• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Pembelajaran Konstruktif dalam Pelajaran PAI Terhadap Kemampuan Analisis Siswa (Penelitian Tindakan Kelas Teknik Active Debate)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan Pembelajaran Konstruktif dalam Pelajaran PAI Terhadap Kemampuan Analisis Siswa (Penelitian Tindakan Kelas Teknik Active Debate)"

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)

(Penelitian Tindakan Kelas Teknik Active Debate) di SMP Islam Plus Az-Zahra Pondok Petir

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan AgamaIslam (S.Pd.I)

Oleh: Atun Purwati Nim: 107011000833

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi

Atun Purwati

Pendidikan Agama Islam 107011000833

Penerapan Pembelajaran Konstruktif dalam Pelajaran PAI Terhadap Kemampuan Analisis Siswa (Penelitian Tindakan Kelas Teknik Active Debate) di SMP Islam Plus Az-Zahra Pondok Petir

Tujuan penelitian ini untuk menunjukkan adanya pengaruh penerapan pembelajaran konstruktif terhadap kemampuan analisis siswa pada pelajaran Pendidikan Agama Islam. Penelitian ini dilakukan di SMP Islam Plus Az-Zahra Pondok Petir, yang berlokasi di kelurahan Pondok Petir, kecamatan Bojongsari, kota Depok dan dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2012.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas atau classroom action researce (CAR), yang hanya terfokus pada satu kajian yang berawal dari situasi alamiah kelas. Partisipan yang terlibat adalah siswa-siswi kelas VIII A SMP Islam Plus Az-Zahra yang terdiri dari 20 orang siswa. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data menggunakan tes dan non tes. Tes yang diberikan dalam bentuk soal pilihan ganda dan non tes yang diberikan dalam bentuk lembar observasi dan angket. Setelah data terkumpul dilakukan pengolahan data dengan cara menganalisa data yang ada, lalu kemudian di interpretasikan dengan mengacu pada kerangkan penelitian.

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim

Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kehadirat Ilahi Robbi, Allah Swt., Tuhan semesta alam yang telah menciptakan manusia dari segumpah darah, sehingga manusia dapat hidup dengan cahaya ilmu dan pengetahuan. Shalawat beserta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada nabi Muhammad Saw., yang telah membimbing dan mendidik umatnya dengan ilmu dan akhlak menuju jalan yang diridhoi oleh Allah Swt.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu tugas akademis di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam rangka mencapai gelar S. Pd. I. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan disana-sini, karenanya penulis mohon kritik dan saran dari pembaca agar menjadi lebih baik lagi di masa mendatang. Penulis juga mendapatkan dukungan penuh dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu memberikan dorongan moril maupun materil. Ucapan terimakasih tersebut penulis sampaikan khususnya kepada:

1. Nurlena Rifa`i M.A Ph.D. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan beserta staf yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. H. Abdul Majid Khon, M. Ag dan Marhamah Saleh Lc. M.A. Ketua Jurusan PAI dan Wakil Jurusan PAI yang telah memberikan nasehat, arahan dan kemudahan dalam penyusunan skripsi ini serta rekomendasinya untuk melakukan penelitian.

(8)

viii

4. Seluruh dosen Jurusan Pendidikan Agama Islam yang telah mengajarkan ilmu yang bermanfaat, mendidik dan membimbing penulis selama kuliah di UIN Jakarta. Mohon maaf karena tidak penulis sebutkan satu-persatu disini.

5. Yudi Fitiriawan S. Ag., kepala sekolah SMP Islam Plus Az-Zahra Pondok Petir serta seluruh dewan guru dan pegawai yang telah banyak membantu penulis dalam memperoleh data dan informasi pada penelitian ini.

6. Yang tercinta ayahanda Puryadi bin Mangunsuradi dan ibunda Zaetun binti Supari, adikku Lillia Ariffah Am. Keb dan semua kerabat yang tak henti-hentinya memberikan motivasi dan serta do`a yang tulus demi keberhasilan penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini dengan baik. Dukungan moril dan materil, kasih sayang, nasehat serta bimbingan kalian sangat bermanfaat bagi penulis. Semoga Allah Swt., membalasnya dengan pahala yang berlipat ganda dan dicatat sebagai amal kebaikan bagi kita semua.

7. Seseorang yang Allah pilihkan untukku, suamiku tersayang Sigro Nur Aji Amd, beserta anakku tercinta Bayu Aji Purnomo, terimakasih atas semangat dan dukungan kalian.

8. Sahabat-sahabat di Jurusan Pendidikan Islam angkatan 2007, terimakasih atas kerjasama, dukungan dan bantuan kalian semua yang selalu memberi semangat kepada penulis.

Penulis hanya mendo`akan semua pihak yang telah berpartisipasi dan membantu penulis dengan tulus dalam penyusunan skripsi ini semoga di catat sebagai amal shalih oleh Allah Swt., dan akan dibalas dengan kebaikan yang berlipat ganda. Tak lupa pula penulis juga mohon dibukakan pintu maaf yang sebesar-besarnya jika dalam penulisan skripsi ini terdapat hal yang kurang berkenan. Penulis sangat berharap agar skripsi ini bermanfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca sekalian.

Jakarta, 20 Mei 2014

(9)

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iii

LEMBAR PENGESAHAN UJI REFERENSI ... iv

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 5

D. Tujuan Penelitian ... 7

E. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORITIK A. Kajian Pustaka ... 8

1. Pembelajaran Konstruktif ... 8

2. Kemampuan Berfikir atau Belajar Konstruktif ... 16

3. Kemampuan Analisis ... 17

4. Teknik Active Debate ... 20

5. Keterkaitan Antara Pembelajaran Konstruktif dengan Kemampuan Analisis ... 22

6. Aktivitas Guru ... 22

7. Aktivitas Siswa ... 24

(10)

x

B. Kerangka Berfikir... 30

C. Peneliltian yang Relevan ... 32

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 34

B. Metode dan Desain Intervensi Tindakan atau Rancangan Siklus Penelitian ... 38

C. Subjek atau Partisipan yang Terlibat dalam Penelitian . 37 D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian ... 37

E. Tahapan Intervensi Tindakan ... 37

F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan ... 39

G. Data dan Sumber Data ... 39

H. Teknik Pengumpulan Data ... 39

I. Instrumen Penelitian... 40

J. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan Studi ... 46

K. Teknik Analisis Data dan Interpretasi Hasil Analisis Data ... 49

L. Tindak lanjut atau Pengembangan Perencanaan Tindakan ... 50

BAB IV DESKRIPSI, ANALISIS DATA, INTERPRETASI HASIL ANALISIS, dan PEMBAHASAN A. Deskripsi data ... 51

B. Pemeriksaaan Keabsahan Data ... 52

C. Interpretasi Hasil Analisis Kegiatan Pembelajaran ... 52

D. Analisis Data ... 70

E. Pembahasan Hasil Temuan ... 72

(11)

xi

BAB V KESIMPULAN dan SARAN

A. Kesimpulan ... 75

B. Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 78

(12)

xii

DAFTAR TABEL DAN BAGAN

No. Nama Tabel dan Bagan Hal.

1 Bagan 2.1. Proses Belajar Menurut Teori Kognitif 37 2 Bagan 3.1. Model Penelitian Tindakan Kelas 39 3 Tabel 3.1. Langkah-Langkah yang akan Dilakukan dalam Penelitian 41 4 Tabel 3.2. Kisi-Kisi Tes Pilihan Ganda Konsep Akhlak Tercela 45

5 Tabel 3.3. Kisi-kisi Observasi 47

6 Tabel 3.4. Kisi-kisi Angket 49

7 Tabel 3.5. Persentase N-Gain 53

[image:12.595.109.525.161.589.2]
(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan Agama Islam merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan di Indonesia. Pendidikan Agama, diartikan sebagai suatu kegiatan yang bertujuan untuk membentuk manusia agamis dengan menanamkan aqidah keimanan, amaliah dan budi pekerti atau akhlak yang terpuji untuk menjadi manusia yang taqwa kepada Allah swt.1

Pada prinsipnya pelajaran agama Islam membekali siswa agar memiliki pengetahuan lengkap tentang hukum Islam dan mampu mengaplikasikannya dalam bentuk ibadah kepada Allah. Dengan demikian siswa dapat melaksanakan ritual-ritual ibadah yang benar menurut ajaran Islam sesuai dengan ibadah yang dipraktekkan dan diajarkan Rasulullah saw.

