• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK YANG MENYALAHGUNAKAN NARKOTIKA SEBAGAI PENGGUNA (Studi Putusan No.313/PID/B(A)/2012/PN.TK)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK YANG MENYALAHGUNAKAN NARKOTIKA SEBAGAI PENGGUNA (Studi Putusan No.313/PID/B(A)/2012/PN.TK)"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Penyalahgunaan narkotika oleh anak saat ini menjadi perhatian banyak orang dan terus menerus dibicarakan dan dipublikasikan. Bahkan, masalah penyalahgunaan narkotika menjadi perhatian berbagai kalangan. Hampir semuanya mengingatkan sekaligus menginginkan agar masyarakat Indonesia, terutama anak-anak untuk tidak sekali-kali mencoba dan mengkonsumsi narkotika. Selain itu dapat menerapkan sanksi pidana tehadap anak digunakan beberapa pertimbangan, seperti kemampuan anak mempertanggungjawabkan perbuatannya, juga dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, bahwa batas umur anak yang diajukan ke sidang anak adalah sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun (delapan belas) tahun dan belum menikah. Adapun permasalahan yang akan dibahas adalah : (a)Bagaimanakah pertanggungjawaban Pidana Anak yang menyalahgunakan narkotika sebagai pengguna (Studi Putusan Nomor 313/pid/b(a)/2012/PN.TK)? (b)Apakah dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana anak yang menyalahgunakan narkotika sebagai pengguna (Studi Putusan Nomor 313/pid/b(a)/2012/PN.TK)?

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Data yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder. Penentuan sampel menggunakan metode purposive sampling, setelah data terkumpul, maka diolah dengan cara editing dan sistematisasi. Selanjutnya dilakukan analisis dengan menggunakan analisis kualitatif. Artinya menguraikan data yang telah diolah secara rinci kedalam bentuk kalimat-kalimat (deskriptif).

(2)

hubungan batin antara si pembuat dengan perbuatannya, yang berupa kesengajaan

(dolus) dan memenuhi unsur-unsur dari Pasal 127 ayat (1) huruf a

Undang-Undang RI 35 Tahun 2009 tentang narkotika, hakim dalam memberikan putusan tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh anak khususnya kepada terdakwa Andri Agustiawan Als Cuplis Bin Ngadimin Bin Kadini adalah terbuktinya semua unsur-unsur delik yang didakwakan berdasarkan pembuktian fakta-fakta yang terungkap di persidangan yang didapat dari alat bukti, sehingga terdakwa telah memiliki, menyimpan, dan mengkonsumsi Narkotika jenis Sabu-sabu Golongan I terhadap diri sendiri dan menjatuhkan penahanan kota pengurungan hukumannya seperlima dari jumlah lamanya waktu penahanan selama 7 (tujuh) bulan dan subsidair 4 (bulan) 20 (dua puluh) hari penjara, Menurut Pasal 183 KUHAP adalah hakim membuat pertimbangan-pertimbangan. Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang lebih banyak menggunakan pertimbangan yang bersifat yuridis dan menurut Pasal 184 Hakim meminta alat bukti yang sah, yaitu dari keterangan sanksi-sanksi, dan barang bukti berupa Sabu-sabu seberat 0,2329 gram dan 1 unit hanphone merk nokia tipe 1208 warna hitam.

(3)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyalahgunaan narkotika oleh anak saat ini menjadi perhatian banyak orang

dan terus menerus dibicarakan dan dipublikasikan. Bahkan, masalah

penyalahgunaan narkotika menjadi perhatian berbagai kalangan. Hampir

semuanya mengingatkan sekaligus menginginkan agar masyarakat Indonesia,

terutama anak-anak untuk tidak sekali-kali mencoba dan mengkonsumsi

narkotika. Fakta yang disanksikan hampir disetiap hari baik melalui media

cetak maupun elektronik, ternyata peredaran narkotika telah merebak

kemana-mana tanpa pandang usia, terutama di antara generasi penerus bangsa

dalam pembangunan Negara di masa mendatang.

Narkotika saat ini telah disalahgunakan untuk dikonsumsi, diedarkan, dan

diperdagangkan tanpa izin dari pihak berwenang. Hal ini dilakukan oleh

pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dengan tujuan memperoleh

keuntungan ekonomi. Penyalahgunaan narkotika pada saat ini telah masuk

dalam keadaan yang membahayakan, karena pelaku penyalahgunaan

narkotika atau mengkonsumsi narkotika berasal dari golongan anak-anak atau

(4)

atau terus bertambah pada tiap tahunnya, yang membuktikan bahwa anak

merupakan sasaran peredaran narkotika.

Penyalahgunaan narkotika belakangan ini banyak dilakukan oleh anak-anak.

Usia anak-anak merupakan “sasaran empuk” dan wilayah yang paling rawan

terhadap penyalagunaan narkotika, karena masa anak-anak merupakan masa

pencarian identitas diri, saat dimana anak-anak mulai muncul rasa penasaran,

ingin mengetahui serta ingin mencoba berbagai hal baru dan bahkan resiko

tinggi, oleh karenanya, sangat mungkin jika semakin hari semakin bertambah

jumlah tindak pidana kejahatan narkotika untuk pengedar dan pemakai

dikalangan anak-anak.

Penerapan sanksi pidana bagi anak yang melakukan tindak pidana narkotika

berbeda dengan orang dewasa. Perhitungan pidana yang dijatuhkan kepada

anak-anak adalah 1/2 dari maksimum ancaman pidana bagi orang dewasa,

karena anak dipandang belum mampu mempertanggungjawabkan

perbuatannya secara sepenuhnya. Selain itu, dalam proses penegakan hukum

terhadap anak, digunakan beberapa pertimbangan dalam menjatuhkan sanksi

pidana tersebut. Teori pertanggungjawaban pidana1 menjalaskan bahwa pertanggungjawaban pidana ditentukan berdasarkan pada kesalahan pembuat

(liability based on fault), dan bukan hanya dengan dipenuhinya seluruh unsur

suatu tindakan pidana. Sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak bahwa batas umur anak-anak

yang dijatuhkan ke sidang anak, adalah sekurang-kurangnya 8 (delapan)

1

(5)

tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum

pernah menikah.

Peraturan perundang-undangan yang mendukung upaya pemberantasan

tindak pidana narkotika sangat diperlukan, apalagi tindak pidana narkotika

merupakan salah satu bentuk kejahatan inkonvensional yang dilakukan secara

sistematis, menggunakan modus operadi yang tinggi dan teknologi canggih

serta dilakukan secara terorganisir dan sudah bersifat transnasional.

Pemerintah telah menaruh perhatian yang sangat besar dan serius untuk

menanggulangi penyalagunaan narkotika, dan bahan-bahan adiktif lainnya,

khususnya dikalangan pelajar dan remaja. Dari kalangan tertentu seperti

Badan Narkotika Nasional (BNN)2 tidak bosan mengadakan seminar, symposium, lokakarya, dan sebagainya, untuk mendapatkan masukan guna

menunjang usaha dan upaya pemerintah ini. Peranan masyarakat, keluarga,

sekolah, dan juga lingkungan sekitar sangat penting guna menunjang dan

mencegah bahaya penyalahgunaan obat-obatan tersebut, terutama narkotika.

Bahaya penyalahgunaan narkotika bagi anak-anak dan remaja adalah dapat

mengakibatkan pada kelambatan berfikir, sehingga harapan dalam pencapaian

pembangunan nasional dapat terganggu. Selain itu, bahaya dari

penyalahgunaan narkotika dapat merusak sel-sel saraf otak, menimbulkan

ketergantungan, dan dapat mengakibatkan kematian bagi pemakainya.

Ketergantungan terhadap narkotika pada mulanya hanya berupa keinginan

2

(6)

untuk mencoba, karena narkotika tersebut dapat membuat pemakainya

beralusianasi seolah-olah dapat melupakan masalah dan berada pada dunia

yang indah, jika faktor kesempatan untuk mendapatkan narkotika sangat

mudah dari pengedar, maka dapat mengakibatkan korban akan semakin

bertambah.

Salah satu contoh korban dari penyalagunaan atau pemakai narkotika yang

masih dalam kategori anak adalah Andri Agustiawan Als Cuplis Bin

Ngadimin yang masih berumur 15 Tahun. Andri Agustiawan Als Cuplis Bin

Ngadimin berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor

313/PID.A/2012/pn.tk. dituntut oleh Hakim telah melakukan tindak pidana

sebagaimana diatur dalam Pasal 127 ayat (1) huruf a UUD Nomor 35 Tahun

2009 tentang Menyalahgunakan Narkotika bagi diri sendiri.

Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor

313/PID.A/2012/pn.tk. Andri Agustiawan Als Cuplis Bin Ngadimin oleh

hakim dinyatakan bersalah dan terbuktik secara sah dan menyakinkan

bersalah melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika golongan I bagi

diri sendiri sebagaimana diatur dalam Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 35 Tahun 2009 Tentang penyalahgunaan narkotika bagi diri sendiri

Hakim menjatuhkan penjara selama 4 (empat) bulan, 20 (dua puluh) hari.

Putusan pidana yang dijatuhkan oleh hakim terhadap terdakwa terasa lebih

berat karena tergolong anak dibawah umur, menurut saksi Rildho

Mudjtahidin Bin Mudjtahidin dan Yudi Kurniawan Bin Suratmin,

(7)

ganja yang telah dibungkus dengan kertas paper warna putuh dibuang oleh

Harry wibowo dan baru pertama kali menggunakan atau mengonsumsi

narkotika berupa daun ganja kering, padahal terdapat Surat Keputusan

Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Jaksa Agung

Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Menteri

Hukum dan HAM Republik Indonesia, Menteri Sosial Republik Indonesia,

dan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

Republik Indonesia Nomor: 166 A/KMA/SKB/XII/2009, Nomor: 148

A/A/JA/12/2009, Nomor: B/45/XII/2009, Nomor: M.HH-08 HM.03.02

Tahun 2009, Nomor: 10/PRS-2/KPTS/2009, Nomor: 02/Men.PP dan

PA/XII/2009 Tahun 2009 tentang Penanganan Anak Yang Berhadapan

Dengan Hukum yang mengatur bahwa dalam menangani anak yang

berhadapan dengan hukum harus menggunakan pendekatan keadilan

restoratif sebagai landasan pelaksanan sistem peradilan pidana terpadu bagi

anak yang berhadapan dengan hukum yang pada perkara dengan terdakwa

Andri Agustiawan Als Cuplis Bin Ngadimin Bin Kadini SKB ini belum

sepenuhnya dilaksanakan.

Hakim berdasarkan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang

Kekuasaan Kehakiman memiliki kebebasan dalam menjatuhkan pidana,

namun apabila pelaku tindak pidana tersebut masih tergolong dalam usia anak

khususnya pada tindak pidana narkotika, seharusnya hakim dapat lebih

mempertimbangkan kembali putusan yang dijatuhkannya Kasus tindak

(8)

Agustiawan Als Cuplis Bin Ngadimin, seharusnya hakim menjatuhkan

putusan harus lebih mempertimbangkan masa depan dari terpidana tersebut.

Anak yang berumur kurang dari 18 tahun melakukan tindak pidana pidana

narkotika mengacu pada ketentuan-ketentuan yang ada dalam

Undang-Undang Peradilan Anak mengenai batas umur anak yang dapat dijatuhi

hukuman yang penjatuhan hukumannya disesuaikan dengan batasan umur

menurut tingkatnya. Dalam hal ini aparat hukum benar-benar dituntut untuk

mendalami ketentuan-ketentuan mengenai penjatuhan hukuman yang ada

dalam Undang-Undang Peradilan Anak.

Berdasarkan pertimbangan diatas, oleh karena itu penulis tertarik mengambil

judul skripsi mengenai: “Pertanggungjawaban Pidana Anak yang Menyalah gunakan Narkotika sebagai Pengguna (Studi Putusan Nomor;

313/PID/B(A)/2012/PN.TK)”.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan uraian yang telah disampaikan diatas, maka yang menjadi

pokok permasalahan yang akan dibahas adalah :

a) Bagaimanakah pertanggungjawaban Pidana Anak yang

Menyalahgunakan Narkotika sebagai Pengguna (Studi Putusan Nomor

(9)

b) Apakah Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Pidana Anak

yang Menyalahgunakan Narkotika sebagai Pengguna (Studi Putusan

Nomor 313/pid/b(a)/2012/PN.TK)?

2. Ruang Lingkup

Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini adalah mencakup ilmu hukum

pidana yang membahas pertanggungjawaban Pidana Anak yang

Menyalahgunakan Narkotika sebagai pengguna (Studi Putusan Nomor

313/pid/b(a)/2012/PN.TK). Penelitian ini dilaksanakan di Pengadilan

Negeri Kelas IA Tanjung Karang, Bandar Lampung. Penelitian ini akan

dilaksanakan pada tahun 2012.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pokok bahasan, adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

a) Untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana anak yang

menyalahgunakan narkotika sebagai pengguna;

b) Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan

pidana yang menyalahgunakan narkotika sebagai pengguna;

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:

a. Secara Teoritis, yaitu berguna sebagai sumbangan pemikiran dalam

(10)

mengenai pertanggungjawaban pidana anak yang menyalahgunakan

Narkotika sebagai pengguna.

b. Kegunaan Praktis, yaitu memberikan masukan kepada aparat penegak

hukum mengenai dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan

pidana anak yang menyalahgunakan narkotika sebagai pengguna.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka Teoritis adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dari

hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk

mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap

relevan oleh peneliti3.

Syarat-syarat Pemidanaan adalah :

a. Perbuatan yang memenuhi rumusan undang-undang dan bersifat melawan

hukum.

b. Orang, dalam hal ini mengacu kepada kesalahan, meliputi kemampuan

bertanggungjawab dan segala (Dolus/.Opzet) atau Lalai (Culpa/Alpa)

(Tidak ada alasan pemaaf)4

Berdasarkan teori di atas Teori Pertanggungjawaban Pidana mengacu kepada

kesalahan baik kesalahan sengaja (Dolus/.Opzet) atau karena faktor lalai

(Culpa/Alpa). Petanggungjawaban Pidana adalah suatu keadaan normal dan

pematangan psikis yang membawa 3 (tiga) macam kemampuan untuk 1 (satu)

3

Soerjono Soekanto, 1986.Pengantar Penelitian Hukum. UI-Press.Jakarta. hlm 124

4

(11)

Memahami arti dan akibat perbuatannya sendiri; (2) Memahami bahwa

perbuatannya itu tidak dibenarkan atau dilarang oleh masyarakat; (3)

Menetapkan kemampuan terhadap perbuatan-perbuatan itu sehingga dapat

disimpulkan bahwa pertanggungjawaban (teorekensvatbaarhee) mengandung

pengertian kemampuan atau kecakapan5.

Pertanggungjawaban pidana sebagai syarat pemidanaan subjektif yang

memiliki unsur sebagai berikut :

a. Kemampuan bertanggungjawab.

1. Kemampuan untuk membeda-bedakan antara perbuatan baik dan yang

buruk, yang sesuai hukum dan melawan hukum.

2. Kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsyafan

tentang baik dan buruknya perbuatan6. b. Kesalahan dalam arti luas.

1. Adanya kaitan psikis antara pembuat dan perbuatan, yaitu adanya

sengaja atau lesalahan dalam arti sempit;

2. Tidak adanya dasar peniadaan pidana menghapus dapatnya

dipertanggungjawabkan sesuatu perbuatan kepada pembuat7.

Pertanggungjawaban adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya fungsi

menerima pembebanan sebagai akibat dari sikap tindakan sendiri atau pihak

lain8. Pertanggungjawaban pidana menurut hukum pidana positif yakni

5

P.A.F. Lamintang, 1997 .Hakim panitesier Indonesia. hlm 108

6

Moeljatno, 1963.Asas-Asas Hukum Pidana. hlm 165.

7

Andi Hamzah, 1994 . Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana. hlm 30

8

(12)

dapat dipertanggungjawabannya dari si pembuat, adanya perbuatan

melawan hukum, tidak ada alasan pembenar, atau alasan yang

menghapuskan pertanggungjawaban pidana bagi si pembuat.

Pertanggungjawaban pidana tidak cukup dengan dilakukannya perbuatan

pidana saja. akan tetapi di samping itu harus ada kesalahan, atau sikap batin

yang dapat dicela, ternyata pula dalam asas hukum yang tidak tertulis tidak

dipidana jika tidak ada kesalahan9.

Unsur-unsur yang mengakibatkan dipidananya seseorang terdakwa adalah

mampu bertanggungjawab, syarat-syarat orang mampu bertanggungjawab

adalah faktor akal dan faktor kehendak. Faktor akal yaitu dapat

membeda-bedakan antara perbuatan yang diperbolehkan dan perbuatan tang tidak

diperbolehkan. Faktor kehendak yaitu menyesuaikan tingkah lakunya

dengan keinsyahfan atas mana yang diperbolehkan dan yang tidak10.

Pertanggungjawaban pidana dalam istilah asing disebut juga dengan

teorekenbaardheid atau criminal responsibility yang menjurus kepada

pemidanaan bertindak dengan maksud untuk menentukan apakah seseorang

terdakwa atau tersengka dipertanggungjawabkan atas suatu tindakan pidana

yang terjadi atau tidak.

Melihat kekhususan yang dimiliki anak, serta memperhatikan berbagai

kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan bagi anak, maka

pemberian sanksi (Pidana dan Tindakan) harus memperhatikan

9

Ibid hlm 73

10

(13)

prinsip penjatuhan pidana kepada anak. Untuk itu, maka diperlukan suatu

sistem penghukuman khusus bagi anak dalam perkara pidana atau yang

berkonflik dengan hukum.

Pemberian sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 1997 tersebut apabila diterapkan secara maksimal dapat

memberi suatu alternatif yang lebih baik dalam melakukan pembinaan dan

rehabilitasi terhadap anak yang melakukan tindak pidana. Dalam hal ini juga

dikembangkan partisipasi aktif masyarakat dalam usaha tersebut, adanya

kesadaran dan kesedian untuk menerima anak yang dalam kesulitan atau

berkonflik dengan hukum dan memberi pembinaan yang mantab.

Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika sebagai revisi atas

Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika dan

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, telah diundangkan pada

tanggal 12 oktober 2009 dan ditempatkan dalam lembaran Negara RI nomor

5062. Undang-Undang ini dikeluarkan sebagai tindakan pemerintah dalam

menyikapi penyalahgunaan peredaran gelap narkotika yang semakin

meningkat.

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur tentang

tata cara dan proses penjatuhan suatu hukuman, namun tidak hanya proses

utuk mencari dan mendapatkan kebenaran materil guna menjatuhkan

putusan bagi seseorang terdakwa yang diatur, tetapi juga mengatur

pokok-pokok cara pelaksanaan dari putusan tersebut. Apa yang diatur dalam

(14)

menegakkan ketertiban umum, sekaligus juga bertujuan untuk melindungi

hak-hak asasi tiap-tiap individu baik yang menjadi korban maupun si

pelanggar hukum.

Hakim sebagai alat negara dalam menegakkan hukm diberikan kewenangan

yang besar oleh undang-undang untuk menentukan berat ringannya sanksi

pidana bagi pelaku yang melanggarnya. Akan tetapi kebebasan hakim ini

dibatasi oleh tujuan-tujuan pidana dan azaz-azas yang hidup dalam

masyarakat serta hukum yang sesuai dengan Pancasila.

Menurut Pasal 183 dalam KUHAP tentang Pembuktian dan Putusan Dalam

Acara Pemeriksaan Biasa adalah :

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada kepada seseorang

kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah

ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar

terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah yang melakukan”.

Putusan hakim merupakan mahkota dari suatu pekara yang sedang diperiksa

dan diadili oleh hakim tersebut. Hakim dalam membuat putusan harus

memperhatikan segala aspek. Hakim mempunyai sikap atau sifat kepuasan

moral yang menjadi dasar untuk memutus suatu perkara serta kepuasan

nurani sendiri jika putusannya dikuatkan dan tidak dibatalkan pengadilan

yang lebih tinggi11.

11

(15)

Proses atau tahapan penjatuhan putusan oleh hakim, dalam perkara pidana

dilakukan dalam beberapa tahapan sebagai berikut :

1. Tahap Menganalisis Perbuatan Pidana;

2. Tahap Menganalisi Tanggung jawab Pidana;

3. Tahap Penentuan Pemidanaan12

Menurut Pasal 33 UU Pokok Kekuasaan Kehakiman, disebutkan bahwa

ketua pengadilan mengawasi pelaksanaan putusan pengadilan oleh jaksa

dengan tujuan memperoleh jaminan bahwa putusan tersebut telah

dilaksanakan sebagaimana mestinya. Adapun hakim yang diberi tugas untuk

menbantu ketua pengadilan dalam pengawasan ini disebut hakim

pengawasan dan pengamatan (hakim wasmat).

2. Konseptual

Menurut Abdulkadir Muhammad, kerangka konseptual adalah susunan

dari beberapa konsep sebagai satu kebulatan yang utuh sehingga terbentuk

dari beberapa konsep sebagai landasan, acuan dan pedoman dalam

penelitian atau penulisan. Sumber konsep adalah undang-undang,

buku/karya tulis, laporan penelitian, enksiklopedia, kamus dan

fakta/peristiwa.

a. Petanggungjawaban Pidana adalah suatu keadaan normal dan

pematangan psikis yang membawa 3 (tiga) macam kemampuan untuk

1 (satu) Memahami arti dan akibat perbuatannya sendiri; (2)

Memahami bahwa perbuatannya itu tidak dibenarkan atau dilarang

12

(16)

oleh masyarakat; (3) Menetapkan kemampuan terhadap

perbuatan-perbuatan itu sehingga dapat disimpulkan bahwa pertanggungjawaban

(teorekensvatbaarhee) mengandung pengertian kemampuan atau

kecakapan13.

b. Penjatuhan Pidana adalah hal yang berhubungan dengan pernyataan

hakim dalam memutuskan perkara dan menjatuhkan hukuman14. c. Tindak Pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat

dikenakan hukuman pidana15.

E. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dalam memahami skripsi ini secara keseluruhan, maka

penulis menguraikan secara garis besar keseluruhan sitematika materi sebagai

berikut:

I. PENDAHULUAN

Bab ini memuat pendahuluan yang berisi tentang latar belakang,

permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penulisan,

kerangka teoritis dan konseptual, sistematika penulisan dan metode

penelitian, tentang pertanggungjawaban pidana anak yang menyalah

gunakan narkotika sebagai pengguna (Studi Putusan

No.313/PID/B(A)/2012/PN.TK).

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini memuat telaah kepustakaan yang berupa pengertian-pengertian

dan tinjauan umum tentang pertanggungjawaban pidana anak yang

13

P.A.F. Lamintang, 1996. Dasar-Dasat Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung hlm 108

14

Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1993 hlm 197

15

(17)

menyalah gunakan narkotika sebagai pengguna (Studi Putusan

No.313/PID/B(A)/2012/PN.TK).

III. METODE PENELITIAN

Bab ini berisi tentang metode yang digunakan dalam penulisan skripsi

yang meliputi : pendekatan masalah, sumber dan jenis data, metode

pengumpulan dan pengolahan data, serta analisis data,tentang

pertanggungjawaban pidana anak yang menyalah gunakan narkotika

sebagai pengguna (Studi Putusan No.313/PID/B(A)/2012/PN.TK).

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisikan pokok bahasan mengenai hasil penelitian, yang terdiri

dari karakteristik responden, dasar pertimbangan hakim dalam

memberikan putusan tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh pada

wilayah hukum Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang dan putusan

pengadilan berupa pidana penjara bagi anak.

V. PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dan saran-saran yang mengemukakan pada

pertanggungjawaban pidana anak yang menyalah gunakan narkotika

(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana

Pertanggungjawaban adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya, fungsi

menerima pembebanan sebagai akibat dari sikap tindakan sendiri atau pihak

lain14. Pertanggungjawaban pidana dalam istilah asing tersebut juga dengan

teorekenbaardheid atau criminal responsibility yang menjurus kepada

pemidanaan petindak dengan maksud untuk menentukan apakah seseorang

terdakwa atau tersangka dipertanggung jawabkan atas suatu tindakan pidana

yang terjadi atau tidak.

Petanggungjawaban Pidana adalah suatu keadaan normal dan pematangan

psikis yang membawa 3 (tiga) macam kemampuan untuk 1 (satu) Memahami

arti dan akibat perbuatannya sendiri; (2) Memahami bahwa perbuatannya itu

tidak dibenarkan atau dilarang oleh masyarakat; (3) Menetapkan kemampuan

terhadap perbuatan-perbuatan itu sehingga dapat disimpulkan bahwa

pertanggungjawaban (teorekensvatbaarhee) mengandung pengertian

kemampuan atau kecakapan15.

14

WJS. Peorwadarminta,1985. Kamus Umum Bahasaa Indonesia. Eresco, Jakarta Ibid, hlm 620

15

(19)

Pertanggungjawaban pidana menurut hukum pidana positif yakni dapat

dipertanggungjawabkannya dari sisi perbutan, adanya perbuatan melawan

hukum, tidak ada alasan pembenaran, atau alasan yang menghapuskan

pertanggungjawaban pidana bagi si pembuat.

Asas legalitas dalam hukum pidana indonesia menentukan bahwa seseorang

baru dapat dikatakan melakukan perbuatan pidana apabila perbuatan tersebut

sudah sesuai dengan rumusan dalam undang-undang hukum pidana, dalam

hal ini sesuai dengan Pasal 1 ayat (1) KUHP yang berbunyi : Tiada sesuatu

perbuatan yang dapat dipidana dalam perundang-undangan yang telah ada,

sebalum perbuatan dilakukan. Meskipun demikian orang tersebut belum

dapat dijatuhi pidana karena masih harus di buktikan kesalahannya atau

apakah dapat dipertanggungjawabkan pidana dalam hukum pidana.

Orang yang mampu bertanggung jawab itu harus memenuhi 3 (tiga) syarat

yaitu :

1. Dapat menginsyafi makna yang senyatanya dari perbuatannya;

2. Dapat menginsyafi bahwa perbuatannya itu dapat di pandang patut

dalam pergaulan masyarakat;

3. Mampu untuk menentukan niat atau kehendak dalam melakukan

perbuatan16.

16

(20)

Pertanggungjawaban pidana haruslah terdapat unsur-unsur :

1. Melakukan perbuatan pidana;

2. Mampu bertanggungjawab;

3. Terdapat unsur kesalahan atau kealpaan;

4. Tidak adanya alasan pemaaf17

Unsur-unsur dari pertanggungjawaban pidana itu, meliputi :

1. Melakukan perbuatan pidana (sifat melawan hukum);

2. Diatas umur mampu bertanggung jawab;

3. Mempunyai suatu bentuk kesalahan berupa kesengajaan atau

kealpaan18

B. Pengertian Anak

1. Pengertian anak

Anak adalah seorang yang lahir dari hubungan pria dan wanita. Kelahiran

seorang anak (bayi) karena perkawinan sedikit banyaknya menyebabkan

hal-hal tertentu dalam berbagai kehidupan bernegara dan bermasyarakat,

secara hukum kelahiran tersebut mempunyai tersebut mempunyai atau

menimbulkan akibat hukum.

Menurut pengalaman medis dan pendidikan ilmiah diketahui bahwa

terdapat perbedaan antara anak dan orang dewasa, yaitu tidak hanya

17

Roeslan Saleh. 1981, log .cit, hlm 86

18

(21)

berbeda secara kuantatif saja. Tetapi juga badan jiwanya berfungsi jauh

berbeda”19

.

Pengertian anak ini mendasarkan pada dua kategori yaitu pengertian anak

dengan mendasarkan pada tingkatan usia dan pengertian anak dengan

menggunakan pendekatan psikososial20.

Pengertian anak dengan mendasarkan pada tingkatan usia dalam arti

tingkat usia berapakah seorang dapat dikategorikan sebagai anak.

Mengenai batas usia seseorang dapat dikategorikan sebagai anak,

dibeberapa negara tidak adanya keseragaman. Hal ini terjadi karena ada

pengaruh kondisi sosio-kultural masyarakat dari negara-negara yang

bersangkutan sehingga memunculkan adanya keanekaragaman penentuan

batas usia seorang sebagai anak. Bila dilihat dari seluruh negara maka

yang disebut sebagai seorang anak adalah seseorang yang dari usia 6 tahun

hingga 20 tahun21.

Selanjutnya mengenai penentuan batasan anak dari aspek psikososial

menurut J. Pikunas dan R.J. Havighurts yang dikutip Paulus Hadisuprapto

menyatakan bahwa masing-masing tingkatan usia mempunyai karakteristik

kejiwaan sendiri-sendiri seperti pada tahapan remaja dini (usia 12 sampai

15 tahun) memiliki kecenderungan kejiwaan antara lain:

(22)

c. Kepekaan sosial tinggi.

d. Minat keluar rumah tinggi.

Ada tahapan remaja lanjutan memiliki kecenderungan kejiwaan antara

lain:

a. Sudah mulai menampakkan dirinya dan bisa menerima kondisi

fisiknya;

b. Mulai dapat menikmati kebebasan emosionalnya;

c. Mulai lebih mampu bergaul;

d. Sudah menemukan identitas dirinya;

e. Mulai memperkuat penguasaan diri dan menyesuaikan perilakunya

dengan norma-norma keluarga kemasyarakatan;

f. Mulai secara perlahan-lahan meninggalkan reaksi-reaksi dan

sikap-sikap kekanak-kanakan22.

2. Pengertian Anak

Ditinjau dari aspek yuridi maka pengertian “Anak” dimata hukum positip

Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang beum dewasa

(minderjarig/person under age), orang yang di bawah umur/keadaan di

bawah umur (minderjarigheid/inferiority) atau kerap juga disebut sebagai

anak yang di bawah pengawasan wali (minderjarige ondervoorij). Maka

dengan bertitik tolak kepada aspek tersebut di atas ternyata hukum positif

Indonesia (ius constitutum/ ius operatum) tidak mengatur adanya unifikasi

22

(23)

hukum yang baku dan berlaku universal untuk menentukan kreteria

batasan umur bagi seorang anak23.

Pengertian kedudukan anka dalam hukum pidana menurut Maulana

Hassan Wadog bahwa “Kedudukan anak dalam lapangan hukum pidana

diletakkan dalam pengertian anak yang bermakna penafsiran hukum secara

negatif”24

.

Menurut Pasal 1 butir 8 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang

Pemasyarakatan mengklasifikasikan anak kedalam pengertian sebagai

berikut:

a. Anak pidana adalah anak yang berdasarkan putusan pengadilan

menjalani pidana di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18

tahun;

b. Anak negara adalah anak yang berdasarkan putusan pengadilan

diserahkan pada negara untuk dididik dan ditempatkan di LAPAS

Anak paling lama sampai berumur 18 tahun;

c. Anak sipil adalah anak yang atas permintaan orang tua atau walinya

memperoleh ketetapan pengadilan untuk dididik di LAPAS Anak

paling lama sampai berumur 18 tahun.

23

Lilik Mulyadi, 2005. Pengadilan Anak di Indonesia. Mandar Maju. Bandung hlm 3-4

24

(24)

Menurut Pasal 1 butir 1 dan butir 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997

tentang Pengadilan Anak mengklasifikasikan definisi anak ke dalam hal

berikut:

Anak adalah orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur

8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas)tahun

dan belum pernah kawin. Sedangkan yang dimaksud dengan Anak Nakal

adalah:

a. Anak yang melakukan tindak pidana; atau

b. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak,

baik menurut peraturan perundang-undangan maupun peraturan

hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang

bersangkutan.

Selanjutnya menurut Maulana Hassan Wadog bahwa pengertian anak

dalam hukum pidana meliputi dimensi-dimensi pengertian berikut25 : a. Ketidakmampuan untuk pertanggungjawaban tindak pidana;

b. Pengembalian hak-hak anak dengan jalan mensubstitusikan hak-hak

anak yang timbul dari lapangan hukum keperdataan, tata negara

dengan maksud untuk mensejahterakan anak;

c. Rehablitasi, yaitu anak berhak untuk mendapat proses perbaikan

mental spritual akibat dari tindakan hukum pidana yang dilakukan

anak itu sendiri;

d. Hak-hak untuk menerima pelayanan dan asuhan;

25

(25)

e. Hak-hak anak dalam proses hukum acara pidana.

Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 4 Tentang Kesejahteraan Anak

menyebutkan bahwa: “Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur

21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin”.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) memberikan batasan

mengenai pengertian anak atau orang yang belum dewasa adalah mereka

yang belum berumur 21 (dua puluh satu) tahun. Seperti yang dinyatakan

dalam pasal 330 yang berisikan bahwa “belum dewasa adalah mereka yang

belum mencapai umur genap dua puluh tahun, dan tidak lebih dahulu

kawin”.

Pengertian tentang anak secara khusus (legal formal) dapat kita temukan

dalam Pasal 1 angka (1) Udang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak, dan Pasal 1 angka (5) undang-Undang Nomor 21

Tahun 2007 Tentang pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang,

yaitu: “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18(delapan belas)

tahun, termasuk anak yang ada dalam kandungan”.

Menurut Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang nomor 39 tahun 1999 Tentang

hak Asasi Manusia, pengertian anak adalah : “anak adalah setiap manusia

yang berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah,

termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah

(26)

Menurut Pasal 1 ayat (1) undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 Tentang

Pengadilan Anak, pengertian anak yaitu: ”Anak adalah orang yang dalam

perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) Tahun tetapi belum

mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin”.

Menurut Undang-Undang Pengadilan Anak, bagi orang anak yang belum

mencapai usia 8 (delapan) tahun itu belum dapat

mempertanggung-jawabkan perbuatannya walaupun perbuatan tersebut merupakan tindak

pidana. Akan tetapi bila si anak tersebut melakukan tindak pidana dalam

batas umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai 18 (delapan belas)

tahun maka ia tetap dapat diajukan ke sidang Pengadilan Anak.

C. Tinjauan Umum tentang Narkotika dan Penanggulangan Narkotika

1. Pengertian Narkotika dan Tindak Pidana Narkotika

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan

penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai

menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan26.

Istilah Narkoba merupakan singkatan dari narkotika dan Obat berbahaya

dan Napza yang merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat

Adiktif. Dengan penyebutkan berbagai singkatan tertsebut diatas, maka

pada intinya sama, yaitu agar supaya lebih mudah dipahami maka

26

(27)

digunakan istilah Narkoba merupakan singkatan dari narkotika,

Psikotropika dan bahan/Zat Adiktifnya.

Narkotika digolongkan sebagai suatu zat atau bahan yang jika digunakan

atau dimasukkan kedalam tubuh mempunyai efek lanjutan. Menurut

Dadang Hawari, Penyalahgunaan zat adalah pemakaian zat diluar indikasi

medik, tanpa petunjuk/resep dokter, pemakaian sendiri secara teratur atau

berkala sekurang-kurangnya selama 1 bulan.

Penyalahguna narkotika adalah orang yang menggunakan narkotika bukan

untuk keperluan yang seharusnya, dalam hal ini seorang penyalah guna

dapat disebut sebagai pemakai narkotika.

Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal

1 ayat (15) yaitu :

“Penyalah guna adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak

atau melawan hukum.”

Seorang pemakai belum tentu menjadi seorang pecandu, sebagian hanya

memakai sekali waktu saja, kemudian setelah ia tidak menemukan rasa

enaknya, ia tidak lagi menginginkan untuk mencoba. Sebagian yang lain

hanya memakai manakala lingkungan disekitar atau teman-temanya semua

mengkonsumsi narkotika.

Penyalahgunaan narkotika adalah pengguna narkotika yang dilakukan

tidak untuk maksud pengobatan, tetapi kerena ingin menikmati

(28)

berlangsung cukup lama sehingga menyebabkan gangguan kesehatan dan

sifat ketergantungan akan narkotika (Pencegahan Penyalahgunaan

Narkotika Sejak Usia Dini)

Jenis Narkotika di bagi atas 3 golongan :

a. Narkotika Golongan I : adalah narkotika yang paling berbahaya,

daya adiktif sangat tinggi menyebabkan ketergantungan. Tidak dapat

digunakan untuk kepentingan apapun, kecuali untuk penelitian atau

ilmu pengetahuan. Contoh: ganja, morphine, putau, adalah heroin

tidak murni berupa bubuk.

b. Narkotika Golongan II : adalah narkotika yang memiliki daya adiktif

kuat, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh :

petidin dan turunannya, benzetidin, betametadol.

c. Narkotika Golongan III : adalah narkotika yang memiliki daya

ediktif ringan, tetapi dapat bermanfaat untuk pengobatan dan

penelitian. Contoh : codein dan turunannya.

Dampak negatif penyalagunaan narkotika terhadap pelajar

1) Perubahan dalam sikap, perangai dan kepribadian;

2) Sering membolos, menurunnya kedisiplinan dan nilai-nilai

pelajaran;

3) Menjadi murah tersinggung dan capat marah;

4) Sering menguap, mengantuk, dan malas;

5) Tidak memedulikan kesehatan diri;

(29)

Tindak Pidana Narkotika adalah Perbuatan melawan hukum dengan

menyalagunakan narkotika yang dapat diancam dengan pidana sesuai

dengan Undang-Undang yang berlaku.

2. Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika

Upaya pencegahan terhadap penyebaran narkotika dikalangan pelajar,

sudah seyogiahnya menjadi tanggung jawab kita bersama. Dalam hal ini

semua pihak termasuk orang tua, guru, dan masyarakat harus turut

berperan aktif dalam mewaspadai ancaman narkotika.

Adapun upaya-upaya yang lebih kongkret yang dapat dilakukan adalah

melakukan kerja sama dengan pihak yang berwenang untuk melakukan

penyuluhan tentang bahaya narkotika, atau mungkin mengadakan razia

mendadak secara rutin.

Memerlukan pendampingan dari orang tua siswa itu sendiri dengan

memberikan perhatian dan kasih sayang. Pihal sekolah harus melakukan

pengawasan yang ketat terhadap gerak-gerik pelajar, karena biasanya

penyebaran (transaksi) narkotika sering terjadi disekitar lingkungan

sekolah. Yang tak kalah penting adalah Pendidikan moral dan agama lebih

ditekankan kepada pelajar. Karena salah satu penyebab terjerumusnya

pelajar ke dalam lingkaran setan ini adalah kurangnya pendidikan moral

dan keagamaan yang mereka serap, sehingga perbuatan tercela seprti ini

(30)

Ada 5 bentuk penanggulangan tindak pidana narkotika :

1. Promotif (pembinaan)

Ditujukan kepada masyarakat yang belum mengunakan narkotika,

prinsipnya adalah meningkatkan peranan atau kegiatan agar kelompok

ini secara nyata lebih sejahtera sehingga tidak pernah berpikir untuk

memperoleh kebahagiaan semu dengan memakai narkoba, dengan

pelaku program adalah lembaga kemasyarakatan yang difasilitasi dan

awasi oleh pemerintah.

2. Preventif (Program Pencegahan)

Program ini ditunjukan kepada masyarakat sehat yang belum

mengenal narkoba agar mengetahui seluk narkoba sehingga tidak

tertarik untuk menggunakanya. Selain dilakukan oleh pemerintah,

program ini sangat efektif bila dibantu oleh lembaga propesional

terkait, lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat.

3. Kuratif (Pengobatan)

Ditunjukan kepada para pengguna narkoba,. Tujuannya adalah untuk

mengobati ketergantungan dan menyembuhkan penyakit, sebagai

akibat dari pemakai narkoba, sekaligus menghentikan pemakaian

narkoba. Tidak sembarangan orang boleh mengobati narkoba.

Pengobatan harus dilakukan oleh dokter yang mempelajari narkoba

secara khusus.

4. Rehabilitatif

Upaya memulihkan kesehatan jiwa dan raga yang ditujukan kepada

(31)

agar ia tidak memakai lagi dan bebas dari penyakit ikutan yang

disebabkan oleh bebas pemakai narkoba.

5. Represif

Program penindakan terhadap produsen, bandar, pengedar, dan

pemakai berdasarkan hukum. Program ini merupakan program

instansi pemerintah yang berkewajiban mengawasi dan

mengendalikan produksi maupun distribusi semua zat yang tergolong

narkoba.

Berdasarkan upaya di atas, mari kita jaga dan awasi pelajar didik kita dari

bahaya narkotika, sehingga harapan kita untuk menelurkan generasi yang

cerdas dan tangguh di masa yang akan datang dapat diteralisasikan dengan

baik.

Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika menyebutkan

penggunaan narkotika dalam beberapa terminologi, yaitu:

a. Pencandu narkoba sebagai orang yang menggunakan atau

menyalahgunakan narkoba dan dalam keadaan ketergantungan pada

narkotika, baik secara fisik maupun psikis (Pasal 1 angka 13

Undang-Undang Nomor 35 2009 tentang Narkotika);

b. Penyalah Gunaan adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa

hak atau melawan hukum (Pasal 1 angka 15 undang-Undang nomor

35 Tahun 2009 tentang narkotika);

c. Korban penyalahgunaan adalah seseorang yang tidak sengaja

(32)

dan/atau diancam untuk mengggunakan narkotika (Penjelasan Pasal

54 Undang-Undang Nomot 35 Tahun 2009);

d. Pasien sebagai orang yang berdasarkan indikasi medis dapat

menggunakan,mendapatkan, memilik, menanyimpan dan membawa

narkotika golongan II dan golongan III dalam jumlah terbatas dan

sediaan tertentu;

e. Mantan pecandu Narkotika adalah Orang yang sudah sembuh dari

ketergantungan terhadap narkotika sacara fisik maupun spikis

(Penjelasan Pasal 58 Tahun 2009 Tentang narkotika).

3. Faktor Penyebab Penyalahgunaan Narkotika

Adapun beberapa pendapat tentang penyalahgunaan narkotika, diantaranya

sebagai berikut :

a. Dasar agama yang tidak kuat,

b. Komunikasih dua arah anatara orang tua dan anak sangat kurang,

c. Pergaulan dalam lingkungan sekolah,

d. Pengaruh lingkungan sekolah,

e, Budaya global yang masuk via elektronik dan media cetak.

D. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan

Putusan hakim merupakan mahkota dari suatu pekara yang sedang diperiksa

dan diadili oleh hakim tersebut. Oleh karena itu, tentu saja hakim dalam

membuat putusan harus memperhatikan segala aspek di dalamnya, mulai dari

perlunya kehati-hatian, dihindari sedikit mungkin ketidak cermatan, baik

(33)

teknik membuatnya. Jika hal negatip tersebut dapat dihindari, tentu saja

diharapkan dalam diri hakim hendaknya lahir, tumbuh dan berkembangnya

sikap atau sifat kepuasan moral jika kemungkinan moral jika kemudian

putusan yang dibuatnya itu menjadi tolak ukur untuk perkara yang sama, atau

dapat menjadi bahan refensi bagi kalangan teoritis maupun praktis hukum

serta kepuasan nurani sendiri jika putusannya dikuatkan dan tidak dibatalkan

pengadilan yang lebih tinggi27.

Menurut Moelyatno, sebagaimana yang dikutip oleh Ahmad Rifai, proses

atau tahapan penjatuhan putusan oleh hakim, dalam perkara pidana dilakukan

dalam beberapa tahapan, yaitu sebagaimana berikut :

1. Tahap Menganalisis Perbuatan Pidana

Pada saat hakim menganalisis, apakah terdakwa melakukan perbuatan

atau tidak, yang dipandang primer adalah segi masyarakat, yaitu

perbuatan sebagai tersebut dalam rumusan suatu aturan pidana.

2. Tahap Menganalisi Tanggungjawab Pidana

Jika seorang terdakwa dinyatakan terbukti melakukan perbuatan pidana

melanggar suatu pasal tertentu, hakim menganalisis apakah terdakwa

dapat dinyatakan bertanggungjawab atas perbuatan pidana yang

dilakukannya. Yang dipandang primer adalah orang itu sendiri.

Hakim dapat menggunakan Pasal 44 sampai dengan 50 Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang orang-orang yang dinyatakan

27

(34)

tidak dapat bertanggungjawab atas perbuatan pidana yang dilakukannya

tersebut.

3. Tahap Penentuan Pemidanaan

Dalam hal ini, jikalau hakim berkeyakinan bahwa pelaku telah

melakukan perbuatan yang melawan hukum, sehingga ia dinyatakan

bersalah atas perbuatannya, dan kemudian perbuatannya itu dapat

pertanggungjawabankan oleh si pelaku, maka hakim akan menjatuhkan

terhadap pelaku tersebut, dengan melihat pasal-pasal, Undang-Undang

yang dilanggar oleh si pelaku.

Sebelum menjatuhkan putusan, hakim harus bertanya kepada diri sendiri,

jujurkah ia dalam mengambil keputusan ini, atau sudah tepatkah putusan

yang diambilnya itu, akan dapat menyelesaikan suatu sengketa, atau adilkah

putusan ini, atau seberapa jauh manfaat dari putusan yang dijatuhkan oleh

seorang hakim bagi para pihak dalam perkara atau bagi masyarakat pada

umumnya. Ada 2 faktor pertimbangan hakim, yaitu :

a. Faktor Yuridis

Pertimbangan yang bersifat yuridis adalah pertanggungjawaban hakim

yang didasarkan pada faktor-faktor yang terungkap di dalam

persidangan dan oleh undang-undang telah ditetapkan sebagai hal

yang harus dimuat di dalam putusan.

Pertimbangan yang bersifat yuridis di antaranya.

1. Dakwaan jaksa penuntut umum;

(35)

3. Keterangan terdakwa;

4. Barang-barang bukti;

5. Pasal-pasal dalam undang-undang tindak pidana.

a. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum.

Dakwaan merupakan dasar hukum acara pidana kerena berdasarkan

itulah pemeriksaan di persidangan dilakukan (Pasal 143 ayat (1)

KUHAP). Dakwaan berisi identitas terdakwa juga memuat uraian

tindak pidana serta waktu dilakukannya tindak pidana dan memuat

pasal yang dilanggar (Pasal 143 ayat (2) KUHAP).

b. Keterangan saksi. Merupakan alat bukti seperti yang diatur dalam

Pasal 184 KUHAP. Sepanjang keterangan itu mengenai suatu

peristiwa pidana yang ia dengar sendiri ia lihat sendiri dan alami

sendiri, dan harus diasampaikan dalam sidang pengadilan dengan

mengangkat sumpah.

c. Keterangan terdakwa. Menurut Pasal 184 KUHAP butir E

keterangan terdakwa digolongkan sebagai alat bukrti. Keterangan

terdakwa adalah apa yang dinyatakan terdakwa di sidang

tentantang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri

atau yang ia alami sendiri.

d. Barang-barang Bukti

Benda tersangka atau terdakwa yang seluruhnya atau sebagian

diduga atau diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari

(36)

e. Pasal-pasal dalam Undang-Undangtindak pidana. Hal yang sering

terungkap di persidangan adalah pasal-pasal yang dikenakan untuk

menjatuhkan pidana kepada terdakwa. Pasal-pasal ini bermula dan

terlihat dalam surat dakwaan yang diformulasikan oleh penuntut

umum sebagai ketentuan hukum tindak pidana yang dilanggar oleh

terdakwa.

b. Faktor non yuridis

Kebebasan hakim dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara

merupakan mahkota bagi hakim dan harus dihormati oleh semua

pihak tanpa kecuali, sehingga tidak ada satupun pihak yang dapat

mengintervesi hakim dalam menjalankan tugasnya tersebut. Hakim

dalam menjatuhkan putusan harus mempertimbangkan banyak hal,

baik itu yang berkaitan dengan perkara yang sedang diperiksa, tingkat

perbuatan dan kesalahan yang dilakukan pelaku, sampai kepentingan

pihak korban maupun keluarganya serta mempertimbangkan pula rasa

keadilan masyarakat.28

Menurut Mackenzie, ada beberapa teori atau pendekatan yang dipergunakan

oleh hakim dalam mempertimbangkan penjatuhan putusan dalam suatu

perkara, yaitu sebagai berikut29 :

28

Ahmad Rifai. 2011. Ibid hlm 94

29

(37)

1. Teori keseimbangan

Yang dimaksid dengan keseimbangan adalah keseimbangan antara

syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang dan kepentingan

pihak-pihak yang tesangkut dan berkaitan dengan perkara, yaitu antara

lain seperti adanya keseimbangan yang berkaitan dengan masyarakat,

kepentingan terdakwa dan kepentingan korban.

2. Teori pendekatan intuisi

Penjatuhan putusan oleh hakim merupakan diskresi atau kewenangan

dari hakim. Sebagai diskresi, dalam menjatuhkan putusan hakim

menyesuaikan dengan keadaan dan pidana yang wajar bagi setiap

pelaku tindak pidana, hakim akan melihat keadaan pihak terdakwa

atau penuntut umum dalam perkara pidana.

3. Teori pendekatan keilmuan

Titik tolak dari tiori ini adalah pemikiran bahwa proses penjatuhan

pedana harus dilakukan secara sistematik dan penuh kehati-hatian

khususnya dalam kaitannya dengan putusan-putusan terdahulu dalam

rangka dalam menjamin konsistensi dari putusan hakim. Pendekatan

keilmuan ini merupakan semacam peringatan bahwa dalam memutus

suatu perkara, hakim tidak boleh semata-mata atas dasar intuisi atau

insting semata, tetapi harus dilengkapi dengan ilmu pengetahuan

hukum dan juga wawasan keilmuan hakim dalam menghadapi suatu

(38)

4. Teori pendekatan pengalaman

Pengalaman dari seorang hakim merupakan hal yang dapat

membantunya dalam menghadapi perkara-perkara yang dihadapinya

sehari-hari, dengan pengalaman yang dimilikinya, seorang hakim

dapat mengetahui bagaimana dampak dari putusan yang dijatuhkan

dalam suatu perkara pidana yang berkaitan dengan pelaku, korban

maupun masyarakat.

5. Teori Ratio Decidendi

Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar, yang

mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok

perkara yang disengkatakan, kemudian mencari peraturan

perundang-undangan yang relevan dengan pokok perkara yang disengketakan

sebagai dasar hukum dalam penjatuhan putusan, serta pertimbangan

hakim harus didasarkan pada motivasi yang jelas untuk menegakkan

(39)

III.METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang akan digunakan dalam skripsi ini adalah

Pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empris. Untuk itu

diperlukan penelitian yang merupakan suatu rencana pokok dalam

pengembangan ilmu pengetahuan. Pendekatayuridis normatif yaitu penelitian

hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data

sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti dengan cara mengadakan

penelusuranterhadap peraturan-peraturan dan literatur-literatur yang berkaitan

dengan pelaksanaan hak warga negara untuk melaporkan tentang terjadinya

suatu tindak pidana penyalahgunaan narkotika. Secara operasional penelitian

yuridis normatif.

Pendekatan yuridis empiris adalah menelaah hukum sebagai pola perilaku

yang ditujukan kepada penerapan hukum yang berkaitan dengan

bentuk-bentuk perilaku yang menyimpang di masyarakat yang terjadi sebagai akibat

terjadinya kejahatan penyalahgunaan tindak pidana narkotika. Secara

operasional penelitian ini dilakukan dilapangan. Sifat penelitian adalah

eksplorasi dengan dasar pemikiran mengumpulkan bahan dan data untuk

(40)

B. Sumber Data dan Jenis Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Data primer

Data primer adalah data yang digunakan secara langsung dari sumber

pertama28. Dengan demikian data primer yang diperoleh langsung dari obyek penelitian di lapangan yang tentunya berkaitan dengan pokok

penelitian. Penulis akan mengkaji dan meneliti sumber data yang

diperoleh dari hasil wawancara responden yang dilakukan pada Hakim

Pengadilan Negeri Tanjung Karang, yang setalah memutus perkara

tindak pidana penyalahgunaan narkotika Nomor :

313/PID/B(A)/2012/PN.TK, dan juga akademisi Fakultas Hukum

Universitas Lampung.

2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian

kepustakan dengan cara melaku studi kepustakaan, yakni melakukan

studi dokumen, arsip dan literatur-literatur dengan mempelajari hal-hal

yang bersifat teoritas, konsep-konsep, pandangan-pandangan, doktrin

dan asas-asas hukum yang berkaitan dengan pokok penulisan, serta

ilmu pengetahuan hukum mengikat yang terdiri dari bahan hukum

antara lain:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat

yang terdiri dari :

28

(41)

(1) Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP);

(2) Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP);

(3) Undang-Undang 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan anak;

(4) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika;

(5) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Pokok

Kekuasaan Kehakiman.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang berhubungan

dengan bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang,

hasil penelitian, dan petunjuk pelaksanaan maupun teknis yang

berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini,

bahan hukum sekunder dalam penelitian ini, yaitu:

(1) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang

Pelaksanaan Kitab Undang-Undang hukum acara Pidana; dan

(2) Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor:

313/PID/B(A)/2012/pn.tk.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan

petunjuk ataupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan

bahan hukum sekunder, terdiri dari hasil-hasil penelitian,

literatur-literatur, petunjuk teknis maupun pelaksanaan yang berkaitan

dengan analisis putusan tindak pidana narkotika yang dilakukam

(42)

C. Penentuan Populasi dan sampel

Populasi adalah sejumlah manusia atau unit yang mempunyai ciri-ciri dan

karakteristik yang sama. Dalam penelitian ini yang dijadikan populasi adalah

pihak-pihak yang berkaitan dengan penegakan tindak pidana narkotika, yaitu

jaksa dan hakim.

Sampel adalah sejumlah objek yang jumlahnya kurang dari populasi29. Dalam penentuan sampel dari populasi yang akan diteliti menggunakan metode

sample purposive sampling, yaitu penarikan sampel yang dilakukan dengan

cara mengambil subjek yang didasarkan pada tujuan tertentu.

Sampel yang dijadikan responden adalah :

a. Hakim Pengadilan Negeri Kelas 1A Tanjung Karang : 2 orang

b. Dosen Fakultas Hukum Unila : 1 orang

Jumlah : 3 orang

D. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara studi

kepustakaan dan studi lapangan.

a. Studi kepustakaan (library research)

Studi kepustakaan yang dilakukan dengan cara untuk mendapatkan

data sekunder, yaitu melakukan serangkaian kegiatan studi

29

(43)

dokumentasi, dengan cara membaca, mencatat dan mengutip

buku-buku atau literatur serta peraturan perundang-undangan yang berlaku

dan mempunyai hubungan dengan pembinaan dan pelatihan kerja

terhadap anak yang melakukan kejahatan.

b. Studi lapangan (field research)

Studi lapangan dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh data

primer, yang dilakukan dengan mengadakan wawancara dengan

responden atau pihak-pihak yang dianggap dapat memberikan

informasi terhadap permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini.

2. Prosedur Pengolahan Data

Data-data yang telah diperoleh kemudian diolah melalui kegiatan seleksi,

yaitu:

a. Editing, yaitu memeriksa kembali mengenai kelengkapan, kejelasan

dari kebenaran data yang diperoleh serta relevansinya dengan

penulisan.

b. Klasifikasi data yaitu: pengelompokan data sesuai dengan pokok

bahasan sehingga memperoleh data yang benar-benar diperlukan.

c. Sistematisasi data, yaitu semua data yang telah masuk dikumpul dan

disusun dengan urutannya.

E. Analisis Data

Analisis data merupakan suatu proses penyederhanaan data ke dalam bentuk

yang lebih mudah dibaca dan di interpretasikan. Data yang diolah dari

(44)

data secara deskriptif kualitatif yaitu menguraikan dan menggambarkan data

ke dalam bentuk kalimat yang tersusun secara sistematis sehingga

memudahkan interpretasi data dan penarikan suatu kesimpulan. Selanjutnya

berdasarkan hasil analisis data tersebut kemudian ditarik suatu kesimpulan

dengan metode deduktif, yaitu suatu metode penarikan data yang didasarkan

pada fakta-fakta yang bersifat umum, untuk kemudian ditarik suatu

kesimpulan yang bersifat khusus guna menjawab permasalahan berdasarkan

(45)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diuraikan, maka dapat

dibuat kesimpulan sebagai berikut:

1. Pertanggungjawaban pidana anak yang menyalahgunakana narkotika

sebagai pengguna (Study Putusan Nomor. 313/PID.B(A)/2012/PN.TK)

didasarkan pada perbuatan tersebut dengan sengaja untuk mencapai suatu

kesengajaan (dolus) yang dimaksud dan memenuhi unsur-unsur dari

kesalahan, yaitu adanya kemampuan bertanggungjawab pada sipembuat,

adanya hubungan batin antara si pembuat dengan perbuatannya, yang

berupa kesengajaan (dolus) dan memenuhi unsur-unsur dari Pasal 127 ayat

(1) huruf a Undang-Undang RI 35 Tahun 2009 tentang narkotika.

2. Dasar Pertimbangan hakim dalam memberikan putusan tindak pidana

narkotika yang dilakukan oleh anak khususnya kepada terdakwa Andri

Agustiawan Als Cuplis Bin Ngadimin Bin Kadini Dasar Menurut Pasal

183 KUHAP adalah hakim membuat pertimbangan-pertimbangan. Hakim

Pengadilan Negeri Tanjung Karang lebih banyak menggunakan

pertimbangan yang bersifat yuridis dan menurut Pasl 184 Hakim meminta

alat bukti yang sah, yaitu dari keterangan sanksi-sanksi, dan barang bukti

(46)

tipe 1208 warna hitam terbuktinya semua unsur-unsur delik yang

didakwakan berdasarkan pembuktian fakta-fakta yang terungkap di

persidangan yang didapat dari alat bukti, Selain itu hakim tidak

menemukan hal-hal yang dapat menghapuskan kesalahan terdakwa

maupun hal-hal yang dapat meniadakan sifat pidana baik sebagai alasan

pemaaf maupun alasan pembenar, sehingga terdakwa harus bertanggung

jawab atas kesalahan tersebut dan dijatuhkan hukuman yang setimpal

dengan kesalahannya.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas maka penulis menyarankan

1. Pertanggungjawaban pidana anak yang menyalahgunakan narkotika

sebagai pengguna hendaknya mempertimbangkan semua aspek yang

terbaik bagi anak, dijatuhi hukuman berupa sanksi atau pidana penjara,

karena dari hasil putusan tersebut menentukan kelanjutan masa depan anak

kelak dan pidana penjara bukan satu-satunya jalan untuk membuat anak

menjadi lebih baik, psikologis anak akan rusak. Akan lebih baik anak

diberi pembinaan untuk mengubah sifat buruknya. .

2. Dalam menekankan hukum pidana anak yang menyalahgunakan narkotika

sebagai pengguna sebaiknya hakim memutus terdakwa yang dalam

perkara ini terdakwa adalah anak dibawah umur (belum mencapai umur

18 tahun) diberikan hukuman tindakan (pembinaan atau rehabilitasi)

bukan dengan menjatuhkan sanksi pidana sebagaimana diatur di dalam

pasal 26 ayat 1 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan

(47)

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK YANG MENYALAHGUNAKAN NARKOTIKA SEBAGAI PENGGUNA

(Studi Putusan No.313/PID/B(A)/2012/PN.TK)

(Skripsi)

Oleh

RIRI PRIMA BESTARI SINAGA

UNIVERSITAS LAMPUNG FAKULTAS HUKUM

(48)

DAFTAR ISI

Halaman I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 6

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 7

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 8

E. Sistematika Penulisan ... 14

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana ... 16

B. Pengertian Anak... 18

C. Tinjauan Umum Tentang Narkotika dan Penanggulangan Narkotika .. 24

D.Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Hukuman ... 30

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 37

B. Sumber dan Jenis Data ... 38

C. Penentuan Populasi dan Sample... 40

D. Metode Pengumpulan dan Pengolaan Data... 40

E. Analisis Data ... 41

IV.HASIL PENELITIAN A. Karakteristik Responden... 43

(49)

D. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan terhadap anak yang menyalahgunakan Narkotika sebagai pengguna... 56

V.PENUTUP

A. Kesimpulan... 74 B. Saran... 75

(50)

JudulSkripsi : PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK YANG MENYALAHGUNAKAN NARKOTIKA SEBAGAI PENGGUNA

(Study Putusan No.313/PID.B(A)/2012/PN.TK)

NamaMahasiswa :

Riri Prima Bestari Sinaga

No. PokokMahasiswa : 0852011191

Bagian : HukumPidana

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI

1. KomisiPembimbing

Firganefi, S.H.,M.H. Maya Shafira, S.H.,M.H.

NIP 196312171988032003 NIP 197706012005012002

2. KetuaBagianHukumPidana

Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H.

(51)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Firganefi, S.H.,M.H. ………..

Sekretaris/Anggota : Maya Shafira, S.H.,M.H. ………..

PengujiUtama : Tri Andrisman, S.H.,M.H. ………..

2. Dekan FakultasHukum

Dr. Heryandi, S.H.,M.S.

(52)

MOTTO

Jangan pernah berhenti mengasihi, karena Yesus juga gak pernah

berhenti mengasihi kamu.

(Markus 12:31)

Janganlah hatimu iri kepada orang-orang yang berdosa,tetapi

takutlah akan TUHAN senantiasa.

(Amsal 23:17)

Kita tidak bisa mengubah masa lalu, tetapi kita bisa mengubah masa

depan dengan membuat pilihan-pilihan yang benar hari ini.

(53)

PERSEMBAHAN

Saya persembahkan karya kecil ini kepada :

Terimakasih Ya Tuhan Yesus yang selalu menemani disetiap

hembusan nafas ini dan menopang setiap pergumulan yang

kerap menghampiri saya disaat senang maupun sedih Engkau

selalu membantu.

Bapak dan Mama yang selalu doain saya, dan mendukung

(54)

menjadi abang yang baik walau kita suka bertengkar tapi

percaya lah saya sangat menyayangimu,

Keluarga besar saya yang selalu mendukung dan mendoakan

saya.

Semua teman dan seluruh sahabat yang ada di Fak.

Hukum Unila Angkatan 2008.

(55)

RIWAYAT HIDUP

Penulis duduk Sekolah Dasar Swasta Methodis I dan diselesaikan pada tahun

2002, kemudian dilanjutkan pada Sekolah Menengah Pertama Negeri 9 Tebing

Tinggi dan diselesaikan pada tahun 2005, kemudian dilanjutkan ke Sekolah

Menengah Atas Swasta Inti Nusantara Tebing Tinggi dan diselesaikan pada tahun

2008.

Pada tahun 2008, setelah lulus dari SMA, penulis diterima sebagai Mahasiswa

Fakultas Hukum Universitas Lampung, Pada awal tahun 2012, penulis mengikuti

kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada awal tahun 2012 yang berlokasi di

Kampung negeri batin, kecamatan.balambangan umpu, Way Kanan.

Penulis dilahirkan di Kota Tebing Tinggi, pada tanggal 02 juli

1990, sebagai anak kedua dari pasangan Sahat.Sinaga,S.Pd dan

(56)

SANWACANA

Salam Sejahtera,

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang selalu

melimpahkan Rahmat dan Hidayah serta karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pertanggungjawaban Pidana Anak yang

menyalah gunakan Narkotika sebagai pengguna ” yang merupakan syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Hukum Universitas Lampung.

Penulis menyadari pastilah masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam

penulisan skripsi ini, oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun

sangat penulis harapkan dalam penyempurnaan skripsi ini.

Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini penulis tidak sendiri

melainkan dibantu dan diberikan bimbingan dari berbagai pihak sehingga skripsi

ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin

menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H.,M.S. selaku Penjabat Dekan Fakultas Hukum

Universitas Lampung

2. Ibu Diah Gustiniati Maulani, S.H.,M.H. selaku Ketua Jurusan Bagian

Hukum Pidana

3. Ibu Firganefi, S.H.,M.H. selaku Pembimbing I yang telah memberikan

(57)

4. Ibu Maya Shafira, S.H.,M.H selaku Pembimbing II yang sangat sabar

membimbing saya, dan meluangkan waktu untuk saya berkonsultasi, juga

memberikan banyak saran untuk penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak Tri Andrisman. S.H.,M.H. dan Bapak Achmad Irzal F, S.H.,M.H.

selaku Pembahas I dan II yang selalu meberikan saran dan kritik kepada

penulis

6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang selama

ini telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis selama

menempuh studi di Fakultas Hukum Universitas Lampung

7. Responden-responden penulis Sri Suharini, S.H.M.H., dan Itong Isnaini

Hodayat, S.H.,M.H., selaku Majelis Hakim (Hakim Anak) Pengadilan

Negeri Tanjung Karang, Dr Maroni, S.H.,M.H., selaku Dosen Fakultas

Hukum Universitas Lampung.

8. Bapak dan Mama, terimakasih buat segala doa dan dukungannya. Terima

kasih atas kesabarannya dalam mendidik saya.

9. Buat Uda dan Inang Uda yang menjadi Bapak dan mama saya selama 2,8

tahun saya tinggal dirumah kalian jika saya selalu berbuat salah terutama

ke inang uda Maafin saya ya inang uda.

10.Buat Amang Boru dan Namboru saya yang selalu mendukung setiap

penyusunan skripsi ini.

11.Buat Abang dan Adik saya Dasip Adonia Sinaga, Kevin Scifo Sinaga, Tio

Nicholas Sinaga, Ian V Haloho, Thomas Caplan Haloho, Edwin A Haloho,

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian Mujib 2016 terdapat efektifitas latihan range of motion dalam menurunkan skala nyeri lansia dengan osteoartritis.Berdasarkan Hasil dari penelitian yang

Oleh sebab itu, dalam tugas akhir ini akan menganalisa human error pada sistem instalasi kelistrikan kapal yang berpengaruh dalam kecelakaan di wilayah perairan

Pembahasan dan temuan hasil penelitian didasarkan pada aspek yang ditelaah dalam penelitian ini, meliputi pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah, peningkatan

[r]

Wawancara kepada bapak Aulia Rahman, SE.I selaku manajer KSPPS BMT Muamalat Mulia Kudus tanggal 03 Maret 2017 pukul 15.23 WIB.. 1) karyawan harus jujur , harus sesuai

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap database server pada Katalog Induk Terpasang Perpustakaan UGM, maka teknik pengindeksan dengan teknik pengindeksan bahasa

The objective of this ®eld study was to evaluate the effectiveness of winter cover crop incorporation and gypsum applications relative to conventional fallows for improving

Bagi Pemegang Saham yang saham-sahamnya dititipkan pada Penitipan Kolektip PT KSEI, maka pemberian kuasa oleh Perusahaan Efek atau Bank Kustodian yang