ABSTRAK
Penyalahgunaan narkotika oleh anak saat ini menjadi perhatian banyak orang dan terus menerus dibicarakan dan dipublikasikan. Bahkan, masalah penyalahgunaan narkotika menjadi perhatian berbagai kalangan. Hampir semuanya mengingatkan sekaligus menginginkan agar masyarakat Indonesia, terutama anak-anak untuk tidak sekali-kali mencoba dan mengkonsumsi narkotika. Selain itu dapat menerapkan sanksi pidana tehadap anak digunakan beberapa pertimbangan, seperti kemampuan anak mempertanggungjawabkan perbuatannya, juga dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, bahwa batas umur anak yang diajukan ke sidang anak adalah sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun (delapan belas) tahun dan belum menikah. Adapun permasalahan yang akan dibahas adalah : (a)Bagaimanakah pertanggungjawaban Pidana Anak yang menyalahgunakan narkotika sebagai pengguna (Studi Putusan Nomor 313/pid/b(a)/2012/PN.TK)? (b)Apakah dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana anak yang menyalahgunakan narkotika sebagai pengguna (Studi Putusan Nomor 313/pid/b(a)/2012/PN.TK)?
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Data yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder. Penentuan sampel menggunakan metode purposive sampling, setelah data terkumpul, maka diolah dengan cara editing dan sistematisasi. Selanjutnya dilakukan analisis dengan menggunakan analisis kualitatif. Artinya menguraikan data yang telah diolah secara rinci kedalam bentuk kalimat-kalimat (deskriptif).
hubungan batin antara si pembuat dengan perbuatannya, yang berupa kesengajaan
(dolus) dan memenuhi unsur-unsur dari Pasal 127 ayat (1) huruf a
Undang-Undang RI 35 Tahun 2009 tentang narkotika, hakim dalam memberikan putusan tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh anak khususnya kepada terdakwa Andri Agustiawan Als Cuplis Bin Ngadimin Bin Kadini adalah terbuktinya semua unsur-unsur delik yang didakwakan berdasarkan pembuktian fakta-fakta yang terungkap di persidangan yang didapat dari alat bukti, sehingga terdakwa telah memiliki, menyimpan, dan mengkonsumsi Narkotika jenis Sabu-sabu Golongan I terhadap diri sendiri dan menjatuhkan penahanan kota pengurungan hukumannya seperlima dari jumlah lamanya waktu penahanan selama 7 (tujuh) bulan dan subsidair 4 (bulan) 20 (dua puluh) hari penjara, Menurut Pasal 183 KUHAP adalah hakim membuat pertimbangan-pertimbangan. Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang lebih banyak menggunakan pertimbangan yang bersifat yuridis dan menurut Pasal 184 Hakim meminta alat bukti yang sah, yaitu dari keterangan sanksi-sanksi, dan barang bukti berupa Sabu-sabu seberat 0,2329 gram dan 1 unit hanphone merk nokia tipe 1208 warna hitam.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyalahgunaan narkotika oleh anak saat ini menjadi perhatian banyak orang
dan terus menerus dibicarakan dan dipublikasikan. Bahkan, masalah
penyalahgunaan narkotika menjadi perhatian berbagai kalangan. Hampir
semuanya mengingatkan sekaligus menginginkan agar masyarakat Indonesia,
terutama anak-anak untuk tidak sekali-kali mencoba dan mengkonsumsi
narkotika. Fakta yang disanksikan hampir disetiap hari baik melalui media
cetak maupun elektronik, ternyata peredaran narkotika telah merebak
kemana-mana tanpa pandang usia, terutama di antara generasi penerus bangsa
dalam pembangunan Negara di masa mendatang.
Narkotika saat ini telah disalahgunakan untuk dikonsumsi, diedarkan, dan
diperdagangkan tanpa izin dari pihak berwenang. Hal ini dilakukan oleh
pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dengan tujuan memperoleh
keuntungan ekonomi. Penyalahgunaan narkotika pada saat ini telah masuk
dalam keadaan yang membahayakan, karena pelaku penyalahgunaan
narkotika atau mengkonsumsi narkotika berasal dari golongan anak-anak atau
atau terus bertambah pada tiap tahunnya, yang membuktikan bahwa anak
merupakan sasaran peredaran narkotika.
Penyalahgunaan narkotika belakangan ini banyak dilakukan oleh anak-anak.
Usia anak-anak merupakan “sasaran empuk” dan wilayah yang paling rawan
terhadap penyalagunaan narkotika, karena masa anak-anak merupakan masa
pencarian identitas diri, saat dimana anak-anak mulai muncul rasa penasaran,
ingin mengetahui serta ingin mencoba berbagai hal baru dan bahkan resiko
tinggi, oleh karenanya, sangat mungkin jika semakin hari semakin bertambah
jumlah tindak pidana kejahatan narkotika untuk pengedar dan pemakai
dikalangan anak-anak.
Penerapan sanksi pidana bagi anak yang melakukan tindak pidana narkotika
berbeda dengan orang dewasa. Perhitungan pidana yang dijatuhkan kepada
anak-anak adalah 1/2 dari maksimum ancaman pidana bagi orang dewasa,
karena anak dipandang belum mampu mempertanggungjawabkan
perbuatannya secara sepenuhnya. Selain itu, dalam proses penegakan hukum
terhadap anak, digunakan beberapa pertimbangan dalam menjatuhkan sanksi
pidana tersebut. Teori pertanggungjawaban pidana1 menjalaskan bahwa pertanggungjawaban pidana ditentukan berdasarkan pada kesalahan pembuat
(liability based on fault), dan bukan hanya dengan dipenuhinya seluruh unsur
suatu tindakan pidana. Sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak bahwa batas umur anak-anak
yang dijatuhkan ke sidang anak, adalah sekurang-kurangnya 8 (delapan)
1
tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum
pernah menikah.
Peraturan perundang-undangan yang mendukung upaya pemberantasan
tindak pidana narkotika sangat diperlukan, apalagi tindak pidana narkotika
merupakan salah satu bentuk kejahatan inkonvensional yang dilakukan secara
sistematis, menggunakan modus operadi yang tinggi dan teknologi canggih
serta dilakukan secara terorganisir dan sudah bersifat transnasional.
Pemerintah telah menaruh perhatian yang sangat besar dan serius untuk
menanggulangi penyalagunaan narkotika, dan bahan-bahan adiktif lainnya,
khususnya dikalangan pelajar dan remaja. Dari kalangan tertentu seperti
Badan Narkotika Nasional (BNN)2 tidak bosan mengadakan seminar, symposium, lokakarya, dan sebagainya, untuk mendapatkan masukan guna
menunjang usaha dan upaya pemerintah ini. Peranan masyarakat, keluarga,
sekolah, dan juga lingkungan sekitar sangat penting guna menunjang dan
mencegah bahaya penyalahgunaan obat-obatan tersebut, terutama narkotika.
Bahaya penyalahgunaan narkotika bagi anak-anak dan remaja adalah dapat
mengakibatkan pada kelambatan berfikir, sehingga harapan dalam pencapaian
pembangunan nasional dapat terganggu. Selain itu, bahaya dari
penyalahgunaan narkotika dapat merusak sel-sel saraf otak, menimbulkan
ketergantungan, dan dapat mengakibatkan kematian bagi pemakainya.
Ketergantungan terhadap narkotika pada mulanya hanya berupa keinginan
2
untuk mencoba, karena narkotika tersebut dapat membuat pemakainya
beralusianasi seolah-olah dapat melupakan masalah dan berada pada dunia
yang indah, jika faktor kesempatan untuk mendapatkan narkotika sangat
mudah dari pengedar, maka dapat mengakibatkan korban akan semakin
bertambah.
Salah satu contoh korban dari penyalagunaan atau pemakai narkotika yang
masih dalam kategori anak adalah Andri Agustiawan Als Cuplis Bin
Ngadimin yang masih berumur 15 Tahun. Andri Agustiawan Als Cuplis Bin
Ngadimin berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor
313/PID.A/2012/pn.tk. dituntut oleh Hakim telah melakukan tindak pidana
sebagaimana diatur dalam Pasal 127 ayat (1) huruf a UUD Nomor 35 Tahun
2009 tentang Menyalahgunakan Narkotika bagi diri sendiri.
Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor
313/PID.A/2012/pn.tk. Andri Agustiawan Als Cuplis Bin Ngadimin oleh
hakim dinyatakan bersalah dan terbuktik secara sah dan menyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika golongan I bagi
diri sendiri sebagaimana diatur dalam Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 Tentang penyalahgunaan narkotika bagi diri sendiri
Hakim menjatuhkan penjara selama 4 (empat) bulan, 20 (dua puluh) hari.
Putusan pidana yang dijatuhkan oleh hakim terhadap terdakwa terasa lebih
berat karena tergolong anak dibawah umur, menurut saksi Rildho
Mudjtahidin Bin Mudjtahidin dan Yudi Kurniawan Bin Suratmin,
ganja yang telah dibungkus dengan kertas paper warna putuh dibuang oleh
Harry wibowo dan baru pertama kali menggunakan atau mengonsumsi
narkotika berupa daun ganja kering, padahal terdapat Surat Keputusan
Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Jaksa Agung
Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Menteri
Hukum dan HAM Republik Indonesia, Menteri Sosial Republik Indonesia,
dan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Republik Indonesia Nomor: 166 A/KMA/SKB/XII/2009, Nomor: 148
A/A/JA/12/2009, Nomor: B/45/XII/2009, Nomor: M.HH-08 HM.03.02
Tahun 2009, Nomor: 10/PRS-2/KPTS/2009, Nomor: 02/Men.PP dan
PA/XII/2009 Tahun 2009 tentang Penanganan Anak Yang Berhadapan
Dengan Hukum yang mengatur bahwa dalam menangani anak yang
berhadapan dengan hukum harus menggunakan pendekatan keadilan
restoratif sebagai landasan pelaksanan sistem peradilan pidana terpadu bagi
anak yang berhadapan dengan hukum yang pada perkara dengan terdakwa
Andri Agustiawan Als Cuplis Bin Ngadimin Bin Kadini SKB ini belum
sepenuhnya dilaksanakan.
Hakim berdasarkan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman memiliki kebebasan dalam menjatuhkan pidana,
namun apabila pelaku tindak pidana tersebut masih tergolong dalam usia anak
khususnya pada tindak pidana narkotika, seharusnya hakim dapat lebih
mempertimbangkan kembali putusan yang dijatuhkannya Kasus tindak
Agustiawan Als Cuplis Bin Ngadimin, seharusnya hakim menjatuhkan
putusan harus lebih mempertimbangkan masa depan dari terpidana tersebut.
Anak yang berumur kurang dari 18 tahun melakukan tindak pidana pidana
narkotika mengacu pada ketentuan-ketentuan yang ada dalam
Undang-Undang Peradilan Anak mengenai batas umur anak yang dapat dijatuhi
hukuman yang penjatuhan hukumannya disesuaikan dengan batasan umur
menurut tingkatnya. Dalam hal ini aparat hukum benar-benar dituntut untuk
mendalami ketentuan-ketentuan mengenai penjatuhan hukuman yang ada
dalam Undang-Undang Peradilan Anak.
Berdasarkan pertimbangan diatas, oleh karena itu penulis tertarik mengambil
judul skripsi mengenai: “Pertanggungjawaban Pidana Anak yang Menyalah gunakan Narkotika sebagai Pengguna (Studi Putusan Nomor;
313/PID/B(A)/2012/PN.TK)”.
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup
1. Permasalahan
Berdasarkan uraian yang telah disampaikan diatas, maka yang menjadi
pokok permasalahan yang akan dibahas adalah :
a) Bagaimanakah pertanggungjawaban Pidana Anak yang
Menyalahgunakan Narkotika sebagai Pengguna (Studi Putusan Nomor
b) Apakah Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Pidana Anak
yang Menyalahgunakan Narkotika sebagai Pengguna (Studi Putusan
Nomor 313/pid/b(a)/2012/PN.TK)?
2. Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini adalah mencakup ilmu hukum
pidana yang membahas pertanggungjawaban Pidana Anak yang
Menyalahgunakan Narkotika sebagai pengguna (Studi Putusan Nomor
313/pid/b(a)/2012/PN.TK). Penelitian ini dilaksanakan di Pengadilan
Negeri Kelas IA Tanjung Karang, Bandar Lampung. Penelitian ini akan
dilaksanakan pada tahun 2012.
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pokok bahasan, adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
a) Untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana anak yang
menyalahgunakan narkotika sebagai pengguna;
b) Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan
pidana yang menyalahgunakan narkotika sebagai pengguna;
2. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:
a. Secara Teoritis, yaitu berguna sebagai sumbangan pemikiran dalam
mengenai pertanggungjawaban pidana anak yang menyalahgunakan
Narkotika sebagai pengguna.
b. Kegunaan Praktis, yaitu memberikan masukan kepada aparat penegak
hukum mengenai dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan
pidana anak yang menyalahgunakan narkotika sebagai pengguna.
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual
1. Kerangka Teoritis
Kerangka Teoritis adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dari
hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk
mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap
relevan oleh peneliti3.
Syarat-syarat Pemidanaan adalah :
a. Perbuatan yang memenuhi rumusan undang-undang dan bersifat melawan
hukum.
b. Orang, dalam hal ini mengacu kepada kesalahan, meliputi kemampuan
bertanggungjawab dan segala (Dolus/.Opzet) atau Lalai (Culpa/Alpa)
(Tidak ada alasan pemaaf)4
Berdasarkan teori di atas Teori Pertanggungjawaban Pidana mengacu kepada
kesalahan baik kesalahan sengaja (Dolus/.Opzet) atau karena faktor lalai
(Culpa/Alpa). Petanggungjawaban Pidana adalah suatu keadaan normal dan
pematangan psikis yang membawa 3 (tiga) macam kemampuan untuk 1 (satu)
3
Soerjono Soekanto, 1986.Pengantar Penelitian Hukum. UI-Press.Jakarta. hlm 124
4
Memahami arti dan akibat perbuatannya sendiri; (2) Memahami bahwa
perbuatannya itu tidak dibenarkan atau dilarang oleh masyarakat; (3)
Menetapkan kemampuan terhadap perbuatan-perbuatan itu sehingga dapat
disimpulkan bahwa pertanggungjawaban (teorekensvatbaarhee) mengandung
pengertian kemampuan atau kecakapan5.
Pertanggungjawaban pidana sebagai syarat pemidanaan subjektif yang
memiliki unsur sebagai berikut :
a. Kemampuan bertanggungjawab.
1. Kemampuan untuk membeda-bedakan antara perbuatan baik dan yang
buruk, yang sesuai hukum dan melawan hukum.
2. Kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsyafan
tentang baik dan buruknya perbuatan6. b. Kesalahan dalam arti luas.
1. Adanya kaitan psikis antara pembuat dan perbuatan, yaitu adanya
sengaja atau lesalahan dalam arti sempit;
2. Tidak adanya dasar peniadaan pidana menghapus dapatnya
dipertanggungjawabkan sesuatu perbuatan kepada pembuat7.
Pertanggungjawaban adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya fungsi
menerima pembebanan sebagai akibat dari sikap tindakan sendiri atau pihak
lain8. Pertanggungjawaban pidana menurut hukum pidana positif yakni
5
P.A.F. Lamintang, 1997 .Hakim panitesier Indonesia. hlm 108
6
Moeljatno, 1963.Asas-Asas Hukum Pidana. hlm 165.
7
Andi Hamzah, 1994 . Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana. hlm 30
8
dapat dipertanggungjawabannya dari si pembuat, adanya perbuatan
melawan hukum, tidak ada alasan pembenar, atau alasan yang
menghapuskan pertanggungjawaban pidana bagi si pembuat.
Pertanggungjawaban pidana tidak cukup dengan dilakukannya perbuatan
pidana saja. akan tetapi di samping itu harus ada kesalahan, atau sikap batin
yang dapat dicela, ternyata pula dalam asas hukum yang tidak tertulis tidak
dipidana jika tidak ada kesalahan9.
Unsur-unsur yang mengakibatkan dipidananya seseorang terdakwa adalah
mampu bertanggungjawab, syarat-syarat orang mampu bertanggungjawab
adalah faktor akal dan faktor kehendak. Faktor akal yaitu dapat
membeda-bedakan antara perbuatan yang diperbolehkan dan perbuatan tang tidak
diperbolehkan. Faktor kehendak yaitu menyesuaikan tingkah lakunya
dengan keinsyahfan atas mana yang diperbolehkan dan yang tidak10.
Pertanggungjawaban pidana dalam istilah asing disebut juga dengan
teorekenbaardheid atau criminal responsibility yang menjurus kepada
pemidanaan bertindak dengan maksud untuk menentukan apakah seseorang
terdakwa atau tersengka dipertanggungjawabkan atas suatu tindakan pidana
yang terjadi atau tidak.
Melihat kekhususan yang dimiliki anak, serta memperhatikan berbagai
kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan bagi anak, maka
pemberian sanksi (Pidana dan Tindakan) harus memperhatikan
9
Ibid hlm 73
10
prinsip penjatuhan pidana kepada anak. Untuk itu, maka diperlukan suatu
sistem penghukuman khusus bagi anak dalam perkara pidana atau yang
berkonflik dengan hukum.
Pemberian sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1997 tersebut apabila diterapkan secara maksimal dapat
memberi suatu alternatif yang lebih baik dalam melakukan pembinaan dan
rehabilitasi terhadap anak yang melakukan tindak pidana. Dalam hal ini juga
dikembangkan partisipasi aktif masyarakat dalam usaha tersebut, adanya
kesadaran dan kesedian untuk menerima anak yang dalam kesulitan atau
berkonflik dengan hukum dan memberi pembinaan yang mantab.
Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika sebagai revisi atas
Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika dan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, telah diundangkan pada
tanggal 12 oktober 2009 dan ditempatkan dalam lembaran Negara RI nomor
5062. Undang-Undang ini dikeluarkan sebagai tindakan pemerintah dalam
menyikapi penyalahgunaan peredaran gelap narkotika yang semakin
meningkat.
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur tentang
tata cara dan proses penjatuhan suatu hukuman, namun tidak hanya proses
utuk mencari dan mendapatkan kebenaran materil guna menjatuhkan
putusan bagi seseorang terdakwa yang diatur, tetapi juga mengatur
pokok-pokok cara pelaksanaan dari putusan tersebut. Apa yang diatur dalam
menegakkan ketertiban umum, sekaligus juga bertujuan untuk melindungi
hak-hak asasi tiap-tiap individu baik yang menjadi korban maupun si
pelanggar hukum.
Hakim sebagai alat negara dalam menegakkan hukm diberikan kewenangan
yang besar oleh undang-undang untuk menentukan berat ringannya sanksi
pidana bagi pelaku yang melanggarnya. Akan tetapi kebebasan hakim ini
dibatasi oleh tujuan-tujuan pidana dan azaz-azas yang hidup dalam
masyarakat serta hukum yang sesuai dengan Pancasila.
Menurut Pasal 183 dalam KUHAP tentang Pembuktian dan Putusan Dalam
Acara Pemeriksaan Biasa adalah :
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada kepada seseorang
kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah
ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar
terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah yang melakukan”.
Putusan hakim merupakan mahkota dari suatu pekara yang sedang diperiksa
dan diadili oleh hakim tersebut. Hakim dalam membuat putusan harus
memperhatikan segala aspek. Hakim mempunyai sikap atau sifat kepuasan
moral yang menjadi dasar untuk memutus suatu perkara serta kepuasan
nurani sendiri jika putusannya dikuatkan dan tidak dibatalkan pengadilan
yang lebih tinggi11.
11
Proses atau tahapan penjatuhan putusan oleh hakim, dalam perkara pidana
dilakukan dalam beberapa tahapan sebagai berikut :
1. Tahap Menganalisis Perbuatan Pidana;
2. Tahap Menganalisi Tanggung jawab Pidana;
3. Tahap Penentuan Pemidanaan12
Menurut Pasal 33 UU Pokok Kekuasaan Kehakiman, disebutkan bahwa
ketua pengadilan mengawasi pelaksanaan putusan pengadilan oleh jaksa
dengan tujuan memperoleh jaminan bahwa putusan tersebut telah
dilaksanakan sebagaimana mestinya. Adapun hakim yang diberi tugas untuk
menbantu ketua pengadilan dalam pengawasan ini disebut hakim
pengawasan dan pengamatan (hakim wasmat).
2. Konseptual
Menurut Abdulkadir Muhammad, kerangka konseptual adalah susunan
dari beberapa konsep sebagai satu kebulatan yang utuh sehingga terbentuk
dari beberapa konsep sebagai landasan, acuan dan pedoman dalam
penelitian atau penulisan. Sumber konsep adalah undang-undang,
buku/karya tulis, laporan penelitian, enksiklopedia, kamus dan
fakta/peristiwa.
a. Petanggungjawaban Pidana adalah suatu keadaan normal dan
pematangan psikis yang membawa 3 (tiga) macam kemampuan untuk
1 (satu) Memahami arti dan akibat perbuatannya sendiri; (2)
Memahami bahwa perbuatannya itu tidak dibenarkan atau dilarang
12
oleh masyarakat; (3) Menetapkan kemampuan terhadap
perbuatan-perbuatan itu sehingga dapat disimpulkan bahwa pertanggungjawaban
(teorekensvatbaarhee) mengandung pengertian kemampuan atau
kecakapan13.
b. Penjatuhan Pidana adalah hal yang berhubungan dengan pernyataan
hakim dalam memutuskan perkara dan menjatuhkan hukuman14. c. Tindak Pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat
dikenakan hukuman pidana15.
E. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dalam memahami skripsi ini secara keseluruhan, maka
penulis menguraikan secara garis besar keseluruhan sitematika materi sebagai
berikut:
I. PENDAHULUAN
Bab ini memuat pendahuluan yang berisi tentang latar belakang,
permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penulisan,
kerangka teoritis dan konseptual, sistematika penulisan dan metode
penelitian, tentang pertanggungjawaban pidana anak yang menyalah
gunakan narkotika sebagai pengguna (Studi Putusan
No.313/PID/B(A)/2012/PN.TK).
II. TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini memuat telaah kepustakaan yang berupa pengertian-pengertian
dan tinjauan umum tentang pertanggungjawaban pidana anak yang
13
P.A.F. Lamintang, 1996. Dasar-Dasat Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung hlm 108
14
Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1993 hlm 197
15
menyalah gunakan narkotika sebagai pengguna (Studi Putusan
No.313/PID/B(A)/2012/PN.TK).
III. METODE PENELITIAN
Bab ini berisi tentang metode yang digunakan dalam penulisan skripsi
yang meliputi : pendekatan masalah, sumber dan jenis data, metode
pengumpulan dan pengolahan data, serta analisis data,tentang
pertanggungjawaban pidana anak yang menyalah gunakan narkotika
sebagai pengguna (Studi Putusan No.313/PID/B(A)/2012/PN.TK).
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisikan pokok bahasan mengenai hasil penelitian, yang terdiri
dari karakteristik responden, dasar pertimbangan hakim dalam
memberikan putusan tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh pada
wilayah hukum Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang dan putusan
pengadilan berupa pidana penjara bagi anak.
V. PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dan saran-saran yang mengemukakan pada
pertanggungjawaban pidana anak yang menyalah gunakan narkotika
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana
Pertanggungjawaban adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya, fungsi
menerima pembebanan sebagai akibat dari sikap tindakan sendiri atau pihak
lain14. Pertanggungjawaban pidana dalam istilah asing tersebut juga dengan
teorekenbaardheid atau criminal responsibility yang menjurus kepada
pemidanaan petindak dengan maksud untuk menentukan apakah seseorang
terdakwa atau tersangka dipertanggung jawabkan atas suatu tindakan pidana
yang terjadi atau tidak.
Petanggungjawaban Pidana adalah suatu keadaan normal dan pematangan
psikis yang membawa 3 (tiga) macam kemampuan untuk 1 (satu) Memahami
arti dan akibat perbuatannya sendiri; (2) Memahami bahwa perbuatannya itu
tidak dibenarkan atau dilarang oleh masyarakat; (3) Menetapkan kemampuan
terhadap perbuatan-perbuatan itu sehingga dapat disimpulkan bahwa
pertanggungjawaban (teorekensvatbaarhee) mengandung pengertian
kemampuan atau kecakapan15.
14
WJS. Peorwadarminta,1985. Kamus Umum Bahasaa Indonesia. Eresco, Jakarta Ibid, hlm 620
15
Pertanggungjawaban pidana menurut hukum pidana positif yakni dapat
dipertanggungjawabkannya dari sisi perbutan, adanya perbuatan melawan
hukum, tidak ada alasan pembenaran, atau alasan yang menghapuskan
pertanggungjawaban pidana bagi si pembuat.
Asas legalitas dalam hukum pidana indonesia menentukan bahwa seseorang
baru dapat dikatakan melakukan perbuatan pidana apabila perbuatan tersebut
sudah sesuai dengan rumusan dalam undang-undang hukum pidana, dalam
hal ini sesuai dengan Pasal 1 ayat (1) KUHP yang berbunyi : Tiada sesuatu
perbuatan yang dapat dipidana dalam perundang-undangan yang telah ada,
sebalum perbuatan dilakukan. Meskipun demikian orang tersebut belum
dapat dijatuhi pidana karena masih harus di buktikan kesalahannya atau
apakah dapat dipertanggungjawabkan pidana dalam hukum pidana.
Orang yang mampu bertanggung jawab itu harus memenuhi 3 (tiga) syarat
yaitu :
1. Dapat menginsyafi makna yang senyatanya dari perbuatannya;
2. Dapat menginsyafi bahwa perbuatannya itu dapat di pandang patut
dalam pergaulan masyarakat;
3. Mampu untuk menentukan niat atau kehendak dalam melakukan
perbuatan16.
16
Pertanggungjawaban pidana haruslah terdapat unsur-unsur :
1. Melakukan perbuatan pidana;
2. Mampu bertanggungjawab;
3. Terdapat unsur kesalahan atau kealpaan;
4. Tidak adanya alasan pemaaf17
Unsur-unsur dari pertanggungjawaban pidana itu, meliputi :
1. Melakukan perbuatan pidana (sifat melawan hukum);
2. Diatas umur mampu bertanggung jawab;
3. Mempunyai suatu bentuk kesalahan berupa kesengajaan atau
kealpaan18
B. Pengertian Anak
1. Pengertian anak
Anak adalah seorang yang lahir dari hubungan pria dan wanita. Kelahiran
seorang anak (bayi) karena perkawinan sedikit banyaknya menyebabkan
hal-hal tertentu dalam berbagai kehidupan bernegara dan bermasyarakat,
secara hukum kelahiran tersebut mempunyai tersebut mempunyai atau
menimbulkan akibat hukum.
Menurut pengalaman medis dan pendidikan ilmiah diketahui bahwa
terdapat perbedaan antara anak dan orang dewasa, yaitu tidak hanya
17
Roeslan Saleh. 1981, log .cit, hlm 86
18
berbeda secara kuantatif saja. Tetapi juga badan jiwanya berfungsi jauh
berbeda”19
.
Pengertian anak ini mendasarkan pada dua kategori yaitu pengertian anak
dengan mendasarkan pada tingkatan usia dan pengertian anak dengan
menggunakan pendekatan psikososial20.
Pengertian anak dengan mendasarkan pada tingkatan usia dalam arti
tingkat usia berapakah seorang dapat dikategorikan sebagai anak.
Mengenai batas usia seseorang dapat dikategorikan sebagai anak,
dibeberapa negara tidak adanya keseragaman. Hal ini terjadi karena ada
pengaruh kondisi sosio-kultural masyarakat dari negara-negara yang
bersangkutan sehingga memunculkan adanya keanekaragaman penentuan
batas usia seorang sebagai anak. Bila dilihat dari seluruh negara maka
yang disebut sebagai seorang anak adalah seseorang yang dari usia 6 tahun
hingga 20 tahun21.
Selanjutnya mengenai penentuan batasan anak dari aspek psikososial
menurut J. Pikunas dan R.J. Havighurts yang dikutip Paulus Hadisuprapto
menyatakan bahwa masing-masing tingkatan usia mempunyai karakteristik
kejiwaan sendiri-sendiri seperti pada tahapan remaja dini (usia 12 sampai
15 tahun) memiliki kecenderungan kejiwaan antara lain:
c. Kepekaan sosial tinggi.
d. Minat keluar rumah tinggi.
Ada tahapan remaja lanjutan memiliki kecenderungan kejiwaan antara
lain:
a. Sudah mulai menampakkan dirinya dan bisa menerima kondisi
fisiknya;
b. Mulai dapat menikmati kebebasan emosionalnya;
c. Mulai lebih mampu bergaul;
d. Sudah menemukan identitas dirinya;
e. Mulai memperkuat penguasaan diri dan menyesuaikan perilakunya
dengan norma-norma keluarga kemasyarakatan;
f. Mulai secara perlahan-lahan meninggalkan reaksi-reaksi dan
sikap-sikap kekanak-kanakan22.
2. Pengertian Anak
Ditinjau dari aspek yuridi maka pengertian “Anak” dimata hukum positip
Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang beum dewasa
(minderjarig/person under age), orang yang di bawah umur/keadaan di
bawah umur (minderjarigheid/inferiority) atau kerap juga disebut sebagai
anak yang di bawah pengawasan wali (minderjarige ondervoorij). Maka
dengan bertitik tolak kepada aspek tersebut di atas ternyata hukum positif
Indonesia (ius constitutum/ ius operatum) tidak mengatur adanya unifikasi
22
hukum yang baku dan berlaku universal untuk menentukan kreteria
batasan umur bagi seorang anak23.
Pengertian kedudukan anka dalam hukum pidana menurut Maulana
Hassan Wadog bahwa “Kedudukan anak dalam lapangan hukum pidana
diletakkan dalam pengertian anak yang bermakna penafsiran hukum secara
negatif”24
.
Menurut Pasal 1 butir 8 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan mengklasifikasikan anak kedalam pengertian sebagai
berikut:
a. Anak pidana adalah anak yang berdasarkan putusan pengadilan
menjalani pidana di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18
tahun;
b. Anak negara adalah anak yang berdasarkan putusan pengadilan
diserahkan pada negara untuk dididik dan ditempatkan di LAPAS
Anak paling lama sampai berumur 18 tahun;
c. Anak sipil adalah anak yang atas permintaan orang tua atau walinya
memperoleh ketetapan pengadilan untuk dididik di LAPAS Anak
paling lama sampai berumur 18 tahun.
23
Lilik Mulyadi, 2005. Pengadilan Anak di Indonesia. Mandar Maju. Bandung hlm 3-4
24
Menurut Pasal 1 butir 1 dan butir 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997
tentang Pengadilan Anak mengklasifikasikan definisi anak ke dalam hal
berikut:
Anak adalah orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur
8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas)tahun
dan belum pernah kawin. Sedangkan yang dimaksud dengan Anak Nakal
adalah:
a. Anak yang melakukan tindak pidana; atau
b. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak,
baik menurut peraturan perundang-undangan maupun peraturan
hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang
bersangkutan.
Selanjutnya menurut Maulana Hassan Wadog bahwa pengertian anak
dalam hukum pidana meliputi dimensi-dimensi pengertian berikut25 : a. Ketidakmampuan untuk pertanggungjawaban tindak pidana;
b. Pengembalian hak-hak anak dengan jalan mensubstitusikan hak-hak
anak yang timbul dari lapangan hukum keperdataan, tata negara
dengan maksud untuk mensejahterakan anak;
c. Rehablitasi, yaitu anak berhak untuk mendapat proses perbaikan
mental spritual akibat dari tindakan hukum pidana yang dilakukan
anak itu sendiri;
d. Hak-hak untuk menerima pelayanan dan asuhan;
25
e. Hak-hak anak dalam proses hukum acara pidana.
Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 4 Tentang Kesejahteraan Anak
menyebutkan bahwa: “Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur
21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin”.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) memberikan batasan
mengenai pengertian anak atau orang yang belum dewasa adalah mereka
yang belum berumur 21 (dua puluh satu) tahun. Seperti yang dinyatakan
dalam pasal 330 yang berisikan bahwa “belum dewasa adalah mereka yang
belum mencapai umur genap dua puluh tahun, dan tidak lebih dahulu
kawin”.
Pengertian tentang anak secara khusus (legal formal) dapat kita temukan
dalam Pasal 1 angka (1) Udang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak, dan Pasal 1 angka (5) undang-Undang Nomor 21
Tahun 2007 Tentang pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang,
yaitu: “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18(delapan belas)
tahun, termasuk anak yang ada dalam kandungan”.
Menurut Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang nomor 39 tahun 1999 Tentang
hak Asasi Manusia, pengertian anak adalah : “anak adalah setiap manusia
yang berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah,
termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah
Menurut Pasal 1 ayat (1) undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 Tentang
Pengadilan Anak, pengertian anak yaitu: ”Anak adalah orang yang dalam
perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) Tahun tetapi belum
mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin”.
Menurut Undang-Undang Pengadilan Anak, bagi orang anak yang belum
mencapai usia 8 (delapan) tahun itu belum dapat
mempertanggung-jawabkan perbuatannya walaupun perbuatan tersebut merupakan tindak
pidana. Akan tetapi bila si anak tersebut melakukan tindak pidana dalam
batas umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai 18 (delapan belas)
tahun maka ia tetap dapat diajukan ke sidang Pengadilan Anak.
C. Tinjauan Umum tentang Narkotika dan Penanggulangan Narkotika
1. Pengertian Narkotika dan Tindak Pidana Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan26.
Istilah Narkoba merupakan singkatan dari narkotika dan Obat berbahaya
dan Napza yang merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat
Adiktif. Dengan penyebutkan berbagai singkatan tertsebut diatas, maka
pada intinya sama, yaitu agar supaya lebih mudah dipahami maka
26
digunakan istilah Narkoba merupakan singkatan dari narkotika,
Psikotropika dan bahan/Zat Adiktifnya.
Narkotika digolongkan sebagai suatu zat atau bahan yang jika digunakan
atau dimasukkan kedalam tubuh mempunyai efek lanjutan. Menurut
Dadang Hawari, Penyalahgunaan zat adalah pemakaian zat diluar indikasi
medik, tanpa petunjuk/resep dokter, pemakaian sendiri secara teratur atau
berkala sekurang-kurangnya selama 1 bulan.
Penyalahguna narkotika adalah orang yang menggunakan narkotika bukan
untuk keperluan yang seharusnya, dalam hal ini seorang penyalah guna
dapat disebut sebagai pemakai narkotika.
Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal
1 ayat (15) yaitu :
“Penyalah guna adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak
atau melawan hukum.”
Seorang pemakai belum tentu menjadi seorang pecandu, sebagian hanya
memakai sekali waktu saja, kemudian setelah ia tidak menemukan rasa
enaknya, ia tidak lagi menginginkan untuk mencoba. Sebagian yang lain
hanya memakai manakala lingkungan disekitar atau teman-temanya semua
mengkonsumsi narkotika.
Penyalahgunaan narkotika adalah pengguna narkotika yang dilakukan
tidak untuk maksud pengobatan, tetapi kerena ingin menikmati
berlangsung cukup lama sehingga menyebabkan gangguan kesehatan dan
sifat ketergantungan akan narkotika (Pencegahan Penyalahgunaan
Narkotika Sejak Usia Dini)
Jenis Narkotika di bagi atas 3 golongan :
a. Narkotika Golongan I : adalah narkotika yang paling berbahaya,
daya adiktif sangat tinggi menyebabkan ketergantungan. Tidak dapat
digunakan untuk kepentingan apapun, kecuali untuk penelitian atau
ilmu pengetahuan. Contoh: ganja, morphine, putau, adalah heroin
tidak murni berupa bubuk.
b. Narkotika Golongan II : adalah narkotika yang memiliki daya adiktif
kuat, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh :
petidin dan turunannya, benzetidin, betametadol.
c. Narkotika Golongan III : adalah narkotika yang memiliki daya
ediktif ringan, tetapi dapat bermanfaat untuk pengobatan dan
penelitian. Contoh : codein dan turunannya.
Dampak negatif penyalagunaan narkotika terhadap pelajar
1) Perubahan dalam sikap, perangai dan kepribadian;
2) Sering membolos, menurunnya kedisiplinan dan nilai-nilai
pelajaran;
3) Menjadi murah tersinggung dan capat marah;
4) Sering menguap, mengantuk, dan malas;
5) Tidak memedulikan kesehatan diri;
Tindak Pidana Narkotika adalah Perbuatan melawan hukum dengan
menyalagunakan narkotika yang dapat diancam dengan pidana sesuai
dengan Undang-Undang yang berlaku.
2. Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika
Upaya pencegahan terhadap penyebaran narkotika dikalangan pelajar,
sudah seyogiahnya menjadi tanggung jawab kita bersama. Dalam hal ini
semua pihak termasuk orang tua, guru, dan masyarakat harus turut
berperan aktif dalam mewaspadai ancaman narkotika.
Adapun upaya-upaya yang lebih kongkret yang dapat dilakukan adalah
melakukan kerja sama dengan pihak yang berwenang untuk melakukan
penyuluhan tentang bahaya narkotika, atau mungkin mengadakan razia
mendadak secara rutin.
Memerlukan pendampingan dari orang tua siswa itu sendiri dengan
memberikan perhatian dan kasih sayang. Pihal sekolah harus melakukan
pengawasan yang ketat terhadap gerak-gerik pelajar, karena biasanya
penyebaran (transaksi) narkotika sering terjadi disekitar lingkungan
sekolah. Yang tak kalah penting adalah Pendidikan moral dan agama lebih
ditekankan kepada pelajar. Karena salah satu penyebab terjerumusnya
pelajar ke dalam lingkaran setan ini adalah kurangnya pendidikan moral
dan keagamaan yang mereka serap, sehingga perbuatan tercela seprti ini
Ada 5 bentuk penanggulangan tindak pidana narkotika :
1. Promotif (pembinaan)
Ditujukan kepada masyarakat yang belum mengunakan narkotika,
prinsipnya adalah meningkatkan peranan atau kegiatan agar kelompok
ini secara nyata lebih sejahtera sehingga tidak pernah berpikir untuk
memperoleh kebahagiaan semu dengan memakai narkoba, dengan
pelaku program adalah lembaga kemasyarakatan yang difasilitasi dan
awasi oleh pemerintah.
2. Preventif (Program Pencegahan)
Program ini ditunjukan kepada masyarakat sehat yang belum
mengenal narkoba agar mengetahui seluk narkoba sehingga tidak
tertarik untuk menggunakanya. Selain dilakukan oleh pemerintah,
program ini sangat efektif bila dibantu oleh lembaga propesional
terkait, lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat.
3. Kuratif (Pengobatan)
Ditunjukan kepada para pengguna narkoba,. Tujuannya adalah untuk
mengobati ketergantungan dan menyembuhkan penyakit, sebagai
akibat dari pemakai narkoba, sekaligus menghentikan pemakaian
narkoba. Tidak sembarangan orang boleh mengobati narkoba.
Pengobatan harus dilakukan oleh dokter yang mempelajari narkoba
secara khusus.
4. Rehabilitatif
Upaya memulihkan kesehatan jiwa dan raga yang ditujukan kepada
agar ia tidak memakai lagi dan bebas dari penyakit ikutan yang
disebabkan oleh bebas pemakai narkoba.
5. Represif
Program penindakan terhadap produsen, bandar, pengedar, dan
pemakai berdasarkan hukum. Program ini merupakan program
instansi pemerintah yang berkewajiban mengawasi dan
mengendalikan produksi maupun distribusi semua zat yang tergolong
narkoba.
Berdasarkan upaya di atas, mari kita jaga dan awasi pelajar didik kita dari
bahaya narkotika, sehingga harapan kita untuk menelurkan generasi yang
cerdas dan tangguh di masa yang akan datang dapat diteralisasikan dengan
baik.
Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika menyebutkan
penggunaan narkotika dalam beberapa terminologi, yaitu:
a. Pencandu narkoba sebagai orang yang menggunakan atau
menyalahgunakan narkoba dan dalam keadaan ketergantungan pada
narkotika, baik secara fisik maupun psikis (Pasal 1 angka 13
Undang-Undang Nomor 35 2009 tentang Narkotika);
b. Penyalah Gunaan adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa
hak atau melawan hukum (Pasal 1 angka 15 undang-Undang nomor
35 Tahun 2009 tentang narkotika);
c. Korban penyalahgunaan adalah seseorang yang tidak sengaja
dan/atau diancam untuk mengggunakan narkotika (Penjelasan Pasal
54 Undang-Undang Nomot 35 Tahun 2009);
d. Pasien sebagai orang yang berdasarkan indikasi medis dapat
menggunakan,mendapatkan, memilik, menanyimpan dan membawa
narkotika golongan II dan golongan III dalam jumlah terbatas dan
sediaan tertentu;
e. Mantan pecandu Narkotika adalah Orang yang sudah sembuh dari
ketergantungan terhadap narkotika sacara fisik maupun spikis
(Penjelasan Pasal 58 Tahun 2009 Tentang narkotika).
3. Faktor Penyebab Penyalahgunaan Narkotika
Adapun beberapa pendapat tentang penyalahgunaan narkotika, diantaranya
sebagai berikut :
a. Dasar agama yang tidak kuat,
b. Komunikasih dua arah anatara orang tua dan anak sangat kurang,
c. Pergaulan dalam lingkungan sekolah,
d. Pengaruh lingkungan sekolah,
e, Budaya global yang masuk via elektronik dan media cetak.
D. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan
Putusan hakim merupakan mahkota dari suatu pekara yang sedang diperiksa
dan diadili oleh hakim tersebut. Oleh karena itu, tentu saja hakim dalam
membuat putusan harus memperhatikan segala aspek di dalamnya, mulai dari
perlunya kehati-hatian, dihindari sedikit mungkin ketidak cermatan, baik
teknik membuatnya. Jika hal negatip tersebut dapat dihindari, tentu saja
diharapkan dalam diri hakim hendaknya lahir, tumbuh dan berkembangnya
sikap atau sifat kepuasan moral jika kemungkinan moral jika kemudian
putusan yang dibuatnya itu menjadi tolak ukur untuk perkara yang sama, atau
dapat menjadi bahan refensi bagi kalangan teoritis maupun praktis hukum
serta kepuasan nurani sendiri jika putusannya dikuatkan dan tidak dibatalkan
pengadilan yang lebih tinggi27.
Menurut Moelyatno, sebagaimana yang dikutip oleh Ahmad Rifai, proses
atau tahapan penjatuhan putusan oleh hakim, dalam perkara pidana dilakukan
dalam beberapa tahapan, yaitu sebagaimana berikut :
1. Tahap Menganalisis Perbuatan Pidana
Pada saat hakim menganalisis, apakah terdakwa melakukan perbuatan
atau tidak, yang dipandang primer adalah segi masyarakat, yaitu
perbuatan sebagai tersebut dalam rumusan suatu aturan pidana.
2. Tahap Menganalisi Tanggungjawab Pidana
Jika seorang terdakwa dinyatakan terbukti melakukan perbuatan pidana
melanggar suatu pasal tertentu, hakim menganalisis apakah terdakwa
dapat dinyatakan bertanggungjawab atas perbuatan pidana yang
dilakukannya. Yang dipandang primer adalah orang itu sendiri.
Hakim dapat menggunakan Pasal 44 sampai dengan 50 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang orang-orang yang dinyatakan
27
tidak dapat bertanggungjawab atas perbuatan pidana yang dilakukannya
tersebut.
3. Tahap Penentuan Pemidanaan
Dalam hal ini, jikalau hakim berkeyakinan bahwa pelaku telah
melakukan perbuatan yang melawan hukum, sehingga ia dinyatakan
bersalah atas perbuatannya, dan kemudian perbuatannya itu dapat
pertanggungjawabankan oleh si pelaku, maka hakim akan menjatuhkan
terhadap pelaku tersebut, dengan melihat pasal-pasal, Undang-Undang
yang dilanggar oleh si pelaku.
Sebelum menjatuhkan putusan, hakim harus bertanya kepada diri sendiri,
jujurkah ia dalam mengambil keputusan ini, atau sudah tepatkah putusan
yang diambilnya itu, akan dapat menyelesaikan suatu sengketa, atau adilkah
putusan ini, atau seberapa jauh manfaat dari putusan yang dijatuhkan oleh
seorang hakim bagi para pihak dalam perkara atau bagi masyarakat pada
umumnya. Ada 2 faktor pertimbangan hakim, yaitu :
a. Faktor Yuridis
Pertimbangan yang bersifat yuridis adalah pertanggungjawaban hakim
yang didasarkan pada faktor-faktor yang terungkap di dalam
persidangan dan oleh undang-undang telah ditetapkan sebagai hal
yang harus dimuat di dalam putusan.
Pertimbangan yang bersifat yuridis di antaranya.
1. Dakwaan jaksa penuntut umum;
3. Keterangan terdakwa;
4. Barang-barang bukti;
5. Pasal-pasal dalam undang-undang tindak pidana.
a. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum.
Dakwaan merupakan dasar hukum acara pidana kerena berdasarkan
itulah pemeriksaan di persidangan dilakukan (Pasal 143 ayat (1)
KUHAP). Dakwaan berisi identitas terdakwa juga memuat uraian
tindak pidana serta waktu dilakukannya tindak pidana dan memuat
pasal yang dilanggar (Pasal 143 ayat (2) KUHAP).
b. Keterangan saksi. Merupakan alat bukti seperti yang diatur dalam
Pasal 184 KUHAP. Sepanjang keterangan itu mengenai suatu
peristiwa pidana yang ia dengar sendiri ia lihat sendiri dan alami
sendiri, dan harus diasampaikan dalam sidang pengadilan dengan
mengangkat sumpah.
c. Keterangan terdakwa. Menurut Pasal 184 KUHAP butir E
keterangan terdakwa digolongkan sebagai alat bukrti. Keterangan
terdakwa adalah apa yang dinyatakan terdakwa di sidang
tentantang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri
atau yang ia alami sendiri.
d. Barang-barang Bukti
Benda tersangka atau terdakwa yang seluruhnya atau sebagian
diduga atau diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari
e. Pasal-pasal dalam Undang-Undangtindak pidana. Hal yang sering
terungkap di persidangan adalah pasal-pasal yang dikenakan untuk
menjatuhkan pidana kepada terdakwa. Pasal-pasal ini bermula dan
terlihat dalam surat dakwaan yang diformulasikan oleh penuntut
umum sebagai ketentuan hukum tindak pidana yang dilanggar oleh
terdakwa.
b. Faktor non yuridis
Kebebasan hakim dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara
merupakan mahkota bagi hakim dan harus dihormati oleh semua
pihak tanpa kecuali, sehingga tidak ada satupun pihak yang dapat
mengintervesi hakim dalam menjalankan tugasnya tersebut. Hakim
dalam menjatuhkan putusan harus mempertimbangkan banyak hal,
baik itu yang berkaitan dengan perkara yang sedang diperiksa, tingkat
perbuatan dan kesalahan yang dilakukan pelaku, sampai kepentingan
pihak korban maupun keluarganya serta mempertimbangkan pula rasa
keadilan masyarakat.28
Menurut Mackenzie, ada beberapa teori atau pendekatan yang dipergunakan
oleh hakim dalam mempertimbangkan penjatuhan putusan dalam suatu
perkara, yaitu sebagai berikut29 :
28
Ahmad Rifai. 2011. Ibid hlm 94
29
1. Teori keseimbangan
Yang dimaksid dengan keseimbangan adalah keseimbangan antara
syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang dan kepentingan
pihak-pihak yang tesangkut dan berkaitan dengan perkara, yaitu antara
lain seperti adanya keseimbangan yang berkaitan dengan masyarakat,
kepentingan terdakwa dan kepentingan korban.
2. Teori pendekatan intuisi
Penjatuhan putusan oleh hakim merupakan diskresi atau kewenangan
dari hakim. Sebagai diskresi, dalam menjatuhkan putusan hakim
menyesuaikan dengan keadaan dan pidana yang wajar bagi setiap
pelaku tindak pidana, hakim akan melihat keadaan pihak terdakwa
atau penuntut umum dalam perkara pidana.
3. Teori pendekatan keilmuan
Titik tolak dari tiori ini adalah pemikiran bahwa proses penjatuhan
pedana harus dilakukan secara sistematik dan penuh kehati-hatian
khususnya dalam kaitannya dengan putusan-putusan terdahulu dalam
rangka dalam menjamin konsistensi dari putusan hakim. Pendekatan
keilmuan ini merupakan semacam peringatan bahwa dalam memutus
suatu perkara, hakim tidak boleh semata-mata atas dasar intuisi atau
insting semata, tetapi harus dilengkapi dengan ilmu pengetahuan
hukum dan juga wawasan keilmuan hakim dalam menghadapi suatu
4. Teori pendekatan pengalaman
Pengalaman dari seorang hakim merupakan hal yang dapat
membantunya dalam menghadapi perkara-perkara yang dihadapinya
sehari-hari, dengan pengalaman yang dimilikinya, seorang hakim
dapat mengetahui bagaimana dampak dari putusan yang dijatuhkan
dalam suatu perkara pidana yang berkaitan dengan pelaku, korban
maupun masyarakat.
5. Teori Ratio Decidendi
Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar, yang
mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok
perkara yang disengkatakan, kemudian mencari peraturan
perundang-undangan yang relevan dengan pokok perkara yang disengketakan
sebagai dasar hukum dalam penjatuhan putusan, serta pertimbangan
hakim harus didasarkan pada motivasi yang jelas untuk menegakkan
III.METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah yang akan digunakan dalam skripsi ini adalah
Pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empris. Untuk itu
diperlukan penelitian yang merupakan suatu rencana pokok dalam
pengembangan ilmu pengetahuan. Pendekatayuridis normatif yaitu penelitian
hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data
sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti dengan cara mengadakan
penelusuranterhadap peraturan-peraturan dan literatur-literatur yang berkaitan
dengan pelaksanaan hak warga negara untuk melaporkan tentang terjadinya
suatu tindak pidana penyalahgunaan narkotika. Secara operasional penelitian
yuridis normatif.
Pendekatan yuridis empiris adalah menelaah hukum sebagai pola perilaku
yang ditujukan kepada penerapan hukum yang berkaitan dengan
bentuk-bentuk perilaku yang menyimpang di masyarakat yang terjadi sebagai akibat
terjadinya kejahatan penyalahgunaan tindak pidana narkotika. Secara
operasional penelitian ini dilakukan dilapangan. Sifat penelitian adalah
eksplorasi dengan dasar pemikiran mengumpulkan bahan dan data untuk
B. Sumber Data dan Jenis Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Data primer
Data primer adalah data yang digunakan secara langsung dari sumber
pertama28. Dengan demikian data primer yang diperoleh langsung dari obyek penelitian di lapangan yang tentunya berkaitan dengan pokok
penelitian. Penulis akan mengkaji dan meneliti sumber data yang
diperoleh dari hasil wawancara responden yang dilakukan pada Hakim
Pengadilan Negeri Tanjung Karang, yang setalah memutus perkara
tindak pidana penyalahgunaan narkotika Nomor :
313/PID/B(A)/2012/PN.TK, dan juga akademisi Fakultas Hukum
Universitas Lampung.
2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian
kepustakan dengan cara melaku studi kepustakaan, yakni melakukan
studi dokumen, arsip dan literatur-literatur dengan mempelajari hal-hal
yang bersifat teoritas, konsep-konsep, pandangan-pandangan, doktrin
dan asas-asas hukum yang berkaitan dengan pokok penulisan, serta
ilmu pengetahuan hukum mengikat yang terdiri dari bahan hukum
antara lain:
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat
yang terdiri dari :
28
(1) Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP);
(2) Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP);
(3) Undang-Undang 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan anak;
(4) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika;
(5) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Pokok
Kekuasaan Kehakiman.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang berhubungan
dengan bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang,
hasil penelitian, dan petunjuk pelaksanaan maupun teknis yang
berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini,
bahan hukum sekunder dalam penelitian ini, yaitu:
(1) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang
Pelaksanaan Kitab Undang-Undang hukum acara Pidana; dan
(2) Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor:
313/PID/B(A)/2012/pn.tk.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan
petunjuk ataupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder, terdiri dari hasil-hasil penelitian,
literatur-literatur, petunjuk teknis maupun pelaksanaan yang berkaitan
dengan analisis putusan tindak pidana narkotika yang dilakukam
C. Penentuan Populasi dan sampel
Populasi adalah sejumlah manusia atau unit yang mempunyai ciri-ciri dan
karakteristik yang sama. Dalam penelitian ini yang dijadikan populasi adalah
pihak-pihak yang berkaitan dengan penegakan tindak pidana narkotika, yaitu
jaksa dan hakim.
Sampel adalah sejumlah objek yang jumlahnya kurang dari populasi29. Dalam penentuan sampel dari populasi yang akan diteliti menggunakan metode
sample purposive sampling, yaitu penarikan sampel yang dilakukan dengan
cara mengambil subjek yang didasarkan pada tujuan tertentu.
Sampel yang dijadikan responden adalah :
a. Hakim Pengadilan Negeri Kelas 1A Tanjung Karang : 2 orang
b. Dosen Fakultas Hukum Unila : 1 orang
Jumlah : 3 orang
D. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data
1. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara studi
kepustakaan dan studi lapangan.
a. Studi kepustakaan (library research)
Studi kepustakaan yang dilakukan dengan cara untuk mendapatkan
data sekunder, yaitu melakukan serangkaian kegiatan studi
29
dokumentasi, dengan cara membaca, mencatat dan mengutip
buku-buku atau literatur serta peraturan perundang-undangan yang berlaku
dan mempunyai hubungan dengan pembinaan dan pelatihan kerja
terhadap anak yang melakukan kejahatan.
b. Studi lapangan (field research)
Studi lapangan dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh data
primer, yang dilakukan dengan mengadakan wawancara dengan
responden atau pihak-pihak yang dianggap dapat memberikan
informasi terhadap permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini.
2. Prosedur Pengolahan Data
Data-data yang telah diperoleh kemudian diolah melalui kegiatan seleksi,
yaitu:
a. Editing, yaitu memeriksa kembali mengenai kelengkapan, kejelasan
dari kebenaran data yang diperoleh serta relevansinya dengan
penulisan.
b. Klasifikasi data yaitu: pengelompokan data sesuai dengan pokok
bahasan sehingga memperoleh data yang benar-benar diperlukan.
c. Sistematisasi data, yaitu semua data yang telah masuk dikumpul dan
disusun dengan urutannya.
E. Analisis Data
Analisis data merupakan suatu proses penyederhanaan data ke dalam bentuk
yang lebih mudah dibaca dan di interpretasikan. Data yang diolah dari
data secara deskriptif kualitatif yaitu menguraikan dan menggambarkan data
ke dalam bentuk kalimat yang tersusun secara sistematis sehingga
memudahkan interpretasi data dan penarikan suatu kesimpulan. Selanjutnya
berdasarkan hasil analisis data tersebut kemudian ditarik suatu kesimpulan
dengan metode deduktif, yaitu suatu metode penarikan data yang didasarkan
pada fakta-fakta yang bersifat umum, untuk kemudian ditarik suatu
kesimpulan yang bersifat khusus guna menjawab permasalahan berdasarkan
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diuraikan, maka dapat
dibuat kesimpulan sebagai berikut:
1. Pertanggungjawaban pidana anak yang menyalahgunakana narkotika
sebagai pengguna (Study Putusan Nomor. 313/PID.B(A)/2012/PN.TK)
didasarkan pada perbuatan tersebut dengan sengaja untuk mencapai suatu
kesengajaan (dolus) yang dimaksud dan memenuhi unsur-unsur dari
kesalahan, yaitu adanya kemampuan bertanggungjawab pada sipembuat,
adanya hubungan batin antara si pembuat dengan perbuatannya, yang
berupa kesengajaan (dolus) dan memenuhi unsur-unsur dari Pasal 127 ayat
(1) huruf a Undang-Undang RI 35 Tahun 2009 tentang narkotika.
2. Dasar Pertimbangan hakim dalam memberikan putusan tindak pidana
narkotika yang dilakukan oleh anak khususnya kepada terdakwa Andri
Agustiawan Als Cuplis Bin Ngadimin Bin Kadini Dasar Menurut Pasal
183 KUHAP adalah hakim membuat pertimbangan-pertimbangan. Hakim
Pengadilan Negeri Tanjung Karang lebih banyak menggunakan
pertimbangan yang bersifat yuridis dan menurut Pasl 184 Hakim meminta
alat bukti yang sah, yaitu dari keterangan sanksi-sanksi, dan barang bukti
tipe 1208 warna hitam terbuktinya semua unsur-unsur delik yang
didakwakan berdasarkan pembuktian fakta-fakta yang terungkap di
persidangan yang didapat dari alat bukti, Selain itu hakim tidak
menemukan hal-hal yang dapat menghapuskan kesalahan terdakwa
maupun hal-hal yang dapat meniadakan sifat pidana baik sebagai alasan
pemaaf maupun alasan pembenar, sehingga terdakwa harus bertanggung
jawab atas kesalahan tersebut dan dijatuhkan hukuman yang setimpal
dengan kesalahannya.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka penulis menyarankan
1. Pertanggungjawaban pidana anak yang menyalahgunakan narkotika
sebagai pengguna hendaknya mempertimbangkan semua aspek yang
terbaik bagi anak, dijatuhi hukuman berupa sanksi atau pidana penjara,
karena dari hasil putusan tersebut menentukan kelanjutan masa depan anak
kelak dan pidana penjara bukan satu-satunya jalan untuk membuat anak
menjadi lebih baik, psikologis anak akan rusak. Akan lebih baik anak
diberi pembinaan untuk mengubah sifat buruknya. .
2. Dalam menekankan hukum pidana anak yang menyalahgunakan narkotika
sebagai pengguna sebaiknya hakim memutus terdakwa yang dalam
perkara ini terdakwa adalah anak dibawah umur (belum mencapai umur
18 tahun) diberikan hukuman tindakan (pembinaan atau rehabilitasi)
bukan dengan menjatuhkan sanksi pidana sebagaimana diatur di dalam
pasal 26 ayat 1 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK YANG MENYALAHGUNAKAN NARKOTIKA SEBAGAI PENGGUNA
(Studi Putusan No.313/PID/B(A)/2012/PN.TK)
(Skripsi)
Oleh
RIRI PRIMA BESTARI SINAGA
UNIVERSITAS LAMPUNG FAKULTAS HUKUM
DAFTAR ISI
Halaman I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ... 1
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 6
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 7
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 8
E. Sistematika Penulisan ... 14
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana ... 16
B. Pengertian Anak... 18
C. Tinjauan Umum Tentang Narkotika dan Penanggulangan Narkotika .. 24
D.Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Hukuman ... 30
III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 37
B. Sumber dan Jenis Data ... 38
C. Penentuan Populasi dan Sample... 40
D. Metode Pengumpulan dan Pengolaan Data... 40
E. Analisis Data ... 41
IV.HASIL PENELITIAN A. Karakteristik Responden... 43
D. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan terhadap anak yang menyalahgunakan Narkotika sebagai pengguna... 56
V.PENUTUP
A. Kesimpulan... 74 B. Saran... 75
JudulSkripsi : PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK YANG MENYALAHGUNAKAN NARKOTIKA SEBAGAI PENGGUNA
(Study Putusan No.313/PID.B(A)/2012/PN.TK)
NamaMahasiswa :
Riri Prima Bestari Sinaga
No. PokokMahasiswa : 0852011191
Bagian : HukumPidana
Fakultas : Hukum
MENYETUJUI
1. KomisiPembimbing
Firganefi, S.H.,M.H. Maya Shafira, S.H.,M.H.
NIP 196312171988032003 NIP 197706012005012002
2. KetuaBagianHukumPidana
Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H.
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Firganefi, S.H.,M.H. ………..
Sekretaris/Anggota : Maya Shafira, S.H.,M.H. ………..
PengujiUtama : Tri Andrisman, S.H.,M.H. ………..
2. Dekan FakultasHukum
Dr. Heryandi, S.H.,M.S.
MOTTO
Jangan pernah berhenti mengasihi, karena Yesus juga gak pernah
berhenti mengasihi kamu.
(Markus 12:31)
Janganlah hatimu iri kepada orang-orang yang berdosa,tetapi
takutlah akan TUHAN senantiasa.
(Amsal 23:17)
Kita tidak bisa mengubah masa lalu, tetapi kita bisa mengubah masa
depan dengan membuat pilihan-pilihan yang benar hari ini.
PERSEMBAHAN
Saya persembahkan karya kecil ini kepada :
Terimakasih Ya Tuhan Yesus yang selalu menemani disetiap
hembusan nafas ini dan menopang setiap pergumulan yang
kerap menghampiri saya disaat senang maupun sedih Engkau
selalu membantu.
Bapak dan Mama yang selalu doain saya, dan mendukung
menjadi abang yang baik walau kita suka bertengkar tapi
percaya lah saya sangat menyayangimu,
Keluarga besar saya yang selalu mendukung dan mendoakan
saya.
Semua teman dan seluruh sahabat yang ada di Fak.
Hukum Unila Angkatan 2008.
RIWAYAT HIDUP
Penulis duduk Sekolah Dasar Swasta Methodis I dan diselesaikan pada tahun
2002, kemudian dilanjutkan pada Sekolah Menengah Pertama Negeri 9 Tebing
Tinggi dan diselesaikan pada tahun 2005, kemudian dilanjutkan ke Sekolah
Menengah Atas Swasta Inti Nusantara Tebing Tinggi dan diselesaikan pada tahun
2008.
Pada tahun 2008, setelah lulus dari SMA, penulis diterima sebagai Mahasiswa
Fakultas Hukum Universitas Lampung, Pada awal tahun 2012, penulis mengikuti
kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada awal tahun 2012 yang berlokasi di
Kampung negeri batin, kecamatan.balambangan umpu, Way Kanan.
Penulis dilahirkan di Kota Tebing Tinggi, pada tanggal 02 juli
1990, sebagai anak kedua dari pasangan Sahat.Sinaga,S.Pd dan
SANWACANA
Salam Sejahtera,
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang selalu
melimpahkan Rahmat dan Hidayah serta karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pertanggungjawaban Pidana Anak yang
menyalah gunakan Narkotika sebagai pengguna ” yang merupakan syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Hukum Universitas Lampung.
Penulis menyadari pastilah masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam
penulisan skripsi ini, oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun
sangat penulis harapkan dalam penyempurnaan skripsi ini.
Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini penulis tidak sendiri
melainkan dibantu dan diberikan bimbingan dari berbagai pihak sehingga skripsi
ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Heryandi, S.H.,M.S. selaku Penjabat Dekan Fakultas Hukum
Universitas Lampung
2. Ibu Diah Gustiniati Maulani, S.H.,M.H. selaku Ketua Jurusan Bagian
Hukum Pidana
3. Ibu Firganefi, S.H.,M.H. selaku Pembimbing I yang telah memberikan
4. Ibu Maya Shafira, S.H.,M.H selaku Pembimbing II yang sangat sabar
membimbing saya, dan meluangkan waktu untuk saya berkonsultasi, juga
memberikan banyak saran untuk penyelesaian skripsi ini.
5. Bapak Tri Andrisman. S.H.,M.H. dan Bapak Achmad Irzal F, S.H.,M.H.
selaku Pembahas I dan II yang selalu meberikan saran dan kritik kepada
penulis
6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang selama
ini telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis selama
menempuh studi di Fakultas Hukum Universitas Lampung
7. Responden-responden penulis Sri Suharini, S.H.M.H., dan Itong Isnaini
Hodayat, S.H.,M.H., selaku Majelis Hakim (Hakim Anak) Pengadilan
Negeri Tanjung Karang, Dr Maroni, S.H.,M.H., selaku Dosen Fakultas
Hukum Universitas Lampung.
8. Bapak dan Mama, terimakasih buat segala doa dan dukungannya. Terima
kasih atas kesabarannya dalam mendidik saya.
9. Buat Uda dan Inang Uda yang menjadi Bapak dan mama saya selama 2,8
tahun saya tinggal dirumah kalian jika saya selalu berbuat salah terutama
ke inang uda Maafin saya ya inang uda.
10.Buat Amang Boru dan Namboru saya yang selalu mendukung setiap
penyusunan skripsi ini.
11.Buat Abang dan Adik saya Dasip Adonia Sinaga, Kevin Scifo Sinaga, Tio
Nicholas Sinaga, Ian V Haloho, Thomas Caplan Haloho, Edwin A Haloho,