• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENAFSIRAN TAMṠIL BA ŪḌAH PERSPEKTIF TAFSIR AL- AZHAR DAN TAFSIR AL-MISBAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENAFSIRAN TAMṠIL BA ŪḌAH PERSPEKTIF TAFSIR AL- AZHAR DAN TAFSIR AL-MISBAH"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

PENAFSIRAN TAMṠIL BA’ŪḌAH PERSPEKTIF TAFSIR AL- AZHAR DAN TAFSIR AL-MISBAH

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh Abdul Haisman 11140340000070

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1442 H/2021 M

(2)
(3)

PENAFSIRAN TAMṠIL BA’ŪḌAH

( TAFSIR AL-AZHAR DAN TAFSIR AL-MISBAH)

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh Abdul Haisman 11140340000070

Pembimbing,

Drs. H Ahmad Rifqi Muchtar, M.A.

NIP. 19690822 199703 1 002

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1442 H/2021 M

(4)
(5)

dc

PENGESAHAN SIDANG MUNAQASYAH

Skripsi yang berjudul PENAFSIRAN TAMṠIL BA’ŪḌAH PERSPEKTIF TAFSIR AL-AZHAR DAN TAFSIR AL-MISBAH telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 9 Agustus 2021. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) pada Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.

Jakarta, 13 Agustus 2021 Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

Dr. Riqi Muhammad Fatkhi, MA. Fahrizal Mahdi, Lc, MIRKH NIP. 19710217 199803 1 002 NIP. 19820816 201503 1 004

Anggota,

Penguji I, Penguji II,

Moh. Anwar Syarifuddin, MA. Hasanuddin Sinaga, M.A.

NIP. 19720518 199803 001 NIP. 19701115 199703 1 002 Pembimbing,

Drs. H Ahmad Rifqi Muchtar, M.A.

NIP. 19530107 198303 1 002 VT

(6)
(7)

LEMBAR PERNYATAAN Yang bertandatangan di bawah ini :

Nama : Abdul Haisman

NIM : 11140340000070

Jurusan/Prodi : Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir Fakultas : Ushuluddin

Judul Skripsi : Penafsiran Tamṡil Ba’ūḍah (Tafsir Al-Azhar Dan Tafsir Al-Misbah).

Dengan ini menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan asli karya saya sendiri yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya rujuk dalam penulisan skripsi ini telah saya cantumkan sumber kutipannya dalam skripsi sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Saya bersedia melakukan proses yang semestinya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku jika ternyata skripsi ini sebagian atau keseluruhan merupakan plagiat dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya.

Ciputat, 20,Juli 2021

Abdul Haisman

(8)
(9)

vii ABSTRAK

Abdul Haisman, Penafsiran Tamṡil Ba’ūḍah Perspektif al-Qur’an (Studi Komparatif Tafsir al-Azhar dan Tafsir al-Misbah)

Allah banyak menitipkan pesan melalui hewan-hewan. Terlepas dari konteks historisitasnya, perumpamaan al-Qur‟an menjadi hal yang menarik untuk dikaji dengan lebih jauh lagi. Salah satu hewan yang unik yang dijadikan Allah sebagai tamtsīl (pemisalan) di dalam al-Qur‟an adalah nyamuk (baūdhah), adapun baūdhah dalam tafsir al-Azhar yaitu sebagai petunjuk untuk orang-orang kafir dan tafsir al-Misbah yaitu sebagai bantahan terhadap orang-orang munafik yang tidak percaya dengan perumpamaan. Penulis bertujuan ingin mengetahui manfaat dan pelajaran dari Tamṡil Ba’ūḍah.

Penelitian yang hendak penulis yang lakukan ini berupa kajian kepustakaan (Library Research) yang bekerja untuk menemukan pemahaman akan fenomena yang terdapat pada objek sesuai dengan apa yang dialami oleh pengamatan subyek penelitian.Bahkan informasi mengenai objek penulis telusuri dalam literatur-literatur, baik klasik maupun modern, termasuk jurnal-jurnal ilmiah yang berkaitan. Adapun penelitian ini dilakukan dengan metode muqorron (perbandingan).

Adapun yang sudah dijelaskan di atas, baik perumpamaan terhadap orang kafir dan munafik atau perumpamaan-perumpamaan yang disebut ayat- ayat yang turun sebelum ayat di atas, seperti laba-laba, lalat dan lain-lain, adalah sesuatu yang Haq. Memang, perumpamaan menampilkan sesuatu yang masih abstrak dan untuk memperjelas sehingga menjadi yang konkrit. Surga dan kenikmatannya adalah sesuatu yang abstrak, maka melalui wahyu-wahyu-Nya, Allah bertujuan menjelaskan petunjuk- petunjuk-Nya kepada umat manusia. Dan perlu dicatat juga bahwa hidayah dan kesesatan merupakan dua istilah yang mengandung makna untuk mencangkup semua jenis, kata anugerah Allah digunakan untuk istilah hidayah sedangkan kata kecelakaan dan kerugian digunakan untuk istilah kesesatan.

Kata Kunci: Tamṡil, Ba’ūḍah, Nyamuk, Al-Qur‟an.

(10)
(11)

ix

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur bagi Allah subhānahu wata’āla. yang telah memberikan rahmat, taufik serta inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Ṣalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi kita semua yaitu Nabi Muhammad ṣallahu’alaihiwasallam. Manusia utusan Allah, dengan perantara nyalah kita mendapat nikmat Iman dan Islam.

Teriring rasa syukur atas nikmat Allah subhānahu wata’āla, penulis dapat menyelesaikan penelitian skripsi ini dengan judul : “PENAFSIRAN TAMṠIL BA’ŪḌAH (Tafsir al-Azhar dan Tafsir al-Misbah)”.

Penyusunan skripsi ini diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar Sarjana Agama (S.Ag) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak dapat terselesaikan tanpa dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada :

1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Lubis, MA. rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta periode 2019-2024, yang telah memimpin dan mengelola penyelenggaraan pendidikan sebagaimana mestinya.

2. Dr. Yusuf Rahman, MA. Dekan Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta jajarannya yang telah mengkoordinir penyelenggaraan pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat di Fakultas.

3. Dr. Eva Nugraha, MA. ketua program studi Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir juga Dr. Fahrizal Mahdi, Lc., MIRKH, selaku Sekretaris program studi Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir, yang selalu memfasilitasi,

(12)

ikhlas, memberikan contoh yang baik dan tak pernah lelah memotivasi, semoga Allah subhānahu wata’āla membalas kebaikan beliau dan memberikan keberkahan.

4. Drs. Ahmad Rifqi Muchtar, MA. dosen pembimbing skripsi yang telah bersedia meluangkan waktu di tengah kesibukannya dan bersedia membimbing dan memberikan arahan selama penyusunan skripsi serta memberikan banyak ilmu dan solusi pada setiap permasalahan dan penyusunan skripsi ini.

5. Prof, Dr Hamdani Anwar, MA. dosen pembimbing akademik yang telah berkenan memberikan masukan dan meluangkan waktunya ditengah kesibukannya sebagai dosen.

6. Segenap jajaran dosen dan civitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu tanpa mengurangi rasa hormat, khususnya program studi Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir yang ikhlas, tulus dan sabar untuk mendidik kami agar menjadi manusia yang berakhlak mulia dan berintelektual.

7. Kepada teman-teman FKMA, Roy, Mbot, Futuh, Fikri selow, Bintang, Mutawwali, Wahid Ali, Iqbal, Imam BP, Raja Harahap yang selalu support penulis dikala suka maupun duka, teman-teman kosan Bunin yang selalu menemani penulis selama tinggal jauh di perantauan, semangat kalian sungguh sangat berarti bagi penulis.

8. Seluruh teman-teman jurusan Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir angkatan 2014. Khusus nya teman-teman terdekat saya yang tidak bisa disebutkan satu persatu, yang selalu memberikan motivasi dan dukungan satu sama lain demi terselesaikannya penulisan skripsi ini.

(13)

xi

Terima kasih yang tak terhingga untuk keluarga tercinta saya kedua orang tua Bapak Heryana dan Ibu Sawinah beserta keluarga besar Alm Ustadz Atim.

