ABSTRACT
LICENSING SERVICE QUALITY THROUGH ONE STOP SERVICE SYSTEM IN INVESTMENT AND LICENSING AGENCY OF BANDAR
LAMPUNG CITY
By
EKI ANES WIJAYA SW
Service quality is an important component in the implementation of public
services. Local governments as public service providers, have a role in creating
excellent service in improving the people's satisfaction. Forms of public services
provided by the government, one of which is the provision of licensing services.
Since the enactment of the Minister of Home Affairs Number 24 Year 2006 on
Guidelines for the Implementation of One Stop Services (OSS), implementation
of licensing in Bandar Lampung through BPMP implemented into an OSS system,
which is integrated in the process of obtaining licenses is only done in one place
(One Stop Service). Integrating licensing in BPMP of Bandar Lampung City still
many obstacles because of public dissatisfaction with the service provided such as
slow turnaround time licensing documents that are not in accordance with
Standard Operating Procedures (SOP) which have been established.
The purpose of this study was to determine how the licensing service quality
through a system of one-stop service on the Investment and Licensing Agency in
explanatory models (sequential combination of quantitative-qualitative). Data
collected through questionnaires, interview, observation, and documentation. Data
analysis techniques in quantitative methods using descriptive statistical analysis
and qualitative analysis through the stages of data reduction, data presentation,
and conclusions.
The survey results revealed that service quality on the dimension of tangible
(physical shape) reached 78.3%, including the quality category. Dimension of
reliability reached 74.2% (quality). Dimension of responsiveness reached 76.5%,
(quality). Dimension of Assurance (guarantee) reached 70.5%, including the
quality and dimension of empathy reached 73%, including quality. The
cumulative value of service quality in the BPMP of Bandar Lampung city
obtained an average value of 74.6% of that expected. It is included in the category
of quality. The lowest value of the indicator obtained guarantees timeliness of
completion of the licensing document assurance dimension for 57.2% than
expected. This needs a strong commitment and adherence to Standard Operating
and Procedure (SOP) which has been established and the good cooperation
between employees.
ABSTRAK
KUALITAS PELAYANAN PERIZINAN MELALUI SISTEM ONE STOP
SERVICE PADA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIZINAN
(BPMP) KOTA BANDAR LAMPUNG
Oleh
EKI ANES WIJAYA SW
Kualitas pelayanan merupakan komponen penting dalam pelaksanaan pelayanan
publik. Pemerintah daerah sebagai penyelenggara public service memiliki peran dalam menciptakan pelayanan prima bagi masyarakat. Bentuk pelayanan publik
yang diselenggarakan oleh pemerintah salah satunya ialah pelayanan perizinan.
Sejak dikeluarkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006
Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP),
penyelenggaraan perizinan di Bandar Lampung melalui BPMP Kota Bandar
Lampung dilaksanakan ke dalam suatu sistem PTSP, yakni dalam proses
pengurusan perizinannya terintegrasi pada satu tempat (One Stop Service). Pengintegrasian perizinan di BPMP Kota Bandar Lampung masih ditemukan
kendala karena ketidakpuasan publik terhadap pelayanan yang diberikan seperti
lambatnya waktu penyelesaian dokumen perizinan yang tidak sesuai dengan SOP
yang telah ditetapkan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah kualitas pelayanan
penelitian Mix Methods (metode penelitian kombinasi) dengan model sequential explanatory (kombinasi berurutan kuantitatif-kualitatif). Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner, wawancara, observasi, dan dokumentasi. Teknik
analisis data pada metode kuantitatif menggunakan analisis statistik deskriptif dan
analisis kualitatif melalui tahapan reduksi data, penyajian data, dan penarikan
simpulan.
Hasil penelitian diketahui bahwa nilai kualitas pelayanan pada dimensi tangible
(berwujud fisik) mencapai 78,3%, termasuk pada kategori berkualitas. Dimensi
reliability (kehandalan) mencapai 74,2% (berkualitas). Dimensi responsiveness
(ketanggapan) mencapai 76,5%, (berkualitas). Dimensi assurance (jaminan) mencapai 70,5%, termasuk berkualitas dan dimensi emphaty (empati) mencapai 73%, termasuk berkualitas. Secara kumulatif nilai kualitas pelayanan di BPMP
Kota Bandar Lampung mendapatkan nilai rata-rata sebesar 74,6% dari yang
diharapkan. Hal ini termasuk dalam kategori berkualitas. Nilai terendah
didapatkan dari indikator jaminan ketepatan waktu penyelesaian dokumen
perizinan dimensi assurance sebesar 57,2% dari yang diharapkan. Hal ini perlu adanya komitmen yang kuat dan kepatuhan terhadap Standar Operasional dan
Prosedur (SOP) yang telah ditetapkan dan kerjasama yang baik antar pegawai.
KUALITAS PELAYANAN PERIZINAN MELALUI SISTEM ONE STOP
SERVICE PADA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIZINAN
(BPMP) KOTA BANDAR LAMPUNG
Oleh
EKI ANES WIJAYA SW
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA ILMU PEMERINTAHAN
pada
Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG
KUALITAS PELAYANAN PERIZINAN MELALUI SISTEM ONE STOP
SERVICE PADA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIZINAN
(BPMP) KOTA BANDAR LAMPUNG
Oleh
EKI ANES WIJAYA SW
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Alur Prosedur Pelayanan Perizinan ... 4 2. Bagan Kerangka Pikir ... 35 3. Metode Penelitian Kombinasi Sequential Explanatory (Urutan Pembuktian
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... xv
DAFTAR TABEL ... xvii
DAFTAR GAMBAR ... xix
I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1
B.Rumusan Masalah ... 9
C.Tujuan Penelitian ... 9
D.Manfaat Penelitian ... 9
II. TINJAUAN PUSTAKA A.Tinjauan Tentang Kualitas Pelayanan Publik ... 10
1. Pengertian Kualitas Pelayanan Publik ... 10
2. Penilaian Kualitas Pelayanan Publik ... 12
B.Tinjauan Tentang Pelayanan Publik ... 18
1. Pelayanan dan Layanan ... 18
2. Pengertian Pelayanan Publik ... 19
3. Penyelenggara Pelayanan Publik ... 21
4. Jenis-Jenis Pelayanan Publik ... 21
5. Prinsip-Prinsip Pelayanan Publik ... 22
C.Tinjauan Tentang Kepuasan Pelanggan ... 23
1. Pengertian Kepuasan Pelanggan ... 23
D.Tinjauan Tentang Perizinan... 26
1. Pengertian Izin ... 26
2. Pengertian Perizinan ... 27
3. Fungsi Pemberian Perizinan ... 28
4. Tujuan Pemberian Izin ... 28
E. Tinjauan Tentang One Stop Service ... 29
1. Pengertian One Stop Service ... 29
F. Kerangka Pikir ... 33
III. METODE PENELITIAN
A.Jenis Penelitian ... 36
B.Populasi dan Sampel ... 38
C.Definisi Konseptual ... 39
D.Definisi Operasional ... 40
E. Fokus Penelitian ... 42
F. Lokasi Penelitian ... 43
G.Waktu Penelitian ... 43
H.Jenis Data ... 44
I. Teknik Pengumpulan Data ... 44
J. Teknik Pengolahan Data ... 47
K.Teknik Analisis Data ... 48
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A.Sejarah Singkat Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) Kota Bandar Lampung ... 52
B.Visi dan Misi Badan Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) Kota Bandar Lampung ... 55
C.Sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) pada Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) Kota Bandar Lampung ... 57
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A.Hasil Penelitian Kuantitatif ... 65
1. Karakteristik Responden... 65
2. Tanggapan Responden Terhadap Dimensi Tangible ... 68
3. Tanggapan Responden Terhadap Dimensi Reliability ... 72
4. Tanggapan Responden Terhadap Dimensi Responsiveness ... 76
5. Tanggapan Responden Terhadap Dimensi Assurance ... 79
6. Tanggapan Responden Terhadap Dimensi Emphaty ... 83
7. Nilai Kumulatif Kualitas Pelayanan ... 86
B.Hasil Penelitian Kualitatif ... 88
1. Dimensi Tangible (Berwujud Fisik) ... 88
2. Dimensi Reliabiliity (Kehandalan) ... 94
3. Dimensi Responsiveness (Ketanggapan) ... 98
4. Dimensi Assurance (Jaminan) ... 102
5. Dimensi Emphaty (Empati) ... 106
C.Pembahasan ... 108
VI. SIMPULAN DAN SARAN A.Simpulan ... 118
B.Saran ... 119
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Jenis-Jenis Perizinan di BPMP Kota Bandar Lampung ... 3
2. Dimensi dan Atribut Model SERVQUAL ... 16
3. Definisi Konseptual dan Operasional Kepuasan Pelanggan ... 24
4. Definisi Operasional ... 40
5. Waktu Penelitian ... 43
6. Kisi-Kisi Kuesioner Waktu Pelayanan ... 46
7. Kategorisasi Nilai Interval ... 50
8. Karakteristik Responden Berdasarkan Kelompok Umur ... 65
9. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 66
10. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 66
11. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 67
12. Fasilitas Sarana dan Prasarana (Butir 1) ... 68
13. Kenyamanan Ruang Tunggu (Butir 2) ... 69
14. Kebersihan Ruang Tunggu (Butir 3) ... 70
15. Kerapihan Penampilan Petugas (Butir 4) ... 70
16. Kemudahan Akses Memeroleh Pelayanan (Butir 5) ... 71
17. Nilai Kualitas Pelayanan Menurut 50 Responden pada Setiap Butir Instrumen Dimensi Tangible ... 72
18. Kemampuan Petugas Menyampaikan Informasi Secara Jelas (Butir 6) ... 73
19. Keahlian Petugas dalam Memberikan Pelayanan (Butir 7) ... 74
20. Ketepatan Waktu Pelayanan dan Kedisiplinan Pegawai (Butir 8) ... 74
21. Tanggungjawab Petugas dalam Memberikan Pelayanan (Butir 9) ... 75
22. Nilai Kualitas Pelayanan Menurut 50 Responden pada Setiap Butir Instrumen Dimensi Reliability ... 76
23. Kecepatan dalam Merespon Pemohon (Butir 10) ... 77
24. Kecermatan Petugas (Butir 11) ... 77
25. Merespon Setiap Keluhan Pemohon (Butir 12) ... 78
26. Nilai Kualitas Pelayanan Menurut 50 Responden pada Setiap Butir Instrumen Responsiveness ... 79
27. Jaminan Kemudahan Prosedur Pelayanan (Butir 13) ... 80
28. Jaminan Kemudahan Persyaratan Pelayanan (Butir 14) ... 80
30. Jaminan Kepastian Waktu Penyelesaian Dokumen Perizinan (Butir 16) ... 82
31. Nilai Kualitas Pelayanan Menurut 50 Responden Pada Setiap Butir Instrumen Assurance ... 82
32. Keramahan Petugas (Butir 17) ... 83
33. Kesopanan Petugas (Butir 18) ... 84
34. Tidak Ada Diskriminatif (Membeda-bedakan) (Butir 19) ... 85
35. Nilai Kualitas Pelayanan Menurut 50 Responden Pada Setiap Butir Instrumen Emphaty ... 86
36. Nilai Kumulatif dari Setiap Dimensi Kualitas Pelayanan ... 87
37. Matriks Data Kuantitatif dan Data Kualitatif ... 109
MOTO
“
Hard work is something to reach dreams.
”
“
A moment in life only happens once in a life. So, makes your
every single thing moment in your life with the best way.
”
(Eki Anes Wijaya SW)
“
Never stop on learning, always be open minded with people
around you and try to improve yourself
.”
(Rio Haryanto)
“
Sehebat apapun kopi yang kamu buat, kopi tetaplah kopi punya
sisi pahit yang tidak dapat kamu sembunyikan.
”
PERSEMBAHAN
Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT, yang telah memberikan berkah, rahmat dan hidayah-Nya, di setiap langkah peneliti dalam menjalani
kehidupan serta keridhoan yang diberikan-Nya kepada peneliti untuk dapat menyelesaikan Skripsi ini.
Maka, dengan ini peneliti persembahkan sebuah karya ini kepada:
Kedua orang tuaku yang kusayangi dan kucintai. Papa Sukra Wijaya AL. dan Mama Ertin Supartini.
Terimakasih untuk setiap pengorbanan, kesabaran, kasih sayang yang tulus dan doa yang telah diberikan sehingga menjadi penguat semangat juang bagiku agar tetap kokoh dalam menjalani hidup ini, serta menjadi semangatku untuk meraih
cita-cita.
Kakak-kakakku Henny Luke Wijaya SW, S.E. dan Febiadi Wijaya SW, S.Kom. serta adikku Elvin Ranes Wijaya SW dan juga keponakanku Raja Arta Wijaya Barto,
yang telah lama mengisi kehidupanku, terimakasih atas segala keceriaan, kebersamaan, semangat motivasi dan doa yang diberikan.
Para Dosen Pengajar Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung yang telah memberikan ilmu bermanfaat kepadaku.
Untuk orang-orang yang ku sayangi dan menyayangiku yang telah banyak membantu dan senantiasa memberikan dukungan dan motivasi.
RIWAYAT HIDUP
Eki Anes Wijaya SW dilahirkan di Bandar Lampung, pada
tanggal 3 Februari 1994, merupakan anak ketiga dari empat
bersaudara dari pasangan Bapak Sukra Wijaya AL dan Ibu Ertin
Supartini.
Jenjang akademis peneliti dimulai dengan menyelesaikan pendidikan Taman
Kanak-Kanak (TK) Amalia Bandar Lampung pada tahun 1999, melanjutkan
pendidikan di Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Tanjung Senang Bandar Lampung
yang diselesaikan pada tahun 2005, kemudian peneliti melanjutkan pendidikan di
Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 20 Bandar Lampung yang diselesaikan
pada tahun 2008. Pada tahun yang sama peneliti melanjutkan pendidikan di
Sekolah Menengah Atas (SMA) Al-Azhar 3 Bandar Lampung yang diselesaikan
pada tahun 2011. Selanjutnya pada tahun 2011 peneliti terdaftar sebagai
mahasiswi Jurusan Ilmu Pemerintahan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi
SANWACANA
Segala puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya karena peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kualitas
Pelayanan Perizinan Melalui Sistem One Stop Service pada Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) Kota Bandar Lampung” yang merupakan syarat
untuk mencapai gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan di Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Lampung
Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan
semua pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini peneliti menyampaikan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dan kelancaran kepada
hamba-Nya dalam mengerjakan skripsi ini hingga selesai.
2. Bapak Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Lampung.
3. Bapak Drs. Denden Kurnia Drajat, M.Si. selaku Ketua Jurusan Ilmu
Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung
sekaligus Pembimbing Utama, terimakasih banyak atas kesediannya
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, bantuan, pengarahan,
kritik dan saran kepada peneliti dalam proses penyelesaian skripsi ini untuk
4. Bapak Drs. Yana Ekana P.S, M.Si. selaku dosen pembahas dan penguji,
terimakasih banyak telah memberikan kritik dan saran guna perbaikan yang
sangat bermanfaat dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Bapak Drs. R. Sigit Krisbintoro, M.IP selaku Sekretaris Jurusan Ilmu
Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.
6. Ibu Tabah Maryanah, S.IP. M.Si. selaku dosen Pembimbing Akademik,
terimakasih atas bimbingan dan nasihat yang telah diberikan kepada peneliti.
7. Seluruh Bapak dan Ibu dosen pengajar Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung yang telah banyak
memberikan sumbangsih berupa ilmu dan pengetahuan bermanfaat, baik
akademik maupun moral yang telah diberikan kepada peneliti selama
menempuh proses pendidikan.
8. Kedua orang tuaku, Papa Sukra Wijaya AL dan Mama Ertin Supartini yang
telah banyak berjasa dalam mendidik dengan penuh ketulusan dan kasih
sayang. Terimakasih banyak atas segala doa, nasihat dan dukungan moral
serta materi yang telah diberikan dalam hidupku.
9. Kakak-kakakku Henny Luke Wijaya SW, S.E. dan Febiadi Wijaya SW,
S.Kom. serta adikku Elvin Ranes Wijaya SW, terimakasih telah mendoakan
dan memberikan nasihat serta dukungan moral kepada peneliti selama ini.
10. Kepala Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) Kota Bandar
Lampung beserta jajarannya juga responden dalam penelitian ini, yang telah
banyak membantu peneliti dalam memeroleh informasi dan data-data yang
diperlukan dalam penulisan skripsi ini. Terimakasih banyak atas bantuan dan
11. Seluruh teman-teman Jurusan Ilmu Pemerintahan Angkatan 2011 beserta
kakanda dan adinda Keluarga Besar Ilmu Pemerintahan FISIP Unila yang tak
dapat disebutkan satu persatu. Terimakasih atas bantuan, kerjasama dan
kebersamaannya selama ini. Semangat berjuang untuk meraih prestasi dan
cita-cita kalian, semoga kelak kita semua menjadi orang-orang yang sukses.
12. Teman-teman yang selalu memberikan dukungan dan semangat. Terimakasih
untuk teman-teman yang menjadi sosok berpengaruh dalam hidupku. Nama
kalian selalu ada di hati, walaupun tidak tertulis dalam kertas ini.
13. Terimakasih untuk teman-teman satu atap Tim KKN Periode 1 2014 di
Lingkungan 5 Ketang, Kelurahan Way Urang, Kalianda, Lampung Selatan.
14. Terimakasih untuk rental dan warung internet Mas Jawa dan Mas Iwan, yang
telah menjadi tempatku dalam mengetik dan mencetak ratusan lembar kertas
sejak penyusunan outline hingga skripsi.
15. Terimakasih untuk semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
skripsi ini, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Demikian banyaknya bantuan berbagai pihak kepada peneliti, tentunya tidak
menutup kemungkinan bahwa hasil dari skripsi ini masih memiliki kekurangan
dan masih jauh dari taraf sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran guna
perbaikan di masa depan adalah mutlak sangat peneliti perlukan. Semoga skripsi
ini berguna bagi setiap pembacanya.
Bandar Lampung, Agustus 2015
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kualitas pelayanan publik merupakan salah satu komponen penting dalam
pelaksanaan pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan
oleh Instansi Pemerintah, Badan Usaha Milik Negara maupun Swasta. Dalam
hal ini, pemerintah daerah sebagai salah satu penyelenggara public service,
memiliki peran dalam menciptakan pelayanan prima dalam meningkatan
kepuasan masyarakat. Bentuk pelayanan publik yang diselenggarakan oleh
pemerintah salah satunya ialah pemberian pelayanan perizinan.
Kualitas pelayanan perizinan merupakan aspek yang menetukan dalam menarik
investor untuk menanamkan modalnya di suatu daerah. Kualitas pelayanan
perizinan sendiri juga dapat dilihat dari peraturan pemerintah daerah dalam
mendukung sekaligus memberikan legitimasi lembaga perizinan di daerah
untuk memberikan pelayanan prima yang dapat menciptakan kondisi iklim
yang sehat bagi perkembangan perekonomian daerah.
Sejak berlakunya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 Tentang Otonomi
Daerah yang kemudian telah diganti dengan Undang-Undang No. 23 Tahun
2014 Tentang Pemerintahan Daerah, membuat Pemerintah Daerah lebih leluasa
2
publik, baik kelompok pelayanan yang bersifat administratif (perizinan),
barang (jaringan listrik, jaringan telpon dan lainnya), maupun jasa (pendidikan,
kesehatan dan lain-lain).
Reformasi pelayanan publik bidang perizinan dimulai dengan terbitnya Surat
Edaran Menteri Dalam Negeri No.503/125/PUOD tanggal 16 Januari 1997
tentang Pembentukan Pelayanan Terpadu Satu Atap. Kemudian dilanjutkan
dengan terbitnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006
tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, sebagai
bentuk implementasi dari Instruksi Presiden Nomor: 3 Tahun 2006 tentang
Paket Kebijakan Investasi.
Sejak dikeluarkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006
Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP)
tersebut, seluruh proses perizinan dilakukan ke dalam suatu sistem Pelayanan
Perizinan Terpadu Satu Pintu (PTSP) atau One Stop Service, yakni dalam proses pengurusan perizinannya hanya dilakukan pada satu tempat (One Stop Service).
Pemberlakuan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006
Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP)
tersebut, mulai dilaksanakan di Bandar Lampung dengan dibentuknya Badan
Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) Kota Bandar Lampung pada tahun
2008. Dalam melaksanakan tugasnya, BPMP berpedoman pada Peraturan
Walikota Bandar Lampung Nomor 26 Tahun 2008 yang kemudian telah
3
2011 tentang Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Badan Penanaman Modal dan
Perizinan Kota Bandar Lampung. Baik pengusaha maupun masyarakat dapat
mengurus 23 jenis perizinan hanya berhubungan di BPMP kota Bandar
Lampung. Adapun jenis-jenis perizinan yang dilayani oleh Badan Penanaman
Modal Perizinan Kota Bandar Lampung adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Jenis-Jenis Perizinan di BPMP Kota Bandar Lampung
No Jenis-Jenis Perizinan
Izin Prinsip Perluasan Penanaman Modal Izin Prinsip Perubahan Penanaman Modal Izin Usaha
Izin Usaha Penggabungan Perusahaan Penanaman Modal (Merger) Izin Usaha Perluasan
Izin Usaha Industri
Keterangan Rencana Kota (KRK) Izin Pendahuluan Membangun (IPM) Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Izin Usaha Jasa Konstruksi (IUJK) Izin Gangguan (HO)
Izin Perletakan Titik Reklame (IPTR) Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) Tanda Daftar Perusahaan (TDP)
Izin Usaha Pusat Perbelanjaan (IUPP)
Surat Izin Usaha Minuman Beralkohol (SIUP-MB) Izin Pengendalian Menara Telekomunikasi (IPMT)
Sumber: BPMP Kota Bandar Lampung, 2015.
Penerapan sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) atau One Stop Service
merupakan langkah yang signifikan sebagai wujud peningkatan pelayanan
perizinan bagi para investor untuk menanamkan modalnya di Kota Bandar
Lampung. Sebagai pusat ibu kota Propinsi Lampung, Bandar Lampung
4
daerah, kegiatan perekonomian, pendidikan, kesehatan dan lain-lain, tentunya
berbagai layanan publik yang diselenggarakan di Kota Bandar Lampung akan
menjadi tolak ukur bagi pelayanan publik di Kota/Kabupaten di Propinsi
Lampung. Adapun dibawah ini alur prosedur pelayanan perizinan di BPMP
Kota Bandar Lampung, sebagai berikut:
Gambar 1. Alur Prosedur Pelayanan Perizinan
Sumber: BPMP Kota Bandar Lampung, 2015.
BPMP Kota Bandar Lampung dalam memberikan jaminan kemudahan dalam
pengurusan pelayanan perizinan, didasarkan melalui Standar Operasional
Prosedur (SOP). Tahap-tahap pemberian izin di BPMP Kota Bandar Lampung
adalah pendaftaran, verifikasi kelengkapan berkas, pemeriksaan lapangan
5
pengajuan izin berskala besar, pemrosesan surat izin yang diajukan,
pembayaran retribusi melalui transfer kas daerah Kota Bandar Lampung dan
penyerahan surat izin yang telah diterbitkan.
Berkaitan dengan jaminan pelayanan proses pengurusan perizinan, hingga saat
ini belum ada Peraturan Daerah yang mengatur tentang proses pelayanan
perizinan di Kota Bandar Lampung, seperti yang dikutip pada artikel
tribunlampung.co.id edisi 2 Februari 2015, yakni:
“BANDAR LAMPUNG - …. Pasalnya hingga saat ini Kota Bandar Lampung
belum memilik payung hukum berupa Perda yang mengatur tentang proses
perizinan di Bandar Lampung, karena masih menggunakan peraturan wali
kota…”.
(http://lampung.tribunnews.com/2015/02/02/perda-perizinan-tentu-saja-bandar-lampung-membutuhkan-alasannya.html. Diakses pada tanggal 2
Februari 2015, pukul 17.25 WIB).
Berdasarkan artikel tersebut, produk hukum atau regulasi Peraturan Daerah
yang mengatur proses perizinan di Kota Bandar Lampung masih belum ada,
karena belum diterbitkannya Peraturan Daerah yang mengatur tentang Proses
Perizinan Usaha. Namun, bukan berarti BPMP tidak memiliki aturan atau
prosedur perizinan, selama ini BPMP dalam menjalankan proses perizinan
berpedoman pada Peraturan Walikota Nomor 66 Tahun 2011 Tentang Standar
Operasional Prosedur (SOP) Penerbitan Perizinan Pada Badan Penanaman
Modal dan Perizinan Kota Bandar Lampung.
Sejalan dengan hal tersebut, dengan adanya Standar Operasional Prosedur
6
tentunya menjadi acuan dan pedoman tata cara bagi proses pelayanan
pengurusan perizinan di BPMP. Adapun Mottonya “Memberi Kepastian dan
Kemudahan dalam Pelayanan”. Namun, adanya Standar Operasional Prosedur
(SOP) tidak berarti menjadi acuan jalannya alur proses pengurusan perizinan di
BPMP sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Seperti kasus yang peneliti
kutip dari kupastuntas.co, sebagai berikut:
Kupastuntas.co - Guna menekan praktik percaloan di sejumlah instansi
pelayanan publik, Pemkot Bandarlampung membentuk tim monitoring. Empat tim sudah disusun, mereka ditugasi memantau serta mengawasi institusi terkait. Tim juga bertugas mengecek Standar Operasional Prosedur (SOP) pelayanan perizinan. Tidak saja di Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP), tapi juga di instansi lain.
Untuk masalah perizinan, instansi wajib mengikuti alur birokrasi yang sudah ditetapkan. Yakni, wajib melalui loket perizinan yang sudah dibuat. Di luar loket, tidak diperkenankan, Sekkot mengaku, sudah menemukan tata cara proses pengurusan izin di luar prosedur atau tidak
sesuai SOP saat dia berkunjung ke BPMP Bandarlampung…”
(www.kupastuntas.co/?page=berita&&no=16089.html. Diakses tanggal 2 Maret 2015, Pukul 14.12)
Berdasarkan artikel di atas, adanya Standar Operasional Prosedur (SOP) tidak
berarti menjadi acuan jalannya alur proses pengurusan perizinan di BPMP
sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Ternyata masih ditemukan juga
penyelewengan dalam tata cara proses pengurusan perizinan diluar Standar
Operasional Prosedur (SOP) yang telah ditetapkan.
Selain persoalan tata cara proses pengurusan perizinan diluar prosedur,
pelanggaran masih terjadi berkaitan dengan Standar Operasional Prosedur
(SOP) di lingkungan BPMP Kota Bandar Lampung. Dalam hal ini melibatkan
7
Perizinan (BPMP) Kota Bandar Lampung yang diduga menjadi calo perizinan.
Hal ini peneliti kutip dari sumber media kupastuntas.co, sebagai berikut:
Kupastuntas.co - Kasubbid Penetapan dan Penertiban Perizinan, Badan
Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) Kota Bandarlampung diduga menjadi calo perizinan, dengan melakukan pelanggaran Standar Operasional Prosedur (SOP) di lingkungan BPMP Kota Bandarlampung.
Berdasarkan informasi dari seorang narasumber beserta kepemilikan video sebagai bukti, menyatakan bahwa Kasubbid Penetapan dan Penertiban Perizinan, diduga menjadi calo perizinan. Dimana pengurusan perizinan dilakukan di luar loket, dan memandu korbannya untuk melakukan perizinan di meja kerjanya.
(www.kupastuntas.co/?page=berita&&no=17030.html. Diakses tanggal 2 Maret 2015, Pukul 14.12)
Berdasarkan artikel tersebut, permasalahan pelanggaran Standar Operasional
Prosedur (SOP) di lingkungan BPMP Kota Bandar Lampung, bukan hanya
pada ketidaksesuaian proses pengurusan perizinan tetapi juga terkait dengan
percaloan yang diduga melibatkan Kepala Sub bidang Penetapan dan
Penertiban Perizinan di instansi tersebut.
Keterlibatan oknum di Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) Kota
Bandar Lampung, ternyata tidak hanya diduga persoalan percaloan tetapi juga
persoalan pemalsuan izin gangguan (HO) pada restoran Pizza Hut di Jalan ZA
Pagar Alam. Seperti yang peneliti kutip dari sebuah artikel sebagai berikut:
Kupastuntas.co - Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) Kota
Bandarlampung mengakui jika restoran Pizza Hut di Jalan ZA Pagar Alam memiliki izin gangguan (HO) ganda. Menariknya, satu HO terbukti palsu. Hal tersebut membenarkan pernyataan Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang menyebutkan adanya pemalsuan izin HO yang ada pada restoran Pizza Hut, yang diperkirakan melibatkan oknum pejabat BPMP Bandarlampung.
8
Berdasarkan beberapa artikel di atas berkaitan dengan pelayanan perizinan di
Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) Kota Bandar Lampung,
ternyata ditemukan berbagai persoalan terkait dengan ketidaksesuaian
pelayanan perizinan dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang telah
ditentukan, pemalsuan dokumen izin, hingga persoalan percaloan.
Adapun review hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Akhmad Rifai
(2014) tentang “Perizinan Usaha Jasa Boga oleh Badan Penanaman Modal
dan Perizinan Kota Bandar Lampung”, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
Penelitian ini meneliti tentang penyelenggaraan perizinan jasa boga yang
dilakukan Badan Penanaman Modal dan Perizinan Kota Bandar Lampung dan
faktor penghambat perizinan usaha jasa boga. Metode penelitian yang
digunakan adalah dengan pendekatan normatif dan yuridis empiris. Simpulan
hasil penelitian ini menyatakan bahwa faktor penghambat pengurusan
perizinan usaha jasa boga di Badan Penanaman Modal dan Perizinan Kota
Bandar Lampung, antara lain:
1) tata cara sistem yang berbelit-belit dan berlapis;
2) sumber daya manusia yang kurang memadai, mengakibatkan
penyelesaian pengurusan administrasi menjadi lambat, karena satu
pegawai menangani lebih dari satu bagian.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti tertarik untuk menggali
objek penelitian tersebut, karena ini merupakan tantangan bagi pemerintah
untuk menunjukkan performanya pada era globalisasi yang kompetitif dalam
9
Maka, peneliti menuangkannya ke dalam sebuah penelitian yang berjudul
“Kualitas Pelayanan Perizinan Melalui Sistem One Stop Service Pada Badan
Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) Kota Bandar Lampung”.
B. Rumusan Masalah
Perumusan masalah yang mendasari skripsi ini adalah “Bagaimanakah Kualitas
Pelayanan Perizinan Melalui Sistem One Stop Service Pada Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) Kota Bandar Lampung?”
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari pembuatan skripsi ini adalah untuk mengetahui “Kualitas
Pelayanan Perizinan Melalui Sistem One Stop Service Pada Badan Penanaman Modal dan Perizinan Kota Bandar Lampung.”
D. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian dari penelitianini adalah:
1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran bagi pengembangan konsep kajian ilmiah dalam
Ilmu Pemerintahan, khususnya kajian tentang kualitas pelayanan
perizinan.
2. Secara Praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi pemikiran pada aparatur Badan Penanaman Modal dan
Perizinan (BPMP) Kota Bandar Lampung dalam meningkatkan kualitas
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan tentang Kualitas Pelayanan Publik 1. Pengertian Kualitas Pelayanan Publik
Kualitas pelayanan publik merupakan komponen penting yang harus
diperhatikan dalam pelayanan publik. Istilah kualitas pelayanan publik
tentunya tidak dapat dipisahkan dari persepsi tentang kualitas. Beberapa
contoh pengertian kualitas menurut Tjiptono (1995) yang dikutip dalam
Hardiyansyah (2011:40) adalah: (1) Kesesuaian dengan persyaratan; (2)
Kecocokan untuk pemakaian; (3) Perbaikan Bekelanjutan; (4) Bebas dari
kerusakan/cacat; (5) Pemenuhan kebutuhan pelanggan sejak awal dan setiap
saat; (6) Melakukan segala sesuatu secara benar; (7) sesuatu yang bisa
membahagiakan pelanggan.
Menurut Sampara (1999) dalam Hardiyansyah (2011:35), mengemukakan
bahwa kualitas pelayanan adalah pelayanan yang diberikan kepada
pelanggan sesuai dengan standar pelayanan yang telah dibakukan dalam
memberikan layanan sebagai pembakuan pelayanan yang baik. Sementara
itu menurut Ibrahim (2008:22) dalam Hardiyansyah (2011:40), kualitas
pelayanan publik merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan
11
kualitasnya ditentukan pada saat terjadi pemberian pelayanan publik
tersebut.
Menurut Goetsch dan Davis dalam Hardiyansyah (2011:36), menyatakan
bahwa:
Kualitas pelayanan adalah sesuatu yang berhubungan dengan terpenuhinya harapan/kebutuhan pelanggan, dimana pelayanan dikatakan berkualitas apabila dapat menyediakan produk dan jasa (pelayanan) sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan. Dalam hal ini, kualitas pada dasarnya terkait dengan pelayanan yang baik, yaitu sikap atau cara karyawan dalam melayani pelanggan atau masyarakat secara memuaskan.
Sebagaimana dikemukakan oleh Trigono dalam Hardiyansyah (2011:94),
bahwa pelayanan yang terbaik yaitu:
Melayani setiap saat, secara tepat dan memuaskan, berlaku sopan, ramah dan menolong serta profesional, bahwa kualitas ialah standar yang harus dicapai oleh seseorang/kelompok/lembaga/organisasi mengenai kualitas sumber daya manusia, kualitas cara kerja atau produk yang berupa barang dan jasa. Berkualitas mempunyai arti memuaskan pada yang dilayani, baik internal maupun eksternal dalam arti optimal atas pemenuhan atas tuntutan/persyaratan pelanggan masyarakat.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas mengenai pengertian kualitas
pelayanan publik, peneliti menyimpulkan bahwa “kualitas pelayanan publik
adalah totalitas dari kemampuan pihak penyelenggara pelayanan dalam
memberikan layanan akan produk (barang atau jasa) maupun layanan
administrasi kepada pelanggan/masyarakat, yang dapat memenuhi
kebutuhan dan dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan berdasarkan
kesesuaian dengan harapan dan kenyataan yang diterima oleh pelanggan/
12
2. Penilaian Kualitas Pelayanan
Kualitas pelayanan bisa dikatakan berkualitas ataupun tidak berkualitas
sebenarnya didasarkan pada penilaian dari pelayanan yang diberikan.
Penilaian kualitas pelayanan, menurut Parasuraman dalam Hardiyansyah
(2011:92), mendefinisikannya sebagai berikut:
Penilaian kualitas pelayanan sebagai suatu pertimbangan global atau sikap yang berhubungan dengan keungggulan (superiority) dari suatu pelayanan. Penilaian kualitas pelayanan sama dengan sikap individu secara umum terhadap kinerja perusahaan. Selanjutnya, ditambahkan bahwa penilaian kualitas pelayanan adalah tingkat dan arah perbedaan antara harapan dan persepsi pelanggan.
Dalam rangka menilai sejauh mana kualitas pelayanan publik yang diberikan
oleh aparatur pemerintah, perlu ada kriteria yang menunjukkan apakah suatu
pelayanan publik yang diberikan dapat dikatakan baik atau buruk,
berkualitas atau tidak. Berkenaan dengan hal tersebut, Zeithaml et. Al.
(1990) dalam Hardiansyah (2011:40) mengatakan bahwa:
SERVQUAL is an empirically derived method that may be used by a services organization to improve service quality. The method involves the development of an understanding of the perceived service needs of target customers. The resulting gap analysis may then be used as a driver for service quality improvement.
SERVQUAL merupakan suatu metode yang diturunkan secara empiris yang
dapat diturunkan secara empiris yang dapat digunakan oleh organisasi
pelayanan untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Metode ini meliputi
pengembangan pemahaman mengenai kebutuhan layanan yang dirasakan
13
yang bersangkutan. Analisis kesenjangan yang dihasilkan kemudian dapat
digunakan sebagai panduan untuk peningkatan kualitas layanan.
Selanjutnya, Zeithaml (1990) dalam Hardiyansyah (2011:41) menyatakan
bahwa kualitas pelayanan ditentukan oleh dua hal, yaitu:
“…expected service dan perceived service. Expected service dan
perceived ditentukan oleh dimention of service quality yang terdiri dari sepuluh dimensi, yaitu: (1) Tangibles. Appearance of physical facilities, equipment, personnel, and communication materials; (2) Reliability. Ability to perform the promised service dependably and accurately; (3) Responsiveness. Willingness to help customers and provide prompt service; (4) Competence. Possession of required skill and knowledge to perform service; (5) Courtesy. Politeness, respect, consideration and friendliness of contact personnel; (6) Credibility. Trustworthiness, believability, honestly of the service provider; (7) Feel Secure. Freedom from danger risk, or doubt; (8) Access. Approachable and easy of contact; (9) Communication. Listens to its customers and acknowledges their comments. Keeps customers informed. In a language which they can understand; and (10) Understanding the customer. Making the effort to know customers
and their needs”
Berdasarkan uraian di atas, Zeithaml dalam Hardiyansyah (2011:41)
menjelaskan bahwa ukuran kualitas pelayanan memiliki sepuluh dimensi,
yaitu:
1) Tangibles (berwujud fisik), terdiri atas fasilitas fisik, peralatan, personil dan komunikasi;
2) Reliability (kehandalan), terdiri dari kemampuan unit pelayanan dalam menciptakan pelayanan yang dijanjikan dengan tepat;
3) Responsiveness (ketanggapan), kemauan untuk membantu konsumen, bertanggungjawab terhadap kualitas pelayanan yang diberikan;
4) Competence (kompeten), terdiri atas tuntutan yang dimilikinya, pengetahuan dan keterampilan yang baik oleh aparatur dalam memberikan pelayanan;
5) Courtesy (ramah), sikap atau perilaku ramah, bersahabat, tanggap terhadap keinginan konsumen serta mau melakukan kontak;
6) Credibility (dapat dipercaya), sikap jujur dalam setiap upaya untuk menarik kepercayaan masyarakat;
14
8) Access (akses), terdapat kemudahan untuk mengadakan kontak dan pendekatan;
9) Communication (komunikasi), kemauan pemberi pelayanan untuk mendengarkan suara, keinginan atau aspirasi pelanggan;
10)Understanding the customer (memahami pelanggan), serta melakukan segala usaha untuk mengetahui kebutuhan pelanggan.
Berdasarkan sepuluh dimensi kualitas pelayanan tersebut, kemudian
Zeithaml et.al. (1990) dalam Hardiyansyah (2011:42) menyederhanakan menjadi lima dimensi, yaitu dimensi SERVQUAL (kualitas pelayanan) sebagai berikut:
(1)Tangibles. Appearance of physical facilities, equipment, personnel, and communication materials; (2) Reliability. Ability to perform the promised service dependably and accurately; (3) Responsiveness. Willingness to help customers and provide prompt service; (4) Assurance. Knowledge and courtesy of employees and their ability to convey trust and confidence; and (5) Empathy. The firm provides care and individualized attention to its customers.
Selisih antara persepsi dan harapan inilah yang mendasari munculnya
konsep gap dan digunakan sebagai dasar skala SERVQUAL, yang
didasarkan pada lima dimensi kualitas yaitu: (1) tangibles, meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi; (2) realibility, yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan tepat waktu dan
memuaskan; (3) responsiveness, kemampuan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan yang tanggap; (4) assurance,
mencakup kemampuan, kesopanan, bebas dari bahaya resiko atau keraguan;
15
Menurut zeithaml (1990) dalam Hardiansyah (2011:41) menyatakan bahwa
kualitas pelayanan dapat diukur dari 5 dimensi, yaitu: Tangible (Berwujud),
Reliability (Kehandalan), Responsiveness (Ketanggapan), Assurance
(Jaminan), dan Emphaty (Empati). Masing-masing dimensi memiliki indikator sebagai berikut:
1. Untuk dimensi Tangible (Berwujud), terdiri atas indikator: a. Penampilan petugas/aparatur dalam melayani pelanggan b. Kenyamanan tempat melakukan pelayanan
c. Kedisiplinan petugas/aparatur dalam melakukan pelayanan d. Kemudahan proses dan akses layanan
e. Penggunaan alat bantu dalam pelayanan
2. Untuk dimensi Reliability (Kehandalan), terdiri atas indikator: a. Kecermatan petugas dalam melayani pelanggan
b. Memiliki standar pelayanan yang jelas
c. Kemampuan petugas/aparatur dalam menggunakan alat bantu dalam proses pelayanan
d. Keahlian petugas dalam menggunakan alat bantu dalam proses pelayanan
3. Untuk dimensi Responsiveness (Respon/Ketanggapan), terdiri atas indikator:
a. Merespon setiap pelanggan/ pemohon yang ingin mendapatkan pelayanan
b. Petugas/aparatur melakukan pelayanan dengan cepat dan tepat c. Petugas/aparatur melakukan pelayanan dengan cermat
d. Semua keluhan pelanggan direspon oleh petugas
4. Untuk dimensi Assurance (Jaminan), terdiri atas indikator: a. Petugas memberikan jaminan tepat waktu dalam pelayanan b. Petugas memberikan jaminan legalitas dalam pelayanan
c. Petugas memberikan jaminan kepastian biaya dalam pelayanan
5. Untuk dimensi Emphaty (Empati), terdiri atas indikator: a. Mendahulukan kepentingan pemohon/ pelanggan b. Petugas melayani dengan sikap ramah
c. Petugas melayani dengan sikap sopan santun
d. Petugas melayani dengan tidak diskriminatif (membeda-bedakan)
16
Adapun dimensi penilaian indikator dan atribut model SERVQUAL
menurut Tjiptono dan Gregorious (2012:232), yakni sebagai berikut:
Tabel 2. Dimensi dan Atribut Model SERVQUAL
No Dimensi Atribut
1 Bukti
Fisik
Peralatan modern.
Fasilitas yang berdaya tarik visual.
Karyawan yang berpakaian rapi dan profesional.
Materi-materi yang berkaitan dengan layanan yang berdaya
tarik.
Menyediakan jasa sesuai yang dijanjikan.
2 Handal Dapat diandalkan dalam menangani masalah layanan
pelanggan.
Menyampaikan layanan secara benar sejak pertama kali.
Menyampaikan layanan sesuai dengan waktu yang dijanjikan
Menyimpan catatan atau dokumen tanpa salah.
3 Daya
Tanggap
Menginformasikan pelanggan tentang kepastian waktu
penyampaian jasa.
Layanan segera/cepat bagi pelanggan.
Kesediaan untuk membantu pelanggan.
Kesiapan untuk merespon permintaan pelanggan.
4 Jaminan Karyawan yang menumbuhkan rasa percaya pada pelanggan
Membuat pelanggan merasa aman sewaktu melakukan
transaksi.
Karyawan yang secara konsisten bersikap sopan.
Karyawan yang mampu menjawab pertanyaan pelanggan.
5 Empati Kayawan yang memperlakukan pelanggan secara penuh
perhatian dan mengutamakan kepentingan pelanggan
Karyawan yang memahami kebutuhan pelanggan
Waktu beroperasi (jam kerja) yang nyaman.
Sumber: Diadaptasi dari Service, Quality and Satisfaction (2012:232-233).
Organisasi pelayanan publik mempunyai ciri public accountability, dimana setiap warga negara mempunyai hak untuk mengevaluasi kualitas pelayanan
yang mereka terima. Kualitas pelayanan akan sangat sulit untuk dinilai
tanpa melibatkan peran masyarakat sebagai penerima pelayanan dari aparat
pelaksana pelayanan. Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa
evaluasi kualitas pelayanan menurut Tjiptono dan Gregorius dapat dianalisis
17
atributnya. Penilaian terhadap kualitas pelayanan dengan model
SERVQUAL dilakukan dengan cara membandingkan harapan dan persepsi
pelayanan yang diterima masyarakat.
Penerapan pelayanan-pun tidak terlepas dari adanya kendala-kendala yang
dihadapi, seperti yang dikemukakan Zeithaml (1990) dalam Hardiyansyah
(2011:43) menyatakan bahwa ada 4 (empat) jurang pemisah yang menjadi
kendala dalam pelayanan publik; (1) Tidak tahu apa yang sebenarnya
diharapkan oleh masyarakat; (2) Pemberian ukuran yang salah dalam
pelayanan publik; (3) Keliru penampilan diri dalam pelayanan publik itu
sendiri; (4) Ketika membuat perjanjian terlalu berlebihan atau pengobralan.
Berdasarkan uraian di atas jelas menunjukkan bahwa pelayanan yang
diberikan oleh aparatur negara sesungguhnya tidak terlepas dari perilaku
internal birokrasi itu sendiri. Pada penelitian ini, peneliti memilih teori dan
ukuran atau dimensi kualitas pelayanan SERVQUAL yang dikemukakan
oleh Zeithaml. Menurut peneliti, bahwa kelima dimensi kualitas pelayanan
yang dikemukakan oleh Zeithaml sangat relevan untuk dijadikan dimensi
dan indikator dalam penelitian ini, karena dalam konsepnya ia mengatakan
bahwa metode SERVQUAL (Service Quality) tersebut dapat digunakan dan dapat diterapkan pada semua tipe pelayanan dari berbagai organisasi, baik
organisasi yang berorientasi laba maupun nirlaba, termasuk pelayanan
perizinan yang dilakukan oleh Badan Penanaman Modal dan Perizinan
18
B. Tinjauan Tentang Pelayanan Publik 1. Pelayanan dan Layanan
Penyelenggaraan pelayanan publik merupakan salah satu upaya negara
untuk memenuhi kebutuhan dasar dan hak-hak sipil setiap warga negara atas
barang, jasa, dan pelayanan administrasi yang diselenggarakan oleh
penyelenggara pelayanan publik.
Menurut Poerwardarminta dalam Hardiyansyah (2011:11), secara
etimologis, pelayanan berasal dari kata layan yang berarti membantu
menyiapkan/mengurus apa-apa yang diperlukan seseorang, kemudian
pelayanan dapat diartikan sebagai perihal/cara melayani; servis/jasa;
sehubungan dengan jual beli barang atau jasa
Menurut Kasmir (2011:15), pelayanan merupakan tindakan atas perbuatan
seseorang atau organisasi untuk memberikan kepuasan kepada pelanggan.
Tindakan tersebut dilakukan melalui cara langsung melayani pelanggan.
Tindakan yang dilakukan guna memenuhi keinginan pelanggan akan suatu
produk atau jasa yang mereka butuhkan.
Pada pandangan Kybernologi, kebutuhan istimewa manusia disebut jasa
19
produk, dan outcome yang bersifat istimewa yang dibutuhkan oleh manusia dan diproses sesuai dengan aspirasi manusia pula. Penelitian kybernologikal
membagi pelayanan menjadi tiga bentuk, yaitu:
1) Pelayanan sebagai proses, layanan pendukung dari sebuah penawaran akan barang jasa, seperti kenyamanan, keramah-tamahan karyawan, fasilitas, responsiveness, jaminan dan sebagainya;
2) Pelayanan sebagai output, adalah kualitas dan kuantitas produk layanan;
3) Pelayanan sebagai outcome, adalah nilai, manfaat, atau guna dari produk layanan sebagaimana dirasakan oleh konsumen atau pengguna layanan.
2. Pengertian Pelayanan Publik
Seiring dengan berkembang pesatnya era globalisasi membuat masyarakat
mengajukan tuntutan kepada pemerintah maupun swasta untuk memberikan
pelayanan publik yang tanggap terhadap kebutuhan masyarakat. Sejalan
dengan hal tersebut, Surjadi (2012:9) menyatakan bahwa pada hakikatnya
pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat
yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi
masyarakat.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik, mendefinisikan pelayanan publik sebagai berikut:
Pelayanan publik adalah suatu kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelengara pelayanan publik.
Menurut Sinambela (2014:5), pelayanan publik adalah pemenuhan
keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara negara. Kebutuhan
20
kebutuhan yang sesungguhnya diharapkan oleh masyarakat, seperti
kebutuhan akan kesehatan, pendidikan dan lain-lain.
Menurut Kurniawan (2005) dalam Pasolong (2008:199), mengatakan bahwa
pelayanan publik adalah pemberian pelayanan (melayani) keperluan orang
lain/masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai
dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.
Sedangkan Santosa (2008:55), mengemukakan bahwa pelayanan publik
adalah sebagai berikut:
Pelayanan publik adalah pemberian jasa, baik oleh pemerintah, pihak swasta atas nama pemerintah, ataupun pihak swasta kepada masyarakat, dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi kebutuhan dan atau kepentingan masyarakat. Dengan demikian, yang memberikan pelayanan publik kepada masyarakat luas bukan hanya instansi pemerintah, melainkan juga pihak swasta. Pelayanan publik yang dijalankan oleh instansi pemerintah bermotif sosial-politik, yakni menjalankan tugas pokok serta mencari dukungan suara. Sedangkan pelayanan publik oleh pihak swasta bermotif ekonomi, yakni mencari keuntungan.
Berdasarkan dari pendapat para ahli di atas, peneliti dapat menyimpulkan
bahwa pelayanan publik adalah kegiatan pemenuhan kepentingan dan
kebutuhan masyarakat atas pelayanan administratif, jasa atau barang, yang
dilakukan oleh organisasi non profit (instansi pemerintah, BUMN, BUMD,
dan lembaga independen) dan individu/organisasi profit (pihak swasta) yang
dijalankan sesuai dengan tata cara dan peraturan yang berlaku pada
21
3. Penyelenggara Pelayanan Publik
Berdasarkan pada pasal 2 Bab 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
Tentang Pelayanan Publik, menyebutkan pengertian penyelenggara pelayanan
publik sebagai berikut:
Penyelenggara adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik. Adapun penyelenggara pelayanan publik meliputi:
1. Atasan satuan kerja penyelenggara adalah pimpinan satuan kerja yang membawahi secara langsung satu atau lebih satuan kerja yang melaksanakan pelayanan publik.
2. Organisasi penyelenggara pelayanan publik yang selanjutnya disebut organisasi penyelenggara adalah satuan kerja penyelenggara pelayanan publik yang berada di lingkungan institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik.
3. Ombudsman adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik, baik yang diselenggarakan oleh badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan badan hukum milik negara serta badan swasta, maupun perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan belanja daerah.
4. Jenis-Jenis Pelayanan Publik
Menurut Tjiptono dalam Santosa (2008:63), mengelompokkan jenis-jenis
pelayanan publik yang dilakukan oleh institusi, yang meliputi:
1. Dilihat dari pangsa pasar, dibedakan antara: a. Jasa kepada konsumen akhir.
b. Jasa kepada konsumen organisasional.
2. Dilihat dari tingkat keberwujudannya, dibedakan antara: a. Jasa barang sewaan.
22
3. Dilihat dari keterampilan penyedia jasa, dibedakan antara: a. Pelayanan profesional
b. Pelayanan non-profesional
4. Dilihat dari tujuan organisasi, dibedakan antara: a. Pelayanan komersial
b. Pelayanan nirlaba
5. Dilihat dari pengaturannya, dibedakan antara: a. Pelayanan yang diluar
b. Pelayanan yang tidak diatur
6. Dilihat dari tingkat intensitas karyawan, dibedakan antara: a. Pelayanan yang berbasis pada alat
b. Pelayanan yang berbasis pada orang
7. Dilihat dari tingkat kontak penyedia jasa dan pelanggan, dibedakan antara:
a. Pelayanan dengan kontak tinggi b. Pelayanan dengan kontak rendah
5. Prinsip-Prinsip Pelayanan Publik
Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
63/KEP/M.PAN/7/2003 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan
Pelayanan Publik, menjelaskan tentang prinsip pelayanan publik yang harus
diperhatikan dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Adapun
prinsip-prinsip penyelenggaraan pelayanan publik, antara lain sebagai berikut:
1. Kesederhanaan
Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta pelayanan. 2. Kejelasan dan kepastian
Kriteria ini mengandung arti adanya kejelasan dan kepastian mengenai:
a. Persyaratan pelayanan, baik teknis maupun administratif. b. Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab
dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/ persoalan/sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik c. Rincian biaya/tarif pelayanan dan tata cara pembayarannya. 3. Kepastian Waktu
Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
4. Akurasi
23
Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum.
6. Tanggungjawab
Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam melaksanakan pelayanan publik.
7. Kelengkapan Sarana dan Prasarana
Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika (telematika).
8. Kemudahan Akses
Tempat dan Lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat.
9. Kedisiplinan, kesopanan, dan keramahan pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta memberikan pelayanan dengan ikhlas.
10. Kenyamanan
Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, tempat ibadah dan lain-lain.
C. Tinjauan Tentang Kepuasan Pelanggan 1. Pengertian Kepuasan Pelanggan
Pelayanan publik yang berkualitas merupakan pelayanan yang mampu
memberikan kepuasan kepada pelanggan. Dalam buku “Service, Quality,
and Satisfaction” Tjiptono (2011:292) menyatakan bahwa kata kepuasan (satisfaction) berasal dari bahasa Latin “satis” (artinya cukup baik, memadai) dan “facio” (melakukan atau membuat). Kepuasan diartikan
sebagai upaya pemenuhan sesuatu atau membuat sesuatu memadai.
Menurut Kotler dalam Surjadi (2012:49), menyatakan bahwa kepuasan
pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan
24
Berdasarkan kajian literatur, wawancara kelompok dan wawancara personal,
Giese dan Cote (2000) dalam Tjiptono (2011:292) mengajukan rerangka
definisional untuk menyusun definisi kepuasan pelanggan yang sifatnya
spesifik untuk konteks tertentu. Berdasarkan rerangka definisional tersebut,
kepuasan pelanggan adalah:
a. Rangkuman berbagai intensitas respon afektif. Tipe respon afektif dan tingkat intensitas yang mungkin dialami pelanggan harus didefinisikan secara eksplisit oleh peneliti.
b. Dalam waktu penentuan spesifik dan durasi terbatas. Peneliti harus menentukan waktu penentuan yang paling relevan dengan masalah penelitiannya dan mengidentifikasi kemungkinan durasi respon tersebut.
c. Yang ditujukan bagi aspek penting dalam pemerolehan atau konsumsi produk. Peneliti harus mengidentifikasi fokus riset berdasarkan pertanyaan riset berdasarkan pertanyaan riset atau masalah manajerial yang dihadapi. Fokus ini bisa luas maupun sempit cakupannya dalam hal isu atau aktivitas pemerolehan atau konsumsi produk.
Tabel 3. Definisi Konseptual dan Operasional Kepuasan Pelanggan
Sumber Definisi Konseptual Respon Fokus Waktu
Oliver
Respon konsumen pada
25
Tabel 3. Definisi Konseptual dan Operasional Kepuasan Pelanggan (Lanjutan)
Sumber: Diadaptasi dari Giese & Cote dalam Tjiptono(2011).
Kepuasan pelanggan dapat menunjukkan tingkat kinerja pelayanan, karena itu
untuk mengetahui kinerja pelayanan unit penyelenggara pelayanan dilakukan
melalui pengukuran Indeks Kepuasan Masyarakat Pelanggan dengan
mengacu pada Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
KEP/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks
Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah. Menurut
Keputusan Menpan tersebut di atas, unsur indeks kepuasan masyarakat
ditetapkan 14 (empat belas) unsur minimal yang harus ada untuk dasar 9. Kesopanan dan keramahan petugas 10.Kewajaran biaya Pelayanan
26
D. Tinjauan Tentang Perizinan 1. Pengertian Izin
Penyelenggaraan kegiatan dalam kehidupan bermasyarakat tentunya perlu
ditopang oleh persetujuan dan peraturan yang dibuat pemerintah dalam
mengendalikan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan masyarakat. Menurut
Fockema Andreae dalam Sutedi (2011:169), menyatakan bahwa pengertian
izin adalah:
“Izin (vergunning) adalah „overheidstoetemming door wet of verordening vereist gesteld voor tal van handeling waarop in het algemeen belang special toezicht vereist is, maar die, in het algemeen, niet als onwenselijk worden beschouwd.‟ (izin dari pemerintah berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah yang disyaratkan untuk perbuatan yang pada umumnya memerlukan pengawasan khusus, tetapi pada umumnya tidaklah dianggap sebagai hal-hal yang sama sekali tidak dikehendaki.)”
Menurut Sutedi (2011:167), Izin adalah suatu persetujuan dari penguasa
berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam
keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan peraturan
perundang-undangan. Izin dapat diartikan juga sebagai dispensasi atau
pelepasan/pembebasan dari suatu larangan.
Menurut N.M Spelt dan J.B.J.m ten Berge dalam Sutedi (2011:170),
membagi pengertian izin dalam arti luas dan sempit, sebagai berikut:
27
Berdasarkan pendapat para ahli, peneliti menyimpulkan bahwa pengertian
izin adalah segenap peraturan yang dibuat pemerintah atau penguasa
berdasarkan undang-undang/peraturan pemerintah untuk memperbolehkan
atau menyetujui suatu tindakan/kegiatan dari halangan/larangan sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
2. Pengertian Perizinan
Pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu pada Pasal 1
angka 9 menyatakan bahwa “perizinan adalah pemberian legalitas kepada
seseorang atau pelaku usaha/kegiatan tertentu, baik dalam bentuk izin
maupun tanda daftar usaha”.
Sementara itu pengertian perizinan menurut Sutedi (2011:167), perizinan
adalah salah satu bentuk pelaksanaan fungsi pengaturan dan bersifat
pengendalian yang dimilki oleh Pemerintah terhadap kegiatan-kegiatan yang
dilakukan oleh masyarakat. Perizinan dapat berbentuk pendaftaran,
rekomendasi, sertifikasi, penentuan kuota dan izin untuk melakukan sesuatu
usaha yang biasanya harus dimiliki atau diperoleh suatu organisasi
perusahaan atau seseorang sebelum yang bersangkutan dapat melakukan
suatu kegiatan atau tindakan.
Dengan demikian, peneliti menyimpulkan bahwa perizinan adalah suatu
upaya untuk melaksanakan pengendalian, pengaturan dan penertiban
terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dengan
28
3. Fungsi Pemberian Izin
Ketentuan tentang perizinan yang dilakukan pemerintah menurut Sutedi
(2011:193), meliputi fungsi penertib dan fungsi pengatur sebagai berikut:
1) Sebagai fungsi penertib, dimaksudkan agar izin atau setiap izin atau tempat-tempat usaha, bangunan dan bentuk kegiatan masyarakat lainnnya tidak bertentangan satu sama lain, sehingga ketertiban dalam setiap segi kehidupan masyarakat dapat terwujud.
2) Sebagai fungsi mengatur dimaksudkan agar perizinan yang ada dapat dilaksanakan sesuai dengan peruntukkannya, sehingga tidak terdapat penyalahgunaan izin yang telah diberikan, dengan kata lain, fungsi pengaturan ini dapat disebut juga sebagai fungsi yang dimiliki oleh pemerintah.
4. Tujuan Pemberian Izin
Secara umum, tujuan dan fungsi dari perizinan yang dikemukakan Sutedi
(2011:200) adalah untuk pengendalian daripada aktivitas-aktivitas
pemerintah dalam hal-hal tertentu di mana ketentuannya berisi
pedoman-pedoman yang harus dilaksanakan oleh yang berkepentingan ataupun oleh
pejabat yang berwenang. Selain itu, tujuan dari perizinan itu dapat dilihat
dari dua sisi yaitu: dari sisi pemerintah dan dari sisi masyarakat.
1) Dari Sisi Pemerintah
Dari sisi pemerintah tujuan pemberian izin itu adalah sebagai berikut: a. Untuk melaksanakan peraturan
Apakah ketentuan-ketentuan yang termuat dalam peraturan tersebut sesuai dengan kenyataan dalam praktiknya.
b. Sebagai sumber pendapatan daerah
Dengan adanya permohonan perizinan, maka secara langsung pendapatan pemerintah akan bertambah karena setiap izin yang dikeluarkan pemohon harus membayar retribusi terlebih dahulu. 2) Dari Sisi Masyarakat
Dari sisi masyarakat tujuan pemberian izin itu adalah sebagai berikut: a. Untuk adanya kepastian hukum.
29
c. Untuk memudahkan mendapatkan fasilitas. Apabila bangunan yang didirikan telah mempunyai izin akan lebih mudah mendapat fasilitas.
E. Tinjauan Tentang One Stop Service 1. Pengertian One Stop Service
Semakin majunya era globalisasi membuat masyarakat mengajukan tuntutan
kepada pemerintah untuk memberikan pelayanan publik yang berorientasi
kepada masyarakat dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat. Hal ini
menyebabkan timbulnya pemikiran baru untuk memberikan pelayanan
publik yang didasarkan pada sudut pandang pelanggan baik bagi masyarakat
atau kalangan dunia usaha.
Menurut Trochidis (2008) dalam Rusli (2010), menyatakan bahwa perlu
dikembangkan model kelembagaan pelayanan publik yang dapat
memudahkan masyarakat dan kalangan dunia usaha untuk berurusan dengan
pemerintah. Salah satu konsep yang dikembangkan adalah model pelayanan
yang mengintegrasikan berbagai jenis pelayanan pemerintah di satu lokasi.
Model pelayanan publik seperti ini memiliki berbagai istilah seperti one stop government, integrated service delivery, seamless government, joined up government, single access point, one stop shop, one stop service.
Pengertian One Stop Service menurut Kubicekdan Hagen (2001:7), yakni:
30
One Stop Government (One Stop Service) merupakan konsep baru dalam penelitian dan reformasi pelayanan publik. Adapun yang dimaksud dengan
istilah One Stop Service atau One Stop Government adalah pengintegrasian pelayanan publik dari sudut pandang masyarakat atau pelanggan. Melalui
model pelayanan publik ini, semua urusan masyarakat atau pelanggan dapat
dipenuhi pada satu tempat, dimana pelanggan dapat melakukan kontak
langsung, baik secara tatap muka maupun menggunakan media seperti
telepon, fax, internet dan media lainnya.
Menurut Trochidis dalam Rusli (2010), sistem pelayanan publik yang
terintegrasi menjanjikan pelayanan yang mulus dari berbagai organisasi
pemerintah, menciptakan efisiensi dan pengalaman pelayanan yang lebih
baik bagi penyedia layanan serta pengguna layanan itu sendiri. Sedangkan
di Indonesia, istilah One Stop Service lebih dikenal dengan model Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), hal ini sejalan dengan pendapat Rusli (2010:16)
yang menyatakan bahwa
model pelayanan terpadu satu pintu atau sekarang banyak yang
menyebutnya dengan istilah „Pelayanan Satu Kali Selesai‟ (One Stop Service), yaitu pelayanan yang dilakukan oleh suatu kantor, dimana masyarakat yang memerlukan pelayanan apa saja dapat dilakukan dengan menghubungi dan menerima layanan dari kantor tersebut. Kantor tersebut berfungsi sebagai front liner dan back line.
Adapun ciri-ciri pelayanan terpadu satu pintu menurut Rusli (2010) adalah
sebagai berikut: