• Tidak ada hasil yang ditemukan

Variabel X Tipe Kepemimpinan

URAIAN TEORITIS

II. 3.3) Gaya Kepemimpinan yang efektif

Setiap pemimpin mempunyai gaya (style) tersendiri dalam menangani suatu kelompok yang turut menentukan keberhasilan pemimpin tersebut. Dalam memimpin suatu kelompok ataupun bidang kerja, seorang pimpinan memiliki dua gaya pengembangan yakni efektif dan tidak efektif (Thoha, 2007 :311-314) : Kepemimpinan efektif itu antara lain :

5. Eksekutif, gaya ini banyak memberikan perhatian pada tugas-tugas pekerjaan dan hubungan kerja. Seorang pemimpin yang mempergunakan gaya ini disebut motivator yang baik, mau menetapkan standar kerja yang tinggi, berkehendak mengenal perbedaan di antara individu, dan berkeinginan mempergunakan kerja tim dalam manajemen.

6. Pecinta pengembangan (developer), gaya ini memberikan perhatian yang

maksimum terhadap hubungan kerja, dan perhatian yang minimum terhadap tugas-tugas pekerjaan. Seorang pemimpin yang mempergunakan gaya ini mempunyai kepercayaan yang implisit terhadap orang-orang yang bekerja dalam organisasinya, dan sangat memperhatikan pengembangan mereka sebagai seorang individu.

7. Otokratis yang baik hati (Benevolent autocrat), gaya ini memberikan perhatian yang maksimum terhadap tugas, dan perhatian yang yang minimum terhadap hubungan kerja. Seorang pemimpin yang mempergunakan gaya ini mengetahui secara tepat apa yang ia inginkan dan bagaimana memperoleh yang diinginkannya tersebut tanpa menyebabkan ketidakseganan di pihak lain.

8. Birokrat, gaya ini memberikan perhatian yang minimun baik terhadap tugas

maupun hubungan kerja. Seorang pemimpin yang mempergunakan gaya ini sangat tertarik pada peraturan-peraturan dan menginginkan memeliharanya, serta melakukan kontrol situasi secara teliti.

Kepemimpinan yang tidak efektif antara lain :

5. Pecinta kompromi (Compromiser), gaya ini memberikan perhatian yang besar

pada tugas dan hubungan kerja dalam situasi yang menekankan pada kompromi. Pemimpin yang bergaya seperti ini merupakan pembuat keputusan yang jelek, banyak tekanan yang mempengaruhinya.

6. Missionari, gaya ini memberikan penekanan yang maksimum pada

orang-orang dan hubungan kerja, tetapi memberikan perhatian yang minimum terhadap tugas dengan perilaku yang tidak sesuai. Pemimpin semacam ini hanya menilai keharmonisan sebagai suatu tujuan dalam dirinya sendiri.

7. Otokrat, gaya ini memberikan perhatian yang maksimum terhadap tugas dan

minimum terhadap hubungan kerja dengan suatu perilaku yang tidak sesuai. Pemimpin seperti ini tidak mempunyai kepercayaan pada orang lain, tidak menyenangkan, dan hanya tertarik pada jenis pekerjaan yang segera selesai. 8. Lari dari tugas (deserter), gaya ini sama sekali tidak memberikan perhatian

tidak begitu terpuji, karena pemimpin seperti ini menunjukkan pasif tidak mau ikut campur tangan secara aktif dan positif.

Keitz Davis (dalam Thoha 2007:287) merumuskan empat sifat umum yang nampaknya mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan seorang pemimpin dalam organisasi, yaitu :

1) Kecerdasan. Hasil penelitian pada umumnya membuktikan bahwa pimpinan mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang dipimpin. Namun demikian, yang sangat menarik dari penelitian tersebut ialah pemimpin tidak bisa melampaui terlalu banyak dari kecerdasan pengikutnya. 2) Kedewasaan dan keluasan hubungan sosial. Pemimpin cenderung menjadi

matang dan mempunyai emosi yang stabil, serta mempunyai perhatian yang luas terhadap aktivitas-aktivitas sosial. Dia mempunyai keinginan menghargai dan dihargai.

3) Motivasi diri dan dorongan berprestasi. Para pemimpin secara relatif mempunyai dorongan motivasi yang kuat untuk berprestasi. Mereka bekerja berusaha mendapatkan penghargaan yang instrinsik dibandingkan dari yang ekstrinsik.

4) Sikap-sikap hubungan kemanusian. Pemimpin-pemimpin yang berhasil mau mengakui harga diri dan kehormatan para pengikutnya dan mampu berpihak kepadanya.

Dalam pengembangan yang modern Martin Evans dan Robert House secara terpisah telah menulis karangan dalam subyek path goal theory. Secara pokok teori path goal berusaha untuk menjelaskan pengaruh perilaku pemimpin terhadap motivasi, kepuasan, dan pelaksanaan pekerjaan bawahannya. Adapun teori path-goal versi House (dalam Thoha, 2007:322), memasukkan empat tipe atau gaya utama kepemimpinan sebagai berikut:

1) Kepemimpinan direktif. Tipe ini sama dengan model kepemimpinan yang

otokratis dari Lippitt dan White. Bawahan tahu senyatanya apa yang diharapkan darinya dan pengarahan yang khusus diberikan oleh pemimpin. Dalam model ini tidak ada partisipasi dari bawahan.

2) Kepemimpinan yang mendukung (Supportive leadership). Kepemimpinan

model ini mempunyai kesediaan untuk menjelaskan sendiri, bersahabat, mudah didekati, dan mempunyai perhatian kemanusiaan yang murni terhadap para bawahannya.

3) Kepemimpinan partisipatif. Gaya kepemimpinan ini, pemimpin berusaha

meminta dan mempergunakan saran-saran dari para bawahannya. Namun pengambilan keputusan masih tetap berada padanya.

4) Kepemimpinan yang berorientasi pada prestasi. Gaya kepemimpinan ini menetapkan serangkaian tujuan yang menantang para bawahannya untuk berprestasi. Demikian pula pemimpin memberikan keyakinan kepada mereka bahwa mereka mampu melaksanakan tugas pekerjaan mencapai tujuan secara baik.

Selanjutnya Robert Tennenbaum dan Warren Schmidt, menjelaskan gaya kepemimpinan kontinum (Thoha, 2007: 304-306). Model yang mempunyai bidang pengaruh antara pimpinan dan kebebasan bawahan ini menekankan tujuh model keputusan pemimpin, yaitu:

1) Pemimpin membuat keputusan dan kemudian mengumumkan kepada

bawahannya. Model ini terlihat bahwa otoritas yang dipergunakan atasan banyak sedangkan daerah kebebasan bawahan sempit sekali.

2) Pemimpin menjual keputusan. Dalam hal ini pemimpin masih terlihat

menggunakan otoritas yang ada padanya, sehingga persis dengan model yang pertama. Bawahan di sini belum banyak terlibat dalam pembuatan keputusan.

3) Pemimpin memberikan pemikiran-pemikiran atau ide-ide, dan mengundang

pertanyaan-pertanyaan. Dalam model ini pemimpin sudah menunjukkan kemajuan, dibatasinya penggunaan otoritasnya dan diberi kesempatan bawahan untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Bawahan sudah sedikit terlibat dalam rangka pembuatan keputusan.

4) Pemimpin memberikan keputusan bersifat sementara yang kemungkinan dapat

diubah. Bawahan sudah mulai banyak terlibat dalam rangka pembuatan keputusan. Sementara otoritas pimpinan sudah mulai dikurangi penggunaannya.

5) Pemimpin memberikan persoalan, meminta saran-saran, dan membuat

keputusan. Model ini sudah jelas otoritas pimpinan dipergunakan sedikit mungkin, sebaiknya kebebasan bawahan dalam berpartisipasi membuat keputusan sudah banyak dipergunakan.

6) Pemimpin merumuskan batas-batasanya, dan meminta kelompok untuk

membuat keputusan. Partisipasi bawahan dalam kesempatan ini lebih besar dibandingkan dalam model kelima di atas.

7) Pemimpin mengijinkan bawahan melakukan fungsi-fungsinya dalam

batas-batas yang telah dirumuskan oleh pimpinan. Model ini terletak pada titik ekstrim penggunaan kebebasan bawahan, adapun titik ekstrim penggunaan otoritas pada model nomor satu di atas.

Dari model di atas dapat dilihat bahwa pemimpin berusaha mempengaruhi persepsi bawahannya, dan memotivasinya dengan cara mengarahkan mereka pada kejelasan tugas-tugasnya, pencapaian tujuan, kepuasan kerja, dan pelaksanaan

kerja yang efektif. Adapun usaha-usaha yang lebih spesifik yang dapat dicapai oleh pimpinan, antara lain:

1) Mengetahui dan atau menumbuhkan kebutuhan-kebutuhan para bawahan

untuk menghasilkan sesuatu yang bisa dikontrol pimpinan.

2) Memberikan insentif kepada bawahan yang mampu mencapai hasil dalam

bekerja.

3) Membuat suatu jalan yang mudah dilewati oleh bawahan untuk menaikkan

prestasinya dengan cara latihan, dan pengarahan.

4) Membantu para bawahan dengan menjelaskan apa yang bisa diterapkan

darinya.

5) Mengurangi halangan-halangan yang bisa membuat frustasi.

6) Menaikkan kesempatan-kesempatan untuk pemuasan bawahan yang

kemungkinan tercapainya efektivitas kerja.

II.4. Kepuasan Kerja

Dokumen terkait