• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III M. QURAISH SHIHAB DAN BUYA HAMKA

B. Biografi Buya Hamka dan Profil Tafsir al-Azhar

2. Profil Tafsir al-Azhar

a. Riwayat Penulisan Tafsir Al-Azhar

Lahirnya kitab Tafsir Al-Azhar yaitu berasal dari kuliah-kuliah subuh yang diberikan oleh Hamka sejak beliau kembali ke tanah air dari tanah suci di Kairo untuk menyampaikan ceramah-ceramahnya tentang pengaruh Muhammad Abduh di Indonesia pada tahun 1959 bertepatan pada bulan april yang bertempat di Masjid Agung Al-Azhar, yang pada waktu itu belum mempunyai sebuah nama.39 Dari sekian banyak materi kuliah yang disampaikan oleh Hamka tentang tafsir al-Qur‟an kemudian dimuat secara berkala di dalam majalah “Gema Islam” (yaitu sebuah majalah yang secara formal dipimpin oleh Jendral Sudirman dan Kolonel Mukhlas Rowi, namun yang menjadi pimpinan aktifnya adalah Hamka), mulai terbit bulan Januari 1962. Setelah berjalan dua tahun, penulisan dan pembuatannya dalam Gema Islam mencapai satu setengah juz, dari juz XVIII (yaitu surat al-Mu‟minun) sampai juz ke XIX (yaitu surat a-Syuara‟). 40

Kegiatan di atas hanya berjalan sampai bulan Januari tahun 1964, karena ada kejadian yang mengejutkan yaitu bertepatan pada hari Senin tanggal 29 bulan Januari tahun 1964, kejadian tersebut yaitu setelah Hamka memberikan materi pengajian pada tanggal 12 Ramadan tahun 1384 H di hadapan sekitar 100 para ibu-ibu jamaah Masjid al-Azhar. Beliau ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara oleh penguasa Orde Lama. Dengan terjadinya peristiwa ini, menjadikan usaha Hamka menjadi terhenti dalam menguraikan suatu Tafsir Al-Qur‟an di majalah “Gema Islam”.41

b. Motivasi Penulisan

Sebagaimana dalam keinginan Hamka sebagai seorang penulis Tafsir al-Azhar, yaitu kitab Tafsirnya diperuntukkan untuk pembaca yang berbahasa

39 Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir al-Azhar, 53.

40 Hamka, Tafsir al-Azhar, Juz XVIII (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1976), 2.

41 Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir al-Azhar, 54.

51

Indonesia serta dalam sisi yang lain Hamka ingin memberikan sumbangsih yang berupa informasi-informasi dalam literatur Agama Islam lewat kitab Tafsir Al-Azhar.

Dalam penyusunan kitab Tafsir Al-Azhar sumber penafsiran yang digunakan oleh Hamka, yaitu: Pertama, Hamka dalam menafsirkan kitab Tafsir Al-Azhar tidak lepas dari kaidah suatu penafsiran, artinya sumber penafsiran yang primer yaitu kaidah tafsir bi al-ma’tsur adalah penafsiran yang dilakukan dengan cara menafsirkan suatu ayat di dalam al-Qur‟an dengan ayat yang lain di dalam al-Qur‟an, dengan suatu hadist atau sunnah, serta dengan perkataan para sahabat.42

Kedua, dalam menafsirkan tafsir al-Azhar yang tergolong sebagai data yang sekunder yaitu sumber penafsiran yang rujukannya Hamka memakai penjelasan makna ayat yang diambil pertama dari qaul tabi’in, kedua dari kitab tafsir konvensional sebelumnya, ketiga dari beberapa karya-karya tafsir Indonesia yang tergolong sebagai kajian perbandingan.

Sumber penafsiran Hamka yang digunakan dalam rujukannya hal itu dapat ditemukan dalam kata pengantarnya diantaranya yaitu: Tafsīr al-T{abārī karya Ibn Jarīr Ṭabāri, Tafsir Nasafi-Madariku Tanzil wa Haqa‟iqu al-Ta‟wil, Tafsīr al-Rāzī, Tafsir Ibn Kāṡir, Lubāb al-Ta„wīl Fī Ma„anī al-Tanzīl, Nailu Aṭār, Irsyād Fuhūl karya Syaukānī, Tafsīr Bagāwī, Rūḥ al-Bayān, Tafsīr al-Manār, Tafsir Jawahir, Tafsir Fi Zhilal Al-Qur‟an, Mahasin Al-Ta‟wil, Tafsīr Marāgī, Muṣḥaf Mufassar, Furqān, Tafsīr Qur‟ān karya H. Zainuddin Hamidi dan Fahruddin H.S, Tafsīr Qur‟ān al-Karīm karya Mahmud Yunus, Tafsīr al-Nūr karya TM Hasbi Ash-Shiddiqie, Tafsir al-Qur‟anul Karim karya HM Kasim Bakri- Muhammad Nur Idris – AM Majoindo, Al-Qur‟an dan Terjemah Depag RI, Tafsir al-Qur‟ān al-Karīm karya Syaikh „Abdu Ḥālim Ḥasan – H. Zainal Arifin Abbas – „Abdu Raḥīm

42 Penjelasan seperti ini dapat dilihat dalam Mannā Khalil Al-Qaṭṭān 482-483.

Haitamī, Fatḥ Bārī, Sunan Abū Daud, Sunan Tirmīżī, Riyāḍ Ṣālihīn, al-Muwāṭa‟ karya Imam Mālik, Bulūg al-Marām karya „Amir al- Ṣan„ānī, dan lain-lain.43

c. Haluan Penulisan dan Sistematika

Hamka dalam metode yang digunakan dalam Tafsir Al-Azhar yaitu tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan tafsir yang lain artinya kitab tafsir Al-Azhar tidak jauh berbeda dengan kitab-kitab tafsir yang lain yaitu menggunakan metode tafsir tahlili dengan menggunakan sistematika tartib mushafi. Akan tetapi dalam kitab tafsir al-Azhar memiliki penekanan terhadap operasionalisasi petunjuk al-Qur‟an dalam konteks kehidupan umat Islam secara nyata sehingga Tafsir al-Azhar memiliki perbedaan dari kitab tafsir sebelumnya terlebih ketika penafsiran yang dilakukan dengan memberikan porsi yang lebih besar terhadap peristiwa kontemporer dan sejarah.44

Howard M. Federspier memberikan kesimpulan terhadap kitab tafsir Al-Azhar karya Hamka bahwa kitab ini memiliki karakteristik yang khas dengan kitab tafsir sezamannya yaitu penafsiran ayat al-Qur‟an beserta maknanya, serta penjelasan dan pemaparan istilah-istilah agama yang menjadi bagian tertentu dari teks serta penambahan materi pendukung yang lain dalam memmbatu pembaca agar lebih memahami maksud dan kandungan ayat.45

43 Hamka, Tafir al-Azhar Juz I,331-332.

44 Howard M Federspiel, Kajian-Kajian al-Qur’an di Indonesia (Bandung: Mizan, 1996, 142.

45 Howard M Federspiel, Kajian-Kajian al-Qur’an di Indonesia, 143.

53 BAB IV

PENAFSIRAN QS. BAQARAH/ 2: 26 MENURUT TAFSIR AL-AZHAR DAN TAFSIR AL-MISBAH

A. Asbāb al-Nuzūl Qs. al-Baqarah/ 2: 26.

Sebab turunnya al-Qur‟an disebut dengan istilah asbāb al-Nuzūl yang biasa digunakan sebagai salah satu cara mengetahui konteks dari suatu ayat dalam al-Qur‟an, sehingga dapat membantu mengetahui makna dari suatu ayat tersebut. Pada Qs. Baqarah/ 2: 26 ini memiliki asbāb al-Nuzūl yang diketahui dari riwayat-riwayat, adapun riwayat yang telah penulis kumpulkan sebagai berikut:

1. Dari Ibnu Jarīr dari Su„ddi.

Dalam riwayat ini dijelaskan bahwa ayat tersebut turun ketika Allah memberi permisalan sebanyak dua hal untuk orang-orang munafik, seperti dalam firman-Nya “Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api,” dan satu misal lagi “Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit.” Kemudian orang-orang munafik berkata

“Sesungguhnya Allah Maha tinggi dan suci dari membuat perumpamaan-perumpamaan seperti ini, maka Allah menurunkan firman-Nya,

“Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan,” hingga firman-Nya, “Mereka itulah orang-orang yang merugi.”1

2. Ibn „Abbās

Riwayat sahabat yang di dalamnya terdapat sanad „Abdu al-Gānī yang dikenal sangat lemah. Dalam riwayat ini terdapat munasabah ayat dari Qs. al-Ankabūt/ 29: 41.

Al-Wāḥidī dari jalur Abdu al-Gānī Ibn Sa„īd al-Saqāfī dari Mūsa Ibn Abdu al-Raḥmān dari Ibn Juraij dari „Aṭa‟ dari Ibn „Abbās berkata:

1 Wahbah al-Zuhaili, Asbāb al-Nuzūl (Jakarta: pustaka al-Kautsar, 2007), 8.

“Sesungguhnya Allah menyebutkan sesembahan orang musyrik,”

kemudian berkata dengan firman Allah, “Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka,” dan menyebutkan tipu daya sesembahan mereka dan menjadikannya seperti sarang laba-laba, kemudian mereka berkata, “Apa pendapat kalian tentang apa yang akan Allah perbuat dengan pemisalan ketika menyebutkan lalat dan laba-laba di dalam al-Qur‟an yang diturunkan kepada Muhammad” maka Allah menurunkan ayat ini.2

1. Hasan

Turunnya ayat ini, berkenaan dengan QS. al-Hajj [22]: 73, maka ketika ayat tersebut turun, dengan firman-Nya “Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah oleh mu perumpamaan itu,: kemudian orang-orang musyrik berkata, „Apa pentingnya perumpamaan-perumpamaan ini diberikan?” maka Allah menurunkan ayat ini (QS. al-Baqarah [2]: 26, “Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan.”

Dari tiga riwayat yang dicantumkan dalam kitab tafsir asbabun nuzul Wahbah zuhaili, ia sependapat dengan riwayat nomor satu yang menurutnya paling sesuai, baik dan benar serta kuat sanadnya.3

B. Penafsiran Menurut Tafsir al-Azhar

َّنِإ

“Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan: "Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?". Dengan

2Wahbah al-Zuhaili, Asbāb al-Nuzūl, 8.

3Wahbah al-Zuhaili, Asbāb al-Nuzūl, 10.

55

perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberiNya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik.”

(QS. al-Baqarah [2]: 26)

Dalam tafsir buya hamka disebutkan bahwa,

”Orang-orang yang kafir atau munafik itu selalu mencari fasal yang akan mereka bantah, untuk membantah Nabi. Dalam wahyu, Allah telah membuat berbagai perumpamaan. Tuhan pernah mengumpamakan orang yang mempersekutukan Allah dengan yang lain, adalah laksana binatang laba-laba membuat sarang atau rumah. Sarang laba-laba adalah rumah yang sangat rapuh. (QS.al-Ankabut [29]: 41). Tuhan pun pernah mengambil perumpamaan dengan lalat. Bahwa apa-apa yang dipersekutukan oleh orang-orang musyrikin dengan Allah itu, jangankan membuat alam, membuat lalat pun mereka tidak bisa. (QS. al-Haj [22]:

73). Demikian juga perumpamaan yang lain-lain. Maka orang-orang yang munafik tidaklah memperhatikan isi, tetapi hendak mencari kelemahan pada misal yang dikemukakan itu. Kata mereka misal-misal itu adalah perkara kecil dan remeh. Adakan laba-laba jadi misal, adakan lalat diambil umpama, apa artinya semua itu. Peremehan yang beginilah yang dibantah keras oleh ayat ini. "Allah tidaklah malu membuat perumpamaan apa saja; nyamuk atau yang lebih kecil daripadanya."

Maksud mereka tentu hendak meremehkan Rasulullah, tetapi Tuhan Allah sendiri menjelaskan bahwa apa yang dikatakan Muhammad itu bukanlah katanya, dan misal perumpamaan yang dikemukakannya, bukanlah misal perbuatannya sendiri.4 Aku tidak malu mengemukakan perumpamaan itu. Mengambil perumpamaan daripada nyamuk, atau agas (nyamuk yang lebih kecil daripada nyamuk biasanya) yang lebih kecil dari nyamuk, atau yang lebih kecil lagi, tidaklah Aku segan. Maka adapun orang-orang yang beriman mengetahui bahwasanya ini, yaitu perumpamaan-perumpamaan tersebut "adalah kebenaran dari Tuhan mereka." Artinya kalau perumpamaan itu tidak penting tidaklah Tuhan akan mengambilnya menjadi perumpamaan. Oleh sebab itu semua perhitungan Allah itu teliti sekali. "Dan adapun orang-orang yang kafir, maka berkatalah mereka: "Apa yang dimaksud Allah dengan perumpamaan begini ?"Apa kehendak Allah mengemukakan misal hewan yang hina sebagai laba-laba, hewan tidak ada arti sebagai lalat, dan kadang-kadang juga keledai yang dipandang buruk, kadang-kadang

4Islah Gusmian, Tafsir Al-Qur’an dan Kekuasaan di Indonesia Peneguhan, Kontestasi, dan Pertarungan Wacana, (Yogyakarta: Yayasan Salwa, 2019), 22-23.

anjing yang menjulurkan lidah. Adakah pantas wahyu mengemukakan hal tetek bengek demikian?

Maka berfirman Allah.

"Tersesatlah dengan sebabnya"yaitu sebab perumpamaan-perumpamaan itu"kebanyakan manusia dan mendapat petunjuk dengan sebabnya kebanyakan. Dan tidaklah akan tersesat dengan dia, melainkan orang-orang yang fasik." (Qs. al-Baqarah/ 2: 26)5 Tafsir Hamka diatas menjelaskan tentang menggambarkan alasan, ketika Allah menjadikan binatang nyamuk sebagai perumpamaan, yang selalu dinilai sebagai makhluk hina dan tidak berharga menurut orang-orang kafir dan musyrik, sebagai perumpamaan. Dalam tafsir diatas telah dijelaskan juga bahwa bantahan Allah terhadap orang kafir atau musyrik yang dikarenakan sikap mereka yang selalu meremehkan wahyu yang disampaikan oleh rasulullah. Beda dengan halnya bagaimana sikap orang-orang beriman dalam memahami wahyu Allah. yakin bahwa perumpamaan itu merupakan suatu kebenaran yang datang dari Allah Swt dan pasti ada maksud tertentu dari perumpamaan tersebut.

Terdapat pula lanjutan tafsir al-Azhar tentang Qs. al-Baqarah ayat 26:

“Dengan merenungkan ayat ini akan ada rasa yang timbul dalam hati kita? Yang timbul dalam hati kita ialah bertambahanya iman bahwa al-Qur‟an ini memang diturunkan untuk seluruh masa dan untuk orang yang berfirkir dan mencintai ilmu pengetahun. Orang-orang kafir itu menjadi sesat dan fasik karena bodohnya, tetapi tidak sadar akan kebodohan. Dan orang yang beriman tunduk kepada Allah dengan segala kerendahan hati. Kalau ilmunya belum luas dan dalam, cukup dia menggantungkan kepercayaan bahwa kalau tidak penting tidaklah

5Hamka, Tafsir Al-Azhar Jilid 1 (Singapura Pustaka Nasional PTE LTD, 1992), 146-147.

57

Allah akan membuat misal dengan nyamuk, lalat, laba-laba dan lain-lain itu.”6

Lalu kemudian Hamka telah menjelaskan penemuan-penemuan terbaru pada masanya tentang penelitian terhadap nyamuk ataupun makhluk-makhluk yang lebih kecil dengan menggunakan mikroskop.

Dalam hal itu juga Hamka merupakan salah satu seorang ulama‟

Nusantara yang besar pada akhir abad 20 menafsirkan dengan kondisi yang ada pada saat itu. Penafsiran Hamka pada ayat 26 sudah terlihat bahwa cara Hamka dalam menafsirkan ayat. Yakni dengan diawali dengan mengajak para pembaca untuk merenungkan apa makna dari perumpamaan tersebut.

Sekarang dapatlah kita satu penafsiran lagi dari sabda Tuhan pada Surat al-Muddaṡir (Surat 74 ayat 31). "Dan tidaklah ada yang mengetahui tentara Tuhanmu, melainkan Dia sendiri." (al-Muddaṡir: 31) Hama penyakit pes (sampar), hama penyakit cacar, penyakit anjing gila. masya Allah Alangkah banyaknya lagi yang terkandung di belakang sabda Tuhan di ayat ini: "Nyamuk atau yang lebih kecil daripadanya."Kadang-kadang kita harus belajar pada semangat kerjasama lebah dan semut. Kadang-kadang kita kagum melihat kehidupan ulat bulu, serangga dan lain-lain.Tidak ada rupanya yang soal kecil. Kita bertambah iman bahwa daerah kekuasaan Allah Ta'ala pun meliputi akan kehidupan mereka semuanya. Janganlah kita menjadi orang fasik yang tersesat karena kebekuan hati dan kesombongan. Berlagak tahu padahal tidak tahu.7

Dalam penafsiran ayat ini, Hamka menggunakan ayat lain untuk mengaitkan argumentasinya bahwa dalam al-Qur‟an Allah beberapa kali mengambil perumpamaan. Selain pada Qs. al-Baqarah/ 2: 26, pada ayat Qs. al-„Ankabūt/ 29: 41 perihal mengambil perumpamaan dari serangga

6 Hamka, Al-Azhar, 147-148.

7 Hamka, Al-Azhar, 148.

lalat. Menurut Hamka, perumpamaan tersebut dilakukan sebagai bantahan untuk mereka yang kufur dengan sebenar-benar kufur karena mencoba mengambil selah kesalahan untuk mencibir, sehingga Allah mengambil perumpaan tersebut karena, perihal penciptaan alam semesta yaang luas pun Allah ciptakan, sebagai hal yang diluar nalar manusia, sampai pada makhluk terkecil, Dia ciptakan. Sedangkan serangga sekecil itu pun mereka (orang-orang kafir) tidak mampu menciptakannya, hal demikian hamka kaitkan dengan Qs. al-Ḥajj/ 22: 73. Maka demikianlah maksud dari perumpamaan-perumpamaan yang lain, pada surah lain.

Maka dengan demikian, karena orang-orang kafir tersebut tidak memperhatikan isi kandungan, dengan menganggap remeh perumpamaan tersebut. Prilaku orang-orang kafir tersebut dianggap Hakma sebagai hinaan untuk Rasulullah, akan tetapi Allah menegaskan dengan Firman-Nya, bahwa kebenaran-kebenaran tersebut dari Allah. Akan tetapi hal demikian hanya mereka yang beriman yang dapat percaya dan memahaminya.

Hakma memahami hal ini karena sesuatu yang dianggap remeh adalah tindakan yang keliru, karena sekecil apapun perumpamaan yang Allah ambil, sudah pasti Allah perhitungkan dengan teliti sekali.

Kemudian orang-orang kafir berkata “Apa yang dikehendaki Allah dengan perumpamaan begini?” Maka tersesatlah mereka disebabkan oleh perumpamaan-perumpamaan tersebut, karena mereka tidak mampu memahaminya. Maka tidak akan tersesat bagi mereka, kecuali orang-orang yang fasik.

C. Penafsiran Menurut Tafsir al-Misbah

Dalam Misbahnya, Quraish Shihab mengutip argumentasi pendapat dari Ibn „Asyur tentang ketidak adaannya kaitan ayat ini dengan ayat sebelumnya, ayat sebelumnya berbicara perihal keistimewaan al-Qur‟an,

59

dan sanksi atas pembangkangan dan ganjaran untuk yang taat perintah-Nya. Akan tetapi, keserasian tersebut dapat ditemukan jika dicari dengan seksama, hal ini adalah sebuah tantangan bagi sastrawan untuk menemukan keserasian yang dimaksud, meski ketimpangan dari pembahasan keistimewaan al-Qur‟an yang kemudian loncat kepada Firman-Nya “Allah tidak malu membuat perumpamaan.”

Dalam Tafsir al-Misbah dikemukakan bahwa hal ini sebuah tantangan untuk mereka, untuk mereka mampu menemukan menyusun satu surah yang semisal al-Qur‟an dengan memperoleh pemahaman yang baik, akan tetapi jika mereka gagal menemukannya, cenderung akan menempuh cara lain, seperti kritikan terhadap hal tidak mereka pahami sehingga mereka menganggap ayat ini tidak sesuai dengan kebesaran dan kesucian Allah. hal ini dipahami sebagai godaan untuk menanamkan keraguan di dalam hati orang-orang yang beriman, atau pada hati yang memiliki kecenderungan untuk beriman. Pendapat demikian dikutip Quraish Shihab dari Ibn „Asyur. Upaya tersebut semakin menjadi lebih besar dampaknya, setelah turunnya ayat ke-17-20.

Al-Qur‟an juga menggunakan amsal untuk makna-makna tersebut.

Akan tetapi dari berbagai segi pandang hukum dan para pakar yang mengamati dari banyak dalil ayat ini dijadikan salah satu bukti, bahwa ada kesesatan yang menimpa seseorang karena kekafiran serta ke tidak percayaan mereka terhadap perumpamaan tersebut. Quraish Shihab juga menguatkan argumennya dengan mengutip pendapat Malik bin Nabi.

“Ilmu adalah sekumpulan masalah serta sekumpulan metode yang digunakan menuju tercapainya masalah tersebut.”

D. Perbandingan Penafsiran 1. Persamaan Isi Penafsiran

Penafsiran isi tafsir Azhar dan Mishbah terhadap Qs. al-Baqarah/ 2: 26 terletak pada isi penjelasan bahwa Allah tidak ragu menjadikan suatu apapun sebagai objek dengan fungsi perumpamaan dan untuk membantah pernyataan baik orang yang beriman maupun kafir yang tergambar jelas dalam penafsiran Hamka dan M. Quraish Shihab.

2. Perbedaan Isi Penafsiran

Adapaun perbedaan dalam kedua kitab tafsir tidak terlalu signifikan karena keduanya memakai corak adabi al-ijtima’I. Akan tetapi Quraish Shihab dalam menafsirkan Qs. al-Baqarah/ 2: 26 dalam al-Mishbah lebih condong memakai corak ilmi.

61 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melakukan penelitian sebagaimana diatas, maka penulis dapat menyimpulkan beberapa hal tentang penelitian ini. Yaitu. Hewan nyamuk disebutkan hanya satu kali di dalam al-Qur‟an terdapat pada Qs. al-Baqarah/ 2:

26 nyamuk ditulis ةضوعب (ba‟udhoh), di dalam ayat ini nyamuk Allah jadikan sebagai objek perumpamaan. Adapun tujuan Allah menjadikan nyamuk sebagai perumpamaan-Nya untuk membantah sangkaan orang-orang kafir terhadap surah sebelumnya Qs. Al-Hajj/ 22: 73 yang membahas semut dan Qs.

al-Ankabut/ 9: 41 yang membahas laba-laba.

Menurut Buya Hamka dalam al-Azharnya, mengatakan bahwa ketika Allah menjadikan binatang nyamuk sebagai perumpamaan, yang selalu dinilai sebagai makhluk hina dan tidak berharga menurut orang-orang kafir dan musyrik, sebagai perumpamaan. Dalam tafsir diatas telah dijelaskan juga bahwa bantahan Allah terhadap orang kafir atau musyrik yang dikarenakan sikap mereka yang selalu meremehkan wahyu yang disampaikan oleh Rasulullah saw. Sedangkan menurut M. Quraish Shihab dalam tafsir al-Misbah mengatakan Allah tidak pernah segan memberi perumpamaan tentang binatang nyamuk kecil yang diremehkan kaum musyrik dan dianggap hal tidak wajar untuk disebutkan oleh Allah, walaupun lebih besar dari kutu nilai kerendahannya dalam pandangan kaum musyrik (yakni walau yang lebih tidak bermutu), atau lebih kecil dari binatang kutu itu pada bentuk rupanya atau bagian dari bentuk badannya, misal hanya sayapnya saja. Karena tujuannya memberikan perumpamaan adalah menjelaskan yang abstrak ke dalam bentuk yang konkret, sehingga menjadi jelas adanya.

B. Saran-saran

Setelah penulis mengkaji tentang tamṡil ba’ūḍah perspektif tafsir al-azhar dan tafsir al-misbah penulis memberikan saran-saran sebagai berikut:

1. Mengingat sangat terbatasnya penelitian ini karena keterbatasan waktu dan keterbatasan ilmu penulis. Maka perlu ada kajian lebih lanjut tentang kandungan surah al-Baqarah /2:26.

2. Adapun saran bagi peneliti selanjutnya ialah penulis menyarankan agar mengkaji lebih sepsifik mengenai tafsir makna tamṡīl ba‘ūḍah dengan menggunakan metode tafsir tematik ataupun dengan menggunakan tafsir bercorak „ilmī dan I‘jāz.

63

DAFTAR PUSTAKA

Abdul, Syeikh Said Azhim.Keagungan Mu’jizat Nabi Muhammad, Terj. Masturi Irham. Jakarta: Qultum Media, 2006.

Anwar, Rosihan.Ilmu Tafsir. Bandung: PustakaSetia, 2005.

Darbi, Ahmad.Ulumul al-Qur’an. Pekanbaru : Suska Press, 2011.

Deliar Noer, ‚Yamin dan Hamka dua Jalan Menuju Identitas Indonesia.‛ Dalam Antony Reid dan David Marr (ed). Dari Ali Haji Hingga Hamka;

Indonesia dan Masa Lalunya, terj. Th. Sumarthana. Jakarta: Grafiti Press, 1983.

Djalal, Abdul.Ulumul Qur‟an. Surabaya: DuniaIlmu, 2012.

al-Farmawy, Abdul Hayy. Metode Tafsir dan Cara Penerapannya. Bandung Pustaka Setia, 2002.

Ghofur, Saiful Amin.Profil Para Mufasir al- Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Insani Madanu, 2008.

Gusmian,Islah.Tafsir Al-Qur’an dan Kekuasaan di Indonesia Peneguhan, Kontestasi, dan Pertarungan Wacana.Yogyakarta: Yayasan Salwa, 2019.

al-Hajj, Yusuf Ahmad.Ensiklopedi Kemukjizatan Ilmiah dalam Al-Qur’an dan Sunah, Terj. Matsuri Irham dkk, T.kt: PT Kharisma Ilmu, T.th.

Hamka, Rusydi. Ayahku: Riwayat Hidup DR. H. Abd Karim Amrullah dan perjuangan Kaum Agama di Sumatera. Jakarta: Djajamurni, 1967.

Hasbiyalla,Ani Jailanidan.‚Kajian Amtsal dan Qasam dalam al-Qur’an.‛Jurnal Islamika: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman. vol. 19, No. (02, Desember 2019), 143.

Kementrian Kesehatan RI, Profil kesehatan Indonesia Tahun2018,

(Jakarta:Kementrian kesehatan RI, 2019).

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Hewan Dalam Prespektif Al-Qur’an dan

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Hewan Dalam Prespektif Al-Qur’an dan

Dokumen terkait