• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deskripsi tentang Desa Jaring Halus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Deskripsi tentang Desa Jaring Halus"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Deskripsi tentang Desa Jaring Halus

*

Nuriza

 

Dora

1)

 

    I. Pendahuluan

Desa Jaring Halus merupakan desa pesisir yang terletak di Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat. Perjalanan ke Desa Jaring Halus dari pusat Kota Medan memakan waktu sekitar 4 jam. Dari Medan wilayah yang dilalui secara berturut-turut untuk mencapai desa ini adalah Pinang Baris-Binjai-Stabat-Secanggang-Batang Buluh- Jaring Halus. Dari Medan sampai Batang Buluh masih bisa menggunakan alat transportasi darat seperti mobil, sepeda motor, dan lain-lain. Namun jika telah sampai di Batang Buluh untuk mencapai Desa Jaring Halus hanya bisa dilalui dengan menggunakan transportasi laut seperti boat. Perjalanan dengan boat ini memakan waktu ± 1/5 jam. Sebagai desa yang terletak di tengah-tengah perairan (pulau), lokasi ini terkesan terisolir karena akses menuju lokasi tersebut sangat susah, dari Batang Buluh kita harus rela menunggu pemberangkatan boat.

Setelah memasuki Desa Jaring Halus kita akan berhadapan dengan lokasi desa dengan rumah penduduk yang modelnya seperti rumah panggung (kebanyakan), sarana yang menghubungkan antara rumah yang satu dengan rumah yang lain yaitu titi-titi yang terbuat dari kayu yang cukup kuat, walaupun ada jalan tanah tapi hanya sedikit. Sebagai wilayah perairan, penduduk di Desa Jaring Halus pada umumnya bermata pencarian sebagai nelayan. Pada umumnya mereka masih dikenal sebagai nelayan dengan alat tangkap tradisional seperti jaring selapis, ambai, cicang rebung dan lain-lain. Penduduk Desa Jaring Halus umumnya berasal dari etnik Melayu dan sebagian kecil berasal dari etnik lain seperti Banjar, Jawa, dan Minang (sedikit).

*

Bahan dari hasil penelitian di Desa Jaring Halus

Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat dalam rangka penelitian Mata Kuliah Pengembangan Masyarakat.

II. Permasalahan Masyarakat Nelayan/ Pesisir

II.1. Keadaan Geografis/Demografi

Jaring Halus merupakan sebuah desa yang terletak di pinggir lautan lepas (dikelilingi oleh lautan). Desa ini merupakan desa pesisir yang penduduknya mayoritas adalah Melayu dan sebagian kecil adalah suku Banjar. Untuk mencapai desa ini transportasi yang digunakan adalah kapal boat dari Secanggang. Menurut cerita masyarakat setempat, dulunya desa ini merupakan sebuah tempat di mana masyarakat Melayu di desa ini berasal dari negeri Malaysia yang disebabkan oleh suatu hal mereka bertransmigrasi ke desa ini. Dan dulunya desa ini masih kosong sama sekali dan lama kelamaan berkembang akibat perubahan zaman. Dulunya oleh orang Malaysia di sebut jari halus, tetapi kemudian akibat para pendatang yang tinggal dan menetap di desa tersebut seperti Banjar, Jawa, Melayu, dan Banten akhirnya berubah nama menjadi Desa Jaring Halus.

Dari segi ini yang mempengaruhi pendapatan para nelayan adalah akibat dari datangnya angin tenggara. Angin tenggara berdampak buruk bagi para nelayan yang sedang melaut dikarenakan ombak ribut dan bergemuruh. Dikarenakan angin ribut yang sangat mengganggu terhadap hasil tangkapan, maka nelayan hanya bekerja di laut selama satu jam saja. Dampak dari tiupan angin tenggara menimbulkan rasa mual dan bias menyebabkan kapal nelayan mengalami keretakan.

II.2. Sumber Daya

(2)

merupakan penghasilan terbesar terhadap kehidupan masyarakat. Sehingga mereka mengelolanya dan berusaha menjaga laut agar tetap terjaga ekosistemnya. Nelayan Jaring Halus juga memanfaatkan laut dengan membuat keramba dan ambe.

Adanya hutan bakau juga mempengaruhi hasil tangkapan karena akar-akar pohon bakau tersebut merupakan tempat bertelurnya ikan-ikan dan berfungsi sebagai tempat untuk ikan-ikan kecil yang belum bisa lepas di laut luas.

Di awal tahun 2000-an, pernah terjadi masalah terhadap keberadaan hutan bakau. Pada mulanya pemerintah memang mengizinkan warga Desa Jaring Halus untuk memanfaatkan pohon bakau guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan jumlah yang terbatas dan tidak berlebihan.

Tahun 2002, HPH (Hak Pengusahaan Hutan) atas izin pemerintah juga melakukan penebangan terhadap hutan bakau. Penebangan tersebut digunakan sebagai bahan dasar pembuatan arang. Memang riset membuktikan bahwa kayu bakau lebih bagus untuk dijadikan arang dari pada kayu sawit yang sering digunakan selama ini. Dan untuk selanjutnya dibangunlah sebuah PT (Perseroan Terbatas) yang mengolah kayu bakau tersebut. Pemerintah pun mengizinkan HPH untuk menebang hutan bakau dengan jumlah tak terbatas dengan imbasnya pemerintah juga memperoleh sebagian dari hasil keuntungan penjualan arang bakau tersebut.

Dalam waktu satu tahun terakhir ini, pernah datang suatu LSM ke Desa Jaring Halus dan kemudian memperoleh informasi dari masyarakat setempat tentang masalah hutan bakau tersebut. Oleh LSM tersebut kemudian dicanangkan suatu program guna melakukan penanaman kembali bibit hutan bakau di Jaring Halus. Akan tetapi hingga sekarang ini, program yang bersifat menbangun tersebut belum dilaksanakan juga. Karena Jaring Halus adalah daerah pantai maka mata pencarian seperti petani sawah, ladang ataupun tanaman-tanaman tropis sangat jarang terdapat di desa ini

II.3. Produksi

Hasil tangkapan ikan di desa ini cukup beragam diantaranya yang paling banyak

ditangkap adalah ikan cecah rebung (cerbung) dan jenis lainnya adalah udang, tongkol, gembung, kepiting, pare, ketam, dan lain-lain.

Dalam sistem bagi hasil, nelayan kecil di Jaring Halus mengenal “patron-klien” yaitu sistem majikan dan bawahan. Dikarenakan nelayan kecil memakai pekarangan milik tauke, maka penjualan dan pembelian hasil tangkapan diberikan kepada tauke. Sistem penjualan dan pembelian tersebut merupakan tradisi lisan/keharusan yang tidak tertulis yang harus dituruti oleh nelayan.

Pembagian hasil pun tidak sebanding yaitu 1 : 3. Pembagian hasil ditentukan berdasarkan beban tanggungan seperti kebutuhan bahan bakar, peralatan, serta makan nelayan di laut. Dan hasil penjualan tersebut dibebankan tauke pada harga pembelian.

II.4. Market

Untuk kebutuhan hidup sehari-hari, warga Jaring Halus tidak perlu bersusah payah untuk membelinya di darat. Hal ini dikarenakan di setiap harinya ada orang darat yang menjual kebutuhan tersebut harga jualnya pun tidak jauh beda dengan harga dipasaran, bahkan terkadang lebih murah.

Bagi nelayan kecil, hasil tangkapan wajib diberikan kepada tauke karena pekarangan (berupa sampan, jaring, peralatan, dan lain-lain) tersebut adalah milik tauke. Dan melalui tauke inilah ikan-ikan tersebut dipasarkan ke darat/kota atau juga diekspor keluar negeri seperti Malaysia, Thailand dan Singapura.

Penjualan hasil tangkapan dilakukan di pelantaran. Sedangkan TPI (Tempat Pelelangan Ikan) tidak terdapat di Jaring Halus karena letak desa tersebut jauh dari darat/kota; selain itu untuk dapat ke Desa Jaring Halus hanya bisa ditempuh dengan transportasi laut dengan menaiki kapal boat.

II.5. Kebijakan

(3)

disumbangkan lima pekarangan nelayan. Akan tetapi yang memperoleh pekarangan tersebut adalah para tauke sehingga masyarakat nelayan kecil yang miskin tetap miskin dan terus bergantung pada tauke.

Pemerintah juga menganjurkan untuk turunkan Raskin (beras orang miskin) tiap bulan sekali dengan harga Rp 1.700,-/kg dengan jatah 10 kg/rumah. Akan tetapi Raskin tersebut tidak rutin diturunkan dan pernah juga harga Raskin mencapai Rp 2.200,-/kg, sehingga harga tersebut diprotes warga ke Kapolres yang memang pihak Kapolres diberi wewenang oleh pemerintah untuk mengantarkan Raskin. Warga Jaring Halus menduga bahwa pihak Kapolres mengambil untung. Pihak Kapolres mengancam karena dituduh seperti itu, tetapi kemudian ancaman tersebut tidak dilaksanakan dan harga kembali normal menjadi Rp 1.700,-/kg.

Sebenarnya nelayan Jaring Halus sudah mengadukan hal tersebut pada Airud (keamanan laut), tetapi Airud menganggap itu bukan urusan mereka, tugas mereka

hanya memperhatikan kapal yang karam. Pernah juga nelayan kecil Jaring Halus mengadu pada Airud Belawan dan dari Airud Belawan mereka diminta untuk mencatat nomor perahu nelayan Belawan yang mencari ikan di wilayah pantai Jaring Halus. Akan tetapi nelayan Belawan beroperasi dari sore-pagi, sedangkan nelayan Jaring Halus rata-rata pergi melaut dari pagi-siang, dan malam harinya mereka beristirahat; sehingga nelayan jaring halus tidak bertemu dengan nelayan belawan.

Pernah juga KMB (Koperasi Maju Bersama) yang baru buka di Desa Jaring Halus memberikan beras 10 kg, indomie dan susu dengan harga keseluruhan Rp 5.000,- saja. KMB didirikan oleh masyarakat nelayan itu sendiri dengan didampingi oleh Paras (Yayasan Penguat Rakyat Pedesaan) guna mensejahterakan kehidupan warga setempat. Akan tetapi KMB tersebut tidak seutuhnya menyentuh masyarakat nelayan secara keseluruhan, terutama masyarakat termiskin di antara yang miskin. Sehingga bisa dikatakan di Desa Jaring Halus terdapat pengelompokkan-pengelompokkan.

Dikarenakan kekayaan laut Jaring Halus serta kehabisan sumber daya tangkap, lima tahun yang lalu nelayan dari Belawan dengan menggunakan kapal besar dan jumlah yang cukup banyak datang mencari udang dan ikan di perairan Jaring Halus. Dan yang meresahkan lagi adalah nelayan Belawan menggunakan alat tangkap ‘langgai’ yang mampu mengeruk hingga pucuk-pucuk palo dengan kedalaman tiga meter, sehingga bibit-bibit udang maupun ikan pun ikut terjaring olehnya.

Pernah juga kedapatan sebuah perahu milik nelayan Belawan kandas karena mengangkut udang dari ambai milik Jaring Halus sebanyak 60 kg. Akan tetapi nelayan Jaring Halus tidak mau ribut-ribut antar sesama nelayan. Nelayan Belawan juga pernah mencari ikan di wilayah pantai timur Serdang Bedagai. Akan tetapi oleh nelayan di Serdang Bedagai kapal penyeludup tersebut langsung di bakar dan setelah itu nelayan Belawan tidak berani lagi ke pantai timur.

Beda dengan Serdang Bedagai, nelayan di Jaring Halus tidak mau membuat masalah seperti itu, karena mereka sama-sama cari makan. Sebenarnya yang mereka khawatirkan adalah alat tangkap yang nelayan Belawan gunakan lebih ‘dahsyat’ dari pukat harimau yang di pakai nelayan Jaring Halus. Dengan kediaman nelayan Jaring Halus membuat nelayan Belawan pun makin berani menjaring hingga Kuala Jaring Halus.

Dua tahun terakhir ini, pernah diadakan pertemuan NSI (Nelayan Seluruh Indonesia) di Stabat. Tiap-tiap desa nelayan mengutus beberapa delegasi untuk menghadirinya, hasil dari pertemuan itulah akhirnya timbul kesepakatan bahwa jarak satu mil dari garis pantai Jaring Halus adalah milik nelayan Jaring Halus dan jika ada yang melewati/menabrak batas tersebut akan ditangkap dan diberi sangsi. Akan tetapi kesepakatan tersebut hanya dipatuhi selama satu minggu oleh nelayan Belawan. Dan lagi-lagi nelayan Jaring Halus tidak mau ribut-ribut.

(4)

hanya menaruh harapan terhadap ikan belah (cerbung) yang ditangkap dengan menggunakan pukat pakan. Dan para istri nelayan yang dulunya hanya sebagian kecil belah ikan cerebeng, sekarang secara keseluruhan. Begitu pula dengan anak-anak nelayan juga turut mencari uang dengan cara membantu tauke mengangkat hasil tangkapan atau mencari kepiting dipinggir pantai.

II.6. Musim

Sebenarnya bagi nelayan Jaring Halus terdapat dua musim, yaitu musim panas dan musim hujan. Namun masyarakat setempat menyebutnya sebagai musim angin timur untuk musim panas dan musim angin barat untuk musim hujan. Masyarakat mengatakan musim yang baik adalah musim angin timur atau panas di mana mereka dapat memperoleh ikan lebih banyak. Karena pada saat-saat itu ikan banyak berdatangan dari laut-laut lepas menuju perairan Kuala Jaring Halus. Ikan terbanyak yang mereka peroleh saat musim ini adalah cerbung yang sudah menjadi penghasilan terbesar mereka saat ini dan lagi pada saat musim angin timur mereka dapat mengeringkan berbung dengan cepat.

Sementara bila musim angin barat atau hujan, nelayan Jaring Halus saat melaut biasanya akan memperoleh hasil yang sedikit. Hal ini dikarenakan pada musim ini ikan-ikan berpindah ke tempat lain dan ikan cerbung tidak cepat mengering saat di jemur. Di musim ini penghasilan terbesar nelayan adalah ikan tongkol, ikan gembung, dan udang. Dan penjualannya pun oleh tauke dihargai dengan rendah.

II.7. Bencana

Tragedi gempa dan tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 yang lalu sangat berpengaruh sekali bagi nelayan terhadap hasil tangkapan. Setelah kejadian tersebut, selama dua bulan nelayan Jaring Halus tidak memperoleh hasil. Hal ini dikarenakan wilayah pantai mereka terkena pecahan ombak tsunami. Tragedi tsunami memang tidak sampai merusak rumah-rumah penduduk di Desa Jaring Halus. Ambai untuk menampung udang hancur, jaring-jaring dari dasar laut ikut terbawa air hinnga ke atas pohon.

Karena tidak memperoleh hasil, jadi selama dua bulan nelayan jaring halus menjual ternak mereka berupa kambing; dan ada juga yang jadi pemilik warung untuk mencukupi kebutuhan hidup

III. Potensi Desa Jaring Halus

Desa Jaring Halus yang terdapat di dalam wilayah Kec. Sicanggang merupakan suatu daerah yang untuk mencapainya harus melalui jalur air yaitu melalui transportasi perahu kletek yang beroperasi 4-5 x sehari. Dengan trayek Jaring Halus – Sicanggang, Jaring Halus – Tanjung Pura. Kepemilikan sarana transportasi merupakan milik dari para tauke atau orang-orang yang cukup berada di desa tersebut.

Penduduk yang berjumlah sekitar 700 KK ini yang dibagi menjadi lima (5) dusun merupakan komunitas masyarakat nelayan. Tidak ada lahan yang dapat dijadikan lahan pertanian. usaha lainnya adalah pembuatan ikan kering untuk komoditi ekspor yaitu: ikan cica rebung yang mulai berkembang 2 tahun lamanya belakangan ini yang dimotori oleh para tauke atau dengan kata lain para nelayan mengusahai produksi ikan cicang rebung mengambil ikan dari para tauke dan hasilnya berupa ikan kering dijual kembali ke para tauke tersebut. Selain itu nelayan yang memiliki modal membuka usaha tambak/keramba jenis ikan kerapu, jinahar, dan udang. Kepemilikian perahu/ sampan yang dipakai nelayan untuk melaut adalah kepunyaan para tauke dengan prinsip bagi hasil 1 : 3. Ketergantungan para nelayan utnuk melaut adalah kepunyaan para tauke sangat terasa di desa ini. Mulai dari pemakaian perahu beserta alat-alat untuk melaut, sistem bagi hasil tangkapan melaut, penjualan hasil produksi ikan kering kepada tauke sampai kepada adanya peminjaman uang unduk memenuhi kebutuhan hidup juga berasal dari para tauke. Karena itu tauke memegang peranan penting di Desa Jaring Halus.

III.1. Sumber Daya Alam

(5)

berkembang biaknya bibit-bibit udang, kepiting, dan ikan. Akan tetapi sekarang nelayan banyak mengeluh tentang hasil tangkapan yang menurun karena telah dirusaknya sebagian hutan bakau dan manggrove karena digunakan untuk membuka tambak dan kayunya diambil untuk pembuatan arang.

Nelayan Jaring Halus juga mengeluhkan hasil tangkapan yang dari waktu ke waktu semakin menurun dan jenis ikan hasil tangkapan pun terbatas, penyebabnya menurut para nelayan tersebut antara lain karena kerusakan hutan bakau dan manggrove, adanya pergantian musim, ada juga faktor yang paling besar yaitu adanya perebutan daerah tangkapan dan penyalahgunaan alat tangkap dari nelayan-nelayan lain seperti nelayan Belawan, Sicanggang, ataupun nelayan dari luar negeri. Pemakaian alat tangkap langgai, katrol, dan layang juga menjadi penyebab hasil tangkapan nelayan menurun. Yang paling berbahaya adalah alat tangkap langgai karena selain menjaring ikan-ikan yang besar juga menyapu bersih ikan-ikan kecil, sehingga ekosistem dan komunitas ikan terganggu akibatnya nelayan Jaring Halus sangat prihatin akan kelangsungan hidup mereka dan kelangsungan ekosistem dan sumber daya laut. Sudah berbagai usaha dilakukan para nelayan Jaring Halus untuk mengatasi penyerobotan sumber daya laut, mulai dari penghadangan para nelayan di laut sampai mengajukan protes dan demontrasi sampai ke tingkat walikota dan gubernur, akan tetapi sampai sekarang belum ada penegakan hukum yang tegas bagi para nelayan yang melanggar sehingga kadang kala para nelayan mengambil hukum sendiri misalnya apabila ada nelayan yang menangkap ikan di dalam batas wilayah Jaring Halus maka nelayan tersebut akan di tangkap nelayan Jaring Halus dan perahunya akan ditahan sampai pemilik perahu datang untuk menangani masalah.

III.2. Sumber Daya Manusia

Dari segi sumber daya manusianya masyarakat Jaring Halus masih belum bisa dikatakan memadai, dibuktikan dengan tingkat pendidikan yang dimiliki oleh

masyarakat Jaring Halus masih terbilang rendah, di mana kebanyakan penduduk mengenyam pendidikan sampai tamat SD ataupun paling tinggi sampai madrasah sanawiyah. Apabila ada anak-anak yang mau melanjutkan sekolah maka anak-anak itu harus bersekolah di luar Jaring Halus, karena tidak adanya sarana pendidikan untuk SLTA ataupun yang sederajat. Tingkat pendidikan yang masih minim ini juga didasarkan karena ketidakmampuan masyarakat nelayan menyekolahkan anak-anaknya karena tingkat perekonomian keluarga yang masih rendah dan tingkat kesejaterahan masyarakat yang masih minim.

III.3. Fisik

Di wilayah Jaring Halus untuk mendapatkan air bersih terutama untuk minum masih harus didapat dengan membeli dari pemilik mesin bor sekitar Rp 2500,-/drum jika dibeli dari mesin bor milik pemerintah dan Rp 3.500,- sampai Rp 4.000,-/drum jika dibeli dari pemilik mesin bor. Walaupun air minum harus dibeli namun air yang dibeli belum bisa dikatakan layak minum karena selain airnya keruh berwarna kecoklat-coklatan juga airnya agak berbau hal ini mungkin disebabkan karena Desa Jaring Halus terdapat di tepi pantai.

Di wilayah Jaring Halus masyarakatnya beretnis Melayu, Banjar dan Jawa dan 100 % beragama Islam. Di sana hanya berdiri satu Mesjid yang mana pembangunan Mesjid tersebut adalah hasil dari jerih payah masyarakat nelayan sendiri. Dari sarana jalan kebanyakan merupakan jalan-jalan titi atau jembatan yang menghubungkan dari satu rumah panggung ke rumah panggung lainnya. Sarana trasnportasi hanya perahu untuk menghubungkan jaring halus dengan masyarakat luar. Sekolah yang dimiliki adalah hanya satu sekolah dasar dan satu sekolah madrasah sanawiyah yang mana pembangunan sekolah tersebut juga dimotori oleh penduduk setempat dengan beriuran per KK. Sekolah ini memiliki dua guru tetap dan beberapa guru yang didatangkan dari luar.

(6)

masyarakat dari segi kesehatan, Puskesmas ini dihuni oleh dua perawat dan satu dokter, di mana juga setiap 6 bulan sekali dari pusat akan ada datang beberapa tim kesehatan untuk memberikan pelayanan kesehatan gratis kepada masyarakat. Penyakit masyarakat desa Jaring Halus biasanya adalah demam panas, campak, dan kencing manis. Desa Jaring Halus bisa dikatakan desa yang kurang bersih karena banyaknya timbunan sampah dibawah rumah-rumah panggung penduduk. Sampah tersebut selain berasal dari masyarakat itu sendiri juga berasal dari sampah-sampah yang dibawa oleh air laut yang pasang surut. Alasan penduduk tidak membersihkan sampah tersebut sampah itu akan dibawa oleh air laut ketika air sedang pasang. Di Jaring Halus tidak terdapat pasar hal ini didasarkan selain tidak adanya tempat untuk dijadikan pasar juga terbentur oleh masalah dana yang tidak memadai, sehingga untuk pemenuhan kebutuhan sandang pangan dan sebagainya masyarakat harus membeli dari luar Jaring Halus.

III.4. Finansial

Di Desa Jaring Halus dijaga enam Brimob yang didatangkan dari luar Jaring Halus yang mana diadakan pergantian petugas keamanan sekali enam bulan. Petugas keamanan tersebut tinggal dirumah-rumah penduduk karena pos pelayanan polisi yang dulu ada, telah musnah selain itu juga untuk menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat saling menjaga keamanan lingkungannya masing-masing. Ada dua lembaga swadaya masyarakat di desa yaitu LSM Jala, dan LSM Paras yang sering membantu masyarakat baik dalam penyediaan beras maupun perangkat untuk melaut. Selain itu juga terdapat satu koperasi yang mana diharapkan dapat membantu masyarakat untuk membantu memenuhi kebutuhan hidup keluarga baik kebutuhan sehari-hari maupun kebutuhan simpan pinjam. Akan tetapi pendirian KUD tersebut diakui sebagian masyarakat kurang menyentuh semua lapisan karena jika ada bantuan dari pihak luar melalui KUD untuk masyarakat ternyata hanya dinikmati oleh segelintir

masyarakat yaitu orang-orang yang memegang peranan di KUD dan orang-orang yang dekat dengan kepala desa.

III.4. Sosial Budaya

Interaksi masyarakat di Jaring Halus dapat terjalin cukup erat hal ini mungkin didasari karena persamaan satu agama dan mayoritas penduduk beretnis Melayu. Peran tokoh-tokoh masyarakat cukup berpengaruh misalnya: adanya pawang atau dukun yang mana jika ada perintah atau suruhan dari

pawang untuk melakukan jamu laut maka

masyarakat akan segera melakukan jamu

laut tersebut. Akan tetapi ada keluhan dari

sebagian kecil masyarakat desa karena kepala desanya kurang peduli atau kurang mau tahu tentang keadaan kondisi penduduknya.

Pembudidayaan ikan kerapu sebagai kearifan tradisional atau lokal genius didasari karena daya jual ikan tersebut cukup tinggi dan banyak diminati masyarakat dan konsumen di luar Jaring Halus, selain itu juga pembudidayaan ikan kerapu dijadikan sebagai pendukung ekonomi masyarakat Jaring Halus karena pemeliharannya tidak terlalu sulit di mana dibudidayakan dikeramba-keramba di sekitar pinggir laut dan hasil panennya bisa melimpah dan panen tidak memerlukan waktu yang lama.

IV. Perbandingan Desa Jaring Halus

Saat Ini dan 10 Tahun yang Lalu

(7)

IV.I. Sumber Daya Manusia

Karena Desa Jaring Halus sulit dijangkau maka bisa dikatakan desa ini terisolasi, susahnya untuk keluar dari desa ini mengakibatkan mereka bersekolah hanya di desa tersebut saja. Di desa ini terdapat satu sekolah dasar dan satu lagi sanawiyah. Keahlian yang mereka mliki juga hanya terbatas pada keahlian menangkap ikan saja. Walaupun ada beberapa orang yang bersekolah keluar Desa Jaring Halus tapi itu hanya beberapa saja mereka termasuk orang yang berlebih. Tamatan rata-rata penduduk desa ini adalah sekolah dasar saja, untuk melanjutkan ke sanawiyah mereka malas karena lebih enak melaut daripada bersekolah. Dengan melaut mereka mendapatkan uang, tetapi jika sekolah mereka tidak mendapatkan uang jadi mereka memilih melaut saja.

Walaupun mereka hanya melaut saja tetapi mereka adalah penduduk desa yang sangat konsumtif. Banyak terdapat kedai yang jaraknya satu dengan yang lain berdekatan, dari sini saja dapat kita lihat bagaimana mereka menggunakan uang mereka.

Penduduk Desa Jaring Halus adalah suku Melayu, mereka berbicara seperti Melayu di Malaysia. Karena penduduk asli desa ini adalah orang Malaysia. 99 % mereka beragama Islam. Hubungan antar penduduk juga sangat baik seperti yang terlihat dari sepuluh tahun yang lalu hingga saat ini.

IV.2. Sumber Daya Alam

Jika kita lihat ke belakang sepuluh tahun yang lalu desa ini sangat banyak potensi alam yang ada di sekitarnya. Mulai dari lautnya, juga hutan bakaunya yang masih terjaga. Desa ini sepuluh tahun yang lalu membuat penduduknya menjadi makmur dengan hasil laut yang melimpah. Rata-rata yang wanita memiliki emas di tangan yang lumayan besar-besar. Punduduknya pun senantiasa menjaga laut mereka dengan cara tidak memakai alat tangkap ikan yang dapat merusak ekosistem laut mereka. Karena jika memakai alat tangkap seperti pukat maka

mereka sendiri nanti yang merasakan akibatnya.

Namun tujuh tahun belakangan ini semenjak turunnya orde baru mereka mulai mengalami kesulitan ekonomi. Lahan melaut mereka pun direbut oleh nelayan dari Belawan. Tidak tanggung-tanggung mereka menggunakan alat tangkap yang merusak ekosistem laut. Pukat harimau, langge, katrol mereka gunakan sebagai alat tangkap mereka, akibatnya tangkapan nelayan warga Jaring Halus semakin berkurang saja.

Menurut salah satu responden saya, telah ada usaha yang dilakukan untuk melaporkan pencabutan pemakaian pukat harimau ini, bahkan telah ada UU yang melarang pemakaian pukat harimau namun sampai sekarang tetap saja berlangsung. Mereka telah mengadukan sampai ke Bupati namun sampai sekarang tetap tidak ada tanggapan. Mungkin karena kami ini orang kecil, sehingga tidak diperhatikan kata salah satu responden kepada peneliti.

Bukan hanya hasil laut saja yang sudah semakin berkurang, tetapi juga hutan bakau Desa Jaring Halus semakin berkurang. Rata-rata yang mengambil hutan bakau ini dalah orang luar penduduk Jaring Halus. Mereka adalah yang memilki usaha panglong. Jumlah yang ditebang tidak sedikit, sehingga akibatnya hutan bakau sudah sedikit. Hutan bakau ini berguna sebagai tempat ikan untuk bertelur, dan menahan ombak yang besar langsung ke pantai. Sekarang hasil penduduk Jaring Halus dari melaut sudah berkurang alternatif yang mereka lakukan dengan membuat usaha rumah tangga cicang rebung. Dengan usaha ini mereka dapat sedikit menambah uang belanja.

Cicang rebung adalah pekerjaan hampir seluruh penduduk Jaring Halus. Mereka membelah ikan membuang isinya, kemudian dicuci bersih dan yang terakhir dijemur baru setelah itu dijual kepada tauke tempat membeli ikan tersebut. Dalam sehari mereka dapat mengerjakan 20 kg setiap harinya per orang. Dan dari 20 kg tersebut jika sudah kering maka akan menjadi 1,6 kg saja, harganya lebih kurang Rp 13.000,-

(8)

terutama bagi yang kepala keluarganya sudah tidak melaut lagi.

IV.3. Finansial

Dalam hal finansial mereka tidak begitu sulit, karena jika butuh pinjaman mereka tinggal meminjam kepada tauke mereka saja. Koperasi di Jaring Halus kurang berjalan dengan lancar. Karena mereka lebih suka meminjam kepada tauke mereka atas dasar kepercayaan. Dan jika pinjaman besar maka mereka dapat mencicilnya atau hasil melaut mereka langsung dipotong. Mereka sebenarnya kurang percaya kepada koperasi.

IV.4. Fisik

Sepuluh tahun yang lalu hanya ada tiga sampan sebagai sarana transportasi, namun sekarang telah bertambah menjadi lima buah. Hal ini memudahkan penduduk untuk berinteraksi dengan dunia luar. Sarana air bersih delapan bulan terakhir telah masuk ke desa ini. Sehingga penduduk tidak usah lagi mengambil air sampai ke tengah laut. Sarana kesehatan juga telah dibangun sebuah Puskesmas kalau sepuluh tahun yang lalu mereka sulit untuk berobat, tapi sekarang telah ada dua bidan dan satu bulan sekali didatangkan dokter ke desa tersebut untuk pemeriksaan gratis. Untuk tempat beribadah pada setiap dusunnya telah dibangun. Sarana pendidikan dua SD Inpres dan satu sanawiyah yang dibangun oleh warga setempat. Listrik sudah sepuluh tahun masuk ke desa ini, dahulunya mereka menggunakan mesin genset. Jalan-jalan setapak juga telah ada yang dibangun dengan menggunakan semen dan batu. Sehingga memudahkan untuk berjalan kaki. Sarana telekomunikasi telah ada karena terdapat sebuah Wartel di Jaring Halus.

IV.5. Sosial Budaya

Masalah konflik lima tahun belakangan ini terja di antara nelayan Jaring Halus dengan nelayan Belawan. Hal ini mengakibatkan dua penduduk Jaring Halus meninggal. Penyebabnya karena nelayan Belawan memasuki daerah Jaring Halus. Namun konflik antara penduduk tidak terjadi.

Ada upacara yang sering dilakukan penduduk Jaring Halus setiap tiga tahun

sekali yaitu jamu laut. Maksudnya adalah

memberikan persembahan untuk laut, karena kita telah mengambil isinya sepatutnya kita untuk berterima kasih kepada laut. Persembahan yang diberikan seekor kambing dengan memberikan kaki kambing di pinggir laut. Kemudian pergi keluar Jaring Halus seluruh penduduknya.

Maksudnya adalah dalam satu hari tersebut tidak boleh ada kegiatan menangkap ikan atau apapun. Laut diberikan ketenangan dalam sehari.

V. Program - Program Community

Development

Desa Jaring Halus sebagai daerah yang terisolir karena agak jauh dari pusat kota serta transportasi untuk mencapainya cukup sulit, masih sedikit tersentuh oleh

program-program community development

bila dibandingkan dengan desa-desa pesisir lainnya seperti Belawan dan Serdang Bedagai.

Walaupun demikian masih ada beberapa lembaga-lembaga sosial yang menaruh perhatian terhadap kehidupan masyarakat desa Jaring Halus yang jika dilihat dari luar, perkembangan masyarakat tersebut berjalan agak lambat.

PARAS sebagai suatu LSM atau lembaga swadaya merupakan salah satu lembaga sukarela atau sosial yang menjadikan Desa Jaring Halus sebagai salah satu desa bimbingannya. Didirikannya Paras pada awal tahun 1997 berawal dari terjadinya krisis moneter yang melanda Indonesia sehingga masyarakat kewalahan dalam hal keuangan, Paras sebagai gerakan sosial mengajak masyarakat untuk membuat sistem perbankan sendiri. Karena selama ini pemerintah dan sistem perbankannya lebih cendrung merugikan masyarakat kebanyakan.

Para pendiri Paras antara lain,

1. Miskun Mendes

2. Efendi Lubis

3. Yenni Rosdiani

4. Edi Susanto 5. Ngatirin.

(9)

Ke-45 kelompok ini dibina oleh Paras ke dalam 3 sektor atau bagian yaitu:

1. Sektor pertanian 2. Sektor nelayan 3. Sektor perempuan

Untuk sektor pertanian Paras mempunyai suatu program yang dinamakan dengan ”pertanian selaras alam”. Di sini Paras memprogrami bagaimana petani itu tidak tergantung pada pupuk kimia dan lebih memanfaatkan pupuk kompos yang mana bahan dari pupuk tersebut sebenarnya ada di sekitar kita tetapi masih belum kita manfaatkan.

Sedangkan untuk sektor perempuan Paras memberikan penyuluhan bagaimana memanfaatkan lingkungan hidup sekitar untuk menambah pemasukan atau pendapatan keluarga. Sektor pertanian dan perempuan ini lebih banyak dibina oleh paras di luar Desa Jaring Halus, tetapi masih di sekitar Langkat. Bagi Desa Jaring Halus Paras membina sebuah program yang bergerak di bidang koperasi simpan pinjam yang bernama Koperasi Maju Bersama.

Koperasi Maju Bersama merupakan salah satu program Paras khususnya di Desa Jaring Halus dalam hal penguatan ekonomi masyarakat pesisir. Program yang ada dalam Koperasi Maju Bersama ini

dengan CU (Credit Union). Credit union

berbeda dengan bank. CU lebih kepada bagaimana masyarakat miskin punya wadah untuk kekuatan bersama sebagai kekuatan pengembangan ekonomi khususnya pada masyarakat nelayan atau pesisir.

Dalam credit union ini Paras hanya

sebagai fasilitator, tetapi yang memprakarsainya tetaplah masyarakat itu

sendiri. Credit union lebih cocok disebut

dengan keuangan rakyat. Kegiatannya hampir sama dengan bank yaitu simpan pinjam. Perbedaannya kalau bank harus ada agunan atau boroh sedangkan CU didasarkan kepada kepercayaan secara bersama-sama. Ketika seseorang atau kelompok menyimpankan uangnya kepada wadah tersebut, karena ia percaya pada wadah itu.

Bagi Paras sendiri untuk memasukkan diri pada masyarakat Desa Jaring Halus tidaklah mudah, karena biasanya masyarakat sudah mempunyai streotipe negatif terhadap berbagai program dari luar, mereka takut program luar tersebut bermaksud memperdayai dan bukan memberdayakan masyarakat.

Pada langkah awal kegiatannya, paras melakukan pendekatan kepada masyarakat, mereka melakukan pencerahan, diskusi dengan berbagai kelompok masyarakat seperti “ibu perwiridan”, pokoknya mereka terus

berusaha mencari contact person,

perkenalan yang dibarengi dengan cerita tentang desa tersebut dan kemudian juga melakukan pengamatan. Mereka melakukannya dalam beberapa kali pertemuan sampai masyarakat benar-benar tertarik pada apa yang ditujukan oleh Paras tersebut.

Setelah masyarakat cukup tertarik, maka Paras mengadakan pelatihan-pelatihan, di sini Paras mengadakan tanya jawab dengan masyarakat apa kebutuhan dan keinginan mereka terhadap koperasi simpan pinjam yang ingin dicanangkan tersebut. Masyarakat diajari bagaimana ilmu perbankan sendiri (dalam konteks daerah tersebut) seperti, cara-cara pengelolaan uang masuk, kas, dan lain-lain.

Dari awal program ini, Paras sudah menyatakan mereka hanya sebagai fasilitator, membimbing, dan membina masyarakat. Koperasi Maju Bersama merupakan koperasi dari masyarakat untuk masyarakat sendiri. Kalaupun untuk awal berdirinya paras juga memberikan dana penyertaan tetapi untuk kemudian hari akan ada masyarakat yang mendepositokan uangnya.

A. Sistem Pinjaman

(10)

seperti ini dapat menguntungkan masyarakat.

B. Sistem Tanggung Renteng

Jika seseorang dari 1 kelompok ingin meminjam uang, maka ia harus mempunyai orang dalam kelompoknya sebagai penjamin dari utang tersebut. Dalam Koperasi Maju Bersama tidak ada sistem agunan (jaminan). Besar pinjaman tergantung pada saham sebagai jaminan.

C. Sistem Pembayaran

Ketika kelompok tersebut tidak bisa membayar 1 bulan maka diberikan waktu 1-3 bulan dengan denda sebesar 5 % tetapi tidak kena bunga. Jadi mereka tidak mengangsur tapi membayar 5 % dari sisa pinjaman.

D. Jasa Administrasi

Kalau suatu kelompok meminjam uang sebesar Rp 100.000,- maka mereka hanya menerima Rp 98.000,- sedangkan sisanya sebesar 2 % dipungut sebagai jasa administrasi.

Dalam hal pemilihan kepengurusan, Paras menyerahkan kepada seluruh anggota kelompok Koperasi Maju Bersama. Paras juga mengadakan pertemuan bulanan yang dihadiri oleh semua anggota, pengurus, dan pendamping (pihak Paras sendiri), dalam pertemuan ini dibicarakan soal pinjaman, situasi nasional, kebijakan, dan lain-lain. Sehingga kelompok itu mempunyai kekuatan (rakyat yang berdaya).

Selain membimbing dalam bidang koperasi simpan pinjam, Paras juga mempunyai program lain yang membantu masyarakat untuk meningkatkan penghasilannya. Ketika usaha penangkapan ikan surut, maka Paras membuat langkah alternatif dalam menambah pendapatan masyarakat yaitu dengan bertanam bakau. Karena diketahui pohon bakau dapat dijual dengan harga yang cukup mahal.

Paras juga membina usaha budidaya ikan kerapu. Dalam budidaya ikan kerapu nelayan membeli bibit ikan kerapu tersebut, dipelihara di keramba. Kepalanya disemai dan badannya dijadikan ikan asin. Di sini Paras berfungsi sebagai pendamping.

Sebagai fasilitator Paras menggunakan

metode PRA (participatory Rural Apraisal).

Mereka melakukan pendekatan dengan masyarakat desa, saling berbagi, menambah dan menganalisis pengetahuan tentang kondisi kehidupannya dalam rangka membuat perencanaan dan tindakan.

Selain Koperasi Maju Bersama di bawah binaan Paras, Desa Jaring Halus juga mempunyai swadaya masyarakat lain bernama Panjar (ikatan pemuda nelayan Jaring Halus). Panjar berada di bawah bimbingan LSM dari Medan yaitu JALA dan P3MN. Dibentuknya Panjar karena selama ini para pemuda desa Jaring Halus terkesan terpecah karena tidak ada komunikasi satu dengan yang lain. Oleh karena itu dengan kedatangan JALA dan P3MN yang mengajak masyarakat untuk membentuk suatu wadah maka langsung diterima oleh pemuda setempat, karena selama ini kedua LSM itu lama mengabdikan dirinya di Desa Jaring Halus.

Panjar baru didirikan kira-kira berjalan kurang lebih 3 bulan. Adapun rencana program atau kegiatan yang akan dilakukan Panjar adalah Koperasi Serba Usaha Nelayan Bakti Mandiri. Koperasi ini akan memberikan masyarakat pinjaman dari masyarakat ke masyarakat yang akan digunakan untuk usaha lain seperti: bikin perbengkelan, pangkalan minyak, dan sarana alat tangkap (pukat cerbung). Dalam hal koperasi, sistemnya sama saja dengan koperasi yang dikelola oleh Paras, bunga

dikenakan 3 % dengan iuran wajib Rp 10.000,- setiap kelompok, dibayar dua

kali. Angsuran dibayar setiap tanggal 15 tiap bulannya, lewat dari tanggal ini maka di denda Rp 1.000,-

Jadi Koperasi Nelayan Bakti Mandiri mengusahakan masyarakat berwiraswasta sendiri tetapi di koordinir oleh kelompok. Koperasi ini menerima bantuan 5 pukat cicang rebung dari P3MN. Pukat ini dikerjakan oleh beberapa anggota kelompok hasilnya dikeluarkan dengan sistem bergulir yaitu upah kerja, kemudian sisanya untuk kas sendiri.

Sedangkan masyarakat belum ada yang menanamkan modal karena hidup mereka juga susah. Jadi kas semuanya (untuk saat ini) berasal dari dana penyertaan dari Jala, P3MN serta hasil dari 5 pukat cicang rebung di atas.

(11)

pemberian bantuan dari pemerintah yaitu dari Dinas Kesehatan berupa Puskesmas. Dulu Puskesmas ini dikelola oleh seorang bidan dari stabat, tetapi dengan kondisi Puskesmas-nya yang kurang layak untuk ditempati maka bidan tersebut mengundurkan diri, kemudian dengan hal ini Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat memperbaiki fasilitas Puskesmas agar lebih memadai. Dan mengirimkan 2 orang petugas kesehatan dengan status honorer yaitu Ismail sebagai pimpinan dan Bahtiar sebagai anggota. Puskesmas ini didirikan dengan tujuan untuk melayani masyarakat dari segi kesehatan.

Adapun kegiatan yang telah dilakukan oleh Puskesmas ini adalah:

1. Imunisasi lengkap

2. Posyandu lengkap

3. Pengobatan massal gratis 4. Pengobatan sunat massal

5. Penyuluhan tentang kesehatan

masyarakat

6. Pengadan Pekan Imunisasi

Nasional

VI. Analisis

Masalah kemiskinan pada masyarakat nelayan sudah lumrah didengar, dari dulu sampai sekarang masyarakat ini kebanyakan lebih rendah ekonominya dibanding dengan masyarakat yang bermata pencarian di sektor ekonomi lain seperti pertanian, perdagangan, dan lain-lain. Khususnya masyarakat nelayan di Desa Jaring Halus juga mengalami hal serupa. Kemiskinan pada nelayan di desa ini disebabkan oleh berbagai faktor baik yang bersifat internal maupun eksternal. Faktor internal adalah faktor-faktor yang berkaitan dengan kondisi internal sumber daya manusia nelayan dan aktivitas kerja mereka. Dari segi geografis adanya angin tenggara berdampak buruk bagi para nelayan Jaring Halus mereka mengalami hambatan untuk melaut. Sumber daya yang ada berupa hutan bakau tidak seluruhnya bisa dimanfaatkan oleh masyarakat, hal ini disebabkan pada tahun 2002, HPH (Hak Pengusahaan Hutan) melakukan penebangan terhadap hutan bakau atas izin pemerintah. Keterikatan nelayan pada tauke juga sangat berpengaruh terhadap rendahnya pendapatan para nelayan, di Desa Jaring Halus masyarakatnya tergantung pada tauke, hasil tangkapan wajib diberikan

kepada tauke, jadi dalam hal ini taukelah yang menetapkan harga dari hasil-hasil tangkapan tersebut, dengan demikian nelayan tidak bisa melakukan tawar-menawar harga karena telah ada harga yang ditetapkan.

Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi di luar diri dan aktivitas kerja nelayan, selama ini masyarakat Jaring Halus jarang tersentuh oleh program-program bantuan dari pemerintah, menurut nelayan sendiri walaupun ada program bantuan dari pemerintah, akan tetapi bantuan tersebut tidak pernah sampai ke tangan mereka yang membutuhkan, kalaupun ada yang menerima bantuan tersebut adalah para tauke sehingga masyarakat nelayan kecil yang miskin tetap miskin dan terus bergantung pada tauke. Dikarenakan kekayaan laut Jaring Halus maka sekarang ini banyak para nelayan berdatangan dari daerah lain terutama nelayan dari Belawan dengan menggunakan kapal besar dengan alat tangkap langgai yang dapat merusak ekosistem sumber daya laut Jaring Halus. Hal ini menimbulkan bentrok fisik antara nelayan Jaring Halus dan Nelayan Belawan tersebut, sehingga menyebabkan kerugian moril dan materil.

Dalam hal potensi desa, jika dilihat dari sumber daya alamnya Jaring Halus cukup kaya dengan sumber-sumber alam seperti biota laut dan hutan mangrove, dari segi sumber daya manusianya masih belum dikatakan memadai, hal ini terbukti dengan tingkat pendidikan masyarakat yang rendah, tetapi walaupun begitu nelayan Jaring Halus cukup ulet dalam bekerja di laut. Bila dipandang dari fisiknya desa ini masih belum memiliki sarana-sarana umum yang lengkap seperti, Puskesmas, penyediaan air bersih, dan lain-lain. Sosial budaya masyarakatnya juga tergolong bagus, jarang nelayan-nelayan ini terlibat dalam bentrok fisik. Interaksi antar masyarakat yang berbeda suku pun terlihat sangat erat, hal ini mungkin didasari karena persamaan satu agama serta tidak terlepas dari peran tokoh-tokoh adat.

(12)

cukup sulit, masih sedikit tersentuh oleh program - program pengembangan masyarakat, bila dibandingkan dengan desa-desa pesisir lainnya. Walaupun demikian masih ada lembaga-lembaga sosial yang menaruh perhatian terhadap kehidupan masyarakat desa Jaring Halus.

Program ini berupa credit union yang

difasilitasi oleh Paras (LSM) dalam bentuk Koperasi Maju Bersama, di samping itu ada juga koperasi yang bergerak di bawah binaan LSM JALA dan P3MN bernama Koperasi Nelayan Bakti Mandiri.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian dilakukan di Desa Jaring Halus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat dan di Laboratorium Biologi Tanah, Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian,

Menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul “Analisis Vegetasi dan Keanekaragaman Ikan di Perairan Kawasan Mangrove Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat Sumatera Utara” adalah

Bagaimana struktur komunitas kepiting bakau dan kondisi lingkungan yang terdapat di perairan kawasan mangrove desa Jaring Halus Kabupaten Langkart Sumatera Utara.

Jaring Halus merupakan sebuah desa yang terletak di pinggir lautan lepas (dikelilingi oleh lautan).Desa ini merupakan desa pesisir yang penduduknya mayoritas adalah Melayu dan

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Hubungan Kerapatan Mangrove Terhadap Kelimpahan Makrozoobenthos di Pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera

Hubungan Kerapatan Mangrove Terhadap Kelimpahan Makrozoobenthos di Pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat Sumatera Utara.. Di bawah bimbingan HASAN SITORUS dan YOES

Hasil analisis regresi linear antara kandungan substrat (C- organik) terhadap kepadatan makrozoobenthos di pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat Sumatera

Indeks Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Makrozoobenthos Nilai indeks keanekaragaman tertinggi di Pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara