• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kontinuitas dan perkembangan Madrasah di Era Kemerdekaan sampai dengan Orde Baru

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kontinuitas dan perkembangan Madrasah di Era Kemerdekaan sampai dengan Orde Baru"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

Kt fTINUITAS DAN PERKEMBANGAN l\1ADRASAH

DI E

i._

KEMERDEI<AAN SAMP AI DENG AN ORDE BARU

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilnm Tarbiyah dan K·eguruan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

CJ_elar Smjana Pendidikan Islam

O/eh:

Rachmatullah

NIM:

101011020593

UilUSAN PENDIDII<AN AGAMA ISLAM

FA lJLTAS ILMU TARBIYAH DAN I<:EGURUAN

. UNIVERSIT AS ISLAM NEGEf{l (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAI<ARTA

(2)

ONTINUITAS DAN PERKEMBANGAN MADRASAH

D :RA KEMERDEKAAN SAMPAI DENGAN ORDE BARU

Skripsi

Di<,jukn11 Kcpacla Fakultas flmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Mcmcnuhi Pcrsyaralan Mcmpcrolch

• Gelar Smjana Penclidikan Islam

Of eh:

Rachmatullah

NJM: 101011020593

Dra. II".

n·u iaidalul

Munawarah M. Ag

l'\JIP. 150 228 871

JURUSAN PENDJDIKAN AGAMA ISLAM

F, !::ULT AS ILMU TARBIYAH DAN .KEGURUAN

UNIVER.SIT AS ISLAM NEGERI (UIN)

SY ARIF tIIDA Y ATULLAII

JAI<ARTA

(3)

LEMEAR PENGESAHAN

S )si yang be1jndnl : "KONTINUITAS DAN PERKEMBANGAN

i

MADilA [H DI ERA KEMERDEKAAN SAMPAI DENGAN ORDE BARU",

telah dinj in dalam Ujian Mnnaqasah Faknltas limn Tarbiyah dan Keguruan pada

tanggal E iaret 2006. Skripsi ini telah cliterima sebagai syarat nntuk memperoleh gelar Sar la Penclidikan Islam (S.Pd.l) Strata-I (SI) Fakultas limn Tarbiyah dan Keguruar

Dckan Fl Kctua me

pイッヲセ@

NIP. 150

/

Penguji I

v

igknp Anggota

Zainab, M.Ag

1

129

Jakarta, 6 Maret 2006

Siclang Muuaqasah

Anggota:

Pcmbantu Dekan I/

Sckretnris merangkap Anggota

NセᄚGゥNmNa@

NIP. 150 202 343

Penguji II

\

.

LLカj|セ@

'----.._./

(4)

KATA PENGANTAR

i1amdulillah, puja, puji serta syukur, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT I iberi hidayah, rahmat dan inayah kepada siapa :mja yang Dia kehendaki. Shala\/\ fan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW pembawa kebajik pendobrak kebatilan, penuntun manusia dari kegelapan kepada cahaya terang

セ、・イ。ョァ@

dan dari kemusyrikan kepada tauhid serta langkahnya selalu diridha セィ。ョN@

[ipsi yang penulis susun ini be1:judul "Konlinuitas dan Perkembangan Madrw : di Era Kemerdekaan sampai dengan Orde Baru ". Meskipun tergolong terlamt 1iamun Alhamdulillah skripsi ini bisa terselesaikan dengan baik.

lam pembuatan skripsi ini, penulis begitu banyak mendapat bantuan, baik moril r pun materiil dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat terselesaikan, oleh ka !1 itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

I. kan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ,

,g telah membimbing penulis selama penulis melaksanakan studi di :ultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

(5)

3. a. Hj. Djunaidatul Munawarah, M.Ag, selaku pembimbing yang telah rela

:luangkan waktunya di tengah kesibukan aktifitasnya guna memberikan

1bingan dan arahan kepada penulis.

4. ahanda Abdul Rasyid dan Ibunda Rukaesih yang telah dan masih mendidik

iulis sejak buaian hingga saat ini. Sebagai seorang ·anak, penulis belum bisa

inbalas jasa keduanya kecuali berdo'a semoga Allah SWT memberikan

セウ。ョ@ yang terbaik atas semua amal mereka dan selalu melimpahkan

\mat dan Inayah-Nya.

5. lk tercinta Achmad Maulana Sundara, yang selalu giat dalam belajar. Siti

セケゥ、。ィL@ yang selalu tersenyum dan memberikan harapan kepada keluarga

L1k terns be1juang, semoga Allah menjadikan kalian sebagai hamba-Nya

セ@ selalu ikhlas dalam setiap aktifitas. Amin.

6. セ@ Sudarlan, adik tersayang yang selalu bersenandung dengan West Live-nya

l bahkan Michael Learn To Rock yang kadang-kadang membuatku

,enyum dibuatnya.

7. nad Ranovi dan Eman Priatna, yang selalu setia menemani penulis dalam

1yelesaikan penulisan skripsi ini yang kerap sampai tengah malam bahkan

kalanya sampai menjelang pagi.

8. 1Rohana dan Ghifari Razaq, yang selalu sabar dan sering mengalah karena

J.s mendahulukan penulis ketika sama-sama dala.m keadaan memerlukan

•a. Semoga kalian dijadikan hamba Allah SWT yang bertaqwa dan

(6)

9. apak Syarifuddin, yang telah rnemfasilitasi penulis dengan sebuah komputer, :udah-mudahan Allah SWT selalu meridhai Bapak. Amin.

IC [as Afud, Atim dan Bang Jenggot, dari kalianlah penulis mengerti arti !rsahabatan. Semoga Allah SWT selalu merahmati setiap aktifitas kalian. miin.

11 gus shohib dan Istri, yang selalu rnemberi rnotivasi walau hanya via SMS,

mi Setiawan dan Istri, yang setia terhadap teman, Jaji Ulum Bahri beserta teri yang selalu mendo'akan penulis.

12 セュ。ョMエ・ュ。ョ@ PAI angkatan 200 I khususnya kela.s B yang tidak mungkin /mlis sebutkan satu-persatu.

13. )ng Ali, atas kebaikannya kepada penulis karena pernah memberikan tnpangan gratis selarna penulis rnenuntut ilmu di Ciputat.

14. セュ。@ Parti, yang selalu rnengirirnkan makanan temtama ketika penulis ingin i:buka puasa. Sernoga kebaikannya dijadikan bekal oleh Allah SWT. Amin. 15. [hirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada segenap pihak yang

.

.

lgsung atau tidak Jangsung terlibat dalam pembuatan skripsi ini dan tidak pat penulis sebutkan satu persatu namanya di sini, sernoga semua amalan !lg telah anda lakukan dicatat sebagai amalan kebaikan kelak di akhirat. nin.

Kemayoran, 06 Maret 2006

(7)

DAFTAR ISI

KATA NGANTAR ... .

DAFT 1 CSI ... iv

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... .. B. ldentifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 7

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 8

E. Metode Penelitian... 8

F. Sistematika Penulisan ... IO BAB II : POTRET MADRASAH DI ERA KEMERDEKAAN DAN ORDE LAMA... 12

A. Berdirinya Departemen Agama dan Kontribusinya terhadap Madrasah ... :... ... 12

1. Berdirinya Departemen Agama.. ... 12

2. Kontribusi Departemen Agama terhadap Madrasah... 14

B. Perhatian Pemerintahan Orde Lama terhadap Madrasah... 16

(8)

BABU

BABI1

BABV

: POTRET MADRASAH DI MASA ORDE BARU ... 26 A. Madrasah di Masa Awai Orde Bani... 26 B. Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri dan

lmplementasinya pada madrasah. ... 27 C. Berdirinya Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK) ... 35 D. lntegrasi Madrasah kedalam Sistem Pendidikan Nasional... 39

: DINAMIKA PERKEMBANGAN DAN KONTINUITAS MADRASAH PADA ERA KEMERDEKAAN SAMPAI

ERA ORDE BARU ... 43 A. Dinamika Perkembangan Madrasah Sejak Era Kemerdekaan

sampai Orde Baru... 43 B. Kontinuitas dan Perkembangan Maclrasah Sejak Era

Kemerdekaan sampai Orde Baru ... 51

:PENUTUP

A. Kesimpu Ian... 54 B. Saran-saran... 55

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. La: Belakang Masalah

csistensi madrasah dalam tradisi pendidikan Islam di Indonesia tergolong fer 1ena modern yaitu dimulai sekitar awal abad 20 Sungguhpun demikian, ma sah bukan suatu yang indigenous (pribumi) dalam peta dunia pendidikan di Inc セウゥ。N@ Sebagaimana ditunjukkan oleh kata "madrasah" itu sendiri, yang ber

l

dari bahasa Arab. Secara harfiah, kata ini berarti atau setara maknanya der h kata Indonesia "sekolah" (yang notabene juga bukan kata asli dari bahasa Ind ,:sia. "sekolah" dialihkan dari bahasa asing, misalnya school ataupun sea '1 Buku-buku sejarah pendidikan Islam di Indonesia sejauh ini agaknya sed sekali yang menginformasikan adanya lembaga pendidikan yang disebut ma< !ah pada masa-masa awal penyebaran dan perkembangan Islam di

Nw iara.2 Evolusi kelembagaan pendidikan di wilayah ini pada umumnya berr ·a dari pesantren, madrasah dan kemudian sekolah. Madrasah di Indonesia bisa langgap sebagai perkembangan lanjut atau pembahatuan dari lembaga pen ikan pesantren atau surau.

h. 18

Cet..

Malik Fajar, Aiadrasah dan Tantangan 1\Iodernitas, (Bandung: Mizan, 1999), Cet ke-2,

lksum, Madrasah: Sejarah dan Perkembangannya, (Jakarta: Logos Wacana llmu, 1999),

(10)

2

[adrasah dalam tradisi pendidikan di Indonesia pada dasarnya merupakan ad

:i

atau islamisasi dari tradisi sekolah yang diperkenalkan pemerintah Hindia B( :da.3 Pada era kolonialis Belanda, perkembangan madrasah dimulai dari se 1gat reformasi yang dilakukan masyarakat Muslim. Ada dua faktor penting ya melatar belakangi kemunculan madrasah di Indonesia; pertama, adanya pa ,ngan yang mengatakan bahwa sistem pendidikan Islam tradisional dir kan kurang bisa rnernenuhi kebutuhan pragrnatis rnasyarakat. Kedua, ad:

a

kekhawatiran atas kecepatan perkembangan persekolahan Belanda yang ak: inenimbulkan pemikiran sekuler di masyarakat.4 Untuk menyeimbangkan pe1 "!lbangan sekulerisme, para reformis-khususnya dari kalangan M1 inmadiyah-kemudian memasukkan pendidikan Islam dalam persekolahan me )i pembangunan madrasah.

'merintah kolonial, ketika itu sangat khawatir madrasah akan melahirkan ger lsi yang menjadi penentang kekuasaannya. Tidak heran kalau kebijakan yar likeluarkan pemerintahan kolonial, merupakan bagian dari usahanya untuk me tooptasi madrasah. Misalnya, guru madrasah wajib mempunyai izin dari per [lSa, dan di bidang kurikulum, pelajaran yang diajarkan harus dilaporkan pac 1enguasa untuk dimintai persetujuannya.

bawah tekanan dan pengawasan ketat dari pemerintahan kolonial, ma sah ternyata mampu rnemantapkan eksistensinya di Jawa, Sumatera dan

vfaksum Mochtar. Transformasi Pendidikan Islam (da/am Pesantren Maso Depan),

(Ba ng: Pustaka Hidayah, 1999), Cct. kc-I, h. 195

(11)

3

セ@ rnantan. Perkembangan itu Jebih maju Jagi terutama di daerah-daerah pelosok

y セェ。オィ@ dari pengawasan penguasa.

Setelah kemerdekaan, perkembangan madrasah berlangsung sangat cepat.

P \ pertengahan tahun 1960-an, terdapat 13.057 Madrasah Ibtidaiyah (MI),

j( 1ng pendidikan setingkat sekolah dasar (SD) pada sistem pendidikan umum.

P ig tidak terdapat I. 927. 777 siswa yang mendaftarkan diri di ML 5

'ada pendidikan tingkat lanjutan pertama atau Madrasah tsanawiyah (MTs)

t( :pat 776 madrasah dengan 87. 932 siswa. Sedangkan di tingkat berikutnya

a1 セ。、イ。ウ。ィ@ Aliyah (MA) terdapat 16 madrasah dengan I.881 siswa.6 Jumlah

p1 (ta pendidikan ini merupakan angka yang luar biasa bagi sejarah pendidikan di ltonesia.

fi tahun I 966, pemerintah mengizinkan madrasah swasta berubah statusnya

m l'di madrasah negeri. Maka pada waktu itu jurnlah madrasah negeri kian

b( mbah, dan jumlahnya adalah: 358 MI, I 82 MTs, dan 42 MA yang menjadi

111 セウ。ィ@ negeri.7 Konsekuensinya, manajemen madrasah secara total bergeser

di セ。ウケ。イ。ォ。エ@ ke pemerintah. Meskipun demikian, sekitar 90 persen madrasah

m ) dikelola masyarakat setempat dalam bentuk yayasan.

セ、。@ pemerintahan Orde Baru, tahun I 972 Presiclen Suha1io mengeluarkan

K1 tusan Presiden (Keppres) Nomor 34 Tahun I 972 dan Instruksi Presiden

Vfaksum, op. cit., h. 126

'bid

Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam: Lintasan sejarah pertumbuhan dan perkembangan,

(12)

4

(In s) Nomor 15 Tahun 1974 yang mengatur teknis peyelenggaraan kurikulum ma sah di bawah pengelolaan Menteri Pendiclikan dan Kebudayaan (M likbud) yang sebelumnya dikelola Kementerian Agama.8

fapi kebijakan tersebut mendapat reaksi keras dari kalangan Muslim, karena din セケ。@ sebagai usaha sekulerisme dan menghilangkan madrasah dari sistem

ー・セ@ likan di Indonesia.

セオォ@ menenangkan reaksi tersebut, pemerintah kemudian mengeluarkan kep 1san bersama antara Mendikbud, Menteri Agama (Menag) clan Menteri Dal Negeri (Mendagri). Isinya, mengembalikan status pengelolaan kurikulum mac iah di bawah Menteri Agama, tetapi hams memasukkan kurikulum umum yan 1udah ditentukan pemerintah walaupun kurikulum yang diterapkan pada mac lah ini bersifat sentralistik.

ibatnya, segenap variabilitas yang lahir dari budaya lokal diabaikan. Oto 1s pendidikan juga mengabaikan berbagai persepsi serta preferensi yang hid1 セゥ@ luar dirinya. Tidak heran kalau peran masyarakat sebagai bagian dari kon has pendidikan makin lama semakin menghilang.

ibeda dengan pesantren yang barn diakui sebagai bagian dari sistem pen ikan dalam UU No. 20 tahun 2003, secara legal, madrasah sudah teri1 &rasi dalam sistem pendidikan nasional sejak diberlakukannya Undang-Unc セ@ (UU) Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistern Pendidikan Nasional.9

:lnai Aricf, op. cit., h. 62

(13)

5

agaknya yang menjadikan perkembangan madrasah berlangsung cepat.

Pad ingkat pendidikan dasar sistem pendidikan rnadrasah didominasi oleh

swa Padahal, jumlah SD swasta yang dikelola Departemen Pendidikan

Nas al (Depdiknas) hanya enam persen. Sementara di dngkat lanjutan pertama,

sek( l swasta hanya 46 persen. Angka ini menjadi bukti bahwa peran

ュ。セ@ '<tkat di madrasah sebenarnya masih sangat besar. Namun, masyarakat tidak

rne1 ki kebebasan untuk mengelola dengan caranya sendiri, karena hampir

se1r hal yang berkaitan dengan pendidikan sudah ditentukan oleh pemegang

oto1 ; pendidikan.

rus diakui bahwa jika pemerintah ingin menyukseskan wajib belajar

seIT an tahun, maka peran madrasah swasta tidak bisa dikesampingkan begitu

saji aat ini, 15 persen lembaga penyelenggara pendidikan dengan kurikulum

umi adalah madrasah dan sekitar 91, I persennya dikelola swasta.10

tivitas pendidikan di madrasah tidak lagi terbatas pada bidang-bidang ilmu

kea naan seperti fiqh, tasawuf, tafsir dan akhlak, melai.nkan juga ii mu-ii mu lain

yar ocok dengan kebutuhan dunia modern seperti matematika, fisika, biolologi,

bat , inggris dan lain sebagainya. 11

'bid., h. 63

fluad Jabali dan Jamhari, IAIN: Modernisasi Islam di lndcnesia,(Jakarta: Logos Wacana

(14)

6

セゥM。ョァォ。エ@ dari uraian tersebut di atas, maka penul is tertarik untuk melakukan

pe1 tian yang berkaitan dengan perkembangan madrasah di Indonesia melalui skr

i

dengan judul "Kontinuitas dan Perkembangan Madrasah di Era

Ke )'dekaan Sampai dengan Orde Barn".

B. lde1 llrnsi Masalah

\·bicara mengenai perkembangan madrasah di Indonesia, tentunya tak lepas dari セェ。イ。ィ@ lahirnya madrasah yang mendapat pengarnh dari gerakan para pen ham Islam di luar negeri dan keinginan masyarakat muslim pribumi untuk mer ikan sekolah yang dapat mengakses ilmu-ilmu agama dalam mer 1tisipasi pengarnh pendidikan kolonial yang sekuler. Sehingga hal tersebut <lap: iidentifikasikan sebagai berikut:

I. :aimana latar belakang lahirnya madrasah di Nusantara?

2. :aimana respon penduduk pribumi yang sudah menerapkan pendidikan In tradisional (pesantren) terhadap lahirnya madrar,ah yang umumnya tidak

ya memasukan mata pelajaran agama dalam kurikulumnya? 3. aimana keadaan madrasah pada masa penjajahan Belanda? 4. aimana perkembangan madrasah pada masa penjajahan Jepang?

5. I aimana kontinuitas dan perkembangan madrasah pada era kemerdekaan,

c セャ。ュ。@ dan Orde Baru?

(15)

7

7. !gaimana status madrasah yang ditetapkan oleh pemerintah pada masa Orde ma dan Orde Barn?

8. gaimana kebijakan pemerintahan Orde Ban.1 terhadap eksistensi darasah?

9. 5aimana sistem pengajaran madrasah pada kedua orde tersebut?

C. Pem :asan dan Perumnsan Masalah

1. P hatasan Masalah

·1gingat luasnya perrnasalahan yang berkaitan dengan kontinuitas dan perk bangan rnadrasah di Indonesia, maka penelitian ini hanya dibatasi pada mas< 1 yang menyangkut perkembangan madrasah sejak era kemerdekaan samr. dengan Orde Barn.

Selar pemt a. B k1 b. B es c. Bi

nya, agar pembahasan tidak terlalu meluas dan supaya Iebih terarah dalam tsan skripsi ini, penulis membatasi permasalahan sebagai berikut:

oimana perkembangan madrasah pada dua periode ditinjau dari segi '1stensitasnya.

imana kontinuitas perkembangan madrasah ditinjau dari seg1 nilai ialnya.

imana status madrasah yang ditetapkan oleh pemerintahan pada kedua or· ersebut.

(16)

8

2. Pei rnsan Masalah

>ari pembatasan tersebut, penulis rumuskan masalah yang dibahas sebagai

bE llt:

a. agaimana dinamika perkembangan madrasah sejak era Kemerdekaan (Orde :irna) sampai dengan Orde Baru?

b. agaimana kontinuitas dan perkembangan madrasah sejak era kemerdekaan >rde Lama) sampai dengan Orde Baru?

D. Tu. n dan Manfaat Penelitian

I. 'nulis ingin mendeskripsikan bagaimana perkembangan madrasah pada isa kemerdekaan.

2. nulis ingin mengetahui bagaimana kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan :h pemerintah terhadap eksistensi madrasah.

3. nulis ingin menganalisis kontinuitas perkembangan madrasah dari segi nsistensitas, nilai-nilai esensial dan kurikulum pada kedua periode tersebut.

E. Met セ@ Penelitian

lam penulisan skripsi ini yang menjadi satuan bahasan adalah kontinuitas ma< ;ah sejak era kemerdekaan sampai dengan Orde Barn.

(17)

9

pus a berupa buku-buku yang relevan dengan masalah yang dibahas, yaitu den cara mengumpulkan, menyeleksi, membaca, mengklasifikasikan dan mer skripsikan.

hber utama penulis gunakan sebagai data pnrner yaitu buku karangan Kan

A.

Steenbrink yang berjudul Pesantren, Madrasah, Sekolah dan buku karn セョ@ Maksum yang berjudul Madrasah: Sejarah dan Perkembangannya.

•agai data sekunder adalah buku karya Zuhairini dkk yang berjudul Sejarah Pem ikan Islam, karya Drs. Hasbullah yang berjudul Sejarah Pendidikan Islam di l 'nesia: Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangannya, karya A. Mal: 'lajar yang berjudul Madrasah dan Tantangan Modernitas, karya Hanun Asr<

ti

yang berjudul Sejarah Pendidikan Islam, serta buku-buku atau sumber-sum' lain yang relevan dengan pembahasan.

men, a.

c s

b. F

c

i data-data yang telah dideskripsikan dengan disertai interpretasi, penulis

1alisa secara kualitatif dengan menggunakan metocle :

lktif, yaitu pemikiran yang berangkat dari fakta atau arti yang kemudian ifakta atau arti tersebut ditarik generalisasi-generalisasi yang mempunyai :-sifat umum. 12

nparatif, yaitu dengan menganalisa data-data yang sudah terkumpul untuk .tahui mana yang lebih akurat ditinjau dari segi sumber atau landasan ikirannya, atau untuk dikompromikan. 13

trisno Hadi, Metodologi Reaseach, (Yogyakarta: Andi Offsc1, 1997), Cet. ke-19, h. 42

(18)

10

!engan demikian tipe yang digunakan dalam pembahasan skripsi ini adalah pi 1ahasan deskripsi-analisis dengan menggunakan analisa data kualitatif, se !gkan pengkajiannya menggunakan metode induktif-komparatif.

bknik penulisan skripsi ini berpedoman pada buku pedoman penulisan sk ii, tesis dan disertasi yang diterbitkan oleh UIN Jakarta Press cetakan kedua tal 2002.

F. Sis1 !atika Penulisan

セュ「。ィ。ウ。ョ@ dalam skripsi ini disusun dalam lima bab, dalam tiap bab

ter fat sub bab sesuai dengan urutan permasalahan yang akan dibicarakan. Ac sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

B,I PENDAHULUAN

BA

Terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.

POTRET MADRASAH DI ERA KEMERDEKAAN DAN ORDELAMA

(19)

Bl III

BA IV

BA I

I I

POTRET MADRAS AH DI MASA ORDE BARU

Meliputi Madrasah di masa awal Orde Baru, Surat Keputusan

Bersama (SKB) tiga Menteri clan Implementasinya pada

Madrasah, berdirinya Madrasah Aliyah Program Khusus

(MAPK), integrasi Madrasah kedalam Sistem Pendidikan

Nasional.

DINAMIKA PERKEMBANGAN DAN KONTINUITAS

MADRASAH PADA ERA KEMERDEKAAN SAMPAI

ORDEBARU

Yang berisi tentang Dinamika Perkembangan Madrasah di era

Kemerdekaan sampa1 dengan Orde Baru dan Kontinuitas

Perkembangan Madrasah dari era Kemerdekaan sampai Orde

Baru

PENUTUP

(20)

BAB II

I rRET MADRASAH DI ERA KEMERDEKAAJll DAN ORDE LAMA

A. B· frinya Departemen Agama dan kontribnsinya terhadap madrasah

l セ・イ、ゥイゥョケ。@ Departemen Agama

It\

h.

Kemerdekaan Indonesia yang dapat diperjuangkan mernberikan dampak

ang sangat besar bagi pembangunan nasional Indonesia. Kesempatan itu

:ipergunakan oleh para tokoh nasional untuk membangun bangsa Indonesia di

セァ。ャ。@ bidang. Suatu realitas pula bahwa kemerdekaan melahirkan

ementerian (sekarang bernarna departemen).1 Sebagai realisasi dari agama

pbagai fondasi dalam membangun bangsa dan negara pada tanggal 3 Januari

D46 dibentuk Departemen Agama, yang juga mengurusi penyelenggaraan

endidikan agarna di sekolah umum dan mengurusi sekolah-sekolah agama

pperti madrasah dan pondok pesantren.2

Sebelum terbentuknya kementerian ini, ada pembahasan mengenai apakah

ementerian ini akan dinamakan Kementerian Agama lslam ataukah

:ementerian Agama. Akhirnya diputuskan menjadi Kementerian Agarna,

mg pertama-tarna mempunyai tiga seksi dan kemudian empat seksi,

masing-:asing untuk kaum Muslimin, urnat Protestan, umat Katolik Roma dan umat

Jndu-Budha. Karena ia tidak mengatur hanya satu agama, tetapi lima agama

A. Malik Fadjar, Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Fajar Dunia, 1999), Cet. Ke-I,

(21)

13

[ng diakui di Indonesia, maka pemimpin politik Indonesia mengatakan

lhwa Indonesia bukanlah negara sekuler dan bukan juga negara agama. 3

セウ。イ@ pertama dari Pancasila, adalah "Ketuhanan Yang Maha Esa", dengan

bnikian adanya Departemen Agama dapat dibenarkan karena sesuai dengan

a ini.

Selain departemen Agama, terbentuk pula departemen Pendidikan

rgajaran dan Kebudayaan. Ketika Mr. R. Suwandi menjadi Menteri PP dan

(2 Oktober 1946-27 Juni 1947), beliau membentuk panitia penyelidik

hgajaran Republik Indonesia yang diketuai oleh Ki Hajar Dewantara,

ilitia ini merekomendasikan mengenai sekolah-sekolah agama, dalam

1orannya tanggal 2 Juni 1946 yang berbunyi: "Bahwa penga1aran yang

j·sifat pondok pesantren dan madrasah perlu untuk dipe1tinggi dan

riodernisasi serta diberikan bantuan bi a ya dan lain-· lain. 4

Rekomendasi tersebut menunjukan perhatian pemerintahan Orde Lama

hadap madrasah yang dalam ha! ini adalah departemen Agama dan

\artemen PP dan K. Namun 、。エ。セ@ kenyataannya madrasah belum

indapat pengakuan secara formal di era ini karena pemerintah justeru

:ngadopsi sistem pendidikan kolonial yang dinilai lebih baik dalam

)gaturan manajemannya.

!actri Yatim, Sejarah Perndnban Is/nm Dirnsah Jslnmiyah JI, (Jaknrta: RajaGrafindo

Pers 2000), Cet. ke-10, h. 307

pdul Rachman Shaleh, Penye!enggnraan Madrnsah Pernturnn Perundangan, (Jakarta:

(22)

14

2. セッョエイゥ「ョウゥ@ Departemen Agama terhadap madrasah

Dalam bidang pendidikan Islam, orientasi Departeman Agama be1tumpu

ada aspirasi umat Islam agar pendidikan agama diajarkan di sekolah-sekolah,

isamping pada pengembangan madrasah itu sendiri. Lebih spesifik, usaha ini

:tangani oleh satu bagian khusus yang mengurusi masalah pendidikan

セ。ュ。N@ Dalam salah satu nota Islamic Education in Indonesia yang· disusun

eh bagian pendidikan Depaitemen Agama pada tanggal I September 1956

sebutkan bahwa tugas bagian pendidikan di lingkungan Departemen Agama

t meliputi (I) Memberi pengajaran agama di sekolah negeri dan partikulir

) memberi pengetahuan umum di madrasah clan (3) Mengadakan Pendidikan

;iru Agama (PGA) clan Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN). 5

Dengan tugas-tugas seperti digambarkan diatas, Departemen Agama dapat

catakan sebagai representasi umat Islam dalam memperjuangkan

nyelenggaraan pendidikan Islam secara lebih luas di Indonesia. Dalam

itannya dengan perkembangan madrasah, Departemen Agama menjadi

:!alan yang secara politis dapat mengangkat posisi madrasah sehingga

:mperoleh perhatian yang terus menerus di kalangan pengambil kebijakan.

samping melanjukan usaha-usaha yang sudah dirintis oleh sejumlah tokoh

1erti Abdullah Ahmad, Rangkayo Rahmah el-Yunusiyah, Zaenuddin Labay,

hmad Dahlan, Hasyim Asy'ari clan Mahmud Yunus, Depertemen Agama

aksum, Madrasah Sejarah Perkembangannya, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), Cet.

ke-1 123, lihat juga Karel A. Steenbrink, Pesantren, Madrasah, Seka/ah, (Jakarta: LP3ES,

(23)

15

:ecara lebih tajam mengembangkan progam-progam perluasan dan )eningkatan mutu madrasah.6

Disebabkan semakin besarnya tugas penanganan masalah pendidikan llam, maka bagi pendidikan pada Departemen Agama dikembangkan ienjadi Jawatan Pendidikan Agama pada tahun 1950. Badan ini memiliki eran yang sangat penting dan strategis di lingkungan Departemen Agama lengingat tugas pengembangan pendidikan merupakan Jahan garapan yang lngat luas dan menantang.

(24)

16

セ・「。ゥォ。ョ@ dan kekurangan rencana ini (kebijakan Arifin Tamyang)

:nyataanlah nanti akan membuktikan". 7 Maksudnya biarlah masyarakat yang

セョゥャ。ゥ@ mengenai kelebihan dan kekurangan kebijakan tersebut.

B. Pei tian Pemerintahan Orde Lama terhadap Madrasah

esadaran perlunya mengembangkan orientasi ma.drasah yang menyangkut

nu ah-masalah sosial, politik dan ekonomi pada akhirnya juga muncul di

lea $an kaum muslimin, baik pergumulan langsung dengan pribumi yang

ter セェ。イ@ ala Belanda maupun karena pertemuan dengan pemikiran dan gerakan

me rn muslim di Timur Tengah. Hal ini mempengamhi juga dilakukannya

pe1 lsuaian-penyesuaian madrasah dalam hal kurikulum dan bentuk-bentuk

(k( !1bagaan) dan sistem pengajaran.8

セエオォ@ memmuskan kebijakan pendidikan yang dibentuk pada akhir tahun

19· µalam laporannya mengenai bentuk pendidikan Islam yang lama dan barn, dir lakan: "madrasah dan pesantren-pesantren yang pada hakekatnya adalah

sat llat sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata, yang sudah berurat

'

ak1 /alam masyarakat Indonesia umumnya, hendaknya pula mendapat perhatian

da1 mtuan materil dari pernerintah" karena Jembaga pendidikan ini rnemberikan

pe1 iikan agama, maka ia dimasukkan dalam Departemen Agama. 9

セ。ィュオ、@ Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Mutiara Sumber Widya, l 9S Cet ke-4, h. 365

1aksmn, op. cit., h. 122

(25)

17

tsyarakat menyambut baik kebijakan pemerintah Orde Lama yang akan

me orikan fasilitas dan sumbangan materiil terhadap lembaga-lembaga

ー・セ@ ikan Islam, termasuk madrasah. Masyarakat menganggap kebijakan

ten 1t sebagai angin segar untuk mengembangkan pendidikan Islam di

Ind sia, setelah beberapa waktu sebelumnya sempat dikucilkan oleh

pen ntah Belanda.

:iijakan tersebut merupakan awal dari bangkitnya pendidikan Islam secara

umt baik yang bersifat kelembagaan seperti sekolah-sekolah agama atau non

lem: a, seperti Ianggar atau surau tempat mengaji, dan sangat dirasakan dampak

posi 1ya bagi perkembangan madrasah di tanah air.

ウ。ョセ@

Aga

Islar

agar

send

エョ。ウセ@

bagi:

1. ]I

2. ]I

3. ]I

r-\(

kembangan madrasah pada masa Orde Lama, sejak awal kemerdekaan,

terkait dengan peran pemerintah yang dalam ha! ini adalah Departemen

Lembaga inilah yang secara intensif memperjuangkan politik pendidikan

i

Indonesia. Orientasi usaha Departemen Agama dalam bidang pendidikan

liajarkan di sekolah-sekolah, disamping pada pengembangan madrasah itu

Secara spesifik usaha ini ditangani oleh satuan khusus yang mengurusi

I pendidikan agama. Dalam salah satu dokumen disebutkan bahwa tugas

)endidikan di Iingkungan Departemen Agama itu meliputi:

nberi pelajaran agama di sekolah-sekolah negeri dan partikulir. nberi pengetahuan umum di madrasah, dan

gadakan Pendidikan Guru Agama (PGA) dan Pendidikan Hakim Islam eri (PHIN).10

(26)

18

esempatan tersebut digunakan oleh masyarakat muslim Indonesia untuk

im

rikan lembaga-lembaga pendidikan Islam sepe1ii yang diungkap oleh Prof H. thmud Yunus dalam bukunya Sejarah Pendidikan Islam di Jndonesia.11 Satu

sur :r mengatakan bahwa sampai pertengahan dekade 60-an, madrasah sudah

ter セイ@ di berbagai daerah bahkan hampir di seluruh propinsi di Indonesia.

Di! >rkan bahwa jumlah madrasah tingkat rendah atau madrasah Ibtidaiyah

pa( masa itu sudah mencapai 13.057 buah. Laporan yang sama juga

me :butkan jumlah madrasah Tsanawiyah yang sudah mencapai 776 buah.

Ad ln jumlah madrasah Aliyah pada saat tersebut mencapai 16 madrasah.12 Hal

1111 rupakan prestasi yang amat menggembirakan dalam dunia pendidikan Islam

di 1 ara kita.

rkembangan madrasah yang cukup menonjol pada masa Orde Lama salah

sat a adalah dengan didirikan dan dikembangkannya Pendidikan Guru Agama

(P( 1 dan Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN). Kedua madrasah ini

me 1dai perkembangan yang sangat penting dimana madrasah dimaksudkan

me talc tenaga-tenaga profesional keagam,aan, di :;amping mempersiapkan

ten .-·tenaga yang siap mengembangkan madrasah. Khusus mengenai PGA,

aki •a memang sudah dimulai sejak masa sebelum ke:merdekaan khususnya di

wil :h Minangkabau, tetapi dengan pendirian PGA oleh pemerintah Orde Lama,

l.J. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta : Mutiara Sumber

Wi< , Cet. ke-2, h. 394

(27)

19

kel l!tan madrasah di Indonesia mendapat jaminan yang lebih strategis.13 PGA

me iasilkan guru-guru agama yang secara praktis dikemudian hari menjadi

mo bagi penyelenggaraan dan pengelolaan pendiclikan madrasah.

rkembangan PGA pada masa Orde Lama merupakan program Daparteman

Ag ll. yang ditangani oleh Drs. Abdullah Sigit sebagai penanggung jawab

baf : pendidikan pada tahun 1950, bagian itu membuka dua lembaga pendidikan

yar lapat clikatakan sebagai madrasah profesional keguruan : (!) Sekolah Guru

Ag セ@ Islam (SGAI) dan (2) Sekolah Guru Hakim Agama Islam (SGHAI). SG terdiri dari dua jenjang : (a) Jenjang jangka panjang yang ditempuh selama

Jim セィオョ@ dan diperuntukan bagi siswa tamata SR I MI, dan (b) Jenjang jangka

per セ@ yang ditempuh selama dua tahun dan diperuntukan bagi tamatan SMP/

Ma isah Tsanawiyah. Sedangkan SGHAI ditempuh selama empat tahun dan

clip ntukan bagi tamatan SMP I MTs. SGHAI memiliki empat bagian : (a)

bai la mencetak guru kesusastraan, (b) bagian b mencetak guru ilmu alam /ilmu

pm .(c) bagian c mencetak guru agama, dan (d) bagian d mencetak tenaga

pet .:lilan agama. 14 Maka dapat dikatakan bahwa mencetak guru agama

me akan agenda besar Pemerintah Orde Lama dalam upaya mengembangkan

ma

salt
(28)

20

ulanya, kedua model madrasah di atas hanya didirikan di beberapa kota di

Ja\ Kemudian didirikan pula di sejumlah daerah di luar Jawa, setelah dilakukan

pe1 than nama dari SGAl manjadi PGA dan SGHAl manjadi SGHA. Laporan

Mz ud Yunus menunjukan bahwa pada tahun 1951 PGA didirikan di Tanjung

Pir セG@ Kotaraja, Padang, Banjarmasin, Jakarta, Taitjung Karang, Bandung dan

Pai :asan. Pada tahun yang sama didirikan juga SGHA di Aceh, Bukit Tinggi

dar mdung. Kedua madrasah itu telah melahirkan guru-guru dalam jumlah yang

cul< banyak. Untuk pembinaan dan pengembangannya mereka berhimpun

dal: satu wadah Persatuan Pendidikan Guru-Guru Agama Seluruh Indonesia.

Cik bakal wadah ini sudah dimulai sejak masa sebelum Kemerdekaan oleh

tok· tokoh penting di Minangkabau.

mgaimana telah dikemukakan, bahwa salah satu dari pencapaian yang

me1 jol dari pembinanan madrasah pada masa Orde Lama adalah

pen 1bangan yang intensif terhadap madrasah kegurnan, baik dalam bentuk

Pen ikan Guru Agama maupun sekolah Gurn Hakim Agama. Adapun dalam

pen. 1bangan madrasah pada umumnya, カセイゥ。ウゥ@ kurikulum antar berbagai

perl lpulan masih nampak meskipun sudah mulai diarahkan pada perjenjangan

yan: esuai dengan perjenjangan sekolah. Meskipun belum maksimal, tetapi

perl· ,bangan madrasah pada masa Orde Lama memberikan sumbangan yang

cuk1 penting bagi perkembangan madrasah pada masa berikutnya.

Perl 1bangan jumlah PGA pada tahun 1951 mencapai 25 buah, dan pada 1954

(29)

21

tel: di cetak sehingga dapat mendukung pendidikan dan pengembangan

m2 .sah dan Pendidikan Agama di Indonesia. Bahkan tidak sedikit diantara

m< :a kemudian menjadi pejabat Departemen Agama.

C. Ma tsah \Vajib Belajar

llam rangka memperkukuh eksistensi madrasah sebagai komponen

pe1 likan nasional, artinya diakui sebagai penyelenggara kewajiban belajar,

set timana tercantum dalam Undang-undang pokok pendidikan dan pengajaran

No r 4 tahun 1950, pada pasal 10 ayat (2) dinyatakan bahwa belajar di

sekolah-ウ・セ@ h agama yang telah mendapat pengakuan dari menteri agama dianggap

teh memenuhi kewajiban belajar.15 Untuk itu, p·emerintah menggariskan

kel ksanaan bahwa madrasah yang diakui dan memenuhi syarat untuk

me セャ・ョァァ。イ。ォ。ョ@ kewajiban belajar, harus terdaftar pada kementerian agama,

cle1 11 syarat madrasah yang bersangkutan harus memberikan pelajaran agama

set

ti

mata pelajaran pokok paling seclikit 6 jam seminggu, secara teratur

dis セゥョァ@ mata pelajaran umum.

セー。イエ・ュ・ョ@ Agama, dalam rangka melaksanakan program pengembangan

ma sah sebagai pelaksana kewajiban belajar, memperkenalkan maclrasah wajib

bel t· (MWB) pacla beberapa tempat pada 1958.16 Maclrasah Wajib Belajar dir sudkan sebagai usaha awal untuk memberikan bantuan dan pembinaan

)epag RI .• Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Dirjen Binbaga, 1986), h. 77

Mulyanto Sumardi, Sejarah Singkat Pendidikan Islam di Indonesia 1945-1975, (Jakarta:

(30)

22

ma sah dalam rangka penyeragarnan rnateri kurikulum dan sistem

pe1 lenggaraannya dengan Madrasah Ibtidaiyah yang diselenggarakan oleh

ma rnkat.

セ、・ャ@ Madrasah Wajib Belajar dapat dipandang sebagai salah satu tonggak

per hbangan dan pernbaharuan madrasah di Indonesia, yang rnerupakan

kor

セオウゥ@

pemerintah Orde Lama. 17 Diidea1isasikan bahwa kurikulum MWB

me ;rnbangkan tiga perkernbangan yaitu: perkernbangan otak atau akal,

per hbangan hati atau perasaan dan perkembangan tangan atau keterampilan.

Ad: 11 pengorganisasian dan struktur kurikulum se1ia sistem penyelenggaraan

Ma $ah Wajib Belajar cliatur sebagai berikut:18

l. ;VB adalah tanggung jawab pemerintah baik mengenai guru-guru, alat-alat, upun buku-buku pelajaran, apabila madrasah memenuhi persyaratan yang bntukan untuk dijadikan madrasah wajib belajar.

2. lricl-murid yang belajar di MWB antara 6 sampai 14 tahun. Adapun tujuan

ivB

adalah untuk mempersiapkan mutu murid untuk dapat hidup mancliri :1 mencari nafkah, terutama dalam Japangan ekonomi, industrialisasi clan r1smigrasi.

3. !na belajar pada MWB ad a I ah 8 tahun

4. 'ajaran yang diberikan pada MWB terdiri dari kelompok studi : pelajaran Ima, pengetahuan umum clan keterampilan clan kerajinan tangan.

5. :1nposisi jam pelajaran adalah 25 % pelajaran a.gama, sedangkan 75 % !uk pengetahuan umum dan keterampilan'atau kerajinan tangan.

1aksum, op. cit,. h. 140

(31)

23

セ、。ーオョ@ materi dan sistem penyelenggaraan pendidikan MWB diatur sebagai

'enentuan rencana pelajaran agama menjadi hak dan kewajiban orgamsas1 tau lembaga penyelenggara madrasah sehingga organisasi atau lembaga !enyelenggara madrasah rnernpunyai kebebasan untuk rnengatur isi materi ian rnetode serta sistern pendidikannya termasuk pelajaran agama yang

iajarkan.

2. )epartemen Agama hanya berkewajiban memberikan petunjuk umum dalam pngaturan penyelenggaraan pendidikan dan pelajaran agama seperti berikut:

Murid-murid harus menghatamkan bacaan al-qur'an dengan baik selama belajar.

Mengajarkan membaca dan menulis huruf Arab, yang dimulai dengan kelas III.

Pelajaran bahasa Arab diberikan sejak kelas V

Disamping ibadah biasa hendaknya murid-murid dibiasakan mengerjakan berbagai ibadah sosial, seperti membersihkan halaman, masjid, pengumpulan derrna, menolong kesengsaraan umum dan lain-lain. 19 fmumnya masyarakat berpendapat bahwa MWB kurang memertuhi fu linya sebagai lembaga pendidikan agarna Islam, karena kurangnya prosentase pi idikan dan pelajaran agama yang diberikan yaitu hanya 25 % dari seluruh m pelajaran yang diajarkan. 20 Sehingga masyarakat kurang menaruh simpati

te clap program MWB ini. Disamping ha! tersebut, MWB juga menghadapi

Hamm Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), Cet. kc-I,

h.

Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta : RajaGrafindo Pcrsada, 1995),

(32)

24

ke: la yang berpengaruh terhadap kelangsungan madrasah model MWB, seperti ke: 1atasan sarana, peralatan dan guru-guru yang disiapkan, serta kekurang tar 1pan masyarakat dan pihak penyelenggara. Hal lain yang menjadi ganjalan ba1 penyelenggara MWB adalah kesulitan dalam menerapkan ketentuan-ke1 uan penyelenggara pendidikan pelajaran agama yang disyaratkan. 21 Oleh kar : itu, penyelenggaraan MWB tidak dapat berjalan sesuai dengan yang dih pkan.

セョ。イゥォョケ。L@ kegagalan tersebut justeru mendorong pemerintah mendirikan

ma sah-madrasah negen secara Iengkap dan terperinci, baik dalam per jangan maupun materi kurikulum clan sistem penyelenggaraannya. Ke1 uan materi kurikulum adalah 30 % untuk pelajaran agama dan 70 % untuk ma1 pengetahuan umum. Tujuan pendiclikan madrasah-madrasah negeri aclalah

unt menjadi model clan standar clalam rangka memberikan ketentuan secara lebi kongkrit bagi penyelenggara madrasah. Pihak-pihak penyelenggara mai ;ah diharapkan dapat mencontoh dan mempedomani ketentuan-ketentuan pen enggaraan madrasah clan clengan demikian diharapkan akan tercapai kes :;aman mutu dan kualitas madrasah. Selain itu diharapkan madrasah-ma< :ah negeri dapat menjadi koordinator clalam pelaksanaan evaluasi se1ta pen taan terhadap madrasah-madrasah swasta di sekitarnya. 22

(33)

·, •,

25

lapun sistem penyelenggaraan, penJeniangan clan kurikulum pengetahuan

ag< c clan umum pacla madrasah-madrasah negeri, disamakan dengan

sekolah-sei .h umum yang berada di bawah pembinaan Departemen Pendidikan clan

Ke \ayaan, dengan penjenjangan sebagai berikut:

I. tdrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN), madrasah tingkat dasar yang setingkat 1gan SDN dengan lama belajar 6 tahun.

2. tdrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN), dengan lama belajar 3 tahun yang ingkat dengan Sekolah Menengah Pertama.

3. tdrasah Aliyah Negeri (MAN), madrasah tingkat atas dengan lama belajar 3 .un yang setingkat dengan Sekolah Menengah Umum. 23

ngan demikian, kegagalan Madrasah Wajib Belajar (MWB) ticlak

me1 ikan kelangsungan madrasah bahkan kegagalan tersebut justeru membuat

pen ntah mengeluarkan kebijakan baru dengan mendirikan madrasah-madrasah

neg yang dapat menyeragamkan mutu dan kualitas madrasah sehingga

keb :an tersebut dapat memperkukuh eksistensi madrasah pada akhir era Orde

Lan

(34)

BAB III

POTRET MADRASAH DI ERA ORDE: BARU

A. Mi nsah di Masa Awai Orde Baru

1da masa awal pemerintahan Orde Baru, kebija.kan dalam beberapa ha!

m1 enai madrasah bersifat melanjutkan clan memperkuat kebijakan Orde Lama.

Pa tahap ini madrasah belum dipandang sebagai bagian dari sistem pendidikan

se1 l nasional, tetapi merupakan Iembaga pendidikan otonom di bawah

pe ;wasan Menteri Agama.

al ini disebabkan karena kenyataan bahwa sistem pendidikan madrasah Iebih

di1 iinasi oleh muatan-muatan agama, menggunakan kurikulum yang belum

tel ndar, memiliki struktur yang tidak seragam dan memberlakukan manajemen

ya /curang dapat dikontrol oleh pemerintah. 1 Menghadapi kenyataan ini, maka

la1 ah pertama dalam pembaharuan pendidikan madrasah adalah melakukan

fo tlisasi dan strukturisasi madrasah.

:mnalisasi ditempuh dengan menegerikan sejumlah madrasah dengan kriteria

'

te1 tu yang diatur oleh pemerintah, disamping mendirikan madrasah-madrasah

ne i yang baru. Sedangkan strukturisasi dilakukan dengan mengatur

pe njangan dan perumusan kurikulum yang cenderung sama dengan

V!aksum, Madrasah: Sejarah dan Perkembangamiva, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999),

(35)

\ -,

27

pe1 ijangan dan kurikulum sekolah-sekolah di bawah Departemen Pendidikan

dar ebudayaan.

B. Sm Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri dan Implementasinya pada

M2 1sah

·anan dan kontribusi madrasah sangat signifikan ha! ini ditandai dengan

JUIT madrasah yang cukup banyak. Sampai pertengahan dekade 60-an jumlah

ma( 1ah sudah mencapai 13.849 denganjumlah murid sebanyak 2.017.590.2

>agai konsekuensi semua itu, pemerintah memberikan perhatian serius

terh 1p pelaksanaan pendidikan agama. Setelah Indonesia merdeka, lembaga

pen ikan Islam yang sudah berlangsung di masyarakat tidak dihapus, tetap

dija a.n bagian dari sistem pendidikan nasional, termasuk pendidikan Islam.

Den 1 demikian, pendidikan Islam yang terpikirkan eksistensinya dari sistem

pern kan kolonial Belanda, mendapat angin segar dalam pemerintahan

Indc ;ia. Penanganan pendidikan agama diserahkan kepada Departemen Agama,

sed2 can pembangunan sistem pendidikan nasional ditangani oleh Depaitemen

Pern kan dan Kebudayaan.

1isahan pengelolaan tersebut berakibat pada terciptanya dualisme

penc kan di Indonesia. Di satu pihak pendidikan umum yang ditangani oleh

Dep: men Pendidikan dan Kebudayaan untuk melaksanakan rencana

2

1992:

lunud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Mutiara Sumber Widya,

(36)

28

per likan nasional tidak mengenal pendidikan agama, di lain pihak pendidikan

Ish tidak menerima pengetahuan umum. Pesantren dan Madrasah yang meski

teli :linyatakan menjadi modal dan sumber pendididkan nasional pos1smya

ma: jauh dari sistem.

masyarakat muncul kesan bahwa sekolah agama belum memainkan

per. nnya dalam sistem pendidikan nasional. Bagi pihak Departemen Agama

sist Madrasah dianggap sebagai sumbangan kepada Bangsa baik menurut

tun in zaman modern maupun menurut Islam meskipun ada kesan bahwa mata

pell an umum belum diajarkan secara optimal. Sementara itu, dikalangan

De1 emen Pendidikan dan Kebudayaan sistem Madrasah sering tidak dihargai

seb

l

sumbangan besar terhadap sistem pendidikan nasional. Pengakuan format

han dipandang sebagai konsesi kepada umat Islam saja. Kemudian, keluarlah

Unc g-undang tahun 1950 yang sangat menguntungkan bagi Departemen

Agi l, khususnya umat Islam, di mana pada Pasal 10 dinyatakan bahwa "Bel ajar

di s !lah agama yang mendapat pengakuan Departemen Agama sudah dianggap

mer luhi kewajiban belajar".3

partemen Agama menyadari bahwa terpisahnya pendidikan Islam dari

pen セiュ。ョ@ akan membawa efek negatif bagi bangsa Indonesia, terutama umat

Isla Jika masyarakat muslim tidak mengenal pengetahuan umum, mereka akan

エ・イセ@ 11 dari pembangunan nasional. Problema tersebut semakin menguat setelah

/_.

asbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Jndone.1fa!;tl,intasa11 SejqraflRertumbuhan dan

(37)

29

ke r Surat Keputusan Bersama (SI<B) antara menteri pendidikan pengajaran da (ebudayaan dan menteri agama yang mengatur pelaksanaan pendidikan ag a pada sekolah-sekolah umum baik negeri maupun swasta, yang berada di ba·

f

asuhan Departemen Agama. SKB tersebut berarti bahwa Departemen Af a diserahi tugas untuk mengelolah semua pendidikan agama baik disekolah-sel rh agama maupun sekolah-sekolah umum, sedangkan Departemen Pe dikan dan Kebudayaan menangani pendidikan pada umumnya dan me lpat kepercayaan untuk melaksanakan sistern pendidikan nasional.

pe1 tid: adi per yar sek per

:kotomi dua rnacam pendidikan tersebut melahirkan corak dualisme

セゥォ。ョ@

di Indonesia keadaan ini sempat diperf:entangkan oleh pihak yang

senang dengan adanya pendidikan agama (golongan Komunis), sehingga lesan seolah-olah pendidikan agama (khususnya Islam), terpisah dari iikan umum. Mereka yang belajar disekolah agama, seolah berbeda dengan }elajar di sekolah umum karena perbedaan kurikulum diantara dua macam ,h tersebut. Kurikulum di sekolah agama terdiri dari 70% agama dan 30% 1ahuan umum, sedangkan di sekolah umum hampir I 00% kurikulurnnya

'

(38)

lembaga-30

lem ii pendidikan agama dan pemerintah mencari pernecahan terus-menerus. Sali :satu pemecahannya adalah memberikan pendidikan tambahan baik pen lhuan umum maupun keterampilan kerja di madrasah-madrasah maupun di pesi ¢n.

mas jugi pen:

セォゥーオョ@ kebijakan kepemimpinan Orde Baru serba mendapat dukungan

セォ。エL@ tidak berarti baik-baik saja untuk urusan pendidikan agama. Pernah

Ja policy pendidikan yang dikeluarkan pemerintah yang terkait dengan

セョァァ。イ。。ョ@

pendidikan agama yang membuat masyarakat resah.4

la tangal 18 April tahun 1972 pemerintah mengeluarkan kebijakan berupa Kef 'san Presiden (Keppres) No. 34 tahun 1972 tentang tanggung jawab fun1 :nal pendidikan dan latihan.5 Salah satu bunyi UU tersebut adalah bahwa Mei (i Pendidikan dan Kebudayaan bertugas dan bertanggungjawab atas peIT 1aan pendidikan umum dan kejuruan. Dua tahun kemudian, Keppres itu dipe セ。ウ@ dengan lnpres No. 15 tahun 1974 sebagai aturan pelaksanaannya. Jika mer ;u kepada ketentuan ini, maka penyelenggaraan pendidikan umum dan keji ln termasuk di dalamnya pendidikan agama, sepenuhnya menjadi berada di bal' itanggung jawab Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Secara implisit

pen iill ini mengharuskan penyerahaan penyelenggaraan madrasah kepada

ken !erian Pendidikan dan Kebudayaan. Fenomena ini menunjukan adanya kete セァ。ョ@ yang cukup keras antara institusi pendidikan agama dengan

!wito dan Fauzan Asy ( ed), Perken1bangan Pendidikan lsla111 di Nusantara, (Bandung :

Ang i, 2005), Cet ke-1, h. 197

(39)

31

pen .kan nasional yang sekaligus mengindikasikan belum eksisnya pendidikan agai sepe1ti halnya pendidikan umum pada masa ini. Bahkan, dengan peraturan ters• t institusi pendidikan Islam terancam gulung tikar.

,tu saja peraturan kontroversial tersebut mengundang reaksi dari segenap umr .Islam yang melihat gejala tidak menguntungkan tersebut. Ummat Islam saat mendesak untuk dilakukan peninjauan ulang terhadap kedua peraturan ters1 t, Untuk mengatasi kekhawatiran dan tuntutan m11111at Islam, Presiden men uarkan petunjuk pelaksanaan yang menyatakan bahwa pembinaan pe111 kan umum adalah tanggung jawab menteri Pendiclikan dan Kebuclayaan, sedi (an tanggung jawab pendidikan agama menjadi tanggung jawab menteri Aga , Selain itu, dalam petunjuk pelaksanaan tersebut juga disebutkan bahwa untl helaksanakan Keppres No. 34 tahun 1972 dan lnpres NO. 15 tahun 1974 dipe <an ada ke1ja sama yang sebaik-baiknya antara Departemen Pendidikan dan Judayaan, Departemen dalam Negeri clan Departemen Agama.

(40)

32

24 aret 1975 ditetapkan mengenai peningkatan mutu pendidikan pada ma1 ;ah, juga menetapkan :

I. iah madrasah dapat mempunyai nilai yang sama dengan nilai ijazah .blah umum yang setingkat.

2. :usan madrasah dapat melanjutkan ke sekolah umum setingkat lebih atas 3. usan madrasah dapat pindah ke sekolah-sekolah umum setingkat mulai

i dasar sampai ke Perguruan Tinggi.

lgan demikian sejak 24 Maret 1975 madrasah kita memperoleh dasar Juri yang agak mantap yaitu dengan lahirnya Keputusan Bersama Tiga Menteri cq. !nteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Menteri Dalam Neg No. 6 tahun 1975, No. 037/U/ 1975 dan No. 36 tahun 1975.6

at Keputusan Bersama Tiga Menteri tersebut dimaksudkan agar tingkat pel1 m umum di madrasah mencapai mutu yang sama dengan mutu mata peli m umum di sekolah umum yang setingkat. Berdasarkan SKB tersebut, pele 'lll umum di madrasah yang semula hanya 30 % ditingkatkan menjadi 70%. Dal: · SKB juga dirumuskan mengenai batas dan penjenjangan madrasah. Ade i penjenjangan madrasah meliputi:

a.

tv

rasah lbtidaiyah b. l\ rasah Tsanawiyah c.

rv

rasah Aliyah
(41)

33

flk merealisir SKB tersebut, Depmtemen Agama melakukan pene1tiban,

pen; 1gaman dan penyamaan penjenjangan pada madrasah-madrasah dengan

Jang 1-langkah:

a. 1ciutkan jumlah PGAN dan mengubah status sebagian besar PGAN

ebut menjadi Madrasah Tsanawiyah atau Aliyah Negeri.

b. agubah status sekolah persiapan IAIN, menjadi Madrasah Aliah Negeri.

c. セMpga@ yang diselenggarakan oleh pihak swasta, juga harus dirubah

itsnya menjadi madrasah Tsanawiyah atau Madrasah Aliyah.

tin mengadakan penataan tehadap penjenjangan madrasah, untuk

mer• :Sir kesepakatan dalam Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri,

Dep 1men Agama mengeluarkan kurikulum baru pada tahun 1976 yang menjadi

kuri Llm standar.

Kurikulum tersebut dilengkapi dengan pedoman dan aturan

pen; inggaraan pendidikan dan pengajaran pada Madrasah, sesuai dengan aturan

yan1 erlaku pada sekolah-sekolah umum, serta dilengkapi dengan penjelasan

berr li kegiatan dan metode penyampaian program untuk setiap bidang studi

agm lnaupun bidang studi pengetahuan umum. Namun, tidak sedikit madrasah

yan1 tap mempertahankan statusnya sebagai sekolah yang hanya mengajarkan

pen: 1huan agama, disebut "Madrasah Diniyah". Madrasah Diniyah ini terdiri

(42)

34

I. .drasah Diniyah Awaliyah. 2. :drasah Diniyah Wustha. 3. .drasah Diniyah Aliyah.7

tnudian pada tahun 1984, keluar surat Keputusan Bersama antara menteri Pen ikan dan Kebudayaan dengan menteri Agama No. 0299/ U/ 1984 dan No. 45 µn 1984, tentang pengaturan pembakuan kurikulurn sekolah umurn dan kur :um rnadrasah.8

'at Keputusan Bersama tahun 1984 ini merupakan tindak lanjut dari SKB 3 me1

i

tahun 1975. Tujuanya tidak hanya menyamakan madrasah dengan sek• 1-sekolah umum dalam penjenjangan, mutu pegetahuan umum antara ma< ;ah dengan sekolah umum, tetapi juga diupayakan penyeragaman dan pen kuan dalam struktur program dan kurikulum. Dengan demikian lulusan ma< :ah dapat dan boleh melanjutkan ke sekolah-sekolah umum yang lebih ting

ka dengan follow up dari Surat Keputusan Bersama dua menteri tersebut lahi \ kurikulum 1984 untuk madrasah yang tertuang dalam keputusan Menteri

,

Agi :.No. 99 tahun 1984 untuk Madrasah lbtidaiyah, No. 100 tahun 1984 untuk Ma• mh Tsanawiyah dan No. 10 I tahun I 984 untuk Madrasah Aliyah.9

hgan dikeluarkannya SKB 3 Menteri, madrasah memperoleh dasar juridis nan dalam implementasinya lulusan madrasah masih mendapatkan perlakuan

ipag RL, op. cit., h. 83

anun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999), Cet.

ke-1, h. I

(43)

35

yan tidak adil terutama dalam memperoleh peke1jaan dan tidak dapat mel u.tkan ke Perguruan Tinggi Umum disamping itu lulusan madrasah tetap belt sepadan dengan kualitas lulusan sekolah umum dibidang pelajaran umum sed1 kan kualitas mereka dibidang agama menurun.

C. Ben nya Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK)

uamya SKB tiga menteri tahun 1975, menunjukkan langkah maju bagi pos 'madrasah dalam sitem pendidikan nasional. Dengan SKB tersebut, mac ,ah memiliki persamaan sepenuhnya antara madrasah dengan sekolah-sek1 , umum dalam mencapai cita-cita pendidikan nasional, dan madrasah dih: 1kan dapat berperan yang sama dengan sekolah-sekolah umum dalam mer luhi tuntutan masyarakat.

セゥオョ@ bersama itu, seperti dikemukakan oleh l-Iasbullah, 10madrasah

mer セ。、。ーゥ@ tantangan besar. Madrasah dituntut tidak hanya mampu mer !rbaiki mutu pendidikan umum sehingga setaraf dengan standar yang

'

berl

i

di sekolah-sekolah umum, tetapi juga harus menjaga mutu pendidikan aga sebagai ciri khas madrasah.

tuk itu Departemen Agama senantiasa memperhatikan dan meningkatkan

mw curikulum madrasah agar dapat selaras dengan kualitas sekolah-sekolah

UITII

(44)

36

tan tetapi, muncul persoalan tersendiri dalam mencapai tujuan pendidikan. Ku .1lum standar yang ditetapkan oleh Departemen Agama untuk menyamakan mu madrasah dengan sekolah umum tidak mencapai basil yang maksimal kar • kurikulum terlalu menuntut siswa untuk menyerap materi pelajaran diluar bat cemampuan mereka. Bagaimana pun manusia memiliki batas-batas tertentu unt dapat menyerap apa yang diberikan di sekolah. Akibatnya, hasilnya me1 Ii tanggung. Di satu pihak siswa mengetahui pengetahuan umum hanya set< 1h-setengah, di lain pihak penguasaan mereka terhadap pengetahuan agama tida lendalam.

セ、。エゥ@ demikian, tujuan Surat Keputusan Bersama tiga menteri pada tahun 197 sangat positif nilainya bagi mengatasi dualisme pendidikan Islam. Pen ikan Islam di Indonesia tidak hanya dipusatkaan untuk menguasai pen: ihuan agama, tetapi juga pengetahuan umum. Generasi Islam harus dibe

i

dengan pengetahuan umum disamping pengetahuan agama agar umat Islai \apat mengikuti perkembangan zaman yang semakin hari kemajuan ilmu pen1 Iman dan teknologi semakin 111eningkat. Mereka juga harus dibekali pen1 !man agama sebagai pedoman moral untuk mengendalikan dampak perk bangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat menggeser nilai-nilai mon セュ。ョオウゥ。。ョN@
(45)

37

seba lalat utama untuk memahami Islam, sulit dibayangkan kemungkinannya dapa enjadi tenaga ahli agama.

セ@ lyadari akan ha! itu, pemerintah berusaha mengadakan terobosan-terot ln dan usaha tersebut terealisasi dengan keinginan pemerintah mendirikan Mad \h Aliyah yang bersifat khusus, yang kemudian dikenal dengan nama Mad th Aliyah Program Khusus (MAPK)11, berdasarkan keputusan Menteri Agai l'fo. 73 tahun I 987, yang kemudian diganti namanya menjadi Madrasah Aliy: keagamaan (MAI()12• Madrasah ini menitikberatkan pada pengernbangan dan ' oalarnan ihnu-ilmu agama dengan tidak mengesampingkan pengetahuan umm セ・「。ァ。ゥ@ usaha pengembangan wawasan. Untuk itu, dilakukan studi kelai )n untuk menentukan madrasah mana yang dianggap paling mem

ditet: Daru Ko ta p

suatu semb me la

II

12 13

rkinkan untuk ditunjuk sebagai pelaksana program ini. Akhirnya,

!m

5 Madrasah Aliyah Negeri sebagai penyelenggara, yaitu MAN lam Ciarnis Jawa Barat, MAN Ujung Pandang, MAN I Yogyakarta, MAN

p

Padang Panjang Sumatera Barat dan MAN Jember Jawa Timur.13

jelenggara MAPK melibatkan instansi Pusat Daerah secara terpadu dalam

hi sendiri. Calon-calon siswa yang akan diterima di MAPK tidak pg siswa, tetapi harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dan seleksi yang ketat. Adapun syarat-syaratnya adalah:

1

..

h. 186
(46)

38

I. I niliki ijazah/ STTB Madrasah Tsanawiyah

2. I 1duduki ranking 1-10 DANEM Madrasah Tsanawiyah pad a tingkat Panitia I velenggara EBTAN dengan nilai bahasa Arab sekurang-kurangnya 7 3. I 1hmr maksimal 18 tahun

4. I fedia tinggal di asrama 5. I \adan sehat

6. セ@ ·dapatkan persetujuan orang tua

7. E :elakuan baik.14

セ@ [hat syarat-syarat yang tertera di atas, jelas bahwa mereka yang akan diter di MAPK merupakan siswa Madrasah Tsmrnwiyah Negeri tebaik, mini! dia harus masuk 10 besar serta nilai bahasa Arab paling rendah 7.

1 ang kurikulum MAPK pada dasarnya merupakan peningkatan kualitas pilih: 1mu-ilmu agama yang sudah ada. Lulusan MAPK diharapkan menguasai peng lllan agama lebih mendalam daripada di Madrasah Aliah Negeri. Dan mem kurikulum 1994 yang merupakan realisasi Undang-undang Nomor 2 tahur 139 tentang sistem pendidikan nasional, MAPK diganti namanya menjadi Madi h Aliyah Keagamaan (MAK).15 Yaitu di zaman Menteri agama Tarmizi Ta he

I\

dapal akan

be git

14

"

16

dalam

1lui pengembangan di UIN, IAIN, ataupun STAI mereka diharapkan :menuhi harapan masyarakat dan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan aga ahli agama sepeiti sebagai Ulama. Namun, tanpa diikuti pembenahan 1ruan Tinggi tersebut sebagai tindak Ianjut dari program MAPK, tidak 1emuaskan hasil yang akan dicapai. Setelah masuk Perguruan Tinggi,

bullah, op, cit., h, 187

!.

uddin Nata, Pendidikan Islam di Indonesia: Tantangan dan Pe/uang (disa1npaikan

(47)

39

mer 'belajar bersama-sama dengan mereka yang lulus dari MAN atau bahkan SM fanpa diimbangi oleh kemauan untuk belajar sendiri dan mencari wawasan 'aan di luar kelas, tidak ada bedanya antara mereka yang dari MAPK mereka yang dari MAN atau SMU. Pada perkembangan selanjutnya, tam1 ,1ya MAPK yang sudah berjalan, tetap semakin ditingkatkan dan dike angkan, baik secara kuantitas maupun kualitasnya.

D. Integ

ii

Madrasah kedalam Sistem Pendidikan Nasional

lrasah mengalami status yang jelas setelah ditetapkannya SKB tiga Men . Namun, Lahirnya SKB sebenarnya belum benar-benar memberikan land: 1 yang kokoh karena selain masih tingkat mated juga belum memberikan

In bagaimana sebenarnya eksistensi pendidikan agama dalam sistem pend lan nasional. Belum adanya kejelasan ini berimplikasi pada status sekolah agarr vang disebut madrasah yang selalu termarginalkan.17 Tidak hanya itu, angg n masyarakat pun sekolah agama sering dipandang hanya sebatas

'

al terr f jika dibandingkan sekolah umum. Juga, lulusan madrasah yang kerap menc tt perlakuan yang tidak adil dalam meneruskan pendiclikan dan mem )!eh lapangan pekerjaan. Padahal keberadaan sekolah agama telah sesuai deng: ujuan pendidikan nasional.

B setelah keluarnya undang-undang No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendi an Nasional, kedudukan lembaga pendidikan agama seperti madrasah

17 lito dan Fauzan Asy (ed),

(48)

40

sen \n kokoh.18 Dengan keluarnya Undang-undang Nomor 2 tahun 1989 ten 6 Sisdiknas, pada akhir dekade 80-an ini madrasah memasuki era integrasi pei: !ikan kedalam sistem pendidikan nasional. Berbeda dengan peraturan seb mnya, pendidikan menurut Undang-undang ini tidak hanya bertumpu pada sek 1. tetapi juga luar sekolah. Semuajenis pendidikan rnenurut Unclang-undang

ini: !JS berada dalam sistem penclidikan nasional.

セァ。ョ@ demikian, berdasarkan peraturan barn ini Maclrasah lbtidaiyah pada das:

va

adalah Sekolah Dasar berciri khas Islam, Madrasah Tsanawiyah adalah SL1 )ertama berciri khas Islam dan Madrasah Aliyah adalah SMU berciri khas Isla

?

Jika sebelumnya terdapat duajenis lembaga pendidikan yaitu sekolah dan mac 1th, maka berdasarkan peraturan ini madrasah tiada lain dari sekolah umum yan: \rcirikan Islam.

セ。ョァMオョ、。ョァ@ No. 2 tahun 1989 tentang sisdiknas, merupakaan

Undang-und: yang mengatur penyelenggaraan suatu sisdiknas sebagaimana dike idaki oleh Undang-undang Dasar 1945. Melalui perjalanan waktu yang

,

(49)

41

peni kan, maka semua di bawah koordinasi Departemen Pendidikan dan Keb :yaan (Depdikbud). Dengan demikian berarti Undang-undang No. 2 tahun 198' entang sisdiknas tersebut merupakan wadah formal terintegrasinya penc kan Islam dalam sistem pendidikan nasional, dan dengan adanya wadah tersi t, pendidikan Islam mendapatkan peluang serta kesempatan untuk terus dike セョァォ。ョN@

agai tindak lanjut dari sistem pendidikan yang barn tersebut, pemerintah kem an mengeluarkan kurikulum tahun 1994.20 Namun, dibalik keadaan yang cukt rnenggembirakan tersebut, di sisi lain justeru ada upaya tidak simpatik, tidal セウオ。ゥ@ dengan tuntutan Undang-undang dan aspirasi yang berkembang dala nasyarakat. Yakni dalam kurikulum 1994, jam pelajaran agama di sekolah (kin: :nya SD) malah berkurang jika dibandingkan dengan kurikulum 1986. dala 'pendidikan Islam, Madrasah lbtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah dan Mac ah Aliyah yang semula merupakan jenis pendidikan keagamaan diubah men .i jenis pendidikan umum. Sebagai konsekuensinya kurikulum 1987 yang

,

terd )ari 30% agama dan 70% urn um, berubah rnenjadi 90% urn um dan I 0% agar !I semetara pendidikan agama Islam tinggal meru;iakan ciri khusus kele 11gaan.

rnang madrasah Aliyah (MA) masih diberikan peluang untuk men rbangkan pendidikan Progarn Khusus Agama Islam, namun ada

1wito dan Fauzan Asy, op. cit., h. 20 I

asbullah, Kapita Se/ekta Pendidikan Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1999),

(50)

42

pers ;itan akademik yang tidak mudah untuk dipenuhi, yakni harus tersedia asra: siswa dan laboraturium bahasa.22

grasi madrasah ke dalam Sistem Pendidikan Nasional dengan demikian buki セ・イオー。ォ。ョ@ integrasi dalam arti penyelenggaraan clan pengelola pendidikan, term k madrasah oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, tetapi lebih pad a •ngakuan yang lebih mantap bahwa madrasah adalah bagian dari sistem penc セ。ョ@ nasional walaupun pengelolaannya dilimpahkan pada Departemen Aga1 23

)$an demikian, solusi tahun tujuh puluhan yang diambil untuk mengatasi kete: gan pendidikan, antara pendidikan agama dan pendidikan umum, akibat kelu ya Kepres No. 34 Tahun 1972 tentang Tanggung jawab Fungsional Pen< kan dan latihan dan lnpres No. 15 tahun 1974 yang mengatur realisasinya, yan1 emudian melahirkan SKB Tiga Menteri, nampaknya telah dijadikan sum inspirasi. Peristiwa dan langkah pada periode ini bisa dipandang sebagai mon strategis bagi eksistensi dan perkembangan madrasah pada masa beril iya. Madrasah tidak saja tetap eksis dan dikelola di bawah Departeman Aga tetapi sekaligus diposisikan secara mantap dan tegas sepe1ti halnya sekc dalam Sistem Pendidikan Nasional.

wito dan Fauzan Asy, lac.cit

iepag RI, Hbnpunan Peraturan Perundang-undangan Sisten1 Pendidikan Nasional,

(51)

•,

BAB IV

DINA! {A PERKEMBANGAN DAN KONTINUITAS MADRASAH PADA ERA KEMERDEKAAN SAMP AI ORDE BARU

A. Din: ika Perkembangan Madrasah Sejak Era Kemerdekaan Sampai Orde Bar

kataan madrasah di Indonesia barn populer setelah masuknya ide-ide peir. 1aruan pemikiran Islam ke Indonesia pada awal abad kedua puluh, dan 、ゥォセ@ l>rikanlah madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam yang menyuarakan ide hbaharuan, 1 berbeda dengan pesantren yang dianggap seba'gai lembaga pe111 kan tradisional. Dalam perkembangannya, telah tumbuh dinamika perk bangan yang mengarah kepada perubahan yang prinsipil.

ara yuridis, madrasah belum mendapat status formal sebagai lembaga pen< kan di Indonesia era merdeka, sebab pemerintah mengadopsi sistem pen< kan kolonial sebagai model bagi sistem pendidikan nasional. Meskipun dem m, secara de facto keberadaan dan peranan madrasah dalam mencerdaskan bani ,tidak bisa dipungkiri. Oleh karena itu, berkat perjuangan umat Islam, Dep RI yang berdiri tanggal 3 Januari I 946, memberi p{)rhatian khusus kepada pen< kan madrasah terutama pembinaan program pengajaran dan kelembagaan. Hal • sebagaimana dapat dilihat pada program Depag bagian C yang tugas

liar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, (Jakarta: LP3ES, 1995), Cet.

(52)

44

pok 1ya mengurus masalah-masalah pendidikan agama di sekolah umum, dan ュ。セ@ h pendidikan di sekolah agama (madrasah dan pondok pesantren).

ak Indonesia merdeka telah teijadi tiga fase perkernbangan madrasah yang mer wa kepada perubahan-perubahan orientasi.

e pertama (1945-1974), pada fase ini madrasah lebih terkonsentrasi kepada pen1 kan ilmu-ilmu agama, dan diajarkan ilmu pengetahuan umum sebagai pen< iping dan untuk memperluas cakrawala berpikir para pelajar. Cive/ effect untl nelanjutkan studi bagi lulusan madrasah terbatas kepada perguruan tinggi agai (JAIN), kalaupun dapat diterima di perguruan tinggi umum itu pun dalam bida ilmu-ihnu sosial pada perguruan tinggi swasta. Untuk ke UMPTN men iat hambatan.

d.rasah pada periode pertama ini adalah dibatasi dengan pengertian yang tertl . pad a Peraturan Menteri Agama Nomor I Tahun 1946 dan Peraturan Men • Agama Nomor 7 Tahun 1950, yaitu madrasah mengandung makna: a. ipat pendidikan yang diatur sebagai sekolah dan memuat pendidikan dan

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk merancang sebuah program yang dapat melakukan perhitungan untuk aliran air tanah dengan menggunakan metode finite difference, contohnya

Dalam konteks persidangan JR mengenai dispensasi perkawinan, hasil pembacaan Sudjito ini sekaligus bisa digunakan untuk berpendapat bahwa penggunaan norma agama dalam

Dari hasil kajian dapat disimpulkan bahwa kinerja penyuluh pertanian memiliki kategori sangat baik dimana strategi kebijakan penyuluhan yang tepat adalah dengan

Manajemen sarana dan prasarana pendidikan di sekolah hendaknya terealisasikan dalam bentuk proses kerja sekolah yang sangat kompak. Adanya kerjasama yang baik antara personil

Dalam hal ini Puskesmas telah menunjukkan adanya pelayanan yang baik ,prosedur pelayanan yang cukup baik, waktu penyelesaian masih terlalu lama, biaya pelayanannya ringan dan

Jumlah Judul dan dosen yang terlibat penelitian dalam 3 titik waktu Kegiatan penelitian Undana mengalami peningkatan dari tahun 2005 sebanyak 63 judul dan 189 orang yang

Untuk mengajarkan pasien cara berjalan dengan keseimbangan yang baik agar tidak terjadi resiko jatuh.. Lakukan perujukan ke ahli fisioterapi untuk latihan

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang karakteristik sarang dan pendugaan populasi orangutan di Cagar Alam Sipirok, Sumatera UtaraI. Penelitian dilakukan