• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELATIHAN KOMPETENSI SOSIAL UNTUK MENINGKATKAN SELF DISCLOSURE SANTRIWATI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PELATIHAN KOMPETENSI SOSIAL UNTUK MENINGKATKAN SELF DISCLOSURE SANTRIWATI"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

PELATIHAN KOMPETENSI SOSIAL UNTUK

MENINGKATKAN SELF DISCLOSURE SANTRIWATI

SKRIPSI

Oleh :

Azkia Fithri

06810024

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

(2)

PELATIHAN KOMPETENSI SOSIAL UNTUK MENINGKATKAN

SELF DISCLOSURE SANTRIWATI

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah

Malang Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Sarjana Psikologi (S-1)

Oleh:

Azkia Fithri

(3)
(4)
(5)
(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”Pelatihan Kompetensi Sosial Untuk Meningkatkan Self Disclosure Santriwati”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang.

Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan petunjuk serta bantuan yang bermanfaat dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Drs. Tulus Winarsunu, M.Si selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.

2. Ibu Hudaniah, M.Si, Psi selaku Pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan yang sangat berguna, hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

3. Ibu Ni’matuzahroh, S.Psi. M.Si sebagai Pembimbing II yang memberikan kesempatan kepada penulis belajar lebih baik lagi.

(7)

Serta Bapak Pauzi, S.Ag yang memberikan bantuan guna kelancaran pelatihan saya.

6. Santriwati PPAI Annahdliyah yang telah bersedia meluangkan waktu dan antusias dalam mengikuti penelitian yang peneliti lakukan.

7. Mbak Hesi yang telah bersedia menjadi trainer dalam pelatihan saya. Nia, dek Mia dan ading Mira yang membantu operasional penelitian serta bersedia menemani peneliti selama penelitian berlangsung.

8. Abah tercinta Drs. Abdul Muis dan mama tercinta Dra. Asnayinah serta nenek terkasih Hj. Aisyah beserta adikku tersayang akhmad Muzakir dan juga Kakak yang selalu menjadi motivasi untuk cepat menyelesaikan skripsi dengan dukungan dan do’anya.

9. Sahabat-sahabatku terkasih (Dini dan Siska) terima kasih atas kebersamaannya selama ini dan memberikan coretan kenangan dan masa lalu yang indah.

10. Teman-teman bimbingan, (Diah, Yuli, Gea,Novi,Galuh dan Ratna) yang setia berbagi informasi dan semangat untuk maju bersama-sama.

11. Anak-anak Lisfa (Nia, Diah, Yoga, mbak galuh, mbak rahmi, mbak rika, mbak yuyun) terima kasih atas kebersamaannya.

12. Adek-adekku (Tya, Sari, Fatim) yang telah membantu dalam perjalanan memaknai kehidupan.

(8)

14. Serta pihak-pihak yang telah membantu dan memberikan dorongan moril maupun materiil yang tidak dapat saya sebutkan satu-satu.

Penulis menyadari tiada satupun karya manusia yang sempurna, sehingga kritik dan saran demi perbaikan karya skripsi ini sangat penulis harapkan. Meski demikian, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya dan pembaca pada umumnya.

Malang, 18 November 2011 Penulis

Azkia Fithri

(9)

INTISARI

Fithri, Azkia (2011). Pelatihan Kompetensi Sosial Untuk Meningkatkan Self Disclosure Santriwati. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang. Pembimbing : (1) Hudaniah (2) Ni’matuzahroh

Kata Kunci : Pelatihan Kompetensi Sosial, Self Disclosure, Santriwati

Self disclosure merupakan keterampilan sosial yang sangat penting bagi

remaja. Remaja memiliki tugas perkembangan untuk berada pada lingkungan sosial yang lebih luas dan membangun social support dari keluarga dan teman sebaya. Begitu juga dengan santriwati, kehidupan yang terpisah dari lingkungan keluarga dan berada di lingkungan yang baru bersama kiai, ustadz dan santriwati yang lain menuntut santriwati memiliki kemampuan self disclosure yang baik. Kemampuan

self disclosure yang rendah dapat berakibat pada kemampuan akademik dan

kesehatan mental. Dengan demikian, self disclosure perlu ditingkatkan. Salah satu cara meningkatkan self disclosure adalah melalui pelatihan kompetensi sosial. Pelatihan ini akan membantu santriwati mengenali diri dan lingkungan sosial sehingga santriwati mudah mengenali lingkungan dan mengambil keputusan untuk melakukan self disclosure.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen kuasi yang menggunakan

nonrandomized pre test-post test control group design. Sampel yang digunakan 9 orang yang masuk dalam kelompok eksperimen dan 9 orang kelompok kontrol. Instrumen yang digunakan adalah alat tes kepribadian EPI dan skala self disclosure.

Adapun teknik analisa data yang digunakan adalah analisis uji nonparametric. Ada dua analis data yang digunakan, yang pertama adalah analisis uji Mann Whitney U test untuk menganalisis hasil dari pre test kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Analisis data yang kedua adalah uji wilcoxon Signed Rank Test untuk menguji hasil pre test dan post test dari kelompok eksperimen.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa uji Mann Whitney menghasilkan nilai 0,534 dan uji Wilcoxon menghasilkan angka 0,92. Berdasarkan kedua uji di atas, pelatihan kompetensi sosial belum dapat memberikan peningkatan pada self disclosure

(10)

ABSTRACT

Fithri, Azkia (2011). Social Competence Training To Improve Self Disclosure

Santriwati. Research. Faculty of Psychology University of Malang. Supervisor: (1) Hudaniah (2) Ni'matuzahroh

Keywords: Training Social Competence, Self Disclosure, Santriwati

Self disclosure is an important social skills for adolescents. Adolescents have a developmental task to be on the wider social environment and build social support from family and peers. Likewise with santriwati, life separate from the family environment and are in a new environment with kiai, chaplain and others demanding santriwati santriwati have a good ability to self disclosure. The ability of low self disclosure can result in academic ability and mental health. Thus, self disclosure

needs to be improved. One way to improve self disclosure is through the training of social competence. This training will help santriwati recognize self and social environment so that santriwati easy to recognize the environment and make decisions for self disclosure.

This study is a quasi-experimental studies that use nonrandomized pre test-post test control group design. The sample used 9 people who fall into the experimental group and 9 of the control group. The instrument used was EPI personality test kits and self disclosure scale. The data analysis technique used is a nonparametric test analysis. There are two analysts of the data used, the first is the analysis of test Mann Whitney U test to analyze the results of pre test experimental group and control group. The second data analysis was Wilcoxon Signed Rank test. Test to test the results of pre test and post test of the experimental groups.

The results of this study indicate that the Mann Whitney test value 0.534 and

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

INTISARI ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I: PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1

B.Rumusan Masalah ... 9

C.Tujuan penelitian ... 9

D.Manfaat Penelitian ... 9

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA A.Self disclosure ... 11

1. Pengertian self disclosure ... 11

2. Faktor yang mempengaruhi Pembentukan self disclosure ... 12

3. Faktor yang mempengaruhi keputusan melakukan self disclosure ... 14

4. Aspek self disclosure ... 17

5. Manfaat self disclosure ... 19

6. Resiko self disclosure ... 20

7. Faktor penghambat self disclosure ... 21

B.Pelatihan Kompetensi Sosial ... 22

1. Pengertian kompetensi sosial ... 22

2. Pelatihan kompetensi sosial ... 23

3. Aspek-aspek kompetensi sosial ... 24

C.Santri ... 26

1. Pengertian santri ... 26

2. Jenis pesantren ... 27

3. Pola pendidikan di pesantren ... 28

D.Pengaruh tipe kepribadian dengan self disclosure ... 30

E.Pelatihan kompetensi sosial untuk meningkatkan self disclosure santriwati ... 31

F. Kerangka pemikiran penelitian ... 36

G.Hipotesis penelitian ... 36

(12)

B.Variabel penelitian ... 38

1. Identifikasi variabel penelitian ... 39

2. Definisi operasional ... 39

C.Populasi dan sampel penelitian ... 39

1. Populasi penelitian ... 39

2. Sampel penelitian ... 39

D.Metode pengumpulan data ... 41

1. Alat tes kepribadian ... 41

2. Skala self disclosure ... 41

E.Prosedur penelitian ... 42

1. Tahap pra lapangan ... 42

2. Tahap pelaksanaan ... 43

F. Prosedur eksperimen ... 43

1. Tahap persiapan eksperimen ... 43

2. Pelaksanaan eksperimen ... 48

3. Post test ... 49

G.Validitas dan reliabilitas ... 50

1. Validitas ... 50

2. Reliabilitas ... 50

H.Teknik analisa data ... 51

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Deskripsi data ... 52

B.Analisis data ... 58

C.Pembahasan ... 60

BAB V: PENUTUP A.Kesimpulan ... 64

B.Saran ... 64

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 3.1: Desain Eksperimen ... 38

Tabel 3.2: Klasifikasi sampel penelitian ... 40

Tabel 3.3: Blue Print Skala Self Disclosure ... 42

Tabel 3.4:Jadwal kegiatan pra pelaksanaan ... 42

Tabel 3.5: Jadwal kegiatan penelitian ... 43

Tabel 3.6: Jadwal dan kegiatan pelatihan kompetensi sosial ... 45

Tabel 3.7: Distribusi item valid dan tidak valid pada skala self disclosure ... 46

Tabel 3.8: Reliabilitas skal self disclosure ... 47

Tabel 3.9: Norma skala self disclosure pre test ... 47

Tabel 3.10:Norma skala self disclosure post test ... 48

Tabel 4.1: Hasil pre test kelompok penelitian ... 53

Tabel 4.2: Hasil post test kelompok penelitian ... 54

Tabel 4.3: Distribusi kategori self disclosure pada kelompok penelitian ... 54

Tabel 4.4: Hasil pre test-post test kelompok eksperimen ... 55

Tabel 4.5: Distribusi kategori self disclosure pada kelompok eksperimen ... 56

Tabel 4.6: Kategori self disclosure berdasarkan aspek keluasan ... 57

Tabel 4.7: Kategori self disclosure berdasarkan aspek kedalaman ... 57

Tabel 4.8: Kategori self disclosure berdasarkan aspek frekuensi waktu ... 58

Tabel 4.9: Uji Mann Whitney pre test kelompok penelitian ... 58

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

(15)

LAMPIRAN

Lampiran I : Persuratan

Lampiran II : Skala Self Disclosure

Lampiran III : Modul Pelatihan Kompetensi Sosial Lampiran IV : Hasil Try Out Skala Self Disclosure

Lampiran V : Hasil analisis antar kelompok

Lampiran VI : Hasil analisis Amatan Ulang kelompok eksperimen Lampiran VII : Lembar persetujuan mengikuti pelatihan

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Alwisol, 2006. Psikologi Kepribadian.Malang.UMM Press.

Budyatna, M, Dr.M.A&Mutmainnah N, Dra.2004. Komunikasi Antar Pribadi. Jakarta. Universitas terbuka.

Clikeman&Semrud M.2007. Social Competence in Children. Michigan State of University.USA

Damayanti, Nulaili.2009. Efektifitas Penggunaan Inventori Self Disclosure dalam Interview Awal (Intake Interview) Konseling di SMA Negeri 4 Malang. Skripsi.Fakultas Ilmu Pendidikan, Bimbingan Konseling.Universitas Negeri Malang.

Dayakisni&Hudaniah.2006. Psikologi Sosial:Edisi Revisi. Malang. UMM Press.

Derlega, dkk.2006.The Cambridge Handbook Of Interpersonal Relationship.Cambridge Unversity Press.

Devito, A. Josep.1995.The Interpersonal Communication Book:Fifth Edition. Harper and Row.

___________,2011. Komunikasi antar pribadi:edisi kelima.Tangerang. karisma Publishing Group.

Dini, Nur Amalina.2011. Kompetensi Sosial Remaja Homeschooling. Skripsi.Universitas Muhammadiyah Malang.

Djamas, Nurhayati. Dr.M.A.2009. Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia Pasca Kemerdekaan.Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.

Fisher, B. Aubrey. 1987. Interpersonal communication:pragmatics og human relaitonships. New York. Random House.

(17)

Hurlock.1973.Psikologi Perkembangan.Jakarta.Erlangga.

Juwaeni, Hamdan.2009.Studi Tingkat Self Disclosure Siswa-Siswi Sekolah Umum dan Santri/Wati Pondok Pesantren (Studi di SMAN 8 Malang dan Pondok

Pesantren Al-Amien Prenduan Sumenep). Skripsi. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.

Latipun.2008. Psikologi Eksperimen:Edisi kedua.Malang. UMM Press. Liliweri, Alo. Dr.M.S.1997. Komunikasi Antar Pribadi. Bandung. PT Citra Aditya Bakti.

Muharam dan Mulyati.2008. Hubungan Antara Kompetensi Interpersonal Dengan Penyesuaian Diri Pada Remaja Yang Orang Tuanya Mengalami Mutasi

Kedinasan. Naskah Publikasi.Program Studi Psikologi. Fakultas Psikologi Dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.

Ningsih, Rini Setia.(2007).Perbedaan self disclousure siswi sekolah umum dan santriwati di pondok pesantren modern.Skripsi.Universitas Negeri Semarang. Pratiwi.dra.M.si.2009.Panduan Penulisan Skripsi.Yogyakarta.Tugu.

Papu, Johanes.2002. Pengungkapan diri. Disadur dari www.e-psikologi.com

pada tanggal 6 januari 2011.

Rakhmat, Jalaluddin.Drs.M.Sc. 2007.Psikologi Komunikasi. Bandung. PT Remaja Rosdakarya.

Santrock, J.W.2003. Adolescents. Jakarta.Erlangga

Sari, Retno Puspito. dkk. 2006. Pengungkapan Diri Mahasiswa Tahun Pertama Universitas Diponegoro Ditinjau dari Jenis Kelamin dan Harga Diri. Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro Vol.3. No. 2 Desember 2006.

Sarwono, Sarlito W.2010.Psikologi Remaja: Edisi Revisi.Jakarta.Rajawali Press.

Sears, O.D dkk.1985.Psikologi Sosial. Jakarta. Penerbit Erlangga.

Setiana, L. dkk. 2008. Psikologi Eksperimen.Jakarta. PT Macanan Jaya Cemerlang.

Supratiknya, Dr.A.1995.Komunikasi Antar Pribadi.

Swerly, Nurlita.2005. Pengaruh Pengungkapan Diri (Self Disclosure) Terhadap Kesepian. Skripsi.Fakultas Psikologi.Universitas Muhammadiyah Malang.

(18)

Wati, Zulfa Ely Agustiana.2008.  Komunikasi Interpersonal Antara Pengasuh, Pengurus, Dan Santri Di Pondok Pesantren Nurul Khoir Wonorejo Rungkut

Surabaya.Skripsi.IAIN Sunan Ampel.

West,Richard&Turner.Lynn H.(2009).Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi.Jakarta. Penerbit Salemba Humanika.

Widyasari, Choiriyah, S.Psi.2008. Program Pengembangan Kompetensi sosial Untuk

Remaja Siswa SMA Kelas Akselerasi.Thesis.Program Magister Profesi

Psikologi.Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Wood, Julia T.2002. Communication in Our Lives.Third Edition.

Ying, Cieh Liu. Dkk.2010.A Model to Evaluate the Effectiveness of Collaborative Learning Teams-Self Disclosure and Social Exchange Theory.International Journal of Cyber Society and Education pages 117-132 Vol.3 No.2. Desember 2010.

Zayiroh.2007.Keefektivan Layanan Bimbingan Kelompok dalam Meningkatkan Perilaku Komunikasi Antarpribadi Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Ungaran

Tahun Pelajaran 2006/2007.Skripsi.Universitas Negeri Semarang.

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar belakang

Manusia memiliki kebutuhan yang berbeda satu sama lain. Menurut

Maslow (dalam Alwisol, 2006) kebutuhan manusia merupakan kebutuhan yang

berjenjang, akan tetapi realisasi pemenuhan hirarki kebutuhan ini tidak selalu

berjenjang. Kebutuhan mendasar manusia adalah kebutuhan fisiologis seperti

makan, minum dan lainnya. Kebutuhan akan kasih sayang dan rasa cinta serta

kebutuhan memiliki harga diri. Adapun puncak kebutuhan manusia adalah

aktualisasi diri. Kebutuhan ini dapat terpenuhi ketika individu membangun

komunikasi dengan orang lain.

Komunikasi menjadi hal yang sangat penting. Komunikasi merupakan

sarana membangun konsep diri, aktualisasi diri serta individu menjalin hubungan

antar pribadi. Komunikasi juga merupakan bagian dari hubungan sosial yang tidak

bisa dilepaskan (Juwaeni, 2009). Hubungan sosial dimulai dengan proses interaksi

antar individu yang memerlukan keterampilan sosial. Keterampilan sosial tersebut

adalah pengungkapan diri (self disclosure) (Budyatna, 2004).

Self disclosure (pengungkapan diri) adalah salah satu bentuk komunikasi

yang dapat memberikan fasilitas keterbukaan dan kenyamanan individu (Wood,

2002). Devito (2011) mendefinisikan self disclosure sebagai suatu bentuk

komunikasi, yaitu informasi tentang diri yang biasanya disimpan atau

disembunyikan, dikomunikasikan kepada orang lain. Menurut Papu (2002) self

disclosure dapat diartikan sebagai pemberian informasi tentang diri sendiri kepada

orang lain. Informasi yang diberikan mencakup berbagai aspek seperti

pengalaman hidup, perasaan, emosi, pendapat, cita-cita, dan lain sebagainya.

Self disclosure merupakan sebuah awal dalam membangun relasi

interpersonal yang diperoleh melalui media sosialisasi. Individu melakukan

sosialisasi dalam rangka menyerap nilai-nilai sosial yang berasal dari lingkungan

keluarga maupun lingkungan sosialnya (Damayanti, 2009). Sosialisasi akan

(20)

2

Individu membutuhkan keterampilan sosial untuk bisa melakukan proses

interaksi sosial yang dinamis. Proses ini akan memberikan dampak positif

terhadap perkembangan kepribadiaan, yaitu dengan cara membangun komunikasi

dengan orang lain, karena orang lain dapat mengetahui pikiran, perasaan, minat,

dan keinginan individu tersebut. Individu yang kurang memiliki self disclosure

akan sulit ketika melakukan penyesuaian diri di lingkungan sosial. Kondisi di atas

menyebabkan individu tersebut tidak diterima atau ditolak di lingkungan

sosialnya,

Pembentukan self disclosure dipengaruhi faktor internal dan eksternal.

Faktor internal meliputi faktor hereditas, gender dan perbedaan individu. Faktor

eksternal yaitu jaringan sosial dan budaya. Faktor internal yang berinteraksi

dengan faktor eksternal akan memberikan dampak bagi berkembangnya self

disclosure. Interaksi tersebut sesuai dengan teori pakar psikologi Gestalt, Kurt

Lewin (dalam Alwisol, 2006) bahwa perilaku merupakan hasil interaksi antara

faktor hereditas dan lingkungan psikologis.

Faktor hereditas menjadi fundamental dalam membentuk kepribadian

individu. Kepribadian merupakan kecenderungan hereditas yang dibawa sejak

lahir, Bentuk kepribadian manusia secara umum dapat dibedakan menjadi dua

yaitu kepribadian ekstrovert dan introvert. Eysenk (dalam Alwisol, 2006)

menyatakan bahwa kepribadian introvert merupakan aspek kebalikan dari

kepribadian ekstrovert. Kepribadian introvert memiliki karakteristik seperti

kurang dapat bersosialisasi, pendiam, pasif, ragu, banyak pikiran, sedih, penurut,

pesimis dan penakut. karakteristik tersebut di atas menjadi landasan individu

kurang mampu mengembangkan keterampilan self disclosure. Individu yang

(21)

3

Faktor eksternal dalam pembentukan self disclosure adalah faktor

lingkungan. Faktor lingkungan yang dihadapi oleh individu berbagai macam

bentuknya yaitu lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan, teman sebaya, dan

lain sebagainya. Lingkungan keluarga merupakan lingkungan primer dalam

memberikan pengaruh terhadap perkembangan individu. Lingkungan keluarga

juga merupakan tempat sosialisasi pertama bagi individu. Keluarga maupun

lingkungan yang kurang mendukung semangat keterbukaan dan kebiasaan berbagi

informasi, menjadikan individu akan sulit untuk melakukan self disclosure

dengan tepat (Papu, 2002).

Menurut Jourard (dalam Budyatna, 2004), cara individu mengembangkan

perasaan, pikiran atau tujuan dipelajari sejak kecil. Ketika kecil, anak berbuat apa

adanya. Anak melakukan self disclosure dengan mengungkapkan apa yang ada

dalam pikiran dan perasaan anak tersebut. Akan tetapi, tidak semua pesan yang

diungkapkan anak diterima. Sebagian pesan secara sengaja diabaikan dengan cara

hukuman dan imbalan. Proses tersebut membuat anak belajar menyajikan

informasi tentang dirinya dalam versi yang disaring atau disempurnakan. Albertia

dan Emmons (dalam Gainau, 2009) menyebutkan bahwa keterampilan

komunikasi, termasuk self disclosure dipengaruhi lingkungan tempat individu

bertingkah laku.

Faktor budaya juga memberikan dampak yang signifikan terhadap pola

dan perkembangan self disclosure. Dayakisni & Hudaniah (2006) menyatakan

bahwa kebudayaan juga memiliki pengaruh terhadap perkembangan self

disclosure individu. Setiap bangsa memiliki corak budaya masing-masing yang

memberikan batas tertentu tentang sejauh mana individu pantas atau tidak pantas

melakukan self disclosure.

Self disclosure sangat penting bagi remaja. Masa remaja merupakan

periode individu belajar menggunakan kemampuannya untuk memberi dan

menerima ketika berhubungan dengan orang lain. Remaja di tuntut belajar

menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial yang lebih luas dan majemuk. Bagi

remaja, self disclosure digunakan dalam rangka mendapatkan social support

(dukungan sosial) untuk menumbuhkan identitas diri juga di terima dalam

(22)

4

nantinya akan berdampak positif dan bisa meningkatkan kesehatan mental

(Gainau, 2009). Remaja dengan kemampuan self disclosure yang baik, memiliki

beban yang lebih ringan karena semakin sering melakukan self disclosure semakin

mengurangi beban dalam dirinya.

Kemampuan self disclosure juga diperlukan oleh santriwati. Santriwati

merupakan remaja yang hidup di lingkungan pesantren. Tinggal di pesantren,

membuat santriwati terpisah dengan orang tua dan keluarga dekat. santriwati

hidup di lingkungan baru yang memiliki sistem asrama, tinggal bersama kiai,

ustadz, pengasuh dan teman sebaya yang menjadi lingkungan baru pengganti

lingkungan keluarga. Dengan demikian, santriwati dituntut memenuhi kebutuhan

pribadi secara mandiri. Pandai beradaptasi dan mudah menyesuaikan diri.

Setiap hari santriwati menghabiskan banyak waktu untuk bertemu dan

bergaul dengan teman-teman sebaya. Bersama dengan teman sebaya, santriwati

belajar memenuhi kebutuhan sendiri dan menyelesaikan permasalahan secara

mandiri. Ketika melakukan interaksi sosial bersama teman sebaya, santriwati akan

mengalami banyak tantangan, konflik maupun permasalahan. Selain itu, di

pesantren, santriwati menuntut studi, maka santriwati akan mengembangkan

kemampuan akademik. Teman sebaya juga dapat dijadikan sebagai teman dalam

proses belajar akademik. Dengan demikian, penting bagi santriwati memiliki

keterampilan self disclosure. Keterampilan ini dapat membantu mencapai

kesuksesan akademik dan penyesuaian diri.

Pada kenyataannya, tidak semua santriwati memiliki keterampilan self

disclosure yang baik. Berdasarkan penelitian, terdapat santriwati yang belum

mampu menerapkan keterampilan self disclosure. Penelitian ini dilakukan Ningsih

(23)

5

64,6811. Hasil uji t-tes ini menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara self

disclosure siswi sekolah umum dan santriwati pondok pesanten modern.

Ketidakmampuan dalam melakukan self disclosure akan berdampak

psikologis bagi remaja. Johnson (dalam Gainau, 2009) menyebutkan bahwa

individu yang kurang mampu dalam melakukan self disclosure, memiliki ciri

tidak mampu menyesuaikan diri, kurang percaya diri, timbul perasaan takut,

cemas, merasa rendah diri, dan tertutup. Ciri tersebut di atas akan mempengaruhi

kesehatan mental seseorang. Menurut sebuah penelitian, remaja yang tidak

mampu melakukan self disclosure cenderung mengalami kesepian (Swerly, 2005).

Remaja dengan keterampilan self disclosure yang rendah, akan mengalami

kesulitan di lingkungan sekolah. Kesulitan dalam melakukan self disclosure akan

menimbulkan komunikasi yang kurang efektif antara siswa dengan guru maupun

siswa dengan temannya (Gainau, 2009).

Gejala rendahnya self disclosure pada santriwati ditandai dengan gejala

was-was, ragu-ragu, malu, dan takut dalam mencurahkan perasaan dan

memberikan informasi. Gejala ini didukung oleh penelitian Johnson (dalam

Ganiau, 2009) yang mendeteksi tanda-tanda self disclosure rendah, yaitu kurang

bisa mengeluarkan pendapat, tidak mampu mengemukakan ide atau gagasan yang

ada pada dirinya, merasa was-was atau takut jika hendak mengemukakan sesuatu.

Lingkungan pesantren memiliki nilai dan budaya yang memiliki

kecenderungan memberikan dampak negatif bagi perkembangan keterampilan self

disclosure. Adapun dampak-dampak negatif secara langsung adalah sebagai

berikut: Pertama, pola komunikasi yang terbangun dalam pesantren cenderung

menggunakan komunikasi satu arah. Menurut penelitian Wati (2009)

menggambarkan komunikasi interpersonal yang terjadi antara pengasuh dan

santri di Pondok Pesantren Nurul Khoir Wonorejo Rungkut Surabaya

menggunakan teori self disclosure. Hasilnya menunjukkan bahwa model

komunikasi di lingkungan pesantren adalah satu arah dimana antara komunikator

dan komunikan tidak terdapat feed back secara langsung.

Nilai dan budaya yang kedua ialah pola relasi sosial yang hierarkis

paternalistik. Djamas (2009) menyatakan bahwa nilai-nilai di pesantren cenderung

(24)

6

ini menempatkan kiai berada di puncak hierarki sosial yang menciptakan

ketundukan dan kepatuhan para santri. Pola ini terbentuk hampir di seluruh relasi

sosial yang melibatkan kiai. Nilai ini juga melibatkan anak keturunan dan

kerabatnya dan juga para ustadz/ustadzah.

Budaya yang ketiga adalah dalam lingkungan pesantren terdapat budaya

”sendiko dawuh” (apa yang diperintahkan kiai, harus dikerjakan oleh santri)

kepada kiai. Budaya ini menciptakan rasa segan santri kepada kiainya dalam

hubungan interpersonal, karena kiai merupakan orang yang sangat disegani dalam

pondok pesantren. Kondisi ini menyebabkan santriwati tidak berani dalam

membantah apapun yang yang diperintahkan oleh kiai atau ustadz karena takut

kualat (mendapat celaka). Nilai dan budaya seperti yang telah dipaparkan di atas

dapat secara langsung memberikan pengaruh terhadap perkembangan self

disclosure santriwati. Apabila santriwati sejak kecil tidak terbiasa melakukan self

disclosure, maka besar kemungkinan keterampilan ini cenderung tidak

berkembang.

Sebelum individu melakukan self disclosure, individu akan melakukan

pengamatan terhadap lingkungan sebagai pertimbangan pengambilan keputusan

untuk melakukan self disclosure atau memilih menyimpan rahasia. Terdapat

beberapa aspek yang menjadi bahan pertimbangan individu ketika melakukan

pertimbangan untuk melakukan self disclosure diantaranya adalah: tersedianya

lawan bicara, ruang pribadi untuk melakukan self disclosure, arus pembicaraan

ketika individu hendak melakukan self disclosure, keyakinan diri yang dimiliki

individu untuk melakukan self disclosure, kualitas hubungan antara individu yang

akan melakukan self disclosure dengan target self disclosure serta antisipasi

(25)

7

keputusan merubah pola perilaku tertentu yang dimiliki ke arah pola perilaku baru

yang lebih efektif.

Menentukan pola perilaku baru yang tepat memerlukan kompetensi

sosial. Kompetensi sosial merupakan kemampuan individu untuk membaca situasi

sosial dan bertindak tepat dalam situasi sosial tertentu. Menurut Berman (dalam

Widyasari, 2008). Kompetensi sosial didefinisikan sebagai keterampilan yang

mengacu pada keterampilan sosial, emosional, kognitif, serta keterampilan

berperilaku yang membuat individu berhasil dalam melakukan penyesuaian diri.

Kompetensi sosial diukur dari dua segi, yaitu dari segi pemahaman diri

dan pemahaman sosial. Kompetensi sosial akan mengarahkan individu untuk

mampu mengamati lingkungan dengan tepat sehingga dapat mengambil tindakan

yang sesuai dan tepat. Penelitian Muharam dan Mulyati (2008) memberikan

gambaran bahwa kompetensi sosial memberikan pengaruh signifikan terhadap

penyesuaian sosial.

Menurut Semrud & Clikeman (2007) elemen kunci dari kompetensi

sosial ditunjukkan dengan penggunaan bahasa serta kemampuan untuk

membangun percakapan. Devito (2011) menyebutkan bahwa individu yang

memiliki kompetensi lebih terbuka dibandingkan dengan individu yang tidak

memiliki kompetensi. Kemampuan melakukan self disclosure yang diperlihatkan

dengan mengungkapkan perasaan dan memahami perasaan orang lain merupakan

landasan dalam kompetensi sosial.

Individu dengan kompetensi sosial yang baik akan mampu menghadapi

situasi sosial dalam berbagai bentuk. Wahyuningtyas (dalam Dini, 2011)

menyebutkan bahwa ciri-ciri anak dengan kompetensi sosial yang baik yaitu

berkomunikasi efektif, dapat memahami diri sendiri dan orang lain, memperoleh

peran gender yang tepat, mengatur emosi, tanggap terhadap apa yang di

dengarnya, mengamati tugas moral yang dalam kelompok yang dihadapi, serta

menyesuaikan tingkah laku mereka dalam memberi respon.

Individu yang memiliki kompetensi sosial, ditandai dengan empat hal

seperti yang disebutkan oleh Semrud dan Clikeman (2007) yaitu memiliki

pengetahuan sosial atau Psychological Pragmatic, Yaitu dinamika pengetahuan

(26)

8

sepanjang kontak sosial berlangsung. Remaja dengan kemampuan psychological

pragmatic dapat melihat pola perilaku dan motivasi dari perspektif orang lain.

Aspek yang kedua, adalah kemampuan mengevaluasi diri (self

evaluation), yaitu sebuah proses bagi seorang remaja belajar menerima diri

sewajarnya dan memiliki kesadaran terhadap situasi sosial. Kesadaran diri juga

merupakan langkah pertama ke arah pemahaman diri dan pengambilan keputusan

apakah memiliki niat mengubah pola perilaku tertentu yang dimiliki saat ini, ke

arah pola perilaku baru yang lebih efektif. Untuk memulai melakukan self

disclosure, santriwati perlu memahami tentang diri dan lingkungan sosial yang

ada disekitarnya agar self disclosure yang dilakukan santriwati tersebut dilakukan

pada saat yang tepat dan pada suasana yang mendukung.

Aspek yang ketiga adalah empathy. Empathy didefinisikan sebagai

kemampuan untuk mengenali pikiran, sikap dan perasaan orang lain, kepekaan

sosial terhadap orang lain, berbagi pengalaman dan emosi dengan orang lain yang

berhubungan dengan mereka. Rogers (dalam Gainau, 2009) menyatakan

hubungan interaksi seseorang dengan landasan self disclosure serta kesadaran

akan perasaan yang tulus, penerimaan kepada orang lain, dan rasa empati

menjadikan hubungan berjalan lebih baik.

Aspek yang terakhir adalah prosocial behavior atau perilaku prososial

didefinisikan sebagai keinginan untuk memberikan bantuan kepada orang lain

tanpa imbalan. Tanpa keberanian untuk melakukan self disclosure, maka orang

lain akan bertindak hal yang sama, sehingga tidak tercapai komunikasi yang

efektif.

Kompetensi sosial berkembang mengikuti perkembangan usia.

(27)

9

santriwati akan diajarkan mengenali lingkungan sosial, serta bagaimana

berperilaku yang tepat dalam situasi sosial, sehingga dengan memberikan

pelatihan tersebut, dapat secara langsung mengarahkan santriwati untuk belajar

terlibat dalam situasi sosial. Diharapkan dengan memberikan pelatihan

kompetensi sosial, dapat mengembangkan keterampilan self disclosure santriwati,

sehingga secara berangsur akan membuka kesempatan bagi santriwati untuk lebih

terbuka dan dapat di terima di lingkungan sosialnya.

Berdasarkan latar belakang ini, peneliti tertarik untuk mengetahui apakah

pelatihan kompetensi sosial yang diberikan kepada santriwati dengan kemampuan

self disclosure rendah dapat memberikan pengaruh terhadap peningkatan self

disclosure santriwati.

B.Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah “Apakah pelatihan kompetensi sosial dapat meningkatkan self

disclosure santriwati”.

C.Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bahwa pelatihan

kompetensi sosial dapat meningkatkan self disclosure santriwati.

D.Manfaat penelitian

1. Manfaat Teoritis

Adapun manfaat teoritis dari penelitian ini adalah untuk menambah referensi

wawasan keilmuan, khususnya di bidang sosial dan perkembangan.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Santriwati

Dengan mengikuti pelatihan kompetensi sosial, diharapkan dapat

meningkatkan self disclosure santriwati, sehingga mampu mengungkapkan

diri dengan baik dan dapat bersosialisasi di lingkungannya.

b. Bagi Pendidik

Dengan adanya pelatihan ini, para pendidik mengetahui teknik-teknik

(28)

10

c. Bagi Pondok Pesantren

Pihak pondok pesantren mengetahui metode untuk meningkatkan self

disclosure santriwati.

Referensi

Dokumen terkait

Keadaan inilah yang menyebabkan perlunya dilakukan perancangan data analisis mengenai pengukuran kinerja pada Toko Oen dilihat dari visi dan misi yang telah

Beberapa titik dapat terpasang dalam waktu yang singkat, namun ada pula beberapa titik yang masih belum terpasang hingga lebih dari satu bulan dikarenakan tidak adanya

Berdasarkan uraian tersebut, maka LKS yang dikembangkan dapat dikatakan layak, karena selain mendapatkan penilaian dari validator dengan persentase sebesar ≥ 61%

Gambar 2 menunjukan bahwa aktifitas renang rotifer yang dipelihara pada salinitas <5 ppt adalah 0.22±0.03 unit/detik, yang mana secara signifikan lebih rendah

´ Erdemes felh´ıvni a figyelmet arra, hogy att´ol, hogy az egy´ertelm˝ us´eg teszt nem siker¨ ul nem kell eldobni a vizsg´alt inter- vallumot, hiszen el˝ofordulhat, hogy

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui hasil parameter air tanah sebelum dan sesudah ditreatment, mengkaji nilai tingkat efektivitas dan waktu tinggal paling baik

Komponen Product , yang terdiri dari keseuaian RTH dengan masyarakat, kesigapan apparat dan laporan hasil dari program penyediaan Ruang Terbuka Hijau di DKI Jakarta