PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA INTI PADA
SIKAP REMAJA PUBER PEREMPUAN TERHADAP
EARLY-MATURATION
OLEH:
AGNES MEIVINA GLORIA 041301068
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus yang telah memampukan penulis melalui banyak hal baik suka maupun duka sampai akhirnya skripsi ini bisa terselesaikan. Penulis sangat bersyukur kepada-Nya yang telah memberkati dan selalu menyertai penulis sehingga memampukan penulis menjadi pribadi yang semakin bijak dan kuat serta melihat betapa besar anugerah-Nya yang penulis rasakan selama proses pengerjaan skripsi ini.
Skripsi ini adalah suatu penelitian ilmiah yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Adapun judul dari skripsi ini adalah “Pengaruh Dukungan Sosial Keluarga Inti Pada Sikap Remaja Puber Perempuan Terhadap Early-Maturation”.
Dalam pengerjaan skripsi ini, penulis dibantu dalam bentuk bimbingan, kritik, saran, dan dukungan banyak orang yang diberkati Tuhan. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Prof.Dr.Chairul, Sp.A(K), selaku Dekan Fakultas Psikologi.
2. Ika Sari Dewi, S.Psi, Psi, selaku Pembimbing Skripsi yang banyak membantu saya sehingga penelitian ini bisa selesai.
3. Lili Garliah, M.Si. yang telah memberikan banyak masukan yang sifatnya membangun penelitian ini terutama dalam hal pengerjaan alat ukur.
serta Nurhaida Manurung yang telah memberikan inspirasi bagi penulis untuk selalu memberikan yang terbaik dalam hidup penulis. Terima kasih Pi.., Ma.., seumur hidup penulis akan selalu kuingat kasih sayang yang tulus dan suci dari kalian. Skripsi ini penulis persembahkan terkhususnya buat kalian orangtua penulis tercinta.
5. Abang-abangku terkasih, Ir.Tagor Leonardo Sitorus, M.Sc., Ir. Sahat Gunawan Sitorus, MBA., Pangihutan Oktavianto Sitorus, Ssi, terimakasih buat dukungan baik secara moril maupun materil sehingga penulis bisa menyelesaikan studiku.
6. Adikku terkasih, Irwandi sitorus, terima kasih buat doa dan dukungan yang kamu berikan dik.., semoga Tuhan juga memberkati studimu ya dik.
7. Kakakku terkasih, Teteh Julia Theresia dan K’Lina (Mama Manda) dan keponakanku Amanda, terima kasih buat doa dan dukungannya selama ini. 8. Keluarga besar Manurung, Opung Lindung Boru. Tulang Jaser, Inang Tua,
dan Tante-Tanteku. Terima kasih buat dukungannya baik secara moril maupun materil yang sangat mendukung studi penulis. Terima kasih juga buat kehangatan cinta dan kasih sayang serta perhatian yang selalu kalian berikan kepada penulis.
hari-harinya dan studinya (terutama dalam proses penyelesaian skripsi ini). GOD Bless U
10. Sahabat-sahabat penulis terkasih, Ernita C.Butar-butar (Ntong) & Ayu C.Barus (Aci).., dan Octavianus, terima kasih buat spirit dan persahabatan yang kalian berikan pada penulis yang membuat hari-hari penulis sangat berarti. Kalian selalu menguatkan penulis dan tidak pernah meninggalkan penulis ketika jatuh. Terima kasih buat doa dan dukungannya selama ini. 11. Kak Ester (K’Etenk), thx ya kak buat supportnya selama ini. GBU..
12. Kelompok kecilku “El-Shadai”, May.Spsi, Yuzz, terima kasih buat dukungan dan doa yang kalian berikan. Penulis sangat bersyukur ketika Tuhan Yesus menyatukan kita dalam kelompok untuk selalu bertumbuh dalam Dia sehingga kita bisa saling mengingatkan dan saling menyemangati. Thx sizta.. 13. K.Fani, Bang.Yandi, Spsi & K.inri, Spsi.., pemimpin kelompok kecil
“El-Shadai”, terima kasih buat pimpinan dan dukungan kalian selama ini. Penulis bangga ketika dipimpin kalian sehingga penulis bisa menjadi pribadi yang tegar dan tangguh. God Bless You All….
15. Teman-teman penulis terkasih, K’Coyi (My Sizta), Fani, Ruth (Iyuth), Dinarty (D’ty), Ingrid.., terima kasih karena kalian pernah menjadi teman baik penulis dan membuat penulis mengerti apa arti pertemanan sebenarnya.., aku sangat mengasihi kalian.., GOD Bless..& Mizz U All..
16. Rekan-rekan skripsi Psi’04 lainnya, Ira, Vera, K’ren, terima kasih buat kerja samanya selama ini.
17. K’Corry’03..Thx ya kak uda memberikan semangat dan masukan buat skripsi ini.
18. Anak-anakku..Psi’06 (Priska, Hearty, Omet, dkk), Umi ucapkan banyak terimaksih buat dukungannya selama ini ya…kalian memang anak-anak yang baik dan lucu serta selalu menghebohkan. Sukses buat studi kalian ya.
19. Psi’07 (Moniq, dkk) thx ya dek buat doa dan dukungannya selama ini, tetap semangat ya..
20. Dek Yolanda Sebayang yang cantik dan dek Anggun (Si N’dut) yang imut, thx ya dek buat partisipasinya dalam penelitian ini.God Bless..
21. Persona crew, terkhusus buat bang Ipul dan K.Lisa, thx ya buat idenya yang cemerlang dalam membantuku menyelesaikan penelitian ini.
22. Rekan2 pelayanan UKMK Psikologi USU. Terimakasih buat dukungannya dalam doa sehingga penulis dimampukan untuk menyelesaikan studi penulis ini.
Angkasa I, II, dll) yang telah banyak berpartisipasi dalam proses penyelesaian skripsi ini.
24. Teman-teman lainnya yang tidak tertulis namanya di sini, tetapi ingatlah sekecil apapun bantuan yang kalian berikan, tetapi sangat berguna bagi penulis dan Tuhan pasti mengingatnya and GBU always…
Penulis sadar bahwa skripsi ini masih ada kekurangan, oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran yang membangun untuk membuat penelitian ini lebih baik lagi. Akhir kata penulis berharap semoga penelitian ini bermanfaat bagi para pembaca sekalian.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...i
DAFTAR ISI ...vi
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH ... 1
B. RUMUSAN MASALAH ... 12
C. TUJUAN PENELITIAN ... 13
D. MANFAAT PENELITIAN ... 13
E. SISTEMATIKA PENULISAN ... 14
BAB II LANDASAN TEORI A. DUKUNGAN SOSIAL ... 15
1. Definisi Dukungan Sosial ... 15
2. Dimensi-Dimensi Dukungan Sosial ... 17
3. Sumber-Sumber Dukungan Sosial ... 19
B. KELUARGA INTI ... 19
1. Definisi Keluarga Inti ... 19
2. Fungsi Keluarga Inti ... 20
C. SIKAP ... 21
1. Definisi Sikap ... 21
2. Komponen Sikap ... 22
4. Pembentukan Dan Perubahan Sikap... 23
5. Sikap Remaja Puber Perempuan Terhadap Early-Maturation ... 25
D. REMAJA PUBER PEREMPUAN ... 27
1. Definisi Remaja Puber Perempuan ... 27
2. Ciri-Ciri Remaja Puber Perempuan ... 28
3. Ciri-Ciri Seks Sekunder Yang Penting Pada Remaja Puber Perempuan ... 30
4. Akibat Perubahan Masa Puber Perempuan Pada Sikap Dan Perilaku ... 31
E. EARLY-MATURATION ... 33
1. Definisi Early-Maturation ... 33
2. Faktor-Faktor Pembentukan Early-Maturation ... 34
F. PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA INTI PADA SIKAP REMAJA PUBER PEREMPUAN TERHADAP EARLY-MATURATION ... 34
G. HIPOTESA ... 37
BAB III METODE PENELITIAN A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN ... 38
B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN ... 38
1. Dukungan Sosial Keluarga Inti ... 38
2. Sikap Remaja Puber Perempuan Terhadap Early-Maturation ... 39
1. Populasi Dan Sampel... 41
2. Jumlah Sampel Penelitian ... 41
3. Teknik Pengambilan Sampel ... 42
D. ALAT PENGUMPULAN DATA ... 42
1. Skala Dukungan Sosial Keluarga Inti ... 42
2. Skala Sikap Remaja Puber Perempuan Terhadap Early-Maturation ... 44
E. UJI COBA ALAT UKUR ... 45
1. Uji Validitas ... 46
2. Uji Daya Beda Aitem ... 46
3. Uji Reliabilitas ... 47
F. HASIL UJI COBA ALAT UKUR ... 48
1. Hasil Uji Coba Skala Dukungan Sosial Keluarga Inti ... 48
2. Hasil Uji Coba Skala Sikap Remaja Puber Perempuan Terhadap Early-Maturation ... 49
G. PROSEDUR PENELITIAN ... 51
1. Persiapan Penelitian ... 51
2. Pelaksanaan Penelitian ... 52
3. Analisis Data ... 52
H. METODE ANALISIS DATA ... 52
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 54
A. GAMBARAN SUBJEK PENELITIAN ... 54
B. HASIL PENELITIAN ... 55
1. Hasil Uji Asumsi ... 55
2. Hasil Utama Penelitian ... 57
3. Hasil Tambahan ... 58
C. PEMBAHASAN ... 63
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN ... 68
B. SARAN ... 69
1. Saran Metodologis ... 7069
2. Saran Praktis ... 70
DAFTAR PUSTAKA ... 72
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Pada zaman modern sekarang ini, masalah yang masih paling hangat untuk
dibicarakan adalah masalah remaja terutama pada remaja pubertas, karena pada
masa remaja merupakan masa storm dan stress (Stanley dalam Papalia & Olds,
2001). Masa remaja ditandai dengan terjadinya berbagai proses perkembangan
yang secara global meliputi perkembangan jasmani dan rohani. Perkembangan
jasmani terlihat dari perubahan-perubahan bentuk tubuh dari kecil menjadi besar.
