• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Dukungan Sosial Keluarga Inti Pada Sikap Remaja Puber Perempuan Terhadap Earlymaturation

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Dukungan Sosial Keluarga Inti Pada Sikap Remaja Puber Perempuan Terhadap Earlymaturation"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA INTI PADA

SIKAP REMAJA PUBER PEREMPUAN TERHADAP

EARLY-MATURATION

OLEH:

AGNES MEIVINA GLORIA 041301068

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus yang telah memampukan penulis melalui banyak hal baik suka maupun duka sampai akhirnya skripsi ini bisa terselesaikan. Penulis sangat bersyukur kepada-Nya yang telah memberkati dan selalu menyertai penulis sehingga memampukan penulis menjadi pribadi yang semakin bijak dan kuat serta melihat betapa besar anugerah-Nya yang penulis rasakan selama proses pengerjaan skripsi ini.

Skripsi ini adalah suatu penelitian ilmiah yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Adapun judul dari skripsi ini adalah “Pengaruh Dukungan Sosial Keluarga Inti Pada Sikap Remaja Puber Perempuan Terhadap Early-Maturation”.

Dalam pengerjaan skripsi ini, penulis dibantu dalam bentuk bimbingan, kritik, saran, dan dukungan banyak orang yang diberkati Tuhan. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Prof.Dr.Chairul, Sp.A(K), selaku Dekan Fakultas Psikologi.

2. Ika Sari Dewi, S.Psi, Psi, selaku Pembimbing Skripsi yang banyak membantu saya sehingga penelitian ini bisa selesai.

3. Lili Garliah, M.Si. yang telah memberikan banyak masukan yang sifatnya membangun penelitian ini terutama dalam hal pengerjaan alat ukur.

(3)

serta Nurhaida Manurung yang telah memberikan inspirasi bagi penulis untuk selalu memberikan yang terbaik dalam hidup penulis. Terima kasih Pi.., Ma.., seumur hidup penulis akan selalu kuingat kasih sayang yang tulus dan suci dari kalian. Skripsi ini penulis persembahkan terkhususnya buat kalian orangtua penulis tercinta.

5. Abang-abangku terkasih, Ir.Tagor Leonardo Sitorus, M.Sc., Ir. Sahat Gunawan Sitorus, MBA., Pangihutan Oktavianto Sitorus, Ssi, terimakasih buat dukungan baik secara moril maupun materil sehingga penulis bisa menyelesaikan studiku.

6. Adikku terkasih, Irwandi sitorus, terima kasih buat doa dan dukungan yang kamu berikan dik.., semoga Tuhan juga memberkati studimu ya dik.

7. Kakakku terkasih, Teteh Julia Theresia dan K’Lina (Mama Manda) dan keponakanku Amanda, terima kasih buat doa dan dukungannya selama ini. 8. Keluarga besar Manurung, Opung Lindung Boru. Tulang Jaser, Inang Tua,

dan Tante-Tanteku. Terima kasih buat dukungannya baik secara moril maupun materil yang sangat mendukung studi penulis. Terima kasih juga buat kehangatan cinta dan kasih sayang serta perhatian yang selalu kalian berikan kepada penulis.

(4)

hari-harinya dan studinya (terutama dalam proses penyelesaian skripsi ini). GOD Bless U

10. Sahabat-sahabat penulis terkasih, Ernita C.Butar-butar (Ntong) & Ayu C.Barus (Aci).., dan Octavianus, terima kasih buat spirit dan persahabatan yang kalian berikan pada penulis yang membuat hari-hari penulis sangat berarti. Kalian selalu menguatkan penulis dan tidak pernah meninggalkan penulis ketika jatuh. Terima kasih buat doa dan dukungannya selama ini. 11. Kak Ester (K’Etenk), thx ya kak buat supportnya selama ini. GBU..

12. Kelompok kecilku “El-Shadai”, May.Spsi, Yuzz, terima kasih buat dukungan dan doa yang kalian berikan. Penulis sangat bersyukur ketika Tuhan Yesus menyatukan kita dalam kelompok untuk selalu bertumbuh dalam Dia sehingga kita bisa saling mengingatkan dan saling menyemangati. Thx sizta.. 13. K.Fani, Bang.Yandi, Spsi & K.inri, Spsi.., pemimpin kelompok kecil

“El-Shadai”, terima kasih buat pimpinan dan dukungan kalian selama ini. Penulis bangga ketika dipimpin kalian sehingga penulis bisa menjadi pribadi yang tegar dan tangguh. God Bless You All….

(5)

15. Teman-teman penulis terkasih, K’Coyi (My Sizta), Fani, Ruth (Iyuth), Dinarty (D’ty), Ingrid.., terima kasih karena kalian pernah menjadi teman baik penulis dan membuat penulis mengerti apa arti pertemanan sebenarnya.., aku sangat mengasihi kalian.., GOD Bless..& Mizz U All..

16. Rekan-rekan skripsi Psi’04 lainnya, Ira, Vera, K’ren, terima kasih buat kerja samanya selama ini.

17. K’Corry’03..Thx ya kak uda memberikan semangat dan masukan buat skripsi ini.

18. Anak-anakku..Psi’06 (Priska, Hearty, Omet, dkk), Umi ucapkan banyak terimaksih buat dukungannya selama ini ya…kalian memang anak-anak yang baik dan lucu serta selalu menghebohkan. Sukses buat studi kalian ya.

19. Psi’07 (Moniq, dkk) thx ya dek buat doa dan dukungannya selama ini, tetap semangat ya..

20. Dek Yolanda Sebayang yang cantik dan dek Anggun (Si N’dut) yang imut, thx ya dek buat partisipasinya dalam penelitian ini.God Bless..

21. Persona crew, terkhusus buat bang Ipul dan K.Lisa, thx ya buat idenya yang cemerlang dalam membantuku menyelesaikan penelitian ini.

22. Rekan2 pelayanan UKMK Psikologi USU. Terimakasih buat dukungannya dalam doa sehingga penulis dimampukan untuk menyelesaikan studi penulis ini.

(6)

Angkasa I, II, dll) yang telah banyak berpartisipasi dalam proses penyelesaian skripsi ini.

24. Teman-teman lainnya yang tidak tertulis namanya di sini, tetapi ingatlah sekecil apapun bantuan yang kalian berikan, tetapi sangat berguna bagi penulis dan Tuhan pasti mengingatnya and GBU always…

Penulis sadar bahwa skripsi ini masih ada kekurangan, oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran yang membangun untuk membuat penelitian ini lebih baik lagi. Akhir kata penulis berharap semoga penelitian ini bermanfaat bagi para pembaca sekalian.

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...i

DAFTAR ISI ...vi

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH ... 1

B. RUMUSAN MASALAH ... 12

C. TUJUAN PENELITIAN ... 13

D. MANFAAT PENELITIAN ... 13

E. SISTEMATIKA PENULISAN ... 14

BAB II LANDASAN TEORI A. DUKUNGAN SOSIAL ... 15

1. Definisi Dukungan Sosial ... 15

2. Dimensi-Dimensi Dukungan Sosial ... 17

3. Sumber-Sumber Dukungan Sosial ... 19

B. KELUARGA INTI ... 19

1. Definisi Keluarga Inti ... 19

2. Fungsi Keluarga Inti ... 20

C. SIKAP ... 21

1. Definisi Sikap ... 21

2. Komponen Sikap ... 22

(8)

4. Pembentukan Dan Perubahan Sikap... 23

5. Sikap Remaja Puber Perempuan Terhadap Early-Maturation ... 25

D. REMAJA PUBER PEREMPUAN ... 27

1. Definisi Remaja Puber Perempuan ... 27

2. Ciri-Ciri Remaja Puber Perempuan ... 28

3. Ciri-Ciri Seks Sekunder Yang Penting Pada Remaja Puber Perempuan ... 30

4. Akibat Perubahan Masa Puber Perempuan Pada Sikap Dan Perilaku ... 31

E. EARLY-MATURATION ... 33

1. Definisi Early-Maturation ... 33

2. Faktor-Faktor Pembentukan Early-Maturation ... 34

F. PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA INTI PADA SIKAP REMAJA PUBER PEREMPUAN TERHADAP EARLY-MATURATION ... 34

G. HIPOTESA ... 37

BAB III METODE PENELITIAN A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN ... 38

B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN ... 38

1. Dukungan Sosial Keluarga Inti ... 38

2. Sikap Remaja Puber Perempuan Terhadap Early-Maturation ... 39

(9)

1. Populasi Dan Sampel... 41

2. Jumlah Sampel Penelitian ... 41

3. Teknik Pengambilan Sampel ... 42

D. ALAT PENGUMPULAN DATA ... 42

1. Skala Dukungan Sosial Keluarga Inti ... 42

2. Skala Sikap Remaja Puber Perempuan Terhadap Early-Maturation ... 44

E. UJI COBA ALAT UKUR ... 45

1. Uji Validitas ... 46

2. Uji Daya Beda Aitem ... 46

3. Uji Reliabilitas ... 47

F. HASIL UJI COBA ALAT UKUR ... 48

1. Hasil Uji Coba Skala Dukungan Sosial Keluarga Inti ... 48

2. Hasil Uji Coba Skala Sikap Remaja Puber Perempuan Terhadap Early-Maturation ... 49

G. PROSEDUR PENELITIAN ... 51

1. Persiapan Penelitian ... 51

2. Pelaksanaan Penelitian ... 52

3. Analisis Data ... 52

H. METODE ANALISIS DATA ... 52

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 54

A. GAMBARAN SUBJEK PENELITIAN ... 54

(10)

B. HASIL PENELITIAN ... 55

1. Hasil Uji Asumsi ... 55

2. Hasil Utama Penelitian ... 57

3. Hasil Tambahan ... 58

C. PEMBAHASAN ... 63

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN ... 68

B. SARAN ... 69

1. Saran Metodologis ... 7069

2. Saran Praktis ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 72

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pada zaman modern sekarang ini, masalah yang masih paling hangat untuk

dibicarakan adalah masalah remaja terutama pada remaja pubertas, karena pada

masa remaja merupakan masa storm dan stress (Stanley dalam Papalia & Olds,

2001). Masa remaja ditandai dengan terjadinya berbagai proses perkembangan

yang secara global meliputi perkembangan jasmani dan rohani. Perkembangan

jasmani terlihat dari perubahan-perubahan bentuk tubuh dari kecil menjadi besar.

