• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan pupuk Cair dan Biogas dari Limbah Sayuran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pembuatan pupuk Cair dan Biogas dari Limbah Sayuran"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUATAN PUKUK CAIR DARI

LIMBAH SAYURAN

SKRIPSI

OLEH :

08 0405098

EDU SURYA

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PEMBUATAN PUPUK CAIR DARI

LIMBAH SAYURAN

SKRIPSI

OLEH:

EDU SURYA

08 0405 098

SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN

PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

(3)

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul :

PEMBUATAN PUPUK CAIR DARI

LIMBAH SAYURAN

yang dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada DerpatemenTeknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, sejauh yang saya ketahui bukan merupakan tiruan atau duplikasi dari skripsi yang sudah dipublikasikan dan atau pernah dipakai untuk mendapatkan gelar kesarjanaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara maupun di Perguruan Tinggi atau Instansi manapun, kecuali bagian yang sumber informasinya dicantumkan sebagaimana mestinya.

Medan, Februari 2013

(4)
(5)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tulisan ini merupakan Skripsi dengan judul “Pembuatan pupuk Cair dan Biogas dari Limbah Sayuran”, berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran kepada dunia industri tentang pemanfaatan limbah sayuran yang dapat diolah lebih lanjut sehingga didapat hasil yang memiliki potensi untuk dijadikan pupuk organik cair.

Selama melakukan penelitian sampai penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

• Ibu Ir. Netti Herlina, MT, selaku Dosen Pembimbing atas kesabarannya dalam membimbing penulis pada penyusunan dan penulisan skripsi ini. • Ibu Dr. Ir. Fatimah, MT selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan

saran dan masukan yang membangun dalam penulisan skripsi ini.

• Ibu Prof. Dr. Ir. Rosdanelli Hasibuan, MT selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan saran dan masukan yang membangun dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Februari 2014 Penulis

(6)

DEDIKASI

Rasa Terimakasih dan hormat penulis ucapkan kepada kedua orang tua penulis, M. Ismail dan Sri Murti yang selalu mendukung penulis dalam melaksanakan studi dan dalam proses pengerjaan skripsi ini:

Dedikasi skripsi ini penulis tujukan kepada:

• Kedua orang tua penulis M. Ismail dan Sri Murti • Keluarga besar penulis

• Bapak dan Ibu Dosen Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

• Para pegawai administrasi Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

• Erikson Sarjono sebagai partner penulis.

• Ayu nurul husnaini yang sudah meberikan bantuan moral maupun moril dalam kelangsungan skripsi

• Sahabat- sahabat terbaik penulis di teknik kimia khususnya stambuk 2007. • Seluruh teman-teman, adik-adik dan abang kakak yang turut memberikan

(7)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama: Edu Surya NIM: 080405098

Tempat/Tgl. Lahir: Kanopan, 01 September 1988 Nama orang tua: Muhammad Ismail Siregar Alamat orang tua:

PT. Numbing Jaya. Kabupaten Bintan Utara. Kecamatan Bintan Pesisir

Asal Sekolah

• SD Negeri 007 Bintan Timur, tahun 1995-2001

• SMP Negeri 4 Jauh Numbing, tahun 2001-2004

• SMA N 1 ANTAM Kijang, tahun 2004-2007 PengalamanOrganisasi/ Kerja:

• Mengajar di Bimbingan Les Privat Alpago

Artikel yang telah diterima untuk dipublikasikan pada Pertemuan Ilmiah:

(8)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk membuat pupuk cair dari limbah sayuran serta mengetahui pengaruh variasi jumlah penambahan EM-4, ukuran bahan, penambahan air, serta pengaruh waktu fermentasi terhadap kualitas pupuk cair yang dihasilkan. Metode yang digunakan adalah metode eksperimen dengan rancangan acak lengkap dengan 3 macam perlakuan dosis EM-4. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh antara penambahan EM-4 350 ml, ukuran bahan diblender, dan penambahan air 150 ml terhadap kandungan rasio C/N , kandungan fosfor (%), kalium (%) serta (COD) chemical demand oxygen (mg/L). Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh sebelum penambahan EM-4 dan seseudah penambahan EM-4 bervariasi, yaitu sebelum penambahan didapat rasio C/N (33,56%), fosfor (2,4%), kalium (0,6%) serta chemical demand oxygen (COD) 7120mg/L, pH 7,68 dan setelah penambahan rasio C/N (30,02%), fospor (1,98%), kalium 0,85%, chemical demand oxygen (COD) 2386 mg/L, dan pH 5,55.

(9)

ABSTRACT

The aims of this maked liquid fertilizer from vegetable waste and research the impact of EM-4 addition asmuch 150 ml, 250 ml, and 300 ml, size material, water addition and the impact fermentaton time on the quality resulting liquid fertilizer. The method used in this study in an experimental method in laboratory using completely randomited design wist 3 treatments doses EM-4, ie150 ml, 250 ml, and 350 ml. The result showed that there was influences of the EM-4 addition as much 150 ml, 250 ml, and 300 ml, size material, water addition as much 350 ml, 250 ml, 150 ml on C/N ratio content, on phosphor content (%), kalium content (%), and chemical demand oxygen (COD) mg/L. The data before addition EM-4 C/N ratio 33,56, Fospor 2,4%, kalium 0,6% and chemical demand oxygen (COD) 7120 mg/L, pH 7,68 and after additiont C/N ratio 30,02%, fosfor 1,98%, kalium 0,85%, chemical demand oxygen 2386mg/L, and pH 5,55.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ii

PENGESAHAN iii

PRAKATA iv

DEDIKASI v

RIWAYAT HIDUP vi

ABSTRAK vii

ABSTRACT viii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR TABEL xiii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 LATAR BELAKANG 1

1.2 PERUMUSAN MASALAH 2

1.3 TUJUAN PENELITIAN 3

1.4 MANFAAT PENELITIAN 3

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN 3

1.5.1 Lokasi Penelitian 3

1.5.2 Bahan Baku Yang Digunakan 3

1.5.3 Variabel Yang Digunakan 4

1.5.4 Parameter Pengamatan 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1 SAMPAH ORGANIK 5

2.2 PUPUK ORGANIK CAIR 5

2.2.1 Pengomposan Anaerobik 9

2.2.2 Pengomposan Aerobik 13

2.3 PUPUK ORGANIK 14

2.3.1 Faktor-fakto Yang Mempengaruhi Pengomposan 15

(11)

2.5 TOTAL SOLID 17

(12)

SAYURAN YANG DIBLENDER 36

4.3 PENGARUH EFFECTIVE MICROORGANISME TERHADAP KUALITAS PUPUK CAIR PADA LIMBAH SAYURAN YANG DICACAH 37

4.4 PENGARUH WAKTU TERHADAP RASIO C/N PADA LIMBAH SAYURAN YANG DIVACAH 39

4.5 PENGARUH WAKTU TERHADAP BIOGAS 40

4.6 PERBANDINGAN PUPUK ORGANIK CAIR YANG DIHASILKAN DENGAN STANDART NASIONAL INDONESIA 41

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN 44

5.2 SARAN 45

DAFTAR PUSTAKA 46

LAMPIRAN A DATA 48

LAMPIRAN B PERATURAN MENTERI PERTANIAN 51

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Skema Reaksi Dekomposisi Anaerobik 10 Gambar 3.1 Rangkaian Peralatan Pembuatan Pupuk Cair 27 Gambar 4.1 Grafik Hubungan Effective Microorganisme Terhadap Kualitas Pupuk Cair Pada Limbah Sayur yang Dibelender 34 Gambar 4.2 Grafik Hubungan Waktu Terhadap Rasio C/N Pada Limbah

Sayuran yang Diblender 36 Gambar 4.3 Grafik Hubungan Effective Microorganisme Terhadap Kualitas Pupuk Cair pada limbah sayur yang dicacah 37 Gambar 4.4 Grafik Hubungan Waktu Terhadap Rasio C/N Pada Limbah Sayuran yang Dicacah 39 Gambar 4.5 Grafik Hubungan Waktu Degradasi Terhadap Biogas Pada

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu 2

Tabel 1.2 Variabel yang Digunakan 4

Tabel 1.3 Hasil Analisa Pupuk Organik Cair 4

Tabel 2.1 Kandungan C/N dari Berbagai Sumber Bahan Organik Standart Kualitas Pupuk Organik 7

Tabel 2.2 Standar Kualitas Pupuk Organik Cair Berdasarkan SNI 19-7030-2004 20

Tabel 2.3 Komposisi Biogas 23

Tabel 2.4 Produksi Pupuk di Idonesia 24

Tabel LA-1 Data Awal Limbah Sayuran 48

Tabe LA-2 Data Hasil Proses Dekomposisi Tabung I dengan Bahan Baku Dicacah 48

Tabel LA-3 Data Hasil Proses Dekomposisi Tabung II dengan Bahan Baku Dicacah 48

Tabel LA-4 Data Hasil Proses Dekomposisi Tabung III dengan Bahan Baku Dicacah 48

Tabel LA-5 Data Hasil Proses Dekomposisi Tabung I dengan Bahan Baku Diblender 49

Tabel LA-6 Data Hasil Proses Dekomposisi Tabung II dengan Bahan Baku Diblender 49

Tabel LA-7 Data Hasil Proses Dekomposisi Tabung III dengan Bahan Baku Diblender 49

(15)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk membuat pupuk cair dari limbah sayuran serta mengetahui pengaruh variasi jumlah penambahan EM-4, ukuran bahan, penambahan air, serta pengaruh waktu fermentasi terhadap kualitas pupuk cair yang dihasilkan. Metode yang digunakan adalah metode eksperimen dengan rancangan acak lengkap dengan 3 macam perlakuan dosis EM-4. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh antara penambahan EM-4 350 ml, ukuran bahan diblender, dan penambahan air 150 ml terhadap kandungan rasio C/N , kandungan fosfor (%), kalium (%) serta (COD) chemical demand oxygen (mg/L). Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh sebelum penambahan EM-4 dan seseudah penambahan EM-4 bervariasi, yaitu sebelum penambahan didapat rasio C/N (33,56%), fosfor (2,4%), kalium (0,6%) serta chemical demand oxygen (COD) 7120mg/L, pH 7,68 dan setelah penambahan rasio C/N (30,02%), fospor (1,98%), kalium 0,85%, chemical demand oxygen (COD) 2386 mg/L, dan pH 5,55.

(16)

ABSTRACT

The aims of this maked liquid fertilizer from vegetable waste and research the impact of EM-4 addition asmuch 150 ml, 250 ml, and 300 ml, size material, water addition and the impact fermentaton time on the quality resulting liquid fertilizer. The method used in this study in an experimental method in laboratory using completely randomited design wist 3 treatments doses EM-4, ie150 ml, 250 ml, and 350 ml. The result showed that there was influences of the EM-4 addition as much 150 ml, 250 ml, and 300 ml, size material, water addition as much 350 ml, 250 ml, 150 ml on C/N ratio content, on phosphor content (%), kalium content (%), and chemical demand oxygen (COD) mg/L. The data before addition EM-4 C/N ratio 33,56, Fospor 2,4%, kalium 0,6% and chemical demand oxygen (COD) 7120 mg/L, pH 7,68 and after additiont C/N ratio 30,02%, fosfor 1,98%, kalium 0,85%, chemical demand oxygen 2386mg/L, and pH 5,55.

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Limbah padat dari buangan pasar dihasilkan dalam jumlah yang cukup besar. Limbah tersebut berupa limbah sayuran yang hanya ditumpuk di tempat pembuangan dan menunggu pemulung untuk mengambilnya atau dibuang ke TPA jika tumpukan sudah meninggi. Penumpukan yang terlalu lama dapat mengakibatkan pencemaran,yaitu bersarangnya hama-hama dan timbulnya bau yang tidak diinginkan.

Penumpukkan sampah juga dapat menyebabkan terjadinya pendegradasian secara terbuka sehingga dapat terbentuknya gas metana yang secara langsung dapat menyebabkan pemanasan global. Sampah yang menumpuk dan mengalami pembusukan dapat menyebabkan gas metan menjadi terkumpul pada akhirnya meledak dan dapat mengakibatkan longsor. Karakteristik dari metana murni adalah mudah terbakar [12].

Sampah sayur-sayuran merupakan bahan buangan yang biasanya dibuang secara open dumping tanpa pengelolaan lebih lanjut sehingga akan meninggalkan gangguan lingkungan dan bau tidak sedap. Limbah sayuran mempunyai kandungan gizi rendah, yaitu protein kasar sebesar 1-15% dan serat kasar 5-38% [12].

Berdasarkan hal tersebut diatas, perlu diterapkan suatu teknologi untuk mengatasi limbah sayuran, yaitu dengan proses fermentasi menggunakan Effective Microorganisme (EM4) menjadi produk pupuk organik cair yang bernilai guna

tinggi.

(18)

Dibawah ini disajikan beberapa peneltian terdahulu mengenai pupuk cair sebagai acuan dalam pelaksanaan penelitian selanjutnya.

Tabel 1.1 Penelitian-penelitian terdahulu Penelitian Terdahulu

1. Hasil penelitian Andika Cahaya (2009), pembuatan pupuk organik cair dari limbah sayuran, bahan yang ditambahkan seperti limbah sayuran 2 kg, ampas tebu 500 gram, 10 ml EM-4, dan air 400 ml. Proses ini dilakukan selama 30 hari dengan prinsip fermentasi anaerob yang menghasilkan rasio C/N 36,14. 2. Hasil penelitian Endang Yulistiawati (2008), pembuatan pupuk organik cair

dari limbah sayuran, bahan yang digunakan seperti 500 gram limbah sayuran, air 500 ml, dan EM-4 0,5 ml. Proses ini dilakukan selama 14 hari dengan prinsip fermentasi anaerob yang menghasilkan rasio C/N 31 dan biogas sebanyak 18 ml.

3. Elmi Sundari (2012)., pembuatan pupuk organik cair dari limbah sayuran, bahan yang digunakan seperti 5 kg limbah sayuran, molase 60%, dan air sebanyak 7 liter. Proses ini dilakukan selama 21 hari dengan prinsip fermentasi anaerob yang menghasilkan C/N 19,45 dan senyawa seperti C-Organik, N total, Fospor, serta Kalium meningkat.

Penelitian yang akan dilakukan

Penilitian yang akan dilakukan adalah pembuatan pupuk organik cair dari limbah sayuran dengan aktivator EM-4, sehingga penelitian ini diharapkan diperoleh rasio C/N yang optimal menurut manru sebesar 30, kadar NPK yang bagus dan mempunyai kualitas pupuk cair yang baik sekaligus sebagai referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Dalam penelitian ini yang menjadi masalah adalah

1. Bagaimana kualitas pupuk cair yang dihasilkan dari limbah sayuran 2. Bagaimana pengaruh variasi variabel jumlah EM4, ukuran bahan,

(19)

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian adalah untuk membuat pupuk cair dari limbah sayuran serta mengetahui pengaruh jumlah EM4, ukuran bahan, penambahan air, dan pengaruh waktu fermentasi terhadap kualitas pupuk cair yang dihasilkan.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Manfaat penelitian ini diharapkan sebagai :

1. Salah satu alternatif untuk mengurangi pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh limbah sayuran.

2. Memanfaatkan gas metan yang dihasilkan dalam upaya mengurangi emisi gas rumah kaca.

3. Memberikan informasi bagi masyarakat dunia pendidikan/penelitian tentang pembuatan dan pemanfaatan pupuk cair.

4. Sebagai bahan bagi mahasiswa yang akan melanjutkan penelitian ini.

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN

Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.5.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioproses Fakultas, Teknik Universitas Sumatera Utara

1.5.2 Bahan Baku Yang Digunakan

(20)

1.5.3 Variabel Yang Digunakan

Menguji kandungan karakteristik pupuk organik cair dengan metode 1. pH meter

2. Gravimetri 3. Titri metri 4. Spektrofotometri 5. AAS

Tabel 1.3 Hasil Analisa Pupuk Organik Cair

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 SAMPAH ORGANIK

Sampah organik adalah sampah yag dihasilkan dari bahan-bahan hayati yang dapat didegradasi oleh mikroba atau bersifat biodegradable. Sampah ini dengan mudah dapat diuraikan melalui proses alami. Sampah berasal dari mahluk hidup, baik manusi maupun tumbuhan. Sampah organik sendiri dibagi menjadi sampah organik basah dan sampah organk kering. Istilah sampah organik basah dimaksudkan sampah yang mempunyai kandungan air yang cukup tinggi contohnya kulit buah dan sisa sayuran. Sedangkan sampah organik kering adalah sampah yang mempunyai kandungan air rendah contoh kayu atau ranting dan dedaunan kering [2].

2.2 PUPUK ORGANIK CAIR

Pupuk organik cair dapat dibuat dari bahan-bahan organik berbentuk cair (limbah organik cair), dengan cara mengomposkan dan memberi aktivator pengomposan sehingga dapat dihasilkan pupuk organik cair yang stabil dan mengandung unsur hara lengkap. Menurut [6], pupuk cair dapat diproduksi dari limbah industri peternakan (limbah cair dan setengah padat/slurry) yaitu melalui pengomposan dan aerasi.

Zat-zat uunsur hara di dalam pupuk cair tersedia bagi tanaman, sebagian langsung dapat diserap, sebagian lagi dengan cepat dapat diurai, sehingga cepat juga dapat diserap. Pemberiam pupuk cair dilakukan dengan menyirampkannya kepada tanah dan ada baiknya segera dicampurkan dengan tanah setelah disiramkan (sosrowedirjo). Menurut buckman, terdapat tiga metode pokok dalam pemberian pupuk cair yaitu:

1. Pemberian langsung pada tanah 2. Pemberian air pada irigasi

3. Penyemprotan tanaman dengan pupuk larutan yang tepat

(22)

sebagai pupuk cair foliar yang mengandung hara makro dan mikro esensial (N, P, K, S, Ca, Mg, B, Mo, Cu, Fe, Mn, dan bahan organik). Pupuk organik cair selain dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, juga membantu meningkatkan produksi tanaman, meningkatkan kualitas produk tanaman, mengurangi penggunaan pupuk anorganik dan sebagai alternatif pengganti pupuk kandang (Sarjana Parman, 2007). Pupuk organik cair mempunyai beberapa manfaat diantaranya adalah [22].

1. Dapat mendorong dan meningkatkan pembentukan klorofil daun dan pembentukan bintil akar pada tanaman leugonasae sehingga meningkatkan kemampuan fotosintesis tanaman dan penyerapan nitrogen dari udara.

2. Dapat meningkatkan vigor tanaman sehingga tanaman menjadi kuat dan kokoh, meningkatkan daya tanaman terhadap kekeringan, cekaman cuaca, dan serangan patogen penyebab penyakit.

3. Merangsang pertumbuhan cabang. 4. Meningkatkan bunga dan bakal buah.

5. Mengurangi gugurnya daun bunga dan bakal buah.

Pemberian pupuk organik cair harus memperhatikan konsentrasi atau dosis yang diaplikasikan terhadap tanaman. Berdasarkan beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik cair melalui daun memberikan pertumbuhan dan hasil tanaman yang lebih baik daripada pemberian melalui tanah. Semakin tinggi dosis pupuk yang diberikan maka kandungan unsur hara yang diterima oleh tanaman akan semakin tinggi, begitu pula dengan semakin seringnya frekuensi aplikasi pupuk daun yang dilakukan pada tanaman, maka kandungan unsur hara juga semakin tinggi. Namun, pemberian dengan dosis yang berlebihan justru akan mengakibatkan timbulnya gejala kelayuan pada tanaman Oleh karena itu, pemilihan dosis yang tepat perlu diketahui oleh para peneliti maupun petani dan hal ini dapat diperoleh melalui pengujian-pengujian di lapangan [2].

(23)

tidak sama denga C/N tanah. Nilai C/N tanah sekitar 10-12. Apabila bahan organik mempunyai kandungan C/N mendekati atau sama dengan C/N tanah maka bahan tersebut dapat digunakan atau diserap tanaman. Namun, umumnya bahan organik yang segar mempunyai C/N yang tinggi, seperti jerami padi 50-70, dedaunan >50, cabang tanaman 15-60, dan kayu tua dapat mencapai 400.

1. Penguraian zat lemak dan lilin menjadi CO2 dan air

2. Terjadi peningkatan beberapa jenis unsur di dalam tubuh jasad renik terutama nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K). Unsur-unsur tersebut akan terlepas kembali jika jasad-jasad renik tersebut mati.

3. Pembebasan unsur-unsur hara dari senyawa-senyawa organic menjadi senyawa anorganik yang berguna bagi tanaman.

Akibat perubahan tersebut, berat isi bahan kompos tersebut menjadi sangat berkurang. Sebagian senyawa arang hilang, menguap ke udara. Kadar senyawa N yang larut (amoniak) akan meningkat. Peningkatan ini tergantung pada perbandingan C/N bahan asal. Perbandingan C/N akan semakin kecil berarti bahan tersebut mendekati C/N tanah. Idealnya C/N bahan sedikit lebih rendah disbanding C/N tanah [16].

Kecepatan suatu bahan menjadi kompos dipengaruhi oleh kandungan C/N semakin mendekati C/N maka bahan tersebut akan semakin cepat menjadi kompos. Tanah pertanian yang baik mengandung unsur C dan N yang seimbang. Setiap bahan organik mempunyai kandungan C/N yang berbeda.

Dibawah ini disajikan kandungan rasio C/N dari berbagai jenis bahan organik.

Tabel 2.1 Kandungan C/N dari berbagai sumber bahan organik

Jenis Bahan Organik Kandungan C/N

(24)

Urine manusia 0,8

Eceng gondok 17,6

Jerami gandum 80-130

Jerami padi 80-130

Ampas tebu 110-120

Jerami jagung 50-60

Sesbania sp. 17,9

Serbuk gergaji 500

Sisa sayuran 11-27

Sumber : [8].

Dalam proses pengomposan terjadi perubahan seperti

1. Karbohidrat, selulosa, hemiselulosa, lemak dan lilin menjad CO2 dan air. 2. Zat putih telur menjadi ammonia, CO2 dan air

3. Penguraian senyawa organik menjadi senyawa yang dapat diserap tanaman. Dengan perubahan tersebut, kadar karbohidrat akan hilang atau turun dan senyawa N yang larut (ammonia) meningkat. Dengan demikian, C/N semakin rendah dan relatif stabil mendekati C/N tanah [12].

Menurut [16], kemasakan kompos ditentukan oleh tiga aspek yaitu, fisik, kimia dan biologis. Kompos dikatakan telah masak apabila kompos tersebut telah memiliki sifat fisik dan sifat kimia yang baik. Sifat fisik kompos yang baik antara lain, warna yang gelap menuju hitam, bau seperti tanah, ukuran partikel sebesar serbuk gergaji, bila dikepal tidak menggumpal keras, suhu sama dengan lingkungan. Sedangkan kompos dengan sifat kimia yang baik adalah kompos yang telah mampu menyediakan unsur hara bagi tanah dan tanaman, artinya kompos yang telah memiliki kandungan unsur hara yang lebih baik [16].

2.2.1 Pengomposan Anaerobik

(25)

dikomposkan secara anaerob biasanya berupa bahan organik yang berkadar air tinggi.

(26)

Gambar 2.1 Skema reaksi dekomposisi anaerobic [9]

Tahap-tahap dalam pengomposan anaerobik meliputi : 1. Tahap Hidrolisis

Tahap awal yang dilakukan oleh bakteri untuk menguraikan molekul-molekul kompleks seperti halnya selulosa yaitu dengan cara pemotongan ikatan unit-unit molekul tersebut. Hal ini biasanya terjadi akibat adanya enzim khusus yang dilepaskan bakteri untuk melakukan tugas pemotongan ikatan unit-unit molekul, karena molekul-molekul tersebut terlalu besar untuk dapat diserap secara langsung [5].

Pada tahap hidrolisis bahan organik yang padat maupun yang mudah larut, dari yang berupa molekul besar dihancurkan menjadi molekul yang lebih kecil sehingga molekul-molekul tersebut larut dalam air [3], pada tahap ini terjadi pelarutan bahan-bahan organik mudah larut dan pemecahan bahan organik kompleks menjadi komponen monomer atau dimerik yang dapat larut dalam air. Pemecahan molekul-molekul tersebut dilakukan oleh enzim ekstraseluler yang dihasilkan bakteri selulolitik, proteolitik dan lipolitik. Bakteri selulolitik memecah selulosa menjadi glukosa, bakteri proteolitik memecah protein rantai panjang menjadi protein sederhana dan bakteri lipolitik memecah lemak menjadi asam lemak. Menurut [3], produk hidrolisis selulase adalah gula, asam lemak dan asam amino. Produk dari tahap hidrolisis berupa komponen lebih sederhana yang berfungsi mendukung reduksi limbah secara keseluruhan, menstabilkan serta merupakan sumber energi penting bagi komponen sel bakteri.

2. Tahap Pembentukan Asam (Asidogenesis)

(27)

karbondioksida (CO2). Lemak didegradasi dengan melepas satu molekul asetat dari rantai yang panjang. Proses ini terjadi dalam beberapa tahap yang biasanya disertai pelepasan energi yang dapat digunakan oleh sel [5].

Pada tahap asidogenesis, bakteri asetogenik mengubah bahan organik yang larut dari tahap hidrolisis menjadi asam lemak mudah menguap yang mengandung

banyak asam asetat dan sedikit asam butirat, format, propionat serta laktat. Selain

itu, pada proses asidogenesis juga terbentuk sedikit alkohol, karbondioksida (CO2), hidrogen dan amoniak. Pada awal penguraian proses asidogenesis, akan terjadi penurunan pH akibat terbentuknya asam asetat dan hidrogen. Jika bakteri terus aktif, maka akan terjadi penimbunan asam asetat dan hidrogen sehingga menimbulkan penurunan pH yang mengakibatkan penghambatan pertumbuhan mikroba [20]. Penurunan pH akan berpengaruh terhadap perkembangan mikroorganisme karena dalam kondisi tersebut tidak tercipta keadaan optimum untuk pertumbuhan bakteri anaerob. Oleh karena itu, untuk

mengoptimalkan pertumbuhan bakteri perlu ditambahkan larutan penyangga. Produk terpenting dalam asidogenesis adalah asam asetat, asam propionat, asam butirat, hidrogen dan karbon dioksida. Selain itu, dihasilkan juga sejumlah kecil asam formiat, asam laktat, asam valerat, metanol, etanol, butanediol dan aseton. Bakteri yang berperan dalam tahapan asidogenesis adalah bakteri asedogenik seperti Syntrophoma nas wolfei [4].

3. Tahap Pembentukan Asetat (Asetogenesis)

(28)

produk dari asetogenesis dapat digunakan secara langsung pada tahap pembentukan gas methan.

Etanol tidak secara langsung dapat digunakan sebagai substrat dalam pembentukan gas metana. Untuk melangsungkan proses pengolahan etanol menjadi substrat dalam pembentukan gas metan, etanol perlu dioksidasi terlebih dahulu menjadi asetat dan hidrogen oleh bakteri asetogenik. Produk yang dihasilkan dalam tahap ini adalah asetat, hidrogen dan karbon dioksida.

4. Tahap Pembentukan Gas Metan (Metanogenesis)

Metanogenesis merupakan tahap terakhir dari keseluruhan proses dalam tahap konversi anaerobik dari bahan organik menjadi gas metana dan karbondioksida. Mikroba menggunakan substrat sederhana berupa asetat atau komponen-komponen karbon tunggal seperti CO2, H2, asam format, metanol, metilamin dan CO. Kurang lebih 70 persen produksi gas metana dihasilkan oleh spesies bakteri metanogenesis dengan substrat metil asetat. Bakteri metanogenik mampu memproduksi gas metana dari hidrogen dan karbon dioksida, meskipun perubahan energi yang digunakan dalam konversi ini lebih besar dibandingkan untuk pembentukan gas metana secara asetoklasik.

Kelompok bakteri penghasil metana dinamakan bakteri metanogen [5]. Asam lemak yang terbentuk akan dirombak lagi oleh bakteri

methan dan menghasilkan biogas (yang sebagian besar terdiri dari gas methan). Bakteri tersebut terdiri dari : Methanobacterium, Methanosarcina dan Methanococcus. Di samping itu, ada kelompok bakteri lain yaitu bakteri Desulvobrio yang memanfaatkan unsur Sulfur (S) dan membentuk gas H2S [13].

(29)

2.2.2 Pengomposan Aerobik

Pada beberapa jenis bakteri dan ragi, proses glikolisis (pemecahan glukosa) dapat terjadi tanpa adanya udara. Proses tersebut melalui fermentasi glukosa membentuk alkohol dan karbon dioksida. Pada bakteri, asetat yang terbentuk didegradasi lebih lanjut untuk melepas energi yang lebih besar dan menghasilkan karbon dioksida. Proses ini memerlukan oksigen (O2). Hal ini merupakan letak perbedaan antara bakteri aerobik (dengan oksigen) dan bakteri anaerobik (tanpa oksigen) [5].

Menurut [8], selain mikroba, oksigen merupakan faktor penting dalam pengomposan aerobik. Dalam kondisi aerob mikroba memanfaatkan oksigen bebas untuk mendekomposisikan bahan organik dan mengasimilasi sebagian unsur karbon, nitrogen, fosfor, belerang serta unsur lain yang diperlukan untuk mensintesis protoplasma sel mikroba tersebut.

