• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penatalaksanaan Radioterapi Pada Karsinoma Nasofaring

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penatalaksanaan Radioterapi Pada Karsinoma Nasofaring"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PEN ATALAKSAN AAN RAD I OTERAPI PAD A KARSI N OM A N ASOFARI N G

H ARRY A. ASROEL

Fa k u lt a s Ke dok t e r a n

Ba gia n Te n ggor ok a n H idu n g da n Te lin ga Un ive r sit a s Su m a t e r a Ut a r a

I . PEN D AH ULUAN

Karsinom a nasofaring m erupak an t um or ganas y ang paling bany ak dij um pai di ant ara t um or ganas THT di I ndonesia, dim ana k arsinom a nasofaring t erm asuk dalam lim a besar t um or ganas dengan frekw ensi t ert inggi, sedangk an didaerah kepala dan leher m enduduki t em pat pert am a1, 2 Tum or ini berasal dari fossa Rosenm uller pada nasofaring y ang m erupak an daerah t ransisional dim ana epit el k uboid berubah m enj adi epit el skuam osa.3, 4, 5

Survei yang dilakukan oleh Depart em en Kesehat an pada t ahun 1980 secara “ pat hology based” m endapat k an angk a prevalensi k arsinom a nasofaring 4,7 per 100.000 penduduk at au diperkirakan 7000 – 8000 kasus per t ahun di seluruh I ndonesia.2

Penanggulangan karsinom a nasofaring sam pai saat ini m asih m erupakan suat u problem , hal ini karena et iologi yang m asih belum past i, gej ala dini yang t idak khas sert a let ak nasofaring yang t ersem bunyi, sehingga diagnosis sering t erlam bat .2

Pada st adium dini, radiot erapi m asih m erupakan pengobat an pilihan yang dapat diberik an secara t unggal dan m em berikan angk a k esem buhan y ang cuk up t inggi. Pada st adium lanj ut , diperluk an t erapi t am bahan k em ot erapi y ang dik om binasikan dengan radiot erapi.2, 3, 5- 13

I I . AN ATOM I

Nasofaring m erupak an suat u rongga dengan dinding k ak u di at as, belak ang dan lat eral y ang secara anat om i t erm asuk bagian faring. Ke ant erior berhubungan dengan rongga hidung m elalui k oana dan t epi belak ang sept um nasi, sehingga sum bat an hidung m erupakan gangguan yang sering t im bul. Ke arah post erior dinding nasofaring m elengkung ke supero- ant erior dan t erlet ak di baw ah os sfenoid, sedangk an bagian belak ang nasofaring berbat asan dengan ruang ret rofaring, fasia pre v ert ebralis dan ot ot - ot ot dinding faring. Pada dinding lat eral nasofaring t erdapat orifisium t uba eust akius dim ana orifisium ini dibat asi superior dan post erior oleh t orus t ubarius, sehingga peny ebaran t um or k e lat eral ak an m eny ebabk an sum bat an orifisium t uba eust ak ius dan ak an m engganggu pendengaran. Ke arah post ero-superior dari t orus t ubarius t erdapat fossa Rosenm uller y ang m erupak an lok asi t ersering k arsinom a nasofaring. Pada at ap nasofaring sering t erlihat lipat an- lipat an m ukosa yang dibent uk oleh j aringan lunak sub m ukosa, dim ana pada usia m uda dinding post ero- superior nasofaring um um ny a t idak rat a. Hal ini disebabk an k arena adany a j aringan adenoid.3, 4

(2)

Gam bar 1: Daerah nasofaring ( dikut ip dari k epust ak aan 5) .

I I I . KEKERAPAN

I nsidens k arsinom a nasofaring t ert inggi di dunia dij um pai pada penduduk darat an Cina bagian selat an, khususnya suku Kant on di propinsi Guang Dong dengan angka rat a- rat a 30- 50 / 100.000 penduduk per t ahun. I nsidens karsinom a nasofaring j uga bany ak pada daerah y ang bany ak dij um pai im igran Cina, m isalny a di Hong Kong, Am erika Serikat , Singapura, Malaysia dan I ndonesia. Sedangkan insidens yang t erendah pada bangsa Kaukasian, Jepang dan I ndia.10

Penderit a k arsinom a nasofaring lebih sering dij um pai pada pria dibanding pada w anit a dengan rasio 2- 3 : 1. Peny ak it ini dit em uk an t erut am a pada usia y ang m asih produkt if ( 30- 60 t ahun ) , dengan usia t erbanyak adalah 40- 50 t ahun.10

Di bagian THT RSUP. H. Adam Malik Medan selam a 5 t ahun ( 1997- 2001) didapat k an 42 orang penderit a k arsinom a nasofaring y ang m endapat radiot erapi.

I V . ETI OLOGI

Kait an ant ara v irus Epst ein- Barr dan k onsum si ikan asin dik at ak an sebagai peny ebab ut am a t im bulny a peny ak it ini. Virus t ersebut dapat m asuk k e dalam t ubuh dan t et ap t inggal di sana t anpa m eny ebabk an suat u k elainan dalam j angk a w ak t u y ang lam a. Unt uk m engak t ifk an v irus ini dibut uhk an suat u m ediat or. Kebiasaan unt uk m engkonsum si ikan asin secara t erus m enerus m ulai dari m asa kanak- kanak, m erupak an m ediat or ut am a y ang dapat m engak t ifkan v irus ini sehingga m enim bulkan karsinom a nasofaring.2

(3)

1. I kan asin, m akanan yang diaw et kan dan nit rosam in.

2. Keadaan sosio- ekonom i y ang rendah, lingk ungan dan k ebiasaan hidup. 3. Sering k ont ak dengan zat - zat y ang dianggap k arsinogen, sepert i :

Klasifikasi gam baran hist opat ologi y ang direk om endasikan oleh Organisasi Kesehat an Dunia ( WHO) sebelum t ahun 1991, dibagi at as 3 t ipe, yait u :

1. Karsinom a sel skuam osa berkerat inisasi ( Kerat inizing Squam ous Cell Carcinom a) . Tipe ini dapat dibagi lagi m enj adi diferensiasi baik, sedang dan buruk .

2. Karsinom a non- kerat inisasi ( Non- kerat inizing Carcinom a) .

Pada t ipe ini dij um pai adany a diferensiasi, t et api t idak ada diferensiasi sel skuam osa

t anpa j em bat an int ersel. Pada um um ny a bat as sel cuk up j elas. 3. Karsinom a t idak berdiferensiasi ( Undifferent iat ed Carcinom a) .

Pada t ipe ini sel t um or secara individu m em perlihat kan int i yang vesikuler, berbent uk

oval at au bulat dengan nuk leoli y ang j elas. Pada um um ny a bat as sel t idak t erlihat dengan j elas.2, 6, 10

Tipe t anpa diferensiasi dan t anpa kerat inisasi m em punyai sifat yang sam a, yait u bersifat radiosensit if. Sedangk an j enis dengan k erat inisasi t idak begit u radiosensit if.2

Klasifikasi gam baran hist opat ologi t erbaru y ang direk om endasikan oleh WHO pada t ahun 1991, hanya dibagi at as 2 t ipe, yait u :

1. Karsinom a sel skuam osa berkerat inisasi ( Kerat inizing Squam ous Cell Carcinom a) . 2. Karsinom a non- kerat inisasi ( Non- kerat inizing Carcinom a) .

Tipe ini dapat dibagi lagi m enj adi berdiferensiasi dan t ak berdiferensiasi.6

V . GEJALA KLI N I K

1. Gej ala Dini.

(4)

V I . D I AGN OSI S

Jik a dit em uk an adany a k ecurigaan y ang m engarah pada suat u k arsinom a nasofaring, prot okol dibaw ah ini dapat m em bant u unt uk m enegak k an diagnosis past i sert a st adium t um or :

Penent uan st adium yang t erbaru berdasarkan at as kesepakat an ant ara UI CC ( Union I nt ernat ionale Cont re Cancer) pada t ahun 1992 adalah sebagai berikut : T = Tum or, m enggam bark an k eadaan t um or prim er, besar dan perluasanny a.