Perkembangan jasmani atau fisik mengarah pada pencapaian bentuk-bentuk badan
orang dewasa. Perkembangan fisik terlihat jelas dari perubahan tinggi badan,
bentuk badan, dan berkembangnya otot-otot tubuh. Remaja juga mengalami
perkembangan seksual baik primer maupun sekunder (dalam Hurlock, 1999).
Menurut Monks (1998), masa remaja ditandai dengan kematangan fungsi
reproduksi atau disebut masa pubertas. Papalia & Olds (2001), juga mengatakan
bahwa pubertas adalah proses dimana seseorang mencapai kedewasaan seksual
dan kemampuan untuk bereproduksi. Pubertas adalah suatu perubahan cepat
menuju kematangan fisik (physical-maturation) yang disertai dengan perubahan
hormonal dan perubahan jasmani yang terjadi secara prima selama awal masa
remaja (Santrock, 2002). Pertumbuhan yang terjadi tidak lain merupakan salah
satu kumpulan perubahan fisik yang terjadi di awal masa remaja dan dikenal
harus dilalui remaja pubertas adalah yang berhubungan dengan perkembangan
fisik yang begitu pesat (Hurlock, 1999).
Perubahan fisik yang begitu pesat pada masa puber merupakan proses menuju
kematangan (maturation). Pubertal-maturation adalah suatu proses dinamis
secara biologis yang ditandai dengan adanya perubahan yang kelihatan di dalam
proporsi tinggi badan, komposisi badan, dan pertumbuhan ciri-ciri seksual
sekunder yang memuncak pada transisi dari pra-produktif kepada tahap produktif
sepanjang rentang kehidupan manusia (Ellis, 2004). Haid pertama (menarche)
sering digunakan sebagai kriteria maturation pada remaja puber perempuan,
sedangkan bagi remaja puber laki-laki, kriteria yang dipakai adalah mimpi basah
(Hurlock, 1999).
Menurut Hurlock (1999), proses kematangan (maturation) pada masa puber
terbagi 2 (dua) yaitu normal dan abnormal. Kematangan yang menyimpang atau
abnormal juga terbagi 2 (dua), yaitu early-maturation (matang lebih awal) dan
late-maturation (matang terlambat). Remaja puber yang kematangan seksualnya
lebih cepat daripada kelompok seksnya termasuk ke dalam kelompok
early-maturation. Begitu juga sebaliknya, remaja puber yang kematangan seksualnya
lebih lambat dari kelompok seksnya termasuk ke dalam late-maturation.
Pada fenomena zaman sekarang ini, tidaklah mengherankan lagi melihat
begitu cepatnya perkembangan anak-anak zaman sekarang menuju
early-maturation. Menurut Santrock (2002), early-maturation sangat dipengaruhi oleh
nutrisi, lingkungan, globalisasi, dan media massa. Zulkarnain (2007), juga
pergeseran ke arah umur yang lebih muda yang dipengaruhi oleh bangsa, iklim,
gizi, dan kebudayaan.
Empat faktor tersebut yang mempengaruhi early-maturation, yaitu
lingkungan, psikis, fisik, serta gizi yang secara jelasnya juga dikatakan oleh Prof.
Dr. dr Alex. M.Sc, Sp.And, FSS, Seksolog dan Androlog dari Fakultas
Kedokteran Unud Denpasar yaitu semakin cepat rangsangan terjadi pada diri
anak, maka akan semakin cepat terjadi masa pubertas pada anak. Rangsangan
terbesar yang mempengaruhinya berasal dari audiovisual (TV) maupun pengaruh
lingkungan. Masa pubertas dipengaruhi juga oleh gizi. Tidak menjadi masalah
jika kadar gizi yang diberikan normal. Namun perlu dihindari memberikan anak
terlalu banyak mengonsumsi daging hewani yang mengandung hormon. Ada
beberapa jenis daging tersebut yang banyak mengandung hormon, yakni ayam
potong. Profesor tersebut mengatakan bahwa ayam potong yang biasa diberi
suplemen untuk mempercepat pertumbuhan akan mempengaruhi masa pubertas
anak jika ayam tersebut dimakan (Pontianak Post, 2006).
Menurut lembaga KISARA PKBI Bali, pada era globalisasi modern sekarang
ini, teknologi semakin canggih sehingga banyak informasi yang mudah diakses
melalui banyak media. Arus informasi melalui media masa baik berupa majalah,
surat kabar, tabloid maupun media elektronik seperti radio, televisi, dan komputer,
mempercepat terjadinya perubahan. Meskipun arus informasi ini menunjang
berbagai sektor pembangunan, namun arus informasi ini juga melemahkan sistem
sosial ekonomi yang menunjang masyarakat Indonesia. Anak-anak yang sedang
menuju remaja merupakan salah satu kelompok penduduk yang mudah
yang negatif di zaman sekarang ini sering kali muncul di banyak media seperti
seperti tayangan-tayangan sinetron yang menampilkan anak-anak berperan
sebagai orang dewasa, film-film atau video-video porno dan bacaan-bacaan yang
mengarahkan pada hal yang berbau seksual. Rangsangan-rangsangan melalui arus
informasi tersebut membuat anak-anak sekarang menjadi cepat matang secara
fisik (Okanegara, 2008).
Menurut Hurlock (1999), pada umumnya pengaruh masa puber lebih banyak
pada remaja perempuan daripada remaja puber laki-laki, yang disebabkan karena
remaja perempuan lebih cepat mengalami kematangan (early-maturation)
dibandingkan remaja puber laki-laki. Kail & Cavanaugh (2000), juga mengatakan
bahwa remaja puber perempuan lebih cepat mengalami kematangan (
early-maturation) karena pada kenyataannya remaja puber perempuan sekarang
memiliki proporsi tinggi badan lebih tinggi dan komposisi badan yang lebih besar
dibandingkan remaja laki-laki.
Sejak tahun 1937 data yang menyangkut usia menarche dikumpulkan di
Indonesia, namun tidak pernah diterbitkan, sampai pada tahun 1996 data tersebut
diperkenalkan. Data dimulai dari Pulau Jawa, beberapa lain juga dari Sulawesi,
Sumatra dan, baru-baru ini, dari Flores. Angka rata-rata secara umum ditunjukkan
dalam suatu urutan statistik adalah terjadinya suatu kecenderungan penurunan usia
menarche 0.145 tahun/dekade. Kondisi-kondisi kesehatan dan kekayaan umum di
Indonesia meningkat dalam enam dekade terakhir ini yang sangat besar
pengaruhnya dalam penurunan usia menarche. Hasil statistik menunjukkan usia
menarche mengalami penurunan dari rata-rata usia 14 tahun menjadi rata-rata usia
berlebihan dan makanan yang bergizi tinggi, maka kemungkinan mereka
mengalami menarche adalah usia 11 tahun (Hendrawati & Glinka, 2003).
“Untuk negara Indonesia rata-rata usia menarche adalah 11-14 tahun, dan di
kota Medan juga terdata bahwa anak-anak perempuan biasanya mencapai rata-rata usia menarche pada usia tersebut. Anak-anak perempuan sekarang mengalami kematangan fisik yang semakin dini. Di kota Medan sendiri, ada juga yang mengalaminya kelas 4 SD (umur 9 tahun), dan yang seperti itu bisa tergolong early-maturation. Jadi bisa dikatakan bahwa untuk kota Medan sendiri, usia anak-anak perempuan yang mengalami early-maturation bila mereka mengalami menarche sebelum usia 11 tahun” (Rahmadani Hidayatin, Psikolog PKBI Medan, Komunikasi Interpersonal, 15 Agustus 2008).
