AKUMULASI LOGAM BERAT TEMBAGA (Cu) DAN TIMBAL (Pb) PADA POHON Rhizophora mucronata DI HUTAN MANGROVE
DESA NELAYAN KECAMATAN MEDAN LABUHAN DAN DESA JARING HALUS KECAMATAN
SECANGGANG
SKRIPSI
OLEH :
KANVEL PRIT SINGH 091201147
Skripsi sebagai Satu diantara beberapa Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) dan Timbal (Pb) pada Pohon Rhizophora mucronata di Hutan Mangrove Desa Nelayan Kecamatan Medan Labuhan dan Desa
Jaring Halus Kecamatan Secanggang Nama Mahasiswa : Kanvel Prit Singh
NIM : 091201147
Program Studi : Kehutanan Minat : Budidaya Hutan
Disetujui Oleh Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Yunasfi, M.Si Dr. Miswar Budi Mulya, S.Si, M.Si
Ketua Anggota
Mengetahui
ABSTRAK
KANVEL PRIT SINGH: Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) dan Timbal (Pb) pada Pohon R. mucronata di Hutan Mangrove Desa Nelayan Kecamatan Medan Labuhan dan Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang. Dibawah bimbingan YUNASFI dan MISWAR BUDI MULYA.
Tujuan Penelitian adalah untuk menganalisis kandungan logam berat Cu dan Pb pada akar, daun, kulit batang R. mucronata dan mengetahui kemampuan R. mucronata dalam mengakumulasi logam berat. Pengambilan sampel dilakukan di dua lokasi yaitu Desa Nelayan Kecamatan Medan Labuhan dan Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang. Analisis Logam berat Cu dan Pb dilakukan di Laboratorium Penelitian, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara. Dengan menggunakan metode Atomic Arbsorbsion Spectrophotometer (AAS).
Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan logam berat Cu pada kulit batang dan daun di Desa Jaring Halus lebih besar dibandingkan Desa Nelayan. Sedangkan kandungan Cu pada Akar lebih besar di Desa Nelayan. Kandungan Logam Pb pada kulit batang dan akar di Desa Jaring Halus lebih besar dibanding Desa Nelayan. Sedangkan pada daun lebih besar di Desa Nelayan. Berdasarkan faktor biokonsentrasi, kemampuan R. mucronata dalam mengakumulasi logam berat Cu dikategorikan sedang, sedangkan dalam mengakumulasi logam berat Pb dikategorikan rendah.
ABSTRACT
KANVEL PRIT SINGH : Accumulation of heavy metals of copper (Cu) and lead (Pb) on r. mucronata in Mangrove Forests Nelayan village Subdistrict Medan Labuhan and the village of Jaring Halus Sub-district Secanggang. Under the guidance of YUNASFI and MISWAR BUDI MULYA.
The purposes of researching is to analyze the content of heavy metals Cu and Pb on roots, leaves, the bark of R. mucronata and knowing the ability of R. mucronata in accumulating heavy metals. The sample was done in two locations: Nelayan village sub-district medan labuhan and Jaring Halus villages sub-district secanggang. Analysis of heavy metals Cu and Pb is carried out in a laboratory research, the faculty of pharmaceuticals, university of north sumatera. By using the method atomic arbsorbsion spectrophotometer (AAS).
The results of this research indicate that the heavy metal content of Cu in the bark and leaves in Jaring Halus Village is larger than in Nelayan village. While the content of Cu in Roots in the Nelayan village. The metal content of Pb in the bark and roots in the village of Jaring Halus larger than a Nelayan village. While the larger leaves in the Nelayan village. Based on the Bioconcentration factor, the ability of R. mucronata in accumulate heavy metals Cu zoned medium, whereas in accumulate heavy metals Pb categorized low.
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Medan tanggal 28 November 1991 dari Ayah Pritam Singh dan Ibu Rawinder Jit Kaur. Menamatkan Sekolah Dasar dari SD SINGOSARI
pada Tahun 2003. Kemudian melanjutkan sekolah SMP di SMP SWASTA
HARAPAN MANDIRI yang tamat tahun 2006. Melanjut ke SMA NEGERI 2 MEDAN tamat tahun 2009.
Tahun 2009 melanjutkan ke Perguruan Tinggi Universitas Sumatera Utara melalui jalur SNMPTN dengan jurusan Kehutanan. Penulis melakukan penelitian
dengan judul Akumulasi Logam Berat pada Pohon R. mucronata di Hutan
Mangrove Desa Nelayan Kecamatan Medan Labuhan dan Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang. Penulis masuk organisasi Perhumpunan Masyarakat
Punjabi Sikh Indonesia tahun 2013, mengikuti kegiatan P2EH (Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan) tahun 2011 di Taman Hutan Raya Bukit Barisan, Tongkoh selama 10 hari. Penulis melakukan PKL (Praktik Kerja Lapang) di HPHTI PT.
ITCI Hutani Manunggal, Kalimantan Timur pada tanggal 11 Februari sampai 11
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena rahmatNya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Akumulasi Logam Berat pada Pohon Rhizophora mucronata di Hutan
Mangrove Desa Nelayan Kecamatan Medan Labuhan dan Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang” ini dengan baik. Tujuan penelitian untuk menganalisis
kandungan logam berat Cu dan Pb pada akar, kulit batang, dan daun pohon
R. mucronata serta untuk mengetahui kemampuan R. mucronata mengakumulasi logam berat Cu dan Pb di kawasan Hutan Mangrove Desa nelayan dan Desa
Jaring Halus. Skripsi ini merupakan tugas akhir untuk menyelesaikan studi pada
jenjang Strata satu (S1) Kehutanan menurut kurikulum Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Penulis mengucakan terima kasih yang sebesar besarnya kepada :
1. Kedua orang tua, ayahanda Pritam Singh dan ibunda Rawinder Jit Kaur. yang
telah banyak memberi dukungan dengan baik kepada penulis.
2. Bapak Dr. Ir. Yunasfi, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Miswar Budi Mulya, S.Si, M.Si selaku anggota komisi pembimbing dalam
penulisan skripsi ini.
3. Ibu Siti Latifah, S.Hut, M.Si, P.hD Selaku ketua Program Studi Kehutanan Universitas Sumatera Utara dan seluruh staff pengajar.
4. Laboran dan teman teman di Laboratorium Penelitian Farmasi USU (Yade
5. Tim di lapangan (Khairani rezeki, M Ali Umar Siregar, Viraj Sakhira) atas bantuannya sewaktu pengambilan sampel di lapangan.
6. Teman-teman BDH 09 seperjuangan yang telah memberikan dukungan
kepada penulis.
7. Teman-teman satu kelompok PKL (Praktik Kerja Lapang) M. Ali Umar, Khairani Rezeki, Hadyan Tamam Ahta.
8. Sahabat yang telah membantu penulis semasa mengerjakan skripsi (Silky
Ghuman, Harwinder Singh, Vins Oberoi).
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat sebagai dasar penelitian-penelitian selanjutnya dan dapat menyumbangkan pengetahuan bagi kemajuan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang kehutanan.
Medan, Oktober 2013
DAFTAR ISI
Kondisi Lingkungan Perairan (SuhuUdara, Suhu Air, pH Air,dan Salinitas ... 21
Kandungan Logam Berat Cu dan Pb pada Air dan
Sedimen ... 22
Faktor Biokonsentrasi (BCF) Untuk Menilai Kemampuan R. mucronata Dalam Mengakumulasi Logam Berat Cu dan Pb ... 23
Pembahasan ... 23
Kondisi Lingkungan Perairan (Suhu Udara, Suhu Air, pH Air, dan Salinitas ... 23
Kandungan Logam Berat Cu dan Pb pada Akar R. mucronata ... 26
Kandungan Logam Berat Cu dan Pb pada Daun R. mucronata ... 27
Kandungan Logam Berat Cu dan Pb pada Kulit Batang R. mucronata ... 28
Kandungan Logam Berat Cu dan Pb pada Air dan Sedimen ... 30
Faktor Biokonsentrasi (BCF) Untuk Menilai Kemampuan R. mucronata Dalam Mengakumulasi Logam Berat Cu dan Pb ... 32
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 35
Saran ... 36
DAFTAR PUSTAKA ... 37
DAFTAR TABEL
No Teks Halaman
1. Analisis Parameter Kualitas Lingkungan Perairan ... 21 2. Analisis Rata-Rata Kandungan Logam Berat Cu dan Pb pada
Akar, Daun dan Kulit Batang R. Mucronata ... 22 3. Analisis Rata-Rata Kandungan Logam Berat Cu dan Pb pada
Air dan Sedimen ... 22 4. Nilai faktor Biokonsentrasi (BCF) Cu dan Pb di Desa Nelayan
DAFTAR GAMBAR
No Teks Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
No Teks Halaman
1. Alur Kegiatan Penelitian ... 40 2. KEPMEN LH No 51. Tahun 2004 Baku Mutu Air Laut Untuk
ABSTRAK
KANVEL PRIT SINGH: Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) dan Timbal (Pb) pada Pohon R. mucronata di Hutan Mangrove Desa Nelayan Kecamatan Medan Labuhan dan Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang. Dibawah bimbingan YUNASFI dan MISWAR BUDI MULYA.
