KAJIAN EFIKASI PARAKUAT GLIFOSAT, 2,4-D TERHADAP ASYSTASIA DAN PERKECAMBAHAN SEED BANK
DI PERTANAMAN KELAPA SAWIT
SKRIPSI
Oleh:
JUNITA GIRSANG 050301025 BDP - AGRONOMI
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANAIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Skripsi : Kajian Efikasi Parakuat, Glifosat, dan 2,4-D terhadap Asystasia dan Perkecambahan Seed Bank di Pertanaman Kelapa Sawit
Nama : Junita Girsang NIM : 050301025
Departemen : Budidaya Pertanian Pogam Studi : Agronomi
Disetujui Oleh : Dosen Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
(Prof. Ir. Edison Purba, Ph. D) (Ir. Charloq, MP
NIP : 1957 0105 198601 1 001 NIP : 1961 1109 198601 2 001 )
Mengetahui : Ketua Departemen
ABSTRAK
Penelitian lapangan dilakukan untuk menentukan kemanjuran dari paraquat, glifosat, 2,4-D pada tanaman kelapa sawit yang belum menghasilkan untuk mengendalikan Asystasia. Metode penelitian yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK) non factorial yang terdiri atas 10 perlakuan dan 3 ulangan yaitu kontrol, parakuat 138 g b.a/ha, parakuat 276 g b.a/ha, parakuat, 552 g b.a/ha, glifosat 243 g b.a/ha, glifosat 486 g b.a/ha, glifosat 972 g b.a/ha, 2,4-D 432,5 g b.a/ha, 2,4-2,4-D 865 g b.a/ha, 2,4-2,4-D 1730 g b.a/ha yang digunakan untuk mengendalikan Asystasia. Hasil menunjukkan bahwa persentase mortalitas paling tinggi mencapai 100% (2,4-D 432,5 g b.a/ha2,4-D 865 g b.a/ha, 2,4-D 1730 g b.a/ha), nilai jumlah dominasi tetap berada di atsa 50 %, menekan pertumbuhan Asystasia yang tumbuh hingga 0,7 % (2,4-D 1730 g b.a/ha), menekan jumlah buah Asystasia samapi 0,71 % (parakuat, 552 g b.a/ha, glifosat 486 g b.a/ha, glifosat 972 g b.a/ha, 2,4-D 432,5 g b.a/ha, 2,4-D 865 g b.a/ha, 2,4-D 1730 g b.a/ha), dapat menekan bobot kering sampai 0,68 g (2,4-D 1730 g b.a/ha), dan biji Asystasia masih ada pada kedalaman 0-10 cm.
Kata kunci : Asystasia, paraquat, glifosat, 2,4-D
ABSTRAC
A field research was carried out to determine the efficacy of paraquat, glyphosat, and 2,4-D in inmature oil palm plantation to control Asystasia. Research methods used was randomized block design non factorial was used consisted of 10 treatments and 3 replication which are control, paraquat 138 g b.a/ha, paraquat 276 g b.a/ha, paraquat 552 g b.a/ha, glyphosat 243 g b.a/ha, glyphosat 486 g b.a/ha, glyphosat 972 g b.a/ha, 2,4-D 432,5 g b.a/ha, 2,4-D 865 g b.a/ha, dan 2,4-D 1730 g b.a/ha were applied unto Asystasia. Results showed that the highest percentage of mortality reached 100% (2,4-D 432,5 g b.a//ha, 2,4-D 865 g b.a/ha, dan 2,4-D 1730 g b.a/ha), value of domination remain above 50 %, pressing Asystasia growth to 0,7 % (2,4-D 1730 gb.a/ha), that pressed the amount of Asystasia fruit until 0,71 % (paraquat 552 g b.a/ha, glifosat 486 g b.a/ha, glifosat 972 g b.a/ha, 2,4-D 432,5 g b.a/ha, 2,4-D 865 g b.a/ha, dan 2,4-D 1730 g b.a/ha), can press the weight up to 0,68 g (2,4 D 1730 g b.a/ha), and Asystasia seed at a depth of 0-10 cm.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 5 Juni 1987 dari Ayahanda
Karliamianus Girsang dan Tiomina Saragih (Alm). Penulis merupakan anak
ketiga dari tiga bersaudara.
Tahun 2005 penulis lulus dari SMU Cahaya Medan. Penulis memilih
program studi Agronomi Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan pada tahun 2005 melalui jalur SPMB.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota HIMADITA,
Sebagai asisten Laboratoriun Dasar Agronomi tahun 2009 dan Asisten
Laboratorium Ilmu Gulma tahun 2009.
Penulis melaksankan praktek kerja lapangan (PKL) di PTPN III Kebun
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkat dan karuninaNya yang dilimpahkan kepada penulis hingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian penulis dengan judul : “
Kajian Efikasi Parakuat, Glifosat, 2,4-D Terhadap Asystasia dan Perkecambahan
Seed Bank Di Pertanaman Kelapa Sawit”, di Kebun Rambutan PTPN III,
Kabupaten Serdang Bedagai dimulai bulan Juni 2009 hingga bulan September
2009.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
atas petunjuk, saran dan bimbingan oleh Bapak Prof. Dr. Ir. Edison Purba, sebagai
ketua komisi pembimbing, Ibu Ir, Charloq, MP sebagai anggota komisi
pembimbing dalam menyelesaikan skripsi ini dan juga kepada para dosen dan staf
pengajar di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara yang telah
memberikan ilmu dan pengetahuan kepada penulis selama menjalani perkuliahan.
Ucapan terima kasih yang tiada terhingga kepada Ayahanda Karliamianus
Girsang dan Ibunda tercinta yang telah tiada Tiomina Saragih (Alm), begitu juga
kepada kakanda Lidya Girsang dan Oliver Simbolon yang selalu memberikan
saya baik motivasi dan moril maupun materil selama melakukan penelitian hingga
selesainya penyusunan skripsi ini.
Secara khusus penulis mengucapakan terima kasih kepada seseorang yang
skripsi ini. Disamping itu penghargaan penulis sampaikan kepada teman-teman
terbaik saya Didik Triadi, Adrian Bangun, Langgus Siahaan, Fahrurrozi
Matondang, Rinaldi Alamsyah, Abdul Kharir, Muhammad Ridwan, Eko
Desmianto, Romali Sitohang, Harta Purba, Esra Marpaung, teman-teman stambuk
2005 dan adik-adik stambuk 2008 atas segala bantuannya.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi siapa saja
menggunakannya.
DAFTAR ISI
ABSTRACT ... i
ABSTRAK ...ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Hipotesis Penelitian ... 4
Kegunaan Penelitian ... 4
TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Asystasia ... 5
Masalah Gulma di Perkebunan ... 6
Pengendalian Gulma di Perkebunan ... 8
Paraquat ... 10
Glifosat ... 12
2,4-D ... 13
Weed Seed Bank ... 15
BAHAN DAN METODA Lokasi dan Waktu Penelitian ... 17
Bahan dan Alat ... 17
Metode Penelitian ... 18
PARAMETER YANG DIUKUR
Pengamatan Parameter ... 21
Perkecambahan seed bank pada kedalaman 0-10 cm ... 37
Perkecambahan seed bank pada kedalaman 0-2 cm ... 38
Perkecambahan seed bank pada kedalaman 3-5 cm ... 39
Perkecambahan seed bank pada kedalaman 6-10 cm ... 40
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 43
Saran ... 43 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Hal
1. Rataan mortalitas Asystasia pada pengamatan 3 MSA dan 6 MSA ... 24 2. Rataan nilai jumlah dominasi pada pengamatan 0 MSA, 3 MSA, 6 MSA ... 27 3. Rataan Asystasia yang tumbug secara periodik 1 MSA, 3 MSA, 6 MSA ... 28 4. Rataan jumlah buah*) Asystasia pada pengamatan 1 MSA, 2 MSA, 3 MSA 31 5. Rataan bobot kering Asystasia pada pengamatan 6 MSA ... 35 6. Rataan total kecambah “seed bank” (0-10 cm) pada setiap pengendalian
herbisida ... 37 7. Rataan total kecambah “seed bank” (0-2 cm) pada setiap pengendalian
herbisida ... 38 8. Rataan total kecambah “seed bank” (3-5 cm) pada setiap pengendalian
herbisida ... 40 9. Rataan total kecambah “seed bank” (6-10 cm) pada setiap pengendalian
DAFTAR GAMBAR
Hal
1. Grafik hubungan Asystasia yang tumbuh secara periodik dengan pengendalian herbisida. ... 31 2. Grafik hubungan jumlah buah Asystasia dengan pengendalian hebisida. ... 34 3. Histogram hubungan komposisi seed bank 0-10 cm dengan pengendalian
herbisida . ... 38 4. Diagram batang komposisi seed bank 0-2 cm dengan pengendalian herbisida.
... 39 5. Diagram batang komposisi seed bank 3-5 cm dengan pengendalian herbisida.
... 40 6. Diagram batang komposisi seed bank 6-10 cm dengan pengendalian herbisida.
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
1. Bagan Penelitian ... 46
2. Rencana Kegiatan Penelitian ... 47
3. Data Mortalitas Asystasia 3 MSA (%) ... 48
4. Data Mortalitas Asystasia 6 MSA (%) ... 49
5. Data Nilai Jumlah Dominasi (NJD) Sebelum Aplikasi ... 50
6. Data Nilai Jumlah Dominasi (NJD) 6 MSA ... 51
7. Data Asystasia Yang Tumbuh Secara Periodik 1 MSA (%) ... 52
8. Data Asystasia Yang Tumbuh Secara Periodik 3 MSA (%) ... 53
9. Data Asystasia Yang Tumbuh Secara Periodik 5 MSA (%) ... 54
10. Data Jumlah Buah Asystasia 1 MSA (%) ... 55
11. Data Jumlag Buah Asystasia 2 MSA (%) ... 56
12. Data Jumlah Buah Asystasia 3 MSA (%) ... 57
13. Data Jumlah Buah Asystasia 4 MSA (%) ... 58
14. Data Bobot Kering 6 MSA (g) ... 59
15. Data Perkecambahan Seed Bank Pada Kedalaman 0-10 cm ... 60
16. Data Perkecambahan Seed Bank Pada Kedalaman 0-2 cm ... 61
17. Data Perkecambahan Seed Bank Pada Kedalaman 3-5 cm ... 62
18. Data Perkecambahan Seed Bank Pada Kedalaman 6-10 cm ... 63
19. Foto Lahan Sebelum Aplikasi ... 64
20. Foto Pada Saat Aplikasi Herbisida ... 65
21. Foto Lahan Setelah Aplikasi ... 66
22. Foto Pengambilan Seed Bank ... 68
ABSTRAK
Penelitian lapangan dilakukan untuk menentukan kemanjuran dari paraquat, glifosat, 2,4-D pada tanaman kelapa sawit yang belum menghasilkan untuk mengendalikan Asystasia. Metode penelitian yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK) non factorial yang terdiri atas 10 perlakuan dan 3 ulangan yaitu kontrol, parakuat 138 g b.a/ha, parakuat 276 g b.a/ha, parakuat, 552 g b.a/ha, glifosat 243 g b.a/ha, glifosat 486 g b.a/ha, glifosat 972 g b.a/ha, 2,4-D 432,5 g b.a/ha, 2,4-2,4-D 865 g b.a/ha, 2,4-2,4-D 1730 g b.a/ha yang digunakan untuk mengendalikan Asystasia. Hasil menunjukkan bahwa persentase mortalitas paling tinggi mencapai 100% (2,4-D 432,5 g b.a/ha2,4-D 865 g b.a/ha, 2,4-D 1730 g b.a/ha), nilai jumlah dominasi tetap berada di atsa 50 %, menekan pertumbuhan Asystasia yang tumbuh hingga 0,7 % (2,4-D 1730 g b.a/ha), menekan jumlah buah Asystasia samapi 0,71 % (parakuat, 552 g b.a/ha, glifosat 486 g b.a/ha, glifosat 972 g b.a/ha, 2,4-D 432,5 g b.a/ha, 2,4-D 865 g b.a/ha, 2,4-D 1730 g b.a/ha), dapat menekan bobot kering sampai 0,68 g (2,4-D 1730 g b.a/ha), dan biji Asystasia masih ada pada kedalaman 0-10 cm.
Kata kunci : Asystasia, paraquat, glifosat, 2,4-D
ABSTRAC
A field research was carried out to determine the efficacy of paraquat, glyphosat, and 2,4-D in inmature oil palm plantation to control Asystasia. Research methods used was randomized block design non factorial was used consisted of 10 treatments and 3 replication which are control, paraquat 138 g b.a/ha, paraquat 276 g b.a/ha, paraquat 552 g b.a/ha, glyphosat 243 g b.a/ha, glyphosat 486 g b.a/ha, glyphosat 972 g b.a/ha, 2,4-D 432,5 g b.a/ha, 2,4-D 865 g b.a/ha, dan 2,4-D 1730 g b.a/ha were applied unto Asystasia. Results showed that the highest percentage of mortality reached 100% (2,4-D 432,5 g b.a//ha, 2,4-D 865 g b.a/ha, dan 2,4-D 1730 g b.a/ha), value of domination remain above 50 %, pressing Asystasia growth to 0,7 % (2,4-D 1730 gb.a/ha), that pressed the amount of Asystasia fruit until 0,71 % (paraquat 552 g b.a/ha, glifosat 486 g b.a/ha, glifosat 972 g b.a/ha, 2,4-D 432,5 g b.a/ha, 2,4-D 865 g b.a/ha, dan 2,4-D 1730 g b.a/ha), can press the weight up to 0,68 g (2,4 D 1730 g b.a/ha), and Asystasia seed at a depth of 0-10 cm.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa sawit sangat penting artinya bagi Indonesia dalam kurun waktu 20
tahun terakhir ini sebagai komoditi andalan untuk eksport maupun komoditi yang
diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan harkat petani perkebunan
Indonesia. Sehubungan hal tersebut, maka sejak tahun 1986 pemerintah telah
menetapkan bahwa pembangunan perkebunan kelapa sawit harus ditingkatkan dan
dikaitkan dengan program koperasi (Lubis, 1992).
Pengembangan agribisnis kelapa sawit merupakan salah satu langkah yang
diperlukan sebagai kegiatan pengembangan sub sektor perkebunan dalam rangka
revitalisasi sektor pertanian. Perkembangan pada berbagai subsistem yang sangat
pesat pada agribisnis kelapa sawit sejak menjelang akhir tahun 1970-an mejadi
bukti pesatnya perkembangan agribisnis kelapa sawit. Perkebunan kelapa sawit
saat ini telah berkembang tidak hanya yang diusahakan oleh perusahaan negara,
tetapi juga perkebunan rakyat dan swasta. Pada tahun 2003, luas areal perkebunan
rakyat mencapai 1.827 ribu ha (34,9%), perkebunan negara seluas 645 ribu ha
(12,3%), dan perkebunan besar swasta seluas 2.765 ribu ha (52,8%)
(Deptan, 2007).
Masalah yang timbul di perkebunan salah satunya adanya gulma. Adapun
spesies gulma penting di perkebunan kelapa sawit adalah Imperata cylindica,
Paspalum cunjugatum, Eupatorium odoratum L, Cyperus rotundus L,
kualitas belum tampak jelas pengaruhnya tetapi secara kuantitas gulma dampak
mempengaruhi hasil panen. Salah satu gulma yang penting di pekebunan
akhir-akhir ini adalah Asystasia. Biji dari Asystasia sangat ringan dan dapat dibawa oleh
angin sehingga penyebarannya sangat cepat di sekitar tanaman induknya.
Penyebaran yang sangat cepat ini juga dapat disebabkan karena biji yang terbawa
oleh angin dan menjadi seed bank di areal perkebunan. Seed bank merupakan biji
gulma yang berada di atas pemukaan tanah ataupun di dalam tanah. Jika hal ini
dibiarkan begitu saja maka penyebaran gulma ini dapat mendominasi areal
perkebunan. Jika hal itu terjadi maka dapat mengakibatkan menurunnnya produksi
perkebunan.
Daerah dimana perkebunan telah lama dibuka, dapat terlihat adanya
perubahan jenis gulma ke arah gulma berdaun lebar yang agresif, bandel dan
sangat merugikan seperti Asystasia intrusa. Munculnya gulma berdaun lebar yang
agresif dan bandel tersebut, dinilai sangat merugikan usaha budidaya tanaman
perkebunan, khususnya kelapa sawit, dan dapat menekan hasil panen antara
10-100%
Asystasia intrusa tersebar luas di perkebunan kelapa sawit, karet, nenas
dan perkebunan kakao, maupun pada tempat pembuangan limbah. Asystasia
intrusa telah dilaporkan baru-baru ini sebagai gulma penting di perkebunan kelapa
sawit di Sumatera Utara, penghasil biji terbesar dan memiliki pertumbuhan yang
cepat sehingga dibutuhkan tenaga kerja yang lebih untuk mengendalikannya
Pengendalian gulma secara khemis telah umum dilakukan di perkebunan.
Dengan pengaplikasian herbisida maka gulma yang mati disekitar tanaman tidak
terbongkar keluar sehingga bahaya erosi dapat ditekan sekecil mungkin dan juga
dapat dihindari kerusakan perakaran akibat alat-alat mekanis disamping
pekerjaan pengendalian dapat diselesaikan dalam waktu yang lebih cepat
dibanding membabat atau mengkikis (Purba, 2004).
Herbisida adalah bahan kimia yang dapat menghambat pertumbuhan
gulma sementara atau mematikannya bila diaplikasikan pada ukuran yang tepat.
Dengan kata lain jenis dan kadar racun bahan kimia suatu herbisida itu sendiri
(Moenandir, 1988).
Sekarang ini banyak merek dagang herbisida yang dijual di pasaran
dengan berbagai bahan aktif yang dikandungnya. Agar penggunaan herbisida
efektif dan efisien untuk mengendalikan jenis gulma tertentu, maka harus
diketahui jenis bahan aktif yang terkandung dalam herbisida dan juga dosis yang
tepat.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan Kajian
Efikasi Parakuat, Glifosat, dan 2,4 D terhadap Asystasia dan Perkecambahan Seed
Bank Di Pertanaman Kelapa Sawit.
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui efikasi herbisida Parakuat, Glifosat, dan 2,4 D terhadap
2. Untuk mengetahui herbisida terbaik dari Parakuat, Glifosat, dan 2,4 D untuk
mengendalikan Asystasia pada tanaman kelapa sawit.
Hipotesis Penelitian
1. Ada efikasi yang berbeda dari herbisida Parakuat, Glifosat, dan 2,4 – D
terhadap Asystasia.
2. Ada efikasi yang berbeda dari herbisida Parakuat, Glifosat, dan 2,4 – D
terhadap perkecambahan seed bank
3. Ada efikasi yang berbeda dari herbisida Parakuat, Glifosat, dan 2,4 – D
terhadap komposisi gulma pada tanaman kelapa sawit.
Kegunaan Penelitian
- Untuk mengetahui efikasi dari parakuat, glifosat, dan 2,4-D terhadap
perkecambahan seed bank dan pengendalian Asystasia.
- Sebagai bahan informasi dalam pengendalian gulma khususnya Asystasia
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Asystasia
Dalam dunia tumbuhan Asystasia intrusa (Forssk.) Blume termasuk ke
dalam famili Acanthaceae, genus Asystasia. Ada juga jenis yang lain yaitu
Asystasia coromandeliana Nees var. micrantha Nees. Asal tumbuhan ini dari
Afrika. Asystasia intrusa merupakan gulma penting di perkebunan
Asystasia intrusa merupakan tanaman herba yang tumbuh cepat dan
mudah berkembangbiak. Berbatang lunak, dapat tumbuh dalam keadaan yang
kurang baik. Daun berhadapan, sering berpasangan, berbentuk bulat panjang,
pangkal bulat dan bertangkai. Bunga mengelompok, banyak, sedikit berbunga
tunggal, berwarna putih atau ungu, kelopak bunga menutupi ovari. Buah kapsul,
2-3 cm panjangnya, berbiji empat atau kurang dalam buah kapsul
Asystasia intrusa subsp. micrantha dapat ditemukan di daerah sampai
500 m di atas permukaan laut. Dapat tumbuh baik pada daerah ternaungi ataupun
pada daerah terbuka. Pada daerah ternaungi seperti pada perkebunan kelapa sawit
dan karet banyak menghasilkan daun dan menghasilkan lebih organ vegetatif.
Merupakan rumput liar subur dan kompetitif dan membutuhkan unsur hara tinggi
terutama N dan P. Menghasilkan biji dengan baik dengan viabilitas mencapai
85%, yang dapat bertahan sampai 8 bulan di dalam tanah. Pada kondisi alami biji
dapat berkecambah pada 30 hari setelah pecah, dan 10 minggu setelah
perkecambahan dapat tumbuh dengan cepat, kemudian menghasilkan buah polong
Bila biji-biji Asystasia intrusa sudah berkecambah dan mulai muncul
maka akan terdapat populasi gulma tertentu dalam suatu lahan.dan gulma tersebut
juga akan menyita hampir semua cadangan yang dapat mendukung pertumbuhan
di lahan tersebut bila penyiangan tidak tepat pada saat periode kritis. Dan bila
penyiangan tidak dilakukan pada saatnya, maka hasil panen akan berkurang akibat
persaingan dengan gulma tersebut
Masalah Gulma Pada Budidaya Perkebunan Kelapa Sawit
Gulma dapat merugikan tanaman pertanian karena bersaing dalam
mendapatkan unsur hara, cahaya matahari, air dan ruang. Beberapa jenis gulma
sering menjadi inang hama dan penyakit tanaman tertentu atau megandung zat
allelopati yang dapat merugikan tanaman utama. Gulma yang terlalu rapat dapat
mempersulit pekerjaan di kebun seperti panen, menyemprot, dll
(Djojosumarto, 2000).
Tanaman perkebunan mudah terpengaruh oleh gulma, terutama sewaktu
muda. Apabila pengendalian gulma diabaikan sama sekali, maka kemungkinan
besar usaha tanaman perkebunan itu akan rugi total. Pengendalian gulma yang
tidak cukup pada awal pertumbuhan tanaman perkebunan akan memperlambat
pertumbuhan dan masa sebelum panen
Masalah gulma pada perkebunan tanaman tahunan (karet, kelapa sawit,
tembakau, rosella). Pada umumnya masalah gulma lebih dirasakan pada
perkebunan dengan pertanaman yang luas karena ada keterkaitannya dengan
faktor waktu yang terbatas, tenaga kerja, dan biaya
(Tjitrosoedirdjo, dkk, 1984).
Tumbuhan yang lazim sebagai gulma mempunyai beberapa ciri yang khas
yaitu pertumbuhannya cepat, mempunyai daya bersaing yang kuat dalam
perebutan faktor-faktor kebutuhan hidup, mempunyai toleransi yang besar
terhadap suasana lingkungan yang ekstrim, mempunyai daya berkembang biak
yang besar baik secara generatif maupun vegetatif ataupun kedua-duanya, alat
perkembangbiakannya mudah tersebar melalui angin, air, maupun binatang, dan
bijinya memiliki sifat dormansi yang memungkinkan untuk bertahan hidup dalam
kondisi yang tidak menguntungkan (Nasution, 1986).
Pengganggu tanaman adalah setiap faktor yang menimbulkan gangguan,
sedangkan gangguan adalah perubahan pada tanaman yang mengarah pada
pengurangan kuantitas ataupun kualitas hasil tanaman. Akibat dari gangguan
adalah kerusakan, yakni pengurangan kuantitas ataupun kualitas tanaman karena
gangguan tersebut. Kerusakan dapat dinilai dengan uang sehingga disebut
kerugian (Djojosumarto, 2000).
Daerah dimana perkebunan telah lama dibuka, dapat terlihat adanya
perubahan jenis gulma ke arah gulma berdaun lebar yang agresif, bandel dan
sangat merugikan seperti Asystasia. Munculnya gulma berdaun lebar yang agresif
dan bandel tersebut, dinilai sangat merugikan usaha budidaya tanaman
10-100%. Disamping itu, para pekebun juga dihadapkan pada biaya pengendalian
gulma dan tenaga kerja yang tinggi serta waktu yang tersita untuk merubah
komposisi gulma yang ada kembali ke komposisi gulma awal yang lebih
‘bersahabat’
Pengendalian Gulma di Perkebunan
Pengendalian gulma pada prinsipnya merupakan usaha meningkatkan daya
saing tanaman utama dan melemahkan daya saing gulma. Keunggulan tanaman
pokok harus menjadi sedemikian rupa sehingga gulma tidak mampu
mengembangkan pertumbuhan secara berdampingan atau pada waktu bersamaan
dengan tanaman utama. Dalam pengertian ini semua praktek budidaya di
pertanaman dapat dibedakan mana yang lebih meningkatkan daya saing tanaman
utama atau meningkatkan daya saing gulma (Sukman dan Yakup, 2002)
Pengendalian gulma yang sering dilakukan di perkebunan adalah secara
mekanik dan kimiawi. Pengendalian secara kimiawi sangat meningkat setelah
Perang Dunia II, kemudian mengalami peningkatan dan kemunduran yang erat
hubungannya dengan biaya yang tersedia dan tersedianya herbisida di pasaran.
Yang paling banyak dilakukan orang dari semua cara-cara pengendalian
adalah cara mekanis. Pengendalian tradisional dengan menggunakan alat-alat
yang sederhana seperti dengan garpu, cangkul, kored, dan lain-lain; juga dengan
menggunakan hewan sebagai penggerak sampai kepada alat-alat yang lebih
merupakan cara-cara mekanis pengendalian gulma itu. Pengolahan tanah
mempengaruhi beberapa faktor yang penting bagi pertumbuhan gulma yaitu dapat
membenamkan tumbuhan/biji, memberikan kerusakan fisik, pengurangan unsur
hara, dan lain-lain. Pembakaran juga dapat digunakan untuk memusnakan gulma,
tetapi pada beberapa jenis, biji-biji dan organ perbanyakan vegetatif biasanya
terlindung di dalam tanah dan tidak mati, kecuali bila berada di permukaan
(Tjitrosoedirdjo, dkk, 1984).
Pengendalian gulma secara kimiawi adalah pengendalian gulma dengan
menggunakan herbisida. Yang dimaksud dengan herbisida adalah senyawa kimia
yang dapat digunakan untuk mematikan atau menekan pertumbuhan gulma, baik
secara selektif maupun non selektif. Macam herbisida yang dipilih bisa kontak
maupun sistemik, dan penggunaannya bisa pada saat pra tanam, pra tumbuh atau
pasca tumbuh. Keuntungan pengendalian gulma secara kimiawi adalah cepat dan
efektif, terutama untuk areal yang luas. Beberapa segi negatifnya ialah bahaya
keracunan tanaman, mempunyai efek residu terhadap alam sekitar dan
sebagainya. Sehubungan dengan sifatnya ini maka pengendalian gulma secara
kimiawi ini harus merupakan pilihan terakhir apabila cara-cara pengendalian
gulma lainnya tidak berhasil. Untuk berhasilnya cara ini memerlukan dasar-dasar
pengetahuan yang cukup dan untuk itu akan diuraikan tersendiri lebih lanjut
Herbisida memiliki efektivitas yang beragam. Berdasarkan cara kerjanya,
herbisida kontak mematikan bagian tumbuhan yang terkena herbisida, dan
herbisida sistemik mematikan setelah diserap dan ditranslokasikan ke seluruh
mematikan gulma tertentu atau spektrum sempit, dan herbisida nonselektif yang
mematikan banyak jenis gulma atau spektrum lebar. Herbisida berbahan aktif
glifosat, parakuat, dan 2,4-D banyak digunakan petani, sehingga banyak formulasi
yang menggunakan bahan aktif tersebut (Fadhly dan Tabri, 2007).
Penggunaan herbisida ataupun zat kimia lain untuk mengendalikan gulma
harus dilakukan secara hati-hati dan bijaksana dengan memenuhi 6 (enam) tepat,
yaitu : tepat mutu, tepat waktu, tepat sasaran, tepat takaran, tepat konsentrsai, dan
tepat cara aplikasi. Selain itu, harus pula mempertimbangkan efisiensi, efektivitas,
dan aman bagi lingkungan. Untuk itu, herbisida dapat dikelompokan berdasarkan:
cara kerjanya (kontak atau sistemik), selektivitasnya (selektif atau tidak selektif),
dan waktu aplikasinya (pra-tumbuh atau pasca-tumbuh) (Noor, 1997).
Penghambat atau pemacuan pertumbuhan suatu tumbuhan ditentukan
dosis/konsentrasi herbisida tersebut. Suatu herbisida pada dosis/konsentrasi
tertentu dapat bersifat selektif, tetapi bila dosis/konsentrasi dinaikkan atau
diturunkan berubah menjadi tidak selektif. Selektif juga ditentukan oleh bentuk
formulasi dan mode of action dari suatu herbisida (Sukman dan Yakup, 1995).
Besarnya dosis/konsentrasi herbisida menentukan besarnya bahan aktif
yang digunakan dalam pengendalian gulma. Penggunaan dosis/konsentrasi yang
tinggi menyebabkan bahan aktifnya mampu mencapai tempat-tempat aktivitas
metabolisme gulma sehingga pertumbuhan gulma akan tertekan. Semakin tinggi
dosis herbisida yang diberikan maka semakin berkurang selektivitasnya
Herbisida mempunyai kemampuan membunuh dalam konsentrasi rendah.
Dosis herbisida diaplikasikan menentukan jumlah yang ditranslokasikan, sehingga
kurva laju dosis dalam pengendalian gulma dengan herbisida perlu dilaksanakan.
Tentang konsentrasi herbisida, jumlahnya dapat menentukan hambatan atau
pemacuan pada suatu pertumbuhan. Pada umumnya dengan makin meningkatnya
konsentrasi maka meningkat pula penekanannya (Moenandir, 1988).
Parakuat
Herbisida pascatumbuh yang cukup luas penggunaannya untuk
mengendalikan gulma adalah parakuat (1,1-dimethyl-4,4 bypiridinium) yang
merupakan herbisida kontak nonselektif. Setelah penetrasi ke dalam daun atau
bagian lain yang hijau, bila terkena sinar matahari, molekul herbisida ini bereaksi
menghasilkan hydrogen peroksida yang merusak membran sel dan seluruh organ
tanaman, sehingga tanaman seperti terbakar. Herbisida ini baik digunakan untuk
mengendalikan gulma golongan rumputan dan berdaun lebar. Parakuat merupakan
herbisida kontak dan menjadi tidak aktif bila bersentuhan dengan tanah. Parakuat
tidak ditranslokasikan ke titik tumbuh, residunya tidak tertimbun dalam tanah, dan
tidak diserap oleh akar tanaman. (Fadhly, A. F. dan F. Tabri, 2007).
Parakuat sebagai herbisida kontak, molekulnya dapat menghasilkan
hydrogen peroksida radikal yang dapat memecahkan membrane sel, akhirnya
seluruh sel juga rusak. Herbsida kontak merusak bagian tumbuhan yang terkena
langsung dan tidak ditranslokasikan ke bagian lain (Moenandir, 1993).
Parakuat ialah herbisida non selektif, bekerja secara kontak dengan cepat
sebagian besar gulma semusim dan rumputan. Pada tanaman yang diperlakukan
dengan herbisida ini, gejala keracunan ditandai oleh kering dan hangusnya daun
dengan cepat. Cahaya, oksigen dan klorofil dibutuhkan untuk memaksimalkan
kerja racun herbisida (Sebayang, 2005).
Parakuat bekerja pada kloroplas dari tumbuhan hijau. Di sini, reaksi
fotosintesis menyerap cahaya untuk menghasilkan gula sebagai hara tanaman.
Parakuat secara tepat menuju sistem biokimia yang dikenal sebagai fotosistem I.
Parakuat menghasilkan elektron bebas, penggerak fotosintesis. Ion parakuat
bereaksi dengan elektron fotosistem I untuk membentuk Oksigen radikal bebas
dengan cepat mengonversi radikal bebas ke “superoxides”. Siap bereaksi dengan
asam yang mengandung lemak tak jenuh komponen dari selaput sel. Sebagai hasil
perubahan kimia dramatis ini, membran dihancurkan, dan isi sel pecah dan
menyebabkan kematian. Keseluruhan proses terjadi sangat cepat sehingga tidak
ada ukuran translokasi dari parakuat.
Nama Umum : Parakuat
Nama Kimia : 1,1 ' - Dimethyl - 4,4 ' - bipyridinium dichloride
Rumus Empiris : C12H14N2Cl2
Glifosat
Glifosat adalah herbisida yang dipakai di seluruh dunia. Glifosat yang
pertama ditemukan pada tahun 1970 oleh John E. Frans, yang bekerja untuk
Monsanto. Herbisida glifosat sudah populer sejak dipasarkan pertama kali pada
tahun 1974 (Cox, 2004).
Glifosat bekerja menghambat metabolisme tanaman dan beberapa hari
setelah penyemprotan, tumbuhan jadi layu, kuning dan meninggal. Herbisida
Glifosat juga mengandung bahan kimia yang membuat herbisida untuk menempel
pada daun sehingga glifosat dapat bergerak dari permukaan tumbuhan ke dalam
selnya tumbuhan (Lang, 2005).
Glifosat membunuh gulma dengan menghambat aktivitas dari enzim 5 –
asam enolpyruvylshikimate - 3 - synthase fosfat (EPSPS), yang penting bagi
sintesa dari asam amino yaitu tyrosine, tryptophan, dan phenylalanine. Asam
amino ini penting pada sintesa dari penghubung metabolisme primer dan
sekunder. EPSPS berada pada kloroplas tumbuhan, tapi tidak hadir di hewan
Kehilangan glifosat di dalam tanah dapat dikarenakan glifosat yang bebas
di dalam larutan tanah (tidak teradsorpsi lempung dan tidak membentuk kelat),
dapat terdegradasi oleh mikroorganisme yang tahan terhadap perlakuan glifosat
seperti halnya Agrobacterium radiobacter di dalam larutan tanah. Glifosat yang
terbawa oleh air infiltrasi ke luar kolom tanah, akan langsung berhubungan
mikroorganisme yang masuk lewat udara bebas atau mikroorganisme yang ikut
terbawa oleh air (Wardoyo, S. S, 2006).
Nama Umum : Glifosat
Nama Kimia : [(phosphonomethyl)amino]acetic acid
Rumus Empiris : C3H8NO5P
Rumus Bangun :
2,4 D
2,4 - Dichlorophenoxyacetic acid (2,4 - D) adalah herbisida sistemik yang
digunakan untuk mengendalikan gulma berdaun lebar. Merupakan herbisida yang
banyak digunakan di dunia, dan ketiga paling umum dipakai di Amerika Utara.
2,4-D dikembangkan selama Perang Dunia II oleh satu Tim Inggris di
Laboratorium Rothamsted, di bawah kepemimpinan dari Judah Hirsch Quastel,
untuk meningkat hasil panen satu bangsa saat berperang. Setelah diperkenalkan
secara umum tahun 1946, menjadi herbisida selektif pertama yang sukses dan
sangat baik mengganti pengendalian gulma di lahan gandum, jagung, padi, dan
serelia lainnya, karena hanya membunuh tumbuhan dikotil saja, monokotil tidak
2,4 - Dichlorophenoxyacetic acid (2,4 - D) biasanya dipakai sebagai satu
kayu, menerobos kulit kayu. Penyerapan 2,4 – D, melalui akar dan daun-daun
gulma setelah 4-6 jam aplikasi tanpa turun hujan. Jika hujan 2,4 – D akan larut
pada air hujan dan aliran permukaan dari gulma dan tanah sebelum jumlahnya
cukup diserap oleh gulma 2,4 – D berada pada jaringan floem gulma setelah
diserap bersamaan dengan translokasi bahan makanan ke seluruh tubuh tumbuhan.
Akumulasi dari herbisida terjadi pada daerah meristematik dari batang dan akar,
2,4 – D bekerja akibat dari auxin atau perkembanagn gulma, mengatur hormon.
Gulma diaplikasi dengan 2,4 – D mengakibatkan metabolisme gulma terganggu
dengan merangsang nucleus dan sintesa protein yang mempengaruhi aktivitas dari
enzim, pernapasan, dan divisi sel, jaringan floem hancur dan terganggu
translokasi hasil fotosintesis sehingga menyebabkan kematian
2,4-D merupakan jenis herbisida sistemik yang bersifat selektif. 2,4- D
lebih mudah dirombak di dalam tanah dibandingkan dengan 2,4,5- triklorofenoksi
asam asetat
2,4-D dalam bentuk asam, garam, atau ester yang diaplikasi lewat daun,
mendifusikan molekulnya lewat kutikula, masuk ke dalam apoplas, dan akhirnya
masuk sel setelah berpenetrasi pada plasmolema (Moenandir, 1988).
Nama Umum : 2,4-D
Nama Kimia : 2,4 - Dichlorophenoxyacetic acid
Weed Seed Bank
Seed bank (biji dalam tanah) biasanya berasal dari biji-biji yang jatuh dari
tumbuhan induknya pada waktu atau tahun-tahun sebelumnya, jika ada dari luar
areal hanya sedikit. Pola tanam, sistem budidaya dan pengendalian gulma pada
beberapa tahun sebelumnya menentukan spesies gulma mana yang berbunga dan
memberikan kontribusi terhadap cadangan biji (seed bank ) gulma dalam tanah
(Moenandir, 1993)
Tanah yang mengandung biji-biji gulma yang setiap saat dapat
berkecambah yang dihasilkan dari tahun-tahun sebelumnya. Biji-biji yang dalam
kondisi menguntungkan dapat berkecambah dan tumbuh menimbulkan gangguan
serta berkompetisi dengan tanaman pangan disebut simpanan biji. Simpanan biji
ini terdiri dari biji-biji yang umurnya berbeda-beda, beberapa diantaranya berada
dalam kondisi dorman, siap menghadapi kondisi yang menguntungkan untuk
menguntungkan. Pada umumnya biji-biji yang berada pada lapisan olah
(sampai kedalaman 25 cm) yang perlu mendapat perhatian yang khusus dalam
kaitannya dengan pengelolaan gulma (Sastroutomo, 1990).
Gulma dapat berkembang biak secara negetatif maupun generatif dengan
biji yang dihasilkan. Pembiakan melalui biji banyak dilakukan oleh gulma
semusim dan beberapa gulma 2 tahunan, pada kondisi yang tidak menguntungkan
biji yang mengalami dormansi yang merupakan sifat penting untuk
mempertahankan dan melestarikan hidup gulma. Biji dorman dapat berkecambah
apabila faktor pertumbuhan seperti gas, temperatur dan cahaya terpenuhi
(Setyowati, N., U. Nurjanah, dan Afrizal, 2005)
Biji gulma yang usang atau menua perlu diketahui pula dalam keadaan
kering diduga bahwa membran tidak berkesinambungan dan plasma membran
tidak terpisah dari dinding sel tetapi bila mengalami hidrasi sekitar 20 menit akan
bersambung kembali menempel dekat dinding sel oleh komponen pospolipida.
Pada keadaan dorman dimana lingkungan belum mengizinkan biji tersebut
berkecambah. Biji yang dorman terletak didalam tanah. Biji-biji gulma
mengalami dormansi sekunder. Mampu berkecambah setelah dibawa ke
permukaan tanah. Bila dormansi diperpanjang waktunya akan mengalami imbibisi
sehingga jaringan embrio menjadi rusak. Dalam biji terimbibisi ini daya
perkecambahan biji masih tetap tinggi, vigornya masih dipertahankan serta
BAHAN DAN METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Perkebunan Kelapa Sawit, PTPN III Kebun
Rambutan, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara dengan ketinggian
tempat ± 25 m di atas permukaan laut. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli
sampai bulan September 2009.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Asystasia dan beberapa
jenis gulma yang dominan di areal percobaan sebagai objek percobaan, herbisida
Parakuat (Gramoxone 276 SL), Glifosat (Round Up 486 SL), 2,4-D (Lindomin
865 AS), air.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, meteran, alat
semprot punggung (knapsack sprayer), label nama, ember, gelas ukur, pacak
sampel, kalkulator, alat tulis, pipa besi, timbangan, oven, amplop, polibeg, dan
Metode Percobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Non Faktorial yaitu :
T1 : Kontrol
T2 : Paraquat (Dosis ½ X) T3 : Paraquat (Dosis X) T4 : Paraquat (Dosis 2 X) T5 : Glifosat (Dosis ½ X) T6 : Glifosat ( Dosis X ) T7 : Glifosat (Dosis 2X) T8 : 2,4 D (Dosis ½ X) T9 : 2,4 D (Dosis X) T10 : 2,4 D (Dosis 2X)
Keterangan
X = Dosis Anjuran
Paraquat (Gramoxone 276 SL) = 3 L/ha Glifosat (Round up 486 SL) = 2 L/ha 2,4 D (Lindomin 865 AS) = 2 L/ha
Jumlah ulangan (Blok) = 3 ulangan
Ukuran Petak Perlakuan = 300 cm x 800 cm
Jumlah Petak Perlakuan = 30
Ukuran Petak Pengamatan = 100 cm x 100 cm
Data yang dikumpulkan, dianalisis dengan sidik ragam linear Rancangan
Acak Kelompok (RAK) Non Faktorial sebagai berikut :
Yij = µ + ρi + τj + εij
Dimana :
Yij = data yang dihasilkan dari pengaruh ulangan pada taraf ke-i dan
perlakuan ke-j
µ = nilai tengah
ρi = pengaruh blok ke- i τj = pengaruh perlakuan ke- j
εij = pengaruh galat dari ulangan pada taraf ke-i dan perlakuan ke-j
Data hasil penelitian yang berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji beda
PELAKSANAAN PENELITIAN
Penetapan Petak Percobaan
Petak percobaan dibuat berukuran 3 m x 8 m dengan tingkat penyebaran
gulma pada areal penelitian tersebut merata. Areal percobaan tersebut memiliki
dominan penutupan Asystasia antara 40 - 80 %, adapun jenis gulma lain seperti
Mikania micranta, Ottochloa nodosa, Mimosa pudica, dll.
Penetapan Petak Pengamatan
Petak contoh yang mewakili setiap petak percobaan ditentukan seluas
1 m x 1 m. Adapun jumlah petak pengamatan dalam satu petak percobaan adalah
2. Fungsi petak contoh tersebut agar dapat mewakili keadaan seluruh vegetasi
yang diamati.
Aplikasi Herbisida
Sebelum aplikasi herbisida dilakukan terlebih dahulu kalibrasi alat
semprot untuk menentukan volume semprot. Dari hasil kalibrasi diperoleh volume
semprot per ha adalah sebesar 658 l/ha. Asystasia diaplikasikan pada stadia
pertumbuhan awal generatif. Herbisida diaplikasikan secara merata pada setiap
petak percobaan untuk masing-masing perlakuan dengan cara disemprot dengan
menggunakan alat semprot punggung (knapsack sprayer SOLO). Ketinggian
nozel disesuaikan dengan ketinggian Asystasia di lapangan, aplikasi herbisida
dilaksanakan dengan kondisi cuaca saat dan setelah penyemprotan cerah.
Pengambilan Seed bank
Pengambilan seed bank dilakukan dengan cara mengambil sampel tanah
dari setiap petak pengamatan. Tanah yang diambil dari 5 titik di setiap petak
cara memasukan pipa besi yang berdiameter 7 cm, dan tinggi 20 cm sebelumnya
pada pipa besi diberi tanda pada ukuran 10 cm. Pipa besi diketok ke tanah sampai
batas 10 cm lalu pipa di keluarkan, kemudian tanah dikeluarkan dari pipa dengan
memasukan paralon yang berdiameter lebih kecil dari pipa besi. Tanah yang
sudah dikeluarkan dipisahkan berdasarkan kedalaman masing-masing yakni 0-2
cm, 3-5 cm, 6-10 cm. Untuk tiap petak pengamatan 5 titik yang menjadi ulangan
digabungkan yang kedalamannya sama.
Penaburan Seed bank
Sampel tanah yang diambil dari setiap dalam petak pengamatan
masing-masing disebarkan di dalam polibeg yang berisi top soil yang steril dari gulma.
Top soil disterilkan dari gulma dengan cara top soil di tempat terbuka selama
1 bulan sebelum seed bank di sebarkan. Adaupun maksud membiarkan top soil ini
Pengamatan Parameter
Mortalitas
Asystasia dikatakan mati apabila sudah tidak ada lagi bagian yang hidup,
yang masih dapat melakukan aktivitas metabolisme, artinya keseluruhan jaringan
mati. Pengamatan dilakukan 3 minggu setelah aplikasi (MSA) dan 6 MSA.
Persen Mortalitas = Asystasia yang mati
Asystasia yang disemprot
x 100%
Nilai Jumlah Dominasi
Perhitungan nilai jumlah dominasi (NJD) dilakukan sebelum aplikasi, 3
dan 6 MSA. Dihitung berdasarkan populasi Asystasia dan jenis gulma lainnya
hasil identifikasi dan dihitung nilai jumlah dominasi.
NJD=
2 KN + FN
Keterangan
KN = kerapatan nisbi, diperoleh dengan membagikan Kerapatan Mutlak terhadap
jumlah beberapa species yang dominan dikali 100%
FN = Frekwensi Nisbi, diperoleh dengan membagikan Frekwensi Nisbi mutlak
terhadap jumlah Nilai Frekwensi Mutlak beberapa jenis spesies yang
Jumlah Asystasia Tumbuh Secara Periodik
Perhitungan Asystasia yang tumbuh secara periodik dapat dihitung dengan
cara hitung jumlah bibit muda yang tumbuh di petak pengamatan. Pengamatan
dilakukan 1 MSA, 3 MSA, 5 MSA.
Jumlah Buah
Jumlah buah Asystasia yang dihasilkan pasca aplikasi herbisida dihitung
dari populasi Asystasia pada setiap petak contoh. Untuk menghindarkan pecahnya
buah sebelum dipanen maka panen dilakukan saat buah masih hijau karena
pengamatan jumlah buah ini dilaksanakan untuk melihat produksi buah Asystasia
setelah aplikasi herbisida. Pemanenan buah dilakukan sekali seminggu sampai
1 bulan pertama setelah aplikasi.
Bobot Kering
Bobot kering Asystasia dari setiap petak contoh diukur adalah yang masih
bertahan hidup setelah aplikasi. Cara pengambilannya adalah dengan memotong
pada bagian pangkal batang bagian atas, kemudian dimasukkan ke dalam amplop
dan dikeringkan ke dalam oven dengan suhu 700 C sampai beratnya konstan lalu
ditimbang. Bobot kering diukur 6 MSA.
Asystasia dipotong dari petak contoh yang berukuran 1 m x 1 m sebanyak
2 petak contoh per perlakuan.
Seed bank
Seed bank yang berkecambah diamati 1 minggu setelah sampel tanah
ditabur di polibeg. Pengamatan dilakukan 1 x 2 hari sampai 4 minggu dengan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Mortalitas Asystasia
Hasil pengamatan rataan mortalitas Asystasia pada 3 MSA dan 6 MSA
ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Rataan mortalitas Asystasia pada pengamatan 3 MSA dan 6 MSA .
Pengendalian 3 MSA 6 MSA
---%---
Kontrol (T1) 0a 0a
Parakuat 138 g b.a/ha (T2) 50.46b 50.46b Parakuat 276 g b.a/ha (T3) 89.85e 89.85d Parakuat 552 g b.a/ha (T4) 97.42f 97.42e Glifosat 243 g b.a/ha (T5) 66.45c 66.45c Glifosat 485 g b.a/ha (T6) 74.62d 92.18de Glifosat 972 b.a/ha (T7) 85.95e 97.68ef 2,4-D 432,5 g b.a/ha (T8) 100f 100f 2,4-D 865 g b.a/ha (T9) 100f 100f
2,4-D 1730 g b.a/ha (T10) 100f 100f
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf uji £= 0,05
Tabel 1 menunjukkan bahwa pada pengamatan mortalitas 6 MSA yang
tertinggi 100 % terdapat pada pengendalian T8, T9, T10 yang tidak berbeda nyata
terhadap pengendalian T7 tetapi berbeda nyata terhadap pengendalian lainnya.
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa persentase pengendalian terendah yakni
pada pengendalian T2 sebesar 50,46 % dan berbeda nyata terhadap perlakuan
lainnya.
Sidik ragam mortalitas Asystasia pada pengamatan 3 MSA ditampilkan
herbisida berpengaruh nyata terhadap mortalitas Asystasia. Pengendalian
herbisida parakuat dengan seluruh pengendalian herbisida lainnya berpengaruh
nyata terhadap mortalitas Asystasia. Pengendalian herbisida glifosat dengan
herbisida 2,4-D berpengaruh nyata terhadap mortalitas Asystasia.
Sidik ragam mortalitas Asystasia pada pengamatan 6 MSA ditampilkan
pada Lampiran 2. Uji kontras antara kontrol dengan pengendalian herbisida
lainnya berpengaruh nyata terhadap mortalitas Asystasia. Perlakuan herbisida
parakuat dengan pengendalian herbisida lainnya berpengaruh nyata terhadap
mortalitas Asystasia. Pengendalian herbisida glifosat dengan pengendalian
herbisida 2,4-D berpengaruh nyata terhadap mortalitas Asystasia.
Dari data di atas dapat dilihat bahwa persentase mortalitas yang paling
tinggi pada 6 MSA adalah pengendalian herbisida 2,4-D mencapai 100 %. Kita
ketahui sendiri herbisida 2,4-D merupakan herbisida sistemik selektif terhadap
gulma yang berdaun lebar sehingga herbisida ini sangat efektif terhadap
pengendalian Asystasia. Ini sesuai dengan
(2008) menyatakan 2,4-D
adalah herbisida sistemik yang digunakan untuk mengendalikan gulma berdaun
lebar.
Persentase mortalitas terendah diperoleh dari pengendalian dengan
herbisida parakuat mencapai 50.46 %. Ini dikarenakan parakuat merupakan jenis
herbisida kontak sehingga hanya dapat mematikan Asystasia yang terkena
langsung dengan herbisida dan tidak adanya translokasi ke jaringan tanaman hal
kontak yang hanya membunuh bagian yang terkena langsung dengan larutan
herbisida, paraquat tidak ditranslokasikan ke titik tumbuh. Parakuat bekerja pada
kloroplas. Parakuat secara cepat menuju sistem biokimia yang dikenal sebagai
fotosistem 1. Ion parakuat bereaksi dengan elektron fotosistem I untuk
membentuk oksigen radikal bebas. Hasil dari perubahan kimia ini, membran
dihancurkan, dan menyebabkan isi sel pecah. Proses ini sangat cepat sehingga
tidak ada translokasi ke tubuh tanaman. Hal ini didukung oleh
http://www.paraquat.com/AboutParaquat
Diantara pengendalian parakuat persentase mortalitas paling tinggi
diperoleh pada konsentrasi 552 g b.a/ha mencapai 97,42 %. Ini disebabkan
semakin tinggi konsentrasi yang digunakan maka daya bunuh herbisida semakin
tinggi juga pertambahan konsentrasi herbisida dapat mengakibatkan kerja dari
herbisida menjadi dua kali lipat. Hal ini didukung oleh
Setyowati (2005) menyatakan semakin tinggi konsentrasi herbisida yang
diberikan semakin meningkat penekanannya terhadap gulma.
(2009) yang menyatakan parakuat
bekerja pada kloroplas dari tumbuhan hijau dan secara cepat menuju sistem
biokimia yang dikenal sebagai fotosistem I.
Nilai Jumlah Dominasi
Nilai jumlah dominasi (NJD) 0 MSA ditampilkan pada Lampiran 3. Nilai
jumlah dominasi pada 3 MSA ditampilkan pada Lampiran 3 dan nilai jumlah
Tabel 2 Rataan nilai jumlah dominasi pada pengamatan 0 MSA, 3 MSA, 6 MSA.
Tabel 2 menunjukkan bahwa sebelum aplikasi Asytasia mendominasi areal
pengamatan 53,3 %, setelah 3 MSA nilai jumlah dominasi Asystasia menurun
menjadi 50.5 %, tetapi meningkat lagi pada 6 MSA sebesar 53,92 %.
Nilai jumlah dominasi tidak terlalu berbeda, ini dapat dikarenakan adanya
perbedaan konsentrasi untuk masing-masing herbisida sehingga perbedaan
konsentrasi ini mengakibatkan herbisida itu sendiri tidak selektif dan
menyebabkan kematian untuk gulma lainnya bukan hanya Asystasia. Hal ini
mengakibatkan tidak adanya pergeseran nilai jumlah dominasi, Asystasia tetap
mendominasi areal penelitian. Hal ini didukung oleh Sukman (1995) menyatakan
suatu herbisida pada dosis/konsentrasi tertentu dapat bersifat selektif, tetapi bila
dikarenakan adanya konsentrasi yang diturunkan dan dinaikkan dari konsentrasi
anjuran sehingga gulma yang dikendalikan tidak hanya Asystasia saja tetapi
gulma yang lainnya juga dikendalikan. Hal ini sesuai dengan Noor (1997) yang
menyatakan penggunaan herbisida untuk mengendalikan gulma harus dilakukan
secara hati-hati dengan memenuhi 6 tepat, yaitu : tepat mutu, tepat sasaran, tepat
takaran, tepat konsentrasi dan tepat cara aplikasi.
Asystasia Yang Tumbuh Secara Periodik
Hasil pengamatan rataan Asystasia yang tumbuh secara periodik pada 1, 3,
dan 5 MSA ditampilkan pada Tabel 3.
Tabel 3 Rataan Asystasia yang tumbuh secara periodik pada pengamatan 1, 3, dan 5 MSA. Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom
yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf uji £= 0,05
Tabel 3 menunjukkan bahwa pada pengamatan Asystasia yang tumbuh
secara periodik pada 5 MSA yang tertinggi 88,57 % terdapat pada T1 yang tidak
berbeda nyata dengan pengendalian T2 dan T5, tetapi berbeda nyata dengan
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa persentase rataan Asystasia yang tumbuh
secara periodik terendah 5,34 % sampai dengan 21.06 % yakni pada
pengendalian T10, T4, T6, T7, T8, T9 tetapi berbeda nyata dengan pengendalian
lainnya.
Sidik ragam Asystasia yang tumbuh secara periodik pada pengamatan
1 MSA ditampilkan pada Lampiran 5. Uji kontras antara kontrol dengan seluruh
pengendalian herbisida berpengaruh nyata terhadap Asystasia yang tumbuh secara
periodik. Pengendalian herbisida parakuat dengan seluruh pengendalian herbisida
lainnya berpengaruh tidak nyata terhadap Asystasia yang tumbuh secara periodik.
Pengendalian herbisida glifosat dengan herbisida 2,4-D berpengaruh nyata
terhadap Asystasia yang tumbuh secara periodik.
Sidik ragam Asystasia yang tumbuh secara periodik pada pengamatan
3 MSA ditampilkan pada Lampiran 6. Uji kontras antara kontrol dengan seluruh
pengendalian herbisida berpengaruh nyata terhadap Asystasia yang tumbuh secara
periodik. Pengendalian herbisida parakuat dengan seluruh pengendalian herbisida
lainnya berpengaruh tidak nyata terhadap Asystasia yang tumbuh secara periodik.
Pengendalian herbisida glifosat dengan herbisida 2,4-D berpengaruh nyata
terhadap Asystasia yang tumbuh secara periodik.
Sidik ragam Asystasia yang tumbuh secara periodik pada pengamatan
5 MSA ditampilkan pada Lampiran 7. Uji kontras antara kontrol dengan
pengendalian herbisida lainnya berpengaruh nyata terhadap Asystasia yang
tumbuh secara periodik. Perlakuan herbisida parakuat dengan pengendalian
periodik. Pengendalian herbisida glifosat dengan pengendalian herbisida 2,4-D
berpengaruh nyata terhadap Asystasia yang tumbuh secara periodik.
Dari seluruh pengendalian pertumbuhan herbisida terendah diperoleh pada
pengendalian heribisida 2,4-D 5,34 % , karena 2-4-D merupakan jenis herbisida
sistemik yang akumulasi dari herbisida terjadi pada daerah meristematik dari
batang dan akar sehingga menyebabkan kematian Asystasia sampai ke akar dan
menghambat pertumbuhan Asystasia selanjutnya. Hal ini sesuai dengan
(2006) yang
menyatakan akumulasi dari herbisida 2,4-D terjadi pada daerah meristematik dari
batang ke akar.
Diantara pengendalian herbisida, pertumbuhan Asystasia paling tinggi
diperoleh pada kontrol dimana pada kontrol ini tidak ada pengendalian sehingga
pertumbuhan dari Asystasia itu sendiri tidak terganggu. Pertumbuhan Asystasia
yang paling tinggi diantara pengendalian herbisida adalah pada pengendalian
herbisida parakuat 138 g b.a/ha mencapai 62.98 %. Herbisida parakuat merupakan
jenis herbisida kontak yang hanya mematikan bagian dari tumbuhan yang terkena
langsung dengan herbisida maka akar tumbuhan yang berada dalam tanah tidak
mati dan tidak mengganggu pertumbuhan Asystasia berikutnya. Hal ini sesuai
dengan literatur (2009) yang
menyatakan bahwa parakuat bekerja pada kloroplas dari tumbuhan hijau.
Di antara herbisida parakuat konsentrasi yang paling rendah ini yang mengalami
pertumbuhan Asystasia paling tinggi karena konsentrasi mengakibatkan
penekanan yang rendah pula.
mampu mencapai tempat – tempat aktivitas metabolisme sehingga pertumbuhan
gulma tertekan.
Gambar 1. Hubungan Asystasia yang tumbuh secara periodik dengan pengendalian herbisida pada 1, 3, dan 5 MSA.
Gambar 1 menunjukkan bahwa persentase Asystasia yang tumbuh secara
periodik pada 1 MSA, 2 MSA, 3 MSA yang tertinggi pada tanpa pengendalian
(T1) dan paling rendah pada pengendalian 2,4-D 1730 g b.a/ha (T10).
Jumlah Buah Asystasia
Hasil pengamatan rataan mortalitas Asystasia pada 1, 2, 3, 4 MSA di
Tabel 4 Rataan jumlah buah*) Asystasia pada pengamatan1, 2, 3, 4 MSA (%). Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom
yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf uji £= 0,05
*) Data setelah ditransformasikan dengan √x+0,5
Tabel 4 menunjukkan bahwa pada pengamatan jumlah buah 4 MSA yang
tertinggi adalah pada T1 sebesar 86.54 % yang tidak berbeda nyata dengan
pengendalian T3, tetapi berbeda nyata dengan pengendalian lainnya.
Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa persentase jumlah buah terendah 0 yakni
pada pengendalian T4, T6, T7, T8, T9, T10 dan berbeda nyata dengan
pengendalian lainnya.
Sidik ragam jumlah buah Asystasia pada pengamatan 1 MSA ditampilkan
pada Lampiran 8. Uji kontras antara kontrol dengan seluruh pengendalian
herbisida berpengaruh nyata terhadap jumlah buah Asystasia. Pengendalian
herbisida parakuat dengan seluruh pengendalian herbisida lainnya berpengaruh
tidak nyata terhadap jumlah buah Asystasia. Pengendalian herbisida glifosat
dengan herbisida 2,4 D berpengaruh nyata terhadap jumlah buah Asystasia.
Sidik ragam jumlah buah Asystasia pada pengamatan 2 MSA ditampilkan
lainnya berpengaruh nyata terhadap jumlah buah Asystasia. Pengendalian
herbisida parakuat dengan pengendalian herbisida lainnya berpengaruh tidak
nyata terhadap jumlah buah Asystasia. Pengendalian herbisida glifosat dengan
perlakuan herbisida 2,4 D berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah buah
Asystasia.
Sidik ragam jumlah buah Asystasia pada pengamatan 3 MSA ditampilkan
pada Lampiran 10. Uji kontras antara kontrol dengan pengendalian herbisida
lainnya berpengaruh nyata terhadap jumlah buah Asystasia. Pengendalian
herbisida parakuat dengan pengendalian herbisida lainnya berpengaruh tidak
nyata terhadap jumlah buah Asystasia. Pengendalian herbisida glifosat dengan
pengendalian herbisida 2,4 D berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah buah
Asystasia.
Sidik ragam jumlah buah Asystasia pada pengamatan 4 MSA ditampilkan
pada Lampiran 11. Uji kontras antara kontrol dengan pengendalian herbisida
lainnya berpengaruh nyata terhadap jumlah buah Asystasia. Pengendalian
herbisida parakuat dengan pengendalian herbisida lainnya berpengaruh nyata
terhadap jumlah buah Asystasia. Pengendalian herbisida glifosat dengan
pengendalian herbisida 2,4 D berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah buah
Asystasia.
Jumlah buah paling rendah 0 % pada pengendalian herbisida glifosat 485 g
b.a/ha, glifosat 485 g b.a/ha, 2,4-D 432,5 g b.a/ha, 2,4-D 865 g b.a, dan 2,4-D
1730 g b.a. Ini dikarenakan karena herbisida ini merupakan herbisida sistemik
tanaman selanjutnya terganggu dan akhirnya pembentukan biji juga terganggu.
Hal ini sesuai dengan Lang (2005) yang menyatakan bahwa glifosat bekerja
menghambat metabolisme tanaman dan beberapa hari setelah penyemprotan,
tumbuhan menjadi layu, kuning dan meninggal. Herbisida yang bergerak dari
permukaan dan di translokasikan dapat menghambat aktivitas dari enzim yang
penting bagi sintesa dari asam amino. Dimana asam amino ini sangat penting
sebagai penghubung metabolisme primer dan sekunder. Sehingga apabila
herbisida ini telah ditranlokasikan ke sel tumbuhan maka proses metabolisme juga
terhambat termasuk pembentukan biji. Hal ini didukung oleh
(2001) yang
menyatakan bahwa asam amino penting pada sintesa dari protein penghubung
metabolisme primer dan sekunder.
Jumlah buah paling tinggi diperoleh pada kontrol karena pada kontrol
tidak ada pengendalian sehingga tidak mengganggu pertumbuhan Asystasia. Jadi
diantara pengendalian herbisida jumlah buah paling tinggi pada herbisida parakuat
276 g b.a/ha yakni 29.84 %, dikarenakan parakuat ini merupakan herbisida kontak
sehingga bagian tanaman yang tidak terkena herbisida ini dapat tumbuh kembali
dan menghasilkan biji. Hal ini sesuai dengan Moenandir (1993) yang menyatakan
herbisida kontak merusak bagian tumbuhan yang terkena langsung dan tidak
ditranslokasikan ke bagian lain. Hal ini juga didukung oleh Sebayang (2005) yang
menyatakan bahwa herbisida kontak mengendalikan gulma dengan membunuh
jaringan tanaman melalui kontak langsung dengan herbisida yang umumnya
diaplikasikan melalui daun atau batang karena herbisida ini hanya mempengaruhi
Gambar 2. Grafik hubungan jumlah buah Asystasia dengan pengendalian herbisida pada 1, 2, 3, dan 4 MSA.
Gambar 1 menunjukkan bahwa persentase jumlah buah Asystasia pada
1 MSA, 2 MSA, 3 MSA, 4 MSA yang tertinggi pada tanpa pengendalian (T1) dan
paling rendah pada pengendalian 2,4-D 1730 g b.a/ga (T10).
Bobot Kering Asystasia
Hasil pengamatan rataan bobot kering Asystasia 6 MSA di tampilkan pada
Tabel 5.
Tabel 5 Rataan bobot kering Asystasia pada pengamatan 6 MSA .
Pengendalian 6 MSA
---g---
Kontrol (T1) 132.32a
Parakuat 138 g b.a/ha(T2) 103.55ab Parakuat 276 g b.a/ha(T3) 53.15bc Parakuat 552 g b.a/ha(T4) 54.40bc Glifosat 243 g b.a/ha(T5) 57.03bc Glifosat 485 g b.a/ha(T6) 39.47cd Glifosat 972 b.a/ha(T7) 33.87cd 2,4-D 432,5 g b.a/ha(T8) 22.42cd 2,4-D 865 g b.a/ha(T9) 3.03d 2,4-D 1730 g b.a/ha(T10) 0.68d
Tabel 5 menunjukkan bahwa pada pengamatan rataan bobot kering 6 MSA
yang tertinggi 132,32 g terdapat pada T1 sebesar yang tidak berbeda nyata dengan
pengendalian T2 tetapi berbeda nyata dengan pengendalian lainnya.
Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa bobot kering terendah 0,68 g sampai
dengan 3,03 g terdapat pada pengendalian T9 dan T10 dan tidak berbeda nyata
dengan pengendalian T6, T7, T8, T9 tetapi berbeda nyata dengan pengendalian
lainnya.
Sidik ragam bobot kering Asystasia pada pengamatan 6 MSA ditampilkan
pada Lampiran 12. Uji kontras antara kontrol dengan seluruh pengendalian
herbisida berpengaruh nyata terhadap bobot kering Asystasia. Pengendalian
herbisida parakuat dengan seluruh pengendalian herbisida lainnya berpengaruh
nyata terhadap bobot kering Asystasia. Pengendalian herbisida glifosat dengan
herbisida 2,4 D berpengaruh nyata terhadap bobot kering Asystasia.
Dari data diperoleh bahwa bonot kering bobot kering terendah 3,03 g
sampai dengan 0,68 g terdapat pada pengendalian T9 dan T 10. Hal ini di
karenakan 2-4-D merupakan jenis herbisida sistemik yang akumulasi dari
herbisida terjadi pada daerah meristematik dari batang dan akar sehingga
menyebabkan kematian Asystasia sampai ke akar dan menghambat pertumbuhan
Asystasia selanjutnya. Hal ini sesuai dengan
(2006) yang
menyatakan akumulasi dari herbisida 2,4-D terjadi pada daerah meristematik dari
batang ke akar.
Bobot kering tertinggi diperoleh pada kontrol dikarenakan tidak adanya
tertinggi diantara pengendalian herbisida diperoleh pada parakuat 138 g b.a/ha
yaitu 103.55 g. Ini dapat dikarenakan bahwa herbisida parakuat merupakan
herbisida kontak yang hanya mematikan bagian tumbuhan yang terkena langsung
dengan herbisida sehingga bagian tanaman yang di dalam tanah seperti akar tidak
mati. Ini dapat menyebabkan tumbuhan dapat tumbuh dan berkembang kembali.
Ini sesuai dengan literatur Fadhly (2007) yang menyatakan bahwa Parakuat
merupakan herbisida kontak dan menjadi tidak aktif bila bersentuhan dengan
tanah. Parakuat tidak ditranslokasikan ke titik tumbuh, residunya tidak tertimbun
dalam tanah, dan tidak diserap oleh akar tanaman.
Seed Bank
a. Perkecambahan Seed bank pada kedalaman 0 – 10 cm
Hasil pengamatan rataan perkecambahan seed bank pada kedalaman 0 – 10
Tabel 6 Rataan total kecambah “seed bank” (0 – 10 cm) pada setiap pengendalian herbisida.
Pengendalian Jenis Gulma
A B C D E F G H
---%--- Kontrol (T1)
Parakuat 138 gb.a/ha(T2) Parakuat 276 g b.a/ha(T3) Parakuat 552 g b.a/ha(T4) Glifosat 243 g b.a/ha(T5) Glifosat 485 g b.a/ha(T6) Glifosat 972 b.a/ha(T7) 2,4-D 432,5 g b.a/ha(T8) 2,4-D 865 g b.a/ha(T9) 2,4-D 1730 g b.a/ha(T10)
69.83
Tabel 6 menunjukkan bahwa persentase kecambah seed bank yang
tertinggi di setiap perlakuan herbisida pada kedalaman 0 – 10 cm Asystasia dan
O. nodosa
Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa persentase kecambah seed bank yang
terendah pada kedalaman 0-10 cm adalah M. pudica.
Dari data dapat dilihat bahwa jumlah perkecambahan seed bank tidak
dipengaruhi oleh masing-masing pengendalian herbisida. Hal ini dikarenakan
parakuat merupakan jenis herbisida yang tidak terikat dan tidak residu di dalam
tanah sehigga seed bank yang berada di dalam tanah tidak terganggu .Hal ini
sesuai dengan Fadhly (2007) yang menyatakan paraquat merupakan herbisida
kontak dan menjadi tidak aktif bila bersentuhan dengan tanah. Parakuat tidak
ditranslokasikan ke titik tumbuh, residunya tidak tertimbun dalam tanah, dan tidak
terdegradasi oleh mikroorganisme seperti Agrobacterium radiobacter di dalam
tanah sehingga herbisida ini tidak sempat diserap oleh biji yang di dalam tanah
sehingga seed bank tidak terganggu. Hal ini juga dapat dikarenakan glifosat yang
terbawa oleh air infiltrasi ke luar kolom tanah terdegradasi oleh mikroorganisme
yang masuk lewat udara bebas. Ini sesuai dengan pernyataan Wardoyo (2006)
bahwa glifosat yang bebas di dalam larutan tanah terdegradasi oleh bakteri
Agrobacterium radiobacter di dalam larutan tanah. Glifosat yang terbawa air
infiltrasi akan langsung berhubungan dengan udara bebas dan sinar matahari,
sehingga glifosat terdegradasi oleh mikroorganisme yang masuk lewat udara dan
mikroorganisme yang terbawa oleh air. Demikian juga herbisida 2,4- D
merupakan herbisida yang mudah dirombak oleh mikroba di dalam tanah
sehingga tidak menggangu seed bank yang ada di dalam tanah. Sesuai dengan
pernyataan
(2008) yang menyatakan 2,4- D lebih mudah dirombak di dalam tanah
dibandingkan dengan 2,4,5- T.
b. Perkecambahan Seed bank pada kedalaman 0 – 2 cm
Hasil pengamatan rataan perkecambahan seed bank pada kedalaman 0 – 2 cm
Tabel 7 Rataan total kecambah “seed bank” (0 – 2 cm) pada setiap pengendalian herbisida.
Pengendalian Jenis Gulma
A B C D E F G H
--- %--- Kontrol (T1)
Parakuat 138 gb.a/ha(T2) Parakuat 276 g b.a/ha(T3) Parakuat 552 g b.a/ha(T4) Glifosat 243 g b.a/ha(T5) Glifosat 485 g b.a/ha(T6) Glifosat 972 b.a/ha(T7) 2,4-D 432,5 g b.a/ha(T8) 2,4-D 865 g b.a/ha(T9) 2,4-D 1730 g b.a/ha(T10)
49.08
Tabel 7 menunjukkan bahwa persentase kecambah seed bank yang
tertinggi di setiap perlakuan herbisida pada kedalaman 0 – 2 cm Asystasia.
Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa persentase kecambah seed bank yang
terendah pada kedalaman 0 – 2 cm E. valerianifolia
c. Perkecambahan Seed bank pada kedalaman 3 – 5 cm
Hasil pengamatan rataan perkecambahan seed bank pada kedalaman 3 – 5
Tabel 8 Rataan total kecambah Seed bank (3 – 5 cm) pada setiap perlakuan herbisida (%)
Pengendalian Jenis Gulma
A B C D E F G H
--- %--- Kontrol (T1)
Parakuat 138 gb.a/ha(T2) Parakuat 276 g b.a/ha(T3) Parakuat 552 g b.a/ha(T4) Glifosat 243 g b.a/ha(T5) Glifosat 485 g b.a/ha(T6) Glifosat 972 b.a/ha(T7) 2,4-D 432,5 g b.a/ha(T8) 2,4-D 865 g b.a/ha(T9) 2,4-D 1730 g b.a/ha(T10)
50
Tabel 8 menunjukkan bahwa persentase kecambah seed bank yang
tertinggi di setiap perlakuan herbisida pada kedalaman 3 – 5 cm Asystasia.
Pada Tabel 8. Dapat dilihat bahwa persentase kecambah seed bank yang
terendah pada kedalaman 3 – 5 cm M. pudica
d. Perkecambahan Seed bank pada kedalaman 6 – 10 cm
Hasil pengamatan rataan perkecambahan seed bank pada kedalaman
Tabel 9 Rataan total kecambah “seed bank” (6 – 10 cm) pada setiap pengedalian herbisida (%).
Pengendalian Jenis Gulma
A B C D E F G H
--- %--- Kontrol (T1)
Parakuat 138 gb.a/ha(T2) Parakuat 276 g b.a/ha(T3) Parakuat 552 g b.a/ha(T4) Glifosat 243 g b.a/ha(T5) Glifosat 485 g b.a/ha(T6) Glifosat 972 b.a/ha(T7) 2,4-D 432,5 g b.a/ha(T8) 2,4-D 865 g b.a/ha(T9) 2,4-D 1730 g b.a/ha(T10)
95.04
Tabel 9 menunjukkan bahwa kecambah seed bank yang setiap perlakuan
herbisida pada kedalaman 6 – 10 cm Asystasia dan O. nodosa.
Dari data diperoleh bahwa jenis gulma yang berkecambah pada tanah yang
diambil pada kedalaman 0-2 cm lebih banyak dibanding pada kedalaman 3-5cm,
dan 6-10 cm. Ini dikarenakan karena lebih banyaknya biji gulma yang jatuh pada
permukaan tanah dan biji gulma tersebut hanya berada pada permukaan tersebut
karena kita ketahui sendiri bahwa di perkebunan tidak di lakukan pengolahan
tanah dalam waktu yang lama. Pada tanah yang diambil pada kedalaman 3-5 cm
dan 6-10 cm seed bank masih dapat berkecambah, ini dapat dikarenakan selama
didalam tanah biji gulma dapat tersimpan dan bertahan hidup selama puluhan
tahun dalam kondisi dorman, dan akan berkecambah ketika kondisi lingkungan
mematahkan dormansi itu. Hal ini sesuai dengan
bila terangkat ke atas permukaan tanah dan memperoleh peningkatan temperatur
tanah dan kualitas cahaya maka dapat mematahkan dormansi gulma sehingga
gulma yang muncul lebih banyak.
Gulma yang mendominasi pada kedalaman 0-2 cm, 3-5 cm, dan 6-10 cm
adalah Asystasia. Ini dikarenakan Asystasia merupakan jenis gulma yang tumbuh
cepat dan mudah berkembang biak. Asystasia menghasilkan biji yang banyak
dengan viabilitas yang sangat tinggi dan biji tersebut dapat bertahan lama di
dalam tanah. Ini sesuai dengan pernyat
bahwa Asystasia merupakan rumput liar yang menghasilkan biji sangat baik
dengan viabilitas dapat mencapai 85 %, yang dapat bertahan sampai 8 bulan di
dalam tanah.
Dari data diperoleh bahwa biji Asystasia banyak berada di dalam tanah,
bahkan pada kedalaman 6 sampai dengan 10 cm masih terdapat biji Asystasia. Biji
yang berada di dalam tanah ini merupakan biji yang berasal dari tanaman
induknya pada waktu atau tahun – tahun sebelumnya. Biji gulma di dalam tanah
ini juga perlu di perhatikan dalam hal pengelolaan gulma seperti dengan
penggunaan jenis herbisida yang aktif di dalam tanah sehingga dapat
mengendalikan biji gulma yang berada di dalam tanah. Selain itu dapat juga
dilakukan pencegahan terbentuknya biji gulma seperti penyemprotan herbisida
pada saat awal fase generatife sehingga biji gulma tidak terbentuk dan berikutnya
tidak menjadi seed bank. Hal ini sesuai dengan Sastroutomo (1990) yang
menyatakan pada umumnya biji-biji yang berada pada lapisan olah (sampai