhitungan analitis dengan penelitian dilakukan.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

(27)

BAB II

STUDI PUSTAKA

II.1 UMUM

Perubahan penebalan pada batang non prismatis akan menyebabkan

kekakuan yang tidak sama di setiap titiknya. Besarnya momen inersia di

setiap titik ini akan memberikan pengaruh pada besarnya momen momen dan

gaya gaya geser di titik tersebut. Perbedaan besar momen momen dan inersia

di setiap titik pada penampang gelagar non prismatis ini mempengaruhi

lendutan yang akan terjadi pada konstruksi tersebut.

Kayu merupakan salah satu bahan bangunan yang banyak dijumpai,

sering dipakai dan di Indonesia relatif mudah untuk mendapatkannya. Berat

jenis kayu lebih ringan bila dibanding baja ataupun beton, selain itu kayu juga

mudah dalam pengerjaannya. Ditinjau dari segi struktur, kayu cukup baik

dalam menahan gaya tarik, tekan dan lentur. Ditinjau dari segi arsitektur,

bangunan kayu mempunyai nilai estetika yang tinggi dan relatif ekonomis.

Metode plastis merupakan metode desain struktur yang

memperhitungkan keruntuhan suatu struktur dikarenakan terjadinya sejumlah

sendi plastis. Lendutan pada kondisi plastis akan terus bertambah tanpa

memerlukan penambahan beban lagi. Keadaan ini menunjukkan bahwa

(28)

beban yang dilakukan secara bertahap maka daerah serat dari penampang

akan mengalami tegangan leleh yang semakin besar pula. Hingga pada suatu

beban plastis, maka seluruh serat akan mengalami leleh, yang akibatnya

konstruksi akan runtuh. Metode ini berdasar prinsip kerja virtual yaitu kerja

luar sama dengan kerja dalam.

II.2 SIFAT SIFAT KAYU II.2.1 Umum

Potensi kayu sebagai bahan struktural saat ini belum tergantikan oleh

bahan lain secara menyeluruh. Kayu adalah salah satu bahan konstruksi yang

digunakan dalam struktur bangunan sipil seperti rumah, jembatan, dan

bantalan kereta api. Ketersediaannya yang banyak dan mudah karena

didapatkan dari tumbuhan di alam, menjadikan kayu sebagai bahan

konstruksi yang paling pertama digunakan. Sifatnya yang dapat diperbaharui

membuat kayu sebagai bahan konstruksi yang ramah lingkungan.

Hal ini juga membuat kayu merupakan bahan konstruksi yang akan selalu

dibutuhkan sampai kapanpun.

Kayu mempunyai kuat tarik dan kuat tekan relatif tinggi dan berat

yang relatif rendah, mempunyai daya tahan tinggi terhadap pengaruh kimia

dan listrik, dapat dengan mudah untuk dikerjakan, relative murah, dapat

mudah diganti, dan bisa didapat dalam waktu singkat (Felix, 1965).

Kayu dinilai memiliki sifat sifat utama yang menyebabkan kayu tetap

(29)

1. Kayu merupakan sumber kekayaan alam yang tidak akan habis, apabila

dikelola dan diusahakan dengan cara cara yang baik. Artinya jika pohon di

hutan ditebang untuk diambil kayunya, segera harus dilakukan penanaman

kembali, supaya sumber kayu tidak habis. Oleh karena itu kayu dikatakan

sebagai sumber daya alam yang dapat di perbaharui. Berbeda dengan barang

tambang yang setelah di eksploitasi, sumbernya akan habis. Jadi eksploitasi

bahan bahan tambang dibatasi persediaannya yang diukur dengan satuan

waktu.

2. Kayu merupakan bahan mentah yang mudah diposes untuk dijadikan suatu

bentuk jadi. Dengan kemajuan teknologi, kayu sebagai bhan mentah dapat

diolah menjadi berbagai bentuk yang memudahkan dalam proses konstruksi.

3. Kayu mempunyai sifat sifat spesifik yang tidak bisa ditiru oleh bahan bahan

lain. Misalnya kayu mempunyai sifat elastis.

4. Kayu tersusun dari sel sel yang memiliki tipe bermacam macam dan

susunan dinding selnya terdiri dari senyawa kimia berupa selulosa dan

hemi selulosa (karbohirat) serta lignin (non karbohidrat).

5. Semua kayu bersifat , yaitu memperlihatkan sifat sifat

yang berlainan jika diuji menurut tiga arah utamanya (longitudinal,

radial dan tangensial).

6. Kayu merupakan bahan yang bersifat , yaitu dapat

menyerap atau melepaskan kadar air (kelembaban) sebagai akibat

perubahan kelembaban dan suhu udara disekelilingnya.

7. Kayu dapat diserang oleh hama dan penyakit dan dapat terbakar

(30)

II.2.2 Sifat Fisis Kayu dan Sifat Mekanis Kayu

Sifat dan kekuatan tiap tiap jenis kayu berbeda beda, sehingga

penggunaan kelas kayu harus disesuaikan dengan konstruksi yang akan

dibuat. Oleh karena itu kita harus sedikit banyaknya mengetahui tentang

beberapa ciri ciri dan sifat sifat kayu. Antara lain yang terpenting adalah

mengenai sifat sifat mekanis atau kekuatan kayu, yang merupakan

kemampuan kayu untuk menahan muatan dari luar berupa gaya gaya di luar

kayu yang mempunyai kecenderungan untuk mengubah bentuk dan besarnya

kayu.

II.2.2.1 Sifat Fisis Kayu

a. Berat Jenis Kayu

Berat jenis didefenisikan sebagai angka berat dari satuan volume

suatu material. Berat jenis diperoleh dengan membagikan berat kepada

volume benda tersebut. Berat jenis diperoleh dengan cara menimbang suatu

benda pada suatu timbangan dengan tingkat keakuratan yang diperlukan.

Untuk praktisnya, digunakan timbangan dengan ketelitian 20%, yaitu sebesar

20 gr/kg. Sedangkan untuk menentukan volume, cara yang umum dan mudah

dilakukan adalah dengan mengukur panjang, lebar dan tebal suatu benda dan

mengalikan ketiganya. Sebaiknya ukuran sampel kayu tidak kurang dari

(31)

Mengingat kayu terbentuk dari sel – sel yang memiliki bermacam –

macam tipe, memungkinkan terjadinya suatu penyimpangan tertentu . Pada

perhitungan berat jenis kayu semestinya berpangkal pada keadaan kering

udara, yaitu sekering – keringnya tanpa pengeringan buatan.

Berat jenis kayu biasanya berbanding lurus dengan kekuatan daripada

kayu atau sifat – sifat mekanisnya. Makin tinggi berat jenis suatu kayu maka

makin tinggi pula kekuatannya.

b. Kadar Air Kayu

Kayu sebagai bahan konstruksi dapat mengikat air dan juga dapat

melepaskan air yang dikandungnya. Keadaan seperti ini tergantung pada

kelembaban suhu udara di sekelilingnya, dimana kayu itu berada. Kayu

mempunyai sifat peka terhadap kelembaban, karena pengaruh kadar airnya

menyebabkan mengembang dan menyusutnya kayu serta mempengaruhi pula

sifat sifat fisis dan mekanis kayu.

Kadar air sangat besar pengaruhnya terhadap kekuatan kayu, terutama

daya pikulnya terhadap tegangan desak sejajar arah serat dan juga tegak lurus

arah serat kayu. Sel sel kayu mengandung air, yang sebagian merupakan

bebas yang mengisi dinding sel. Apabila kayu mengering, air bebas keluar

dahulu dan saat air bebas itu habis keadaannya disebut titik jenuh serat

. Kadar air pada saat itu kira kira 25 % 30 %. Apabila kayu

(32)

diambil suatu kesimpulan bahwa turunnya kadar air mengakibatkan

bertambahnya kekuatan kayu.

Pada umumnya kayu kayu di Indonesia yang kering udara mempunyai

kadar air (kadar lengas) antara 12 % 18 %, atau rata rata adalah 15 %. Tetapi

apabila berat dari benda uji tersebut menunjukkan angka yang terus menerus

menurun (berkurang), maka kayu belum dapat dianggap kering udara (jadi

masih basah). Untuk menentukan secara kasar apakah kadar lengas kayu

sudah di bawah 30 % atau belum, dapat digunakan rumus pendekatan seperti

di bawah ini :

= 1,15 − × 100%

Dimana :

x = Kadar air kayu (%)

Gx = Berat benda uji mula mula (gr)

Gku = Berat benda uji setelah kering udara (gr)

Bila berat benda uji sudah menunjukkan angka yang konstan, maka

kayu tersebut sudah dapat dianggap kering udara, sehingga kadar lengas kayu

dapat diperoleh dengan cara :

(33)

P

P

Serat Kayu

II.2.2.2 Sifat Mekanis

Sifat mekanis kayu meliputi keteguhan kayu, yaitu perlawanan yang

diberikan oleh suatu jenis kayu terhadap perubahan perubahan bentuk yang

disebabkan oleh gaya gaya luar. Perlawanan kayu terhadap gaya gaya luar ini

dapat dibedakan menjadi:

a. Keteguhan Tarik

Keteguhan tarik adalah kekuatan atau daya tahan kayu terhadap dua

buah gaya yang bekerja dengan arah yang berlawanan dan gaya ini bersifat

tarik (lihat Gambar II.1). Gaya tarik ini berusaha melepas ikatan antara serat

serat kayu tersebut. Sebagai akibat dari gaya tarik (P), maka timbullah di

dalam kayu tegangan tegangan tarik, yang harus berjumlah sama dengan

gaya gaya luar P. Bila gaya tarik ini membesar sedemikian rupa, serat serat

kayu terlepas dan terjadilah patahan. Dalam suatu konstruksi bangunan, hal

ini tidak boleh terjadi untuk menjaga keamanan.

Tegangan tarik masih diizinkan bila tidak timbul suatu perubahan atau

bahaya pada kayu, disebut dengan tegangan tarik yang diizinkan dengan

notasi F (MPa). Misalnya, untuk kayu dengan kode mutu E26 tegangan tarik

yang diizinkan dalam arah sejajar serat adalah 60 MPa.

(34)

P

P

Bahaya Tekuk

P

P

Serat Kayu

b. Keteguhan Tekan

Keteguhan tekan/kompresi adalah kekuatan atau daya tahan kayu

terhadap gaya gaya tekan yang bekerja sejajar atau tegak lurus serat kayu.

Gaya tekan yang bekerja sejajar serat kayu akan menimbulkan bahaya tekuk

pada kayu tersebut (lihat Gambar II.2). Sedangkan gaya tekan yang bekerja

tegak lurus arah serat akan menimbulkan retak pada kayu (Gambar II.3).

Gambar 2.2 Batang kayu menerima gaya tekan sejajar serat

Batang batang yang panjang dan tipis seperti papan, mengalami

bahaya kerusakan lebih besar ketika menerima gaya tekan sejajar serat jika

dibandingkan dengan gaya tekan tegak lurus serat kayu. Sebagai akibat

adanya gaya tekan ini akan menimbulkan tegangan tekan pada kayu.

Tegangan tekan terbesar dimana tidak menimbulkan adanya bahaya disebut

tegangan tekan yang diizinkan, dengan notasi F (MPa).

(35)

P

P

Gaya Geser

c. Keteguhan Geser

Keteguhan geser adalah kekuatan atau daya tahan kayu terhadap dua

gaya gaya tekan yang bekerja padanya, kemampuan kayu untuk menahan

gaya gaya yang menyebabkan bagian kayu tersebut bergeser atau tergelincir

dari bagian lain di dekatnya. Akibat gaya geser ini maka akan timbul

tegangan geser pada kayu (lihat Gambar II.4).

Dalam hal ini, keteguhan geser dibagi menjadi 3 (tiga) macam, yaitu

keteguhan geser sejajar serat, keteguhan geser tegak lurus serat dan keteguhan

geser miring. Tegangan geser terbesar yang tidak akan menimbulkan bahaya

pada pergeseran serat kayu disebut tegangan geser yang diizinkan, dengan

notasi F (MPa).

Gambar 2.4 Batang kayu yang menerima gaya geser tegak lurus arah serat, F (MPa)

d. Keteguhan Lengkung ( Lentur )

Keteguhan lengkung ( lentur ) adalah kekuatan atau daya tahan kayu

terhadap gaya gaya yang berusaha melengkungkan kayu tersebut. Keteguhan

lengkung dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu keteguhan lengkung

statik dan keteguhan lengkung pukul. Keteguhan lengkung statik

(36)

P

g aris n etral

T erteka n

T erta rik

perlahan lahan, sedangkan keteguhan lengkung pukul adalah kekuatan kayu

dalam menahan gaya yang mengenainya secara mendadak.

Balok kayu yang terletak pada dua tumpuan atau lebih, bila menerima

beban berlebihan akan melengkung/melentur. Pada bagian sisi atas balok

akan terjadi tegangan tekan dan pada sisi bawah akan terjadi tegangan tarik

yang besar (lihat Gambar II.5). Akibat tegangan tarik yang melampaui batas

kemampuan kayu maka akan terjadi regangan yang cukup berbahaya.

Gambar 2.5 Batang kayu yang menerima beban lengkung

e. Keteguhan Belah

Keteguhan belah adalah kemampuan kekuatan kayu dalam menahan

gaya gaya yang berusaha membelah kayu. Kayu lebih mudah membelah

menurut arah sejajar serat kayu. Keadaan kayu juga mempengaruhi sifat

pembelahan, misalnya kayu yang basah lebih mudah dibelah daripada kayu

yang telah kering.

II.2.3 Tegangan Bahan Kayu

Istilah kekuatan atau tegangan pada bahan seperti kayu adalah

(37)

merubah bentuk dan ukuran bahan tersebut. Akibat beban luar yang bekerja

ini menyebabkan timbulnya gaya – gaya dalam pada bahan yang berusaha

menahan perubahan ukuran dan bentuk bahan. Gaya dalam ini disebut dengan

yang dinyatakan dalam Pound / ft 2 . Dibeberapa negara satuan

tegangan ini mengacu ke sistem Internasional ( SI ) yaitu N / mm 2 .

Perubahan ukuran atau bentuk ini dikenal sebagai atau

regangan. Jika tegangan yang bekerja kecil maka regangan atau deformasi

yang terjadi juga kecil dan jika tegangan yang bekerja besar maka deformasi

yang terjadi juga besar. Jika kemudian tegangan dihilangkan maka bahan

akan kembali kebentuk semula. Kemampuan bahan untuk kembali kebentuk

semula tergantung pada besar sifat elastisitasnya. Jika tegangan yang

diberikan melebihi daya dukung serat maka serat – serat akan putus dan

terjadi kegagalan atau keruntuhan.

Deformasi sebanding dengan besarnya beban yang bekerja sampai

pada satu titik . Titik ini adalah . Setelah melewati titik ini

besarnya deformasi akan bertambah lebih cepat dari besarnya beban yang

diberikan . Hubungan antara beban dan deformasi ditunjukkan pada gambar

(38)

Gambar 2.6 Hubungan antara beban tekan dengan deformasi untuk tarikan dan tekanan

Kayu memiliki beberapa tegangan, pada satu jenis tegangan nilainya

besar dan untuk jenis tegangan yang lain nilainya kecil. Sebagai contoh

tegangan tekan cenderung memperpendek kayu sedangkan tegangan tarik

akan memperpanjang kayu. Biasanya kayu akan menderita kombinasi dari

beberapa tegangan yang terjadi secara bersamaan meski salah satu jenis

tegangan lebih mendominasi. Kemampuan untuk melentur bebas dan kembali

kebentuk semula tergantung kepada elastisitas, dan kemampuan untuk

menahan terjadinya perubahan bentuk disebut dengan kekakuan.

Modulus elastisitas adalah ukuran hubungan antara tegangan dan

regangan dalam limit proporsional yang memberikan angka umum untuk

menyatakan kekakuan atau elastis suatu bahan. Semakin besar modulus

elastisitas kayu, maka kayu tersebut semakin kaku.

Istilah getas digunakan untuk mendeskripsikan deformasi yang terjadi

sebelum patah. Dapat diperhatikan bahwa sifat getas ini bukan menyatakan

kelemahan. Sebagai contoh, besi tuang dan kapas adalah bahan yang getas,

Beban

Deformasi

Tarikan

Tekanan Limit Proporsional

(39)

walaupun besarnya beban yang dibutuhkan untuk mengakibatkannya hancur

sangat berbeda.

Dalam mencari karakteristik kekuatan kayu ada dua cara yang dapat

dilakukan. Pertama, dengan pengujian langsung di lapangan. Kedua, dengan

penelitian. Karena pelaksanaan pengujian di lapangan memerlukan biaya

yang besar maka pengujian dengan penelitian merupakan alternatif pemilihan.

Pada penelitian ada 2 (dua) jenis pengujian yang dapat dilakukan.

Pengujian dengan menggunakan sampel kecil dan pengujian kayu sebagai

struktural. Pengujian dengan menggunakan sampel penting untuk tujuan

komparatif, yang memberikan indikasi bahwa sifat sifat kekuatan setiap jenis

jenis kayu berbeda. Karena pengujian dirancang untuk menghindari pengaruh

kerusakan lain, sehingga hasilnya tidak menunjukkan beban aktual yang

mampu diterima dan faktor yang harus digunakan untuk mendapatkan

tegangan kerja yang aman. Pengujian kayu dengan bentuk struktural lebih

mendekati kondisi penggunaan yang sebenarnya. Secara khusus dianggap

penting karena dapat mengamati kerusakan seperti pecah pecah. Kelemahan

pada pengujian ini adalah memerlukan biaya yang besar dan pekerjaannya

sulit karena membutuhkan kayu dalam jumlah yang besar dan butuh waktu

yang lebih lama. Selain itu, faktor pemilihan bahan dalam ukuran yang besar

dengan kualitas yang seragam menjadi sangat penting dibandingkan dengan

pemilihan sampel dalam ukuran kecil.

Pengujian dengan menggunakan sampel kecil telah memiliki standar

(40)

air, pengujian dapat dilakukan dalam kondisi terpisah. Pengujian ini

dilakukan dengan menggunakan material kayu yang memiliki kandungan

standar. Pengujian dilakukan pada bahan kering udara dengan kadar air yang

diketahui dan angka angka kekuatan tersebut dikoreksi terhadap kandungan

air standar. Ketelitian dibutuhkan untuk mengeliminasi faktor faktor yang

dapat membuat variasi sifat kekuatan.

