TIPE KEPEMIMPINAN DAN KEPUASAN KERJA
(Studi Korelasional tentang Pengaruh Tipe Kepemimpinan terhadap Kepuasan Kerja Pegawai di Sekretariat Daerah Kabupaten Langkat)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen Ilmu Komunikasi
Disusun oleh :
Tomy Andrian
030904006
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
LEMBAR PERSETUJUAN
SKRIPSI INI DISETUJUI UNTUK DIPERTAHANKAN OLEH :
NAMA : TOMY ANDRIAN
NIM : 030904006
DEPARTEMEN : ILMU KOMUNIKASI
JUDUL : TIPE KEPEMIMPINAN DAN KEPUASAN KERJA
(Studi Korelasional tentang Pengaruh Tipe Kepemimpinan
Terhadap Kepuasan Kerja Pegawai di Sekretariat Daerah
Kabupaten Langkat)
Medan, September 2010
DOSEN PEMBIMBING KETUA DEPARTEMEN
DRA. FATMA WARDY LUBIS, MA
NIP. 196208281986012001 NIP. 195102191987011001
DRS.AMIR PURBA,MA
DEKAN FISIP USU
ABSTRAKSI
Penelitian ini berjudul Tipe Kepemimpinan dan Kepuasan Kerja (Studi Korelasional tentang Pengaruh Tipe Kepemimpinan terhadap Kepuasan Kerja Pegawai di Sekretariat Daerah Kabupaten Langkat). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana hubungan antara tipe kepemimpinan dengan kepuasan kerja pegawai di kantor Sekretariat Daerah Kabupaten Langkat.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional, yang bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan, seberapa besar hubungan tersebut dan berarti tidaknya hubungan antara tipe kepemimpinan dengan kepuasan kerja pegawai di kantor Sekretariat Daerah Kabupaten Langkat.
Populasi dalam penelitian ini adalah para pegawai di kantor Sekretariat Daerah Kabupaten Langkat yang berjumlah 199 orang pada tahun 2010. Untuk menentukan jumlah sampel digunakan rumus Taro Yamane dengan presisi 10% dan tingkat kepercayaan 90% sehingga diperoleh sampel sebanyak 67 orang. Sementara teknik penarikan sampel yang digunakan yaitu Proportional Stratified Random Sampling.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini melalui dua cara, yaitu Penelitian Kepustakaan (Library research) dan Penelitian Lapangan (Field Research).
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa tabel tunggal, analisa tabel silang dan uji hipotesa melalui rumus Koefisien Korelasi Tata Jenjang (Rank Order) oleh Spearman, dengan menggunakan aplikasi Statistical Product and System Solution (SPPS) 16. Dari hasil penelitian ini diperoleh rs sebesar 0,364, untuk melihat kuat lemahnya korelasi (hubungan) kedua variabel dalam penelitian ini digunakan skala Guilford. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang rendah tetapi pasti antara tipe kepemimpinan dan kepuasan kerja. Kemudian untuk menguji tingkat signifikansi pengaruh variabel X terhadap variabel Y masih menggunakan aplikasi SPSS 16 serta untuk mengetahui besar kekuatan pengaruh variabel X terhadap Y digunakan Uji Determinan Korelasi dan menghasilkan kekuatan hubungan sebesar 13%.
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR ………. viii
BAB I PENDAHULUAN II.1. Pengertian Komunikasi ... 23
II.2. Komunikasi Organisasi ... 25
II.2.1. Pengertian Komunikasi Organisasi ... 25
II.2.2. Fungsi Pesan Komunikasi Organisasi ……….26
II.2.3. Arus Komunikasi dalam Organisasi ………26
II.3. Teori Kepemimpinan ………...27
II.3.1. Pengertian Kepemimpinan ………..27
II.3.2. Peranan Pemimpin ………..28
II.3.3. Gaya Kepemimpinan yang Efektif ……….31
II.4. Kepuasan Kerja ………..34
II.4.1. Pengertian Kepuasan Kerja ………34
II.4.2. Model Kepuasan Kerja ……….35
II.4.3. Respon terhadap Ketidakpuasan Kerja ………..36
BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ……….37
III.2. Metodologi Penelitian ……….. 47
III.3. Waktu dan Lokasi Penelitian ……… 48
III.4. Populasi dan Sampel ……….48
III.4.1. Populasi ……….48
III.4.2. Sampel ………...49
III.5. Teknik Penarikan Sampel ………. 51
III.6. Teknik Pengumpulan Data ……… 52
III.7. Teknik Analisis Data ……… 52
III.8. Uji Hipotesis ………. 53
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN IV.1. Pelaksanaan Pengumpulan Data ……….. 55
IV.1.1. Tahap Awal ………. 55
IV.1.2. Pengumpulan Data ………55
IV.2. Teknik Pengolahan Data ………. 56
IV.3 Analisa Tabel Tunggal ……… 57
IV.3.1 Karakteristik Responden ………. 57
IV.3.2. Tipe Kepemimpinan ……… 61
DAFTAR TABEL
11 Tipe Kepemimpinan Benevolent Autocrat... 63
12 Tipe Kepemimpinan Birokrat ... 64
13 Tipe Kepemimpinan Kompromi ... 65
14 Tipe Kepemimpinan Missionari ... 66
15 Tipe Kepemimpinan Otokrat... 67
16 Tipe Kepemimpinan Desarter ... 68
17 Setiap Tipe Kepemimpinan Mempengaruhi Kepuasan Kerja ... 69
18 Karakteristik Pekerjaan dapat Memenuhi Kebutuhan ... 70
19 Kepuasan Kerja Tercapai jika pemenuhan Kerja Ter- capai ... 71
20 Kepuasan Kerja Tercapai dengan adanya sarana memadai .. 72
21 Anda merasa tepat berada di posisi pekerjaan anda saat ini . 73 22 Kepuasan kerja muncul dari hasil harapan yang terpenuhi ... 74
23 Gaji anda sesuai harapan ... 75
24 Instruksi pimpinan mampu memudahkan ketika bekerja ... 76
kerja ... 77
26 Pekerjaan yang anda pilih mampu memnuhi nilai kerja yang diinginkan ... 78
27 Posisi/jabatan memungkinkan anda dalam pemenuhan kebu tuhan nilai kerja yang penting ... 79
28 Sistem kerja di kantor menganut sistem persamaan ... 80
29 Anda merasa diperlakukan secara adil di tempat kerja ... 81
30 Kepuasan Kerja tercipta dari watak seseorang ... 82
31 Kepuasan kerja timbul dengan sendirinya oleh diri sendiri .. 83
32 Tipe kepemimpinan yang sesuai di tempat anda menimbul kan kepuasan anda dalam bekerja ... 84
33 Hubungan antara tipe kepemimpinan birokrat dengan kepua san kerja timbul dengan sendirinya oleh diri sendiri ... 86
34 Hubungan antara tipe kepemimpinan eksekutif dengan ins- truksi pimpinan mampu memudahkan ketika bekerja ... 88
35 Hubungan antara tipe kepemimpinan kompromi dengan Kepuasan kerja muncul dari hasil harapan yang terpenuhi ... 90
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar Halaman
I.1 Model Teoritis ………. 18
ABSTRAKSI
Penelitian ini berjudul Tipe Kepemimpinan dan Kepuasan Kerja (Studi Korelasional tentang Pengaruh Tipe Kepemimpinan terhadap Kepuasan Kerja Pegawai di Sekretariat Daerah Kabupaten Langkat). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana hubungan antara tipe kepemimpinan dengan kepuasan kerja pegawai di kantor Sekretariat Daerah Kabupaten Langkat.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional, yang bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan, seberapa besar hubungan tersebut dan berarti tidaknya hubungan antara tipe kepemimpinan dengan kepuasan kerja pegawai di kantor Sekretariat Daerah Kabupaten Langkat.
Populasi dalam penelitian ini adalah para pegawai di kantor Sekretariat Daerah Kabupaten Langkat yang berjumlah 199 orang pada tahun 2010. Untuk menentukan jumlah sampel digunakan rumus Taro Yamane dengan presisi 10% dan tingkat kepercayaan 90% sehingga diperoleh sampel sebanyak 67 orang. Sementara teknik penarikan sampel yang digunakan yaitu Proportional Stratified Random Sampling.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini melalui dua cara, yaitu Penelitian Kepustakaan (Library research) dan Penelitian Lapangan (Field Research).
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa tabel tunggal, analisa tabel silang dan uji hipotesa melalui rumus Koefisien Korelasi Tata Jenjang (Rank Order) oleh Spearman, dengan menggunakan aplikasi Statistical Product and System Solution (SPPS) 16. Dari hasil penelitian ini diperoleh rs sebesar 0,364, untuk melihat kuat lemahnya korelasi (hubungan) kedua variabel dalam penelitian ini digunakan skala Guilford. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang rendah tetapi pasti antara tipe kepemimpinan dan kepuasan kerja. Kemudian untuk menguji tingkat signifikansi pengaruh variabel X terhadap variabel Y masih menggunakan aplikasi SPSS 16 serta untuk mengetahui besar kekuatan pengaruh variabel X terhadap Y digunakan Uji Determinan Korelasi dan menghasilkan kekuatan hubungan sebesar 13%.
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Komunikasi tidak hanya sebagai penyampaian dan pertukaran informasi
dari seseorang kepada orang lain atau kepada sekelompok orang, tetapi juga
sebagai sarana koordinasi dari segala aktifitas atau kegiatan yang berlangsung
dalam suatu organisasi atau perusahaan. Suatu organisasi terbentuk apabila suatu
usaha memerlukan lebih dari satu orang untuk menyelesaikannya. Organisasi
tidak dapat dijalankan oleh satu orang karena organisasi merupakan suatu struktur
hubungan manusia yang memerlukan komunikasi dan koordinasi dari setiap
elemen organisasi.
Komunikasi juga bisa menjadi motivator atau dapat mempengaruhi diri
seseorang dalam berpendapat, berfikir atau bertingkah laku. Proses komunikasi
dapat diartikan juga sebagai transfer informasi, artinya proses yang terjadi dengan
tujuan untuk mencapai saling pengertian antara pihak yang mengirim pesan
dengan pihak yang menerima pesan.
Peranan komunikasi dalam perusahaan sangatlah penting dalam mencapai
tujuan. Sesama karyawan dalam suatu perusahaan harus menjalin dan membina
komunikasi secara harmonis. Tujuan perusahaan tidak akan tercapai apabila tidak
adanya komunikasi antara sesama karyawan, baik secara vertikal maupun secara
Perusahaan/instansi pemerintahan merupakan suatu wadah kegiatan
orang-orang yang bekerja sama dalam suatu usaha untuk mencapai tujuannya
masing-masing. Wadah tersebut berisikan pembagian tugas, tanggung jawab, wewenang
dan hubungan antar dan sesama unit perusahaan.
Keberhasilan suatu organisasi untuk mencapai tujuan nya terletak pada
sumber daya manusia. Dengan kata lain manusia atau pegawai merupakan
penentu berhasilnya sebuah organisasi atau perusahaan. Itu berarti manusia
merupakan faktor dominan dalam organisasi yang harus mempunyai dedikasi,
loyalitas dan semangat kerja yang tinggi.
Dalam sebuah organisasi tentunya tidak lepas dari komunikasi, untuk itu Zelco dan Dance (Arni, 2004:66) menyatakan bahwa komunikasi organisasi adalah suatu sistem yang saling tergantung yang mencakup komunikasi internal dan komunikasi eksternal. Komunikasi internal adalah komunikasi dari bawahan kepada atasan, komunikasi dari atasan kepada bawahan, serta komunikasi sesama karyawan yang sama tingkatnya. Sedangkan komunikasi eksternal adalah komunikasi yang dilakukan organisasi terhadap lingkungan luarnya.
Keseluruhan koordinasi dan komunikasi yang terjadi dalam suatu
organisasi dilakukan guna mencapai apa yang menjadi tujuan organisasi. Tujuan
setiap organisasi tentunya bervariasi, tergantung dari bidang yang digeluti oleh
organisasi tersebut dan untuk dapat menuju arah yang ingin dicapai, sebuah
organisasi memerlukan sosok seorang pemimpin.
Membicarakan kepemimpinan memang menarik, dan dapat dimulai dari
sudut mana saja ia akan diteropong. Dari waktu ke waktu kepemimpinan menjadi
perhatian manusia. Ada yang berpendapat masalah kepemimpinan itu sama tuanya
dengan sejarah manusia. Kepemimpinan dibutuhkan manusia, karena adanya
suatu keterbatasan dan kelebihan-kelebihan tertentu pada manusia. Di satu pihak
yang mempunyai kelebihan kemampuan untuk memimpin. Di sinilah timbulnya
kebutuhan akan pemimpin dan kepemimpinan (Thoha, 2007:257)
Seorang pemimpin tentunya memiliki karakteristik tertentu seperti
memiliki kredibilitas, cakap, dan juga lebih superior dibandingkan dengan para
bawahannya. Oleh sebab itu seorang pemimpin merupakan orang yang memegang
kendali yang cukup kuat dalam pelaksanaan bidang kerja pada masing-masing
bagian. Perbedaan karakter tipe pemimpin, tak pelak dapat membuat suasana kerja
setiap bagian berbeda satu sama lain. Sebagai contoh, kita dapat melihat
bagaimana suksesnya pembangunan moda transportasi Busway di Jakarta pada era
kepemimpinan Gubernur Sutiyoso. Pada saat pertama kali ide ini dimunculkan,
Sutiyoso sebagai seorang pemimpin mampu mengkomunikasikan kebijakan apa
yang akan ia berikan sebagai jalan pemecahan masalah kemacetan Kota Jakarta.
Selama proses pengerjaan, para bawahan yakni para pegawai Pemprov Jakarta
terus berkoordinasi dengan atasan mereka tersebut. Para pegawai juga merasa
puas karena pekerjaan yang mereka buat dihargai oleh pimpinan mereka dengan
memberikan perhatian di setiap progres kerja mereka. Selain di Kota Jakarta, kita
dapat melihat contoh lain yakni pemberian Akte Kelahiran dan KTP gratis di
Kota Medan pada era kepemimpinan Walikota Medan Abdillah. Semua itu terjadi
dikarenakan adanya koordinasi dan komunikasi yang baik antara bawahan selaku
pemberi gagasan dengan atasan selaku decision maker. Sehingga hasil akhir dari
itu semua adalah terciptanya keberhasilan pembangunan bagi masyarakat luas
secara umum dan secara khusus menciptakan kepuasan kerja pada diri para
pegawai. Ide mengenai KTP gratis ini sendiri merupakan ide yang dirangkum
itu, dan mereka menuangkan segala buah pikiran mereka kepada mantan Walikota
Abdillah. Tidak dapat disangsikan bahwa kerjasama yang harmonis antara
pimpinan dan bawahannya mampu menghasilkan kebijakan publik yang
menguntungkan masyarakat, dan para pegawai juga merasa puas dengan kinerja
mereka di Kantor Walikota Medan melihat tipe kepemimpinan Abdillah yang
bersikap menuntun bawahannya dalam melaksanakan segala tugas yang diberikan.
Dengan memiliki tipe pemimpin yang berbeda, tidak menutup
kemungkinan terjadi tingkat kepuasan kerja yang berbeda satu sama lain antar
bagian di suatu instansi pemerintahan. Seorang pemimpin memiliki andil yang
cukup tinggi dalam mendukung kenyamanan suasana dalam suatu hubungan
kerja. Para bawahan tentunya memiliki kriteria tertentu terhadap atasannya, yang
pada ujungnya memberikan dampak pada kepuasan kerja para pegawai.
Kepuasan kerja adalah suatu efektivitas atau respons emosional terhadap berbagai aspek pekerjaan. Definisi ini berarti bahwa kepuasan kerja bukanlah suatu konsep tunggal. Sebaliknya, seseorang dapat relatif puas dengan suatu aspek dari pekerjaannya dan tidak puas dengan salah satu atau lebih aspek yang lainnya (Kreitner dan Kinicki 2003:271). Lima model kepuasan kerja yang menonjol akan menggolongkan penyebabnya. Penyebabnya adalah pemenuhan kebutuhan, ketidakcocokan, pencapaian nilai, persamaan, dan komponen watak/genetik. Ulasan singkat dari model-model ini akan memberi penjelasan konsep rumit yang terlihat sederhana.
Pemenuhan kebutuhan; Model-model ini menjelaskan bahwa kepuasan ditentukan oleh karakteristik dari sebuah pekerjaan memungkinkan seorang
individu untuk memenuhi kebutuhannya. Sebagai contoh, sebuah survei
akhir-akhir ini terhadap 30 lembaga bantuan hukum Massachusetts mengungkapkan
bahwa 35% hingga 50% dari rekan lembaga hukum meninggalkan para lembaga
itu pada tiga tahun awal karena lembaga tersebut tidak mengakomodir kebutuhan
keluarga. Contoh ini melukiskan bahwa kebutuhan yang tidak terpenuhi dapat
mempengaruhi kepuasan maupun berhentinya karyawan. Walaupun model-model
ini memunculkan sejumlah besar kontroversi, tetapi secara umum diterima bahwa
Ketidakcocokan; Model-model ini menjelaskan bahwa kepuasan adalah hasil dari harapan yang terpenuhi. Harapan yang terpenuhi mewakili perbedaan antara
apa yang diharapkan oleh seorang individu dari sebuah pekerjaan, seperti upah
dan kesempatan promosi yang baik, dan apa yang pada kenyataannya diterimanya.
Pada saat harapan lebih besar daripada yang diterima, seseorang akan tidak puas.
Sebaliknya, model ini memprediksikan bahwa individu akan puas pada saat ia
mempertahankan output yang diterimanya dan melampaui harapan pribadinya
suatu meta analisis terdapat 31 penelitian yang mencakup 17.421 orang
menunjukan bahwa harapan yang terpenuhi secara signifikan berhubungan
dengan kepuasan kerja.
Pencapaian Nilai; Gagasan yang melandasi pencapaian nilai adalah bahwa kepuasan berasal dari persepsi bahwa suatu pekerjaan memungkinkan untuk
pemenuhan nilai-nilai kerja yang penting dari seorang individu. Pada umumnya,
penelitian secara konsisten mendukung prediksi bahwa pemenuhan nilai secara
positif berkaitan dengan kepuasan kerja. Oleh karna itu, para manajer dapat
meningkatkan kepuasan karyawan dengan melakukan strukturisasi lingkungan
kerja penghargaan dan pengakuan yang berhubungan dengan nilai-nilai karyawan.
Komponen Watak/Genetik; Sudah pernahkah Anda mengamati bahwa beberapa di antara rekan kerja atau teman Anda tampak puas dalam berbagai situasi kerja,
sedangkan orang yang lain selalu terlihat tidak puas? Model kepuasan disini
berusaha untuk menjelaskan pola tersebut. Secara khusus, model watak/genetik
didasarkan pada keyakinan bahwa kepuasan kerja merupakan sebagian fungsi dari
sifat pribadi maupun faktor genetik. Oleh karenanya, model ini menunjukan
bahwa perbedaan individu yang stabil adalah sama pentingnya dalam menjelaskan
kepuasan kerja dengan karakteristik lingkungan kerja. Walaupun hanya sedikit
penelitian yang telah menguji pernyataan ini, hasilnya memperlihatkan hubungan
yang positif dan signifikan antara sifat pribadi dengan kepuasan kerja selama
periode antara 2 hingga 50 tahun. Kesejahteraan, dan kepuasan kerja secara
umum. Penelitian tambahan di butuhkan untuk menguji model kepuasan kerja
Kepuasan kerja berkaitan dengan masalah faktor psikologis, faktor
motivasi dari atasan dan juga faktor apresiasi diri si pegawai. Namun, dalam
penelitian ini, peneliti lebih berfokus kepada faktor dari si pimpinan berupa cara
berkomunikasi, memberikan motivasi ataupun perintah yang sesuai dengan tipe
kepemimpinan si pemimpin, sehingga para pegawai memiliki kepuasan dalam
melaksanakan tugas-tugas kantornya. Seperti yang telah dijabarkan dalam
paragraf sebelumnya, memang tak ayal lagi, tipe kepimpinan tidak hanya milik
orang perseorangan si pemimpin, karena hal tersebut memiliki pengaruh yang
cukup kuat bagi kinerja para bawahannya. Bentuk kinerja yang dihasilkan adalah
kinerja yang berdampak positif bagi atasan secara khusus dan perusahaan secara
umum. Para pegawai mampu menyelesaikan tugas yang diperintahkan dengan
hasil yang baik sesuai dengan perintah sang atasan. Dari hal ini kita bisa melihat
bahwa tipe kepemimpinan tersebut menunjang kinerja serta kepuasan kerja pada
diri si pegawai. Jika kinerja mereka baik, tentunya akan tercipta kepuasan kerja.
Komunikasi yang terjalin melalui tipe kepimpinan tersebut dirasa cukup
kuat untuk dijadikan bahan penelitian untuk mengetahui tingkat kepuasan kerja
para pegawai. Kepuasan kerja atau kepuasan yang diperoleh melalui aktifitas kerja
dalam organisasi formal perusahaan/instantsi, merupakan suatu kebutuhan dasar
manusia yang tidak saja agar dapat memenuhi berbagai kebutuhan dasar untuk
mempertahankan hidup, tetapi juga penting adalah untuk memenuhi kebutuhan
dan mengasihi serta keinginan untuk menjadi dirinya sendiri yang diyakini dapat
dicapainya (Pohan, 2005:29).
Penelitian ini akan dilakukan di Sekretariat Daerah Kabupaten Langkat, Jl.
T. Amir Hamzah No. 1 – Stabat. Pemilihan tempat penelitian didasarkan pada rasa
ingin tahu peneliti untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara tipe
kepemimpinan atasan di Sekretariat Daerah Kabupaten Langkat terhadap
kepuasan kerja para Pegawai Negeri Sipil di institusi pemerintahan ini. Tipekal
pimpinan yang memimpin di Sekretariat Daerah Kabupaten Langkat lebih kepada
sifat gabungan dari berbagai macam tipe kepemimpinan seperti; adanya daya tarik
dan wibawa, mampu mempengaruhi orang lain, bersikap maha tahu, sering
mempergunakan sistem perintah, menuntut disiplin yang tinggi, sukar menerima
kritik, menganggap bawahan sebagai alat, sering marah-marah, namun pimpinan
di kantor pemerintah ini juga bersifat terbuka, tanggap, fokus pada tujuan dan
mampu mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai seorang pemimpin.
Kendala yang sering terjadi adalah ketika gabungan sifat tersebut saling
kontraindikatif satu sama lain. Pimpinan memang bersifat terbuka dan tanggap
terhadap segala masukan, namun ia sukar menerima kritik terhadap kebijakan
yang akan dia laksanakan serta selalu bersikap bahwa dialah yang paling tahu
dibanding siapapun juga. Para bawahan pun hanya mampu mengikuti segala
kemauan atasan mereka untuk mencegah konflik internal. Tentunya hal ini akan
sangat mengganggu dalam proses kerja sehingga perasaan akan kepuasan kerja
akan berkurang pada diri para pegawai di kantor Sekretariat Daerah Kabupaten
memiliki dampak yang kurang baik bagi keharmonisan dalam bekerjasama dan
juga komunikasi vertikal maupun horizontal pada institusi pemerintahan tersebut.
Kepuasan kerja memiliki berbagai dampak baik positif maupun negatif.
Adapun konsekuensi yang ditemui terkait dengan kepuasan kerja antara lain;
Motivasi kerja, keterlibatan dalam pekerjaan, perilaku sebagai anggota organisasi
yang baik, komitmen organisasi, ketidakhadiran pegawai, berhentinya karyawan,
stress yang dirasakan, serta prestasi kerja.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti sejauhmanakah
hubungan antara tipe kepemimpinan terhadap kepuasan kerja Pegawai di
Sekretariat Daerah Kabupaten Langkat.
I.2 Perumusan Masalah
“Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
”Sejauhmanakah Tipe kepemimpinan berpengaruh terhadap Kepuasan kerja
Pegawai di Sekretariat Daerah Kabupaten Langkat?”
I.3 Pembatasan Masalah
Untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas dan
menjadikannya lebih khusus maka perlu adanya pembatasan masalah. Adapun
pembatasan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Penelitian ini bersifat korelasional, yaitu bersifat mencari atau menjelaskan
2. Subjek penelitian adalah mengenai tipe kepemimpianan terhadap kepuasan
kerja
3. Objek penelitian adalah para pegawai yang bekerja di Sekretariat Daerah
Kabupaten Langkat.
4. Lokasi penelitian adalah Kantor Sekretariat Daerah Kabupaten Langkat
yang terletak di Jl. T. Amir Hamzah No. 1 - Stabat.
5. Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2010.
I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian I.4.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui tipe kepemimpinan di Sekretariat Daerah
Kabupaten Langkat.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
Pegawai di Sekretariat Daerah Kabupaten Langkat.
3. Untuk mengetahui sejauhmana hubungan antara tipe kepemimpinan
dengan kepuasan kerja pegawai.
I.4.2 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan bacaan
di Lingkungan FISIP USU khususnya di bidang komunikasi.
2. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan
penulis mengenai komunikasi organisasi khususnya tentang
3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi
Pemerintah Daerah Kabupaten Langkat.
I.5 Kerangka Teori
Setiap penelitian memerlukan kejelasan ttitik tolak atau landasan berpikir
dalam memecahkan atau menyoroti masalahnya. Untuk itu, perlu disusun
kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari
sudut mana masalah penelitian akan disoroti (Nawawi, 2001:39).
Kerlinger menyebutkan teori adalah himpunan konstruk (konsep), definisi, dan proposisiyang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan
menjabarkan relasi di antara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala
tersebut (Rakhmat, 2004:6).
Dalam penelitian ini, teori – teori yang dianggap relevan diantaranya
adalah Komunikasi dan Komunikasi organisasi, Teori Kepemimpinan dan
Kepuasan Kerja.
I.5.1 Komunikasi
Setiap manusia yang berada di tengah-tengah masyarakat, pasti terlibat
dalam proses komunikasi. Terjadinya komunikasi merupakan konsekuensi dari
hubungan sosial. Manusia sangat dipengaruhi oleh komunikasi yang dilakukannya
dengan orang lain. Komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh
seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau untuk merubah sikap,
pendapat atau perilaku orang lain baik secara langsung, yakni secara lisan,
maupun secara tidak langsung melalui media. Secara terminologis, komunikasi
Dari pengertian tersebut, jelas bahwa komunikasi melibatkan sejumlah orang,
dimana seseorang menyatakan sesuatu kepada orang lain.
Ditinjau dari segi penyampaian pernyataan, komunikasi bertujuan bersifat
informative dan persuasive. Komunikasi persuasive (persuasive communication) lebih sulit dari pada komunikasi informative (informative communication), karena
memang tidak mudah untuk merubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang atau
sejumlah orang (Effendy, 2005: 5).
Menurut Harold D. Lasswel (Effendy, 2005: 29), bahwa cara terbaik
untuk menerangkan kegiatan komunikasi ialah menjawab pertanyaan “who says
what in which channel to whom with what effect? Maka jawaban dari pertanyaan ini adalah : siapa komunikatornya, pesan apa yang dinyatakannya atau pesan yang
disampaikan, media apa yang digunakannya, siapa komunikannya, dan efek apa
yang diharapkannya.
Menurut Carl I. Hovland (Lubis, 2005: 9) dalam karyanya “social
communication” menjelaskan komunikasi adalah proses seseorang menyampaikan rangsangan (biasanya dengan lambang, kata/gambar) guna untuk
merubah sikap dan tingkah laku orang lain. Sifat komunikasi ada dua, yaitu:
1. Komunikasi tatap muka (face to face communication)
Komunikasi tatap muka dipakai apabila kita mengharapkan efek perubahan tingkah laku dari komunikan secara langsung. Dengan saling berpandangan, komunikator dapat melihat dan menilai proses komunikasi, apakah komunikan memperhatikan dan mengerti akan informasi yang disampaikan oleh komunikator atau malah sebaliknya.
2. Komunikasi bermedia (mediated communication)
Esensi komunikasi adalah “kesamaan pengertian” diantara mereka yang
berkomunikasi.
I.5.2 Komunikasi Organisasi
Organisasi adalah sebuah wadah yang menampung orang-orang dan
objek-objek; orang-orang dalam organisasi yang berusaha mencapai tujuan bersama
(R. Wayne Pace, 2005: 17). Tujuan untuk memperlajari komunikasi organisasi
adalah untuk menemukan cara-cara yang tepat guna memperbaiki kualitas
kehidupan kerja. Komunikasi organisasi sering diartikan sebagai perilaku
pengorganisasian (organizing behavior), yakni bagaimana para karyawan terlibat
dalam proses bertransaksi dan memberikan makna atas apa yang sedang terjadi.
Jadi komunikasi organisasi akan berpusat pada simbol-simbol yang
memungkinkan kehidupan organisasi, apakah kata-kata, gagasan-gagasan
konstruk yang mendorong, mengesyahkan, mengkoordinasikan dan mewujudkan
aktivitas yang terorganisir dalam situasi-situasi spesifik.
Deddy Mulyana (Panuju, 2001: 21) menyatakan bahwa komunikasi
organisasi terjadi dalam suatu organisasi, bersifat formal dan juga informal dan
berlangsung dalam suatu jaringan yang lebih besar dari pada komunikasi
kelompok.
Komunikasi organisasi menurut Redding dan Sanborn (dalam Arni M,
1995: 65) adalah pengiriman dan penerimaan informasi dalam organisasi yang
kompleks dalam bidang komunikasi downward atau komunikasi dari atasan dan
bawahan, komunikasi upward atau komunikasi dari bawahan kepada atasan,
komunikasi horizontal atau komunikasi antara orang-orang yang sama level atau
Menurut Goldhaber (Arni M, 2004: 65), komunikasi organisasi merupakan
proses menciptakan atau saling bertukar pesan dalam satu jaringan hubungan yang
saling tergantung satu sama lain untuk mengatasi lingkungan yang tidak pasti atau
yang selalu berubah-ubah.
Tujuan dari komunikasi organisasi (R. Wayne Pace, 2005: 65):
1. Sebagai tindakan kordinasi
Komunikasi dalam organisasi bertujuan untuk mengkoordinasi sebagian atau seluruh tugas dan fungsi organisasi yang telah dibagi-bagi dalam bagian atau subbagian yang melaksanakan visi dan misi organisasi di bawah pimpinan atau manajer.
2. Membagi informasi (information sharing)
Salah satu tujuan komunikasi yang penting adalah menghubungkan seluruh aparatur organisasi dengan tujuan organisasi. Ini berfungsu untuk mencapai tujuan organisasi, mengarahkan tugas, hasil suatu usaha, dan pengambilan keputusan.
3. Komunikasi bertujuan untuk menyatakan perasaan dan emosi
Setiap individu dalam suatu organisasi mempunyai keinginan dan kebutuhan untuk menyatakan perasaan dan emosi mereka masing-masing. Dalam organisasi keterbukaan sesama anggota merukan tujuan dari organisasi itu sendiri.
I.5.3 Teori Kepemimpinan
Perkataan pemimpin/leader mempunyai bermacam-macam pengertian.
Ada banyak definisi mengenai pemimpin sebanyak pribadi yang meminati
masalah pemimpin tersebut. Karena itu kepemimpinan merupakan dampak
interaktif dari faktor individu/pribadi dengan faktor situasi. Pemimpin adalah
seorang pribadi yang memiliki kecakapan atau kelebihan, khususnya kecakapan
atau kelebihan di satu bidang, sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang
lain untuk bersama-sama melakukan aktifitas tertentu, demi pencapaian satu atau
beberapa kelebihan sebagai predisposisi (bakat yang dibawa sejak lahir), dan
merupakan kebutuhan dari satu situasi/zaman sehingga dia mempunyai kekuasaan
dan kewibawaan untuk mengarahkan dan membimbing bawahan. Dia juga
mendapatkan pengakuan serta dukungan dari bawahannya, dan mampu
menggerakkan bawahan ke arah tujuan tertentu.
Pemimpin itu mempunyai sifat, kebiasaan, temperamen, watak, dan
kepribadian sendiri yang unik dan khas; sehingga tingkah laku dan gayanyalah
yang membedakan dirinya dari orang lain. Gaya atau Style hidupnya ini pasti akan
mewarnai perilaku dan tipe kepemimpinannya. Sehingga muncullah beberapa tipe
kepemimpinan seperti tipe kharismatis, paternalistis, militeristis, otokratis, laissez
faire, populistis, administratif, dan demokratis. Setiap tipe kepemimpinan
memberikan dampak yang berbeda satu sama lain terhadap kepuasan kerja
bawahannya serta terhadap lingkungan kerja.
Untuk menunjukkan betapa pentingnya kepemimpinan dan betapa manusia
membutuhkannya, sampai ada pendapat yang galak mengatakan bahwa dunia atau
umat manusia di dunia ini pada hakikatnya hanya ditentukan oleh beberapa orang
saja, yakni yang berstatus sebagai pemimpin. Kepemimpinan kadangkala
diartikan sebagai pelaksanaan otoritas dan pembuatan keputusan. Ada juga yang
mengartikan suatu inisiatif untuk bertindak yang menghasilkan suatu pola yang
konsisten dalam rangka mencari jalan pemecahan dari suatu persoalan bersama.
Lebih jauh lagi George R. Terry merumuskan bahwa kepemimpinan itu adalah
aktivitas untuk mempengaruhi orang-orang agar diarahkan mencapai tujuan
Dalam memimpin suatu kelompok ataupun bidang kerja, seorang pimpinan
memiliki dua gaya pengembangan yakni efektif dan tidak efektif (Thoha, 2007
:311-314) :
Empat gaya efektif itu antara lain :
1. Eksekutif, gaya ini banyak memberikan perhatian pada tugas-tugas pekerjaan
dan hubungan kerja.
2. Pecinta pengembangan (developer), gaya ini memberikan perhatian yang
maksimum terhadap hubungan kerja, dan perhatian yang minimum terhadap
tugas-tugas pekerjaan.
3. Otokratis yang baik hati (Benevolent autocrat), gaya ini memberikan perhatian
yang maksimum terhadap tugas, dan perhatian yang yang minimum terhadap
hubungan kerja
4. Birokrat, gaya ini memberikan perhatian yang minimun baik terhadap tugas
maupun hubungan kerja.
Ada juga empat gaya kepemimpinan yang tidak efektif yaitu :
1. Pecinta kompromi (Compromiser), gaya iini memberikan perhatian yang besar
pada tugas dan hubungan kerja dalam situasi yang menekankan pada
kompromi.
2. Missionari, gaya ini memberikan penekanan yang maksimum pada
orang-orang dan hubungan kerja, tetapi memberikan perhatian yang minimum
terhadap tugas dengan perilaku yang tidak sesuai.
3. Otokrat, gaya ini memberikan perhatian yang maksimum terhadap tugas dan
4. Lari dari tugas (deserter), gaya ini sama sekali tidak memberikan perhatian
baik pada tugas maupun pada hubungan kerja.
I.5.4 Kepuasan Kerja
Secara keseluruhan, kepuasan kerja pegawai ditentukan oleh karakteristik
pekerjaan dan lingkungan kerja itu sendiri, lingkungan kerja dipengaruhi oleh
iklim dan budaya organisasi yang kondusif, sedangkan iklim dan budaya
organisasi yang efektif dan kondusif keberadaannya dibentuk atau ditentukan dan
dipelihara melalui pengadaan atau penyelenggaraan dan pemeliharaan iklim dan
budaya komunikasi organisasi yang efektif dan kondusif pula.
Kepuasan kerja adalah suatu efektivitas atau respons emosional terhadap
berbagai aspek pekerjaan (Kreitner & Kinicki, 2003:271-272). Definisi ini berarti
bahwa kepuasan kerja bukanlah suatu konsep tunggal. Sebaliknya seseorang dapat
relatif puas dengan suatu aspek dari pekerjaannya dan tidak puas dengan salah
satu atau lebih aspek yang lainnya.
Lima model kepuasan kerja yang menonjol akan menggolongkan
penyebabnya. Penyebabnya adalah pemenuhan kebutuhan, ketidakcocokan,
pencapaian nilai, persamaan dan komponen watak/genetik. Ulasan singkat dari
model-model ini akan memberi penjelasan konsep yang rumit yang terlihat
sederhana :
1. Pemenuhan kebutuhan, model ini menjelaskan bahwa kepuasan ditentukan
oleh karakteristik dari sebuah pekerjaan memungkinkan seorang individu
2. Ketidakcocokan, model ini menjelaskan bahwa kepuasan adalah hasil dari
harapan yang terpenuhi.
3. Pencapaian nilai, model ini menjelaskan bahwa kepuasan berasal dari persepsi
bahwa suatu pekerjaan memungkinkan untuk pemenuhan nilai-nilai kerja yang
penting dari seorang individu.
4. Persamaan, model ini menjelaskan suatu fungsi dari bagaimana seorang
individu diperlakukan secara adil di tempat kerja.
5. Komponen watak/genetik, model ini menjelaskan bahwa kepuasan kerja
merupakan sebagaian fungsi dari sifat pribadi maupun faktor genetik.
Kepuasan kerja adalah persepsi, perasaan dan penilaian subjektif
seseorang terhadap keseluruhan faktor yang membentuk isi dan lingkungan kerja
melalui mana yang bersangkutan melaksanakan aktifitas kerja. Karena hakekat
aktifitas kerja dalam organisasi adalah komunikasi, maka salah satu faktor kunci
penentu persepsi dan penilaian subjektif seorang pegawai terhadap kepuasan kerja
adalah komunikasi organisasi dalam organisasi dimana ia bekerja seperti tipe
kemimpinan yang dimiliki oleh pimpinannya .
I.6 Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan hasil pemikiran rasional yang bersifat kritis
dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang akan dicapai dan
sebagai bahan yang akan menuntun dalam merumuskan hipotesis penelitian
Adapun kerangka konsep yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
a. Variabel bebas (X)
Variabel bebas (independent variable) adalah sejumlah gejala atau faktor atau
unsur yang menentukan atau mempengaruhi ada atau munculnya faktor atau
unsur yang lain (Nawawi, 2001 : 56)
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah tipe kepemimpinan.
b. Variabel Terikat (Y)
Variabel terikat (dependent variable) adalah sejumlah gejala atau faktor atau
unsur yang ada atau muncul dipengaruhi atau ditentukan oleh adanya variabel
bebas dan bukan karena variabel lain.
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kepuasan kerja.
c. Karakteristik responden seperti jenis kelamin, usia, pendidikan, jabatan, masa
kerja dan pendapatan.
I.7 Model Teoritis
Variabel X Tipe Kepemimpinan
Variabel Y Kepuasan kerja
I.8 Variabel Operasional
Berdasarkan kerangka konsep yang dijelaskan di atas, untuk lebih
memudahkan operasionalisasi pemecahan masalah maka perlu dibuat
operasionalisasi variabel sebagai berikut :
Tabel 1
Variabel Operasional
Variabel Teoritis Variabel Operasional
Variabel Bebas (X)
Tipe Kepemimpinan
1. Eksekutif
2. Pecinta pengembangan (developer)
3. Otokratis yang baik hati (Benevolent
autocrat) 4. Birokrat
5. Pecinta kompromi (Compromiser)
6. Missionari 7. Otokrat
8. Lari dari tugas (Deserter) Variabel Terikat (Y)
I.9 Defenisi Operasional
Definisi operasional merupakan penjabaran lebih lanjut tentang konsep
yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep. Definisi operasional adalah
suatu petunjuk pelaksanaan mengenai cara-cara untuk mengukur
variabel-variabel. Dengan kata lain, definisi operasional adalah suatu informasi ilmiah
Definisi operasional dari variabel-variabel dalam penelitian ini adalah :
a. Variabel bebas (Tipe kepemimpinan) terdiri dari :
1. Eksekutif, gaya ini banyak memberikan perhatian pada tugas-tugas
pekerjaan dan hubungan kerja.
2. Pecinta pengembangan (developer), gaya ini memberikan perhatian yang
maksimum terhadap hubungan kerja, dan perhatian yang minimum
terhadap tugas-tugas pekerjaan.
3. Otokratis yang baik hati (Benevolent autocrat), gaya ini memberikan
perhatian yang maksimum terhadap tugas, dan perhatian yang minimum
terhadap hubungan kerja.
4. Birokrat, gaya ini memberikan perhatian yang minimun baik terhadap
tugas maupun hubungan kerja.
5. Pecinta kompromi (Compromiser), gaya iini memberikan perhatian yang
besar pada tugas dan hubungan kerja dalam situasi yang menekankan pada
kompromi.
6. Missionari, gaya ini memberikan penekanan yang maksimum pada
orang-orang dan hubungan kerja, tetapi memberikan perhatian yang minimum
terhadap tugas dengan perilaku yang tidak sesuai.
7. Otokrat, gaya ini memberikan perhatian yang maksimum terhadap tugas
dan minimum terhadap hubungan kerja dengan suatu perilaku yang tidak
sesuai.
8. Lari dari tugas (deserter), gaya ini sama sekali tidak memberikan perhatian
b. Variabel terikat (Kepuasan kerja) terdiri dari :
1. Pemenuhan kebutuhan, model ini menjelaskan bahwa kepuasan ditentukan
oleh karakteristik dari sebuah pekerjaan memungkinkan seorang individu
untuk memenuhi kebutuhannya.
2. Ketidakcocokan, model ini menjelaskan bahwa kepuasan adalah hasil dari
harapan yang terpenuhi.
3. Pencapaian nilai, model ini menjelaskan bahwa kepuasan berasal dari
persepsi bahwa suatu pekerjaan memungkinkan untuk pemenuhan
nilai-nilai kerja yang penting dari seorang individu.
4. Persamaan, model ini menjelaskan suatu fungsi dari bagaimana seorang
individu diperlakukan secara adil di tempat kerja.
5. Komponen watak/genetik, model ini menjelaskan bahwa kepuasan kerja
merupakan sebagaian fungsi dari sifat pribadi maupun faktor genetik.
c. Karakteristik responden terdiri dari :
1. Jenis kelamin adalah Penggolongan sex responden yang terdiri dari
laki-laki dan perempuan.
2. Usia adalah Tingkatan umur responden
3. Tingkat pendidikan adalah Latar belakang pendidikan terakhir responden.
4. Jabatan adalah tingkat status dalam pekerjaan
5. Masa kerja adalah menunjukkan berapa lama karyawan/pegawai tersebut
bekerja.
6. Tingkat pendapatan adalah pendapatan yang didapat oleh pegawai
I.10 Hipotesis
Hipotesis adalah sarana penelitian ilmiah yang penting dan tidak bisa
ditinggalkan karena ia merupakan instrumen kerja dari teori (Singarimbun, 1995 : 43).
Hipotesa adalah kesimpulan yang masih belum final, dalam arti masih harus
dibuktikan atau diuji kebenarannya (Nawawi, 2001:44).
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
H = Tidak terdapat hubungan antara tipe kepemimpinan terhadap kepuasan
kerja Pegawai di Sekretariat Daerah Kabupaten Langkat.
Ha = Terdapat hubungan antara tipe kepemimpinan terhadap kepuasan kerja
BAB II
URAIAN TEORITIS
II.1. Pengertian Komunikasi
Sebagai makhluk sosial manusia senantiasa ingin berhubungan dengan
manusia lainnya. Ia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin
mengetahui apa yang terjadi dalam dirinya. Rasa ingin tahu ini memaksa manusia
untuk perlu berkomunikasi. Komunikasi adalah suatu kebutuhan yang sangat
fundamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat.
Secara etimologis atau menurut asal katanya komunikasi atau
communication dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Latin communis yang berarti “sama”, communico, communicatio, atau communicare yang berarti
“membuat sama” (to make common). Istilah pertama (communis) adalah istilah
yang paling sering sebagai asal-usul kata komunikasi, yang merupakan akar dari
kata-kata Latin lainnya yang mirip. Komunikasi menyarankan bahwa suatu
pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara sama (Mulyana 2002:41).
Secara terminologis, komunikasi berarti proses penyampaian suatu
pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Dari pengertian itu jelas bahwa
komunikasi melibatkan sejumlah orang, dimana seseorang menyatakan sesuatu
kepada orang lain. Jadi, yang terlibat dalam komunikasi itu adalah manusia .
karena itu, komunikasi yang dimaksudkan disini adalah komunikasi manusia atau
dalam sering kali disebut komunikasi sosial atau social communication.
komunikasi sosial karena hanya pada manusia-manusia yang bermasyarakat
terjadinya komunikasi.
Secara paradigmatis, komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan
oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau untuk mengubah sikap,
pandapat, atau perilaku, baik langsung secara lisan, maupun tak langsung melalui
media (Effendy, 2004:4).
Menurut Harold D. Laswell, bahwa cara terbaik untuk menjelaskan
kegiatan komunikasi ialah menjawab pertanyaan “who says what in which
channel to whom with what effect?.
Paradigma Laswell di atas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima
unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu, yakni :
- Komunikator (communicator, source, sender)
- Pesan (message)
- Media (channel, media)
- Komunikan (communicant, communicatee, receiver, recipient)
- Efek (effect, impact, influence)
Jadi berdasarkan paradigma Laswell tersebut, komunikasi adalah proses
penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang
menimbulkan efek tertentu (Effendy, 2004: 10).
Adapun fungsi dari komunikasi, adalah sebagai berikut:
a. Menyampaikan informasi (to inform)
b. Mendidik (to educate)
c. Menghibur (to entertain)
Adapun tujuan dari komunikasi, adalah sebagai berikut:
a. Perubahan sikap (attitude change)
b. Perubahan pendapat (opinion change)
c. Perubahan perilaku (behavior change)
d. Perubahan sosial (social change) (Effendy, 2004: 8)
II.2. Komunikasi Organisasi
II.2.1) Pengertian Komunikasi Organisasi
Suatu organisasi terbentuk apabila suatu usaha memerlukan usaha lebih
dari satu orang untuk menyelesaikannya. Kondisi ini timbul mungkin disebabkan
oleh karena tugas itu terlalu besar atau terlalu kompleks untuk ditangani satu
orang. Kochler 1976 (dalam Muhammad 2004:23), mengatakan organisasi adalah
sistem hubungan yang terstruktur yang mengkoordinasi usaha suatu kelompok
orang untuk mencapai tujuan tertentu.
Komunikasi organisasi menurut Katz dan Kahn (dalam Muhammad 2004: 65)
adalah arus informasi, pertukaran informasi dan pemindahan arti di dalam suatu
organisasi. Beberapa hal yang mengenai komunikasi organisasi yaitu :
1. Komunikasi organisasi terjadi dalam suatu sistem terbuka yang kompleks
yang dipengaruhi oleh lingkungannya sendiri baik internal maupun eksternal.
2. Komunikasi organisasi meliputi pesan dan arusnya, tujuan, arah dan media.
3. komunikasi organisasi meliputi orang dan sikapnya, perasaannya,
II.2. 2) Fungsi Pesan Komunikasi Organisasi
Tiap pesan yang yang dikirimkan dalam suatu organisasi mempunyai
alasan tertentu mengapa dikirimkan dan diterima oleh orang tertentu. Terdapat
empat fungsi pesan dalam komunikasi organisasi yaitu fungsi yang berhubungan
dengan tugas-tugas dalam organisasi, pemeliharaan organisasi, kemanusiaan, dan
pembaruan dalam organisasi (Muhammad, 2004 :99-101) :
1. Pesan Tugas
Pesan tugas maksudnya adalah pesan-pesan yang berkenaan dengan pelaksanaan tugas-tugas organisasi oleh anggota organisasi. Pesan ini mencakup pemberian informasi kepada karyawan untuk melakukan tugas mereka secara efisien, seperti aktivitas pemberian latihan kepada karyawan, memberikan orientasi bagi karyawan baru, penentuan tujuan dan aktivitas lainnya yang berkenaan dengan produksi, pelayanan pemasaran dan sebagaimya.
2. Pesan Pemeliharaan
Pesan pemeliharaan adalah pesan-pesan yang berkenaan dengan kebijaksanaan dan pengaturan organisasi. Pesan ini membantu organisasi untuk tetap hidup kekal. Pesan ini mencakup perintah, ketentuan, prosedur, aturan dan kontrol yang diperlukan untuk mempermudah gerakan organisasi untuk output sistem, misalnya: pada perencanaan tahunan suatu organisasi menetapkan suatu tujuan sistem yaitu, mengikutsertakan banyak karyawan dalam penelitian pengembangan organisasi.
3. Pesan Kemanusian
Pesan kemanusiaan langsung diarahkan kepada orang-orang dalam organisasi dengan mempertimbangkan sikap mereka, kepuasan dan pemenuhan kebutuhan mereka. Pesan ini berkenaan dengan hubungan interpersonal, konsep diri, perasaan dan moral. Yang termasuk dalam kategori pesan ini adalah penghargaan terhadap hasil yang dicapai oleh karyawan, penyelesaian konflik antara individu atau kelompok aktivitas informasi dan bimbingan.
4. Pesan Pembaruan
Pesan pembaruan menjadikan organisasi dapat menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam lingkungannya. Untuk itu suatu organisasi membuat rencana-rencana baru, aktivitas-aktivitas baru, program-program baru, pengarahan yang baru, proyek-proyek yang baru dan saran-saran mengenai produksi baru.
II.2.3) Arus Komunikasi dalam Organisasi
Di dalam komunikasi organisasi terdapat dua arus komunikasi, meliputi
dalam buku Understanding Human Communication (2000:135) mencoba
menguraikan masing-masing fungsi dari kedua arus komunikasi dalam organisasi.
Pertama adalah downward communication. Komunikasi ini berlangsung ketika orang-orang yang berada pada tataran manajemen mengirimkan pesan kepada bawahannya. Fungsi arus komunikasi dari atas ke bawah ini adalah:
a. Pemberian atau penyampaian instruksi kerja (job instruction)
b. Penjelasan dari pimpinan tentang mengapa suatu tugas perlu untuk
dilaksanakan (job rationale)
c. Penyampaian informasi mengenai peraturan-peraturan yang berlaku
(procedures and practices)
d. Pemberian motivasi kepada karawan untuk bekerja lebih baik.
Sedangkan upward communication terjadi ketika bawahan (subordinate) mengirim pesan kepada atasannya. Fungsi arus komunikasi dari bawah ke atas ini adalah:
a. Penyampaian informasi tentang pekerjaan ataupun tugas yang sudah
dilaksanakan
b. Penyampaian informasi tentang persoalan-persoalan pekerjaan ataupun tugas
yang tidak dapat diselesaikan oleh bawahan
c. Penyampaian saran-saran perbaikan dari bawahan
d. Penyampaian keluhan dari bawahan tentang dirinya sendiri maupun
pekerjaannya.
Arus komunikasi berikutnya adalah horizontal communication. Tindak komunikasi ini berlangsung di antara para karyawan ataupun bagian yang memiliki kedudukan yang setara. Fungsi arus komunikasi horisontal ini adalah:
a. Memperbaiki koordinasi tugas
b. Upaya pemecahan masalah
c. Saling berbagi informasi
d. Upaya memecahkan konflik
e. Membina hubungan melalui kegiatan bersama
II.3. Teori Kepemimpinan II.3.1) Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan sangat dibutuhkan manusia. Ada beberapa tanggapan
mengenai pemimpin, pemimpin adalah seorang yang mempunyai kekuasaan untuk
mempengaruhi perilaku orang lain. Kepemimpinan kadangkala diartikan sebagai
pelaksanaan otoritas dan pembuatan keputusan. Ada juga yang mengartikan suatu
inisiatif untuk bertindak yang menghasilkan suatu pola yang konsisten dalam
George R. Terry merumuskan bahwa kepemimpinan itu adalah aktivitas untuk
mempengaruhi orang-orang agar diarahkan mencapai tujuan organisasi (Thoha, 2007:259).
Konsep kepemimpinan dan kekuasaan sebagai terjemahan dari power telah
menurunkan suatu minat yang menarik untuk senantiasa didiskusikan sepanjang
evolusi pertumbuhan pemikiran manajemen. Konsep kekuasaan amat dekat
dengan konsep kepemimpinan. Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi
perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni
mempengaruhi perilaku manusia baik perorangan maupun kelompok.
Kepemimpinan itu dibatasi oleh tata krama birokrasi atau dikaitkan
terjadinya dalam suatu organisasi tertentu, maka dinamakan manajemen.
Fungsi-fungsi seperti perencanaan, pengaturan, motivasi, dan pengendalian yang sering
dipertimbangkan oleh pengarang-pengarang manajemen sebagai fungsi pokok
yang tak terpisahkan setiap kali pembahasan mengenai manajemen menjadi pokok
perhatian yang harus dijalankannya.
II.3.2) Peranan Pemimpin
Menurut Thoha (2007:262) ada tiga peranan pemimpin jika organisasi
yang dipimpinnya bisa berjalan secara efektif, yakni :
(1) Peranan Hubungan Antarpribadi (Interpesonal Role)
Peranan Hubungan Antarpribadi (Interpesonal Role), sangat diperlukan ketika seorang pemimpin melakukan nego kepada pihak luar. Didalam peranan ini seorang pemimpin harus memiliki peranan sebagai Figurehead yakni suatu peranan yang dilakukan untuk mewakili organisasi yang dipimpinnya di dalam setiap kesempatan dan persoalan yang timbul secara formal.
Peranan sebagai leader, dalam peranan ini pemimpin bertindak sebagai pemimpin. Ia melakukan hubungan interpersonal dengan yang dipimpin, dengan melakukan fungsi-fungsi pokoknya diantaranya memimpin, memotivasi, mengembangkan dan mengendalikan.
(2) Peranan yang Berhubungan dengan Informasi ( Informational Role)
mengembangkan suatu pengertian yang baik dari organisasi yang dipimpinnya, dan mempunyai pemahaman yang komplit tentang lingkungannya.
Sebagai disseminator yakni peranan melibatkan pemimpin untuk menangani proses transmisi dari informasi-informasi ke dalam organisasi yang dipimpinnya. Sebagai juru bicara (spokesman) yakni peranan yang dimainkan pemimpin untuk penyampaian informasi keluar lingkungan organisasinya.
(3) Peranan Pembuat keputusan (Decisional Role)
Peranan Pembuat keputusan (Decisional Role), peranan ini yang sangat rumit untuk dilaksanakan. Didalam pembuatan keputusan seorang pemimpin harus memiliki peranan sebagai enterpreneur, dalam peranan ini pemimpin bertindak sebagai pemrakarsa dalam merancang berbagai perubahan-perubahan yang terkendali dalam organisasinya
Peranan sebagai penghalau gangguan (disturbande handler), peranan ini membawa pemimpin untuk bertanggung jawab terhadap organisasi ketika organisasinya terancam bahaya, misalnya: akan dibubarkan, terkena gosip, isu-isu kurang baik, dan lain sebagainya.
Gambar 1
Peranan-peranan Pemimpin
Sumber : Perilaku Organisasi, Miftah Thoha. Otoritas Formal
dan Status
Peranan Hubungan Antarpribadi • Figurehead
• Pemimpin • Perantara
Peranan Informasi • Monitor • Disseminator • Juru Bicara
II.3.3) Gaya Kepemimpinan yang efektif
Setiap pemimpin mempunyai gaya (style) tersendiri dalam menangani
suatu kelompok yang turut menentukan keberhasilan pemimpin tersebut. Dalam
memimpin suatu kelompok ataupun bidang kerja, seorang pimpinan memiliki dua
gaya pengembangan yakni efektif dan tidak efektif (Thoha, 2007 :311-314) :
Kepemimpinan efektif itu antara lain :
5. Eksekutif, gaya ini banyak memberikan perhatian pada tugas-tugas pekerjaan dan hubungan kerja. Seorang pemimpin yang mempergunakan gaya ini disebut motivator yang baik, mau menetapkan standar kerja yang tinggi, berkehendak mengenal perbedaan di antara individu, dan berkeinginan mempergunakan kerja tim dalam manajemen.
6. Pecinta pengembangan (developer), gaya ini memberikan perhatian yang
maksimum terhadap hubungan kerja, dan perhatian yang minimum terhadap tugas-tugas pekerjaan. Seorang pemimpin yang mempergunakan gaya ini mempunyai kepercayaan yang implisit terhadap orang-orang yang bekerja dalam organisasinya, dan sangat memperhatikan pengembangan mereka sebagai seorang individu.
7. Otokratis yang baik hati (Benevolent autocrat), gaya ini memberikan perhatian yang maksimum terhadap tugas, dan perhatian yang yang minimum terhadap hubungan kerja. Seorang pemimpin yang mempergunakan gaya ini mengetahui secara tepat apa yang ia inginkan dan bagaimana memperoleh yang diinginkannya tersebut tanpa menyebabkan ketidakseganan di pihak lain.
8. Birokrat, gaya ini memberikan perhatian yang minimun baik terhadap tugas
maupun hubungan kerja. Seorang pemimpin yang mempergunakan gaya ini sangat tertarik pada peraturan-peraturan dan menginginkan memeliharanya, serta melakukan kontrol situasi secara teliti.
Kepemimpinan yang tidak efektif antara lain :
5. Pecinta kompromi (Compromiser), gaya ini memberikan perhatian yang besar
pada tugas dan hubungan kerja dalam situasi yang menekankan pada kompromi. Pemimpin yang bergaya seperti ini merupakan pembuat keputusan yang jelek, banyak tekanan yang mempengaruhinya.
6. Missionari, gaya ini memberikan penekanan yang maksimum pada
orang-orang dan hubungan kerja, tetapi memberikan perhatian yang minimum terhadap tugas dengan perilaku yang tidak sesuai. Pemimpin semacam ini hanya menilai keharmonisan sebagai suatu tujuan dalam dirinya sendiri.
7. Otokrat, gaya ini memberikan perhatian yang maksimum terhadap tugas dan
minimum terhadap hubungan kerja dengan suatu perilaku yang tidak sesuai. Pemimpin seperti ini tidak mempunyai kepercayaan pada orang lain, tidak menyenangkan, dan hanya tertarik pada jenis pekerjaan yang segera selesai. 8. Lari dari tugas (deserter), gaya ini sama sekali tidak memberikan perhatian
tidak begitu terpuji, karena pemimpin seperti ini menunjukkan pasif tidak mau ikut campur tangan secara aktif dan positif.
Keitz Davis (dalam Thoha 2007:287) merumuskan empat sifat umum yang
nampaknya mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan seorang pemimpin dalam
organisasi, yaitu :
1) Kecerdasan. Hasil penelitian pada umumnya membuktikan bahwa pimpinan mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang dipimpin. Namun demikian, yang sangat menarik dari penelitian tersebut ialah pemimpin tidak bisa melampaui terlalu banyak dari kecerdasan pengikutnya. 2) Kedewasaan dan keluasan hubungan sosial. Pemimpin cenderung menjadi
matang dan mempunyai emosi yang stabil, serta mempunyai perhatian yang luas terhadap aktivitas-aktivitas sosial. Dia mempunyai keinginan menghargai dan dihargai.
3) Motivasi diri dan dorongan berprestasi. Para pemimpin secara relatif mempunyai dorongan motivasi yang kuat untuk berprestasi. Mereka bekerja berusaha mendapatkan penghargaan yang instrinsik dibandingkan dari yang ekstrinsik.
4) Sikap-sikap hubungan kemanusian. Pemimpin-pemimpin yang berhasil mau mengakui harga diri dan kehormatan para pengikutnya dan mampu berpihak kepadanya.
Dalam pengembangan yang modern Martin Evans dan Robert House
secara terpisah telah menulis karangan dalam subyek path goal theory. Secara
pokok teori path goal berusaha untuk menjelaskan pengaruh perilaku pemimpin
terhadap motivasi, kepuasan, dan pelaksanaan pekerjaan bawahannya. Adapun
teori path-goal versi House (dalam Thoha, 2007:322), memasukkan empat tipe
atau gaya utama kepemimpinan sebagai berikut:
1) Kepemimpinan direktif. Tipe ini sama dengan model kepemimpinan yang
otokratis dari Lippitt dan White. Bawahan tahu senyatanya apa yang diharapkan darinya dan pengarahan yang khusus diberikan oleh pemimpin. Dalam model ini tidak ada partisipasi dari bawahan.
2) Kepemimpinan yang mendukung (Supportive leadership). Kepemimpinan
model ini mempunyai kesediaan untuk menjelaskan sendiri, bersahabat, mudah didekati, dan mempunyai perhatian kemanusiaan yang murni terhadap para bawahannya.
3) Kepemimpinan partisipatif. Gaya kepemimpinan ini, pemimpin berusaha
4) Kepemimpinan yang berorientasi pada prestasi. Gaya kepemimpinan ini menetapkan serangkaian tujuan yang menantang para bawahannya untuk berprestasi. Demikian pula pemimpin memberikan keyakinan kepada mereka bahwa mereka mampu melaksanakan tugas pekerjaan mencapai tujuan secara baik.
Selanjutnya Robert Tennenbaum dan Warren Schmidt, menjelaskan gaya
kepemimpinan kontinum (Thoha, 2007: 304-306). Model yang mempunyai
bidang pengaruh antara pimpinan dan kebebasan bawahan ini menekankan tujuh
model keputusan pemimpin, yaitu:
1) Pemimpin membuat keputusan dan kemudian mengumumkan kepada
bawahannya. Model ini terlihat bahwa otoritas yang dipergunakan atasan banyak sedangkan daerah kebebasan bawahan sempit sekali.
2) Pemimpin menjual keputusan. Dalam hal ini pemimpin masih terlihat
menggunakan otoritas yang ada padanya, sehingga persis dengan model yang pertama. Bawahan di sini belum banyak terlibat dalam pembuatan keputusan.
3) Pemimpin memberikan pemikiran-pemikiran atau ide-ide, dan mengundang
pertanyaan-pertanyaan. Dalam model ini pemimpin sudah menunjukkan kemajuan, dibatasinya penggunaan otoritasnya dan diberi kesempatan bawahan untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Bawahan sudah sedikit terlibat dalam rangka pembuatan keputusan.
4) Pemimpin memberikan keputusan bersifat sementara yang kemungkinan dapat
diubah. Bawahan sudah mulai banyak terlibat dalam rangka pembuatan keputusan. Sementara otoritas pimpinan sudah mulai dikurangi penggunaannya.
5) Pemimpin memberikan persoalan, meminta saran-saran, dan membuat
keputusan. Model ini sudah jelas otoritas pimpinan dipergunakan sedikit mungkin, sebaiknya kebebasan bawahan dalam berpartisipasi membuat keputusan sudah banyak dipergunakan.
6) Pemimpin merumuskan batas-batasanya, dan meminta kelompok untuk
membuat keputusan. Partisipasi bawahan dalam kesempatan ini lebih besar dibandingkan dalam model kelima di atas.
7) Pemimpin mengijinkan bawahan melakukan fungsi-fungsinya dalam
batas-batas yang telah dirumuskan oleh pimpinan. Model ini terletak pada titik ekstrim penggunaan kebebasan bawahan, adapun titik ekstrim penggunaan otoritas pada model nomor satu di atas.
Dari model di atas dapat dilihat bahwa pemimpin berusaha mempengaruhi
persepsi bawahannya, dan memotivasinya dengan cara mengarahkan mereka pada
kerja yang efektif. Adapun usaha-usaha yang lebih spesifik yang dapat dicapai
oleh pimpinan, antara lain:
1) Mengetahui dan atau menumbuhkan kebutuhan-kebutuhan para bawahan
untuk menghasilkan sesuatu yang bisa dikontrol pimpinan.
2) Memberikan insentif kepada bawahan yang mampu mencapai hasil dalam
bekerja.
3) Membuat suatu jalan yang mudah dilewati oleh bawahan untuk menaikkan
prestasinya dengan cara latihan, dan pengarahan.
4) Membantu para bawahan dengan menjelaskan apa yang bisa diterapkan
darinya.
5) Mengurangi halangan-halangan yang bisa membuat frustasi.
6) Menaikkan kesempatan-kesempatan untuk pemuasan bawahan yang
kemungkinan tercapainya efektivitas kerja.
II.4. Kepuasan Kerja
II.4.1) Pengertian Kepuasan Kerja
Aktivitas hidup manusia beraneka ragam dan salah satu bentuk dari segala
aktivitas yang ada adalah bekerja. Bekerja memiliki arti melaksanakan suatu tugas
yang diakhiri dengan buah karya yang dapat dinikmati oleh manusia yang
bersangkutan (As’ad, 1998:45). Hal ini didorong oleh adanya keinginan manusia
untuk memenuhi kebutuhan. Namun manusia sepertinya tidak pernah puas dengan
apa yang didapat, seperti gaji dan sebagainya. Karena itu salah satu tugas manajer
personalia adalah harus dapat menyesuaikan antara keinginan para karyawan
dengan tujuan dari perusahaan. Walaupun kepuasan kerja pada dasarnya
merupakan suatu cara pandang seseorang. baik yang bersifat positif maupun
bersifat negatif tentang pekerjaannya.
Menurut Joseph Tiffin kepuasan kerja adalah sikap karyawan terhadap
pekerjaan, situasi kerja, kerjasama diantara pimpinan dan sesama karyawan.
Selain itu, ada juga pendapat M.L Blum (dalam As’ad 1998:102) mendefinisikan
khusus individu terhadap faktor kerja, karakteristik individu dan hubungan sosial
individu di luar pekerjaan itu sendiri”. Ada juga pendapat dari Martoyo (1990: 123-124),
bahwa, kepuasan kerja merupakan “Keadaan emosional karyawan dimana terjadi
atau tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa kerja karyawan dari perusahaan
atau organisasi dengan tingkat nilai balas jasa yang memang diinginkan untuk
karyawan yang bersangkutan”.
Kepuasan kerja merupakan respon sesorang (sebagai pengaruh) terhadap
bermacam-macam lingkungan kerja yang dihadapinya (Muhammad, 2004: 90).
Kepusan kerja merupakan suatu respons atau emosional terhadap berbagai segi
dari pekerjaan seseorang. Kepuasan kerja adalah suatu efektivitas atau respons
emosional terhadap berbagai aspek pekerjaan. Defenisi ini berarti bahwa kepuasan
kerja bukanlah suatu konsep tunggal. Sebaliknya, seseorang dapat relatif puas
dengan suatu aspek dari pekerjaanya dan tidak puas dengan salah satu atau lebih
aspek yang lainnya.
II.4.2) Model Kepuasan Kerja
Setelah dijabarkan secara jelas mengenai arti dari kepuasan kerja, maka
akan terlihat lima model kepuasan kerja yang menonjol, dimana kelima model itu
digolongkan berdasarkan penyebab munculnya kepuasan kerja. Adapun penyebab
dari munculnya kepuasan kerja adalah; pemenuhan kebutuhan, ketidakcocokan,
pencapaian nilai, persamaan, dan komponen watak/genetik (Kreitner, 2003:271-272).
Berikut ini ulasan singkat dari model-model yang akan memberi penjelasan
konsep rumit namun terlihat sederhana, yakni :
6. Pemenuhan kebutuhan, model ini menjelaskan bahwa kepuasan ditentukan
untuk memenuhi kebutuhannya. Walaupun model ini memunculkan sejumlah besar kontroversi, tetapi secara umum diterima bahwa pemenuhan kebutuhan memiliki korelasi dengan kepuasan kerja.
7. Ketidakcocokan, model ini menjelaskan bahwa kepuasan adalah hasil dari
harapan yang terpenuhi. Harapan yang terpenuhi mewakili perbedaan antara apa yang diharapkan oleh seorang individu dari sebuah pekerjaan, seperti upah dan kesempatan promosi yang baik, dan apa yang pada kenyataannya diterimanya. Pada saat harapan lebih besar daripada yang diterima, seorang akan tidak puas. Sebaliknya, model ini memprediksikan bahwa individu akan puas pada saat ia mempertahankan output yang diterimanya dan melampaui harapan pribadinya.
8. Pencapaian nilai, model ini menjelaskan bahwa kepuasan berasal dari persepsi bahwa suatu pekerjaan memungkinkan untuk pemenuhan nilai-nilai kerja yang penting dari seorang individu. Pada umumnya, peneliti secara konsisten mendukung prediksi bahwa pemenuhan nilai secara positif berkaitan dengan kepuasan kerja. Oleh karena itu, para pemimpin dapat meningkatkan kepuasan karya dengan melakukan strukturisasi lingkungan kerja penghargaan dan pengakuan yang berhubungan dengan nilai-nilai karyawan.
9. Persamaan, model ini menjelaskan suatu fungsi dari bagaimana seorang
individu diperlakukan secara adil di tempat kerja. Kepuasan berasal dari persepsi seseorang bahwa output pekerja, relatif sama dengan inputnya, perbandingan yang mendukung output/input lain yang signifikan.
10.Komponen watak/genetik, model ini menjelaskan bahwa kepuasan kerja
merupakan sebagian fungsi dari sifat pribadi maupun faktor genetik. Oleh karenanya, model ini menunjukkan bahwa perbedaan individu yang stabil adalah sama pentingnya dalam menjelaskan kepuasan kerja dengan karakteristik lingkungan kerja.
II.4.3) Respon terhadap Ketidakpuasan Kerja
Apabila penyebab-penyabab kepuasan kerja di atas tidak ditemui, maka
akan ada kecenderungan munculnya ketidakpuasan kerja. Pengungkapan
ketidakpuasan kerja karyawan terbagi atas beberapa respon, yaitu:
1. Eksit: perilaku yang mengarah untuk meninggalkan organisasi. Mencakup
pencarian suatu posisi baru maupun meminta berhenti.
2. Suara (Voice): dengan aktif dan konstruktif mencoba memperbaiki kondisi.
Mencakup sarana perbaikan, membahas problem-problem dengan atasan, dan beberapa bentuk kegiatan serikat buruh.
3. kesetiaan (loyality): pasif tetapi optimis menunggu membaiknya kondisi.
Mencakup berbicara membela organisasi menghadapi kritik luar dan mempercayai organisasi dan manajemnya untuk melakukan hal yang tepat.
4. Pengabdian (neglect): secara pasif membiarkan kondisi memburuk, termasuk
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
III.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat
Propinsi Sumatera Utara. Langkat merupakan satu dari 23 kabupaten/kota di
Sumatera Utara. Secara geografis Kabupaten Langkat berada pada 3° 14’– 4° 13’
Lintang Utara, 97°52’ – 98° 45’ Bujur Timur dan 4 – 105 m dari permukaan laut.
Kabupaten Langkat menempati area seluas ± 6.263,29Km² (626.329 Ha) yang
terdiri dari 23 kecamatan dan 240 desa serta 37 kelurahan. Di sebelah Utara
Kabupaten Langkat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tamiang dan Selat
Malaka, di sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Karo, di sebelah Barat
berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tenggara / Tanah Alas, dan di sebelah Timur
berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang. Berdasarkan luas daerah menurut
kecamatan di Kabupaten Langkat, luas daerah terbesar adalah kecamatan Batang
Serangan dengan luas 934,90 km2 atau 14,93 persen diikuti kecamatan Bahorok
dengan luas 884,79 km2 atau 14,13 persen. Sedangkan luas daerah terkecil adalah
Kecamatan Binjai dengan luas 49,55 km2 atau 0,79 persen dari total luas wilayah
Kabupaten Langkat.
ibukota Kabupaten Langkat berkedudukan di Kotamadya Binjai, namun sejak
tahun 1982 dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 1982
kedudukannya dipindahkan ke Kecamatan Stabat. Kecamatan ini merupakan kota
perekonomiannya bergerak di sektor perdagangan, pertanian, perkebunan dan
jasa. Kecamatan ini dilalui oleh salah satu sungai terpanjang di Sumatera Utara
yakni
sebelah barat. Stabat juga dilalui oleh Jalan Raya Lintas Sumatera (Jalinsum lintas
pantai timur).
Kecamatan Stabat terdiri dari 6 kelurahan dan 6 desa. Kelurahan di Stabat
yait
penduduk di Kecamatan Stabat sebanyak 83.223 jiwa, dengan kepadatan
penduduk sebesar 976,25 jiwa/km2 dan rata-rata penduduk per desa adalah
6.935, 25 jiwa.
Struktur Organisasi Kabupaten Langkat
Pemerintah Kabupaten Langkat merupakan rangkaian dari beberapa
Satuan Kerja Perangkat Daerah, yang terdiri dari Dinas, Badan, Kantor serta
Bagian, Satuan Kerja Perangkat Daerah yang disebut terakhir merupakan
rangkaian yang tempat dan kedudukannya berada di Sekretariat Daerah
Kabupaten Langkat yang dipimpin oleh seorang Sekretaris Daerah (Sekda).
Sekretaris Daerah Kabupaten Langkat
Sekretaris Daerah Kabupaten mempunyai tugas membantu Bupati dalam
menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan dinas daerah dan lembaga teknis
daerah. Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud pada pasal 3,