N3 : Terdapat pem besaran kelenj ar baik hom olat eral, kont ralat eral at au bilat eral, y ang sudah m elek at pada j aringan sek it ar. nasofaring dik lasifikasikan sebagai berik ut :

Tis : Carcinom a in sit u

T1 : Tum or y ang t erdapat pada sat u sisi dari nasofaring at au t um or y ang t ak dapat dilihat , t et api hanya dapat diket ahui dari hasil biopsi.

T2 : Tum or y ang m eny erang dua t em pat , y ait u dinding post ero- superior dan dindinglat eral.

T3 : Perluasan t um or sam pai ke dalam rongga hidung at au orofaring.

(5)

V I I I . PEN ATALAKSAN AAN

1. Radiot erapi

Sam pai saat ini radiot erapi m asih m em egang peranan pent ing dalam penat alak sanaan k arsinom a nasofaring. Penat alak sanaan pert am a unt uk k arsinom a nasofaring adalah radiot erapi dengan at au t anpa k em ot erapi.2- 13

2. Kem ot erapi

Kem ot erapi sebagai t erapi t am bahan pada k arsinom a nasofaring t erny at a dapat m eningk at k an hasil t erapi. Terut am a diberik an pada st adium lanj ut at au pada k eadaan k am buh.2, 3, 10, 12

3. Operasi

Tindak an operasi pada penderit a k arsinom a nasofaring berupa disek si leher radikal dan nasofaringekt om i. Diseksi leher dilakukan j ika m asih ada sisa kelenj ar pasca radiasi at au adany a k ek am buhan k elenj ar dengan sy arat bahw a t um or prim er sudah diny at ak an bersih y ang dibuk t ikan dengan pem erik saan radiologik dan serologi.2, 3, 8- 12 Nasofaringekt om i m erupakan suat u operasi paliat if yang dilakukan pada k asus- k asus y ang k am buh at au adany a residu pada nasofaring y ang t idak berhasil dit erapi dengan cara lain.3, 9, 10, 12

4. I m unot erapi

Dengan diket ahuinya kem ungkinan penyebab dari karsinom a nasofaring adalah v irus Epst ein- Barr, m ak a pada penderit a k arsinom a nasofaring dapat diberik an im unot erapi.10

Ra diot e r a pi

Radiot erapi adalah m et ode pengobat an peny ak it - peny ak it m aligna dengan m enggunakan sinar peng- ion, bert uj uan unt uk m em at ikan sel- sel t um or sebanyak m ungk in dan m em elihara j aringan sehat di sek it ar t um or agar t idak m enderit a k erusak an t erlalu berat . Karsinom a nasofaring bersifat radioresponsif sehingga radiot erapi t et ap m erupak an t erapi t erpent ing.12

Radiasi pada j aringan dapat m enim bulk an ionisasi air dan elekt rolit dari cairan t ubuh baik int ra m aupun ekst ra seluler, sehingga t im bul ion H+ dan OH- yang sangat reak t if. I on it u dapat bereak si dengan m olek ul DNA dalam k rom osom , sehingga dapat t erj adi :

1. Rant ai ganda DNA pecah

2. Perubahan cross- link age dalam rant ai DNA

3. Perubahan base yang m enyebabkan degenerasi at au kem at ian sel.14

Dosis let hal dan kem am puan reparasi kerusakan pada sel- sel kanker lebih rendah dari sel- sel norm al, sehingga akibat radiasi sel- sel kanker lebih banyak yang m at i dan y ang t et ap rusak dibandingk an dengan sel- sel norm al.14

Sel- sel yang m asih t ahan hidup akan m engadakan reparasi kerusakan DNA- nya sendiri- sendiri. Kem am puan reparasi DNA sel norm al lebih baik dan lebih cepat dari sel k ank er. Keadaan ini dipak ai sebagai dasar unt uk radiot erapi pada k ank er.14

Pada kongres Radiologi I nt ernasional ke VI I I t ahun 1953, dit et apkan RAD ( Radiat ion Absorbed Dose) sebagai bany ak ny a energi y ang di serap per unit j aringan. Saat ini unit Sist em I nt ernasional ( SI ) dari dosis y ang di absorpsi t elah diubah m enj adi Gray ( Gy ) dan sat uan y ang sering dipak ai adalah sat uan cent i gray ( cGy) .13

1 Gy = 100 rad

1 rad = 1 cGy = 10- 2 Gy.13, 14

(6)

ket ahanan hidup penderit a karsinom a nasofaring t ergant ung beberapa fakt or, diant arany a y ang t erpent ing adalah st adium peny ak it .12

Qin dkk, m elaporkan angka harapan hidup rat a- rat a 5 t ahun dari 1379 penderit a y ang diberik an t erapi radiasi adalah 86% , 59% , 49% dan 29% pada st adium I , I I , I I I dan I V.12

a . Pe r sia pa n / pe r e n ca n a a n se be lu m r a diot e r a pi

Sebelum diberi t erapi radiasi, dibuat penent uan st adium k linik, diagnosis hist opat ologik, sek aligus dit ent uk an t uj uan radiasi, k urat if at au paliat if. Penderit a j uga dipersiapk an secara m ent al dan fisik . Pada penderit a, bila perlu j uga k eluargany a diberik an penerangan m engenai perluny a t indak an ini, t uj uan pengobat an, efek sam ping yang m ungkin t im bul selam a periode pengobat an. Pem erik saan fisik dan laborat orium sebelum radiasi dim ulai adalah m ut lak . Penderit a dengan k eadaan um um y ang buruk , gizi k urang at au dem am t idak diperbolehk an unt uk radiasi, k ecuali pada k eadaan y ang m engancam hidup penderit a, sepert i obst ruk si j alan m ak anan, perdarahan y ang m asif dari t um or, radiasi t et ap dim ulai sam bil m em perbaiki k eadaan um um penderit a. Sebagai t olok uk ur, k adar Hb t idak boleh k urang dari 10 gr% , j um lah lek osit t idak boleh k urang dari 3000 per m m3 dan t rom bosit 100.000 per uL.3, 12

b. Pe n e n t u a n ba t a s- ba t a s la pa n ga n r a dia si

Tindakan ini m erupakan salah sat u langkah yang t erpent ing unt uk m enj am in berhasilny a suat u radiot erapi. Lapangan peny inaran m eliput i daerah t um or prim er dan sek it arny a / pot ensi penj alaran perkont inuit at um sert a k elenj ar- k elenj ar get ah bening regional.3, 12

Unt uk t um or st adium I dan I I , daerah- daerah dibaw ah ini harus disinari : 1. Seluruh nasofaring

2. Seluruh sfenoid dan basis oksiput 3. Sinus kavernosus

10. Dinding lat eral dan post erior faring set inggi fossa m idt onsilar 11. Kelenj ar ret rofaringeal

12. Kelenj ar servikalis bilat eral t erm asuk j ugular post erior, spinal aksesori dan supraklavikular.3

Apabila ada perluasan ke kavum nasi at au orofaring ( T3 ) seluruh kavum nasi dan orofaring harus dim asukkan dalam lapangan radiasi. Apabila perluasan m elalui dasar t engk orak sudah m encapai rongga k ranial, bat as at as dari lapangan radiasi t erlet ak di at as fossa pit uit ary . Apabila peny ebaran t um or sam pai pada sinus et m oid dan m aksila at au orbit , seluruh sinus at au orbit harus disinari. Kelenj ar lim fe sub m ent al dan oksipit al secara rut in t idak t erm asuk , k ecuali apabila dit em uk an lim fadenopat i servikal y ang m asif at au apabila ada m et ast ase k e k elenj ar sub m ak sila.3

Secara garis besar, bat as- bat as lapangan peny inaran adalah :

- Bat as at as : m eliput i basis kranii, sella t ursika m asuk dalam lapangan radiasi.