Pengujian dengan sampel kecil dari jenis jenis kayu yang berbeda

beda kini telah dilakukan, dan banyak batasan data yang diperoleh. Angka

angka yang diterbitkan untuk kayu yang berbeda beda dapat dibandingkan

dengan metode pengujian yang telah distandarkan. Angka angka ini sendiri

dapat dipakai dalam memperhitungkan tegangan kerja karena faktor koreksi

telah diperhitungkan.

Umumnya secara empiris hanya sedikit karakteristik kekuatan kayu

yang diketahui. Sebagai contoh adalah kualitas kayu oak, kayu jati, dan kayu

damar sebagai bahan struktur. Hasil pengujian berdasarkan nilai tegangan dan

regangan dari kayu tersebut. Nilai tegangan diperoleh dari besarnya beban per

luas penampang yang dibebani, dinyatakan dalam N/mm², atau :

=

) (σ

Dan regangan didefinisikan sebagai deformasi per ukuran semula

yaitu :

!

− =

(41)

Ada beberapa jenis tegangan yang dapat dialami oleh suatu material,

yaitu tegangan tekan (" ), tegangan tarik (

), dan tegangan lentur ( ). Pada tegangan tekan,

material mengalami tekanan pada luasan tertentu yang menyebabkan

timbulnya tegangan pada material dalam menahan tekanan tersebut sampai

batas keruntuhan dan diambil sebagai nilai tegangan tekan. Demikian pula

dengan tarikan, tegangan tarik timbul akibat adanya gaya dalam pada material

yang berusaha menahan beban tarikan yang terjadi. Kemampuan maksimum

material menahan tarikan adalah sebagai sebagai tegangan tarik (lihat Gambar

II.8).

Gambar 2.7 Tegangan tekan dan tegangan tarik

Tegangan yang bekerja :

#

) / ( ) /

(

=

σ

……….( 2.1 )

Dimana :

σ( / ) = Tegangan tekan/tarik yang terjadi (kg/cm²)

T e k a n a n

T e g . T e k a n

T a r i k a n

(42)

P( / ) = Beban tekan / tarik yang terjadi (kg)

A = Luas penampang yang menerima beban (cm²)

Secara teoritis, semakin ringan kayu maka semakin kurang

kekuatannya, demikian juga sebaliknya. Pada umumnya dapat dikatakan

bahwa kayu kayu yang berat sekali juga kuat sekali. Kekuatan, kekerasan dan

sifat teknik lainnya adalah berbanding lurus dengan berat jenisnya. Tentunya

hal ini tidak terlalu sesuai, karena susunan dari kayu tidak selalu sama.

II.2.4 Kuat Acuan Berdasarkan Pemilahan Secara Mekanis

Pemilihan secara mekanis untuk mendapatkan modulus elastisitas

lentur harus dilakukan dengan mengikuti standar pemilahan mekanis yang

baku. Berdasarkan modulus elastis lentur yang diperoleh secara mekanis, kuat

acuan lainnya dapat diambil mengikuti tabel 2.1. Kuat acuan yang berbeda

dengan Tabel 2.1 dapat digunakan apabila ada pembuktian secara

eksperimental yang mengikuti standar standar eksperimen yang baku.

Tabel 2.1 Nilai Kuat Acuan (MPa) Berdasarkan Atas Pemilahan Secara

Mekanis pada Kadar Air 15% ( Berdasarkan PKKI NI 5 2002 )

Kode

Mutu Ew Fb Ft// Fc// Fv Fc┴

E26 E25 E24 E23

25000 24000 23000 22000

66 62 59 56

60 58 56 53

46 45 45 43

6,6 6,5 6,4 6,2

(43)

E22 E21 E20 E19 E18 E17 E16 E15 E14 E13 E12 E11 E10 21000 20000 19000 18000 17000 16000 15000 14000 13000 14000 13000 12000 11000 54 56 47 44 42 38 35 32 30 27 23 20 18 50 47 44 42 39 36 33 31 28 25 22 19 17 41 40 39 37 35 34 33 31 30 28 27 25 24 6,1 5,9 5,8 5,6 5,4 5,4 5,2 5,1 4,9 4,8 4,6 4,5 4,3 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 11 10 9 Dimana :

Ew = Modulus elastis lentur

Fb = Kuat lentur

Ft// = Kuat tarik sejajar serat

Fc// = Kuat tekan sejajar serat

Fv = Kuat Geser

(44)

II.2.5 Kuat Acuan Berdasarkan Pemilihan Secara Visual

Pemilahan secara visual harus mengikuti standar pemilahan secara

visual yang baku. Apabila pemeriksaan visual dilakukan berdasarkan atas

pengukuran berat jenis, maka kuat acuan untuk kayu berserat lurus tanpa

cacat dapat dihitung dengan menggunakan langkah langkah sebagai berikut :

a. Kerapatan ρ pada kondisi basah (berat dan volume diukur pada

kondisi basah, tetapi kadar airnya lebih kecil dari 30 %) dihitung

dengan mengikuti prosedur baku. Gunakan satuan kg/m³ untuk ρ.

b. Kadar air, $ (m < 30), diukur dengan prosedur baku.

c. Hitung berat jenis pada $ ( % ) dengan rumus :

d. % =

ρ

/ [1000 (1 + /100)] ………(2.2)

e. Hitung berat jenis dasar (% ) dengan rumus :

f. % = % / [1 + 0,265 a % ] ………(2.3)

dengan a = (30 – ) / 30

g. Hitung berat jenis pada kadar air 15 % ( G15 ) dengan rumus :

G15 = % / (1 – 0,133% ) ………..…………..( 2.4 )

h. Hitung estimasi kuat acuan, dengan modulus elastisitas lentur (& ) =

16500 G0.7, dimana G : Berat jenis kayu pada kadar air 15 % = G 15 .

Untuk kayu dengan serat tidak lurus dan/atau mempunyai cacat kayu,

estimasi nilai modulus elastis lentur acuan pada point f harus direduksi

dengan mengikuti ketentuan pada SNI (Standar Nasional Indonesia) 03 3527

(45)

Bangunan“ yaitu dengan mengalikan estimasi nilai modulus elastis lentur

acuan dari Tabel 2.1 tersebut dengan nilai rasio tahanan yang ada pada Tabel

2.2 yang bergantung pada kelas mutu kayu . Kelas mutu kayu ditetapkan

dengan mengacu pada Tabel II.3.

Tabel 2.2 : Nilai Rasio Tahanan

Kelas Mutu Nilai Rasio Tahanan

A

B

C

0,80

0,63

0,50

Tabel 2.3 : Cacat Maksimum untuk Setiap Kelas Mutu Kayu

Macam Cacat Kelas Mutu A Kelas Mutu B Kelas Mutu C

Mata kayu :

Terletak di muka lebar Terletak di muka sempit

Retak

Pingul

Arah serat

Saluran Damar

Gubal

Lubang serangga

1/6 lebar kayu 1/8 lebar kayu

1/5 tebal kayu

1/10 tebal atau lebar kayu

1:13

1/5 tebal kayu eksudasi tidak diperkenan

Diperkenankan

Diperkenankan asal terpencar

dan ukuran dibatasai dan

1/4 lebar kayu 1/6 lebar kayu

1/6 tebal kayu

1/6 tebal atau lebar kayu

1:9

2/5 tebal kayu

Diperkenankan

Diperkenankan asal terpencar

dan ukuran dibatasai dan

1/2 lebar kayu 1/4 lebar kayu

1/2 tebal kayu

1/4 tebal atau lebar kayu

1:6

1/2 tebal kayu

Diperkenankan

Diperkenankan asal terpencar dan

(46)

Cacat lain (lapuk, hati rapuh, retak melintang)

tanda serangga hidup

Tidak diperkenankan

tanda serangga hidup

Tidak diperkenankan

serangga hidup

Tidak diperkenankan

II.3 HUBUNGAN MOMEN KELENGKUNGAN

Suatu struktur akan berotasi secara tidak terbatas pada saat terjadi

sendi plastis. Momen menyebabkan terjadinya lenturan pada struktur.

Semakin besar momen yang terjadi, akan semakin besar pula lenturan yang

diakibatkannya. Sebelum gaya luar bekerja pada balok, maka balok masih

dalam keadaan lurus. Namun setelah gaya luar bekerja pada balok tersebut,

maka balok akan melentur. Biasanya diasumsikan bahwa material balok

bersifat homogen, dan balok hanya mengalami lentru murni, yaitu dengan

mengabaikan pengaruh gaya lintang dan gaya aksial yang bekerja pada balok

tersebut. Adapun perubaan kelengkungan akibat lentur murni ditunjukkan

(47)
[image:47.595.203.446.56.337.2]

Gambar 2.8 Kelengkungan Balok

Titik A, B dan C akan tertekan, sedangkan titik A1, B1 dan C1 akan

meregang. Perpanjangan garis A1 A, B1 B, atau C1 C akan bertemu disuatu

titik, misalkan titik O. Kita mengasumsikan bahwa bidang rata akan tetap

rata, dan selalu tegak lurus serat memanjang. Sudut yang terbentuk akibat

terjadinya perubahan kelengkungan di titik A dan B atau B dan C , kita

nyatakan dengan NØ. Kalau NØ ini cukup kecil, maka :

ab = (ρ y) NØ,

a1b1=ρNØ……….. 2.5

dengan ρ adalah jari jari kelengkungan ( ).

Dengan demikian, regangan memanjang di suatu serat sejauh y dari

sumbu netral dinyatakan sebagai :

6 . 2 ... ... ... ... ... ... ... ... ...

1 1

1 1

ρ ε ε

' − =

− =

(48)

bahwa bagian di atas garis netral berada pada kondisi tekan; sedangkan

bagian di bawah garis pada kondisi tarik.

Dengan ε = σ / E, maka :

7 . 2 ... ... ... ... ... ... ... ... ... 1 &' ( ( ' & σ σ = =

Tegangan tarik pada serat bawah dan tegangan tekan pada serat atas

adalah :

=

σ

Dimana : S=Modulus penampang

y = D/2

akhirnya diperoleh: 8 . 2 ... ... ... ... ... ... ... ... 1 2 / 2 / 1 2 2 ) ' &* ( ! * & ! ( = = = → =

Dari persamaan (2.6), untuk harga ε = εy dan y = z diperoleh harga

kelengkungan:

K=εy/z………..….2.9

Dengan εy merupakan regangan leleh.

Pada saat penampang mengalami lenturan, bagian atas akan

memendek dan bagian bawah akan memanjang. Selama proses dari elastis ke

plastis, dapat dikatakan bahwa penampang mengalami 3 kondisi penting,

(49)

1. Pada saat tegangan lelehnya masih berada di bagian atas.

2. Saat tegangan leleh telah mencapai bagian tengah .

3. Saat seluruh serat telah mencapai tegangan leleh.

Keadaan di atas diperlihatkan pada gambar berikut:

Gambar 2.9 Distribusi Tegangan pada Penampang

Persamaan kelengkungan untuk penampang segi empat, nilai = 1,5 :

10 . 2 ... ... ... ... ... ... ... .

5 , 0

2

      − =

+ +'

Kurva momen kelengkungan yang diperoleh dari persamaan (2.10)

diperlihatkan pada gambar berikut:

(50)

Perbandingan antara momen plastis Mp dengan momen leleh

My menyatakan peningkatan kekuatan penampang akibat ditinjau dari

kondisi plastis. Perbandingan ini tergantung dari bentuk

penampangnya, ( ). Maka :

12 . 2 . ... ... ... ... ... ... ... ...

,

' = =

Dimana : = faktor bentuk ( )

Mp = momen plastis penampang

My = momen leleh

S = modulus penampang

Z = modulus plastis

II.4 ANALISA STRUKTUR SECARA PLASTIS II.4.1 Pengertian Sendi Plastis

Analisa struktur secara plastis bertujuan untuk menentukan

beban batas yang dapat dipikul oleh suatu struktur ketika mengalami

keruntuhan. Keruntuhan struktur dimulai dengan terjadinya sendi

plastis. Keruntuhan dapat bersifat menyeluruh atau

parsial.Penambahan beban lagi pada suatu struktur setelah serat

terluar telah mencapai kondisi leleh, akan mengakibatkan tegangan

lelehnya menjalar ke serat sebelah dalam. Dengan penambahan beban

sedikit lagi maka seluruh serat pada penampang tersebut akan

mengalami tegangan leleh. Dan momen maksimum yang terjadi pada

(51)

penampang akan mengalami rotasi yang cukup besar tanpa terjadi

perubahan momen. Dapat dikatakan bahwa pada struktur tersebut

yang terjadi momen maksimum telah terbentuk sendi plastis (

). Titik titik tertentu pada penampang yang memiliki momen

terbesar akan lebih cepat terbentuk sendi plastis dibandingkan titik

titik lain pada penampang tersebut.

Dari keadaan di atas dapat dikatakan bahwa sendi plastis

merupakan suatu kondisi dimana terjadi perputaran (rotasi) pada suatu

struktur yang berlangsung secara terus menerus sebelum pada

akhirnya mencapai keruntuhan yang diakibatkan oleh pembebanan

eksternal. Jumlah sendi plastis yang diperlukan untuk mengubah suatu

struktur ke dalam kondisi mekanisme keruntuhannya, sangat berkaitan

dengan derajat statis tak tentu yang ada dalam struktur tersebut. Pada

struktur statis tak tentu, pembentukan satu sendi plastis belum

langsung menyebabkan terjadinya keruntuhan struktur. Sejumlah

tertentu sendi plastis harus terbentuk dulu agar struktur mencapai

kondisi mekanisme keruntuhannya. Hal ini dapat dirumuskan sebagai

berikut :

n = r +1

dimana : n = jumlah sendi plastis untuk runtuh

(52)

Adapun mekanisme keruntuhan pada berbagai perletakan yaitu:

1. Struktur dua perletakan sendi rol (balok statis tertentu)

Struktur pembebanan mekanisme runtuh

Gambar 2.11 Mekanisme Keruntuhan Balok

Struktur dengan beban terpusat di tengah bentang ini hanya

memerlukan sebuah sendi plastis untuk mencapai mekanisme

keruntuhannya. Sendi plastis akan terbentuk di tengah bentangan

struktur tersebut karena momen maksimum terjadi pada titik ini.

Sehingga titik inilah yang mencapai kapasitas momen plastis

penampangnya lebih dahulu dari pada titik lain pada bentang tersebut.

2. Struktur dua perletakan sendi jepit (balok statis tak tertentu)

Struktur pembebanan mekanisme runtuh

Gambar 2.12 Mekanisme Keruntuhan Balok

Struktur ini memerlukan dua buah sendi plastis agar tercapai

mekanisme keruntuhannya. Sendi plastis akan terbentuk pada titik

momen maksimum dan tumpuan jepit.

3. Struktur dua perletakan jepit – jepit (balok statis tak tentu)

Struktur pembebanan mekanisme runtuh

(53)

Struktur ini memerlukan tiga buah sendi plastis untuk mencapai

mekanisme keruntuhannya. Sendi plastis terbentuk pada kedua

tumpuan jepit dan titik momen maksimum.

4. Struktur jepit – bebas (balok kantilever)

Struktur pembebanan mekanisme runtuh

Gambar 2.14 Mekanisme Keruntuhan Balok

Struktur ini hanya memerlukan sebuah sendi plastis untuk

mencapai mekanisme keruntuhannya. Sendi plastis terbentuk pada

tumpuan jepit struktur tersebut.

II.4.2 Bentuk Sendi Plastis

Panjang sendi plastis ( ) tergantung pada geometri struktur

dan pembebanan yang diberikan pada struktur.

a. Bentuk sendi plastis pada balok pembebanan terpusat

Gambar 2.15 Bentuk sendi plastis pembebanan terpusat

13 . 2 ... ... ... ... ... ... ... ...

1

     −

= )

(54)

b. Bentuk sendi plastis pada balok pembebanan terbagi rata

Gambar 2.16 Bentuk sendi plastis pembebanan terbagi rata

14 . 2 .. ... ... ... ... ... ... ...

1 2

2

   

 

= )

(

II.4.3 Perhitungan Struktur berdasarkan Kekuatan Batas

Perhitungan struktur ketika mencapai kondisi runtuh

didasarkan atas tiga kondisi berikut, yaitu :

1. Kondisi Leleh (' )

Kondisi leleh merupakan keadaan pada saat runtuh, dimana

momen lentur dari suatu struktur tidak ada yang melampaui kapasitas

momen plastisnya, yaitu Mp > Melastis.

2. Kondisi Keseimbangan ( - )

Kondisi keseimbangan merupakan kondisi dimana jumlah gaya

gaya dan momen momen dalam keadaan seimbang adalah nol.

3. Kondisi Mekanisme ( )

Kondisi mekanisme merupakan suatu kondisi dimana sejumlah

sendi plastis telah terbentuk dan cukup untuk mengubah sebagian

ataupun seluruh struktur ke dalam kondisi mekanisme keruntuhannya.

Kondisi – kondisi di atas merupakan dasar dari teorema –

(55)

1. Teorema Batas Bawah ( )

Teorema ini menetapkan atau menghitung distribusi momen

dalam struktur berdasarkan kondisi keseimbangan dan leleh. Beban

(factor beban λ) yang dihasilkan akan lebih kecil atau sama dengan

harga yang sebenarnya λc.

λ ≤ λc

2. Teorema Batas Atas ( )

Teorema ini menetapkan atau menghitung distribusi momen

dalam struktur berdasarkan kondisi keseimbangan dan mekanisme.

Maka beban (factor beban λ) yang dihasilkan akan lebih besar atau

sama dengan beban yang sebenarnya λc.

λ ≥ λc

Analisa struktur berdasarkan kekuatan batas, secara umum ada

tiga cara yaitu ;

1. Cara Grafostatis

Cara ini meliputi penentuan secara grafostatis suatu bidangmomen

dalam keadaan batas sedemikian rupa, sehingga dengan momen di

setiap penampang tidak melampaui momen batas ( M < Mp), tercapai

suatu mekanisme keruntuhan.

2. Cara Mekanisme

Cara mekanisme merupakan cara yang lebih cepat untuk mendapatkan

hasil dibandingkan dengan cara grafostatis, terutama pada struktur

yang derajat kehiperstatisannya lebih banyak. Cara mekanisme

(56)

Prinsip kerja virtual adalah suatu cara yang meninjau

keseimbangan energi dari struktur ketika mengalami mekanisme

keruntuhannya. Dapat dikatakan bahwa energi dalam = energi luar.

Persamaan prinsip kerja virtual dijelaskan berdasarkan persamaan

berikut :

Σ Mp.θ = Σ PV.NV + Σ PH.NH

Dimana : Mp = Momen platis tampang

θ = Sudut Rotasi Sendi Plastis

PV = Gaya Vertikal

PH = Gaya Horizontal

NV = Displacement Vertikal

NH = Displacement Horizontal

3. Cara Distribusi Momen ( )

Cara distribusi momen mirip dengan metode distribusi cara cross,

sehingga cara ini sering juga disebut metode distribusi momen plastis.

II.5 METODE NUMERIK

Metode numerik adalah suatu teknik penyelesaian yang

diformulasikan secara matematis dengan cara operasi hitungan/aritmatik dan

dilakukan secara berulang ulang dengan bantuan computer atau secara

manual (hand calculation).

Dalam menganalisis suatu permasalahan yang didekati dengan

(57)

jumlah banyak dan melewati proses perhitungan matematika yang cukup

rumit.

Gambar 2.17 Grafik aproksimasi diferensiasi maju, mundur, dan tengah

Deret Taylor akan memberikan nilai hampiran bagi suatu fungsi pada

suatu titik, berdasarkan nilai fungsi dan derivatifnya pada titik yang lain.

Persamaan Deret Taylor yaitu :

(

)

( ) . ...2.15

! ) ( ... . ! 2 ) ( " ). ( ' ) ( ) ( 2 1 1 ( ) ) ) ) ) ) )+ ≈ − + − + + + +

Dalam metode numerik, persamaan diferensi hingga ( )

secara umum yaitu :

(58)

Persamaan 2.16 dan 2.17 disebut sebagai persamaan diferensi hingga

maju dari turunan pertama. Selanjutnya deret taylor dapat diperluas mundur

untuk menghitung nilai sebelumnya berdasarkan pada suatu nilai sekarang.

) )

)

) . ...2.18 ! 2 ) ( " ). ( ' ) ( ) ( 2

1 = − +

Dan bila dipotong setelah suku turunan pertama, maka akan diperoleh

:

) )

) ) ( ) ( ) 0. ...2.18 (

' − −1 +

Persamaan 2.18b ini disebut diferensi hingga mundur dari turunan

pertama. Bila persamaan 2.18a dan 2.16 dikurangkan maka akan didapat :

19 . 2 ... ... ... ... ... ... ... . 0 2 ) ( ) ( ) (

' ) )+1 − )−1 + 2

Persamaan 2.19 disebut diferensi hingga tengah dari turunan pertama.

Sedangkan persamaan diferensi hingga maju turunan kedua yaitu :

( )

...2.20 0 ) ( ) ( . 2 ) ( ) (

" ) 2 2) 1 )

) = + − + − +

Selanjutnya dapat diturunkan diferensi mundur turunan kedua yaitu :

( )

...2.21 0 ) ( ) ( . 2 ) ( ) (

" ) )2 1 ) 2

) = − − − − +

Dan diferensi tengahnya adalah :

( )

...2.22 0 ) ( ) ( . 2 ) ( ) (
(59)

Kayu yang digunakan untuk penelitian ini adalah Bahan

tersebut akan diteliti sifat sifat fisis dan mekanisnya sehingga diperoleh

karakteristik yang diperlukan untuk eksperimen nantinya.

Kayu yang diambil adalah kayu Kelapa dengan ukuran 4 x 4 inci2

dengan panjang bentang bersih 4,80 meter. Kayu tersebut akan diteliti sifat –

sifat mekanis dan fisisnya sehingga diperoleh karakteristik yang diperlukan

untuk pengujian komposit nantinya.

Kayu batangan tersebut dibiarkan kering udara sampai mencapai

kadar air ± 15% untuk selanjutnya diambil pengujian sesuai dengan masing –

(60)

Pengujian dan pemeriksaan yang akan dilakukan pada kayu tersebut

mengacu kepada metode pengujian di Inggris BS 373 (1957) “Metode

Pengujian Contoh Kecil Kayu”. (sumber : Desch, Ernest Harold; Timber : its

structure, properties and utilization). Pengujian tersebut meliputi :

1. Pemeriksaan kadar air

2. Pemeriksaan berat jenis

3. Pengujian kuat tekan sejajar serat

4. Pengujian kuat lentur

5. Pengujian elastisitas

!

Pemeriksaan kadar air dari kayu dilakukan sedemikian rupa sehingga

sifat dari benda uji itu mendekati sifat rata – rata dari kayu yang akan

diperiksa. Oleh sebab itu, kayu yang akan digunakan diambil dari tempat

yang sama. Benda uji dibuat berukuran 3 cm x 4,5 cm x 6,5 cm sebanyak 5

(61)

Gambar 3.1 : Sampel pengujian kadar air

Setelah benda uji dibuat, maka dilakukan penimbangan berat masing

– masing benda uji dan dicatat sebagai berat awal. Penimbangan dilakukan

setiap hari dalam beberapa hari berturut – turut. Metode pengeringan yang

dilakukan adalah metode kering udara, yaitu benda dibiarkan didalam

ruangan dengan suhu kamar dan benda terlindung dari pengaruh cuaca,

seperti panas dan hujan. Pada saat benda uji menunjukkan berat yang tetap

atau turun lagi maka berat benda uji dapat dianggap sebagai berat akhir dan

kayu dianggap telah kering udara. Apabila berat benda uji terus menurun

(berkurang), maka kayu belum dapat dianggap kering udara atau kayu masih

dianggap basah. Untuk menentukan secara kasar apakah kadar air kayu sudah

di bawah 30 % atau belum, dapat digunakan rumus pendekatan seperti di

bawah ini :

=1,15 − 100 %

Dimana :

W = Kadar lengas kayu (%)

Gx = Berat sampel mula – mula (gr)

(62)

Bila berat benda uji sudah menunjukkan angka yang konstan, maka

kayu tersebut sudah dapat dianggap kering udara, sehingga kadar air kayu

dapat diperoleh dengan cara :

= − 100 %

# $

Dalam pemeriksaan berat jenis kayu, sampel yang digunakan harus

sedemikian rupa sehingga dapat mendekati sifat rata – rata dari kayu yang

diteliti. Sampel dibuat dengan ukuran 2,5 cm x 5 cm x 7,5 cm yang telah

kering udara (kadar air 15 %).

Gambar 3.2 : Sampel pengujian untuk menentukan berat jenis

Sampel kemudian ditimbang dan dicatat beratnya. Untuk perhitungan

sebagai berat jenis kayu diambil angka rata –rata dari semua sampel dan

perbedaan antara berat jenis yang tertinggi dan yang terendah tidak boleh

(63)

perbandingan berat kayu pada keadaan kering udara dengan volume kayu

pada kondisi tersebut (dalam satuan gr / cm³) atau

=

Dimana : BJ = Berat Jenis kayu (gr / cm³)

Wx = Berat sampel kayu kering udara (gr)

Vx = Volume sampel (cm³)

" ! #

Pengujian kuat tekan dilakukan dengan menggunakan peralatan mesin

tekan (Compression Machine) dan dilakukan untuk mendapatkan nilai kuat

tekan yang mampu diterima oleh kayu tersebut sampai batas keruntuhan.

Pengujian kuat tekan yang akan diuji adalah pengujian kuat tekan kayu sejajar

serat, dimana arah serat sejajar dengan memanjang sampel. Pengujian

(64)
[image:64.595.257.378.60.254.2]

Gambar ".3 : Sampel untuk pengujian kuat tekan

Sampel dimasukkan kedalam mesin dengan sisi 2 cm x 2 cm x 6 cm

menghadap ke atas dan ke bawah. Kemudian dilakukan penekanan secara

perlahan. Penekanan dilakukan sampai pembacaan dial berhenti atau turun

dan menunjukkan angka yang tetap, yaitu pada saat terjadi keruntuhan pada

sampel. Besarnya nilai pembacaan akhir kemudian dicatat sebagai beban

tekan dan merupakan rumus berikut:

σtk //=

Dimana : σtk // = Tegangan tekan sejajar serat (kg / cm²)

P = Beban tekan maksimum (kg)

(65)

! # # # # (

!) * # #

Untuk penelitian kuat lentur ini menggunakan sampel kayu berukuran

30 cm x 2 cm x 2 cm dengan arah serat kayu dibuat arah memanjang

sampel (lihat Gambar 3.4).

Gambar 3.4 Sampel penelitian kuat lentur

Sampel diletakkan pada dua perletakan sederhana dan diberi gaya P

terpusat pada tengah bentang yang secara bertahap ditambah besarnya. Pada

tengah bentang sampel dipasang alat pengukur penurunan. Alat ini berupa

dial gauge merek yang dapat melakukan pembacaan penurunanan

pada sampel yang dibebani dan menujukkan pergerakan yang terjadi sampai

dengan ketelitian 0.01 mm (lihat Gambar III.5).

(66)

Beban P secara bertahap ditambah besarnya dan dicatat besarnya

penurunan yang terjadi. Besarnya P untuk memperoleh tegangan lentur

adalah besarnya beban P yang diberikan pada saat benda uji mengalami patah

dan perhitungan ini nantinya menghasilkan kuat lentur pada kondisi ultimate.

2

6 1

4 1

=

σ

Dimana :

σ

b = Tegangan lentur yang terjadi (kg/cm2)

P = Beban pada saat mencapai kondisi ultimate (kg)

L = Panjang bentang = 30 cm

b = Lebar sampel = 2 cm

h = Tinggi sampel = 2 cm

Dan untuk setiap besar beban yang bekerja diperoleh besarnya

penurunan (f). Dari kedua parameter ini, P ( beban maksimum ) dan f (

penurunan ) dapat diperoleh nilai elastisitas material yang menurut persamaan

adalah sebagai berikut:

48

3

=

ε σ

(67)

Dimana :

f = Penurunan (cm)

L = Panjang bentang = 30 cm

b = Lebar sampel = 2 cm

h = Tinggi sampel = 2 cm

σ = Tegangan lentur (kg/cm2)

ε = Regangan yang terjadi

" ) ) - #

Model dibuat 3 (tiga) sampel berbeda. Beban P diberikan secara

bertahap dan pada tiap tahap pembebanan dicatat lendutan yang terjadi pada

titik – titik dimana dial gauge terpasang.

Hubungan antara beban (P) dan lendutan (J) dituangkan dalam bentuk

grafik dan akan memberikan informasi teknis berupa kekuatan dan kekakuan

(68)

Model model sampel tersebut adalah sebagai berikut :

) /

Dimensi sampel (b x h) adalah (4” x 6”)

Panjang Sampel adalah 3 meter

) /

Dimensi sampel (b x h) adalah (4” x 4”)

Panjang Sampel adalah 3 meter

0 " ' ) /

(69)

) /

Dimensi sampel (b x h) pada ujung bentang adalah (4” x 4”)

Dimensi berubah secara Linier,

sehingga dimensi pada tengah bentang (b x h) adalah (4” x 6”)

Panjang Sampel adalah 3 meter

(70)

!

" # ! ! $ % " "

Gambar 4.1 per

Gambar

Gambar 2.8 Kelengkungan Balok
Gambar ".3 : Sampel untuk pengujian kuat tekan�
Gambar 4.10  Distribusi tegangan keadaan elastoplastis
Gambar 4.11 kurva f(x)
+7

Referensi

Dokumen terkait

GPIB Pniel Pasuruan membangun gedung kebaktian dengan situasi keuangan yang pada saat.

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan, maka dapat dilihat pada tabel 4.5 bahwa mayoritas pendapatan perempuan Samijali menurun seiring dengan diadakannya

Dari peninjauan histogram rata- rata penyusutan yang ditunjukkan pada gambar 7 menunjukkan bahwa dari percobaan yang dilakukan menggunakan mesin rotational molding

Adapun tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk menyelidiki aspek manakah dari iklim psikologis yang memiliki peran paling besar terhadap tinggi-rendahnya

• Tujuan utama dari proses pengolahan dengan suhu tinggi ini Tujuan utama dari proses pengolahan dengan suhu tinggi ini adalah untuk memperpanjang daya awet produk pangan yang

Penanganan yang tepat dari permasalahan perbedaan musim dan fluktuasi harga terhadap bawang merah dan bawang putih antara lain: pada pertanian bawang merah dan

Ketika perubahan preferensi, persepsi, dan perilaku masyarakat terjadi, adanya perubahan gaya hidup, dan juga perubahan pola konsumsi mereka, maka perusahaan harus

Dengan asumsi bahwa dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan jumlah pajak terutang sesuai perhitungan PT KA disetujui sebagai jumlah pajak yang akan dibayarkan