• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis-Jenis Lumut Daun (Musci) di Kawasan Hutan Sibayak I Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Jenis-Jenis Lumut Daun (Musci) di Kawasan Hutan Sibayak I Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

JENIS-JENIS LUMUT DAUN (MUSCI) DI KAWASAN HUTAN

SIBAYAK I KECAMATAN SIBOLANGIT KABUPATEN DELI

SERDANG SUMATERA UTARA

SKRIPSI

ADE EKA PUTERI YANA

070805002

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

JENIS-JENIS LUMUT DAUN (MUSCI) DI KAWASAN HUTAN SIBAYAK I KECAMATAN SIBOLANGIT KABUPATEN DELI SERDANG SUMATERA

UTARA

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

ADE EKA PUTERI YANA 070805002

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERSETUJUAN

Judul :JENIS-JENIS LUMUT DAUN (MUSCI) DI KAWASAN HUTAN SIBAYAK I KECAMATAN SIBOLANGIT KABUPATEN DELI SERDANG SUMATERA UTARA

Kategori : SKRIPSI

Nama : ADE EKA PUTERI YANA Nomor Induk Mahasiswa : 070805002

Program Studi : SARJANA (S1)BIOLOGI

Departemen : BIOLOGI

(4)

PERNYATAAN

JENIS-JENIS LUMUT DAUN (MUSCI) DI KAWASAN HUTAN SIBAYAK I KECAMATAN SIBOLANGIT KABUPATEN DELI SERDANG SUMATERA

UTARA

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2012

(5)

PENGHARGAAN

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, serta shalawat dan salam kepada nabi besar Muhammad SAW hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Jenis-Jenis Lumut Daun (Musci) Di Kawasan Hutan Sibayak I Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara”.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Dr. Nursahara Pasaribu M.Sc., Prof. Dr. Retno Whidhiastuti MS., selaku pembimbing, terima kasih kepada Bapak Drs. M. Zaidun Sofyan M.Si, selaku dosen penguji I, dan Ibu Dr. Erni Jumilawati selaku dosen penguji II, dan kepada ibu Etti Sartina Siregar S.Si., M.Si, yang telah banyak memberikan arahan, waktu dan perhatian yang besar terutama saat penulis memulai penulisan hingga penyusunan skripsi penelitian ini. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ing. Ternala Alexander Barus M.Sc. selaku pembimbing akademik yang telah memberikan banyak masukan dan nasehat kepada penulis. Ucapan terima kasih kepada Drs. Kiki Nurtjahya M.Sc. selaku sekretaris departemen Biologi FMIPA USU, kepada Bang Endra Raswin, Kak Roslina Ginting, terima kasih atas kesabarannya dalam membantu penulis selama masa pendidikan di Departemen Biologi.

Ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis ucapkan kepada Ayahanda (Ali Amran), Ibunda (Rosna), Saudara-saudaraku (Uda Febrinaldi dan Uni Evaliati, Uni Maiyusrita dan Uda Hamdani, Uda Nasrul, Uda Irsyadul) yang telah memberikan dukungan moril dan materil, serta kasih sayang yang tidak terbatas, serta keponakan-keponakanku tersayang (Yusuf, Anna, dan Zikri) terima kasih telah memberikan semangat kepada penulis.

Selanjutnya ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada rekan-rekan yang membantu penelitian (Ria windi, Reymon, Sari, Ayunita, Elizabeth, Anti, Dwi, Kak Maini, Kak Melfa, Bang Yudhi, Bang Eka, Bang Reza, Dhika, Bang Juki, Bang Ricky dan Bang Lepot), teman-teman bidang Taksonomi dan Ekologi Tumbuhan (Bang Kasbi, Farid, Nisa, Nia, Irma, Jhon, Rita, Putri, Essy, Nisa) terima kasih atas bantuan dan dukungannya.

(6)

Akhirnya dengan penuh ketulusan dan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan kita semua dengan balasan yang setimpal. Amin Ya rabbal Alamin.

Medan, Juli 2012

(7)

JENIS-JENIS LUMUT DAUN (MUSCI) DI KAWASAN HUTAN SIBAYAK I KECAMATAN SIBOLANGIT KABUPATEN DELI SERDANG SUMATERA

UTARA

ABSTRAK

Jenis-jenis Lumut Daun (Musci) Di Kawasan Hutan Sibayak I Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara telah diteliti dengan menggunakan metode survey dari bulan Maret 2011 sampai Februari 2012. Ditemukan 36 jenis lumut daun yang termasuk ke dalam 19 genera dan 15 suku, dari 36 jenis lima (5) diantaranya belum teridentifikasi. Sematophyllaceae memiliki terbanyak yaitu enam jenis diikuti Hypnaceae, Polytrichaceae, Pottiaceae, Rhizogoniaceae masing-masing tiga jenis, Dicranaceae, Leucobryaceae, masing dua jenis, dan suku lainnya masing-masing satu jenis. Jenis umumnya ditemukan pada ketinggian kurang dari 1000 meter di atas permukaan laut dengan habitat berupa bebatuan, kayu lapuk, tanah, batang dan ranting pohon.

(8)

SPECIES OF MUSCI IN SIBAYAK I FOREST AREA SIBOLANGIT DISTRICT DELI SERDANG REGENCY OF NORTH SUMATERA

ABSTRACT

Species Of Musci In Sibayak I Forest Area Sibolangit District Deli Serdang Regency Of North Sumatera. Has been studied using Survey Methods from March 2011 to February 2012. There are 36 species of musci found in the study area belonging to 19 genera 15 families, five (5) out of 36 number are unidentified. The most abundant family was Sematophyllaceae with six species, Hypnaceae, Polytrichaceae, Pottiaceae, Rhizogoniaceae with three species, Dicranaceae, Leucobryaceae with two species, and the other families one species. Generally species inhabit an altitude bellow 1000 meter above sea level, on different types of habitat that are stones, rotting wood, log and branches of tree.

(9)

DAFTAR ISI

1.3 Tujuan Penelitian 2

1.4 Manfaat penelitian 3

Bab 2 Tinjauan Pustaka

2.1 Lumut 4

2.2 Lumut Daun (Musci) 4

2.3 Karakteristik Lumut Daun (Musci) 5

2.4 Manfaat Lumut 7

3.4 Metode Penelitian 10

3.5 Pelaksanaan Penelitian 10

3.6 Analisis Data 11

Bab 4 Hasil dan Pembahasan

4.1 Jenis-jenis Lumut Daun 12

4.2 Karakteristik Morfologi 15

4.3 Karakteristik Anatomi 19

4.4 Deskripsi Jenis Lumut Daun 22

4.5 Ekologi Lumut Daun 48

Bab 5 Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan 51

5.2 Saran 51

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul halaman

4.1 Jenis-jenis Lumut Daun Di kawasan Hutan Sibayak I Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara

12

4.2 Ketinggian Dan Habitat Jenis Lumut Daun Di kawasan Hutan Sibayak I Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara

48

4.3 Faktor Fisik Lingkungan di Kawasan Hutan Sibayak I Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul halaman

1 Beberapa Contoh Bentuk Daun 14

2 Beberapa Contoh Bentuk Sel Lamina 15

3 Pola Pertumbuhan 16

10 Acroporium sigmatodontium 22

11 Acroporium lamprophyllum 23

12 Acroporium sp. 24

13 Barbula indica 24

14 Barbula consanguinea 25

15 Barbula sp. 26

16 Bryum clavatum 27

17 Campylopus umbelatus 27

18 Callicostella sp. 28

19 Dicranoloma reflexum 29

20 Diphyscium sp. 30

21 Ectropotecium dealbatum 30

22 Ectropotecium buitenzorgii 31

23 Ectropothecium sp. 32

24 Fissidens sp. 32

25 Leucobryum sumatranum 33

26 Leucobryum juniperoideum 34

27 Mniodendron divaricatum 34

28 Philonotis mollis 35

29 Philonotis sp. 36

30 Pogonatum cirratum 36

31 Pogonatum neesii 37

32 Pogonatum subtortile 38

33 Pyrrhobryum spiniforme 39

34 Rhizogonium cf. lamii 39

35 Rhizogonium sp. 40

36 Sematophyllum tristiculum 41

37 Sematophyllum sp. 42

38 Spagnum sp. 42

39 Thuidium cymbifolium 43

40 Trimegistia lancifolia 44

41 Species A 44

42 Species B 45

43 Species C 46

44 Species D 46

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul halaman

1 Peta Kawasan Sibayak 54

(13)

JENIS-JENIS LUMUT DAUN (MUSCI) DI KAWASAN HUTAN SIBAYAK I KECAMATAN SIBOLANGIT KABUPATEN DELI SERDANG SUMATERA

UTARA

ABSTRAK

Jenis-jenis Lumut Daun (Musci) Di Kawasan Hutan Sibayak I Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara telah diteliti dengan menggunakan metode survey dari bulan Maret 2011 sampai Februari 2012. Ditemukan 36 jenis lumut daun yang termasuk ke dalam 19 genera dan 15 suku, dari 36 jenis lima (5) diantaranya belum teridentifikasi. Sematophyllaceae memiliki terbanyak yaitu enam jenis diikuti Hypnaceae, Polytrichaceae, Pottiaceae, Rhizogoniaceae masing-masing tiga jenis, Dicranaceae, Leucobryaceae, masing dua jenis, dan suku lainnya masing-masing satu jenis. Jenis umumnya ditemukan pada ketinggian kurang dari 1000 meter di atas permukaan laut dengan habitat berupa bebatuan, kayu lapuk, tanah, batang dan ranting pohon.