- Bat as depan : t erlet ak dibelak ang bola m at a dan k oana

(7)

pem besaran k elenj ar m ak a bat as belak ang harus t erlet ak 1 cm di belak ang k elenj ar y ang t eraba.

- Bat as baw ah : t erlet ak pada t epi at as k art ilago t iroidea, bat as ini berubah bila didapat k an pem besaran k elenj ar leher, y ait u 1 cm lebih rendah dari k elenj ar y ang t eraba. Lapangan ini m endapat radiasi dari k iri dan k anan penderit a.3, 12 Pada penderit a dengan k elenj ar leher y ang sangat besar sehingga m et ode radiasi di at as t idak dapat dilak uk an, m ak a radiasi diberik an dengan lapangan depan dan belak ang. Bat as at as m encak up seluruh basis k ranii. Bat as baw ah adalah t epi baw ah k lav ikula, bat as k iri dan k anan adalah 2/3 dist al k lav ikula at au m engikut i besarny a k elenj ar.12

Kelenj ar supra k lav ikula sert a leher bagian baw ah m endapat radiasi dari lapangan depan, bat as at as lapangan radiasi ini berim pit dengan bat as baw ah lapangan radiasi unt uk t um or prim er.3

(8)

Gam bar 3 : ( dikut ip dari k epust ak aan 3)

c. Sin a r u n t u k r a diot e r a pi

Sinar yang dipakai unt uk radiot erapi adalah : 1. Sinar Alfa

Sinar alfa ialah sinar korpuskuler at au part ikel dari int i at om . I nt i at om t erdiri dari prot on dan neut ron. Sinar ini t idak dapat m enem bus k ulit dan t idak bany ak dipak ai dalam radiot erapi.

2. Sinar Bet a

Sinar bet a ialah sinar elekt ron. Sinar ini dipancarkan oleh zat radioakt if yang m em puny ai energi rendah. Day a t em busny a pada k ulit t erbat as, 3- 5 m m . Digunakan unt uk t erapi lesi yang superfisial.

3. Sinar Gam m a

Sinar gam m a ialah sinar elekt rom agnet ik at au fot on. Sinar ini dapat m enem bus t ubuh. Daya t em busnya t ergant ung dari besar energi yang m enim bulkan sinar it u. Makin t inggi energinya at au m akin t inggi volt agenya, m ak in besar day a t em busny a dan m ak in dalam let ak dosis m ak sim alny a.14

d. Ra dioisot op

1. Caecium137 ! sinar gam m a 2. Cobalt60 ! sinar gam m a

3. Radium226 ! sinar alfa, bet a, gam m a.14

e . Te k n ik Ra diot e r a pi

Ada 3 cara ut am a pem berian radiot erapi, y ait u : 1. Radiasi Ekst erna / Telet erapi

Sum ber sinar berupa aparat sinar- X at au radioisot op y ang dit em pat k an di luar t ubuh. Sinar diarahk an k e t um or y ang ak an diberi radiasi. Besar energi y ang diserap oleh suat u t um or t ergant ung dari :

a. Besarnya energi yang dipancarkan oleh sum ber energi b. Jarak ant ara sum ber energi dan t um or

c. Kepadat an m assa t um or.

(9)

2. Radiasi I nt erna / Brachit erapi

Sum ber energi dit aruh di dalam t um or at au berdekat an dengan t um or di dalam rongga t ubuh. Ada beberapa j enis radiasi int erna :

a. I nt erst it ial

Radioisot op y ang berupa j arum dit usuk k an k e dalam t um or, m isalny a j arum radium at au j arum irridium .

b. I nt racav it air

Pem berian radiasi dapat dilak uk an dengan : - Aft er loading I V akan diserap oleh t iroid unt uk m engobat i kanker t iroid.14

f. D osis r a dia si

Ada 2 j enis radiasi, y ait u : 1. Radiasi Kurat if

Diberik an k epada sem ua t ingk at an peny ak it , k ecuali pada penderit a dengan m et ast asis j auh. Sasaran radiasi adalah t um or prim er, KGB leher dan supra k lav ikular. Dosis t ot al radiasi y ang diberik an adalah 6600- 7000 rad dengan frak si 200 rad, 5 x pem berian per m inggu.

Set elah dosis 4000 rad m edulla spinalis di blok dan set elah 5000 rad lapangan penyinaran supraklavikular dikeluarkan.12

2. Radiasi Paliat if

Diberikan unt uk m et ast asis t um or pada t ulang dan kekam buhan lokal. Dosis radiasi unt uk m et ast asis t ulang 3000 rad dengan frak si 300 rad, 5 x per m inggu. Unt uk k ek am buhan lok al, lapangan radiasi t erbat as pada daerah kam buh.12

Bagian Radiologi FK UI / RSCM m em berikan dosis per frak si 200 cGy y ang diberikan 5 x dalam sem inggu unt uk t um or prim er m aupun kelenj ar. Set elah dosis m encapai 4000 cGy penderit a m endapat ist irahat selam a 2- 3 m inggu, pada ak hir ist irahat dilakukan penilaian respon t erhadap t um or unt uk kem ungkinan m engecilkan lapangan radiasi dan penilaian ada t idak ny a m et ast asis j auh y ang m anifes. Set elah it u radiasi dilanj ut k an 10- 13 x 200 cGy lagi unt uk t um or prim er sehingga dosis t ot al adalah 6000- 6600 cGy . Bila t idak didapat k an pem besaran k elenj ar regional m ak a radiasi efekt if pada k elenj ar leher dan suprak lav ik ular cuk up sam pai 4000 cGy .3

Di bagian Radiologi FK USU / RS.Dr. Pirngadi Medan, radiasi diberik an secara bert ahap dengan dosis 200 cGy dosis t um or 5 x per m inggu unt uk t um or prim er dan KGB leher sam pai m encapai dosis t ot al 6000 cGy , dengan m enggunak an pesaw at m egav olt age dan m enggunak an radioisot op Cobalt60.15

Di bagian Radiologi RS. Elisabet Medan, radiasi diberik an dengan m enggunak an radioisot op Cessium137, m ula- m ula diberik an dengan dosis rendah m ulai 300 cGy – 6000 cGy dalam w ak t u 4 at au 5 m inggu.15

g. Re spon r a dia si

(10)

- Com plet e Response : m enghilangkan seluruh kelenj ar get ah bening yang besar. - Part ial Response : pengecilan kelenj ar get ah bening sam pai 50% at au lebih. - No Change : ukuran kelenj ar get ah bening yang m enet ap.

- Progressive Disease : ukuran kelenj ar get ah bening m em besar 25% at au lebih.12

h . Kom plik a si r a diot e r a pi

Kom plikasi radiot erapi dapat berupa :14 1. Kom plikasi dini

Biasany a t erj adi selam a at au beberapa m inggu set elah radiot erapi, sepert i : - Xerost om ia - Mual- m unt ah

- Mukosit is - Anoreksi

- Derm at it is

- Erit em a

2. Kom plikasi lanj ut

Biasanya t erj adi set elah 1 t ahun pem berian radiot erapi, sepert i :

- Kont rakt ur

- Gangguan pert um buhan

- dll

Ke sim pu la n

1. Karsinom a nasofaring m erupakan t um or ganas kepala dan leher yang paling bany ak dij um pai.

2. Radiot erapi m erupakan pengobat an pilihan unt uk karsinom a nasofaring t erut am a unt uk st adium I dan I I .

(11)

Ke pu st a k a a n

1. Ram si Lut an, dk k . Tinj auan t um or ganas nasofaring di poliklinik THT RS.Dr. Pirngadi Medan t ahun 1970- 1979. Kum pulan naskah ilm iah Kongres Nasional VI I Perhat i., Surabay a, 21- 23 Agust us 1983.h. 771- 81.

2. Dam ay ant i Soet j ipt o. Karsinom a nasofaring.Dalam : Nurbait i I sk andar ( ed) .Tum or t elinga- hidung- t enggorok diagnosis dan penat alak sanaan. Jak art a : FK UI ,

1989.h. 71- 84.

3. Farid Waj di, Ram si Lut an. Penat alak sanaan k arsinom a nasofaring. Referat .Medan : FK USU, 1998.h. 1- 20.

4. Ballenger JJ. Penyakit t elinga, hidung, t enggorok, kepala dan leher. Edisi 13. Jilid 1. Alih bahasa st af ahli bagian THT RSCM- FK UI . Jakart a : Binarupa Ak sara, 1994.h. 391- 6.

5. Myers EN, Suen JY. Cancer of t he head and neck. 2nd ed. New York : Churchill Liv ingst one, 1989.h. 495- 507.

6. Ballenger JJ. Ot orhinolaryngology : head and neck surgery. 15t h ed. Philadelphia : William s & Wilkins, 1996.p. 323- 36.

7. Ho JHC. St aging and radiot herapy of nasophary ngeal carcinom a. I n : Cancer in Asia Pacific. Vol.1. Hong Kong, 1998.p. 487- 93.

8. Close LG, et al. Essent ials of head and neck oncology . New York : Thiem e, 1998.p. 205- 10.

9. Averdi Roezin, Anida Syafril. Karsinom a nasofaring. Dalam : Efiat y A. Soepardi ( ed) . Buk u aj ar ilm u peny ak it t elinga hidung t enggorok . Edisi k et iga. Jak art a : FK UI , 1997. h. 149- 53.

10. Ram si Lut an, Nasut ion YU. Karsinom a nasofaring. Dalam : Program & abst rak PI TI API . Medan : FK USU, 2001.h. 9- 25.

11. T.Yohanit a, Ram si Lut an. Pengobat an karsinom a nasofaring dengan radiot erapi. Lapor an kasus. Dalam : Maj alah Kedokt er an Nusant ar a. Vol.XXVI No.1. Medan : FK USU, 1996. h. 15- 20.

12. Abdul Rasy id. Karsinom a nasofaring : penat alak sanaan radiot erapi. Tinj auan pust aka. Dalam : Maj alah Kedokt eran Nusant ara. Vol. XXXI I I No.1. Medan : FK USU, 2000. h. 52- 8.

13. Muham m ad Yunus, Ram si Lut an. Efek sam ping radiot erapi pada pengobat an k arsinom a nasofaring. Referat . Medan : FK USU, 2000.h. 1- 16.

14. I Dew a Gede Suk ardj a. Onk ologi k linik. Surabay a : FK Unair, 1996.h. 179- 87.

(12)

Gambar

Gambar 1:  Daerah nasofaring (dikutip dari kepustakaan 5).
Gambar 3 :  (dikutip dari kepustakaan 3)

Referensi

Dokumen terkait

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI... PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN

Observasi pra-PPL menyangkut perangkat pembelajaran (meliputi kurikulum, silabus, dan RPP), proses pembelajaran (meliputi cara membuka pelajaran, menyajikan materi,

Alex Welte, John Hargrove, Wim Delva, Brian Williams, Tienie Stander CLINICAL IMAGES 381 Tuberculous lymphadenitis and Horner’s syndrome Robert Freercks, Mark W Sonderup ETHICS IN

[r]

“Laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan

Putri Nataria Sipahutar : Analisis Efektifitas Pengaruh Kredit Yayasan Pokmas Mandiri ..... Putri Nataria Sipahutar : Analisis Efektifitas Pengaruh Kredit Yayasan Pokmas

Calculation method weared is method of SPSS, where data obtained to pass/through record keeping of Bank Annual Report Direct of Indonesian and Statistical Bureau Center counted

jumlah frekuensi semua nilai amatan yang kurang dari atau sama dengan nilai tepi atas pada setiap kelas interval, dan dinotasikan dengan f k

skripsi dengan judul “ Pengaruh Konsentrasi Perekat Daun Jambu Mete dan Tekanan Pengempaan dalam Pembuatan Briket dari Sekam Padi dan Ketaman Kayu ”, ber