2.3 PUPUK ORGANIK

Pupuk organik adalah pupuk yang terbuat dari bahan organik atau mahluk hidup yang telah mati. Bahan organik akan mengalami pembusukan oleh mikroorganisme, sehingga sifat fisiknya akan berbeda dari semula. Pupuk organik termasuk pupuk majemuk lengkap karena kandungan unsur haranya lebih dari satu unsur dan mengandung unsur mikro [10].

Pupuk organik buatan dibuat untuk memenuhi kebutuhan pupuk tanaman yang bersifat alami atau non kimia, berkualitas baik dengan bentuk, ukuran dan kemasan yang praktis, mudah didapat, di distribusikan, dan di aplikasikan, serta dengan kandungan unsur hara yang lengkap dan terukur. Berdasarkan bentuknya, ada dua jenis pupuk organik buatan yaitu padat dan cair [ 13].

Menurut [19], pupuk cair organik adalah pupuk yang bahan dasarnya berasal dari hewan atau tumbuhan yang sudah mengalami fermentasi dan berntuk produknya berupa cairan. Kandungan bahan kimia di dalamnya maksimum 5%. Penggunaan pupuk cair memiliki beberapa keuntungan sebagai berikut :

1. Pengaplikasiannya lebih mudah jika dibandingkan dengan pengaplikasian pupuk organik padat.

(30)

3. Mengandung mikroorganisme yang jarang terdapat dalam pupuk organik padat.

4. Pencampuran pupuk cair organik dengan pupuk organik padat dapat mengaktifkan unsur hara yang ada dalam pupuk organik padat tersebut [19]. Kelebihan dari pupuk organik ini adalah dapat secara cepat mengatasi defesiensi hara, tidak bermasalah dalam pencucian hara, dan mampu menyediakan hara secara cepat.

Dibandingkan dengan pupuk cair anorganik, pupuk organik cair umumnya tidak merusak tanah dan tanaman walapun digunakan sesering mungkin. Selain itu, pupuk ini juga memiliki bahan pengikat, sehingga larutan pupuk yang diberikan ke permukaan tanah bisa langsung digunakan oleh tanaman [10].

Selama ini pupuk organik yang lebih banyak dimanfaatkan pada berbagai usaha tani yaitu pupuk organik padat (pupuk kandang), sedangkan limbah cair (urine) masih belum banyak dimanfaatkan.

Pupuk Organik Cair (POC) dalam proses pembuatannya memerlukan waktu yang lebih cepat dari pupuk organic padat, dan penerapannya di pertanian yakni tinggal di semprotkan ke tanaman.

2.3.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Pengomposan Pembuatan kompos dipengaruhi oleh beberapa faktor : 1. Nilai C/N Bahan

Semakin besar nilai C/N bahan maka proses penguraian oleh bakteri akan semakin lama. Proses pembuatan kompos akan menurunkan C/N rasio sehingga menjadi 12-30.

2. Ukuran Bahan

Bahan yang berukuran lebih kecil akan lebih cepat proses pengomposannya karena semakin luas bahan yang tersentuh bakteri.

3. Komposisi Bahan

Pengomposan dari beberapa macam bahan akan lebih baik dan lebih cepat. Pengomposan bahan organik dari tanaman akan lebih cepat bila ditambah dengan kotoran hewan.

(31)

Dengan semakin banyaknya jumlah mikroorganisme maka proses pengomposan diharapkan akan semakin cepat. Dari sekian banyak mikroorganisme ada lima golongan yang pokok yaitu, bakteri fotosintesis, lactobasilius sp, aspergillus sp, ragi (yeast), dan actinomycetes.

5. Kelembaban

Umumnya mikroorganisme tersebut dapat bekerja dengan kelembapan sekitar 40-60 %. Kondisi tersebut perlu dijaga agar mikroorganisme dapat bekerja secara optimal. Kelembapan yang lebih rendah atau lebih tinggi akan menyebabkan mikrorganisme tidak berkembang atau mati.

6. Suhu

Faktor suhu sangat berpengaruh terhadap proses pengomposan karena berhubungan dengan jenis mikroorganisme yang terlibat. Suhu optimum bagi pengomposan adalah 40-60 0C. Bila suhu terlalu tinggi mikroorganisme akan mati. Bila suhu relatif rendah mikroorganisme belum dapat bekerja atau dalam keadaan dorman.

7. Keasaman (pH)

Jika bahan yang dikomposkan terlalu asam, pH dapat dinaikkan dengan cara menambahkan kapur. Sebaliknya, jika nilai pH tinggi (basa) bisa diturunkan dengan menambahkan bahan yang bereaksi asam (mengandung nitrogen) seperti urea atau kotoran hewan [12].

2.4 RASIO C/N

(32)

kandungan amonianya sangat tinggi. Berdasarkan beberapa informasi yang diperoleh, agar pertumbuhan bakteri anaerob optimum, diperlukan rasio optimum C : N berkisar antara 20 : 1 sampai 30 : 1.

Menurut [4], perbandingan C/N dari bahan organik sangat menentukan aktivitas mikroba dan produksi biogas. Kebutuhan unsur karbon dapat dipenuhi dari karbohidrat, lemak, dan asam-asam organik, sedangkan kebutuhan nitrogen dipenuhi dari protein, amoniak dan nitrat. Perbandingan C/N (C/N rasio) substrat akan berpengaruh pada pertumbuhan mikroorganisme.

Perbandingan C/N untuk masing-masing bahan organik akan mempengaruhi komposisi biogas yang dihasilkan. Perbandingan C/N yang terlalu rendah akan menghasilkan biogas dengan kandungan CH4 rendah, CO2 tinggi, H2 rendah dan N2 tinggi. Perbandingan C/N yang terlalu tinggi akan menghasilkan biogas dengan kandungan CH4 rendah, CO2 tinggi, H2 tinggi dan N2 rendah. Perbandingan C/N yang seimbang akan menghasilkan biogas dengan CH4 tinggi, CO2 sedang, H2 dan N2 rendah

2.5 TOTAL SOLID

Total Solid adalah padatan yang terkandung dalam bahan. Total solid merupakan salah satu faktor yang dapat menunjukkan telah terjadinya proses pendegradasian karena padatan ini akan dirombak pada saat terjadinya pendekomposisian bahan. Padatan dalam sampah organik pasar akan didegradasi oleh mikroba. Hasil degradasi ditunjukkan dengan adanya penurunan Total Solid (TS).

2.6 COD (Chemical Oxygen Demand)

(33)

mikroba, oksigen merupakan faktor penting dalam pengomposan aerobik. Di bawah ini merupakan reaksi keseluruhan dari proses dekomposisi bahan organik pada kondisi aerob :

Menurut [8], dalam kondisi aerob, mikroba memanfaatkan oksigen bebas untuk mendekomposisikan bahan organic dan mengasimilasi sebagian unsur karbon, nitrogen, fosfor, belerang serta unsur lain yang diperlukan untuk mensintesis protoplasma sel mikroba tersebut.

Sehubungan bakteri memanfaatkan oksigen dalam proses penguraian senyawa-senyawa organik, maka nilai COD akan mengalami penurunan setiap harinya.

2.7 AKTIVATOR

Menurut [8], diacu dalam [2], mendefinisikan bahwa setiap zat atau bahan yang dapat mempercepat penguraian bahan organik disebut dengan aktivator. Aktivator mempengaruhi proses penguraian bahan organik melalui dua cara, cara pertama yaitu dengan menginokulasi strain mikroorganisme yang efektif dalam menghancurkan bahan organik (pada aktivator organik), kedua yaitu meningkatkan kadar nutrisi makanan bagi mikroorganisme tersebut. Aktivator terdiri dari dua jenis yaitu aktivator organik yang terdiri dari aktivator organic alami seperti pupuk kandang, fungi, dan tanah kaya humus dan aktivator buatan contohnya OST (Organic Soil Treatment), E N dan Gt 1000-Wta dan activator kimia seperti asam asetat, amonium sulfat, urea, dan ammonia

2.7.1 EM-4 (Effective Microorganisme 4)

(34)

(Rhodopseudomonas sp.), jamur fermentasi (Saccharonzyces sp.), bakteri asam laktat (Lactobacillus sp.), dan Actinomycetes. EM4 merupakan biofertilizer yang diaplikasi sebagai inokulan untuk meningkatkan keragaman dan populasi mikroorganisme di dalam tanah. E N mampu mempercepat dekomposisi limbah dan sampah organik, meningkatkan ketersediaan nutrisi tanaman, dan rnenekan aktivitas mikroorganisme patogen. Selain itu EM4 juga dapat digunakan untuk membersihkan air limbah, sel-ta meningkatkan kualitas air pada tambak udang dan ikan [12]

Bakteri fotosintetik merupakan bakteri yang dapat mensintesis senyawa nitrogen, dan gula. Jamur fermentatif berfungsi untuk memfermentasi bahan organik menjadi senyawa-senyawa organik (dalam bentuk alkohol, gula, dan asama amino) yang siap diserap oleh perakaran tanaman. bakteri asam laktat terutama golongan Lactobacillus sp. berfungsi untuk memfermentasi bahan organik menjadi senyawa-senyawa asam laktat yang dapat diserap oleh tanaman. Actinomycetes merupakan bakteri yang tumbuh dalam bentuk miselium (filament berbentuk jalinan benang). Actinotnycetes berfungsi mengambil asam amino dan zat yang dihasilkan oleh jamur fermentatif dan mengubahnya menjadi antibiotic yang bersifat toksik terhadap patogen atau penyakit serta dapat melarutkan ion-ion fosfat dan ion-ion mikro laimya. Streptonzyces sp. menghasikan enzim steptomisin yang berguna bagi tanaman [2].

Mikroorganisme yang terdapat dalam EM4 dapat bekerja efektif menambah unsur hara apabila bahan organik dalam keadaan cukup. Bahan organik tersebut merupakan bahan makanan dan sumber energi. Dalarn penggunaan EM4 memerlukan dedak sekitar 10% dari jumlah bahan. Sebagai sumber makanan bakteri maka pada tahap awal diperlukan molase atau gula sebanyak 0,1% dari jumlah bahan [12].

