• Tidak ada hasil yang ditemukan

REALISASI KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM KOMUNIKASI REMAJA DI DAERAH TELUK BETUNG BARAT BANDAR LAMPUNG DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "REALISASI KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM KOMUNIKASI REMAJA DI DAERAH TELUK BETUNG BARAT BANDAR LAMPUNG DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

REALISASI K

KOMUNIKASI R

BANDAR L

PEM

Sebagai

Prog

Fakultas Kegu

FAKULT

SI KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA D

SI REMAJA DI DAERAH TELUK BETUN

LAMPUNG DAN IMPLIKASINYA TERH

EMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

Oleh

MARYANI

Skripsi

agai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA PENDIDIKAN

Pada

rogram Studi Bahasa dan Sastra Indonesia

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

eguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas L

LTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2014

DALAM

NG BARAT

HADAP

elar

a

as Lampung

(2)

ABSTRAK

REALISASI KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DALAM

KOMUNIKASI REMAJA DI DAERAH TELUK BETUNG BARAT

BANDAR LAMPUNG DAN IMPLIKASINYA TERHADAP

PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

Oleh

Maryani

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tuturan yang tidak santun yang

digunakan oleh remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan realisasi

ketidaksantunan berbahasa oleh remaja di daerah Teluk Betung Barat Bandar

Lampung dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa Indonesia. Penelitian

ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini

adalah remaja di desa Sinar Mulya daerah Teluk Betung Barat. Data yang menjadi

kajian dalam penelitian ini berupa tuturan yang tidak santun yang digunakan oleh

remaja.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa realisasi ketidaksantunan berbahasa dalam

komunikasi remaja di daerah Teluk Betung Barat banyak dilakukan saat penutur

sedang marah, atau tidak suka dengan lawan tutur. Selain itu, hubungan kedekatan

antara penutur dengan mitra tutur juga ikut memengaruhi terjadinya

ketidaksantunan di dalam komunikasi remaja di daerah Teluk Betung Barat. Hal

lain yang menyebabkan terjadinya ketidaksantunan berbahasa adalah penutur

tidak memerhatikan situasi dan kondisi mitra tutur saat melakukan tuturan.

(3)

Maryani

(4)
(5)
(6)
(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...

i

HALAMAN JUDUL ... ...

iii

HALAMAN PERSETUJUAN ... ...

iv

HALAMAN PENGESAHAN ...

v

SURAT PERNYATAAN ...

vi

RIWAYAT HIDUP...

vii

MOTO ...

viii

PERSEMBAHAN ...

ix

SANWACANA ...

x

DAFTAR ISI ...

xiii

DAFTAR TABEL ...

xv

DAFTAR LAMPIRAN ...

xvi

DAFTAR SINGKATAN ...

xvii

BAB I PENDAHULUAN ...

1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... ... 7

BAB II LANDASAN TEORI ...

8

2.1 Peristiwa Tutur ... 8

2.2 Hakikat Tindak Tutur ... 8

2.3 Jenis-jenis Tindak Tutur ... 10

2.3.1 Tindak Lokusi ... 10

2.3.2 Tindak Ilokusi ... 11

2.3.3 Tindak Perlokusi ... 13

2.4 Tindak Tutur Langsung dan Tindak Tutur Tidak Langsung ... 15

2.4.1 Tindak Tutur Literal dan Tindak Tutur Tidak Literal ... 17

2.4.2 Tindak Tutur Langsung Literal ... 18

2.4.3 Tindak Tutur Tidak Langsung Literal ... 18

2.4.4 Tindak Tutur Langsung Tidak Literal ... 20

2.4.5 Tindak Tutur Tidak Langsung Tidak Literal ... 20

2.5 Pemanfaatan Konteks dalam Tindak Tutur ... 21

2.5.1 Jenis-jenis Konteks ... 23

2.5.2 Unsur-unsur Konteks ... 28

2.6 Prinsip-prinsip Percakapan ... 30

2.6.1 Prinsip Sopan Santun ... 31

2.6.1.1 Maksim Kebijaksanaan ... 33

2.6.1.2 Maksim Kedermawanan ... 34

(8)

xiv

2.6.1.4 Maksim Kerendahan Hati ... 36

2.6.1.5 Maksim Kesepakatan ... 36

2.6.1.6 Maksim Simpati ... 37

2.6.2 Skala Kesantunan ... 38

2.6.2.1 Skala Kesantunana Leech ... 38

2.6.2.2 Skala Kesantunan Brown dan Levinson ... 40

2.6.2.3 Skala Kesantunan Robin Lakoff ... 41

2.7 Aspek Kesantunan Berbahasa ... 43

2.7.1 Aspek Kebahasaan sebagai Penanda Kesantunan ... 43

2.7.2 Aspek NonKebahasaan sebagai Penanda Kesantunan ... 45

2.8 Faktor Penyebab Ketidaksantunan ... 46

2.9 Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Pertama ... 48

BAB II METODE PENELITIAN ...

50

3.1 Desain Penelitian ... 50

3.2 Sumber Data... 51

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 52

3.4 Teknik Analisis Data ... 53

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...

54

4.1 Hasil Penelitian ... 56

4.2 Pembahasan ...

56

4.2.1 Pelanggaran Maksim Kebijaksanaan ... 57

4.2.2 Pelanggaran Maksim Kedermawanan ... 57

4.2.3 Pelanggaran Maksim Pujian ... 61

4.2.4 Pelanggaran Maksim Kerendahan Hati ... 64

4.2.5 Pelanggaran Maksim Kesepakatan ... 67

4.2.6 Pelanggaran Maksim Simpati ... 70

4.2.7 Faktor Penyebab Ketidaksantunan ... 73

4.2.7.1 Kritik Secara Langsung dengan Kata-kata Kasar ... 73

4.2.7.2 Dorongan Rasa Emosi Penutur ... 74

4.2.7.3 Sengaja Memojokkan Mitra Tutur ... 75

4.2.8 Skala Kesantunan Leech ... 76

4.2.8.1 Skala Kerugian dan Keuntungan ... 77

4.2.8.2 Skala Pilihan ... 77

4.2.8.3 Skala Ketidaklangsungan ... 79

4.2.8.4 Skala Keotoritasan ... 80

4.2.8.5 Skala Jarak Sosial ... 81

4.2.9 Implikasi Hasil Penelitian terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di

Sekolah Menengah Pertama ... 82

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ...

88

5.1 Simpulan ... 88

5.2 Saran ... 89

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bahasa adalah alat komunikasi atau alat interaksi yang digunakan oleh manusia

untuk menyampaikan maksud, ide, dan gagasan yang dimilikinya serta untuk

bersosialisasi di masyarakat. Bahasa memiliki peran penting bagi kehidupan

manusia karena bahasa tidak hanya dipergunakan di dalam kehidupan sehari-hari,

tetapi bahasa juga diperlukan untuk menjalankan aktivitas hidup manusia, seperti:

penelitian, penyuluhan, pemberitaan dan

untuk menyampaikan pikiran,

pandangan, serta perasaan. Bidang-bidang seperti ilmu pengetahuan, hukum,

kedokteran, politik, pendidikan juga memerlukan peran bahasa karena hanya

dengan bahasa manusia mampu mengomunikasikan segala hal. Oleh karena itu,

tidaklah berlebihan jika bahasa disebut sebagai alat komunikasi terpenting bagi

manusia (Wijana, 2009:1).

(10)

2

buruknya seseorang dapat dilihat dari bahasa yang digunakan dan perilaku yang

diperlihatkan. Bahasa dan perilaku seseorang dapat dilihat menggunakan tolok

ukur kesantunan pemakaian bahasa (Pranoto, 2009:3). Pemakaian bahasa yang

sopan, santun, teratur, lugas dan jelas mencerminkan pribadi penuturnya yang

berbudi. Sebaliknya, pemakaian bahasa yang kasar, memaki, mengejek,

menghujat, melecehkan akan mencerminkan pribadi yang tidak berbudi.

Kesantunan berbahasa adalah salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam

komunikasi. Santun tidaknya suatu tuturan sangat bergantung pada ukuran

kesantunan masyarakat penutur bahasa yang dipakai. Tuturan dalam bahasa

Indonesia secara umum sudah dianggap santun jika penutur menggunakan

kata-kata yang santun, tuturannya tidak mengandung ejekan secara langsung, tidak

memerintah secara langsung, serta menghormati orang lain. Kesantunan

berbahasa, khususnya dalam komunikasi verbal dapat dilihat dari beberapa

indikator. Salah satunya adalah maksim-maksim kesantunan. Semakin

terpenuhinya maksim-maksim kesantunan suatu tuturan, semakin santun tuturan

tersebut.

(11)

3

Dewasa ini, masyarakat sedang mengalami perubahan menuju era globalisasi dan

teknologi. Faktor bahasa sebagai media penyampaian dalam komunikasi

mengalami perubahan dalam penggunaannya. Setiap perubahan masyarakat

melahirkan konsekuensi-konsekuensi tertentu yang berkaitan dengan nilai dan

moral, termasuk pergeseran bahasa dari bahasa santun menuju kepada bahasa

yang tidak santun.

Ketidaksantunan berbahasa merupakan bentuk pertentangan dari kesantunan

berbahasa. Jika kesantunan berbahasa berkaitan dengan penggunaan bahasa yang

baik dan sesuai dengan tatakrama, maka ketidaksantunan berbahasa berkaitan

dengan penggunaan bahasa yang tidak baik dan tidak sesuai dengan tatakrama.

Ketidaksantunan berbahasa banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik

secara lisan maupun tulisan.

(12)

4

Berdasarkan observasi semula, ketika peneliti berkunjung ke rumah teman yang

berada di desa Sinar Mulya Kel. Keteguhan Teluk Betung Barat, peneliti

melihat bahwa remaja di sana masih sering menggunakan kata-kata yang kurang

santun ketika melakukan percakapan bahkan terkadang menimbulkan keributan

kecil. Salah satu fenomena kebahasaan yang penulis dapatkan adalah tuturan

yang diucapkan oleh remaja usia 14 tahun yang masih duduk di bangku SMP

dengan teman sebayanya. Ketika itu mereka hendak pergi bermain menggunakan

sepeda motor, tetapi saat dian menyuruh indah naik, dian dengan maksud

bercanda menjalankan motornya saat indah hendak naik, berikut contoh

tuturannya:

Dian

: Ayuk, naek! (menjalankan motornya pelan).

Indah : Tolol sih, kalo gua jatuh gimana. Emang bapak elo yang

mau ngobatin gua. (menendang ban motor dian)

Fenomena kebahasaan di atas adalah penggalan beberapa ketidaksantunan

berbahasa yang diucapkan oleh remaja di desa Sinar Mulya Kel. Keteguhan Teluk

Betung Barat. Banyak hal yang membuat kata-kata kasar keluar dari pemakainya.

Sarkasme itu sendiri kadang bisa memancing kemarahan orang yang dituju, tapi

kadang juga tidak berpengaruh karena itu sudah menjadi hal yang lumrah untuk

keduanya.

(13)

5

berbahasa harus diperhatikan. Anak-anak perlu dididik dan dibina untuk

berbahasa santun agar berbahasa santun tidak hilang dan terus membudaya serta

tidak lahir generasi penerus yang tidak beretika dan kasar.

Penulis memilih analisis ketidaksantunan berbahasa pada tuturan remaja

berdasarkan pertimbangan bahwa ragam bahasa yang kasar kerap kali menjadi

alat komunikasi dalam pergaulan sebagian masyarakat Indonesia, baik kalangan

yang berpendidikan maupun yang tidak berpendidikan.

Penulis memilih penelitian di daerah Teluk Betung Barat Bandar Lampung

tepatnya di desa Sinar Mulya Kel. Keteguhan dikarenakan penulis sering kali

mendengar remaja di daerah tersebut sering menggunakan bahasa yang tidak

santun dan terdengar kasar saat berkomunikasi sehingga penulis merasa tertarik

untuk meneliti tentang bagaimana Realisasi Ketidaksantunan Berbahasa dalam

Komunikasi Remaja di daerah Teluk Betung Barat Bandar Lampung dan

Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia .

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian adalah

Bagaimanakah realisasi ketidaksantunan berbahasa remaja di lingkungan daerah

Teluk Betung Barat Bandar Lampung dan implikasinya terhadap pembelajaran

bahasa Indonesia , yang difokuskan, sebagai berikut.

(14)

6

2. bagaimana pelanggaran prinsip kesantunan yang terjadi pada percakapan

remaja di lingkungan daerah Teluk Betung Barat Bandar Lampung?

3. bagaimana faktor penyebab terjadinya tuturan yang tidak santun pada tuturan

remaja di lingkungan daerah Teluk Betung Barat Bandar Lampung?

4. faktor apa sajakah yang memengaruhi terjadinya ketidaksantunan berbahasa

dalam komunikasi remaja di lingkungan daerah Teluk Betung Barat Bandar

Lampung?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan, penelitian ini bertujuan

untuk mendeskripsikan ketidaksantunan berbahasa oleh remaja di daerah Teluk

Betung Barat Bandar Lampung dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa

Indonesia, difokuskan pada :

1. mendeskripsikan pilihan kata dalam tuturan yang mengandung ketidaksantunan

yang digunakan oleh remaja di lingkungan daerah Teluk Betung Barat Bandar

Lampung.

2. mendeskripsikan pelanggaran prinsip kesantunan yang terjadi pada percakapan

remaja di lingkungan daerah Teluk Betung Barat Bandar Lampung.

3. mendeskripsikan faktor penyebab terjadinya tuturan yang tidak santun pada

tuturan remaja di lingkungan daerah Teluk Betung Barat Bandar Lampung.

4. mendeskripsikan faktor yang memengaruhi terjadinya ketidaksantunan

(15)

7

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat-manfaat yang dapat diambil baik

secara teoritis maupun secara praktis.

1. Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam

khasanah kebahasaan khususnya dalam ranah studi pragmatik dan dapat

menjadi acuan bagi penelitian-penelitian sejenis secara mendalam.

2. Secara praktis diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan

pengetahuan bagi para pendidik agar dalam membelajarkan peserta didik tidak

hanya sekadar mengajarkan materi pelajaran tetapi juga mengajarkan tentang

nilai-nilai kesantunan berbahasa serta dapat membimbing dan mengarahkan

siswa untuk dapat menerapkan prinsip sopan santun dalam berkomunikasi

sehari-hari.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini meliputi hal-hal sebagai berikut.

1. Subjek penelitian ini adalah remaja di desa Sinar Mulya Kel. Keteguhan Teluk

Betung Barat.

2. Objek penelitian ini adalah tuturan yang tidak santun yang dituturkan oleh

remaja di desa Sinar Mulya Kel. Keteguhan Teluk Betung Barat dalam

berkomunikasi.

(16)

✁ ✂✂

✄✁☎✆✁

SAN TEORI

2.1 Peristiwa Tutur

Chaer (1995: 61) mengemukakan bahwa peristiwa tutur (sp

ee

ch event

) adalah

terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau

lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu

pokok tuturan, di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu. Jadi, interaksi yang

berlangsung antara pedagang dan pembeli di pasar pada waktu tertentu dengan

menggunakan bahasa sebagai alat komunikasinya adalah sebuah peristiwa tutur.

Jadi, suatu percakapan yang dapat disebut sebagai peristiwa tutur adalah jika ada

topik atau pokok pembicaraan, tujuan, dilakukan dengan unsur kesengajaan, dan

menggunakan satu ragam bahasa.

2.2 Hakikat Tindak Tutur

Konsep mengenai tindak tutur (Speech Acts)

pertama kali dikemukakan oleh

Austin dalam buku yang berjudul

How to Do Things with Word

tahun 1962.

Austin dalam Rusminto (2009: 74) mengemukakan bahwa aktivitas bertutur tidak

hanya terbatas pada penuturan sesuatu, tetapi juga melakukan sesuatu atas dasar

(17)

✞✟✠ ✡✟ ☛ ☞✌

t t

✍✎ ✏✍✑✌✒ ✏✓ ✔☛ ☞✌ ✏✟ ✕✌ ✞☛✏✟ ☞ ✒✟✠ ✏✟ ✒✌ ✔✟

t,

✔✍ ✒✟✌ ☞ ✏✟ ☞ ✌ ☞✖✟ ✏✟ ☞

t

t

✍✎✍ ☞✗

t

u

,

✕✍✘✍✎✌

t

✔✍ ✔ ✞☛ ✟

t

✘✍✎ ☞✟

y

✟✟ ☞✙

t

✘✍✎✟ ☞

t

✟✟ ☞✙

y

✘✍✎✌ ☞✗✟✠

,

✖ ✟ ☞✘✍✎ ✔✌ ☞✗✟✟ ☞✚

✛✟ ✒✌ ✔✟

t

✔✍ ☞☛ ✎

u

t t

✟✟

t

✞✟✠ ✟ ✕✟

t

✎✟✖✌ ✕✌✓☞✟ ✒ ✖✌ ✞✟✜✌ ✔✍ ☞✢✟✖ ✌

t

✌✜✟ ✢✍ ☞✌

s

✏✟ ✒✌ ✔✟

t, y

✟✌

tu

(

)

✏✟ ✒✌ ✔✟

t

✖✍ ✏ ✒✟✎✟✌✤

t

, (

)

✏✟ ✒✌ ✔✟

t

✌ ☞✗✍✎✓✜✟

t

✌✤

,

✖✟ ☞

(

)

✏✟ ✒✌ ✔✟

t

✌ ✔✘✍✎✟

t

✌✤

.

✧✍ ✔ ✞✟✜✌✟ ☞ ✏✟ ✒✌ ✔✟

t

✌ ☞✌ ✞✍✎✖ ✟ ✕✟ ✎ ✏✟ ☞ ✞✍ ☞✗☛ ✏ ✏✟ ✒✌ ✔✟

t

tu

✕✍✑✟✎✟

t

✍✎ ✒✍✘✟

s.

★✎

t

✌ ☞✟

y

,

✏✟ ✒✌ ✔✟

t

✖✌ ✒✌✠ ✟

t

t

u

✖ ✌✘✟ ☞✖✟ ☞✜ ✕✍ ✞✟✜✟✌ ✕✟

tu

✞✍ ☞✗☛✏ ✏✍☛✠ ✟ ☞

u

t

t

✍✎✌ ☞✜✜✌

t

.

✛✟ ✒✌ ✔✟

t

✖ ✍ ✏✒✟✎✟✌✤

t

✟✖ ✟ ✒✟✠ ✏✟ ✒✌ ✔✟

t y

✟ ☞✜ ✌✕✌ ☞✟

y

✠ ✟ ☞✟

y

✔✍ ✔✌ ☞✗✟ ✘✍ ☞✖ ✍ ☞✜✟✎ ✟

t

u

y

✟ ☞✜

✔✍ ☞✖ ✍ ☞✜✟✎ ✏✟ ✒✌ ✔✟

t

tu

u

☞✗☛ ✏ ✔✍ ☞✟✎☛✠ ✘✍✎✠ ✟

t

✌✟ ☞ ✕✟✢✟

, t

✌✖ ✟ ✏☛✕✟✠ ✔✍ ✒✟ ✏☛✏✟ ☞✟✘✟

-✟✘✟

,

✕✍ ✞✟ ✞ ✔✟ ✏ ✕☛ ✖ ✕✌ ✘✍ ☞☛ ✗☛ ✎ ✠✟ ☞✟

y

☛ ☞✗☛ ✏ ✔✍ ✔ ✞✍✎✌✟✠ ☛ ✏✟ ☞

t

✕✟✢✟

.

✛✟ ✒✌ ✔✟

t

✌ ☞✗✍✎✓✜✟

t

✌✤ ✟✖ ✟ ✒✟✠ ✏✟ ✒✌ ✔✟

t y

✟ ☞✜ ✌ ✕✌ ☞✟

y

✔✍ ✔✌ ☞✗✟ ✟✜✟✎ ✘✍ ☞✖ ✍ ☞✜✟✎ ✟

t

u

✓✎ ✟ ☞✜

y

✟ ☞✜ ✔✍ ☞✖ ✍ ☞✜✟✎ ✏✟ ✒✌ ✔✟

t t

✍✎

s

✍ ✞☛ ✗ ☛☞✗☛✏ ✔✍ ✔ ✞✍✎✌ ✢✟✟ ✞✟ ☞

w

✕✍✑✟✎ ✟ ✒✌ ✕✟ ☞✚ ✩✟✖ ✌

,

✟ ☞✜

y

✖ ✌ ✔✌ ☞✗✟ ✞☛✏✟ ☞ ✠✟ ☞✟

y

✕✍ ✏✟✖ ✟✎ ✘✍✎✠ ✟✌✟ ☞✙

t

✔✍ ✒✟✌ ☞ ✏✟ ☞ ✢✜✟

u

✢✟✟ ✞✟ ☞✚

w

✛✟ ✒✌ ✔✟

t

✌ ✔✘✍✎✟✌✤

t

✟✖ ✟ ✒✟✠ ✏✟ ✒✌ ✔✟

t y

✟ ☞✜ ✌

s

✌ ☞✟

y

✔✍ ✔✌ ☞✗✟ ✘✍ ☞✖✍ ☞✜✟✎ ✟✟

t

u

y

✟☞✜ ✔✍ ☞✖ ✍ ☞✜✟✎ ✏✟ ✒✌ ✔✟

t

tu

✔✍ ✔ ✞✍✎✌

t

✟ ☞✜ ✜✟✘✟ ☞✞✍✎☛✘✟

t

✌ ☞✖ ✟ ✏✟ ☞✟✟

t

u

✘✍✎ ✞☛✟✟ ☞

t

✟ ☞✜

y

✖ ✌ ✔✌ ☞✗✟

.

★✌ ☞

u

st

✔✍ ✔ ✞✍✖ ✟ ✏✟ ☞ ✏✟ ✒✌ ✔✟

t

✖ ✍ ✏✒✟✎ ✟✌✤

t

✔✍ ☞✢✟✖ ✌ ✏✟ ✒✌ ✔✟

t

✏✓☞✕✗✟✌✤

t

✖✟ ☞ ✏✟ ✒✌ ✔✟

t

✘✍✎✤✓ ✎ ✔✟✌✤

t

.

✛✟ ✒✌ ✔✟

t

✏✓☞✕✗✟✌✤

t

✟✖ ✟ ✒✟✠ ✏✟ ✒✌ ✔✟

t y

✟☞✜ ✞✍✎ ✌ ✕✌ ✘✍✎ ☞ ✟

y

✟✟ ☞

t

✞✍ ✒✟ ✏✟ ✕✍✠✌ ☞✜✜✟ ☛✢✟✎ ✟ ☞ ✏✓☞✕✗✟

t

✌✤ ✖ ✟✘✟

t

✖✌ ✏✟✟ ✏✟ ☞

t

✞✍ ☞✟✎ ✟✟

t

u

✕✟ ✒✟✠✚ ✪✍✖ ✟ ☞✜✏✟ ☞ ✏✟ ✒✌ ✔✟

t

✘✍✎✤✓ ✎ ✔✟✌✤

t

✔✍✎ ☛✘✟ ✏✟ ☞ ✏✟ ✒✌ ✔✟

t y

✟ ☞✜ ✞✍✎ ✌ ✕✌

t

✌ ☞✖✟ ✏✟ ☞✙ ☛✢✟✎ ✟ ☞ ✘✍✎✤✓ ✎ ✔✟

t

✌✤

t

✌✖ ✟ ✏ ✔✍ ☞✖ ✍ ✕✏✎✌✘✕✌ ✏✟ ☞✞✍ ☞✟✎✟✟

t

u

✕✟ ✒✟✠

(

★✌ ☞

u

st

(Chaer

: 51)).

Selanjutnya searle dalam Rusminto (2009: 74) mengemukakan bahwa tindak tutur

adalah teori yang mencoba mengaji makna bahasa berdasarkan pada hubungan

tuturan dengan tindakan yang dilakukan oleh penutur. Kajian tersebut didasarkan

(18)

✫✬

tu

t

✭✮ ✯✰✱ ✯✮

u

✲✳ ✲✴✵✴✶ ✴ ✲ ✯✶✰ ✯✷✴✶✯

t

✳ ✵✯✸✹ ✴✮ ✳ ✯✵✴✺ ✯✺ ✴✶ ✯✰✹ ✯✵✯✲

t

✴✰✹ ✯✶ ✯✰ ✶✻ ✲✭ ✰✴✶ ✯✺ ✴ ✰

y

t

,

✲✴✺ ✯✵✰✯

y

✲✳ ✲✱ ✭✯

t

✼✳✮✰✯

y

t

✯✯✰✽✼✳✮

t

✯✰

y

✯✯✰✽✼✳✮ ✴✰✾✯✸✽ ✯

t

u

✼✳✮ ✲ ✴✰✾✯✯ ✰✿

❀✳ ✰❁✯✰ ✹ ✳ ✲✴✶ ✴✯✰✽

t

✴✰✹✯✶✯✰ ✲✳✮ ✭✼✯✶ ✯✰ ✶✯✮✯✶✾✳✮ ✴

st

✴✶ ✭✮ ✯✰

tu

t

✹ ✯✵✯✲ ✶ ✻✲ ✭✰ ✴✶✯✺ ✴

.

❀✴✯

su

✲✺ ✴✶✯✰✱ ✯✸ ❂✯✹✯✵✯✲✲✳✮✳ ✯✵✴✺ ✯✺ ✴✶ ✯✰

tu

t

✭✮ ✯✰✯

t

u

w

✯❃✯✰ ✯

,

✺ ✳✺✳ ✻✮ ✯✰❁ ✱✳✮ ✱ ✭✯

t

✺ ✳✺ ✭✯

tu

, y

✯✴

tu

✼✳✮❄✻✮✲✯✰✺ ✴

t

✴✰✹✯✶✯✰✿ ❅✭✾✭✮ ✯✰ ✯✰❁

y

✱✳✮ ✭✼✯ ✼✳✮❄✻✮✲✯✰✺ ✴

t

✴✰✹✯✶✯✰ ✴✰ ✴ ✹ ✴✺ ✳ ✱✭✾ ✹✳ ✰❁✯✰

tu

t

✭✮✯✰ ✼✳✮❄✻✮ ✲ ✯

t

✴❄

, y

✯✶ ✰✴

tu

t

✭✮✯✰

y

✯✰❁ ✹✴✲✯✶✺ ✭✹ ✶ ✯✰ ✭✰✾✭✶ ✲✳ ✵✯✶✭ ✶✯✰✺ ✭✯

tu

t

✴✰✹ ✯✶ ✯✰✿

❆❇❈❉ ❊

n

is

-jenis Tindak Tutur

u

st

✴✰ ✹ ✯✵✯✲ ●✭✺ ✲ ✴✰✾✻

(

❍✬ ✬ ■❏ ❑▲

76) mengklasifikasikan tindak tutur atas tiga

klasifikasi, yaitu tindak lokusi, tindak ilokusi, dan tindak perlokusi. Berikut ini

penjelasan mengenai ketiga tindak tutur tersebut.

2.3.1 Tindak Lokusi

Tindak lokusi adalah tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam arti berkata ,

atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami. Searle

dalam Chaer (1995: 69) menyebut tindak tutur lokusi ini dengan istilah tindak

bahasa proposisi karena tindak tutur ini hanya berkaitan dengan makna. Oleh

karena itu, yang diutamakan dalam tindak lokusi adalah isi tuturan yang

diungkapkan oleh penutur. Wujud tindak lokusi adalah tuturan-tuturan yang berisi

pernyataan atau informasi tentang sesuatu. Leech menyatakan bahwa tindak

bahasa ini lebih kurang dapat disamakan dengan sebuah tuturan kalimat yang

mengandung makna dan acuan (Leech(Rusminto, 2009: 75)). Contoh tindak tutur

(19)

▼ ▼

1. Anak itu rajin.

2. Pendidikan itu sangat penting.

◆❖P❖ ◗❘❙ ❚ ❯ ❘❘

t

s

❱❲ ◗❖ ❳❘ ❨❘❙ ❩❬❙ P❬ ❭

t

❯❙ ❚❘ ❨ ❖

t

tu

◗ ❪❬ ❨❖ ❫ ❯

.

◆❖P❖◗❘❙

(

)

❚❘❙

(

)

❱❲ ❱❯❪ ❯❨ ❯❨❲ ❫❘ ❱❘❘❙❵❘ ❯

y

tu

❫❘ ❱❘

-

❫❘ ❱❘ ❛❲ ◗❖❜❖ ❘❙

t

u

❙P❖❨ ❱❲❙❝❯❙❞❬ ◗ ❱❘ ❫ ❯❨❘❙ ❫❲ ❫❖❘

tu

.

◆ ❯❚ ❘ ❨❘❚ ❘ ❱❘ ❨ ❫❖❚❪❘ ❯❙❚ ❘❪❘ ❱

tu

❖◗❘❙

t

❯❙❯

,

❱❯❫❘❪❙❘

y

❱❲ ❱❯❙ P❘❪❘❘❙

w

❖◗❙

tu

t

y

❖ ❙P❖❨ ❱❲❪❘ ❨❖❨❘❙❫❲ ❫❖ ❘

tu

❘❘

t

u

❖❙ P❖❨❱❲ ❱ ❳❲❙❝❘ ◗❖❭❯❪❘

w

❘❙P❖ ◗❙

u

t

y

.

❡❢❣ ❢ ❡ ❤

in

dak Ilokusi

✐❖ ❫ ❱ ❯❙P❬

(

❴❥ ❥❦❧ ♠ ♥

)

❱❲❙❝❲ ❱❖ ❨❘ ❨❘❙ ❛❘ ❭♦❘

t

❯❙ ❚ ❘ ❨ ❪❬❨❖❫❯ ❘❚ ❘❪❘ ❭

t

❯❙ ❚❘❨ ❖◗

tu

t

y

❘❙❝ ❱❲❙❝❘❙ ❚❖ ❙❝ ❚ ❘❘

y

❖❙ P❖ ❨ ❱❲❪❘ ❨❖❨❘❙

t

❯❙❚ ❘ ❨❘❙ ❲ ◗

t

t

❲❙P

u

❚❘❪❘ ❱ ❭❖❛❖ ❙❝❘❙ ❙❘

y

❚ ❲❙❝❘❙ ❱❲❙❝❘❘ ❨❘❙

t

❫❲

s

❖❘

tu

(

an act of doing something in saying something).

◆ ❯❙ ❚❘ ❨❘❙ ❲ ◗ ❫❲❛❖P

t

❫❲ ❳❲ ◗

t

❯ ❜❘❙❜❯

, t

❘❘ ◗❘❙❵

w

t

u

❳❲ ◗❘❙

t

❘❘❙

y

❘❙❝

y

t

❲ ◗❖ ❙❝❨❘ ❳ ❚ ❘❪❘ ❱

tu

t

❖◗❘❙♣ q❬ ❬ ◗❲ ❚ ❘❪❘ ❱✐❖❫❱ ❯❙P❬

(

❴❥❥ ❦❧ ♠ ♥

)

❱❲❙❝❲ ❱❖ ❨❘ ❨❘❙❛❘ ❭❘

w

t

❯❙ ❚❘ ❨ ❯❪❬ ❨❖ ❫ ❯ ❱❲ ◗❖ ❳❘ ❨❘❙

t

❯❙❚ ❘ ❨

tu

t

❖ ◗

y

❘❙❝ ❫❲ ❫❖ ❙❝❝❖❭❙❘

y

❘❘

t

u

y

❘❙❝ ❙❘

y

t

❘❙❝

y

❚❯❳❲ ◗❞❬ ◗❱❘❙ ❫ ❯❨❘❙ ❬❪❲ ❭

tu

❖◗❘❙❵

t

❫❲ ❳❲ ◗

t

❯❜❘❙❜❯

,

❫❘ ❱❛

u

t

❘❙❵❚❘❙ ❳❲ ◗❯❙❝❘❘❙♣

t

r❘❪❘ ❱❭❘❪ ❯❙❯❚ ❯❛❯❩❘ ◗❘ ❨❘❙❱❲❙❝❲❙ ❘ ❯❱❘ ❨❫❖❚❵❞❖ ❙❝❫❯

,

❚ ❘❙❚ ❘❘

y

❖❜❘ ◗❘❙❘❙❝

y

❚❯❱❘ ❨ ❫❖ ❚♣

Chaer (1995: 69) mengatakan bahwa tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang

biasanya diidentifikasikan dengan kalimat

performatif

yang

eksplisit.

Mengidentifikasi tindak ilokusi lebih sulit dibandingkan dengan tindak lokusi,

sebab pengidentifikasian tindak ilokusi harus mempertimbangkan penutur dan

mitra tuturnya, kapan dan di mana tuturan terjadi.

Beranjak dari pemikiran Austin tentang tuturan performatif, Searle dalam

(20)

st

✉✈✇ ①②✇ ③④✇① ② ⑤

t

t

⑥✇③② ⑦②✇ ⑧ ⑨ ⑥✇③② ⑦②✇ ⑥⑩❶ ⑦④ ❷ ⑥❶✇✈ ⑤ ✉✈ ⑤④ ❸② ⑦②✇ ❹② ① ⑥②✇ ❷ ✈

t

⑤② ⑩ ③② ⑩② ✉ ⑦②❺⑥②✇❻⑥✇③② ⑦❻④⑤

u

t

.

❼③②⑩⑥✉②❺✈✇⑥

s

④❺② ⑤②✇②✇①

y

③ ⑥✇

u

①⑦②❸⑦②✇ ❶ ⑩✈❽❾✈② ⑤ ⑩✈

.

s⑧

Representatif

(

②❷✈ ⑤

t

⑥❿

), y

② ⑥

tu

t

⑥✇③② ⑦ ④ ⑤

tu

t

y

②✇① ✉✈✇①⑥⑦②

t

❸ ✈✇④❻

u

⑤✇②

y

⑦✈ ❹✈✇② ⑤②✇ ②

t

s

②❸②

y

② ✇ ① ③ ⑥⑦②② ⑦②✇

t

(

✉⑥❷ ② ⑩✇②➀

y

✉✈✇②

y

t

② ⑦②✇➁ ✉✈ ⑩②❸ ❶ ⑤⑦②✇➁ ✉✈✇①② ❹② ⑤⑦②✇➁✉✈✇ ④✇❺④ ⑦ ⑦②✇➁✉✈✇✈ ❹④❻⑦②✇

y

).

t⑧

Direktif, t

⑥✇③② ⑦④❺② ⑤②✇

y

②✇①③⑥⑩② ⑦④ ⑦②✇ ❸✈✇ ④❻④⑤✇②

y

③✈✇①②✇ ✉② ⑦❷ ④ ③ ② ①② ⑤✉ ⑥

t

⑤②

tu

t

④ ⑤ ✉✈ ⑩② ⑦④ ⑦②✇ ②❸ ②

y

②✇① ② ③② ③② ⑩② ✉ ④❺② ⑤②✇ ✈ ⑤❷✈ ❹④❻

t

(

✉⑥❷ ② ⑩✇②➀

y

✉✈✇④⑤④

y

❽➁ ✉✈ ✉ ❶❽❶✇➁✉✈ ✉⑥✇❻②

,

✉✈✇④ ✇❻

u

t).

➂⑧

Ekspresif,

t

⑥✇③② ⑦ ④❺② ⑤②✇ ②✇①

y

③ ⑥⑩② ⑦④⑦②✇ ③✈✇ ①②✇ ✉② ⑦❷④③ ④❺② ⑤②✇ ✇②

y

③⑥② ⑤

t

⑥ ⑦②✇ ❷✈ ❹② ①② ⑥✈

v

② ⑩④ ②❷ ⑥

t

✈✇❻②✇① ❽② ⑩

y

②✇① ③⑥❷ ✈ ❹④❻⑦②✇❸ ② ③②④❺② ⑤②✇

t

✈ ⑤❷ ✈ ❹④❻

(

✉ ⑥

s

② ⑩✇➃②➀ ✉✈ ✉④❺⑥

,

✉✈✇①⑦⑤ ⑥

t

⑥⑦➁❹✈ ⑤

t

✈ ⑤⑥✉② ⑦②❷ ⑥❽

).

➄⑧

Komisif,

t

⑥✇ ③② ⑦ ④❺② ⑤②✇ ②✇ ①

y

✉✈✇①⑥⑦②

t

❸ ✈✇④❻④ ⑤

u

✇❻④ ⑦ ✉✈ ⑩② ⑦④ ⑦②✇ ❷ ✈❸✈ ⑤

t

⑥ ②❸ ②

y

②✇①③⑥④❺② ⑤⑦②✇

(

✉⑥❷ ② ⑩✇②➀

y

❹✈ ⑤❷ ④✉❸ ②❽➁✉✈✇①②✇ ➅② ✉

,

❹✈ ⑤❺②✇❺⑥

)

➆⑧

Deklarasi,

t

⑥✇ ③② ⑦ ④❺② ⑤②✇ ②✇①

y

③ ⑥⑩② ⑦④⑦②✇ ❸ ✈✇④

t

④ ⑤ ③✈✇①②✇ ✉② ⑦❷ ④ ③ ④✇❻④⑦ ✉✈✇ ➅ ⑥❸❻② ⑦②✇ ❽② ⑩ ②✇①

y

❹② ⑤

u

(

✉ ⑥❷② ⑩✇②➀

y

✉✈ ✉④❷ ⑦②✇➁

u

t

✉✈ ⑩② ⑤②✇①

,

✉✈ ✉ ❹②② ⑩⑦②✇

t

).

➇✈✈➅❽ ③② ⑩② ✉ ➈④❷ ✉⑥✇❻❶

(

t ➉➉ ➊➀ ➋ ➋

)

✉✈✇①⑦⑩②❷ ⑥❿ ⑥⑦②❷ ⑥⑦②✇

t

⑥✇ ③② ⑦⑥⑩❶ ⑦④ ❷ ⑥❹✈ ⑤ ③②❷ ② ⑤⑦②✇ ❽④ ❹④✇①②✇ ❿④✇①❷ ⑥

-

❿④ ✇ ①❷ ⑥

t

⑥✇③② ⑦ ⑥⑩❶⑦④❷ ⑥ ③✈✇①② ✇ ④❺④②✇

t

-t

④❺④②✇ ❷ ❶❷ ⑥② ⑩ ❹✈ ⑤④❸ ② ❸ ✈ ✉✈ ⑩⑥❽② ⑤②②✇ ❸ ✈ ⑤⑥⑩② ⑦④ ②✇ ①

y

❷ ❶❸ ②✇ ③②✇

t

✈ ⑤❽❶⑤✉ ②

t

✉✈✇❺② ③ ⑥ ✈ ✉❸②

t

❺✈✇ ⑥

s, y

② ⑥

tu

(

s

)

⑦ ❶✉❸✈

t

t

⑥❿

(

competitive),

❷ ✈❸ ✈ ⑤⑥

t

✉✈ ✉✈ ⑤ ⑥✇❻②❽ ➁ ✉✈ ✉⑥✇❻②

,

✉✈✇④ ✇❻

u

t,

✉✈✇ ①✈ ✉ ⑥

s

; (2)

menyenangkan (convival), seperti menawarkan, mengajak, mengundang,

(21)

➌➍

(collaborative),

➎ ➏➐ ➏➑

t

➒ ➓ ➏➔

y

t

→➣ →➔↔ ➓➏↕ →➐➙➑

,

➓ ➏➔➛ ➜➓ ➜➓➣ →➔↔ ➓ ➏➔➛ →➝ →➑ ➣ →➔➞

(

)

➠➏➑

t

➏➔➡→➔➛ →➔

(

confictive),

➎ ➏➐➏➑

t

➒➓ ➏➔➛ →➔➢→➓

,

➓ ➏➔ ➜➤➜➥↔➓ ➏➔➜➓ ➐ →➥➒

y

,

➓ ➏➓→➑ →➥➒

.

➦➧➨ ➧➨ ➩

in

dak Perlokusi

➫➒➔➤→➣ ➐➏➑ ↕ ➙➣➜➎ ➒ →➤→↕ →➥ ➏➭➏➣

y

→➔➛➤➒

t

➒➓➠➜↕➣→➔ ➙↕ ➏➥ ➜➑ →➔

t

tu

t

➏➑➥→➤→➐➓➒➑ →

t

tu

➜➑

t

,

➎ ➏➥➒➔➛➛→➓➒➑ →

t

tu

t

➜➑➓ ➏↕ →➣➜➣→➔➒➔➤→➣ →➔

t

➠➏➑➤→➎ →➑➣→➔➒➎➒

tu

t

➜➑→➔

(

➯➜➎➓ ➒➔➡➙↔➲ ➳ ➳➵➸ ➺➻

).

➼➏➽➒➔➎ ➙ ➔➤→↕ →➓➯➜➎➓ ➒➔➡➙

(

➲➳➳ ➵➸ ➺➻

)

➓➏➔➛➏➓ ➜➣ →➣→➔➠→➥ ➾→

t

➒➔➤→➣ ➐ ➏➑↕ ➙➣ ➜ ➎➒ ↕ ➏➠➒➥ ➓ ➏➓➏➔➡➒➔➛➣ →➔ ➥→

s

➒↕

,

➎ ➏➠→➠

t

➒➔➤→➣ ➒➔ ➒ ➤➒➣ →

t

→➣→➔ ➠➏➑➥→➎ ➒↕ ➝ ➒➣→ ➓➒➑ →

t

tu

➜➑

t

➓➏↕ →➣ ➜➣ →➔ ➎ ➏

su

tu

y

→➔➛ ➠➏➑➣→ ➒→➔

t

➤➏➔➛→➔

tu

t

➜➑ →➔ ➐➏➔ ➜➡➜➑

.

➚➏➔➛ →➔ ➣→

t

→ ↕ →➒➔↔ ➐ ➏➔➜➡➜➑ ➓➏↕ →➣ ➜➣ →➔ →➐→

y

→➔➛ ➤➒➣➏➥➏➔➤→➣ ➒ ➙↕ ➏➥ ➐➏➔ ➜➡➜➑

.

Chaer (1995: 70)

mengemukakan bahwa tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang berkenaan

dengan adanya ucapan orang lain sehubungan dengan sikap dan perilaku

nonlinguistik dari orang lain itu. Misalnya, karena adanya ucapan dokter (kepada

pasiennya),

Mungkin ibu menderita penyakit jantung koroner ,

maka si pasien

akan panik atau sedih. Ucapan dokter itu adalah tindak tutur perlokusi.

Halliday dalam Rusminto mengklasifikasikan tindak tutur ke dalam lima belas

jenis, yaitu (1) tidak tutur menyapa, mengundang, menerima, dan menjamu; (2)

tindak tutur memuji, mengucapkan selamat, menyanjung, menggoda, dan

menyombongkan; (3) tindak tutur menginterupsi, menyela, dan memotong

pembicaraan; (4) tindak tutur memohon, meminta, dan mengharapkan; (5) tindak

tutur mengelak, membohongi, dan mengobati kesalahan; (6) tindak tutur

mengkritik, menegur, mencerca, mengomeli, mengejek, menghina, dan

memperingatkan; (7) tindak tutur mengeluh dan mengadu; (8) tindak tutur

(22)

➪➶

(

➪➹

) t

➘➴➷ ➬➮

tu

t

➱✃ ❐ ❒

y

➬➮➘➴ ➮➬➴❮ ❐ ❒❐❒➴❰ ➬✃ ➱Ï ➘

,

➷ ➬➴ ❐❒➴

y

u

❰❒

st

; (11) tindak tutur

memerintah, memesan, dan meminta atau menuntut; (13) tindak tutur

menanyakan, memeriksa, dan meneliti; (14) tindak tutur menaruh simpati dan

menyatakan bela sungkawa; (15) tindak tutur meminta maaf dan memaafkan.

Jumlah klasifikasi yang sama (15 klasifikasi), tetapi dengan muatan yang agak

berbeda, juga dikemukakan oleh Depdikbud RI dalam garis-garis besar program

pengajaran (GBPP) 1984, mata pelajaran bahasa dan sastra indonesia, khususnya

untuk pokok bahasan pragmatik jenjang SD, SMP, dan SMU. Pengklasifikasian

tersebut sebagai berikut: (1) tindak tutur melaporkan fakta; (2) tindak tutur

menyatakan fakta; (3) tindak tutur menyatakan setuju/tidak setuju; (4) tindak tutur

menyatakan menerima/menolak; (5) tindak tutur menyatakan kemungkinan dan

kepastian; (6) tindak tutur menyatakan simpulan; (7) tindak tutur menyatakan

suka atau tidak suka; (8) tindak tutur menyatakan keinginan; (9) tindak tutur

menyatakan simpati, selamat, ikut prihatin, dan berduka; (10) tindak tutur

menyatakan maaf; (11) tindak tutur menyatakan pujian dan penghargaan; (12)

tindak tutur meminta, memohon, dan meminjam; (13) tindak tutur menyuruh,

memerintah, dan melarang; (14) tindak tutur memberi peringatan; (15) tindak

tutur memberi saran.

Sementara itu, Pateda lebih sederhana dalam mengklasifikasikan tuturan atas lima

klasifikasi, yaitu (1) tuturan yang berisi pernyataan, (2) tuturan yang berisi

suruhan/penolakan, (3) tuturan yang berisi permintaan/penolakan, (4) tuturan yang

(23)

ÐÑ

ÒÓÔÕ

in

dak Tutur Langsung dan Tindak Tutur Tidak Langsung

Ö×Ø×ÙÚ

t

ÛÚÜ × ÝÞ ßàá Ýâ â×Ú â ×

tu

t

×ß ÛÚ Ý ãÜ

t

tu

t

áÜäÚ å × æá ßçÚ Û × Û ãÚ çá ß×

s, y

Ú ×

tu

t

×ßÛÚ Ý

tu

t

ãÜ ØÚ ß åâ ãß å ÛÚ ß

t

×ßÛÚ Ý

tu

t

ãÜ

t

×ÛÚ Ý ØÚ ßåâ ã ßå

.

ÖçÚ çÚ â ã ÛÚÜæÚ ÛÚ ØÚ æ èã âæ ×ßàÞ

(

é ê êë

)

æá ßåá æã ÝÚ ÝÚ ß ä Ú ÙìÚ

t

×ßÛÚ Ý

tu

ãÜ

t

ØÚ ß åâ ã ßå Ú ÛÚ ØÚ Ù

t

×ßÛÚÝ

tu

t

ãÜ

y

Ú ß å

Û ×ãß åÝÚíÝÚ ß âáîÚÜÚ ØãåÚ

s

âá Ù ×ßå åÚ æã ÛÚ Ù Û×íÚ ÙÚ æ ×ÞØá Ùæ×Ü Ú

t

tu

t

ãÜ

,

âá ÛÚ ß åÝÚ ß

t

×ß ÛÚ Ý

tu

t

ãÜ

t

×ÛÚ Ý ØÚ ß å

s

ãß å Ú ÛÚ ØÚ Ù

t

×ßÛÚ Ý

tu

t

ãÜ

y

Ú ß å äáÜæÚ Ý ßÚ ÝÞßàá Ý âà ãÚ Ø ÛÚ ß â ×

t

ãÚ â ×ÞßÚ Ø

.

ÖÚ ØÚ æ âáäãÚ Ù íáÜ ×

st

× Ú

w

tu

t

ãÜ íÚ ÛÚ Ýá ßÚ

y

ÚÚ ß ß

t

Ú

y

,

íá ß ãà ãÜ

t

×ÛÚ Ý âá ØÚ Ø

u

æá ßåÚÚ ÝÚ ß

t

ÚíÚ

y

Ú ß åÛ ×æÚ Ý â ãÛ ÝÚ ß ßÚ

y

âáîÚÜ Ú ØÚ ß åâ ãß å

.

Öá ßåÚ ßÝÚ

t

Ú ØÚ × ßï ãßà ãÝ æá ßÚ æíÚ ×ÝÚ ß

y

æÚ Ý âã ÛßÚ

y

s

áÞ ÜÚ ß åíá ß ãà ãÜ âáÜ×ßåç

u

åÚæá ß å åãßÚ Ý Ú ß

t

×ß ÛÚ Ý

tu

t

ãÜ

t

×ÛÚ Ý ØÚ ßå âã ß åÚ åÚÜ Øáä ×Ù

t

áÜ Ø×ÙÚ

t

âÞíÚ ßð ÖÚ ØÚ æ íÜÚ åæÚ

t

×Ý ÝÚ

t

Ú

tu

t

ãÜ Ú ß ×ß× ÛÚíÚ

t

Û ×åãßÚ ÝÚ ß âáäÚ åÚ × íÜÞÛã Ý â ãÚ

tu

t

×ß ÛÚ Ý ñáÜä Ú Ø

(

òááîÙï Ð ëóô õ Ðö

).

÷á ßå åãßÚÚ ß ä á ßà ã Ý ñáÜ äÚ Ø ØÚ ß åâ ãß å ÛÚ ß

t

×ÛÚ Ý ØÚ ß åâ ãß å âá çÚ ØÚ ß Ûá ßåÚ ß íÚ ßÛÚ ßåÚ ß ä Ú ÙìÚ ä á ßà ã Ý

tu

t

ãÜ

y

Ú ß å ä áÜ æÚîÚ æ

-

æÚîÚ æ ÛÚíÚ

t

Û ×åã ßÚ ÝÚ ß ã ßà ã Ý æá ßÚ æíÚ ×ÝÚ ß

y

æÚ Ýâ ãÛ Ú ßå

y

âÚ æÚ

,

âá äÚ Ø×Ý ßÚ

y

äá ÜäÚ åÚ × æÚîÚæ æÚ Ýâ ãÛ ÛÚíÚ

t

Û×âÚ æíÚ ×ÝÚ ß Ûá ßåÚ ß

tu

t

ãÜ Ú ß Ú ß å

y

s

Ú æÚ

(

øä ÜÚ Ù ×æ

; Rusminto, 2009: 80) . Di samping itu,

penggunaan bentuk verbal yang bermacam-macam dalam bertindak tutur, tidak

hanya dimaksudkan untuk memperoleh sesuatu, melainkan juga untuk menjaga

hubungan baik dengan mitra tuturnya dan agar interaksi dapat berjalan lancar dan

baik. Dengan kata lain, dalam menyampaikan maksudnya, penutur tidak hanya

berusaha mencapai tujuan pribadi tetapi juga untuk mencapai tujuan sosial.

Dengan adanya tujuan sosial di samping tujuan pribadi tersebut mendorong

(24)

ùú

ûüý þÿ ÿ✁ ✂ ✄ ☎þ✆ û ✂

y

✝ ✁✞ ÿ ✆✟ ûü û ☎ ✠ ÿ þ✡☛✡

tu

t

, tu

t

☛✡ ✂ ☞ þ✂☛✞☛✡

t

ü û ✁ ✆ ✂

y

✆ ✡

u

s

✌☛✁☛☞ü✂ ✝✄✡✠ ü✝

t

, t

þ

t

☞ü✍☛✎ ✆ ✡

u

s

ÿ þ✡☛ý ✆ ✠ þ✂✍ ✎ ✆☛ÿ☛ ✂✎ ✂ ÿ ü ✁ û þ✂✎ ✂ ✠ü✡

t

tu

t

☛✡

y

✂✎ûü ✆ û ☞ü✂

y, y

✁✂ü ûþ✂✎ ✂ ✠þ✂✎✎☛✂ ✁ ✂ ÿþ✂✞☛ ✁☛✡

tu

t

t

ü û ✁☎ ✂✎ý ☛✂✎û ☎ ✠✡ ✂✎✁ ✠ þ✡ þ ☎üý ý ü ✁ ✂☞✡ü✂ý ü ☞ý✄☞ ✂ý ✂ ✞☛ ✂✏

✑þ✌ ✡ ✝✄ ✡ ✠ ☎

,

ÿþ✡û

s

✡✁ ✂ ✠✄û☛ ý✂

y,

✁ ☎ü ✠

t

ûü ÿ þû ✁ ✂ ✠þ✂✍ ûü ✁ ☎ü ✠

t

ÿþ✡ü

t ,

✁ ☎ü ✠

t t

y,

û ✂ ✁ ☎ü ✠

t

☞ þ✡ü✂✞ ✆✏ ✑þ✌ ✡ ✁✄ ✂ ✒ þ✂ý ü✄ ✂ ☎ ✁ ☎ü ✠

t

ÿ þ✡ü

t

ûü✎☛✂ ✁ ✂ ☛ ✂ ✞☛✁ ✠ þ✠ÿ þ✡ü ✁ ✂ ý☛

tu

ü✂✝ ✄✡ ✠ ý ü

,

✁ ☎ü ✠

t t

y

ûü✎☛ ✂ ✁ ✂ ☛✂✞☛ ✁ ✠ þ✂ ✂

y

✁ ✂

s

þý ☛

tu

,

û ✂ ✁ ☎ü ✠

t

☞þ✡ü✂✞ ✆ ☛ ✂ ✞

u

✁ ✠ þ✂

yt

✁ ✂ ☞þ✡ ü✂ ✞ ✆✓ ✍ ✁ ✂✓ ☞ þ✡ ✠ü✂✞ ✂✓

t u

☞þ✡✠✄✆✄ ✂ ✂✏ ✔☞ ÿü ☎ ✁ ☎ü ✠

t

ÿ þ✡ü

t

ûü✝☛ ✂✎ý ü ✁ ✂ ý þ✌ ✡ ✁✄✂✒þ✂ ýü✄ ✂ ☎ ☛✂✞☛ ✁ ✠þ✂✎

t

✁ ✂ ý þý ☛

tu

,

✁ ☎ü ✠

t t

y

☛✂✞☛ ✁ ÿ þ✡

t

y,

û ✂ ✁ ☎ü ✠

t

☞ þ✡ü✂ ✞ ✆ ☛✂✞☛ ✁ ✠þ✂

y

☛✡

u

,

✠ þ✂✎ ✍ ✁✓ ✠þ✠✄ ✆✄✂ ✓ û ✂ ý þÿ ✎ ü✂

y.

✕ü✂ û ✁

tu

t

☛ ✡

y

✂✎

t

þ✡ ÿ þ✂ ✞☛✁ û ☎ ✆ ü✂û

t

✁ ☛✡

tu

t

☎ ✂✎ý☛ ✂✎

(

direct speech act),

ý þ☞þ✡

t

ü ✌✄ ✂ ✞✄✆ûüÿ

w

✆ü✂ ü✖

1. Dina memelihara seekor kucing.

2. Kapankah kita akan pulang?

3. Tolong tutup pintu itu!

✕ü✂û ✁ ☛ ✡

tu

t

t

ü û ✁ ☎ ✂✎ý☛ ✂✎

(

Indirect speech act)

û ☎ ✆

t

ü✂û ✁

tu

t

☛✡

y

✂✎ ûü ☎ ✁☛✁ ✂ ☞ þ✂☛✞☛✡ ✁ þ☞ û ✠ü

t

tu

t

☛✡ ý þ✌ ✡

t

üû ✁ ☎ ✂✎ý ☛✂✎

.

✕ü✂ û ✁ ✂ ü✂ ü ûü ☎ ✁☛✁ ✂ û þ✂✎ ✂ ✠ þ✠ ✂✝ ✁

t

✂ ✁ ☎ü ✠

t

ÿþ✡ ü

t t u

✁ ☎ü ✠

t t

y

✎ ✡ ✄✡ ✂✎

y

✂✎ ûü ☞þ✡ ü✂ ✞ ✆ ü û

t

✁ ✠ þ✡ ý ûü ☞ þ✡ü✂✞ ✆✏ ✗üý ☎✂

y,

ý þ✄ ✡ ✂✎

t

þ✠ ✂

y

✂✎

✠ þ✠ÿ☛ ✞☛✆✁ ✂ ✠ ✁ ✂ ✂ û ✂ ✠ þ✂✡ ☛ ✆

u

y

w

tu

☛ ✡✂

t

y

☛✂✞☛✁ ✠þ✂✎ ✠ÿü ☎✁ ✂

✠ ✁ ✂ ✂

y

✂✎ û ûü ☎✠ ✡ü ûü☛✂✎✁ ☞✁ ✂ û þ✂✎ ✂

tu

t

☛✡ ✂

Ada makanan di

almari

.

✘ ☎ü ✠

t t

þ✡ý þÿ☛ ✞ ÿ☛ ✁ ✂ ✆ ✂

y s

þ✁ û ✡ ☛✂✞☛✁ ✠þ✂✎ü✂✝ ✄✡ ✠ ý ü ✁ ✂ ÿ ✆✟
(25)

✙✚

✛✜✢✣✤✥ ✦✧ ✤✥ ✣✤ ★ ✣✤✩ ✜

t

✪★ ✣✩✢✣✤✥ ✦✧ ✤✥✣✤✦ ✜✫✧ ✣✬ ✭ ✣✤

tu

tu

✫ ✜✭✦ ✣✤✥✩

u

t

✮ ✣

u

t

★ ✜✤✥ ✣✤★✧✣ ✬ ✣✢ ✮✯✩✯✩✰

y

✣✪

tu

✱✣✦ ✣✢✣✬ ✫ ✜✤✲✧ ✩ ★✣✤ ✱✣✦ ✣✢✣✬ ✪✦ ✪

tu

✧✭✣✤

t

(

✳✧✦✱✪✤✲✯ ✰ ✴ ✵ ✵✶✷

81).

Masalah bentuk tuturan berkaitan dengan realisasi maksim cara, yakni bersangkut

paut dengan bagaimana tuturan diformulasikan dan bagaimana bentuk satuan

pragmatik yang digunakan untuk mewujudkan suatu ilokusi. Sementara itu,

masalah isi berkaitan dengan maksud yang terkandung dalam ilokusi tersebut.

Jika isi ilokusi mengandung maksud yang sama dengan makna performansinya,

tuturan tersebut disebut tuturan langsung. Sebaliknya, jika maksud suatu ilokusi

berbeda dengan makna performansinya, tuturan tersebut disebut tuturan tidak

langsung.

✸✹✺ ✹✻✼

in

dak Tutur Literal dan Tindak Tutur Tidak Literal

Tindak tutur literal (literal speech act) adalah tindak tutur yang maksudnya sama

dengan makna kata-kata yang menyusunnya, sedangkan tindak tutur tidak literal

(nonliteral speech act)

adalah tindak tutur yang maksudnya tidak sama atau

berlawanan dengan makna kata-kata yang menyusunnya. Untuk lebih jelasnya

dapat diperhatikan kalimat berikut.

1.

Penyanyi itu suaranya bagus.

2.

Suaranya bagus, (tapi tak usah nyanyi saja).

3.

Radionya keraskan! Aku ingin mencatat lagu itu.

4.

Radionya kurang keras. Tolong keraskan lagi. Aku mau belajar.

Kalimat (1), bila diutarakan untuk maksud memuji atau mengagumi kemerduan

suara penyanyi yang dibicarakan, merupakan tindak tutur literal, sedangkan

kalimat 2), penutur memaksudkan bahwa suara lawan tuturnya tidak bagus

(26)

✽✾

✿❀❁❂❃❂ ❄❅ ❆❇ ❈❄ ❃ ❄❉ ❀❅❄ ❆❀❅❇ ❊❇❉ ❋ ❀❅❄ ❉

-

❋❀❅ ❄❉ ❁❀❅●❂ ❅●❂ ❅❃❄❅ ❈❄

w

❄❅ ❇❉

tu

t

❇ ❅ ❊❇ ❃ ❁ ❀❅●❀❉❄❍❃ ❄❅

(

❁ ❀❁❋ ❀❍❄❉❃❄❅

)

■ ❏❈❇❁❀ ❉❄❑❂❏ ❇❅❇ ❃

t

❑❄❆ ❄

t

❍❀▲❄❉❄ ❈❀❋❂▼ ❁❇❑❄▼ ❁ ❀❅▲❄

t

t

❈❄●

u

y

❄❅● ❑❂ ❆ ❀❉❑❀❅● ❄❉❃❄❅❅

y

, t

❂ ❅❑❄❃ ❇

tu

t

❉ ❃ ❄❈❂ ❁ ❄

t (

)

❄❑❄❈❄▼

t

❂ ❅❑❄❃

tu

t

❇❉ ❈❂

t

❀❉❄❈

.

❖❀❋ ❄❈❂❃ ❅

y

,

❃ ❄❉ ❀❅❄ ❆❀❅❇ ❊❇❉

s

❀❋❀❅ ❄❉❅

y

❄ ❁ ❀❅●❂ ❅● ❂ ❅❃❄❅ ❈❄

w

❄❅ ❇❉

tu

t

❁ ❀❁❄❂❃❄❅

t

❉ ❄❑❂❏❅

y

, t

❂ ❅❑❄❃ ❇ ❉

tu

t

❑❄❈❄❁ ❃ ❄❈❂ ❁ ❄

t (

P

)

❄❑❄❈❄▼ ❂ ❅❑❄❃

t

❇❉

tu

t

t

❂❑❄❃ ❈❂

t

❀❉❄❈

.

◗❘❙ ❘ ◗❚

i

dak Tutur Langsung Literal

❯❂❅❑❄❃ ❇❉

tu

t

❈❄❅●❍❇ ❅● ❈❂

t

❀❉❄❈

(

direct literal speech act)

❄❑❄❈❄▼ ❂ ❅❑❄❃

t

tu

❇ ❉

t

y

❄❅● ❑❂

u

t

❄❉❄❃❄❅ ❑❀❅● ❄❅ ❁❏❑❇❍ ❇❉❄❅

tu

t

❑❄❅ ❁❄❃❅❄

y

❄❅● ❍❄❁ ❄ ❑❀❅● ❄❅ ❁❄❃❍❇❑ ❆ ❀❅●

u

t

❄❉❄❄❅ ❅

y

.

❱❄❃❍❇❑ ❁❀❁ ❀❉❂ ❅ ❊❄▼ ❑❂❍❄❁❆ ❄❂❃❄❅ ❑❀❅● ❄❅ ❃ ❄❈❂ ❁ ❄

t

❆❀❉❂ ❅ ❊❄▼ ❁ ❀❁❋ ❀❉❂

t

❄❃ ❄❅ ❑❀❅●❄❅❃ ❄❈❂ ❁ ❄

t

❋ ❀❉❂

t

,

❁ ❀❅❄❅

y

❄❃ ❄ ❅❍❀❍❇ ❄

tu

❑❀❅● ❄❅❃❄❈❂ ❁❄

t t

❄❅

y

,

❑ ❍❋❲ ❳❅ ❊❇❃❂

tu

❑❄❆ ❄

t

❑❂ ❆ ❀❉▼❄

t

❂❃ ❄❅▲ ❏❅ ❊❏▼❋ ❀❉❂❃ ❇ ❊❂ ❅❂

.

1. Orang itu sangat pandai.

2. Buka mulutmu!

3. Jam berapa sekarang?

❯❇ ❊❇ ❉ ❄❅

(

), (

),

❑❄❅

(

)

❁ ❀❉❇ ❆ ❄❃ ❄❅ ❂ ❅❑❄❃

t

tu

t

❇ ❉ ❈❄❅●❍❇ ❅● ❈❂❀❉❄❈

t

❋❂ ❈❄ ❍❀▲❄❉❄ ❋ ❀❉❇❉

t

u

t -t

❇ ❉

u

t

❑❂ ❁ ❄❃❍❇❑❃ ❄❅ ❇❅❊❇ ❃ ❁ ❀❁❋ ❀❉❂

t

❄❃❄❅ ❋❄▼❩ ❄ ❏❉ ❄❅●

y

❄❅● ❑❂ ❋❂▲❄❉ ❄❃ ❄❅ ❍❄❅●❄

t

❆❄❅❑❄❂

,

❁❀❅❇ ❉

y

u

▼ ❄● ❄❉ ❈❄

w

❄❅

tu

❇❉

t

❁❀❁ ❋❇ ❃ ❄ ❁❇❈

u

t,

❑❄❅ ❁ ❀❅❄❅❄❃ ❄❅

y

❆❇❃ ❇ ❈ ❋❀❉❄❆ ❄❃❀❂❃❄

t

tu

.

❱❄❃❍❇❑ ❁❀❁ ❋❀❉❂❄❃ ❄❅

t

❑❂

u

t

❄❉❄❃ ❄❅ ❑❀❅● ❄❅❃❄❈❂ ❁❄

t

❋❀❉❂

t

(

),

❁❄❃❍❇❑ ❁ ❀❁❀❉❂ ❅

t

❄▼ ❑❀❅●❄❅ ❃❄❈❂ ❁ ❄

t

❆ ❀❉❂ ❅❊❄▼

(

),

❑❄❅ ❁❄❃❍❇❑ ❋❀❉

t

❄❅

y

❑❀❅●❄❅❃ ❄❈❂ ❁❄

t t

❄❅

y

.

2.4.3 Tidak Tutur Tidak Langsung Literal

(27)

❬❭

❪❫❴ ❵❛❜❛❛❴ ❴

u

t

y

, t

❫❛ ❪❝

t

❞❛❡❴ ❛ ❡❛❛

t

-

❡❛

t

y

❛❴❵ ❞❫❴

y

❢❣ ❢❴ ❴❛

y

❣ ❫

su

❛❝ ❤❫❴ ❵❛❴ ❛ ❪❛

y

❛❴❵❤❝❞❛❡ ❣ ❢❤❡❛❴ ❪❫❴ ❢✐❢❜

.

❥❛❦❛❞

t

❝❴ ❤❛❡

tu

t

❢❜❝❴❝❞ ❛❡❣ ❢❤❞ ❫❞❫❜❝❴✐❛❧❤❝❛❜ ❛❡❛❴

u

t

❤❫❴ ❵❛❴ ❡ ❛❦❝❞ ❛

t

♠❫❜ ❝

t

❛ ❛❛

t

u

❡❛❦❝❞ ❛

t t

❛❴❛

y

.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

kalimat (4) dan kalimat (5) dibawah ini.

4. Rambutmu acak-acakan.

5. Di mana sapunya?

Dalam konteks seorang berbicara dengan temannya pada kalimat (4), tuturan ini

tidak hanya informasi tetapi terkandung maksud memerintah yang diungkapkan

secara tidak langsung dengan kalimat berita. Makna kata-kata yang menyusun

kalimat (4) sama dengan maksud yang dikandungnya. Demikian pula dalam

konteks konteks seorang ibu bertutur dengan anaknya pada kalimat (5) maksud

memerintah untuk mengambilkan sapu diungkapkan secar tidak langsung dengan

kalimat tanya, dan makna kata-kata yang menyusunnya sama dengan maksud

yang dikandung. Untuk memperjelas maksud memerintah (4) dan (5) di atas,

perluasannya ke dalam konteks (6) dan (7) diharapkan dapat membantu.

6. + Rambutmu acak-acakan.

-Baik, saya rapikan sekarang.

7. + Di mana sapunya?

- Sebentar, saya ambilkan, Bu.

Sangat lucu dan janggal bila dalam konteks seperti (4) dan (5) seorang teman dan

anak menjawab seperti (8) dan (9) berikut.

8. + Rambutmu acak-acakan.

-Memang acak-acakan sekali ya.

(28)

♥♦

♣ q

w

qr qs

( -)

t q✉q✈

(8) dan (9) akan mengejutkan penutur yang melihat rambut

temannya acak-acakan dan mengagetkan sang ibu yang menyuruh anaknya

mengambil sapu karena sang ibu ingin menyapu.

✇①② ①②③

in

dak Tutur Langsung Tidak

Literal

Tindak tutur langsung tidak literal (direct nonliteral speech act) adalah tindak

tutur yang diutarakan dengan modus kalimat yang sesuai dengan maksud tuturan,

tetapi kata-kata yang menyusunnya tidak memiliki makna yang sama dengan

maksud penuturnya. Maksud memerintah diungkapkan dengan kalimat perintah,

dan maksud menginformasikan dengan kalimat berita. Untuk jelasnya dapat

diperhatikan kalimat (10) dan kalimat (11) di bawah ini.

10. Tulisanmu bagus, kok.

11. Kalau makan biar kelihatan sopan, buka saja mulutmu!

Dengan tindak tutur langsung tidak literal penutur dalam kalimat (10)

memaksudkan bahwa tulisan lawan tuturnya tidak bagus. Sementara itu dengan

kalimat (11) penutur menyuruh lawan tuturnya yang mungkin dalam hal ini

anaknya, atau adiknya untuk menutup mulut sewaktu makan agar terlihat sopan.

Data tersebut menunjukkan bahwa di dalam analisis tindak tutur bukanlah apa

yang dikatakan yang penting tetapi bagaimana cara menyampaikannya.

2.4.5 Tindak Tutur Tidak Langsung Tidak Literal

Tindak Tutur Tidak Langsung Tidak Literal (indirect nonliteral speech act)

adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat dan makna kalimat

yang tidak sesuai dengan maksud yang hendak diutarakan. Untuk memerintah

seorang pembantu menyapu lantai yang kotor, seorang majikan dapat saja dengan

(29)

④⑤

⑥⑦⑧ ⑨⑩❶ ❷

t

⑦⑩❶ ❷ ❷⑩

t

❸⑦ ❸⑩

t

❹❺⑩❶ ⑩⑩

t

u

❸⑦❶ ❷⑦❻❹❼❺⑩❶ ❽⑧ ❼❾ ❸⑦ ⑨⑩ ❿❹⑧❶⑩

y

,

➀⑦❶ ❾ ➁❾⑨ ❿⑩➀ ⑩

t

❸⑦❶ ❷

u

t

⑩ ⑨⑩❺⑩❶ ❿⑦❶❷⑩❶❺⑩ ❼❹ ❸⑩

t

➂⑦ ⑨❹

t

⑩❿⑩❶❺⑩❼❹ ❸⑩

t t

⑩❶⑩

y

(

⑤ ➃

)

❿⑩❶

(

⑤ ➄

)

➂⑦ ⑨❹❺❾

t

.

12. Lantainya bersih sekali.

13. Radionya terlalu pelan, tidak kedengaran.

14. Apakah radio yang pelan seperti itu dapat kau dengar?

➅❺ ➆❹ ⑨❶⑩

y

⑥⑦❻⑩ ⑨⑩ ⑨❹❶❷❺ ⑩

s

❿⑩➀⑩

t

❿❹❹❺➆➁❹ ⑥⑩ ⑨❺⑩❶ ➂⑩➆ ➇⑩

t

❹❶ ❿⑩❺ ❾⑨

tu

t

❿⑩❼⑩ ❸ ➂⑩➆ ⑩ ⑥⑩ ➈❶❿⑧ ❶⑦ ⑥❹⑩❿⑩➀ ⑩

t

❿❹➂⑩ ❷❹⑩

t

u

❿❹➂⑦ ❿⑩❺⑩❶❸⑦❶➉⑩ ❿❹➊

⑤➋ ➌❹❶ ❿⑩❺❾ ⑨

tu

t

❼⑩❶ ❷ ⑥❾ ❶❷ ④➋ ➌❹❶ ❿⑩❺➁❾ ⑨

u

t

t

❹ ❿⑩❺❼⑩❶ ❷

su

❶ ❷ ➃➋ ➌❹❶ ❿⑩❺➁❾ ⑨

u

t

❼❹

t

⑦ ⑨⑩❼ ➄➋ ➌❹❶ ❿⑩❺➁❾ ⑨

u

t

t

❹ ❿⑩❺❼❹⑦ ⑨⑩❼

t

➍➋ ➌❹❶ ❿⑩❺➁❾ ⑨

u

t

❼⑩❶ ❷⑥❾ ❶ ❷❼❹⑦ ⑨⑩❼

t

➎➋ ➌❹❶ ❿⑩❺➁❾ ⑨

u

t

t

❹ ❿⑩❺❼⑩❶ ❷

su

❶ ❷❼❹⑦ ⑨⑩❼

t

➏➋ ➌❹❶ ❿⑩❺➁❾ ⑨

u

t

❼⑩❶ ❷⑥❾ ❶ ❷

t

❹ ❿⑩❺❼❹⑦ ⑨⑩❼

t

8. Tindak tutur tidak langsung tidak literal

➐➑➒➓

em

a

n

fa

a

ta

n

Konte

ks dalam Tindak Tutur

Bahasa dan konteks merupakan dua hal yang saling berkaitan satu sama lain.

Bahasa membutuhkan konteks tertentu dalam pemakaiannya, demikian juga

sebaliknya konteks baru memiliki makna jika terdapat tindak berbahasa di

dalamnya (Rusminto, 2009: 54). Dengan demikian, bahasa bukan hanya memiliki

fungsi dalam situasi interaksi yang diciptakan, tetapi bahasa juga membentuk dan

menciptakan situasi tertentu dalam interaksi yang sedang terjadi (Duranti;

(30)

➔ ➔

→➣↔↕➙➙ ➛↕ ➜ ➝➞➟➞➠ ➡

u

➢➠ ↕ ➜➤➥

(

➔➦➦ ➧ ➨ ➩➫

)

➠ ➭➜➞

y

➞➯➞➜

t

➲➞ ↔➳➞ ➯➥➜ ➤➭➯➢ ➞ ➝➞➟➞ ↔ ➢ ➭➲➵➞ ↔ ➝ ➵➜↕➞

y

➞ ➜➸ ↕➢ ↕ ➜➞

y

➥➛➞ ➜➸

-

➥➛➞ ➜➸

y

➞ ➜➸ ➠➭➠➺➛➥ ➝ ➵➯➢ ↕

tu

t

➵➛➞ ➜

-tu

t

➵ ➛➞ ➜➻ ➼➛➞ ➜➸

-

➥ ➛➞ ➜➸

y

➞ ➜➸ ➠➭➠↕➟↕➯ ↕ ➯ ➥➠ ➵ ➜↕➞

t

s

➢ ➥➢ ↕➞➟

,

➯➭➲➵ ➝➞➞➞ ➜➽

y

↕ ➝➭➜ ➤↕

t

s

➺➛↕ ➲➞ ➝↕

,

➺➭➜➸➭➞ ↔ ➵➞ ➜➽

t

➯➭➺➭➛➣➞➞➞ ➜➽

y

t

➵➾➵➞ ➜➽ ➝➞ ➜➯➭↕ ➜➸↕ ➜➞ ➜➽ ➝➞ ➜➞

y

➜➸ ➲ ➭ ➛↕ ➜ ➤➭➛➞➯ ➢↕ ➢ ➞

tu

➝ ➭➜➸➞ ➜

y

➞ ➜➸➟➞↕ ➜ ➝➞➟➞➠ ➲ ➭➛➲➞➸➞↕ ➠➞ ➣➞➠

s

t

➵➞➢↕ ➲➞↕➯ ➞ ➜➸

y

➲ ➭➛➢ ↕➙➞

t

➢ ➥➢↕➞➟ ➠➞ ➵➺➵ ➜ ➲ ➵➝➞➞

y

.

➚ ➭➜➸➞ ➜ ➝ ➭➠↕➯ ↕➞ ➜➽ ➯➥➜ ➤➭➯➢ ↕ ➝➞➯

t

➢➞➾➞ ➲ ➭➛➯ ➭➜➞➞ ➜ ➝➭➜➸➞ ➜ ➺➭➜➸➭➞ ↔ ➵➞ ➜➽

t

t

➭➞➺↕

t

➠➭➛➵➺➞➯ ➞ ➜ ➢ ➵➞

tu

➛➞ ➜➸➯ ➞↕➞ ➜ ➟↕ ➜➸➯ ➵ ➜➸➞ ➜ ➝↕ ➠ ➞ ➜➞

tu

t

➵ ➛➞ ➜ ➝↕ ➠ ➵ ➜➣➵➟➯➞ ➜ ➝➞ ➜ ➝↕↕ ➜ ➤➭➛➺➛ ➭

t

➞➢ ↕➯➞ ➜ ➢ ➭➲➞➸➞↕ ➛ ➭➞➟↕➢ ➞➢↕

y

➞➜➸ ➝↕ ➝➞➢ ➞ ➛➯ ➞ ➜ ➺➞ ➝➞ ➞

t

➵➛➞ ➜

-

t

➵ ➛➞ ➜ ➞ ➜➸

y

➲➭➛➟➞➯ ➵ ➝➞➟➞➠ ➠ ➞➞➛➞➯ ➞

sy

t

➺➭➠ ➞➯➞↕ ➲➞ ↔➞➢ ➞

.

→➭➾➞➟➞ ➜ ➝ ➭➜➸➞ ➜ ➺➭➜➝➞➺➞

t t

➭➛➢ ➭➲ ➵➤

,

→➺➭➛➲➭➛ ➝➞ ➜ ➪↕➟➢ ➥ ➜ ➝➞➟➞➠ ➡➵➢➠ ↕ ➜

t

(

➔➦➦ ➧ ➶ ➩➫

)

➠ ➭➜➸➭➠➵➯ ➞➯➞ ➜ ➲➞ ↔➞

w

➯➥➜ ➤➭➯➢ ➠➭➛➵➺➞➯ ➞ ➜ ➢ ➭➲➵➞ ↔ ➯➥➠➵➜↕➯➞➢ ↕ ➺➢↕➯➥➟ ➥➸↕

s,

➢ ➭➲ ➵➞ ↔ ➺➭➛

w

➵➾➵➝➞ ➜ ➞➠ ➢↕

su

-

➞➢ ➵➠ ➢↕ ➠↕

t

➛➞

tu

t

➵➛

t

➭➜ ➤➞ ➜➸ ➝➵ ➜↕➞

.

→➭➲➵➞ ↔ ➯ ➥ ➜➤➭➯ ➢

t

↕ ➝➞➯

t

➭➛➲➞

t

s

➺➞ ➝➞ ↕ ➜➙ ➥ ➛➠ ➞➢↕

t

➭➜➤➞ ➜➸ ➟↕ ➜➸➯➵➜➸➞ ➜ ➙↕➢ ↕➯ ➢ ➭➠ ➞

t

,

➠ ➭➟➞↕ ➜➯➞ ➜ ➾➵➸➞

tu

t

➵ ➛➞ ➜

-tu

t

➵ ➛➞ ➜

t

➭➛➝➞ ↔ ➵➟

u

y

➞ ➜➸➠➭➜➾➭➟➞➢ ➯➞ ➜ ↔➞ ➛➞➺➞ ➜ ➞➯ ➞ ➜➠ ➞➞

s

➝➭➺➞ ➜➽ ↔↕➺➥ ➤➭➢↕

s

-↔↕➺➥ ➤➭➢↕

s

↕➟➠ ↕➞ ↔ ➞➞

t

u

➯➭➞➯ ↕ ➜

y

➞ ➜➽ ➞➸➞➠➞

,

↕ ➜➸➞➞ ➜

t

-

↕➜➸➞

t

➞ ➜ ➞ ➜➸

y

➲➭➛➢↕➙ ➞

t

➞ ➜ ➭➯ ➝ ➥➤

,

➞➢ ➵➠ ➢ ↕➲➵ ➝➞➞

y

➢ ➭➣➞ ➛➞➵➠ ➵➠

,

➝➞ ➜➯ ➭➞➯ ↕ ➜➞ ➜

y

➞➯ ➞ ➜➯ ➭➲ ➭➛➞ ➝➞➞ ➜➠ ➭➜ ➤➞➟➺➭➜➵ ➤➵➛

.

→➭➠➭➜➤➞ ➛➞ ↕

tu

,

Grice dalam Rusminto (2009: 57) menyebutkan bahwa yang

dimaksud dengan konteks adalah latar belakang pengetahuan yang sama-sama

dimiliki oleh penutur dan mitra tutur yang memungkinkan mitra tutur untuk

memperhitungkan implikasi tuturan dan memaknai arti tuturan dari si penutur.

Pandangan ini didasari oleh adanya prinsip kerja sama, yakni situasi yang

menunjukkan bahwa penutur dan mitra tutur menganggap satu sama lain sudah

(31)

➹➘

➴➷ ➴➬➷➮➱✃ ❐❒ ✃ ❮ ❒❰➮ ➱ ➬ÏÐ➱ Ñ➷➮Ò ❐✃❐Ñ❐❒

s

➷Ð Ï❐➱ Ó➷ ❒Ô ❐❒ ❐❒ Ô

y

Ó➱ Õ ❐➮ ❐Ñ✃❐❒ Ó➷ ❒Ô ❐❒ Ò ❐➮❐ ➴➷ ❒➷➮➱ ➴ ❐➴ ❐✃Ð ÏÓ❐

t

u

❐➮ ❐ÕÑ➷➮ Ò ❐✃❐Ñ❐❒

y

❐❒ ÔÓ➱➱✃➱

u

t

.

Ö❐×❐➴ ✃❐➱

t

❐❒❒❐

y

Ó➷ ❒Ô ❐❒ ➷✃ÐØ

t

Halliday dan Hasan (1992:6)

mengemukakan

bahwa ada teks dan teks lain yang menyertainya; teks yang menyertai teks itu,

adalah konteks. Konteks di dalam teks ada yang tersurat, dan ada yang tersirat.

Akan lebih sulit untuk memahami konteks dalam bahasa teks karena biasanya

konteks dalam teks tidak dijabarkan secara lengkap.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa konteks adalah segala sesuatu yang

melatarbelakangi terjadinya peristiwa tutur baik waktu, situasi, tempat, suasana

dan sebagainya yang tidak hanya berupa faktor fisik semata melainkan mental

penutur yang mendukung peristiwa tuturan tersebut.

ÙÚÛ ÚÜÝÞ

n

is

-jenis Konteks

Rusminto, (2010: 133) mengemukakan bahwa dalam kegiatan bertuturnya, anak

mendayagunakan lima konteks, yaitu (1) konteks tempat, (2) konteks waktu, (3)

konteks peristiwa, (4) konteks suasana, dan (5) konteks orang sekitar.

1. Konteks Tempat

Tempat yang melatari peristiwa tutur pada saat bertutur, tidak hanya menjadi

bahan pertimbangan oleh penutur, lebih dari itu, ada kalanya penutur juga

mendayagunakannya untuk mendukung keberhasilan tuturannya. Konteks tempat

yang didayagunakan meliputi tempat yang berada di sekitar penutur yang

bersangkut paut dengan tuturan yang diajukan tersebut. Berikut ini contoh

(32)

ßà

1. B : Kalau dalam mobil gini, aku lepas jaket ya Buk?

(berusaha membuka kancing jaketnya)

R : Kamu ini, nanti masuk angin. Flu lagi lho.

B :

Panas lho Buk.

R : Dingin banget gini. Pakai saja.

B : Aah, Ibu ini.

Keterangan :

B : Bagus (anak)

R : Riswanti (ibu)

áâãä

st

ä

w

å

tu

æã

t

ç åè å

w

åéåê å

(

ë

) t

âãì åèäçåè å í åå

t

åê åî ïâãí åð å

s

âñæãæ ò åêóó ô õå

îâñæ åãó åïåã

u

í åì åíâñâí åä ðåê èäèäí æ ðïâã åäãçåê å

s

éåêó åã

.

öâì åîíâñâí åä ðåê èä

,

åê åî

t

äèåî ð å

u

ðâðåîåä ì åîâ

t.

÷ïæ ðâðåî í å åóåã åêåî ðâðåîåä ì åîâ

t

îåãâê å æèåãåê

y

å í åêó å

t

èäêóäêø ùñâò î åã âêå ç åè å è åí åãê

y

å åê åî

t

äèåî í æ î å ðâð åî åä ì åîâ

t,

ïâïâãåçå í åå

t s

â

t

âñåò ïâãåè å èä è åñåð ðô ïäñ

,

åê åî ðâðå êúååîåê

t

îâïâãåè ååê ê

y

å

è åñåð ðô ïäñ æ ê õæî ðâðäêõå îâçåèå äï æ åó åã èää

zinkan tidak

memakai jaket. Pertanyaan

Kalau dalam mobil begini, aku lepas jaket ya Buk?

merupakan sebuah upaya yang dilakukan anak untuk mendayagunakan

keberadaannya di dalam mobil, yang relatif lebih hangat, untuk mendukung

permintaan negatif tidak memakai jaket.

ûü

Konteks Waktu

Konteks waktu yang melatari peristiwa tutur pada saat bertutur, ada kalanya juga

dimanfaatkan oleh penutur untuk mendukung keberhasilan tuturan yang

dilakukannya. Konteks waktu didayagunakan oleh penutur tidak hanya dikaitkan

dengan waktu sekarang, pada saat tuturan dilakukan, tetapi juga berkaitan dengan

waktu tertentu di masa lalu maupun di masa yang akan datang yang bersangkut

paut dengan tuturan penutur. Berikut ini contoh pendayagunaan konteks waktu.

(33)

ýþ

(

ÿ ✁✂ ✄☎✁✆✝✞ ✁✂ ✄☎

t s

ÿ ✆✟✠ ☎ ✡

).

E : Jalan juga masih nuntut kok. Makanya cepat-cepat.

B :

e

la

t lh

o Pak. Aku gak mau kalau lari

-lari.

R : Sudah Pak, pakai motor saja.

Keterangan

B : Bagus (anak)

E : Pak Eko (ayah)

Tuturan tersebut merupakan contoh pendayagunaan konteks waktu sekarang,

yakni waktu pada saat permintaan tersebut diajukan. Peristiwa di atas terjadi pada

saat anak akan berangkat ke sekolah, di pagi hari. Kebetulan pada saat itu sepeda

motor Om Yoyok sedang dititipkan di rumah. Anak ingin diantar ke sekolah naik

sepeda motor padahal biasanya anak pergi ke sekolah dengan berjalan kaki, sebab

di samping jarak antara rumah ke sekolah tidak terlalu jauh, bapak dan ibu

beranggapan bahwa berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki membuat anak

lebih sehat. Oleh karena itu, untuk mengajukan permintaannya, diantar dengan

menggunakan sepeda motor, anak mendayagunakan konteks waktu untuk

mendukung keberhasilan permintaan yang diajukannya, yakni bahwa untuk

berangkat ke sekolah sudah agak terlambat. Hal tersebut juga diperkuat dengan

argumentasi bahwa anak tidak mau kalau jalan cepat-cepat dan cenderung berlari.

Dengan cara tersebut anak berharap bapak dapat memaklumi permintaan anak dan

memperoleh bahan pertimbangan yang mendorong bapak mengabulkan

permintaan anak.

3. Konteks Peristiwa

Tindak tutur yang dilakukan penutur selalu terjadi dalam konteks peristiwa

tertentu. Peristiwa-peristiwa tersebut tidak saja menjadi faktor yang cukup

(34)

☞✌

✍✎✏✑ ✒✏✓ ✔✕✔ ✖ ✔ ✓✕✔ ✗ ✘✏✓ ✙✔ ✗✔✓ ✚ ✗✏✛✏ ✖✑ ✜✢ ✣✎ ✜✓ ✔ ✖ ✜✓ ✤

tu

t

✥✏✓ ✔✕

u

✖ ✢✏ ✖✣✓✚ ✘✏✓✚ ✚✔✓✜✗ ✜✓ ✗ ✍✓ ✕✏ ✗✢✒ ✏ ✖✣

st

w

✜✣✓ ✣✔ ✓✕ ✔ ✗✘✏ ✘✏✓ ✚ ✜✖✔✑✣✒✏✓✙✜✒✜

t

t

u

✒✜✓ ✙ ✜✓✚✜✓ ✘ ✣

t

✖✜

tu

✔ ✖

t

✢✏✑ ✔✛ ✔✓ ✚ ✜✓✙✏✓✚✜✓

t

✣✓✙✜✗✔ ✖

t

tu

y

✜✓ ✚ ✙✣✎ ✜✗✔✗✜✓ ✓

y

.

✦✍✓✕✏ ✗ ✢✒ ✏ ✖✣

st

w

y

✜✓ ✚ ✙ ✣✙✜

y

✜✚ ✔✓✜✗✜✓ ✍✎✏✑ ✒✏✓ ✔✕✔✖ ✔ ✓✕✔✗ ✘✏✓ ✙✔ ✗✔✓ ✚ ✗✏✛✏✖✑ ✜✢ ✣✎ ✜✓

tu

t

✔ ✖ ✜✓✓

y

✜ ✙ ✜✒ ✜

t

✛ ✏ ✖✔✒✜✒✏ ✖ ✣

st

✣✜

w

t

✏ ✖

t

✏✓✕

y

u

✜✓ ✚ ✘✏ ✖

u

✚ ✣✗✜✓✒✏✓ ✔✕✔✖ ✙ ✜✓ ✢✏✎ ✜

y

✜ ✗✓✜

y

✘✏✓ ✙ ✜✒ ✜

t

✗ ✍✘✒✏✓✢✜✢ ✣

t

✏ ✖✏✓ ✕

t

u

✛✜✚✣ ✒ ✏✓✔ ✕✔✖

, t

t

✜✒✣ ✧

u

✚ ✜ ✒✏✖✣

st

w

✜ ✣

st

✣✘✏

w

✜ ✘✣✎ ✣✗ ✒✏✓ ✔✕✔✖

y

✜✓ ✚ ✘✏ ✘✛ ✏ ✖✣✗✜✓ ✒✏✎✔✜✓✚ ✛ ✜✚✣ ✒✏✓ ✔✕✔ ✖ ✔✓ ✕✔ ✗ ✘✏ ✘✒✏ ✖ ✍✎✏✑ ✢✏ ✢✔✜

tu

✙✜✖ ✣ ✘✣

t

✖✜

tu

t

✔✖✓

y

.

★✏✖✣✗✔ ✕✣✓✣✩✍✓ ✕ ✍✑✒ ✏✓ ✙ ✜

y

✜✚✔ ✓ ✜✜✓ ✗✍✓✕✏✗✢✒ ✏ ✖✣

st

w

.

1. B :

Pak, pulang dari dokter beli dunkin donat ya Pak?

(menggandeng tangan).

E : Asal gak rewel. Nurut sama dokter.

B : Iya iya. Makan yang coklat mint ya Pak.

E : Boleh.

✥✏ ✖✣

st

w

tu

✔ ✖

t

✙ ✣ ✜✜

t

s t

✏ ✖✧✜✙✣ ✒ ✜✙ ✜ ✢ ✜✜

t

✜✓✜✗ ✛ ✏ ✖✜✓ ✚ ✗ ✜

t

✛ ✏ ✖✍✛✜

t

✗✏ ✙✍ ✗✕✏ ✖ ✚ ✣✚ ✣

.

✪✏✒ ✏ ✖

t

✣ ✛✣✜✢✜

,

✒ ✏ ✖✣

st

w

✜ ✛ ✏ ✖✍✛ ✜

t

✗✏ ✙ ✍✗✕✏ ✖ ✚ ✣✚ ✣ ✘✏ ✖✔✒✜✗✜✓ ✑ ✜✎

y

✜✓ ✚ ✒✜✎ ✣✓✚

t

✣✙✜✗ ✙ ✣✢✔✗✜✣ ✜✓✜✗ ✗✜✖✏✓ ✜ ✢✏ ✖✣✓ ✚ ✘✏ ✘✛✔✜

t

✜✓ ✜✗ ✘✏ ✖ ✜✢✜ ✗✏ ✢ ✜✗ ✣

t

✜✓ ✗✏

t

✣✗✜ ✘✏✓✧✜✎ ✜✓ ✣ ✒ ✏ ✖✜

w

t

✜✓ ✚✣✚ ✣ ✜

t

u

✙ ✣

t

✏ ✖✜✒ ✣ ✢✏ ✢✔✜

tu

✍✎✏✑ ✙✍ ✗✕ ✏ ✖ ✚ ✣✚ ✣

.

★✣✜✢ ✜✓✜

y

✜✓✜✗ ✢✏✎ ✜✎

u

✘✏ ✘✣✓ ✕ ✜ ✢✏ ✢✔✜

tu

✢✏✛ ✜✚✜✣ ✗ ✍✘✒✏✓✢✜✢ ✣ ✗✏✒ ✜✙ ✜ ✛✜✒ ✜✗ ✜

t

u

✣✛ ✔ ✢✏

t

✣✜✒ ✗ ✜✎ ✣ ✙ ✣✜✧✜✗ ✛ ✏ ✖✍✛ ✜

t

✗✏✙ ✍✗✕✏ ✖✚ ✣✚✣

.

✫✎✏✑✗ ✜✖✏✓✜✣

tu

,

✔✓ ✕✔ ✗ ✗✏ ✢✏ ✗ ✣✜✓✗✜✎ ✣✓

y

✜✜✓✜✗✑ ✜✖

u

s

✛ ✏ ✖✍✛✜

t

✗✏ ✙✍ ✗✕✏ ✖✚ ✣✚ ✣

,

✜✓ ✜✗

t

✣✙✜ ✗✘✏✓

y

✣✜

-

✓✣✜✗ ✜✓

y

✒ ✏ ✖✣

st

w

t

✏ ✖ ✢✏✛ ✔✕✔ ✓✕✔✗ ✙ ✣✘✜✓✬✜✜

t

✗ ✜✓ ✢✏✛ ✜✚ ✜✣

s

✜✖✜✓✜ ✒✏✓✙✔✗✔ ✓✚ ✒ ✏✓ ✚ ✜✧✔ ✜✓ ✒✏ ✖ ✘✣✓ ✕ ✜✜✓ ✔ ✓✕✔✗ ✙✣✛ ✏✎ ✣✗✜✓ ✙✔ ✓ ✗ ✣✓ ✙ ✍✓✜

t

✗✏ ✢✔✗✜✜✓ ✓

y

.

✭✮

Konteks Suasana

✪✔✜✢✜✓✜

y

✜✓ ✚ ✘✏✎ ✜

t

✜✖✣ ✒ ✏ ✖✣

st

w

tu

✔✖

t

✗✏

t

✣✗ ✜ ✒ ✏✓✔✖

u

t

✛✏ ✖✔✖

tu

t

✘✏ ✖✔ ✒ ✜✗ ✜✓ ✜✢✒ ✏ ✗

y

(35)

✰✱

y

✲✳ ✴ ✵✶✷✲✸ ✹✸✲✳ ✳✲

y

.

✺✹✲✻✲✳ ✲

y

✲✳ ✴ ✵✶ ✼✲✸✻ ✹ ✵ ✲ ✵✲✷✲✽ ✻ ✹✲✻ ✲✳✲

y

✲✳ ✴ ✳✲ ✼✲✳

y

✵✲✳ ✼✾✳✾✳ ✲✳✴ ✸✲✳

y

y

✲✳✴

t

✾✿❀✲ ✵✶ ✵✲✷✲ ✼ ❁✾✿✶✶

st

w

tu

✹✿

t

t

✾✿✾✳❂

t

u

, t

✾✿✲ ✼✲

u

t

✻ ✹✻ ✲✳ ✲ ✽✲✶

t

y

✲✳ ✴ ✳✲ ✼

y

✲✳ ✵✲✳ ✼✾✳✾✳ ✲✳✴ ✸✲✳

y

✲✳ ✴

y

✵✶✲✷✲ ✼✶ ❃✷✾✽ ✼✶✿✲

t

tu

t

✹✿✳✲

y

.

❄✾✿✶✸ ✹❂ ✶✳ ✶ ❅❃✳❂❃✽❁✾✳ ✵✲✲✴ ✹✳ ✲✲✳

y

✸❃✳❂ ✾✸✻✻ ✹✲✻ ✲✳ ✲

.

1. B : Buk, aku dapat sepuluh (duduk di pangkuan ibu)

R : Apa?

B : Matematika yang gak boleh ngitung pakai tangan.

R : Pinter.

B : Sekarang buatin susu ya Buk.

R : Ok, Ok. (beberapa saat kemudian)

B : Ibuk seneng ya Buk anaknya pinter?

R : Iya dong.

B : Habis minum susu, main ya Buk?

❆❇

Konteks Orang Sekitar

❈✾✶✸ ✲

t

❁✾✳ ✹❂✹✿ ❉✾✿

tu

t

✹✿

,

✲ ✵✲ ✸ ✲✷✲✳✲

y

t

✾✿✵✲❁✲

t

❃✿✲✳ ✴ ✷ ✲✶✳ ✵✶✻✾✸✶✲✿

t

❁✾✳ ✹❂

u

✿ ✲✳ ✴

y

t

✾✿✷✶❉ ✲

t

✵✲✷✲ ✼❁✾✿✶✶

st

w

tu

t

✹✿

t

✾✿✻✾❉ ✹❂

,

✻✾✷✲✶✳ ✻✾❉ ✲✴✲✶ ❁✾✳

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut: (1) bentuk kesalahan bahasa pada teks pengumuman berbahasa Jawa karya siswa kelas VII SMP Negeri 18

Menyusun daftar pertanyaan atas hal-hal yang belum dapat dipahami dari kegiatan mengmati dan membaca yang akan diajukan kepada guru berkaitan dengan materi Karakteristik

1) Media pembelajaran memiliki pengertian fisik yang dewasa ini dikenal sebagai hardware (perangkat keras), yaitu suatu benda yang dapat dilihar, didengar, atau diraba

23.460.026.716.48,- (Dua Puluh Tiga Milyar Empat Ratus Enam Puluh Juta Dua Puluh Enam Ribu Tujuh Ratus Enam Belas Rupiah Empat Puluh Delapan Sen). Dengan Hasil

pada individu atau organisasi yang tidak timbul dengan sendirinya, melainkan. akibat dari stimulus yang diterima oleh organisasi yang bersangkutan

Aplikasi workgroup berbasis web ini memberikan berbagai macam keuntungan, seperti menghemat biaya, waktu, tenaga serta mengatasi kesulitan tempat untuk melakukan tatap

Dspace adalah aplikasi berbasis free open source software (FOSS) yaitu aplikasi yang dapat dimiliki dengan cara mengambil secara gratis dari internet dan..

Dari hal tersebut maka yang menjadi fokusan penulisan tugas akhir ini yaitu dengan menganalisa Teknik penggunaan crane model sistem H Beam pada pembangunan kapal