(14)

SPECIES OF MUSCI IN SIBAYAK I FOREST AREA SIBOLANGIT DISTRICT DELI SERDANG REGENCY OF NORTH SUMATERA

ABSTRACT

Species Of Musci In Sibayak I Forest Area Sibolangit District Deli Serdang Regency Of North Sumatera. Has been studied using Survey Methods from March 2011 to February 2012. There are 36 species of musci found in the study area belonging to 19 genera 15 families, five (5) out of 36 number are unidentified. The most abundant family was Sematophyllaceae with six species, Hypnaceae, Polytrichaceae, Pottiaceae, Rhizogoniaceae with three species, Dicranaceae, Leucobryaceae with two species, and the other families one species. Generally species inhabit an altitude bellow 1000 meter above sea level, on different types of habitat that are stones, rotting wood, log and branches of tree.

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Hutan hujan tropis terkenal dengan keanekaragaman flora termasuk didalamnya adalah jenis-jenis lumut. Menurut Touwn (1974) dalam Hasan & Aryanti (2004), jumlah jenis lumut daun dan lumut hati berkisar antara 1500-2000 jenis, dimana jumlah kelompok tersebut mewakili sekitar 20% - 30% kelompok lumut. Gradstein et al., (2009a) mengatakan, sekitar 12800 jenis lumut daun dan sekitar 5000 jenis lumut hati yang telah ditemukan. Tan & Hernawati (2006) menambahkan, di Sumatera telah dipublikasikan 490 jenis lumut yang termasuk kedalam 162 genera.

Lumut merupakan kelompok tumbuhan yang telah beradaptasi dengan lingkungan darat. Kelompok tumbuhan ini menggunakan spora untuk penyebarannya dan telah mendiami bumi semenjak kurang lebih 350 juta tahun yang lalu. Pada masa sekarang ini lumut dapat ditemukan di semua habitat kecuali di laut (Hasan & Aryanti, 2004). Tjitrosomo (1983) menambahkan, persebaran lumut sangat luas dan merupakan kelompok tumbuhan yang menarik. Kelompok tumbuhan ini hidup di atas tanah, batuan, kayu, kadang-kadang di dalam air.

Pada umumnya tumbuhan lumut menyukai tempat-tempat yang basah dan lembab di dataran rendah sampai dataran tinggi. Tumbuhan ini sering disebut sebagai tumbuhan pioneer atau tumbuhan perintis. Lumut dapat tumbuh dengan berbagai kondisi dimana tumbuhan tingkat tinggi tidak bisa tumbuh dan lumut merupakan tumbuhan pertama yang tumbuh ketika awal suksesi pada lahan yang rusak, atau daerah dengan hara yang miskin (Damayanti, 2006).

(16)

hanya morfologinya, lumut daun juga memiliki struktur gametofit dan sporofit yang lebih komplek.

Secara ekologi lumut berperan dalam mencegah erosi, memiliki daya serap air yang tinggi, serta memperlambat aliran permukaan air hujan dan menahan pertikel-partikel tanah (Tjitrosomo, 1983). Gradstein (2003) dalam Hasan & Aryanti (2004) menambahkan, keberadaan lumut di hutan hujan tropis sangat memegang peranan penting sebagai tempat hidup organisme seperti serangga, selain itu lumut juga berperan sebagai indikator lingkungan.

Hutan Sibayak I merupakan bagian dari Taman Hutan Raya Bukit Barisan yang terletak di Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang disebelah selatan Kota Medan Sumatera Utara. Kawasan ini memiliki kekayaan jenis-jenis lumut daun yang sangat tinggi, hingga saat ini masih belum ada informasi tentang jenis-jenis lumut daun yang terdapat di Kawasan Hutan Sibayak I, untuk itu perlu dilakukan penelitian sebagai data awal untuk mengungkapkan jenis-jenis lumut daun yang terdapat di kawasan tersebut.

I.2 Permasalahan

Lumut daun memiliki persebaran yang luas dan telah banyak dimanfaatkan oleh manusia, namun demikian belum diketahui jenis apa saja yang terdapat di Kawasan Hutan Sibayak I, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.

I.3 Tujuan Penelitian

(17)

I.4 Manfaat

(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lumut

Lumut merupakan tumbuhan tingkat rendah yang termasuk kedalam divisi Bryophyta, menurut So (1995) dalam Damayanti (2006), lumut memiliki keanekaragaman dan keindahan yang sangat tinggi dan tidak kalah saing dengan tumbuhan tinggi lainnya, serta memiliki variasi habitat yang luas. Lumut dapat tumbuh menutupi bebatuan, batang pohon, dinding, batu bata, kadang membentuk hamparan seperti karpet hijau. Lumut dapat dengan mudah dibedakan dengan tumbuhan berpembuluh, dimana lumut tidak memiliki sistem pengangkut air dan makanan, kecuali pada suku Polytrichaceae, selain itu lumut tidak mempunyai akar, melekat pada substrat dengan rhizoid.

2.2 Lumut Daun (Musci)

Menurut Goffinet et al., (2001) dalam Glime (2006), lumut daun merupakan kelas terbesar dari Bryophyta terdiri dari 84% famili dan 98% jenis, jumlah ini menggambarkan bahwa lumut daun memiliki keanekaragaman yang tidak diragukan lagi. Damayanti (2006) menambahkan, lumut daun dapat dengan mudah dibedakan dengan lumut hati berdaun yaitu dari susunan daunnya yang spiral dan bentuk sporofitnya. Selain itu, jenis lumut daun lebih tahan terhadap kekeringan dibandingkan dengan jenis lumut hati. Batang lumut daun memiliki cabang dengan bentuk yang bermacam-macam. Struktur tubuh yang dimiliki lumut daun lebih kompleks dibandingkan kelompok lainnya.

(19)

Habit

Berdasarkan letak sporofitnya lumut daun dibagi ke dalam dua kelompok, akrokarpus dan pleurokarpus. Akrokarpus adalah arkegonia dan sporofitnya berasal dari ujung batang, biasanya pola pertumbuhannya erect tidak ada yang mats, pecabangannya sedikit. Pleurokarpus arkegonia dan sporofitnya berasal dari batang-batang lateral, biasanya pola pertumbuhannya mats, wefts, dense tufts, pendents, dendroid atau frondose (Gradstein et al., 2009a). Damayanti (2006) menambahkan, akrokarpus merupakan lumut yang tumbuh secara tegak, sedangkan pleurokarpus lumut yang tumbuh secara menjalar atau merayap.

Batang

Batang juga merupakan karakter yang dapat membedakan jenis. Menurut Tan & Chuan (2008), lumut dapat diidentifikasi berdasarkan bentuk morfologi batang dan daun yang diamati di bawah mikroskop. Damayanti (2006) menambahkan, pada Polytrichaceae batang sudah memiliki sistem pembuluh primitif berupa sel-sel hydroid dengan ukuran yang besar dan memiliki lapisan dinding sel tebal, yang berfungsi untuk mengangkut air, selain itu juga terdapat sel pengangkut makanan (hasil metabolisme) yang disebut leptoid.

Daun

(20)

A B C D E

Gambar 1. (A) Oblong-Lanceolate, (B) Lanceolate, (C) Oblong, (D) Ovate-Lanceolate, (E) Oblong-Obovate.

Bentuk ujung daun juga memiliki variasi seperti obtuse (tumpul), acute (runcing), retuse (terbelah), truncate (romping), acuminate (meruncing), dan mucronate (berduri), dengan bentuk pinggir daun mulai dari entire (rata), crenate (beringgit), dentate (bergigi), spinose (berduri), serrate (bergerigi), double serrate (bergerigi ganda). Secara umum helain daun terdiri dari satu lapisan sel, kecuali pada costa (tulang daun) sel memanjang dan menebal, dengan bentuk single (satu tulang daun), bicostate (dua tulang daun), percurrent (tulang daun berakhir sampai ujung daun), ekscurrent (tulang daun memanjang sampai ujung pinggir daun), ecostate (tanpa tulang daun) (Gradstein et al, 2009a).

Bentuk Sel Daun

(21)

Gambar 2. Bentuk sel lamina (a) hexagonal, (b) Quadrat-isodeometric, (c) Elongate-linear, tipe sel quadrat yang membesar pada bagian dasar daun.

Pada bagian pinggir basal daun terdapat sel yang memiliki ukuran, bentuk, dan warna yang berbeda dari sel lainya yang disebut sel alar (Gradstein et al, 2009b). Menurut Tan & Chuan (2008), suku Sematophyllaceae, Dicranaceae, Hypnaceae, sebagian besar anggotanya memiliki sel alar.

Sporofit Dan Gametofit

Lumut daun memiliki gemetofit yang telah terdiferensiasi sehingga dapat dibedakan bentuk-bentuk seperti batang, cabang dan daun. Sporofit berumur panjang, terdiri dari kaki yang berfungsi untuk menyerap nutrient dari gametofit, dan kapsul yang disanggah oleh suatu tangkai yang disebut seta (Hasan & Aryanti, 2004).

2.4 Manfaat Lumut

(22)

Menurut Tan (2003) dalam Hasan & Aryanti (2006), Sphagnum juga digunakan sebagai media alternatif untuk mengerami telur buaya oleh para petani di Philipina. Bahkan lumut yang dikeringkan digunakan sebagai bahan bakar dan bahan untuk konstruksi rumah-rumah didaerah panas, tapi tidak bisa digunakan di wilayah Asia Tenggara.

Para ahli sudah mulai banyak meneliti komposisi zat yang terkandung pada lumut, beberapa diantaranya mengandung antibiotik, dan zat lain yang memiliki khasiat obat (Damayanti, 2006). Menurut Gradstein & Tan (2009), Sphagnum juga merupakan obat herbal dari China untuk mengobati luka dan juga antiseptik. Hallingback & Hodgetts (2000) menambahkan, banyak dari ekstrak lumut yang mengandung senyawa fenolik yang menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur. Choyal & Sharma (2011) menambahkan, lumut daun memiliki zat antibotik untuk membunuh bakteri Vibrio penyebab penyakit kolera dan bakteri Salmonella penyebab tipus.