2.8 STANDARD PUPUK ORGANIK CAIR

(35)

menimbulkan masalah, sejauh proses penguraian dapat mempertahankan pH pada kisaran netral [21]. Standar kualitas unsur makro pupuk organik berdasarkan SNI 19-7030-2004 dapat dilihat pada

Tabel 2.2 Standar kualitas pupuk organik cair berdasarkan SNI 19-7030-2004

2.9 NITROGEN

Unsur nitrogen berfungsi sebagai nutrien atau biostimulan karena memilik peranan yang penting untuk pertumbuhan protista dan tumbuhan. Unsur tersebut harus berada dalam lingkungan perairan untuk mendukung rantai makanan (Davis dan Comwell 1991). Nitrogen merupakan unsur penyusun yang penting dalam sintesa protein. Sebagian besar dari nitrogen total dalam air dapat terikat sebagai nitrogen organik, yaitu dalam bahan-bahan berprotein. Bentuk utama nitrogen di air limbah adalah meterial protein dan urea. Senyawa-senyawa nitrogen terdapat dalam bentuk terlarut atau sebagai bahan tersuspensi. Jenis nitrogen di air meliputi nitrogen organik, amonia, nitrit, dan nitrat [18].

Nitrogen diserap oleh akar tanaman dalam bentuk NO< (nitrat) dan NH4 (amonium). Nitrogen yang berasal dari bahan organik tertentu diperoleh melalui amonisasi-nitrifikasi [15]. Amonifikasi berlangsung baik pada tanah yang drainasenya baik dan kaya akan kation basa. Setelah amonifikasi terjadi nitrifikasi yang diambil oleh mikroflora dan difiksasi olah liat. Proses nitrifikasi ini selain

(36)

tergantung pada keadaan fisik, aerasi, suhu juga tergantung pH dan C/N ratio. Nitrifikasi berlangsung pada suhu 25°C (suhu optimalnya (27-32"C), sedangkan pada temperatur yang lebih tinggi (52°C) maka kegiatan akan terhenti [15].

Menurut [14], nitrogen organik berhubungan dengan suspended solid dalam air limbah dengan sedimentasi dan filtrasi. Nitrogen organik yang benvujud padat dapat langsung masuk ke dalam tanah yang memiliki molekul organik kompleks yaitu karbohidrat, protein, dan lignin. Beberapa nitrogen organik dihidrolisis menjadi asam amino yang terlarut dan memungkinkan pemecahan lebih lanjut untuk melepas ion amonia (NH4).

Amonia yang terdapat didalaln perairan dapat berasal dari proses penguraian

bahan organik yang banyak mengandung senyawa nitrogen seperti protein. Amonia dapat larut baik dalam bentuk ion amonia (NH4) atau amonia (NH3), yang bergantung pada pH perairan [14].. Menurut [2], menyatakan bahwa bentuk cairan amonia terdapat dalam 2 bentuk yaitu amonia bebas (NH3) dan dalam bentuk ion amonia (NH4).

Nitrit relatif tidak stabil dan mudah teroksidasi menjadi nitrat. Konsentrasi nitrit yang tinggi dapat mereduksi aktivitas bakteri nitrifikasi pada kondisi asam. Nitrat nitrogen yang merupakan turunan dari nitrit adalah bentuk nitrogen yang paling teroksidasi dalam limbah. Nitrat merupakan nutrien utama untuk pertumbuhan tanaman air. Nitrat jika tidak dapat dihilangkan oleh tanaman atau denitrifikasi dapat mencemari air bawah tanah [14]. Nitrat merupakan jenis nitrogen yang paling dinamis dan menjadi bentuk paling dominan pada sungai, keluaran air tanah dan deposit atmosfer ke laut [14]. Nitrat dapat ditangkap oleh akar tanaman, tetapi penangkapan hanya terjadi di sekitar akar selama pertumbuhan. Kisaran nilai nitrat dalam efluen limbah adalah 15-20 mg/l [14].

2.10 FOSFOR

(37)

1. Dapat mempercepat pekumbuhan akar semai

2. Dapat mempercepat serta memperkuat pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman dewasa pada ulnumnya

3. Dapat mempercepat pembuangaan dan pemasakan buah, biji atau gabah 4. Dapat meningkatkan produksi biji-bijian, fosfor juga sebagai penyusun

lemak dan protein. Didalam tanah fungsi P terhadap tanaman adalah sebagai zat pembangun dan terikat dalam senyawa-senyawa organic

Dengan demikian hanya sebagian kecil saja yang terdapat dalam bentuk anorganik sebagai ion-ion fosfat. Sebagai bahan pembentuk, fosfor terpencarpencar dalam tubuh tanaman, semua inti mengandung fosfor dan selanjutnya sebagai senyawa-senyawa fosfat didalam sitoplasma dan membran sel. Bagianbagian tubuh yang berkaitan dengan pembiakan generatif seperti daun-daun bunga, tangkai tangkai sari, kepala sari, butur tepung sari, daun buah serta bakal biji ternyata mengandung P.

2.11 KALIUM

Elemen ini dapat dikatakan bukan elemen yang langsung pembentuk bahan organik, kalium berperan dalam:

1. Pembentukan protein dan karbohidrat 2. Pengerasan bagian kayu dari tanaman

3. Meningkatkan resistensi tanaman terhadap penyakit 4. Meningkatkan kualitas biji dan buah

Kalium diserap dalam bentuk K' (terutama pada tanaman muda). Kalium banyak terdapat dalam jaringan muda, pada sel tanaman zat ini terdapat sebagai ion didalam cairan sel dan keadaan demikian akan merupakan bagian yang penting dalam melaksanakan turgor yang disebabkan oleh tekanan osmosis [15]. Berdasarkan ketersediaan kalium bagi tanaman kalium dibagi menjadi K tidak tersedia ( K dalam batuan mineral), K lambat tersedia (K yang tidak dapat dipertukarkan) dan K tersedia (K yang dapat dipertukarkan dan K dalam larutan tanah). K yang dapat dipertukarkan adalah K dalam bentuk organic [3].

(38)

Biogas sebagai salah satu sumber energi yang dapat diperbaharui dapat menjawab kebutuhan akan energi sekaligus menyediakan kebutuhan hara tanah dari pupuk cair dan padat yang merupakan hasil sampingannya serta mengurangi efek rumah kaca. Pemanfaatan biogas sebagai sumber energi pengganti dapat mengurangi penggunaan kayu bakar. Dengan demikian dapat mengurangi usaha penebangan hutan, sehingga kehidupan hutan terjaga. Biogas menghasilkan api biru yang bersih dan tidak menghasilkan asap.

Energi biogas sangat potensial untuk dikembangkan kerena produksi biogas peternakan ditunjang oleh kondisi yang memungkinkan dari perkembangkan dunia peternakan sapi di Indonesia saat ini. Disamping itu, kenaikan tarif listrik, kenaikan harga LPG, premium, minyak tanah, minyak solar, minyak diesel dan minyak bakar telah mendorong pengembangan sumber energi elternatif yang murah, berkelanjutan dan ramah lingkungan [17].

Tabel 2.3 Komposisi biogas

Dari campuran gas-gas tersebut, gas methan (CH4) merupakan komponen yang paling banyak, sedangkan gas-gas yang lainnnya dalam proporsi yang relatif sedikit [15], banyaknya biogas yang dihasilkanbtergantung dari komposisi bahan-bahan yang digunakan, suhu dan lamanya dekomposisi.

Biogas mempunyai sifat mudah terbakar bahkan dapat menyala dengan sendirinya pada suhu 650 – 750oC. Panas pembakarannya berkisar antara 19,7 sampai 23 Mega Joule (MJ)/m3. Energi yang dapat dihasilkan rata-rata setaraf dengan 21,5 MJ atau 563 Btu/ft3. Rapatan relatif nya 80 persen dari kerapatan udara dan 120 persen rapatan metan [15].

(39)

untuk mengolah limbah biodegradable karena bahan bakar dapat dihasilkan sambil menghancurkan bakteri patogen dan sekaligus mengurangi volume limbah buangan. Metana dalam biogas, bila terbakar akan relatif lebih bersih daripada batu bara, dan menghasilkan energi yang lebih besar dengan emisi karbon dioksida yang lebih sedikit. Pemanfaatan biogas memegang peranan penting dalam manajemen limbah karena metana merupakan gas rumah kaca yang lebih berbahaya dalam pemanasan global bila dibandingkan dengan karbon dioksida. Karbon dalam biogas merupakan karbon yang diambil dari atmosfer oleh fotosintesis tanaman, sehingga bila dilepaskan kembali ke atmosfer tidak akan menambah jumlah karbon di atmosfer bila dibandingkan dengan pembakaran bahan bakar fosil. Saat ini banyak negara maju meningkatkan penggunaan biogas yang dihasilkan baik dari limbah cair maupun limbah padat atau yang dihasilkan dari sistem pengolahan biologi mekanis pada tempat pengolahan limbah [ 6 ].

2.13POTENSI EKONOMI PUPUK ORGANIK CAIR

Pupuk organik cair adalah salah satu peluang usaha yang dapat dikembangkan, dilihat dari kebutuhan pupuk pada setiap tahunnya.

Tabel 2.4 Produksi Pupuk di Idonesia

Tahun Urea ( juta ton ) KCl ( juta ton )

2010 10.552 70.7

2011 10.309 83

2012 10.508 96

2013 10.498 106

Sumber Data produksi Pupuk PT Persero 2013

Meingkatnya kebutuhan pertanian di Indonesia menyebabkam kebutuhan pupuk semakin meningkat, dengan efisiensinya untuk memenuhi kebutuhan pupuk bagi para petani dibuatlah pembuatan pupuk organik cair dari berbagai limbah sayuran.

Alat yang digunakan pada umumnya adalah sebagai berikut : Tong : 30 liter ( Rp45.000 )

Selang : 2 meter ( Rp2.400 )

(40)

1. Limbah sayuran 2. Air

3. EM4 ( Effective Microorganisme ) : Rp20.000/1.5liter

4. Molase : Rp2.000/liter

Perbandingan yang digunakan pada umumnya adalah sebagai berikut : 1 liter EM4 (effective Microorganisme) + air 10 liter

Perbandinga molase encer dan air 1 : 1

Rp 20.000 + Rp4.000+ Rp 45.000 + Rp 2.400 = Rp 71.400 Rp 71.400/25 liter = Rp 2.846/liter

(41)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1LOKASI PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Teknik, Departemen Teknik Kimia, Laboratorium Bioproses, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

3.2BAHAN DAN PERALATAN 3.2.1 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1. Sisa sayuran dari limbah pasar

C : 33.56 mg/liter N : 1 mg/liter

2. Effective Microorganisme (EM4) pH 3.5 – 4.0

Mengandung bakteri lactobacillus 3. Air

pH 7 4. Molase

3.2.2 Peralatan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Galon Aqua

Jumlah : 6 buah ; ukuran 5 liter 2. Gelas Ukur

Jumlah : 6 buah ; ukuran 50ml 3. Selang Plastik

Jumlah : 6 buah ; panjang : 80 cm ; ukuran : ½ inch 4. Spatula

Jumlah : 1 buah 5. Lem UHU

(42)

6. pH Meter Jumlah :1 buah 7. Timbangan Elektrik

Jumlah : 1 buah 8. Kaki Tiga

Jumlah : 6 buah 9. Beaker Glass

Jumlah : 6 buah ; ukuran 1000ml 10.Statif dan Klem

Jumlah : 6 buah

3.2.3 Gambar Alat

Gambar 3.1 Rangkaian Peralatan Pembuatan Pupuk Cair

Keterangan Gambar 1. Galon Aqua 2. Selang

(43)

3.3PROSEDUR PENELITIAN

3.3.1 Prosedur Pembuatan Pupuk Cair

3.3.1.1 Perlakuan Pertama untuk bahan baku dibelender

1. Campuran sisa sayuran sawi, kol, tomat, daun singkong dan kulit pisang dengan berat total 1500gr dibelender hingga halus.

2. Kemudian campuran dimasukkan masing-masing 500gr kedalam 3 buah Galon Aqua.

3. Untuk Galon pertama ditambahkan EM4 : 150 ml ; Air : 850ml dan Molase : 100 ml, Galon kedua EM4 : 300 ml ; Air : 700 ml dan Molase : 100 ml dan Galon ketiga EM4 : 500 ml ; Air : 500 ml dan Molase : 100 ml.

4. Diaduk sampai campuran di dalam Galon homogen dan ukur pH campuran. 5. Tutup Galon dengan penutup yang telah di pasang dengan selang dan telah

di lem.

6. Kemudian selang plastik di hubungkan ke Gelas Ukur yang terisi air penuh. 7. Selanjutnya inkubasi dan lakukan pengamatan 6 ; 8 ; 10 ; 12 dan 14 hari

hingga diperoleh cairan kental atau pupuk organik cair di dasar Galon dan gas yang dihasilkan di dalam Gelas Ukur konstan.

8. Pupuk organik cair di keluarkan melalui kran yang telah terpasang di Galon. 9. Analisa kandungan rasio C/N ; Kandungan Carbon, Nitrogen, Phospor dan

Kalium, dan Total Solid pada pupuk organik cair.

3.3.2 Prosedur Pembuatan Pupuk Cair

3.3.2.2 Perlakuan untuk bahan baku yang dicacah

1. Campuran sisa sayuran sawi, kol, tomat, daun singkong dan kulit pisang dengan berat total 1500gr dicacah dengan ukuran 1 cm.

2. Kemudian campuran dimasukkan masing-masing 500gr kedalam 3 buah Galon Aqua.

3. Untuk Galon pertama ditambahkan EM4 : 150 ml ; Air : 850ml dan Molase : 100 ml, Galon kedua EM4 : 300 ml ; Air : 700 ml dan Molase : 100 ml dan Galon ketiga EM4 : 500 ml ; Air : 500 ml dan Molase : 100 ml.

(44)

5. Tutup Galon dengan penutup yang telah di pasang dengan selang dan telah di lem.

6. Kemudian selang plastik di hubungkan ke Gelas Ukur yang terisi air penuh. 7. Selanjutnya inkubasi dan lakukan pengamatan 6 ; 8 ; 10 ; 12 dan 14 hari

hingga diperoleh cairan kental atau pupuk organik cair di dasar Galon dan gas yang dihasilkan di dalam Gelas Ukur konstan.

8. Pupuk organik cair di keluarkan melalui kran yang telah terpasang di Galon. 9. Analisa kandungan rasio C/N ; Kandungan Carbon, Nitrogen, Phospor dan

(45)

3.3.3 Flowchart Prosedur Penelitian Pembuatan Pupuk Organik Cair

(46)

3.4 PENGUJIAN HASIL PUPUK ORGANIK CAIR

Paramater kualitas pupuk organik cair diuji dari kandungan cairan dan kepadatannya. Pengujian dilakukan untuk mengetahui apakah produk yang dihasilkan telah memenuhi persyaratan yang ditentukan untuk suatu penggunaan tertentu. Jenis pengujian meliputi

3.4.1 Pengujian Dengan pH Meter

Metode ini berjudul Air dan air limbah. Cara uji derajat keasaman (pH) dengan menggunakan alat pH meter yang merupakan revisi dari SNI 06-2413-1991 dengan judul Metode pengujian kualitas fisika air, butir 3.10. Cara uji derajat keasaman (pH) dengan menggunakan alat pH meter.

1. Keringkan dengan kertas tisu selanjutnya bilas elektroda dengan air suling.

Bilas elektroda dengan contoh uji.

2. Celupkan elektroda ke dalam contoh uji sampai pH meter menunjukkan pembacaan yang tetap.Catat hasil pembacaan skala atau angka pada tampilan dari pH meter.

3.4.2 Pengujian Dengan Gravimetri

Analisis Metode gravimetri termasuk ke dalam metode analisis kimia kuantitatif klasik. Dalam metode ini, analat direaksikan dan hasil reaksi ditimbang untuk menentukan zat/komponen yang dicari. Misalnya penentuan Ag dalam suatu batuan, bahan atau sampel direaksikan sehingga terbentuk endapan garam perak dan endapan ini setelah dimurnikan lalu ditimbang. Namun, tidak semua cara gravimetri didasarkan pada pembentukan endapan, contohnya didasarkan pada penghilangan suatu komponen dengan menjadikannya berbentuk gas.atau penentuan kadar air, dengan cara bahan yang dianalisis kadar airnya dipanaskan atau divakumkan. Berat air dianggap sama dengan selisih berat sebelum dan dan sesudah pengeringan.

(47)

menyerap gas-gas lain kecuali uap air. Selisih berat tabung dengan isi sebelum dan sesudah uap diserap menunjukkan jumlah air (kadar air).

b. Cara tidak langsung: penentuan kadar air dalam suatu bahan. Dalam hal ini bahan yang bersangkutan dipanaskan pada suhu tertentu (sekitar 100-1100C) dalam jangka waktu yang telah ditentukan sehingga air menguap. Berat air diperoleh sebagai selisih berat bahan sebelum dan sesudah pemanasan.

3.4.3 Pengujian Dengan Spektrofotometri

Metode AAS berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Cahaya pada panjang gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom. Transisi elektronik suatu unsur bersifat spesifik. Dengan absorpsi energi, berarti memperoleh lebih banyak energi, suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi. Tingkat-tingkat eksitasinya pun bermacam-macam. Dalam AAS dapat dapat dilakukan pemilihan panjang gelombang yang menghasilkan garis spektrum yang tajam dan dengan intensitas maksimum yang dikenal dengan garis resonansi.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam Hukum Lambert-Beer yaitu: 1. konsentrasi encer

2. syarat kimia

zat pengadsorbsi tidak boleh berdisosiasi, berasosiasi atau bereaksi dengan pelarut menghasilkan suatu produk pengadsorbsi spektrum yang berbeda dari zat yang dianalisa.

3. syarat cahaya

cahaya yang digunakan harus monokromatis (satu panjang gelombang).

4. syarat kejernihan

(48)

3.4.4 Pengujian Dengan Titriri

(49)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 PENGARUH EFFECTIVE MICROORGANISME TERHADAP KUALITAS PUPUK CAIR PADA LIMBAH SAYUR YANG DI BELENDER

Pengaruh Effective Microorganisme terhadap Kualitas Pupuk Cair pada limbah sayur yang dibelender untuk beberapa tabung dengan masing-masing komposisi sayuran ditunjukkan pada Gambar 4.1 berikut ini :

Gambar 4.1 Grafik hubungan Effective Microorganisme terhadap Kualitas Pupuk Cair pada limbah sayur yang dibelender

Dari Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa Effective Microorganisme memegang peranan penting dalam kualitas pupuk cair. Dari grafik di dapat kulitas pupuk cair sesuai standart nasional. Namun untuk kualitas yang cukup tinggi dapat dilihat pada tabung dengan jumlah EM4 350 ml di hari ke 25 dengan C-organik sebesar 26,66 % dan Nitrogen sebesar 0,88 %. Untuk Fosfor mengalami penurunan sebesar 1,98 % sedangkan Kalium mengalami kenaikan sebesar 0,85 % dan untuk COD yang didapat sebesar 2800 mg/L. Penurunan COD terjadi disebabkan adanya laju pembentukan asam lemak menguap (VFA), asam laktat, etanol dan senyawa sederhana lainnya dari monomer hasil dekomposisi polimer organik dan laju konsumsi asam-asam serta senyawa tersebut yang bervariasi. Dalam tahap

(50)

hidrolisis terjadi perombakan bahan organik yang mudah terdekomposisi seperti karbohidrat, lemak dan protein yang dilanjutkan dengan perombakan bahan organik sederhana hasil dekomposisi bahan-bahan di atas seperti gula, asam lemak dan asam amino yang terdapat pada substrat. Sedangkan penurunan Fosfor dan kenaikan Kalium ini disebabkan adanya aktifitas mikroba dalam mendekomposisi bahan organik. Menurut [8], dalam kondisi aerob, mikroba memanfaatkan oksigen bebas untuk mendekomposisikan bahan organik dan mengasimilasi sebagian unsur karbon, nitrogen, fosfor, belerang serta unsur lain yang diperlukan untuk mensintesis protoplasma sel mikroba

tersebut.

Pada penelitian terdahulu pembuatan pupuk cair dari limbah sayuran : [22], menggunakan Effective Microorganisme (EM4) dari limbah sayuran dengan komposisi sayuran sebanyak 500gr, waktu pengendapan 6 hari, dan pH 4.

(51)

4.2 PENGARUH WAKTU TERHADAP RASIO C/N PADA LIMBAH SAYURAN YANG DIBELENDER

Pengaruh waktu terhadap Rasio C/N pada limbah sayuran yang dibelender untuk beberapa tabung dengan masing-masing komposisi sayuran ditunjukkan pada Gambar 4.2 berikut ini :

0

Gambar 4.2 Grafik hubungan waktu terhadap Rasio C/N pada limbah sayuran yang dibelender

Dari Gambar 4.2 dapat dilihat nilai Rasio C/N. Jika dibandingkan dengan Rasio C/N awal sebesar 33,56, maka ada penurunan Rasio C/N. Penurunan terbesar terjadi pada tabung dengan EM4 350 ml sebesar 30,2. Dan penurunan terendah terjadi pada tabung dengan EM4 150 ml sebesar 31,55.

Terjadinya penurunan nilai Rasio C/N dikarenakan selama proses anerobik terjadi pemanfaatan sumber karbon dan nitrogen oleh mikroba. Ini dapat diindikasikan dengan menurunnya nilai C/N rasio. Ini menunjukkan terjadi penggunaan atau pemanfaatan sumber karbon dan nitrogen sebagai nutrisi mikroba untuk tumbuh dan berkembang [5].

Menurut 10], perbandingan C/N dari bahan organik sangat menentukan aktivitas mikroba dan produksi biogas. Kebutuhan unsur karbon dapat dipenuhi dari karbohidrat, lemak, dan asam-asam organik, sedangkan kebutuhan nitrogen dipenuhi dari protein, amoniak dan nitrat. Perbandingan C/N (C/N rasio) substrat akan berpengaruh pada pertumbuhan mikroorganisme.

Ra

si

o C

(52)

Menurut [5], kesetimbangan karbon dan nitrogen dalam bahan yang digunakan sebagai substrat perlu mendapat perhatian. Oleh karena itu, jika terlalu banyak nitrogen pertumbuhan bakteri akan terhambat, dalam hal ini terutama bahan yang kandungan amonianya sangat tinggi. Berdasarkan beberapa informasi yang diperoleh, agar pertumbuhan bakteri anaerob optimum, diperlukan rasio optimum C : N berkisar antara 20 : 1 sampai 30 : 1. Dengan mengacu pada Rasio C/N yang diatur di dalam SNI ataupun KepMenTan tentang kualitas kompos. Di dalam SNI rasio C/N kompos yang diijinkan adalah 10 – 20, maka rasio C/N yang diperoleh dalam penelitian ini sudah mendekati batas optimum.

4.3 PENGARUH EFFECTIVE MICROORGANISME TERHADAP KUALITAS PUPUK CAIR PADA LIMBAH SAYUR YANG DI CACAH

Pengaruh Effective Microorganisme terhadap Kualitas Pupuk Cair pada limbah sayur yang di cacah untuk beberapa tabung dengan masing-masing komposisi sayuran ditunjukkan pada Gambar 4.3 berikut ini :

0

Gambar 4.3 Grafik hubungan Effective Microorganisme terhadap Kualitas Pupuk Cair pada limbah sayur yang dicacah

Dari Gambar 4.3 didapat nilai N, P dan K yang fluktuasi. Untuk hasil yang optimal didapat pada tabung EM4 350 ml dengan C-Organik sebesar 27,54 %, Nitrogen 0,902 %, Fosfor 2 %, Kalium sebesar 0,84 % dan COD 4268 mg/L di hari ke 25. Penurunan COD terjadi disebabkan adanya laju pembentukan asam lemak menguap (VFA), asam laktat, etanol dan senyawa sederhana lainnya dari monomer hasil dekomposisi polimer organik dan laju konsumsi asam-asam serta senyawa

(53)

tersebut yang bervariasi. Dalam tahap hidrolisis terjadi perombakan bahan organik yang mudah terdekomposisi seperti karbohidrat, lemak dan protein yang dilanjutkan dengan perombakan bahan organik sederhana hasil dekomposisi bahan-bahan di atas seperti gula, asam lemak dan asam amino yang terdapat pada substrat. Sedangkan penurunan C-organik, Nitrogen, Fosfor dan kenaikan Kalium dikarenakan adanya aktifitas mikroba dalam mendekomposisi bahan organik. Menurut [8], dalam kondisi aerob, mikroba memanfaatkan oksigen bebas untuk mendekomposisikan bahan organik dan mengasimilasi sebagian unsur karbon, nitrogen, fosfor, belerang serta unsur lain yang diperlukan untuk mensintesis protoplasma sel mikroba tersebut.

Pada penelitian terdahulu pembuatan pupuk cair dari limbah sayuran : E. Yulistiawati (2008), menggunakan Effective Microorganisme (EM4) dari limbah sayuran dengan komposisi sayuran sebanyak 500gr, waktu pengendapan 6 hari, dan pH 4.

Dari hasil yang diperoleh jika dibandingkan dengan penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh [22]. Pengunaan Effective Microorganisme (EM4) yang cukup banyak dan fermentasi yang cukup serta ukuran sayuran yang kecil dapat meningkatkan atau mempengaruhi kualitas dari pupuk cair yang dihasilkan.

(54)

4.4 PENGARUH WAKTU TERHADAP RASIO C/N PADA LIMBAH SAYURAN YANG DICACAH

Pengaruh waktu terhadap Rasio C/N pada limbah sayuran yang dicacah untuk beberapa tabung dengan masing-masing komposisi sayuran ditunjukkan pada Gambar 4.4 berikut ini :

Gambar 4.4 Grafik hubungan waktu terhadap Rasio C/N pada limbah sayuran yang dicacah

Dari Gambar 4.4 menunjukkan nilai Rasio C/N. Jika dibandingkan dengan Rasio C/N awal sebesar 33,56, maka ada penurunan Rasio C/N. Penurunan terbesar terjadi pada tabung dengan EM4 350 ml sebesar 30,53. Dan penurunan terendah terjadi pada tabung dengan EM4 150 ml sebesar 32,57.

Terjadinya penurunan nilai Rasio C/N dikarenakan selama proses anerobik terjadi pemanfaatan sumber karbon dan nitrogen oleh mikroba. Ini dapat diindikasikan dengan menurunnya nilai C/N rasio. Ini menunjukkan terjadi penggunaan atau pemanfaatan sumber karbon dan nitrogen sebagai nutrisi mikroba untuk tumbuh dan berkembang [5].

Menurut Fry (1974), perbandingan C/N dari bahan organik sangat menentukan aktivitas mikroba dan produksi biogas. Kebutuhan unsur karbon dapat dipenuhi dari karbohidrat, lemak, dan asam-asam organik, sedangkan kebutuhan nitrogen dipenuhi dari protein, amoniak dan nitrat. Perbandingan C/N (C/N rasio) substrat akan berpengaruh pada pertumbuhan mikroorganisme.

Menurut [5], kesetimbangan karbon dan nitrogen dalam bahan yang digunakan sebagai substrat perlu mendapat perhatian. Oleh karena itu, jika terlalu banyak nitrogen pertumbuhan bakteri akan terhambat, dalam hal ini terutama bahan

Ra

si

o C

(55)

yang kandungan amonianya sangat tinggi. Berdasarkan beberapa informasi yang diperoleh, agar pertumbuhan bakteri anaerob optimum, diperlukan rasio optimum C : N berkisar antara 20 : 1 sampai 30 : 1. Dengan mengacu pada Rasio C/N yang diatur di dalam SNI ataupun KepMenTan tentang kualitas kompos. Di dalam SNI rasio C/N kompos yang diijinkan adalah 10 – 20, maka rasio C/N yang diperoleh dalam penelitian ini sudah mendekati batas optimum, dan dari perbedaan antara bahan baku yang dicacah dan dibelender tidak mengalami perbedaan yang cukup signifikan.

4.5 PENGARUH WAKTU TERHADAP BIOGAS

Pengaruh waktu degradasi terhadap Biogas limbah sayuran untuk beberapa tabung dengan masing-masing komposisi sayuran ditunjukkan pada Gambar 4.5 berikut ini :

Gambar 4.5 Grafik hubungan waktu degradasi terhadap Biogas pada limbah sayuran

Dari Gambar 4.5 dapat dilihat bahwa Biogas mengalami kenaikan setiap harinya. Produksi biogas tertinggi pada tabung III diblender hari ke 20 sebesar 13 ml, dan produksi biogas terkecil pada tabung II dicacah. Terjadinya penurunan produksi biogas pada tabung ini dikarenakan adanya kebocoran pada selang. Laju produsi biogas berbanding terbalik dengan laju penurunan Chemical Oxygen Demand. Semakin besar penurunan nilai Chemical Oxygen Demand, maka

(56)

Pada penelitian terdahulu pembuatan pupuk cair dari limbah sayuran : [22], produksi biogas yang tertinggi yang dihasilkan sebesar 30 ml pada rasio C/N 30. Tingginya nilai produksi biogas pada awal proses produksi kemungkinan dikarenakan pada hari-hari pertama proses produksi biogas mikroba masih dalam keadaan segar sebagaimana keadaan dalam rumen, sedangkan pada hari-hari berikutnya mikroba telah terpengaruh oleh kondisi lingkungan sehingga pertumbuhannya terganggu [12]

Selain makanan dan energi, hal lain yang dapat mempengaruhi pertumbuhan produksi biogas oleh bakteri anaerobik adalah memperpanjang waktu tinggal (retention time). Menurut Tobing dan Loebis (1986) dalam catatan [5], dengan waktu penahanan sekitar 40 sampai 50 hari dapat dihasilkan gas methan dalam jumlah yang cukup besar. Namun tentunya waktu penahanan yang terlalu lama akan menyebabkan proses pembentukan akan terganggu karena bakteri sudah tidak aktif lagi dalam merombak.

4.6 PERBANDINGAN PUPUK ORGANIK CAIR YANG DIHASILKAN DENGAN STANDART NASIOLAL INDONESIA

(57)

Tabel 4.2 Pupuk Organik Cair yang dihasilkan

Berdasarkan dari data diatas, jika dibandingkan hasil penelitian dengan badan standarisasi nasional pupuk organik cair masih jauh mendekati standart pupuk organik cair yang diharapkan, adapun penyebab ini terjadi disebabkan oleh

1. Kelembapan kandungan air

Kelembapan kandungan air menurut [12] sekitar 40 – 60, sedangkan kelembapan pupuk organik cair ini pada saat waktu nol kelembapanya sebesar 88,78, kelembapan yang sangat tinggi menyebabkan bahan organik cepat membusuk yang akan menghasilkan kandungan amonia tinggi, sehingga pupuk organik cair sangat bersifat asam, sebab itulalah bakteri anaerobikl tidak optimal untuk tumbuh mendegradasi bahan organik tersebut.

2. Kekeruhan air

Kontak langsung dari matahari dan kekeruhan air berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroorganisme yang optimum. Adanya kekeruhan air akan menghambat proses masuknya sinar matahari dalam air, sehingga hal tersebut dapat mengakibatkan proses fotosintesis tanaman menjadi terhambat, padahal seperti diketahui fotosintesis oleh tanaman akan menghasilkan oksigen yang banyak dibutuhkan oleh organisme dilingkungan air. Jika oksigen hanya sedikit maka bakteri aerob akan cepat mati karena suplai oksigennya sedikit dan bakteri anarobik mulai tumbuh.

(58)
(59)

`

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian pembuatan pupuk cair dengan memanfaatkan limbah sayuran sebagai bahan baku dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Untuk hasil yang maksimal diperoleh pada tabung EM4 350 ml diblender pada

hari ke 25 yaitu Rasio C/N 30,02, C-Organik 26,66, Nitrogen 0,88 dan Biogas 13ml.

2. Ukuran bahan yang lebih kecil, waktu fermentasi yang lama, dan jumlah EM4 yang cukup banyak dapat mempercepat proses pendegradasian dan mempengaruhi kualitas pupuk cair yang dihasilkan.

3. Dari hasil penelitian pembuatan pupuk organik cair perbedaan antara bahan baku yang dicacah atau dibelender tidak mengalami perbedaan hasil yang cukup signifikan. Pada bahan yang diblender rasio C/N 30,02 sedangkan bahan yang dicacah rasio C/N 32,57.

(60)

5.2SARAN

1. Perlu dilakukan uji lanjutan dengan memakai mikroba yang lain untuk proses aerob (selain EM4).

2. Untuk lebih memvariasikan bahan baku terutama yang mengandung Rasio C/N yang rendah.

(61)

DAFTAR PUSTAKA

[1] Andhika Cahaya, 2008. Pembuatan Kompos dengan Menggunakan Limbah Padat Organik (Sampah Sayuran dan Ampas Tebu).

[2] Ayu Artiningsih, 2008. Bahan Baku Kompos

Februari 2013

[3] Barnett, A Pylle, 1978. Biogas Tecnology in the Third Word. Review. Ottawa, Canada

[4] Bryant A.Kanh, 2001. Compost Utilization in Holticultutal Cropping systems. Lewis Publisher. USA

[5] Yani, M. dan A. A. Darwis. 1990. Diktat Teknologi Biogas. Pusat Antar Universitas Bioteknologi - IPB. Bogor. Di dalam Yulistiawati, Endang. 2008. Pengaruh Suhu Dan C/N Rasio Terhadap Produksi Biogas Berbahan Baku Sampah Organik Sayuran. Skripsi. Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bog [6] Elmi Sundari, 2012. Pembuatan Pupuk Organik Cair Menggunakan

Bioaktivator Biosca dan EM.

[7] Endang Yulistiawati, 2008. Pengaruh Suhu dan C/N Rasio Terhadap Produksi Biogas Berbahan Baku Sampah

[8] Gaur, A.C, 1981. Amanual of rural Composting. Project Field Document No. 15.New Delhi

[9] Gizen, 1981. Utilization in Holticultutal Cropping systems.Didalam buku Darwis. Bogor

[10] Hadisuwito, 2006. Teknologi Kompos.http://manglayang. Blogsome. Diakses 18 April 2013

[11] Indartono, Y. (2005). Bioethanol, alternatif energi terbarukan: Kajian Mesin dan Implementasi di LIPI.

[12] Indriyani, Y. H, 2000. Membuat Kompos Secara Singkat. Jakarta: Swadaya [13] Marsono dan Paulus, 2003. Perkembangan Unsur Hara Pada Kompos.

http//mizuc,worksohp. Diakses 18 April 2013.

(62)

[15] Mulyono, D. 2003. Pengaruh Pupuk Daun dan Zat Pengatur Tumbuh terhadap Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Lada. Jurnal Sains dan Teknologi BPPT

7 (5).

[16] Murbando, 1993. Membuat Kompos. Penebar Swadaya. Jakarta [17] Nurhasanah, 2006. Perkembangan Digester Biogas di Indonesia.

[18] Saeni ( 2013) Pembuatan Pupuk Organik Cair. Diakses 27 Juli 2013 http://agromaret .com /arsip /356 /Modul Pupuk Organik_.html

[19] Simamora, S dan Salundik, 2008. Meningkatkan Kualitas Kompos. Agromedia Pustaka. Jakarta.

[20] Sathianatan, 2003.Kompos. http//agromaret.com. Diakses 18 April 2013

[21] Sutanto, 2002. Penerapan Pertanian Organik, (Pemasyarakatan dan Penyebrangannya). Kansius Yogyakarta.

(63)

LAMPIRAN A

DATA

Tabel A.1 Data Awal Limbah Sayuran

No Parameter Satuan Jumlah

Tabel A.2 Data Hasil Proses Dekomposisi Tabung I dengan Bahan Baku Dicacah

Tabel A.3 Data Hasil Proses Dekomposisi Tabung II dengan Bahan Baku Dicacah

(64)

COD (mg/L) 6123 4650 4278 4271 4268

Biogas (ml) 3 6 9 9 10

Tabel A.5 Data Hasil Proses Dekomposisi Tabung I dengan Bahan Baku Diblender

Tabel A.6 Data Hasil Proses Dekomposisi Tabung II dengan Bahan Baku Diblender

(65)

Keterangan : Tabel A.8 Komposisi masing-masing tabung

Tabung Dicacah Dibelender

I

Bahan baku = 1500 gr EM4 = 150 ml

Air = 350 ml Molase = 100 ml

Bahan baku = 1500 gr EM4 = 150 ml

Air = 350 ml Molase = 100 ml II

Bahan baku = 1500gr EM = 250 ml

Air = 250 ml Molase = 150 ml

Bahan baku = 1500gr EM = 250 ml

Air = 250 ml Molase = 150 ml III

Bahan baku = 1500 gr EM4 = 350 ml

Air = 150 ml Molase = 200 ml

Bahan baku = 1500 gr EM4 = 350 ml

(66)

LAMPIRAN B

PERATURAN MENTERI PERTANIAN

LAMPIRAN C

PROSEDUR ANALISIS

C.1 Penentuan Persen Penyisihan Turbiditas

Alat yang digunakan untuk menganalisa turbiditas dalam penelitian ini adalah Turbidimeter Portable 2100P.

Sampel dimasukkan ke dalam botol turbidimeter dan diusahakan tidak ada gelembung udara, kemudian tabung tersebut ditempatkan pada tempat pengukuran dan dibaca nilai kekeruhan yang muncul pada alat.

Penyisihan turbiditas dapat dihitung dengan persamaan berikut : %

100 ) (

x A

B A Turbiditas

Penyisihan = −

A = Turbiditas awal (NTU) B = Turbiditas akhir (NTU)

Gambar

Tabel 1.3  Hasil Analisa Pupuk Organik Cair
Tabel 2.1 Kandungan C/N dari berbagai sumber bahan organik
Tabel 2.2 Standar kualitas pupuk organik cair berdasarkan SNI 19-7030-2004
Tabel  2.4 Produksi Pupuk di Idonesia
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan merancang proses pembuatan pupuk cair organik dari limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) serta menghasilkan pupuk.. Bahan yang digunakan

Limbah hasil sisa panen ini sebenarnya masih bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam pembuatan Pupuk Cair Organik (PCO) yang bisa digunakan sebagai pupuk cair

Grafik pada Gambar 3.1 diatas menunjukkan pengaruh waktu fermentasi terhadap kandungan nitrogen yang diperoleh dari pembuatan pupuk organik cair dari limbah cair

Kandungan Kalium (K) pada pupuk organik cair (POC) dari kotoran ayam dengan aktivator EM 4 (P2) senilai 17,857% lebih besar dibanding pupuk organik cair kotoran

Kandungan Fosfor (P) pada pupuk organik cair (POC) dari kayu apu dengan aktivator EM 4 (P2) senilai 0,0112% lebih besar dibanding dengan pupuk organik cair dari kayu apu

Kandungan kalium (K) pada pupuk organik cair dari kotoran ayam dengan aktivator EM 4 (P2) senilai 17,857% lebih besar daripada kalium (K) pada pupuk organik cair dari kotoran

Untuk mendapatkan pupuk organik cair dari limbah cair tempe yang baik, harus melakukan uji coba lanjutan perlakuan beberapa kali pada pupuk organik cair dan untuk mendapatkan

Pembuatan pupuk organik cair POC 1 2 3 4 5 Memasukkan limbah organic sebanyak 2,5 kg di setiap tangki fermentor Menambahkan bioaktivator EM4 kedalam tangki fermentor berdasarkan