• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PENDAHULUAN KONVERSI SELULOSA MENJADI GULA ALKOHOL MENGGUNAKAN NANOKATALIS NixFe2-xO4 (PRELIMINARY STUDY CELLULOSE CONVERSION TO ALCOHOL SUGAR USED NixFe2-xO4 NANOCATALYST)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STUDI PENDAHULUAN KONVERSI SELULOSA MENJADI GULA ALKOHOL MENGGUNAKAN NANOKATALIS NixFe2-xO4 (PRELIMINARY STUDY CELLULOSE CONVERSION TO ALCOHOL SUGAR USED NixFe2-xO4 NANOCATALYST)"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PENDAHULUAN KONVERSI SELULOSA MENJADI GULA ALKOHOL MENGGUNAKAN NANOKATALIS NixFe2-xO4

Oleh

RIZKI AMALIA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA SAINS

pada Jurusan Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

STUDI PENDAHULUAN KONVERSI SELULOSA MENJADI GULA ALKOHOL MENGGUNAKAN NANOKATALIS NixFe2-xO4

Oleh

Rizki Amalia

(3)

ABSTRACT

PRELIMINARY STUDY CELLULOSE CONVERSION TO ALCOHOL SUGAR USED NixFe2-xO4 NANOCATALYST

By

Rizki Amalia

(4)
(5)
(6)

DAFTAR ISI

3. Penentuan Morfologi Permukaan Katalis ... 22

G. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) ... 23

H. Gula Alkohol (Poliol) ... 27

III. METODELOGI PENELITIAN ... 29

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 29

B. Alat dan Bahan ... 29

C. Prosedur Penelitian ... 30

1. Pembuatan Nanokatalis ... 30

(7)

a. Analisis Struktur Katalis ... 31

b. Analisis Keasaman Katalis ... 31

c. Analisis Morfologi Permukaan Katalis ... 32

3. Uji Katalitik ... 32

a. Preparasi sampel ... 32

b. Reaksi Katalitik ... 32

4. Analisis dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) ... 33

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

A. Pembuatan nanokatalis NixFe2-xO4 ... 34

B. Karakterisasi nanokatalis ... 36

1. Analisis Struktur Katalis ... 36

2. Analisis Keasaman Katalis ... 40

3. Analisis Morfologi Permukaan Katalis ... 44

C. Uji Katalitik ... 46

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 51

A. Simpulan ... 51

B. Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53

(8)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Baru-baru ini, biomassa telah menarik banyak perhatian sebagai sumber daya yang ramah lingkungan dan berkelanjutan untuk produksi bahan bakar dan produk kimia. Tidak seperti biomassa yang dapat dimakan misalkan pati atau minyak, selulosa tidak dapat dicerna oleh manusia dan sangat melimpah di alam. Oleh karena itu, selulosa merupakan biomassa yang menjanjikan sebagai sumber daya alam untuk dikonversi menjadi bahan kimia yang lebih berharga.

Selulosa merupakan bahan baku untuk menghasilkan bioenergi dan senyawa kimia lain. Selulosa dapat diperoleh dari residu tanaman. Meskipun pemanfaatan residu tanaman saat ini sudah ada seperti pupuk kompos dan makanan ternak tetapi nilai tambah ekonomis residu tanaman masih dapat ditingkatkan dengan cara mengolahnya menjadi selulosa serta konversi lanjut selulosa menjadi senyawa kimia lainnya (Ladisch et al., 1980).

(9)

fasa diam khiral pada HPLC dan mempunyai aktivitas anti koagulan darah serta mempunyai fungsi sebagai anti – virus defisiensi kekebalan tubuh, dan dapat diubah menjadi 5 hidroksil metil furfural (HMF) yang cocok untuk

menghasilkan bahan bakar cair dan polimer sintesis. Selain itu, selulosa dapat dikonversi lebih lanjut menjadi asam formiat dan asam levulinat dan selanjutnya digunakan untuk menghasilkan biopolimer, senyawa kimia lainnya seperti kertas, film, bahan peledak, bioplastik dan juga bioenergi (Hansen et al., 2006; Peng et al., 2010).

Nanokatalis memiliki aktifitas yang lebih baik sebagai katalis karena material nanokatalis memiliki area permukaan yang luas dan rasio-rasio atom yang tersebar secara merata pada permukaanya. Sifat ini menguntungkan untuk transfer massa di dalam pori-pori dan juga menyumbangkan antar muka yang besar untuk reaksi-reaksi adsorpsi dan katalitik (Widegren and Finke, 2003).

Metode dari pembuatan nanokatalis ternyata mempengaruhi karakteristik suatu katalis. Beberapa metode preparasi yang dapat dilakukan adalah pemanasan langsung prekursor dan penggunaan pelarut sebagai mediator pencampuran prekursor, selain itu metode preparasi lain yang sering digunakan yaitu

(10)

dengan menggunakan berbagai jenis pelarut dan pengemulsi. Sebagai contoh, preparasi katalis Cu/Mn menggunakan pelarut toluena dan AIP (Alumunium Isopropoxide) dengan ukuran partikel 50-100 nm untuk aplikasi pengabuan

katalitik dari VOCs (Volatile Organic Compounds) (Lou et al., 2009), kemudian preparasi NiMn2O4 menggunakan pencampuran gelatin dengan garam anorganik (NiCl2 dan MnCl2) di dalam larutan encer dengan hasil partikel yang berukuran 14-44 nm (Almeida et al., 2008). Selain itu, preparasi katalis NiFe2O4 dilakukan menggunakan larutan putih telur dan larutan garam-garam nitratnya dengan ukuran partikel yang dihasilkan adalah 60-600 nm (Maensiri et al., 2007).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, dengan katalis Ru/CNT dapat mengkonversi selobiosa menjadi sorbitol dengan hasil 69% (Deng et al., 2010). Konversi selulosa menjadi sorbitol dengan katalis Ru/AC-SO3H diperoleh hasil sebesar 71,1 % (Joung and Lee, 2012). Fukuoka et al. (2011) melaporkan bahwa selulosa dapat diubah menjadi gula alkohol dengan katalis logam. Selain gula alkohol, selulosa dapat dikonversi menjadi asam levulinat menggunakan klorida logam yang menghasilkan 67% dengan CrCl3 sebagai katalis (Peng et al., 2010).

(11)

dalam fermentor batch. Selanjutnya, karakterisasi bahan katalis dilakukan seperti penentuan fasa kristalin dengan menggunakan metode difraksi sinar-X, morfologi permukaan katalis di analisis dengan menggunakan SEM (Scanning Electron Microscopy), keasaman situs aktif katalis di analisis dengan menggunakan metode

gravimetri dan FTIR (Fourier Transform Infra Red), serta aktivitas nanokatalis dalam konversi selulosa menjadi gula alkohol atau produk lain di analisis dengan KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi).

B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut :

1. Mempelajari pembuatan nanokatalis NixFe2-xO4 dengan metode sol-gel. 2. Mempelajari konversi (hidrogenasi katalitik) selulosa.

3. Menyelidiki potensi kinerja nanokatalis NixFe2-xO4 dalam mengkonversi selulosa.

C. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian yang telah dilakukan antara lain sebagai berikut :

1. Memberikan pengetahuan tentang preparasi nanokatalis NixFe2-xO4 dan aktivitas katalis tersebut dalam proses konversi selulosa.

(12)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Material Nanopartikel

Nanopartikel didefinisikan sebagai partikulat yang terdispersi atau partikel-partikel padatan dengan ukuran partikel-partikel berkisar 10 – 100 nm (Abdullah dkk., 2008). Material nanopartikel telah banyak menarik peneliti karena material nanopartikel menunjukkan sifat fisika dan kimia yang sangat berbeda dari bulk materialnya, seperti kekuatan mekanik, elektronik, magnetik, kestabilan termal, katalitik dan optik. Ada dua hal utama yang membuat nanopartikel berbeda dengan material sejenis dalam ukuran besar (bulk) yaitu : (a) karena ukurannya yang kecil, nanopartikel memiliki nilai perbandingan antara luas permukaan dan volume yang lebih besar jika dibandingkan dengan partikel sejenis dalam ukuran besar. Ini membuat nanopartikel bersifat lebih reaktif. Reaktivitas material ditentukan oleh atom-atom di permukaan, karena hanya atom-atom tersebut yang bersentuhan langsung dengan material lain; (b) ketika ukuran partikel menuju orde nanometer, hukum fisika yang berlaku lebih didominasi oleh hukum-hukum fisika kuantum (Abdullah dkk., 2008).

(13)

keterbatasan ruang gerak elektron dan pembawa muatan lainnya dalam partikel. Fenomena ini berimbas pada beberapa sifat material seperti perubahan warna yang dipancarkan, transparansi, kekuatan mekanik, konduktivitas listrik dan magnetisasi. Kedua adalah perubahan rasio jumlah atom yang menempati permukaan terhadap jumlah total atom. Fenomena ini berimbas pada perubahan titik didih, titik beku, dan reaktivitas kimia. Perubahan-perubahan tersebut

diharapkan dapat menjadi keunggulaan nanopartikel dibandingkan partikel sejenis dalam keadaan bulk (Abdullah dkk., 2008).

Material nanopartikel menunjukkan potensi sebagai katalis karena material nanopartikel memiliki area permukaan yang luas dan rasio-rasio atom yang tersebar secara merata pada permukaanya, sifat ini menguntungkan untuk transfer massa di dalam pori-pori dan juga menyumbangkan antar muka yang besar untuk reaksi-reaksi adsorpsi dan katalitik (Widegren and Finke, 2003). Selain itu, material nanopartikel telah banyak dimanfaatkan sebagai katalis untuk menghasilkan bahan bakar dan zat kimia serta katalis untuk mengurangi pencemaran lingkungan.

(14)

pengendap basa hidroksida atau karbonat, yang kemudian diubah ke bentuk oksidanya dengan cara pemanasan (Pinna, 1998). Metode Sol-Gel, prinsip kerja dari metode ini adalah hidrolisis garam logam menjadi sol, yang kemudian sol ini mengalami kondensasi membentuk gel (Ismunandar, 2006).

B. Katalis

Katalis didefinisikan oleh Berzelius sebagai suatu senyawa yang dapat

meningkatkan laju dari suatu reaksi kimia, tapi tanpa terkonsumsi selama reaksi. Katalis dapat membentuk ikatan dengan molekul-molekul yang bereaksi, dan membiarkan mereka bereaksi untuk membentuk produk kemudian terlepas dari katalis. Suatu reaksi terkatalisis digambarkan sebagai suatu siklus peristiwa dimana katalis berpartisipasi dalam reaksi dan kembali ke bentuk semula pada akhir siklus. Siklus tersebut digambarkan pada Gambar 1 (Chorkendroff and Niemantsverdriet, 2003).

Gambar 1. Siklus reaksi katalisis.

katalis

katalis

katalis

Pemisahan

Pengikatan

(15)

Dari Gambar 1 di atas, siklus diawali dengan pengikatan molekul-molekul A dan B (reaktan) pada katalis. Kemudian A dan B bereaksi dalam bentuk kompleks ini membentuk produk P, yang juga terikat pada katalis. Pada tahap akhir, P terpisah dari katalis maka siklus kembali ke bentuk semula.

Secara umum, katalis dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu katalis homogen dan katalis heterogen. Untuk katalis homogen, katalis dan reaktan berada dalam fase yang sama. Sedangkan untuk katalis heterogen, katalis dan reaktan berada pada fase yang berbeda. Untuk tujuan praktis, penggunaan katalis heterogen saat ini lebih disukai dibandingkan dengan katalis homogen

(Chorkendroff and Niemantsverdriet, 2003).

Saat ini, proses katalitik heterogen dibagi menjadi dua kelompok besar, reaksi-reaksi reduksi-oksidasi (redoks), dan reaksi-reaksi-reaksi-reaksi asam-basa. Reaksi-reaksi-reaksi redoks meliputi reaksi-reaksi dimana katalis mempengaruhi pemecahan ikatan secara homolitik pada molekul-molekul reaktan menghasilkan elektron tak berpasangan, dan kemudian membentuk ikatan secara homolitik dengan katalis melibatkan elektron dari katalis. Sedangkan reaksi-reaksi asam-basa meliputi reaksi-reaksi dimana reaktan membentuk ikatan heterolitik dengan katalis melalui penggunaan pasangan elektron bebas dari katalis atau reaktan.

C. Preparasi Katalis

(16)

katalis. Tujuan utama dari metode preparasi katalis adalah mendistribusikan logam aktif katalis pada permukaan penyangga dengan cara yang efisien.

Beberapa jenis metode preparasi katalis adalah sebagai berikut : 1. Sol-gel

Metode sol-gel adalah suatu metode sintesis dengan teknik temperatur rendah yang melibatkan fasa sol. Sol adalah suatu sistem koloid padatan yang berdispersi dalam cairan, sedangkan gel adalah sistem padatan yang porinya mengandung cairan (Ismunandar, 2006).

Proses sol-gel merupakan proses serbaguna yang digunakan untuk membuat material keramik ataupun gelas. Pada umumnya proses sol-gel melibatkan transisi pada sistem dari fasa sol menjadi fasa gel. Perubahan ukuran partikelnya dapat dilihat pada Gambar 2.

(17)

Keunggulan dari metode sol-gel dibandingkan dengan metode lain adalah. a. Dispersi yang tinggi dari spesi aktif yang tersebar secara homogen pada

permukaan katalis.

b. Tekstur porinya memberikan kemudahan difusi dari reaktan untuk masuk ke dalam situs aktif.

c. Luas permukaan dari katalis yang didapat cukup tinggi. d. Peningkatan stabilitas termal.

2. Pengeringan dan Kalsinasi

Pada proses pengeringan ini bertujuan untuk menguapkan pelarut (air) yang dipakai pada proses sebelumnya. Umumnya pengeringan pada suhu 120oC menyebabkan warna katalis yang kurang merata, tetapi meskipun begitu pada suhu ini kadar air dalam katalis bisa mencapai kurang dari 1%. Pada

pengeringan ini suhu dinaikkan secara perlahan untuk mencegah terjadinya kerusakan pori katalis yang dapat menyebabkan ukuran pori katalis menjadi lebih besar.

(18)

Transformasi yang terjadi pada proses kalsinasi adalah: pertama, dekomposisi komponen prekursor pada pembentukan spesi oksida. Kedua, reaksi antara oksida yang terbentuk dengan penyangga. Ketiga, sintering komponen prekursor (Pinna, 1998). Selain melalui proses di atas preparasi katalis juga dapat dilakukan dengan cara yang lainnya yaitu dengan perlakuan ultrasonik, penambahan kombinasi promotor, dan juga pertukaran ion. Perlakuan ultrasonik ini dapat mempengaruhi struktur atom dan molekul katalis yaitu membuat ukuran partikel inti aktif katalis menjadi lebih halus. Selain itu pemberian perlakuan ultrasonik ini dapat

meningkatkan aktivitas, selektivitas, dan stabilitas katalis. Sedangkan pada penambahan kombinasi promotor dapat meningkatkan ketahanan terhadap terbentuknya deposit karbon. Melalui pertukaran ion katalis yang dipreparasi ini mempunyai ikatan logam penyangga yang lebih kuat dan mempunyai keaktifan yang lebih tinggi.

Pada penelitian ini telah dipreparasi katalis dengan metode sol-gel, karena dengan metode sol-gel ini diharapkan katalis yang dipreparasi dengan logam akan

terdispersi tinggi dan spesi aktif dari logam akan tersebar secara homogen pada permukaan katalis.

D. Selulosa

(19)

molekul selulosa ditentukan oleh jumlah unit glucan di dalam polimer, disebut dengan derajat polimerisasi. Derajat polimerisasi selulosa tergantung pada jenis tanaman dan umumnya dalam kisaran 2000 27000 unit glucan. Selulosa dapat dihidrolisis menjadi glukosa dengan menggunakan asam atau enzim. Selanjutnya glukosa yang diperoleh dapat difermentasi menjadi etanol. Dengan menghidrolisis ikatan glikosida dapat diperoleh glukosa, yang kemudian dapat digunakan untuk berbagai tujuan, seperti produksi bioetanol. Salah satu masalah pada hidrolisis selulosa adalah keberadaan lignin dan hemiselulosa yang menjadi penghambat bagi hidrolisis selulosa.

Gambar 3. Struktur molekul selulosa.

Selulosa dapat dikonversi menjadi gula reduksi seperti glukosa dan fruktosa, yang lebih lanjut dapat diubah menjadi gula xylitol, manitol, sorbitol dan glukosa anhidrat, yang berguna untuk membuat turunan polisakarida linear untuk kolom fasa diam khiral pada KCKT dan mempunyai aktivitas anti koagulan darah serta mempunyai fungsi sebagai anti – virus defisiensi kekebalan tubuh, dan dapat diubah menjadi 5 hidroksil metil furfural (HMF) yang cocok untuk

menghasilkan bahan bakar cair dan sintesis polimer (Hansen et al., 2006).

(20)

2005). Rendemen tinggi dari glukosa dapat diperoleh dengan menggunakan asam sulfat. Akan tetapi, meskipun asamnya berkonsentrasi rendah dapat menyebabkan degradasi glukosa menjadi hidroksi metil furfural dan senyawa yang tak

diharapkan (Hansen et al., 2006).

Selanjutnya, hidrolisis selulosa menggunakan asam asam mineral (padat) mempunyai beberapa keunggulan, seperti tidak korosif, mudah dipisahkan setelah proses reaksi dan dapat digunakan kembali. Proses katalisis efisien dari hidrolisis selulosa diamati dengan menggunakan karbon amorf yang ditanami gugus fungsi asam (Suganuma et al., 2008). Sedangkan konversi selobiosa yang tinggi dari selulosa diperoleh dengan menggunakan silika mesopori-gugus fungsi asam organik (Bootsma and Shanks, 2007).

E. Spinel Ferite

Spinel ferite adalah material magnetik yang sangat penting, karena sifat magnetik, elektrik dan kestabilan termal dari material tersebut sangat menarik. Spinel ferite ini secara teknologi penting dan telah banyak digunakan dalam berbagai aplikasi seperti media perekam magnetik, pemindai magnetik resonansi, katalis, sistem pembawa obat dan zat pewarna. Spinel ferite memiliki rumus umum AB2O4 dimana A adalah kation-kation bervalensi 2 seperti Fe, Ni, Co, dll., yang

(21)

2-(Kasapoglu et al., 2007; Iftimie et al., 2006). Gambar 4 berikut adalah struktur kristal spinel ferite.

Gambar 4. Struktur kristal spinel ferite.

Kation – kation yang terdistribusi dalam struktur spinel terdapat dalam tiga bentuk yaitu normal, terbalik (inverse) dan diantara normal dan terbalik. Pada posisi normal ion ion logam bervalensi 2 terletak pada posisi tetrahedral (posisi A) atau dapat dituliskan (M2+)A[M23+]BO4, pada posisi terbalik (inverse) ion – ion logam bervalensi 2 terletak pada posisi oktahedral (posisi B) atau dapat dituliskan (M3+)A[M2+M3+]BO4 dan posisi diantara normal dan terbalik, setengah dari ion - ion logam bervalensi 2 dan 3 menempati posisi tetrahedral dan oktahedral atau dapat dituliskan (M2+M3+)A[M1-x2+M2-λ3+]BO4 (Manova et al., 2005).

(22)

kemampuan sebagai sensor gas klorin pada konsentrasi rendah (Reddy et al., 1999 ; Iftimie et al., 2006).

F. Karakterisasi Katalis

1. Keasaman Katalis

Metode yang biasa dipakai untuk mengukur keasaman katalis adalah metode gravimetri dan metode FTIR (Fourier Transform Infra Red). Pada metode gravimetri dapat diukur jumlah gas yang teradsorpsi pada permukaan katalis. Sedangkan pada metode FTIR dapat diketahui serapan basa yang terikat oleh katalis asam.

a. Gravimetri

Keasaman dari suatu katalis adalah jumlah asam, kekuatan asam, serta gugus asam Lewis dan asam Brønsted-Lowry dari katalis. Menurut Lewis, asam adalah spesies yang dapat menerima elektron (akseptor elektron) dan basa adalah spesies yang dapat menyumbangkan elektron (donor elektron). Sedangkan asam menurut Brønsted-Lowry adalah suatu spesies yang dapat menyumbangkan proton atau lebih sering disebut donor proton dan basa adalah spesies yang dapat menerima proton (akseptor proton) (Fessenden and Fessenden, 1995).

(23)

(kemisorpsi) dalam fase gas. Basa gas yang terkemisorpsi pada situs asam yang kuat akan lebih stabil dan akan lebih sukar terdesorpsi dari situs daripada basa yang terkemisorpsi pada situs asam yang lebih lemah. Basa yang dapat digunakan adalah amoniak, piridin, piperidin, quinolin, trimetil amin, dan pirol yang teradsorpsi pada situs asam dengan kekuatan adsorpsi yang proporsional dengan kekuatan asam (Richardson, 1989).

Cara mengukur adsorpsi gas pada metode gravimetri yaitu dengan menempatkan katalis nano NiFe2O4 sebanyak 0,2 gram dimasukkan ke dalam wadah dan disimpan dalam desikator yang sudah dijenuhkan dengan basa yang mudah menguap (piridin). Desikator ditutup selama 24 jam, kemudian dikeluarkan dan dibiarkan selama 2 jam pada tempat terbuka untuk melepaskan basa yang teradsorpsi fisik. Jumlah basa gas yang tertahan pada padatan katalis nano NiFe2O4 merupakan gabungan basa gas yang terfisisorpsi dan kemisorpsi. Jumlah ini setara dengan jumlah situs asam yang ada pada permukaan katalis.

Banyaknya mol basa yang teradsorpsi pada cuplikan dapat dihitung pada Persamaan 1 berikut ini:

(24)

w3 = Berat wadah + cuplikan yang telah mengadsorpsi piridin

BM = Bobot molekul piridin

b. Fourier TransformInfra Red (FTIR)

Fourier Transform Infra Red (FTIR) adalah spektrofotometer yang

memanfaatkan sinar inframerah dekat, ialah sinar yang berada pada

jangkauan panjang gelombang 2,5 – 25 µm atau jangkauan frekuensi 400 – 4000 cm-1. Sinar ini muncul akibat vibrasi atom-atom pada posisi

kesetimbangan dalam molekul dan kombinasi vibrasi dengan rotasi menghasilkan spektrum vibrasi rotasi (Harley and Wiberley, 1954).

Gambar 5. Skema FTIR (Harley and Wiberley, 1954).

(25)

berkas itu dipantulkan oleh chopper yang berupa cermin berputar (~10 x perdetik). Hal ini menyebabkan berkas cuplikan dan berkas baku dipantulkan secara bergantian ke kisi difraksi. Kisi difraksi berputar lambat, dan setiap frekuensi dikirim ke detektor yang mengubah energi panas menjadi energi listrik.

Jika pada frekuensi cuplikan menyerap sinar, detektor akan menerima intensitas berkas baku yang besar dan berkas cuplikan yang lemah secara bergantian. Hal ini menimbulkan arus bolak balik dalam detektor lalu akan diperkuat oleh amplifier. Arus bolak-balik yang terjadi digunakan untuk menjalankan suatu motor yang dihubungkan dengan suatu alat penghalang berkas sinar yang disebut baji optik. Gerakan baji dihubungkan pena alat rekorder sehingga gerakan baji ini merupakan pita serapan pada spektra (Harley and Wiberley, 1954).

(26)

Gambar 6. Spektra inframerah (a) montmorillonit alam (b) SiO 2 -montmorillonit dan (c) TiO2/ SiO2-montmorillonit setelah penyerapan piridin.

Spektra yang dihasilkan dari FTIR, jenis situs asam (Brønsted-Lowry atau Lewis) yang terdapat pada katalis dapat diketahui melalui puncak-puncak serapan yang dihasilkan dari interaksi basa adsorbat dengan situs-situs asam tersebut. Pada penggunaan piridin sebagai basa adsorbat, situs asam

Brønsted-Lowry akan ditandai dengan puncak serapan pada

bilangan-bilangan gelombang 1485 – 1500, ~1620, dan ~1640 cm-1. Sedangkan untuk situs asam Lewis ditandai dengan puncak-puncak serapan pada bilangan-bilangan gelombang 1447 – 1460, 1488 – 1503, ~1580, dan 1600 – 1633 cm-1 (Tanabe, 1981). Di bawah ini dapat dilihat senyawa piridin pada permukaan suatu padatan.

Gambar7. Spesies piridin pada permukaan padatan.

%

T

ran

sm

itan

(27)

Pada penelitian ini karakterisasi FTIR telah dilakukan terhadap sampel katalis NixFe2-xO4 (x= 0,2, 0,5, 0,8 dan 1) yang telah diuji keasaman dengan metode gravimetri dan selanjutnya diketahui serapan basa yang terikat oleh katalis asam, sedangkan untuk mengidentifikasi fasa yang terdapat dalam sampel dengan menggunakan FTIR yang terlihat jelas dari spektrum inframerah yang diperoleh.

2. Penentuan Fasa Kristalin Katalis

Analisis struktur kristal katalis dilakukan menggunakan instrumentasi difraksi sinar-X (X-ray Difraction/XRD). XRD merupakan salah satu metode karakterisasi ilovematerial yang paling tua dan paling sering digunakan hingga saat ini. Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi suatu material berdasarkan fasa kristalin dalam material dengan cara menentukan parameter kisi serta untuk mendapatkan ukuran partikel suatu material.

Metode XRD didasarkan pada fakta bahwa pola difraksi sinar-X untuk masing-masing material kristalin adalah karakteristik. Dengan demikian, bila pencocokan yang tepat dapat dilakukan antara pola difraksi sinar-X dari sampel yang tidak diketahui dengan sampel yang telah diketahui, maka identitas dari sampel yang tidak diketahui itu dapat diketahui (Skoog and West, 1982).

(28)

n

d.sin 

2

dimana :

d = jarak antara dua bidang kisi (nm)

θ = sudut antara sinar datang dengan bidang normal n = bilangan bulat yang disebut sebagai orde pembiasan λ = panjang gelombang sinar-X yang digunakan (nm)

Gambar 8 berikut menunjukkan proses terjadinya pembentukkan puncak-puncak difraksi pada XRD.

Gambar 8. Proses pembentukkan puncak pada XRD.

(29)

Gambar 9 berikut adalah contoh difraktogram sinar-X NiFe2O4 yang dipreparasi menggunakan metode EDTA-assited hydrothermally.

Gambar 9. Difraktogram nanokristal NiFe2O4 (Kasapoglu et al., 2007).

3. Penentuan Morfologi Permukaan Katalis

Interaksi antara gas dan permukaan material dan reaksi-reaksi pada permukaan material memiliki peran yang sangat penting dalam bidang katalisis. Siklus awal katalsis diawali dengan adsorpsi molekul reaktan pada permukaan katalis. Oleh karena itu kita perlu untuk mempelajari morfologi permukaan dari katalis (Chorkendorff and Niemantsverdriet, 2003). Untuk mempelajari morfologi permukaan katalis dapat menggunakan instrumentasi Scanning Electron Microscopy (SEM) (Ertl et al., 2000).

(30)

SEM dan 200 nm untuk mikroskop cahaya) (Hanke, 2001). Skema kerja dari SEM ditunjukkan dalam Gambar 10 berikut:

Gambar 10. Skema kerja dari SEM.

Dari Gambar 10 di atas, sebuah pistol elektron memproduksi berkas elektron dan dipercepat di anoda. Lensa magnetik kemudian memfokuskan elektron menuju sampel. Berkas elektron yang terfokus memindai (scan) keseluruhan sampel dengan diarahkan oleh kumparan pemindai. Ketika elektron mengenai sampel, maka sampel akan mengeluarkan elektron yang baru yang akan diterima oleh detektor (Hanke, 2001).

G. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi atau KCKT atau biasa juga disebut dengan HPLC (High Performance Liquid Chromatography) dikembangkan pada akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an. KCKT merupakan suatu teknik

(31)

analisis senyawa berdasarkan kekuatan atau kepolaran fasa geraknya.

Berdasarkan polaritas relatif fasa gerak dan fasa diamnya, KCKT dibagi menjadi dua, yaitu fasa normal yang umumnya digunakan untuk identifikasi senyawa nonpolar sehingga fasa gerak yang digunakan kurang polar dibandingkan fasa diam dan fasa terbalik yang umumnya digunakan untuk identifikasi senyawa polar, menggunakan fasa gerak lebih polar dibandingkan fasa diam (Gritter et al., 1991). Prinsip pemisahan senyawa menggunakan KCKT adalah perbedaan distribusi komponen diantara fasa diam dan fasa geraknya. Semakin lama

terdistribusi dalam fasa diam maka semakin lama waktu retensinya. Skema untuk sistem KCKT ditunjukkan oleh Gambar 11.

Gambar 11. Skema alat kromatografi cair kinerja tinggi.

Tujuan utama KCKT yaitu agar diperoleh hasil pemisahan/ resolusi yang baik dengan waktu singkat. Maka, hal-hal yang harus diperhatikan adalah :

 Pemilihan pelarut harus sesuai dengan komponen yang dianalisis

 Jenis dan ukuran kolom yang dipergunakan.

(32)

Kromatogram dari beberapa gula alkohol monosakarida, dan disakarida dapat ditunjukkan pada gambar berikut:

Gambar 12. Kromatogram dari gula alkohol, monosakarida dan disakarida (Ratnayani dan Dwi, 2008).

Dapat dilihat bahwa waktu retensi yang dihasilkan oleh senyawa-senyawa tersebut berbeda. Pengukuran analisis untuk fase gerak digunakan aquabides alkohol, kolom yang digunakan SCR-101C, dengan laju alir 1 mL/menit pada suhu 80 oC. Hasil yang diperoleh untuk gula alkohol seperti gliserol, xylitol, sorbitol dan manitol kromatogramnya muncul pada waktu retensi kurang dari 5 menit. Untuk monosakarida seperti glukosa dan fruktosa dihasilkan pada rentang waktu retensi antara 5-10 menit, sedangkan untuk disakarida (sukrosa dan laktosa) dihasilkan pada rentang waktu retensi 10-15 menit. Hal ini disebabkan karena senyawa-senyawa yang berbeda memiliki waktu retensi yang berbeda.

Uji aktivitas pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Larutan baku (sorbitol, manitol, dan xylitol) serta larutan sampel diinjeksikan ke KCKT dilakukan dengan waktu analisis 15 menit.

(33)

Untuk mengidentifikasi selulosa yang terkonversi menjadi gula alkohol, akan terlihat berupa data luas area puncak yang diambil dari kromatogram hasil pengukuran tiap larutan. Dari data tersebut, dibuat plot grafik antara luas area puncak (sumbu y) larutan baku terhadap konsentrasi larutan baku (sumbu x), kemudian dibuat persamaan garis linier dari plot menggunakan metode least square.

Bentuk persamaan linier :

y = bx ± a

Dimana, y = luas area puncak dari larutan baku x = konsentrasi tiap larutan baku (ppm)

a,b = intersep dan slope dari persamaan least square

Nilai luas area puncak larutan sampel dibandingkan dengan persamaan least square yang didapat untuk mendapatkan nilai konsentrasi larutan sampel. Jika

(34)

H. Gula Alkohol (Poliol)

Gula alkohol atau poliol didefinisikan sebagai turunan sakarida yang gugus keton atau aldehidnya diganti dengan gugus hidroksil. Poliol adalah pemanis bebas gula, yang merupakan karbohidrat tetapi bukan gula. Tidak seperti pemanis berpotensi tinggi seperti aspartame yang digunakan dalam jumlah kecil, poliol digunakan dalam jumlah yang sama seperti dukrosa. Secara kimia, poliol disebut alkohol polihidrat atau gula alkohol karena bagian dari struktur poliol

mernyerupai gula dan bagian ini mirip dengan alkohol. Tetapi pemanis bebas gula ini bukan gula dan juga bukan alkohol. Poliol diturunkan dari karbohidrat yang gugus karbonilnya (aldehid atau keton, gula pereduksi) direduksi menjadi gugus hidroksi primer atau sekunder. Poliol mempunyai rasa dan kemanisan hampir sama dengan gula tebu (sukrosa), bahkan beberapa jenis lebih manis. Poliol diturunkan dari gula tetapi tidak dimetabolisme seperti halnya metabolisme gula oleh tubuh (Kellen, 2012).

Beberapa keuntungan penggunaan poliol yaitu:

1. Makanan yang ditambahkan poliol kalorinya lebih rendah dan bebas gula daripada makanan yang tidak ditambah poliol

2. Rasa poliol seperti gula pada umumnya (gula tebu atau sukrosa) 3. Kalorinya lebih rendah daripada gula

4. Tidak menyebabkan kerusakan gigi

(35)

Beberapa karakteristik dari poliol yaitu kalori yang lebih sedikit, pemanis, kemampuan untuk mempertahankan kadar air (humektan), sebagai bahan pengisi dan penurun “freeze point”. Poliol adalah bahan serba guna yang digunakan

dalam berbagai aplikasi untuk memberikan nilai tambah. Gula alkohol

diklasifikasikan berdasarkan jumlah unit sakarida yang terdapat dalam molekul. Sorbitol, mannitol dan xylitol adalah monosakarida turunan glukosa, mannose dan xylosa (Kellen, 2012).

Pada penelitian ini telah dikonversi selulosa yang diharapkan menjadi gula

(36)

III. METODELOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung. Analisis difraksi sinar-x dan analisis morfologi permukaan dilakukan di Laboratorium Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN) Batan Serpong. Analisis keasaman telah dilakukan di Laboratorium Biomassa Terpadu

Universitas Lampung dan uji aktivitas katalis telah dilakukan di Laboratorium Kimia FMIPA Universitas Gadjah Mada. Analisis hasil uji aktivitas telah dilakukan di Laboratorium Afiliasi Departemen Kimia FMIPA Universitas Indonesia. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Oktober 2012 sampai dengan bulan Agustus 2013.

B. Alat dan Bahan

(37)

Adapun bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah feri nitrat

Fe(NO3)3.9H2O (Merck, 99%), nikel nitrat Ni(NO3)2.6H2O (Merck, 99%), piridin C5H5N (J.T. Baker), putih telur, gas hydrogen (BOC 99,99%), selulosa

mikrokristalin (Merck, density 1,5 g/cm3, molekular (C6H10O5)n = (162, 06)n) dan akuades.

C. Prosedur Kerja

Penelitian ini telah berlangsung dalam beberapa tahap yaitu pembuatan katalis dan karakterisasi katalis, serta uji aktivitas dalam reaksi konversi selulosa.

1. Pembuatan Nanokatalis

Nanokatalis NixFe2-xO4 dibuat sebanyak 4 katalis, yaitu dengan variable x= 0,2, 0,5, 0,8 dan 1. Untuk pembuatan nanokatalis NixFe2-xO4 (x= 0,2) dilakukan dengan cara melarutkan 60 mL putih telur dalam 40 mL akuades. Larutan

kemudian diaduk menggunakan magnetik stirer pada suhu 27 oC sampai diperoleh larutan yang homogen. Kemudian larutan putih telur dibagi menjadi 2 bagian yaitu pada gelas kimia pertama terdiri dari 50 mL putih telur dan 0,3255 g Ni(NO3)2.6H2O, gelas kimia ke dua terdiri dari 50 mL putih telur dan 4,0707 g Fe(NO3)3.9H2O lalu diaduk menggunakan magnetik stirer selama 2 jam pada suhu 27 oC sampai diperoleh larutan yang homogen. Kemudian, campuran dipanaskan menggunakan hot plate magnetic stirerr pada suhu 80oC sampai terbentuk

(38)

2. Karakterisasi Nanokatalis a) Analisis Struktur Kristal

Analisis struktur kristal dilakukan menggunakan instrumentasi difraksi sinar-X. Prosedur analisis ini disesuaikan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Maiti et al. (1973). Analisis dilakukan menggunakan radiasi CuKα (1,5425 Å),

tabung sinar-X dioperasikan pada 40 kV dan 200 mA. Rentang difraksi yang diukur (2θ) dalam rentang 10 – 80o, dengan scan step size 0,02o/menit. Puncak-puncak yang terdapat pada difraktogram kemudian diidentifikasi menggunakan metode Search Match dengan standar file data yang terdapat dalam program PCPDF-win 1997.

b) Analisis Keasaman Katalis

Untuk menentukan sifat keasaman katalis dalam penelitian ini dilakukan dengan metode gravimetri dan Fourier Transform Infra Red (FTIR). Penentuan sifat keasaman katalis dengan menggunakan metode gravimetri dilakukan dengan cara, mula-mula wadah kosong ditimbang kemudian diisi dengan 0,2 gram serbuk katalis dan dimasukkan ke dalam desikator yang berisi piridin yang telah

(39)

Selanjutnya, penentuan situs asam Brønsted-Lowry dan situs asam Lewis dari bahan katalis, dilakukan dengan cara bahan katalis hasil uji keasaman secara gravimetri dianalisis dengan menggunakan FTIR. Sampel katalis dicampur dengan KBr, dengan perbandingan 1:50 atau 1:100. Kemudian sampel yang sudah dicampur dengan KBr dibentuk menjadi pelet. Lalu sampel diukur dengan menggunakan FTIR.

c. Analisis Morfologi Permukaan Katalis

Analisis morfologi permukaan katalis dilakukan menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM). 0,1 g sampel katalis yang akan dianalisis ditempatkan pada

wadah sampel yang mengandung sticking tape tembaga, kemudian sampel dilapisi lapisan tipis emas atau bahan yang besifat konduktor lainnya. Kemudian sampel tersebut diberikan berkas elektron. Berkas elektron akan dipantulkan oleh sampel untuk kemudian ditangkap detektor membentuk foto (Hanke, 2001).

3. Uji Katalitik a. Preparasi Sampel

Katalis yang digunakan dalam uji katalitik ini merupakan hasil dari pembuatan katalis nano NixFe2-xO4. Dalam penelitian ini digunakan sebanyak 100 mg katalis nano NixFe2-xO4, kemudian 0,5 g selulosa dan 100 mL akuades.

b. Reaksi Katalitik

(40)

laju 10 mL per menit dan dipanaskan hingga temperatur 100 oC. Selanjutnya dimasukkan bahan katalis NixFe2-xO4 sebanyak 100 mg dan dibiarkan reaksi terjadi selama 2 jam. Kemudian sampel (hasil reaksi) dianalisis dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Selanjutnya ulangi reaksi untuk temperatur 120 oC dan 140 oC pada waktu reaksi seperti sebelumnya.

Gambar 13. Fermentor batch

4. Analisis dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

(41)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan data-data yang didapat dari penelitian ini maka dapat diambil kesimpulan bahwa :

1. Katalis yang disintesis menggunakan metode sol-gel dan sonofikasi secara simultan dengan putih telur adalah NiFe2O4.

2. Hasil analisis sinar-X (XRD) menunjukkan bahwa fasa kristalin dari katalis yang di uji adalah NiFe2O4.

3. Katalis NixFe2-xO4 dengan variable x= 0,8 memiliki tingkat keasaman tertinggi yaitu 10,6 mmol piridin/g katalis jika dibandingkan dengan katalis (x= 0,2) yaitu 9,17 mmol piridin/g katalis, (x= 0,5) yaitu 9,03 mmol piridin/g katalis dan katalis (x= 1) yaitu 9,51 mmol piridin/g katalis. 4. Hasil analisis FTIR , situs asam yang mendominasi pada permukaan

katalis adalah situs asam Lewis.

(42)

6. Hasil analisis KCKT yang dapat mengkonversi selulosa menjadi gula alkohol (sorbitol, manitol, dan xylitol) yaitu katalis NixFe2-xO4 dengan variable x= 0,5 pada suhu 120 C dan variable x= 1 pada suhu 140 C.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, pada penelitian selanjutnya perlu disarankan untuk :

1. Perlu diperhatikan pada saat proses pencampuran prekursor nitrat dari logam Fe dan logam Ni dengan larutan putih telur agar tidak terbentuk gumpalan.

2. Melakukan variasi pada temperatur yang lebih tinggi pada uji reaksi katalitik.

3. Melakukan analisis untuk produk-produk lain yang mungkin terbentuk dari hasil reaksi katalitik seperti asam levulinat, asam formiat maupun senyawa lainnya.

(43)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M., V. Yudistira, Nirmin, dan Khairurrijal. 2008. Sintesis

Nanomaterial. Jurnal Nanosains dan Nanoteknologi. 1, hal. 33 36. Almeida, J. M. A., C. T. Meneses, A. S. de Menezes, R. F. Jardim, and J. M.

Sasaki. 2008. Synthesis and Characterization of NiMn2O4 Nanoparticles using Gelatin as Organic Precursor. Journal of Magnetism and Magnetic Materials. 320, p. 304 - 307.

Bootsma, J. A. and B. H. Shanks. 2007. Cellobiose Hydrolysis using Organic-Inorganic Hybrid Mesoporous Silica Catalysts. Applied Catalysis A-General. 327, p. 44 - 51.

Chorkendroff, I. and J. W. Niemantsverdriet. 2003. Concept of Modern Catalysis and Kinetics. Wiley-VCH GmbH & Co. New York. p. 2 – 4.

Cullity, B. D. 1978. Element of X-ray Diffraction 2nd edition. Addison-Wesley

Publishing Company, Inc. Philippines. 14, p. 397 - 398.

Deng, W. P., M. Liu, X. S. Tan, Q. H. Zhang, and Y. Wang. 2010. Conversion of Cellobiose into Sorbitol in Neutral Water Medium over Carbon Nanotube-supported Ruthenium Catalyst. Journal of Catalysis. 271, p. 22 - 32.

Ertl, G., H. Knözinger, and J. Weitkamp. 2000. Handbook of Heterogeneous Catalysis 3th edition. Wiley-VCH GmbH & Co. New York, p. 4 – 6. Fessenden, R. J. and J. S. Fessenden. 1995. Kimia Organik Jilid II Edisi Ketiga.

Erlangga. Jakarta. Hal. 319 - 337.

Fukuoka, A., H. Kobayashi, Y. Ito, T. Komanoya, Y. Hosaka, P. L. Dhepe, K. Kasai, and K. Hara. 2011. Synthesis of Sugar Alcohols by Hydrolytic Hydrogenation of Cellulose over Supported Metal Catalysts. Green Chemistry. 13, p. 326 - 333.

Gritter, R.J., J. M. Bobbit, and A.E. Schwarting. 1991. Pengantar Kromatografi. 2nd edition. ITB. Bandung. 108, p. 160 - 179.

(44)

Hansen, T. S., A. Boisen, J. M. Woodley, S. Pedersen, and A. Riisager. 2006. Production of HMF from Aqueous Fructose Microwave Study. Harley, J. H. and S. E. Wiberley. 1954. Instrumental Analysis. John Wiley &

Son, Inc. New York. p. 440.

Iftimie, N., E. Rezlescu, P. D. Popa, and N. Rezlescu. 2006. Gas Sensitivity of Nanocrystalline Nickel Ferrite. Journal of Optoelectronics and Advanced Materials. 8, p. 1016 - 1018.

Ismunandar. 2006. Padatan Oksida Logam: Struktur, Sintesis, dan Sifat-sifatnya. Penerbit ITB. Bandung. Indonesia. Hal. 8 – 23.

Joung, W. H. and H. Lee. 2012. Direct Conversion of Cellulose into Sorbitol using Dual-functionalized Catalyst in Neutral Aqueous Solution. Catalysis Communications. 19, p. 115 - 118.

Kasapoglu, N., A. Baykal, M. S. Toprak, Y. Koseoglu, and H. Bayrakdar. 2007. Synthesis and Characterization of NiFe2O4 Nano-Octahedrons by EDTAAssisted Hydrothermal Method. Turk. J. Chem. 31, p. 659 -666.

Kellen. 2012. Http://www.polyols.com diakses pada tanggal 18 September 2012. Kim, K. D., S. S. Kim, Y. H. Choa and H. T. Kim. 2007. Formation and Surface Modification of Fe3O4 Nanoparticles by Co-precipitation and Sol-gel Method. Journal of industrial engineering chemistry. 13, p. 1137 -1141.

Ladisch, M. R., T.A. Hsu, and G.T. Tsao. 1980. Alcohol from Cellulose. Chemistry Technology. 10(5), p. 315 – 319.

Liu, C.G. and C. E. Wyman. 2005. Partial Flow of Compressed-Hot Water Through Corn Stover to Enhance Hemicellulose Sugar Recovery and Enzymatic Digestibility of Cellulose. Bioresource Technology. 96, p. 1978.

Lou, J. C., H. W. Yang, and C. H. Lin. 2009. Preparation Copper/Manganese Catalyst by Sol-Gel Process for Catalytic Incineration of VOCs. Aerosol and Air Quality Research. 9, p. 435 - 440.

Maensiri, S., C. Masingboon, B. Bonochom, and S. Seraphin. 2007. A Simple Route to Synthesize Nickel Ferrite (NiFe2O4) Nanoparticles using Egg White. J. scriptamat. 56, p. 797 - 800.

Maiti, G. C., M. L. Kundu, S. K. Ghosh, and B. K. Banerjee. 1973. Cyrstallite Size Measurements and Phase Transformation of Fe2O3, Cr2O3 and Fe2O3- Cr2O3 System by X-Ray Difraction Method. Physical

(45)

Manova, E., T. Tsoncheva, Cl. Estournes, D. Paneva, K. Tenchev, I. Mitov, L. Petrov. 2005. Nanosized Iron and Iron – Cobalt Spinel Oxides as Catalysts for Methanol decomposition. J. apcata. 11, p. 5.

Parry, E. P. 1963. An Infrared Study of Pyridine Adsorbed on Acidic Solids. Characterization of Surface Acidity. Journal of Catalysis. 2, p. 371 -379.

Peng, L., L. Lin, J. Zhang, J. Zhuang, Z. Beixiao and Y. Gong. 2010. Catalytic Conversion of Cellulose to Levulinic Acid by Metal Chlorides. Molecules. 15, p. 5258 - 5272.

Pinna, F. 1998. Supported Metal Catalyst Preparation. Catalysis Today. 41, p. 129 - 137.

Ratnayani, K. dan A. S. Dwi. 2008. Penentuan Kadar Glukosa dan Fruktosa Pada Madu Randu dan Madu Kelengkeng Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Jurnal Kimia. 2(2), hal. 77 - 86.

Reddy, C.V.G., S.V. Manorama and V.J. Rao. 1999. Semiconducting Gas Sensor for Chlorine Based on Inverse Spinel Nickel Ferrite. Sens. Actuators B: Chemical. 55, p. 90 - 95.

Richardson, T. J. 1989. Principles of Catalyst Development. Plenum Press. New York. p. 171.

Skoog, D. A. and D. M.West. 1982. Fundamentals of Analytical Chemistry, fourth edition. HRW International Editions.

Suganuma, S., K. Nakajima, M. Kitano, D. Yamaguchi, H. Kato, S. Hayashi and M. Hara. 2008. Hydrolysis of Cellulose by Amorphous Carbon Bearing SO3H, COOH, and OH Groups. Journal of the American Chemical Society. 130, p. 12787 - 12793.

Tanabe, K. 1981. Solid Acid and Base Catalyst in Catalysis Science and

Technology. John R. Anderson and Michael Boudart Vol. 2. Springer- Link. Berlin, p. 231 - 273.

Widegren, J. A. and R. G. Finke. 2003. A review os soluble transition-metal nanocluster as arene hydrogenation catalysts. Journal of Molecular Catalysis A: Chemical. 191, p. 187.

Gambar

Gambar 1. Siklus reaksi katalisis.
Gambar 2. Pertumbuhan ukuran partikel dalam sintesis sol-gel.
Gambar 3. Struktur molekul selulosa.
Gambar 4. Struktur kristal spinel ferite.
+7

Referensi

Dokumen terkait

(6) Pendidikan Profesi Guru (PPG) sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah program pendidikan yang diselenggarakan untuk mempersiapkan lulusan S1 kependidikan dan S1/D4

PengaruhPenggunaan Denture Cleanser terhadap Pertumbuhan Candida albicans pada Basis Gigi Tiruan Resin Akrilik.. Long-term efficacy of denture cleansers in

Untuk membantu seseorang berjuang dalam mencapai satu tujuan yang diinginkan diperlukan self-efficacy, dengan keyakinan diri yang kuat akan membuat mereka melakukan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan menunjukan bahwa pada variabel pelayanan administrasi pajak hiburan memiliki ttabel sebesar 7,314 lebih besar dari 1,66216 dengan

Pada tahapan ini adalah tahap permulaan untuk membangun dan mengembangkan aplikasi sesuai dengan rencana yang telah dibuat. Bagian ini merupakan kegiatan tentang

Sumber daya manusia merupakan faktor terpenting yang dapat menentukan berhasil atau tidaknya suatu proyek. Potensi setiap sumber daya manusia yang ada dalam proyek seharusnya

Internet Gateway dengan multiple ISP By Henry Saptono < [email protected] > Jul 2008

Sejauh pengamatan peneliti, penelitian mengenai perbedaan adversity quotient pada mahasiswa yang mengikuti Objective Structured Clinical Skills (OSCE) berdasarkan motivasi