Tujuan Penelitian adalah untuk menganalisis kandungan logam berat Cu dan Pb pada akar, daun, kulit batang R. mucronata dan mengetahui kemampuan R. mucronata dalam mengakumulasi logam berat. Pengambilan sampel dilakukan di dua lokasi yaitu Desa Nelayan Kecamatan Medan Labuhan dan Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang. Analisis Logam berat Cu dan Pb dilakukan di Laboratorium Penelitian, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara. Dengan menggunakan metode Atomic Arbsorbsion Spectrophotometer (AAS).
Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan logam berat Cu pada kulit batang dan daun di Desa Jaring Halus lebih besar dibandingkan Desa Nelayan. Sedangkan kandungan Cu pada Akar lebih besar di Desa Nelayan. Kandungan Logam Pb pada kulit batang dan akar di Desa Jaring Halus lebih besar dibanding Desa Nelayan. Sedangkan pada daun lebih besar di Desa Nelayan. Berdasarkan faktor biokonsentrasi, kemampuan R. mucronata dalam mengakumulasi logam berat Cu dikategorikan sedang, sedangkan dalam mengakumulasi logam berat Pb dikategorikan rendah.
ABSTRACT
KANVEL PRIT SINGH : Accumulation of heavy metals of copper (Cu) and lead (Pb) on r. mucronata in Mangrove Forests Nelayan village Subdistrict Medan Labuhan and the village of Jaring Halus Sub-district Secanggang. Under the guidance of YUNASFI and MISWAR BUDI MULYA.
The purposes of researching is to analyze the content of heavy metals Cu and Pb on roots, leaves, the bark of R. mucronata and knowing the ability of R. mucronata in accumulating heavy metals. The sample was done in two locations: Nelayan village sub-district medan labuhan and Jaring Halus villages sub-district secanggang. Analysis of heavy metals Cu and Pb is carried out in a laboratory research, the faculty of pharmaceuticals, university of north sumatera. By using the method atomic arbsorbsion spectrophotometer (AAS).
The results of this research indicate that the heavy metal content of Cu in the bark and leaves in Jaring Halus Village is larger than in Nelayan village. While the content of Cu in Roots in the Nelayan village. The metal content of Pb in the bark and roots in the village of Jaring Halus larger than a Nelayan village. While the larger leaves in the Nelayan village. Based on the Bioconcentration factor, the ability of R. mucronata in accumulate heavy metals Cu zoned medium, whereas in accumulate heavy metals Pb categorized low.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mangrove merupakan satu diantara beberapa ekosistem pesisir yang mempunyai peran penting. Ekosistem mangrove memiliki tingkat produktivitas paling tinggi dibandingkan dengan ekosistem pesisir lainnya. Mangrove juga merupakan tempat mencari makan dan berkembang biak bagi udang dan ikan
serta kerang dan kepiting. Ekosistem mangrove bagi manusia juga bermanfaat
baik secara langsung dan tidak langsung terhadap sosio-ekonomi penduduk sekitar. Selain itu, ekosistem mangrove juga berfungsi sebagai perangkap sedimen dan mencegah erosi serta intrusi air laut (Harty, 1997).
Banyaknya usaha pemanfaatan mangrove, menyebabkan luas mangrove berkurang dari tahun ke tahun. Kegiatan ini seperti reklamasi pantai, pembukaan
lahan untuk pertanian dan budidaya perikanan, industri serta pengembangan
perumahan di daerah pesisir. Dampak langsung yang disebabkan oleh kegiatan di atas adalah masuknya limbah kedalam ekosistem mangrove terutama limbah
yang mengandung logam berat. Peningkatan kadar logam berat pada ekosistem mangrove dapat juga berasal dari perkapalan, wisata,
tumpahan minyak, pengolahan limbah tumbuhan serta peningkatan sampah dan
aktivitas pertambangan. Konsentrasi logam berat yang tinggi akan menyebabkan kerusakan lingkungan dan meningkatkan daya toksisitas, persistan dan
bioakumulasi logam itu sendiri (Lindsey dkk., 2004 dalam Hamzah dan Setiawan,
Berdasarkan penelitian Panjaitan, dkk., (2009) diperoleh data kandungan logam berat Pb dan Cu di hutan mangrove Desa Nelayan Kecamatan Medan
Labuhan. Pada air diperoleh kandungan Cu 0,1198 mg/L dan kandungan Pb
0,4522 mg/L. Pada sedimen diperoleh kandungan Cu 9,0735 mg/L dan kandungan Pb 9,9500 mg/L. Dari data tersebut diperoleh bahwa air laut pada Hutan Mangrove Kecamatan Medan Labuhan tercemar logam berat Cu dan Pb karena melewati batas yang ditetapkan oleh KEPMEN LH No.51 Tahun 2004 yaitu
sebesar 0,05 mg/L.
Timbal (Pb) sebagian besar diakumulasi oleh organ tanaman, yaitu daun, batang, akar dan akar umbi-umbian (bawang merah). Perpindahan timbal dari tanah ke tanaman tergantung komposisi dan pH tanah. Konsentrasi timbal yang
tinggi (100-1000 mg/kg) akan mengakibatkan pengaruh toksik pada proses fotosintesis dan pertumbuhan. Timbal hanya mempengaruhi tanaman bila
konsentrasinya tinggi. Tanaman dapat menyerap logam Pb pada saat kondisi
kesuburan dan kandungan bahan organik tanah rendah. Pada keadaan ini logam berat Pb akan terlepas dari ikatan tanah dan berupa ion yang bergerak bebas pada
larutan tanah. Jika logam lain tidak mampu menghambat keberadaannya, maka akan terjadi serapan Pb oleh akar tanaman. Timbal merupakan logam berat yang
sangat beracun, dapat dideteksi secara praktis pada seluruh benda mati di
lingkungan dan seluruh sistem biologis. Sumber utama timbal adalah makanan dan minuman. Komponen ini beracun terhadap seluruh aspek kehidupan. Timbal
menunjukkan beracun pada sistem saraf, hematologic, hematotoxic dan
dan 25 mg/kg berat badan untuk bayi dan anak-anak. Mobilitas timbal di tanah dan tumbuhan cenderung lambat dengan kadar normalnya pada tumbuhan berkisar
0,5-3 ppm.
Tembaga (Cu) bersifat racun terhadap semua tumbuhan pada konsentrasi larutan di atas 0,1 ppm. Konsentrasi normal komponen ini di tanah berkisar 20 ppm dengan tingkat mobilitas sangat lambat karena ikatan yang sangat kuat dengan material organik dan mineral tanah liat. Kehadiran tembaga pada limbah
industri biasanya dalam bentuk ion bivalen Cu (II) sebagai hydrolitic product.
Beberapa industri seperti pewarnaan, kertas, minyak, industri pelapisan melepaskan sejumlah tembaga yang tidak diharapkan. Tembaga dalam konsentrasi tinggi (22-750 mg/kg tanah kering) dijumpai pada sedimen di laut dan pada
sejumlah pelabuhan-pelabuhan.
Berdasarkan penelitian Handayani, (2006) diperoleh data akumulasi logam
berat Cu pada akar pohon R. mucronata sebesar 24,431 ppm. Hal ini
menunjukkan bahwa pohon R. mucronata dapat dijadikan bioakumulator logam berat Cu pada hutan mangrove.
Tujuan Penelitian
1. Mengetahui kandungan logam berat Cu dan Pb pada akar, daun, dan kulit
batang pohon Rhizophora mucronata.
2. Mengetahui kemampuan R. mucronata dalam mengakumulasi logam berat Cu dan Pb pada hutan Mangrove Desa Jaring Halus Kecamatan
Secanggang dan pada hutan mangrove Desa Nelayan Kecamatan Medan Labuhan, sehingga dapat dijadikan akumulator pencemaran logam berat di
Manfaat Penelitian
1. Memberikan gambaran mengenai akumulasi logam berat Cu dan Pb secara
kuantitatif pada akar, daun, dan kulit batang pohon R. mucronata di Hutan
mangrove Desa Nelayan dan Desa Jaring Halus.
2. Memberikan referensi bagi masyarakat agar menanam mangrove jenis
tertentu sebagai akumulator logam berat agar tumbuhan dan hewan yang berada pada ekosistem pesisir dapat hidup dengan baik dan meningkatkan
kualitas hidup masyarakat pesisir.
Kerangka Pemikiran Penulisan
Industri perkotaan, limbah rumah tangga, kegiatan pertanian dan
transportasi laut menyebabkan terjadinya limbah yang mengandung logam berat di dalamnya. Limbah yang dihasilkan akan berujung di kawasan perairan. Limbah
tersebut akan menimbulkan pencemaran pada kawasan perairan. Pencemaran logam berat menyebabkan rusaknya ekosistem perairan dan penurunan kualitas hidup masyarakat pesisir. Penelitian ini dilakukan untuk menguji kemampuan
R. mucronata dalam mengakumulasi logam berat di hutan mangrove. Hasil dari
penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi masyarakat pesisir agar menanam mangrove jenis R. mucronata guna mengurangi pencemaran logam berat pada ekosistem pesisir dan agar hewan dan tumbuhan laut dapat tetap hidup dengan
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penulisan
Hipotesis Penelitian
1. Kandungan logam berat pada akar pohon R. mucronata lebih tinggi
dibandingkan pada daun dan kulit batang pohon R. mucronata
Limbah (logam berat) Limbah rumah
tangga
Rusaknya ekosistem perairan dan menurunnya kualitas hidup
masyarakat pesisir.
Peran R. mucronata di hutan mangrove dalam mengakumulasi logam berat.
Transportasi laut Industri
perkotaan
referensi bagi masyarakat untuk
menanam mangrove guna
memperbaiki ekosistem perairan serta tumbuhan dan hewan laut dapat tetap hidup dengan baik.
TINJAUAN PUSTAKA
Defenisi mangrove
Hutan mangrove dapat didefenisikan sebagai suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut (terutama di pantai yang terlindung, laguna, muara sungai) yang tergenang pada saat pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam. Sedangkan ekosistem
mangrove merupakan suatu sistem yang terdiri atas organisme (tumbuhan dan
hewan) yang berinteraksi dengan faktor lingkungan dan dengan sesamanya di dalam suatu habitat mangrove (Kusmana, dkk., 2005).
Menurut Nybakken (1992), hutan mangrove adalah sebutan umum yang
digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang
mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Hutan mangrove
meliputi pohon-pohon dan semak yang tergolong ke dalam 8 famili, dan terdiri atas 12 genera tumbuhan berbunga : Avicennia, Sonneratia, Rhizophora,
Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lummitzera, Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda, dan Conocarpus (Bengen, 2000).
Ekosistem mangrove dapat didefinisikan sebagai suatu sistem di alam
tempat berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya dan diantara makhluk hidup itu
sendiri, terdapat pada wilayah pesisir, terpengaruh pasang surut air laut, dan
Taksonomi Rhizophora mucronata Kingdom : Plantae
Filum : Tracheophyta
Kelas : Magnoliopsida Ordo : Rhizophorales
Famili : Rhizophoraceae Genus : Rhizophora
Spesies : Rhizophora mucronata
Pohon tinggi dengan akar tunjang yang biasanya abortif, akar lateral
banyak, tumbuh dari pangkal batang, bercabang-cabang, menggembung atau seperti pilar, menyokong pohon, akar udara yang menggantung kadang-kadang juga tumbuh dari cabang bagian bawah. Batang berbentuk silinder, mencekik, atau agak berputar di daerah yang kurang subur. Pepagan hampir hitam atau
kemerahan, kasar, diantaranya ada yang bersisik dengan retak-retak melintang
yang menonjol hampir melingkari batang. Daun memiliki ukurang yang lebih besar dibandingkan famili rhizophoraceae lainnya. Terdapat titik-titik hitam yang terlihat pada permukaan bawah, hijau mengkilap di atas dan lebih pudar di bawah.
Perbungaan aksiler, menggarpu, agak renggang berbunga, berwarna kuning muda sampai hampir putih, daun mahkota melanset, kekuningan muda. Buah matang
banir membulat telur memanjang. Pohon R. mucronata tumbuh pada pantai-pantai
tropis dari Afrika Timur ke Madagaskar, pulau-pulau di Samudera Hindia, daratan Asia Tenggara, Indonesia dan Filipina, timur laut Australia dan Kepulauan Pasifik
Selatan sejauh kelompok Tonga. Pada tahun 1922 jenis ini diintroduksi ke Hawaii
Suhu umum rata-rata bagi pertumbuhan R. mucronata adalah 20–30°C. Suhu rata-rata maksimum dari suhu musim kemarau adalah 23–38°C. Sedangkan
suhu rata-rata minimum dari suhu musim hujan adalah 13–18°C. Suhu minimum
yang masih dapat ditoleransi adalah 10°C (Duke, 2006). Pertumbuhan tinggi
R. mucronata terbaik diperoleh pada salinitas 7,5 – 15,0 dan 0,0 – 7,5 ppt.
Struktur dan Zonasi Hutan Mangrove
Menurut Bengen (2001) dalam Irwanto (2006), penyebaran dan zonasi
hutan mangrove tergantung oleh berbagai faktor lingkungan. Berikut salah satu tipe zonasi hutan mangrove di Indonesia : Daerah yang paling dekat dengan laut, dengan substrat agak berpasir, sering ditumbuhi oleh Avicennia spp. Pada zona ini
biasa berasosiasi Sonneratia spp, yang dominan tumbuh pada lumpur dalam yang
kaya bahan organik. Lebih ke arah darat, hutan mangrove umumnya didominasi oleh Rhizophora spp. Di zona ini juga dijumpai Bruguiera spp dan Xylocarpus
spp. Zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera spp. Zona transisi antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah biasa ditumbuhi oleh Nypa fruticans, dan
beberapa spesies palem lainnya.
Tomlinson (1986) membagi flora mangrove menjadi tiga kelompok sesuai dengan kemampuan adaptasinya terhadap lingkungan mangrove, yakni:
1. Flora mangrove mayor (flora yang sebenarnya), yakni flora yang
menunjukkan kesetiaan terhadap habitat mangrove, berkemampuan membentuk tegakan murni dan secara dominan mencirikan struktur
komunitas, secara morfologi mempunyai bentuk-bentuk adaptif khusus (bentuk akar dan viviparitas) terhadap lingkungan mangrove, dan
adalah: Avicennia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Kandelia, Sonneratia, Lumnitzera, Laguncularia, dan Nypa.
2. Flora mangrove minor, yaitu flora mangrove yang tidak mampu
membentuk tegakan murni, sehingga secara morfologis tidak berperan dominan dalam struktur komunitas, contohnya: Excoecaria, Xylocarpus, Heritiera, Aegialitis, Achrostichum, Camptostemon, Schyphipora, Phempis, Osbornia, dan Peliciera.
3. Asosiasi mangrove, contohnya adalah Cerbera, Acanthus, Derris,
Hibiscus, Calamus.
Mekanisme Penyerapan Logam Berat oleh Mangrove
Komunitas mangrove sering kali mendapatkan suplai bahan polutan
seperti logam berat yang berasal dari limbah industri, rumah tangga, dan pertanian. Tumbuhan mangrove termasuk jenis tumbuhan air yang mempunyai
kemampuan sangat tinggi untuk mengakumulasi logam berat yang berada pada wilayah perairan. Proses absorpsi pada tumbuhan terjadi seperti pada hewan
dengan berbagai proses difusi, dan istilah yang digunakan adalah translokasi.
Transpor ini terjadi dari sel ke sel menuju jaringan vaskuler agar dapat didistribusikan ke seluruh bagian tubuh.
Soemirat (2003) menyatakan bahwa proses absorpsi dapat terjadi lewat
beberapa bagian tumbuhan, yaitu :
1. Akar, terutama untuk zat anorganik dan zat hidrofilik.
Tumbuhan mangrove mampu mengalirkan oksigen melalui akar ke dalam sedimen tanah untuk mengatasi kondisi anaerob pada sedimen tersebut. Jika
logam berat memasuki jaringan, terdapat mekanisme yang sangat jelas,
pengambilan (up taken) logam berat oleh tumbuhan di lahan basah adalah melalui penyerapan dari akar, setelah itu tumbuhan dapat melepaskan senyawa kelat, seperti protein dan glukosida yang berfungsi mengikat logam dan dikumpulkan ke jaringan tubuh kemudian ditransportasikan ke batang, daun dan bagian lainnya,
sedangkan ekskresinya terjadi melalui transpirasi (Panjaitan, dkk., 2009).
Menurut Baker dan Walker, (1990) dalam MacFarlane, dkk., (2003) berdasarkan mekanisme fisiologis, mangrove secara aktif mengurangi penyerapan logam berat ketika konsentrasi logam berat di sedimen tinggi. Penyerapan tetap
dilakukan, namun dalam jumlah yang terbatas dan terakumulasi di akar. Selain itu, terdapat sel endodermis pada akar yang menjadi penyaring dalam proses
penyerapan logam berat. Dari akar, logam akan di translokasikan ke jaringan
lainnya seperti batang dan daun serta mengalami proses kompleksasi dengan zat yang lain seperti fitokelatin.
Pengertian Logam Berat
Logam adalah unsur alam yang dapat diperoleh dari laut, erosi batuan tambang, vulkanis dan sebagainya. Untuk kepentingan biologi Clark (1986);
Diniah (1995) dalam Yudhanegara (2005) membagi logam kedalam tiga
kelompok yaitu :
1. Logam ringan (seperti natrium, kalsium, dan lain-lain), biasanya diangkut
2. Logam transmisi (seperti besi, tembaga, cobalt dan mangan), diperlukan dalam konsentrasi yang rendah, tetapi dapat menjadi racun dalam konsentrasi
yang tinggi;
3. Logam berat dan metaloid (seperti raksa, timah hitam, timah, selenium, dan arsen), umumnya tidak diperlukan dalam kegiatan metabolisme dan sebagai racun bagi sel dalam konsentrasi rendah.
Logam berat merupakan komponen alami yang terdapat di kulit bumi yang
tidak dapat didegradasi ataupun dihancurkan dan merupakan zat yang berbahaya
karena dapat terjadi bioakumulasi. Bioakumulasi adalah peningkatan konsentrasi zat kimia dalam tubuh mahluk hidup dalam waktu yang cukup lama, dibandingkan dengan konsentrasi zat kimia yang terdapat di alam. Logam berat
terbagi atas 2 kelompok yaitu logam berat yang bersifat sangat beracun (toksik) seperti: Arsen(As), Merkuri (Hg), Timbal (Pb), Cadmium (Cd) dan Chromium
(Cr) dan logam esensial yang juga dapat menjadi racun apabila dikonsumsi secara
berlebihan, antara lain: Tembaga (Cu), Besi (Fe), Zink (Zn) dan Selenium (Se). Menurut Mason (1981); Moore dan Ramamoorthy (1984), Klasen dan
Amdur (1986) bahwa logam berat pada umumnya bersifat toksik dan dapat terakumulasi dalam tubuh makhluk hidup serta mengakibatkan terganggunya
kesehatan makhluk hidup dan rusaknya berbagai organ tubuh.
Adanya toksisitas logam berat di dalam ekosistem perairan akan memberikan dampak negatif pada biota air yang terdapat didalamnya, yakni
proses fisiologi akan terganggu, dapat menyebabkan terjadinya kecacatan
logam berat pada air, dengan terjadinya bioakumulasi juga akan menyebabkan konsentrasi logam berat dalam tubuh hewan air akan jauh lebih tinggi (Riani,
2010 a, b, c).
Tembaga (Cu)
Tembaga (Cu) merupakan logam berat yang diperlukan untuk terjadinya proses fisiologis secara normal dalam tubuh makhluk hidup, karena Cu
merupakan logam esensial yang diperlukan makhluk hidup terutama dalam
perannya sebagai kofaktor enzim (membantu kerja enzim). Bahkan pada tumbuhan seperti alga, Cu dapat berperan sebagai pembawa elektron baik pada
proses fotosintesis maupun pada proses respirasi (Perales, dkk., 2007).
Tembaga (Cu) adalah logam merah muda yang lunak, dapat ditempa, dan liat yang melebur pada 1038°C. Potensial elektroda standarnya positif (+ 0,34 V),
logam ini tidak larut dalam asam klorida dan asam sulfat encer (Vogel 1994). Logam ini banyak digunakan pada pabrik yang memproduksi alat-alat listrik,
gelas dan zat warna yang biasa dicampur dengan logam lain seperti alloi dengan
perak, kadmium, timah putih, dan seng (Merian, 1994).
Tembaga bukan hanya meracuni hewan, tetapi juga bersifat toksik pada
tumbuhan (jasad autotrof). Dalam hal ini tembaga dalam jumlah sedikit merupakan unsur yang esensial yang diperlukan oleh tubuh, karena tembaga akan berperan sebagai elemen penting dalam mengatur protein, berpartisipasi dalam
transportasi elektron pada proses fotosintesis, membantu proses respirasi pada
Timbal (Pb)
Timbal adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki
lambang Pb dan nomor atom 82. Lambangnya diambil dari bahasa Latin
Plumbum. Timbal (Pb) adalah logam berat yang terdapat secara alami di dalam kerak bumi. Keberadaan timbal bisa juga berasal dari hasil aktivitas manusia,
yang mana jumlahnya 300 kali lebih banyak dibandingkan Pb alami yang terdapat pada kerak bumi. Pb terkonsentrasi dalam deposit bijih logam. Unsur Pb digunakan dalam bidang industri modern sebagai bahan pembuatan pipa air yang
tahan korosi, bahan pembuat cat, baterai, dan campuran bahan bakar bensin
tetraetil. Timbal (Pb) adalah logam yang mendapat perhatian khusus karena sifatnya yang toksik (beracun) terhadap manusia. Timbal (Pb) dapat masuk ke dalam tubuh melalui konsumsi makanan, minuman, udara, air, serta debu yang tercemar Pb (Wikipedia, 2013).
Timbal atau dikenal sebagai logam Pb dalam susunan unsur merupakan
logam berat yang terdapat secara alami di dalam kerak bumi dan tersebar ke alam dalam jumlah kecil melalui proses alami termasuk letusan gunung berapi dan proses geokimia. Pb merupakan logam lunak yang berwarna kebiru-biruan atau
abu-abu keperakan dengan titik leleh pada 327,5 ºC dan titik didih 1.740 ºC pada tekanan atmosfer. Timbal adalah logam yang yang dapat merusak sistem syaraf
jika terakumulasi dalam jaringan halus dan tulang untuk waktu yang lama. Timbal
terdapat dalam beberapa isotop, kesemuanya adalah radiogenic dan merupakan produk akhir dari pemutusan rantai kompleks. Logam ini sangat resistan (tahan)
terhadap korosi, oleh karena itu seringkali dicampur dengan cairan yang bersifat
BAHAN DAN
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di dua stasiun pengamatan, stasiun I berada di
kawasan pesisir Belawan yakni Hutan Mangrove Desa Nelayan sebagai daerah
yang diduga tercemar karena dekat dengan industri dan stasiun II di Hutan Mangrove Desa Jaring Halus yang diduga sebagai daerah tidak tercemar (kontrol) karena jauh dari industri. Analisis logam berat dilakukan di Laboratorium Penelitian, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara dari bulan Mei sampai
bulan Agustus 2013.
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas : pisau, pita
ukur, kamera, kompas, mortar dan pastle, botol akuades, labu Erlenmeyer 250 ml, pipet tetes, tanur (furmace), oven, corong, kertas saring Whatman ukuran 42, pH universal, krus porselen, gelas ukur, gelas beaker, labu takar 100 ml dan 25 ml,
thermometer, hand refractometer, Pemanas (hot plate), wadah sampel, timbangan analitik, dan spektofotometri serapan atom.
Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah : tally sheet
pengambilan sampel, tali rafia, larutan HNO3 pekat, akuabides, larutan standar Cu dan Pb, sampel akar R. muconata yang terdiri atas akar tunjang, daun R. muconata
yang terdiri atas daun tua dan daun muda, kulit batang R. mucronata yang terkena
Prosedur Penelitian Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel pada kedua lokasi dilakukan dengan mengikuti jalur
transek sejajar garis pantai secara purposif. Sampel akar, daun, dan kulit batang diambil dari pohon R. muconata. Akar yang diambil adalah akar tunjang yang berada di atas batas yang terkena batas pasang surut air laut, sedangkan untuk daun yang diambil adalah daun muda pada pucuk dan daun tua pada pangkal
ranting, Kulit batang pohon R. mucronata yang diambil adalah kulit batang yang
terkena pasang surut air laut. Dari jalur transek diambil 3 titik sampel pada setiap lokasi dengan jarak antar titik sampel 50 meter. Pengambilan sampel pohon R. mucronata setiap titiknya dengan tiga ulangan. Data yang diambil berupa akar,
daun, dan kulit batang R. mucronata. Sebagai data penunjang dilakukan juga pengukuran logam berat pada air permukaan dan sedimen (kedalaman ± 30 cm)
serta pengukuran parameter kualitas air, seperti suhu udara, suhu air, pH air, dan
salinitas pada keenam titik tersebut. Pola pengambilan sampel disajikan pada Gambar 2.
Preparasi Sampel Akar, Daun, Kulit batang dan Sedimen
Sampel akar, daun, kulit batang dihomogenkan dengan cara
mengkompositkan sampel yang diambil dari tiga titik pengambilan pada setiap
stasiun. Untuk preparasi akar, daun, dan kulit batang, sampel dipotong kecil-kecil sebelum dihaluskan. Demikian juga sampel sedimen yang dapat langsung
Sampel akar, daun, kulit batang dan sedimen masing masing ditimbang sebanyak 5 gram, kemudian diarangkan di atas hot plate hingga menjadi arang.
Untuk mempercepat terjadinya arang dapat diteteskan sedikit HNO3 secara
perlahan. Sampel yang telah menjadi arang dimasukkan dalam tanur pada suhu 700º C (pengabuan) sampai menjadi abu. Setelah selesai proses pengabuan sampel akar, daun dan sedimen tersebut dilarutkan dengan menambahkan 10 ml HNO3 pekat.
Campuran larutan tersebut digerus di dalam wadah krus porselin lalu
disaring kedalam labu ukur 25 ml dengan menggunakan kertas saring whatman ukuran 42. Krus yang telah digerus dibilas dengan menggunakan akuabides sebanyak dua kali agar kandungan logam yang masih menempel pada krus dapat
larut. Setelah larutan disaring tambahkan akuabides hingga garis tanda batas pada labu ukur. Larutan yang diperoleh dapat diuji dengan menggunakan AAS.
Preparasi Sampel Air
Air laut diukur 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml HNO3 pekat.
Panaskan dalam wadah Erlenmeyer dalam hot plate sampai volumenya menjadi 30 ml. Tambahkan kembali larutan dengan akuabides sampai volume menjadi 100 ml, kemudian diendapkan. Larutan yang telah diendapkan disaring fasa airnya dengan kertas saring whatman ukuran 42. Larutan yang diperoleh siap untuk
dianalisis dengan menggunakan AAS.
Pembuatan Larutan Standar Cu dan Pb
Larutan induk Cu dan Pb dengan konsentrasi 1000 ppm masing-masing di
ditambahkan akuabides sampai garis tanda akhir. Larutan yang diperoleh mengandung konsentrasi 100 ppm. Dari larutan 100 ppm dipipet sebanyak 10 ml
lalu dimasukkan kedalam labu takar 100 ml kemudian ditambahkan akuabides
sampai garis tanda akhir untuk mendapatkan larutan dengan konsentrasi 10 ppm. Untuk mendapatkan larutan standar dengan konsentrasi 0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1 ppm, berturut turut dipipet sebanyak 2 ml, 4 ml, 6 ml, 8 ml dan 10 ml dari larutan 10 ppm lalu masing masing dimasukkan kedalam labu takar 100 ml
kemudian ditambahkan akuades sampai garis tanda akhir. Tahap – tahap kegiatan
penelitian secara lengkap disajikan pada Lampiran 1.
Prinsip Kerja Atomic Absorpsion Spectrofotometer (AAS)
Alat AAS diset terlebih dahulu sesuai dengan instruksi dalam manual alat tersebut. Kemudian dikalibrasikan dengan kurva standar dari masing-masing logam Cu dan Pb dengan konsentrasi 0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1 ppm. Diukur absorbansi dan konsentrasi masing- masing sampel.
Keterangan gambar
: Garis transek pada saat pengambilan sampel 50 m : Jarak antar plot pengambilan sampel
: plot pengambilan sampel
Analisis Data
Konsentrasi Sebenarnya
Untuk mendapatkan konsentrasi logam berat sebenarnya pada akar, kulit
batang, daun dan sedimen sesuai dengan standar operasional prosedur pada Laboratorium Penelitian, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara maka
digunakan rumus :
K Sebenarmya mg
L =
K AAS mgL x Larutan Sampel L
Berat Sampel mg
Untuk mendapatkan konsentrasi logam berat sebenarnya pada air maka digunakan
rumus : K. Sebenarnya : Konsentrasi sebenarnya
Vol Pelarut : Volume pelarut
Larutan Sampel : Volume larutan sampel pada saat pengujian Berat Sampel : Berat sampel yang akan diuji
faktor Biokonsentrasi (BCF)
Setelah kandungan logam berat dalam air diketahui maka data tersebut digunakan untuk menghitung kemampuan R. mucronata mengakumulasi logam
berat Cu dan Pb melalui tingkat biokonsentrasi faktor (BCF) dengan rumus :
Keterangan :
BCF > 1000 = Kemampuan Tinggi 1000 > BCF > 250 = Kemampuan Sedang BCF < 250 = Kemampuan Rendah
Analisis Deskriptif
Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif sesuai dengan baku mutu
lingkungan yang terdapat dalam Kepmen KLH No. 51 Tahun 2004 untuk kualitas air (Lampiran 2). Sedangkan baku mutu untuk logam berat dalam lumpur atau
sedimen di Indonesia belum ditetapkan, sehingga sebagai acuan digunakan baku
mutu yang dikeluarkan IADC/CEDA (1997) mengenai kandungan logam yang dapat ditoleransi.
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Kawasan Hutan Mangrove Desa Nelayan di Perairan Belawan
Desa Nelayan ini berada di kecamatan Medan Labuhan, dengan luas daerah 420 Ha. Batas-batas wilayah desa ini sebagai berikut :
a) Sebelah utara berbatasan dengan Sei Deli atau Kelurahan Belawan Bahari b) Sebelah selatan berbatasan dengan Sei Mati
c) Sebelah barat berbatasan dengan Pekan Labuhan
d) Sebelah timur berbatasan dengan P.L Tiram / Sei Pegatalan
Secara topografi, kecamatan Medan Labuhan berada pada dataran rendah/rawa. Keadaan iklimnya termasuk tropis, dengan curah hujan rata-rata 22 mm/tahun dan suhu rata-rata harian 30ºC. Jenis tanah kecamatan ini umumnya
usaha 1 ha, dan pemukiman 85 ha. Jumlah penduduk di desa ini 7.716 jiwa
menurut kewarganegaraannya.
Kawasan Hutan Mangrove Desa jaring halus
Desa Jaring Halus berada di Kabupaten Langkat, dengan luas daerah 141
ha. Batas-batas wilayah kabupaten ini adalah :
a) Sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka b) Sebelah selatan berbatasan dengan Dati II Karo
c) Sebelah barat berbatasan dengan Dati I D.I Aceh (Aceh tengah) d) Sebelah timur berbatasan dengan Dati II Deli Serdang
Secara topografi, Kabupaten Langkat berada pada dataran rendah/rawa,
bukit-bukit bergelombang dan dataran tinggi pada sisi barat Bukit Barisan dengan
ketinggian 0 – 1200 meter diatas permukaan laut. Keadaan kelerengan di daerah ini didominasi kelerengan 0 – 2 % sebesar 59,40 % dari luas Kabupaten Langkat. Kelerengan terkecil adalah kelerengan 15 – 40 % sebesar 6,8 % dari luas lahan.
Keadaan iklim di Kabupaten Langkat ditandai dengan curah hujan yang
bervariasi antara 2000 – 3500 mm/tahun. Rata-rata curah hujan per bulan adalah
142,59 mm/bulan dengan rata-rata hari hujan 10 hari per bulan. Jumlah penduduk di desa ini 3.051 jiwa yang terdiri atas 5 dusun. Desa ini mempunyai luas 2.554
ha. Secara sosial ekonomi penggunaan lahan dengan rincian untuk sawah dan
ladang 0 ha, perkantoran 1 ha, perluasan daerah 85 ha, dan pemukiman 25 ha dan sisanya hutan. Pada tahun 2006, jumlah penduduk Desa Jaring Halus sebanyak
4.788 orang (1.288 KK) yang terdiri dari 2.288 laki-laki dan 2.500 perempuan. Masyarakat di desa ini terdiri dari berbagai suku seperti Melayu (mayoritas),
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Kondisi Lingkungan Perairan (suhu udara, suhu air, pH air, dan salinitas) Kondisi lingkungan perairan hasil pengukuran secara insitu di lapangan, menunjukan hasil yang berbeda antar titik pengamatan. Suhu udara dan suhu air tertinggi terdapat di Hutan Mangrove Desa Jaring Halus demikian juga dengan pH
air. Salinitas tertinggi diperoleh di Hutan mangrove Desa Nelayan. Hasil analisis
parameter kualitas lingkungan perairan dari tiga titik pengambilan sampel di dua stasiun disajikan pada Tabel 1. Data dasar kondisi lingkungan perairan secara lengkap disajikan dalam Lampiran 4.
Tabel 1. Analisis Parameter Kualitas Lingkungan Perairan
dan daun R. mucronata disajikan dalam Tabel 2. Data dasar konsentrasi logam berat secara lengkap disajikan pada Lampiran 3.
Tabel 2. Analisis Rata-Rata Kandungan Logam Berat Cu dan Pb dalam akar, daun dan Kulit Batang R.mucronata
kawasan Hutan mangrove Desa Jaring Halus lebih tinggi dibanding kawasan Hutan Mangrove Desa Nelayan. Kandungan logam Cu dan Pb rata-rata pada sedimen di kawasan Hutan Mangrove Desa Nelayan lebih tinggi dibanding
kawasan Hutan Mangrove Desa Jaring Halus. Secara rinci hasil analisis kandungan logam berat rata-rata pada air dan sedimen di dua stasiun pengambilan
sampel disajikan dalam Tabel 3. Baku mutu air laut untuk lingkungan pelabuhan
secara lengkap disajikan pada Lampiran 2.
Tabel 3. Analisis Rata-Rata Kandungan Logam Berat Cu dan Pb pada Air dan Sedimen
SAMPEL STASIUN Cu (mg/kg) Pb (mg/kg) BAKU MUTU
Air I 0.0439 0.0137 KEPMEN KLH No. 51
Tahun 2004 (0,008 mg/l).
Air II 0.0496 0.02457
Sedimen I 0.9003333 2,7588333 IADC/CEDA 1997
Cu (600 mg/kg) Pb (1000 mg/kg).
Faktor Biokonsentrasi (BCF) Untuk Menilai Kemampuan R. mucronata dalam Mengakumulasi Logam Berat Cu dan Pb
Berdasarkan hasil perhitungan nilai faktor biokonsentrasi (BCF) diketahui bahwa nilai BCF tertinggi adalalah untuk logam Cu yaitu 754.524 dan nilai BCF terendah 188.527 untuk logam Pb. Nilai faktor biokonsentrasi Cu dan Pb di dua
stasiun pengamatan disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Nilai Faktor Biokonsentrasi (BCF) Cu dan Pb di Desa Nelayan dan Desa Jaring Halus. Hasil pengukuran kualitas lingkungan perairan pada saat pengambilan sampel di stasiun I (Hutan Mangrove Desa Nelayan) rata-rata yang diperoleh
sebesar 31,67°C. Hasil pengukuran kualitas lingkungan perairan pada stasiun II
(Hutan Mangrove Desa Jaring Halus) diperoleh suhu udara rata-rata sebesar 33,33°C. Suhu udara pada stasiun II lebih tinggi dibanding suhu udara pada stasiun I. Hal ini dapat disebabkan oleh letak geografis dari kedua stasiun
pengamatan. Suhu udara dari kedua stasiun pengamatan dapat dikategorikan tinggi, hal ini dapat terjadi karena tingginya intensitas matahari pada saat
pengambilan sampel.Pengambilan sampel dilakukan sebanyak tiga waktu yaitu
Wisnubroto, dkk. (1982) menyatakan bahwa suhu udara dipermukaan bumi adalah relatif, tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti
lamanya penyinaran matahari. Hal itu dapat berdampak langsung akan adanya
perubahan suhu di udara. Suhu udara bervariasi menurut tempat dan dari waktu ke waktu di permukaan bumi. Menurut tempat suhu udara bervariasi secara vertikal dan horizontal dan menurut waktu dari jam ke jam dalam sehari, dan menurut bulanan dalam setahun.
Suhu air pada saat pengambilan sampel di stasiun I antara 27°C - 28°C
dengan rata-rata 27,33°C. Sedangkan suhu air pada stasiun II antara 28°C – 28,3°C dengan rata-rata 28,1°C. Suhu air pada stasiun I lebih rendah dikarenakan keberadaan pohon R. mucronata pada Hutan Mangrove Desa Nelayan berada
dalam penutupan permukaan air yang cukup rapat. Sedangkan pada stasiun kedua keberadaan pohon R.mucronata berada pada pinggir teluk sehingga penutupan
permukaan air oleh tajuk cukup renggang. Suhu juga berpengaruh terhadap
penyebaran dan pertumbuhan organisme. Sesuai dengan baku mutu yang dipakai untuk kualitas air di Indonesia yaitu KEPMEN LH No.51 Tahun 2004, suhu air
dari kedua stasiun pengambilan sampel masih tergolong baik dan masih dapat mendukung kehidupan organisme yang hidup didalamnya yakni 28° - 32°C untuk
kawasan mangrove.
Dari hasil pengukuran pH air pada stasiun pertama didapat nilai sebesar 7. Sedangkan pada stasiun kedua didapat nilai sebesar 7,15. Nilai pH air yang
diperoleh dari kedua stasiun pengamatan bersifat netral. Nilai pH mempengaruhi
indeks kadar ion hidrogen (H+) yang mencirikan keseimbangan asam dan basa. Derajat keasaman suatu perairan, baik tumbuhan maupun hewan sehingga sering
dipakai sebagai petunjuk untuk menyatakan baik atau buruknya suatu perairan.
Nilai pH pada suatu perairan mempunyai pengaruh yang besar terhadap organisme perairan sehingga seringkali dijadikan petunjuk untuk menyatakan baik buruknya suatu perairan. Berdasarkan KEPMEN LH No.51 Tahun 2004 kedua perairan tersebut masih mendukung kehidupan organisme yang ada didalamnya.
Dari hasil pengukuran salinitas pada kedua stasiun, kisaran salinitas pada
stasiun I antara 20 - 30 ppt dengan nilai rata-rata 23,4 ppt. Sedangkan pada stasiun II antara 20 – 30 ppt dengan nilai rata-rata 21,1 ppt. Perbedaan salinitas pada kedua stasiun tersebut disebabkan oleh waktu pengambilan sampel, pasang surut
air laut, serta pasokan air yang lebih dominan antara air tawar dengan air laut. Pada stasiun I hutan mangrove sudah banyak yang dikonversi menjadi tambak dan
kolam ikan, dalam pengelolaan tambak dan kolam ikan terdapat pompa yang
mengambil air laut dan dimasukkan kedalam tambak sehingga mempengaruhi salinitas pada daerah tersebut. Menurut Hutagalung (1991) penurunan salinitas
dan pH serta naiknya suhu menyebabkan tingkat bioakumulasi semakin besar karena ketersediaan logam tersebut semakin meningkat.
Kandungan Cu rata-rata pada air di stasiun I sebesar 0.0439 L/kg.
Sedangkan pada stasiun II didapat data dengan rata-rata 0.0496 L/kg. Kandungan logam berat Cu pada stasiun II lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun I.
Kandungan Pb rata-rata pada stasiun I sebesar 0,0137 L/kg, sedangkan pada
No. 51 Tahun 2004 kandungan logam berat Cu dan Pb di kedua stasiun sudah
melewati batas ditetapkan untuk baku mutu air laut yaitu 0.008 L/kg.
Kandungan Logam Berat Cu dan Pb Pada Akar R. mucronata
Hasil pengukuran logam berat Cu dan Pb pada akar pohon R. mucronata
menunjukkan hasil yang lebih rendah dibandingkan kandungan pada kulit batang
dan daun. Pada stasiun I rata-rata kandungan Cu pada akar pohon R. mucronata sekitar 5,033 mg/kg. Rata-rata kandungan Pb sekitar 0,884 mg/kg. Pada stasiun II
kandungan Cu pada akar pohon R. mucronata sekitar 2,740 mg/kg. Rata-rata kandungan Pb sekitar 0,899 mg/kg. Hal ini disebabkan karena akar tidak menyimpan lama zat yang telah diserap dari dalam tanah kemudian
ditranslokasikan ke batang, daun, dan buah. Priyanto dan Prayitno (2004)
menyatakan penyerapan dan akumulasi logam berat oleh tumbuhan dibagi menjadi tiga proses, yaitu : pertama, penyerapan oleh akar agar tanaman dapat
menyerap logam, maka logam harus dibawa ke dalam larutan di sekitar akar (rizosfer) dengan beberapa cara bergantung pada spesies tanaman.
Senyawa-senyawa yang larut dalam air biasanya diambil oleh akar bersama air, sedangkan
senyawa-senyawa hidrofobik diserap oleh permukaan akar. Kedua, translokasi logam dari akar ke bagian tanaman lain. Setelah logam menembus endodermis
akar, logam atau senyawa asing lain mengikuti aliran transpirasi ke bagian atas
tanaman melalui jaringan pengangkut (xylem dan floem) ke bagian tanaman lainnya. Ketiga, lokalisasi logam pada sel dan jaringan. Hal ini bertujuan untuk
detoksifikasi, misalnya dengan menimbun logam di dalam organ tertentu seperti akar.
Selain itu tingginya kandungan Cu pada pohon berkaitan dengan mobilitas
Cu yang merupakan unsur hara esensial mikro bagi tumbuhan. Dalam skala tertentu Cu merupakan unsur hara bagi tanaman. Namun pada konsentrasi yang besar Cu dapat menghambat metabolisme tanaman. Kandungan logam Pb lebih sedikit dikarenakan Pb bukan merupakan unsur hara esensial bagi tanaman,
sehingga logam Pb lebih sedikit terakumulasi oleh tanaman. Besarnya kandungan
Cu dan Pb pada akar dipengaruhi oleh kriteria pengambilan sampel akar tunjang. Pada pengambilan sampel akar tunjang yang diambil merupakan akar tunjang yang belum terlalu tua dan dapat dipotong menggunakan pisau atau parang.
Sehingga sampel akar yang diambil memiliki kandungan logam berat yang lebih sedikit dibandingkan sampel akar yang sudah keras dan tua. Priyanto dan Prayitno
(2008) menyatakan bahwa agar tumbuhan dapat menyerap logam maka logam
harus dibawa ke dalam larutan di sekitar akar (rizosfer) dengan beberapa cara bergantung pada spesies tumbuhannya.
Menurut Baker dan Walker, (1990) dalam MacFarlane, dkk., (2003) Terdapat sel endodermis pada akar yang menjadi penyaring dalam proses
penyerapan logam berat. Dari akar, logam akan ditranslokasikan ke jaringan
lainnya seperti batang dan daun serta mengalami proses kompleksasi dengan zat yang lain seperti fitokelatin.
Kandungan Logam Berat Cu dan Pb Pada Daun R. mucronata
Berdasarkan pengukuran logam berat Cu dan Pb pada daun pohon
kandungan Cu pada daun pohon R. mucronata sebesar 7,697 mg/kg. Sedangkan kandungan Pb sebesar 1,160 mg/kg. Pada stasiun II rata-rata kandungan logam
berat Cu sebesar 12,951 mg/kg. Rata-rata kandungan Pb sebesar 1,138 mg/kg.
Kandungan Cu pada stasiun II lebih tinggi dibandingkan kandungan Cu pada stasiun I. Hal ini disebabkan diameter batang pohon yang berbeda pada kedua stasiun dan perbandingan antara daun tua (pada pangkal dengan ukuran yang cukup besar, ketebalan dan warna daun hijau tua) dan daun muda (pada pucuk,
ukuran kecil, belum terlalu tebal dan warna daun hijau muda) yang
dikompositkan. Kandungan logam pada daun muda lebih sedikit dibandingkan dengan daun tua. Soemirat (2003) menyatakan bahwa daun yang lebih muda lebih sulit mengarbsorbsi daripada daun yang sudah tua. Selain itu, umumnya
mekanisme yang terjadi pada tumbuhan adalah mengakumulasi ion-ion yang berlebih dalam daun tua, yang akhirnya diikuti dengan abisisi (penggguguran)
daun.
Banyaknya akumulasi Cu dan Pb pada bagian daun merupakan usaha lokalisasi yang dilakukan oleh tumbuhan yaitu mengumpulkannya dalam satu
organ. Proses masuknya unsur Cu dan Pb ke dalam jaringan tumbuhan bisa melalui xylem ke semua bagian tumbuhan sampai ke daun atau dengan cara
penempelan partikel Cu dan Pb pada daun dan masuk ke dalam jaringan melalui
stomata (Dahlan, 1986).
Kandungan Logam Berat Cu dan Pb Pada Kulit Batang R. mucronata
Pada stasiun II kandungan logam berat Cu rata-rata pada kulit batang sebesar 21,734 mg/kg. Rata-rata kandungan logam berat Pb sebesar 2,4803 mg/kg.
Kandungan logam berat Cu pada kulit batang stasiun I jauh lebih sedikit
dibanding pada stasiun II. Hal ini disebabkan oleh perbedaan diameter batang pohon pada kedua stasiun. Kisaran diameter pohon di stasiun I sebesar 10,2 cm hingga 13,8 cm. Sedangkan kisaran pohon pada stasiun II sebesar 17,5 cm hingga 22,6 cm (Lampiran 4). Perbedaan diameter batang pohon menentukan banyaknya
logam berat dan zat zat lain yang terakumulasi di dalam pohon tersebut. Semakin
besar diameter batang pohon maka semakin besar kemampuan pohon tersebut mengakumulasi logam berat dan zat-zat lain. Lakitan (1996) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan unsur hara, antara lain; a) faktor air
untuk melarutkan unsur hara atau zat mineral sehingga mudah menyerap air, b) daya serap akar, tekanan setiap tumbuhan berbeda-beda. Besarnya tekanan akar
dipengaruhi oleh besar kecilnya/tinggi rendahnya tumbuhan. Bukti adanya
tekanan/daya dari serap yang terjadi pada akar ini adalah pada batang yang dipotong maka air tampak tergenang dipermukaan tunggaknya, c) daya isap daun
disebabkan adanya penguapan (transpirasi) air dari daun yang besarnya berbanding lurus dengan luas bidang penguapan (intensitas penguapan).
Kandungan logam berat Cu dan Pb tinggi pada bagian kulit batang tanaman. Hal
ini disebabkan karena pada batang memiliki waktu yang lebih lama dalam mengakumulasi logam berat Cu dan Pb yang disimpan dalam jaringannya.
Arisandy, dkk., (2012) menyatakan batang memiliki waktu yang lebih lama dalam
tinggi karena akar merupakan bagian yang kontak langsung dengan sedimen yang
tercemar, kemudian ditranslokasikan ke bagian lain.
Kandungan Logam Berat Cu dan Pb Pada Air dan Sedimen
Dari hasil pengukuran logam berat Cu dan Pb pada air di kedua stasiun
pengambilan sampel terlihat bahwa kandungan logam berat Cu memiliki konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan kandungan logam Pb. Hal ini
disebabkan karena asal dari pencemaran logam Cu yang merupakan limbah utama
industri yang berada diatas lokasi pengambilan sampel di stasiun I, limbah kawasan perkebunan kelapa sawit milik swasta dan pertanian milik masyarakat
pada stasiun II. Kegiatan transportasi laut ikut menyumbang logam berat Cu di lingkungan namun dalam dosis yang tidak terlalu besar. Peran pertanian dalam
mengeluarkan logam Cu melalui aplikasi pupuk pada tanaman, pemberian dosis
pupuk yang tidak tepat dapat menyebabkan pencemaran logam Cu di lingkungan. Pada kedua stasiun pengambilan sampel khususnya stasiun pertama merupakan
daerah yang tercemar oleh kegiatan industri. Pada stasiun II terdapat industri
pengelolaan kelapa sawit dan kegiatan transportasi laut untuk menghubungkan Desa Jaring Halus dengan Kecamatan Secanggang. Selain itu logam berat Pb
berada pada lingkungan umumnya merupakan limbah dari kegiatan transportasi, dan kegiatan industri. Pada stasiun pertama kegiatan transportasi laut masih
sedikit namun kegiatan industri sangat besar yaitu pada Kawasan Industri Medan
yang berada di atas lokasi pengambilan sampel stasiun I.
Dari hasil pengukuran logam berat Cu pada stasiun I didapat data dengan
dengan stasiun I. Hal ini dapat disebabkan karena perbedaan watu dalam pengambilan sampel. Pada saat pengambilan sampel di stasiun I dilakukan pada
saat pasang mati (sedikit air pasang yang masuk kedalam lokasi tersebut). Pada
stasiun II pengambilan sampel dilakukan pada saat pasang besar (air pasang banyak masuk pada lokasi tersebut). Dari pengukuran kandungan logam berat Pb pada stasiun I didapat data dengan rata-rata 0,0137 L/kg, sedangkan pada stasiun II didapat data dengan rata-rata 0.02457 L/kg. Menurut KEPMEN KLH No. 51
Tahun 2004 kandungan logam berat Cu dan Pb di kedua stasiun sudah melewati
batas ditetapkan untuk baku mutu air laut yaitu 0.008 L/kg. Kandungan logam berat Pb pada stasiun II lebih tinggi dibandingkan pada stasiun I diduga karena waktu pengambilan sampel yang berbeda dan adanya aktifitas transportasi laut
yang cukup intensif pada stasiun II.Hoshika, dkk., (1991) menyatakan pola arus mempengaruhi keberadaan logam berat dalam air karena arus perairan dapat
menyebabkan logam berat yang terlarut dalam air dari permukaan kesegala arah.
Dari hasil pengukuran kandungan logam berat Cu dan Pb pada sedimen di kedua stasiun pengambilan sampel didapat kandungan logam berat Cu pada
stasiun I dengan rata-rata 0.9003 mg/kg. Sedangkan pada stasiun II didapat kandungan logam berat Cu dengan rata-rata 0.776 mg/kg. Kandungan logam berat
Cu pada stasiun I lebih tinggi dibanding stasiun II karena pada stasiun I banyak
kegiatan industri dan pada stasiun II diumpamakan sebagai kontrol. Menurut IADC/CEDA 1997 dalam penentuan kadar logam yang masih dapat ditoleransi
pada sedimen yaitu untuk Cu sebesar 600 mg/kg, maka pencemaran Cu pada
Dari pengukuran kandungan logam berat Pb pada stasiun I didapat data dengan rata-rata 2.7588 mg/kg, sedangkan pada stasiun II didapat data dengan
rata-rata 0.9003 mg/kg. Menurut IADC/CEDA 1997 dalam penentuan kadar
logam yang masih dapat ditoleransi pada sedimen yaitu untuk Pb sebesar 1000 mg/kg. kandungan logam berat Pb pada sedimen di kedua stasiun masih masuk kedalam batas toleransi.
Kandungan logam berat pada sedimen lebih tinggi dibanding kandungan
logam berat pada air. Hal ini dapat terjadi karena adanya pengendapan pada
sedimen pada saat kandungan logam berat pada air tinggi. Logam berat memiliki sifat yang mudah mengikat bahan organik dan mengendap di dasar perairan dan berikatan dengan partikel-partikel sedimen.Sehingga kandungan logam berat pada
sedimen lebih tinggi dibandingkan kandungan logam berat pada air.
Faktor Biokonsentrasi (BCF) Untuk Menilai Kemampuan R. mucronata dalam Mengakumulasi Logam Berat Cu dan Pb
Faktor biokonsentrasi (BCF) adalah konsentrasi suatu senyawa di dalam suatu organisme percobaan dibagi dengan konsentrasi senyawa tersebut dalam
medium air satuannya (L/kg). Untuk mendapatkan faktor biokonsentrasi dari
R. mucronata maka kandungan logam berat Cu dan Pb dari akar, kulit batang dan
daun dibagi dengan konsentrasi logam berat Cu dan Pb pada air dari kedua stasiun. Faktor biokonsentrasi dihitung untuk melihat kemampuan R. mucronata dalam mengakumulasi logam berat Cu dan Pb.
Dari hasil penghitungan nilai faktor biokonsentrasi untuk logam berat Cu pada stasiun pertama dapat ditarik kesimpulan bahwa kemampuan R. mucronata
Nilai BCF logam Cu sebesar 480.357 dan untuk logam Pb sebesar 230.533. Pada stasiun II nilai BCF logam Cu sebesar 754.524 dan untuk logam Pb sebesar
188.527. Dalam mengakumulasi logam Cu R. mucronata dikategorikan sedang
sedangkan dalam mengakumulasi Pb dikategorikan rendah.
Menurut Dahlan (1989) Konsentrasi Pb yang tinggi (100-1000 mg/kg) akan mengakibatkan pengaruh toksik pada proses fotosintesis dan pertumbuhan. Pb hanya mempengaruhi tanaman bila konsentrasinya tinggi. Tanaman dapat
menyerap logam Pb pada saat kondisi kesuburan dan kandungan bahan organik
tanah rendah. Pada keadaan ini logam berat Pb akan terlepas dari ikatan tanah dan berupa ion yang bergerak bebas pada larutan tanah. Jika logam lain tidak mampu menghambat keberadaannya, maka akan terjadi serapan Pb oleh akar tanaman.
Mekanisme masuknya partikel Pb ke dalam jaringan daun yaitu melalui stomata daun yang berukuran besar dan ukuran partikel Pb lebih kecil, sehingga Pb dengan
mudah masuk kedalam jaringan daun melalui proses penjerapan pasif.
Konsentrasi yang tinggi (100-1000 mg/kg) akan mengakibatkan pengaruh toksik pada proses fotosintesis dan pertumbuhan. Tanaman dapat menyerap logam Pb
pada saat kondisi kesuburan dan kandungan bahan organik tanah rendah. Pada keadaan ini logam berat Pb akan terlepas dari ikatan tanah dan berupa ion yang
bergerak bebas pada larutan tanah. Jika logam lain tidak mampu menghambat
keberadaannya, maka akan terjadi serapan Pb oleh akar tanaman. Mekanisme masuknya partikel Pb ke dalam jaringan daun, yaitu melalui stomata daun yang
berukuran besar dan ukuran partikel Pb lebih kecil, sehingga Pb dengan mudah
sedimentasi akibat gaya gravitasi. Kedua, tumbukan akibat turbulensi angin. Ketiga, adalah pengendapan yang berhubungan dengan hujan. Celah stomata mempunyai panjang sekitar 10 μm dan lebar antara 2–7 μm, oleh karena ukuran
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Kandungan logam berat Cu pada akar R. mucronata di Desa Nelayan (5,033 mg/kg) lebih tinggi dibanding Desa Jaring Halus ( 2,740 mg/kg), sedangkan untuk kandungan Pb di Desa Jaring Halus (0,899 mg/kg) lebih besar dibanding Desa Nelayan (0,884mg/kg). Kandungan Cu pada daun
R. mucronata lebih besar di Desa Jaring Halus (12,951 mg/kg) dibanding
Desa Nelayan (7,697 mg/kg), sedangkan untuk kandungan Pb lebih besar di Desa Nelayan (1,160 mg/kg) dibanding Desa Jaring Halus (1,138 mg/kg). Kandungan Cu pada kulit batang R. mucronata di Desa Jaring
Halus (21,734 mg/kg) lebih tinggi dibanding Desa Nelayan ( 8,357 mg/kg), kandungan Pb di Desa Jaring Halus (2,480 mg/kg) lebih tinggi
dibanding Desa Nelayan (1,115 mg/kg).
2. Kemampuan R. mucronata dalam mengakumulasi logam berat Cu di Desa Nelayan dan Desa Jaring Halus dikategorikan sedang dengan nilai BCF
sebesar 480,357 dan 754,524, sedangkan dalam mengakumulasi logam berat Pb di Desa Nelayan dan Desa Jaring Halus dikategorikan rendah
dengan nilai BCF sebesar 230,533 dan 188,527 .
Saran
Dari hasil penelitian yang didapat, walaupun mangrove R. mucronata
mampu mengakumulasi dan mengurangi logam berat Cu dan Pb yang berada pada perairan dan sedimen namun perlu dilakukan keseragaman waktu dalam
yang diperoleh lebih aktual. Perlu juga dilakukan penelitian lanjutan yang mengukur konsentrasi logam berat Cu dan Pb dari berbagai tingkat diameter
DAFTAR PUSTAKA
Amin, B. 2001. Akumulasi dan Distribusi Logam Berat Pb dan Cu Pada Mangrove. (Avicennia marina) di Perairan Pantai Dumai, Riau. Jurnal Natur Indonesia. 80-86 hal.
Arisandy K R, dkk. 2012. Akumulasi Logam Berat Timbal (Pb) dan Gambaran Histologi pada Jaringan Avicennia marina (forsk.) Vierh di Perairan Pantai Jawa Timur. Jurnal Penelitian Perikanan.15-25 hal.
Bengen, D.G. 2001. Pengenalan dan pengelolaan ekosistem mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Bogor.
BPLHD Jabar. 2013. Pencemaran Timbal.
http://www.bplhdjabar.go.id/index.php/bidang-pengendalian/subid-pemantauan-pencemaran/168-pencemaran-pb-timbal. [17 Januari 2013]. Dahlan, E.N. 1986. Pencemaran Daun Teh oleh Timbal sebagai Akibat Emisi
Kendaraan Bermotor di Gunung Mas Puncak. Makalah Kongres Ilmu Pengetahuan Indonesia, Panitia Nasional MAB, Jakarta.
Dahlan, E.N., 1989. Studi Kemampuan Tanaman dalam Menjerap dan Menyerap Timbal Emisi dari kendaraan Bermotor. Tesis. Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. 102 hal.
Dahlan, Z., Sarno, dan A. Barokah. 2009. Model Arsitektur Akar Lateral dan Akar tunggang Bakau (Rhizophora apiculata Blume). Jurnal Penelitian Sains. 12209 hal.
Duke, N.C. 2006. Rhizophora apiculata, R. mucronata, R. Stylosa, R. x annamalai, R. x lamarckii (Indo-West Pacific stilt mangrove). Indo-West Pasific Rhizophora Species.
Hamzah, F dan Setiawan, A., 2010. Akumulasi Logam Berat Pb, Cu dan Zn di Hutan Mangrove Muara Angke, Jakarta Utara. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 41-52 hal.
Handayani, T. 2006. Bioakumulasi Logam Berat Dalam Mangrove Rhizophora mucronata dan Avisennia marina di Muara Angke Jakarta. Jurnal Teknik Lingkungan. 266-270 hal.
Hoshika, A., Shiozawa, T., Kawana, K., and Tanimoto, T., 1991. Heavy Metal Pollution in Sediment from the Seto Island, Sea, Japan. Marine Pollution Bulletin 23: 101-105 hal.
Hutagalung. H.P. 1991. Pencemaran Laut Oleh Logam Berat. Puslitbang Oseanologi. Status Pencemaran Laut di Indonesia dan Teknik Pemantauannya. LIPI. Jakarta.