Keunikan dan keindahan lumut juga memberikan nilai lebih, terutama bagi penggemar seni, lumut memiliki potensi sebagai tanaman hias, karena bentuk dan keragaman jenisnya (Damayanti, 2006). Gradstein & Tan (2009) menambahkan, beberapa jenis seperti Vesicularia, lumut hati Monoselium reverum dijual kemudian digunakan sebagai dekorasi dan tanaman aquarium.

(23)

BAB 3

BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu Dan Tempat

Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2011 sampai Februari 2012 di Kawasan Hutan Sibayak I, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara dan dilanjutkan di Herbarium Universitas Sumatera Utara (MEDANENSE). Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

3.2 Alat-alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mikroskop, pinset, cover glass, object glass, cawan petri, camera digital, amplop spesimen, GPS (Global Positioning System), thermometer, Hygrometer dan altimeter.

3.3 Deskripsi Area Letak dan Luas

Daerah Penelitian terletak di hutan Sibayak I, secara administrasi pemerintahan terletak di Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara, berjarak kira-kira 52 Km di sebelah selatan kota Medan, secara geografis terletak pada 03°13’ s/d 03°18’20” LU dan 98°28’ s/d 98°37’20” LS, dengan luas 7.030 Ha.

Tipe Iklim

(24)

pada siang hari kurang lebih 25°C, sedangkan suhu minimum pada malam hari berkisar antara 13°C s/d 14°C.

Topografi

Pada umumnya areal lapangan memiliki topografi bergelombang sampai dengan curam dan sebagian datar dengan kemiringan 15-40°.

Vegetasi

Vegetasi yang umum di lokasi penelitian yaitu Pteridophyta dari famili Aspleniaceae, Glesseniaceae, dan Polypodiaceae. Spermatophyta yaitu Monokotil dari famili Araceae dan Arecaceae dan Dikotil dari famili Annonaceae, Euphorbiaceae, Fagaceae, Lauraceae, Moraceae, Myrtaceae dan Rubiaceae.

3.4Metode Penelitian

Penelitian lumut dilakukan dengan metode eksplorasi dan koleksi dengan cara jelajah, yaitu menjelajahi setiap lokasi penelitian yang dapat mewakili tipe-tipe ekosistem ataupun vegetasi di kawasan yang diteliti (Rugayah et al, 2004). Lokasi yang dijelajahi ± 9 Ha.

3.5 Pelaksanaan Penelitian Di Lapangan

(25)

menghasilkan spora). Dilakukan pengukuran faktor fisik, meliputi, pengukuran Titik ordinat dengan menggunakan GPS (Global Positioning System), ketinggian dengan menggunakan altimeter, suhu udara dengan menggunakan termometer, kelembaban udara dengan menggunakan hygrometer.

Di Laboratorium

Semua spesimen lumut yang diambil diawetkan dengan cara dikering anginkan agar tidak rusak (lembab dan berjamur), dilakukan pengamatan lumut dengan cara diambil potongan spesimen secukupnya, potongan tersebut direndam dalam air, setelah itu dibuat preparat basah dan diamati di bawah mikroskop.

Di Identifikasi dengan menggunakan beberapa buku-buku acuan sebagai berikut: a. A Handbook of Malesian Mosses volume 1 (Eddy, 1988)

b. A Handbook of Malesian Mosses volume 2 (Eddy, 1990) c. A Handbook of Malesian Mosses volume 3 (Eddy, 1996) d. A Guide to the Mosses of Singapore (Tan & Chuan, 2008)

e. Mengenal Bryophyta (Lumut) Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Volume 1 (Ariyanti & Hasan, 2004).

3.6 Analisis Data Deskripsi Jenis

(26)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Jenis-jenis Lumut Daun

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Kawasan Hutan Sibayak I Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara ditemukan 36 jenis lumut daun termasuk ke dalam 19 marga dan 15 suku yang teridentifikasi dan lima jenis belum teridentifikasi (Tabel 4.1). Hasil identifikasi jenis dapat dilihat pada Lampiran 2.

Tabel 4.1 Jenis Lumut Daun Di Kawasan Hutan Sibayak I Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara.

No Suku Jenis

1 Bartramiaceae Philonotis mollis

2 Philonotis sp.

3 Bryaceae Bryum clavatum

4 Dicranaceae Dicranoloma reflexum

5 Campylopus umbelatus

6 Diphysciaceae Diphyscium sp.

7 Fissidentaceae Fissidens sp.

8 Hypnaceae Ectropothecium dealbatum

9 Ectropothecium buitenzorgii

10 Ectropothecium sp.

11 Hypnodendraceae Mniodendron divaricatum

12 Hookeriaceae Callicostella sp.

13 Leucobryaceae Leucobryum sumatranum

14 Leucobryum juniperoideum

15 Polytrichaceae Pogonatum cirratum

16 Pogonatum neesii

17 Pogonatum subtortile

18 Pottiaceae Barbula consanguinea

19 Barbula indica

20 Barbula sp.

21 Rhizogoniaceae Pyrrhobryum spiniforme

22 Rhizogonium cf. lamii

23 Rhizogonium sp.

24 Sematophyllaceae Acroporium sigmatodontium

25 Acroporium lamprophyllum

26 Acroporium sp.

27 Sematophyllum tristiculum

28 Sematophyllum sp.

29 Trismegistia lancifolia

(27)

Tabel 4.1 (Lanjutan)

No Suku Jenis

31 Thuidiaceae Thuidium cymbifolium

32 Unidentified 1 Species A

33 Unidentified 2 Species B

34 Unidentified 3 Species C

35 Unidentified 4 Species D

36 Unidentified 5 Species E

Dari Tabel 4.1 dapat dilihat suku Sematophyllaceae memiliki jenis terbanyak yaitu enam jenis, diikuti Hypnaceae, Polytrichaceae, Pottiaceae, Rhizogoniaceae masing-masing tiga jenis, Dicranaceae, Leucobryaceae, masing-masing dua jenis, dan suku lainnya masing-masing satu jenis.

Jumlah jenis lumut yang ditemukan di Kawasan Hutan Sibayak I tergolong tinggi jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Ellyzarti (2009), di Kawasan Gunung Pasawaran Hutan Raya Wan Abdul Rachman Provinsi Lampung hanya ditemukan sekitar 15 jenis lumut daun. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Windadri (2007), di kawasan Suaka Marga Satwa Lambusango dan Cagar Alam Kakenauwe Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara ditemukan 14 jenis lumut daun yang tergolong ke dalam 12 marga dan delapan suku.

Tingginya kekayaan jenis lumut daun di Hutan Sibayak I dikarenakan kawasan tersebut memiliki kondisi lingkungan yang sangat mendukung untuk pertumbuhan lumut. Kelembabannya tinggi berkisar antara 80-90% dan suhu berkisar 21-24°C. Menurut Windadri (2010), lumut umumnya bekembang pada daerah pegunungan yang memilki kelembaban tinggi, suhu rendah, dan cukup sinar matahari. Ellyzarti (2009) menambahkan, pada umumnya lumut memerlukan kelembaban yang tinggi untuk menunjang pertumbuhannya.

(28)

Pollawatn (2008), Sematophyllaceae tersebar di hutan yang lembab, biasanya epifit pada cabang, batang, jarang pada batu atau lantai hutan, ditemukan pada hutan dataran rendah yang lembab sampai hutan pegunungan atas.

Pottiaceae merupakan suku yang kosmopolit, pola pertumbuhannya yang rapat dan mendominasi mengefisienkan dalam menyerap air, sehingga dapat hidup pada lingkungan yang ekstrim dan mampu bertahan pada musim kering. Menurut Tan & Chuan (2008), anggota Pottiaceae dikenal sebagai lumut yang berada pada lingkungan keras, banyak dari mereka yang toleran terhadap kekeringan, karena pertumbuhan yang rapat dan mendominasi.

Polytrichaceae memiliki distribusi yang kosmopolit, merupakan suku yang lebih maju daripada suku lainnya. Suku ini sudah memiliki sistem pembulu primitif berupa sel hydroid mengangkut air dan leptoid mengangkut hasil metabolism. Hal tersebut memungkinkan suku ini untuk tetap tumbuh pada lingkungan yang ekstrim, dan mampu berkompetisi dengan jenis lainya. Menurut Eddy (1988), Polytrichaceae merupakan suku kuno yang memiliki distribusi yang kosmopolit. Damayanti (2006) menambahkan, Polytricaceae sudah memiliki pembulu primitif berupa sel hydroid dan leptoid untuk mengangkut air dan hasil metabolisme.

Suku Hypnaceae, Rhizogoniaceae, Dicranaceae dan Leucobryaceae juga merupakan suku kosmopolit, di hutan tropis dijumpai hampir seluruh ketinggian. Menurut Eddy (1988), suku Rhizogoniaceae khususnya genus Rhizogonium memiliki persebaran mulai dari Indo-Fasifik, Australia, Amerika Utara, Amerika Tengah, dan Malaysia umumnya ditemukan di hutan yang lembab pada substrat organik, Leucobryum adalah genus kosmopolit yang keanekaragamannya banyak ditemukan di hutan hujan tropis dan hutan subtropis, kebanyakkan hidup di tanah humus sedikit asam, di kayu lapuk, di batang pohon dan di hutan yang lembab.

(29)

4.2 Karakteristik Morfologi Pola Pertumbuhan

Pola pertumbuhan yang ditemukan di lokasi penelitian sangat beragam pada setiap jenis, seperti; berumput tinggi (long turf), berumput pendek (short turf), karpet (mats), anyaman (wefs) dan seperti pohon (dendroid) (Gambar 3). Berdasarkan hasil pengamatan dari keseluruhan pola pertumbuhan tersebut yang paling umum dijumpai adalah berumput tinggi 14 jenis, diikuti berumput pendek 12 jenis, empat jenis seperti karpet (Callicostella sp., Ectropothecium dealbatum, E. buitenzorgii, Ectropothecium sp.), satu jenis seperti anyaman (Thuidium cymbifolium) dan satu jenis seperti pohon (Mniodendron divaricatum).

