• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan dan Produksi Tiga Varietas Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) pada Pemberian Beberapa Jenis Pupuk Organik di Tanah yang Terkena Abu Vulkanik Sinabung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pertumbuhan dan Produksi Tiga Varietas Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) pada Pemberian Beberapa Jenis Pupuk Organik di Tanah yang Terkena Abu Vulkanik Sinabung"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Lampiran 2. Bagan penanaman pada plot

1,2 cm

1,2 cm 20cm 20 cm

X X X X X

15cm

X X X X X

X X X X X

X X X X X

X X X X X

X X X X X

(3)

Lampiran 3. Jadwal Kegiatan Pelaksanaan Penelitian

No Jenis Kegiatan Minggu Ke-

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 1 Persiapan Lahan dan

Pengolahan Tanah X

(4)

Lampiran 4. Deskripsi Bawang Merah

Bawang Merah Varietas Crok Kuning

Asal : Kabupaten Bantul

Silsilah : seleksi individu Golongan varietas : klon

Tinggi tanaman : 33,7-36,9 cm

Bentuk penampang daun : pipa dengan ujung meruncing

Ukuran daun : panjang 29 – 45 cm, diameter 5,4 – 6,0 mm

Penciri utama : warna daun hijau kekuningan, terdapat lingkaran putih kekuningan pada pangkal umbi

Keunggulan varietas : produktifitas tinggi, ukuran umbi besar

Wilayah adaptasi : beradaptasi dengan baik pada dataran rendah di Kabupaten Bantul dengan ketinggian 15 m dpl Pemohon : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bantul

Pemulia : Kadiso, Nakim

(5)

Bawang Merah Varietas Bima

Asal : lokal Brebes

Umur : - mulai berbunga 50 hari

- panen (60% batang melemas) 60 hari Tinggi tanaman : 34,5 cm (25-44 cm)

Kemampuan berbunga (alami) : agak sukar

Banyak anakan : 7-12 umbi per rumpun Bentuk daun : silindris, berlubang

Warna daun : hijau

Banyak daun : 15-50 helai Bentuk bunga : seperti payung

Warna bunga : putih

Banyak buah/tangkai : 60-100 (83) Banyak bunga/tangkai :100-160 (143) Banyak tangkai bunga/rumpun : 2-4

bentuk biji : bulat, gepeng, berkeriput

warna biji : hitam

Bentuk umbi : lonjong, bercincin kecil pada leher cakram

warna umbi : merah muda

produksi umbi : 9,9 ton per hektar umbi kering susut bobot umbi (basah-kerin) : 21,4%

Ketahanan terhadap penyakit : cukup tahan terhadap penyakit busuk umbi (Botrytis allii)

Kepekaan terhadap penyakit : peka terhadap busuk ujung daun (Phytopthora porri)

keterangan : baik untuk dataran rendah

(6)

Bawang Merah Varietas Medan atau Samosir

(Lampiran SK. Menteri Pertanian No : 595/pts/TP290/8/1984)

Asal : lokal Samosir

Umur : - mulai berbunga 52 hari

- panen (60% batang melemas) 70 hari Tinggi tanaman : 26,9 - 41,3 cm

Kemampuan berbunga (alami) : mudah berbunga Banyak anakan : 6-12 umbi per rumpun Bentuk daun : silindris, berlubang

Warna daun : hijau

bentuk biji : bulat, gepeng, berkeriput

warna biji : hitam

Bentuk umbi : bulat dengan ujung meruncing

warna umbi : merah

produksi umbi : 7,4 ton per hektar umbi kering susut bobot umbi (basah-kering) : 24,7%

Ketahanan terhadap penyakit : cukup tahan terhadap penyakit busuk umbi (Botrytis allii)

Kepekaan terhadap penyakit : peka terhadap busuk ujung daun (Phytopthora porri)

keterangan : baik untuk dataran rendah dan dataran tinggi. peneliti : endro Sunarjono, Prasojo, Darliah dan Nasrun

(7)

Lampiran 5. Syarat mutu bawang merah

Karakteristik Syarat Cara Pengujian

Mutu I Mutu II

Kesamaan sifat varietas Seragam Seragam Organoleptik

Ketuaan Tua Cukup tua Organoleptik

Kekerasan Keras Cukup

keras Organoleptik

Diameter (cm) min. 1.7 1.3

SP-SMP-309-1981 Kerusakan , % (bobot/-bobot)

maks 5 8

SP-SMP-309-1981

Busuk, % (bobot/-bobot) maks 1 2

SP-SMP-309-1981 Kotoran % (bobot/-bobot) maks Tidak ada Tidak ada

SP-SMP-309-1981 Sumber : Badan Standarisasi Nasional (1992)

(8)

Kesamaan sifat varietas :

Kesamaan sifat varietas dinyatakan seragam apabila bawang merah dalam satu slot seragam dalam bentuk umum umbi

Bawang merah dinyatkan tua, apabila bawang merah telah mencapai tingkat pertumbuhan fisiologis yang cukup tua, dimana umbinya cukup padat dan tidak lunak

Bawang merah dinyatakan keras, apabila umbi bawang merah setelah mengalami curing atau pengeringan dengan baik cukup keras dan tidak lunak bila ditekan jari

Dimensi terbesar diukur tegak lurus pada garis lurus sepanjang batang sampai akar

Bawang merah dinyatakan rusak atau cacat oleh sebab fisiologis, mekanis dan lain-lain yang terlihat pada permukaan

Bawang merah dinyatakan busuk apabila mengalami pembusukan akibat kerusakan biologis

(9)

Lampiran 6. Hasil Analisis Debu Vulkanik Letusan Gunung Sinabung *

*Sumber Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) dan BPTP (Badan Pengkajian Tanaman Pertanian)

Lampiran 7. Hasil Analisis Tanah *

No Jenis Analisis Nilai Metode

1 pH (H2O) 5.69 Elektrometry

2 C-Organik (%) 1.63 Spectrophotomtry

3 N-Total (%) 0.15 Kjeldahl

4 P-Bray I (ppm) 19.51 Spectrophotomtry

5 K-dd (me/100 g) 0.47 AAS

(10)

Lampiran 8. Kriteria penilaian sifat-sifat kimia tanah Sifat Tanah Satuan Sangat

Rendah Rendah Sedang Tinggi

Sangat

Masam Netral Agak Alkalis Alkalis

pH H2O <4.5 4.5-5.5 5.6-6.5 6.6-7.5 7.6-8.5 >8.5

(11)

Lampiran 9. Hasil Analisis Kompos Tandan Kosong kelapa Sawit (TKKS)*

*Sumber BPTP (Badan Pengkajian Tanaman Pertanian) Lampiran 10. Hasil Analisis Arang Sekam padi *

No Parameter Nilai Metode

*Sumber Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) dan BPTP (Badan Pengkajian Tanaman Pertanian)

Lampiran 11. Hasil Analisis Pupuk Kandang Sapi *

No Parameter Hasil Analisis

1 pH H2O 5.9

(12)

Lampiran 12. Kebutuhan Bahan Organik

Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit Dosis Anjuran : 20 Ton / Ha : 20.000.000 g / Ha

Kebutuhan Pupuk/Plot : 20.000.000 g/ 10.000 m2 x 1,44 m2 (ukuranplot) 2.880 g / plot

Arang Sekam

Dosis Anjuran : 20 Ton / Ha : 20.000.000 g / Ha

Kebutuhan Pupuk/Plot : 20.000.000 g/ 10.000 m2 x 1,44 m2 (ukuran plot) 2.880 g / plot

Pupuk Kandang Sapi Dosis Anjuran : 20 Ton / Ha : 20.000.000 g / Ha

Kebutuhan Pupuk/Plot : 20.000.000 g/ 10.000 m2 x 1,44 m2 (ukuran plot) 2.880g / plot

Lampiran 13. Perhitungan berat pupuk setebal 3 cm Berat = volume x BD

= (120 cm x 120 cm x 3 cm) x 1 g/cm3 = 43.200 cm3 x 1 g/cm3

(13)

Lampiran 14. Data Pengamatan Panjang Tanaman 2 MST (cm)

Perlakuan Blok Total Rataan

1 2 3

Lampiran 15. Sidik Ragam Panjang Tanaman 2 MST

(14)

Lampiran 16. Data Pengamatan Panjang Tanaman 3 MST (cm)

Perlakuan Blok Total Rataan

1

Lampiran 17. Sidik Ragam Panjang Tanaman 3 MST

(15)

Lampiran 18. Data Pengamatan Panjang Tanaman 4 MST (cm)

Perlakuan Blok Total Rataan

1 2 3

Lampiran 19. Sidik Ragam Panjang Tanaman 4 MST

(16)

Lampiran 20. Data Pengamatan Panjang Tanaman 5 MST (cm)

Perlakuan Blok Total Rataan

1

Lampiran 21. Sidik Ragam Panjang Tanaman 5 MST

(17)

Lampiran 22. Data Pengamatan Panjang Tanaman 6 MST (cm)

Perlakuan Blok Total Rataan

1 2 3

Lampiran 23. Sidik Ragam Panjang Tanaman 6 MST

(18)

Lampiran 24. Data Pengamatan Panjang Tanaman 7 MST (cm)

Perlakuan Blok Total Rataan

1 2 3

Lampiran 25. Sidik Ragam Panjang Tanaman 7 MST

(19)

Lampiran 26. Data Pengamatan Jumlah Daun per Rumpun 2 MST (helai)

Perlakuan Blok Total Rataan

1 2 3

Lampiran 27. Sidik Ragam Jumlah Daun per Rumpun 2 MST

(20)

Lampiran 28. Data Pengamatan Jumlah Daun per Rumpun 3 MST (helai)

Perlakuan Blok Total Rataan

1 2 3

Lampiran 29. Sidik Ragam Jumlah Daun per Rumpun 3 MST

(21)

Lampiran 30. Data Pengamatan Jumlah Daun per Rumpun 4 MST (helai)

Perlakuan Blok Total Rataan

1 2 3

Lampiran 31. Sidik Ragam Jumlah Daun per Rumpun 4 MST

(22)

Lampiran 32. Data Pengamatan Jumlah Daun per Rumpun 5 MST (helai)

Perlakuan Blok Total Rataan

1 2 3

Lampiran 33. Sidik Ragam Jumlah Daun per Rumpun 5 MST

(23)

Lampiran 34. Data Pengamatan Jumlah Daun per Rumpun 6 MST (helai)

Perlakuan Blok Total Rataan

1 2 3

Lampiran 35. Sidik Ragam Jumlah Daun per Rumpun 6 MST

(24)

Lampiran 36. Data Pengamatan Jumlah Daun per Rumpun 7 MST (helai)

Perlakuan Blok Total Rataan

1 2 3

Lampiran 37. Sidik Ragam Jumlah Daun per Rumpun 7 MST

(25)

Lampiran 38. Data Pengamatan Jumlah Anakan per Rumpun 2 MST (anakan)

Perlakuan Blok Total Rataan

1 2 3

Lampiran 39. Sidik Ragam Jumlah Anakan per Rumpun 2 MST

(26)

Lampiran 40. Data Pengamatan Jumlah Anakan per Rumpun 3 MST (anakan)

Perlakuan Blok Total Rataan

1 2 3

Lampiran 41. Sidik Ragam Jumlah Anakan per Rumpun 3 MST

(27)

Lampiran 42. Data Pengamatan Jumlah Anakan per Rumpun 4 MST (anakan)

Perlakuan Blok Total Rataan

1 2 3

Lampiran 43. Sidik Ragam Jumlah Anakan per Rumpun 4 MST

(28)

Lampiran 44. Data Pengamatan Jumlah Anakan per Rumpun 5 MST (anakan)

Perlakuan Blok Total Rataan

1 2 3

Lampiran 45. Sidik Ragam Jumlah Anakan per Rumpun 5 MST

(29)

Lampiran 46. Data Pengamatan Jumlah Anakan per Rumpun 6 MST (anakan)

Perlakuan Blok Total Rataan

1 2 3

Lampiran 47. Sidik Ragam Jumlah Anakan per Rumpun 6 MST

(30)

Lampiran 48. Data Pengamatan Jumlah Anakan per Rumpun 7 MST (anakan)

Perlakuan Blok Total Rataan

1 2 3

Lampiran 49. Sidik Ragam Jumlah Anakan per Rumpun 7 MST

(31)

Lampiran 50. Data Pengamatan Jumlah Siung (siung)

Perlakuan Blok Total Rataan

1 2 3

Lampiran 51. Sidik Ragam Jumlah Siung

(32)

Lampiran 52. Data Pengamatan Umur Panen (hari)

Perlakuan Blok Total Rataan

1 2 3

Lampiran 53. Sidik Ragam Umur Panen

(33)

lampiran 54. Data Pengamatan Bobot Basah Umbi per Sampel (g)

Perlakuan Blok Total Rataan

1 2 3

Data Bobot Basah Umbi per Sampel (g) Setelah Ditransformasi

Perlakuan Blok Total Rataan

(34)

Lampiran 55. Sidik Ragam Bobot Basah Umbi per Sampel

SK Db JK KT F Hit. F 0.05 Ket

Blok 2 0.08 0.04 0.18 3.44 tn

Perlakuan 11 6.72 0.61 2.84 2.26 *

V 2 2.86 1.43 6.63 3.44 *

P 3 1.83 0.61 2.83 3.05 tn

V x P 6 2.03 0.34 1.57 2.55 tn

Galat 22 4.74 0.22

Total 35 11.54 0.33

(35)
(36)
(37)
(38)
(39)

Lampiran 57. Data Pengamatan Bobot Basah Umbi per Plot (g)

Perlakuan Blok Total Rataan

1 2 3

Data Bobot Basah Umbi per Plot Setelah ditransformasi

Perlakuan Blok Total Rataan

(40)

Lampiran 58. Sidik Ragam Data Bobot Basah Umbi per Plot

SK Db JK KT F Hit. F 0.05 Ket

Blok 2 0.22 0.11 0.04 3.44 tn

Perlakuan 11 117.71 10.70 3.74 2.26 *

V 2 26.72 13.36 4.67 3.44 *

P 3 61.83 20.61 7.20 3.05 *

V x P 6 29.16 4.86 1.70 2.55 tn

Galat 22 62.98 2.86

Total 35 180.91 5.17

Keterangan :

(41)

Lampiran 59. Data Bobot Kering Umbi per Sampel (gram)

Perlakuan Blok Total Rataan

1 2 3

Data Bobot Kering per Sampel Umbi Setelah ditransformasi

Perlakuan Blok Total Rataan

(42)

Lampiran 60. Sidik Ragam Bobot Kering Umbi per Sampel

SK db JK KT F Hit. F 0.05 Ket

Blok 2 0.04 0.02 0.11 3.44 tn

Perlakuan 11 5.73 0.52 2.87 2.26 *

V 2 2.60 1.30 7.15 3.44 *

P 3 1.43 0.48 2.62 3.05 tn

V x P 6 1.70 0.28 1.56 2.55 tn

Galat 22 4.00 0.18

Total 35 9.76 0.28

(43)

Lampiran 61. Data Bobot Kering Umbi per Plot (gram)

Perlakuan Blok Total Rataan

1 2 3

Data Bobot Kering Umbi per Plot Setelah ditransformasi

Perlakuan Blok Total Rataan

(44)

Lampiran 62. Sidik Ragam Bobot Kering Umbi per Plot

SK db JK KT F Hit. F 0.05 Ket

Blok 2 0.11 0.06 0.02 3.44 tn

Perlakuan 11 104.60 9.51 3.99 2.26 *

V 2 22.83 11.42 4.78 3.44 *

P 3 56.42 18.81 7.88 3.05 *

Linear 1 56.02 56.02 23.48 4.30 *

Kuadratik 1 0.03 0.03 0.01 4.30 tn

Kubik 1 0.37 0.37 0.15 4.30 tn

V x P 6 25.36 4.23 1.77 2.55 tn

Galat 22 52.50 2.39

Total 35 157.21 4.49

Keterangan :

(45)

Lampiran 63. Foto Lahan

Pengolahan Lahan (pembuatan plot) Pemupukan

(46)
(47)

DAFTAR PUSTAKA

Andreita, R. R. 2011. Dampak abu Vulkanik Gunung Sinabung Terhadap Perubahan Sifat Kimia Tanah Inceptisol. Skripsi. USU.

Badan Standarisasi Nasional. 1992. SNI 01-3159-1992 Bawang Merah. BSN. Jakarta.

Bahri, J. 2012. Kajian Pertumbuhan dan Hasil Bawang Merah (Allium

ascalonicum L.) dengan Penambahan Arang Sekam dan Pemupukan

Kalium. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Bangun, M. K. 1991. Rancangan Percobaan. Fakultas Pertanian USU. Medan. BPS. 2013. Produksi Cabai Besar, Cabai Rawit, dan Bawang Merah Tahun 2012.

Berita Resmi Statistik No. 54/08/Th. XVI.

Buana. L., D. Siahaan dan A. Sunardi. 2003. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan.

Damayani, D. Nurlaeny, dan Kamil. 2014. Efek Residu dari Kombinasi Media Tanam Abu Vulkanik Merapi, Pupuk Kandang Sapi dan Tanah Mineral Terhadap C-Organik, Kapasitas Pegang Air, Kadar Air dan Bobot Kering Pupus Tanaman Jagung (Zea mays L.). Bionatura-Jurnal Ilmu-ilmu Hayati dan Fisik. ISSN 1411 – 0903. 16 (1) : 26 – 33.

Fiantis, D., 2006. Laju Pelapukan Kimia Abu Vulkanis G. Talang dan Pengaruhnya Terhadap Proses Pembentukan Mineral Liat Non-Kristalin.

Skripsi. UNAND.

Harefa, S. J. 2011. Respons Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Bawang Merah (Allium ascolanicum L) terhadap Pemberian Pupuk Kalium. Skripsi. USU.

Hartatik, W. dan L.R. Widowati, 2010. Pupuk Kandang. http://www.balittanah.litbang.deptan.go.id. Diakses tanggal 17 Februari 2014.

Hervani, D., Lili, S., Etti, S., dan Erbasrida. 2008. Teknologi Budidaya Bawang Merah Pada Beberapa Media Dalam Pot di Kota Padang. Universitas Andalas. Padang.

(48)

Jumini, Y. Sufyati, dan N. Fajri. 2010. Pengaruh Pemotongan Umbi Bibit dan Jenis Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Bawang Merah.

J. Floratek 5: 164 – 171.

Kasli, 2008. Pembuatan Pupuk Hayati Hasil Dekomposisi Beberapa Limbah Organik dengan Dekomposernya. Jerami Vol. I no 3 September-Desember 2008.

Kumolontang, W. J. N. 2008. Seleksi Bahan Organik Dalam Peningkatan Sinkronisasi N dan P Oleh Tanaman Pada Tanah Masam. Soil

Environments 6 (2) : 98-102.

Latarang, B. dan A. Syakur . 2006. Pertumbuhan dan Hasil Bawang Merah

(Allium ascalonicum L.) pada Berbagai Dosis Pupuk Kandang. J. Agroland 13 (3) : 265 – 269. ISSN : 0854 – 641X

Litbang, 2013. Budidaya Bawang Merah. Kementerian Indonesia. Jakarta.

Lubis, A. H. 2011. Dampak Abu Vulkanik Letusan Gunung Sinabung terhadap Ketersediaan dan Serapan Hara P oleh Tanaman Jagung Serta terhadap Respirasi Mikroorganisme pada Tanah Dystrandepts. Skripsi. USU.

Nasir, M. 2002. Bioteknologi Molekuler Teknik Rekayasa Genetik Tanaman. Citra Aditya Bakti, Bandung.

PPKS. 2008. Kompos Bio Organik Tandan Kosong Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan.

Purwa. 2007. Petunjuk Pemupukan. PT Agromedia Pustaka. Jakarta. 99 hlm. Putrasamedja, S. dan Suwandi. 1996. Bawang Merah di Indonesia. Balai

Penelitian Tanaman Sayuran. ISBN : 979-8304-07-1.

Rianti, Y. 2009. Pengaruh Jenis Media Tanam Terhadap Pertumbuhan Bibit Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz and Pav.). Skripsi. IPB. Bogor.

Septiani, D. 2012. Pengaruh Pemberian Arang Sekam Padi Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens). Jurnal. Politeknik Negeri Lampung. Bandar Lampung.

Siemonsma, J. S. and K. Pileuk, 1994. Plant Resources of South-East Asia. Porsea. Bogor.

Simanjuntak, N. 2011. Respons Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) dengan Pemberian Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit dan Pupuk KCl. Skripsi. USU.

(49)

Sitompul, S. M dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadja Mada University Press. Yogyakarta.

Souri, S., 2001, Penggunaan Pupuk Kandang Meningkatkan Produksi Padi. Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Mataram, Mataram.

Steenis, C.G.G.J. 1978. Flora. P.T. Pradnya Paramita Jakarta.

Sudaryo dan Sutjipto. 2009. Identifikasi dan penentuan logam berat pada tanah vulkanik di daerah Cangkringan, Kabupaten Sleman dengan metode Analisis Aktivasi Neutron Cepat, Seminar Nasional V SDM Teknologi, Yogyakarta.

Sudirja, 2007. Bawang Merah. http//www.lablink.or.id/Agro/bawangmerah/ Alternaria partrait.html diakses tanggal 21 Maret 2014.

Sugiyarto. 2012. Respons pertumbuhan dan produksi beberapa varietas bawang merah (Allium ascalonicum L.) terhadap berbagai sumber nitrogen organik. Skripsi. USU. Medan.

Sumarni dan A.Hidayat. 2005. Budidaya Bawang Merah. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. ISBN : 979-8304-49-7.

Suparman. 2010. Bercocok Tanam Bawang Merah. Azka Press. Jakarta.

Sutarya, R dan Grubben, H. 1995. Pedoman Bertanam Sayuran Dataran Rendah. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Tawakkal, I. 2009. Respon dan Produksi BeberapaVarietas Kedelai (Glycine max L.) terhadap Pemberian Pupuk Kandang Kotoran

Sapi. Skripsi. USU.

Tim Kompas. 2010. Rehabilitasi Lingkungan Merapi. http://regional.kompas.com/read/2010/. [14 November 2010].

Wild, A. 1988. Plant Nutrients in Soils : Phospate. In Soil Condition Plant

(50)

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian ± 25 meter di atas permukaan laut (mdpl), mulai bulan April sampai Agustus 2014.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi bawang merah varietas Medan (sumber : Samosir Bakara), Bima Brebes (sumber : Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang, Jawa Barat), dan Crok Kuning (sumber : Kabupaten Bantul), kompos TKKS, pupuk kandang sapi, arang sekam padi, air, Dithane M-45, Klorpiripos.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, gembor, penggaris untuk mengukur panjang tanaman, timbangan untuk menimbang produksi tanaman, pacak sampel sebagai tanda pada tanaman yang merupakan sampel, cutter untuk memotong umbi bawang merah, dan alat tulis.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial, dengan 2 faktor perlakuan, yaitu:

Faktor I: Varietas V1 = Bima Brebes

V2 = Crok Kuning

(51)

Faktor II: Pupuk Organik

P0 = tanpa pupuk organik (kontrol)

P1 = kompos TKKS 20 ton/ha (2,88 kg/plot)

P2 = Arang Sekam Padi 20 ton/ha (2,88 kg/plot)

P3 = Pukan Sapi 20 ton/ha (2,88 kg/plot)

Diperoleh kombinasi perlakuan sebanyak 12 kombinasi, yaitu: V1P0 V1P1 V1P2 V1P3

V2P0 V2P1 V2P2 V2P3

V3P0 V3P1 V3P2 V3P3

Jumlah ulangan : 3 ulangan

Jumlah plot : 36 plot

Ukuran plot : 120 cm x 120 cm

Jarak antar plot : 30 cm

Jarak antar blok : 50 cm

Jarak tanam : 20 cm x 15 cm

Jumlah tanaman/plot : 30 tanaman Jumlah sampel/plot : 5 tanaman Jumlah sampel seluruhnya : 180 tanaman Jumlah tanaman seluruhnya : 1080 tanaman

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dengan model linear aditif sebagai berikut :

Yijk = µ + ρi+ αj + βk + (αβ)jk + εijk

(52)

Dimana:

Yijk : Hasil pengamatan pada blok ke-i terhadap varietas (V) jenis ke-j dan pengaruh pupuk organik (P) pada jenis ke-k

µ : Nilai tengah ρi : Efek dari blok ke-i

αj : Efek perlakuan varietas jenis ke-j

βk : Efek pemberian pupuk organik pada jenis ke-k

(αβ)jk : Interaksi antara varietas jenis ke-j dan pemberian pupuk organik ke-k εijk : Galat dari blok ke-i, varietas jenis ke-j dan pemberian pupuk organik

jenis ke-k

Perlakuan yang berpengaruh nyata, dilanjutkan dengan Uji Beda Rataan

(53)

PELAKSANAAN PENELITIAN

Pelaksanaan penelitian meliputi persiapan lahan, pengolahan tanah dan pemberian abu vulkanik, persiapan bibit, aplikasi pupuk organik, penanaman, pemeliharaan, panen dan pengeringan.

Persiapan Lahan

Lahan penelitian yang digunakan terlebih dahulu dibersihkan dari gulma maupun sampah yang terdapat di sekitar areal tersebut. Lahan penelitian dibagi menjadi 3 blok /ulangan, kemudian dibuat plot penelitian dengan ukuran 120 cm x 120 cm, jarak antar blok 50 cm, dan jarak antar plot 30 cm (Lampiran 1 dan 2).

Pengolahan Tanah dan Pemberian Abu Vulkanik

Pengolahan tanah dilakukan lima minggu sebelum tanam dengan mencangkul tanah sedalam ± 30 cm dengan cara membalikkan tanah. Pengolahan dilaksanakan dengan tujuan menghancurkan dan menghaluskan tanah. Setelah pengolahan tanah selesai, dilaksanakan penggaruan dan membersihkan areal pertanaman dari rumput-rumputan kemudian tanah diberikan abu vulkanik setinggi 3 cm setara dengan 43.2 kg abu vulkanik (bulk density = 1,0 g/cm3) lalu diolah kembali agar tercapur dengan tanah dan dibiarkan empat minggu.

Aplikasi Pupuk Organik

Aplikasi pupuk organik dilakukan dua minggu sebelum tanam, sesuai dengan perlakuan yang telah ditentukan.

Persiapan Bibit

(54)

dahulu dibersihkan dari kotoran yang menempel. Dilakukan pemotongan 1/3 bagian dari ujung umbi dengan tujuan merangsang pembentukan tunas. Umbi bibit kemudian direndam dalam larutan fungisida Dithane M-45 selama 5 menit untuk menghindari serangan cendawan pathogen.

Penanaman

Sebelum penanaman dilakukan dibuat lubang tanam yang ditugal pada areal tanam dengan jarak 20 x 15 cm, kemudian dimasukkan 1 umbi per lubang tanam. Lalu ditanam dengan cara membenamkan 2/3 bagian umbi kedalam tanah kemudian ditutup dengan tanah. Tidak dianjurkan untuk menanam telalu dalam karena umbi mudah mengalami pembusukan.

Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman terdiri dari penyiraman, penyulaman, pemupukan, penyiangan, dan pengendalian hama dan penyakit.

Penyiraman

Penyiraman dilakukan setiap hari yaitu pagi atau sore hari (kalau hujan, tidak disiram). Pada awal penanaman disiram kurang lebih 5 liter air/plot. Penyiraman dilakukan dengan menggunakan gembor dan diusahakan agar tanahnya tidak terlalu basah. Pada waktu pembentukan umbi, penyiraman ditingkatkan intensitasnya menjadi pagi dan sore sebanyak 10 liter air/plot karena tanaman membutuhkan banyak air untuk membantu pembentukan umbi.

Penyulaman

(55)

Penyiangan dan Pembumbunan

Penyiangan dilakukan untuk mengendalikan gulma yang tumbuh di plot perlakuan dan sekitar areal percobaan sekaligus menggemburkan tanah. Penyiangan dilakukan secara manual dengan mencabut gulma agar perakaran tanaman tidak terganggu. Pembumbunan dilakukan sekali setiap minggu mulai pada tanaman berumur 3 MST hingga 7 MST yang bertujuan untuk menjaga tanaman agar tidak mudah rebah, menciptakan lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan umbi, dan untuk merangsang pertumbuhan tanaman.

Pemupukan

Pupuk dasar dilakukan satu hari sebelum tanam dengan dosis urea 100 kg/ha,

SP-36 125 kg/ha dan KCl 125 kg/ha. Pemupukan dilakukan dengan larikan,

sedangkan pemupukan susulan hanya diberikan pupuk urea dengan dosis 100 kg/ha

yang dilakukan pada umur 21 hari setelah tanam (Latarang dan Syakur, 2006).

Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan sesuai dengan jenis dan intensitas serangan. Pengendalian hama dilakukan dengan penyemprotan insektisida Dursban 20 EC sedangkan pengendalian penyakit dilakukan dengan penyemprotan

fungisida Dithane M-48 80 WP dengan konsentrasi 2 cc/liter air dengan cara

disemprotkan pada tanaman yang terkena serangan.

Panen

(56)

Pengeringan

Pengeringan dilakukan dengan umbi diletakkan di atas meja pada ruangan dengan suhu ruang selama 2 minggu.

Peubah Amatan

Panjang Tanaman (cm)

Panjang tanaman diukur mulai dari leher umbi sampai ke ujung daun terpanjang. Panjang tanaman dihitung mulai 2 MST sampai 7 MST, yang dilakukan dengan interval 1 minggu.

Jumlah Daun per rumpun (helai)

Pengamatan jumlah daun per rumpun dilakukan dengan cara menghitung jumlah seluruh daun yang muncul pada setiap rumpunnya mulai 2 MST sampai 7 MST dengan interval 1 minggu.

Jumlah Anakan per Rumpun (anakan)

Dihitung jumlah anakan yang terbentuk dalam satu rumpun, dilakukan pada umur 2 MST sampai 7 MST, yang dilakukan dengan interval 1 minggu. Umur Panen (hari)

(57)

Jumlah Siung per Sampel (siung)

Jumlah siung dihitung setelah tanaman dipanen. Jumlah siung dihitung pada setiap tanaman sampel.

Bobot Basah Umbi per Sampel (g)

Bobot basah umbi per sample ditimbang setelah dipanen. Dengan syarat umbi bersih dari tanah dan kotoran.

Bobot Basah Umbi per Plot (g)

Bobot basah umbi per plot ditimbang setelah panen. Dengan syarat umbi bersih dari tanah dan kotoran.

Bobot Kering Umbi per Sampel (g)

Bobot kering jual umbi per sampel ditimbang setelah seluruh umbi per plot dibersihkan dan dikeringanginkan selama 2 minggu.

Bobot Kering Umbi per Plot (g)

(58)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Panjang Tanaman (cm)

Data hasil pengamatan dan daftar sidik ragam panjang tanaman dapat dilihat pada Lampiran 14-25.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan tiga varietas (V) berpengaruh nyata terhadap panjang tanaman 2-7 MST. Sedangkan pemberian beberapa jenis pupuk organik (P) dan interaksi keduanya (VxP) berpengaruh tidak nyata.

Rataan panjang tanaman tiga varietas bawang merah 2-7 MST (cm) pada pemberian beberapa jenis pupuk organik disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Panjang tanaman tiga varietas bawang merah 2-7 MST (cm) pada pemberian beberapa jenis pupuk organik

Umur Varietas Pupuk Organik (g) Rataan

(59)

Tabel 1 menunjukkan bahwa Perlakuan V1 berbeda nyata dengan V3 tetapi

berbeda tidak nyata dengan perlakuan V2. Tanaman terpanjang pada 7 MST

adalah V1 (Bima) yaitu 26.80 cm dan terpendek V3 (Medan) yaitu 21.86 cm.

Diagram hubungan tiga varietas bawang merah dengan panjang tanaman 7 MST disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram hubungan tiga varietas bawang merah dengan panjang tanaman 7 MST

Grafik laju pertambahan panjang tanaman tiga varietas bawang merah pada 2-7 MST disajikan pada Gambar 2.

(60)

Gambar 2. Grafik laju pertambahan panjang tanaman tiga varietas bawang merah pada 2-7 MST

Foto tiga varietas tanaman bawang merah pada 4 MST disajikan pada Gambar 3

Gambar 3. Foto tiga varietas tanaman bawang merah pada 4 MST Jumlah Daun per Rumpun (cm)

Data hasil pengamatan dan daftar sidik ragam jumlah daun per rumpun dapat dilihat pada lampiran 26-37.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan tiga varietas (V) berpengaruh nyata terhadap jumlah daun per rumpun 2-7 MST. Sedangkan

Var. Bima Var. Crok

Kuning

(61)

Rataan jumlah daun per rumpun (helai) tiga varietas bawang merah 2-7 MST pada pemberian beberapa jenis pupuk organik disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah daun per rumpun (helai) tiga varietas bawang merah 2-7 MST pada pemberian beberapa jenis pupuk organik

Umur Varietas Pupuk Organik (g) Rataan

P0 P1 P2 P3 sama menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Tabel 2 menunjukkan bahwa perlakuan V1 berbeda nyata dengan V2 tetapi

berbeda tidak nyata dengan perlakuan V3. Rataan jumlah daun per rumpun 7 MST

terbanyak terdapat pada V1 (Bima) yaitu 22.87 helai dan paling sedikit

(62)

Diagram hubungan tiga varietas bawang merah dengan jumlah daun per rumpun 7 MST disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Diagram hubungan tiga varietas bawang merah dengan jumlah daun per rumpun 7 MST

Grafik laju pertambahan jumlah daun per rumpun tiga varietas bawang merah pada 2-7 MST disajikan pada Gambar 5.

(63)

Jumlah Anakan per Rumpun (anakan)

Data hasil pengamatan dan daftar sidik ragam jumlah anakan per rumpun dapat dilihat pada lampiran 38-49.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan tiga varietas (V) berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan per rumpun 2-7 MST. Sedangkan pemberian beberapa jenis pupuk organik (P) dan interaksi keduanya (VxP) berpengaruh tidak nyata.

Rataan jumlah anakan per rumpun 2-7 MST tiga varietas dan pemberian beberapa jenis pupuk organik disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah anakan per rumpun (anakan) tiga varietas bawang merah 2-7 MST pada pemberian beberapa jenis pupuk organik

Umur Varietas Pupuk Organik (g) Rataan

(64)

Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan V3 berbeda nyata dengan V2 dan

V1. Begitu juga dengan perlakuan V2, berbeda nyata dengan V1. Rataan jumlah

anakan 7 MST terbanyak terdapat pada perlakuan V3 (Medan) yaitu 7.87 dan

paling sedikit V2 (Crok Kuning) yaitu 5.27.

Diagram hubungan tiga varietas bawang merah dengan jumlah anakan per rumpun 7 MST disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Diagram hubungan tiga varietas bawang merah dengan jumlah anakan per rumpun 7 MST

Grafik laju pertambahan jumlah anakan tiga varietas bawang merah pada 2-7 MST disajikan pada Gambar 7.

(65)

Jumlah Siung (Siung)

Data hasil pengamatan dan daftar sidik ragam jumlah siung dapat dilihat pada lampiran 50 dan 51.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan tiga varietas (V) berpengaruh nyata terhadap jumlah siung. Sedangkan pemberian beberapa jenis pupuk organik (P) dan interaksi keduanya (VxP) berpengaruh tidak nyata.

Rataan jumlah siung tiga varietas dan pemberian beberapa jenis pupuk organik disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan jumlah siung (siung) tiga varietas bawang merah pada pemberian beberapa jenis pupuk organik

Varietas

Pupuk Organik (g)

Rataan

P0 P1 P2 P3

V1 = Bima 6.73 7.13 6.47 7.67 7.00 b

V2 = Crok

Kuning 5.53 5.80 5.67 5.87 5.72 c

V3 = Medan 7.67 9.27 8.00 7.80 8.18 a

Rataan 6.64 7.40 6.71 7.11 6.97

Keterangan : Angka yang diikuti notasi yang berbeda pada setiap kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Tabel 4 menunjukkan bahwa perlakuan V3 berbeda nyata dengan V1 dan

V2. Begitu juga dengan perlakuan V2, berbeda nyata dengan V1. Rataan jumlah

siung terbanyak terdapat pada perlakuan V3 (Medan) yaitu 8.18 dan paling sedikit

(66)

Diagram hubungan tiga varietas bawang merah dengan jumlah siung disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8. Diagram hubungan tiga varietas bawang merah dengan jumlah siung Umur Panen (HST)

Data hasil pengamatan dan daftar sidik ragam umur panen dapat dilihat pada lampiran 52 dan 53.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan tiga varietas (V) dan pemberian beberapa jenis pupuk organik (P) berpengaruh nyata terhadap umur panen.. Sedangkan interaksi keduanya (VxP) berpengaruh tidak nyata.

Rataan umur panen tiga varietas dan pemberian beberapa jenis pupuk organik disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Umur panen (HST) tiga varietas bawang merah pada pemberian beberapa jenis pupuk organik

Varietas Pupuk Organik (g) Rataan

(67)

Tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan V3 berbeda nyata dengan V1 dan

V2. Namun V1 berbeda tidak nyata dengan V2. Rataan umur panen paling cepat

terdapat pada perlakuan V2 (Bima) yaitu 60.83 HST dan paling lama

V3 (Medan) yaitu 68.75 HST. Sedangkan perlakuan P0 berbeda nyata dengan P1,

P2, dan P3. Namun P3 berbeda tidak nyata dengan P1 dan P2. Rataan umur panen

paling cepat pada perlakuan pupuk organik (P) terdapat pada perlakuan P0 (kontrol) yaitu 61.67 HST dan paling lama pada perlakuan P3 (pukan sapi)

yaitu 65.56 HST.

Diagram hubungan tiga varietas bawang merah dengan umur panen disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9. Diagram hubungan tiga varietas bawang merah dengan umur panen Diagram hubungan jenis pupuk organik dengan umur panen disajikan pada Gambar 10.

Gambar 10. Diagram hubungan jenis pupuk organik dengan umur panen

(68)

Bobot Basah Umbi per Sampel (g)

Data hasil pengamatan dan daftar sidik ragam bobot basah umbi per sampel dapat dilihat pada lampiran 54 dan 55.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan tiga varietas (V) berpengaruh nyata terhadap bobot basah umbi per sampel. Sedangkan pemberian beberapa jenis pupuk organik (P) dan interaksi keduanya (VxP) berpengaruh tidak nyata.

Rataan bobot basah umbi per sampel tiga varietas dan pemberian beberapa jenis pupuk organik disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Bobot basah umbi per sampel (g) tiga varietas bawang merah pada pemberian beberapa jenis pupuk organik

Varietas Pupuk Organik Rataan

P0 (Kontrol) TKKS Arang Sekam Pukan Sapi

V1 = Bima 11.08 10.55 16.02 16.67 13.58 a

V2 = Crok

Kuning 8.23 10.89 10.59 16.23 11.49 ab

V3 = Medan 7.94 11.45 8.36 8.10 8.96 b

Rataan 9.08 10.96 11.65 13.67 11.34

Keterangan : Angka yang diikuti notasi yang berbeda pada setiap kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Tabel 6 menunjukkan bahwa perlakuan V1 berbeda nyata dengan V3

namun berbeda tidak nyata dengan V2. Namun perlakuan V2 berbeda tidak nyata

dengan V3. Rataan bobot basah umbi per sampel tertinggi terdapat pada perlakuan

(69)

Diagram hubungan tiga varietas bawang merah dengan bobot basah umbi per sampel disajikan pada Gambar 11.

Gambar 11. Diagram hubungan tiga varietas bawang merah dengan bobot basah umbi per sampel

Bobot Basah Umbi per plot (g)

Data hasil pengamatan dan daftar sidik ragam bobot basah umbi per plot dapat dilihat pada lampiran 57 dan 58.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan tiga varietas (V) dan pemberian beberapa jenis pupuk organik (P) berpengaruh nyata terhadap bobot basah umbi per plot. Sedangkan interaksi keduanya (VxP) berpengaruh tidak nyata.

Rataan bobot basah umbi per plot tiga varietas dan pemberian beberapa jenis pupuk organik disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Bobot basah umbi per plot (g) tiga varietas bawang merah pada pemberian beberapa jenis pupuk organik

Varietas Pupuk Organik Rataan

P0 (Kontrol) TKKS Arang Sekam Pukan Sapi

V1 = Bima 190.45 214.59 330.58 346.17 270.45a

V2 = Crok Kuning 204.39 268.64 245.12 365.78 270.98a

V3 = Medan 188.08 217.80 211.04 226.99 210.98b

Rataan 194.31c 233.67bc 262.25ab 312.98a 250.80 Keterangan : Angka yang diikuti notasi yang berbeda pada setiap kolom dan baris

(70)

Tabel 7 menunjukkan bahwa perlakuan V2 berbeda nyata dengan V3 dan

V2. Namun V1 berbeda tidak nyata dengan V2. Rataan bobot basah umbi per plot

pada perlakuan varietas (V) tertinggi terdapat pada perlakuan V2 (Crok Kuning)

yaitu 270.98 g dan terendah pada perlakuan V3 (Medan) yaitu 210.98 g.

Sedangkan perlakuan P3 berbeda nyata dengan P0 dan P1. Namun P3 berbeda tidak

nyata dengan P2. Rataan bobot basah umbi per plot pada perlakuan pupuk organik

tertinggi terdapat pada perlakuan P3 (pukan sapi) yaitu 312.98 g dan terendah pada

perlakuan P0 (kontrol) yaitu 194.31 g.

Diagram hubungan tiga varietas bawang merah dengan bobot basah umbi per plot disajikan pada Gambar 12.

Gambar 12. Diagram hubungan tiga varietas bawang merah dengan bobot basah umbi per plot

(71)

Bobot Kering Umbi per Sampel (g)

Data hasil pengamatan dan daftar sidik ragam bobot kering umbi per sampel dapat dilihat pada lampiran 59 dan 60.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan tiga varietas (V) berpengaruh nyata terhadap bobot kering umbi per sampel. Sedangkan pemberian beberapa jenis pupuk organik (P) dan interaksi keduanya (VxP) berpengaruh tidak nyata.

Rataan bobot kering umbi per sampel tiga varietas dan pemberian beberapa jenis pupuk organik disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Rataan bobot kering umbi per sampel (g) tiga varietas bawang merah pada pemberian beberapa jenis pupuk organik

Varietas

Keterangan : Angka yang diikuti notasi yang berbeda pada setiap kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Tabel 8 menunjukkan bahwa perlakuan V1 berbeda nyata dengan V3

namun berbeda tidak nyata dengan V2. Sedangkan perlakuan V2 berbeda tidak

nyata dengan V3. Rataan bobot kering umbi per sampel tertinggi terdapat pada

perlakuan V1 (Bima) yaitu 11.67 g dan terendah pada perlakuan V3 (Medan) yaitu

(72)

Diagram hubungan tiga varietas bawang merah dengan bobot kering umbi per sampel disajikan pada Gambar 14.

Gambar 14. Diagram hubungan tiga varietas bawang merah dengan bobot kering umbi per sampel

Bobot Kering Umbi per plot (g)

Data hasil pengamatan dan daftar sidik ragam bobot kering umbi per plot dapat dilihat pada lampiran 61 dan 62.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan tiga varietas (V) dan pemberian beberapa jenis pupuk organik (P) berpengaruh nyata terhadap bobot kering umbi per plot. Sedangkan interaksi keduanya (VxP) berpengaruh tidak nyata.

Rataan bobot kering umbi per plot tiga varietas dan pemberian beberapa jenis pupuk organik disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Rataan bobot kering umbi per plot (g) tiga varietas bawang merah pada pemberian beberapa jenis pupuk organik

Varietas Pupuk Organik (g) Rataan

(73)

Tabel 9 menunjukkan bahwa perlakuan V2 berbeda nyata dengan V3

Diagram hubungan tiga varietas bawang merah dengan bobot kering umbi per plot disajikan pada Gambar 15.

Gambar 15. Diagram hubungan tiga varietas bawang merah dengan bobot kering umbi per plot

Diagram hubungan jenis pupuk organik dengan bobot kering umbi per plot disajikan pada

Gambar 16.

(74)

Pembahasan

Tanggap Pertumbuhan dan Produksi Tiga Varietas Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) pada tanah yang Terkena Abu

Vulkanik Sinabung

Peubah amatan panjang tanaman (Tabel 1) menunjukkan bahwa rataan tanaman terpanjang pada pengamatan mulai dari 2 MST - 7 MST adalah varieras Bima dan terpendek adalah varietas Medan. Panjang tanaman varietas Bima pada 7 MST yaitu 26.80 cm, diikuti oleh varietas Crok Kuning yaitu 26.08 cm dan varietas Medan yaitu 21.86 cm. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa panjang tanaman varietas Bima masih dalam kisaran deskripsi varietas Bima, sedangkan panjang tanaman varietas Crok Kuning dan varietas Medan di bawah kisaran deskripsi kedua varietas tersebut (Lampiran 4). Hal ini menunjukkan bahwa varietas Bima lebih toleran ditanam pada tanah yang dicampur debu vulkanik dibandingkan varietas Crok Kuning dan varietas Medan.

(75)

Medan lebih toleran ditanam pada tanah yang dicampur debu vulkanik sehingga muncul daun lebih cepat dibandingkan varietas Crok Kuning.

Peubah amatan jumlah anakan per rumpun dan jumlah siung (Tabel 3 dan Tabel 4) menunjukkan bahwa rataan jumlah anakan per rumpun tebanyak pada pengamatan mulai dari 2 MST - 7 MST dihasilkan oleh varietas Medan dan paling sedikit adalah varietas Crok Kuning. Jumlah anakan per rumpun varietas Medan pada 7 MST yaitu 7.87 anakan, diikuti oleh varietas Bima yaitu 6.52 anakan dan varietas Crok Kuning yaitu 5.27 anakan. Begitu jugadengan jumlah siung terbanyak dihasilkan oleh varietas Medan yaitu 8.18 siung, diikuti dengan varietas Bima yaitu 7.00 siung dan varietas Crok Kuning yaitu 5.72 siung. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa jumlah anakan per rumpun dan jumlah siung varietas Medan dan varietas Bima masih dalam kisaran deskripsi varietas Bima. Sedangkan jumlah anakan per rumpun dan jumlah siung varietas Crok Kuning di bawah kisaran deskripsi (Lampiran 4). Hal ini menunjukkan bahwa umbi Medan dan varietas Bima berkembang dengan cukup baik pada tanah yang dicampur debu vulkanik dibandingkan varietas Crok Kuning.

(76)

Peubah amatan bobot basah dan kering umbi per sampel (Tabel 6 dan 8) menunjukkan bahwa rataan bobot basah dan kering per sampel terbanyak dihasilkan oleh varietas Bima yaitu 13.58 dan 11.67 g, diikuti oleh varietas Crok Kuning yaitu 11.49 dan 9.76 g dan terendah pada varietas Medan yaitu 8.96 dan 7.61 g. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan potensi produksi dari masing-masing varietas.

Peubah amatan bobot basah dan kering umbi per plot (Tabel 7 dan 9) menunjukkan bahwa rataan bobot basah umbi per plot terbanyak dihasilkan oleh varietas Crok Kuning yaitu 270.98 g dan 229.90 g, diikuti oleh varietas Bima yaitu 270.45 g dan 228.79 g, dan terendah pada varietas Medan yaitu 210.98 g dan 178.42 g (Lampiran 56). Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan potensi produksi dari masing-masing varietas. Hal ini sesuai dengan literatur Putrasamedja dan Suwandi (1996) yang menyatakan bahwa produksi umbi kering varietas Crok Kuning yaitu 24,9 – 26,6 ton per hektar. Sedangkan varietas Bima yaitu 9.9 ton/ha dan Medan yaitu 7,4 ton per hektar.

Tanggap Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) terhadap Pemberian Pupuk Organik pada Tanah yang Terkena Abu Vulkanik Sinabung

(77)

sehingga tanaman lebih cepat mengakhiri fase hidupnya dengan menunjukkan ciri-ciri panen lebih awal.

Peubah amatan bobot basah dan kering umbi per plot (Tabel 7 dan 9) menunjukkan bahwa rataan bobot basah umbi per plot terbanyak dihasilkan oleh perlakuan pukan sapi yaitu 312.98 g dan 266.59 g, diikuti oleh perlakuan arang sekam yaitu 262.25 g dan 222.95 g, kemudian perlakuan kompos TKKS yaitu 233.67 g dan 187.26 g dan terendah pada kontrol yaitu 194.31 g dan 162.68 g (Lampiran 56). Hal ini disebabkan oleh kandungan unsur hara N pada pukan sapi yang tinggi. Kandungan N yang tinggi ini sangat diperlukan dalam pembentukan umbi bawang karena umbi bawang merupakan hasil modifikasi daun dari tanaman tersebut. Hal ini sejalan dengan pernyataan Sugiyarto (2012) yang menyatakan bahwa tanaman bawang merah merupakan tanaman yang memiliki umbi lapis yang merupakan modifikasi daun. Seperti tanaman sayuran lainnya, bawang merah memerlukan unsur hara nitrogen yang tinggi.

(78)
(79)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Tiga varietas bawang merah berbeda nyata terhadap panjang tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, jumlah siung, umur panen, bobot basah umbi per sampel, bobot basah umbi per plot, bobot kering umbi per sampel, dan bobot kering umbi per plot.

2. Pemberian beberapa jenis pupuk organik berbeda nyata terhadap peubah amatan umur panen, bobot basah umbi per plot, dan bobot kering umbi per plot.

3. Interaksi kedua perlakuan berbeda tidak nyata terhadap panjang tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, jumlah siung, umur panen, bobot basah umbi per sampel, bobot basah umbi per plot, bobot kering umbi per sampel, dan bobot kering umbi per plot. .

Saran

(80)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman

Tanaman bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae, ordo

liliales, famili liliaceae, genus Allium, dan spesies : Allium ascalonicum L. (Steenis, 2003).

Bentuk biji bawang merah (A. ascalonicum) adalah bulat, gepeng, keriput, dan warnanya hitam (Putrasamedja dan Suwandi, 1996).

Tangkai bunga keluar dari ujung tanaman (titik tumbuh) yang panjangnya antara 30-90 cm, dan di ujungnya terdapat 50-200 kuntum bunga yang tersusun

melingkar (bulat) seolah berbentuk payung. Tiap kuntum bunga terdiri atas 5-6 helai daun bunga yang berwarna putih, 6 benang sari berwarna hijau atau

keCrok Kuning-Crok Kuningan, 1 putik dan bakal buah berbentuk hampir segitiga (Sudirja, 2007).

Daun bawang merah bertangkai relatif pendek, berbentuk bulat mirip pipa, berlubang, memiliki panjang 15 - 40 cm, dan meruncing pada bagian ujung. Daun berwarna hijau tua atau hijau muda. Setelah tua, daun menguning, tidak lagi setegak daun yang masih muda dan akhirnya mengering dimulai dari bagian ujung tanaman (Suparman, 2010).

Memiliki batang sejati atau disebut “discus” yang bentuknya seperti

(81)

Umbi bawang merah merupakan umbi ganda ini terdapat lapisan tipis yang tampak jelas, dan umbi-umbinya tampak jelas juga sebagai benjolan ke kanan dan ke kiri, dan mirip siung bawang putih. Lapisan pembungkus siung umbi bawang merah tidak banyak, hanya sekitar 2 sampai 3 lapis, dan tipis yang mudah kering. Sedangkan lapisan dari setiap umbi berukuran lebih banyak dan tebal. Maka besar kecilnya siung bawang merah tergantung oleh banyak dan tebalnya lapisan pembungkus umbi (Suparman, 2010).

Tanaman mempunyai akar serabut dengan daun berbentuk silinder berongga. Umbi terbentuk dari pangkal daun yang bersatu dan membentuk batang yang berubah bentuk dan fungsi, membesar dan membentuk umbi berlapis (Hervani et al., 2008).

Syarat Tumbuh Iklim

Tanaman bawang merah lebih optimum tumbuh di daerah beriklim kering. Tanaman bawang merah peka terhadap curah hujan dan intensitas hujan yang tinggi serta cuaca berkabut. Tanaman ini membutuhkan sinar matahari yang maksimal (minimal 70% penyinaran), suhu udara 25 – 32 °C dan kelembaban nisbi 50 - 70% (Sumarni dan Hidayat, 2005).

Maka dari itu, waktu tanam yang baik adalah musim kemarau dengan ketersediaan air pengairan yang cukup, yaitu pada bulan April/Mei setelah panen padi dan pada bulan Juli/Agustus. Penanaman di musim kemarau tersebut biasanya dilaksanakan pada lahan bekas padi sawah atau tebu, sedangkan

(82)

Tanaman bawang merah cocok tumbuh di dataran rendah sampai tinggi (0–1000 m dpl), dengan ketinggian optimum untuk pertumbuhan dan perkembangan bawang merah adalah 0–450 m dpl. Tanaman ini peka terhadap curah hujan dan intensitas hujan yang tinggi serta cuaca berkabut, juga memerlukan penyinaran cahaya matahari maksimal (minimal 70% penyinaran) dengan suhu udara 25-32 oC, dan kelembaban nisbi 50-70% (Litbang, 2013). Tanah

Bawang merah dapat tumbuh hampir pada semua jenis tanah dengan pH lebih dari 5,6 dan menyukai jenis tanah lempung berpasir. Bawang merah membutuhkan banyak air tetapi kondisi yang basah menyebabkan penyakit busuk (Siemonsma and Pileuk, 1994).

Jenis tanah yang cocok untuk tanaman bawang merah yaitu tanah aluvial atau kombinasinya dengan tanah Glei-Humus atau Latosol. Ciri-ciri tanah yang baik antara lain berstruktur remah, tekstur sedang sampai liat, drainase/aerasi baik, mengandung bahan organik yang cukup dan reaksi tanah tidak masam dengan pH 5,6 – 6,5 (Sutarya dan Grubben, 1995).

Varietas Tanaman Bawang Merah

Varietas adalah sekumpulan individu tanaman yang dapat dibedakan oleh setiap sifat (morfologi, fisiologi, sitologi, kimia, dll) yang nyata untuk usaha pertanian dan bila diproduksi kembali akan menunjukkan sifat-sifat yang dapat dibedakan dari lainnya (Harefa, 2011).

(83)

mencakup berbagai bentuk dan fungsi tanaman yang menghasilkan keanekaragaman pertumbuhan tanaman. Keragaman penampilan tanaman akibat susunan dan mungkin terjadi sekalipun tanaman yang digunakan berasal dari jenis yang sama (Sitompul dan Guritno, 1995).

Ada beberapa varietas atau kultivar yang berasal dari daerah-daerah tertentu, seperti Sumenep, Bima, Lampung, Maja dan sebagainya, yang satu sama lain memiliki perbedaan yang jelas. Sementara itu, Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang (BALITSA) telah melepas beberapa varietas bawang merah, yaitu Crok Kuning, Kramat 1 dan Kramat 2 (Sumarni dan Hidayat, 2005). .

Varietas Bima berasal dari daerah lokal Brebes. Umur tanaman 60 hari setelah tanam. Tanaman berbunga pada umur 50 hari. Bentuk umbi lonjong bercincin kecil pada leher cakram. Warna umbi merah muda. Produksi umbi 9,9 ton/ha. Cukup tahan terhadap penyakit busuk umbi (Botrytis allii) dan peka terhadap penyakit busuk ujung daun (Phytopthora porri).

Varietas Crok Kuning telah lama dibudidayakan petani di daerah Brebes, Jawa Tengah sebagai varietas lokal setempat. Umur tanaman mulai saat tanam sampai panen berkisar antara 56-66 hari. Jumlah anakan setiap rumpun berkisar antara 7-12 anakan. Produksi umbi berkisar antara 14,4-20,1 ton/ha. Umbi berwarna merah gelap. Cukup tahan terhadap penyakit busuk umbi (B. alii) tetapi peka terhadap penyakit bercak ungu (Alternaria porrii) maupun antraknose (Colletotrichum sp.). Kultivar ini baik untuk diusahakan di dataran rendah sampai dataran medium pada musim kemarau.

(84)

silindris berlubang. Umbi berbentuk bulat dengan ujung meruncing. Warna umbi merah, produksi umbi kering 7,4 ton per hektar. Cukup tahan terhadap penyakit busuk umbi (B. alli). Peka terhadap penyakit busuk daun (P. porri). Varietas ini baik untuk dataran rendah dan dataran tinggi (Putrasamedja dan Suwandi, 1996).

Perbedaan produktivitas dari setiap varietas/kultivar ini tidak hanya bergantung pada sifatnya, namun juga banyak dipengaruhi oleh situasi dan kondisi daerah, iklim, pemupukan, pengairan dan tanah merupakan faktor penentu dalam produktivitas maupun kualitas umbi bawang merah. Kualitas umbi bawang merah ditentukan oleh beberapa faktor, seperti warna, kepadatan, rasa, aroma, dan bentuk. Bawang merah yang warnanya merah, umbinya padat, rasanya pedas, aromanya wangi jika digoreng dan bentuknya lonjong lebih menarik dan disukai oleh konsumen (Sumarni dan Hidayat, 2005).

Abu Vulkanik

Abu Vulkanik terdiri dari partikel-partikel batuan vulkanik terfragmentasi. Abu vulkanik sering panas sangat dekat dengan gunung berapi tetapi dingin ketika jatuh pada jarak tertentu. Hal ini terbentuk selama ledakan gunung berapi, dari longsoran panas batuan yang mengalir menuruni sisi gunung berapi, atau dari merah-panas cair lava semprot. Abu bervariasi dalam penampilan tergantung pada jenis gunung berapi dan bentuk letusan (Sinuhaji, 2011).

(85)

asam-asam organik yang terdapat di dalam tanah. Akan tetapi, proses pelapukan ini memakan waktu yang sangat lama. Hasil pelapukan lanjut dari abu vulkanik mengakibatkan terjadinya penambahan kadar kation-kation (Ca, Mg, K dan Na) di dalam tanah hampir 50% dari keadaan sebelumnya (Fiantis, 2006).

Menurut Sudaryo dan Sucipto (2009) karakteristik abu vulkanik yang terdapat pada Gunung Merapi memiliki kandungan P dalam abu volkan berkisar antara rendah sampai tinggi (8-232 ppm P2O5). KTK (1,77-7,10 me/100 g) dan

kandungan Mg (0,13-2,40 me/100g), yang tergolong rendah, namun kadar Ca

cukup tinggi (2,13-15,47 me/’100 g). Sulfur (2-160 ppm), kandungan logam berat Fe (13-57 ppm), Mn (1.5-6,8 ppm), Pb (0,1- 0,5 ppm) dan Cd cukup rendah (0,01- 0,03 ppm).

pH abu vulkanik rendah yaitu 4,3 dengan kriteria sangat masam. Secara tidak langsung keadaan ini akan mempengaruhi keberadaan fosfor dalam tanah. Sementara itu fosfor merupakan unsur yang diperlukan dalam jumlah yang besar (hara makro). Jumlah fosfor dalam tanah lebih kecil dibandingkan dengan nitrogen dan kalium. Tetapi, fosfor dianggap sebagai kunci kehidupan (key of

life). Tanaman menyerap fosfor dalam bentuk ion ortofosfat primer (H2PO4) dan

ion ortofosfat sekunder (HPO4=). Dalam hal ini mikrobia memegang peranan

penting di dalam proses transformasi posfat organik ke bentuk fosfat anorganik. Posfor memegang peranan penting pada nutrisi tanaman tetapi konsentrasinya di larutan tanah hanya berkisar 100-400 gr P/Ha (Wild, 1988).

Pupuk Organik

(86)

sebagai substrat bagi mikroba tanah. Aktivitas mikroorganisme dan fauna tanah dapat membantu terjadinya agregasi tanah. Pelapukan oleh asam-asam organik dapat memperbaiki lingkungan pertumbuhan tanaman terutama pada tanah masam. Selain itu, hasil mineralisasi bahan organik dapat meningkatkan

ketersediaan hara tanah dan nilai tukar kation (Kumolontang, 2008).

Ada beberapa jenis pupuk organik yaitu pupuk kandang dan pupuk kompos. Pupuk kandang bisa berasal dari kotoran sapi dan kotoran ayam yang telah terdekomposisi sempurna. Kandungan unsur hara yang terkandung di dalam pupuk kandang sangat tergantung pada jenis hewan, kondisi pemeliharaan, lama atau barunya kotoran dan tempat pemeliharaannya. Dosis yang dianjurkan berkisar antara 10 – 20 ton/ha (Purwa, 2007).

Pupuk kandang sebagai sumber dari unsur hara makro maupun mikro yang berada dalam keadaan seimbang. Unsur makro seperti N, P, K, Ca dan lain-lain sangat penting untuk pertum-buhan dan perkembangan tanaman. Unsur mikro yang tidak terdapat dalam pupuk lain, tersedia dalam pupuk kandang seperti Mn, Co, dan lain-lain (Jumini et al., 2010).

Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)

(87)

gambaran, apabila sebuah pabrik kelapa sawit dengan kapasitas 30 ton/jam akan menghasilkan LCPKS 360 m3/hari dan TKKS 138 m3/hari sehingga hasil perpaduan kedua limbah tersebut akan diolah menghasilkan kompos TKKS sebesar 70 ton/hari. Limbah sebanyak ini semuanya dapat diolah menjadi kompos hingga tidak menimbulkan masalah pencemaran, sekaligus mengurangi biaya pengolahan limbah yang cukup besar (Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2008).

Salah satu potensi TKKS yang cukup besar adalah sebagai bahan pembenah tanah dan sumber hara bagi tanaman. Potensi ini didasarkan pada materinya merupakan bahan organik dengan kandungan hara yang cukup tinggi. Tandan kosong kelapa sawit mengandung 42,8% C, 2,90% K2O, 0,80% N, 0,22%

P2O5, 0,30% MgO dan unsur-unsur mikro antara lain 10 ppm B, 23 ppm Cu, dan

51 ppm Zn (Buana et al., 2003).

TKKS merupakan sisa tandan buah segar (TBS) yang telah dirontokan buahnya setelah dipanen dalam proses pengolahan dipabrik kelapa sawit. Banyaknya tandan kosong adalah 27% dari produksi tandan buah segar dan bila dibakar akan diperoleh abunya sebanyak 1.65% dari berat tandan kosong. Selain itu TKKS mempunyai nilai nutrisi yang tinggi dan berpotensi untuk dijadikan

sebagai pupuk organik. Hasil analisis kimianya adalah 34% C, 0,8% P2O5,

(88)

Dari hasil penelitian Simanjuntak (2011), dosis kompos TKKS sebanyak 20 ton/ha memberikan pengaruh yang terbaik terhadap jumlah daun, jumlah siung, dan diameter umbi.

Arang Sekam

Arang sekam merupakan media tanam yang porous dan memiliki kandungan karbon (C) yang tinggi sehingga membuat media tanam ini menjadi gembur. Kelemahan penggunaan arang sekam adalah mudah hancur dan harus rajin melakukan penggantian media tanam. Arang sekam disarankan sebagai bahan campuran media, tetapi digunakan sekitar 25% saja, karena dalam jumlah banyak akan mengurangi kemampuan media dalam menyerap air (Rianti, 2009).

Arang sekam mengandung SiO2 (52%), C (31%), K (0.3%), N (0,18%),

F (0,08%), dan kalsium (0,14%). Selain itu juga mengandung unsur lain seperti Fe2O3, K2O, MgO, CaO, MnO dan Cu dalam jumlah yang kecil serta beberapa

(89)

pupuk memberikan hasil yang lebih baik dalam percobaan tanaman kedelai dan pertumbuhan jagung.

Hasil penelitian Bahri (2012) menunjukkan bahwa penambahan arang sekam hanya berpengaruh nyata terhadap volume umbi dan dosis arang sekam memberikan pengaruh terbaik terhadap volume umbi yaitu penambahan arang sekam dengan dosis 20 ton/ha pada bawang merah.

Pupuk Kandang (pukan) Sapi

Tawakkal (2009) menyatakan bahwa pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kandang ternak, baik berupa kotoran padat (faeces) yang bercampur sisa makanan maupun air kencing (urine), sehingga kualitas pupuk kandang beragam tergantung pada jenis, umur serta kesehatan ternak, jenis dan kadar serta jumlah pakan yang dikonsumsi, jenis pekerjaan dan lamanya ternak bekerja, lama dan kondisi penyimpanan, jumlah serta kandungan haranya.

(90)

Keistimewaan penggunaan pupuk kandang antara lain:

 Merupakan pupuk lengkap, karena mengandung semua hara makro yang dibutuhkan oleh tanaman, juga mengandung hara mikro.

 Mempunyai pengaruh susulan, karena pupuk kandang mempunyai pengaruh untuk jangka waktu yang lama dan merupakan gudang makanan bagi tanaman yang berangsur-angsur menjadi tersedia.

 Memperbaiki struktur tanah sehingga aerasi di dalam tanah semakin baik.

 Meningkatkan kemampuan tanah dalam menyimpan air.

 Meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga hara yang terdapat di dalam tanah mudah tersedia bagi tanaman.

 Mencegah hilangnya hara (pupuk) dari dalam tanah akibat proses pencucian oleh air hujan atau air irigasi.

 Mengandung hormon pertumbuhan yang dapat memacu pertumbuhan tanaman (Souri, 2001).

Dalam Jamilah (2003) menyatakan bahwa pupuk kandang biasanya terdiri atas campuran 0,5% N; 0,25% P2O5 dan 0,5% K2O. Pupuk kandang sapi padat

dengan kadar air 85% mengandung 0,40% N; 0,20% P2O5 dan 0,1% K2O dan

yang cair dengan kadar air 95% mengandung 1% N; 0,2% P2O5 dan 1,35% K2O.

Diantara jenis pukan, pukan sapilah yang mempunyai kadar serat yang

tinggi seperti selulosa, hal ini terbukti dari hasil pengukuran parameter rasio C/N yang cukup tinggi >40. Tinggi kadar C dalam pukan sapi menghambat

(91)
(92)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak gunung, baik yang masih aktif (gunung api) maupun yang sudah tidak aktif lagi. Gunung Sinabung adalah salah satu gunung aktif yang berada di dataran tinggi Karo, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, Indonesia. Ketinggian gunung Sinabung ini adalah 2.460 m. Gunung Sinabung ini meletus pada tahun 1600 (Lubis, 2011), namun meletus kembali pada tanggal 27 Agustus 2010 dan bulan September 2013. Pada bulan September 2014, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) badan Geologi melaporkan letusan disertai dengan awan panas guguran sejauh 2 km dari puncak yang mengarah ke arah tenggara dengan lama erupsi 907 detik. Letusan Gunung Sinabung mengeluarkan awan panas dan lahar yang mengalir dengan membawa panas atau energi yang cukup besar serta material-material vulkanik, seperti abu.

Abu vulkanik menutupi sebagian besar lahan pertanian di tanah karo. Abu vulkanik yang menutupi lahan pertanian menyebabkan tanah memadat. Sehingga petani Karo mengalami kesulitan dalam melakukan kegiatan bercocok tanam. Hal ini menyebabkan kerugian besar bagi petani karo dan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya.

(93)

penyebaran abu vulkanik itu karena tanah yang terkena abu tersebut mengandung

logam-logam berat dan bersifat masam sampai sangat masam (pH berkisar antara 4,3 - 4,7). Tanah yang masam menyebabkan unsur hara pada tanah tidak

tersedia bagi tanaman. Karena unsur hara yang dibutuhkan tanaman terjerap pada koloid tanah.

Untuk mengatasi masalah tersebut kemungkinan dapat dilakukan dengan mencampur abu letusan dengan bahan organik. Diharapkan, bahan organik yang mengandung berbagai jenis asam organik tersebut mampu melepaskan hara,seperti yang terikat dalam struktur mineral dari abu letusan. Di samping itu, bahan organik juga mampu menjaga kondisi kelembaban agar pelapukan fisik, kimia dan biologi berlangsung secara simultan untuk mempercepat pelepasan hara tanaman dari mineral pembawa cadangan hara (Tim Kompas, 2010).

Dalam penelitian ini, bahan organik yang diggunakan kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS), pupuk kandang sapi, dan arang sekam padi. Ketiga pupuk organik tersebut bisa dijadikan sebagai pembenah dan penambah unsur hara dalam tanah yang merupakan hasil samping ataupun limbah pertanian, perkebunan, dan peternakan yang banyak di sekitar kita. Contoh gambaran, apabila sebuah pabrik kelapa sawit dengan kapasitas 30 ton/jam akan menghasilkan LCPKS 360 m3/hari dan TKKS 138 m3/hari. Limbah sebanyak ini semuanya dapat diolah menjadi kompos hingga tidak menimbulkan masalah pencemaran, sekaligus mengurangi biaya pengolahan limbah yang cukup besar (Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2008).

(94)

Sulfur pada Abu vulkanik ini diharapkan mampu menyediakan kebutuhan unsur tersebut pada bawang merah. Karena umbi bawang merah mengandung Sulfur yang membuat rasa pedas. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Sumarni dan Hidayat (2005) yang menyatakan bahwa bawang merah merupakan salah satu jenis tanaman yang membutuhkan banyak sulfat. Sulfat memegang peranan penting dalam metabolisme tanaman yang berhubungan dengan beberapa parameter penentu kualitas nutrisi tanaman sayuran.

Produksi bawang merah masih jauh di bawah kebutuhan. Dari data BPS (2013), produksi bawang merah provinsi Sumatera Utara pada tahun 2012 adalah 14.158 ton sedangkan kebutuhan bawang merah mencapai 66.420 ton. Untuk memenuhi kebutuhan bawang merah, dilakukan impor dari luar negeri. Untuk mengatasi masalah tersebut, ada beberapa cara untuk meningkatkan produksi bawang merah yaitu dengan melakukan perluasan areal tanam dan menggunakan varietas yang tepat.

(95)

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian guna mengetahui pertumbuhan dan produksi beberapa varietas tanaman bawang merah pada pemberian pupuk organik di tanah yang terkena abu vulkanik Sinabung.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui, mengidentifikasi, menganalisis, dan mengevaluasi pertumbuhan dan produksi tiga varietas bawang merah (Allium ascalonicum L.) pada pemberian beberapa jenis pupuk organik di tanah yang terkena abu vulkanik. Hipotesis Penelitian

Tiga Varietas bawang merah (Allium ascalonicum L.) berbeda nyata pertumbuhan dan produksinya di tanah yang terkena abu vulkanik Sinabung.

 Pemberian beberapa jenis pupuk organik berpengaruh nyata meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) di tanah yang terkena abu vulkanik Sinabung.

 Ada interaksi antara kedua perlakuan dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) di tanah yang terkena abu vulkanik Sinabung.

Kegunaan Penelitian

Gambar

Tabel 1. Panjang tanaman tiga varietas bawang merah 2-7 MST (cm) pada pemberian beberapa jenis pupuk organik
Grafik laju pertambahan panjang tanaman tiga varietas bawang merah
Gambar 3
Tabel 2. Jumlah daun per rumpun (helai) tiga varietas bawang merah 2-7 MST  pada pemberian beberapa jenis pupuk organik Pupuk Organik (g)
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen tanpa ijin tertulis dari Fakultas Ekonomi. Universitas

Sehubungan berakhirnya masa sanggah dan tidak adanya sanggah dari peserta, maka dengan ini diundang untuk hadir sebagaimana perihal di atas pada :. Hari / Tanggal : JUM AT,

– Getting students to explain something / Redirecting after an error or mistake / Clarifying Comments. • Interpret

PEKERJAAN : PAKET 11 REHABILITASI SARANA IRIGASI DI KENONGGO DS SOLODIRAN KEC MANISRENGGO SUMBER DANA : DAK Dan APBD Kab Klaten. HPS

Prinsip-prinsip latihan yang telah diterapkan secara optimal oleh setiap pelatih baik untuk latihan penguasaan teknik dasar (kihon) karate akan memperlihatkan suatu hasil

[r]

“Morphological, Thermal, and Mechanical Properties of Starch Biocomposite Film Reinforced by Cellulose Nanocrystals From R ice Husks”. Y., John