Perkembangan jasmani atau fisik mengarah pada pencapaian bentuk-bentuk badan

orang dewasa. Perkembangan fisik terlihat jelas dari perubahan tinggi badan,

bentuk badan, dan berkembangnya otot-otot tubuh. Remaja juga mengalami

perkembangan seksual baik primer maupun sekunder (dalam Hurlock, 1999).

Menurut Monks (1998), masa remaja ditandai dengan kematangan fungsi

reproduksi atau disebut masa pubertas. Papalia & Olds (2001), juga mengatakan

bahwa pubertas adalah proses dimana seseorang mencapai kedewasaan seksual

dan kemampuan untuk bereproduksi. Pubertas adalah suatu perubahan cepat

menuju kematangan fisik (physical-maturation) yang disertai dengan perubahan

hormonal dan perubahan jasmani yang terjadi secara prima selama awal masa

remaja (Santrock, 2002). Pertumbuhan yang terjadi tidak lain merupakan salah

satu kumpulan perubahan fisik yang terjadi di awal masa remaja dan dikenal

(12)

harus dilalui remaja pubertas adalah yang berhubungan dengan perkembangan

fisik yang begitu pesat (Hurlock, 1999).

Perubahan fisik yang begitu pesat pada masa puber merupakan proses menuju

kematangan (maturation). Pubertal-maturation adalah suatu proses dinamis

secara biologis yang ditandai dengan adanya perubahan yang kelihatan di dalam

proporsi tinggi badan, komposisi badan, dan pertumbuhan ciri-ciri seksual

sekunder yang memuncak pada transisi dari pra-produktif kepada tahap produktif

sepanjang rentang kehidupan manusia (Ellis, 2004). Haid pertama (menarche)

sering digunakan sebagai kriteria maturation pada remaja puber perempuan,

sedangkan bagi remaja puber laki-laki, kriteria yang dipakai adalah mimpi basah

(Hurlock, 1999).

Menurut Hurlock (1999), proses kematangan (maturation) pada masa puber

terbagi 2 (dua) yaitu normal dan abnormal. Kematangan yang menyimpang atau

abnormal juga terbagi 2 (dua), yaitu early-maturation (matang lebih awal) dan

late-maturation (matang terlambat). Remaja puber yang kematangan seksualnya

lebih cepat daripada kelompok seksnya termasuk ke dalam kelompok

early-maturation. Begitu juga sebaliknya, remaja puber yang kematangan seksualnya

lebih lambat dari kelompok seksnya termasuk ke dalam late-maturation.

Pada fenomena zaman sekarang ini, tidaklah mengherankan lagi melihat

begitu cepatnya perkembangan anak-anak zaman sekarang menuju

early-maturation. Menurut Santrock (2002), early-maturation sangat dipengaruhi oleh

nutrisi, lingkungan, globalisasi, dan media massa. Zulkarnain (2007), juga

(13)

pergeseran ke arah umur yang lebih muda yang dipengaruhi oleh bangsa, iklim,

gizi, dan kebudayaan.

Empat faktor tersebut yang mempengaruhi early-maturation, yaitu

lingkungan, psikis, fisik, serta gizi yang secara jelasnya juga dikatakan oleh Prof.

Dr. dr Alex. M.Sc, Sp.And, FSS, Seksolog dan Androlog dari Fakultas

Kedokteran Unud Denpasar yaitu semakin cepat rangsangan terjadi pada diri

anak, maka akan semakin cepat terjadi masa pubertas pada anak. Rangsangan

terbesar yang mempengaruhinya berasal dari audiovisual (TV) maupun pengaruh

lingkungan. Masa pubertas dipengaruhi juga oleh gizi. Tidak menjadi masalah

jika kadar gizi yang diberikan normal. Namun perlu dihindari memberikan anak

terlalu banyak mengonsumsi daging hewani yang mengandung hormon. Ada

beberapa jenis daging tersebut yang banyak mengandung hormon, yakni ayam

potong. Profesor tersebut mengatakan bahwa ayam potong yang biasa diberi

suplemen untuk mempercepat pertumbuhan akan mempengaruhi masa pubertas

anak jika ayam tersebut dimakan (Pontianak Post, 2006).

Menurut lembaga KISARA PKBI Bali, pada era globalisasi modern sekarang

ini, teknologi semakin canggih sehingga banyak informasi yang mudah diakses

melalui banyak media. Arus informasi melalui media masa baik berupa majalah,

surat kabar, tabloid maupun media elektronik seperti radio, televisi, dan komputer,

mempercepat terjadinya perubahan. Meskipun arus informasi ini menunjang

berbagai sektor pembangunan, namun arus informasi ini juga melemahkan sistem

sosial ekonomi yang menunjang masyarakat Indonesia. Anak-anak yang sedang

menuju remaja merupakan salah satu kelompok penduduk yang mudah

(14)

yang negatif di zaman sekarang ini sering kali muncul di banyak media seperti

seperti tayangan-tayangan sinetron yang menampilkan anak-anak berperan

sebagai orang dewasa, film-film atau video-video porno dan bacaan-bacaan yang

mengarahkan pada hal yang berbau seksual. Rangsangan-rangsangan melalui arus

informasi tersebut membuat anak-anak sekarang menjadi cepat matang secara

fisik (Okanegara, 2008).

Menurut Hurlock (1999), pada umumnya pengaruh masa puber lebih banyak

pada remaja perempuan daripada remaja puber laki-laki, yang disebabkan karena

remaja perempuan lebih cepat mengalami kematangan (early-maturation)

dibandingkan remaja puber laki-laki. Kail & Cavanaugh (2000), juga mengatakan

bahwa remaja puber perempuan lebih cepat mengalami kematangan (

early-maturation) karena pada kenyataannya remaja puber perempuan sekarang

memiliki proporsi tinggi badan lebih tinggi dan komposisi badan yang lebih besar

dibandingkan remaja laki-laki.

Sejak tahun 1937 data yang menyangkut usia menarche dikumpulkan di

Indonesia, namun tidak pernah diterbitkan, sampai pada tahun 1996 data tersebut

diperkenalkan. Data dimulai dari Pulau Jawa, beberapa lain juga dari Sulawesi,

Sumatra dan, baru-baru ini, dari Flores. Angka rata-rata secara umum ditunjukkan

dalam suatu urutan statistik adalah terjadinya suatu kecenderungan penurunan usia

menarche 0.145 tahun/dekade. Kondisi-kondisi kesehatan dan kekayaan umum di

Indonesia meningkat dalam enam dekade terakhir ini yang sangat besar

pengaruhnya dalam penurunan usia menarche. Hasil statistik menunjukkan usia

menarche mengalami penurunan dari rata-rata usia 14 tahun menjadi rata-rata usia

(15)

berlebihan dan makanan yang bergizi tinggi, maka kemungkinan mereka

mengalami menarche adalah usia 11 tahun (Hendrawati & Glinka, 2003).

“Untuk negara Indonesia rata-rata usia menarche adalah 11-14 tahun, dan di

kota Medan juga terdata bahwa anak-anak perempuan biasanya mencapai rata-rata usia menarche pada usia tersebut. Anak-anak perempuan sekarang mengalami kematangan fisik yang semakin dini. Di kota Medan sendiri, ada juga yang mengalaminya kelas 4 SD (umur 9 tahun), dan yang seperti itu bisa tergolong early-maturation. Jadi bisa dikatakan bahwa untuk kota Medan sendiri, usia anak-anak perempuan yang mengalami early-maturation bila mereka mengalami menarche sebelum usia 11 tahun” (Rahmadani Hidayatin, Psikolog PKBI Medan, Komunikasi Interpersonal, 15 Agustus 2008).

Early-maturation yang dialami oleh kebanyakan remaja puber perempuan

pada masa sekarang ini sering menjadi sorotan masyarakat. Hal ini dikarenakan

sikap yang ditunjukkan remaja puber perempuan terhadap early-maturation

tersebut yang cenderung negatif, seperti kurang percaya diri, kurang popular

diantara teman-temannya, cenderung memiliki masalah berperilaku, dan

cenderung depresi (Elder dalam Papalia & Olds, 2001). Sebagai hasil dari

ketidakmatangan cara berpikir dan sosial mereka, sekaligus dikombinasikan

dengan perkembangan fisik yang begitu cepat, remaja puber perempuan yang

mengalami early-maturation cenderung larut dalam perilaku yang bermasalah,

tanpa mengetahui apa efek jangka panjang yang akan terjadi pada perkembangan

hidup mereka selanjutnya (Sarigiani & Pettersen, dalam Santrock, 2002).

Dr.Alex Piquero, seorang pakar kriminologi dari Universitas Florida,

melakukan penelitian pada tahun 1995 terhadap remaja-remaja puber perempuan

yang berumur 11 (sebelas) tahun yang di ambil dari 132 (seratus tiga puluh dua)

sekolah di seluruh wilayah Amerika Serikat dan menemukan bahwa remaja puber

perempuan yang mengalami early-maturation ternyata lebih beresiko untuk

(16)

dialami remaja puber perempuan menyebabkan mereka terdorong untuk

bergabung dalam lingkungan sosial atau pergaulan yang belum layak mereka

masuki. Dr. Piquero juga menambahkan bahwa remaja puber perempuan yang

mengalami early maturation biasanya akan lebih cepat belajar bersosialisasi

secara akrab dengan lawan jenisnya, serta lebih memilih berkawan dengan remaja

yang lebih tua, lebih besar, serta lebih kuat dibandingkan dengan anak-anak lain

yang tidak mengalami gejala kelainan fisik tersebut (early-maturation) (Pontianak

Post, 2006).

Di negara Indonesia sendiri, khususnya di kota Padang, ditemukan bahwa

beberapa anak perempuan telah mengalami pubertas pada usia baru mencapai

10-12 tahun. Ketika memasuki pengalaman pubertas yang menandakan adanya

physical-maturation, mendorong keinginan remaja puber perempuan untuk

mengadakan interaksi sosial dengan kalangan yang lebih dewasa atau yang

dianggap lebih matang pribadinya sehingga menimbulkan kecenderungan

berperilaku mengikuti orang-orang dewasa pada umumnya seperti berpacaran,

merokok, dan sering pulang malam (Zulkarnain, 2007).

Dukungan terhadap pernyataan sebelumnya juga dapat dilihat dari pendapat

Swarr & Richards (dalam Kail & Cavanaugh, 2000) yang mengatakan bahwa

early-maturation menghambat perkembangan remaja puber perempuan yang

mengarahkan remaja puber perempuan untuk berhubungan dengan remaja yang

lebih tua yang kelihatannya mendorong mereka untuk mulai berperilaku

mengikuti orang dewasa, seperti bermabukan, merokok, dan seks, dimana mereka

menjadi cenderung memperlihatkan perilaku tidak sehat. Remaja puber

(17)

dalam hal-hal mengenai seks, dan akhirnya menjadi hamil yang dalam perjalanan

hidup berbeda dibandingkan seorang remaja puber perempuan yang mengalami

later-maturation yang cenderung menjadi lebih siap untuk menentang tekanan

seks.

Menurut Dr. Piquero (1995), remaja puber perempuan yang mengalami

early-maturation cenderung memunculkan perilaku yang negatif karena dampak

pengalaman langsung yang diterima remaja perempuan selama proses maturation.

Dampak pengalaman langsung yang ditunjukkan di sini adalah pertumbuhan fisik

yang pesat yang ditandai dengan munculnya ciri-ciri seks sekunder. Kemunculan

ciri-ciri seks sekunder ini menyadarkan remaja puber perempuan akan

penilaiannya terhadap tubuhnya yang mulai menyerupai bentuk tubuh wanita

dewasa dan mengakibatkan mereka lebih senang bergaul dengan remaja yang

lebih tua. Pengalaman langsung ini mempengaruhi sikap mereka terhadap

early-maturation itu sendiri. Dengan terjadinya early-maturation, para remaja tersebut

merasa bahwa mereka sama seperti orang dewasa dan memperbesar resiko mereka

untuk mengikuti pola perilaku orang dewasa. Dr. Piquero juga menambahkan

bahwa bersosialisasi dengan remaja yang lebih tua secara psikologis membawa

dampak yang berat, sebab mereka memang belum cukup matang secara emosional

untuk mengatasi masalah yang dihadapi. Beliau juga mengatakan bahwa

meskipun anak berusia 13 (tiga belas) tahun sudah berani bergaul dengan anak

berusia 16 (enam belas) tahun, namun bukan berarti mereka juga memiliki tingkat

pemikiran yang sama dengan anak-anak berusia 16 (enam belas) tahun (dalam

(18)

Menurut Dr. Piquero dalam penelitiannya, tidak semua remaja puber

perempuan yang mengalami early-maturation beresiko mengalami kecenderungan

perilaku tidak sehat. Sebanyak 74% (tujuh puluh empat persen) anak-anak yang

dibesarkan dalam dukungan sosial orangtua yang baik dalam hal pendidikan serta

lebih akrab dengan orangtuanya ternyata mengalami lebih sedikit terkena resiko

kecenderungan perilaku tidak sehat dibandingkan remaja puber perempuan yang

tidak menerima dukungan sosial tersebut. Oleh karena itu, dalam penelitiannya,

beliau menyarankan agar pada segenap orangtua supaya lebih waspada terhadap

dampak negatif yang sering ditimbulkan pada kasus pubertas akibat penyikapan

yang salah dari remaja puber perempuan terhadap early-maturation yang terjadi

pada diri mereka. Dalam hal ini, pendampingan orangtua sangat dibutuhkan oleh

remaja menuju tahap kedewasaan dan hal itu haruslah dimulai pada saat mereka

mulai mengalami tanda-tanda pubertas (dalam Pontianak Post, 2006).

Remaja puber perempuan yang mengalami early-maturation merasa

terganggu secara psikologis dengan perubahan-perubahan kelenjar, besarnya, dan

posisi organ-organ internal yang dialaminya. Perubahan sosial juga lebih besar

pengaruhnya dibandingkan perubahan-perubahan kelenjar yang terjadi pada tubuh

mereka. Remaja ketika memasuki masa pubertas biasanya sangat tidak percaya

pada diri sendiri dan bergantung kepada keluarga inti untuk memperoleh rasa

aman. Oleh karena itu, remaja puber perempuan memerlukan simpati dan

perhatian dari keluarga inti dalam menjalani berbagai tugas perkembangan yang

dialaminya (Hurlock, 1999).

“Keluarga terutama orangtua sangat berperan penting dalam hal membentuk

(19)

yang alamiah dan normal” (Rahmadani Hidayatin, Psikolog PKBI Medan, Komunikasi Interpersonal, 15 Agustus 2008).

Bogardus (dalam Azwar, 1995), mengatakan bahwa sikap adalah

kecenderungan berperilaku. Sedangkan Thurstone (dalam Mueller, 1992)

menyatakan bahwa sikap merupakan suatu tingkatan afek, baik itu positif maupun

negatif dalam hubungannya dengan objek-objek psikologis. Sedangkan menurut

Petty dan Cacioppo (dalam Hogg, 2002), sikap merupakan evalusi umum terhadap

orang (termasuk diri sendiri), objek ataupun isu. Pada hakekatnya, sikap

merupakan suatu interaksi dari berbagai komponen, dimana komponen-komponen

tersebut menurut Allport (dalam Azwar, 1995) ada 3 (tiga), yaitu : komponen

kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif. Azwar (1995) mengemukakan

bahwa nilai (value) dan opini (opinion) atau pendapat sangat erat berkaitan

dengan sikap, bahkan kedua konsep tersebut seringkali digunakan dalam

defenisi-defenisi mengenai sikap. Mueller (1992) juga mengatakan bahwa nilai

menyebabkan sikap dan sikap ke arah suatu objek adalah fungsi sedemikian rupa

bahwa objek itu diartikan untuk memberi kemudahan pencapaian nilai-nilai

penting

Pada dasarnya sikap bukan merupakan suatu pembawaan, melainkan hasil

interaksi antara individu dengan lingkungannya sehingga sikap bersifat dinamis.

Faktor pengalaman besar pengaruhnya dalam pembentukan sikap (Middlebrook

dalam Azwar, 1995).

Menurut Sarigiani & Pettersen, dalam Santrock, 2002), remaja puber

perempuan yang mengalami early-maturation biasanya cenderung memiliki sikap

yang negatif terhadap early-maturation itu sendiri. Sikap ini muncul dari penilaian

(20)

mulai menunjukkan ciri-ciri seksual sekunder, yang mengarahkan tubuh mereka

seperti bentuk tubuh wanita dewasa. Mereka menganggap bahwa bila mereka

mengalami maturation tersebut, mereka sama seperti orang dewasa, sehingga

mereka cenderung beresiko mengikuti pola perilaku orang dewasa tanpa adanya

kematangan cara berpikir dan kematangan sosial yang sudah dimiliki orang

dewasa umumnya.

“Anak-anak perempuan yang mengalami early-maturation secara fisik

memang hampir memiliki fisik layaknya orang dewasa, namun secara kognitif mereka belum sematang layaknya orang dewasa umumnya karena sebenarnya mereka juga masih berpikir sama dengan anak-anak lainnya, sehingga keluarga mereka hendaknya mampu memberikan dukungan yang positif bagi perkembangan diri mereka agar mereka lebih berhati-hati dalam mencontoh pola perilaku orang-orang sekitarnya” (Rahmadani Hidayatin, Psikolog PKBI Medan, Komunikasi Interpersonal, 15 Agustus 2008).

Menurut Maharani dan Andayani (2003), remaja puber perempuan

membutuhkan bantuan dan bimbingan serta pengarahan dari keluarganya untuk

menghadapi segala permasalahan yang dihadapi berkaitan dengan proses

kematangan yang dialami remaja puber perempuan sekarang ini, sehingga remaja

puber perempuan dapat melalui dan menghadapi perubahan-perubahan yang

terjadi dengan wajar.

Bantuan, bimbingan dan pengarahan merupakan beberapa ciri dari dukungan

sosial. Elzion mengartikan dukungan sosial sebagai hubungan antar pribadi yang

didalamnya terdapat satu atau lebih ciri-ciri, antara lain: bantuan atau pertolongan

dalam bentuk fisik, perhatian emosional, pemberian informasi dan pujian(dalam

Farhati & Rosyid, 1996). Dukungan sosial merupakan sesuatu yang dimiliki oleh

individu yang hanya dapat dinilai dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan

(21)

dimensi, yaitu: dukungan instrumental, dukungan informasional, dukungan

penghargaan, dukungan emosional, dan dukungan integritas sosial (Orford, 1992).

Kahn (dalam Orford 1992), mengatakan bahwa orang dewasa sebagai orang

yang lebih dulu matang dibandingkan remaja puber perempuan, perlu

memberikan dukungan dalam bentuk pengarahan dan bimbingan bagi remaja

puber perempuan dalam menghadapi perubahan-perubahan akibat maturation

yang dialami remaja puber perempuan. Menurut Soekanto (1990), bimbingan atau

dukungan sosial tersebut dapat diperoleh dari keluarga inti yang dimiliki remaja

puber perempuan yang mengalami early-maturation tersebut. Keluarga inti

(keluarga batih) merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang lazimnya terdiri

dari suami/ayah, istri/ibu dan anak-anak yang belum menikah. Gunarsa (1995)

mengatakan bahwa keluarga inti merupakan tempat yang penting dimana anak

memperoleh kemampuan dasar dalam bentuk kemampuannya agar kelak menjadi

orang yang berhasil di masyarakat.

Orangtua sebagai bagian dari keluarga inti perlu mempelajari seluk beluk

kehidupan remaja secara seksama agar dapat membantu mereka dalam

memberikan nilai atau pengetahuan yang penting berkaitan dengan maturation

yang dialami remaja sekarang. Nilai atau pengetahuan yang baik dari orangtua

dapat menuntun pola sikap remaja puber sekarang kearah yang positif terhadap

early-maturation yang dialami remaja sekarang. Orangtua yang merupakan bagian

dari keluarga inti hendaknya tidak memaksakan ciri-ciri kehidupan remaja pada

zaman mereka pada anak-anaknya. Cara demikian hanyalah memperbesar

kesenjangan. Sebaiknya orangtua justru harus bisa membandingkan kehidupan

(22)

mengalami pergeseran yang cukup signifikan dalam hal yang berkaitan dengan

early-maturation. Orangtua sekarang harusnya semakin menyadari

early-maturation pada zaman sekarang merupakan hal yang lumrah terjadi, sehingga

remaja sekarang perlu dibimbing sedini mungkin (Soekanto, 1990).

Berdasarkan uraian di atas, peneliti melihat bahwa early-maturation pada

remaja puber perempuan membuat mereka terlihat matang secara fisik seperti

orang dewasa, tetapi tidak diikuti dengan kemampuan sosial dan mental yang

matang seperti orang dewasa pada umumnya. Remaja tersebut biasanya

menyikapi early-maturation dalam bentuk kecenderungan perilaku yang negatif,

seperti, kurang percaya diri, kurang popular diantara teman-temannya, depresi,

merokok, dan seks. Keluarga inti sebagai wadah yang memegang peran penting

dalam mambentuk karakter anak, perlu memperhatikan perkembangan diri mereka

dalam bentuk dukungan sosial yang tinggi. Keluarga inti juga merupakan faktor

terpenting bagi anak dalam mempengaruhi sikap remaja terhadap setiap tugas

perkembangan yang dialaminya. Remaja puber perempuan yang mendapat

dukungan sosial yang tinggi akan membentuk sikap yang positif pula terhadap

setiap tugas perkembangan (early-maturation) yang dilaluinya. Berdasarkan

uraian tersebut, peneliti ingin melihat pengaruh dukungan sosial keluarga inti pada

sikap remaja puber perempuan terhadap early-maturation.

B. RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah untuk melihat apakah ada

pengaruh positif dukungan sosial keluarga inti pada sikap remaja puber

(23)

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh positif dukungan sosial

keluarga inti pada sikap remaja puber perempuan terhadap early-maturation.

D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk

perkembangan ilmu psikologi, khususnya di bidang Psikologi Perkembangan,

yaitu membukakan wawasan mengenai pengaruh dukungan sosial keluarga inti

pada sikap remaja puber perempuan terhadap early-maturation.

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat membuka mata masyarakat bahwa remaja

perlu diberikan dukungan dalam menghadapi proses maturation.

b. Bagi orangtua atau orang dewasa lainnya, penelitian ini diharapkan dapat

memberi informasi mengenai pentingnya memberikan dukungan sosial yang

baik pada remaja puber perempuan yang mengalami early-maturation agar

remaja puber perempuan tersebut bisa menyikapi early-maturation yang

dialaminya secara positif.

c. Bagi remaja puber perempuan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

informasi mengenai pentingnya peran keluarga inti dalam membentuk

karakter diri positif si remaja puber perempuan, sehingga remaja puber

perempuan perlu menjaga hubungan yang baik dengan keluarga intinya agar

remaja puber perempuan mampu melalui tugas perkembangan responden

(24)

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Adapun sistematika penulisan dalam laporan penelitian ini adalah:

BAB I : Pendahuluan

Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah penelitian,

pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, serta

sistematika penulisan.

BAB II : Landasan Teori

Bab ini memuat tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam

pembahasan masalah. Teori-teori yang dimuat adalah teori yang

berhubungan dengan dukungan sosial, keluarga inti, sikap,

remaja puber, dan early-maturation.

BAB III : Metodologi Penelitian

Bab ini menjelaskan mengenai identifikasi variable penelitian,

populasi dan sampel penelitian, metode pengumpulan data,

instrumen atau alat ukur yang digunakan, validitas dan

(25)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. DUKUNGAN SOSIAL 1. Definisi Dukungan Sosial

Menurut Orford (1992) dukungan sosial adalah :

“Something that an individual person processes and which can be assessed by putting certain well-chosen questions to that particular person”.

Definisi diatas menunjukkan bahwa dukungan sosial adalah sesuatu yang

dimiliki oleh individu yang hanya dapat dinilai dengan mengajukan

pertanyaan-pertanyaan yang tepat kepada individu tersebut.

Elzion (dalam Farhati & Rosyid, 1996), mengatakan bahwa dukungan sosial

adalah hubungan antar pribadi yang didalamnya terdapat satu atau lebih ciri-ciri ,

antara lain : bantuan atau pertolongan dalam bentuk fisik, perhatian emosional,

pemberian informasi dan pujian. Johnsosn & Johnson (dalam Farhati & Rosyid,

1996), mendefenisikan dukungan sosial sebagai keberadaan orang lain yang dapat

diandalkan untuk dimintai bantuan, dorongan, dan penerimaan apabila individu

mengalami kesulitan.

Dukungan sosial didefinisikan oleh Gottlieb (dalam Kuntjoro, 2002) sebagai

informasi verbal atau nonverbal, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang

diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam lingkungan

sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan

keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Dalam

(26)

lega karena diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada

dirinya.

Sarason (dalam Kuntjoro, 2002). Berpendapat bahwa dukungan sosial

mencakup 2 (dua) hal, yaitu :

a. Jumlah atau sumber dukungan sosial yang tersedia : merupakan persepsi

individu terhadap sejumlah orang yang dapat diandalkan saat individu

membutuhkan bantuan.

b. Tingkat kepuasan akan dukungan sosial yang diterima : berkaitan dengan

persepsi individu bahwa kebutuhannya akan terpenuhi.

Menurut Sarason (dalam Kuntjoro, 2002), dukungan sosial bukan sekedar

memberikan bantuan, tetapi yang penting adalah bagaimana persepsi si penerima

terhadap makna dari bantuan itu. Hal ini erat hubungannya dengan ketepatan

dukungan sosial yang diberikan, dalam arti bahwa orang yang menerima sangat

merasakan manfaat bantuan bagi dirinya, karena sesuatu yang aktual dan

memberikan kepuasan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial adalah

sesuatu yang dimiliki individu yang hanya dapat dinilai dengan mengajukan

pertanyaan-pertanyaan yang tepat kepada individu tersebut dan memberikan

bantuan, dorongan, serta penerimaan apabila individu mengalami kesulitan.

Bantuan atau pertolongan tersebut dapat berbentuk fisik, perhatian, emosional,

(27)

2. Dimensi-Dimensi Dukungan Sosial

Orford (1992) mengatakan ada 5 (lima) dimensi dukungan sosial, yaitu :

a. Dukungan instrumental

Dukungan instrumental adalah dukungan berupa bantuan dalam bentuk nyata

atau dukungan material. Menurut Jacobson (dalam Orford, 1992) dukungan

ini mengacu pada penyediaan benda-benda dan layanan untuk memecahkan

masalah praktis. Wills (dalam Orford, 1992) menyatakan bahwa dukungan ini

meliputi aktivitas-aktivitas seperti penyediaan benda-benda, misalnya alat-alat

kerja, buku-buku, meminjamkan atau memberikan uang dan membantu

menyelesaikan tugas-tugas praktis.

b. Dukungan informasional

Dukungan informasional adalah dukungan berupa pemberian informasi yang

dibutuhkan oleh individu. Douse (dalam Orford, 1992) membagi dukungan ini

ke dalam 2 (dua) bentuk. Pertama, pemberian informasi atau pengajaran suatu

keahlian yang dapat memberi solusi pada suatu masalah. Kedua adalah

appraisal support, yaitu pemberian informasi yang dapat mebantu individu

dalam mengevaluasi performance pribadinya. Wills (dalam Orford, 1992)

menambahkan dukungan ini dapat berupa pemberian informasi, nasehat, dan

bimbingan.

c. Dukungan penghargaan

Dukungan penghargaan adalah dukungan yang terjadi bila ada ekspresi

penilaian yang positif terhadap individu. Menurut Cohent & Wils (dalam

Orford, 1992), dukungan ini dapat berupa pemberian informasi kepada

(28)

ditingkatkan dengan mengkomunikasikan kepadanya bahwa ia bernilai dan

diterima meskipun tidak luput dari kesalahan.

d. Dukungan emosi

Dukungan emosi adalah dukungan yang berhubungan dengan hal yang

bersifat emosional atau menjaga keadaan emosi, afeksi/ekspresi. Menurut

Tolsdorf & Wills (dalam Orford, 1992), tipe dukungan ini lebih mengacu

kepada pemberian semangat, kehangatan, cinta, kasih, dan emosi. Leavy

(dalam Orford, 1992) menyatakan dukungan sosial sebagai perilaku yang

memberi perasaan nyaman dan membuat individu percaya bahwa dia

dikagumi, dihargai, dan dicintai dan bahwa orang lain bersedia memberi

perhatian dan rasa aman.

e. Dukungan integrasi sosial

Dukungan integrasi sosial adalah perasaan individu sebagai bagian dari

kelompok. Menurut Cohen & Wills (dalam Orford, 1992), dukungan ini dapat

berupa menghabiskan waktu bersama-sama dalam aktivitas, rekreasional di

waktu senggang. Dukungan ini dapat mengurangi stress dengan memenuhi

kebutuhan afiliasi dan kontak dengan orang lain membantu mengalihkan

perhatian seseorang dari masalah yang mengganggu serta memfasilitasi suatu

suasana hati yang positif. Menurut Barren & Ainlay (dalam Orford, 1992),

dukungan ini dapat meliputi membuat lelucon, membicarakan minat,

(29)

3. Sumber-Sumber Dukungan Sosial

Menurut Rook & Dooley (dalam Kuntjoro, 2002), ada 2 (dua) sumber

dukungan sosial, yaitu :

a. Sumber artifisial

Sumber artifisial adalah dukungan sosial yang dirancang ke dalam kebutuhan

primer seseorang, misalnya dukungan sosial akibat bencana alam.

b. Sumber natural

Sumber natural adalah dukungan sosial yang natural diterima seseorang

melalui interaksi seseorang dalam kehidupannya secara spontan dengan

orang-orang yang berada disekitarnya, misalnya anggota keluarga (anak, istri,

suami, dan kerabat), teman dekat/relasi.

B. KELUARGA INTI 1. Definisi Keluarga Inti

Menurut Gunarsa (1995), keluarga adalah kelompok sosial yang bersifat

abadi, dikukuhkan dalam hubungan nikah yang memberikan pengaruh keturunan

dan lingkungan sebagai dimensi penting yang lain bagi anak. Keluarga adalah

tempat yang penting dimana anak memperoleh dasar dalam bentuk

kemampuannya agar kelak menjadi orang yang berhasil di mata masyarakat.

Keluarga inti (keluarga batih) merupakan unti terkecil dalam masyarakat yang

mempunyai fungsi-fungsi terentu, keluarga inti lazimnya terdiri dari suami/ayah,

istri/ibu, dan anak-anak yang belum menikah (Soekanto, 1990). Sedangkan

menurut Haviland (1993), keluarga inti (nuclear family) adalah unit dasar yang

(30)

apa yang dikemukakan oleh Sarwono (2001), bahwa keluarga merupakan

lingkungan primer hampir setiap individu, sejak ia lahir sampai datang masanya

meninggalkan rumah dan membentuk keluarga sendiri, dan menurut Khairuddin

(1997), keluarga mempunyai sistem jaringan interaksi yang lebih bersifat

hubungan interpersonal, dimana masing-masing anggota dalam keluarga

dimungkinkan mempunyai intensitas hubungan satu sama lain, antara ayah, ibu,

dan anak, maupun anak-dengan anak.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan

keluarga inti adalah unti terkecil dalam masyarakat yang dikukuhkan dalam

hubungan nikah yang terdiri dari suami/ayah, istri/ibu, dan anak-anak yang belum

berdiri sendiri.

2. Fungsi Keluarga Inti

Fungsi keluarga menurut Gunarsa (1995) adalah :

a. Mendapatkan keturunan dan membesarkan anak

b. Memberikan afeksi/kasih sayang, dukungan, dan keakraban

c. Mengembangkan kepribadian

d. Mengatur pembagian tugas, menanamkan kewajiban, hak, dan tanggung

jawab

e. Mengajarkan dan meneruskan adat istiadat, kebudayaan, agama, dan sistem

moral pada anak.

Sejalan dengan fungsi keluarga yang telah dikemukakan sebelumnya,

Soekanto (1990) mengemukakan bahwa keluarga inti (keluarga batih) merupakan

(31)

a. Sebagai wadah berlangsung sosial primer, yakni dimana anak-anak dididik

untuk memahami dan menganuti kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku

dalam masyarakat.

b. Sebagai unit yang mengatur hubungan seksual

c. Sebagai unit ekonomis yang membentuk dasar kehidupan

sosial-ekonomis bagi anak-anak.

d. Sebagai wadah tempat berlindung, supaya kehidupan berlangsung secara tertib

dan tentram, sehingga manusia hidup di dalam kedamaian.

Selanjutnya Gunarsa (1995) mengemukakan bahwa syarat utama bagi

kelancaran terlaksananya fungsi keluarga adalah terciptanya suasana keluarga

yang baik. Suasana keluarga dimana setiap anak bisa mengembangkan dirinya

dengan bantuan orangtua dan saudara-saudaranya.

C. SIKAP

1. Definisi Sikap

Thurstone (dalam Mueller, 1992) menyatakan bahwa sikap merupakan suatu tingkatan afek, baik itu positif maupun negatif dalam hubungannya dengan

obyek-obyek psikologis. Lebih khusus lagi, suatu sikap ke arah suatu objek adalah fungsi

sedemikian rupa bahwa objek itu diartikan untuk memberi kemudahan pencapaian

nilai-nilai penting. Sedangkan menurut Petty dan Cacioppo (dalam Hogg, 2002),

sikap merupakan evalusi umum terhadap orang (termasuk diri sendiri), objek

ataupun isu. Azwar (1995) mengemukakan bahwa nilai (value) dan opini

(opinion) atau pendapat sangat erat berkaitan dengan sikap, bahkan kedua konsep

(32)

Bogardus (dalam Azwar,1995), mengatakan bahwa sikap itu adalah

kecenderungan berperilaku.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa sikap adalah suatu perasaan

atau penilaian (evaluasi) tentang orang (termasuk diri sendiri), objek, atau isu dan

merupakan kecenderungan berperilaku dalam suatu tingkatan afek, baik itu positif

maupun negatif.

2. Komponen Sikap

Pada hakekatnya, sikap merupakan suatu interaksi dari berbagai komponen,

dimana komponen-komponen tersebut menurut Allport (dalam Azwar, 1995) ada

tiga, yaitu:

a. Komponen kognitif

Komponen kognitif adalah komponen yang tersusun atas dasar pengetahuan

atau informasi yang dimiliki seseorang tentang obyek sikapnya. Dari

pengetahuan ini kemudian akan terbentuk suatu keyakinan tertentu tentang

obyek sikap tersebut.

b. Komponen afektif

Komponen afektif adalah komponen yang berhubungan dengan rasa senang

dan tidak senang. Jadi, sifatnya evaluatif yang berhubungan erat dengan

nilai-nilai kebudayaan atau sistem nilai-nilai yang dimilikinya.

c. Komponen konatif

Komponen konatif adalah kesiapan seseorang untuk bertingkah laku yang

(33)

3. Karakteristik Sikap

Menurut Brigham (dalam Azwar, 1995), ada beberapa ciri sifat (karakteristik)

dasar dari sikap, yaitu:

a. Sikap disimpulkan dari cara-cara individu bertingkah laku

b. Sikap ditunjukkan mengarah kepada obyek psikologis atau kategori, dalam hal

ini skema yang dimiliki orang menentukan bagaimana mereka

mengkategorisasikan target objek dimana sikap diarahkan

c. Sikap dipelajari

d. Sikap mempengaruhi perilaku. Mengukuhi suatu sikap yang mengarah pada

suatu obyek memberikan satu alasan untuk berperilaku mengarah pada obyek

itu dengan suatu cara tertentu.

4. Pembentukan Dan Perubahan Sikap

Middlebrook (dalam Azwar (1995), mengatakan bahwa ada 6 (enam) faktor

yang mempengaruhi sikap, yaitu :

a. Pengalaman pribadi

Middlebrook (dalam Azwar, 1995) mengatakan bahwa tidak adanya

pengalaman sama sekali dengan suatu objek psikologis cenderung akan

membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut. Pembentukan kesan atau

tanggapan terhadap objek merupakan proses kompleks dalam diri individu

yang melibatkan individu yang bersangkutan, situasi dimana tanggapan itu

terbentuk, dan atribut atau ciri-ciri objektif yang dimiliki oleh stimulus. Untuk

dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah

(34)

apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam stimulus yang melibatkan

faktor emosional.

b. Kebudayaan

Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar

terhadap pembentukan sikap kita. Apabila kita hidup dalam budaya yang

mempunyai norma longgar bagi pergaulan heteroseksual sangat mungkin kita

akan mempunyai sikap yang mendukung terhadap masalah kebebasan

pergaulan heteroseksual.

c. Orang lain yang dianggap penting

Seseorang yang kita anggap penting (significant others) akan banyak

mempengaruhi pembentukan sikap kita terhadap sesuatu. Diantara orang yang

biasanya dianggap penting bagi individu adalah orangtua, teman sebaya, guru,

teman kerja, suami atau istri. Pada umumnya, individu cenderung untuk

memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang

dianggapnya penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan

berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang

dianggap penting tersebut. Sikap orangtua dan sikap anak cenderung untuk

selalu sama sepanjang hidup.

d. Institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama

Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai

pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar

pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Apabila terdapat suatu hal

yang kontroversial, pada umumnya orang akan mencari informasi lain untuk

(35)

atau dari agama sering kali menjadi determinan tunggal yang menentukan

sikap.

e. Media massa

Media massa sebagai alat komunikasi seperti televisi, radio, surat kabar,

majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini

dan kepercayaan seseorang. Adanya informasi baru mengenai suatu hal

memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhdap hal

tersebut. Pesan-pesan sugestif yang dibawa oleh informasi tersebut, apabila

cukup kuat akan memberikan dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga

terbentuklah arah dan sikap tertentu.

f. Faktor emosi dalam diri individu

Tidak sama bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman

pribadi seseorang. Terkadang sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh

emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan

bentuk mekanisme pertahanan ego.

5. Sikap Remaja Puber Perempuan Terhadap Early-Maturation

Menurut Sarigiani & Pettersen, remaja puber perempuan yang mengalami

early maturation cenderung memiliki sikap negatif terhadap early-maturation.

Early-maturation ditandai dengan munculnya ciri-ciri seksual sekunder, yang

mengarahkan bentuk tubuh layaknya orang dewasa. Sikap negatif remaja puber

perempuan terhadap early-maturation muncul dari penilaian terhadap pengalaman

langsung yang mereka terima ketika mereka melihat tubuh mereka menyerupai

(36)

orang dewasa dan membentuk kecenderungan berperilaku layaknya orang dewasa

tanpa diikuti kematangan cara berpikir dan kematang sosial yang sudah dimiliki

orang dewasa umumnya (dalam Santrock, 2002).

Kecenderungan berperilaku mengikuti orang dewasa pada umunya seperti

berpacaran, merokok, bermabukan, dan sering pulang malam (Zulkarnain, 2007).

Early-maturation menghambat remaja puber perempuan yang mengarahkan

mereka untuk berhubungan dengan remaja yang lebih tua yang mendorong

mereka untuk memiliki kecenderungan berperilaku mengikuti orang dewasa

seperti bermabukan, merokok, dan seks (Kail & Cavanaugh, 2000), sedangkan

menurut Elder (dalam Papalia & Olds, 2001), remaja puber perempuan yang

mengalami early-maturation biasanya cenderung kurang percaya diri, kurang

popular diantara teman-temannya, cenderung memiliki masalah berperilaku, dan

cenderung depresi.

Remaja puber perempuan yang mengalami early-maturation secara psikologis

memang sering terganggu dengan perubahan-perubahan kelenjar, besarnya, dan

posisi organ-organ internal yang dialaminya. Perubahan sosial juga memiliki

pengaruh yang lebih besar pada penyikapan negatif remaja puber perempuan

terhadap early-maturation dibandingkan dengan perubahan-perubahan kelenjar

yang terjadi karena ketika memasuki masa pubertas mereka menjadi sangat tidak

percaya diri dan sangat bergantung kepada lingkungannya terutama keluarga

intinya untuk memperoleh rasa aman. Remaja puber perempuan sangat

memerlukan simpati dan pengertian dari orang-orang sekitarnya dalam bentuk

dukungan sosial untuk melalui berbagai tugas perkembangan yang dialaminya.

(37)

dari keluarga inti, maka akan semakin negatif sikap yang ditunjukkan terhadap

early-maturation yang dialaminya (Hurlock, 1999).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap remaja puber

perempuan terhadap early-maturation adalah kecenderungan berperilaku negatif

seperti merokok, bermabukan, berpacaran, seks, sering pulang malam, kurang

percaya diri, kurang popular diantara teman-temannya, memiliki masalah

berperilaku, dan depresi ketika dukungan sosial yang diterima dari keluarga

intinya adalah rendah.

D. REMAJA PUBER PEREMPUAN 1. Definisi Remaja Puber Perempuan

Menurut Hurlock (1999), masa puber merupakan suatu tahap dalam

perkembangan di mana terjadi kematangan alat-alat seksual dan tercapai

kemampuan reproduksi. Pada anak perempuan, pubertas biasanya ditandai dengan

terjadinya menarche (menstruasi pertama). Periode pubertas pada anak perempuan

biasanya terjadi pada usia 11-15 tahun.

Sedangkan menurut Sarlito (1999), tidak ada profil remaja Indonesia yang

seragam dan berlaku secara nasional. Masalahnya adalah karena Indonesia terdiri

dari berbagai suku, adat, dan tingkatan sosial ekonomi, maupun pendidikan.

Sebagai pedoman umum remaja di Indonesia, dapat digunakan batasan usia 11-24

tahun, dengan pertimbangan sebagai berikut :

a. Usia 11 tahun adalah usia dimana pada umumnya tanda-tanda seksual

(38)

b. Usia 11 tahun dianggap oleh masyarakat Indonesia sebagai masa akil balig,

baik menurut adat maupun agama, sehingga mereka tidak diperlakukan

sebagai anak-anak (kriteria sosial).

c. Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan jiwa

seperti tercapainya identitas (ego identity), tercapainya fase genital dari

perkembangan kognitif maupun moral.

d. Batas usia 24 tahun merupakan batas maksimal, yaitu untuk memberikan

peluang bagi mereka kriteria sampai pada usia tersebut masih

menggantungkan diri pada orang lain, belum mempunyai hak-hak penuh

sebagai orang dewasa (secara tradisi).

e. Status perkawinan sangat menentukan, karena arti perkawinan masih sangat

penting di masyarakat Indonesia secara menyeluruh. Seorang kriteria sudah

menikah di usia berapapun dianggap dan diperlakukan sebagai orang dewasa.

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa remaja puber

perempuan adalah masa dimana anak perempuan mengalami kematangan alat-alat

seksual dan tercapai kemampuan reproduksi yang ditandai dengan menarche pada

usia 11-15 tahun. Remaja puber perempuan yang mengalami menarche sebelum

usia 11 tahun termasuk dalam golongan early-maturer, sedangkan yang

mengalami menarche setelah usia 15 tahun termasuk dalam golongan

late-maturer.

2. Ciri-Ciri Remaja Puber Perempuan

Menurut Hurlock (1999) adalah sebagai berikut :

(39)

Masa puber harus dianggap sebagai periode tumpang tindih karena mencakup

tahun-tahun akhir masa kanak-kanak dan tahun-tahun awal masa remaja.

Sampai anak matang secara seksual, ia dikenal sebagai ”anak puber”. Setelah

matang secara seksual anak dikenal sebagai ”remaja” atau ”remaja muda”.

b. Masa remaja puber adalah periode yang singkat

Dibandingkan dengan banyaknya perubahan yang terjadi di dalam maupun di

luar tubuh, masa puber relatif merupakan periode yang singkat, sekitar dua

sampai empat tahun. Anak masa puber selama dua tahun atau kurang

dianggap sebagai anak yang ”early-maturation”, sedangkan yang

memerlukan tiga sampai empat tahun untuk menyelesaikan peralihan menjadi

dewasa dianggap sebgai anak yang ”late-maturation”. Sebagai kelompok,

anak perempuan cenderung lebih sering mengalami early-maturation

dibandingkan kelompok anak laki-laki.

c. Masa Remaja puber dibagi dalam tahap-tahap

Meskipun masa puber relatif singkat dalam rentang kehidupan, namun

biasanya dibagi dalam tiga tahap, yaitu tahap prapuber, tahap puber, dan tahap

pascapuber.

d. Masa remaja puber merupakan fase negatif

Terdapat bukti bahwa sikap dan perilaku negatif merupakan ciri dari bagian

awal masa puber dan yang terburuk dari fase negatif ini akan berakhir bila

individu secara seksual menjadi matang. Perilaku khas dari “fase negatif”

masa puber lebih menonjol pada anak perempuan daripada anak laki-laki.

(40)

Masa puber atau pubertas adalah salah satu dari dua periode dalam rentang

kehidupan yang ditandai oleh pertumbuhan yang pesat dan perubahan yang

mencolok dalam proporsi tubuh. Pesatnya pertumbuhan dan perkembangan

yang terjadi selama masa puber pada umumnya disebut sebagai “remaja

tumbuh pesat”. Lebih tepat lagi, ini adalah “pubertas tumbuh pesat” karena

agak mendahului atau terjadi bersamaan dengan perubahan-perubahan masa

puber lainnya. Tumbuh pesat ini berlangsung satu atau dua tahun sebelum

anak secara seksual menjadi matang dan berlangsung terus selama enam bulan

sampai setahun kemudian. Jadi seluruh periode tumbuh pesat berlangsung

hampir selama tiga tahun.

3. Ciri-Ciri Seks Sekunder Yang Penting Pada Remaja Puber Perempuan Menurut Hurlock (1999) adalah sebagai berikut :

a. Pinggul

Pinggul menjadi bertambah lebar dan bulat sebagai akibat membesarnya

tulang pinggul dan berkembangnya lemak di bawah kulit.

b. Payudara

Segera setelah pinggul mulai membesar, payudara juga berkembang. Putting

susu membesar dan menonjol, dan dengan berkembangnya kelenjar susu,

payudara menjadi lebih besar dan lebih bulat.

c. Rambut

Rambut kemaluan timbul setelah pinggul dan payudara mulai berkembang.

(41)

rambut kecuali rambut wajah mula-mula lurus dan terang warnanya,

kemudian menjadi lebih subur, lebih kasar, dan lebih gelap, dan agak keriting.

d. Kulit

Kulit menjadi lebih kasar, lebih tebal, agak pucat, dan lobang pori-pori

bertambah besar.

e. Kelenjar

Kelenjar lemak dan kelenjar keringat menjadi lebih aktif. Sumbatan kelenjar

lemak dapat menyebabkan jerawat. Kelenjar keringat di ketiak mengeluarkan

banyak keringat dan baunya menusuk sebelum dan selama masa haid.

f. Otot

Otot semakin besar dan semakin kuat, terutama pada pertengahan dan

menjelang akhir masa puber, sehingga memberikan bentuk pada bahu, lengan,

dan tungkai kaki.

g. Suara

Suara menjadi lebih penuh dan semakin merdu. Suara serak dan suara yang

pecah jarang terjadi pada anak perempuan.

4. Akibat Perubahan Masa Puber Perempuan Pada Sikap Dan Perilaku Menurut Hurlock (1999) adalah sebagai berikut :

a. Ingin menyendiri

Kalau perubahan pada masa puber mulai terjadi, remaja puber perempuan

biasanya menarik diri dari teman-teman dan dari berbagai kegiatan keluarga,

dan sering bertengkar dengan teman-teman dan anggota keluarga. Remaja

(42)

diperlakukan dengan kurang baik, dan ia juga mengadakan eksperimen seks

melalui masturbasi.

b. Bosan

Remaja puber perempuan bosan dengan permainan yang sebelumnya amat

digemari, tugas-tugas sekolah, kegiatan-kegiatan sosial, dan kehidupan pada

umumnya. Akibatnya, remaja puber perempuan sedikit sekali bekerja

sehingga prestasinya di berbagai bidang menurun. Remaja puber perempuan

menjadi terbiasa untuk tidak mau berprestasi khususnya karena sering timbul

perasaan akan keadaan fisik yang tidak normal.

c. Inkoordinasi

Pertumbuhan pesat dan tidak seimbang mempengaruhi pola koordinasi

gerakan, dan remaja puber perempuan akan merasa kikuk dan janggal selama

beberapa waktu. Setelah pertumbuhan melambat, koordinasi akan membaik

secara bertahap.

d. Antagonisme sosial

Remaja puber perempuan sering kali tidak mau bekerja sama, sering

membantah dan menentang. Permusuhan terbuka antara dua seks yang

berlainan diungkapkan dalam kritik, dan komentar-komentar yang

merendahkan. Dengan berlanjutnya masa puber, remaja tersebut kemudian

menjadi lebih ramah, lebih dapat bekerja sama dan lebih sabar kepada orang

lain.

e. Emosi yang meninggi

Kemurungan, merajuk, ledakan amarah dan kecenderungan untuk menangis

(43)

Pada masa ini, remaja puber perempuan merasa khawatir, gelisah, dan cepat

marah. Sedih, mudah marah dan suasanan hati yang negatif sangat sering

terjadi selama masa prahaid dan awal periode haid. Dengan semakin

matangnya keadaan fisik anak, ketegangan lambat laun berkurang dan sudah

mulai mampu mengendalikan emosinya.

f. Hilangnya kepercayaan diri

Remaja puber perempuan yang tadinya sangat yakin pada diri sendiri,

sekarang menjadi kurang perdiri dan takut akan kegagalan karena daya tahan

fisik menurun dan karena kritik yang bertubi-tubi datang dari orangtua dan

teman-temannya. Banyak remaja puber perempuan setelah masa puber

menjadi rendah diri.

g. Terlalu sederhana

Perubahan tubuh yang terjadi selama masa puber menyebabkan remaja puber

perempuan menjadi sangat sederhana dalam segala penampilannya karena

takut orang-orang lain akan memperhatikan perubahan yang dialaminya dan

memberi komentar yang buruk.

E. EARLY-MATURATION

1. Definisi Early-Maturation Pada Perempuan

Early-maturation adalah suatu proses kematangan yang berlangsung lebih

cepat dari biasanya (Hurlock, 1999). Kematangan ini merupakan suatu proses

dinamis secara biologis yang ditandai dengan adanya perubahan yang kelihatan di

dalam proporsi tinggi badan, komposisi badan, dan pertumbuhan ciri-ciri seksual

(44)

produktif sepanjang rentang kehidupan manusia ( Ellis, 2004). Haid pertama

(menarche) sering digunakan sebagai kriteria maturation pada remaja puber

perempuan (Hurlock, 1999). Sedangkan Stein (2005), mengatakan bahwa

early-maturation pada perempuan adalah menarche yang dialami sebelum mencapai

usia 11 tahun.

Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa early-maturation adalah suatu proses

kematangan secara biologis yang ditandai dengan menarche sebelum mencapai

usia 11 tahun diikuti dengan perubahan dalam proporsi tinggi badan, komposisi

badan, dan pertumbuhan ciri-ciri seks sekunder yang berlangsung lebih cepat dari

biasanya.

2. Faktor-Faktor Pembentukan Early-Maturation

Menurut Santrock (2002), ada beberapa faktor yang mendorong pembentukan

early-maturation pada remaja, yaitu :

a. Nutrisi

b. Lingkungan

c. Globalisasi

d. Media Massa

F. PENGARUH DIKUNGAN SOSIAL KELUARGA INTI PADA SIKAP REMAJA PUBER PEREMPUAN TERHADAP EARLY-MATURATION

Pada zaman globalisasi sekarang ini, banyak faktor yang mendukung

anak-anak perempuan sekarang mangalami early-maturation, seperti, nutrisi,

(45)

Early-maturation yang dialami oleh remaja puber perempuan pada masa

sekarang ini sering menjadi sorotan masyarakat. Hal ini disebabkan sikap remaja

puber perempuan terhadap early-maturation yang cenderung negatif, seperti,

kurang percaya diri, kurang popular diantara teman-temannya, cenderung

memiliki masalah berperilaku, dan cenderung depresi (Elder, dalam Papalia &

Olds, 2001). Sedangkan menurut Kail & Cavanaugh (2000), penyikapan remaja

puber perempuan terhadap early-maturation seperti, bermabukan, merokok, dan

seks.

Penyikapan yang negatif dari remaja puber perempuan terhadap

early-maturation disebabkan karena kematangan fisik yang cepat dari tubuh mereka

secara psikologis menuntut mereka ingin berpenampilan layaknya orang dewasa

tanpa diikuti dengan kematangan mental dan sosial yang cukup (Sarigiani &

Pettersen dalam Santrock, 2002). Remaja puber perempuan yang mengalami

early-maturation secara psikologis memang sering terganggu dengan

perubahan-perubahan kelenjar, besarnya, dan posisi organ-organ internal yang dialaminya.

Perubahan sosial juga memiliki pengaruh yang lebih besar pada penyikapan

negatif remaja puber perempuan terhadap early-maturation dibandingkan dengan

perubahan-perubahan kelenjar yang terjadi. Semakin sedikit simpati dan

pengertian yang diterima remaja puber perempuan dari keluarga inti, maka akan

semakin negatif sikap yang ditunjukkan terhadap early-maturation yang

dialaminya (Hurlock, 1999).

Menurut Maharani dan Andayani (2003), remaja puber perempuan

membutuhkan bantuan dan bimbingan serta pengarahan dari keluarganya untuk

(46)

kematangan yang dialami remaja puber perempuan sekarang ini, sehingga remaja

puber perempuan dapat melalui dan menghadapi perubahan-perubahan yang

terjadi dengan wajar.

Bantuan, bimbingan, dan pengarahan merupakan ciri-ciri dari dukungan

sosial. Dukungan sosial merupakan sesuatu yang dimiliki oleh individu yang

hanya dapat dinilai dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tepat kepada

inividu tersebut. Dukungan sosial juga bisa diberi dalam bentuk pemberian materi,

pemberian informasi, pemberian penghargaan, pemberian semangat, cinta, dan

kasih sayang, serta pemberian perilaku atau kegiatan yang menyenangkan, seperti

rekreasi (Orford, 1992).

Keluarga inti sebagai wadah dimana anak-anak dididik untuk memahami dan

menganuti kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat sangat

memegang peran penting dalam memberikan bimbingan ataupun perhatian pada

setiap tugas perkembangan yang dialami remaja puber perempuan. Bimbingan

atau perhatian dalam bentuk dukungan sosial dapat ditunjukkan melalui

pemberian informasi atau pengetahuan yang penting berkaitan dengan

early-maturation, melalui penyediaan sarana dan prasarana bagi kebutuhan anak, dan

pernyataan-pernyataan positif mengenai kondisi remaja puber perempuan ketika

mereka melalui early-maturation (Soekanto, 1990).

Sikap yang ditunjukkan remaja puber perempuan terhadap early-maturation

tergantung dari perubahan sosial yang ada disekitarnya (Hurlock, 1999). Sikap itu

sendiri menurut Middlebrook (dalam Azwar, 1995), bukan merupakan suatu

(47)

sehingga sikap bersifat dinamis. Beliau juga mengatakan bahwa kehadiran orang

lain yang dianggap penting juga bisa mempengaruhi sikap.

Kehadiran keluarga inti merupakan hal terpenting bagi perkembangan diri

anak, terutama ketika mereka sedang menginjak masa pubertas. Remaja puber

perempuan sangat tidak percaya pada diri sendiri ketika mengalami masa pubertas

dan bergantung kepada keluarga inti untuk memperoleh rasa aman. Remaja puber

perempuan pada umumnya memerlukan bimbingan dan bantuan dalam menguasai

tugas perkembangan early-maturation (Hurlock, 1999). Bimbingan dan bantuan

tersebut dapat diperoleh dalam bentuk dukungan sosial yang tinggi dari keluarga

intinya. Dukungan sosial keluarga inti besar pengaruhnya dalam membentuk sikap

dan perilaku yang ditunjukkan remaja puber perempuan (Soekanto, 1990).

Berdasarkan uraian dari berbagai teori para ahli yang telah dikemukakan di

atas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial keluarga inti sangat berperan

penting dalam membentuk sikap remaja puber perempuan terhadap

early-maturation. Semakin tinggi dukungan sosial keluarga inti yang diterima remaja

puber perempuan, maka akan semakin positif sikap yang ditunjukkan remaja

puber perempuan terhadap early-maturation.

G. HIPOTESA

Hipotesa dalam penelitian ini adalah ada pengaruh positif dukungan sosial

(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian sangat menentukan karena menyangkut cara yang benar

dalam pengumpulan data, analisa data, dan pengambilan kesimpulan hasil

penelitian, defenisi operasional, subjek penelitian, prosedur penelitian, dan

metode penelitian (Hadi, 2000).

A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

1. Variabel bebas : dukungan sosial keluarga inti

2. Variabel tergantung : sikap remaja puber perempuan terhadap

early-maturation

B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN

Untuk memperjelas variabel-variabel dalam penelitian ini, akan dikemukakan

definisi dari variabel-variabel yang digunakan :

1. Dukungan Sosial Keluarga Inti

Dukungan sosial keluarga inti adalah kenyamanan, perhatian, dan

penghargaan dari keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak yang

belum menikah yang dapat diandalkan pada saat individu sedang mengalami

kesulitan dan dapat dinilai dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang

(49)

keluarga inti dalam penelitian ini menggunakkan skala dukungan sosial

berdasarkan 5 (lima) dimensi dukungan sosial menurut Orford (1992), yaitu:

dukungan instrumental, dukungan informasional, dukungan penghargaan,

dukungan emosional, dan dukungan integritas sosial. Semakin tinggi skor

yang didapatkan, maka semakin tinggi dukungan sosial keluarga inti yang

diterima, dan juga sebaliknya, semakin rendah skor yang didapatkan, maka

semakin rendah dukungan sosial keluarga inti yang diterima.

2. Sikap Remaja Puber Perempuan Terhadap Early-Maturation

Sikap remaja puber perempuan terhadap early-maturation adalah suatu

perasaan atau penilaian (evaluasi) oleh remaja puber perempuan tentang

early-maturation dalam bentuk kecenderungan berperilaku dalam suatu tingkatan

afek, baik itu positif maupun negatif. Komponen sikap menurut Allport

(dalam Azwar, 1995) ada 3 (tiga), yaitu :

a. Komponen kognitif, adalah pengetahuan atau informasi yang dimiliki

seseorang tentang objek sikapnya. Berkaitan dengan early-maturation sebagai

objek penelitian ini maka komponen kognitif meliputi : pengetahuan remaja

puber perempuan mengenai makna dari early-maturation, seperti pemikiran

bahwa mereka sudah dewasa dan bukan tergolong anak-anak lagi.

b. Komponen afektif, adalah suatu hal yang berhubungan dengan rasa senang

atau tidak senang yang dimiliki seseorang terhadap objek sikapnya. Berkaitan

dengan early-maturation sebagai objek sikap dari remaja puber perempuan,

maka komponen afektif terhadap early-maturation yaitu perasaan tidak senang

(50)

yang meninggi misalnya, perasaan khawatir, gelisah, sedih, tidak percaya diri

dan mudah marah) ketika mengalami early-maturation.

c. Komponen konatif, adalah kesiapan seseorang untuk bertingkah laku yang

berhubungan dengan objek sikapnya. Berkaitan dengan early-maturation

sebagai objek sikap dari remaja puber perempuan, maka komponen konatif

terhadap early-maturation meliputi : (ingin menyendiri, masturbasi,

inkoordinasi, antagonisme sosial misalnya, tidak mau bekerjasama,

menentang, membantah, terlalu sederhana misalnya, dalam berpenampilan

terlalu sederhana). Operasionalisasi sikap remaja puber perempuan terhadap

early-maturation dalam penelitian ini menggunakkan skala sikap berdasarkan

3 (tiga) komponen sikap menurut Allport (dalam Azwar, 1995), yaitu :

kognitif, afektif, dan konatif. Skor sikap remaja puber perempuan terhadap

early-maturation menunjukkan penolakan terhadap early-maturation dalam

bentuk kecenderungan berperilaku negatif seperti, bermabukan, berpacaran,

seks, sering pulang malam, kurang percaya diri, kurang popular diantara

teman-temannya, memiliki masalah berperilaku, dan depresi. Semakin tinggi

skor sikap remaja puber perempuan terhadap early-maturation menunjukkan

kecenderungan melakukan penolakan terhadap early-maturation semakin

tinggi atau semakin negatif sikap yang ditunjukkan remaja puber perempuan

terhadap early-maturation, begitu pula sebaliknya, semakin rendah skor sikap

remaja puber perempuan terhadap early-maturation menunjukkan

kecenderungan melakukan penolakan terhadap early-maturation semakin

rendah atau semakin positif sikap yang ditunjukkan remaja puber perempuan

Gambar

Tabel 1. Blue print  skala dukungan sosial keluarga inti sebelum uji coba Nomor Butir Aitem Skala
Tabel 3. Blue print  skala sikap remaja puber perempuan  Terhadap early-maturation sebelum uji coba
Tabel 4. Blue print  skala dukungan sosial keluarga inti setelah uji coba Nomor Butir Aitem Skala
Tabel 5. Blue print  skala penelitian dukungan sosial keluarga inti Nomor Butir Aitem Skala
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sensor temperatur LM35 membaca temperatur pada oven kemudian diubah dalam bentuk tegangan yang menjadi masukan bagi mikrokontroler untuk mengatur tegangan supply

Perlu pengembangan kemampuan melakukan kerjasama, afiliasi, maupun resource sharing dalam pendidikan dan penelitian melalui sebuah network yang baik, bersifat

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) merupakan bagian dari pemerintah daerah, karena di dalam negara kesatuan tidak ada legislatif daerah, oleh karena itu DPRD dimasukkan ke

Atas segala kebajikan yang kuperbuat yang mendatangkan berkah sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul: Fenomena Stres Dan Koping Stres Pada

• Pada tahap analisis sintaks ini token yang diperoleh dari analisis leksikal disusun dan dikelompokkan dalam suatu hirarki tertentu yang mempunyai arti yang disebut sebagai

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI DIREKTORAT JENDERAL KELEMBAGAAN ILMU.. PENGETAHUAN, TEKNOLOGI DAN

Salah satu metode statistika yang dapat digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi laju perbaikan klinis pasien adalah analisis survival dengan model regresi Cox

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 168,