Gambar 3. Pola pertumbuhan pada lumut daun. long turf pada Pogonatum cirratum (A), short turf pada Barbula consanguinea (B), weft pada Thuidium cymbifolium (C), mat pada Ectropotherium dealbatum (D), dendroid Mniodendron divaricatum (E).

Pola pertumbuhan juga dipengaruhi oleh air dan kondisi lingkungan, jika air yang tersedia cukup untuk pertumbuhannya maka lumut yang tumbuh berumput tinggi. Kawasan hutan Sibayak merupakan kawasan hutan yang berada di antara beberapa sungai, karena itu lumut yang umumnya ditemukan memiliki pola pertumbuhan berumput tinggi. Menurut Horikawa & Ando (1952) dalam Glime (2006), bentuk pertumbuhan lumut juga dipengaruhi oleh cahaya dan air. Jika tunas dipenuhi dengan daun yang lebat, maka akan memperlancar pergerakan air sehingga

D

C B

A

(30)

mempertahankan air tanah di daerah tumbuh, dan memungkinan lumut dapat tumbuh secara long turf (berumput tinggi) karena memiliki air yang cukup untuk menunjang pertumbuhannya.

Bentuk pola pertumbuhan yang beragam dan unik terbentuk karena kondisi lingkungan. Untuk beradaptasi lumut membentuk pola tertentu, seperti pola pertumbuhan berbentuk karpet merupakan pola pertumbuhan yang dapat ditemukan di lingkungan yang kering dan basah. Dari hasil penelitian pola pertumbuhan berbentuk karpet ditemukan di batu dan di tanah, karena bentuk pertumbuhannya yang rapat efisien dalam menyimpan dan menyerap air. Jenis yang memiliki pola pertumbuhan seperti ini memungkinkan untuk tumbuh diberbagai habitat. Hipol et al., (2007) manambahkan, lumut membentuk pola pertumbuhan sesuai dengan kondisi lingkungannya. Menurut Frahm (2003) dalam Pollawatn (2008), pola pertumbuhan seperti karpet sangat efektif dalam menyimpan air dan merupakan karakteristik habitat yang mengalami musim kekeringan.

Orientasi Daun

Berdasarkan hasil penelitian Lumut daun yang ditemukan memiliki orientasi daun yang unik seperti, tegak (erect), tegak-menyebar (erect-spreading), menyebar (spreading), falcate, complanate, berpasangan (distichous) (Gambar 4). Orientasi yang umum ditemukan di lokasi penelitian adalah erect-spreading sebanyak 11 jenis, di ikuti erect sembilan jenis, berbentuk complanate delapan jenis (Ectropothecium dealbatum, E. buitenzorgii, Rhizogonium cf. lamii, Rhizogonium sp., Thuidium cymbifolium, Callicostella sp., Trismegistia lancifolia, Species A), bentuk falcate empat jenis (Acroporium sigmatodontium, A. lamprophyllum, Philonotis mollis, Leucobryum sumatranum) dan bentuk distichous hanya ditemukan pada jenis Fissident sp.

(31)

Gambar 4. Orientasi daun pada lumut daun, erect pada Barbula consanguinea (A), complanate pada Rhizogonium sp. (B), falcate pada Ectropothecium sp. (C) perbesaran (10x4), spreading pada Dicranoloma reflexum (D), distichous pada Fissidens sp. (E).

Bentuk daun

Bentuk daun dari setiap jenis lumut berbeda-beda. Adapun bentuk daun yang ditemukan di lokasi penelitian antara lain bentuk lanset, oblong, oval, oblong-lanset, oval-lanset (Gambar 5). Bentuk daun yang paling umum dijumpai adalah memanjang 11 jenis (Acroporium sigmatodontium, A. lamprophyllum, Barbula consanguinea, Campylompus umbelatus, Dicranoloma reflexum, Pyrrhobryum spiniforme, Leucobryum sumatranum, Philonotis mollis, Polytricaceae), bentuk bulat telur-membulat delapan jenis, bentuk oblong empat jenis, bentuk telur-membulat tujuh jenis dan bentuk oblong-lanset enam jenis.

Dilihat dari data semua genus Pogonatum yang ditemukan memiliki bentuk daun lanset. Menurut Eddy (1988), pada umumnya famili Polytricaceae khususnya genus Pogonatum memiliki ciri-ciri daun berbentuk lanset.

B C

E D

(32)

Gambar 5. Bentuk daun pada Musci, oblong pada Acroporium lamprophyllum (A), oblong-lanset pada Diphyscium sp. (B), oval-lanset pada Rhizogonium cf lamii (C), lanset Pyrrobryum spiniforme pada (D). Perbesaran (10x10)

Tepi daun atau Margin

Berdasarkan hasil penelitian bentuk tepi daun yang ditemukan di lokasi penelitian berbentuk rata (entire), beringgit (crenate), berduri (spinose) dan bergerigi (serrate) (Gambar 6). Tipe yang paling umum ditemukan adalah tipe entire 14 jenis (Bryum clavatum, Acroporium sigmatodontium, Barbula consanguinea, Barbula sp., Diphyscium sp., Leucobryum sumatranum, Sematophylum tristiculum, Phillonotis sp., Callicostella sp., Sphagnum sp., Ectropotecium sp., Species C, Species D), tipe serrate delapan jenis (Rhizogonium cf. lamii, Rhizogonium sp., Mniodendron divaricatum, Ectropothecium dealbatum, E. buitenzorgii, Dicranoloma reflexum, P. subtortile, Fissidens sp.), tipe crenate tujuh jenis (Barbula indica, Thuidium cymbifolia, Phillonotis mollis, Callicostella sp., Spagnum sp., Philonotis mollis, Trismegistia lancifolia), sedangkan tipe spinose hanya dua jenis (Pogonatum cirratum dan Pyrrhobryum spiniforme). Tipe entire merupkan ciri umum dari genus Barbula. Menurut Eddy (1988), genus Barbula ditandai dengan pinggir daun yang perbentuk entire atau rata.

(33)

Gambar 6. Tipe margin pada lumut daun, entire pada Acroporium sp. (A), Spinose pada Pyrrobryum spiniforme (B), serrate pada Rhizogonium sp. (C), crenate pada Barbula indica (D). Perbesaran (10x10).

4.3 Karakterisrik Anatomi

Costa

Beberapa bentuk tulang daun atau costa pada lumut daun seperti percurrent (pertulangan berakhir pada unjung daun), excurrent (pertulangan memenjang sampai ujung pinggir daun), biocostate (memiliki dua tulang daun) dan ecostate (tanpa tulang daun) (Gambar 7). Bentuk yang paling umum dijumpai adalah ecostate 13 jenis, bentuk percurrent 11 jenis (Pogonatum cirratum, P. neesii, Bryum clavatum, Barbula indica, Sematophylum tristiculum, Dicranoloma reflexum, Barbula sp., Pyrrhobryum spiniforme, Philonotis mollis, Philonotissp., Trimegistia lancifolia), bentuk excurrent 9 jenis (Rhizogonium cf. lamii, Diphyscium sp., Mniodendron divaricatum, Barbula consanguinea, Fissident sp., Rhizogonium sp., Species B, Species C, Species D, Campylopus umbelatus), sedangkan bentuk bicostate hanya ditemukan pada Callicostella sp.

Berdasarkan hasil pengamatan semua jenis suku Sematophyllaceae memiliki bentuk ecostate. Menurut Pollawatn (2008), ciri suku ini ditandai dengan daun yang ecostate dan sel linear-rhomboidal. Tipe bicosta hanya ditemukan pada Callicostella sp. Menurut Tan & Chuan (2008) Callicostella sp. merupakan suku dari Hookeriaceae yang tumbuh di hutan tropis yang lembab, terutama ditempat basah, tanaman umumnya complanate dan memiliki single costa atau bicosta.

(34)

Gambar 7. Tipe Costa pada Musci, Percurren pada Barbula sp. (A), Excurrent pada Species C (B), Bicostate pada Callicostella sp. (C), Ecostate pada Sematophyllum sp. (D). Perbesaran (10x10)

Sel Alar

Berdasarkan hasil penelitian beberapa jenis lumut memiliki bentuk sel yang membesar pada bagian basal atau disebut juga sel alar. Semua anggota suku Sematophyllaceae yang ditemukan memiliki sel alar dan ditemukan pada sebagian anggota Dicranaceae. Beberapa tipe sel alar yang ditemukan seperti acroporoid, brotheroid, heterophylloid (Gambar 8). Berdasarkan hasil pengamatan yang paling umum ditemukan adalah tipe acroporoid pada jenis Acroporium sigmatodontium, Acroporium sp., A. lamprophyllum, sedangkan tipe brotheroid hanya ditemukan pada jenis Trismegistia lancifolia, dan tipe heterophylloid ditemukan pada jenis Dicranoloma reflexum.

Sel alar juga merupakan karakteristik yang digunakan untuk identifikasi jenis, karena tidak semua suku memiliki sel alar. Menurut Tan, et al (2007), karakter utama yang memasukkan genera kedalam suku Sematophyllaceae adalah memiliki sel alar yang berwarna. Menurut Tan & Chuan (2008), sebagian suku Dicranaceae memiliki sel alar yang berukuran besar pada bagian basal.

(35)

Gambar 8. Tipe sel alar acroporoid pada Acroporium sp. (10x10) (A), heterophylloid pada Dicranoloma reflexum (10x10) (B), brotheroid pada Trismegistia lancifolia (10x40) (C).

Bentuk Sel Daun

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan diperoleh bentuk sel daun seperti isodiametric, rectangular, quadrate, rhomboidal dan vermiculose (Gambar 9). Berdasarkan hasil pengamatan dalam satu daun bisa terdapat lebih dari satu bentuk sel seperti pada jenis Barbula indica bentuk sel bagian dasar daun rectangular, sedangkan bagian tengah sampai ujung quadrate.

