• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ulumul Quran Tafsir Al Quran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ulumul Quran Tafsir Al Quran"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

. Oleh:

Nama : Irma Apriliani (1145010069) Irsyad Hanif (1145010070)

Jawad Mughofar KH (1145010071)

Jodi Suryana (1145010072)

Khorru Sujjada S (1145010073)

Kelas : SPI/1B

JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI

(2)

KATA PENGANTAR Bismillaahirrahmaanirrohiim,

Puji syukur Kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa atas petunjuk, rahmat, dan hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan tugas ini tanpa ada halangan apapun sesuai dengan waktu yang telah di tentukan.

Makalah ini di susun dalam rangka memenuhi tugas terstruktur pada mata kuliah Ulumul Qur’an. Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penyusun harapkan.

Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi penyusun dan umumnya bagi para pembaca. Aamiin.

Bandung, 08 Desember 2014

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 1

C. Tujuan ... 1

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Terjemah, Tafsir dan Takwil ... 2

B. Urgensi Ilmu Tafsir ... 3

C. Syarat-syarat Mufassir ... 4

D. Metode-metode Tafsir Al- Qur’an ... 8

E. Mazhab-mazhab dalam Tafsir Al- Qur’an ... 8

F. Kitab-kitab Tafsir dan Corak Pendekatannya ... 8

BAB III PENUTUP A. Simpulan ... 10

(4)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Al-Qur’an menjadi salah satu mukjizat besar Nabi Muhammad SAW,

sebab turunnya Al Qur’an melalui perantara beliau, AL Qur’an mempunyai

peranan yang sangat penting untuk keberlangsungan umat manusia di Dunia.

Betapa tidak, semua persoalan manusia di dunia sebagian besar dapat ditemukan jawabannya pada Al Qur’an. Oleh karenannya kemudian Al Qur’an di yakini sebagai firman Allah yang menjadi sumber hukum Islam pertama sebelum Hadist

Al- Qur’an Al- Karim adalah sumber Tasyri’ pertama bagi umat Nabi Muhammad SAW, kemampuan seseorang dalam memahami lafadz dan ungkapan Al-qur’an tidaklah sama, padahal ayat-ayatnya sedemikian gamblang dan rinci. Perbedaan daya nalar diantara mereka ini adalah suatu hal yang tidak di pertentangkan lagi. Kalangan awam hanya dapat memahami makna-maknanya yang dzahir dan pengertian ayat-ayatnya secara global. Sedangkan kalangan cerdik, cendikia dan terpelajar akan dapat menyimpulkan pula daripadanya makna-makna yang menarik. Maka tidaklah heran jika Al-Qur’an mendapatkan perhatian besar dari umatnya melalui pengkajian intensif terutama dalam rangka menafsirkan kata-kata garib(aneh) atau menta’wilkan takrib (susunan kalimat).

Dalam mempelajari Al- Qur’an tentu ilmu tentang Tafsir, Takwil dan Terjemah menjadi bagian penting. Dan itulah yang akan diketengahkan oleh penyusun dalam makalah ini.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang yang telah di jelaskan maka dapat dibuat perumusan masalah sebagai berikut;

a. Pengertian Terjemah, Tafsir dan Takwil b. Urgensi Ilmu Tafsir

(5)

d. Metode-metode Tafsir Al- Qur’an

e. Mazhab-mazhab dalam Tafsir Al- Qur’an f. Kitab-kitab Tafsir dan Corak Pendekatannya

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan diatas, tujuan penulisan ini adalah untuk: a. Untuk Mengetahui Pengertian Terjemah, Tafsir dan Takwil b. Untuk Mengetahui Urgensi Ilmu Tafsir

c. Untuk Mengetahui Syarat-syarat Mufassir

d. Untuk Mengetahui Metode-metode Tafsir Al- Qur’an

(6)

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Terjemah, Tafsir dan Takwil

1. Tafsir

Kata “tafsir” diambil dari kata “fassara–yufassiru–tafsira” yang berarti keterangan atau uraian. Tafsir menurut istilah, ialah ilmu yang membahas tentang cara pengucapan lafadz-lafadz Al-Qur’an, tentang petunjuk- petunjuknya, hukum-hukumnya baik ketika berdiri sendiri maupun ketika tersusun dan makna-makna yang dimungkinkan baginya ketika tersusun serta hal-hal lain yang melengkapinya

2. Takwil

Arti takwil menurut bahasa adalah menerangkan, menjelaskan. Diambil dari kata “awwala-yu’awwilu-takwila”, dan berasal dari kata “Aul” yang berarti kembali ke asal. Takwil menurut bahasa ialah suatu usaha untuk memahami lafadz-lafadz (ayat-ayat) Al-Qur’an melalui pendekatan memahami arti atau maksud sebagai kandungan dari lafadz tersebut.

3. Terjemah

Arti terjemah menurut bahasa adalah ‘salinan dari sesuatu bahasa ke bahasa lain. Adapun yang dimaksud dengan terjemah Al-qur’an adalah seperti dikemukakan oleh Ash-Shabuni, “Memindahkan Al-qur’an kebahasa lain yang bukan bahasa arab dan mencetak terjemah ini kedalam beberapa naskah agar dibaca oleh orang yang tidak mengerti bahasa arab sehingga ia dapat memahami kitab allah SWT dengan perantaraan terjemahan ini.

Pada dasarnya ada tiga corak penerjemahan, yaitu:

(7)

b. Terjemahan harfiyyah bi Al-mitsli, yaitu menyalin atau mengganti kata-kata dari bahasa asli dengan kata- sinonimnya (muradif) ke dalam bahasa baru dan terikat oleh bahasa aslinya. c. Terjemah harfiyyah bi dzuni Al-mistli, yaitu menyalin atau

mengganti kata-kata bahasa asli ke dalam bahasa lain dengan memperhatikan urutan makna dan segi sastranya, menurut kemampuan bahasa baru itu dan sejauh kemampuan penerjemahnya.

B. Urgensi Ilmu Tafsir

Tafsir termasuk disiplin ilmu islam yang paling mulia dan luas cakupannya. Paling mulia, karena kemuliaan sebuah ilmu itu berkaitan dengan materi yang dipelajarinya, sedangkan tafsir membahas firman-firman Allah. Dikatakan paling luas cakupannya, karena seorang ahli tafsir membahas berbagai macam disiplin ilmu, seperti aqidah, fiqih, dan akhlak. Disamping itu, tidak mungkin seseorang dapat memetik pelajaran dari ayat-ayat Al-qur’an, kecuali dengan mengetahui makna-maknanya. Dengan urgensi tafsir seperti itu, para ulama bersepakat bahwa tafsir termasuk fardu kifayahdan merupakan salah satu dari tiga ilmu syariat yang paling utama setelah hadist dan fiqih. Keutamaan ilmu tafsir bukan hanya karena ilmu ini membahas pokok-pokok ajaran yang sangat dibutuhkan, akan tetapimempelajari ilmu ini mengandung tujuan mulia, karena pokok kajiannya adalah kalamullah.

C. Syarat-syarat Mufassir

1. Shahihnya aqidah si mufassir

(8)

adalah fitnah bagi umat Islam dan ta’wil untuk mendukung kesesatan mereka.

2. Menguasai ilmu bahasa Arab

Seorang yang akan menafsirkan al-Qur’an wajib menguasai ilmu bahasa Arab, karena bahasa Arab merupakan bahasanya al-Qur’an. Tak mungkin seseorang bisa memahami al-Qur’an, jika ia tak paham bahasa Arab. Di sinilah relevansinya perkataan Syaikhnya para ahli tafsir dari kalangan tabi’in, Imam Mujahid -sebagaimana dinukil oleh Dr. Muhammad ‘Ali al-Hasan-, “Tidak halal bagi seorang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir berbicara tentang Kitabullah jika ia bukan seorang yang ‘alim dalam bahasa Arab”. Maksud beliau, terlarang bagi seseorang yang tak menguasai bahasa Arab untuk menafsirkan al-Qur’an. Wallahu a’lam.

Ilmu bahasa Arab memiliki beberapa cabang, dan yang terpenting di antaranya adalah:

a. Ilmu nahwu

Makna kalimat bahasa Arab bisa berubah karena perbedaan posisi i’rabnya. Bahkan, iman bisa menjadi kufur, dan kufur bisa menjadi iman, hanya karena perubahan i’rabnya. Menguasai ilmu nahwu akan menghindarkan seorang mufassir dari kekeliruan yang fatal dalam memahami al-Qur’an.

b. Ilmu sharaf

Dengan ilmu ini seseorang bisa memahami bentuk dan bangunan suatu kata. Dan jika seorang yang akan menafsirkan al-Qur’an tak memahami ilmu ini, ia akan terjatuh pada kesalahan dan bid’ah.

(9)

umm (ibu). Beliau mengkritik hal ini dan menegaskan bahwa pernyataan tersebut tak dikenal dalam bahasa Arab. Beliau tegaskan bahwa bentuk jamak dari umm adalah ummahat, bukan imam.

c. Isytiqaq

Pengetahuan tentang isytiqaq ini penting bagi seorang mufassir. Hal ini karena perbedaan dalam menentukan akar suatu kata mengakibatkan perbedaan dalam memahami makna kata tersebut.

Misalnya, kata ‘al-masih’ untuk Nabi ‘Isa ‘alaihis salam, apakah ia berasal dari kata ‘as-siyahah’ atau ‘al-mashu’. Jika ia berasal dari kata ‘as-siyahah’, maka penamaan ini menunjukkan banyaknya pengembaraan (untuk tujuan ibadah) yang dilakukan oleh beliau. Jika ia berasal dari kata ‘al-mashu’, maka ia menunjukkan bahwa Nabi ‘Isa dapat menyembuhkan penyakit pada seseorang dengan cara mengusapkan tangan pada si sakit dengan izin Allah ta’ala.

d. Ilmu balaghah

Ilmu balaghah memiliki tiga cabang, yaitu ilmu ma’ani, bayan dan badi’. Dengan ilmu ma’ani dapat diketahui keistimewaan susunan -susunan kalimat dilihat dari segi maknanya. Dengan ilmu bayan dapat diketahui keistimewaan susunan-susunan kalimat ditinjau dari perbedaan bentuknya sesuai dengan jelas atau samarnya dalalah. Dengan ilmu badi’ dapat diketahui sisi-sisi keindahan suatu kalimat.

(10)

3. Menguasai ilmu ushul fiqih

Ilmu ini merupakan ilmu yang wajib dikuasai oleh seorang mujtahid. Ilmu ini juga wajib bagi mufassir yang ingin menggali hukum dari ayat-ayat al-Qur’an. Dengan ilmu ini, dapat diketahui bagaimana cara menggunakan dalil (dalam hal ini adalah al-Qur’an), yang dari dalil tersebut bisa diambil kesimpulan hukum tentang suatu perkara.

Jadi, mengambil suatu kesimpulan hukum dari al-Qur’an (dan juga as -Sunnah) tidak bisa hanya dengan membaca satu-dua ayat al-Qur’an, kemudian langsung ambil kesimpulan hukum dari sana, apalagi jika ia hanya memahaminya dari terjemahan. Yang tak mengerti ushul fiqih, tidak usah bermain-main dengan al-Qur’an, mengira dirinya berdalil dengan al-Qur’an, padahal ternyata hanya menggunakan al-Qur’an untuk memenangkan hawa nafsunya, wal ‘iyaadzu billah.

4. Menguasai ilmu ushuluddin

Ilmu ini wajib dikuasai oleh setiap mufassir, agar ia tidak keliru dan tergelincir dalam aqidahnya. Dengan aqidah yang shahih, ia bisa memahami ayat-ayat al-Qur’an yang berbicara tentang alam semesta, manusia dan kehidupan dengan pemahaman yang benar dan lurus.

Seorang mufassir juga wajib mengenal perkara-perkara yang menjadi ‘ushul i’tiqadiyyah’, seperti apa yang wajib bagi Allah dan apa yang mustahil, serta yang wajib bagi para Rasul dan yang mustahil bagi mereka.

(11)

5. Menguasai ulumul Qur’an

Untuk memahami al-Qur’an dengan benar, mau tidak mau seorang mufassir harus menguasai ulumul Qur’an. Di antara cabang ulumul Qur’an yang wajib dikuasai oleh seorang mufassir adalah:

a. Ilmu qiraat, dengan ilmu ini dapat diketahui tatacara pengucapan lafazh-lafazh al-Qur’an dengan benar. Makna dan tafsir al-Qur’an bisa berbeda-beda jika lafazh-lafazh di dalamnya dibaca secara berbeda pula. Dan jika kita baca kitab-kitab tafsir mu’tabar, kita akan temukan banyak pembahasan terkait ilmu ini saat mufassir ingin menunjukkan makna atau tafsir yang paling tepat atas suatu lafazh atau ayat.

b. Ilmu asbabun nuzul, Sebagian ayat al-Qur’an diturunkan terkait peristiwa yang terjadi di masa turunnya ayat tersebut, sebagian lagi diturunkan untuk menjawab pertanyaan yang diajukan kepada Rasulullah. Untuk mengetahui makna yang benar atas suatu ayat, tentu kita harus mengetahui apa yang menyebabkan ayat itu diturunkan. Di sinilah pentingnya seorang mufassir menguasai ilmu asbabun nuzul.

c. Ilmu nasikh-mansukh, di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup, kadang turun ayat al-Qur’an yang menyebutkan hukum suatu perbuatan, dan di masa berikutnya turun ayat yang lain lagi yang menghapus hukum dari ayat sebelumnya. Inilah pembahasan nasikh-mansukh. Sebagaimana dalam Hadits, dalam al-Qur’an pun ia ada. Jika seseorang tidak mengetahui nasikh-mansukh dalam al-Qur’an, bisa jadi ia menyimpulkan hukum dari suatu ayat al-Qur’an, padahal hukum dari ayat tersebut sudah mansukh oleh ayat yang lain.

(12)

biografi yang memuat cerita tersebut secara runut. Al-Qur’an memuat cerita-cerita tersebut lebih sebagai pelajaran bagi umat Islam, sehingga pemuatan cerita-cerita tersebut kadang terpisah-pisah di berbagai surah al-Qur’an. Seorang mufassir perlu mengetahui gambaran global dari masing-masing cerita tersebut, agar ia bisa menafsirkan penggalan-penggalan cerita di tiap surah secara tepat.

6. Mengetahui hadits-hadits Nabi yang berisi tafsir terhadap ayat-ayat al-Qur’an

Orang yang paling memahami al-Qur’an adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jadi, agar seorang mufassir tidak menyimpang tafsirnya, ia wajib mengetahui hadits-hadits Nabi yang terkait dengan ayat yang ingin ia tafsirkan.

7. Mengetahui tafsir shahabat

Setelah Nabi, para shahabatlah yang paling mengetahui al-Qur’an, karena mereka hidup di masa turunnya al-Qur’an, hari-hari mereka dihabiskan dengan membersamai Rasul, sang penerima wahyu. Jadi, seorang mufassir wajib mengetahui tafsir para shahabat, dan menjadikannya sumber ketiga dalam penafsiran al-Qur’an setelah al -Qur’an itu sendiri dan Hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

D. Metode-metode Tafsir Al- Qur’an Jenis metode tafsir al-qur’an, yaitu: 1. Metode At-Tahlili

(13)

2. Metode Al-Ijmali

Secara lughawi, kata al-ijmali berarti ringkasan, ikhtisar, global dan penjumlah. Jadi, tafsir al-ijmali ialah penafsiran Alquran dengan cara mengemukakan isi dan kandungan Alquran melalui pembahasan yang panjang dan luas, tidak secra rinci. Pembahasan tafsie al-ijmali hanya meliputi beberapa aspek dan dalam bahasa yang sangat singkat. Misalnya, Tafsir Al-Farid Al-qur’an Al-madjid hanya mengedepankan arti kata-kata (al-mufrodah), sebab an-nuzul dn penje.lasannya sangat singkat.

3. Metode Al-Muqaran

Tafsir al-muqaran ialah tafsir yang menggunakan pendekatan perbandingan antara ayat-ayat Alquran yang redaksinya berbeda, padahal isi kandungannya sama, atau antara ayat-ayat yang redaksinya mirip padahal artinya berlainan. Metode komparasi (manhaj al-muqaram) ialah menafsirkan ayat-ayat yang selintas tampak berlawanan dengan hadist padahal sebenarnya sama sekali tidak bertentangan.

4. Metode maudu’i

Nama dan istilah tafsir maudu’i ini, dalam bentuknya yang kedua, adalah istilah baru dari ulama zaman sekarang dengan pengertian menghimpun ayat-ayat Al-qur’an yang mempunyai maksud yang sama dalam arti sama-sama membicarakan satu topik masalah dan menyusunnya berdasar kronologi serta sebab turunnya ayat-ayat Al-qur’an tersebut, kemudian penafsir memberiakn keterangan dan penjelasan serta mengambil kesimpulan.

E. Mazhab-mazhab dalam Tafsir Al- Qur’an 1. Madzhab Tafsir bi al-Riwayah

(14)

mengutip (naqala) dan memuliakan atau menghormati (akrama) Al-atsar juga berarti sunnh, hadist, jejak, bekas pengaruh, dan kesan.

Tafsir al-riwayah ialah tafsir yang terdapat dalam Al-qur’an atau as-sunnah atau pendapat para sahabat, dalam rangaka apa yang dikehendaki Allah tentang penafsiran Al-qur’an berdasarkan as-sunnah an-Nabawiyyah. jadi tafsir bi al-riwayah adakalanya menafsirkan al-qur’an dengan al-qur’an, atau menafsirkan al-qur’an dengan as sunnah an -Nabawiyyah, atau menafsirkan Al-qur’an dengan yang dikutip dari pendapat sahabat.

a. Tafsir al-qur’an dengan Al-qur’an

Tafsir Al-qur’an denagn Al-qur’an ada yang berbentuk penafsiran bagian (kosakata) dari ayat Al-qur’an dengan bagian ayat Al-qur’an lainnya pada ayat dan surat yang sama, contoh dalam surat Al-baqarah ayat 187. Ada yang berbentuk penafsiran ayat yang satu dengan ayat yang lainya dalam surat yang sama, contoh dalam surat Al-fatiha ayat 7. Ada pula yang yang berbentuk penafsiran ayat yang satu dengan ayat dan surat lain yng berbeda surat. Contoh dalam surat Al-Baqarah ayat 3-5 yang menafsirkan ayat 2 dari surat yang sama.

b. Tafsir Al-qur’an dengan sunnah nabawiyyah

Tafrir Al-qur’an dengan sunnah nabawiyyah ialah penafsiran Al-qur’an dengan hadist Nabi Muhammad SAW. misalnya, Nabi Muhammad SAW menafsirkan kata al-maghdub (orang-orang yang terkutuk) dengan orang-orang Yahudi dan adh-dhallin (orang-orang yang sesat) dengan orang-orang Nasrani pada ayat berikut:

“ Tunjukilah kami jalan yang lurus (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat”. (Q.S. AL-Fatihah:6-7).

(15)

Tafsir Al-qur’an dengan pendapat para sahabat oleh sebgian ulama digolongkan sebagai tafsir bi riwayyah. Misalnya, al-Hakim dalam kitab al-mustadrak mengatakan bahwa tafsir sahabat yang menyaksikan proses turunnya wahyu Al-qur’an layak untuk diposisikan sebagai hadist marfu’. Ada pula ulam yang membatasi bahwa tafsir sahbat itu bias digolongkan kedalam kelompok tafsir bi al-riwayyah ketika yang diambil dari mereka adalah hal-hal yang berkenaan dengan ilmu-ilmu sima’i seperti asbab an-nuzul dan kisah yang tidak berkaitan denagan lapangan ijtihad. sebaliknya, hal-hal yang mereka peroleh karena pemahaman dan ijtihad lebih tepat digolongkan sebagai hadist mauquf, dan tidak tepat sebagai hadist marfu’.

2. Madzhab Tafsir bi ad-Dirayyah

Kata dirayyah berakar dari kata dara-yadri-daryatan-diryatan-dirayatan yang artinya mengetahui dan memahami. Kata dirayyah merupakan sinonim dari kata ra’yun yang berasal dari kata ra’ya-yar’i -ra’yan-wa ru’yatan yang berarti melihat (bashara), mengerti (adraka), menyangka, mengira atau menduga (hasiba).Tafsir bi ar-ra’yi disebut juga tafsir bi al-ma’qul, tafsir bi al- ijtihadatau tafsir bi al-istimbath.

Jenis Tafsir ad-Dirayah

a. Tafsir bi ar-ra’yi yang tercela(al-madzmum) b. Tafsir bi ar-ra’yi yang terpuji (al-mahmud) 3. Madzhab Tafsir bi al-isyarah

(16)

F. Kitab-kitab Tafsir dan Corak Pendekatannya 1. Kitab-kitab tafsir

a. Buhuts fi ushul at-Tafsir wa Manahijuhu

Kitab ini ditulis oleh Fadh bin Abdurrahman ar-Rumi, seorang professor pada dirasah Al-qur’an di Riyadh. Kitab ini terdiri dari 12 pembahasan, diantaranya membahas tentang ilmu tafsir, ikhtilaf para mufassir, asalib, thuruk, dan manhaj mufassir serta pembagian tafsir menjadi tafsir bi al-matsur dan tafsir bi al- ra’yi.

b. At-Tahbir fi al-ilm al-tafsir

Kitab ini ditulis oleh imam Jalaluddin As-suyuthi, tertulis dalam kitab ini sekitar 102 cabang limu yang harus dikuasai oleh seseorang yang ingin belajar Al-qur’an.

c. Al- iksir fi al-ilmu at-tafsir

Kitab ini ditulis oleh Sulaiman bin Abdul Qawi as-Sharshari at-Thufi, pembahasan dalam kitab ini diantaranya ialah pembahasan tentang lafadz yang mesti ditafsirkan dan makna yang tidak mesti ditafsirkan karena maknanya sendiri telah jelas dan pembahasan ilmu al-mani dan al-bayan.

d. Tafsir al-jalalain

Tafsir al-jalalain adalah tafsir ringkas yang ditulis oleh dua orang Al- hafidz, yaitu Al-hafidz Al mahali dan hafidz As suyuthi.

e. Tafsir ibnu Katsir

Tafsir ibnu katsir merupakan sa;ah satu kitab tafsir yang paling banyak diterima dan tersebar ditengah umat ini.

f. Tafsir Al-Maraghi

Tafsir ini ditulis oleh Syaikh Ahmad Al-Maraghi yang merupakan seorang ulama besar dari universits Al-Azhar Mesir.

g. Tafsir Al-Kasyaf

(17)

ulama Mu’tazilah mengusulkan agar tafsir tersebut dipresentasikan p[ada para ulama Mu’tazilah dan mengusulkan agar penafsirannya dilakukan dengan corak I’tizali.

h. Tafsir Al-mizan

Tafsir Al-mizan disusun oleh Allamah Sayyid Muhammad Husain Thabathabai, seorang ulama Iran.

2. Corak pendekatan ilmu tafsir a. Tafsir Fiqhy (corak hokum) b. Tafsir falsafi(corak filsafat) c. Tafsir ilmi (corak ilmiah)

(18)

BAB III PENUTUP A. Simpulan

Al-Qur’an merupakan wahyu Allah yang patut kita pelajari. Metodologi tafsir Al Qur’an adalah salah satu cara untuk mengkaji, memahami dan menguak lebih jauh maksud dan kandungan dari ayat-ayat Al Qur’an. Metode

tafsir yang adapun sangat beragam model, bentuk dan pendekatannya.

Adalah suatu hal yang sangat penting bagi kita untuk mengetahui dan

memahami macam-macam metode tafsir ayat Al Qur’an yang ada dengan

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihon, Prof. Dr. M.Ag, 2013. UlumAl-qur’an. Bandung: Pustaka Setia AS, Mudzakir, DRS, 2013. Studiilmu-ilmuQur’an, Jakarta: PT. Pustaka Litera AntarNusa

Referensi

Dokumen terkait

Keadaan atau konteks yang mengitari teks al- Qur‟an pada masa pewahyuan tidak akan sama persis dengan konteks pembaca al- Qur‟an saat ini. Al- Qur‟an diwahyukan di

Adapun hasil dari penelitian ini adalah penerapan manjemen pelatihan terjemah Al-Quran yang dilakukan oleh lembaga TAQUMA telah menggunakan fungsi manajemen, mulai dari

Dasar pemikiran pertama al-Sya > t } ibi > dalam hermeneutika al- Qur’ an-nya beranja dari sebuah fakta bahwa syari’at yang dibawa Nabi Muhammad menggunakan Bahasa Arab

Adapun program unggulannya adalah Tahfizhul Qur an (Menghafal Al-Qur an 30 juz), Penguasaan kitab kuning, penguasaan Bahasa Arab dan Bahasa Inggris. Program

Surat al-Fatihah yang merupakan induk dari al-Qur‟an memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh surat lain di dalam al-Qur‟an, sebab surat al-Fatihah sendiri

dengan menggunakan metode pengumpulan data yang sesuai.. Sumber primer tersebut berupa Al- Qur‟an dan terjemah, kitab -kitab tafsir, dan buku-buku terjemah lainnya

Selain riset terpresentasi di forum ini, berbagai tulisan tentang terjemah al- Qur`an di Indonesia juga telah menyoroti aspek penerjemahan al-Qur`an dengan berbagai

Al-Syanqithi memaparkan semua makna yang dimaksud dengan al- muhshanaat dalam al-Qur‟an dan merujuk pada makna yang terdapat dalam surah an-Nisa ayat 24 ْمُكُنَْيَْأ ْتَكَلَم اَم َّلِإ