(14)
(15)

xiii

PEDOMAN TRANSLITERASI

Pedoman Transliterasi Arab Latin yang merupakan hasil keputusan bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomor: 158 Tahun 1987 dan Nomor 0543b/u/1987. Adapun

rinciannya sebagai berikut:

A. Konsonan

Daftar huruf bahasa Arab dan transliterasinya ke dalam huruf Latin dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Arab Latin Keterangan

ا

Tidak dilambangkan Tidak dilambangkan

ب

B be

ت

T te

ث

es (dengan titik di atas)

ج

J Je

ح

h} ha (dengan titik di bawah)

خ

Kh ka dan ha

د

D de

ذ

Ż zet (dengan titik di atas)

ر

R er

ز

Z zet

س

S es

ش

Sy es dan ye

ص

es (dengan titik di bawah)

ض

de (dengan titik di bawah)

ط

te (dengan titik dibawah)

ظ

zet (dengan titik di bawah)

(16)

ع

apostrop terbalik

غ

G e

ف

F ef

ق

Q qi

ك

K ka

ل

L el

م

M em

ن

N en

و

W w

ه

H ha

ء

Apostrop

ي

Y ye

Hamzah (ء) yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi tanda apapun, jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis dengan tanda (‟).

B. Tanda Vokal

Vokal dalam bahasa Arab-Indonesia terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau disebut dengan diftong, untuk vokal tunggal sebagai berikut:

Tanda Nama Huruf Latin Nama

َ ا

Fatḥah a a

َ ا

Kasrah i i

َ ا

Ḍammah u u

Adapun vokal rangkap sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ي

ai a dan i

(17)

xv

و ﹷ

au a dan u

Dalam Bahasa Arab untuk ketentuan alih aksara vokal panjang (mad) dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

اى

ā a dengan garis di atas

يى

ī i dengan garis di atas

وى

Ū u dengan garis di atas

C. Kata Sandang

Kata sandang dilambangkan dengan (al-) yang diikuti huruf:

syamsiyah dan qamariyah.

Al-Qamariyah

َ رْي ن لما

Al-Munīr

Al-Syamsiyah

َ لا ج رلا

Al-Rijāl

D. Syaddah (Tasydid)

Dalam bahasa Arab syaddah atau tasydid dilambangkan dengan ketika dialihkan ke bahasa Indonesia dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah, akan tetapi, itu tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah terletak setel kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah.

Al-Qamariyah

َ ة و قْلا

Al-Quwwah

Al-Syamsiyah

َ ة ر ْو ر َّضلا

Al-Ḍarūrah E. Ta Marbūṭah

Transliterasi untuk ta marbūṭah ada dua, yaitu: ta martujah yang hidup atau mendapat harakat fathah, kasrah dan dammah, transliterasi adalah (t), sedangkan ta marbūṭah yang mati atau mendapat harakat sukun, transliterasinya adalah (h), kalau pada kata yang berakhir dengan ta

(18)

marbūṭah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al-ser bacaan yang kedua kata itu terpisah, maka ta marbūtah ditransliterasikan dengan ha (h) contoh:

No Kata Arab Alih Aksara

1

َ ة قْي ر َّطلا

Ṭarīqah

2

َ ةَّي م لَ ْس ْالْ ة ع ما ج ْلا

Al-Jāmi’ah al-Islāmiah

3

َ د ْو ج و ْلا ة دْح و

Waḥdat al-Wujūd

F. Huruf Kapital

Penerapan huruf kapital dalam alih aksara ini juga mengikuti Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) yaitu, untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal Nama tempat, nama bulan nama din dan lain-lain, jika Nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya.

Contoh: Abu Hamid, al-Gazali, al-Kindi.

Berkaitan dengan penulisan nama untuk nama-nama tokoh yang berasal dari Indonesia sendiri, disarankan tidak dialih aksarakan meskipun akar katanya berasal dari bahasa Arab, misalnya ditulis Abdussamad al- palimbani, tidak “Abd al-Samad al-Palimbani. Nuruddin al-Raniri, tidak Nur al-Din al-Raniri.

G. Penulisan Kata Arab yang Lazim digunakan dalam Bahasa Indonesia

Kata, istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata, istilah atau kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia, Kata, istilah atau kalimat yang sudah lazim dan menjadi bagian dari perbendaharaan bahasa Indonesia, atau sudah sering ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia, tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi di atas,

(19)

xvii

Misalnya kata al-Qur‟an (dari al-Qur‟ān), Sunnah, khusus dan umum, namun bila mereka harus ditransliterasi secara utuh.

Contoh: Fī Zilāl al-Qur’ān, Al-‘Ibrah bi ‘umūm al-lafżi lā bi khusūs al- sabab.

(20)
(21)

xix DAFTAR ISI

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... ix

PEDOMAN TRANSLITERASI ... xiii

DAFTAR ISI ... xix

BAB I ... 1

A. Latar belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Batasan dan Rumusan Masalah ... 7

D. Tujuan Penelitian ... 7

E. Manfaat Penelitian ... 8

F. Metode Penelitian ... 8

G. Tinjauan Pustaka ... 10

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AMṠĀL BA‘ŪḌAH DALAM AL-QUR’AN ... 15

A. Pengertian Amṡāl ... 15

B. Bentuk Amṡāl ... 17

C. Macam-macam Amṡāl ... 18

D. Fungsi Amṡāl ... 22

E. Nyamuk ... 25

BAB III M. QURAISH SHIHAB DAN BUYA HAMKA ... 31

A. Biografi M. Quraish Shihab dan Profil Kitab al- Misbah ... 31

1. Seputar Kehidupan M. Quraish Shihab ... 31

2. Profil Kitab al-Misbah ... 36

B. Biografi Buya Hamka dan Profil Tafsir al-Azhar ... 41

1. Latar Belakang Keluarga ... 41

2. Profil Tafsir al-Azhar ... 50

(22)

BAB IV PENAFSIRAN QS. AL-BAQARAH/ 2: 26 MENURUT TAFSIR AL-AZHAR DAN TAFSIR AL-MISBAH ... 53

A. Asbāb al-Nuzūl Qs. al-Baqarah/ 2: 26. ... 53 B. Penafsiran Menurut Tafsir al-Azhar ... 54 C. Penafsiran Menurut Tafsir al-Misbah ... 58 BAB V PENUTUP ... 61 A. Kesimpulan ... 61 B. Saran-saran ... 62 DAFTAR PUSTAKA ... 63

(23)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

Al-Qur‟an tidak henti-hentinya diteliti dan dikaji. Kandungan kitab yang disucikan tersebut terus menerus digali oleh para pembaca di berbagai kalangan dengan kacamata yang beragam. Mereka berusaha merumuskan rangkaian pertanyaan dalam rangka menguji keabadian relevansi al-Qur‟an yang dianggap tidak terikat oleh batas ruang dan waktu, raḥmatan li al-‘ālamīn. Sebagai sebuah mukjizat, al-Qur‟an digolongkan unik. Karena memilih wadah sastra untuk “melemahkan”

konsepsi teologis dan tatanan sosial yang kuat pada zamannya.1 Sebagai Nabi terakhir, al-Qur‟an menjadi ciri khas tersendiri bagi kemu‟jizatan Muhammad, yang tidak dimiliki oleh utusan manapun.

Pada hakikatnya setiap mukjizat bersifat merusak kemapanan.

Bersifat menentang kepada kesalahan pikir dan rasa kemanusiaan.

Meskipun memiliki daya melemahkan dan menentang, pada dasarnya sebuah mu‟jizat berupaya melakukan sentuhan-sentuhan kesadaran kepada kebenaran. Oleh sebab itu, setiap mu‟jizat disesuaikan dengan jenis kesadaran yang dimiliki oleh masyarakat yang menjadi objek kerisalahan.

Sedangkan kesadaran masyarakat dalam sejarah risalah Muhammad adalah kesadaran bersastra.2 Maka al-Qur‟an dapat disimpulkan sebagai sebuah sastra kebenaran untuk menyentuh kesadaran akan kebenaran, dengan cara memukul pikiran dan perasaan melalui seni bahasa yang mengandung nilai-nilai universalitas kemanusiaan atau sebagai bukti atas

1Mannā‟ Khalīl al-Qaṭṭān, Studi Ilmu Alqur’an, terj: Mudzakir AS, cet. 16 (Bogor:

Pustaka Litera Antar Nusa, 2013), 371.

2Mannā‟ Khalīl al- Qaṭṭān, Studi Ilmu Alqur’an, terj. Mudzakir AS, 372.

(24)

kebenaran pengakuan kenabian dan kerasulannya, Sebagaimana Mannā‟al-Qaṭṭān berkata dalam mendefinisikan mukjizat.