Gambar 9. Bentuk sel daun isodiametric (A), rhomboidal (B), rectangular (C), vermiculose (D), quadrate (E). Perbesaran (10x40)

A B C

(36)

4.4 Deskripsi Jenis

1) Acroporium sigmatodontum (C. Mull.)

Pleurokarpus, bentuk pertumbuhan berumput pendek (short turf), percabangan dimulai dari bagian tengah, jarang di bagian dasar batang, terdapat 1-2 cabang, jarang beraturan, hijau muda Daun; panjang 55-61 mm, lebar 19-22 mm, orientasi falcate, susunan rapat, bentuk lanset, ujung aristet, tepi rata, sel vermiculuse, memiliki sel alar, acroporoid, coklat-kekuningan, Costa; ecostate, Seta; 0,3-0,5, coklat-kemerahan, Spora; ovoid, coklat-kekuningan.

Spesimen : EKA 05

Distribusi : Sumatera, Sulawesi, Jawa.

Habitat & Ekologi : Tumbuh epifit di kayu lapuk, ditemukan pada ketinggian 896 m dpl pada titik kordinat 03016’21.1” LU/ 98032’06,4” BT, suhu 22 0C dan kelembaban 92%.

Gambar 10. Acroporium sigmatodontum

2) Acroporium lamprophyllum Mitt.

(37)

Spesimen : EKA 21

Distribusi : Sumatera, Jawa

Habitat & Ekologi : Tumbuh epifit di tebing, ditemukan pada ketinggian 909 m dpl pada titik kordinat 03016’20,4” LU/ 98032’05,2” BT, suhu 22 0C dan kelembaban 83%.

Gambar 11. Acroporium lamprophyllum

3) Acroporium sp.

Pleurokarpus, arah pertumbuhan searah, bentuk pertumbuhan berumput tinggi (long turf), dengan dua atau tiga percabangan, hijau mengkilap saat muda, coklat muda saat tua, Batang; panjang 0,7-1,2 cm, berwarna coklat muda, Daun; panjang 75-76 mm, lebar 25-28 mm, orientasi tegak-tersebar, susunan daun rapat, ujung meruncing, tepi rata, sel irregular, memiliki sel alar, acroporoid, Costa; ecostate, tidak ditemukan generasi sporofit.

Spesimen : EKA 36 Distribusi : Sumatera

(38)

Gambar 12. Acroporium sp.

4) Barbula indica (Hook.) Spreng.

Akrokarpus, tinggi total 1,8-2 cm, bentuk pertumbuhan berumput pendek (short turf), jarak pertumbuhan jarang, hijau muda, Batang; panjang 75-80 mm, kuning-kecoklatan, Daun; panjang 50-52 mm, lebar 8-12 mm, orientasi tegak, susunan daun rapat, memenuhi batang dari dasar-ujung, bentuk lanceolate, tepi beringgit, sel dasar rectangular, berupa sel cancellina, tengah-ujung quadrat, Costa; percurrent, terlihat jelas, Seta; panjang 1,1-1,3 cm, coklat-kemerahan, Spora; ovoid, hijau.

Spesimen : EKA 04

Distribusi : Sumatera, Malaysia

Habitat & Ekologi : Tumbuh epifit di batu, tanah, ditemukan pada ketinggian 896 m dpl pada titik kordinat 03016’21.1” LU/ 98032’06,4” BT, suhu 23 0C dan kelembaban 84%.

(39)

5) Barbula consanguineae (Thw & Mitt) Jaeg.

Akrokarpus, tinggi total 2-2,3 cm, bentuk pertumbuhan berumput pendek (short turf), hijau muda, Batang; panjang 0,7-1 cm, merah kecoklatan, Daun; panjang 90-96 mm, lebar 15-19 mm, orientasi tegak, susunan rapat, bentuk lancet, tepi rata, sel dasar rectangular, membentuk sel cancellina, tengah-ujung quadrat, Costa; excurrent, warna sel sangat mencolok dari sel daun Seta; panjang 1,5-1,8 cm, hijau kekuningan, Spora; ovoid, hijau kecoklatan.

Spesimen : EKA 16

Distribusi : Sumatera, Malaysia

Habitat & Ekologi : Tumbuh epifit di tanah, ditemukan pada ketinggian 896 m dpl pada titik kordinat 03016’29.2” LU/ 98032’06,2” BT, suhu 220C dan kelembaban 81%.

Gambar 14. Barbula consanguineae

6) Barbula sp.

Akrokarpus, tinggi total 1-1,2 cm, bentuk pertumbuhan seperti karpet (mats), perawakan pendek, jarak pertumbuhan rapat, hijau, Batang; panjang 85-95 mm, hitam-kecoklatan Daun; panjang 71-75 mm, lebar 20-23 mm, orientasi tegak, rapat, menumpuk di ujung, bentuk lanset, tepi rata, sel isodiametric, sel cancellina terlihat jelas, Costa; percurrent, jelas, kuning-kehijauan, Seta; panjang 1,2-1,3 cm, hijau, Spora; cylindrical, kuning-kecoklatan.

Spesimen : EKA 29

(40)

Habitat & Ekologi : Tumbuh epifit di kayu lapuk, ditemukan pada ketinggian 1900 m dpl pada titik kordinat 03014’27.4” LU/ 98030’21,5” BT, suhu 21 0C dan kelembaban 83%.

Gambar 15. Barbula sp.

7) Bryum clavatum (Schimp.) C.Mull.

Akrokarpus, tanpa percabangan, bentuk pertumbuhan berumput pendek (short turf), perawakan pendek, hijau muda, Batang; panjang 100-113 cm, hijau-kemerahan, Daun; panjang 54-67 mm, lebar 12-16 mm, ujung cuspidate, orientasi tegak, pada dasar batang daun jarang, tengah-ujung rapat, sel bagian dasar quadrat, tengah - ujung berbentuk irregular, dinding sel bagian dasar merah, tepi rata, Costa; excurrent, pada bagian dasar daun merah, Seta; 1,8-2,3 cm, orange-kecoklatan, Spora; inclined, hijau, peristom merah.

Spesimen : EKA 03

Distribusi : Sumatera, Jawa, Malaysia, Philipina

(41)

Gambar 16. Bryum clavatum

8) Campylopus umbelatus (Arn.) Par.

Akrokarpus, tinggi total 3-4 cm, bentuk pertumbuhan berumput tinggi (long turf), tanpa percabangan, daun perichatieal terlihat jelas, saat muda berwarna hijau muda, saat tua berwarna hijau gelap, hijau gelap, Batang; panjang 2-2,5 cm, coklat, Daun; panjang 280-287 mm, lebar 34-40 mm, orientasi tersebar, bentuk lanset, ujung acute, tepi apex ¼ daun serrate, basal ¾ daun rata, basal terdapat bagian yang tertutup seperti akar, sel rectangular, Costa; percurrent, Seta; panjang 0,5-0,8 cm, hitam, Spora; inclined, kuning muda.

Spesimen : EKA 27

Distribusi : Sumatera

Habitat & Ekologi : Tumbuh epifit di tanah, kayu lapuk, ditemukan pada ketinggian 865 m dpl pada titik kordinat 03016’32.8” LU/ 98032’32,8” BT, suhu 23 0C dan kelembaban 91%.

(42)

Pleurocarpus, bentuk pola pertumbuhan karpet (mats), percabangan menyirip, tidak beraturan, saat kering daun seperti melekat pada batang, agak keriting, saling bertumpuk satu sama lain, hijau-kekuningan, Batang; berwarna merah, Daun; panjang 53-56 mm, lebar 18-20 mm, orientasi complenate, bentuk oblong, tepi crenate, sel irraguler, Costa; bicosta, memanjang sampai pinggir daun, Seta; panjang 1,9-2 cm, hijau muda.

Spesimen : EKA 20 Distribusi : Sumatera

Habitat & Ekologi : Tumbuh epifit di tanah, ditemukan pada ketinggian 877 m dpl pada titik kordinat 03016’29,2” LU/ 98032’06,2” BT, suhu 220C dan kelembaban 91%.

Gambar 18. Callicostella sp.

10) Dicranoloma reflexum (C.Mull.) Ren.

Akrokarpus, tinggi total 3-3,2 cm, betuk pertumbuhan berumput tinggi (long turf), tanpa percabangan, padat, hijau-kekuningan, sedikit agak mengkilap, Batang; panjang 2-2,5 cm, coklat, Daun; panjang 276-281 mm, lebar daun 28-30 mm, orientasi tersebar, susunan daun jelas, rapat menutupi batang, ujung cuspidate, tepi dasar-tengah rata, temgah-ujung serrate, menggulung, sel rectangular-vermiculose, dengan sel alar, heterophylloid, coklat, Costa; percurrent, Seta; panjang 1,2-1,5 cm, hijau-kekuningan, Spora; pyriform, coklat tua.

Spesimen : EKA 18

(43)

Habitat & Ekologi : Tumbuh epifit di kayu lapuk, ranting pohon, ditemukan pada ketinggian 865 m dpl pada titik kordinat 03016’29,2” LU/ 98032’06,2” BT, suhu 240C dan kelembaban 92%.

Gambar 19. Dicranoloma reflexum 11) Diphyscium sp.

Akrokarpus, panjang total 1,7-2 cm, bentuk pertumbuhan berumput pendek (short turf), meroset, hijau tua, hijau gelap-kehitam saat kering, batang hampir tidak terlihat, Daun; panjang 120-133 mm, lebar 31-37 mm, orientasi tegak, bentuk oblang-lanset, ujung cuspidate, sel dasar isodiometris, tengah-ujung quadrat, tepi rata, terdapat sel pembatas, Costa; excurrent, ujungnya berbentuk seperti duri, Seta tidak terlihat, spora melekat pada batang.

Spesimen : EKA 07

Distribusi : Sumatera

Habitat & Ekologi : Tumbuh epifit di batu, ditemukan pada ketinggian 900 m dpl pada titik kordinat 03016’21.5” LU/ 98032’06,4” BT, suhu 220C dan kelembaban 91%.

(44)

12) Ectropothecium dealbatum (Hornsch. & Reinw) Jaeg.

Pleurokarpus, bentuk pertumbuhan seperti karpet (mats), percabangan berhadapan, teratur, jarak antar cabang jelas, menggulung saat kering, agak mengkilap, hijau kekuningan, Batang; berwarna merah, Daun; panjang 33-36 mm, lebar 15-17 mm, orientasi complanate, menutupi batang, daun bagian ujung melengkung, bentuk lanset, ujung aristete, tepi dasar-tengah rata, ujung bergerigi, sel vermiculose-rectangular, Costa; ecostate, Seta; panjang 2,4-2,6 cm, coklat muda, Spora; pendulous, coklat tua.

Spesimen : EKA 15

Distribusi : Sumatera, Thailand

Habitat & Ekologi : Tumbuh epifit di pohon, ditemukan pada ketinggian 862 m dpl pada titik kordinat 03016’30,2” LU/ 98032’08,52” BT, suhu 220C dan kelembaban 83%.

Gambar 21. Ectropothecium dealbatum

13) Ectropothecium buitenzorgii (Bel.) Jaeg.

Pleurokarpus, bentuk pertumbuhan berumput pendek (short turf), percabangan berhadapan, jarak antar cabang jelas, keriting saat kering, mengkilat, hijau Batang; merah Daun; panjang 32-34 mm, lebar 10-12 mm, orientasi complanate, susunan daun rapat, melekat pada batang, daun bagian ujung melengkung bentuk, ovate, ujung mucronate, tepi serrate, sel vermiculose, Costa; ecostate, Seta; panjang 2,6-2,8 cm, putih, Spora; pyriform, hijau-kecoklatan.

(45)

Distribusi : Sumatera, Sulawesi

Habitat & Ekologi : Tumbuh epifit di batu, ditemukan pada ketinggian 865 m dpl pada titik kordinat 03016’29,2” LU/ 98032’06,2” BT, suhu 220C dan kelembaban 91%.

Gambar 22. Ectropothecium buitenzorgii

14) Ectropothecium sp.

Pleurokarpus, berwarna, bentuk pertumbuhan seperti karpet (mats), percabangan menyirip, jarak antar cabang terlihat jelas, hijau kekuningan, Batang; merah pudar, Daun; panjang 30-35 mm, lebar 15-20 mm, orientasi tegak, bagian ujung menggulung, rapat menutupi batang, berpilin, bentuk ovate, ujung aristete, tepi rata, sel vermiculose-rectangular, Costa; ecostate, Spora tidak ditemukan.

Spesimen : EKA 30

Distribusi : Sumatera

Habitat & Ekologi : Tumbuh epifit di batu, ditemukan pada ketinggian 1780 m dpl pada titik kordinat 03014’15,2” LU/ 98029’51,3” BT, suhu 210C dan kelembaban 83%.

(46)

15) Fissidens sp.

Akrokarpus, tinggi total 2,5-3 cm, bentuk pertumbuhan berumput tinggi (long turf), hijau gelap, Batang; panjang 2-2,8 dasar merah, tengah-ujung hijau cerah, Daun; panjang 245 mm, lebar 45-53 mm, orientasi distichous, ujung aristete, tepi daun rata, sel irregullar, vaginant lamina terdapat pada bagian kiri, sel bagian vaginant terlihat mencolok, rapat, posisi setengah daun, Costa; percurrent, spora tidak ditemukan. Spesimen : EKA 25

Distribusi : Sumatera

Habitat & Ekologi : Tumbuh di tanah, di batu, ditemukan pada ketinggian 869 m dpl pada titik kordinat 03016’34,3” LU/ 98032’12,8” BT, suhu 230C dan kelembaban 91%

Gambar 24. Fissidens sp. 16) Leucobryum sumatranum Broth.

Akrokarpus, tinggi total 2,8-3 cm, bentuk pertumbuhan berumput tinggi (long turf), bewarna putih-kehijauan saat basah, putih saat kering, Batang; 2-2,5, putih-kehijauan, Daun; panjang 1-1,3 cm, lebar 54-57 mm, melengkung, agak mengkilat, orientasi falcate, rapat, menutupi seluruh batang, memutar pada satu sisi, batang bentuk linear, tepi rata, sel quadrat, memiliki sel alar pada seluruh bagian basal,

Costa; costate, sporofit tidak ditemukan.

Spesimen : EKA 10

Distribusi : Sumatera

(47)

Gambar 25. Leucobryum sumatranum Broth.

17) Leucobryum juniperoideum (Brid.) Mull. Hal.

Akrokarpus, tinggi total 0,5-0,8 cm, bentuk pertumbuhan berumput pendek (short turf), bewarna putih, Batang; 0,5 cm putih-kecoklan, Daun; panjang 80-81 mm, lebar 15-18 mm, berwarna putih kusam, orientasi tegak-tersebar, rapat, menutupi seluruh batang, batang bentuk linear, tepi rata, sel quadrat, dengan sel-sel sebagian besar kosong, berklorofil hanya pada bagian dinding sel, tanpa sel alar pada bagian basal,

Costa; ecostate, sporofit tidak ditemukan. Spesimen : EKA 38

Distribusi : Sumatera

Habitat & Ekologi : Tumbuh di tanah, ditemukan pada ketinggian 915 m dpl pada titik kordinat 03016’22.7” LU/ 98031’07,1” BT, suhu 230C dan kelembaban 92%.

(48)

18) Mniodendron divaricatum (Hornsch.and Reinw) Lindb.

Akrokarpus, tinggi total 4-5 cm, bentuk pertumbuhan seperti pohon (dendroid), hijau, percabangan majemuk, susunan cabang mengelilingi batang, membentuk seperti kipas, Batang; panjang 1-2 cm, Daun; panjang 60-65 mm, lebar 20-21 mm, orientasi tegak, ujung aristete, tepi serrate, sel linear-rectangular, Costa; exrcurrent, Seta; 1-2 cm, dasar merah, tengah-ujung hijau, Spora; inclined, 2-3 menumpuk di terminal.

Spesimen : EKA 14

Distribusi : Sumatera, Jawa

Habitat & Ekologi : Tumbuh epifit di batu, ditemukan pada ketinggian 862 m dpl pada titik kordinat 03016’13,4” LU/ 98032’08,3” BT, suhu 220C dan kelembaban 83%.

Gambar 27. Mniodendron divaricatum

19) Philonotis mollis (Dozy & Molk) Bosch & Lac.

Akrokarpus, dengan 4-5 pecabangan di terminal, tinggi total 5,5-6 cm, bentuk pertumbuhan berumput tinggi (long turf), bentuk tekstur lembut, hijau muda, Batang; panjang 2,6-3 cm, merah, Daun; panjang 79-81 mm, lebar 12-13 mm, orientasi falcate, bentuk triangularis, ujung aristete, tepi crenate, sel rectangular, Costa; percurrent, Seta; panjang 3,3-3,6 cm, orange-kemerahan Spora; globose, orange-kemerahan.

Spesimen : EKA 11

(49)

Habitat & Ekologi : Tumbuh di tanah, ditemukan pada ketinggian 865 m dpl pada titik kordinat 03016’32.8” LU/ 98032’32,8” BT, suhu 23 0C dan kelembaban 91%.

Gambar 28. Philonotis mollis

20) Philonotis sp.

Akrokarpus, percabangan sederhana 2-3 cabang, tinggi total 1-1,5 cm, bentuk pertumbuhan berumput pendek (short turf), padat, hijau-kemerahan, Batang; 0,8-1 cm, merah, Daun; Panjang 10-12 mm, lebar 6-8 mm, orientasi tegak, dengan susunan daun tidak jelas, melekat pada batang, terlihat melekat pada batang, bentuk triangularis, tepi crenate, ujung acute, sel quadrat, Costa; percurrent, bagian basal merah, spora tidak ditemukan.

Spesimen : EKA 34

Distribusi : Sumatera

Habitat & Ekologi : Tumbuh epifit di tebing, ditemukan pada ketinggian 865 m dpl pada titik kordinat 03016’30.3” LU/ 98032’10,6” BT, suhu 21 0C dan kelembaban 92%.

(50)

21) Pogonatum cirratum (SW.) Brid.

Akrokarpus, tinggi total 10-13 cm, bentuk pertumbuhan berumput tinggi (long turf), jarak tumbuh jarang, hijau tua, Batang; panjang 7-10 cm, kuning kemerahan, Daun; panjang 275-340 mm, lebar 30-40 mm, daun menyebar saat basah, menggulung dan menempel kearah batang saat kering, orientasi tegak-tersebar, bagian dasar melebar, membentuk sel cancellina, ujung aristate, tepi bergerigi ganda, sel quadrate-oval,

Costa; percurrent, Seta; Panjang 1,5-2,3 cm, Spora; inclined, Kaliptra; cucullate. Spesimen : EKA 01

Distribusi : Sumatera, Jawa

Habitat & Ekologi : Tumbuh di tanah, ditemukan pada ketinggian 908 m dpl pada titik kordinat 03016’20.9” LU/ 98032’09,3” BT, suhu 210C dan kelembaban 83%.

Gambar 30. Pogonatum cirratum

22) Pogonatum neesii (C Mull.) Dozy.

Akrokarpus, tinggi total 7-8,4 cm, bentuk pertumbuhan berumput tinggi (long turf), hijau muda, Batang; panjang 2,5-3 cm, merah kekuningan, Daun; panjang 180-183 mm, lebar 40-45 mm, menyebar saat basah, menggulung dan melekat pada batang saat kering, orientasi tesebar, pada bagian basal terdapat seludang yang menempel dan menutupi batang, ujung cuspidate, tepi bergerigi, sepertiga daun, sel isodiametric, sel rapat, bentuk sel hampir tidak terlihat, Costa; percurrent, Seta; panjang 5-5,4 cm, merah, Spora; inclined.

(51)

Distribusi : Sumatera, Jawa

Habitat & Ekologi : Tumbuh epifit di tanah, ditemukan pada ketinggian 867 m dpl pada titik kordinat 03016’32.8” LU/ 98032’10,7” BT, suhu 230C dan kelembaban 91%.

Gambar 31. Pogonatum neesii

23) Pogonatum subtortile (C. Mull) Jaeg.

Akrokarpus, tinggi total 6-6,4 cm, bentuk pertumbuhan berumput tinggi (long turf), bagian ujung lumut muda berbentuk mawar hijau -kemerahan, jarak tumbuh hampir rapat, Batang; panjang 2,5-2,8 cm, merah, Daun; panjang 245 mm, lebar 50-53 mm, menggulung dan menempel pada batang saat kering, menyebar saat basah, orientasi tegak-tersebar, pada dasar daun membentuk sel cancellina, ujung aristete, tepi crenate, sel quadrate-rectangular, Costa; percurrent, Seta; panjang 3,3-3,6 cm, Spora; inclined.

Spesimen : EKA 13

Distribusi : Sumatera, Jawa

Habitat & Ekologi : Tumbuh di tanah, ditemukan pada ketinggian 869 m dpl pada titik kordinat 03016’34,3” LU/ 98032’12,8” BT, suhu 230C dan kelembaban 91%.

(52)

24) Pyrrhobryum spiniforme (Hedwig.) Mitten.

Acrocarpus, tinggi total 6-8,3 cm, bentuk pertumbuhan berumput tinggi (long turf), hijau. Batang; tinggi 5-6 cm, kadang bercabang tunggal, merah -kekuningan. Daun; panjang 48 mm, lebar 15 mm, tersusun lepas berselang seling, keriting dan melekat pada batang saat kering, orientasi berselang seling, basal truncatus, ujung meruncing, tepi bergerigi ganda, sel-sel lamina isodiametric, Costa; percurrent-excurrent, bergigi tapi tidak sampai ke bagian basal, sel-sel costa bentuk rektangular. Seta; panjang 3-6 cm, lateral dan terminal, orange-kemerahan, ramping. Kapsul; inclined-tegak lurus. Spesimen : EKA 32

Distrribusi : Sumatera, Jawa, Sulawesi, Singapura, Malaysia, Amerika, Australia, Papua Nuginie, Philipina

Habitat & Ekologi : Ditemukan epifit di batang pohon, pada ketinggian 940 m dpl dan 1109 m dpl , dengan titik ordinat 03018’36.2” LU/ 098032’04.8” BT dan 03014’14.2” LU/ 098º29’50,5” BT . Kelembaban 84% dan suhu 240C.

Gambar 33. Pyrrhobryum spiniforme

25) Rhizogonium cf lamii Reim.

(53)

dasar rata, sel isodiametric, dibagian dasar terdapat sel cancellina. Costa; excurrent, jelas. Spora; inclined, hijau muda, Seta; 2,3-2,8 cm.

Spesimen : EKA 06

Distribusi : Sumatera, Jawa, Philipina, Sulawesi

Habitat & Ekologi : Epifit di batang pohon , pada ketinggian 896 m dpl, pada titik ordinat 03016’21.5” LU/ 098032’06.4” BT. Kelembaban 92% dan suhu 220C,

Gambar 34. Rhizogonium cf lamii

26) Rhizogonium sp.

Pleurocarpus, bentuk pertumbuhan keset (mats), merayap, melekat pada substrat, hijau tua. Percabangan menyirip, jarak antar cabang terlihat jelas. Batang; rhizoid terlihat jelas pada batang, Daun; panjang 111 mm, lebar 44 mm, orientasi complanate, keriting dan melekat pada batang saat kering, bentuk lanset, ujung

aristate, tepi bergerigi, dasar rata, sel isodiametric, dibagian dasar terdapat sel cancellina. Costa; ecotaste Generasi sporofit tidak ditemukan.

Spesimen : EKA 24 Distribusi : Sumatera

(54)

Gambar 35. Rhizogonium sp.

27) Sematophyllum tristiculum (Mitt.) Fleisch.

Pleurocarpus, tinggi total; 182 mm, bentuk pertumbuhan seperti keset (mats), hijau gelap, mengkilap saat basah, merah-kehijaun saat kering, Batang; merayap, percabangan menyirip. Daun; panjang 40-44 mm, lebar 18-20 mm, orientasi tegak-tersebar, bentuk oval, rapat, menutupi batang, ujung runcing, tepi rata, sel isodiometric, terdapat sel alar, tipe acroporoid. Costa; percurrent, orange. Seta; 0,4-0,5 cm, merah, Spora; inclined, hijau.

Spesimen : EKA 09

Distribusi : Sumatera, Jawa, Philipina.

Habitat & Ekologi : Epifit di ranting pohon, tempat terbuka, pada ketinggian 772 m dpl, dengan titik ordinat 03018’21.1” LU/ 098022’07.9” BT. Kelembaban 85% suhu 240C.

(55)

28) Sematophyllum sp.

Akrokapus, tinggi total; 9 mm, bentuk pertumbuhan seperti keset (mats), hijau kekuningan saat muda, hijau-kecoklatan saat tua, Batang; kadang dengan percabangan Daun; panjang 28 mm, lebar 12-15 mm, orientasi tegak-tersebar, bentuk oval-lanset, rapat, menutupi batang, ujung runcing, tepi rata, sel rhomboidal, terdapat sel alar, tipe heterophylloid, orange Costa; ecostate, orange. Seta; 3,1 cm, merah-kecoklatan, Spora; pyriform, hijau-kecoklatan.

Spesimen : EKA 31

Distribusi : Sumatera

Habitat & Ekologi : Epifit di kayu lapuk, tempat terbuka, pada ketinggian 1700 m dpl, dengan titik ordinat 03014’09,5” LU/ 098029’38,5” BT. Kelembaban 83% suhu 200C.

Gambar 37. Sematophyllum sp.

29) Sphagnum sp.

Akrokapus, tinggi total; mm, bentuk pertumbuhan berumput tinggi (long turf), hijau keputihan, batang dan daun seperti berlendir, Batang; dengan percabangan pada bagian ujung, dua sampai tiga, Daun; panjang 18-21 mm, lebar 12-15 mm, orientasi tegak-tersebar, bentuk oval, rapat, menutupi batang, ujung meruncing, tepi rata, sel vermiculose, Costa; ecostate, generasi sporofit tidak ditemukan.

(56)

Habitat & Ekologi : Epifit di tanah, tempat berair, pada ketinggian 984 m dpl, dengan titik ordinat 03016’20,5”LU/ 098°32’09,3”BT. Kelembaban 92% suhu 200C.

Gambar 38. Sphagnum sp.

30) Thuidium cymbifolium (Dozy and Molk) Bryd. Jav.

Pleurokarpus, bentuk pertumbuhan seperti anyaman (wefs), hijau muda, Batang; dengan percabangan banyak, hijau-kecoklatan, Daun; panjang 8,2-10 mm, lebar 0,4-0,5 mm, orientasi complanate , rapat, susunan daun beraturan, dengan pertumbuhan searah, bentuk oval, menutupi batang, ujung runcing, tepi beringgit, sel isodiametric, pinggir daun menggulung, Costa; ecostate, generasa sporofit tidak ditemukan.

Spesimen : EKA 08

Distribusi : Sumatera, Jawa, Sulawesi

Habitat & Ekologi : Epifit di kayu lapuk pada ketinggian 904 m dpl, dengan titik ordinat 03016’21,9”LU/ 098°32’4,12”BT. Kelembaban 92% suhu 230C.

(57)

31) Trismegistia lancifolia Mull.(Hal)

Pleurocarpus, bentuk pertumbuhan anyaman (weft), hijau tua, mengkilap. Batang merayap, percabangan menyirip ganda, Daun; panjang 60-74 mm, lebar 22-23 mm, orientasi complanate, daun rapat, menutupi batang, kaku, bangun oval-lanset, ujung runcing, tepi bagian tengah-atas berduri, tepi basal rata, sel lamina vermiculose, terdapat sel alar, bentuk brotheroid, warna hijau ke orange. Costa; ecostate, generasi sporofit tidak ditemukan.

Spesimen : EKA 35

Distribusi : Sumatera, Singapura.

Habitat & Ekologi : Ditemukan epifit di batu, pada ketinggian 1710 m dpl, dengan titik ordinat 03014’09.5”LU/ 098029’38,5”BT. Kelembaban 83% dan suhu 210C.

Gambar 40. Trismegistia lancifolia

32) Species A.

Pleurokarpus, bentuk pertumbuhan berumput pendek (short turf), pertumbuhan teratur, jarak antar batang 0,2-0,3 cm, hijau muda, Batang; ada dan tanpa percabangan, hijau kecoklatan, Daun; panjang 20-15 mm, lebar 5-10 mm, orientasi complanate, bentuk oval-lanset, rapat, ujung runcing, tepi rata, sel vermiculoce,

Costa; ecostate, Seta; 1,5-3 cm, merah-kecoklatan, Spora; pyriform, coklat tua. Spesimen : EKA 02

(58)

Habitat & Ekologi : Epifit di bebatuan, pada ketinggian 908-1065 m dpl, dengan titik ordinat 03016’20,9”LU/ 098032’09,3”BT. Kelembaban 83% suhu 210C.

Gambar 41. Species A 33) Species B.

pleurokarpus, bentuk pertumbuhan berumput tinggi (long turf), dengan percabangan hijau muda- agak keputihan , perawakan terlihat seperti berbulu halus, Batang; dengan percabangan yang tidak beraturan, Daun; panjang 20-25 mm, lebar 8-10 mm, orientasi tegak-tersebar, bentuk lanset, rujung meruncing, pangkal daun membulat, tepi bergerigi, sel vermiculoce, generasi sporofit tidak ditemukan.

Spesimen : EKA 19

Distribusi : Sumatera

Habitat & Ekologi : Epifit di bebatuan, tempat terbuka, pada ketinggian 862 m dpl dengan titik ordinat 03016’30,2”LU/ 098032’08,52”BT. Kelembaban 83% suhu 220C.

(59)

34) Species C.

Akrokapus, tinggi total 0,5-0,8 cm, bentuk pertumbuhan berumput tinggi (short turf), merah muda-merah tua, Batang; merah tua Daun; panjang 116 mm, lebar 17 mm, orientasi tegak, bentuk oval-lanset, rapat, menutupi batang, ujung meruncing, tepi rata, sel rhomboidal-quadrat, Costa; excurrent, memanjang sampai 8-10 mm dari ujung, merah tua, geberasi sporofit tidak ditemukan.

Spesimen : EKA 22

Distribusi : Sumatera

Habitat & Ekologi : Epifit di kayu lapuk, tempat terbuka, pada ketinggian 930 m dpl, dengan titik ordinat 03016’07,5” LU/ 098032’07,9” BT. Kelembaban 91% suhu 210C.

Gambar 43. Species C.

35) Species D.

Akrokapus, tinggi total 2,5-4 cm, bentuk pertumbuhan berumput tinggi (long turf), hijau muda, Batang; kadang dengan percabangan, hijau-kemerahan, Daun; panjang 57 mm, lebar 6-8 mm, orientasi tegak-tersebar, hampir menutupi batang, terlihat jelas, bentuk lanset, ujung meruncing, pangkal daun membulat, tepi bergerigi, sel rectangular, Costa; percurrent, orange-hijau. generasi sporofit tidak ditemukan.

Spesimen : EKA 26

(60)

Habitat & Ekologi : Epifit di kayu lapuk, tempat terbuka, pada ketinggian 1109 m dpl, dengan titik ordinat 03014’14,2” LU/ 098029’50,5” BT. Kelembaban 83% suhu 200C.

Gambar 44. Species D 36) Species E.

Akrokapus, tinggi total; 0,5 cm, bentuk pertumbuhan berumput pendek (short turf), hijau muda saat basah, hijau-tua saat kering dan berbentuk seperti talus, Batang; tanpa dengan percabangan, berwarna merah-kehijauan Daun; panjang 20-30 mm, lebar 25 mm, orientasi tegak-tersebar, antara daun saling menutupi daun lainnya, bentuk, rapat, menutupi batang, ujung membulat, pangkal daun membulat, tepi rata, sel isodiametric, generasi sporofit tidak ditemukan.

Spesimen : EKA 37

Distribusi : Sumatera

Habitat & Ekologi : Epifit di ranting pohon, tempat tertutup, pada ketinggian 1200 m dpl, dengan titik ordinat 03016’20,5” LU/ 098032’09,3” BT. Kelembaban 84% suhu 200C.

(61)

4.5 Ekologi Lumut Daun Ketinggian Dan Habitat

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan ditemukan 22 jenis lumut pada ketinggian di bawah 1000 m dpl, empat jenis pada ketinggian di atas 1000 m dpl, dan 10 jenis ditemukan pada ketinggian di bawah 1000 m dpl dan di atas 1000 m dpl. dengan habitat (substrat) yang beragam seperti bebatuan, batang pohon, kayu lapuk, tanah dan ranting pohon (Tabel 4.2).

Tabel 4.2 Ketinggian Dan Habitat Jenis Lumut Daun Di Kawasan Hutan Sibayak I Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara.

No Jenis Ketinggian Habitat

(62)

Dari Tabel 4.2 dapat dilihat umumnya lumut ditemukan pada ketinggian di bawah 1000 m dpl. Tingginya jumlah lumut pada ketinggian ini mungkin dikarenakan kawasan memiliki kelembapan yang tinggi, terdapat aliran sungai, topografi tebing-tebing tanah yang lembab, suhu yang rendah, dan ditutupi kanopi yang membentuk iklim mikro, habitat seperti ini merupakan habitat hidup lumut dengan keberadaan yang melimpah, kondisi lingkungan kawasan penelitian yang mendukung keberadaan lumut dapat dilihat pada (Tabel 4.3). Menurut Windadri (2010), keberadaan lumut di daerah dataran rendah umumnya terbatas pada tempat-tempat lembab seperti pinggir sungai dan daerah sekitar sumber air. Gradstein et al., (2000) menambahkan, distribusi jenis lumut banyak ditemukan pada iklim micro, dengan percabangan yang banyak dan kanopi yang rendah.

Berdasarkan Tabel 4.2 tersebut dapat dilihat dari 36 jenis yang ditemukan 11 jenis diantaranya ditemukan pada ketinggian di bawah 1000 m dpl dan di atas 1000 m dpl (Pyrrhobryum spiniforme, Campylopus umbelatus, Ectropotherium sp., Fissidens sp., Leucobryum sumatranum, Leucobryum juniperoideum, Pogonatum neesii, Pogonatum subtortile, Pogonatum cirratum, Species A). Hal ini menggambarkan bahwa lumut dapat tumbuh kosmopolit diberbagai ketinggian, mungkin ini dikarenakan lumut memiliki kisaran toleransi dan kemampuan beradaptasi yang tinggi untuk hidup diberbagai habitat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ellyzarti (2009) di Gunung Pasawaran lumut tumbuh pada ketinggian 1200 m dpl sampai 1.681 m dpl.

(63)

Berdasarkan hasil penelitian dari 36 jenis lumut yang ditemukan, 16 jenis diantaranya hidup di tanah, 10 jenis di bebatuan, enam jenis di batang pohon, delapan jenis di kayu lapuk dan tiga jenis di ranting pohon. Dapat dilihat habitat yang mendominasi adalah tanah, ini karena tanah memiliki unsur-unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan lumut. Menurut Windadri (2010), tanah dan kayu lapuk merupakan tempat tumbuh yang baik untuk pertumbuhan lumut karena keduanya mampu menyediakan air maupun zat-zat hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhannya.

Faktor Fisik Lingkungan

Dalam penelitian dilakukan pengukuran terhadap faktor lingkungan yaitu suhu udara, kelembaban dan intensitas cahaya (Tabel 4.3).

Tabel 4.3 Rata-rata Faktor Abiotik Di Kawasan Hutan Sibayak I Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara

No Faktor Abiotik Rata-rata (satuan)

1 Suhu Udara 21-24 (ºC)

2 Kelembaban 83-92 ( %)

3 Intensitas Cahaya 105-68000 (Lux)

Dari Tabel 4.3 dapat dilihat kisaran suhu udara pada lokasi penelitian 21-24 ºC, kelembaban 83-92 %, intensitas cahaya 570-68000 lux. Kondisi faktor abiotik ini merupakan kondisi lingkungan yang cocok untuk mendukung pertumbuhan lumut.

(64)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

a. Terdapat 36 jenis Lumut Daun (Musci) dengan 31 jenis yang teridentifikasi dan 5 jenis yang belum teridentifikasi.

b. Terdapat 15 suku dengan suku terbanyak Sematophyllaceae sebanyak 6 jenis yaitu Acroporium lamprophyllum, Acroporium sigmatodontium, Acroporium sp., Sematophyllum tristiculum, Sematophyllum sp., Trismegistia lancifolia.

c. Terdapat 22 jenis lumut pada ketinggian di bawah 1000 m dpl, empat jenis pada ketinggian di atas 1000 m dpl dan 10 jenis ditemukan diantara kedua ketinggian tersebut, pada umumnya ditemukan di tanah.

5.2 Saran

Gambar

Gambar 4. Orientasi daun pada lumut daun, erect pada Barbula consanguinea  (A), complanate pada Rhizogonium sp
Gambar 6. Tipe margin pada lumut daun, entire pada Acroporium sp. (A), Spinose  pada Pyrrobryum spiniforme (B), serrate pada Rhizogonium sp
Gambar 9. Bentuk sel daun isodiametric (A), rhomboidal (B), rectangular (C), vermiculose (D), quadrate (E)
Gambar 10. Acroporium sigmatodontum
+7

Referensi

Dokumen terkait

Daun : bentuk lanset, warna hijau muda, panjang ± 16 cm dan lebar ± 1,2 cm, permukaan licin, tepi rata, tipis, ujung runcing, tidak memiliki tangkai daun (sesil). dan

Lamina; panjang 19-36 cm, lebar 7-8 cm, bangun lanset, pangkal runcing, ujung meruncing, tepi rata, permukaan atas daun licin, hijau kemerahan, permukaan bawah daun licin,

Lumut hati bertalus tidak memiliki batang dan daun, permukaan talus yang kontak dengan substrat disebut permukaan ventral sementara yang lain disebut bagian

Corticolous Substrat lumut pada permukaan batang pohon Deccurent Tepi daun dorsal melengkung ke bawah Dendroid Tumbuhan dengan struktur seperti pohon. Elater Struktur pada

Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, panjang batang, lingkaran batang, permukaan batang, bentuk tajuk, warna daun muda, warna daun tua, ukuran daun (panjang dan

bentuk helaian daun bulat telur sampai memanjang, panjang daun antara 13-26 cm dan lebarnya antara 4- 14 cm, ujung meruncing, pangkal runcing, tepi rata,

Herba, epifit, tinggi 12-22 cm;Akar kaku, hitam; Rhizome melingkar, permukaan ditutupi sisik, hitam; Stipe3-12 cm berbentuk bulat, permukaan licin, hijau tua; Enthal

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha pengasih lagi Maha Penyayang atas Rahmat dan karunia-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi