• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menghormati Kodrat Perbedaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Menghormati Kodrat Perbedaan"

Copied!
2
0
0

Teks penuh

(1)

Universitas Muhammadiyah Malang

www.umm.ac.id

Menghormati Kodrat Perbedaan

Malang Post : Sabtu, 2010-08-07 | 14:23 WIB

PERBEDAAN identitas masih saja menjadi suatu yang menarik untuk diperbincangkan. Hal ini terkait adanya berbagai pemahaman yang saling silang sengkarut seputar keragaman. Ada yang membingkai keragaman dengan jubah sosial, politik, budaya dan sebagainya. Ada pula yang membungkus keragaman dengan jubah agama. Bahkan jubah yang terakhir ini kerap membuat perbincangan soal keragaman kian memanas.

Karena itu, berbincang mengenai agama bagaikan berbincang tentang suatu paradoks. Di satu pihak, agama dialami sebagai jalan dan penjamin keselamatan, cinta, dan perdamaian. Di lain pihak, sejarah membuktikan, agama justru menjadi sumber, penyebab, dan alasan bagi kehancuran dan kemalangan umat manusia. Atas nama agama, orang bisa saling mencinta. Tetapi atas nama agama pula, orang bisa saling menghancurkan.

Lumayan bila paradoks tersebut masih bisa berjalan dengan seimbang. Namun rasanya keseimbangan itu kini makin sulit terjadi. Pada awal milinium ini, tampaknya agama justru memperuncing aspek dirinya yang negatif, jahat, dan merusak. Tragedi 11 September 2001 seakan datang sebagai pesan, bahwa agama bakal membawa permusuhan dan kekerasan. Dengan label agama, orang seolah-olah dihalalkan meniadakan sesamanya.

Kesedihan dan kekhawatiran itulah yang menjadi konteks buku hasil garapan secara gotong royong ini. Para penulis mengajak pembaca untuk melihat perbedaan dan keragaman secara positif. Seperti sebuah taman, akan terasa indah jika dihuni oleh bunga beraneka warna. Demikian pula kehidupan. Di luar perbedaan itu, semua manusia adalah sama. Ragam cerita dan pengalaman penulis tentang keragaman tersaji dalam buku setebal 191 halaman ini.

Titik tolak penulisan buku ini adalah peristiwa dan pengalaman yang pesimistis tentang agama yang—dalam kadar tertentu—telah gagal memberikan keselamatan, cinta, dan perdamaian kepada umat manusia. Namun menarik, Moeslim Abdurrahman, dkk. sama sekali tidak menyerah pada pesimisme itu. Maka hasil karya ini sangat berguna bagi mereka yang masih tetap percaya dengan daya dorong agama dalam menciptakan suasana harmoni dan damai.

Memang harus diakui, di sekitar kita masih terjadi banyak peristiwa yang membuat orang pesismistis tentang peran agama di tengah hetrogenitas kehidupan bermasyarakat. Bahkan ada pihak-pihak tertentu yang sengaja ingin membenturkan keragaman dan keagamaan. Akibatnya, upaya demi mendekarkan keragaman terhadap agama menjadi tidak mudah. Agama kemudian diekploitasi sedemikian rupa agar dijadikan benteng untuk menolak hadirnya kesadaran keragaman, bahkan memusuhi orang-orang yang memandang keragaman sebagai suatu keniscayaan.

Sebagai sebuah negara yang plural seperti Indonesia, sikap arif dan bijak antar golongan, suku, agama dan ras merupakan salah satu bentuk kenyatan yang tidak dapat dielakkan. Konsekwensi logisnya, tradisi dialog atau komunikasi adalah upaya konstruktif dalam membangun kebersamaan dalam kemajemukan.

Begitu beragamnya budaya, agama, ras bahkan visi hidup harus disadari sebagai gejala alamiah. Proses penyadaran ini, berarti menuntut adanya pengakuan perbedaan sekaligus persamaan satu sama lain. Baik Perbedaan maupun persamaan seharusnya diakui dengan sikap terbuka dan cara pandang luas dalam rangka menciptakan keamanan, kerukunan menuju masyarakat Indonesia yang harmonis.

Atas pemahaman itulah maka suatu budaya, agama dan ras akan relatif kecil menimbulkan konflik fisik dan kekangan psikologis. Karena masing-masing perbedaan itu telah dilandasi dengan kearifan sikap melalui tradisi saling

menghargai. Dengan demikian, tidak hanya membendung timbulnya konflik, namun lebih dari itu, bisa memberikan cara pandang baru terhadap pola kehidupan bersama.

Aneka pengalaman para penulis dalam buku ini secara tidak langsung menohok kesadaran kita bersama untuk menumbuhkan sikap inklusivitas dalam memandang realitas sosial. Dengan sikap demikian agama pun diharapkan dapat berjalan sesuai dengan cita-cita setiap agama, yang pada akhinya membawa kehidupan masyarakat plural yang

(2)

Universitas Muhammadiyah Malang

www.umm.ac.id

penuh kedamaian dan ketemtraman.

Simpul kata, hidup keberagamaan sejati adalah bagaimana rumusan tentang ajaran perdamaian, kasih sayang, persaudaraan, dan penghormatan atas kamajemukan, kebersamaan dan saling bekerjasama dapat diwujudkan secara aktif dalam rangka menghormati kodrat perbedaan yang ada.(*)

Referensi

Dokumen terkait

Melalui analisis data dengan uji-t diperoleh p>0.05 (p= 0,302), sehingga disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan sikap terhadap tata krama Jawa dalam menghormati orang tua

Pembinaan kesadaran bela negara juga merupakan upaya yang strategis dalam rangka menumbuhkan sikap dan prilaku setiap warga negara dalam menunaikan hak dan kewajibannya

Tujuan mata kuliah ini adalah membekali mahasiswa pengetahuan dasar-dasar perpajakan dan peraturan perpajakan dalam rangka menumbuhkan kesadaran dan sikap

Dalam perspektif kecerdasan ganda kontekstual wiwekasanga pendidikan dalam seluruh dimensi proses pemberian pengalaman belajar harus mampu menumbuhkan sikap mental dan moral

Tahap ini merupakan fase konsolidasi dan implementasi dalam rangka: (1) reorientasi menumbuhkan kesadaran sikap dan keyakinan pentingnya peng- hayatan nilai-nilai Pancasila

Anak dan remaja dapat mengembangkan iman mereka dengan mengikuti aneka macam kegiatan bina iman; dengan membaca buku-buku rohani, dengan berdoa dan ikut serta dalam ibadat

Penanaman sikap tidak sekedar memberi pengetahuan baik dan buruk tetapi lebih pada menumbuhkan kesadaran dan menerapkan akan nilai baik dan buruk dalam

eksternalisasi sikap dalam mengkonstruk tatatan masyarakat baru yang deradikalisasi. Realitas dunia sosial yang mengejawantah, merupakan pengalaman hidup yang bisa