“Memperlihatkan kebenaran Nabi Muhammad atas pengakuan kerasulannya, dengan cara membuktikan kelemahan orang Arab dan generasi sesudahnya untuk menandingi al-Qur‟an.”3

Kemukjizatan al-Qur‟an menurut mayoritas ulama dilihat dari keteraturan bahasa yang diwujudkan dalam sistematika ayat dan makna.

Mulai dari susunan bahasa, isi kandungan, serta aspek makna dan lafaz- lafaz yang ada. Al-Qur‟an mampu mengungkapkan dan melantunkan makna-makna yang paling indah, dan telah dimaklumi bahwa membuat semua makna dan lafadz tersebut dalam susunan yang teratur adalah suatu yang tidak mungkin dilakukan oleh manusia dan mampu menakjubkan para pembaca. Sehingga fakta ini mendorong al-Qur‟an untuk menantang siapapun yang berani dan berhasil untuk membuat minimal satu surat saja, yang memiliki unsur sistemik yang serupa. Nama-nama yang muncul seperti Musailamah kemudian dijuluki al-Kadzab karena ketidakmampuannya dalam menjawab tantangan tersebut.4

Perumpamaan yang diberikan Allah lewat al-Qur‟an tidak semata- mata mengandung pesan kehidupan saja. Lebih dari itu, Allah banyak menggunakan unsur-unsur alam dalam memberikan perumpamaan.

Sehingga, perumpamaan dalam al-Qur‟an cenderung berjenis kauniyah yang berbicara tentang tanda-tanda kekuasaan Allah. Oleh karena itu, membicarakan perumpamaan al-Qur‟an tidak melulu menggunakan kaca mata hikmah semata, tetapi menuntut untuk memakai kajian kaca mata

3Rosihan Anwar, Ilmu Tafsir (Bandung: Pustaka Setia, 2005), 10.

4Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’an: Di tinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan Ghaib (Bandung: Mizan, 1997), 27.

(25)

3

ilmu pengetahuan modern, agar pesan Allah tersebut terkupas tuntas tanpa menyisakan keraguan atas tanda kekuasaan-Nya.5

Allah telah mendatangkan nyamuk sebagai salah satu serangga yang telah digunakan sebagai perumpamaan dalam al-Qur‟an. Firman Allah SWT.

َلَ َوَّللا َّنِإ اَهَػقْوَػف اَمَف ًةَضوُعَػب اَم ًلًَثَم َبِرْضَي ْنَأ يِيْحَتْسَي

اَّمَأَف ۚ

ْمِهبَِّر ْنِم ُّقَْلْا ُوَّنَأ َنوُمَلْعَػيَػف اوُنَمآ َنيِذَّلا َنوُلوُقَػيَػف اوُرَفَك َنيِذَّلا اَّمَأَو ۚ

ًلًَثَم اَذََِٰبِّ ُوَّللا َداَرَأ اَذاَم يِدْهَػيَو اًيرِثَك ِوِب ُّلِضُي ۚ

اًيرِثَك ِوِب ُّلِضُي اَمَو ۚ

َيِق ِساَفْلا َّلَِإ ِوِب

Sesungguhnya Allah tiada malu membuat perumpamaan berupa Nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan, “Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik.”(Qs.al- Baqarah/2:26).

Dalam ayat di atas Allah menjelaskan bahwa Ia tidak keberatan menyebutnya dalam kitab suci walaupun makhluk ini (nyamuk), dianggap oleh manusia pada umumnya sebagai makhluk yang kecil, remeh, tidak berguna dan membawa virus penyakit.

Turunnya al-Qur‟an pada zaman pra-sains, menyempurnakan kesuciannya sebagai Wahyu. Ia berbicara menembus ruang dan waktu, dengan menghadirkan kandungan saintis di berbagai amtṡāl-nya. Terlebih amṡāl fauna yang jumlahnya terbilang banyak dari jenis amtṡāl lainnya.

Adalah suatu kewajaran, jika banyak ketidaksepakatan, kritik, olok-olok,

5Syeikh Said Abdul Azhim, Keagungan Mu’jizat Nabi Muhammad, Terj. Masturi Irham (Jakarta: Qultum Media, 2006), 3.

(26)

bahkan penolakan atas perumpamaan yang diturunkan. Keterbatasan jangkauan pengetahuan dan teknologi menjadi sebab paling dasar.6

Pada zamannya, perumpamaan al-Qur‟an hanya dikaji dengan kaca mata value (nilai). Paska abad pembaharuan, al-Qur‟an dikaji dengan standar dan teknis ilmiah. Hal ini semakin menunjukkan bahwa al-Qur‟an tidak hanya diperuntukkan kepada bangsa Arab, melainkan seluruh ruang dan waktu yang terus bergerak. Al-Qur‟an membutuhkan alat yang memadai untuk menyimpulkan relevansinya yang abadi. Salah satu ciri otentisitas kitab suci adalah mampu bertahan di pergantian paradigma dan zaman. Dan al-Qur‟an sejauh ini telah berhasil melewati banyak fase kehidupan ini.7

Salah satu hewan yang unik yang dijadikan Allah sebagai tamtsīl (perumpamaan) di dalam al-Qur‟an adalah nyamuk (ba‘ūḍah). Nyamuk adalah serangga kecil, bersayap, berbisik, serta berparuh panjang yang digunakannya untuk menusuk. Ada sekitar dua ribu lima ratus jenis nyamuk. Serangga ini berkembang biak sangat cepat dan dalam jumlah yang luar biasa banyaknya. Nyamuk adalah binatang yang sangat rakus, sehingga boleh jadi ia menghisap dan mengisap sampai akhirnya tidak kuasa terbang bahkan mati. Serangga ini, walau kecil, tetapi Allah, telah menganugerahinya potensi untuk dapat hidup sebagaimana dikehendaki Allah. Nyamuk juga merupakan serangga yang berkembang biak dan usianya sangat terbatas. Seandainya usianya lebih panjang, maka pasti makhluk lain, termasuk kita manusia, akan terdesak kehidupannya oleh serangga ini.8

6 Nor Ichwan, Memasuki Dunia Al-Qur’an, (Semarang: Lubuk Raya, 2001), 255.

7Syeikh Said Abdul Azhim, Keagungan Mu’jizat Nabi Muhammad, Terj. Masturi Irham (Jakarta: Qultum Media, 2006), 3.

8Quraish Shihab, Dia Dimana-Mana, Tangan Tuhan Dibalik Setiap Fenomena, (Jakarta: LenteraHati, 2005), 313.

(27)

5

Al-Qur‟an menyebut Ba‘ūḍah yang seringkali diartikan nyamuk dalam konteks menguraikan bagaimana Allah memberi penjelasan kepada umat manusia dengan contoh-contoh yang kecil, dan yang boleh jadi mereka anggap remeh. Dalam al-Mu„jam al-Wasīṭ menjelaskan bahwa ba‘ūḍah ialah sejenis serangga yang memudaratkan serta mempunyai dua sayap, perlu kita ketahui bahwa setiap perumpamaan dalam al-Qur‟an mempunyai peranan yang besar dalam menyampaikan pesan daripada Allah kepada manusia. Apabila Allah mendatangkan perumpamaan dalam al-Qur‟an, maka sudah tentu ia membawa pesan yang penting. Kajian ini dilakukan untuk memahami pesan yang hendak disampaikan oleh al- Qur‟an yang disembunyikan di dalam perumpamaan nyamuk yang masih samar ini. Oleh sebab itu, pesan Tamṡīl nyamuk menjadi salah satu prioritas yang harus diselesaikan dengan memakai berbagai jenis kaca mata dan perbandingan interpretasi mufassir yang ada. Dalam menafsirkan Qs.al-Baqarah/ 2: 26 setiap mufassir baik yang tafsirnya berbahasa Arab maupun Indonesia memiliki penjelasan yang berbeda sesuai background keilmuan masing-masing, baik mufassir klasik, modern, maupun kontemporer. Tanṭāwī Jauḥarī misalnya, yang merupakan mufassir ilmy yang hidup pada masa modern, ketika menjelaskan ayat tersebut beliau hanya menjelaskan secara redaksional saja. Beliau tidak menjelaskan ayat tersebut mengumpamakan apa, bahkan juga tidak menjelaskan secara ilmy, padahal beliau adalahmufassir ilmy, yang dalam menafsirkan ayat yang lain, beliau selalu mendasarkan pada ilmu pengetahuan modern.9

Begitu pula Fakhru al-Dīn al-Rāzī, yang juga muffasir ilmy yang dalam penafsirannya tidak menjelaskan ayat tersebut secara ilmy, beliau juga tidak menjelaskan sama sekali apa maksud di balik perumpamaan

9Quraish Shihab, Dia Dimana-Mana, Tangan Tuhan Dibalik Setiap Fenomena, 314.

(28)

yang digambarkan dalam ayat tersebut.10Penulis juga menemukan penafsiran yang lain, al-Qurṭūbī misalnya, yang merupakan mufassir klasik, yang di dalam penafsirannya beliau terlalu sibuk berkutat dalam kebahasaan, sehingga tujuan dari ayat tersebut tidak sampai terlebih beliau juga tidak menjelaskan bahwa ayat tersebut berbicara tentang perumpamaan apa, apalagi menjelaskan secara ilmy. Di sisi lain, penulis menemukan di beberapa tafsir, baik klasik, modern, maupun kontemporer, yang para mufassir tersebut tidak tergolong mufassir ilmy, justru menjelaskan ayat tersebut secara detail dan ilmiah. Misalnya saja al-Ṭabārī dan al-Ṭabārī, yang mewakili mufassir klasik. .11

Dan yang mewakili mufassir kontemporer, yaitu Hamka dan Quraish Shihab. Mereka secara umum memandang bahwa ayat tersebut berbicara tentang keagungan dan keajaiban Tuhan dalam menciptakan makhluk- Nya, yang dianggap remeh-temeh oleh manusia. Padahal, pada kenyataannya ayat tersebut justru bisa menghantarkan tanda-tanda kekuasaan-Nya, yaitu nyamuk.

Mufassir secara umum memandang bahwa ayat tersebut berbicara tentang keagungan dan keajaiban Tuhan dalam menciptakan makhluk-Nya sebagai perumpamaan, yang dianggap remeh oleh manusia. Padahal, pada kenyataannya ayat tersebut justru bisa menghantarkan tanda-tanda kekuasaan-Nya, yaitu nyamuk. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merasa perlu untuk mengadakan penelitian yang bertujuan mengungkap rahasia di balik tamṡīl nyamuk. Penelitian tersebut mengambil judul “Penafsiran Tamṡīl Ba„ūḍah (Tafsir al-Azhar dan Tafsir al-Misbah ) Dalam Qs. al-Baqarah/ 2: 26.”

10Abdul Djalal, ‘Ulum al-Qur’an (Surabaya: Dunia Ilmu, 2012), 313.

11Imam al-Qurthubi, Al-Jami' lī Aḥkam Al-Qur’ān, Terj: Fathurrahman dkk, (Jakarta: Pustaka Azam, 2010), 544.

(29)

7

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka terdapat masalah- masalah yang teridentifikasi sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui Tamṡīl Ba‘ūḍah di dalam Qs.al-Baqarah 2:26.

2. Untuk mengetahui penafsiran tentang Tamṡīl Ba‘ūḍah dalam Qs.al-Baqarah/ 2: 26 menurut Buya Hamka dan Quraish Shihab.

Merupakan suatu masalah yang peneliti temukan, oleh karena itu penelitian yang mendalam terhadap Penafsiran Ba‘ūḍah menurut Buya Hamka , M. Quraish Shihab, penulis melakukan sebuah studi komparatif.

C. Batasan dan Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas maka penulis membatasi penelitian ini fokus pada Qs.al-Baqarah/ 2:26. Adapun rumusan masalah yaitu bagaimana Buya Hamka dan Quraish Shihab dalam menafsirkan surah al-Baqarah/ 2:26 tentang perumpamaan nyamuk.

D. Tujuan Penelitian

Dengan mengangkat topik ini, maka diharapkan setiap individu dapat mengetahui Tamṡīl Ba‘ūḍah yang ada dalam Qs.al-Baqarah 2: 26 yang merupakan salah satu pembahasan penting dalam penelitian ini.

Disamping itu, penulis mempunyai beberapa tujuan lain, yaitu: Untuk mengetahui Tamṡīl Ba‘ūḍah dalam Qs.al-Baqarah/ 2: 26 menurut penafsiran Buya Hamka dan M. Quraish Shihab.

(30)

E. Manfaat Penelitian

1. Agar memberikan sumbangsih pemikiran ilmiah dalam kajian keislaman terutama dalam hubungannya dengan al-Qur‟an tentang Tamṡīl Ba‘ūḍah Qs.al-Baqarah/ 2: 26.

2. Agar memberikan penjelasan tentang Tamṡīl Ba‘ūḍah Qs.al- Baqarah/ 2: 26, agar tidak disalahpahami oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab.

F. Metode Penelitian 1. Jenis Peneliian

Jenis penelitian di dalam skripsi ini merupakan penelitian pustaka (Library Research) yaitu dengan mengumpulkan data-data kepustakaan baik berupa buku, media massa, dan karya tulis ilmiah yang dinilai relevan untuk membantu penelitian tentang Tamṡīl Ba„ūḍah Qs.al-Baqarah/ 2: 26 menurut penafsiran Buya Hamka dan M. Quraish Shihab. Oleh karena itu penelitian termasuk dalam kategori kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif analitis.

2. Metode Pengumpulan Data

Adapun jenis data yang penulis kumpulkan untuk menuntaskan kajian ini yaitu dengan menggunakan data dan berbagai literatur. Yaitu berupa data primer dan data sekunder.

a. Data Primer yaitu data langsung dikumpulkan oleh peneliti dari sumber utamanya. Adapun sumber tersebut diantaranya sumber tertulis meliputi tafsir al-Azhar karangan Buya Hamka, tafsir al- misbah karangan M.Quraish Shihab, dan kitab-kitab tafsir indonesia lainya.

b. Data Sekunder yaitu bahan-bahan pustaka yang berkaitan dengan sumber primer dan yang berkaitan dengan penelitian ini.

3. Analisa Data

(31)

9

Analisis data dilakukan oleh peneliti selama peneliti ini berlangsung hingga seluruh data telah dianggap cukup. Analisis dilakukan dengan cara memahami persoalan di sekitar objek penelitian.

Peneliti mencoba memposisikan diri pada posisi netral dengan tetap berpikir kritis. kajian ini bersifat deskriptif-analisis dengan meneliti sosok tokoh para mufasir indonesia: Buya Hamka dan M. Quraish Shihab dengan menganalisis data tentang tamṡīl ba‘ūḍah dalam al-Qur‟an dalam tafsir al-Azhar dan al-Misbah, bagaimana pengaplikasianya penafsiranya jika dikontekstualisasikan pada masyarakat, khususnya masyarakat indonesia.

4. Pendekatan Penelitian

Untuk pendekatan pengambilan data, penulis menggunakan metode muqorran. Adapun metodenya adalah:

a) Menghimpun sejumlah ayat-ayat yang hendak dijadikan objek studi tanpa menoleh terhadap redaksinya itu mempunyai kemiripan atau tidak

b) Melacak berbagai pendapat ulama tafsir dalam menafsirkan ayat-ayat tersebut.

c) Membandingkan pendapat-pendapat mereka untuk mendapatkan informasi berkenaan dengan identitas dan pola berfikir dari masing- masing mufassir serta kecenderungan-kecenderungan dan aliran- aliran yang mereka anut.

5. Teknis Penulisan

Adapun dalam penulisan skripsi penulis menggunakan pedoman yang mengacu kepada: SK REKTOR No. 507 Tahun 2017. Kecuali Transliterasi, memakai pedoman transliterasi SKB 2 Menteri. Adapun tulisan ayat al-Qur‟an dan terjemah mengacu pada terjemah al-Qur‟an Kemenag Tahun 2002 yang terdapat dalam al-Qur‟an in word,

(32)

G. Tinjauan Pustaka

Penelitian ini bukanlah penelitian yang baru melainkan lanjutan dari penelitian-penelitian sebelumnya. Adapun penelitian sebelumnya ialah sebagai berikut.

Penulis menemukan skripsi yang ditulis oleh Ilham “Penafsiran ayat-ayat perumpamaan, menurut M.Quraish Shihab dalam tafsir al-Misbah” Skripsi, Yogyakarta: Jurusan Qur‟an Hadits Universitas Islam Negeri Sunan Yogyakarta. Dalam penelitian ini menjelaskan bahwa penelitian M. Quraish Shihab memandang perumpamaan yang terdapat dalam al-Qur‟an tidak sama dengan peribahasa dan tidak hanya sekadar “mempersamakan” satu hal dengan satu hal yang lain tetapi juga mempersiapkan dengan beberapa hal yang saling berkaitan. Perumpamaan lebih menekankan pada keadaan atau sifat yang menakjubkan, menarik perhatian dan bernilai keindahan.

Arif Nur Safri, Tamtsīl Himar (perumpamaan keledai) dalam al-Qur‟an (telaah atas tafsir al-Kasyaf karya Zamakhsari), Skripsi, Yogyakarta: Jurusan Tafsir Hadits, Fakultas Ushuludin Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, dalam skripsi ini penulis (Arif Nur Safri) ingin mengetahui perumpamaan keledai dalam al-Qur‟an dengan penafsiran al-Zamakhsari, melihat bahwa perumpamaan keledai cenderung berkonotasi negatif, bahkan orang arab merasa jijik dengan perumpamaan keledai itu, Secara intelektual atau intelegensi, keledai bukanlah jenis hewan yang bodoh dan dungu ketika dibandingkan dengan hewan lainnya. Beberapa sumber menyebutkan bahwa keledai adalah hewan yang pintar dan cerdas dan memiliki kelebihan dan keistimewaan dibanding dengan hewan lainnya. Ternyata perumpamaan konotasi negatif terhadap keledai sangat berkaitan erat dengan situasi sosial dan budaya Arab dimana al-Qur‟an diturunkan. Tamtsīl himar juga selalu berkaitan dengan situasi dan kondisi tertentu.

(33)

11

Alfin Khairuddin Fu‟ad, berjudul “Amsal Dalam al-Qur‟an (Studi Atas Pemikiran Muhammad Husain al-Tabataba‟i Dalam Kitab al-Mizan fi Tafsir al-Qur‟an”. Skripsi, Yogyakarta: Jurusan Tafsir Hadits, Fakultas Ushuludin Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Skripsi ini mencoba membahas pemikiran al-Tabataba‟i dalam memaknai amsal dalam al-Qur‟an secara keseluruhan. Dalam skripsi tersebut dijelaskan bahwa fokus penafsiran Tabataba‟i atas amtsal menghasilkan tiga bentuk berdasarkan kedudukannya, sebagai berikut, yang pertama amsal sebagai hal, yaitu bujukan dan ancaman Allah pada manusia dengan menyebutkan kebaikan dan atau keburukan.

Kedua amsal sebagai sifat, yaitu relevan untuk menyampaikan sebuah petunjuk dan bimbingan Allah bagi kemaslahatan umat manusia di dunia maupun di akhirat.

Abdul Halim. Penelitiannya dalam bentuk skripsi yang berjudul

“efektivitas penerapan Metode Amtsal (perumpumaan) dalam peningkatan siswa pada mata pelajaran Akidah Akhlak Madrasah Ibtidaiyah Negeri Sleman”. Skripsi ini ditulis pada tahun 2013 yang diajukan kepada program studi pendidikan agama islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta memaparkan penerapan metode amtsal sebagai salah satu metode pembelajaran dalam al- Qur‟an dapat dijadikan metode dalam membuat materi pembelajaran lebih konkret efektif.

M Ali, menulis artikel berjudul “Fungsi perumpamaan dalam al-Qur‟an”

(Jurnal Tarbawiyah Volume 10 Nomor 2 Edisi Juli-Desember 2013) mengkaji al-Qur‟an dengan kesimpulan bahwa tamsil (membuat permisalan, perumpamaan) merupakan kerangka yang dapat menampilkan makna dalam bentuk yang hidup ataupun yang mati dengan cara menyerupakan sesuatu yang gaib dan yang nyata, yang abstrak dan yang konkrit dan dengan menganalogikan sesuatu dengan hal yang serupa. Betapa banyak makna yang baik, dijadikan lebih indah, menarik dan mempesona oleh tamsil.

(34)

Ahmad Zamroni, dalam skripsinya berjudul Pemahaman Perumpamaan Harun Yahya Terhadap al-ankabut ayat 41 tentang laba-laba yang ditulis pada tahun 2015 diajukan pada Fakultas Ushuluddin UIN Walisongo Semarang.

Dalam penelitian ini penulis memfokuskan tentang pemahaman Harun Yahya terhadap bala-bala dengan pendekatan ilmu teknologi sains modern.

Arif Nur Safri. Di dalamnya membahas panjang lebar tentang tamṡīl himar dengan menitikberatkan pada penafsiran al-Zamakhsyari dalam kitab al- Kasyaf dengan bermuara pada pandangan orang Arab yang menganggap pada orang yang diumpamakan pada keledai itu amat dungu dan bodoh. Tulisannya juga berusaha untuk mengupas sisi positif dari keledai yang dalam al-Quran lebih banyak terkesan negatifnya dengan memaparkan manfaat keledai bagi kehidupan sehari-hari.

Lilis Suryani, membahas mengenai perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah yang diumpamakan seperti anjing yang menjulurkan lidahnya. Dalam penelitiannya penulis hanya terfokus pada maksud dari tamṡīl tersebut yang terkandung dalam surat al-A‟raf ayat 175- 178 yang diteliti dengan menggunakan metode tahlili serta mengupas pendapat-pendapat mufassir terkait tafsiran ayat tersebut. Penulis juga mengemukakan hikmah dari tamṡīl tersebut yang bisa dijadikan pembelajaran bagi manusia tentang pentingnya bersyukur kepada Allah atas nikmat yang telah diberikan dan cara menggunakan nikmat tersebut agar tidak kufur nikmat.

Sutino dengan judul “Cerita Semut Dalam Al-Qur‟an Surat Al-Naml Ayat 17-19 (Telaah Nilai-Nilai Pendidikan Krakter Dalam Tafsir al-Misbah dan al-Azhar)”. Di dalam tafsir al-Misbah karya Muhammad Quraish Shihab, cerita semut dalam al-Qur‟an surat al-Naml ayat 17-19 tersebut mengandung nilai karakter berupa disiplin, kerja keras, kreatif, religius, dan peduli sosial.

Sedangkan di dalam tafsir al-Azhar karya Haji Abdul Malik Karim Amarullah

(35)

13

(HAMKA), cerita semut tersebut mengandung nilai karakter berupa disiplin, kreatif, peduli sosial, dan religius.

(36)
(37)

15 BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG AMṠĀL BA‘ŪḌAH DALAM AL- QUR’AN

A. Pengertian Amṡāl

Kata amṡāl merupakan bentuk jamak dari kata maṡala secara bahasa mempunyai arti yang cukup beragam sesuai dengan bentuk pola atau wazan kata tersebut. Diantaranya maṡala yang berarti menyerupai, mencontohkan, menggambarkan. Tamṡīl yang berarti tergambar.12 Kata maṡal atau perumpamaan dalam kamus Lisa>n al-‘Arāb dan al-Qāmūs al- Muḥīṭ{, mempunyai berbagai macam-macam makna. Kata yang terdiri dari huruf mim, tsa dan Lam seperti yang dikemukakan oleh Ibn Fāris mempunyai makna etimologis yaitu “membandingkan sesuatu dengan sesuatu hażā miṡlu haża.13

Secara etimologi kata maṡāl, mīṡāl dan māṡil memiliki arti yang serupa dengan kata syabah, syibah dan syabih. Kata mas|al juga dipergunakan untuk menunjukkan arti keadaan, sifat dan kisah yang mengagumkan. Sedangkan kata amṡāl secara terminologi, sebagaimana dikemukakan oleh beberapa ahli antara lain, Ibn al-Qayyim berpendapat bahwa amṡāl menyerupakan sesuatu hal dengan hal yang lainnya, dan mendekatkan sesuatu yang bersifat abstrak dengan sifat indrawi. Menurut ahli yang lain, yakni Abu Sulaiman mengemukakan bahwa amṡāl itu adalah menyamakan suatu keadaan dengan keadaan yang lain.14

Sedangkan menurut istilah ada beberapa sebagian pendapat yaitu:

12Ani Jailanidan Hasbiyalla, “Kajian Amtsal dan Qasam dalam al-Qur‟an”, Jurnal Islamika: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman, vol. 19, No. 02, Desember 2019, 16-26.

13 Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia (Surabaya:

Pustaka Progresif, 1997), 1309.

14 Ani Jailanidan Hasbiyalla, “Kajian Amtsal dan Qasam dalam al-Qur‟an”, Jurnal Islamika: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman, 18.

(38)

1. Menurut istilah ulama ahli Adab, amṡāl adalah ucapan yang banyak menyamakan keadaan sesuatu yang diceritakan dengan sesuatu yang dituju.

2. Menurut istilah para ulama ahli Bayān, amṡāl adalah suatu ungkapan majaz15 yang disamakan dengan asalnya karena adanya persamaan yang dalam ilmu balaghah disebut tasybih.

3. Menurut ulama ahli Tafsir amṡāl adalah menampakkan pengertian yang abstrak dalam ungkapan yang indah, singkat dan menarik, yang mengena dalam jiwa, baik dengan bentuk tasybih maupun majaz mursal (ungkapan bebas). Didalam buku

“Ulumul Qur‟an” Ahmad Syadalli dan Ahmad Rofi‟i menjelaskan bahwa ahli Balaghah mensyaratkan tamṡīl itu harus memenuhi beberapa ketentuan yaitu: bentuk kalimatnya yang ringkas, isi maknanya cukup mengena dipahami dengan tepat, perumpamaannya baik dan penyampaiannya atau kina>yah-nya harus indah. Adapun untuk rukun amṡāl (tasybih) ada empat macam yaitu:

a. Al-Musyabbah (sesuatu yang diserupakan).

b. Al-Musyabbah bih (sesuatu yang diserupai oleh musyabbah).

c. Wajhu al-Syibh (titik persamaan yaitu pengertian yang bersama-sama yang ada pada musyabbah dan musyabbah bih).

d. Adah tasybih (huruf tasybih atau lafaz| yang menunjukkan adanya serupa menyerupai. Kaf, mis|il, ka’anna dan semua lafaz yang menunjukkan makna serupa).16

15Cara melukiskan sesuatu dengan jalan menyamakannya dengan sesuatu yang lain; kiasan (Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, 2005)

16 Ahmad Syadalli dan Ahmad Rofi‟i, Ulumul qur’an, (Semarang: Pustaka Setia, 1997), 35-36.

(39)

17

B. Bentuk Amṡāl

Abu Abdullah al-Bakrazdi di dalam buku “Ulum al-Qur’an” karya Ahmad Darbi menyebutkan ada beberapa bentuk maṡal, yakni:17

a. Mengeluarkan suatu abstrak (gair al-makhṣūṣ) kepada yang makhṣūṣ (dikhususkan).

b. Mengeluarkan suatu dari yang sulit dijangkau akal kepada sesuatu yang mudah.

c. Mengeluarkan sesuatu yang luar biasa (tidak dijumpai dalam ada kebiasaan) kepada sesuatu yang biasa (dijumpai dalam adat kebiasaan).

d. Mengeluarkan sesuatu dari yang tidak akan dapat disifati (dijelaskan) kepada sesuatu yang dapat disifati (dijelaskan).

Dilihat dari empat bentuk dalam bahasa tamṡīl ini, semuanya bertujuan mendekatkan pemahaman, memudahkan pengertian, indah dan menarik. Bila tamṡīl itu untuk mencaci dan mengejek, tikamannya lebih tajam, sentuhannya amat pedih, tamparannya cukup dahsyat. Bila tamṡīl untuk hujjah argumennya amat tepat, tidak ada celah untuk dibantah. Bila tamṡīl-nya untuk nasihat dan pengajaran, maka nasehatnya cukup menyejukkan jiwa, cukup memberi kedamaian bagi hati yang sedang luka, dan menyentuh dengan lembut terhadap fikiran yang sedang dalam keadaan gundah gulana, hardikan dan tegurannya indah, lembut dan mengena bagaikan obat penyembuh dari segala derita.

Sebuah ungkapan yang dapat diubah menjadi bahasa tamṡīl, maka ungkapan itu cukup mudah untuk dipahami, jelas maksudnya, indah didengar, luas dan dalam makna pengertiannya. Ibrāhīm al-Niẓāmī dalam

“Ulumul Qur’an” menambahkan bahwa bahasa tamṡīl ini memiliki empat keistimewaan yang tidak dapat dimiliki oleh gaya bahasa yang lain yakni,

17 Ahmad Darbi ‘Ulum al-Qur’an (Pekanbaru: Suska Press, 2011), 56-57.

(40)

tepat pengertiannya, indah tasybih-nya (penyerupaannya) dan mengena serta tajam sindirannya. Itulah puncak keindahan dalam bahasa Balaghah.18

C. Macam-macam Amṡāl

Secara garis besar, amṡāl al-Qur‟an terbagi menjadi tiga bagian.

Yaitu, amṡāl musharrah, amṡāl kaminah, dan amṡāl mursalah.19Manna’

al-Qaṭṭān menjelaskan tentang pengertian ketiga amṡāl di atas sebagai berikut:

1. Amṡāl Musyarrahah

Yaitu ungkapan yang dijelaskan atau ditegaskan, di dalamnya lafaz maṡal atau ungkapan yang menunjukkan tasyabih. Tasyabih yang di maksud di sini adalah yang menggunakan amṡāl. Maṡal yang menggunakan kata al-maṡal ini disebut maṡal ẓāhir. Maṡal seperti ini terdapat dalam Qs. al-Baqarah/ 2: 18-20.

ُّمُص كُب ۚ مُع ٌم ۚ ي ۚ مُهَػف َلَ ۚ رَي َنوُع ِج ۚ ٨١ وَأ بهيَصَك ۚ َنهم

اَمَّسلٱ ِء ۚ ِويِف

تََٰمُلُظ عَرَو

د ۚ رَبَو ؽ ۚ جَي َنوُلَع ۚ ُهَعِبََٰصَأ م ِف ۚ َرَذَح ِقِعََٰوَّصلٱ َنهم مِِنِاَذاَء ۚ

لٱ وَم ۚ ِت ۚ ٱَو ۚ ُطيُِمُ ُوَّلل لٱِب ۚ

َنيِرِفََٰك ۚ لٱ ُداَكَي ٨١

رَب ۚ خَي ُؽ ۚ ُفَط ۚ

بَأ مُىَرََٰص ۚ ۚ ۚ اَمَّلُك اَضَأ ۚ

َء ۚ وَشَّم مَُلَ

اَذِإَو ِويِف ْا ۚ ظَأ ۚ

يَلَع ََلَ ۚ مِى ۚ

ْاوُماَق ۚ ۚ

وَلَو اَش ۚ مَسِب َبَىَذَل ُوَّللٱ َء ۚ مِهِع ۚ

بَأَو ۚ مِىِرََٰص ۚ ۚ ۚ يَش هلُك َٰىَلَع َوَّللٱ َّنِإ ء ۚ

ۚ

ريِدَق ٠٢

“Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar). Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena (mendengar suara) petir, sebab takut akan mati. Dan Allah meliputi orang-orang

18Ahmad Darbi Ulumul al-Qur’an, 57.

19Mana al-Quthan, Pembahasan Ilmu al-Qur’an, cet. 2 (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), 107.

(41)

19

yang kafir. Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka.

Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.

Ayat di atas sudah memuat perumpamaan tentang kalimat ṭayyibah dengan pohon yang baik, pohon itu akarnya kokoh dan dahannya yang cukup menjulang tinggi serta dapat berbuah pada setiap musim. Kalimat ṭayyibah itu dibandingkan agar nyata perbedaannya dengan kalimah khabīsah yang seperti pohon yang buruk. Pohon itu telah dicabut dengan akar-akarnya dari tanah sehingga pohon tersebut tidak dapat tegak lagi sedikitpun. Selain menunjukkan perumpamaan sesuatu yang abstrak dengan hal yang kongkret, ayat diatas juga dapat memiliki tingkat keindahan bahasa yang sangat tinggi dan sangat indah.

Perumpamaan yang terkandung di dalam ayat di atas terdapat dengan jelas dilihat karena ada kata maṡal-nya, contoh yang ada di kandungan ayat tersebut membicarakan tentang orang-orang munafik yang diumpamakan dengan dua kata benda yang sering kita lihat dan temui dalam kehidupan sehari-hari yaitu api dan air. Manna Khalīl al-Qaṭṭān menyebutkan bahwa di dalam api terdapat unsur cahaya sebagaimana petunjuk Allah yang merupakan Nur yang dapat memberikan penerangan di dalam hati manusia. Namun karena kemunafikan mereka kepada Allah, hal tersebut telah menghilangkan unsur cahaya di dalam api, sehingga yang tersisa hanyalah unsur panas yang membakar tetapi tidak lagi bisa menerangi kehidupan mereka.

2. Amṡāl Kaminah

(42)

Yaitu perumpamaan yang di dalamnya tidak disebutkan dengan lafaz tamṡīl jelas, tetapi menunjukkan makna-makna yang indah, menarik, dalam kepadatan redaksinya dan mempunyai pengaruh tersendiri bila dipindahkan kepada yang serupa dengannya. Misalnya ayat yang senada dengan pernyataan bahwa sebaik pekerjaan itu pertengahan khairu al- Umūri ausaṭuhā yaitu:

Qs. al-Baqarah/ 2: 68

دٱ ْاوُلاَق َيِى اَم اَنَّل هيَػبُػي َكَّبَر اَنَل ُع ۚ

ُوَّنِإ َلاَق ۚ ةَرَقَػب اَهَّػنِإ ُلوُقَػي ۥ

َّلَ

ضِراَف َلََو كِب ٌر ۚ

ُناَوَع َب ۚ َن ۚ َكِلََٰذ ؼٱَف ۚ ؤُت اَم ْاوُلَع ۚ َنوُرَم ۚ

٨١

“Mereka menjawab: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar dia menerangkan kepada Kami; sapi betina apakah itu." Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu; Maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu".

Masih banyak ayat di dalam al-Qur‟an yangmengandung tamṡīlān kaminah seperti untuk ayat-ayat yang sebanding dengan perkataan: laisl khabaru ka al-Mugayyanah (kabar itu tidak sama dengan menyaksikan sendiri), kama tadyinu tudyana (sebagaimana kamu telah menghutangkan maka kamu akan dibayar), dan ayat yang senada dengan pernyataan lā yulāgu min juhrin maratain (orang mukmin tidak akan disengat dua kali dari lubang yang sama).

3. Amṡāl Mursalah

Ialah kalimat-kalimat bebas yang tidak menggunakan kata perumpamaan secara jelas, tetapi kalimat-kalimat itu berlaku sebagai perumpamaan. Contoh QS. al-Baqarah/ 2: 249

(43)

21

لٱِب ُتوُلاَط َلَصَف اَّمَلَػف بُم َوَّللٱ َّنِإ َلاَق ِدوُنُج ۚ

رَهَػنِب مُكيِلَت ۚ نَمَف

َبِرَش نِم ُه ۚ يَلَػف َس ۚ

هنِّم نَمَو َّلَ

طَي ۚ مَع ۚ ُه ۚ ُوَّنِإَف هنِّم ۥ َّلَِإ ۚ ِنَم غٱ َؼَرَػت ۚ رُغ َةَف ۚ ِهِدَيِب ۚ نِم ْاوُبِرَشَف ۦ ُه ۚ

لًيِلَق َّلَِإ نهم

مُى ۚ ۚ ۚ اَّمَلَػف ُهَزَواَج َوُى ۥ َنيِذَّلٱَو ْاوُنَماَء ُوَعَم ْاوُلاَق ۥ َةَقاَط َلَ

اَنَل لٱ وَي ۚ َم ۚ

َتوُلاَِبِ

ِهِدوُنُجَو َلاَق ۦ َنيِذَّلٱ َنوُّنُظَي مُهَّػنَأ ْاوُقََٰلُّم ِوَّللٱ مَك ةَئِف نهم

ِلَق تَبَلَغ ٍةَلي ةَئِف ۚ

َةَيرِثَك ۚ

ذِإِب ِن ۚ ِوَّللٱ ُوَّللٱَو ۚ َعَم َنيِِبََِّٰصلٱ ٠٤١

"Maka tatkala Thalut keluar membawa tentaranya, ia berkata:

"Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan suatu sungai.

Maka siapa di antara kamu meminum airnya; bukanlah ia pengikutku. Dan barangsiapa tiada meminumnya, kecuali menceduk seceduk tangan, maka dia adalah pengikutku". Kemudian mereka meminumnya kecuali beberapa orang di antara mereka. Maka tatkala Thalut dan orang-orang yang beriman bersama dia telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah minum berkata:

"Tak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya". Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah, berkata: "Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah.

Dan Allah beserta orang-orang yang sabar".

Jika diperhatikan ayat di atas mengandung makna amsal yang terletak diakhir ayat, namun sebaliknya amsal mursalah juga bisa terdapat di awal ayat seperti yang terdapat dalam surah berikut ini:

Qs. al-Mā‟idah [5]: 100

ِثيِبَْلْا ُةَرْػثَك َكَبَجْعَأ ْوَلَو ُبهيَّطلاَو ُثيِبَْلْا يِوَتْسَي َّلَ لُق ِباَبْلَْلْا ِلِوُأاَي َوَّللا اوُقَّػتاَف ۚ

َنوُحِلْفُػت ْمُكَّلَعَل

“Katakanlah: "Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan".

Contoh lain dari amsal mursalah seperti yang terdapat dalam surat berikut ini:

(44)

Qs. Yūsuf/ 12: 51

طَخ اَم َلاَق ذِإ َّنُكُب ۚ

فَّن نَع َفُسوُي َّنُّتدَوََٰر ۚ ِوِس ۚ

لُق ۦ َن ۚ مِلَع اَم ِوَّلِل َشََٰح اَن ۚ

يَلَع وُس نِم ِه ۚ ء ۚ

ِتَلاَق ۚ مٱ ُتَأَر ۚ لٱ ِزيِزَع ۚ لٱ َنََٰ ػ ۚ صَح َصَح ۚ لٱ ُّقَح ۚ اَنَأ ۚ

ُوُّتدَوََٰر نَع ۥ فَّن ِوِس ۚ ُوَّنِإَو ۦ ِمَل ۥ َيِقِدََّٰصلٱ َن ١٨

“Raja berkata (kepada wanita-wanita itu): "Bagaimana keadaanmu ketika kamu menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadamu)?" Mereka berkata: "Maha Sempurna Allah, kami tiada mengetahui sesuatu keburukan dari padanya". Berkata isteri Al Aziz: "Sekarang jelaslah kebenaran itu, akulah yang menggodanya untuk menundukkan dirinya (kepadaku), dan sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang benar".

Demikian beberapa contoh amsal mursalah dalam al-Qur‟an, contoh lainnya juga masih banyak terdapat dalam al-Qur‟an corak seperti ini yang bisa di dilihat dalam beberapa surah yaitu: al-Najm ayat 58, al-Isrā ayat 48, Hūd ayat 81, al-Muddaṡir ayat 38, al-An„ām ayat 67, al-Mu‟minūn ayat 53, al-Ṣafāt ayat 61, al-Raḥmān ayat 60, al-Mā‟idah ayat 249 al- Ḥasyr ayat 14.

D. Fungsi Amṡāl

Di dalam perkembangan ilmu tafsir, amsal memberi kontribusi yang sangat besar terhadap perkembangan dalam upaya berfikirnya umat Islam dalam mendalami dan memahami al-Qur‟an. Dengan demikian juga Manna’ al-Qaṭṭān menguraikan fungsi mempelajari amsal ini yang dapat dilihat berikut ini:

1. Menampilkan sesuatu yang cukup rasional dalam bentuk yang konkrit dan dapat dirasakan oleh panca indra manusia, sehingga akal pun akan mudah memahaminya. Oleh sebab itu pengertian yang abstrak tidak akan dapat tertanam dalam pikiran, kecuali dituangkan

(45)

23

dalam bentuk indrawi.20 Sehingga Allah membuat perumpamaan bagi orang yang akan menafkahkan hartanya dengan riya‟ bahwa ia tidak akan mendapatkan pahala dari perbuatannya itu, sebagaimana terdapat di dalam al-Qur‟an Qs. al-Baqarah/ 2: 264

َو ِساَّنلا َءاَئِر ُوَلاَم ُقِفنُي يِذَّلاَك َٰىَذَْلْاَو هنَمْلاِب مُكِتاَقَدَص اوُلِطْبُػت َلَ اوُنَمآ َنيِذَّلا اَهُّػيَأاَي َلَ

ِرِخ ْلْا ِمْوَػيْلاَو ِوَّللاِب ُنِمْؤُػي اًدْلَص ُوَكَرَػتَػف ٌلِباَو ُوَباَصَأَف ٌباَرُػت ِوْيَلَع ٍناَوْفَص ِلَثَمَك ُوُلَػثَمَف ۚ

َّلَ ۚ

اوُبَسَك اَّهمِّ ٍءْيَش َٰىَلَع َنوُرِدْقَػي َنيِرِفاَكْلا َمْوَقْلا يِدْهَػي َلَ ُوَّللاَو ۚ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (Qs. al-Baqarah/

2: 264).

2. Mengungkap dari suatu makna yang tidak terlihat seakan-akan menjadi sesuatu yang terlihat, misalnya terdapat di dalam al-Qur‟an Surat al- Baqarah/ 2: 275.

أَي َنيِذَّلٱ يَّشلٱ ُوُطَّبَخَتَػي يِذَّلٱ ُموُقَػي اَمَك َّلَِإ َنوُموُقَػي َلَ ْاَٰوَػبهرلٱ َنوُلُك ۚ

لٱ َنِم ُنََٰط ۚ هسَم ۚ

ۚ

مُهَّػنَأِب َكِلََٰذ وُلاَق ۚ

لٱ اََّنَِّإ ْا ۚ َب ۚ

ثِم ُع ۚ ْاَٰوَػبهرلٱ ُل ۚ

ۚ

َأَو لٱ ُوَّللٱ َّلَح َب ۚ

َمَّرَحَو َع ۚ

ْاَٰوَػبهرلٱ اَج نَمَف ۚ ُهَءۥ ۚ

وَم ةَظِع ۚ ِوهبَّرۦ نهم

َٰىَهَػتنٱَف ُوَلَػفۥ َفَلَس اَم مَأَو ُهُر ۥ ۚ َلِإ ِوَّللٱ نَمَو ۚ ۚ

َداَع ََٰلْوُأَف َكِئ ۚ صَأ ُبََٰح ۚ ِراَّنلٱ مُى ۚ اَهيِف ۚ َنوُدِلََٰخ ٠٧١

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba‟ tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah

20Tafsir Al-Azhar Hamka, Kenang-Kenangan Hidup, Jilid I (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), 10.

(46)

disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan) dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni- penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (Qs.al-Baqarah/ 2:

275).

3. Membantu orang yang berbuat kebaikan maṡal untuk menjalankan sesuai dengan isi maṡal. Misalnya Allah membuat matsal bagi keadaan orang yang memberikan hartanya di jalan Allah, di mana hal itu akan memberikan suatu kebaikan yang lebih banyak. Contohnya pada Surat Qs.al-Baqarah/ 2: 261.

ِوَّللا ِليِبَس ِف ْمَُلَاَوْمَأ َنوُقِفنُي َنيِذَّلا ُلَث ُةَئاهم ٍةَلُػبنُس هلُك ِف َلِباَنَس َعْبَس ْتَتَبنَأ ٍةَّبَح ِلَثَمَك

ٍةَّبَح ُءاَشَي نَمِل ُفِعاَضُي ُوَّللاَو ۚ ٌميِلَع ٌعِساَو ُوَّللاَو ۚ

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”

4. Menjauhkan dan menghindari, jika isi maṡal berupa sesuatu yang dibenci Allah. Misalnya tentang di larangan mencaci atau berburuk sangka terhadap orang lain, sebagaimana dalam Qs. Ḥujūrāt/ 49: 12.

ٌْثِإ هنَّظلا َضْعَػب َّنِإ هنَّظلا َنهم اًيرِثَك اوُبِنَتْجا اوُنَمآ َنيِذَّلا اَهُّػيَأاَي َلََو ۚ

بَتْغَػي َلََو اوُسَّسََتَ

اًضْعَػب مُكُضْعَّػب ُهوُمُتْىِرَكَف اًتْيَم ِويِخَأ َمَْلْ َلُكْأَي َلُكْأَي نَأ ْمُكُدَحَأ ُّبُِيَُأ ۚ

َوَّللا اوُقَّػتاَو ۚ ۚ

ٌميِحَّر ٌباَّوَػت َوَّللا َّنِإ

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan

(47)

25

janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”

E. Nyamuk

Setelah dideskripsikan mengenai definisi tentang amtsal beserta jenis dan fungsinya, selanjutnya yaitu pembahasan mengenai salah satu dari beberapa ayat yang menggunakan istilah hewan ataupun hewan sebagai perumpamaan di dalam al-Qur‟an. Adapun bahwa hewan yang akan dijelaskan adalah seekor nyamuk. Adapun orang yang beriman mereka meyakini bahwa perumpamaan itu dari Tuhan. Dan nyamuk selalu digambarkan sebagai hewan penghisap darah, pada kenyataannya tidak semua benar. Pada hakikatnya hanya nyamuk betina yang dapat menghisap darah, sedangkan untuk nyamuk jantan tidak.21

Sesungguhnya Allah tidak segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu banyak orang yang di beri-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan oleh Allah kecuali orang-orang yang munafik. Contohnya pada Qs. al-Baqarah ayat 26 sebagaimana berikut ini:

اَهَػقْوَػف اَمَف ًةَضوُعَػب اَّم ًلًَثَم َبِرْضَي نَأ يِيْحَتْسَي َلَ َوَّللا َّنِإ ُوَّنَأ َنوُمَلْعَػيَػف اوُنَمآ َنيِذَّلا اَّمَأَف ۚ

ْمِهبَِّّر نِم ُّقَْلْا ًلًَثَم اَذََِٰبِّ ُوَّللا َداَرَأ اَذاَم َنوُلوُقَػيَػف اوُرَفَك َنيِذَّلا اَّمَأَو ۚ

يِدْهَػيَو اًيرِثَك ِوِب ُّلِضُي ۚ

اًيرِثَك ِوِب َيِقِساَفْلا َّلَِإ ِوِب ُّلِضُي اَمَو ۚ

“Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang

21Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, Hewan Dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains, ,(Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, 2012), 268-269.

(48)

beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan: "Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?". Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberiNya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik.” (Qs. al-Baqarah/ 2: 26).

Di dalam tafsir ibnu katsir yang di maksud ayat di atas adalah Allah telah memberitahukan bahwa Dia tidak pernah menganggap remeh sesuatu apapun yang telah dijadikannya sebagai perumpamaan, meskipun hal yang hina dan kecil seperti hal nya nyamuk. Sebagaimana Allah tidak memandang enteng ciptaan-Nya, Dia pun tidak segan untuk membuat perumpamaan dengan nyamuk tersebut, sebagaimana Dia telah membuat perumpamaan dengan lalat dan laba-laba. Ketika perumpamaan itu benar dan tepat maka dengan demikian itu merupakan penyesatan bagi mereka orang-orang munafik dan dengan perumpamaan itu Dia telah memberikan banyak petunjuk bagi orang-orang yang beriman.22

Maksud ayat di atas menjelaskan, bahwa Allah dengan tegas menyatakan tidak segan membuat perumpamaan dalam penjelasan informasinya dengan perumpamaan seekor nyamuk atau bahkan lebih kecil dari itu. Secara umum kita mengetahui bahwa nyamuk adalah penghisap darah manusia dan binatang lainnya, nyamuk yang kecil ini dijadikan contoh untuk memperlihatkan kebesaran Tuhan.

Berikut ini adalah hal-hal yang mendeskripsikan dan berkaitang dengan nyamuk diantaranya ialah bentuk fisik serta fungsinya, proses perkembangbiakan nyamuk serta dampak dampak yang terjadi dari adanya nyamuk.

1. Bentuk Fisik Serta Fungsinya

22Ismail bin Umar Al-Quraisy, Tafsir Ibn Kaṡr, jilid 1, (Bogor: pustaka imam syafi‟i, 2004), 95.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan tabel 1.5 diketahui bahwa pada hasil pra-survey kinerja usaha mahasiswa dengan jumlah responden sebanyak 30 orang mahasiswa yang mempunyai usaha online dengan

Namun hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian FR Retno Anggraini (2006) dan eddy (2005) yang menyebutkan bahwa profitabilitas tidak berpengaruh pada tingkat pengungkapan

lnstitut lnsinyur Wageningen di Hindia Belanda pada tahun 1932 mengungkapkan beberapa keinginan mengenai masa praktek sebagai berikut : "banyak orang menganggap

Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu modifikasi produk krim probiotik yang telah dimikroenkapsulasi, analisis sifat fisik krim probiotik dan krim non

Hasil dari penelitian ini kepuasan pada pimpinan tidak berpengaruh pada kinerja tenaga penjual, sehingga dapat disimpulkan meskipun kinerja tenaga penjual meningkat

Koefisien varibel kepuasan konsumen (X 4 ) bernilai positif sebesar 0,000, hal ini mununjukkan bahwa jika kepuasan konsumen mengalami peningkatan sebesar satu

Aplikasi ini merupakan aplikasi dari analisa yang terjadi di lapangan bagaimana prosedur penyewaan fasilitas yang ada digambarkan ke dalam rancangan sistem