• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Hepar Mencit Akibat Pemberian Pb dan Rosella (Hisbiscus sabdariffa)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Hepar Mencit Akibat Pemberian Pb dan Rosella (Hisbiscus sabdariffa)"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS HEPAR MENCIT AKIBAT PEMBERIAN PB DAN ROSELLA

(HISBISCUS SABDARIFFA)

OLEH : M AMIR S

070100222

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

GAMBARAN MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS HEPAR MENCIT AKIBAT PEMBERIAN PB DAN ROSELLA

(HISBISCUS SABDARIFFA)

Karya tulis ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran

OLEH : M AMIR S

070100222

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Hepar Mencit Akibat Pemberian Pb dan Rosella (Hisbiscus sabdariffa)

Nama : M AMIR S NIM : 070100222

Pembimbing Penguji I

(dr. Alya Amila Fitrie, M.Kes) (dr. Hemma Yulfi, DAP&E, M.Med,ed)

Penguji II

(dr. Yunita Sari Pane, M.Si.)

Medan, Desember 2010 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(4)

ABSTRAK

Pb asetat banyak terdapat dalam bahan bakar kendaraan bermotor, gelas, pewarna, keramik, pipa, pelapis kaleng tempat makanan, beberapa obat tradisional dan kosmetik (Tong et al, 2000). Chau-Jong Wang menemukan khasiat ekstrak rosella yang dibuat sirup yaitu melindungi liver tikus yang telah diinduksi karbon tetraklorida (CCl4). Berdasarkan hal-hal tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini.

Pada penelitian ini, penulis bertujuan untuk mengetahui gambaran Makroskopis dan Mikroskopis hepar mencit akibat pemberian Pb asetat dan rosella.Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen pada 12 ekor mencit (Mus musculus) jantan yang dibagi menjadi 2 ekor pada kelompok kontrol, 6 ekor pada kelompok P1 (Pb asetat 100mg/kgBB/hari), dan 4 ekor pada kelompok P2 (Pb asetat 100 mg/kgBB/hari dan Bunga rosella 56mg/kgBB/hari. Pemberian perlakuan dilakukan selama 8 minggu.

Hasil penelitian menunjukkan, derajat kerusakan makroskopis (+) sebanyak 83,3% pada P1 dan 25%. pada P2. Kemudian secara mikroskopis, derajat kerusakan (+) sebanyak 100% pada P1 dan 25% pada P2.

(5)

ABSTRACT

Pb acetat is present in motor vehicle fuel, glass, dyes, ceramics, pipes, coating of canned food, some traditional medicines and cosmetics (Tong et al, 2000). Chau-Jong Wang found the efficacy of Rosella extract syrup which is to protect the livers of mice that had been exposed to carbon tetrachloride (CCl4). Based on such matters, researcher is interested in conducting this research.

In this study, the authors aimed to determine the macroscopic and Microscopic picture of the liver of mice due to administration of lead and rosella.. This study is an experimental study on 12 mice (Mus musculus), male, divided into 2 mice in the control group, 6 mice in group P1 (lead acetate 100mg/kg weight/day), and 4 mice in group P2 (lead acetate 100 mg / kg weight / day and rosella 56 mg/kg bb . The treatment was done for 8 weeks.

The results showed, the degree of macroscopic damage (+) is 83.33% in P1 and 25 in P2. Then microscopically, the degree of damage (+) is 100% in P1 and 25% in P2

Keywords : Pb acetat, Rosella, Macroscopic and Microscopic

(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt karena berkat rahmat dan hidayah-Nyalah penulis mampu menyelesaikan penulisan karya tulis ilmiah ini dengan baik .

Karya tulis ilmiah ini disusun sebagai persyaratan untuk kelulusan kesarjanaan kedokteran. Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan, mohon kiranya untuk memberi masukan yang konstruktif untuk perbaikan di masa mendatang.

Banyak pihak yang telah membantu sehingga karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih kepada yang sangat kepada:

1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH.

2. Dosen Pembimbing, dr. Alya Amila Fitrie, M. Kes yang telah bersedia dengan sabar meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.

3. Dr.T. Ibnu Alverali, Sp.PA, dr.Zaimah Z Tala, Sp.GK, dr. Hemma Yulfi, DAP&E, M.Med,ed dan dr. Yunita Sari Pane, M.Si sebagai dosen penguji, yang banyak memberi masukan dan perbaikan dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini.

4. Kepada orang tua saya yang telah melahirkan dan membesarkan saya, Juga keluarga saya Tulpu, Tante Lili, Faiz, Ica yang telah banyak memberikan saya arahan dan pengajaran.

5. Kepada teman-teman saya Zanurul, Bobi, Mahdi, Yusuf, Toal, Zainul, Sukris yang telah membantu menyiapkan karya tulis ilmiah ini serta memberikan semangat untuk terus berjuang.

6. Kepada semua teman-teman satu kelompok KTI Andi, Dini, Gafar, Serta teman- teman di laboratorium biologi yang telah membantu menyiapkan karya tulis ilmiah ini serta memberikan semangat untuk terus berjuang.

7. Semua pihak yang telah membantu baik secara moril maupun materil dalam proses penelitian dan penyusunan karya tulis ini.

(7)

Medan, 22 November 2010 Hormat saya,

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan...……….………... i

Abstrak...………... ii

Abstract... iii

Kata Pengantar...……….………... iv

Daftar Isi...……….………... vi

Daftar Tabel...……….………... viii

Daftar Gambar...……….………... ix

Daftar Lampiran...……….………... x

BAB 1 PENDAHULUAN……… 1

1.1.Latar Belakang……….. 1

1.2.Rumusan Masalah………. 2

1.3.Tujuan Penelitian……….. 3

1.4.Manfaat Penelitian……… 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA……….. 3

2.1. Timbal (Pb)………. 3

2.1.1. Gambaran Umum……… 3

2.1.2. Sumber Pencemaran Timbal... 3

2.1.3. Study Toksisitas……… 3

2.1.4. Efek Timbal Pada hati………... 5

2.2 . Hepar……… 5

2.2.1. Anatomi Hepar………....……… 5

2.2.2 Fisiologi Hepar ……… 6

2.2.3 Histologi hepar... 7

2.3. Rosella……….. 10

2.3.1 Mengenal Rosella…………... 10

2.3.2 Kandungan Rosella……… 10

2.3.3 Manfaat Rosella………... 11

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL… 13

3.1. Kerangka Konsep……… 13

3.2. Variabel dan Definisi Operasional……….. 13

3.2.1. Variabel Independen……….. 13

3.2.2. Variabel Dependen………. 13

3.2.3. Definisi Operasional……… 13

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN……… 15

4.1. Jenis Penelitian……… 15

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian………. 15

4.3. Populasi Penelitian………. 15

4.4. Besar Sampel………. 15

4.5. Pelaksanaan Penelitian...………. 16

4.5.1 Penentuan dosis plumbun dan rosella…... 16

4.5.2 Pemeliharaan hewan percobaan … ….………… 16

(9)

4.5.4 Perlakuan hewan percobaan... 17

4.5.5 Pembuatan Sediaan Histopatologi…….……… 17

4.6. Analisa Data……… 18

BAB 5 METODOLOGI PENELITIAN……… 19

5.1. Hasil...………... 19

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 19

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Penelitian... 19

5.1.3. Hasil gambaran hepar... 19

5.1.3.1. Gambaran hepar secara makroskopis.. 19

5.1.3.2. Gambaran hepar secara mikroskopis... 20

5.2. Pembahasan...………. 22

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN…...……… 23

6.1. Kesimpulan...………... 23

6.2. Saran...………... 23

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 5.1. Tabel perbandingan derajat kerusakan hepar

secara makroskopis ……….20 Tabel 5.2. Tabel derajat kerusakan hepar secara mikroskopis...21

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1. Portal canal... 8 Gambar 2.2. Gambaran struktur hati... 9 Gambar 5.1. Gambar perbandingan makroskopis hepar antara

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup Lampiran 2

Lampiran 3 Lampiran 4

Surat Izin Penelitian oleh Komite Etik Penelitian Kesehatan Gambar makroskopis dan mikroskopis hati

(13)

ABSTRAK

Pb asetat banyak terdapat dalam bahan bakar kendaraan bermotor, gelas, pewarna, keramik, pipa, pelapis kaleng tempat makanan, beberapa obat tradisional dan kosmetik (Tong et al, 2000). Chau-Jong Wang menemukan khasiat ekstrak rosella yang dibuat sirup yaitu melindungi liver tikus yang telah diinduksi karbon tetraklorida (CCl4). Berdasarkan hal-hal tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini.

Pada penelitian ini, penulis bertujuan untuk mengetahui gambaran Makroskopis dan Mikroskopis hepar mencit akibat pemberian Pb asetat dan rosella.Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen pada 12 ekor mencit (Mus musculus) jantan yang dibagi menjadi 2 ekor pada kelompok kontrol, 6 ekor pada kelompok P1 (Pb asetat 100mg/kgBB/hari), dan 4 ekor pada kelompok P2 (Pb asetat 100 mg/kgBB/hari dan Bunga rosella 56mg/kgBB/hari. Pemberian perlakuan dilakukan selama 8 minggu.

Hasil penelitian menunjukkan, derajat kerusakan makroskopis (+) sebanyak 83,3% pada P1 dan 25%. pada P2. Kemudian secara mikroskopis, derajat kerusakan (+) sebanyak 100% pada P1 dan 25% pada P2.

(14)

ABSTRACT

Pb acetat is present in motor vehicle fuel, glass, dyes, ceramics, pipes, coating of canned food, some traditional medicines and cosmetics (Tong et al, 2000). Chau-Jong Wang found the efficacy of Rosella extract syrup which is to protect the livers of mice that had been exposed to carbon tetrachloride (CCl4). Based on such matters, researcher is interested in conducting this research.

In this study, the authors aimed to determine the macroscopic and Microscopic picture of the liver of mice due to administration of lead and rosella.. This study is an experimental study on 12 mice (Mus musculus), male, divided into 2 mice in the control group, 6 mice in group P1 (lead acetate 100mg/kg weight/day), and 4 mice in group P2 (lead acetate 100 mg / kg weight / day and rosella 56 mg/kg bb . The treatment was done for 8 weeks.

The results showed, the degree of macroscopic damage (+) is 83.33% in P1 and 25 in P2. Then microscopically, the degree of damage (+) is 100% in P1 and 25% in P2

Keywords : Pb acetat, Rosella, Macroscopic and Microscopic

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Timbal (Pb) dapat ditemukan di berbagai media lingkungan seperti udara, air, debu dan tanah. Logam Pb atau bentuk persenyawaannya berasal dari pembakaran bahan bakar kendaraan bermotor, emisi industri dan dari penggunaan cat bangunan yang mengandung Pb. Di alam Pb terdapat dalam dua bentuk yaitu gas dan partikel. Pb yang terbanyak di udara adalah Pb anorganik dan terutama berasal dari pembakaran tetraethyl Pb (TEL) dan tetramethyl Pb (TEMEL) yang terdapat dalam bahan bakar kendaraan bermotor. Selain sumber-sumber di atas, logam berat ini juga terdapat pada gelas, pewarna, keramik, pipa, pelapis kaleng tempat makanan, beberapa obat tradisional dan kosmetik (Tong et al, 2000). Pakar lingkungan sependapat bahwa Pb merupakan kontaminan terbesar dari seluruh debu logam di udara (Winarno, 1993).

Pemaparan plumbum bisa melalui makanan, minuman, inhalasi (terhirup partikel-partikel plumbum) dan melalui permukaan kulit. Plumbum yang masuk tubuh melalui saluran cerna akan didistribusikan ke tulang (60%), hati (25%), ginjal (4%), retikuloendotelial sistem (3%), dinding usus (3%) dan ke jaringan lainnya. Plumbum setelah melalui hati dan ginjal dapat diekskresikan melalui feses dan urin. Sebagian besar plumbum akan disimpan dalam hati dan tulang setelah penyuntikan intravena (Venugopal, 1978).

Plumbum dapat merangsang sinyal interselluler antara sel Kupffer dan sel hepatositt yang ditandai dengan rendahnya kadar lipopolisakarida dan peningkatan aktivitas proteolitik (Milosevic dan Maaier, 2000). Secara umum, efek dari plumbum pada sistem hepatobilier adalah mengkatalisis peroksidasi dari asam lemak tak jenuh (Yin dan Lin, 1995), mereduksi nitrogen oksida (Krocova, dkk., 2000) dan meningkatkan radikal hidroksil (Ding, dkk., 2000).

(16)

Tujuan dari penelitian kali ini adalah untuk melihat gambaran hati mencit (Mus musculus) yang diberi Pb asetat dan Pb asetat dan rosella (Hisbiscus sabdariffa)

1.2. Rumusan Masalah

Bagaiman gambaran makroskopis dan mikroskopis hepar mencit yang diberi Pb asetat dan Pb asetat dengan rosella.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran makroskopis dan mikroskopis hepar mencit yang diberi Pb asetat 100mg/kgBB/hari dan Pb asetat 100mg/kgBB/hari dengan rosella 56mg/kgBB/hari.

1.3.2. Tujuan Khusus

Mengetahui gambaran makroskopis dan mikroskopis hepar mencit yang diberi Pb asetat 100 mg/ kgBB/ oral/ hari selama 8 minggu dan Pb asetat 100 mg/ kgBB/ oral/ hari dengan rosella 56 gr/kgBB/hari

1.4. Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui gambaran makroskopis dan mikroskopis hepar mencit setelah pemberian Pb asetat 100 mg/ kg BB/ oral/ hari selama 8 minggu dan Pb asetat 100 mg/ kgBB/ oral/ hari dengan rosella 56mg/kgBB/hari.

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Timbal (Pb) 2.1.1. Gambaran umum

Timbal atau dikenal sebagai logam Pb dalam susunan unsur merupakan logam berat yang terdapat secara alami di dalam kerak bumi dan tersebar ke alam dalam jumlah kecil melalui proses alami. Apabila timbal terhirup atau tertelan oleh manusia dan di dalam tubuh, ia akan beredar mengikuti aliran darah, diserap kembali di dalam ginjal dan otak, dan disimpan di dalam tulang dan gigi (Winarno, 2008).

Manusia menyerap timbal melalui udara, debu, air dan makanan. Salah satu penyebab kehadiran timbal adalah pencemaran udara. Yaitu akibat kegiatan transportasi darat yang menghasilkan bahan pencemar seperti gas CO3, NOx, hidrokarbon, SO2 yang merupakan bahan logam timah hitam (timbal) yang ditambahkan ke dalam bahan bakar berkualitas rendah untuk menurunkan nilai oktan (Winarno, 2008).

2.1.2. Sumber pencemaran timbal

Timbal di udara terutama berasal dari penggunaan bahan bakar bertimbal yang dalam pembakarannya melepaskan timbal oksida berbentuk debu/partikulat yang dapat terhirup oleh manusia. Mobil berbahan bakar yang mengandung timbal melepaskan 95 % timbal yang mencemari udara di negara berkembang. Sedangkan dalam air minum, timbal dapat berasal dari kontaminasi pipa, solder dan kran air. (Winarno, 2008).

Kandungan timbal dalam air sebesar 15mg/l dianggap sebagai konsentrasi yang aman untuk dikonsumsi. Dalam makanan, timbal berasal dari kontaminasi kaleng makanan dan minuman dan solder yang bertimbal. Kandungan timbal yang tinggi ditemukan dalam sayuran terutama sayuran hijau (Winarno, 2008).

(18)

Studi Toksisitas Timbal menunjukkan bahwa kandungan Timbal dalam darah sebanyak 100 mikrogram/l dianggap sebagai tingkat aktif berdampak pada gangguan perkembangan dan penyimpangan perilaku. Sedangkan kandungan Timbal 450 mikrogram/l membutuhkan perawatan segera dalam waktu 48 jam. Lalu, kandungan Timbal lebih dari 700 mikrogram/l menyebabkan kondisi gawat secara medis. Untuk kandungan timbal di atas 1.200 mikrogram/l bersifat sangat toksik dan dapat menimbulkan kematian pada anak. Kadar Timbal 68 mikrogram/l dapat menyebabkan anak makin agresif, kurang konsentrasi, bahkan menyebabkan kanker. (Winarno, 2008).

Hal ini diduga meningkatkan kasus infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) anak-anak. Timbal yang terserap oleh anak, walaupun dalam jumlah kecil, dapat menyebabkan gangguan pada fase awal pertumbuhan fisik dan mental yang kemudian berakibat pada fungsi kecerdasan dan kemampuan akademik. Sistem syaraf dan pencernaan anak masih dalam tahap perkembangan, sehingga lebih rentan terhadap timbal yang terserap. Pada kadar rendah, keracunan timbal pada anak dapat menyebabkan penurunan IQ dan pemusatan perhatian, kesulitan membaca dan menulis, hiperaktif dan gangguan perilaku, gangguan pertumbuhan dan fungsi penglihatan dan pergerakan, serta gangguan pendengaran (Winarno, 2008).

Pada kadar tinggi, keracunan timbal pada anak dapat menyebabkan: anemia, kerusakan otak, liver, ginjal, syaraf dan pencernaan, koma, kejang-kejang atau epilepsi, serta dapat menyebabkan kematian. Anak dapat menyerap hingga 50 persen timbal yang masuk ke dalam tubuh, sedangkan dewasa hanya menyerap 10-15 persen. Anak dapat menyerap tiga kali dosis lebih besar dibandingkan orang dewasa karena memiliki perbandingan permukaan penyerapan dan volume yang lebih besar (Winarno, 2008).

2.1.4. Efek timbal pada hati

(19)

mengkatalisa peroksidasi dari asam lemak tak jenuh (Yin dan Lin, 1995), mereduksi nitrogenoksida (Krocova, dkk., 2000) dan meningkatkan radikal hidroksil (Ding, dkk., 2000).

Penelitian yang dilakukan Hariono (2005) melaporkan pemberian Pb asetat 0,5gr/kgBB/oral/hari pada tikus dijumpai secara makroskopis, hati dan ginjal nampak pucat pada minggu ke-14 dan 16 dan gambaran histopatologik terlihat degenerasi hidrofik dari tingkat ringan sampai sedang pada minggu ke-12 sampai minggu ke-16. Epitel tubulus proksimal ginjal terlihat degenerasi, hiperplasi dan kariomegali pada minggu ke-8, pelebaran lumen tubulus dan simpai Bowman serta adanya benda-benda inklusi dalam inti sel.

Penelitian Sipos, dkk., (2003) pemberian Pb asetat 400mg/kgBB selama 5 minggu pada ayam boiler menyebabkan infiltrasi limfosit pada hati dan reaksi inflamasi berat pada daerah periportal yang menyebabkan sirosis.

Menurut Gajawat (2006) pemberian Pb asetat 20mg/kgBB intraperitoneal pada mencit menunjukkan perubahan histopatologi dan biokimia pada hati mencit yang menimbulkan gangguan keseimbangan oksidan dan antioksidan yang menyebabkan peningkatan oksidatif stres, peningkatan persentase hati yang abnormal, menginduksi lipid proksidase yang dapat merusak membran sel sehingga terjadi perubahan struktur dan fungsi sel.

2.2.Hepar

2.2.1. Anatomi hepar

Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar pada manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di kedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan. Permukaan atas terletak bersentuhan di bawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas organ-organ abdomen. hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus oleh peritoneum kecuali di daerah posterior-superior yang berdekatan dengan v.cava inferior dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma. Bagian yang tidak diliputi oleh peritoneum disebut bare area.Terdapat refleksi peritoneum dari dinding abdomen anterior, diafragma dan organ-organ abdomen ke hepar berupa ligamen (Anggraini, Dwi Rita, 2008).

(20)

dan bahkan pada orang normal tidak dapat dipalpasi (bila teraba berarti ada pembesaran hepar). Permukaan lobus kanan dpt mencapai sela iga 4/ 5 tepat di bawah aerola mammae. Ligamen falciformis membagi hepar secara topografis yaitu lobus kanan yang besar dan lobus kiri. (Anggraini, Dwi Rita, 2008).

2.2.2. Fisiologi hepar

Hati (hepar) adalah kelenjar besar berwarna merah gelap terletak di bagian atas abdomen sisi kanan. Unit fungsional dasar hati adalah lobulus hati, yang berbentuk silindris. Hati manusia berisi 50.000 sampai 100.000 lobulus. Lobulus sendiri dibentuk terurama dari banyak lempeng sel hepar. Masing-masing lempeng hepar tebalnya satu sampai dua sel, dan diantara sel yang berdekatan terdapat kanakuli biliaris kecil yang mengalir ke duktus biliaris di dalam septum fibrosa yang memisahkan lobulus hati yang berdekatan. (Dorland, 2006; Guyton, 1998).

Fungsi dasar hati dapat dibagi menjadi (1) fungsi vaskular untuk menyimpan dan menyaring darah, (2) fungsi metabolisme yang berhubungan dengan sebagian besar sistem metabolisme tubuh, dan (3) fungsi sekresi yang berperan membentuk empedu yang mengalir melalui saluran empedu ke saluran pencernaan. Dalam fungsi vaskularnya hati adalah sebuah tempat mengalir darah yang besar. Hati juga dapat dijadikan tempat penimpanan sejumlah besar darah. Aliran limfe dari hati juga sangat tinggi karena pori dalam sinusoid hati sangat permeable. Selain itu di hati juga terdapat sel Kupffer (derivat sistem retikuloendotelial atau monosit-makrofag) yang berfungsi untuk menyaring darah. (Guyton, 1998).

(21)

Fungsi sekresi hati membentuk empedu juga sangat penting. Salah satu zat yang dieksresi ke empedu adalah pigmen bilirubin yang berwarna kuning-kehijauan. Bilirubin aadalah hasi akhir dari pemecahan hemoglobin. Bilirubin merupakan suatu alat mendiagnosis yang sangat bernilai bagi para dokter untuk mendiagnosis penyakit darah hemolitik dan berbagai tipe penyakit hati (Guyton, 1998).

2.2.3. Histologi hepar

Hepar memiliki sangat sedikit jaringan ikat untuk organ yang demikian besar. Terdapat selapis jaringan ikat fibrosa yang menutupinya setebal 70-100μm yang disebut kapsula Glisson. Ia paling tebal pada porta hepatis dan dari situ jaringan ikat berlanjut kedalam ruang interlobularis sambil menunjang sistem vaskular, saluran empedu dan pembuluh limfe, membagi hati dalam lobus dan lobulus. Jaringan ikat interlobularis sulit dilihat (sedikit dan tipis), kecuali pada babi memang memiliki jaringan ikat interlobularis yang tebal dan jelas.Kelompok dari arteri, vena, pembuluhlimfe dan saraf, berikut dengan jaringan ikat penunjangnya, disebut triad portal (portal canal, portal area). (Delmann & Brown, 1992).

Gambar 2.1. Portal canal : Gambaran portal canal (triad portal) pada lobus hepar. Portal canal terdiri dari : 1) arteri hepatica, 2) vena portal hepatic, 3) pembuluh lymphe dan 4) saluran empedu (bile duct). Gartner and Hiatt, Color Textbook of Histology, 2nd edition, Chapter 18.

(22)

perubahan nutrisi serta fungsi seluler. Diantara hepatosit terdapat saluran sempit yaitu kanalikuli biliaris, yang mengalir ke tepi lobulus kedalam duktus biliaris (Junqueira, 1995).

Hepatosit memiliki enam atau lebih permukaan, dan ada tiga bentuk yang berbeda : a).permukaan yang berhadapan dengan ruang perisinusoid, dimana pada permukaan bebasnya tumbuh mikrovili, b).permukaan yang berbatasan dengan kanalikuli biliaris dan c).permukaan yang saling berhadapan antar hepatosit yang bersebelahan dan memiliki gap junction (Delmann & Brown, 1992).

Hepar mendapat aliran darah ganda. Vena porta membawa darah dari usus dan organ tertentu, sedangkan arteri hepatika (dari aorta) membawa darah bersih yang mengandung oksigen. Vena porta dan arteri hepatika bercabang-cabang menuju lobus, disebut arteri atau vena interlobaris, seterusnya bercabang-cabang membentuk arteri dan vena interlobularis yang terdapat di daerah portal atau segitiga Kiernan. Vena interlobularis memiliki cabang kecil, kadang-kadang disebut vena pembagi yang merupakan sumbu asinus hati. Venula pendek berasal dari vena pembagi dan berakhir langsung pada sinusoid (Delmann & Brown, 1992). Sebagian darah dari arteri interlobularis membentuk pleksus kapiler di daerah portal dan diserap oleh cabang-cabang vena portal. Hanya sebagian kecil darah mencapai sinusoid secara langsung melalui arteriol yang merupakan cabang dari arteri interlobularis (Delmann & Brown, 1992).

(23)

Gambar 2.2. Gambaran struktur hati (Junqueira, 1995)

Dinding sinusoid memiliki banyak celah, karena dindingnya terdiri dari endotel dan sel-sel makrofag besar dan aktif yang disebut sel Kupffer yang berasal dari monosit. Sel ini terdapat diberbagai tempat sepanjang sinusoid, bahkan sering mengirim pseudopodia panjang menembus celah endotel atau sel-sel endotel (Delmann & Brown, 1992 ; Fawcett, 2002).

Endotel pada sinusoid tidak memiliki lamina basalis sehingga menopang langsung pada ujung mikrovili hepatosit. Jadi rongga perisinusoid terbentuk antara sel-sel hepar dan endotel, sehingga mikrovili dapat terendam dalam plasma darah dan memungkinkan pertukaran langsung bahan-bahan antara darah dan sel-sel hepar. Disamping mikrovili hepatosit, ruang perisinusoid mengandung serabut retikuler disamping sel perisinusoid atau adiposit. Sel-sel tersebut menyimpan vitamin A dan terkait dalam fibrinogenesis dengan sintesis kolagen tipe II pada kerusakan hepar (Delmann & Browen, 1992).

Darah meninggalkan lobulus melalui vena sentralis atau venula hepatika terminalis yang dilapisi oleh endotel dengan lamina basalis serta adventisia tipis, dan langsung berhubungan dengan sinusoid. Vena sentralis berhubungan dengan vena sublobularis atau vena interkalatus di tepi lobulus. Kedua vena tersebut terdapat disepanjang basis lobulus, dimana sebagian bergabung membentuk vena penampang (collecting vein) yang nantinya bergabung menjadi vena hepatika (Delmann & Brown, 1992).

(24)

2.3.1. Mengenal rosella

Tanaman Rosella (Hibiscus Sabdariffa), adalah tanaman berbentuk perdu yang banyak tumbuh diberbagai belahan dunia seperti Sudan, Meksiko, Jamaika, Brazil, Panama hingga beberapa negara bagian Amerika dan Australia. Seorang ahli botani asal Belanda menemukan rosella di pulau jawa pada tahun 1576 (Devi, 2009).

Rosella Merah mempunyai ciri-ciri bunga berwarna merah, rasanya lebih segar dan cukup asam, warna merah ketika diseduh cukup pekat. Rosella Ungu mempunyai ciri-ciri bunga berwarna merah keunguan, rasanya segar dan tidak asam (Plain),warna merah ketika diseduh pekat (Devi, 2009).

2.3.2.Kandungan rosella

Kandungan vitamin dalam bunga rosella cukup lengkap, yaitu vitamin A, C, D, B1, dan B2. Kandungan vitamin C (asam askorbat) pada bunga rosella diketahui 9 kali lebih banyak dari jeruk sitrus. Vitamin C ini merupakan salah satu antioksidan penting. Hasil penelitian (Didah Nurfarida, 2006) mengungkapkan bahwa kandungan antioksidan pada teh rosella sebanyak 1,7 mmol/prolox. Dimana Jumlah tersebut lebih banyak dibandingkan kumis kucing yang antioksidannya teruji klinis meluruhkan batu ginjal

Kelopak bunga rosella juga mengandung flavonoid, gossypetine, hibiscetine, dan sabdaretine, kalsium, magnesium, beta karoten, fosfor, zat besi, asam organik, asam amino esensial (lisin dan arginin), polisakarida, dan omega-3 (Widyanto dan Nelistya, 2009).

2.3.3 Manfaat rosella

Yun Ching Chang, seorang peneliti dari Institute of Biochemistry and Biotechnology, Chung Shan Medical University di Taiwan. Yun Ching Chang menemukan bahwa pigmen alami dari kelopak kering Rosella terbukti efektif dalam menghambat dan sekaligus mematikan sel kanker HL-60 (kanker darah atau leukemia). Pigmen ini jugs berperan dalam proses apoptosis (bunuh diri) sel kanker.

(25)

liter sebelum sarapan setiap hari. Sebagian lagi mengonsumsi 25 mg obat antihipertensi. Setelah empat minggu, ternyata tekanan darah diastolik berkurang hingga sepuluh angka untuk 79% orang yang mengonsumsi teh Rosella dan 84% pada orang yang mengonsumsi obat antihipertensi.

Khasiat kelopak zuring-sebutan rosela dalam bahasa Belanda-untuk hipertensi dibuktikan Abd Al-Aziz Sharaf dari Sudan Research Unit, Institute of African and Asian Studies. Seperti dikutip Planta Medical Journal pada 1962, kelopak rosela bersifat hipotensif-antihipertensi-dan antikejang pernapasan. Tiga puluh tujuh tahun kemudian, sifat antihipertensi itu diuji secara klinis oleh M. Haji Faraji dan A.H. Haji Tarkhani dari Shaheed Beheshti University of Medical Sciences and Health Services, Teheran, Iran. Sebanyak 54 pasien bertekanan darah tinggi di Tehran's Shariati Hospital dihitung tekanan diastolik dan sistoliknya 15 hari sebelum dan sesudah pengujian. Pasien diberi konsumsi secangkir teh seduhan 3 kuntum bunga rosela. Setelah 12 hari, nilai sistolik pasien rata-rata turun 11,2%, tekanan diastolik turun 10.7%. Namun, saat konsumsi rosela dihentikan 3 hari, tekanan sistolik meningkat 7,9%; diastolik 5,6%. Itu membuktikan rosela memang berkhasiat menurunkan tekanan darah tinggi.

Khasiat antikolesterol diteliti oleh Vilasinee Hirunpanicha, dari Department of Pharmacology, Faculty of Pharmacy, Mahidol University, Thailand. Periset itu menguji tikus berkolesterol tinggi. Selama 6 minggu, tikus yang dibagi menjadi 3 kelompok itu masing-masing diberi 1.000 mg dan 500 mg rosela per kilogram bobot tubuh, dan air mineral. Hasilnya, serum kolesterol menurun 22% untuk ekstrak rosela 500 mg/kg dan 26% untuk 1.000 mg/kg bobot. Penurunan juga terjadi pada serum trigliserida sebanyak 33% dan 28% serta serum low density lipoprotein (LDL) level sebanyak 22% dan 32%.

Khasiat oseille rouge-rosela dalam bahasa Perancis-menghambat pertumbuhan sel kanker telah dibuktikan oleh De-Xing Hou di Jepang. Peneliti Faculty of Agriculture, Kagoshima University, itu menemukan delphinidin 3-sambubioside dan cyanidin 3-sambubioside, antosianin rosela yang ampuh mengatasi kanker darah alias leukeimia. Cara kerjanya dengan menghambat terjadinya kehilangan membran mitokondrial dan pelepasan sitokro mitokondria ke sitosol.

(26)

DNA memicu oksidasi LDL, kolesterol, dan lipid yang berujung pada penyakit ganas seperti kanker dan jantung koroner.

(27)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

3.2. Variabel dan Definisi Operasional 3.2.1. Variabel independen

a. Pemberian Pb asetat

b. Pemberian Pb asetat dan bunga rosella

3.2.2. Variabel dependen a. Gambaran makroskopis hati b. Gambaran mikroskopis hati

3.2.3. Definisi operasional

a. Pemberian Pb asetat : Pb asetat yang akan diberikan pada mencit dengan dosis 100mg/kgBB/hari

b. Pemberian Pb asetat dan Bunga rosella : Pb asetat 100mg/kgBB/hari yang diberikan bersamaan dengan bunga rosella 56mg/kgBB/hari

Kelompok I (kontrol) Kelompok II Kelompok III Pemberian air putih (Pb asetat 100mg/kgBB/hari)

(Pb asetat 100mg /kgBB/ hari &Bunga

rosella56mg/kgBB/hari

(28)

c. Gambaran makroskopis hati: gambaran makroskopis yang diamati meliputi warna, permukaan, dan konsistensi hati. hati yang normal bewarna merah kecoklatan, permukaannya licin dan konsistensinya kenyal (Anggraini, 2008).

Kriteria normal bila tidak ditemukan : 1. Perubahan warna

2. Perubahan struktur permukaan 3. Perubahan konsistensi

Derajat kerusakan hati :

0 = tidak terjadi perubahan

+ = bila ditemukan 1 kriteria diatas ++ = bila ditemukan 2 kriteria diatas +++ = bila ditemukan 3 kriteria diatas

d. Gambaran mikroskopis hati: Pengamatan histologi hati meliputi inti sel, sitoplasma,

susunan sel, vena sentralis dan sinusoid. Sedangkan hati yang normal tidak ditemukan

kelainan dalam sitoplasma, susunan sel, vena sentralis dan sinusoid.

Kriteria normal bila tidak ditemukan : a. Degenerasi lemak

b.Halo pada inti sel

c.Vena sentralis dan sinusoid tidak utuh

Derajat kerusakan jaringan hati dikuantitatifkan mengikuti metode Budiono & Herwiyanti (2000):

0 = tidak terjadi kerusakan jaringan hepar

+ = bila ditemukan salah satu kriteria, degenerasi lemak atau halo disekitar inti sel atau

vena sentralis dan sinusoid tidak utuh

++ = bila ditemukan adanya halo disekitar inti sel hepar dan degenerasi lemak

+++ = bila ditemukan adanya halo disekitar inti sel, degenerasi lemak, serta vena sentralis

(29)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian eksperimental murni dengan desain Postest Only Control Group Design. (Imron, 2010). Rancangan penelitian ini dilakukan pada tiga kelompok hewan percobaan mencit putih (Mus musculus). Satu kelompok kontrol dan dua kelompok yang diberikan intervensi. Tidak

dilakukan pretest pada seluruh kelompok eksperimen, kelompok eksperimen I langsung diberi paparan Pb asetat, dan pada kelompok eksperimen II bersamaan diberikan Pb asetat dan rosella .

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi pemeliharaanmencit adalah laboratorium Fakultas Biologi Universitas Sumatera Utara. Pengolahan dan pembuatan preparat mencit dilakukan di laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera. Waktu yang diperlukan dalam penelitian ini adalah selama 8 minggu.

4.3 Populasi Penelitian

Populasi dari penelitian ini adalah mencit jantan umur 6-8 minggu dengan berat badan 30-50gr dan sehat yang ditandai dengan gerakan yang aktif.

4.4 Besar Sampel

Besar sampel yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan rumus Federeer (1963) dalam Anggraini (2008) :

 t = kelompok perlakuan (tiga kelompok)

 n = jumlah sampel tiap kelompok

Banyaknya sampel pada penelitiaan ini adalah : (t-1) (n-1) > 15

2n-2 > 15 n > 9

(30)

Jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini menurut perhitungan di atas adalah 27 mencit dengan masing – masing kelompok perlakuan dengan 9 ekor mencit. Tapi penulis menimbang aspek biaya dan perawatan mencit yang terlalu besar, memutuskan untuk mengggunakan 12 ekor mencit dengan perincian sebagai berikut :

1. K = kelompok kontrol yang diberikan air putih sebanyak 2 ekor mencit selama 8 minggu.

2. P1= kelompok perlakuan Pb asetat 100 mg / kg BB / hari sebanyak 6 ekor mencit selama 8 minggu.

3. P2= kelompok perlakuan Pb asetat 100 mg / kg BB / hari dan rosella 56 mg/ kg BB. sebanyak 4 ekor.

4.5 Pelaksanaan Penelitian

4.5.1 Penentuan Dosis Plumbum dan Dosis Rosella

Dosis penelitian ini dosis Pb asetat yang diberikan adalah 100 mg/ kg BB / hari (Anggraini, 2008). Pb asetat yang digunakan dalam bentuk serbuk kemudian dilarutkan dengan aquades kemudian dimasukkan langsung ke lambung mencit dengan menggunakan jarum gavage peroral.

Dosis rosella 56 mg/ kg BB merujuk pada penelitian sebelummnya (Shalilah, 2008).

4.5.2 Pemeliharaan Hewan percobaan

Mencit yang digunakan untuk penelitian adalah mencit jantan, umur 6-8 minggu, sehat dengan berat badan 30-50gr. Kandang yang ditempati mencit harus dibersihkan setiap hari agar mencit tetap sehat dan terhindar dari infeksi akibat kotorannya sendiri. Suhu kandang mencit tetap terjaga dalam suhu ruangan dan pencahayaan ruangan dengan cahaya lampu dan sinar matahari tidak langsung. Makanan hewan percobaan berupa pellet. Makanan dan minuman diberikan setiap hari secukupnya dalam wadah terpisah.

(31)

Setiap kelompok hewan percobaan dipersiapkan dalam kandang yang terpisah dan disiapkan untuk beradaptasi selama satu minggu sebelum dilakukan penelitian. Sebelum perlakuan setiap mencit ditimbang berat badannya terlebih dahulu dan diamati kesehatan fisiknya (gerakan, berat badan, makan dan minum). Bila terdapat mencit yang sakit pada saat beradaptasi maka mencit diganti yang baru dengan kriteria yang sama dan diambil secara acak.

4.5.4 Perlakuan Hewan percobaan

Setelah persiapan selesai maka hewan percobaan kelompok I, kelompok II, dan kelompok III diberikan perlakuan sebagai berikut :

1. Diberi perlakuan selama 8 minnggu yaitu: a. Kelompok I (control) diberikan air putih.

b. Kelompok II diberikan Pb asetat 100mg/kgBB/hari dengan cara dicekok menggunakan jarum gavage.

c. Kelompok III diberikan Pb asetat 100mg /kgBB/ hari &Bunga rosella56mg/kgBB/hari dengan cara dicekok menggunakan jarum gavage. 2. Setelah 8 minggu, hewan percobaan dikorbankan dengan cara dilakukan

dekapitasi kapitis pada hewan percobaan.

3. Selanjutnya dilakukan pembedahan pada tiap-tiap kelompok hewan percobaan.

4. Organ hati hewan percobaan diamati, ditimbang beratnya kemudian diambil untuk pembuatan sediaan histologi.

4.5.5 Pembuatan Sediaan Histopatologi (Mukawi, 1989). Pemeriksaan Histologi

Sampel jaringan

Fiksasi (memakai formalin 10%) Dehidrasi (memakai alkohol 70% ke 100%)

Penjernihan (memakai xylol)

Impregnasi (masukkan ke parafin cair)

(32)

Sectioning dengan mikrotom (pemotongan 8 µ m)

Pencairan parafin yang melekat di sampel jaringan

Preparat diletakkan di objek glas Penjernihan (memakai xylol)

Rehidrasi (memakai alkohol 96% ke 70%) Pewarnaan jaringan adhesi dengan Hematosilin-Eosin

Dehidrasi (memakai alkohol 70% ke 96%)

Tutup kaca objek dengan kaca penutup memakai Canada balsem (Mounting)

4.6 Analisa Data

(33)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1Hasil

51.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Fakultas Biologi MIPA Universitas Sumatera Utara dan Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Unversitas Sumatera Utara.

5.1.2 Deskripsi Karakteristik Subjek

Penelitian dilakukan pada 10 mencit. Mencit yang digunakan untuk penelitian adalah mencit jantan, berumur 6-8 minggu, sehat dengan berat badan 30-50gr. Sampel dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kelompok kontrol, kelompok perlakuan 1 (P1), dan kelompok perlakuan 2 (P2). Kelompok kontrol adalah kelompok yang tidak diberikan perlakuan, kelompok P1 adalah kelompok yang diberikan Pb asetat, dan kelompok P2 adalah kelompok yang diberikan Pb asetat dan ekstrak rosella.

5.1.3. Deskripsi gambaran makroskopis hepar

[image:33.595.93.459.479.592.2]

Perbandingan gambaran makroskopis hepar mencit jantan (Mus msculus) pada kontrol, kelompok P1, dan P2 selama 8 minggu dapat dilihat pada gambar 5.1.

Gambar 5.1. Perbandingan makroskopis hepar antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan : (a) gambaran makroskopis hepar pada kelompok kontrol, (b) gambaran makroskopis hepar pada kelompok P1, dan (c) gambaran makroskopis hepar pada kelompok P2.

Gambaran makroskopis hepar pada mencit kelompok kontrol memperlihatkan permukaan yang licin, konsistensi yang kenyal dan warna merah kecoklatan. Gambaran pada kelompok P1 menunjukkan adanya perubahan pada warna yaitu

(34)
[image:34.595.87.447.164.336.2]

makroskopis yang serupa dengan kelompok kontrol yaitu permukaan yang licin, konsistensi yang kenyal dan warna merah kecoklatan. Pengelompokkan derajat kerusakan hepar secara makroskopis dapat dilihat pada tabel 5.6.

Tabel 5.1. Tabel perbandingan derajat kerusakan hepar secara makroskopis Kelompok Perlakuan Derajat Kerusakan Jaringan Secara

Makroskopis (n) (%)

0 + ++ +++

K (Kontrol) Aquades 6 (100) - - -

P1 Pb asetat 1 (16,67) 5 (83,3)

- -

P2 Pb asetat dan

BungaRosella.

3 (75) 1 (25) - -

Keterangan :

0 = tidak terjadi perubahan

+ = bila ditemukan 1 kriteria (perubahan warna, struktur permukaan, konsistensi) ++ = bila ditemukan 2 kriteria (perubahan warna, struktur permukaan, konsistensi) +++ = bila ditemukan 3 kriteria (perubahan warna, struktur permukaan, konsistensi)

Pada seluruh sampel di kelompok kontrol tidak didapati adanya perubahan secara makroskopis (derajat 0). Pada kelompok P1, 16,67% sampel tidak didapati adanya perubahan pada hepar (derajat 0), sedangkan 83,3% sampel menunjukkan perubahan (derajat +). Pada kelompok P2, 75% sampel tidak menunjukkan perubahan (derajat 0), sedangkan 25% sampel menunjukkan adanya perubahan (derajat +).

5.1.4. Deskripsi gambaran mikroskopis hepar

(35)
[image:35.595.91.504.71.200.2]

Gambar 5.2. Perbandingan mikroskopis hepar antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan : (a) gambaran mikroskopis hepar pada kelompok kontrol, (b) gambaran mikroskopis hepar pada kelompok P1, dan (c) gambaran mikroskopis hepar pada kelompok P2.

[image:35.595.85.438.443.578.2]

Gambaran mikroskopis hepar pada mencit kelompok kontrol memperlihatkan tidak terjadi kerusakan jaringan hepar ( 100%). Gambaran pada kelompok P1 menunjukkan adanya perubahan pada sinusoid yaitu terjadi pelebaran sinusoid (75%). Gambaran pada kelompok P2 menunjukkan adanya perubahan pada sinusoid yaitu terjadi pelebaran sinusoid (25%).

Tabel 5.2. Tabel perbandingan derajat kerusakan hati secara mikroskopis

Kelompok Perlakuan Derajat Kerusakan Hepar secara

mikroskopis (% )

0 + ++ +++

K (Kontrol) 2 (100) - - -

P1 Pb asetat - 6 (100) - -

P2 Pb asetat dan

Bunga Rosella

3 (75) 1 (25) - -

Keterangan :

0 = tidak terjadi kerusakan jaringan hepar

+ = bila ditemukan salah satu kriteria, degenerasi lemak atau halo disekitar inti sel atau vena dan

sinusoid tidak utuh

++ = bila ditemukan adanya halo disekitar inti sel hepar dan degenerasi lemak

+++ = bila ditemukan adanya halo disekitar inti sel, degenerasi lemak, serta vena sentralis

Gambaran mikroskopis hepar mencit sudah menunjukkan perbedaan yaitu pada kelompok kontrol tidak didapati kerusakan (100%). Kelompok P1 dengan pemberian

(36)

Pb asetat didapati kerusakan (+) sebanyak 100%, sementara kelompok P2 dengan pemberian Pb asetat dan bunga rosella didapati kerusakan (+) sebanyak 25%.

5.2. Pembahasan

Gambaran makroskopis yang didapat pada kelompok perlakuan 1 atau yang diberi Pb asetat sebanyak 100mg/kgBB/hari, menunjukkan 83.33% mengalami derajat kerusakan hepar (+) dan 16,67% mengalami derajat kerusakan 0. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Anggraini (2008) setelah pemberian PB selama 8 minggu kepada mencit jantan, pada penelitian ini mencit yang dipapar Pb asetat selama 8 minggu memperlihatkan derajat kerusakan (+). Kerusakan yang didapat sebanyak 83,33% atau sebanyak 5 organ hepar ini, berupa perubahan warna makroskopis hepar menjadi lebih pucat, dan konsitesnsi yang kenyal serta permukaan yang licin.

Sedangkan gambaran makroskopis untuk kelompok perlakuan 2 atau yang diberi Pb asetat sebanyak 100mg/kgBB/hari dan rosella 56 mg/kg/BB menunjukkan 75% mengalami derajat kerusakan 0 dan 25% mengalami derajat kerusakan (+). Untuk derajat kerusakan 0 yang dialami oleh 3 organ hepar ini, memberi tampilan wana hepar merah agak kecoklatan, konsistensi kenyal, dan permukaannya licin. Sedangkan derajat kerusakan (+) pada 1 organ hepar memberi tampilan warnya yang agak pucat dan konsistensi kenyal serta permukaannya licin, hal ini sesuai dengan penelitian yg dilakuakan shalila (2008).

Gambaran mikroskopis didapati bahwa kelompok perlakuan 1 yang diberikan Pb asetat sebanyak 100 mg/ kgbb menunjukkan kerusakan pada derajat (+) sebanyak 100%. Hal ini memberi tampilan yaitu pelebaran pada sinusoid hepar atau vena sentralis yang tidak utuh pada 6 mencit dikelompok ini. Hasil yang diperoleh ini sejalan dengan hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Anggraini (2008) setelah pemberian selama 8 minggu pada hepar menict jantan.

Sedangkan gambaran mikroskopis untuk kelompok perlakuan 2, atau kelompok yang diberi perlakuan pemberian Pb asetat 100mg/kgBB/hari dan resella 56 mg/kgBB memberi tampilan derajat kerusakan 0 sebanyak 75% dan 25% untuk derajat kerusakan (+). Hasil yang diperoleh pada 4 organ hepar.

(37)
(38)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian didapati bahwa :

- Perubahan hepar secara makroskopis pada pemberian Pb asetat 100 mg/kgBB/hari dan Pb asetat 100 mg/kgBB/hari dengan bunga rosella 56mg/kgBB/hari selama 8 minggu sudah menunjukkan perubahan secara makroskopis yaitu ditemui warna hepar yang memucat pada hewan coba kelompok P2.

- Perubahan hepar secara mikroskopis pada pemberian Pb asetat 100 mg/kgBB/hari dan Pb asetat 100 mg/kgBB/hari dengan bunga rosella 56mg/kgBB/hari selama 8 minggu sudah menunjukkan perbedaan secara mikroskopis.

- Pada Pemberian Pb asetat 100 mg/kgBB/hari menunjukkan derajat kerusakan hati yang lebih besar dibandingkan dengan pemberian Pb asetat 100 mg/kgBB/hari dengan Bunga rosella56mg/kgBB/hari. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian Pb asetat dan bunga rosella secara bersamaan memberikan gambaran makroskopis dan mikroskopis hepar yang berbeda. dengan gambaran makroskopis dan mikroskopis hepar mencit yang diberi Pb asetat saja.

6.2.Saran

(39)

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, Dwi Rita. 2008. Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Hati dan Ginjal Mencit Akibat Pemberian Plumbum Asetat. Universitas Sumatera Utara,

Medan: 19-54.

Bodgen, J.D., Oleske. J.M., louria. 1997. Lead poisoning-one approach to a problem that wont go away. Envoronment Health Prespectives. 105(12) : 1284-1287.

Centers for Disease Control and Prevention. 2000. Recommendation for Blood Lead Screening of Young Children Enrolled in Medicaid: Targeting a Group at

High Risk. MMWR 49:1-13.

Chau, Jong Wang, dkk. 2007. Hibiscus sabdariffa extract reduces serum cholesterol in men and women. Chung Shan Medical University, Taiwan: 141-145.

Didapati dari XXX [diakses pada tanggal XX November 2010]

Devi, Maria. 2009. Khasiat Rosella.Penerbit Cemerlang Publishing, Yogyakarta: 2-17.

Eroschenko, Victor P. 2003. Atlas histology di fiore dengan korelasi fungsional.Ed.9.EGC, Jakarta: 249-261.

Gajawat, S., Sancheti, G., Goyal, P.K. 2006. Protection against lead-induced hepatic lesions in swiss albino mice by ascorbic acid. Pharmacologyonline. 1:

140-149.

Hariono, B. 2005. Effect of inorganic lead administration in rats (Rattus novergicus).J.SainVet. 23(2):108-118.

Mardiani, T.Helvi. 2008. Pengaruh Pemberian Timbal (Pb) Terhadap Kadar Malondialdehyde (MDA) Plasma Mencit. Universitas Sumatera, Medan:

(40)

Olaleye, Mary Tolulope. 2007. Cytotoxicity and antibacterial activity of Methanolicextract of Hibiscus sabdariffa. Federal University of Technology,

Nigeria: 10-13.

Palar H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Penerbit Rineka Cipta. 23-56.

Purnomo, Basuki B. 2009. Dasar-dasar Urologi. Penerbit Sagung Seto, Jakarta: 2-3.

Shalilah, Putri Ayu. 2008. Kemampuan Ekstrak Kelopak bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) Untuk Mencegah Kerusakan Jaringan Testis Mencit (Mus

musculus) Akibat induksi 2-methoxyethanol. Universitas Airlangga, Surabaya.

Shannon Mw. 1998. Clinical Magement of Poisoning and Drug Overdose. 3rd ed. Philadekphia: WB saunders: 767-784.

Todd, A.C., Wetmur, J.G., Moline., J.M., Godbold, J.H., Levin, S.M., Landrigan, P.J. 1996. Unraveling the chronic toxicology of lead: An essential priority for environmental health. Environmental Health Prespectives. 104(1): 141-146.

Venugopal, B., Luckey, TD. 1978. Metal Toxicity in mammals 2 Chemical Toxicity of Metals and Metalloids. Plenum Press, New York, London: 185-195.

Widyanto, P.S. & Nelistya. 2009. Rosella. Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta: 4-14.

Wirahadikusuma, Kosasih. 2001. Penelitian Kadar Timbal pada Udara Ambient Di Propinsi DKI Jakarta Pasca 1 Juli 2001. Jakarta.

(41)

LAMPIRAN 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

M AMIR S

I. Data Pribadi

NIM : 070100222

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 6 Mei 1990

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Lelaki

Alamat Rumah : Jl. Muara Takus No 16.

II. Riwayat Pendidikan

(42)

Hasil Uji Statistik Data penelitian dalam SPSS

1 0 0

1 0 0

2 1 1

2 1 1

2 1 1

2 1 1

2 1 1

2 0 1

3 0 0

3 0 0

3 0 0

3 1 1

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

kelompok .258 12 .026 .818 12 .015

a. Lilliefors Significance Correction

Hasil uji kruskal wallis

kelompok N Mean Rank

Makros kontrol 2 3.50

Pb 6 8.50

Pb dan Rosella 4 5.00

Total 12

Mikos kontrol 2 3.00

Pb 6 9.00

Pb dan Rosella 4 4.50

Total 12

Test Statisticsa,b

Makros Mikos

Chi-Square 5.194 8.171

df 2 2

Asymp. Sig. .074 .017

a. Kruskal Wallis Test

(43)
[image:43.595.188.424.314.538.2]

Lampiran III

Gambaran makroskopis hepar mencit kelompok kontrol

Mencit 1 Kelompok kontrol

(44)
[image:44.595.82.492.70.614.2]
(45)
[image:45.595.91.506.93.455.2]
(46)

Gambaran mikroskopis kelompok Kontrol

(Hematoksilin eosin, pembaseran 100 kali)

(47)
[image:47.595.163.425.375.585.2]

Gambaran mikroskopis kelompok P1 dengan pemberian Pb asetat

(Hematoksilin eosin, pembaseran 100 kali)

(48)
[image:48.595.137.460.115.360.2]

Gambaran mikroskopis kelompok P2 dengan pemberian Pb asetat dan Rosella

(Hematoksilin eosin, pembaseran 100 kali)

Gambar

Gambar 2.1. Portal canal : Gambaran portal canal (triad portal) pada lobus
Gambar 2.2. Gambaran struktur hati (Junqueira, 1995)
Gambaran makros&mikr
Gambar 5.1. Perbandingan makroskopis hepar antara kelompok kontrol dan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kalau bibit dari umbi, yaitu setelah umbi berdaun 2-3 lembar, umbi siap ditanam pada tanah yang telah diolah sampai gembur, Tanaman talas ditanam dengan jarak 50

Salah satu upaya yang dilakukan yaitu dengan membentuk sebuah lembaga yang bertugas menerbitkan sertifikasi kepada pelaku usaha sebagai bukti bahwa mereka yang melakukan

1) Pertama, mendorong siswa untuk berekspresi terhadap masalah dan kekhawatiran mereka dengan bebas. Beberapa siswa menggunakan represi atau penolakan untuk menangani

Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa persepsi harga, store atmosphere , dan kualitas pelayanan berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan di paparon’s pizza

Actor analis beras memasukkan id beras, nama beras, butir menir, butir patah, warna, bau dan kualitas, selanjutnya menyimpan dataset ke database, sistem juga

Pemukiman berdasarkan tugas, permasalahan dan regulasi kebijakan tentang perencanaan program dan kegiatan Dinas sebagai bahan penyusunan Rencana Strategis (Renstra) serta

Judul : Analisis Kesenjangan Persepsi Antara Identitas Merek dan Citra Merek Sekolah BPK Penabur Pada Jemaat Gereja Kristen Indonesia (GKI) di Jakarta. Sebagai institusi

Berdasarkan kondisi tersebut perlu dipelajari lebih lanjut untuk melihat bagaimana bentuk dan tingkat partisipasi masyarakat dalam program agropolitan sesuai dengan