LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
Skripsi berjudul “ Pengaruh Peggunaan Strategi Active Learing Dengan MetodeIndex Card MatchTerhadapHasil Belajar Matematika”disusun oleh Aan Suyatmi, Nomor Induk Mahasiswa 103017027178, Jurusan Pendidikan Matematika. Telah mengikuti bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiyah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.
Jakarta, November 2008
Yang Mengesahkan
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Kadir, M.Pd Firdausi, S.Si., M.Pd
ABSTRAK
Aan Suyatmi, “Pengaruh Penggunaan Strategi Active Learning Dengan Metode Index Card Match Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa” (Penelitian Eksperimen di MTs Nurul Hidayah). Skrispsi Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Syarif Hidayatullah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembelajaran menggunakan strategi active learning dengan metode index card match dalam meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode quasi eksperimen. Penelitian ini dilakukan di MTs Nurul Hidayah. Instrumen yang diberikan berupa tes pilihan ganda sebanyak 26 soal. Tekhnik analisa data menggunakan tes liliefors untuk menguji normalitas data, uji fisher untuk menguji homogenitas dan uji-t untuk menguji hipotesis. Hasil perhitungan menunjukan bahwa penelitian ini berdistribusi normal dan homogen. Dari pengujian hipotesis disimpulkan bahwa hasil belajar siswa yang diajar menggunakan strategiactive learning metode index card matchlebih tinggi dari pada siswa yang diajar menggunakan pembelajaran konvensional. Dengan demikian pembelajaran dengan penggunaan metode index card match
berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa.
ABSTRACT
Aan Suyatmi, “Using learning strategy with index card method in order to develop student’s” learning result in Mathematic object.
(Exsperiment research in MTs Nurul Hidayah) a Thesis of Mathematic Education Department Teachers Training and Tarbiyah Faculty Islamic Syarif Hidayatullah University.
Index card match method in order to develop the student’s learning result in
mathematic subject. This research using experiment quasi method. This research has done in MTs Nurul Hidayah. The write gives 26 multiple choiches as an instrument. Data analysis technic using liliefors test to examine data normality. Fisher test to examine data homogenitas and t-test to examine hipothesis. The
research’s result show that this research are homogeneity and normal
distribution. The conclusion of this research is the student learning result using active learning strategy with index cart match method is higher than the student
who use convensional method. Finally the student’s learning using index card method influences the student’s learningresult especially in mathematic subject.
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahim
Alhamdulillah segala puji hanya bagi Allah SWT Tuhan semesta alam yang menggenggam setiap kejadian, penyempurna setiap kebahagiaan, tempatku bersandar dan bersyukur atas seluruh nikmat tanpa batas bilangan. Shalawat dan Salam senantiasa menyelimuti Rasulullah SAW tercinta beserta seluruh keluarga, sahabat, dan pengukutnya sampai akhir zaman.
Selama penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang dialami. Namun berkat kerja keras, do’a, dan
kesungguhan hati serta dukungan dari berbagai pihak untuk penyelesaian skripsi ini, semua dapat teratasi. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syuarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Maifalinda Fatra, M.Pd., Ketua Jurusan Matematika 3. Bapak Otong Suhyanto, M.Pd., Sekertaris Jurusan Matematika
4. Bapak Dr. Kadir, M.Pd., Dosen pembimbing I yang penuh kesabaran dan keikhlasan membimbing penulis selama penyusunan skripsi ini
5. Bapak Firdausi, S.Si., M.Pd., Dosen pembimbing II yang penuh kesabaran dan keikhlasan membimbing penulis selama penyusunan skripsi ini
6. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama perkuliahan, semoga ilmu yang telah bapak dan ibu berikan mendapat keberkahan kepada Allah SWT
7. Teristimewa kedua orang tuaku tercinta mami dan papi yang selalu mendo’akan, mendukung, memberikan dorongan moril dan materil kepada
penulis. Semoga amal ibadahnya dibalas dengan pahala yang berlipat ganda
9. Kepala Sekolah MTs Nurul Hidayah Ibu Hj. Yayah Robbiyatul Adawiyah., M. Pd., yang telah berkenan memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian. Ibu Watini sebagai guru matematika kelas VII yang selalu memberikan masukan kepada penulis
10. Bapak Drs. M. Amin, MA., Kepala Sekolah SMK IT YASMA yang telah memberikan dukungan moril, materil dan do’anya kepada penulis. Guru dan Staf; Mr. Hasan, Ms. Leni, Mr. Gojali, Ms. Mila, dan semua keluarga besar SMK IT YASMA yang tidak dapat disebutkan satu persatu
11. Teman-temanku Nuby, Lina, Lia, Ria yang mendampingi dalam suka maupun duka, Novi Faijati dan Nurfaijah (Penulis tidak akan melupakan atas semua bantuan yang telah kalian berikan), Rizal, Ciswandi, Ukong, Fardian, Anton .. Dan semua teman-teman Jurusan Matematika angkatan 2007 yang tidak dapat disebutkan satu persatu semoga di ridhai oleh Allah SWT.
Serta kepada semua pihak yang terkait yang tidak dapat disebutkan satu persatu . Penulis berharap semoga Allah memberikah kebaikan dan pahala yang berlipat ganda kepada mereka semua. Dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi semua pihak yang membacanya. Amin yaa Robbal Alamain.
Jakarta, Desember 2008
PENGARUH PENGGUNAAN STRATEGI
ACTIVE LEARNING
DENGAN METODE
INDEX CARD MATCH
TERHADAP
HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA
ABSTRAK ... i
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR... iii
DAFTAR ISI... v
DAFTAR TABEL...vii
DAFTAR GAMBAR...viii
DAFTAR LAMPIRAN... ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah... 4
C. Pembatasan Masalah... 4
D. Perumusan Masalah ... 5
E. Tujuan Penelitian... 5
F. Manfaat Penelitian ... 5
BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoritik ... 7
1. Hasil Belajar Matematika ... 7
a. Pengertian Pembelajaran Matematika ... 7
b. Karakteristik Pembelajaran Matematika... 10
c. Belajar Matematika Menurut Paham Kontruktivisme... 11
d. Pengertian Hasil Belajar Matematika ... 16
2. MetodeIndex Card MatchDalam Pembelajaran Matematika ... 20
a. Strategi Pembelajaran Aktif(Active Learning Strategy) ...21
b. MetodeIndex Card Match ...28
c. Pembelajaran Konvensional Metode ekspositori ... 30
B. Hasil Penelitian yang Relevan...41
C. Kerangka Berfikir ...42
D. Perumusan Hipotesis...43
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian ... 44
B. Metode Penelitian ...44
C. Populasi Dan Sampel ...45
D. Tekhnik Pengumpulan Data ...45
E. Tehnik Analisis Dada...51
F. Hipotesis Statistika ...52
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data ... 53
B. Pengujian Prasyatan Analisis ...57
1. Uji Normalitas...57
2. Uji Homogenitas ... 58
C. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan...58
1. Uji Hipotesis Penelitian... 58
2. Pembahasan Hasil Penelitian ... 59
D. Keterbatasan Penelitian ...60
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 61
B. Saran ...61
DAFTAR TABEL
1. Tabel 1 Perbedaan Pembelajaran Konvensional Dengan Metode Index
Card Match...34
2. Tabel 2 Deasain Penelitian ...44
3. Tabel 3 Kisi-Kisi Instrumen Hasil Belajar...46
4. Tabel 4 Distribusi Frekuensi Hasil Tes Eksperimen ...54
5. Tabel 5 Distribusi Frekuensi Hasil Tes Kontrol...55
6. Tabel 6 Rekapitulasi Statistik Deskriftif Hasil Penelitian ...56
7. Tabel 7 Hasil Uji Normalitas Kelas Eksperimen dan Kontrol...57
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 1 Kerucut Efektivitas Model Pembelajaran Edgar Dale ...25 2. Gambar 2 Poligeon Daftar Frekuensi Hasil Belajar Matematika Kelas
Eksperimen ...54 3. Gambar 3 Poligeon Daftar Frekuensi Hasil Belajar Matematika Kelas
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 63 Lampiran 2. Kisi-Kisi Instrumen Tes Hasil Belajar Matematika...
103
Lampiran 3. Uji Coba Tes Matematika Pada Pkk Bahasan Bangunan Datar 104
ampiran 4. Rekapitulasi Kisi-Kisi Instrumen Yang Tidak Valid……….112 Lampiran 5. Lembar Instrumen Postes Matematika Pada Pkk Bahasan
Bangun Datar...113 Lampiran 6. Langkah-Langkah Perhitungan Validitas Tes Bentuk Pilihan
Ganda ... 118 Lampiran 7. Rekapitulasi Validitas Instrumen Hasil Belajar Matematika
(Telah Valid) ...121 Lampiran 8. Langkah-Langkah Perhitungan Reliabilitas Tes Bentuk
Pilihan Ganda ... 122 Lampiran 9. Langkah-Langkah Perhitungan Tingkat Kesukaran Tes
Bentuk Pilihan Ganda ...124 Lampiran 10. Rekapitulasi Validitas Instrumen Hasil Belajar Matematika
(Telah Valid) ...125 Lampiran 11. Hasil Perhitungan V, DP, Dan TKTes Soal Postes ...127 Lampiran 12. Hasil Postest Kelas Eksp Dan Kelas Kontrol ...128 Lampiran 13. Perhitungan Distribui Frekuensi, Mean, Modus, Median pada
Kelas Eksperimen ...130 Lampiran 14. Perhitungan Distribui Frekuensi, Mean, Modus, Median pada
Kelas Kontrol...132 Lampiran 15. Tabel Kesiapan Uji Normalitas Dan Uji Homogenitas
Kelompok Eksperimen...134 Lampiran 16. Tabel Kesiapan Uji Normalitas Dan Uji Homogenitas
Lampiran 18. Uji Normalitas Kelompok Kontrol ...137
Lampiran 19. Perhitungan Uji Homogenitas (Uji Fisher) ...138
Lampiran 20. Perhitungan Uji Homogenitas (Uji T)...139
Lampiran 21. Tabel Harga R Product Moment...141
Lampiran 22. Tabel Luas Di Bawah Kurun Normal Baku Dari 0 ke z ...142
Lampiran 23. Tabel Harga Distribusi F ...143
Lampiran 24. Tabel Daftar Distribusi T ...144
Lampiran 25. Tabel Nilai Kritis L Uji Liliefors...145
Lampiran 26. Lembar Observasi Pembelajaran Index Card Match ...146
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan suatu bangsa dapat ditentukan oleh sumber daya manusianya. “Sedangkan untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas harus didasari dengan suatu proses pendidikan, karena melalui pendidikan akan ditetapkan langkah-langkah yang dipilih masa kini sebagai upaya mewujudkan aspirasi dan harapan di masa depan suatu negara atau dunia sekalipun”.1
Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia, Dalam rangka melaksanakan pendidikan tersebut bangsa Indonesia melakukan usaha untuk mencapai tujuan nasional diantaranya dengan mencerdaskan kehidupan bangsa yang tercantum dalam pembukaan undang-undang dasar 1945. Dan tertuang dalam sisdiknas 2003 bahwa:
pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi anak didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.2
Dalam hal ini sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan formal merupakan suatu yang sangat penting untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut. Proses belajar mengajar dan komponen yang ada di dalamnya seperti guru, peserta didik, tujuan pembelajaran, isi pelajaran, metode belajar, media dan evaluasi salah satunya yang dapat menentukan suatu keberhasilan proses belajar mengajar.
Dari banyaknya ilmu pengetahuan yang terdapat dalam lembaga sekolah, salah satunya adalah mata pelajaran matematika. Karena di samping
1
Umar Tirtarahardja dkk,Pengantar Pendidikan, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. (Jakarta: Rineka Cipta, 1989) 2
Undang-Undang RI No 20 Tahun 2003, Tentang Sisdiknas (Jakarta: Depdiknas, 2006), h. 8
matematika sebagai salah satu bagian dalam ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang diperlukan oleh setiap orang untuk dijadikan sebagai sarana dalam berfikir, serta dapat memberi manfaat kemudahan dalam kehidupan sehari-hari, matematika juga merupakan ilmu pengetahuan yang memiliki peranan penting dalam pembentukan kualitas pembentukan sumber daya manusia. Hal ini sejalan dengan pernyataan yang dikemukakan Russeffendi yaitu “ Kegunaan matematika besar, baik sebagai ilmu pengetahuan, sebagai
alat, maupun sebagai pembentuk sikap yang diharapkan. Matematika itu memegang peranan penting dalam pendidikan dimasyarakat baik sebagai objek langsung (fakta, kemampuan, konsep, prinsipel) maupun tak langsung (bersifat kritis, logis, tekun, maupun memecahkan masalah dan lain-lain)”.3 Dengan demikian mutu pendidikan matematika harus terus ditingkatkan sebagai upaya pembentukan sumber daya manusia yang bermutu tinggi, yakni manusia yang mampu berfikir kritis, logis, sistematis, dan berinisiatif dalam menanggapi masalah yang terjadi.
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah pada semua jenjang pendidikan. Hal itu menunjukan bahwa matematika itu memang penting kedudukannya. Diajarkan matematika pada semua jenjang pendidikan ternyata tidak membuat prestasi siswa dalam pembelajaran matematika sesuai yang diharapkan. Ini dapat terlihat dari “hasil tes Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS)
2007 yang menempatkan siswa SLTP Indonesia menempatkan peringkat ke-34 untuk penguasaan matematika dan peringkat ke- 36 untuk penguasaan sains dari 48 negara peserta”.4
Kurangnya penggunaan media atau materinya yang semakin lama semakin rumit dari jenjang kejenjang adalah salah satu faktor pendukung ini semua terjadi. Adapun faktor yang paling menonjol adalah pendekatan pembelajaran yang diberikan oleh guru. Hasil pengamatan di lapangan,
3
Ruseffendi,E. T,Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan
Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA, (Bandung: Tarsito) 4
ternyata proses belajar mengajar matematika yang berlangsung di sekolah dilaksanakan dalam suasana komunikasi satu arah, artinya guru cenderung menggunakan metode ceramah, guru mendominasi kelas sepenuhnya, dan materi yang disampaikan pada siswa sudah dalam bentuk final, sehingga siswa akan mengetahui begitu saja tanpa mengetahui bagaimana, mengapa, dan untuk apa materi tersebut diberikan. Akibatnya siswa hanya belajar secara hafalan tanpa memahami makna dari materi yang dipelajarinya. Indikasi ini juga tampak dari banyaknya siswa-siswa yang tidak dapat menyelesaikan soal-soal matematika. Situasi dalam kelas yang diciptakan oleh guru umumnya sangat mempengaruhi tercapai atau tidaknya pengajaran yang disampaikan. Siswa yang hanya dituntut apa yang diinginkan guru, dan memperhatikan apa yang disampaikan oleh guru, tidak akan membuat siswa lebih baik dalam memperoleh hasil yang diharapkan, yang ada hanya memendam potensi dan semangat dalam diri siswa.
Penelitian ini didasarkan pada rendahnya penguasaan siswa terhadap pelajaran matematika seperti yang dilihat dari hasil tes TIMSS yang telah disebutkan sebelumnya, dan hasil belajar siswa yang dilihat dari perolehan nilainya yang rata-rata masih dibawah nilai standar kelulusan.
sehingga ketika masuk kelas mereka sudah memiliki bekal pengetahuan”.5 Dengan demikian metode index card match ini diharapkan mampu menarik motivasi siswa sehingga dapat menambah keefektifan dalam proses belajar mengajar, terutama dalam peningkatan hasil belajar matematika.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Bagaimana cara mengaktifkan siswa dalam pembelajaran matematika? 2. Bagaimana cara menghilangkan kejenuhan siswa saat proses belajar
mengajar matematika berlangsung?
3. Bagaimana menciptakan suasana yang menyenangkan, dan menghilangkan image buruk terhadap pembelajaran matematika?
4. Pendekatan pembelajaran apakah yang efektif dalam proses belajar matematika?
5. Apakah pembelajaran index card match berpengaruh terhadap minat dan motivasi siswa ?
6. Apakah dengan pembelajaranindex card matchdapat meningkatkan hasil belajar siswa ?
7. Apakah siswa akan lebih mudah memahami pokok bahasan segi-4 pada pembelajaran matematika dengan metodeindex card match?
8. Dalam penggunaan strategi index card match siswa yang lebih cepat menemukan pasangannya akan diberikan point, apakah dengan pemberian point siswa akan lebih bersemangat dalam melakukan aktifitas proses belajarnya
C. Pembatasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada masalah perbandingan hasil belajar matematika siswa yang diajar menggunakan Active Learningdengan metode
index card match kepada siswa yang diajar menggunakan pembelajaran
5
konvensional di kelas VII MTs Nurul Hidayah Jeruk Purut Jakarta Selatan. Hasil belajar siswa yang dimaksud adalah rata-rata skor tes formatif berbentuk pilihan ganda pada pokok bahasan segi empat.
D. Perumusan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada rumusan masalah yaitu apakah rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajar menggunakan pendekatan active learningdengan metodeindex card matchlebih tinggi daripada rata-rata hasil belajar siswa yang diajar menggunakan pendekatan pembelajaran konvensional.
E. Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk memperoleh alternatif metode pembelajaran yang cocok bagi siswa SMP kelas VII yang dapat meningkatkan kemampuan matematika siswa. Serta untuk mengetahui apakah pendekatan active learning dengan metode index card match dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa.
F. Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini diharapkan :
1. Siswa aktif dalam kelas sehingga hasil belajarnya akan meningkat. 2. Siswa dapat bekerja sama dan berkomunikasi dengan siswa lain.
3. Memberikan alternatif kepada guru untuk menentukan metode yang sesuai dalam pembelajaran di kelas.
4. Memberikan kontribusi penerapan pembelajaran dengan pendekatanactive learning pada metode index card match terhadap peningkatan hasil belajar matematika siswa
5. Dapat memberikan motivasi untuk memahami bahan materi yang diajarkan sebelum mereview kembali denganindex card match
BAB II
A. Deskripsi Teoritis
1. Hasil Belajar Matematika
a. Pengertian Pembelajaran Matematika
“Pembelajaran adalah kegiatan yang bertujuan, yaitu membelajarkan siswa”. 6 “Pembelajaran juga proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”.7
Upaya untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebutuhan peserta didik yang beragam agar terjadi interaksi yang optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa. Juga merupakan suatu pembelajaran. Agar tujuan pembelajaran dapat tercapai, guru harus mampu mengorganisir semua komponen sedemikian rupa sehingga antara komponen yang satu dengan yang lainnya dapat berinteraksi secara harmonis. Menurut Gagne bahwa “pembelajaran sebagai perangkat
acara peristiwa eksternal yang dirancang untuk mendukung terjadinya beberapa proses belajar yang sifatnya internal.” Suatu pengertian yang hampir sama dikemukakan oleh Correy bahwa “Pembelajaran adalah
suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu.” Menurut Zurinal dan Wahdi dalam buku ilmu pendidikan (pengantar dan dasar-dasar pendidikan) “Pembelajaran adalah suatu usaha dan proses yang
dilakukan secara sadar dengan pengacu pada tujuan (pembentukan kompetensi), yang dengan sistematis dan terarah pada terwujudnya perubahan dan tingkah laku .” Pembelajaran adalah pemerolehan pengetahuan sesuatu hal tentang atau keterampilan belajar pengalaman pengajaran. Dari pengertian-pengertian yang dikemukakan dapat
6
Wina Sanjaya,Strategi Pembelajaran, “Berorientasi Standar Proses Pendidikan”,
(Jakarta: Kencana, 2006), h. 49 7
Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003, Tentang Sisdiknas (Jakarta:Depdiknas, 2006), h. 7
disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu proses yang disengaja atau upaya yang dirancang oleh pendidik dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan (kelas/sekolah) yang memungkinkan siswa melakukan kegiatan belajar serta terjadinya interaksi optimal antara guru dengan siswa atau antara siswa dengan siswa yang lain.
Setelah dikemukakan pengertian pembelajaran, selanjutnya akan dibahas mengenai pengertian matematika. “Istilah Mathematics (Inggris), mathematik (Jerman), mathematique (Prancis), matematiceski (Rusia), atau mathematik (Belanda), berasal dari bahasa latin mathematica yang diambil dari bahasa yunani mathematike yang berhubungan erat dengan sebuah kata yang mengandung arti belajar (berfikir)”.8Matematika dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai“ilmu bilangan, hubungan antar bilangan dan operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan”.9 “Matematika menurut Kline merupakan bahasa simbolis dan ciri
utamanya adalah penggunaan cara bernalar deduktif, tetapi juga tidak melupakan cara bernalar induktif”.10 James sebagaimana dikutip oleh Suherman berpendapat bahwa “matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi tiga bidang yaitu aljabar, analisis, dan geometri”.11 Sedangkan Johson dan Rising dalam bukunya mengatakan bahwa “matematika adalah pola pikir, pola mengorganisasikan, pembuktian
yang logik, matematika adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada
8
Erman Suherman,Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung:
IMSTEP UPI, 2003), h. 15 9
Hasan Alwi (eds),Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Depdiknas, 2002)
10
Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Berkesulitan Belajar, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2003), Cet.2, h. 252 11
Erman Suherman, Strategi Pembelajaran MatematikaKontemporer, (Bandung,
mengenai bunyi”.12 Menurut Reys, “matematika merupakan pola tentang hubungan, suatu jalan atau pola berfikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat”.13
Sedangkan menurut Lerner “matematika selain sebagai bahasa simbolis juga sebagai bahasa universal yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat dan mengkomunikasikan ide mengenai elemen dan kuantitas”.14
Dari beberapa pengertian matematika yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah cara berpikir dengan bahasa simbolis yang bernalar deduktif dan induktif yang terdiri dari pengetahuan tentang bilangan-bilangan, bentuk, susunan besaran, konsep-konsep yang berhubungan dan terbagi ke dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis dan geometri.
Matematika merupakan ilmu yang dipelajari di semua pendidikan, ada banyak alasan perlunya belajar matematika. Menurut Cockroft ada 6 alasan mengapa matematika perlu dipelajari, yaitu: (1) selalu digunakan dalam segi kehidupan, (2) semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika, (3) merupakan sarana komununikasi yang kuat, singkat, dan jelas, (4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara, (5) meningkatkan kemampuan berfikir logis, ketelitian, dan kesadaran keruangan, dan (6) memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.
Dengan demikian pembelajaran matematika adalah proses yang harus lebih dulu dirancang oleh guru agar mampu mengorganisir semua komponen dalam belajar matematika dan hendaknya antara komponen yang satu dengan yang lainnya dapat berinteraksi secara
12
Erman Suherman, Strategi Pembelajaran MatematikaKontemporer, (Bandung,
IMSTEP upi, 2003), h. 17 13
Mulyono, Abdurahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2003), h. 253 14
Mulyono, Abdurahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta:
harmonis dengan tujuan untuk menciptakan belajar matematika yang efektif.
b. Karakteristik Pembelajaran Matematika
Pembelajaran matematika di sekolah tidak bisa terlepas dari sifat-sifat matematika yang abstrak dan sifat perkembangan intelektual siswa yang kita ajar. Oleh karena itulah kita perlu memperhatikan beberapa sifat atau karakteristik pembelajaran matematika di sekolah sebagai berikut:15
1) Pembelajaran matematika adalah berjenjang (bertahap)
Bahan kajian matematika diajarkan secara berjenjang atau bertahap, yaitu dimulai dari hal yang konkrit dilanjutkan ke hal yang abstrak, dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks. Atau bisa dikatakan dari konsep yang mudah menjadi konsep yang lebih sukar.
2) Pembelajaran matematika mengikuti metode spiral
Setiap memperkenalkan konsep atau bahan yang baru perlu memperhatikan konsep atau bahan yang telah dipelajari siswa sebelumnya. Bahan yang baru selalu dikaitkan dengan bahan yang telah dipelajari, dan sekaligus untuk mengingatkan kembali. Pengulangan konsep dalam bahan ajar dengan cara memperluas dan memperdalam adalah perlu dalam pembelajaran matematika. Metode spiral bukanlah pengajaran konsep hanya dengan pengulangan atau perluasan saja tetapi harus ada peningkatan. Spiralnya harus spiral naik bukan spiral mendatar.
3) Pembelajaran matematika menekankan pola berfikir deduktif Matematika adalah ilmu deduktif. Matematika tersusun secara deduktif aksiomatik. Namun demikian kita harus dapat memilih pendekatan yang cocok dengan kondisi anak didik yang
15
Erman Suherman,et.al.,Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer,
kita ajar. Misalnya sesuai dengan perkembangan siswa di SLTP, maka dalam pembelajaran matematika belum seluruhnya menggunakan pendekatan deduktif tapi masih bercampur dengan induktif.
4) Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi
Kebenaran matematika sesuai dengan struktur deduktif aksiomatiknya. Kebenaran-kebenaran dalam matematika pada dasarnya merupakan kebenaran konsistensi, tidak ada pertentangan antara kebenaran suatu konsep dengan yang lainnya. Suatu pernyataan dianggap benar bila didasarkan dengan pernyataan yang telah diterima kebenarannya. Dalam pembelajaran matematika di sekolah, meskipun ditempuh pola induktif, tetapi tetap pada bahwa generasi suatu konsep haruslah bersifat deduktif. Kebenaran konsistensi tersebut mempunyai nilai didik yang sangat tinggi dan amat penting untuk pembinaan sumber daya manusia dalam kehidupan sehari-hari.
c. Belajar Matematika Menurut Paham Kontruktivisme
Menurut Steffe dan Kieren, “beberapa prinsip pembelajaran dengan pendekatan kontruktivisme diantaranya bahwa observasi dan mendengar aktifitas dan pembicaraan matematika siswa adalah sumber yang kuat dan petunjuk untuk mengajar, untuk kurikulum, untuk cara-cara dimana pertumbuhan pengetahuan siswa dapat dievaluasi”.16 Suherman dkk mengemukakan dalam kontruktivisme, aktifitas matematika mungkin diwujudkan melalui tantangan masalah, kerja dalam kelompok kecil dan diskusi kelas menggunakan apa yang biasa muncul dalam materi kurikulum kelas yang biasa.
16
Erman Suherman,Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung:
Pembelajaran kontruktivisme senantiasa ‘problem centered’ yaitu guru dan siswa terikat dalam pembicaraan yang memiliki makna matematika. Cobb mendefinisikan bahwa belajar matematika merupakan proses yang didalamnya siswa secara aktif mengkontruksi pengetahuan matematikanya. Dalam pembelajaran kontruktivisme terdapat 4 komponen kunci yang harus diperhatikan, yaitu:17
1. Siswa membangun pemahamannya sendiri dari hasil belajarnya bukan karena disampaikan atau (diajarkan). 2. Pelajaran baru sangat tergantung pada pelajaran
sebelumnya.
3. Belajar dapat ditingkatkan dengan interaksi sosial.
4. Penugasan-penugasan dalam belajar dapat meningkatkan kebermaknaan proses pembelajaran.
Jadi dalam kontruktivisme seorang guru tidak mengajarkan pada anak bagaimana menyelesaikan persoalan, namun mempersentasikan masalah dan mendorong siswa untuk menemukan pemecahan masalah mereka sendiri dalam menyelesaikan permasalahan. Guru berupaya mendorong siswa untuk saling tukar-menukar ide sampai persetujuan tercapai. Dalam hal ini peranan guru bukan pemberi jawaban akhir atas pertanyaan siswa, melainkan mengarahkan mereka untuk membentuk (mengkontruksi) pengetahuan matematika sehingga diperoleh struktur matematika.
Di dalam kelas kontruktivisme, para siswa diberdayakan oleh pengetahuannya yang berada dalam diri mereka. Mereka berbagi strategi dan penyelesaian, debat antara satu dan lainnya, berpikir secara kritis tentang cara terbaik untuk menyelesaikan secara masalah.
Evaluasi dalam pembelajaran matematika menggunakan pendekatan kontruktivisme terjadi sepanjang proses pembelajaran berlangsung (on going assessment). Dari awal sampai akhir guru memantau perkembangan siswa, pemahaman siswa terhadap konsep
17
Erman Suherman,Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung:
pemahaman matematika, ikut membentuk dan mengevalusi proses kontruksi pengetahuan (matematika) yang dibuat oleh siswa.
Bruner berpendapat bahwa “belajar matematika adalah belajar tentang konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat di dalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan-hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika itu”.18 Pemahaman terhadap konsep dan struktur suatu materi menjadikan materi itu dipahami secara lebih komprehenshif, peserta didik lebih mudah mengingat materi itu bila yang dipelajari merupakan pola yang berstruktur.
Dalam belajar matematika peserta didik harus berperan aktif. Peran aktif ini dapat terlaksana apabila menggunakan cara belajar yang sesuai, sehingga diharapkan dapat menyebabkan perkembangan potensi intelektualnya, rasa puasnya serta motivasinya. Ini berati ganjaran diperoleh dari dalam. Menurut Bruner, belajar dari luar biasanya mengakibatkan belajar hafalan sehingga pengertian terhadap matematika yang dipelajari sangat minim.
Konsep-konsep matematika dipelajari menurut tahap-tahap bertingkat seperti halnya dengan tahap periode perkembangan intelektualnya. Menurut Hudoyo, tahap-tahap itu adalah:19
a. Permainan bebas (Free Play). Permainan bebas adalah tahap belajar konsep yang terdiri dari aktifitas yang tidak terstruktur dan tidak diharapkan yang memungkinkan peserta didik mengadakan eksperimen dan memanipulasi benda-benda konkrit dan abstrak dari unsur-unsur konsep yang dipelajari itu.
b. Permainan yang menggunakan aturan (Games). Di dalam tahap ini peseta didik mulai meneliti pola-pola dan keteraturan yang terdapat di dalam konsep (peristiwa-peristiwa).
18
Herman Hidoyo,Mengajar Belajar Matematika, (Jakarta: Depdiknas), h. 56
19
Herman Hudoyo, Mengajar Belajar Matematika, (Jakarta: Depdiknas),
c. Permainan mencari kesamaan sifat (Searching for communalities). Membantu peserta didik dalam permainan yang menggunakan aturan untuk dapat melihat kesamaan struktur dengan mentranslasikan dari suatu permainan kebentuk permainan yang lain, sedang sifat-sifat abstrak yang diwujudkan dalam permainan itu tetap tidak berubah dengan translasi itu.
d. Permainan dengan representasi (Representation). Dalam tahap ini peserta didik mencari kesamaan sifat dari situasi yang serupa. e. Permainan dengan simbolisasi (Simbolization). Permainan dengan
menggunakan simbol ini merupakan tahap belajar konsep dimana peserta didik perlu merumuskan representasi dari tiap konsep dengan menggunakan simbol matematika.
f. Formalisasi (Formalization). Setelah peserta didik mempelajari suatu konsep dan struktur matematika yang saling berhubungan, peserta didik harus mengurut sifat-sifat itu untuk dapat merumuskan sifat-sifat baru.
Belajar dari luar biasanya mengakibatkan belajar hafalan sehingga pengertian terhadap matematika yang dipelajari sangat minim. Oleh karena itu terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi belajar matematika, yaitu:
a. Peserta didik
Kegagalan atau keberhasilan belajar sangat tergantung kepada peserta didik. Bagaimana sikap dan minat peserta didik terhadap matematika, bagaimana kesiapan dan kemampuan peserta didik untuk mengikuti kegiatan belajar matematika, bagaimana kondisi fisiologis dan psikologis pada saat belajar matematika. Semua itu sangat menentukan tingkat dan keberhasilan proses dan hasil belajar matematika.
b. Pengajar
materi matematika, menguasai materi dengan baik, memiliki pengalaman cukup, kepribadian yang disegani peserta didik, dan memiliki motivasi yang selalu disalurkan kepada peserta didik, maka proses belajar matematika akan belajar efektif karena mutu pengajaran yang tinggi, sehingga peserta tidak mengalami kesulitan dalam belajar matematika.
c. Sarana dan prasarana
Saran yang baik diperlukan untuk menunjang proses belajar yang efektif, seperti buku paket, persediaan perpustakaan dan alat bantu belajar sebagai alat penunjang untuk meningkatkan kualitas belajar peserta didik. Selain sarana diperlukan pula prasarana yang mapan, seperti tata ruang yang bagus, sejuk, bersih, dan tempat duduk yang nyaman. Hal ini akan lebih memperlancar terjadinya proses belajar.
d. Penilaian
Penilaian merupakan tolak ukur bagaimana berlangsungnya proses pembelajaran. Dari hasil penilain ini pendidik dapat melihat perubahan hasil belajar peserta didik. Tugas pendidik terhadap hasil penilaian ini adalah memberikan motivasi kepada peserta didik agar lebih meningkatkan hasil belajar matematika atau terus mempertahankan hasil yang diperoleh dengan maksimal.
1. Cara penyampaian belajar matematika
Untuk menanamkan pemahaman akan konsep matematika perlu model pembelajaran yang baik. Matematika bukan pelajaran yang sulit asalkan metode pembelajaran sesuai, dan guru harus menguasai materi yang diajarkan agar tidak timbul kesalahpahaman persepsi dan bila persepsi pembelajaran matematika terjadi dengan lancar dan disampaikan secara kontinu (bertahap dan berurutan) maka hasil belajar matematika dapat lebih baik.
2. Batas kemampuan siswa dalam menerima pelajaran matematika
Dalam proses belajar mengajar, guru akan menghadapi siswa yang berbeda dalam penyerapan pelajaran, sehingga guru harus mengetahui apakah siswa tersebut termasuk kategori cepat, sedang atau lambat.
d. Pengertian Hasil Belajar Matematika
"Hasil adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjuk suatu yang dicapai seseorang setelah melakukan suatu usaha. Bila dikaitkan dengan belajar berarti hasil menunjuk sesuatu yang dicapai oleh seseorang yang belajar dalam selang waktu tertentu".20 Hasil Belajar termasuk dalam kelompok atribut kognitif yang ’respon’ hasil pengukurannya tergolong pendapat yaitu respon
yang dapat dinyatakan benar atau salah.
Hasil belajar juga merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Soedijarto menyatakan bahwa hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai oleh pelajar dalam mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidkan yang ditetapkan.
20
Briggs (1979) mengatakan bahwa hasil belajar adalah seluruh kecakapan dan segala hal yang diperoleh melalui proses belajar mengajar di sekolah yang dinyatakan dengan angka dan diukur dengan menggunakan tes hasil belajar. Sedangkan menurut Sudjana (2004) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar. Howard Kinsley membagi tiga macam hasil belajar yakni (a) keterampilan dan kebiasaan (b) pengetahuan dan kebiasaan (c) sikap dan cita-cita. Sedangkan Gagne membagi lima kategori hasil belajar, yaitu:21
1. Informasi verbal
Kecakapan untuk mengkomunikasikan secara verbal pengetahuannya tentang fakta-fakta. Dengan kata lain individu mampu menyatakan secara proporsional apa yang telah dipelajari. Pengungkapan informasi yang telah disimpan di dalam ‘tempat penyimpanan ingatan’ itu dapat juga menggunakan ‘kunci’ verbal yang lain. Misalnya dengan
menunjukan diagram tertentu, siswa dapat mengingat kembali pengertian fungsi. Informasi verbal ini diperoleh dengan lisan, membaca buku , mendengar radio, dan sebagainya.
Fungsi yang dimaksud itu adalah: 1) Prasyarat untuk belajar lebih lanjut
2) Kepraktisan dalam kehidupan sehari-hari dari individu 3) Pengetahuan yang terorganisasikan sehingga menjadi
bentuk-bentuk yang saling berkaitan merupakan acuan berfikir.
2. Ketermpilan intelektual
Kapabilitas untuk membuat diskriminasi, menguasai konsep dan aturan serta memecahkan masalah. Kapabilitas
21
Nana Sudjana,Penelitaian Proses Hasil Belajar Mengajar, (Bandung:Remaja
tersebut merupakan kemampuan yang diperoleh manusia dengan belajar. Begitu sesuatu itu dipelajari, kapabilitas itu dapat muncul berulang kali dalam berbagai penampilan. Menurut Gagne kemampuan intelektual dibagi lagi menjadi delapan sub-kategori yang urutannya berdasarkan kekomplekan operasi mentalnya. Kedelapan tipe tersebut adalah:
a) Belajar sinyal (signal learning). Belajar dengan sinyal adalah belajar tanpa kesengajaan yang dihasilkan dari sejumlah stimilus ulangan atau stimulus tunggal yang akan menimbulkan suatu respon emosional di dalam individu yang bersangkutan.
b) Belajar S-R (S-R learning). Belajar jenis ini adalah belajar yang disengaja dan secara fisik untuk merespon suatu sinyal. Belajar S-R menghendaki suatu stimulus yang datangnya dari luar yang menyebabkan otot-otot terangsang yang kemudian diiringi respon yang dikehendaki sehingga terjadi hubungan langsung yang menunggal antara stimulus dan respon.
c) Belajar merangkai tingkah laku (chaining). Jenis belajar ini menunjukan lebih dari sati S-R yang dirangkaikan berurutan agar peserta didik dapat menyelesaikan tugas d) Belajar asosiasi verbal ( verbal chaining). Belajar
asosiasi verbal terjadi pada waktu memberi nama suatu benda.
f) Belajar konsep (concept learning). Adalah belajar memahami kebersamaan sifat-sifat dari benda-benda konkrit atau peristiwa-peristiwa untuk dikelompokan menjadi satu jenis
g) Belajar aturan (rule learning). Belajar aturan-aturan didasarkan atas konsep-konsep yang telah dipelajari. Seseorang telah belajar aturan memungkinkan orang tersebut mengikuti aturan itu dalam tingkah lakunya, menampilkan tingkah laku tertib dalam menurut aturan, merespon sekumpulan hal dalam bentuk sekumpulan tingkah laku.
h) Belajar memecahkan masalah (problem solving). Belajar memecahkan masalah merupakan tipe belajar yang menyangkut dua atau lebih aturan-aturan yang telah dipelajari siswa dimana aturan-aturan itu dikombinasikan agar menghasilkan suatu aturan yang tadinya belum diketahui siswa. Aturan baru inilah yang kemudian dipergunakan untuk memecahkan masalah.
3. Strategi kognitif
Strategi kognitif adalah kecakapan untuk mengelola dan mengembangkan proses berfikir dengan cara merekam, membuat analisis dan sintesis, mengendalikan tingkah laku peserta didik itu sendiri dalam kaitannya dengan lingkungan, cara untuk melakukan proses belajar,termasuk retensi dan berfikir. Adapun tipe-tipe hasil belajar kognitif. Bloom membagi tingkat kemampuan atau tipe hasil belajar yang termasuk aspek kognitif menjadi enam yaitu, Yaitu pengetahuan hafalan, pemahaman atau komprehensi, penerapan aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.22
22
Ngalim Purwanto,Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: PT
a) Yang dimaksud dengan pengetahuan hafalan atau yang dikatakan bloom dalam istilah knowledge adalah tingkat kemampuan yang hanya meminta responden untuk mengenal atau mengetahui adanya konsep, fakta, atau istilah-istilah tanpa harus mengerti, atau dapat menilai, atau dapat menggunakannya. Dalam hal ini responden biasanya hanya dituntut untuk menyebutkan kembali atau menghafal saja.
b) Yang dimaksud dengan pemahaman atau komprehensi adalah tingkat kemampuan yang mengharapkan responden mampu memahami arti atau konsep, situasi, serta fakta yang diketahuinya. Dalam hal ini responden tidak hanya hafal secara verbalistis, tetapi memehami konsep dari masalah atau fakta yang ditanyakan.
c) Kemampuan berfikir yang ketiga adalah aplikasi atau penerapan. Responden dituntut kemampuannya untuk menerapkan atau menggunakan apa yang telah diketahuinya dalam suatu situasi yang baru baginya.
d) Tingkat kemampuan analisis, yaitu kemempuan respondenuntuk menganalisis atau menguraikan suatu integritas atau suatu situasi tertentukedalam komponen-komponen atau unsur-unsur pembentukannya.
e) Tipe hasil belajar kognitif yang terakhir adalah evaluasi. Dengan kemampuan evaluasi, responden responden diminta untuk membuat suatu penilaian tentang suatu pernyataan, konsep, situasi, dan sebagainya berdasarkan kriteria tertentu.
4. Sikap
tergantung terhadap penilaian terhadap obyek yang dimaksud sebagai obyek yang berharga atau tidak berharga.
5. Keterampilan motorik
Keterampilan motorik adalah kecakapan yang dicerminkan oleh adanya kecepatan, ketepatan dan kelancaran gerakan otot-otot dan anggota badan.
“Matematika sebagai bahan pelajaran yang obyektif berupa
fakta, konsep, operasi, dan prinsip yang semuanya adalah abstrak. Maka dapat dikatakan hasil belajar matematika siswa sebagian besar dinilai oleh guru pada ranah kognitifnya, penilaiannya dilakukan dengan tes hasil belajar matematika”.23
Dari semua uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika adalah tingkat penguasaan siswa yang dicapai oleh pelajar tentang konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat didalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan-hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika tersebut sesuai tujuan pendidikan yang ditetapkan.
9. Strategi Pembelajaran Aktif dengan MetodeIndex Card Match a. Strategi Pembelajaran Aktif(Active Learning Strategy)
Dalam dunia pendidikan strategi diartikan sebagai “a plant method, or series of actifities designed to acheaves a particular
educational goal J. R David, 1976). Sehingga strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.24
Ada dua hal yang perlu kita cermati dari pengertian diatas, pertama strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai
23
Baso Intang, S.,Pengaruh Metode Mengajar dan Ragam Tes, httm, 10/4/2006
24
Wina Sanjaya,Strategi Pembelajaran, “Berorientasi Standar Proses Pendidikan”,
sumberdaya/kekuatan dalam pembelajaran. Ini berarti penyusunan suatu strategi baru sampai penyusunan rencana kerja belum sampai pada tindakan. Kedua, Strategi digunakan untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya, arah dari semua keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan. Dengan demikian penyusunan langkah-langkah pembelajaran, pemanfaatan sebagai fasililitas dan sumber belajar semuanya diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan.
Adapun strategi pembelajaran aktif, “Pembelajaran aktif atau Active Learning adalah segala bentuk pembelajaran yang memungkinkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran itu sendiri baik dalam bentuk interaksi antar siswa maupun siswa dengan pengajar dalam proses pembelajaran tersebut”.25“Active learningjuga sebuah pembelajaran aktif yang dimaksudkan untuk mengoptimalkan penggunaan potensi yang dimiliki anak didik, sehingga semua anak didik dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka miliki”.26
Dalam active learning, cara belajar dengan mendengarkan saja akan cepat lupa, dengan mendengar dan melihat akan ingat sedikit, dengan mendengar, melihat, dan mendiskusikan dengan siswa lain akan paham, dengan cara mendengar, melihat, diskusi, dan melakukan akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan. Dan cara untuk menguasai pelajaran yang terbagus adalah dengan mengajarkan belajar aktif yang merupakan langkah cepat, menyenangkan dan menarik.27 Di samping itu pembelajaran aktif juga dimaksudkan untuk menjaga perhatian siswa atau anak didik agar tetap tertuju pada proses pembelajaran. “Active Learningjuga suatu pembelajaran yang mengajak siswa untuk belajar secara aktif”.28
Ketika siswa belajar dengan aktif, berarti
25
AriSuhadi, “Active Learning”, dari http/ilstu.edu.deps/CAT, 21/11/2008
26Pembelajaran Aktif “
Humanisasi Pendidikan”, dariwww.utem.edu.com, h. 2. 21/11/2008
27Pembelajaran Aktif “
Humanisasi Pendidikan”, dariwww.utem.edu.com, h. 3. 21/11/2008
28
mereka yang mendominasi aktifitas pembelajaran. Dengan ini mereka secara aktif menggunakan otak, baik untuk menemukan ide pokok dari materi, memecahkan persoalan atau mengaflikasikan apa yang telah mereka pelajari kedalam satu persoalan yang ada dalam dunia nyata”. Dengan belajar aktif ini siswa diajak untuk turut serta dalam semua proses pembelajaran tidak hanya mental akan tetapi melibatkan fisik juga. Dengan cara ini siswa akan merasakan suasana yang lebih menyenangkan sehingga hasil belajar dapat dimaksimalkan.
Keuntungan lain menggunakan strategi aktive Learning
bahwasanya sertiap realita siswa mempunyai cara belajar yang berbeda-beda, ada siswa yang lebih senang membaca, ada yang senang berdiskusi, dan ada juga yang senang praktek langsung inilah yang disebut dengan gaya belajar atau learning style. Untuk membantu siswa dengan maksimal dalam belajar, maka kesenangan dalam belajar itu sebisa mungkin diperhatikan. Untuk dapat mengakomodir kebutuhan tersebut adalah dengan menggunakan variasi strategi pembelajaran yang beragam yang mengandalkan indera belajar yang banyak. Seperti kutipan satu pertanyaan, “ Mengapa Belajar aktif ?..”
alasannya karena belajar aktif itu sangat diperlukan oleh siswa untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimum.
Adapun dari sisi guru sebagai penyampai materi, strategi pembelajaran aktif akan sangat membantu dalam melaksanakan tugas-tugas keseharian. Bagi guru yang sibuk mengajar strategi ini dapat dipakai dengan variasi yang tidak membosankan.
Beberapa penelitian membuktikan bahwa perhatian anak didik berkurang dengan berlalunya waktu. Penelitian Polio (1984) menunjukan bahwa “siswa dalam ruang kelas hanya memerhatikan pelajaran sekitar 40%dari waktu pembelajaran yang tersedia. Sementara penelitian Mc.Keachie (1986) menyebutkan bahwa dalam 10 menit pertama perhatian siswa dapat mencapai 70%, dan berkurang sampai menjadi 20% pada waktu 20 menit terakhir”.29
Kondisi tersebut di atas merupakan kondisi umum yang sering terjadi dilingkungan sekolah. Hal ini menyebabkan seringnya terjadi kegagalan dalam dunia pendidikan kita, terutama disebabkan anak didik di ruang kelas lebih banyak menggunakan indera pendengarannya dibandingkan visual, sehingga apa yang dipelajari dikelas tersebut cenderung untuk dilupakan. Sehingga dapat dikatakan bahwa untuk membuat proses belajar mengajar lebih berkesan pelajar harus melakukannya lebih dari mendengar saja, seperti terlihat pada bagan pembelajaran Edgar Dale berikut ini :30
29
Mel Silberman.Active Learning,( Yogyakarta: Bumimedia, 2002)
30
Reading Hearing Words Looking at Pictures
Watching a Video
Watching a Demonstration Seeing it Done on Location Participating in a Discussion
Giving a Talk
Simulating the Real Experience Doing a Dramatic Presentation
Doing the Real Thing Looking at an Exhibit
P
AS
S
IV
E
ACT
IV
E
Level of Involvement
Verbal Receiving
Visual Receiving
Participating
Doing
Tend to Remember about:
[image:36.612.115.511.106.630.2]90% 70% 50% 30% 10% 20%
Gambar 1. Efektifitas Model Pembelajaran
Gambaran diatas menunjukan dua kelompok model pembelajaran yaitu pembelajaran pasif dan pembelajaran aktif. Gambaran tersebut juga menunjukan bahwa kelompok pembelajaran aktif cenderung membuat siswa lebih mengingat (retention rate of knowledge) materi. Oleh karena itu “pembelajaran aktif merupakan alternatif yang harus diperhatikan jika kualitas lulusan ingin diperbaiki. Penggunaan pembelajaran aktif baik sepenuhnya atau sebagai pelengkap cara-cara belajar tradisional akan meningkatkan kualitas pembelajaran”.31
Menurut Bonwell (1995), Pembelajaran aktif memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut:
31
• Penekanan proses pembelajaran bukan pada penyampaian impormasi oleh pengajar melainkan pada pengembangan keterampilan pemikiran analitis dan kritis terhadap topik atau permasalahan yang dibahas.
• Siswa tidak hanya mendengarkan materi secara pasif tetapi mengerjakan sesuatu yang berkaitan dengan materi.
• Penekanan pada eksplorasi nilai-nilai dan sikap-sikap berkenaan dengan materi.
• Siswa lebih banyak di tuntut untuk berfikir kritis, menganalisa dan melakukan evaluasi.
• Umpan balik yang lebih cepat akan terjadi pada proses pembelajaran.32
Adapun konsep belajar aktif, sebagaimana yang diungkapkan
Confusius:
Apa yang saya dengar, saya lupa Apa yang saya lihat, saya ingat Apa yang saya lakukan, saya paham
Ketiga pernyataan ini menekankan pada pentingnya belajar aktif agar apa yang dipelajari dikursi sekolah tidak menjadi suatu hal yang sia-sia. Ungkapan di atas sekaligus menjawab permasalahan yang sering dihadapi dalam proses pembelajaran, yaitu tidak tuntasnya penguasaan anak didik terhadap materi pembelajaran.
Kemudian pernyataan ini dimodifikasi dengan Confusius sendiri menjadi yang dinamakan dengan paham belajar aktif yaitu:
What I hear, I forget
What I hear and see, I remember a little
What I hear and see, and ask questions about or discuss with someone else, I begin to understand.
What I hear, see, discuss, and do, I acquire knowledge and skill.
What Iteach to another, I master.33
Ada beberapa alasan yang dikemukakan mengenai penyebab mengapa kebanyakan orang cenderung melupakan apa yang mereka dengar. Salah satu jawaban yang menarik adalah karma adanya
32
AriSuhadi, “Active Learning”, dari http/ilstu.edu.deps/CAT, h. 47
33
perbedaan antara kecepatan berbicara guru dengan tingkat kemampuan siswa mendengarkan apa yang disampaikan guru. Kebanyakan guru berbicara sekitar 100-200 kata per menit, sementara anak didik hanya mampu mendengarkan 50-100 kata per menitnya, karena siswa mendengarkan pembicaraan guru sambil berfikir.
Penambahan visual pada proses pembelajaran dapat menaikan ingatan dari 14% ke 38%. Dengan penambahan visual disamping auditori dalam pembelajaran kesan yang masuk dalam diri anak didik semakin kuat sehingga dapat bertahan lebih lama dibandingkan dengan hanya menggunakan audio (pendengaran) saja. Hal ini disebabkan karena fungsi sensasi perhatian yang dimiliki siswa . Saling menguatkan, apa yang didengar dikuatkan oleh penglihatan (visual), dan apa yang dilihat dikuatkan oleh pendengaran. Dalam arti kata pembelajaran seperti ini sudah diikuti oleh reinforcement yang sangat membantu bagi pemahaman anak didik terhadap materi pembelajaran.
Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan pemberian stimulus-stimulus kepada anak didik, agar terjadinya respon yang positif pada diri anak didik. Kesediaan dan kesiapan mereka dalam mengikuti proses demi proses dalam pembelajaran akan mampu menimbulkan respon yang baik terhadap stimulus yang mereka terima dalam proses pembelajaran. Respon akan menjadi kuat jika stimulusnya juga kuat. Ulangan-ulangan terhadap stimulus dapat memperlancar hubungan antara stimulus dan respon, sehingga respon yang di timbulkan akan menjadi kuat.
Active learningpada dasarnya berusaha untuk memperkuat dan memperlancar stimulus dan respon anak didik dalam pembelajaran, sehingga proses pembelajaran menjadi hal yang menyenangkan, tidak menjadi hal yang membosankan bagi mereka. Dengan memberikan
(memory) mereka, sehingga mereka dapat dihantarkan kepada tujuan pembelajaran dengan sukses. Hal ini kurang diperhatikan dalam pembelajaran konvensional.
Dalam strategi active learning setiap materi pelajaran yang baru harus dikaitkan dengan berbagai pengetahuan dan pengalaman yang ada sebelumnya. Materi pelajaran yang baru disediakan secara aktif dengan pengetahuan yang sudah ada. Agar murid dapat belajar secara aktif guru perlu menciptakan strategi yang tepat guna sedemikian rupa, sehingga peserta didik mempunyai motivasi yang tinggi untuk belajar.
b. MetodeIndex Card Match
Adapun salah satu metode yang digunakan dalam strategi pembelajaran aktif adalah Index Card Match. “Index card match
merupakan pencocokan kartu indeks, yaitu suatu metode yang cukup menyenangkan dan digunakan untuk mengulang materi yang telah diberikan sebelumnya”.34 Namun demikian, materi barupun tetap bisa diajarkan dengan strategi ini dengan catatan siswa diberi tugas mempelajari topik yang akan diajarkan terlebih dahulu, sehingga ketika masuk kelas mereka sudah memiliki bekal pengetahuan.“Index card match juga merupakan metode mencari pasangan, dalam artian metode yang membolehkan peserta didik untuk berpasangan dan memberikan kuis kepada kawan sekelas”.35
Adapun langkah-langkah yang akan digunakan pada metode
index card match adalah sebagai berikut:36
1. Buatlah potongan-potongan kertas sebanyak jumlah siswa yang ada dalam kelas.
2. Bagi kertas-kertas tersebut menjadi dua bagian yang sama.
34
Zaini Hisyam dkk. Strategi Penbelajaran Aktif,(Yogyakarta:2004)Center For
Teaching Staff Development(CDST), h. 68 35
Mel Silberman, Active Learning,(Yogyakarta: Bumimedia, 2005), h. 232
36
3. Pada separuh bagian tulis pertanyaan tentang materi yang akan diajarkan. Setiap kertas berisi satu pertanyaan.
4. Pada separuh kertas yang lain, tulis jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang tadi dibuat.
5. Kocoklah setiap kertas sehingga akan tercampur antara soal dan jawaban.
6. Setiap siswa diberi satu kartu indeks. Jelaskan bahwa ini adalah aktifitas yang dilakukan secara berpasangan. Separuh siswa akan mendapatkan soal danseparuh yang lain akan mendapatkan jawaban.
7. Minta siswa untuk menemukan pasangan mereka. Jika ada yang sudah menemukan pasangan, minta mereka untuk duduk berdekatan. Terangkan juga agar mereka tidak memberitahu materi yang mereka dapatkan kepada teman yang lain.
8. Setelah semua siswa mendapatkan pasangan dan duduk berdekatan, minta setiap pasangan setelah bergantian untuk membacakan soal yang telah diperoleh dengan keras kepada teman-tamannya yang lain. Selanjutnya soal tersebut di jawab oleh pasangannya.
9. Akhiri proses ini dengan membuat klarifikasi dan kesimpulan.
menjalankan aktifitas belajarnya. Untuk itu strategiindex card match
diharapkan dapat mendorong motivasi siswa sehingga mampu meningkatkan hasil belajar yang optimal bagi siswa.
c. Pembelajaran Konvensional
Model pembelajaran konvensional merupakan suatu pembelajaran yang kegiatannya meliputi :
1) Guru menerangkan suatu konsep
2) Guru memberikan contoh soal dan penyelesaiannya 3) Guru memberikan soal latihan
4) Siswa menyimak, mengerjakan tugas-tugas serta ulangan atas tes yang diberikan guru.
Selanjutnya Nasution memberikan ciri-ciri pembelajaran konvensional yaitu :
1) Bahan pelajaran disajikan kepada kelompok tanpa memperhatikan siswa secara individual
2) Kegiatan pembelajaran umumnya berbentuk ceramah, tugas tertulis dan media lainnya menurut pertimbangan guru
3) Siswa bersifat pasif karena harus mendengarkan penjelasan guru 4) Dalam kecepatan belajar, siswa harus belajar menurut kecepatan
pada umumnya yang ditentukan oleh kecepatan guru mengajar 5) Keberhasilan belajar umumnya dinilai oleh guru secara subjektif 6) Hanya sebagian kecil yang menguasai bahan pelajaran secara
tuntas
7) Guru terutama berfungsi sebagai sumber informasi atau pengetahuan
tinggal menyimak dan mencernanya saja secara tertib dan teratur , secara garis besar prosedur ini adalah:37
1) Preparasi. Guru mempersiapkan (preparasi) bahan selengkapnya secara sistematis an rapi
2) Apersepsi. Guru bertanya atau memberikan uraian singkat untuk mengarahkan perhatian anak didik kepada materi yang akan diajarkan
3) Presentasi. Guru menyajikan bahan dengan cara memberikan ceramah atau menyuruh anak didik membaca bahan yang telah disiapkan dari buku teks tertentu atau yang ditulis guru sendiri
4) Resitasi. Guru bertanya dan anak didik menjawab sesuai dengan bahan yang dipelajari atau anak didik disuruh menyatakan kembali dengan kata-kata sendiri (resitasi) tentang pokok-pokok masalah yang telah dipelajari, baik yang telah dipelajari secara lisan atau tulisan.
Demikian juga dalam metode drill, dari waktu ke waktu soal yang diberikan adalah soal-soal dengan tipe yang sama dan tidak bervariasi sehingga soal-soal latihan tahun sebelumnya bisa dipakai dan guru tidak perlu membuat lagi yang baru. Dengan menggunakan metode ini materi ini bisa cepat selesai dan informasi yang diberikan lebih banyak daripada model lainnya, serta guru bisa santai karena tidak usah membuat persiapan-persiapan pembelajaran yang rumit. Oleh karena itu metode ini sering dipakai di sekolah-sekolah sampai saat ini.
Pembelajaran ekspositori adalah termasuk pembelajaran konvensional yang terdiri dari beberapa metode, seperti ceramah, diskusi, tanya jawab dan metode yang lainnya yang dapat digabungkan dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas. Pembelajaran ekspositori juga merupakan pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru dengan sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi secara optimal. Roy Killen (1998) mennamkan pembelajaran
37
Syaiful Bahri Djamarah. Aswan Zain,Strategi Belajar Mengajar,(Jakarta :
ekspositori ini dengan istilah pembelajaran langsung. Mengapa demikian? Karena dalam pembelajaran ini materi pelajaran disampaikan langsung oleh guru. Siswa tidak dituntut untuk menemukan materi itu. Materi seakan-akan sudah jadi.38
Terdapat beberapa karakteristik pembelajaran ekspositori. Pertama, Pembelajaran ekspositori dilakukan dengan cara menyampaikan materi verbal, artinya bertutur secara lisan merupakan alat utama, oleh karena itu sering kali orang menyebutnya dengan ceramah. Kedua, biasanya materi yang disampaikan adalah materi pelajaran yang sudah jadi, seperti data atau fakta, konsep-konsep tertentu yang harus dihafal sehingga menuntut siswa untuk berfikir ulang. Ketiga, tujuan utamanya setelah proses pembelajaran berakhir siswa diharapkan dapat memahaminya dengan benar dengan cara dapat mengungkapkan kembali meteri yang telah diuraikan
Seperti yang sudah dikatakan diatas ada juga metode ceramah yang merupakan bagian dari pembelajaran ekspositori yang masih ruang lingkup pembelajaran konvensional. Dengan metode ini, pengajaran disampaikan secara lisan oleh guru kepada siswa. Pada dasarnya ceramah murni cenderung pada bentuk komunikasi satu arah. Apabila guru menyampaikan informasi kepada siswa maka guru berfungsi sebagai transmitter dan siswa sebagai receiver. Bahasa, baik verbal maupun nonverbal, merupakan satu-satunya media komunikasi.
Ceramah sebagai metode pengajaran mempunyai beberapa kelebihan, yaitu:
1. Ceramah merupakan metode yang ’murah’ dan ’mudah’ untuk dilakukan. Murah dalam hal ini dimaksudkan proses ceramah tidak memerlukan peralatan-peralatan yang lengkap, berbeda dengan metode yang lain seperti demonstrasi atau peragaan. Sedangkan mudah, memang ceramah hanya mengandalakan suara guru, dengan demikian tidak terlalu memerlukan persiapan yang rumit.
38
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran “Berorientasi Standar Proses Pendidikan”,
2. Ceramah dapat menyajikan materi pelajaran yang luas. Artinya materi pelajaran yang banyak dapat dirangkum atau dijelaskan pokok-pokoknya oleh guru dalam waktu yang singkat
3. Ceramah dapat memberikan pokok-pokok materi yang mana yang perlu ditonjolkan. Artinya, guru dapat mengatur pokok-pokok materi yang mana yang perlu ditekankan sesui dengan kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai. 4. Melalui ceramah, guru dapat mengontrol keadaan kelas,
oleh karena sepenuhnya kelas merupakan tanggung jawab guru yang memberikan ceramah
5. Organisasi kelas dengan menggunakan ceramah dapat diatur menjadi lebih sederhana. Ceramah tidak memerlukan setting kelas yang beragam, atau tidak memerlukan persiapan-persiapan yang rumit. Asal siswa dapat menempati tempat duduk untuk mendengarkan guru, maka ceramah sudah bisa dilakukan.39
Disamping beberapa kelebihan di atas ceramah juga memiliki banyak kelemahan diantaranya:
1. Materi yang dapat dikuasai siswa sebagai hasil dari ceramah akan terbe\atas pada apa yang dikuasai guru. Kelemahan ini memang kelemahan yang paling dominan, sebab apa yang diberikan guru adalah apa yang dikuasainya, sehingga apa yang dikuasai siswa pun akan tergantung pada apa yang dikuasai guru
2. Ceramah yag tidak disertai peragaan dapat mengakibatkan terjadinya verbalisme. Verbalisme adalah ’penyakit’ yang sangat mungkin disebabkan oleh proses ceramah. Oleh karena itu, dalam proses penyajiannya guru hanya mengandalkan bahsa verbal dan siswa hanya mengandalkan kemampuan auditifnya. Sedangkan disadari bahwa setiap siswa memiliki kemampuan yang tidak sama, termasuk dalam ketajaman menangkap materi pembelajaran melalui pendengarannya
3. Guru yang kurang memiliki kemampuan bertutur yang baik, ceramah sering dianggap metode yang membosankan. Serng terjadi, walaupun secara fisik siswa ada didalam kelas, namun secara mental sama sekali siswa tidak mengikuti jalannya proses pembelajaran; pikirannya melayang kemana-mana, atau siswa mengantuk, oleh karena gaya bertutur tidak menarik.
39
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran “Berorientasi Standar Proses Pendidikan”,
4. Melalui ceramah sangat sulit menetahui apakah siswa sudah mengerti apa yang dijelaskan atau belum. Walaupun ketika siswa diberi keempatan untuk bertanya, semua itu tidak menjamin siswa seluruhnya sudah paham.40
Untuk meningkatkan keefektifan pengajaran dengan metode ceramah, maka di samping memanfaatkan keunggulannya, juga diupayakan mengatasi kelemahan-kelemahannya. Strategi yang demikian disebut ceramah bervariasi atau ekspositori.
Berikut ini adalah beberapa perbedaan antara pembelajaran konvensional dengan pembelajaran aktif yang menggunakan metode
index card match, diantaranya :
[image:45.612.115.503.141.678.2]TABEL 1
Perbedaan pembelajaran konvensional dengan metodeindex card match
Pembelajaran Aktif dengan Index Card Match
Pembelajaran Konvensional
Kegiatan awal • Guru mengucapkan salam
dan memberikan motivasi agar siswa bersemangat dalam mengikuti proses belajarnya
• Guru memeriksa daftar hadir siswa
• Guru menjelaskan tentang tujuan dan manfaat penbelajaran
• Guru menjelaskan pokok
• Guru mengucapkan salam • Guru memeriksa daftar
hadir siswa
• Siswa diperkenankan untuk membaca materi yang akan dipelajari terlebih dahulu
40
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran “Berorientasi Standar Proses Pendidikan”,
bahasan yang akan dipelajari serta membuat keterkaitan antara materi ajar dengan kehidupan sehari-hari
Kegiatan inti • Dengan berdemonstrasi
siswa diminta
menjelaskan materi seperti contoh yang dijelaskan guru pada kegiatan awal
• Siswa diminta
mengerjakan LKS ICM mencocokan kartu indeks yang telah disiapkan guru secara berkelompok, kelompok yang satu memegang kartu jawaban dan kelompok yang satu lagi memegang kartu pertayaan
• Dengan hitungan setiap kelompok kartu jawaban
harus menemukan
pasangan dikelompok kartu pertanyaan. Dan untuk meningkatkan
motivasi, guru
memberikan point
• Guru menyampaikan pelajaran sesuai dengan pokok materi yang terdapat dalam indikator hasil belajar
• Guru memberika
kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi tentang hal-hal yang belum mereka pahami
• Guru mengulas pokok-pokok materi yang telah
disampaikan dan
dilanjutkan dengan membuat kesimpulan
• Guru memberikan
kepada siswa yang menemukan pasangan dengan cepat dan tepat
• Untuk mengecek
pem,ahaman siswa,
setiap pasangan
diperkenankan untuk menjelaskan isi kartunya dengan diberikan arahan kepada guru
Kegiatan akhir • Guru membimbing siswa
untuk merangkum materi pelajaran yang telah dipelajari
• Siswa diperintahkan agar membaca materi untuk pertemuan yang akan datang
• Guru memperkenankan siswa untuk mencatat kesimpulan yang telah diberikan
• Guru memberikan PR
Dari perbedaan tersebut dapat disimpulkan bahwa di dalam proses pembelajaran secara konvensional tampak adanya kecenderungan untuk meminimalkan peran dan keterlibatan siswa. Dominasi guru masih terlihat jelas dan di dalam proses pembelajarannya siswa pasif dan lebih banyak menunggu sajian dari guru dari pada mencari dan menemukan sendiri pengetahuan, keterampilan, serta yang mereka butuhkan. Siswa hanya dipotensikan sebagai objek didik dan proses pembelajarannya pun dengar, catat, dan hafal.
memiliki sisi lebih dan kurang. Di antara beberapa kekurangan dari pendekatan active learning kurang efektif bila digunakan untuk kelas yang jumlah siswanya lebih dari 50 orang.
3. Segi empat
Bangun datar disebut juga bangun berdimensi dua. Karena bangun berdimensi dua mengandung dua unsur, yaitu panjang dan lebar. Bangun datar ialah bangun yang dibuat (dilukis) pada permukaan bangun datar.41 a. Segiempat
Segiempat mempunyai empat sudut dan empat sisi. Ada bermacam-macam segiempat.
1) Persegi Panjang
Persegi panjang adalah jenis segiempat yang paling sering dijumpai. Persegi panjang adalah segiempat yang keempat sudutnya siku-siku (90o).
D C
AB = DC AD = BC
A B
Persegi panjang memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
a) Setiap sudutnya siku-siku: A = B = C = D = 90o b) Sisi-sisi yang berhadapan sama panjang: AB = DC ; AD = BC c) Jumlah sudut dalamnya 360o: A + B + C + D = 360o d) Kedua diagonalnya sama panjang: AC = BD
e) Kedua diagonalnya berpotongan di tengah-tengah, sehingga AT = BT = CT = DT
2) Persegi (Bujur Sangkar)
41
Z. Eka Ningsih Paimin,Agar Anak Pintar Matematika, ( Jakarta : Puspa Swara,
1998), h. 136-140
Persegi atau bujur sangkar adalah segiempat yang keempat sisinya sama panjang dan keempat sudutnya siku-siku. Persegi disebut pula sebagai belah ketupat yang sudut-sudutnya siku-siku.
D C
AC BD
A B
Ciri-ciri persegi:
a) Jumlah sudut dalamnya 360o: A + B + C + D = 360o b) Sudut siku-siku: A = B = C = D = 90o
c) Sisi-sisinya sama panjang: AB = BC = CD = AD d) Diagonalnya sama panjang: AC = BD
e) Perpotongan kedua diagonalnya membentuk sudut 90o atau tegak lurus satu dengan yang lainnya.
f) Setiap sudut dibagi oleh diagonalnya menjadi dua bagian yang sama besar
D C
A1= A2
B1= B2
C1= C2