Amin Abdullah, menyoroti kegiatan pendidikan agama yang selama ini berlangsung di sekolah. Ia mengatakan bahwa pendidikan agama kurang concern terhadap persoalan bagaimana mengubah pengetahuan agama yang kognitif menjadi makna dan nilai yang perlu diinternalisasikan dalam diri siswa lewat berbagai cara, media, dan forum. Pembelajaran

(14)

lebih menitikberatkan pada aspek korespondensi tekstual yang lebih menekankan hafalan teks-teks keagamaan.2

Pendidikan Agama Islam adalah salah satu bidang akademis yang dapat dioptimalkan kemampuannya dengan motivasi dan kesadaran tinggi. Dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam, seorang guru kerap kali hanya terlihat sebatas menyampaikan dan menjelaskan dengan strategi dan metode yang monoton, tanpa ada upaya menindak lanjuti kembali, apakah seorang siswa telah memahami dan mampu mengaplikasikannya. Penggunaan strategi dan metode yang monoton ini dapat menimbulkan rasa bosan pada siswa.

Firman Allah QS. An-Nahl: 125

















































Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”3

Hal diatas tersebut, mengakibatkan kemampuan berfikir seperti daya kritis siswa tidak muncul dan dapat menurunkan hasil belajar siswa dalam pelajaran Pendidikan Agama Islam. Pemahaman siswa yang kurang serta ketidakmampuan siswa dalam mempraktekkannya membuat penilaian terhadap hasil belajar siswa menjadi buruk. Berdasarkan hal tersebut, salah satu kemampuan berpikir yang harus dilatihkan dalam kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah adalah kemampuan analisis.

2Muhaimin, et. al., Paradigma Pendidikan Islam: Upaya mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), h. 90.

(15)

Kemampuan analisis merupakan tahap keempat pada ranah kognitif di dalam taksonomi Bloom setelah pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi. Kemampuan analisis dapat diartikan sebagai kemampuan untuk dapat memecah dan menguraikan suatu kesatuan kedalam unsur-unsur yang lebih kecil, kemudian dapat membandingkan dan mengkontradiksikan unsur-unsur tersebut sehingga bisa diketahui susunan, urutan dan hubungan yang terjadi diantara unsur-unsur tersebut.

Kemampuan analisis menjadi penting karena dalam kehidupan sehari-hari sangat banyak konsep-konsep pengetahuan yang harus dipahami. Dengan kemampuan analisis inilah kita akan mampu memahami secara detail dan rinci suatu konsep pengetahuan, sehingga nantinya kita dapat betul-betul paham mengenai konsep tersebut.

Salah satu cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan analisis siswa adalah dengan pemilihan dan penggunaan strategi pembelajaran yang tepat. Salah satu strategi pembelajaran yang mungkin dapat digunakan adalah pembelajaran konstruktivisme (constructivist theory). Pembelajaran ini dirancang untuk membangun pengetahuan siswa atau konsep secara aktif, berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya. Dalam proses pembelajaran ini, siswa akan menyesuaikan pengetahuan yang diterimanya dengan pengetahuan sebelumnya untuk membangun pengetahuan baru.4Menurut pandangan konstruktivisme keberhasilan belajar bukan hanya bergantunglingkungan atau kondisi belajar melainkan juga pada pengetahuan awal siswa. Pengetahuan itu tidak dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke siswa, namun secara aktif dibangun oleh siswa sendiri melalui pengalaman nyata, hal ini sesuai dengan apa yang dilakukan oleh Piaget yaitu belajar merupakan proses adaptasi terhadap lingkungan yang melibatkan asimilasi, yaitu proses bergabungnya stimulus

(16)

kedalam struktur kognitif.5 Bila stimulus baru tersebut masuk kedalam struktur kognitif diasimilasikan, maka akan terjadi proses adaptasi yang disebut kesinambungan dan struktur kognitif menjadi bertambah.

Pembelajaran konstruktif diharapkan agar siswa mampu bertanggung jawab terhadap pembelajaran mereka sendiri dan mampu menyelesaikan masalah serta berusaha untuk mengkonstruksi pengetahuan mereka berdasarkan pengalamannya. Adapun guru menjadi mitra belajar bagi para peserta didik dan bertanggung jawab untuk menciptakan situasi yang dapat mendorong motivasi dan tanggung jawab peserta didik dalam suasana yang menyenangkan dan tidak kaku sehingga pembelajaran akan mudah dipahami dan berpusat pada peserta didik. Selain itu guru pun harus menjadi mitra yang aktif, menghargai dan menerima pemikiran siswa, dan guru harus menguasai materi pembelajaran secara mendalam.

Dengan kata lain, pembelajaran konstruktif ini menekankan pada analisis siswa untuk mengkonstruk pengetahuan mereka sendiri. Pembelajarannya yang berpusat pada siswa membantu siswa untuk membangun pengetahuan baru dari pengetahuan yang telah diterimanya atau dari pengetahuan awal siswa. Seperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa pengetahuan itu tidak dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke siswa, namun secara aktif dibangun sendiri oleh siswa melalui pengalaman nyata.

Pada prosesnya, pembelajaran konstruktif memanfaatkan media yang sesuai dengan materi, metode mengajar yang digunakan pun berdasar pada asumsi bahwa setiap pelajar mempunyai cara sendiri untuk mengerti, karena itu mereka perlu menemukan cara belajar yang tepat untuk dirinya masing-masing. Berdasarkan konteks ini, maka tidak ada satupun metode mengajar yang tepat, sehingga sangat mungkin guru mempertimbangkan penggunaan metode yang variatif untuk membantu siswa dalam belajar.

(17)

Selain itu, kelompok belajar dapat dikembangkan, mengingat pengetahuan dibentuk baik secara individual maupun sosial.

Dengan demikian, penyelenggaraan pembelajaran konstruktif diduga dapat mempengaruhi hasil belajar pada pelajaran pendidikan Agama Islam. Setelah melihat uraian pada latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka penulis tertarik untuk menyusun proposal skripsi ini dengan judul “Penerapan Pembelajaran Konstruktif dalam Pelajaran PAI Terhadap Kemampuan Analisis Siswa (Penelitian Tindakan Kelas Teknik Active Debate) Di SMP Islam Plus Az-Zahra Pondok Petir”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, permasalahan dapat diidentifikasi sebagai berikut.

1. Menurunnya hasil belajar siswa.

2. Kemunculan rasa bosan siswa akibat metode pembelajaran yang monoton.

3. Penggunaan metode pembelajaran kurang variatif. 4. Daya kritis siswa tidak muncul.

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, maka penelitian ini hanya dibatasi pada

a. Penggunaan pembelajaran konstruktif dengan teknik Active Debate.

b. Pembelajaran konstruktif yang diteliti adalah aktifitas guru sebagai fasilitator dan mediator serta aktifitas siswa dalam eksplorasi dan elaborasi mata pelajaran PAI.

(18)

d. Pengertian meningkatkan kemampuan analisis yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu adanya selisih positif antara skor rata-rata post test dengan skor rata-rata pre test pada tes kemampuan analisis.

e. Pembelajaran PAI disini untuk:

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran PAI dengan menggunakan teknik active debate pada sub pokok menerapkan akhlak terpuji dalam pergaulan remaja?

b. Bagaimana aktivitas siswa selama pembelajaran PAI dengan menggunakan teknik active debate pada sub pokok menerapkan akhlak terpuji dalam pergaulan remaja?

c. Bagaimana keterlaksanaan sintaks pembelajaran selama pembelajaran PAI berlangsung dengan menggunakan teknik active debate pada sub pokok menerapkan akhlak terpuji dalam pergaulan remaja?

d. Apakah teknik active debate dapat meningkatkan kemampuan analisis siswa?

1). Mata Pelajaran : AqidahAkhlak

(19)

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan:

a. Untuk menunjukkan adanya pengaruh atau tidak pada penerapan pembelajaran konstruktif terhadap analisis kemampuan siswa pada pelajaran Pendidikan Agama Islam.

b. Mengetahui hasil kemampuan analisis siswa pada pelajaran Pendidikan Agama Islam setelah penerapan pembelajaran konstruktif.

c. Mengetahui aktivitas siswa selama proses pembelajaran konstruktif.

a. Bagi pihak lain, diharapkan dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan manfaat yang diantaranya:

b. Bagi penulis, dapat menjadi wahana ilmiah dalam mengaplikasikan kemampuan yang diperoleh selama menjalani perkuliahan dan dapat memberikan gambaran mengenai pengaruh pembelajaran konstruktif terhadap hasil belajar siswa.

c. Bagi guru Pendidikan Agama Islam, diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menjadi alternatif dalam memilih jenis pembelajaran yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa dan bagi siswa diharapkan dapat memperoleh pengalaman baru dalam belajar yang lebih aktif hingga termotivasi dalam memahami dan mengaplikasikan pelajaran Pendidikan Agama Islam.

d. Bagi guru Pendidikan Agama Islam, dapat dijadikan landasan pijak bagi guru atau sebagai acuan dalam menggunakan model pembelajaran untuk pengajaran Pendidikan Agama Islam.

(20)

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR

A. Kajian Pustaka

1. Pembelajaran Konstruktif a. Pengertian Pembelajaran

Belajar memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Manusia terlahir sebagai makhluk lemah yang tidak mampu berbuat apa-apa serta tidak mengetahui apa-apa. Akan tetapi melalui proses belajar dalam fase perkembangannya, manusia bisa menguasai berbagai skill (kemahiran/ketrampilan), maupun pengetahuan.

Terkait dengan definisi dari kata belajar, ada beberapa pendapat yang dikemukakan oleh beberapa ahli, diantaranya menurut Morgan yang

dikutip oleh M. Ngalim Purwanto mengemukakan “Belajar adalah setiap

perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai

suatu hasil latihan atau pengalaman”. 1

Fadilah Suralaga membedakan definisi belajar ke dalam dua macam pendapat.

Pertama, pendapat tradisional mengemukakan bahwa belajar adalah menambah dan mengumpulkan sejumlah pengetahuan, disini yang dipentingkan adalah pendidikan intelektual. Kedua, pendapat para ahli pendidikan modern yang merumuskan perbuatan belajar sebagai suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri

(21)

seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan.2

Jadi dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan belajar yakni suatu perubahan tingkah laku yang menyangkut perubahan fisik, psikis yang mencangkup perubahan dalam tingkah laku, perbuatan, sikap, keterampilan ataupun kecakapan sebagai akibat pengalaman dan latihan. Atau dengan kata lain belajar selalu berkaitan dengan perubahan-perubahan pada diri orang yang belajar.

b. Konsep Pembelajaran Konstruktif

“Pembelajaran konstruktif merupakan suatu pembelajaran berdasarkan kepada penelitian tentang bagaimana manusia belajar”.3 Siswa membangun pengetahuan mereka dengan menguji ide-ide dan pendekatan berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang ada, mengaplikasikannya kepada situasi baru dan mengintegrasikan pengetahuan baru yang diperoleh dengan membangun intelektual yang sebelumnya ada.

Konsep pembelajaran konstruktif, bukan kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru kepada siswa, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Mengajar berarti partisipasi dengan pelajar dalam mengkonstruksi pengetahuan, membuat makna, mempertanyakan kejelasan, bersikap kritis, dan mengadakan justifikasi. Jadi mengajar adalah suatu bentuk belajar sendiri. Mengajar dalam konteks ini adalah membantu seseorang berpikir secara benar dengan membiarkannya berpikir sendiri. Dalam kegiatan mengajar penyediaan prasarana dan situasi yang memungkinkan dialog secara kritis perlu dikembangkan.

2 Fadhilah Suralaga, Psikologi Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h. 62.

(22)

Belajar merupakan proses aktif pelajar mengkonstruksi arti entah teks, dialog, pengalaman fisis, dan lain-lain. Belajar juga merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang sehingga pengertiannya dikembangkan.

Didi Sutardi dan Encep Sudirjo mengemukakan proses tersebut, antaralain bercirikan:

1) Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan, dan alami. Konstruksi arti itu dipengaruhi oleh pengertian yang telah ia punyai.

2) Konstruksi arti itu adalah proses yang terus menerus. Setiap kali berhadapan dengan fenomena atau persoalan yang baru, diadakan rekonstruksi, baik secara kuat maupun lemah.

3) Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan lebih suatu pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan, melainkan merupakan perkembangan itu sendiri, suatu perkembangan yang menuntut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang.

4) Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi ketidak seimbangan atau disequilibrium adalah situasi yang baik untuk memacu belajar.

5) Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman pelajar dengan dunia fisik dan lingkungannya.

6) Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui si pelajar: konsep-konsep, tujuan, dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari. 4

Tujuan pengajaran kontruktif lebih menekankan pada perkembangan konsep dan pengertian atau pengetahuan yang mendalam sebagai hasil konstruksi aktif si pelajar. Ini berbeda dengan behaviorisme yang menekankan keterampilan sebagai tujuan pengajaran. Lebih lanjut Paul Suparno yang dikutip oleh Didi Sutardi dan Encep Sudirjo menyatakan bahwa “menurut konstruktivisme jika seseorang tidak mengkonstruksikan

(23)

pengetahuannya sendiri secara aktif, meskipun ia berumur tua, pengetahuannya akan tetap tidak berkembang”.5

Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, metode mengajar yang digunakan pada model konstruktif, berdasarkan pada asumsi bahwa setiap pelajar mempunyai cara sendiri untuk mengerti, karena itu mereka perlu menemukan cara belajar yang tepat untuk dirinya masing-masing.

“Mereka memperoleh pengetahuan adalah karena keaktifan siswa itu sendiri”.6Berdasarkan konteks ini, maka tidak ada satupun metode mengajar yang tepat, sehingga sangat mungkin guru mempertimbangkan penggunaan metode yang variatif untuk membantu siswa dalam belajar. Selain itu, kelompok belajar dapat dikembangkan, mengingat pengetahuan dibentuk baik secara individual maupun sosial.

Sehingga konsep pembelajaran menurut teori konstruktivisme adalah suatu proses pembelajaran yang mengondisikan siswa untuk melakukan proses aktif membangun konsep baru, pengertian baru, dan pengetahuan baru berdasarkan data. Oleh karena itu, proses pembelajaran harus dirancang dan dikelola sedemikian rupa sehingga mampu mendorong siswa mengorganisasi pengalamannya sendiri menjadi pengetahuan yang bermakna. Jadi, dalam pandangan konstruktivisme sangat penting peran siswa untuk dapat membangun constructive habits of mind. Agar siswa memiliki kebiasaan berfikir, maka dibutuhkan kebebasan dan sikap belajar.

Peran guru dan siswa dalam pembelajaran model konstruktif, dalam kegiatan mengajar guru berperan sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar siswa berjalan dengan baik. 7 Bagi siswa, guru berfungsi sebagai mediator, pemandu, dan sekaligus teman belajar. Dalam hal ini, guru dan siswa lebih sebagai mitra yang bersama-sama

5 Didi Sutardi dan Encep Sudirjo, Pembaharuan Dalam…, hal. 127.

6M. Sukardjo, dkk, Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2009), h. 55.

(24)

membangun pengetahuannya. Guru juga hanya menyediakan pengalaman belajar, menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang keinginan tahuan dan membantu mereka untuk mengekspresikan gagasannya. Serta guru memonitor, mengevaluasi, dan menunjukkan apakah pemikiran siswa jalan atau tidak. Adapun siswa, dituntut aktif belajar dalam rangka mengkonstruksi pengetahuannya, karena itu siswa sendirilah yang harus bertanggung jawab atas hasil belajarnya.

c. Landasan Teori Pembelajaran Konstruktif

Konstruktivisme merupakan aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi kita sendiri. “Konstruktivisme menawarkan paradigma baru dalam dunia pembelajaran yaitu menyerukan perlunya partisipasi aktif siswa dalam proses pembelajaran, perlunya pengembagan siswa belajar mandiri, dan perlunya siswa memiliki kemampun untuk mengembangkan pengetahuannya sendiri”.8

Teori konstruktivistik dikembangkan oleh Piaget pada pertengahan abad 20. “Piaget berpendapat bahwa pada dasarnya setiap individu sejak kecik sudah memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri”.9

Menurut pandangan teori konstruktivistik, belajar merupakan proses aktif dalam diri pembelajar untuk mengonstruksi arti (teks, dialog, pengalaman fisik, dan lain-lain). Belajar merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman baru atau bahan baru dari pelajaran yang sedang dibahas dengan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh pembelajar sehingga pengertiannya dikembangkan.10

8 Elvi Junaidi, Teori Pembelajaran Konstruktivisme, Tersedia:

http://kejuruanpascaunp.blogspot.com/2010/12/teori-pembelajaran-konstruktivisme_8609.html,

Diposting pada: Desember 2010, 14.02.

9 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), cet.7, h.124.

(25)

Jadi pembelajaran konstruktif merupakan suatu teori pembelajaran yang menekankan murid mengembangkan sendiri pengetahuan atau konsep secara aktif berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang ada. Dalam proses ini, murid akan menyesuaikan pengetahuan yang diterima dengan pengetahuan yang ada untuk memperoleh pengetahuan baru dengan bantuan interaksi sosial dengan guru dan rekannya.

d. Ciri-Ciri Pembelajaran Konstruktif

Ciri-ciri pembelajaran konstruktif berdasarkan pada pengertian pembelajaran konstruktif yaitu suatu faham pembelajaran dimana siswa membangun pengetahuan atau konsep secara aktif, berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya, maka ciri-ciri dalam kegiatan pembelajaran konstruktif adalah:

1) Mengutamakan ide dan permasalahan yang datang dari siswa dan menggunakannya sebagai panduan untuk merancang pembelajaran.

2) Mengutamakan inisiatif siswa untuk bertanya dan berdialog dengan guru.

3) Proses pembelajaran sama pentingnya dengan hasil pembelajaran 4) Mengutamakan pembelajaran kooperatif. Untuk membangun

pengetahuan dan meningkatkan keterampilan pemecahan masalah, belajar bekerjasama dan membina kebersamaan.

5) Mengutamakan dan memelihara inisiatif, kreativitas dan autonomi murid, hal ini penting untuk menciptakan kondisi

pembelajaran yang bernuansa “raport” dan bermakna bagi siswa.

Menumbuhkan kepercayaan dan sikap positif yang dibawa oleh murid.

6) Mengutamakan proses inkuiri melalui kajian dan eksperimen yang dilakukan oleh siswa.

7) Membekali siswa untuk membantu mengkaji cara mempelajari suatu ide.

8) Memberi peluang kepada siswa untuk membangun pengetahuan baru, dengan memahaminya melalui pandangan siswa terhadap situasi dunia nyata atau kehidupan sehari-hari.11

Menurut Didi Sutardi dan Encep Sudirjo, model pembelajaran konstruktif memiliki beberapa karekteristik, antara lain proses

(26)

pembelajaran yang top-down, pembelajaraan kooperatif, pembelajaran generatif, pembelajaran penemuan, pembelajaran dengan pengaturan diri dan scaffolding.

1) Proses top-down, model konstruktif lebih menekankan pada pembelajaran top-down. Artinya siswa mulai belajar dengan masalah-masalah yang lebih kompleks untuk dipecahkan atau dicari solusinya dengan bantuan guru.

2) Pembelajaran kooperatif, siswa lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit jika mereka saling mendiskusikan dengan temannya.

3) Pembelajaran generatif atau generatif learning, mengajarkan siswa dengan metode spesifik untuk melakukan kerja mental menangani informasi baru, dan memberikan sumbangan kepada hasil belajar siswa dan ingatan siswa.

4) Pembelajaran dengan penemuan atau discovery learning, siswa didorong untuk belajar secara aktif, melakukan proses penguasaan konsep, dimana guru mendorong siswa untuk memperoleh pengalaman dan melakukan percobaan, yang memungkinkan mereka menemukan konsep sendiri.

5) Pembelajaran dengan pengaturan diri atau self regulated learning, pendekatan konstruktif memiliki visi bahwa siswa adalah sosok ideal, yaitu seseorang yang mampu mengatur dirinya sendiri atau self regulated learner yang memiliki pengetahuan tentang strategi belajar efektif dan bagaimana serta kapan menggunakan pengetahuan itu.

6) Scaffolding. Dalam assisted learning, guru adalah agen budaya yang bertugas memandu pembelajaran sehingga siswa mampu dan memungkinkan berkembangnya kemampuan belajar mandiri. 12

Berdasarkan uraian tentang karakteristik model pembelajaran konstruktif tersebut, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran konstruktif memiliki karakteristik sebagai berikut:

1) Mempertimbangkan bahwa pengetahuan awal siswa sangat berperan dalam pengalaman belajar mereka.

2) Pembelajaran dipandang sebagai proses transformasi konsepsi yang menyebabkan terjadinya perubahan konseptual pada diri siswa.

(27)

3) Perubahan konseptual dalam belajar akan terjadi secara efektif jika tersedia konteks yang mendukung siswa.

e. Tahap Kegiatan Pembelajaran Konstruktif

Kegiatan pembelajaran konstruktif dapat ditempuh melalui lima tahapan kegiatan, mencangkup: orientasi; elicitase; restrukturisasi ide; penggunaan ide dalam banyak situasi; dan review.13 Sebagaimana yang dikembangkan oleh Didi Sutardi dan Encep Sudirjo, berikut penjelasan dari masing-masing tahapan kegiatan, antara lain:

1) Tahap orientasi, siswa diberi kesempatan untuk mengadakan observasi terhadap topik yang hendak dipelajarinya.

2) Tahap elicitasi, siswa dibantu untuk mengungkapkan idenya secara jelas dengan berdiskusi, menulis, membuat poster, dan lain-lain. 3) Langkah restrukturisasi ide, sebagai berikut:

a) Klasifikasi ide yang dikontraskan dengan ide-ide orang lain, atau teman, lewat diskusi dapat merangsang untuk merekonstruksi gagasannya, cocok atau tidak.

b) Membangun ide yang baru. Ini terjadi bila dalam diskusi itu idenya bertentangan dengan ide lain.

c) Mengevaluasi ide barunya dengan eksperimen. Kalau dimungkinkan, ada baiknya bila gagasan baru dibentuk itu diuji dengan suatu percobaan atau persoalan yang baru.

4) Langkah penggunaan ide dalam banyak situasi. Ide atau pengetahuan yang telah dibentuk oleh siswa perlu diaplikasikan pada bermacam-macam situasi yang dihadapi. Hal ini akan membuat pengetahuan siswa lebih lengkap dan bahkan lebih rinci.

5) Langkah review, bagaimana ide itu berubah. Dapat terjadi pada situasi yang dihadapi sehari-hari, seseorang perlu merevisi idenya entah dengan menambahkan keterangan ataupun melengkapi idenya.

(28)

2. Kemampuan Berfikir atau Belajar Konstruktif

“Proses belajar adalah proses psikologis”14, sebuah proses yang tidak tampak dari luar dan hanya bisa terlihat dari hasil yang diperoleh dari belajar. Seperti ketika siswa membaca buku pelajaran, disekelilingnya hanya melihat siswa itu belajar, tetapi tidak melihat proses yang terjadi ketika dia sedang membaca buku. Hasil dari belajar diperoleh dari pengetahuan siswa tentang isi buku tersebut, apakah siswa itu paham, mengerti dan mempunyai beberapa pertanyaan dari isi buku tersebut. Dalam proses pembelajaran, terdapat beberapa aliran yang mewarnai sepak terjang dalam dunia pendidikan. Salah satunya adalah aliran pendidikan yang dipengaruhi teori pembelajaran konstruktif. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, konsep ini menghendaki agar anak didik untuk dapat secara konstruktif menyesuaikan diri dengan tuntutan dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemudian menciptakan pengetahuan baru yang menuntut adanya sebuah keaktifan dan kekreatifan sehingga dapat mendorong peserta didik untuk bisa berpikir kemudian dapat mendemonstrasikannya.

Hal di atas sejalan dengan pendapat Radno Harsanto,

Belajar merupakan proses aktif dalam diri pembelajar untuk mengonstruksi arti (teks, dialog, pengalaman fisik, dan lain-lain). Belajar merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman baru atau bahan baru dari pelajaran yang sedang dibahas dengan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh pembelajar sehingga pengertiannya dikembangkan.15

Radno Harsanto berpendapat bahwa “strategi dasar konstruktif adalah meaningful learning. Maksudnya adalah apa yang terlihat (sigt) belum tentu sama dengan apa yang diterima (perceived) karena penerimaan kita atas suatu peristiwa sosial bukanlah satu proses transmisi yang bersahaja dan langsung menjadi pengetahuan”. 16

(29)

Maksudnya adalah model pembelajaran konstruktif harus memperlihatkan bahwa pembelajaran merupakan proses aktif dalam membuat sebuah pengalaman menjadi masuk akal dan proses ini sangat dipengaruhi oleh apa yang sudah diketahui orang sebelumnya. Dalam artian, pengetahuan dibentuk oleh struktur konsep seseorang sewaktu ia berinteraksi dengan lingkungannya dan guru tidak hanya memberi pengetahuan kepada siswa, tetapi siswa harus membangun sendiri pengetahuannya. Sehingga pembelajaran yang konstruktif melibatkan proses mengalami, pertukaran pikiran, dan interpretasi.

3. Kemampuan Analisis

a. Definisi Kemampuan Berpikir

Kemampuan berfikir dapat didefinisikan sebagai proses kognitif yang dipecah-pecah ke dalam langkah-langkah nyata yang kemudian digunakan sebagai pedoman berpikir. Satu contoh kemampuan berpikir adalah menarik kesimpulan inferring, yang didefinisikan sebagai kemampuan untuk menghubungkan berbagai petunjuk (clue) dan fakta atau informasi dengan pengetahuan yang telah dimiliki untuk membuat suatu prediksi hasil akhir yang terumuskan. Untuk mengajarkan kemampuan berpikir manarik kesimpulan tersebut, pertama-tama proses kognitif harus dipecah kedalam langkah-langkah sebagai berikut :

1) mengidentifikasikan pertanyaan atau fokus kesimpulan yang akan dibuat;

2) mengidentifikasi fakta yang diketahui;

3) mengidentifikasi pengetahuan yang relevan yang telah diketahui sebelumnya;

4) membuat perumusan prediksi hasil akhir.

(30)

memory. Jika dikaitkan dengan taksonomi Bloom, berpikir tingkat tinggi meliputi analisis, sintesis dan evaluasi. Berpikir komplek adalah proses kognitif yang melibatkan banyak tahapan atau bagian-bagian. Berpikir kritis adalah salah satu jenis berpikir yang konvergen, yaitu menuju ke satu titik. Lawan dari berpikir kritis adalah berpikir kreatif, yaitu jenis berpikir divergen, yang bersifat menyebar dari satu titik.17

b. Definisi Kemampuan Analisis

Di dalam taksonomi Bloom, pendidikan dibagi menjadi beberapa ranah, yaitu ranah kognitif (cognitive domain), ranah afektif (affective domain), dan ranah psikomotor (psychomotor domain). Ranah kognitif berisi perilaku-perilaku yang menekankan pada aspek intelektual dan dibagi menjadi 6 yaitu: pengetahuan (knowledge), pemahaman (compherhension), penerapan atau aplikasi (aplication), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation).

Kemampuan analisis merupakan tingkat keempat pada ranah kognitif di dalam taksonomi Bloom setelah pengetahuan, pemahaman dan aplikasi. Berikut ini pendapat beberapa para ahli tentang definisi kemampuan analisis:

1) Menurut S. Nasution

“Kemampuan analisis adalah menguraikan suatu keseluruhan dalam bagian-bagian untuk melihat hakikat bagian-bagiannya serta hubungan antara bagian-bagian itu”.18

2) Menurut Sukardi

“Kemampuan analisis adalah menganalisa, membandingkan dan mengontraskan”.19

3) Menurut Nana Sudjana

Kemampuan analisis adalah usaha memilah suatu integritas menjadi unsur-unsur sehingga jelas susunanya. Analisis merupakan kecakapan yang kompleks, yang memanfaatkan kecakapan dari tiga

17 Joko Sutrisno, Menggunakan Keterampilan Berpikir untuk Meningkatkan Mutu Pembelajaran,, Tersedia: http://joko.tblog.com/post/1969986616, diposting pada: April 2008, 11:11.

18S. Nasution, Asas-Asas Kurikulum, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), Cet Ke-5, h. 49

(31)

tipe sebelumnya. Dengan analisis diharapkan seseorang mempunyai pemahaman yang komprehensif dan dapat memilih integritas menjadi bagian-bagian yang terpadu.20

4) Menurut Oemar Hamalik

“Kemampuan analisis adalah menunjuk kepada abilitet untuk merinci bahan menjadi komponen-komponen atau bagian-bagian agar struktur organisasinya dapat dimengerti”.21

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli diatas, kemampuan analisis dapat diartikan sebagai kemampuan untuk dapat memecah dan menguraikan suatu kesatuan ke dalam unsur-unsur yang lebih kecil kemudian dapat membandingkan dan mengkontradiksikan unsur-unsur tersebut sehingga bisa diketahui susunan, urutan dan hubungan-hubungan yang terjadi di unsur-unsur tersebut.

c. Ciri-Ciri Kemampuan Analisis

Berikut ini adalah ciri-ciri kemampuan berpikir analisis menurut beberapa ahli.

Menurut Nana Sudjana ciri-ciri kemampuan analisis yakni:

1) Dapat mengklasifikasikan kata-kata, frase-frase, atau pertanyan-pertanyaan dengan menggunakan kriteria analitik tertentu.

2) Dapat meramalkan sifat-sifat khusus tertentu yang tidak disebutkan secara jelas.

3) Dapat meramalkan kualitas, asumsi, dan kondisi yang implisit atau yang perlu ada berdasarkan kriteria hubungan materinya.

4) Dapat mengetengahkan pola, tata, atau pengaturan menteri dengan menggunakan kriteria seperti relevansi, sebab akibat, dan penuntunan.

5) Dapat mengenal organisasi, prisip-prinsip organisasi, dan pola-pola materi yang dihadapinya.

6) Dapat meramalkan sudut pandangan, kerangka acuan dan tujuan materi yang dihadapinya.22

20Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT. Rosda Karya, 2005), h.29

(32)

Menurut Prof. Oemar Hamalik yang termasuk dalam kemampuan berpikir analisis adalah mengidentifikasikan bagian-bagian, mengkaji hubungan antara bagian-bagian, dan mengenali prinsip-prinsip organisasi yang terlihat.23

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli, secara garis besar ciri-ciri kemampuan analisis adalah sebagai berikut:

1) Dapat merinci suatu kesatuan kedalam unsur-unsur yang lebih kecil. 2) Dapat mengetahui sifat-sifat dari unsur-unsur tersebut.

3) Dapat mengkaji hubungan yang terjadi antara unsur-unsur tersebut. 4) Dapat mengenali pola dan prinsip-prinsip organisasi yang tersusun. 5) Dapat mencari informasi tambahan yang relevan.

4. Teknik Active Debate

a. Pengertian Teknik Active Debate

Debat adalah pembahasan atau pertukaran pendapat mengenai suatu hal dengan saling memberi alasan untuk mempertahankan pendapat masing-masing.24

Teknik active debate adalah sebuah strategi untuk suatu perdebatan yang secara aktif melibatkan setiap peserta didik dalam kelas, bukan hanya orang-orang yang terlibat.25

Menurut Mel Silbermen, active debate masuk kedalam stimulating class discussion atau strategi untuk merangsang diskusi kelas. Terlalu sering seorang guru mencoba merangsang diskusi kelas namun yang dijumpai hanya keheningan yang tidak menyenangkan ketika para peserta didik bertanya-tanya siapa yang berani bicara pertama. Memulai suatu diskusi tidak berbeda dengan memulai suatu pelajaran yang disampaikan dengan ceramah. Yang harus dilakukan pertama kali adalah membentuk minat. 26

22 Nana Sudjana, Penilaian Hasil ..., h.29

23 Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran ..., h.37

24 Jerry Jeje, Pengertian Debat_Prosedur Debat, Tersedia:

http://stkipbsiktb.wordpress.com/2011/06/10/pengertian-debat_prosedur-debat/, diposting pada: 10

Juni 2011.

25 Mel Silberman, Active Learnig: ..., h. 128

(33)

Seperti yang dikatakan Martinis Yamin, “Metode diskusi merupakan interaksi antara siswa dan siswa atau siswa dengan guru untuk menganalisis, memecahkan masalah, menggali atau memperdebatkan topik atau permasalahan tertentu”.27Berbagai strategi itu meskipun akan membuat suasana menjadi panas, tetapi pertukaran pendapat dapat diatur antara peserta didik.Seluruh strategi tersebut dirancang agar setiap peserta didik terlibat. Salah satu strategi membentuk minat adalah dengan teknik active debate (perdebatan aktif).

b. ProsedurPelaksanaan Active Debate

Prosedur pelaksanaan yang berlaku dalam active debate, seorang guru dituntut untuk mengembangkan suatu pertanyaan yang berkaitan dengan sebuah isu argumensial yang berkaitan dengan mata pelajaran. Kemudian seorang guru membagi kelas menjadi dua kelompok, yaitu kelompok pro dan kontra. Selanjutnya buatlah dua atau empat sub-kelompok di dalam masing-masing tim debat itu. Guru memberikan sebuah daftar argumen yang harus mereka diskusikan. Pada akhir diskusi, guru menyuruh tiap-tiap sub kelompok untuk memilih seorang juru bicara. Mulailah perdebatan dengan menyuruh para juru bicara itu menyampaikan pandangan-pandangan mereka. Juru bicara ditempatkan berhadapan satu

sama lain, memberikan “counter argument”. Ketika perdebatan berlanjut

guru mendorong peserta didik lainnya mencatat berbagai argumen atau bantahan yang akan disarankan. Hendaknya juga guru mendorong mereka dengan sambutan applaus terhadap argumen dari para wakil tim debat mereka. Ketika menurut guru sudah cukup untuk mengakhiri perdebatan, gabungkan kembali seluruh kelas dengan lingkaran penuh. Diskusikan kembali seluruh kelas tentang persoalan dari pengalaman yang didapatkan

(34)

dari debat tersebut dan mintalah peserta didik mengidentifikasi argumen-argumen terbaik yang dibuat oleh dua kelompok tersebut.

5. Keterkaitan Antara Pembelajaran Konstruktif dengan Kemampuan Analisis

“Dilihat dari aspek psikologis, pembelajaran berbasis masalah bersandarkan pada psikologi kognitif”. 28 Disamping itu pembelajaran konstruktif tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa seperti pada pembelajaran langsung dan ceramah, tetapi pembelajaran konstruktif dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, keterampilan intelektual, dapat membangun sendiri pengetahuannya, dan menjadi siswa yang mandiri. Berdasarkan hal tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran konstruktif adalah salah satu dari beberapa strategi pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan ranah kognitif siswa. Salah satu aspek didalam ranah kognitif adalah kemampuan analisis.

6. Aktivitas Guru

Dalam proses belajar-mengajar, guru mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing, dan memberikan fasilitas belajar bagi siswa untuk mencapai tujuan. Guru mempunyai tanggung jawab untuk melihat segala sesuatu yang terja didalam kelas untuk membantu proses perkembangan siswa. Penyampaian materi pelajaran hanyalah merupakan salah satu dari berbagai aktivitas guru dalam pembelajaran sebagai suatu proses dinamis dalam segala fase dan proses perkembangan siswa.

Sedangkan tugas guru menurut Uzer Usman meliputi “mendidik, mengajar, dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu

(35)

pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan kepada siswa”.29

Secara lebih rinci tugas guru menurut Slameto berpusat pada:

a. Mendidik siswa dengan titik berat memberikan arah dan motivasi pencapaian tujuan baik jangka pendek maupun jangka panjang.

b. Memberi fasilitas pencapaian tujuan melalui pengalaman belajar yang memadai

c. Membantu perkembangan aspek-aspek pribadi seperti sikap, nilai-nilai, dan penyesuaian diri.30

Sebagai tenaga profesional di bidang pendidikan, guru disamping memahami hal-hal yang bersifat filosofis dan konseptual, juga harus mengetahui dan melaksanakan hal-hal yang bersifat teknis. Hal-hal yang bersifat teknis ini, terutama kegiatan mengelola dan melaksanakan proses belajar-mengajar. Dalam melaksanakan proses belajar-mengajar, aktivitas yang harus dilakukan guru diantaranya sebagai berikut:

a. Menyampaikan materi dan pelajaran.

b. Melontarkan pertanyaan yang merangsang siswa untuk berpikir, mendidik dan mengenai sasaran.

c. Memberi kesempatan atau menciptakan kondisi yang dapat memunculkan pertanyaan dari siswa.

d. Memberikan variasi dalam pemberian materi dan kegiatan. e. Memperhatikan reaksi atau tanggapan siswa baik verbal

maupun non-verbal.

f. Memberikan pujian atau penghargaan.31

Adapun aktivitas guru yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Menyampaikan informasi.

b. Mengarahkan siswa untuk mengembangkan kemampuan analisis. c. Mengarahkan siswa untuk mengonstruk pengetahuan.

d. Menjawab pertanyaan siswa.

29 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2010), cet. 24, h.7.

30 Slameto, Belajar dan…, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), cet. 5, h. 97.

(36)

e. Mendengarkan penjelasan siswa.

f. Mendorong siswa untuk bertanya/menjawab pertanyaan. g. Mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan.

7. Aktivitas Siswa

Aktivitas siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah satu indikator adanya keinginan siswa untuk belajar. Banyak jenis aktivitas yang dapat dilakukan oleh siswa di sekolah. Aktivitas siswa tidak hanya mendengarkan dan mencatat seperti yang lazim terdapat di sekolah-sekolah tradisional. Paul B. Diedrich (dalam Sardiman) membuat suatu daftar yang berisi 177 macam aktivitas siswa yang antara lain dapat digolongkan sebagai berikut:

a. Visual activites, seperti membaca, memperhatikan gambar, memperhatikan demonstrasi percobaan pekerjaan orang lain. b. Oral activities, seperti menyatakan, merumuskan, bertanya,

memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.

c. Listening activiites, seperti mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato.

d. Writing activities, seperti menulis: cerita, karangan, laporan, angket, menyalin.

e. Drawing activities, seperti menggambar, membuat grafik, peta, diagram.

f. Motor activities, seperti melakukan percobaan, membuat konstruksi, merepasi model, bermain, berkebun, berternak.

g. Mental activities,seperti menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan. h. Emotional activities, seperti menaruh minat, merasa bosan,

gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.32

Pada penelitian ini, aktivitas siswa didefinisikan sebagai segala kegiatan atau perilaku yang dilakukan oleh siswa selama pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran konstruktif. Adapun aktivitas siswa yang diamati adalah :

a. Mendengarkan/ memperhatikan penjelasan guru. b. Membaca/ memahami pelajaran yang berlangsung.

(37)

c. Mengkonstruksi pengetahuan dengan pengalaman nyata dengan cara dapat meramalkan sudut pandang, dan tujuan materi yang dihadapinya.

d. Berdiskusi, bertanya, menyampaikan pendapat ide kepada teman atau guru.

e. Menarik kesimpulan suatu prosedur/ konsep.

8. Pendidikan Agama Islam

a. Pengertian Pendidikan Agama Islam

“Pendidikan merupakan proses dalam “transfer” ilmu, yang umumnya dilakukan melalui tiga cara; yakni lisan, tulisan, dan perbuatan”.33

“Dengan artian pendidikan merupakan segala usaha, dengan niat untuk mengejawantahkan ajaran dan nilai-nilai Islam, yang dilakukan untuk mendidik manusia sehingga dapat tumbuh dan berkembang serta memiliki potensi atau kemampuan sebagaimana mestinya”. 34

Secara etimologis, pengertian pendidikan Islam digali dari al-Quran dan al-Hadits sebagai sumber pendidikan agama Islam. Hal ini sejalan dengan pendapat Oemar Muhamamad al-Toumy al-Syebani yang dikutip oleh Tohirin, yang menyatakan bahwa “pendidikan Islam adalah usaha mengubah tingkah laku individu dilandasi oleh nilai-nilai Islami”.35Dari kedua sumber tersebut, ditemukan juga ayat-ayat atau hadis-hadis yang mengandung kata-kata atau istilah-istilah yang pengertiannya terkait dengan pendidikan Islam, yakni tarbiyah, ta’lim, ta’dib. “Kata Islam yang melekat dalam pendidikan Islam adalah pendidikan yang berwarna Islam, pendidikan Islam adalah pendidikan yang didasarkan Islam”.36

33 Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), h. 12. 34 Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo persada, 2009), h. 8.

35 Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), h. 9.

(38)

Berdasarkan pada pengertian umum Pendidikan Agama tersebut, Alisuf Sabri memaparkan perumusan pengertian Pendidikan Agama Islam menurut Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Departemen Agama Republik Indonesia bahwa,

Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan/atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.37

Dari definisi-definisi tersebut dapat dilihat cara pandang yang berbeda, terhadap definisi Pendidikan Agama Islam, namun substansinya sama yaitu mempersiapkan peserta didik sebagai generasi baru. Agar mereka dapat mengaplikasikan ajaran-ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari, sehingga menambah keimanan dan ketakwaan mereka kepada Allah SWT.

b. Tujuan Pendidikan Agama Islam

Menurut Nur Uhbiyati mengartikan tujuan yaitu “Sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan.”38

Tujuan merupakan kegiatan yang paling penting dalam suatu kegiatan. Tujuan itulah yang menentukan kegiatan dan apa yang hendak dicapai dalam kegiatan tersebut. Suatu kegiatan akan berakhir bila tujuannya telah tercapai.

Tujuan pendidikan ialah suatu yang hendak dicapai dengan kegiatan atau usaha pendidikan. Pendidikan berusaha mengubah keadaan seseorang dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak dapat berbuat menjadi dapat berbuat, dari tidak bersikap seperti yang diharapkan menjadi bersikap yang diharapkan. Kegiatan pendidikan ialah usaha sadar membentuk manusia

(39)

secara keseluruhan aspek kemanusiaannya secara utuh, lengkap dan terpadu. Secara umum dan ringkas dikatakan pembentukan kepribadian. Pada dasarnya, sebuah pendidikan menginginkan terwujudnya manusia yang baik yaitu manusia yang sehat jasmani dan rohani, mempunyai keterampilan, pikirannya cerdas serta pandai, hatinya berkembang dengan sempurna serta mempunyai kepribadian yang berakhlakul karimah.

Berkenaan dengan tujuan Pendidikan Agama Islam Ahzab Muttaqin menyatakan, ada dua tujuan pokok Pendidikan Agama Islam, yaitu:

1) Menumbuh kembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan, dan pengembangan pengetahuan, serta penghayatan, pengamalan, pembiasaan dan pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang senantiasa berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT.

2) Mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlak mulia, yaitu manusia yang berpengetahuan, religius, cerdas, produktif, jujur, adil, berdisiplin, bertoleransi, menjaga keharmonisan secara personal dan sosial, serta mampu mengembangkan diri dengan baik dalam komunitas sekolah.39 Ahmad Tafsir membagi tujuan Pendidikan Agama Islam ke dalam tiga kawasan, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pembinaan pemahaman kognitif bertujuan agar siswa paham akan ajaran Islam, pembinaan efektif bertujuan agar siswa menerima ajaran Islam, pembinaan psikomotorik bertujuan agar siswa terampil melakukan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.40

Oleh karena itu berbicara Pendidikan Agama Islam baik makna maupun tujuannya haruslah mengacu pada penanaman nilai-nilai Islam dan tidak dibenarkan melupakan etika sosial atau moralitas sosial.

“Penanaman nilai-nilai ini tidak juga dalam rangkan menuai keberhasilan

(40)

hidup (hasanah) di dunia bagi anak didik yang kemudian akan mampu membuahkan kebaikan (hasanah) di akhirat kelak”.41

Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh beberapa tokoh di atas berkenaan dengan tujuan Pendidikan Agama Islam, definisi tersebut mengarah pada satu kesimpulan, bahwa tujuan Pendidikan Agama Islam adalah supaya siswa memiliki budi pekerti (akhlak), supaya menjadi muslim sejati, beriman teguh, beramal salih dan bertakwa kepada Allah SWT, sehingga ia menjadi salah seorang anggota masyarakat yang sanggup hidup di atas kaki sendiri, mengabdi kepada Allah dan berbakti kepada bangsa dan tanah airnya, bahkan sesama umat manusia.

c. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam.

Pendidikan agama mempunyai kedudukan yang tinggi dan paling utama, karena pendidikan agama menjamin untuk memperbaiki akhlak anak-anak dan mengangkat mereka ke derajat yang tinggi, serta berbahagia dalam hidup dan kehidupannya.

Menurut Abdul Majid ruang lingkup materi PAI pada dasarnya mencakup beberapa unsur pokok al-Quran, yaitu:

1) Mengenai keimanan meliputi: Beriman kepada Allah dan menghayati sifat-sifat-Nya. Beriman kepada malaikat, beriman kepada Rasul-rasul Allah, beriman kepada Kitab-kitab, beriman kepada hari akhir, beriman kepada Qada dan Qadar dan memahami fungsi serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Mengenai Akhlak meliputi: Membiasakan dengan perilaku dan sifat terpuji. Membiasakan menghindari sifat-sifat tercela. Menerapkan tata krama dalam kehidupan sehari-hari.

2) Mengenai Fiqih atau Ibadah meliputi: Memahami sumber-sumber Islam dan pembagiannya. Memahami hikmah shalat, puasa, zakat, haji dan umrah, waqaf, jual beli, riba, hukum ekonomi, pengurusan jenazah, jinayat dan khulud, khutbah dan dakwah serta pernikahan secara lebih mendalam dan mengambil hikmahnya serta mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

(41)

3) Mengenai Tarikh meliputi: Memahami perkembangan Islam pada masa Umayyah, Abasiyyah Umayyah, abad pertengahan, Islam di Indonesia, Islam di dunia dan mampu menerapkan manfaatnya dalam perilaku sehari-hari.42

Pendidikan Islam tidak tertuju kepada pembentukan kemampuan akal saja, melainkan kepada setiap bagian jiwa itu menjadi mampu melaksanakan tugasnya sebagaimana dikehendaki oleh Allah

d. Penerapan Berfikir Konstruktif pada Pembelajaran PAI

Yatim Riyanto mengemukakan bahwa pembelajaran konstruktif membutuhkan guru-guru yang konstruktif dan memiliki daya kreatif tinggi serta beberapa hal yang harus diperhatikan guru dalam menyelenggarakan pendidikan yaitu sebagai berikut:

Dengan demikian berdasarkan hal di atas, implikasi pembelajaran konstruktif terhadap pembelajaran PAI adalah; pembelajaran konstruktif memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa sendiri, pembelajaran konstruktif memberikan pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa atau rancangan kegiatan disesuaikan dengan gagasan awal siswa dengan maksud agar siswa memperluas pengetahuan mereka tentang fenomena. Siswa mendapat kesempatan seluas-luasnya untuk menemukan dan menerapkan idenya sendiri.43

Pandangan konstruktif juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya agar siswa berpikir kreatif, imajinatif, mendorong refleksi tentang teori dan model mengenai gagasan-gagasan PAI yang tepat saat ini. Pembelajaran konstruktif memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru di luar aqidah dan mengungkapkannya agar siswa terdorong untuk memperoleh kepercayaan

42 Abdul Majid dan Dian Handayani, Pendidikan Agama…, h. 151.

(42)

diri dengan menggunakan berbagai konteks, baik yang telah dikenal maupun yang baru.

e. Karakteristik Pelajaran PAI

Tiap jenis kurikulum mempunyai ciri atau karakteristik termasuk Pendidikan Agama Islam. Sebagaimana kita ketahui ajaran pokok Islam adalah meliputi: masalah aqidah (keimanan), syari`ah (keislaman), dan akhlak (ihsan).

Abdul Majid menjelaskan bahwa kurikulum Islami meliputi, Aqidah bersifat i`tikad batin, mengajarkan ke-Esaan Allah, Esa sebagai Tuhan yang mencipta, mengatur dan meniadakan alam ini. Syari`ah berhubungan dengan amal lahir dalam rangka mentaati semua peraturan dan hukum Tuhan, guna mengatur hubungan antar manusia dengan Tuhan, dan mengatur pergaulan hidup dan kehidupan manusia. Akhlak suatu amalan yang bersifat pelengkap penyempurnaan bagi kedua amal di atas dan yang mengajarkan tentang cara pergaulan hidup manusia44

Tiga inti ajaran pokok ini kemudian dijabarkan dalam bentuk Rukun Iman, Rukun Islam, dan akhlak. Dari ketiganya lahirlah Ilmu Tauhid, Ilmu Fiqh, dan Ilmu Akhlak.

Ketiga kelompok ilmu agama ini kemudian dilengkapi dengan pembahasan dasar hukum Islam yaitu Al-Qur`an dan Al-Hadis serta ditambah lagi dengan sejarah Islam (tarikh) sehingga secara berurutan: Ilmu Tauhid, Ilmu Fiqh, Al-Qur`an, Al-Hadis, Akhlak, Tarikh Islam.

B. Kerangka Berfikir

Saat ini pendidikan diharapkan dapat mentransfer ilmu pengetahuan terhadap anak didiknya secara tepat, sehingga anak didik kelak dapat bertanggung jawab, mandiri, berperilaku baik dan bermanfaat bagi dirinya maupun lingkungannya. Ranah kognitif, afektif dan psikomotorik merupakan orientasi pengembangan aspek pendidikan.

(43)

Demikian pula halnya dengan pelajaran pendidikan Agama Islam, diharapkan siswa tidak hanya sebatas memahami konsep pelajaran dan materi-materi Pendidikan Agama Islam saja. Namun lebih ditingkatkan lagi pada proses pengaplikasiannya.

Beberapa faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi diantaranya kecerdasan siswa, bakat siswa, kemampuan belajar, minat siswa, model penyajian materi, pribadi dan sikap guru, suasana belajar, kompetensi guru, serta kondisi masyarakat luas.

Menanggapi hal tersebut, guru harus mampu menyelenggarakan suatu pembelajaran yang lebih inovatif dan kondusif agar dapat lebih melibatkan siswa secara aktif sehingga siswa dengan sendirinya dapat memahami dan mampu mengaplikasikan materi pelajaran yang telah dipelajari. Pembelajaran kini harus lebih ditekankan pada pengalaman belajar apa yang akan dimiliki siswa dari proses pembelajaran, baik kognitif, afektif dan psikomotorik. Konstruktivisme banyak mempengaruhi konsep ilmu pengetahuan, teori belajar dan pembelajaran. Konstruktivisme menawarkan paradigma baru dalam dunia pembelajaran. Sebagai landasan paradigma pembelajaran, konstruktif menyerukan perlunya partisipasi aktif siswa dalam proses pembelajaran, perlunya pengembagan siswa belajar mandiri, dan perlunya siswa memiliki kemampuan untuk mengembangkan pengetahuannya sendiri. Pembelajaran yang menggunakan pendekatan konstruktif dengan teknik Active Debate menuntut siswa agar aktif dan membangkitkan pikiran dalam proses pembelajaran. Pembelajaran konstruktif memfokuskan secara eksklusif pada proses dimana siswa secara individual aktif mengkonstruksi pelajaran pendidikan agama Islam. Sedangkan teknik active debate dapat menuntut siswa untuk mengembangkan gagasan, dan menganalisis setiap masukan atau ide, sehingga dapat membantu siswa dalam memahami materi tertentu dari PAI. Selain itu pembelajaran konstruktif dengan teknik active debate diharapkan mampu menjadikan siswa sebagai subjek belajar dan guru berperan sebagai fasilitator, organisator dan motivator bagi siswa.

(44)

R

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan berikut:

menyebabkan menyebabkan

adanya stimulus perubahan internal adanya respons yang dapat dilihat di dalam individu yang dapat dilihat

Bagan 2.1. Proses Belajar Menurut Teori Kognitif45.

C. Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini yaitu:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Wahyu Nur Hasanah yang berjudul

“Pembelajaran Berbasis Konstruktif Dalam Rumpun PAI: Studi Kasus Naturalistik di Mts. Khoirul Falah Bekasi”, 2010. Menunjukkan bahwa

pembelajaran konstruktif pada mata pelajaran PAI di Mts. Khoirul Falah, Bekasi berjalan cukup efektif. Hal ini dikarenakan penggunaan strategi dan pengelolaan kelas saat pembelajaran sudah terlaksana dengan baik. Strategi pembelajaran yang mengarah kepada pembelajaran konstruktif yang digunakan dalam pembelajaran agama Islam di Mts. Khoirul Falah, Bekasi adalah everyone is teacher here, the power of two and four, jigsaw learning, dan CPDT (Ceramah Plus Diskusi dan Tugas).

2. Penelitian yang dilakukan oleh Wardah yang berjudul “Upaya Peningkatan

Minat Baca Siswa Kelas I Madrasah Ibtidaiyah Melalui Metode Pembelajaran konstruktif Dengan Penggunaan Media Kartu Huruf: Penelitian Tindakan Kelas di MI Tarbiyatul Athfal, Jakarta”, 2012. Menunjukkan bahwa dampak setelah penerapan media kartu huruf dan kartu kata melalui metode pembelajaran konstruktif dalam pembelajaran

45Muhaimin, et. al., Paradigma Pendidikan Islam…, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2004), cet. 3, h. 199.

(45)
(46)

34

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMP ISLAM Az-Zahra yang berlokasi di Pondok Petir yang beralamat di Jl. Swadaya No. 47 Pondok Petir Bojongsari Kota Depok. Adapun penelitian ini dilakukan pada semester genap (II) mulai pada bulanfebruari 2012 -Maret 2012.

B. Metode dan Desain Intervensi Tindakan atau Rancangan Siklus Penelitian

1. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas atau classroom action researce (CAR), yang hanya terfokus pada satu kajian yang berawal dari situasi alamiah kelas. Menurut Arikunto ciri terpenting dari penelitian ini adalah bahwa penelitian tersebut merupakan suatu upaya untuk memecahkan masalah, sekaligus mencari dukungan ilmiahnya.1

Peneliti berusaha merefleksikan secara kritis dan kolaboratif terhadap suatu kejadian yang benar-benar berawal dari situasi alamiah kelas, dengan memberikan intervensi tindakan tanpa merubah kealamiahan

(47)

situasi sebagai upaya melakukan perbaikan berupa peningkatan kualitas situasi sosial dan kualitas pembelajaran melalui implementasi rencana pembelajaran.

2. Desain Intervensi

Tindakan kelas yang digunakan menjelaskan tahapan ini terdiri dari empat komponen yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi2. Dengan demikian untaian dari keempat komponen tersebut dipandang sebagi satu siklus. Pada pelaksanajumlah siklus tergantung kepada tingkat penyelesaian masalah atau kriteria tercapainya indikator.

Gambaran tentang langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian, yakni:

Diagram 3.1. Model PenelitianTindakanKelas3

a. Perencanaan

1) Merencanakan Tindakan

2) Menetapkan kriteria: Terciptanya kelompok belajar yang aktif, dan hasil belajar yang meningkat.

2SuharsimiArikunto, PenelitianTindakanKelas, (Jakarta: PT. BumiAksara, 2012), cet. 11, h. 16.

3SuharsimiArikunto, Penelitian…, (Jakarta: PT. BumiAksara, 2012), cet. 11, h. 16.

Perencanaan SIKLUS 1 Pengamatan Perencanaan Siklus II Pengamatan

Pelaksanaan

Pelaksanaan Refleksi

Refleksi

(48)

b. Tindakan

Pelaksanaan tindakan dalam penelitian melalui proses pembelajaran yang terbagi menjadi beberapa siklus penelitian disesuaikan dengan besarnya masalah yang harus dipecahkan.

1) Siklus Pertama

Pelaksanaan pembelajaran menggunakan teknik active debate

Gambar

Tabel 3.1. Langkah-Langkah yang akan Dilakukan dalam Penelitian
Tabel 3.1
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Tes Pilihan Ganda Konsep Akhlak Tercela
Tabel 3.3Kisi-Kisi Observasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Seperti yang telah dituliskan pada penjelasan sebelumnya, bahwasanya ilmu tauhid adalah ilmu ketuhanan yang mengupayakan menyediakan penjelasan yang

Sehubungan dengan telah dilakukannya evaluasi administrasi, teknis dan kewajaran harga serta formulir isian Dokumen Kualifikasi untuk penawaran paket pekerjaan tersebut diatas,

16 Oleh karena itu perlu diketahui waktu yang optimal dalam pembukaan stomata yang dapat mengefektifkan bahan kimia atau herbisida sehingga dapat masuk dengan

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) akan mengembangkan grand design teknologi pembuatan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) generasi kedua yang di

Berhubung dengan meningkatnya harga sejak tahun 1950 maka tarip-tarip pos (porto dan bea) untuk dalam negeri, mulai tanggal 1 Pebruari 1951 diubah dengan keluarnya

Penerbit Politeia, Bogor, Cetak Ulang 1996 hal 88.. 3).Pengaduan dapat dicabut kembali, hanya saja batas pencabutan tersebut tidak ditentukan. 4).Menurut penulis

Penulis juga mengembangkan tujuan pendidikan jasmani dari empat ranah, yaitu (1) jasmani, (2) psikomotorik, (3) afektif, dan (4) kognitif, yang disajikan secara skematis dengan

Indonesian Fish Cultivation Territory, catch and/ or breed fish using chemical substances, biological substances, explosives, tools and/or means and/or structures, which