Early-maturation yang dialami oleh kebanyakan remaja puber perempuan
pada masa sekarang ini sering menjadi sorotan masyarakat. Hal ini dikarenakan
sikap yang ditunjukkan remaja puber perempuan terhadap early-maturation
tersebut yang cenderung negatif, seperti kurang percaya diri, kurang popular
diantara teman-temannya, cenderung memiliki masalah berperilaku, dan
cenderung depresi (Elder dalam Papalia & Olds, 2001). Sebagai hasil dari
ketidakmatangan cara berpikir dan sosial mereka, sekaligus dikombinasikan
dengan perkembangan fisik yang begitu cepat, remaja puber perempuan yang
mengalami early-maturation cenderung larut dalam perilaku yang bermasalah,
tanpa mengetahui apa efek jangka panjang yang akan terjadi pada perkembangan
hidup mereka selanjutnya (Sarigiani & Pettersen, dalam Santrock, 2002).
Dr.Alex Piquero, seorang pakar kriminologi dari Universitas Florida,
melakukan penelitian pada tahun 1995 terhadap remaja-remaja puber perempuan
yang berumur 11 (sebelas) tahun yang di ambil dari 132 (seratus tiga puluh dua)
sekolah di seluruh wilayah Amerika Serikat dan menemukan bahwa remaja puber
perempuan yang mengalami early-maturation ternyata lebih beresiko untuk
dialami remaja puber perempuan menyebabkan mereka terdorong untuk
bergabung dalam lingkungan sosial atau pergaulan yang belum layak mereka
masuki. Dr. Piquero juga menambahkan bahwa remaja puber perempuan yang
mengalami early maturation biasanya akan lebih cepat belajar bersosialisasi
secara akrab dengan lawan jenisnya, serta lebih memilih berkawan dengan remaja
yang lebih tua, lebih besar, serta lebih kuat dibandingkan dengan anak-anak lain
yang tidak mengalami gejala kelainan fisik tersebut (early-maturation) (Pontianak
Post, 2006).
Di negara Indonesia sendiri, khususnya di kota Padang, ditemukan bahwa
beberapa anak perempuan telah mengalami pubertas pada usia baru mencapai
10-12 tahun. Ketika memasuki pengalaman pubertas yang menandakan adanya
physical-maturation, mendorong keinginan remaja puber perempuan untuk
mengadakan interaksi sosial dengan kalangan yang lebih dewasa atau yang
dianggap lebih matang pribadinya sehingga menimbulkan kecenderungan
berperilaku mengikuti orang-orang dewasa pada umumnya seperti berpacaran,
merokok, dan sering pulang malam (Zulkarnain, 2007).
Dukungan terhadap pernyataan sebelumnya juga dapat dilihat dari pendapat
Swarr & Richards (dalam Kail & Cavanaugh, 2000) yang mengatakan bahwa
early-maturation menghambat perkembangan remaja puber perempuan yang
mengarahkan remaja puber perempuan untuk berhubungan dengan remaja yang
lebih tua yang kelihatannya mendorong mereka untuk mulai berperilaku
mengikuti orang dewasa, seperti bermabukan, merokok, dan seks, dimana mereka
menjadi cenderung memperlihatkan perilaku tidak sehat. Remaja puber
dalam hal-hal mengenai seks, dan akhirnya menjadi hamil yang dalam perjalanan
hidup berbeda dibandingkan seorang remaja puber perempuan yang mengalami
later-maturation yang cenderung menjadi lebih siap untuk menentang tekanan
seks.
Menurut Dr. Piquero (1995), remaja puber perempuan yang mengalami
early-maturation cenderung memunculkan perilaku yang negatif karena dampak
pengalaman langsung yang diterima remaja perempuan selama proses maturation.
Dampak pengalaman langsung yang ditunjukkan di sini adalah pertumbuhan fisik
yang pesat yang ditandai dengan munculnya ciri-ciri seks sekunder. Kemunculan
ciri-ciri seks sekunder ini menyadarkan remaja puber perempuan akan
penilaiannya terhadap tubuhnya yang mulai menyerupai bentuk tubuh wanita
dewasa dan mengakibatkan mereka lebih senang bergaul dengan remaja yang
lebih tua. Pengalaman langsung ini mempengaruhi sikap mereka terhadap
early-maturation itu sendiri. Dengan terjadinya early-maturation, para remaja tersebut
merasa bahwa mereka sama seperti orang dewasa dan memperbesar resiko mereka
untuk mengikuti pola perilaku orang dewasa. Dr. Piquero juga menambahkan
bahwa bersosialisasi dengan remaja yang lebih tua secara psikologis membawa
dampak yang berat, sebab mereka memang belum cukup matang secara emosional
untuk mengatasi masalah yang dihadapi. Beliau juga mengatakan bahwa
meskipun anak berusia 13 (tiga belas) tahun sudah berani bergaul dengan anak
berusia 16 (enam belas) tahun, namun bukan berarti mereka juga memiliki tingkat
pemikiran yang sama dengan anak-anak berusia 16 (enam belas) tahun (dalam
Menurut Dr. Piquero dalam penelitiannya, tidak semua remaja puber
perempuan yang mengalami early-maturation beresiko mengalami kecenderungan
perilaku tidak sehat. Sebanyak 74% (tujuh puluh empat persen) anak-anak yang
dibesarkan dalam dukungan sosial orangtua yang baik dalam hal pendidikan serta
lebih akrab dengan orangtuanya ternyata mengalami lebih sedikit terkena resiko
kecenderungan perilaku tidak sehat dibandingkan remaja puber perempuan yang
tidak menerima dukungan sosial tersebut. Oleh karena itu, dalam penelitiannya,
beliau menyarankan agar pada segenap orangtua supaya lebih waspada terhadap
dampak negatif yang sering ditimbulkan pada kasus pubertas akibat penyikapan
yang salah dari remaja puber perempuan terhadap early-maturation yang terjadi
pada diri mereka. Dalam hal ini, pendampingan orangtua sangat dibutuhkan oleh
remaja menuju tahap kedewasaan dan hal itu haruslah dimulai pada saat mereka
mulai mengalami tanda-tanda pubertas (dalam Pontianak Post, 2006).
Remaja puber perempuan yang mengalami early-maturation merasa
terganggu secara psikologis dengan perubahan-perubahan kelenjar, besarnya, dan
posisi organ-organ internal yang dialaminya. Perubahan sosial juga lebih besar
pengaruhnya dibandingkan perubahan-perubahan kelenjar yang terjadi pada tubuh
mereka. Remaja ketika memasuki masa pubertas biasanya sangat tidak percaya
pada diri sendiri dan bergantung kepada keluarga inti untuk memperoleh rasa
aman. Oleh karena itu, remaja puber perempuan memerlukan simpati dan
perhatian dari keluarga inti dalam menjalani berbagai tugas perkembangan yang
dialaminya (Hurlock, 1999).
“Keluarga terutama orangtua sangat berperan penting dalam hal membentuk
yang alamiah dan normal” (Rahmadani Hidayatin, Psikolog PKBI Medan, Komunikasi Interpersonal, 15 Agustus 2008).
Bogardus (dalam Azwar, 1995), mengatakan bahwa sikap adalah
kecenderungan berperilaku. Sedangkan Thurstone (dalam Mueller, 1992)
menyatakan bahwa sikap merupakan suatu tingkatan afek, baik itu positif maupun
negatif dalam hubungannya dengan objek-objek psikologis. Sedangkan menurut
Petty dan Cacioppo (dalam Hogg, 2002), sikap merupakan evalusi umum terhadap
orang (termasuk diri sendiri), objek ataupun isu. Pada hakekatnya, sikap
merupakan suatu interaksi dari berbagai komponen, dimana komponen-komponen
tersebut menurut Allport (dalam Azwar, 1995) ada 3 (tiga), yaitu : komponen
kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif. Azwar (1995) mengemukakan
bahwa nilai (value) dan opini (opinion) atau pendapat sangat erat berkaitan
dengan sikap, bahkan kedua konsep tersebut seringkali digunakan dalam
defenisi-defenisi mengenai sikap. Mueller (1992) juga mengatakan bahwa nilai
menyebabkan sikap dan sikap ke arah suatu objek adalah fungsi sedemikian rupa
bahwa objek itu diartikan untuk memberi kemudahan pencapaian nilai-nilai
penting
Pada dasarnya sikap bukan merupakan suatu pembawaan, melainkan hasil
interaksi antara individu dengan lingkungannya sehingga sikap bersifat dinamis.
Faktor pengalaman besar pengaruhnya dalam pembentukan sikap (Middlebrook
dalam Azwar, 1995).
Menurut Sarigiani & Pettersen, dalam Santrock, 2002), remaja puber
perempuan yang mengalami early-maturation biasanya cenderung memiliki sikap
yang negatif terhadap early-maturation itu sendiri. Sikap ini muncul dari penilaian
mulai menunjukkan ciri-ciri seksual sekunder, yang mengarahkan tubuh mereka
seperti bentuk tubuh wanita dewasa. Mereka menganggap bahwa bila mereka
mengalami maturation tersebut, mereka sama seperti orang dewasa, sehingga
mereka cenderung beresiko mengikuti pola perilaku orang dewasa tanpa adanya
kematangan cara berpikir dan kematangan sosial yang sudah dimiliki orang
dewasa umumnya.
“Anak-anak perempuan yang mengalami early-maturation secara fisik
memang hampir memiliki fisik layaknya orang dewasa, namun secara kognitif mereka belum sematang layaknya orang dewasa umumnya karena sebenarnya mereka juga masih berpikir sama dengan anak-anak lainnya, sehingga keluarga mereka hendaknya mampu memberikan dukungan yang positif bagi perkembangan diri mereka agar mereka lebih berhati-hati dalam mencontoh pola perilaku orang-orang sekitarnya” (Rahmadani Hidayatin, Psikolog PKBI Medan, Komunikasi Interpersonal, 15 Agustus 2008).
Menurut Maharani dan Andayani (2003), remaja puber perempuan
membutuhkan bantuan dan bimbingan serta pengarahan dari keluarganya untuk
menghadapi segala permasalahan yang dihadapi berkaitan dengan proses
kematangan yang dialami remaja puber perempuan sekarang ini, sehingga remaja
puber perempuan dapat melalui dan menghadapi perubahan-perubahan yang
terjadi dengan wajar.
Bantuan, bimbingan dan pengarahan merupakan beberapa ciri dari dukungan
sosial. Elzion mengartikan dukungan sosial sebagai hubungan antar pribadi yang
didalamnya terdapat satu atau lebih ciri-ciri, antara lain: bantuan atau pertolongan
dalam bentuk fisik, perhatian emosional, pemberian informasi dan pujian(dalam
Farhati & Rosyid, 1996). Dukungan sosial merupakan sesuatu yang dimiliki oleh
individu yang hanya dapat dinilai dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan
dimensi, yaitu: dukungan instrumental, dukungan informasional, dukungan
penghargaan, dukungan emosional, dan dukungan integritas sosial (Orford, 1992).
Kahn (dalam Orford 1992), mengatakan bahwa orang dewasa sebagai orang
yang lebih dulu matang dibandingkan remaja puber perempuan, perlu
memberikan dukungan dalam bentuk pengarahan dan bimbingan bagi remaja
puber perempuan dalam menghadapi perubahan-perubahan akibat maturation
yang dialami remaja puber perempuan. Menurut Soekanto (1990), bimbingan atau
dukungan sosial tersebut dapat diperoleh dari keluarga inti yang dimiliki remaja
puber perempuan yang mengalami early-maturation tersebut. Keluarga inti
(keluarga batih) merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang lazimnya terdiri
dari suami/ayah, istri/ibu dan anak-anak yang belum menikah. Gunarsa (1995)
mengatakan bahwa keluarga inti merupakan tempat yang penting dimana anak
memperoleh kemampuan dasar dalam bentuk kemampuannya agar kelak menjadi
orang yang berhasil di masyarakat.
Orangtua sebagai bagian dari keluarga inti perlu mempelajari seluk beluk
kehidupan remaja secara seksama agar dapat membantu mereka dalam
memberikan nilai atau pengetahuan yang penting berkaitan dengan maturation
yang dialami remaja sekarang. Nilai atau pengetahuan yang baik dari orangtua
dapat menuntun pola sikap remaja puber sekarang kearah yang positif terhadap
early-maturation yang dialami remaja sekarang. Orangtua yang merupakan bagian
dari keluarga inti hendaknya tidak memaksakan ciri-ciri kehidupan remaja pada
zaman mereka pada anak-anaknya. Cara demikian hanyalah memperbesar
kesenjangan. Sebaiknya orangtua justru harus bisa membandingkan kehidupan
mengalami pergeseran yang cukup signifikan dalam hal yang berkaitan dengan
early-maturation. Orangtua sekarang harusnya semakin menyadari
early-maturation pada zaman sekarang merupakan hal yang lumrah terjadi, sehingga
remaja sekarang perlu dibimbing sedini mungkin (Soekanto, 1990).
Berdasarkan uraian di atas, peneliti melihat bahwa early-maturation pada
remaja puber perempuan membuat mereka terlihat matang secara fisik seperti
orang dewasa, tetapi tidak diikuti dengan kemampuan sosial dan mental yang
matang seperti orang dewasa pada umumnya. Remaja tersebut biasanya
menyikapi early-maturation dalam bentuk kecenderungan perilaku yang negatif,
seperti, kurang percaya diri, kurang popular diantara teman-temannya, depresi,
merokok, dan seks. Keluarga inti sebagai wadah yang memegang peran penting
dalam mambentuk karakter anak, perlu memperhatikan perkembangan diri mereka
dalam bentuk dukungan sosial yang tinggi. Keluarga inti juga merupakan faktor
terpenting bagi anak dalam mempengaruhi sikap remaja terhadap setiap tugas
perkembangan yang dialaminya. Remaja puber perempuan yang mendapat
dukungan sosial yang tinggi akan membentuk sikap yang positif pula terhadap
setiap tugas perkembangan (early-maturation) yang dilaluinya. Berdasarkan
uraian tersebut, peneliti ingin melihat pengaruh dukungan sosial keluarga inti pada
sikap remaja puber perempuan terhadap early-maturation.
B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah untuk melihat apakah ada
pengaruh positif dukungan sosial keluarga inti pada sikap remaja puber
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh positif dukungan sosial
keluarga inti pada sikap remaja puber perempuan terhadap early-maturation.
D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk
perkembangan ilmu psikologi, khususnya di bidang Psikologi Perkembangan,
yaitu membukakan wawasan mengenai pengaruh dukungan sosial keluarga inti
pada sikap remaja puber perempuan terhadap early-maturation.
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini diharapkan dapat membuka mata masyarakat bahwa remaja
perlu diberikan dukungan dalam menghadapi proses maturation.
b. Bagi orangtua atau orang dewasa lainnya, penelitian ini diharapkan dapat
memberi informasi mengenai pentingnya memberikan dukungan sosial yang
baik pada remaja puber perempuan yang mengalami early-maturation agar
remaja puber perempuan tersebut bisa menyikapi early-maturation yang
dialaminya secara positif.
c. Bagi remaja puber perempuan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi mengenai pentingnya peran keluarga inti dalam membentuk
karakter diri positif si remaja puber perempuan, sehingga remaja puber
perempuan perlu menjaga hubungan yang baik dengan keluarga intinya agar
remaja puber perempuan mampu melalui tugas perkembangan responden
E. SISTEMATIKA PENULISAN
Adapun sistematika penulisan dalam laporan penelitian ini adalah:
BAB I : Pendahuluan
Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah penelitian,
pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, serta
sistematika penulisan.
BAB II : Landasan Teori
Bab ini memuat tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam
pembahasan masalah. Teori-teori yang dimuat adalah teori yang
berhubungan dengan dukungan sosial, keluarga inti, sikap,
remaja puber, dan early-maturation.
BAB III : Metodologi Penelitian
Bab ini menjelaskan mengenai identifikasi variable penelitian,
populasi dan sampel penelitian, metode pengumpulan data,
instrumen atau alat ukur yang digunakan, validitas dan
BAB II
LANDASAN TEORI
A. DUKUNGAN SOSIAL 1. Definisi Dukungan Sosial
Menurut Orford (1992) dukungan sosial adalah :
“Something that an individual person processes and which can be assessed by putting certain well-chosen questions to that particular person”.
Definisi diatas menunjukkan bahwa dukungan sosial adalah sesuatu yang
dimiliki oleh individu yang hanya dapat dinilai dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang tepat kepada individu tersebut.
Elzion (dalam Farhati & Rosyid, 1996), mengatakan bahwa dukungan sosial
adalah hubungan antar pribadi yang didalamnya terdapat satu atau lebih ciri-ciri ,
antara lain : bantuan atau pertolongan dalam bentuk fisik, perhatian emosional,
pemberian informasi dan pujian. Johnsosn & Johnson (dalam Farhati & Rosyid,
1996), mendefenisikan dukungan sosial sebagai keberadaan orang lain yang dapat
diandalkan untuk dimintai bantuan, dorongan, dan penerimaan apabila individu
mengalami kesulitan.
Dukungan sosial didefinisikan oleh Gottlieb (dalam Kuntjoro, 2002) sebagai
informasi verbal atau nonverbal, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang
diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam lingkungan
sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan
keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Dalam
lega karena diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada
dirinya.
Sarason (dalam Kuntjoro, 2002). Berpendapat bahwa dukungan sosial
mencakup 2 (dua) hal, yaitu :
a. Jumlah atau sumber dukungan sosial yang tersedia : merupakan persepsi
individu terhadap sejumlah orang yang dapat diandalkan saat individu
membutuhkan bantuan.
b. Tingkat kepuasan akan dukungan sosial yang diterima : berkaitan dengan
persepsi individu bahwa kebutuhannya akan terpenuhi.
Menurut Sarason (dalam Kuntjoro, 2002), dukungan sosial bukan sekedar
memberikan bantuan, tetapi yang penting adalah bagaimana persepsi si penerima
terhadap makna dari bantuan itu. Hal ini erat hubungannya dengan ketepatan
dukungan sosial yang diberikan, dalam arti bahwa orang yang menerima sangat
merasakan manfaat bantuan bagi dirinya, karena sesuatu yang aktual dan
memberikan kepuasan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial adalah
sesuatu yang dimiliki individu yang hanya dapat dinilai dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang tepat kepada individu tersebut dan memberikan
bantuan, dorongan, serta penerimaan apabila individu mengalami kesulitan.
Bantuan atau pertolongan tersebut dapat berbentuk fisik, perhatian, emosional,
2. Dimensi-Dimensi Dukungan Sosial
Orford (1992) mengatakan ada 5 (lima) dimensi dukungan sosial, yaitu :
a. Dukungan instrumental
Dukungan instrumental adalah dukungan berupa bantuan dalam bentuk nyata
atau dukungan material. Menurut Jacobson (dalam Orford, 1992) dukungan
ini mengacu pada penyediaan benda-benda dan layanan untuk memecahkan
masalah praktis. Wills (dalam Orford, 1992) menyatakan bahwa dukungan ini
meliputi aktivitas-aktivitas seperti penyediaan benda-benda, misalnya alat-alat
kerja, buku-buku, meminjamkan atau memberikan uang dan membantu
menyelesaikan tugas-tugas praktis.
b. Dukungan informasional
Dukungan informasional adalah dukungan berupa pemberian informasi yang
dibutuhkan oleh individu. Douse (dalam Orford, 1992) membagi dukungan ini
ke dalam 2 (dua) bentuk. Pertama, pemberian informasi atau pengajaran suatu
keahlian yang dapat memberi solusi pada suatu masalah. Kedua adalah
appraisal support, yaitu pemberian informasi yang dapat mebantu individu
dalam mengevaluasi performance pribadinya. Wills (dalam Orford, 1992)
menambahkan dukungan ini dapat berupa pemberian informasi, nasehat, dan
bimbingan.
c. Dukungan penghargaan
Dukungan penghargaan adalah dukungan yang terjadi bila ada ekspresi
penilaian yang positif terhadap individu. Menurut Cohent & Wils (dalam
Orford, 1992), dukungan ini dapat berupa pemberian informasi kepada
ditingkatkan dengan mengkomunikasikan kepadanya bahwa ia bernilai dan
diterima meskipun tidak luput dari kesalahan.
d. Dukungan emosi
Dukungan emosi adalah dukungan yang berhubungan dengan hal yang
bersifat emosional atau menjaga keadaan emosi, afeksi/ekspresi. Menurut
Tolsdorf & Wills (dalam Orford, 1992), tipe dukungan ini lebih mengacu
kepada pemberian semangat, kehangatan, cinta, kasih, dan emosi. Leavy
(dalam Orford, 1992) menyatakan dukungan sosial sebagai perilaku yang
memberi perasaan nyaman dan membuat individu percaya bahwa dia
dikagumi, dihargai, dan dicintai dan bahwa orang lain bersedia memberi
perhatian dan rasa aman.
e. Dukungan integrasi sosial
Dukungan integrasi sosial adalah perasaan individu sebagai bagian dari
kelompok. Menurut Cohen & Wills (dalam Orford, 1992), dukungan ini dapat
berupa menghabiskan waktu bersama-sama dalam aktivitas, rekreasional di
waktu senggang. Dukungan ini dapat mengurangi stress dengan memenuhi
kebutuhan afiliasi dan kontak dengan orang lain membantu mengalihkan
perhatian seseorang dari masalah yang mengganggu serta memfasilitasi suatu
suasana hati yang positif. Menurut Barren & Ainlay (dalam Orford, 1992),
dukungan ini dapat meliputi membuat lelucon, membicarakan minat,
3. Sumber-Sumber Dukungan Sosial
Menurut Rook & Dooley (dalam Kuntjoro, 2002), ada 2 (dua) sumber
dukungan sosial, yaitu :
a. Sumber artifisial
Sumber artifisial adalah dukungan sosial yang dirancang ke dalam kebutuhan
primer seseorang, misalnya dukungan sosial akibat bencana alam.
b. Sumber natural
Sumber natural adalah dukungan sosial yang natural diterima seseorang
melalui interaksi seseorang dalam kehidupannya secara spontan dengan
orang-orang yang berada disekitarnya, misalnya anggota keluarga (anak, istri,
suami, dan kerabat), teman dekat/relasi.
B. KELUARGA INTI 1. Definisi Keluarga Inti
Menurut Gunarsa (1995), keluarga adalah kelompok sosial yang bersifat
abadi, dikukuhkan dalam hubungan nikah yang memberikan pengaruh keturunan
dan lingkungan sebagai dimensi penting yang lain bagi anak. Keluarga adalah
tempat yang penting dimana anak memperoleh dasar dalam bentuk
kemampuannya agar kelak menjadi orang yang berhasil di mata masyarakat.
Keluarga inti (keluarga batih) merupakan unti terkecil dalam masyarakat yang
mempunyai fungsi-fungsi terentu, keluarga inti lazimnya terdiri dari suami/ayah,
istri/ibu, dan anak-anak yang belum menikah (Soekanto, 1990). Sedangkan
menurut Haviland (1993), keluarga inti (nuclear family) adalah unit dasar yang
apa yang dikemukakan oleh Sarwono (2001), bahwa keluarga merupakan
lingkungan primer hampir setiap individu, sejak ia lahir sampai datang masanya
meninggalkan rumah dan membentuk keluarga sendiri, dan menurut Khairuddin
(1997), keluarga mempunyai sistem jaringan interaksi yang lebih bersifat
hubungan interpersonal, dimana masing-masing anggota dalam keluarga
dimungkinkan mempunyai intensitas hubungan satu sama lain, antara ayah, ibu,
dan anak, maupun anak-dengan anak.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
keluarga inti adalah unti terkecil dalam masyarakat yang dikukuhkan dalam
hubungan nikah yang terdiri dari suami/ayah, istri/ibu, dan anak-anak yang belum
berdiri sendiri.
2. Fungsi Keluarga Inti
Fungsi keluarga menurut Gunarsa (1995) adalah :
a. Mendapatkan keturunan dan membesarkan anak
b. Memberikan afeksi/kasih sayang, dukungan, dan keakraban
c. Mengembangkan kepribadian
d. Mengatur pembagian tugas, menanamkan kewajiban, hak, dan tanggung
jawab
e. Mengajarkan dan meneruskan adat istiadat, kebudayaan, agama, dan sistem
moral pada anak.
Sejalan dengan fungsi keluarga yang telah dikemukakan sebelumnya,
Soekanto (1990) mengemukakan bahwa keluarga inti (keluarga batih) merupakan
a. Sebagai wadah berlangsung sosial primer, yakni dimana anak-anak dididik
untuk memahami dan menganuti kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku
dalam masyarakat.
b. Sebagai unit yang mengatur hubungan seksual
c. Sebagai unit ekonomis yang membentuk dasar kehidupan
sosial-ekonomis bagi anak-anak.
d. Sebagai wadah tempat berlindung, supaya kehidupan berlangsung secara tertib
dan tentram, sehingga manusia hidup di dalam kedamaian.
Selanjutnya Gunarsa (1995) mengemukakan bahwa syarat utama bagi
kelancaran terlaksananya fungsi keluarga adalah terciptanya suasana keluarga
yang baik. Suasana keluarga dimana setiap anak bisa mengembangkan dirinya
dengan bantuan orangtua dan saudara-saudaranya.
C. SIKAP
1. Definisi Sikap
Thurstone (dalam Mueller, 1992) menyatakan bahwa sikap merupakan suatu tingkatan afek, baik itu positif maupun negatif dalam hubungannya dengan
obyek-obyek psikologis. Lebih khusus lagi, suatu sikap ke arah suatu objek adalah fungsi
sedemikian rupa bahwa objek itu diartikan untuk memberi kemudahan pencapaian
nilai-nilai penting. Sedangkan menurut Petty dan Cacioppo (dalam Hogg, 2002),
sikap merupakan evalusi umum terhadap orang (termasuk diri sendiri), objek
ataupun isu. Azwar (1995) mengemukakan bahwa nilai (value) dan opini
(opinion) atau pendapat sangat erat berkaitan dengan sikap, bahkan kedua konsep
Bogardus (dalam Azwar,1995), mengatakan bahwa sikap itu adalah
kecenderungan berperilaku.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa sikap adalah suatu perasaan
atau penilaian (evaluasi) tentang orang (termasuk diri sendiri), objek, atau isu dan
merupakan kecenderungan berperilaku dalam suatu tingkatan afek, baik itu positif
maupun negatif.
2. Komponen Sikap
Pada hakekatnya, sikap merupakan suatu interaksi dari berbagai komponen,
dimana komponen-komponen tersebut menurut Allport (dalam Azwar, 1995) ada
tiga, yaitu:
a. Komponen kognitif
Komponen kognitif adalah komponen yang tersusun atas dasar pengetahuan
atau informasi yang dimiliki seseorang tentang obyek sikapnya. Dari
pengetahuan ini kemudian akan terbentuk suatu keyakinan tertentu tentang
obyek sikap tersebut.
b. Komponen afektif
Komponen afektif adalah komponen yang berhubungan dengan rasa senang
dan tidak senang. Jadi, sifatnya evaluatif yang berhubungan erat dengan
nilai-nilai kebudayaan atau sistem nilai-nilai yang dimilikinya.
c. Komponen konatif
Komponen konatif adalah kesiapan seseorang untuk bertingkah laku yang
3. Karakteristik Sikap
Menurut Brigham (dalam Azwar, 1995), ada beberapa ciri sifat (karakteristik)
dasar dari sikap, yaitu:
a. Sikap disimpulkan dari cara-cara individu bertingkah laku
b. Sikap ditunjukkan mengarah kepada obyek psikologis atau kategori, dalam hal
ini skema yang dimiliki orang menentukan bagaimana mereka
mengkategorisasikan target objek dimana sikap diarahkan
c. Sikap dipelajari
d. Sikap mempengaruhi perilaku. Mengukuhi suatu sikap yang mengarah pada
suatu obyek memberikan satu alasan untuk berperilaku mengarah pada obyek
itu dengan suatu cara tertentu.
4. Pembentukan Dan Perubahan Sikap
Middlebrook (dalam Azwar (1995), mengatakan bahwa ada 6 (enam) faktor
yang mempengaruhi sikap, yaitu :
a. Pengalaman pribadi
Middlebrook (dalam Azwar, 1995) mengatakan bahwa tidak adanya
pengalaman sama sekali dengan suatu objek psikologis cenderung akan
membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut. Pembentukan kesan atau
tanggapan terhadap objek merupakan proses kompleks dalam diri individu
yang melibatkan individu yang bersangkutan, situasi dimana tanggapan itu
terbentuk, dan atribut atau ciri-ciri objektif yang dimiliki oleh stimulus. Untuk
dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah
apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam stimulus yang melibatkan
faktor emosional.
b. Kebudayaan
Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar
terhadap pembentukan sikap kita. Apabila kita hidup dalam budaya yang
mempunyai norma longgar bagi pergaulan heteroseksual sangat mungkin kita
akan mempunyai sikap yang mendukung terhadap masalah kebebasan
pergaulan heteroseksual.
c. Orang lain yang dianggap penting
Seseorang yang kita anggap penting (significant others) akan banyak
mempengaruhi pembentukan sikap kita terhadap sesuatu. Diantara orang yang
biasanya dianggap penting bagi individu adalah orangtua, teman sebaya, guru,
teman kerja, suami atau istri. Pada umumnya, individu cenderung untuk
memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang
dianggapnya penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan
berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang
dianggap penting tersebut. Sikap orangtua dan sikap anak cenderung untuk
selalu sama sepanjang hidup.
d. Institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama
Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai
pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar
pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Apabila terdapat suatu hal
yang kontroversial, pada umumnya orang akan mencari informasi lain untuk
atau dari agama sering kali menjadi determinan tunggal yang menentukan
sikap.
e. Media massa
Media massa sebagai alat komunikasi seperti televisi, radio, surat kabar,
majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini
dan kepercayaan seseorang. Adanya informasi baru mengenai suatu hal
memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhdap hal
tersebut. Pesan-pesan sugestif yang dibawa oleh informasi tersebut, apabila
cukup kuat akan memberikan dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga
terbentuklah arah dan sikap tertentu.
f. Faktor emosi dalam diri individu
Tidak sama bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman
pribadi seseorang. Terkadang sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh
emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan
bentuk mekanisme pertahanan ego.
5. Sikap Remaja Puber Perempuan Terhadap Early-Maturation
Menurut Sarigiani & Pettersen, remaja puber perempuan yang mengalami
early maturation cenderung memiliki sikap negatif terhadap early-maturation.
Early-maturation ditandai dengan munculnya ciri-ciri seksual sekunder, yang
mengarahkan bentuk tubuh layaknya orang dewasa. Sikap negatif remaja puber
perempuan terhadap early-maturation muncul dari penilaian terhadap pengalaman
langsung yang mereka terima ketika mereka melihat tubuh mereka menyerupai
orang dewasa dan membentuk kecenderungan berperilaku layaknya orang dewasa
tanpa diikuti kematangan cara berpikir dan kematang sosial yang sudah dimiliki
orang dewasa umumnya (dalam Santrock, 2002).
Kecenderungan berperilaku mengikuti orang dewasa pada umunya seperti
berpacaran, merokok, bermabukan, dan sering pulang malam (Zulkarnain, 2007).
Early-maturation menghambat remaja puber perempuan yang mengarahkan
mereka untuk berhubungan dengan remaja yang lebih tua yang mendorong
mereka untuk memiliki kecenderungan berperilaku mengikuti orang dewasa
seperti bermabukan, merokok, dan seks (Kail & Cavanaugh, 2000), sedangkan
menurut Elder (dalam Papalia & Olds, 2001), remaja puber perempuan yang
mengalami early-maturation biasanya cenderung kurang percaya diri, kurang
popular diantara teman-temannya, cenderung memiliki masalah berperilaku, dan
cenderung depresi.
Remaja puber perempuan yang mengalami early-maturation secara psikologis
memang sering terganggu dengan perubahan-perubahan kelenjar, besarnya, dan
posisi organ-organ internal yang dialaminya. Perubahan sosial juga memiliki
pengaruh yang lebih besar pada penyikapan negatif remaja puber perempuan
terhadap early-maturation dibandingkan dengan perubahan-perubahan kelenjar
yang terjadi karena ketika memasuki masa pubertas mereka menjadi sangat tidak
percaya diri dan sangat bergantung kepada lingkungannya terutama keluarga
intinya untuk memperoleh rasa aman. Remaja puber perempuan sangat
memerlukan simpati dan pengertian dari orang-orang sekitarnya dalam bentuk
dukungan sosial untuk melalui berbagai tugas perkembangan yang dialaminya.
dari keluarga inti, maka akan semakin negatif sikap yang ditunjukkan terhadap
early-maturation yang dialaminya (Hurlock, 1999).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap remaja puber
perempuan terhadap early-maturation adalah kecenderungan berperilaku negatif
seperti merokok, bermabukan, berpacaran, seks, sering pulang malam, kurang
percaya diri, kurang popular diantara teman-temannya, memiliki masalah
berperilaku, dan depresi ketika dukungan sosial yang diterima dari keluarga
intinya adalah rendah.
D. REMAJA PUBER PEREMPUAN 1. Definisi Remaja Puber Perempuan
Menurut Hurlock (1999), masa puber merupakan suatu tahap dalam
perkembangan di mana terjadi kematangan alat-alat seksual dan tercapai
kemampuan reproduksi. Pada anak perempuan, pubertas biasanya ditandai dengan
terjadinya menarche (menstruasi pertama). Periode pubertas pada anak perempuan
biasanya terjadi pada usia 11-15 tahun.
Sedangkan menurut Sarlito (1999), tidak ada profil remaja Indonesia yang
seragam dan berlaku secara nasional. Masalahnya adalah karena Indonesia terdiri
dari berbagai suku, adat, dan tingkatan sosial ekonomi, maupun pendidikan.
Sebagai pedoman umum remaja di Indonesia, dapat digunakan batasan usia 11-24
tahun, dengan pertimbangan sebagai berikut :
a. Usia 11 tahun adalah usia dimana pada umumnya tanda-tanda seksual
b. Usia 11 tahun dianggap oleh masyarakat Indonesia sebagai masa akil balig,
baik menurut adat maupun agama, sehingga mereka tidak diperlakukan
sebagai anak-anak (kriteria sosial).
c. Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan jiwa
seperti tercapainya identitas (ego identity), tercapainya fase genital dari
perkembangan kognitif maupun moral.
d. Batas usia 24 tahun merupakan batas maksimal, yaitu untuk memberikan
peluang bagi mereka kriteria sampai pada usia tersebut masih
menggantungkan diri pada orang lain, belum mempunyai hak-hak penuh
sebagai orang dewasa (secara tradisi).
e. Status perkawinan sangat menentukan, karena arti perkawinan masih sangat
penting di masyarakat Indonesia secara menyeluruh. Seorang kriteria sudah
menikah di usia berapapun dianggap dan diperlakukan sebagai orang dewasa.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa remaja puber
perempuan adalah masa dimana anak perempuan mengalami kematangan alat-alat
seksual dan tercapai kemampuan reproduksi yang ditandai dengan menarche pada
usia 11-15 tahun. Remaja puber perempuan yang mengalami menarche sebelum
usia 11 tahun termasuk dalam golongan early-maturer, sedangkan yang
mengalami menarche setelah usia 15 tahun termasuk dalam golongan
late-maturer.
2. Ciri-Ciri Remaja Puber Perempuan
Menurut Hurlock (1999) adalah sebagai berikut :
Masa puber harus dianggap sebagai periode tumpang tindih karena mencakup
tahun-tahun akhir masa kanak-kanak dan tahun-tahun awal masa remaja.
Sampai anak matang secara seksual, ia dikenal sebagai ”anak puber”. Setelah
matang secara seksual anak dikenal sebagai ”remaja” atau ”remaja muda”.
b. Masa remaja puber adalah periode yang singkat
Dibandingkan dengan banyaknya perubahan yang terjadi di dalam maupun di
luar tubuh, masa puber relatif merupakan periode yang singkat, sekitar dua
sampai empat tahun. Anak masa puber selama dua tahun atau kurang
dianggap sebagai anak yang ”early-maturation”, sedangkan yang
memerlukan tiga sampai empat tahun untuk menyelesaikan peralihan menjadi
dewasa dianggap sebgai anak yang ”late-maturation”. Sebagai kelompok,
anak perempuan cenderung lebih sering mengalami early-maturation
dibandingkan kelompok anak laki-laki.
c. Masa Remaja puber dibagi dalam tahap-tahap
Meskipun masa puber relatif singkat dalam rentang kehidupan, namun
biasanya dibagi dalam tiga tahap, yaitu tahap prapuber, tahap puber, dan tahap
pascapuber.
d. Masa remaja puber merupakan fase negatif
Terdapat bukti bahwa sikap dan perilaku negatif merupakan ciri dari bagian
awal masa puber dan yang terburuk dari fase negatif ini akan berakhir bila
individu secara seksual menjadi matang. Perilaku khas dari “fase negatif”
masa puber lebih menonjol pada anak perempuan daripada anak laki-laki.
Masa puber atau pubertas adalah salah satu dari dua periode dalam rentang
kehidupan yang ditandai oleh pertumbuhan yang pesat dan perubahan yang
mencolok dalam proporsi tubuh. Pesatnya pertumbuhan dan perkembangan
yang terjadi selama masa puber pada umumnya disebut sebagai “remaja
tumbuh pesat”. Lebih tepat lagi, ini adalah “pubertas tumbuh pesat” karena
agak mendahului atau terjadi bersamaan dengan perubahan-perubahan masa
puber lainnya. Tumbuh pesat ini berlangsung satu atau dua tahun sebelum
anak secara seksual menjadi matang dan berlangsung terus selama enam bulan
sampai setahun kemudian. Jadi seluruh periode tumbuh pesat berlangsung
hampir selama tiga tahun.
3. Ciri-Ciri Seks Sekunder Yang Penting Pada Remaja Puber Perempuan Menurut Hurlock (1999) adalah sebagai berikut :
a. Pinggul
Pinggul menjadi bertambah lebar dan bulat sebagai akibat membesarnya
tulang pinggul dan berkembangnya lemak di bawah kulit.
b. Payudara
Segera setelah pinggul mulai membesar, payudara juga berkembang. Putting
susu membesar dan menonjol, dan dengan berkembangnya kelenjar susu,
payudara menjadi lebih besar dan lebih bulat.
c. Rambut
Rambut kemaluan timbul setelah pinggul dan payudara mulai berkembang.
rambut kecuali rambut wajah mula-mula lurus dan terang warnanya,
kemudian menjadi lebih subur, lebih kasar, dan lebih gelap, dan agak keriting.
d. Kulit
Kulit menjadi lebih kasar, lebih tebal, agak pucat, dan lobang pori-pori
bertambah besar.
e. Kelenjar
Kelenjar lemak dan kelenjar keringat menjadi lebih aktif. Sumbatan kelenjar
lemak dapat menyebabkan jerawat. Kelenjar keringat di ketiak mengeluarkan
banyak keringat dan baunya menusuk sebelum dan selama masa haid.
f. Otot
Otot semakin besar dan semakin kuat, terutama pada pertengahan dan
menjelang akhir masa puber, sehingga memberikan bentuk pada bahu, lengan,
dan tungkai kaki.
g. Suara
Suara menjadi lebih penuh dan semakin merdu. Suara serak dan suara yang
pecah jarang terjadi pada anak perempuan.
4. Akibat Perubahan Masa Puber Perempuan Pada Sikap Dan Perilaku Menurut Hurlock (1999) adalah sebagai berikut :
a. Ingin menyendiri
Kalau perubahan pada masa puber mulai terjadi, remaja puber perempuan
biasanya menarik diri dari teman-teman dan dari berbagai kegiatan keluarga,
dan sering bertengkar dengan teman-teman dan anggota keluarga. Remaja
diperlakukan dengan kurang baik, dan ia juga mengadakan eksperimen seks
melalui masturbasi.
b. Bosan
Remaja puber perempuan bosan dengan permainan yang sebelumnya amat
digemari, tugas-tugas sekolah, kegiatan-kegiatan sosial, dan kehidupan pada
umumnya. Akibatnya, remaja puber perempuan sedikit sekali bekerja
sehingga prestasinya di berbagai bidang menurun. Remaja puber perempuan
menjadi terbiasa untuk tidak mau berprestasi khususnya karena sering timbul
perasaan akan keadaan fisik yang tidak normal.
c. Inkoordinasi
Pertumbuhan pesat dan tidak seimbang mempengaruhi pola koordinasi
gerakan, dan remaja puber perempuan akan merasa kikuk dan janggal selama
beberapa waktu. Setelah pertumbuhan melambat, koordinasi akan membaik
secara bertahap.
d. Antagonisme sosial
Remaja puber perempuan sering kali tidak mau bekerja sama, sering
membantah dan menentang. Permusuhan terbuka antara dua seks yang
berlainan diungkapkan dalam kritik, dan komentar-komentar yang
merendahkan. Dengan berlanjutnya masa puber, remaja tersebut kemudian
menjadi lebih ramah, lebih dapat bekerja sama dan lebih sabar kepada orang
lain.
e. Emosi yang meninggi
Kemurungan, merajuk, ledakan amarah dan kecenderungan untuk menangis
Pada masa ini, remaja puber perempuan merasa khawatir, gelisah, dan cepat
marah. Sedih, mudah marah dan suasanan hati yang negatif sangat sering
terjadi selama masa prahaid dan awal periode haid. Dengan semakin
matangnya keadaan fisik anak, ketegangan lambat laun berkurang dan sudah
mulai mampu mengendalikan emosinya.
f. Hilangnya kepercayaan diri
Remaja puber perempuan yang tadinya sangat yakin pada diri sendiri,
sekarang menjadi kurang perdiri dan takut akan kegagalan karena daya tahan
fisik menurun dan karena kritik yang bertubi-tubi datang dari orangtua dan
teman-temannya. Banyak remaja puber perempuan setelah masa puber
menjadi rendah diri.
g. Terlalu sederhana
Perubahan tubuh yang terjadi selama masa puber menyebabkan remaja puber
perempuan menjadi sangat sederhana dalam segala penampilannya karena
takut orang-orang lain akan memperhatikan perubahan yang dialaminya dan
memberi komentar yang buruk.
E. EARLY-MATURATION
1. Definisi Early-Maturation Pada Perempuan
Early-maturation adalah suatu proses kematangan yang berlangsung lebih
cepat dari biasanya (Hurlock, 1999). Kematangan ini merupakan suatu proses
dinamis secara biologis yang ditandai dengan adanya perubahan yang kelihatan di
dalam proporsi tinggi badan, komposisi badan, dan pertumbuhan ciri-ciri seksual
produktif sepanjang rentang kehidupan manusia ( Ellis, 2004). Haid pertama
(menarche) sering digunakan sebagai kriteria maturation pada remaja puber
perempuan (Hurlock, 1999). Sedangkan Stein (2005), mengatakan bahwa
early-maturation pada perempuan adalah menarche yang dialami sebelum mencapai
usia 11 tahun.
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa early-maturation adalah suatu proses
kematangan secara biologis yang ditandai dengan menarche sebelum mencapai
usia 11 tahun diikuti dengan perubahan dalam proporsi tinggi badan, komposisi
badan, dan pertumbuhan ciri-ciri seks sekunder yang berlangsung lebih cepat dari
biasanya.
2. Faktor-Faktor Pembentukan Early-Maturation
Menurut Santrock (2002), ada beberapa faktor yang mendorong pembentukan
early-maturation pada remaja, yaitu :
a. Nutrisi
b. Lingkungan
c. Globalisasi
d. Media Massa
F. PENGARUH DIKUNGAN SOSIAL KELUARGA INTI PADA SIKAP REMAJA PUBER PEREMPUAN TERHADAP EARLY-MATURATION
Pada zaman globalisasi sekarang ini, banyak faktor yang mendukung
anak-anak perempuan sekarang mangalami early-maturation, seperti, nutrisi,
Early-maturation yang dialami oleh remaja puber perempuan pada masa
sekarang ini sering menjadi sorotan masyarakat. Hal ini disebabkan sikap remaja
puber perempuan terhadap early-maturation yang cenderung negatif, seperti,
kurang percaya diri, kurang popular diantara teman-temannya, cenderung
memiliki masalah berperilaku, dan cenderung depresi (Elder, dalam Papalia &
Olds, 2001). Sedangkan menurut Kail & Cavanaugh (2000), penyikapan remaja
puber perempuan terhadap early-maturation seperti, bermabukan, merokok, dan
seks.
Penyikapan yang negatif dari remaja puber perempuan terhadap
early-maturation disebabkan karena kematangan fisik yang cepat dari tubuh mereka
secara psikologis menuntut mereka ingin berpenampilan layaknya orang dewasa
tanpa diikuti dengan kematangan mental dan sosial yang cukup (Sarigiani &
Pettersen dalam Santrock, 2002). Remaja puber perempuan yang mengalami
early-maturation secara psikologis memang sering terganggu dengan
perubahan-perubahan kelenjar, besarnya, dan posisi organ-organ internal yang dialaminya.
Perubahan sosial juga memiliki pengaruh yang lebih besar pada penyikapan
negatif remaja puber perempuan terhadap early-maturation dibandingkan dengan
perubahan-perubahan kelenjar yang terjadi. Semakin sedikit simpati dan
pengertian yang diterima remaja puber perempuan dari keluarga inti, maka akan
semakin negatif sikap yang ditunjukkan terhadap early-maturation yang
dialaminya (Hurlock, 1999).
Menurut Maharani dan Andayani (2003), remaja puber perempuan
membutuhkan bantuan dan bimbingan serta pengarahan dari keluarganya untuk
kematangan yang dialami remaja puber perempuan sekarang ini, sehingga remaja
puber perempuan dapat melalui dan menghadapi perubahan-perubahan yang
terjadi dengan wajar.
Bantuan, bimbingan, dan pengarahan merupakan ciri-ciri dari dukungan
sosial. Dukungan sosial merupakan sesuatu yang dimiliki oleh individu yang
hanya dapat dinilai dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tepat kepada
inividu tersebut. Dukungan sosial juga bisa diberi dalam bentuk pemberian materi,
pemberian informasi, pemberian penghargaan, pemberian semangat, cinta, dan
kasih sayang, serta pemberian perilaku atau kegiatan yang menyenangkan, seperti
rekreasi (Orford, 1992).
Keluarga inti sebagai wadah dimana anak-anak dididik untuk memahami dan
menganuti kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat sangat
memegang peran penting dalam memberikan bimbingan ataupun perhatian pada
setiap tugas perkembangan yang dialami remaja puber perempuan. Bimbingan
atau perhatian dalam bentuk dukungan sosial dapat ditunjukkan melalui
pemberian informasi atau pengetahuan yang penting berkaitan dengan
early-maturation, melalui penyediaan sarana dan prasarana bagi kebutuhan anak, dan
pernyataan-pernyataan positif mengenai kondisi remaja puber perempuan ketika
mereka melalui early-maturation (Soekanto, 1990).
Sikap yang ditunjukkan remaja puber perempuan terhadap early-maturation
tergantung dari perubahan sosial yang ada disekitarnya (Hurlock, 1999). Sikap itu
sendiri menurut Middlebrook (dalam Azwar, 1995), bukan merupakan suatu
sehingga sikap bersifat dinamis. Beliau juga mengatakan bahwa kehadiran orang
lain yang dianggap penting juga bisa mempengaruhi sikap.
Kehadiran keluarga inti merupakan hal terpenting bagi perkembangan diri
anak, terutama ketika mereka sedang menginjak masa pubertas. Remaja puber
perempuan sangat tidak percaya pada diri sendiri ketika mengalami masa pubertas
dan bergantung kepada keluarga inti untuk memperoleh rasa aman. Remaja puber
perempuan pada umumnya memerlukan bimbingan dan bantuan dalam menguasai
tugas perkembangan early-maturation (Hurlock, 1999). Bimbingan dan bantuan
tersebut dapat diperoleh dalam bentuk dukungan sosial yang tinggi dari keluarga
intinya. Dukungan sosial keluarga inti besar pengaruhnya dalam membentuk sikap
dan perilaku yang ditunjukkan remaja puber perempuan (Soekanto, 1990).
Berdasarkan uraian dari berbagai teori para ahli yang telah dikemukakan di
atas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial keluarga inti sangat berperan
penting dalam membentuk sikap remaja puber perempuan terhadap
early-maturation. Semakin tinggi dukungan sosial keluarga inti yang diterima remaja
puber perempuan, maka akan semakin positif sikap yang ditunjukkan remaja
puber perempuan terhadap early-maturation.
G. HIPOTESA
Hipotesa dalam penelitian ini adalah ada pengaruh positif dukungan sosial
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian sangat menentukan karena menyangkut cara yang benar
dalam pengumpulan data, analisa data, dan pengambilan kesimpulan hasil
penelitian, defenisi operasional, subjek penelitian, prosedur penelitian, dan
metode penelitian (Hadi, 2000).
A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN
1. Variabel bebas : dukungan sosial keluarga inti
2. Variabel tergantung : sikap remaja puber perempuan terhadap
early-maturation
B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN
Untuk memperjelas variabel-variabel dalam penelitian ini, akan dikemukakan
definisi dari variabel-variabel yang digunakan :
1. Dukungan Sosial Keluarga Inti
Dukungan sosial keluarga inti adalah kenyamanan, perhatian, dan
penghargaan dari keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak yang
belum menikah yang dapat diandalkan pada saat individu sedang mengalami
kesulitan dan dapat dinilai dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
keluarga inti dalam penelitian ini menggunakkan skala dukungan sosial
berdasarkan 5 (lima) dimensi dukungan sosial menurut Orford (1992), yaitu:
dukungan instrumental, dukungan informasional, dukungan penghargaan,
dukungan emosional, dan dukungan integritas sosial. Semakin tinggi skor
yang didapatkan, maka semakin tinggi dukungan sosial keluarga inti yang
diterima, dan juga sebaliknya, semakin rendah skor yang didapatkan, maka
semakin rendah dukungan sosial keluarga inti yang diterima.
2. Sikap Remaja Puber Perempuan Terhadap Early-Maturation
Sikap remaja puber perempuan terhadap early-maturation adalah suatu
perasaan atau penilaian (evaluasi) oleh remaja puber perempuan tentang
early-maturation dalam bentuk kecenderungan berperilaku dalam suatu tingkatan
afek, baik itu positif maupun negatif. Komponen sikap menurut Allport
(dalam Azwar, 1995) ada 3 (tiga), yaitu :
a. Komponen kognitif, adalah pengetahuan atau informasi yang dimiliki
seseorang tentang objek sikapnya. Berkaitan dengan early-maturation sebagai
objek penelitian ini maka komponen kognitif meliputi : pengetahuan remaja
puber perempuan mengenai makna dari early-maturation, seperti pemikiran
bahwa mereka sudah dewasa dan bukan tergolong anak-anak lagi.
b. Komponen afektif, adalah suatu hal yang berhubungan dengan rasa senang
atau tidak senang yang dimiliki seseorang terhadap objek sikapnya. Berkaitan
dengan early-maturation sebagai objek sikap dari remaja puber perempuan,
maka komponen afektif terhadap early-maturation yaitu perasaan tidak senang
yang meninggi misalnya, perasaan khawatir, gelisah, sedih, tidak percaya diri
dan mudah marah) ketika mengalami early-maturation.
c. Komponen konatif, adalah kesiapan seseorang untuk bertingkah laku yang
berhubungan dengan objek sikapnya. Berkaitan dengan early-maturation
sebagai objek sikap dari remaja puber perempuan, maka komponen konatif
terhadap early-maturation meliputi : (ingin menyendiri, masturbasi,
inkoordinasi, antagonisme sosial misalnya, tidak mau bekerjasama,
menentang, membantah, terlalu sederhana misalnya, dalam berpenampilan
terlalu sederhana). Operasionalisasi sikap remaja puber perempuan terhadap
early-maturation dalam penelitian ini menggunakkan skala sikap berdasarkan
3 (tiga) komponen sikap menurut Allport (dalam Azwar, 1995), yaitu :
kognitif, afektif, dan konatif. Skor sikap remaja puber perempuan terhadap
early-maturation menunjukkan penolakan terhadap early-maturation dalam
bentuk kecenderungan berperilaku negatif seperti, bermabukan, berpacaran,
seks, sering pulang malam, kurang percaya diri, kurang popular diantara
teman-temannya, memiliki masalah berperilaku, dan depresi. Semakin tinggi
skor sikap remaja puber perempuan terhadap early-maturation menunjukkan
kecenderungan melakukan penolakan terhadap early-maturation semakin
tinggi atau semakin negatif sikap yang ditunjukkan remaja puber perempuan
terhadap early-maturation, begitu pula sebaliknya, semakin rendah skor sikap
remaja puber perempuan terhadap early-maturation menunjukkan
kecenderungan melakukan penolakan terhadap early-maturation semakin
rendah atau semakin positif sikap yang ditunjukkan remaja puber perempuan